• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas dan peranan Pengadilan Agama Jakarta Selatan dalam mewujudkan proses mediasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektifitas dan peranan Pengadilan Agama Jakarta Selatan dalam mewujudkan proses mediasi"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

Disusun oleh :

UBAIDILLAH

106044201479

KONSENTRASI ADM INISTRASI KEPERDATAAN ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

OUT LINE Daft ar isi

BAB I PENDAHULUAN

A. Lat ar Belakang M asalah B. Bat asan dan Rumusan M asalah C. Tujuan dan M anfaat Penelit ian D. M etode Penelit ian

E. Review St udi Terdahulu F. Sist emat ika Penulisan

BAB II EKSISTENSI PENGADILAN AGAM A JAKARTA SELATAN

A. Sejarah singkat berdirinya Pengadilan Agama dan lokasinya B. St rukt ur dan job descripton

C. Susunan Badan Pengadilan Agama D. Tugas dan Wew enang Pengadilan Agama

E. Perkara yang masuk dan dit anda t angani oleh Pengadilan sejak dua t ahu terahir BAB III UPAYA M EWUJUDKAN PERDAM AIAN

A. Definisi dan pengert ian M ediasi dit ingkat Pengadilan B. Ruang lingkup mediasi

C. M acam-macam M ediasi D. Tujuan dan manfaat mediasi E. Proses M ediasi di Pengadilan

(9)

B. Hambat an para Hakim dalam usaha mendamaikan

C. Tingkat keberhasilan Pengadilan Agama dalam usaha mendamaikan BAB V KESIM PULAN DAN SARAN

(10)

1

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan adalah gerbang menuju masa depan. Dalam islam perkawinan adalah suatu ibadah juga salah satu kaidah bagi pembentukan keluarga dan untuk melahirkan keturunan. Apabila dilihat dari sisi historis hukum yang paling pertama muncul adalah hukum keluarga khususnya hukum perkawinan yang ditandai dengan perkawinan adam dan hawa manusia meyakini benar bahwa Adam a.s adalah manusia yang pertama dan anak istri serta anak-anaknyayang hidup sejaman dengan Adam as dipandang sebagai generasi pertama, maka disutulah hukum dimulai yaitu dari generasi adam dan kelurganya.1

Perkwinan bukan saja bertujuan untuk berkembang biak tetapi pada dasarnya adalah membentuk keluarga bahagia dan kekal. Sesuai dengan pasal 1 Undang-Undang No . 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan menegaskan:

“ Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang wanita dan seoarang pria sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa

Untuk mewujudkan kebahagiaan tersebut maka sangat diperlukan sekali kasih sayang antara dua orang tesebut yang berbeda latar belakang dari segala sisi

1

(11)

dengan kasih sayang dan cinta yang ditanamkan Allah SWT. Maka akan tebentuk keluargasakinah mawaddahwarohmah.

Namun tidak dapat dipungkiri bahwa untuk mempertahankan mahligai rumah selamanya sungguh sangat berat dan penuh perjuangan, tanpa adanya prinsip diatas tak ayal lagi mahligai rumah tangga dapat berhenti dan putus ditengah jalan .kenyataan membuktikan bahwa banyak percerayan yang terjadi dari tahun ke tahun yang tercatat di PA di masing masing daerah . putusnya perkawinan dapat terjadi karena berbagai alasan dan berbgai hal, baik karena meninggal dunia atau karena faktor biologi,ekonomi dan psikologis, seperti salah satu pihak melalaikan kewajibanya, atau terjadi peselisihan yang tidak pernah padam, atau adanya intervensi pihak ketigaseperti orang tua dan sebagainya. Namun tidak saja hal-hal yang bersifat materi atau seperti yang disebut diatasyang bisa menjadi sebab terjadi percerayan, ada pula semata-mata terjadi karena terbentur kebutuhan dan sikap sehari-hari dan masing-masing pihak maunya menang sendiri2

Sesuai dengan salah satu tujuan perkawinan adalah mendapatkan keturunan dan berkembang biak agar kehidupan kita berlanjut, serta untuk menciptakan ketenangan dan kedamaian dalam hidup maka disamping cinta yang diberikan oleh Allah SWT pada manusia, harus ada prinsip bahwa perkawinan adalah suatu ikatan yang kuat dan selamanya, bukan hanya dalam waktu tertentu saja, oleh karena itu

2

(12)

perkawinan harus dilandasi atas dasar kerelaan dan keiklasan hati sehingga tujuan perkawinan yang langgeng dapat terwujud.3

Pada dasarnya benturan-benturan dalam rumah tangga sangat mudah untuk dihindari dan dapat mudah pula untuk ditangani seandainya terjadi, semua berawal dari prinsip prinsip saling mengerti dan memahami satu sama lain kekurangan maupun kelebihan masing-masing.

Namun apabila hal-hal diatas dapat terselesaikan maka pasangan suami istri dapat mempertahankan mahligai rumah tangganya, namun sebaliknya apabila tidak dapat di diselesaikan maka yang akan timbul adalah percerayan sebagai jalan keluarnaya. Percerian adalah sebuah jalan terahir dalam sebuah penyelesainya kemelut rumah tangga, setelah sebelumnya dilakukan upaya preventif dari pihak masing-masing keluarga.

Percerayan menurut islam pada prinsipnya dilarang, hal itu dapat dilihat dan ditegaskan oleh Rosullah SAW dalam sabdahnya bahwa perceraian adalah sesuatu yang halal akan tetapi sangat dibenci Allah SWT.

Dari Ibnu Umar R.A. berkata. Bahwasanya Nabi SAW bersabda:

(ﻢﻛ ﺎﳊﺍ ﻭ ﺯﺎﻣ ﻦﺑﺍﻭ ﺩﻭﺍﺩ ﻮﺑﺍ ﻩ ﺍﻭ ﺭ) ﻕ ﻼﻠﻄﻟﺍ ﺍ ﺊﻟﺍ ﻝ ﻼﳊﺍ ﺾﻐﺑﺍ

4

“ sesuatu perbuatan yang halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak (percerayan) “ (Riwayat Abu Daud, ibnu majah dan al-hakim dari ibnu umar)

3

Abdurrahman Ghazali,Fiqh Munakahat(Jakarta, Prenada Media,2003,) edisi ke-2 h. 36

4

(13)

Islam memberikan hak talak kepada suami untuk menceraikan istrinya dan hak khulu kepada istri untuk menceraikan suaminya dan fasakh untuk kedua-duanya. Dengan demikian yang memutuskan perkawinan dan menyebabkan percerayan antara suami dan istri adalah:

a) Kematian b) Thalak c) Khulu’ d) Fasakh5

Seandainya terjadi percerian maka bukan berarrti persoalan-persoalan rumah tangga akan berahir begitu saja, justru dengan adanya percerayan maka akan timbul berbagai permasalahan yang akan diselesaikan oleh suami istri, selain permasalahan anak,nafkah anak, istri juga yang tak kalah rumitnya adalah permasalahan harta bersama serta pengurusanya.

Menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 tentang perkawianan di Indonesia yang merupakan objek harta bersama adalah harta yang didapat dari selama dalam perkawinan.

Pasal 35 ayat 1Tentang .

“Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama”

Hukum islam “AL-Qur’an dan As-Sunnah “ tidak mengenal harta bersama,

namun menurut pandangan Yahya Harahap harta bersama tidak bertentangan secara diametral dengan hukum islam. Sekalipun secara teori fiqh islam tidak mengenal

5

(14)

harta bersama hal itu tidak menghalangi terciptanya lembaga hukum itu dalam keluarga islam apabila dalam kenyataan kehidupan mereka, isrti selama membantu suami dalam pekerjaan dengan sendirinnya secara diam-diam terwujudlah harta bersama:

Artinya : Dari Anas RA, bahwa sekelompok orang dari sahabat Nabi SAW bertanya kepada istri-istri Nabi tentang amalan beliau yang tersenbunyi, lalu sebagian sahabat berkata, “Aku tidak akan menikahi perempuan, “ sebagian lain berkata, “aku tidak akan makan daging” , sebagian lain mengatakan, “Aku tidak akan tidur di atas kasur” Mendengar semua itu, Rasulullah SAW mengucapkan pujian kepada Allah, lalu bersabda, “mengapa orang-orang mengatakan begini dan begitu, padahal aku shalat dan juga tidur, berpuasa dan berbuka, dan aku juga menikahi perempuan. Jadi barang siapa membenci ajaranku dia bukan termasuk golonganku.(HR Muslimin)

Banyak diantara mereka benar-benar sungguh-sungguh dalam melaksanakan keinginannya untuk membina dan mempertahankan rukun damai dan serasi diantar mereka dan banyak dari mereka melakukan usaha kearah terwujudnya situasi yang di idam-idamkan itu,walaupun usaha tersebut dilakukan tanpa rencana, tanpa ilmu dan tanpa pengalaman. Walaupun usaha dan keinginan itu serius, namun dalam

6

(15)

kenyataannya kerukunan dan keharmonisan itu kadang-kadang tidak berhasil diciptakan dan sering mengalami gangguan-gangguan.gangguan-gangguan ini ditimbulkan oleh perbedaan-perbedaan yang muncul atau menampakkan diri. Dengan demikian terjadilah ketegangan yang akhirnya menjadi persengketaan atau konflik.

