• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUKURAN KECERDASAN VISUAL SPASIAL MASYARAKAT SEKITAR KAWAH DIENG MELALUI PETA RBI DAN CITRA SATELIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGUKURAN KECERDASAN VISUAL SPASIAL MASYARAKAT SEKITAR KAWAH DIENG MELALUI PETA RBI DAN CITRA SATELIT"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGUKURAN KECERDASAN VISUAL SPASIAL

MASYARAKAT SEKITAR KAWAH DIENG

MELALUI PETA RBI DAN CITRA SATELIT

SKRIPSI

Untuk Memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

Dyah Rahma Pertiwi 3201410107

JURUSAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

ii

Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang pada :

Hari : Tanggal :

(3)

iii Hari : Senin

Tanggal : 7 September 2015

(4)

iv

hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat di dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 7 September 2015

(5)

v

1. Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum apabila kaum tersebut tidak berusaha untuk mengubah nasibnya sendiri (QS. Ar Ra‟du: 13).

2. Lakukan sungguh-sungguh akan indah pada waktu yang tepat.

PERSEMBAHAN:

Skripsi ini saya persembahkan untuk :

1. Ayah dan Ibu tercinta Bapak Suparno dan Ibu Damai Wahyu Mulyaningsih yang telah memberikan segala kasih sayang, dukungan dan doa serta semangat yang tulus dalam menjalani hidup ini.

(6)

vi

memberikan petunjuk, kekuatan, rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi dengan judul ”Pengukuran Kecerdasan Visual-Spasial Masyarakat Dieng Melalui Peta RBI dan Citra Satelit”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan program Sarjana Pendidikan Strata-1 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas negeri Semarang. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan skripsi ini, kepada: 1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang

yang telah memberi berbagai fasilitas dan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi di Universitas Negeri Semarang.

2. Dr. Subagyo, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Sosial.

3. Drs. Apik Budi Santoso, M.Si., Ketua Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial. 4. Wahyu Setyaningsih ST. M.T., selaku Dosen Pembimbing 1 yang telah

memberikan dorongan, arahan dan bimbingan, serta motivasi dalam penyusunan skripsi ini.

5. Drs.Heri Tjahjono, M.Si dan Drs.Satyanta Parman,MT Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan kritik dalam penyusunan skripsi ini.

(7)

vii

Kecamatan Batur , Kabupaten Banjarnegara yang telah memberikan ijin serta membantu pelaksanaan penelitian.

9. Kepala Pos Vulkanik Dieng yang telah membantu melaksanakan penelitian. 10.Masyarakat Desa Sumberejo,Desa Pekasiran dan Desa Kepakisan yang telah

berkenan menjadi Sampel dalam penelitian.

11.Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah membantu jalannya pelaksanaan penelitian ini sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.

Hanya ucapan terima kasih dan doa, semoga apa yang telah diberikan menjadi amal baik dan mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca dan dapat memberikan kontribusi dalam dunia pendidikan.

Semarang, September 2015

(8)

viii Wahyu Setyaningsih ST.MT

Kata Kunci : Kecerdasan Visual-Spasial, Peta RBI, Citra Satelit, Dieng

Peristiwa maut yang terjadi tahun 1979 menunjukkan bahwa ancaman gas beracun membayang-bayangi masyarakat yang tinggal di kompleks gunung api Dieng yang mana gas beracun tersebut berasal dari kawah yang terdapat di kaldera Dieng. Kecerdasan visual-spasial masyarakat sangat diperlukan untuk meminimalisir bencana gas beracun, agar peristiwa yang memilukan pada tahun 1979 tersebut tidak terulang kembali. Oleh sebab itu diperlukan media pembelajaran yang dapat membantu masyarakat untuk mengukur kecerdasan visual-spasial masyarakat saat mengahdapi bencana gas beracun. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui tingkat kecerdasan visual-spasial masyarakat (2) Mengetahui perbandingan pemahaman masyarakat terhadap media pembelajaran yang digunakan untuk mengukur kecerdasan visual-spasial masyarakat Dieng.

Penelitian dilakukan di Desa Sumberejo,Pekasiran, dan Kepakisan Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara. Sampel dalam penelitian ini adalah Kelompok Masyarakat Desa dari Desa Sumberejo, Pekasiran dan Kepakisan yang terdiri dari kelompok Ibu-ibu PKK, kelompok Perangkat desa, serta kelompok karang taruna. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 54 responden. 1) Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan visual spasial responden dengan kuesioner Peta RBI menunjukkan nilai rata-rata sebesar 92,30. Kategori terbesar adalah tahu yaitu sebanyak 49 responden (90,7%).Kecerdasan visual spasial responden yang diukur dengan Citra Satelit ini menunjukkan nilai rata-rata sebesar 81,66. Kecerdasan visual spasial dengan citra satelit dari 54 responden yang termasuk kategori tahu ada 38 orang (70,4%).Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan kecerdasan visual-spasial antara Peta RBI dan Citra satelit. Kecerdasan Visual-Spasial melalui Peta RBI dengan rerata 92,30 lebih tinggi dibandingkan Kecerdasan Visual-Spasial Melalui Citra Satelit dengan rerata 81,66.

(9)

ix

MOTTO DAN PERSEMBAHAN………. v

KATA PENGANTAR ……….. vi

C. Tujuan Penelitian………... 4

D. Manfaat Penelitian ……… 4

E. Batasan Istilah ………. 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoritik ……….. 10

1. Kecerdasan ……….. 10

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan ………. 11

3. Kecerdasan Visual-Spasial ……… 13

4. Peta RBI ……… 19

5. Citra Satelit ……….. 24

6. Dataran Tinggi Dieng ……… 48

(10)

x

8. Masyarakat Sekitar Kawah Dieng ……… 62

B. Kerangka Berfikir ………... 66

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ……… 67

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ………. 67

C. Populasi dan Sampel ……….. 68

D. Variabel Penelitian ………. 69

E. Teknik Pengumpulan Data ………. 70

F. Teknik Analisis Data ………. 71

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ……….. 79

1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian ………. 79

2. Kondisi Geologi …….……….. 85

3. Kondisi Geomorfologi ………. 91

4. Penggunaan lahan ……… 99

5. Kondisi Demografi ……… 102

B. Hasil Penelitian 110 1. Tingkat Pengetahuan Masyarakat Dalam Membaca Peta RBI dan Citra Satelit 110 2. Media Pengukuran Kecerdasan Visual Spasial ………... 111

3. Validasi Media Pembelajaran ……… 112

4. Gambaran Umum responden ……….... 119

5. Deskripsi data Hasil Penelitian ……… 122

C. Pembahasan ……….……….. 127

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ………. 131

(11)

xi

Daftar Pustaka ………. 133

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

2.1 Karakteristik Citra Satelit Quickbird ……… 31

2.2 Karakteristik Citra Satelit Ikonos……… 2.3 Karakteristik Citra Satelit GMS ………. 2.4 Letusan Kawah dan Korban Jiwa ………. 34 37 59 3.1 Populasi Penelitian ……… 68

3.2 Sampel Penelitian ………. 69

3.3 Validitas kecerdasan Visual Spasial Masyarakat Dieng melalui Peta RBI ………. 72 3.4 Validitas kecerdasan Visual Spasial Masyarakat Dieng melalui Citra Satelit ……….. 73 3.5 Kriteria Pengukuran kecerdasan Visual Spasial ………. 77

4.1 Penggunaan Lahan ………. 99

4.2 Kecamatan Batur Dalam Angka ………. 102

4.3 Penduduk Berumur 10 tahun ke atas ……….. 105

4.4 Penduduk Berumur 10 tahun ke atas ……….. 105

4.5 Data Tingkat Pendidikan Penduduk Menurut Desa dan Jenjang Pendidikan di Kecamatan Batur 2011 109 4.6 Daftar Validator Media ……… 112

4.7 Hasil Validasi Media Peta RBI……… 4.8 Hasil Validasi Media Citra Satelit……… 4.9 Responden berdasarkan umur ………. 113 114 120 4.10 Responden berdasarkan Jenis Kelamin ……… 120

4.11 Responden berdasarkan pekerjaan ………. 121

4.12 Responden berdasarkan tingkat pendidikan ………. 121

(13)

xiii

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

4.1 Peta Administrasi KecamatanBatur ……… 81

4.2 Peta Lokasi Penelitian ………. 83

4.3 Lokasi Kawah Timbang di Desa Sumberejo ………. 84

4.4 Petugas PVMBG Dieng sedang mengukur kadar gas beracun di sekitar kawah Timbang ……….. 84 4.5 Peta Geologi Dieng ……….. 90

4.6 Peta Geomorfologi Dieng ……… 98

4.7 Peta RBI sebelum divalidasi ……… 115

4.8 Citra Satelit sebelum divalidasi ……… 116

4.9 Peta RBI sesudah divalidasi ………. 117

4.10 Citra Satelit setelah divalidasi ……… 118

4.11 Sosialisasi kepada kelompok Perangkat Desa ……… 119

4.12 Sosialisasi kepada kelompok Ibu-ibu PKK ……….. 119

(15)

1

Dieng merupakan dataran tertinggi di dunia setelah Nepal, dan merupakan dataran tinggi terluas di Pulau Jawa. Berada di ketinggian (6.802 kaki atau 2093) m dpl dan merupakan kaldera yang dikelilingi gunung-gunung berapi pada sisi-sisinya. Dieng secara administratif terletak di Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara. Dataran tinggi Dieng terletak pada zone pegunungan Serayu Utara. Sebelah barat berbatasan dengan daerah Karangkobar dan Sebelah timur berbatasan dengan daerah Ungaran. Sejarah perkembangan geologinya akan bertalian dengan daerah-daerah di sekitarnya (Daerah pada zone pegunungan Serayu Utara).

