SATU KOMPONEN DAYA SAING KOTA BANDUNG
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menempuh Gelar Strata Satu (S1)
Pada Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota
Oleh : TASA ANDRIAN
1.06.10.019
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
Data Pribadi
Nama : Tasa Andrian
NIM : 1.06.10.019
TTL : Timbang Langsa, 02 Mei 1992
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Suku Bangsa : Melayu
Kota/ Kab. : Kota Langsa
Warga Negara : Indonesia
Agama : Islam
Alamat Kost : Jl. Cieumbuleuit Gang Rahayu 1 No 56 Kelurahan Hegarmana
Kecamatan Cidadap.
Telpon : 089609581058
Emai : tasaandrian@gmail.com
Pendidikan
SD : SD Negeri 1 Birem Rayeuk (1998 – 2004)
SMP : SMP Negeri 3 Langsa (2004 – 2007)
SMA : SMA Negeri 4 langsa (2007 – 2010)
Perguruan Tinggi : UNIKOM Bandung (2010 – 2014)
(Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota)
Pengalaman Organisasi
1. SMA Negeri 4 Langsa
‒ Pramuka
2. UNIKOM Bandung
Maret 2012;
2. Seminar Asean Community 2015 “Peluang dan Tantangan Bagi Indonesia” pada tanggal 13 April 2013;
3. Kuliah Umum “Sistem Kepelabuhanan Untuk Pengembangan Wilayah” pada
tanggal 20 Mei 2012;
4. Kuliah Umum “Analisis dan Pemanfaatan Data Satelit untuk Perencanaan Wilayah
dan Kota” pada tanggal 27 April 2012.
Pengalaman Lain
1. Peserta “Dialog Publik PT. Jasa Raharja” pada tanggal 30 November 2011;
2. Pelatihan Membuat PC Router Menggunakan Clear OS yang dilaksanakan pada
tanggal 16 – 24 Desember 2013;
3. Tim Surveyor “Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan SPK
Derwati”, Bandung 2013;
4. Tim Surveyor “Penyusunan KSK Jatiluhur”, Purwakarta, 2013;
Data Orang Tua
Nama Bapak : Suyanto
Nama Ibu : Nur Asia
Alamat : Dsn Emplasmen Desa Timbang Langsa Kecamatan Langsa Baro
Kota/ Kab. : Kota Langsa
Telpon : 085297846083
Hormat Saya,
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ...v
DAFTAR GAMBAR ... vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...1
1.2. Rumusan Masalah ...2
1.3. Tujuan, Sasaran dan Manfaat ...3
1.3.1. Tujuan ...3
1.3.2. Sasaran ... 3
1.3.3. Manfaat ... 3
1.4. Ruang Lingkup ...3
1.4.1. Rang Lingkup Wilayah ...4
1.4.2. Ruang Lingkup Materi ...6
1.5. Metodologi Penelitian ...6
1.5.1. Teknik Pengumpulan Data ...6
1.5.2. Variabel Penelitian ...7
1.5.3. Teknik Pengambilan Sampel ...7
1.5.4. Teknik Analisis Data ...8
1.5.5. Kerangka Pemikiran ...9
1.6. Sistematika Penulisan ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekonomi Kreatif ... 12
2.2. Industri Kreatif ... 13
2.3. Definisi ICT ... 20
2.4. Tinjaun Definisi Daya Saing Kota ... 21
2.4.1.Definisi Daya Saing ... 21
2.4.2.Konsep Daya Saing Daerah ... 22
2.4.3.Karakteristik Daerah yang Memiliki Daya Saing ... 23
2.4.4.Faktor Pengukur Daya Saing ... 25
2.4.5.Daya Saing Kota Bandung ... 26
2.5. Analisis Korelasi ... 29
2.6. Analisis Crosstab ... 30
2.7. Perkembangan Distro Sebagai Salah Satu Industri Kreatif Fashion ... 31
2.7.1.Gelombang Pendahulu (Tahun 1992-1997) ... 31
2.7.2.Gelombang Pertama (Tahun 1998-2001) ... 32
2.7.3.Gelombang Transisi (Tahun 2002-2003) ... 33
BAB III GAMBARAN UMUM 3.1. Gambaran Umum ... 34
3.1.1 Gambaran Umum Kota Bandung ... 34
3.1.2 Gambaran Umum Wilayah Penelitian ... 37
3.1.3 Gambaran Umum Industri Kreatif di Kota Bandung ... 39
3.2. Industri Kreatif Fashion Kota Bandung ... 42
3.3. Karakteristik Industri Kreatif Fashion yang dilihat dari Bahan Baku, Modal, Brand dan Produk ... 46
3.3.1 Karakteristik Bahan Baku ... 46
3.3.2 Karakteristik Modal ... 47
3.3.3 Karakteristik Brand/Merek ... 48
3.3.4.Karakteristik Produk ... 49
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. Identifikasi Peranan Industri Krearif Fashion Sebagai Salah Satu
Komponen Daya Saing Kota Bandung ... 59
4.1.1 Perekonomian ... 59
4.1.2 Tenaga Kerja ... 60
4.2. Perkembangan Industri Kreatif Fashion di Kota Bandung ... 61
4.2.1 Perkembangan Jumlah Distro ... 61
4.2.2 Perkembangan Jenis Produk dan Desain ... 65
4.2.3 Perkembangan Brand ... 68
4.2.3 Perkembangan Cara Pemasaran ... 69
4.3. Pola Pemanfaatan ICT ... 70