Penyelesaian suatu perselisihan atau konflik yang terbaik adalah dengan cara perdamaian atau mediasi. Hokum islam mementingkan penyelesaian perselisihan dengan cara perdamaian , sebelum dengan cara putusan Pengadilan, karena putusan pengadilan dapat menimbulkan dendam yang mendalam, terutama bagi pihak yang terkalahkan. Untuk itu sebelum diperiksa hakim wajib berusaha mendamaikan kedua belah pihak terlebih dahulu, apabila hal ini belum dilakukan oleh hakim bisa berakibat bahwa putusan yang dijatuhkan batal demi hokum.7

Sebagian besar dari konflik-konflik itu tidak sampai menghasilkan perceraian, tetapi bukan berarti persengkataan tersebut telah selesai. Bukan tidak mungkinhal tersebut nantinya akan menjadi pemicu yang kuat untuk terjadinya perceraian.8

Jika terjadi perceraian, maka hal pertama yang akan dilakukan pihak yang ingin bercerai adalah mengajukan permohonan kepada pengadilan agama (khusus yang beragama islam). Dipengadilan itu sendiri, pada sidang pertama hakim akan menganjurkan kepada pihak untuk menganjurkan mediasi yang mana hal ini bersifat

7

Jaenal arifin, Pengadilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia.( Jakart a, Kencana prenada M edia Group, 2008), h.351

8

(16)

wajib/mutlak dilakukan dan dicantumkan dalam Berita Acara Sidang. Meskipun dalam sidang selanjutnya upaya damai masih dapat diupayakan.9

Hakim agama mengemban fungsi mendamaikan. Oleh karena penyelesaian perkara dengan jalan damai akan mengurangi rasa permusuhan antara kedua belah pihak yang berperkara. Peran hakim pengadilan Agama dalam proses persidangan pertama dan utama ialah mendamaikan para pihak yang berperkara, karena mendamaikan adalah prioritas utama yang terutama dalam proses penyelesaian dalam pembagian harta bersama, sedang kan fungsi mengadili merupakan kegiatan tindak lanjut atas kegagalan upaya mendamaikan. Hal ini sesuai dengan pasal 28 ayat (4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, “selama perkara belum diputuskan , usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan”.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka sangat menarik untuk mengkaji dan mengadakan penelitian terhadap pengadilan Agama Jakarta selatan dalam bentuk karya ilmiah atau sekripsi yang bejudul “EFEKTIFITAS DAN PERANAN

PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN DALAM MEWUJUDKAN

PROSES MEDIASI”

B. Perumusan Dan Pembatasan Masalah

Pangadilan merupakan lembaga yang diberi kewenangan untuk memutus perkawinan disamping itu Pengadilan memilik kewajiban untuk mengusahakan terjadi perdamaian dan mempersulit percerayan dan perselisihan.Untuk lebih

9

(17)

memperjelas dan memberi arah yang tepat dalam pembahasan sekripsi ini, penulis memberi batasan sesuai dengan judul yang ada sebagai berikut:

a) Bahwa lembaga Pengadilan Agama yang menjadi studi analisis dalam sekripsi ini adalah lembaga Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

b) Penelitian ini realita yang terjadi dilapangan yaitu hasil dari mediasi yg dikarjakan olah Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Adapun masalah yang dapat penulis rumuskan adalah Banyaknya ketentuan Undang-Undang teristimewa Al-Quran, Hadis dan berbagai kitan Fiqh yang membuka pintu baik bentuk anjuran ataupun perintah kearah perdamain, namun dalam kenyataanya justru percraian dan perselisihan antara pihak semakin hari semakin marak walaupun telah diusahakn secara maksimal oleh mediator. Dari batasan masalah diatas, maka dapat dirumuskan dalam kerangka pertanyaan sebagai berikut:

1) Bagaimana proses mediasi yang dilakukan diPengadialan Agama Jakarta Selatan? 2) Apakah proses mediasi tersebut efektif atau tidak?

3) Dari sejumlah kasus yang diajukan ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan berapa perkara yang berhasil didamaikan?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

(18)

2. Sebagai syarat mendapatkan gelar S.sy di Fakultas Sya’riah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta

Adapun manfaat penelitian a) Secara teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini adalah dalam rangka untuk pengembangan wawasan ilmu khususnya hukum perdata yang berlaku di lingkungan peradilan Agama.

b) Secara praktis

Secara praktis dari hasil penelitian ini adalah untuk memperluas pengetahuan diri penulis dan sebagai bahan bacaan serta informasi bagi masyarakat yang ingin mengetahui percerayain dan akibat hukumnya terhadap benda yang diperoleh selama perkawinan yang diselesaikan dengan perdamaian di luar sidang serta untuk memenuhi syarat akademis dalam rangka memperoleh gelar sarjan hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif hidayatullah.

D. Review Study Terdahulu

(19)

Hemat penulis, ada beberapa karya tulis lain yang berhubungan dengan sekripsi ini khususnya di Fakultas syariah dan hukum tetapi hanya sekedar membahas sekedar harta bersamanya diantaranya.

(20)

E. Metode Penelitian

Metode yang diguanakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis yang dilakukan melalui pendekatan kualitatif.Metode deskriptif analitis adalah metode yang menggambarkan dan memberikan analisa terhadap kenyataan dilapangan.Sedangkan yang dimaksud dengan penelitian yang menggunakn pendekatan kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari orang-orang atau prilaku yang diamati.10

Jenis penelitian dilakukan dengan mengadakan penelitian hukum kepustakaan (library research) penelitian hukum kepustakaan adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Dalam hal ini data sekunder diperoleh dari hasil kajian hukum terhadap buku-buku, majalah-majalah, dan Undang-Undang yang ada relevensinya dengan tema sekripsi ini. Seperti undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1974 tentang penjelasan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, peraturan pemerintah nomor 9 Tahun 1974 tentang penjelsan atas Undang-unadng no 1 tahun 1974, unadang-undang no 7 tahun 1989 yang sudah diamandemen oleh undang-undang no 3 tahun 2006 tentang peradilan agama, intruksi persiden nomor 1 tahun 1991 (Kompilasi Hukum Islam), kitab Undang-Undang hukum perdata (BW) dan RIB/HIR. sedang data primernya dihasilkan dari data wawancara dengan hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

10

(21)

a. Alat Pengumpul Data

Data dalam penelitian ini dihasilkan dengan menggunakan alat pengumpul data sebagai berikut :

1) Bahan hukum, yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dalam hal ini berupa berkas-berkas Akta perdamain di Pengadilan Agama Jakarta selatan yang berkekuatan hukum tetap ( BHT) . peraturan perundang-Undangan. Sedeangkan bahan hukum sekundernya adalah buku-buku hukum lain yang mendukung yang memperjelas bahan hukum sekunder.

2) Wawancara, Tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung yaitu antara pewawancara dengan TAMAH,SH. Sebagai Koordinator mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. yang bertujuan untuk mendapatkan data dari tangan pertama (primer). Sedang alat pengumpul data yang digunakan dalam wawancara ini adalah pedoman wawancara.

b. Alat Analisis Data

(22)

diinginkan dengan didukung oleh referensi-referensi yang memperkuat data yang diperoleh dari bahan hukum diatas.

Kajian terhadap hukum-hukum tersebut bertujuan untuk memperoleh data-data yang diperlukan, sehingga dapat menjwab rumusan maslah dalam penulisan ini.

Sedang pengolahan data yang diperoleh dari hasil wawancara dilakukan dengan cara :

Pertama: mengedit (editing)data yaitu memeriksa data yang terkumpul apakah jawaban-jawaban dan pertanyaan yang diajukan dalam wawancara sudah sesuai belum dengan yang dibutuhkan, jawaban yang dianggap lengkap dan yang belum atau tidak menjawab dipisahkan.

Kedua: mengklasifikasikan data yaitu mengkelompokkan data berdasrkan masing-masing permaslahan yang masing-masing dirumuskan.

Setelah pengolahan data kemudian dilanjutkan dengan menginterpretasikan data. Analisis data dilakukan dengan cara mendeskripsikan data-data tersebut secara jelas,kemudian menginterpretasikannya menggunakan bahasa penulis sendiri, dengan demikian akan nampak jelas rincian atas jawaban atas permasalahan yang diteliti.

G. Sistematika Penulisan

(23)

Bab Pertama : Yang berisikan pendahuluan , yang mencakup latar belakang masalah, tujuan dan manfaat penelitian, reviw study terdahulu, metode penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab Kedua : eksistensi peradilan Agama, terdiri dari sejarah singkat berdirinya Pengadilan Agama Jakarta Selatan samapi lokasinya,struktur organisasi dan Struktur Organiasasi Tata Kerja Pengadilan Agama Jakarta Selatan, tugas dan wewenang Pengadilan Agama.

Bab Ketiga :upaya mewujudkan Mediasi, terdiri dari pengertian Mediasi ditingkat pengadilan, macam-macam Mediasi, tujuan dan manfaat mediasi, proses mediasi di Pengadilan.

Bab Keempat: Peranan Pengadilan Agama dalam mewujudkan perdamaian terdiri dari upaya para Hakim dalam Mediasi, hambatan-hambatan para Hakim dalam usaha Mediasi dan tingkat keberhasilan dalam upaya Mediasi

(24)

BAB II

EKSISTENSI PERADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN

1. Sejarah singkat dan Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama

Jakarta Selatan

Pengadilan Agama Jakarta Selatan sebagai salah satu instansi yang melaksanakan tugasnya memiliki dasar hukum dan landasan kerja sebagai berikut : 1. Undang-undang Dasar 1945 Pasal 24 ;

2. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 ; 3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 ; 4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 ; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 ; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 ; 7. Peraturan/instruksi/Edaran Mahkamah Agung RI ; 8. Intruksi Dirjen Bimas Islam/ Bimbingan Islam ;

9. Keputusan Menetri Agama Agama RI. Nomor 69 Tahun 1963, tentang Pembentukan Pengadilan Agama Jakarta Selatan ;

10. Peraturan-peraturan lain yang berhubungan dengan tata Kerja dan Wewenang Pengadilan Agama. 11

2. Sejarah Pembentukan Pengadilan Agama Jakarta Selatan

11

Sejarah pengadilan Agama Jakart a Sealat an di akses pada 20 januari 2011 darI www.PAjaksel.co.id

(25)

Pengadilan Agama Jakarta selatan dibentuk berdasarkan surat keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1963.