(16)

Dilihat dari segi resiko, masyarakat yang tinggal di sekitar kawah Dieng memiliki resiko yang sangat tinggi karena rawan bencana yang disebabkan aktifitas gunung api gerakan tanah. Resiko bahaya masyarakat yang tinggal dekat dengan kawah yang dapat mengeluarkan gas beracun lebih tinggi dari pada masyarakat yang tinggal jauh dari kawah. Selain itu kurangnya sosialisasi bagi warga dan tidak memahami skala bahaya menyebabkan mereka tetap beraktivitas seperti biasanya walaupun daerahnya sudah ditetapkan sebagai daerah berbahaya.

Pada tahun 1979 terjadi gempa bumi hebat yang menyebabkan Kawah Sinila meletus. Gempa ini menyebabkan rekahan memanjang hingga mencapai Kawah Timbang sehingga menyebabkan munculnya gas CO2 dengan konsentrasi tinggi. Gempa dan letusan yang terjadi membuat warga berlarian ke luar rumah untuk menyelamatkan diri. Namun mereka terperangkap gas beracun yang keluar dari Kawah Timbang sehingga sebanyak 149 jiwa warga desa tewas akibat keracunan gas karbondioksida yang terlepas dan menyebar ke wilayah permukiman (Sapper tahun 1927).

(17)

yang ditinggal mengungsi. Pusat Vulkanologi sudah memberikan peringatan agar warga tidak beraktifitas dahulu di kawasan yang masih dianggap berbahaya, namun sebagian warga tidak menghiraukan larangan tersebut.

Kecerdasan spasial merupakan kemampuan seseorang untuk memahami secara lebih mendalam hubungan antara objek dan ruang. Untuk meminimalisir dampak bencana diperlukan adanya strategi/cara untuk meningkatkan kecerdasan visual spasial di dalam Masyarakat.

Dengan adanya kecerdasan visual spasial diharapkan masyarakat menyadari posisi tempat tinggalnya terhadap kawah-kawah yang ada di Dieng sehingga dapat lebih waspada terhadap dampak bencana gas beracun dan pada akhirnya mampu menurunkan resiko bencana.

Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian berjudul “Pengukuran Kecerdasan Visual Spasial Masyarakat Sekitar Kawah Dieng melalui Peta RBI dan Citra Satelit”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diambil pokok permasalahan penelitian, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana tingkat kecerdasan visual spasial masyarakat terkait dengan aktivitas di kawah Dieng ?

(18)

C. Tujuan Penelitian

Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk menemukan jawaban atas permasalahan yang ada, secara operasional tujuan dari penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Mengetahui tingkat kecerdasan visual spasial masyarakat terkait aktivitas kawah Dieng.

2. Untuk mengetahui perbandingan pemahaman masyarakat terkait kecerdasan visual yang dimiliki, mereka paham menggunakan peta RBI atau Citra Satelit.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi teoritis dan praktis, sehingga dapat diharapkan:

1. Secara teoritis a) Bagi Peneliti

Dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti mengenai Pengukuran Tingkat Kecerdasan Spasial Masyarakat Sekitar Kawah Dieng Melalui Peta RBI dan Citra Satelit.

b)Bagi Mahasiswa

(19)

2. Secara praktis

a. Dengan pelaksanaan penelitian ini, peneliti dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan khususnya mengenai studi kebencanaan di Indonesia.

b. Dapat menjadi salah satu bahan perbandingan apabila penelitian yang sama diadakan pada waktu-waktu mendatang dan dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi penelitian yang akan datang.

E. Batasan Istilah

Untuk menghindari kesalah pahaman dalam menafsirkan istilah dalam penelitian ini, maka istilah yang terdapat dalam judul “Pengukuran Kecerdasan Visual Spasial Masyarakat Sekitar Kawah Dieng Melalui Peta

RBI dan Citra Satelit” ini perlu dijelaskan. Penjelasan istilah tersebut adalah

sebagai berikut: 1. Kecerdasan

(20)

2. Konsep Visual

Visual berhubungan erat dengan mata atau penglihatan. Menurut beberapa ahli, visual juga merupakan salah satu bagian dari aktivitas belajar. Di mana aktivitas belajar itu sendiri terdiri dari : somatis (belajar dengan bergerak dan berbuat), auditori (belajar dengan berbicara dan mendengar), intelektual (belajar dengan memecahkan masalah dan merenung), dan visual (belajar dengan cara melihat, mengamati, dan menggambarkan). Keempat aktivitas belajat tersebut harus dikuasai supaya proses belajar dapat berlangsung secara optimal.

3. Konsep Spasial

Pengertian spasial adalah berkenaan dengan ruang atau tempat. Spasial atau keruangan merupakan sudut pandang yang khas dalam kajian geografi. Spasial atau keruangan merupakan sudut pandang yang khas dalam kajian geografi. Pengertian ruang (space) belum banyak yang diketahui, padahal manusia (kultur/budaya/social) sendiri hidup dalam ruang, dan sebenarnya semua yang hidup (biotik) atau bahkan yang matipun (abiotik) di muka bumi berada pada suatu ruang, tidak lain dan tidak bukan ialah ruang bumi. Ruang di bumi meliputi daratan, air, dan udara.

4. Kecerdasan Visual Spasial

(21)

internal (internal imagery) sehingga cenderung imajinatif dan kreatif. Orang dewasa dan anak anak dengan kecerdasan visual-spasial tinggi memiliki kepekaan dalam mengobservasi dan memiliki kemampuan untuk berpikir dalam gambar. Kemampuan ini memungkinkan untuk bisa membayangkan bentuk bentuk geometri atau tiga dimensi dengan mudah.

Kecerdasan visual spasial yang dimaksud adalah kemampuan masyarakat sekitar kawah Dieng untuk memiliki kepekaan dengan kondisi kawah yang ada di Dieng.

5. Pengukuran

Pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi, atau kapasitas, biasanya terhadap suatu standar atau satuan pengukuran. Pengukuran adalah proses menyebutkan dengan pasti angka-angka tertentu untuk mendiskripsikan suatu atribut empirik dari suatu produk atau kejadian dengan ketentuan tertentu. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa di dalam makna kata “pengukuran” tersirat adanya suatu kegiatan untuk menilai dan mengukur suatu hal secara kuantitatif dan dapat disampaikan secara numerik dimana ada suatu tolok ukur atau landasan yang dapat dijadikan acuan untuk memberi penilaian secara kuantitatif.

(22)

sekitar kawah Dieng setelah mereka melihat peta RBI dan Citra Satelit. Dengan media peta RBI dan Citra Satelit

6. Masyarakat

Masyarakat adalah sekelompok orang yang hidup bersama dalam jangka waktu yang panjang dan memiliki tata aturan untuk kepentingan bersama. Masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sekelompok orang yang hidup lama, bersama dan memiliki aturan tertentu di sekitar kawah Dieng.

7. Kawah

Kawah adalah lubang yang tebentuk karena letusan gunung merapi yg meletus ke atas. dengan sendirinya lubang kawah akan terbentuk akibat letusan tadi, semakin besar letusan semakin besar kawah yg terjadi. Yang dimaksud Kawah dalam penelitian ini adalah kawah yang ada di wilayah dataran tinggi Dieng.

8. Peta RBI

(23)

9. Citra Satelit

(24)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teoritik

Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan dengan teori kecerdasan, bencana, kondisi masyarakat Dieng serta kondisi geologi dan geomorfologi Gunung Dieng.

1. Kecerdasan

Kecerdasan diturunkan dari kata Inteligensi. Kata ini mempunyai arti yang sangat abstrak. Menurut Triono (2005:53), kecerdasan adalah potensi biopsikologi untuk memproses informasi yang dapat digerakkan dalam suatu latar budaya untuk memecahkan masalah atau untuk menghasilkan sesuatu yang bernilai dalam budaya tersebut.

Seorang psikolog dari Universitas Harvard dalam bukunya Frames of Mind (Gardner, 1983) mengemukakan ada tujuh kecerdasan dasar yaitu : Kecerdasan Bahasa, Logical-Mathematical, Intrapersonal, Interpersonal, Musik, Visual-Spasial, Kinesthetic. Kemudian ia menambahkan kecerdasan kedelapan serta mengenalkan teori kecerdasan majemuk. Menurut Gardner kecerdasan lebih dihubungkan dengan kemampuan seseorang memecahkan masalah dan menciptakan produk di lingkungan yang kondusif dan alamiah. Tidak ada anak yang tidak cerdas, namun kecerdasan satu orang dengan yang lainya tidak sama.

(25)

menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa dan belajar.

Kecerdasan bagi seseorang memiliki manfaat yang besar selain bagi dirinya sendiri dan juga bagi pergaulannya di masyarakat merupakan pengertian dari kecerdasan. Melalui tingkat kecerdasan yang tinggi seseorang akan semakin dihargai di masyarakat apabila anak mampu berkiprah dalam menciptakan hal-hal yang baru yang bersifat fenomenal (Yuliani Nuraini Sujiono, 2010:48).

Intelegensi adalah suatu tata kelakuan menusia yang berbagai macam untuk berbuat sesuatu yang tepat dalam merespon sesuatu yang Ia terima dari segi berfikir dan bertindak.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan

Tingkat kecerdasan seseorang berbeda-beda karena dalam perkembangan kecerdasan ada beberapa faktor-faktor kecerdasan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Faktor Bawaan

(26)

b. Faktor Minat dan Bawaan yang khas

Dimana minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan atau motif yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar, sehingga apa yang diminati oleh manusia dapat memberikan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.

c. Faktor Pembentukan

Dimana pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelengensi. Di sini dapat dibedakan antara pembentukan yang direncanakan, seperti dilakukan di sekolah atau pembentukan yang tidak direncanakan, misalnya pengaruh alam sekitarnya.

d. Faktor Kematangan

Dimana organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik maupun psikis, dapat dikatakan telah matang, jika ia telah tumbuh atau berkembang hingga mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.

(27)

e. Faktor Kebebasan

Hal ini berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Di samping kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah yang sesuai dengan kebutuhannya.Kelima faktor tersebut di atas saling mempengaruhi dan saling terkait satu dengan yang lainnya. Jadi, untuk menentukan kecerdasan seseorang, tidak dapat hanya berpedoman atau berpatokan kepada salah satu faktor saja.

3. Kecerdasan Visual Spasial

Visual Spasial merupakan salah satu dari kecerdasan jamak yang berhubungan erat dengan kemampuan untuk memvisualisasikan gambar didalam pikiran seseorang, atau untuk anak di mana anak berpikir dalam bentuk visualisasi dan gambar untuk memecahkan sesuatu masalah atau menemukan jawaban.

(28)

antara objek dan ruang. Peserta didik ini memiliki kemampuan, misalnya untuk menciptakan imajinasi bentuk dalam pikirannya atau kemampuan untuk menciptakan bentuk-bentuk tiga dimensi seperti dijumpai pada orang dewasa yang menjadi pemahat patung atau arsitek suatu bangunan.

Spatial Visual yaitu kemampuan untuk menangkap dunia ruang-visual secara akurat , membayangkan ruangan dan melakukan perubahan-perubahan terhadap persepsi tersebut. Kecerdasan ini mencakup kepekaan terhadap warna,garis, bentuk, wujud, ruang, dan hubungan–hubungan yang ada antara unsur-unsur ini, serta menggambarkannya dalam sebuah bentuk.

Ali (2002:139) mengemukakan bahwa Kecerdasan Visual Spasial memiliki manfaat yang luar biasa dalam kehidupan manusia. Hampir semua pekerjaan yang menghasilkan karya nyata memerlukan sentuhan kecerdasan ini. Bangunan yang dirancang arsitektur, desain taman, lukisan, rancangan busana, pahatan, bahkan benda sehari-hari yang dipakai manusia pun adalah hasil buah kecerdasan visual spasial yang tinggi mengesankan kreativitas. Kemampuan menciptan satu bentuk, seperti bentuk pesawat terbang, rumah, mobil, burung, mengesankan adanya unsur transformasi bentuk yang rumit,

(29)

dalam pikiran yang di miliki mata dan mengubahnya ke dalam tampilan berbentuk seni (James Bellance, 2009 : 3).

Kemampuan membayangkan suatu bentuk nyata dan kemudian memecahkan berbagai masalah sehubungan dengan kemampuan ini adalah hal yang menonjol pada jenis kecerdasan visual-spasial. Kecerdasan Visual Spasial berkaitan dengan gambar, baik itu berupa pencitraan/ gambar di benak kita, maupun gambar di dunia eksternal : foto asli dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Visual spasial merupakan salah satu bagian dari Multiple Intelligence yang terdiri dari sembilan jenis kecerdasan yang berhubungan erat dengan kemampuan untuk memvisualkan gambar di pikiran seseorang, atau untuk anak dimana anak berpikir dalam bentuk visualisasi dan gambar untuk memecahkan sesuatu masalah atau menemukan jawaban.

(30)

gambaran yang telah ada sebelumnya untuk menciptakan visi baru bagi pengetahuan dan pemahaman selanjutnya.

Kecerdasan visual spasial merupakan salah satu aspek dari kognisi. Kecerdasan visual spasial merupakan konsep abstrak yang meliputi persepsi spasial yang melibatkan hubungan spasial termasuk orientasi sampai pada kemampuan yang rumit yang melibatkan manipulasi serta rotasi mental. Dalam kecerdasan visual-spasial diperlukan adanya pemahaman kiri-kanan, pemahaman perspektif, bentuk-bentuk geometris, menghubungkan konsep spasial dengan angka dan kemampuan lain dalam transformasi mental dari bayangan visual. Pemahaman tersebut juga diperlukan dalam memahami peta RBI dan Citra Satelit. Pada anak usia sekolah kecerdasan visual spasial erat kaitannya dengan aspek kognitif secara umum.

Orang dengan Kecerdasan Visual Spasial yang berkembang baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Belajar dengan cara melihat dan mengamati. Mengenali wajah, objek, bentuk dan warna.

(31)

b. Mampu mengenali lokasi dan mencari jalan keluar

Melalui Peta Tematik, misalkan Peta Wisata Jalur Dieng , masyarakat dapat mengenali lokasi satu tempat dengan tempat lain kemudian masyarakat dapat mencari jalan alternatif lain untuk dapat sampai ke tempat sama.

c. Mengamati dan membentuk gambaran mental, berpikir dengan menggunakan gambaran, menggunakan gambar untuk proses mengingat.

Melalui peta Tematik, misalkan Kawasan Pemukiman Sekitar Dieng masyarakat dapat mengingat di mana lokasi mereka berada, mereka juga mengingat apa saja yang ada di sekitar pemukiman mereka, misal mengenali lahan pertanian, jarak tempat tinggal dengan kawah, selain itu, Secara cepat dapat menemukan lokasi yang dituju. d. Mudah membaca peta, grafik dan diagram

Orang dengan kecerdasan spasial yang meningkat dapat dibuktikan dengan membaca peta sesuai dengan informasi peta, dapat membaca grafik dan diagram sesuai dengan keterangan.

e. Suka menyusun permainan tiga dimensi, Mampu mampu secara mental mengubah bentuk objek.

(32)

dari atas, namun tanpa anda sadari mereka bisa menggambar dalam bentuk tiga dimensi.

f. Mempunyai imajinasi yang baik.

Orang-orang yang mempunyai kecerdasan spasial tinggi, biasanya disertai daya imajinatif cepat dan tepat. Ia dengan cepat menerjemahkan ketidakaturan benda-benda di sekitarnya dalam dan melalui pikirannya menjadi sesuatu yang indah dan teratur. Ia mampu mengeluarkan hasil olah pikirnya dalam bentuk gambar, diagram, lukisan. Misalnya, walau hanya dalam pikirannya, ketika melihat hamparan padang rumput dan pohon-pohon di lereng gunung-gunung, melalui imajinasinya, ia akan menggeser gunung, pohon, sungai tersebut ke tempat lain, yang menurut pikiranya lebih tepat dan indah. Bahkan ketika melihat ketidakaturan di terminal dan pasar, walau hanya dalam pikiran, ia dapat merubahnya menjadi lebih baik. Walau ia pahami bahwa dirinya dalam ruang dan waktu, namun ia karena imajinasi spasialnya menjadikan dirinya sebagai pusat dari segala sesuatu bahkan pusat dari tata surya.

g. Mampu memperkirakan jarak

(33)

h. Mampu melihat sesuatu dengan perspektif yang berbeda.

Melalui Peta Tematik masyarakat dapat mengidentifikasi keterangan yang ada di dalam peta. Misal wilayah perairan disimbolkan dengan warna biru, contoh Danau di dalam peta disimbolkan dengan simbol area menggunakan warna biru, tapi berbeda dengan wilayah sungai disimbolkan dengan warna biru berbentuk garis.

i. Mampu menciptakan representasi visual yang nyata dari suatu informasi.

Masyarakat dapat memahami kenampakan alam yang ada di sekitar mereka. Mereka memahami di mana letak tempat tinggal mereka, lahan pertanian, kawah-kawah, sungai, telaga dan pegunungan.

4. Peta RBI

a. Pengertian Peta

Peta adalah suatu gambaran dari unsur-unsur alam dan atau buatan manusia, yang berada di atas maupun di bawah permukaan bumi yang digambarkan pada suatu bidang d atar dengan skala tertentu. (PP Republik Indoneisa Nomor 8 Tahun 2013)

(34)

digambarkan pada suatu bidang datar dan diperkecil/diskalakan. Peta juga dapat berarti gambaran permukaan bumi dengan skala tertentu, digambar pada bidang datar melalui sistem proyeksi tertentu (Aryono Prihandito, 1988).