Pada mulanya Pengadilan Agama di wilayah DKI Jakarta hanya terdapat tiga kantor yang dinamakan Kantor Cabang yaitu :

1. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Utara ; 2. Kantor Pengadilan Agama Jakarta Tengah ;

3. Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya sebagai Induk ;

4. Semua Pengadilan Agama tersebut diatas termasuk Wilayah Hukum Cabang Mahkamah Islam Tinggi Surakarta. Kemudian setelah berdirinya Cabang Mahkamah Islam Tinggi Bandung berdasarkan surat keputusan Menteri Agama Nomor 71 tahun 1976 tangga;l 16 Desember 1976. semua Pengadilan Agama di Propinsi Jawa Barat termasuk Pengadilan Agama yang berada di Daerah Ibu Kota Jakarta Raya berada dalam Wilayah Hukum Mahkamah Islam Tinggi Cabang Bandung. Dalam perkembangan selanjutnya istilah Mahkamah Islam Tinggi menjadi Pengadilan Tinggi Agama (PTA).12

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 61 tahun 1985 Pengadilan Tinggi Agama Surakarta di pindah di Jakarta, akan tetapi realisasinya baru terlaksana pada tanggal 30 Oktober 1987 dan secara otomatis Wilayah Hukum Pengadilan Agama diwilayah DKI Jakarta adalah menjadi Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

12

(26)

3. Perkembangan dari masa ke masa :

A. PA. Jakarta Selatan Berkantor Di Serambi Masjid (1967- 1979)

Terbentuknya kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan merupakan jawaban dari perkembangan masyarakat Jakarta, yang ketika itu pada tahun 1967 merupakan cabang dari Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya yang berkantor di jalan Otista Raya Jakarta Timur.13

Sebutan pada waktu itu adalah cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Kantor cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan dibentuk sesuai dengan banyaknya jumlah penduduk dan bertambahnya pemahaman penduduk serta tuntutan masyarakat Jakarta Selatan yang diwilayahnya cukup luas. Untuk itu keadaan kantor ketika itu masih masih dalam keadaan darurat yaitu menempati gedung bekas Kantor Kecamatan Pasar Minggu disuatu gang kecil yang sampai saat ini dikenal dengan gang Pengadilan Agama Pasar Minggu Jakarta Selatan pimpinan kantor di pegang oleh. H. POLANA.14

Penanganan kasus-kasus hanya berkisar perceraian kalaupun ada tentang warisan masuk kepada Komparisi itu pun dimulai tahun 1969 kerjasama dengan Pengadilan Negeri yang ketika itu dipimpin oleh Bapak BISMAR SIREGAR, SH.

13

ibid

14

(27)

Sebelum tahun 1969 pernah pula membuat fatwa waris akan tetapi hal itu di tentang oleh pihak keamanan karena bertepatan dengan kewenangan karena bertentangan dengan kewenangannya sehingga sempat beberapa orang termasuk Pak HASAN MUGHNI di tahan karena Penetapan Fatwa Waris sehingga sejak itu Fatwa Waris di tambah dengan kalimat “Jika ada harta peninggalan”.15

Pada tahun 1976 gedung Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan pindah ke Blok D Kebayoran baru Jakarta Selatan dengan menempati serambi Masjid Syarief dan sebutan Kantor Cabang pun dihilangkan menjadi Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan pada masa itu diangkat pula beberapa Hakim honorer yang diantaranya adalah Bapak H. ICHTIJANTO, SA, SH16

Penunjukan tempat tersebut atas inisiatif Kepala Kandepag Jakarta Selatan yang waktu itu di jabat oleh Bapak Drs. H. MUHDI YASIN. Seiring dengan perkembangan tersebut diangkat pula 8 karyawan untuk menangani tugas – tugas kepaniteraan yaitu ILYAS HASBULLAH, HASAN JAUHARI, SUKANDI, SAIMIN, TUWON HARYANTO, FATHULLAH AN, HASAN MUGHNI, dan IMRON, keadaan penempatan Kantor di serambi Masjid tersebut bertahan sampai pada tahun 1979.17

B. PA. Jakarta Selatan Berkantor Di Gedung Sendiri

15

ibid

16

ibid

17

(28)

1) Pada bulan September 1979 kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan pindah ke gedung Baru di. Jl. Ciputat Raya Pondok Pinang dengan menempati gedung Baru dengan tanah yang masih menumpang pada areal tanah PGAN Pondok Pinang dan pada tahun 1979 pada saat Pengadilan Agama Jakarta Selatan dipimpin oleh Bapak H. ALIM BA diangkat pula Hakim-Hakim honorer untuk menangani perkara-perkara yang masuk, mereka diantaranya KH, YA’KUB, KH. MUHDATS YUSUF, HAMIM QARIB, RASYID ABDULLAH, ALI IMRAN, Drs. H. NOER CHAZIN.18

2) Pada perkembangan selanjutnya yaitu semasa berkepimpinan Drs. H. DJABIR MANSHUR, SH, Kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan pindah ke Jalan Rambutan VII No. 48 Pejaten Barat Pasar Minggu Jakarta Selatan dengan menempati gedung baru. Digedung baru ini meskipun tidak memenuhi syarat untuk sebuah kantor Pemerintah setingkat walikota, karena gedungnya berada ditengah-tengah penduduk dan jalan masuk dengan kelas jalan III C. Namun sudah lebih baik ketimbang masih di Pondok Pinang, pembenahan–pembenahan fisik terus dilakukan terutama pada masa kepemimpinan Bapak Drs. H. JAYUSMAN, SH. Begitu pula pembenahan–pembenahan administrasi terutama pada masa kepemimpinan Bapak Drs. H. AHMAD KAMIL, SH pada masa ini pula Pengadilan Agama Jakarta Selatan mulai mengenal computer walaupun

18

(29)

hanya sebatas pengetikan dan ini terus ditingkatkan pada masa kepemimpinan Bapak Drs. RIF’AT YUSUF.19

3) Pada masa perkembangannya selanjutnya Tahun 2000 ketika kepemimpinan dijabat oleh Bapak Drs. H. ZAINUDDIN FAJARI, SH pembenahan-pembenahan semua bidang, baik fisik maupun non fisik diadakan sistim komputerisasi dengan online Komputer, dan ini terus dibenahi sampai sekarang oleh Ketua Pengadilan Agama Bapak Drs. H. Syed Usman, SH. Yang tujuannya adalah untuk meningkatkan pelayan kepada masyarakat pencari keadilan dan menciptakan peradilan yang mandiri dan beribawa.

4) Perkembangannya selanjutnya Tahun 2007-2008 ketika kepemimpinan dijabat oleh Bapak Drs. H. A. CHOIRI, SH, MH pembenahan-pembenahan semua bidang, baik fisik maupun non fisik sudah terintegrasi dengan online Komputer, pada periode ini juga Pengadilan agama Jakarta Selatan berhasil pengadaan tanah untuk bangunan gedung baru seluas + 6000 m2 yang terletak di Jl. Harsono RM, Ragunan, JakSel.20

5) Selanjutnya sejak Tahun 2008 telah dibangun gedung baru yang sesuai dengan prototype Mahkamah Agung RI. Pembangunan dilaksanakan 2 tahap, tahap pertama tahun 2008 dan tahap kedua tahun 2009 pada saat itu Pengadilan Agama Jakarta Selatan di Ketuai oleh Bapak Drs. H. PAHLAWAN HARAHAP, SH, MA.

19

ibid

20

(30)

6) Selanjutnya pada akhir April 2010 Gedung baru Pengadilan Agma Jakarta Selatan diresmikan bersama-sama dengan gedung-gedung baru lainnya di Pontianak (Kalimantan Barat) oleh Ketua Mahkamah Agung RI. Kemudian pada awal Mei 2010 diadakan tasyakuran dan sekaligus dimulainya aktifitas perkantoran di gedung baru tersebut, pada saat itu Ketua Pengadilan Agama Jakarta Selatan dijabat oleh Drs. H. AHSIN.A.HAMID, SH.

7) Sejak menempati gedung baru yang cukup megah dan representatif tersebut di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dilakukan pembenahan dalam segala hal, baik dalam hal pelayanan terhadap pencari keadilan maupun dalam hal peningkatkan IT yang sudah semakin canggih disertai dengan program-program yang menunjang pelaksanaan tugas pokok, seperti program SIADPA yg sudah berjalan dan terintegrasi dengan TV Media Center, Touch Screen (KIOS-K) serta beberapa fitur tambahan dari WEBSITE pa-jakartaselatan.go.id.21

C. Data Dan Keterangan Wilayah Hukum Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Secara geografis, Pengadilan Agama Jakarta Selatan terletak di Kotamadya Jakarta Selatan, luas wilayah Kotamadya Jakarta Selatan adalah seluas 145,73 Kilometer persegi (Km2) dan secara astronomis wilayah kotamadya Jakarta Selatan terletak dan berada pada posisi 06’15’40,8’ Lintang Selatan dan 106’45/0,00’Bujur

Timur, dan berada pada kemiringan 26,2 meter diatas permukaan laut. Jakarta Selatan bercirikan daerah yang beriklim khas Tropis dengan temperature udara sekitar 27,7’ celcius dan kelembaban udara rata-rata 75 % yang disapu angin dengan

21

(31)

kecepatan sekitar 0,2 knot sepanjang tahun. Curah hujan mencapai ketinggian 2,596,7 mm setahun atau rata–rata sekitar 85,8 mm perhari yang terjadi selama 182 hari dalam setahun. Curah hujan tertinggi terjadi dalam bulan Januari (737,5 mm) dan Februari (425,3 mm) Didaerah Jakarta Selatan terdapat Rawa / setu ( Setu Babakan) wilayah ini cocok digunakan sebagai daerah resapan air, dengan iklimnya yang sejuk sehingga ideal dikembangkan sebagai wilayah penduduk.22

Didaerah Jakarta Selatan juga banyak terdapat kegiatan usaha dan perkantoran.

a. Pembagian Wilayah :

Secara administratif, wilayah ini terbagi menjadi 10 Kecamatan dan 65 Kelurahan dengan luas keseluruhan mencapai, 145,73 Km2.23

1. KECAMATAN TEBET :

KELURAHAN LUAS(Km2) KK RT RW

Manggarai 0.95 8,885 164 12

Manggarai Selatan 0.51 6,245 131 10

Bukit Duri 1.08 8,958 151 12

22

Ibid

23

(32)

Menteng Dalam 2.58 10,087 139 14

Tebet Timur 1.39 5,876 110 11

Tebet Barat 1.72 7,721 102 8

Kebon Baru 1.30 9,248 153 14

TOTAL 9.53 57,020 950 81

2. KECAMATAN SETIA BUDI24

KELURAHAN LUAS(Km2) KK RT RW

Setiabudi 0.94 369 16 3

Karet 0.94 3,170 59 7

Karet Semanggi 0.90 765 17 3

Karet Kuningan 1.79 5,863 79 6

Menteng Atas 0.90 8,160 145 11

Kuningan Timur 2.15 1,606 30 5

Pasar Manggis 0.78 5,961 142 12

Guntur 0.65 893 23 2

24

(33)

TOTAL 9.05 26,787 511 49

3. KECAMATAN MAMPANG PRAPATAN :25

KELURAHAN LUAS(Km2) KK RT RW

Kuningan Barat 0.98 2,400 46 5

Mampang Prapatan 0.78 3,211 71 6

Pela Mampang 1.62 8,919 150 13

Tegal Parang 1.06 4,290 64 6

Bangka 3.30 4,375 65 5

TOTAL 7.74 23,195 396 35

4. KECAMATAN PASAR MINGGU :26

KELURAHAN LUAS(Km2) KK RT RW

Pejaten Barat 2.90 8,122 100 8

25

ibid

26

(34)

Pasar Minggu 2.79 5,045 111 10

Jatipadang 2.50 5,161 101 10

Ragunan 5.05 7,471 111 11

Cilandak Timur 3.53 6,065 68 7

Kebagusan 2.26 9,678 87 8

Pejaten Timur 2.88 8,145 145 11

TOTAL 21.91 49,687 723 65

5. KECAMATAN KEBAYORAN LAMA27:

KELURAHAN LUAS(Km2) KK RT RW

Grogol Utara 3.33 7,165 156 14

Grogol Selatan 2.85 5,042 114 10

Cipulir 1.94 7,075 140 11

Kebayoran Lama Utara 1.78 10,138 104 10

Pondok Pinang 6.84 11,548 186 17

Kebayoran Lama 2.57 5,779 139 12

27

(35)

Selatan

TOTAL 19.31 46,747 839 74

6. KECAMATAN CILANDAK :

KELURAHAN LUAS(Km2) KK RT RW

Gandaria Selatan 1.76 4,344 74 7

Cipete Selatan 2.37 7,099 75 7

Cilandak Barat 6.05 9,709 144 12

Lebak Bulus 4.41 6,161 72 8

Pondok Labu 3.61 7,455 96 10

TOTAL 18.20 34,768 461 4

7. KECAMATAN KEBAYORAN BARU :28

KELURAHAN LUAS(Km2) KK RT RW

Senayan 1.53 1,288 27 5

Rawa Barat 0.69 794 44 7

28

(36)

Selong 1.40 1,110 39 6

Gunung 1.32 2,625 68 8

Kramat Pela 1.23 3,665 84 10

Melawai 1.26 673 43 9

Petogogan 0.86 4,535 79 6

Pulo 1.27 2,681 48 8

Gandaria Utara 1.52 6,751 147 15

Cipete Utara 1.83 4,977 104 11

TOTAL 12.91 29,099 683 85

8. KECAMATAN PANCORAN29:

KELURAHAN LUAS(Km2) KK RT RW

Pancoran 1.24 4,585 58 5

Duren Tiga 2.45 6,325 76 7

Kalibata 2.20 6,760 116 9

Cikoko 0.72 2,450 42 5

29

(37)

Pengadegan 0.95 4,199 84 8

Rawajati 0.67 3,880 80 8

TOTAL 8.23 28,199 456 42

9. KECAMATAN JAGAKARSA 30:

KELURAHAN LUAS(Km2) KK RT RW

Tanjung Barat 3.65 6,120 66 6

Jagakarsa 4.85 8,491 80 7

Lenteng Agung 2.28 9,892 114 10

Srengseng Sawah 6.75 10,502 156 19

Ciganjur 3.61 5,233 61 6

Cipedak 4.24 4,161 60 6

TOTAL 25.38 44,399 537 54

10. KECAMATAN PESANGGRAHAN :

KELURAHAN LUAS(Km2) KK RT RW

30

(38)

Petukangan Utara 2.99 5,075 119 11

Petukangan Selatan 2.11 3,364 83 7

Ulujami 1.71 5,480 88 8

Pesanggrahan 2.10 3,092 84 8

Bintaro 4.56 6,429 135 14

TOTAL 13.47 23,440 509 48

b. Pengurus Pengadilan Agama Jakarta Selatan31

KETUA: : Drs. H. Ahsin A. Hamid ,SH WAKIL KETUA : Drs. Yasardin, SH.MH

HAKIM : Dra. H. Noor Jannah Aziz, SH. MH : Dra. Ai Zainab, SH

: Hj. Shafwah, SH.MH : H. Muh.Kaelani, SH, MH : Dra. H. Farchanah, M. HUM : Dra. Muhayah. SH

: Drs. Nurafizal. SH : Drs. Muaslim. SH. MHI : Tamah. SH

: Dra. Hj. Tuty Uluwiyah. SH : Dra. Hj. Ida Nursaadah, SH.MH : Drs. Sohel, MH

31

(39)

PANITERA : Drs. Ach. Jufry, SH WAKIL PANITERA :Ghiar fau’ah. SH

PANITERA MUDA PEMOHON : Dra. Ida Fitriani, PANITERA MUDA HUKUM : Drs. Taufiki, SH

PANITERA MUDA GUGATAN : Mohammad Hambali, SH KASUB. BAG. KEPEGAWAIAN : Yuni Winarti, SHI

PANITERA PENGGANTI : Teguh maghzan, SH : Ahmad Irfan, SH

JURU SITA PENGGANTI : Ombang Hasyim Ashari, S.Ag : Sudiono

(40)

: Nining Widiawati32 : Nurdiansyah, SH : Mely Yonda, SH : Nur holia

: Adji Juanda Racmad : Kunthi septianti, A.Md : Ustiana Putri Utami. A.Md

STAF : Sujiati

: M Shahid : Nurhasan CALON HAKIM : Harisman, SHi

CALON PANITERA : Muhammad Yunus, SHi CALON JURUSITA : Nanang Wahyudi, AMd

32

(41)
(42)

C. Tugas Dan Wewenang Pengadilan Agama

Kata “kekuasaan” sering disebut “kompetensi” yang berasal dari bahasa

Belanda “competentie”, yang kadang-kadang diterjemahkan dengan “kewenangan”

dan terkadangdengan “kekuasaan”.33

Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman (yudicial power) di Indonesia dilaksanakan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara yang berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi. Pengadilan pada keempat lingkungan Peradilan itu memiliki cakupan dan batasan kekuasaan masing-masing. Cakupan dan batasan pemberian kekuasaan untuk mengadili (attributie van rechtmacht) itu, ditentukan oleh bidang yuridiksi yang dilimpahkan undang-undang kepadanya.34

Berkenaan dengan hal itu, terdapat atribusi cakupan dan batasan kekuasaan masing-masing badan peradilan Kekuasaan pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum di bidang pidana umum, perdata adat, dan perdata Barat minus perkara pidana militer dan tindak pidana yang dilakukan oleh anggota tentara dan polisi Kekuasaan pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama di bidang perdata tertentu di kalangan orang-orang yang beragama Islam, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Kekuasaan pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer di bidang pidana militer dan pidana umum yang dilakukan oleh anggota tentara dan polisi.

33

DJalil,Peradilan Agama di Indonesia, h. 137.