Beberapa jenis peta secara umum dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu :

1. Peta Topografi

Peta topografi merupakan peta yang menyajikan unsur-unsur atau elemen di permukaan bumi yang dipresentasikan sebagai sumber informasi yang tersedia, sejauh skala yang memungkinkan, tanpa mempertimbangkan fenomena khusus yang identik aktivitas manusia atau fenomena fisik tertentu yaitu yang menetukan kondisi iklim atau faktor. Peta Rupa Bumi adalah peta topografi yang menampilkan sebagian unsur-unsur alam dan buatan manusia di wilayah NKRI

Peta yang menampilkan sebagian unsur-unsur buatan manusia (kota , jalan, struktur bangunan lain) serta unsur alam (sungai, danau, gunung, dan sebagainya) pada bidang datar dengan skala dan proyeksi tertentu. Peta Rupa Bumi dalam istilah asingnya sering disebut sebagai Topographic Map.

(35)

wilayah Indonesia. RBI dibuat oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional.

2. Peta Tematik

Peta yang menyajikan tema tertentu dan untuk kepentingan tertentu ( land status, penduduk, transportasi ) dengan menggunakan peta rupa bumi yang telah disederhanakan sebagai dasar untuk meletakkan informasi tematiknya.

Instansi yang bertanggung jawab terhadap pembuatan Peta Rupa Bumi Indonesia adalah Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan nasional (BAKOSURTANAL) yang sekarang menjadi Badan Informasi Geospasial (BIG). Selain itu BIG juga menyediakan penyiapan dan mempublikasikan seri-seri peta dasar nasional atau peta rupabumi. Peta dasar nasional tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk pembuatan peta-peta tematik.

Ada beberapa klasifikasi yang lain sebagai berikut : a. Berdasarkan Skala :

1) Besar : 1 :500 sampai dengan 1: 10.000 2) Sedang : 1: 25.000 sampai denga 1; 250.000 3) Kecil : 1: 500.000 samapai dengan 1 : 5.000.000 b. Tujuan :

(36)

c. Jenis

1) Peta Garis 2) Peta Foto b.Fungsi Peta

Peta sangat diperlukan oleh manusia. Dengan menggunakan peta seseorang dapat menentukan lokasi yang diinginkan meskipun seseorang tersebut belum pernah mengunjungi tempat tersebut.

Secara umum fungsi peta dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Menunjukkan posisi atau lokasi suatu tempat di permukaan bumi.

2. Memperlihatkan ukuran (luas, jarak) dan arah suatu tempat di permukaan bumi.

3. Menggambarkan bentuk-bentuk di permukaan bumi, seperti benua, negara, gunung, sungai, dan bentuk lainnya.

4. Membantu peneliti sebelum melakukan survei untuk mengetahui kondisi daerah yang akan diteliti.

5. Menyajikan data tentang potensi suatu wilayah .

6. Alat analisis untuk mendapatkan suatu kesimpulan.

7. Alat untuk menjelaskan rencana-rencana yang diajukan.

(37)

Unsur-unsur kenampakan rupabumi dapat dikelompokkan menjadi 7 tema, yaitu: Unsur-unsur kenampakan rupabumi dapat dikelompokkan menjadi 7 tema, yaitu:

a. Tema 1: Penutup lahan: area tutupan lahan seperti hutan, sawah, pemukiman dan sebagainya

b. Tema 2: Hidrografi: meliputi unsur perairan seperti sungai, danau, garis pantai dan sebagainya

c. Tema 3: Hipsografi: data ketinggian seperti titik tinggi dan kontur d. Tema 4: Bangunan: gedung, rumah dan bangunan perkantoran dan

budaya lainnya

e. Tema 5: Transportasi dan Utilitas: jaringan jalan, kereta api, kabel transmisi dan jembatan

f. Tema 6 : Batas administrasi: batas negara provinsi, kota/kabupaten, kecamatan dan desa

g. Tema 7 : Toponimi: nama-nama geografi seperti nama pulau, nama selat, nama gunung dan sebagainya

Berikut adalah indeks, data ketersediaan, dan tahun pembuatan peta RBI dalam skala 1:250.000, 1:50.000, 1: 25.000, dan 1:10.000. (Sumber: Badan Informasi Geospasial)

c. Manfaat Peta Rupa Bumi

(38)

1. Data Kontur, dapat digunakan untuk menunjukkan kenampakan suatu relief di suatu permukaan bumi seperti gunung, bukit, lereng atas, lereng kaki, lereng bawah, dataran, dan lembah (morphology). Dengan sedikit sentuhan SRTM 30 m, maka akan semakin mudah dalam interpretasi.

2. Data tutupan lahan, menunjukkan jenis tutupan lahan secara keruangan (spasial) pada lokasi tertentu.

3. Data sungai, dapat digunakan untuk asosiasi dalam interpretasi Peta Satuan Geomorfologi.

4. Transportasi dan Utilitas, digunakan untuk keperluan sarana prasarana dan pengembangan wilayah.

5. Batas Admin, menunjukan batas secara administrasi suatu daerah.

6. Toponimi, menunjukkan keterangan mengenai latar belakang penamaan suatu fenomena geosfer, contoh: Pulau Komodo, (dasar penamaan karena pulau tersebut habitat hewan komodo).

5. Citra Satelit

a. Pengertian Citra Satelit

(39)

sumber daya bumi. Oleh karena itu perkembangan teknik inderaja sistem satelit lebih maju dibandingkan sistem air-borne (foto udara).

Pada mulanya, citra satelit merupakan gabungan dari foto-foto dan koordinat satelit. Perangkat lunak khusus digunakan untuk memperhitungkan setiap sisi foto-foto tersebut. Secara umum, citra satelit yang memiliki resolusi tinggi memungkinkan perhitungan yang lebih akurat. Namun terdapat ribuan foto-foto dan permukaan bumi bukanlah sebuah lingkaran elipsoid yang sempurna. Penyedia citra satelit tidak dapat memeriksa akurasi dari setiap foto, sehingga koordinat dapat bergeser dari posisi yang sebenarnya. Oleh karena itulah mengapa citra satelit dapat bergeser 1-2 meter bahkan terkadang hingga ratusan meter. Pada wilayah pegunungan atau perbukitan, citra satelit seringkali memiliki distorsi yang tidak linear.

b. Jenis-jenis Citra Satelit

Berikut ini merupakan contoh karakteristik satelit inderaja yang khusus mengindera ke bumi untuk maksud-maksud pengelolaan sumber daya bumi.

1. LANDSAT

(40)

Beberapa generasi satelit Landsat yang dibuat Amerika namun sekarang sudah tidak beroperasi lagi. Landsat 5, diluncurkan pada 1 Maret 1984, membawa sensor TM (Thematic Mapper), yang mempunyai resolusi spasial 30 x 30 m pada band 1, 2, 3, 4, 5 dan 7. Sensor Thematic Mapper mengamati obyek-obyek di permukaan bumi dalam 7 band spektral, yaitu band 1, 2 dan 3 adalah sinar tampak (visible), band 4, 5 dan 7 adalah infra merah dekat, infra merah menengah, dan band 6 adalah infra merah termal yang mempunyai resolusi spasial 120 x 120 m. Luas liputan satuan citra adalah 185 x 185 km pada permukaan bumi. Landsat 5 mempunyai kemampuan untuk meliput daerah yang sama pada permukaan bumi pada setiap 16 hari, pada ketinggian orbit 705 km.

Citra satelit Landsat-7 ETM adalah satelit bumi dengan membawa intrumen ETM (Enchnced Thamatic Mapper) yang menyajikan delapan sailorman multispektral scanning radiometer. Diluncurkan pada bulan April 1999 dengan membawa ETM+scanner. Saat ini, hanya Landsat-5 dan 7 sudah tidak beroperasi lagi.

(41)

yang mempunyai band inframerah termal. Data thermal diperlukan untuk studi proses-proses energi pada permukaan bumi seperti variabilitas suhu tanaman dalam areal yang diirigasi.

2. Citra Satelit SPOT ( Satelite Pour I” Observation de la Terre )

SPOT merupakan sistem satelit observasi bumi yang mencitra secara optis dengan resolusi tinggi dan diopersikan di luar angkasa. Sistem satelit SPOT terdiri dari serangkaian satelit dan stasiun pengontrol denga cangkupan kepentingan yaitu, kontrol dan pemograman satelit, produksi citra, dan distribusinya.

SPOT yang merupakan singkatan dari Satellite Pour l’Observtion de la Terre dijalankan oleh Spot Image yang terletak di Prancis. Sistem ini dibentuk olen CNES (Biro Luar Ankgasa milik Prancis) pada tahun 1978.

Tujuan dibentuk SPOT adalah;

1. Untuk meningkatkan pengetahuan dan pengelolaan kebumian melalui eksplorasi sumber daya bumi.

2. Mendeteksi dan meramalkan fenomena-fenomena klimatologi dan oseanografi

(42)

Orbit SPOT

Orbit SPOT adalah orbit polar, circular, sun syncrhonous dan berfase. Sudut inklinasi dari bidang orbitalnya dikombinasikan dengan rotasi bumi di seputaran poros kutub sehingga satelitnya dapat berpindah ke tiap titik di permukaan bumi dalam 26 hari.