34

(43)

Kekuasaan pengadilan dalam lingkungan Pengadilan Tata Usaha Negara di bidang sengketa tata usaha Negara.35

Kekuasaan pengadilan pada masing-masing lingkungan terdiri atas kekuasaan relatif (relative competentie) dan kekuasaan mutlak (absolute competentie).36

1. Kekuasaan relatif (relative competentie)

Kekuasaan relatif berhubungan dengan daerah hukum suatu pengadilan, baik pengadilan tingkat pertama maupun pengadilan tingkat banding. Artinva. cakupan dan batasan kekuasaan relative pengadilan ialah meliputi daerah hukumnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.37

Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa daerah hukum Pengadilan Agama, sebagaimana Pengadilan Agama, sebagaimana Pengadilan Negeri, meliputi daerah kota atau kabupaten. Sedangkan daerah hukum Pengadilan Tinggi Agama, sebagaimana Pengadilan Tinggi, meliputi wilayah propinsi Namun demikian, dalam penjelasan pasal 4 ayat (1) dinyatakan, "Pada dasarnya tempat kedudukan Pengadilan Agama ada di kotamadva atau di ibukota kabupaten, yang daerah hukumnya meliputi wilavah kotamadva atau kabupaten, tetapi tidak tertutup kemungkinan adanya kekecualian”.38

35

Cik Hasan Bisri,Peradilan Agama di Indonesia(Jakarta: Rajawali Press. 2003) h.217

(44)

“Adanya kekecualian” itu banyak sekali ditemukan, oleh karena proses

pemecahan daerah kota dan kabupaten terjadi terus menerus seiring dengan pertumbuhan dan penyebaran penduduk, selain proses perubahan dari kawasan pedesaan menuju kawasan perkotaan (ubanisasi) Di samping itu, pembentukan pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama (PA dan PTA) dilakukan secara terus menerus. Hal itu untuk memenuhi tuntutan kebutuhan karena beban perkara semakin besar; dan untuk melakukan penyesuaian dengan pengembangan pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum (PN dan PT). Dengan sendirinya terjadi “pembagian” daerah yuridiksi antara pengadilan yang terlebih dahulu

dibentuk dengan “saudaranya” atau “tetangganya” yang baru dibentuk.39

Pembentukan pengadilan dalam suatu kawasan pengembangan, khususnya kawasan pemukiman penduduk memiliki arti yang sangat penting karena terdapat korelasi positif antara jumlah penduduk, terutama yang beragama Islam, di dalam daerah hukum Pengadilan (PA dan PTA) dengan jumlah perkara yang diajukan ke pengadilan itu Sedangkan secara teknis efektivitas kekuasaaan relatif pengadilan tergantung kepada para pihak yang bertempat tinggal di daerah hukum pengadilan. Dengan kata lain, Pengadilnn Agama memiliki kekuasaan untuk memeriksa dan memutus perkara di daerah hukumnya.40

39

Ibid., h. 219

40

(45)

2. Kekuasaan mutlak(absolute competentie)

Kekuasaan mutlak Pengadilan berkenaan dengan jenis perkara dan sengketa kekuasaan pengadilan Misalnya ;

Pengadilan Agama berkuasa atas perkara perkawinan bagi mereka yang beragama Islam sedangkan bagi yang selain Islam menjadi kekuasaan Peradilan Umum. Pengadilan Agamalah yang berkuasa memeriksa dan mengadili perkara dalam tingkat pertama, tidak boleh langsung berperkara di Pengadilan Tinggi Agama atau di Mahkamah Agung. Banding dari Pengadilan Agama diajukan ke Pengadilan Agama, tidak boleh diajukan ke Pengadilan Tinggi. Terhadap kekuasaan absolut ini, Pengadilan Agama diharuskan untuk meneliti perkara yang diajukan kepadanya apakah termasuk kekuasaan absolutnya atau bukan. Kalau jelas-jelas tidak termasuk kekuasaan absolutnya. Pengadilan Agama dilarang menerimanya. Jika Pengadilan Agama menerimanva juga maka pihak tergugat dapat mengajukan keberatan yang disebut "eksepsi absolut" dan jenis eksepsi ini boleh diajukan sejak tergugat menjawab pertama gugatan bahkan boleh diajukan kapan saja, bahkan sampai di tingkat banding atau kasasi Pada tingkat kasasi, eksepsi absolut ini termasuk salah satu di antara tiga alasan yang memperbolehkan orang memohon kasasi dan dapat dijadikan alasan oleh Mahkamah Agung untuk membatalkan putusan Pengadilan Agama yang telah melampa'ui batas kekuasaan absolutnya.41

41

(46)

Adapun kekuasaan absolut Peradilan Agama disebut dalam Pasal 49 dan 50 UU No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diamandemen dengan UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama yang berbunyi42:

Pasal 49 tentang Pengadilan Agama.

Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus. dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang :

a. Perkawinan b. Waris c. Wasiat d. Hibah e. Wakaf f. Zakat g. Infak h. Sedekah i. Ekonomi islam

Pasal 50 tentang peradilan Agama,

1) Dalam hal terjadi sengketa mengenai hak milik atau sengketa lain dalam perkara-perkara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 29, khusus objek

42

(47)

sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh Pengadilan dan lingkungan Peradilan Umum.

2) Apabila terjadi sengketa hak milik sebagaimana dimaksud pada Ayat (I) yang subjek hukumnya antara orang-orang yang beragama Islam. Objek sengketa tersebut diputuskan oleh Pengadilan Agama bersama perkara yang dimaksud dalam Pasal 4943

43

(48)

BAB III

UPAYA MEWUJUDKAN PERDAMAIAN

A. Pengertian Mediasi

Perdamaian secara etimologi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penghentian permusuhan44. Sedang dalam bahsa arab, perdamaian berasal dari terjemahan kata yang merupakan masdar dari

ﺢﻠﺻ ﺢﻠﺼﯾ ﺎﺤﻠﺻ

yang artinya :

ﻉﺍﺰﻨﻟﺍ ﻊﻓﺮﻳ ﺪﻘﻋ ﺔﻌﻳﺮﺸﻟﺍ ﰲﻭ ﺔﻋﺯﺎﻨﳌﺍ ﺪﻌﺑ ﺔﳌﺎﺴﻟﺍ ﻲﻫﻭ ﺔﳊﺎﺼﳌﺍ ﻦﻣ ﻢﺳﺍ ﺔﻐﻠﻟﺍ ﻰﻓ ﺢﻠﺼﻟﺍ

Ash-Shulhu (perdamain) merupakan suatu nama dari mushalamah yang artinya saling menyerah setelah adanya pertikaian. Dan didalam syariat ash-Shulhu berarti suatu akad yang dapat menghilangkan pertikaian .

ﳘﺍﺪﺣﺇ ﺖﻐﺑ ﻥﺈﻓ ﺎﻤﻬﻨﻴﺑ ﺍﻮﺤﻠﺻﺄﻓ ﺍﻮﻠﺘﺘﻗﺍ ﲔﻨﻣﺆﳌﺍ ﻦﻣ ﻥﺎﺘﻔﺋﺎﻃ ﻥﺇﻭ

ﻰﺘﺣ ﻲﻐﺒﺗ ﱵﻟﺍ ﺍﻮﻠﺗﺎﻘﻓ ﻯﺮﺧﻷﺍ ﻰﻠﻋ ﺎ

.ﲔﻄﺴﻘﳌﺍ ﺐﳛ ﺍ ﻥﺇ ﺍﻮﻄﺴﻗﺃﻭ ﻝﺪﻌﻟﺎﺑ ﺎﻤﻬﻨﻴﺑ ﺍﻮﺤﻠﺻﺄﻓ ﺕﺀﺎﻓ ﻥﺈﻓ ﺍ ﺮﻣﺃ ﱃﺇ ﺊﻴﻔﺗ

Artinya:dan jika ada dua golongan dari dari orang-orang mu’min berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika dari salah satu golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu Kn kembali kejalan Allah: jika golongan itu kembali (kepada perintah

44

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Jakarta : balai pustaka, 1988)

(49)

Allah) maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”.(al-Hujurot ayat: 9)

Mediasi dalam literatur hukum islam bisa disamakan dengan konsep “Tahkim” kata tahkim berasal dari bahasa arab yang artinya adalah menyerahkan

putusan pada seseorang dan menerima itu, yang secara etimologis berarti menjadikan sesorang atau pihak ketiga atau yang disebut “hakam” sebagai penengah suatu

sengketa.

Tahkim digunakan sebagai istilah bagi orang atau kelompok yang ditunjuk unutk mendamaikan sengketa yang terjadi diantara kedua belah pihak. Tahkim dimaksud sebagai upaya untuk menyelesaikan sengketa dimana para pihak yang terlibat dalam sengketa diberi kebebasan untuk memilih seseorang Hakam (mediator) sebagai penengah atau yang dianggap netral yang dianggap mampu mendamaikan keuda belah pihak yang bersengketa.

Tahkim sebagaimana dimaksud telah dipraktekkan sejak masa awal islam Ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup.ketika itu Nabi Muhammad SAW juga telah menrima putusan Sa’ad Ibnu Mu’adz mengenai bani quraidhah. Demikian juga

pertengkaran antar Umar bin Khattab ra dengan Ubay bin ka’ab tentang kebun kurma,

perkara ditahkimkan oleh Zaid bin Tsabit, semua sahabat sepakat menerima keputusan hakam dan membenarkannya45.

45

(50)

Menurut Rahmadi Usman, menyimpulkan bahwa mediasi adalah cara penyelesaian sengketa diluar pengadilan melalui perundingan yang melibatkan pihak ketiga yang bersikap netral (non intervensi) dan tidak berpihak (imparsial) kepada pihak-pihak yang bersengketa. Pihak ketiga tersebut disebut “mediator” atau “penengah” yang tugasnya hanya membantu pihak-pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan masalahnya dan tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan. Dengan perkataan lain, mediator disini hanya bertindak sebagai fasilitator saja. Dengan mediasi diharapkan dicapai titik temu penyelesaian masalah atau sengketa yang dihadapi para pihak, yang selanjutnya akan dituangkan sebagai kesepakatan bersama. Pengambilan keputusan tidak berada ditangan mediator, tapi ditangan para pihak yang bersengketa.

Mediasi dan negoisasi bukanlah dua proses yang terpisah namun lebih mengarah kepada negoisasi yang difasilitasi oleh pihak ketiga yang netral. Meskipun secara subtansi negoisasi berbeda dengan mediasi, namun sering kali dikatakan bila tidak ada negoisasi tidak ada mediasi. Oleh karena negoisasi merupakan nilai penting dalam mediasi, maka tawaran pihak pertama dan harga konsensi akan sangat menetukan pada hasil akhir egoisasi (mediasi).46

Adapun dalam pasal 1851 KUHPerdata dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan perdamain adalah suatu perstujuan dimana keduah belah pihak dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara

46

(51)

yang sedang begantung atau mencegah timbulnya suatu perkara. Pertujuan perdamain tidak sah melainkan harus dibuat secara tertulis. Kemudian dalam pasal 130 HIR dan Pasal 154 R.Bg dikemukakan bahwa jika pada hari persidangan, maka Ketua Majlis Hakim berusaha mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa tersebut. Jika dicapai perdamain maka persidangan hari itu juga dibuat putusan perdamain dan kedua pihak dihukum untuk mentaati perstujuan yang telah disepakati itu. Putusan Hakim yang dubuat muka sidang itu mempunyai hukum tetap dan dapat dilaksanakan eksekusi sebagaimana layaknya putusan biasa yang memepunyai kekuatan hukum tetap. Terhadap putusan perdamaian ini tidak dapat diajukan banding kepengadilan tinggakat banding.

B. Ruang Lingkup Mediasi

(52)

atau bersengketa dengan negara, dan ia tidak dapat menyelesaikan sengketanya melalui kesepakatan atau konpensasi kepada negara.47

Mediasi sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengketa memiliki ruang lingkup utama berupa wilayah privat/perdata. Sengketa-sengketa perdata berupa sengketa keluarga, waris, kekayaan, kontrak, perbankan, bisnis, lingkukngan hidup dan berbagai jenis sengketa perdata lainya dapat diselsaikan melauli jalur mediasi. Dalam perundang-undangan Indonesia ditegaskan ruang lingkup sengketa yang dapat dijalankan kegiatan mediasi.48

Dalam perundang-undangan Indonesia ditegaskan ruang lingkup sengketa yang dapat dijalankan kegiatan mediasi. Dalam UU No. 30 Tahun 2000 tentang arbitrase dan alternatif penyelsaian sengketa disebutkan bahwa sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oelh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan dengan oiktikad baik dengan menympingkan penyelesaian secara litigasi dipengadilan Negeri dan pengadilan Agama.

Ditegaskan dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) RI No.1 Tahun 2008 tentang Prosedur mediasi diPengadilan pasal 2 disbutkan bahwa semua perkara perdata yang diajukan kePengadilan tingkat pertama wajib terlebih dahulu diselesaikan melalui perdamain dengn bantuan mediator. Ketentuan pasal ini menggambarkan bahwa ruang lingkup sengketa yang dapat di mediasi adalah seluruh

47

Abbas, M ediasi Dalam Perspekrif Hukum Syariah, Hukum Adat , dan Hukum Nasional.) .h21

48

(53)

perkara perdata yang menjadi kewenangan perdilan umum dan peradilan agama pada tingkat pertama. Kewenangan perasdilan agama meliputi perkara perkawinan, kewarisan wakaf, hibah, sedekah, wasiat dan ekonomi islam.

C. Macam-macam Mediasi

1. Perdamaian dalam perkara perdata pada umumnya

Perdamaian dalam perkara perdata pada umumnya, diataur dalam pasal 1851 KUHPerdata, 130 HIR / pasal 154 R.Bg dan pasal 14 ayat (2) UU No. 14 Tahun 1970 tenteng Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.

Pada setiap permulaan sidang, sebelum pemeriksaan perkara hakim diwjibkan mengusahakan perdamaian antara pihak-pihak yang bersengketa. Jika usaha perdamain berhasil maka dibuatlah akta perdamaian ( Acta van Vergelijk) yang isinya menghukum kedua belah pihak untuk memenuhi isi perdamain yang telah dibuat antara mereka.49

Dalam pasal 1851 KUHPerdata dikemukakan bahwa semua putusan perdamaian yang dibuat dalam sidang Majlis Hakim mempunyai kekuatan hukum tetap seperti putusan Pengadilan lainya dalam tingkat penghabisan. Dalam pasal 130 ayat (2) HIR dikemukakan pula bahwa jika perdamain dapat dicapai, maka pada waktu itu pula dalam persidangan dibuat putusan perdamaian dengan

49

Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata: Dilingkungan Peradilan Agama

(54)

menghukum para pihak untuk mematuhi perstejuan damai yang telah mereka buat. Pututsan perdamain itu berkekuatan hukum tetap dan dapat dijalankan sebagai putusan biasa lainya.50

Melihat peraturan perundang-undangan diatas, maka dapat diketahui bahwa putusan perdamain yang dibuat dalam persidangan Majlis Hakim sama kedudukanya dengan pengadilan lainya yang telah mempunyai kekuatan hukum (in kracht van gewijsda). Putusan perdamain dapat dibatalkan jika dalam perjanjian itu sudah terjadi kekhilafan mengenai orangnya atau mengenai pokok perselisihan, atau juga karena adanya penipuan atau paksaan dalam membuatnya.51

Apabila telah dikeluarkan putusan perdamaian, maka hal itu bersifat pasti dan tidak ada penafsiran lagi, langsung dapat dijalankan oleh pihak-pihak yang melaksanakan perdamain karena sudah tertutupnya upaya banding da kasasi atanya. Satu-satunya upaya hukum yang dapat dipergunakan oleh pihak yang merasa dirugikan dengan adanya putusan perdamaian itu adalah mengadakan perlawanan terhadap putusan perdamain itu. Perlawanan itu bisa berbentuk derden verset atau bisa berbentuk partai verset. Jika yang menjadi objek putusan perdamain itu bukan menjadi milik orang lain, dalam hal seperti itu, bagi pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan denden verset. Karena barang yang dicantumkan dalam putusan perdamain adalah miliknya. Mengajukan derden

50

Lihat KUHAPerdata dan HIR.

51

(55)

verzet ini dapat juga dilaksanakan dengan alasan diatas barang yang menjadi objek putusan perdamaian telah diletakan conservatoir beslag atau sita eksekusi untuk kepentingan pelawan.

Perlawanan dapat juga diajukan dalam bentuk partai verset terhadap putusan perdamaian. Adapun alasan yang dipergunakan dalam mengjukan perlawanan itu adalah cacat formal atau cacat materil yang melekat pada putusan perdamain itu tidak berdasarkan kesepakatan bersama, atau putusan tidak mengakhiri keseluruhan sengketa karena masih ada hal-hal lain yang tidak diselesaikan, atau isi putusan perdamaian itu menyimpang dari kesepakatan, atau juga putusan perdamain telah dilaksanakan dengna suka rela, atau permintaan eksekusi mesih temperatur.52

Putusan perdamaian yang dibuat dalam persidangan Majlis Hakim mempunyai kekuatan hukum mengikat, mempunyai kekuatan hukum eksekusi dan mempunyai nilai pembuktian. Dikatan mempunyai hukum mengikat para pihak yang membuatnya, juga mengikat pihak luar atau orang-orang yang mendapat hak dan manfaat dari padanya. Putusan perdamain juga mempunyai kekuatan eksekusi apabila pihak-pihak yang merasa dirugikan karena tidak ditaati persetujuan perdamaian itu dapat meminta pengadilan yang membuat putusan perdamaian untuk melaksanakan eksekusi. Eksekusi yang dimintakan itu dapat berupa sejumlah uang, hal ini sangat tergantung dari apa yang dapat disepakati dalam perjanjian damai yang telah dibuat oleh mereka. Adapun tata cara eksekusi

52

(56)

putusan perdamain adalah sama dengan eksekusi putusan pengadilan lainya yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.53

Pada putusan pembuktian terdapat tiga kekuatan pembuktian, yaitu

a) Kekuatan pembuktian formal, yaitu pembuktian anatar para pihak yang telah mereka terangkan sebagaimana yang tertulis dalam akta perdamaian tersebut. b) Kekuatan pembuktian materiil, yakni disbutkan bahwa dalam akta ini harus

sudah berkhir benar apa yang terjadi itu semuanya terdapat dalam akta perdamaian yang sudah dijadikan putusan perdamaian itu dibuat dinuka pejabat yang berwenang.