Orbitnya memiliki ketingggian 832 km di atas permukaan air laut dengan inklinasi 98,7o dan bervelosi sejumah 14 kali per hari.

Jenis Satelit SPOT

SPOT 1 diluncurkan pada 22 Februari 1986 dengan dilenkapi sistem pencitraan 10 pankromatik dan kemampuan resolusi gambar multispektral pada tingkat 20 meter. Ditinggalkan Satelit jenis ini mulai ditingglakan pada 31 Desember 1990 karena diluncurkannya satelit SPOT jenis baru.

SPOT 2 diluncurkan pada 22 Januari 1990 dan masih tetap digunakan.

SPOT 3 diluncurkan pada 26 September 1993. Berhenti difungsikan pada 14 November 1997.

(43)

mendeteksi gelombang tengah inframerah (1.58 – 1.75 microm) untuk keperluan survei geologi, survei vegetasi dan survei tutupan salju.

SPOT 5 diluncurkan pada 4 Mei 2002 dengan kemampuan resolusi tinggi yang berkisar pada level 2,5 meter , 5 meter, dan 10 meter. Sistem satelit obserbasi SPOT – 5 berhasilkan diluncurkan oleh Ariane 4 dari Guaina Spaace Centre di Kouro pada tengah malam 3-4 Mei 2002 dengan tujuan untuk memastikan kelanjutan pelayanan terhadap kebutuhan informasi pencitraan dan untuk meningkatkan kualitas data dan citra melalui tindakan antisipatif terhadap kebutuhan pasar. Dibandingkan dengan satelit obeservasi sebelumnya, SPOT – 5 memberikan perubahan kemajuan yang besar yang memberikan solusi citra dengan biaya yang efektif. Resolusi pada sistem satelit obeservasi ini meningkat hingga 5 meter dan 2,5 meter dan sudut pandang yang lebar (wide imagin swath), dimana mencakup 60 x 60 km atau 60 x 120 km dalam insturmen mode kembar. SPOT -5 memberikan perpaduan yang ideal antara resolusi yang tinggi dan juga jarak pandang yang luas.

(44)

SPOT – 5 juga memiliki instrumen pencitraan HRS (High Resolution Stereoscopic), yaitu kemampuan untuk menangkap citra stereopair secara serentak untuk keperluan citra relief peta. Instrumen ini dioperasikan dalam mode panchromatic, sehingga beresolusi tinggi dengan 2 kamera yang ditempatkan pada bagian depan dan belakang satelit. Kemampuan instrumen HRS ini sangat menguntungkan karena dapat mencitra area yang luas hanya dalam satu pencitraan. Pasangan stereo yang didapat dapat digunakan dalam berbagai aplikasi 3D terrain modeling dan Computer Environments seperti Flight Simulator Databases, Pipeline Corridors, dan Mobile Phone Network Planning.

Citra satelit SPOT – 5 baik digunakan baik dalam keperluan pembuatan peta berksala sedang (1:25.000 dan 1: 10.000), perencanaan desa dan kota, eksplorasi minyak dan gas, dan manajemen bencana alam.

Karakteristik

SPOT – 5 tetap menggunakan beberapa karakteristik yang digunakan oleh pendahulunya, yaitu :

a. Memiliki orbit circular , polar, sun synchronous, dan berfase. b. Instrumen medan pandang (FOV) dengan lebar petak 60 x 2 km

sepanjang lintasan satelit.

(45)

3. Citra Satelit QUICKBIRD

QUICKBIRD merupakan salah satu satelit sumber daya milik kerja sama Amerika Serikat dan Hitachi Jepang, yang diluncurkan pada tanggal 18 Oktober 2001. Satelit ini mempunyai resolusi spasial yang sangat tinggi ( 0,65 m).Satelit lain yang mempunyai kemampuan setara dengan QUICKBIRD adalah IKONOS ( milik Amerika ).

Karakteristik dari satelit QUICKBIRD sebagai berikut:

Tabel 2.1 Karakteristik Citra Satelit Quickbird

Data Teknis Satelit Quickbird

Tanggal peluncuran 18 Oktober 2001 di Vabdeberg Air Force Base, California, USA Data Orbit :

Orbit 97,2 ᵒ , sun synchronous Ketinggian 450 km

Kecepatan pada orbit 7,1 km/detik Kecepatan di atas bumi 6,8 km/detik Waktu orbit mengelilingi bumi 93,5 menit Resolusi Spasial :

(46)

yang ketat. Keempat sistem menggunakan linear array CCD-biasa disebut pushbroom scanner. Scanner ini berupa CCD yang disusun linier dan bergerak maju seiring gerakan orbit satelit. Jangkauan liputan satelit resolusi tinggi seperti Quickbird sempit (kurang dari 20 km) karena beresolusi tinggi dan posisi orbitnya rendah, 400-600 km di atas Bumi.

Semua sistem menghasilkan dua macam data: multispektral pada empat saluran spektral (biru, hijau, merah, dan inframerah dekat atau B, H, M, dan IMD), serta pankromatik (PAN) yang beroperasi di wilayah gelombang tampak mata dan perluasannya. Semua saluran pankromatik, karena lebar spektrumnya mampu menghasilkan resolusi spasial jauh lebih tinggi daripada saluran-saluran multispektral.

4. Citra Satelit IKONOS

Ikonos adalah satelit komersial beresolusi tinggi pertama yang ditempatkan di ruang angkasa. Ikonos dimiliki oleh Space Imaging, sebuah perusahaan Observasi Bumi Amerika Serikat. Satelit komersial beresolusi tinggi lainnya yang diketahui: Orbview-3 (OrbImage), Quickbird (EarthWatch) dan EROS-A1 (West Indian Space).

(47)

Ikonos dimiliki dan dioperasikan oleh Space Imaging. Di samping mempunyai kemampuan merekam citra multispetral pada resolusi 4 meter, Ikonos dapat juga merekam obyek-obyek sekecil satu meter pada hitam dan putih. Dengan kombinasi sifat-sifat multispektral pada citra 4-meter dengan detail-detail data pada 1 meter, citra Ikonos diproses untuk menghasilkan 1-meter produk-produk berwarna.

Sensor pada satelit didasarkan pada prinsip pushbroom dan dapat secara simultan mengambil citra pankromatik dan multispektral. Ikonos mengrimkan resolusi spasial tertinggi sejauh yang dicapai oleh sebuah satelit sipil. Bagian dari resolusi spasial yang tinggi juga mempunyai resolusi radiometrik tinggi menggunakan 11-bit (Space Imaging, 2004).

(48)

Tabel 2.2 Karakteristik Citra Satelit Ikonos

(pankromatik) 0,45-0,90 1 Bermanfaat untuk identifikasi obyek lebih detail

Sumber : Jurnal Ilmiah WIDYA Nomor 2 Volume 1

5. Citra Satelit ALOS

Satelit Inderaja ALOS adalah milik Jepang , diluncurkan pada tahun 2006. Satelit ini membawa 3 sensor masing-masing adalah :

PRISM ( Panchromatic Remote Sensing Instrument for Stereo Mapping). Sensor bekerja pada daerah pankromatik ( 0,52-0,77µm) resolusi spasial 2,5 m. PRISM menggunakan 3 sensor identik untuk pencitraan yang menghasilkan citra 3 dimensi, masing-masing mengarah miring ke depan lurus ke bawah dan miring ke belakang.

(49)

memiliki kemampuan mengamati lahan dengan resolusi 10 m pada saluran biru ( 0,42-0,5 µm), saluran hijau ( 0,52-0,6µm), saluran merah ( 0,61-0,64µm) dan saluran inframerah dekat ( 0,76-0,89µm).

PALSAR ( Phased Array type I-band Synthetic Aperture Radar). PALSAR adalah sensor gelombang mikro ( aktif ) yang mengamati lahan siang dan malam. Sensor ini menggunakan resolusi 10 m hingga 100m. Kelebihan sensor ini mampu menembus awan dan hujan.

6. Citra Satelit RADAR

Radar merupakan kepanjangan dari Radio Detection and Ranging, artinya instrument radar mampu mendeteksi obyek menggunakan band/saluran pada daerah gelombang mikro dan mengukur jarak antara obyek dengan sumber tenaga. Daerah yang diindera pada umumnya berada di sebelah kanan dan kiri garis lintasan satelit. Wahana dilengkapi dengan sumber tenaga, antenna pemancar untuk mengarahkan sumber tenaga ke arah obyek yang diindera dan antenna penerima untuk menerima tenaga yang dihamburkan balik kea rah wahana. Selanjutnya sinyal yang diterima diolah sehingga akhirnya dapat dikirimkan ke stasiun bumi penerima di bumi.

(50)

pada daerah yang selalu tertutupi awan atau kabut asap, juga dapat digunakan untuk membuat DEM ( Digital Elevation Model ).

7. Citra Satelit NOAA

Satelit ini milik AS yang ditujukan untuk pengamatan cuaca di atmosfer dan lingkungan bumi secara umum. Di Indonesia satelit NOAA selain digunakan untuk monitoring cuaca, juga banyak digunakan untuk monitoring kebakaran hutan. Resolusi spasialnya 1km x 1km cakupan daerah yang terliput sangat luas dan resolusi spasial dapat diatur menjadi 5km x 5km atau lebih.