Untuk menghindari hal-hal yang mengakibatkan putusan perdamaian itu cacat hukum sehingga tidak dapat dieksekusi oleh pihak pengadilan, maka para pihak yang membuat akta perdamaian itu dituntut adanya iktikad baik dan kejujuran dalam membuatnya. Apabila para pihak tidak mau melaksanakan isi perjanjian perdamaian yang mereka buat itu, pengadilan dapat memaksa para pihak yang tidak mau melaksanakan isi kesepakatan itudengan cara melaksanakan eksekusi sesuai dengan tata aturan yang telah ditetapkan. Dalam melaksanakan eksekusi terhadap putusan perdamaian pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap berlaku sepenuhnya ketentuan eksekusi sebagaimana dalam dalam perkara/kasus yang lain. Jika putusan perdamaian mengandung eksekusi riil, maka berlaku sepenuhnya ketentuan yang tersebut dalam pasal 200 ayat (11) HIR dan pasal 1033 Rv. Jika putusan perdamaian itu menyangkut

53

(57)

eksekusi pembayaran sejumlah uang maka berlaku ketentuan sebagaimana yang diatur dalam pasal 195 sampai dengan pasal 200 HIR. Jika eksekusi mengandung pelaksanaan suatu perbuatan maka berlaku sepenuhnya ketentuan eksekusi yang diatur dalam pasal 225 HIR.54

2. Perdamaian dalam perkara perceraian

Dalam hal sengketa perceraian karena aiasan percekcokan dan pertengkaran secara terus menerus, peranan hakim sangat diharapkan untuk mencari faktor-faktor penyebab dari perselisihan dan pertengkaran itu Apabila hal ini sudah diketahui oleh para hakim, maka dengan mudah para hakim tersebut mcngajak dan mengarahkan para pihak yang berselisih itu untuk berdamai dan rukun kembali sepertt sediakala. Sehubung dengan hal ini, hakim terpanggil hati nuraninya secara optimal untuk mengusahakan perdamaian, tidak hanya terjebak pada usaha mencari fakta kualitas perselisihan itu sendiri sedangkan ia tidak mengetahui faktor apa yang melatarbelakangi pertengkaran itu.

Apalagi kalau para hakim dalam mengusahakan perdamaian itu dilakukan hanya sepintas lalu saja yang hanya memakan waktu beberapa menit, sudah barang tentu upaya perdamaian yang demikian itu tidak akan mendatangkan hasil yang bermanfaat kepada kedua belah pihak yang bersengketa.55

54

Ibid., h.163

55

(58)

Khusus dalam sengketa perkara perceraian, asas mendamaikan para pihak bersifat imperatif. Usaha mendamaikan para pihak adalah beban yang diwajibkan oleh hukum kepada para hakim dalam setiap memeriksa, mengadili, dam memutuskan perkara perceraian. Oleh karena itu, upaya mendamaikan dalam perkara perceraian atas dasar perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus haruslah dilakukan oleh para hakim secara optimal. Sedangkan dalam hal perkara perceraian karena alasan lain seperti zina, cacat badan atau sakit jiwa yang berakibat tidak dapat melaksanakan kewajibannya, sifat usaha perdamaian yang dilakukan oleh hakim tetap dilaksanakan karena hal itu merupakan suatu kewajiban tetapi tidak dituntut secara optimal sebagaimana dalam hal perceraian karena alasan percekcokan dan pertengkaran yang terus menerus. Begitu juga kasus perceraian atas alasan kekejaman dan penganiayaan upaya perdamaian tersebut dilakukan dengan moralitas yang tinggi dari hakim, sehingga sifatnya tidak merupakan kewajiban hukum tapi menjadi kewajiban moral. Hal ini sebagaimana rumusan pasal 82 ayat 4 UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diamandemen oleh UU No 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No 7 Tahun 1989 tentang Peradiian agama maupun pasai 31 PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. I tahun 1974 tentang terkawinan tidak mencantumkan kata 'wajib' akan tetapi kata "dapat' yang dicantumkan yakni "usaha mendamaikan dapat dilakukau pada setiap sidang pemeriksaan”56

56

(59)

Bertitik tolak dari hal tersebut di atas, maka setiap perkara perceraian atas alasan perselisihan dan percekcokan secara terus menems yang diperiksa oleh hakim dan hakim tersebut belum mengadakan usaha perdamaian secata optimal, maka putusan yang dijaluhkan oleh hakim dalam petkara tersebut adalah batal demi hukum dan atau dapat dibatalkan Hal ini karena hakim belum memenuhi tata tertib beracara dan tidak memenuhi ketentuan aturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam upaya hakim melaksanakan upaya perdamaian secara optimal, maka hakim dapat meminta bantuan kepada pihak lain atau lembaga lain yang dianggap perlu Hal ini sesuai dengan maksud Pasal 31 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun I975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan beserta penjelasannya, di mana dikemukakan bahwa perkara belum diputus usaha perdamaian para pihak yang beperkara dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan

Dalam sengketa yang berkaitan dengan status seseorang (perceraian) maka tindakan hakim dalam mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa unluk menghentikan persengketaannya ialah mengupayakan tidak terjadinya perceraian.57

Apabila berhasil dilaksanakan oleh hakim yang menyidangkan perkara tersebut, maka gugatan perceraian yang diajukan ke pengadilan oleh para pihak itu dengan sendirinya harus dicabut. Terhadap ketentuan ini tidak dibuat akta perdamaian karena tidaklah mungkin dibuat suatu ketentuan yang melarang

57

(60)

seseorang melakukan perbuatan tertentu misalnya melarang salah satu pihak meninggalkan tempat tinggal bersama, melarang salah satu pihak melakukan penganiayaan dan sebagainya.

Apabila terjadi perdamaian dalam perkara perceraian maka perkara perceraian itu dicabut. Terhadap hal ini ada dua pendapat dalam praktik Peradilan Agama, yaitu:

1) Pencabutan tersebut cukup dicatat dalam berita acara sidang dan perkara tersebut dicoret dari daftar perkara yang ada di pengadiian Agama

2) Pencabutan acara tersebut tidak cukup dengan dicatat dalam berita acara sidang tetapi harus dibuat produk berupa penetapan atau putusan agar dapat diketahui adanya nebis in idem dan ada kaitannya pula dengan kepastian besarnya biaya yang harus dibayar oleh pemohon/penggugat dalam perkara yang dicabut itu.58

Meskipun ada sementara ahli hukum yang berpendapai bahwa tidak ada nebis in idem dalam hukum perdata, yang ada hanya dalam bidang hukum pidana, tetapi dalam hal yang berkaitan dengan produk pengadilan berupa putusan/penetapan adalah merupakan suatu hal yang sangat penting.produk pengadilan dalam bidang hukum perdata yang berupa putusan/penetapan itu dapat dipergunakan sebagai alat bukti bahwa perkara perkara yang terjadi sudah pernah diputus di Pengadilan Agama. Khusus yang berkenaan dengan putusan atau penetapan yang dibuat oleh Pengadilan Agama dengan adanva pencabutan

58

(61)

perkara gugatan cerai mengandung konsekuensi apabila salah satu pihak mengajukan gugatan cerai lagi dengan alasan yang sama, maka putusan atau penetapan itu dapat dijadikan dasar tidak diterimanya perkara tersebut untuk disidangkan di Pengadilan Agama Hal ini sesuai dengan maksud perkara tersebut untuk disidangkan di Pengadilan Agama Hal ini sesuai dengan maksud Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.59

Hal yang berkaitan dengan biaya perkara yang harus dibayar oleh pemohon atau penggugat adalah sebagaimana yang telah ditentukan dalam Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diamandemen oleh UU No 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang berbunyi biaya perkara dalam bidang pcrkawinan dibebankan kepada penggugat atau pemohon. Jumlah biaya perkara tersebut harus dibuat dalam amar putusan atau penetapan sebagaimana yangdiatur dalam pasal 91 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diamandemen oleh UU No 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 temang Peradilan Agama. Selain itu. segala biaya yang dipergunakan dalam mengadili dan memutuskan perkara tersebut harus dirinci secara jelas pada kaki putusan atau penetapan sebagai pertanggungjawaban Pengadiian Agama kepada pihak-pihak yang beperkara Berdasarkan putusan atau

59

(62)

penetapan itu pula kasir mengeluarkan biaya perkara yang lelah digunakan dalam menyidangkan perkara tersebut sampai terwujudnya perdamaian.60

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendapat yang kedua adalah lebih rasional. Yakni Pengadilan Agama dalam hal terjadinya perdamaian di dalam pemeriksaan perkara perceraian haruslah dibuat produk putusan atau penetapan, tidak cukup hanya dicatat dalam berita acara sidang dan dikeluarkan dan register perkara Pendapat yang mengharuskan perlunya dibuat produk putusan atau penetapan adalah sejalan dengan yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 216 K/sip/1953 tanggal 21 Agustus 1953 yang menyatakan apabila antara suami istri telah terjadi perdamaian dan apabila ditolah harus dibuat produk hukum berupa putusan atau penetapan sesuai dengan ketentuan yang beilaku.61 3. Perkara perdamaian pada tingkat banding atau kasasi

Banding lalah permohonan pemeriksaan kembali terhadap putusan atau penetapan Pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Agama) karena merasa tidak puas atas putusan atau penetapan tersebut, ke pengadilan tingkat banding (Pengadilan Tinggi Agama) yang mewilayahiPengadilan tingkai penama yang bersangkutan, melaui Pengadilan tingkatpertama yang memutus tersebut, dalam tenggang waklu tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu Adapun tenggang waktunya adalah :

60

ibid

61

(63)

a. Bagi pihak yang bertempat kediaman di daerah hukuni Pengadilan Agama yang puiusannya dimohonkan banding tersebut maka masa bandingnya ialah 14 hari tehitung mulai hari berikutnya dari hari pengumuman putusan kepada yang bersangkutan.

b. Bagi pihak yang bertempat kediaman di luar daerah liukum Pengadilan Agama yang putusannya dimohonkan banding tersebut, maka masa bandingnva ialah 30 hari terhitung mulai berikutnya dari hari pengumuman putusan kepada yang bersangkutan.

c. Dalam hal permohonan banding dengan prodeo, maka masa banding dihitung mulai hari berikutnya dari hari pemberitahuan putusan Pengadilan Tinggi Agama tentang ijin berperkara prodeo tersebut diberitahukan kepada yang bersangkutan oleh Pengadilan Agama.

Dan syarat-syaratnya adalah :

a Diajukan oleh pihak-pihak dalam perkara.

b Diajukan masih dalam masa tenggang waktu banding. c Putusan tersebut, menurut hukum, boleh dimintakan banding d Membayar panjar biaya banding, kecuali dalam hal prodeo

e. Menghadap di Kepaniteraan Pengadilan Agama yang putusannya

(64)

Kasasi artinya mohon pembatalan terhadap pulusan/penetapan Pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Agama) atau terhadap putusan Pengadilan tingkat banding (Pengadilan Tinggi Agama) ke Mahkamah Agung di Jakarta, melalui Pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Agama) yang dahulunya memutus, karena adanya alasan tertentu, dalam waktu tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu. Adapun waktunya adalah 14 hari sesudah putusan atau penetapan pengadilan diberitahukan kepada yang bersangkutan. Dan syarat-syaratnya adalah:

a. Diajukan oleh pihak yang berhak mengajukan kasasi. b. Diajukan masih dalam tenggang waktu kasasi.

c. Putusan atau penetapan menurut hukum dapat dimintakan kasasi. d. Membuat memori kasasi.

e. Membayar panjar biaya kasasi.

f. Mengahadap di Kepaniteraan Pengadilan Agama yang bersangkutan. Pemohon kasasi lawannya termohon kasasi. Dalam hal kedua belah pihak sama-sama memohon kasasi, berarti hanya ada pemohon, tidak ada termohon kasasi. Upaya hukum kasasi baru bisa digunakan kalau sudah mempergunakan upaya hukum banding.

(65)

apabila terjadi perdamaian dalam bidang perkara perceraian akan menimbulkan masalah apabila perkara sudah diputus oleh Pengadilan Tinggi Agama karena salah satu pihak banding Dalam proses banding mereka rukun kembali dalam satu rumah tangga, mereka tidak menghendaki terjadinya perceraian di antara mereka. Dalam kasus ini kalau Penggugat atau Tergugat mencabut perkara bandingnya berarti putusan Pengadilan Agama akan memperoleh kekuatan hukum tetap dan ini berarti tujuan dan maksud mulia dari pihak-pihak yang beperkara untuk rukun kembali dalam satu ruman tangga tanpa terjadinya perceraian akan menjadi sia-sia belaka, kecuali mereka rujuk/kawin lagi Cara sepeiti ini umumnya paling tidak disenangi oleh pihak-pihak yang beperkara, mereka menghendaki berakhirnya perselisihan yang terjadi dengan perdamaian, akan berakhir pula perselisihan mereka. dan tidak terjadi perceraian.

(66)

tersendiri menjatuhkan putusan tidak menerima permohonan banding para pihak tersebut. Dengan pembatalan itu, putusan Pengadilan Agama yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap itu telah terangkat dan dianggap tidak ada, para pihak dapat kembali rukun atau dalam rumah tangga seperti sediakala tanpa harus bercerai lebih dahulu atau dengan cara mengadakan pernikahan kembali.62

Cara seperti ini telah banyak dipraktekkan oleh Pengadilan Tinggi Agama sesuai dengan tehnis yustisial Mahkamah Agung RI dalam Rapat Kerja Nasional di Bandung tahun 1994 yang lalu. Sebelumnya telah pula telah pula dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Agama padang dengan putusanya Nomor 37 Tahun 1992 tanggal 16 Mei 1992.63

D. Tujuan dan Manfaat Mediasi

Mediasi merupakan salah satu bentuk dari alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Tujuan dilakukan mediasi adalah menyelesaikan sengketa antara para pihak dengan melibatkan pihak ketiga yang netral dan imparsial. Mediasi dapt membawa para pihak pada perwujudan kesepakatan damai yang permanen dan lestari, mengingat penyelesaian sengketa melalui mediasi menempatkan keudua belah pihak pada posisi yang sama, tidak ada pihak yang dimenangkan atau pihak yang

62

Ibid.

63

(67)

dikalahkan (win-win solution) dalam mediasi para yang pihak bersengketa proaktif dan memiliki kewenangan penuh dalam pengambilan keputusan. Mediator tidak memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan, tetapi ia hanya membantu para pihak dalam menjaga proses mediasi guna mewujudkan kesepakatan damai mereka. Penyelesain sengketa melalui mediasi sangat dirasakan manfaatnya karena para pihak telah mencapai kesepakayan yang mengakhiri persengketaan mereka secra adil dan saling menguntungkan. Bahkan dalam medisi yang gagalpun dimana para pihak belum mencapai kesepakatan, sebnarnya juga telah dirasakan manfaatnya. Kesediaan para pihak bertemu dalam suatu proses mediasi, paling tidak telah mampu mengklarifikasikan akar persengketaan dan mempersempit perselisihan diantara mereka. Hal ini menunjukan adanya keinginan para pihak untuk menyelesaikan sengketa.64

Modal utama untuk penyelesaian sengketa adalaah keinginan dan iktikad baik para pihak dalam mengakhiri persengketaan mereka. Keinginan dan iktikad baik ini, kadang-kadang memerlukan bantuan pihak ketiga dalam perwujudanya. Mediasi merupakan solah satu bentuk penyelesain yang melibatkan pihak ketiga.

1) Media diharapkan dapat menyelesaikan sengketa secara cepat dan relatif murah dibanding dengan membawa perselisihan tersebut kepengadilan atau lembaga arbitrase.

64

(68)

2) Mediasi kakan memfokuskan perhatian para pihak pada kepentingan mereka secara nyata dan pada dan pada kebutuhan emosi atau psikologi mereka, sehingga mediasi bukan hanya tertuju pada hak-hak hkumnya.

3) Mediasi memberikan kesempatan para pihak untuk berpartisipasi secara langsung dan secara informal dalam menyelesaikan perselisihan mereka.

4) Mediasi memberikan para pihak kemampuian untuk melakukan kontrol terhadap proses dan hasilnya.

5) Mediasi dapat mengubah hasil, yang dalam litigasi dan arbitrase sulit diprediksikan, dengan suatu kepastian melalui konsensus.

6) Mediasi memberikan hasil yang tahan uji dan akan mampu menciptakan saling pengertian yang lebih baik antara pihak yang bersengketa karena mereka sendiri yang memutuskannya.

7) Mediasi mampu menghilangkan konflik atau permusuhan yang hampir selalu mengiringi setiap putusan yang bersifat memaksa yang dijatuhkan oleh hakim dipengadilan atau arbiter pada lembaga arbitrasi.65

Perbedaan kekuatan diantara para pihak merupakan kenyataan yang ada dibalik banyak konflik atau persengketaan. Hal ini harus dipahami oleh mediator, bahwa hampir seluruh proses penyelesaian sengketa menghadapi kesulitan yang sama berupa ketidak berimbangnya kekuatan tawar dari para pihak, dan kadang-kadang mediator juga mengalami kesulitan untuk menangani perbedaan tersebut. Namun

65

(69)

demikian, penyelesaian sengketa dengan cara mediasi diharapkan dapatmembuat ketidak seimbangan posisi kekuatan para pihak kurang dirasakan, dari pada penyelesaian sengketa dipengadilan atau arbitrase.66

Mengatasi perbedaan kekuatan dari para pihak dapat melalui cara-cara sebagai berikut:

a) Menyediakan suasana yang tidak mengancam.

b) Memberikan setiap pihak kesempatan untuk berbicara dan didengarkan oleh pihak lainya secara lebih leluasa.

c) Meminimalkan perbedaan diantara mereka dengan menciptakan situasi informal. d) Perilaku mediator yang netral dan tidak memihak, sehingga memberikan

kenyamanan tersendiri. e) Tidak menekan para pihak.

Pertemuan secara terpisah dengan para pihak dapat lebih meyakinkan pihak yang lemah akan posisi mereka, sehingga mediator dapat berupaya mengatasinya melalui saran dan pendekatan yang dapat melancarkan proses penyelesaian sengketa. Proses mediasi dan keahlian mediator menjadi sangat penting dalam kaintannya dengan pencegahan dan penyalahgunaan kekuasaan. Nilai yang menjadi tujuan akhir sengketa, antara lain: nilai kemuliaan, keadilan sosial, rahmah, ihsan, persaudaraan, dan martabat kemanusiaan.67

66

Ibid, h,27

67

Referensi

Dokumen terkait

Simpulan yang dapat ditarik adalah bahwa dalam perancangan dan pengembangan aplikasi ini yang melewati beberapa tahapan pengembangan dimulai dari analisis, perancangan dan

Selain itu, tujuan pendidikan rohani yang diharapkan adalah untuk mencari, membina dan mengembangkan hubungan individual-vertikal yang harmonis; sampai (wushūl) kepada

perasaannya, sifatnya, filsafatnya, dan lain sebagainya. Sedangkan informan menjelaskan tentang waktu dan tempat. Indeks biasanya bersifat implisit sehingga perlu

Pertemuan pertama dalam bentuk tatap muka kelas dengan metode ceramah dan tanya jawab dengan media LCD Proyektor, Pertemuan kedua, kegiatan pembelajaran dilakukan

Berdasarkan hal ini dapat diartikan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dalam penerapan media edukasi sistem operasi jaringan berbasis teknologi terhadap hasil

10) Mahasiswa yang tidak membawa laporan asuhan keperawatan pada saat post conference atau laporan tidak lengkap sesuai ketentuan yang berlaku maka mahasiswa

model pembelajaran Creative Problem Solving lebih tinggi dari pada kemampuan pemecahan masalah mahasiswa dalam berkomunikasi mahasiswa yang dibelajarkan dengan

Data yang diperoleh merupakan data yang berhubungan dengan objek penelitian yaitu kaitan pada Industri Kecil Menengah di Kota Pariaman, meliputi alat dan bahan, teknik