Karakteristik Data Satelit NOAA Series

a. Sensor : AVHRR ( Advanced Very High Resolution Radiometer)

b. Ketinggian : 870 km c. Resolusi spasial : 1100 meter d. Cakupan : 2800 km

e. Resolusi temporal : 4 Kali ( 2 kali siang, 2 kali malam)/hari f. Spektral : 5 band

(51)

8. Citra Satelit GMS (GeoMeterogical Satelite)

Satelit milik Jepang ini berfungsi untuk melakuakan pengamatan di bidang meteorology. Satelit tersebut mengorbit pada lintasan geostasioner yaitu mengamati suatu wilayah secara tetap sehingga setiap kali merekam, dapat menghasilkan rekaman gambar hampir separuh bumi. Pusat-pusat badai dan gerakan badai dapat dimonitor dan bahkan prediksi penyebarannya juga dapat diperkirakan, sehingga baik sekali digunakan untuk mitigasi bencana. Adapun karakteristik dari Citra Satelit GMS seperti pada tabel 2.3

Tabel 2.3 Karakteristik Citra satelit GMS

Spektrum radiasi Satelit GMS-5 (µm) Visible ( VIS)

(52)

meskipun keduanya tidak sama. Bedanya, fotogrametri berkepentingan dengan geometri obyek, sedangkan interpretasi citra berurusan dengan manfaat, penggunaan, asal-usul, ataupun identitas obyek yang bersangkutan (Glossary of the Mapping Science, 1994).

Lillesand dan Kiefer (1994) dan juga Sutanto (1986) menyebutkan 8 unsur interpretasi yang di gunakan secara konvergen untuk dapat mengenali suatu obyek yang ada pada citra, kedelapan unsur tersebut ialah warna/rona, bentuk, ukuran, bayangan, tekstur, pola, situs dan asosiasi. Diantara ke delapan unsur tersebut, warna/rona merupakan hal yang paling dominan dan langsung mempengaruhi pengguna citra dalam memulai interpretasi. Sebenarnya seluruh unsur interpretasi ini dapat di kelompokkan ke dalam 3 jenjang dalam piramida unsur-unsur interpretasi. Pada jenjang paling bawah terdapat unsur-unsur elementer yang dengan mudah dapat dikenali pada citra, yaitu warna/rona, bentuk, dan bayangan. Pada jenjang berikutnya terletak ukuran, tekstur dan pola, yang membutuhkan pemahaman lebih mendalam tentang konfigurasi obyek dalam ruang. Pada jenjang paling atas terdapat situs dan asosiasi, yang merupakan unsur-unsur pengenal utama dan seringkali menjadi faktor kunci dalam interpretasi, namun sekaligus paling sulit untuk dideskripsikan.

(53)

pula secara digital. Interpretasi citra secara visual sering di sebut dengan interpretasi fotografik, sekalipun citra yang di gunakan bukan citra foto, melainkan citra non foto yang telah tercetak (hard copy). Sebutan interpretasi fotografik sering di berikan pada Interpretasi visual citra non foto, karena banyak produk tercetak citra non foto di masa lalu (bahkan sampai sekarang) di wujudkan dalam bentuk film ataupun citra tercetak di atas kertas foto, dengan proses reproduksi fotografik. Hal ini dapat dilakukan karena proses pencetakan oleh komputer pengolahan citra non foto dilakukan dengan printer khusus yang disebut film writer, dan hasil cetakanya menyerupai slide (diapositif) berukuran besar (lebih kurang hingga ukuran karto). Istilah Interpretasi fotografik juga diberikan pada berbagai kegiatan interpretasi visual citra-citra non foto, karena prinsip interpretasi yang digunakan tidak jauh berbeda dari prinsip-prinsip interpretasi foto udara.

d. Unsur-unsur Interpretasi Citra 1) Rona dan Warna

(54)

Warna merupakan wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit, lebih sempit dari spektrum tampak. Sebagai contoh, obyek tampak biru, hijau, atau merah bila hanya memantulkan spektrum dengan panjang gelombang (0,4–0,5) μm, (0,5 –0,6) μm, atau (0,6 –0,7) μm.

Berbeda dengan rona yang hanya menyajikan tingkat kegelapan, warna menunjukkan tingkat kegelapan yang lebih beraneka. Ada tingkat kegelapan di dalam warna biru, hijau, merah, kuning, jingga, dan warna lainnya. Meskipun tidak menunjukkan cara pengukurannya, Estes et al. (1983) mengutarakan bahwa mata manusia dapat membedakan 200 rona dan 20.000 warna. Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa pembedaan obyek pada foto berwarna lebih mudah bila dibanding dengan pembedaan obyek pada foto hitam putih. Pernyataan yang senada dapat diutarakan pula, yaitu pembedaan obyek pada citra yang menggunakan spektrum sempit lebih mudah daripada pembedaan obyek pada citra yang dibuat dengan spektrum lebar, meskipun citranya sama-sama tidak berwarna. Asas inilah yang mendorong orang untuk menciptakan citra multispektral.

(55)

batas untuk memisahkannya dari rona atau warna yang berlainan, barulah tampak bentuk, tekstur, pola, ukuran dan bayangannya. Itulah sebabnya maka rona dan warna disebut unsur dasar.

2) Bentuk

Bentuk merupakan variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi atau kerangka suatu obyek (Lo, 1976). Bentuk merupakan atribut yang jelas sehingga banyak obyek yang dapat dikenali berdasarkan bentuknya saja. Bentuk, ukuran, dan tekstur dikelompokkan sebagai susunan keruangan rona sekunder dalam segi kerumitannya. Bermula dari rona yang merupakan unsur dasar dan termasuk primer dalam segi kerumitannya. Pengamatan atas rona dapat dilakukan paling mudah. Oleh karena itu bentuk, ukuran, dan tekstur yang langsung dapat dikenali berdasarkan rona, dikelompokkan sekunder kerumitannya.

Ada dua istilah di dalam bahasa Inggris yang artinya bentuk, yaitu shape dan form. Shape ialah bentuk luar atau bentuk umum, sedang form merupakan susunan atau struktur yang bentuknya lebih rinci. Contoh shape atau bentuk luar:

a. Bentuk bumi bulat

(56)

c. Wilayah Indonesia yang bentuk luarnya memanjang, berbentuk (rinci) negara kepulauan. Wilayah yang memanjang dapat berbentuk masif atau bentuk lainnya, akan tetapi bentuk wilayah kita berupa himpunan pulau-pulau. Baik bentuk luar maupun bentuk rinci, keduanya merupakan unsur interpretasi citra yang penting. Banyak bentuk yang khas sehingga memeudahkan pengenalan obyek pada citra. Contoh pengenalan obyek berdasarkan bentuk.

d. Gedung sekolah pada umumnya berbentuk huruf I, L, U, atau berbentuk empat segi panjang.

e. Tajuk pohon palma berbentuk bintang, tajuk pohon pinus berbentuk kerucut, dan tajuk bambu berbentuk bulu-bulu

f. Gunungapi berbentuk kerucut, sedang bentuk kipas alluvial seperti segi tiga yang alasnya cembung.

g. Batuan resisten membentuk topografi kasar dengan lereng terjal bila pengikisannya telah berlangsung lanjut.

h. Bekas meander sungai yang terpotong dapat dikenali sebagai bagian rendah yang berbentuk tapal kuda.

3) Ukuran

(57)

harus selalu diingat skalanya. Contoh pengenalan obyek berdasarka ukuran:

- Ukuran Rumah sering mencirikan apakah rumah itu rumah mukim, kantor, atau industri. Rumah mukim pada umumnya lebih kecil bila dibanding dengan kantor atau industri.

- Lapangan olah raga di samping dicirikan oleh bentuk segi empat, lebih dicirikan oleh ukurannya, yaitu sekitar 80 m x 100 m bagi lapangan sepak bola, sekitar 15 m x 30 m bagi lapangan tenis, dan sekitar 8 m x 15 m bagi lapangan bulu tangkis.

- Nilai kayu di samping ditentukan oleh jenis kayunya juga ditentukan oleh volumenya. Volume kayu dapat ditaksir berdasarkan tinggi pohon, luas hutan serta kepadatan pohonnya, dan diameter batang pohon.

4) Tekstur

Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra (Lillesand dan Kiefer, 1979) atau pengulangan rona kelompok obyek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual (Estes dan Simonett, 1975). Tekstur sering dinyatakan dengan kasar, halus, dan belang-belang. Contoh pengenalan obyek berdasarkan tekstur:

a. Hutan bertekstur kasar, belukar bertekstur sedang, semak bertekstur halus.

b. Tanaman padi bertekstur halus, tanaman tebu bertekstur sedang, dan tanaman pekarangan bertekstur kasar

(58)

5) Pola

Pola, tinggi, dan bayangan dikelompokkan ke dalam tingkat kerumitan tertier. Tingkat kerumitannya setingkat lebih tinggi dari tingkat kerumitan bentuk, ukuran, dan tekstur sebagai unsur interpretasi citra. Pola atau susunan keruangan merupakan ciri yang menandai bagi banyak obyek bentukan manusia dan bagi beberapa obyek alamiah. Contoh:

a) Pola aliran sungai sering menandai struktur geologi dan jenis batuan. Pola aliran trellis menandai struktur lipatan. Pola aliran yang padat mengisyaratkan peresapan air kurang sehingga pengikisan berlangsung efektif. Pola aliran dendritik mencirikan jenis tanah atau jenis batuan serba sama, dengan sedikit atau tanpa pengaruh lipatan maupun patahan. Pola aliran dendritik pada umumnya terdapat pada batuan endapan lunak, tufa vokanik, dan endapan tebal oleh gletser yang telah terkikis.

b) Permukaan transmigrasi dikenali dengan pola yang teratur, yaitu dengan rumah yang ukuran dan jaraknya seragam, masing-masing menghadap ke jalan.

(59)

6) Bayangan

Bayangan bersifat menyembunyikan detail atau obyek yang berada di daerah gelap. Obyek atau gejala yang terletak di daerah bayangan pada umumnya tidak tampak sama sekali atau kadang-kadang tampak samar-samar. Meskipun demikian, bayangan sering merupakan kunci pengenalan yang penting bagi beberapa obyek yang justru lebih tampak dari bayangannya.

Contoh:

a) Cerobong asap, menara, tangki minyak, dan bak air yang dipasang tinggi lebih tampak dari bayangannya.

b) Tembok stadion, gawang sepak bola, dan pagar keliling lapangan tenis pada foto berskala 1 : 5.000 juga lebih tampak dari bayangannya.

c) Lereng terjal tampak lebih jelas dengan adanya bayangan.

7) Situs

Bersama-sama dengan asosiasi, situs dikelompokkan ke dalam kerumitan yang lebih tinggi pada Gambar diatas. Situs bukan merupakan ciri obyek secara langsung, melainkan dalam kaitannya dengan lingkungan sekitarnya. Situs dalam Jurnal Geologi blok geologis diartikan dengan berbagai makna oleh para pakar, yaitu: a) Letak suatu obyek terhadap obyek lain di sekitarnya (Estes dan

(60)

menyebutnya situasi, seperti misalnya letak kota (fisik) terhadap wilayah kota (administratif), atau letak suatu bangunan terhadap parsif tanahnya. Oleh van Zuidam (1979), situasi juga disebut situs geografi, yang diartikan sebagai tempat kedudukan atau letak suatu daerah atau wilayah terhadap sekitarnya. Misalnya letak iklim yang banyak berpengaruh terhadap interpretasi citra untuk geomorfologi.

b) Letak obyek terhadap bentang darat (Estes dan Simonett, 1975), seperti misalnya situs suatu obyek di rawa, di puncak bukit yang kering, di sepanjang tepi sungai, dsb. Situs semacam ini oleh van Zuidam (1979) disebutkan situs topografi, yaitu letak suatu obyek atau tempat terhadap daerah sekitarnya.

Situs ini berupa unit terkecil dalam suatu sistem wilayah morfologi yang dipengaruhi oleh faktor situs, seperti:

a) beda tinggi, b) kecuraman lereng,

c) keterbukaan terhadap sinar, d) keterbukaan terhadap angin, dan

e) ketersediaan air permukaan dan air tanah.

Lima faktor situs ini mempengaruhi proses geomorfologi maupun proses atau perujudan lainnya. Contoh:

(61)

sawit, sagu, nipah, atau jenis palma lainnya. Bila tumbuhnya bergerombol (pola) dan situsnya di air payau, maka yang tampak pada foto tersebut mungkin sekali nipah.

2) Situs kebun kopi terletak di tanah miring karena tanaman kopi menghendaki pengaturan air yang baik.

3) Situs pemukiman memanjang umumnya pada igir beting pantai, tanggul alam, atau di sepanjang tepi jalan.

8) Asosiasi

Asosiasi dapat diartikan sebagai keterkaitan antara obyek yang satu dengan obyek lain. Adanya keterkaitan ini maka terlihatnya suatu obyek pada citra sering merupakan petunjuk bagi adanya obyek lain. Contoh:

a) Di samping ditandai dengan bentuknya yang berupa empat persegi panjang serta dengan ukurannya sekitar 80 m x 100 m, lapangan sepak bola di tandai dengan adanya gawang yang situsnya pada bagian tengah garis belakangnya. Lapangan sepak bola berasosiasi dengan gawang. Kalau tidak ada gawangnya, lapangan itu bukan lapangan sepak bola. Gawang tampak pada foto udara berskala 1: 5.000 atau lebih besar.

(62)

c) Gedung sekolah di samping ditandai oleh ukuran bangunan yang relatif besar serta bentuknya yang menyerupai I, L, atau U, juga ditandai dengan asosiasinya terhadap lapangan olah raga. Pada umumnya gedung sekolah ditandai dengan adanya lapangan olah raga di dekatnya.

9) Konvergensi Bukti

Di dalam mengenali obyek pada foto udara atau citra lainnya, dianjurkan untuk tidak hanya menggunakan satu unsur interpretasi citra. Sebaiknya digunakan unsur interpretasi citra sebanyak mungkin. Semakin ditambah jumlah unsur interpretasi citra yang digunakan, semakin menyempit lingkupnya ke arah titik simpul tertentu. Inilah yang dimaksud dengan konvergensi (converging eveidence/ convergence of evidence), atau bukti-bukti yang mengarah ke satu titik simpul.

Sebagai contoh misalnya pada foto udara terlihat tetumbuhan yang tajuknya berbentuk bintang. Pohon tersebut jelas berupa pohon palma, akan tetapi kemungkinannya masih cukup luas.

6. Dataran Tinggi Dieng a. Kondisi Fisiografi

(63)

dalam wilayah Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah.

Ahli gunung api Neuman van Padang menyebutkan, Dataran Tinggi Dieng adalah puing yang terdiri dari beberapa kerucut setinggi 100-300 m, berderet sepanjang 14 km dengan lebar 6 km. Lajur gunung api ini memanjang ke barat daya-tenggara, kelanjutan dari deretan Gunung Sumbing-Sundoro. Sementara menurut van Bemmelen, dataran Tinggi Dieng itu merupakan kelompok gunung api Kuarter yang secara fisiografis merupakan bagian Pegunungan Serayu Utara. Pegunungan ini terletak pada zona lemah serta merupakan sayap bagian utara dari jalur geantiklin Jawa dengan arah timur-barat, memanjang ke barat, dari dieng ke Gunung Slamet.

(64)

Fisiografi Dataran Tinggi Dieng berada pada jalur pegunungan Zone Serayu Utara. Sebelah barat berbatasan dengan unit Karangkobar dan sebelah timur berbatasan dengan kompleks vulkan Ungaran. Beberapa vulkan yang berada pada jalur ini meliputi Vulkan Ungaran (2.050 m), Komplek Dieng G. Perahu (2.565 m), Rogojembangan (2.177 m) dan Vulkan Slamet (3.428 m). Jalur Prupuk-Bumiayu-Ajibarang merupakan batas antara pegunungan Zone Serayu Utara dengan Zone Bogor di Jawa Barat.

Diantara pegunungan Serayu Utara dan pegunungan Serayu Selatan terdapat depresi memanjang disebut Zone Serayu, meliputi daerah Majenang, Ajibarang, Purwokerto, Banjarnegara, dan Wonosobo. Lebar Zone Serayu mencapai 15 km berada antara Purwokerto dan Banjarnegara. Di sebelah timur Wonosobo melebar, tetapi di tempat tersebut sebagian besar terisi oleh kerucut besar vulkan muda yaitu Gunung Sindoro (3.155 m) dan Gunung Sumbing (3.371 m) akibat adanya erosi.

Beberapa ahli mengemukakan berbagai pendapat tentang terbentuknya plato Dieng. Namun pada dasarnya terbentuknya plato Dieng mengarah pada dua teori utama yaitu :

(65)

Kemudian di dasar kaldera tumbuh formasi vulkan-vulkan muda seperti G. Pangonan, G. Pakuwojo dan G. Sipandu.

b. Bahwa Plato Dieng bukan merupakan suatu kaldera tetapi merupakan suatu tempat yang dikelilingi oleh kerucut-kerucut vulkan (Vulkan Perahu, Bismo, Nagasari, Seroja, dan sebagainya). Tempat-tempat yang dikelilingi vulkan-vulkan dan bentuk-bentuk cekungan ini kemudian menjadi danau yang terisi oleh endapan lumpur, abu vulkanik hasil erosi dan erupsi. Ketika aliran Kali Tulis berhasil mengikis lava beku yang menghalangi, maka tempat tadi menjadi daratan datar ( kecuali sisa danau yaitu telaga Balekambang yang masih berair dan dikelilingi oleh tanah gambut).

Kompleks Dataran Tinggi Dieng memiliki tiga dataran yang cukup luas yaitu :

1. Dataran dengan ketinggian sekitar 2.000 mdpl yang dikelilingi oleh Gunung Prahu (2.565 mdpl) berada di sebelah timur, Gunung Jurang Grawah (2.245 mdpl) berada di sebelah selatan, Gunung Sipandu (2.245 mdpl) dan Gunung Pangonan (2.308 mdpl) di sebelah barat.

(66)

3. Dataran tinggi berketinggian sekitar 1.650 mdpl ) yang terletak paling barat dari ketiga dataran tinggi tersebut.

b. Secara Geomorfologi

Secara Geomorfologi kawasan Dieng dan sekitarnya dibedakan menjadi dua unit yaitu kawasan pegunungan dan kawasan plato.

1. Kawasan Pegunungan (The Mountain Area)

(67)

2. Kawasan Plato (The Plateaus Area)

Di kawasan Dieng ini terdapat tiga buah plato yaitu Plato Dieng, Batur, dan Sidongkal.

a. Plato Dieng yang berada di ketinggian 2000 m di atas permukaan laut. Dibatasi oleh G. Perahu di sebelah utara, G. Pakuwaja, G. Kendil, dan G. Pangonan serta G. Sepandu yang mengelilinginya.

Luas plato Dieng 2 x 2,5 km memiliki banyak telaga diantaranya Telaga Warna, Telaga Pengilon, Telaga Lumut, dan Telaga

Balekambang. Telaga Warna dan Telaga Pangilon merupakan kumpulan air yang dipisahkan oleh igir yang dibentuk oleh lava dari G. Kendil; jadi bukan berupa kawah yang masing-masing terpisah dan kemudian terisi air. Keduanya terbentuk karena terbendungnya kali Tulis oleh aliran lava.

b. Plato Batur berada pada ketinggian 1600 m di atas permukaan laut. Dibatasi oleh G. Bismo, G. Nagasari dan kelompok G. Jimat dan G. Petarangan. Plato yang berukuran 3 x 4 km ini terbuka ke arah barat.

c. Plato Sidongkal berada pada ketinggian 1800 m di atas permukaaan laut yang dikelilingi oleh G. Klaras, G. Alang, G. Pakarangan, dan G. Butak. Daerah ini merupakan daerah depresi dengan luas 2 x 3 km.

(68)

Kondisi topografi menyebabkan banyak dijumpai mata air yang merupakan hulu dari beberapa aliran sungai, khususnya anak Kali Serayu dan Kali Tulis dengan debit masing-masing sebesar 342-542 l/dt dan 120-240 l/dt. Ciri-ciri daerah hulu dapat ditemui di daerah ini seperti sungai tidak ada yang lebar, aliran air cukup deras dan kondisi air masih jernih.

Pemanfaaatan air untuk persawahan masih sangat terbatas karena kondisi daerah dengan ketinggian 1.500 m yang tidak mungkin ditanami padi irigasi penuh. Pengaliran untuk perkebunan dan tegalan dilakukan dengan membuat saluran-saluran kecil melalui daerah perkebunan dan tegalan tersebut. Keperluan air minum untuk kebutuhan sehari-hari penduduk banyak yang memanfaatkan sungai-sungai tersebut maupun dari mata air dan membuat sumur-sumur pompa.

c. Kondisi Geologi

(69)

Pada masa miosen tua dan tengah dalam geosinklinal tersebut terbentuklah daerah Karangkobar, ditandai dengan adanya endapan Sigugur yang terdiri atas mergel, tanah liat, batu pasir kwarsadan batu pasir tuff. Menjelang akhir neogen tua di daerah ini terjadi erupsi basalt sub marine yang menghasilkan lapisan panyatan. Setelah itu daerah pegunungan Serayu selatan yang merupakan geantiklinal dengan kegiatan vulkan andesit terangkat lebih tinggi lagi dan ini diimbangi dengan bertambah membenamnya dasar geosinklinal. Perbedaan yang semakin besar antara geantiklinal dan dasar geantiklinal menyebabkan erosi berlangsung dengan intensif dan merosotnya bagian tepi sehingga geosinklinal menjadi dangkal.

(70)

Pengangkatan pegunungan Serayu utara dimulai dari plio pleistosen. Pengangkatan ini kecuali menyebabkan erosi dan denudasi juga menyebabkan terjadinya tegangan grafitasi melalui lapisan yang plastis (lapisan endapan). Sehingga menyebabkan pelipatan di bagian kaki geantiklinal dan lapisan Bodas serta lapisan Ligung terdorong 5 km lebih ke selatan melampaui depresi Serayu, karena desakan dari geantiklinal. Lapisan Merawu yang merupakan inti masa yang plastis itu mengalami dua kali fase pelipatan. Pertama ketika pegunungan Serayu selatan terangkat sehingga lapisan endapan ini merosot dan terlipat ke arah utara (miosin tengah) dan kedua pada waktu pegunungan Serayu utara terangkat menjadi geantiklinal lapisan tersebut merosot dan terlipat ke arah selatan (pleistosen).

(71)

Setelah fase vulkanisme pada pleistosin muda, kegitan vulkanisme masih berlangsung hingga sekarang dan terbentuk antara lain vulkan Dieng muda, Ungaran muda, dan sebagainya. Sesudah tahun 1990 terjadi erupsi seperti Pakuwojo (1847), kawah Timbang (1939), Butak Petarangan (1939), dalam tingkat solfatara dan fumarola yaitu Ligir Sinem. G. Pangonan, pagerkandang, kawah Sileri dan sebagainya.

Stratigrafi Dieng dan sekitarnya dibedakan dalam tiga unit batuan yaitu:

1. Unit batuan Tuff berumur Kuarter sampai sekarang memiliki tipe batuan material erupsi termuda; tuff, batuan pasir tuff kerikil, breksi bercampur tuff.

2. Unit batuan Andesit berumur Kuarter sampai sekarang memiliki tipe batuan lava andesit dan basaltis.

3. Unit batuan Kapur berumur Tersier atas memiliki tipe batuan kapur berlempung, batu pasir mengandung tuff, batuan kapur berkoral, ansdesit.

Berdasarkan daerah erupsi gunung api di Indonesia digolongkan dalam 3 tipe, yaitu :

1. Tipe A : Gunung api yang pernah mengalami erupsi sekurang-kurangnya satu kali setelah 1600 M.

(72)

3. Tipe C : Gunung api yang erupsinya tidak diketahui dalam sejarah manusia.

Kompleks Dieng termasuk gunung api tipe A dengan karakteristik sebagai berikut:

a. Nama Kerucut gunung api: Bismo, Seroja, Binem dan Pangonan, Merdodo, Pagerkandang, Nagasari, Petarangan, Telogodringo, Pakuwojo, Kendil, Kunir, Prambanan.

b. Nama Lapangan Fumarola : Kawah Sikidang, Kawah Sigajah, Kawah Kunang, Kawah Sibanteng, Kawah Upas, Telaga Terus, Kawah Pagerkandang, Kawah Sepandu, Kawah Seglagah, dan Kawah Sileri.

Selain itu di Dieng juga terdapat gunung api tipe A yang lain yaitu G. Butak, dan G. Petarangan. Secara administrasi terletak dalam tiga daerah kabupaten yaitu Kabuptaen Wonosobo, Banjarnegara dan Batang. Karakteristik kompleks Butak- Petarangan diuraikan sebagai berikut :

Nama : Butak –Petarangan ( tumbang ) Nama Kawah : Telaga Dringo

Nama Lapangan Fumarola: Condrodimuko

Tinggi : 2.222 m

(73)

Telaga Dringo. Kawah Telaga Dringo pernah mengalami beberapa kejadian erupsi atau letusan pada kawah Butak; tahun 1928 terjadi letusan di sebelah utara kampung Tumbang dengan jarak sekitar 1,5 km dari Batur; tahun 1939 terjadi letusan di lereng sebelah utara ; tahun 1952, 1960, dan 1965 terjadi kenaikan kegiatan erupsi.

Berikut ini disajikan Rekam Jejak Aktivitas Gunung Dieng meliputi informasi tahun, nama gunung, aktivitas, produk letusan dan korban jiwa.

Tabel 2.4 Letusan Kawah dan Korban Jiwa Tahun Nama Kawah Aktivitas Letusan

Produk Letusan dan Korban 1450 Pakuwaja Letusan Normal Abu, pasir 1825 Pakuwaja Letusan normal Abu, pasir, 38

meninggal 1883 Sikidang, Sibanteng Peningkatan

aktivitas

Lumpur kawah 1884 Kawah Sikidang Letusan normal Lumpur 1895 Siglagah Pembentukan

celah

Uap belerang 1928 Batur Letusan Normal Lumpur dan

batu 1939 Batur Letusan normal 10 orang

meninggal 1944 Kawah Sileri Gempa bumi

dan letusan

114 meninggal, 38 luka-luka 1964 Kawah Sileri Letusan Normal Lumpur 1965 Kawah 1979 Kawah Sinila Hembusan gas

racun

Gas CO2 , 149

meninggal 1990 Kawah Dieng Kulon Letusan Freatik Lumpur 2003 Kawah Sileri Letusan Freatik Lumpur 2009 Kawah Sibanteng Letusan freatik Lumpur 2011 Kawah Timbang Peningkatan

Aktivitas

Gas CO2

2013 Kawah Timbang Peningkatan aktivitas

Gas CO2

Gambar

Tabel 2.2 Karakteristik Citra Satelit Ikonos
Tabel 2.3 Karakteristik Citra satelit GMS
Tabel 2.4  Letusan Kawah dan Korban Jiwa
Tabel 3.1. Populasi Penelitian
+5

Referensi

Dokumen terkait