4.2.2 Pola Pemanfaatan Komputer ... 70
4.3.2 Pola Pemanfaatan Software ... 72
4.3.3 Pola Pemanfaatan Internet ... 74
4.3.3.1. Pola Pemanfaatan Situs Retail ... 74
4.3.3.3. Pola Pemanfaatan Sosial Media ... 75
4.3.3.3. Pola Pemanfaatan Website ... 76
4.4. Hubungan Pemanfaatan ICT Dengan Perkembangan Industri Kreatif Fashion Sebagai Salah Satu Komponen Daya Saing Kota Bandung ... 77
4.4.1 Hubungan Pemanfaatan ICT dengan Desain dan Produk Fashion ... 78
4.4.1.1. Hubungan antara jumlah pergantian desain dengan jumlah komputer ... 78
4.4.1.2. Hubungan antara jumlah pergantian desain dengan jumlah software ... 80
sosial ... 84
4.4.2.2. Hubungan antara jumlah penjualan dengan jumlah pemakaian internet ... 86
4.4.2.3. Hubungan antara jumlah penjualan dengan jumlah pemakaian internet ... 87
4.4.3 Pola Hubungan Pemanfaatan ICT dengan Perkembangan Industri Kreatif Fashion ... 89
BAB V KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan ... 90
5.1.1. Perkembangan Industri Kreatif Fashion ... 90
5.1.2. Pola Pemanfaatan ICT ... 90
5.1.3. Hubungan Pemanfaatan ICT dengan Perkembangan Industri Kreatif Fashion ... 92
5.2. Rekomendasi ... 92
DAFTAR PUSTAKA ... 93
Departemen Pergadangan Republik Indonesia, (2008). Pengembangan Ekonomi
Kreatif Indoensia. Jakarta
Departemen Perdagangan Indonesia, (2009). Studi Pemetaan Kontribusi Ekonomi
Industri Kreatif 2007. Jakarta
Departemen Perdagangan Indonesia, (2009). Pengembangan Ekonomi Kreatif
Indonesia 2009-2025.2008. Jakarta
Gaspersz, Vincent. (1995). Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan, Tarsito.
Bandung
Kementrian Komunikasi dan Informatika, (2011). Profil dan Panduan Pelaksanaan
Program ICT Pura. Jakarta
Moelyono,Mauled.(2011) Menggerakkan Ekonomi Kreatif Antara Tuntutan dan
Kebutuhan. Jakarta
Jerusalem, Adam (2009) Perancangan Industri Kreatif Bidang Fashion dengan Pendekatan Benchmarking pada Queensland’s Creative Industry. Prosiding Seminar Nasional PTBB 2009, vol 4 (1).
Prakasa Putra, Dzikri . Dkk .2013. Pusat Industri Kreatif di Kota Pontianak. Jurnal
Online Mahasiswa Arsitektur “Langkau Betang”, vol 1 (1)
Pratomo, Ridhanto. 2009. Identifikasi Peranan Industri Kreatif Terhadap
Perekonomian Kota Bandung, Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota,
Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Togar Mangihut Simatupang. 2009. Analisis Kebijakan Pengembangan Industri
Kreatif di Kota Bandung vol 8 (1 ).
Dengan memanjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT. yang telah
melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan Tugas Akhir ini sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar Strata 1.
Shalawat beserta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi besar Muhammad SAW.
beserta keluarga serta sahabat hingga akhir zaman. Aamiin ya Rabbal’alaamiin.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan Tugas Akhir ini masih jauh
dari sempurna. Namun selama penyusunan laporan Tugas Akhir ini penulis
mendapatkan banyak bantuan dan dukungan dari banyak pihak, baik berupa
dukungan moril maupun dukungan materil. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini
dengan segala rasa hormat dan kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Ibunda tercinta dan yang sangat penulis sayangi atas segala dukungan moril dan
materil yang telah diberikan dengan sangat tulus dan ikhlas kepada penulis
hingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini dan memperoleh
gelar Strata 1;
2. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Zainal Abidin dan Ny Zainal yang sangat
penulis cintai beserta kedua kakak penulis yaitu Briptu Riza Ardana dan Tesa
Andrian;
3. Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, MSc., selaku Rektor Universitas Komputer
Indonesia;
4. Prof.Dr.H. Denny Kurniadie, Ir. M.Sc selaku Dekan Fakultas Teknik dan Ilmu
Komputer;
5. Rifiati Safariah, ST., MT. selaku Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah dan
Kota sekaligus Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan
membimbing penulis dengan sabar dalam menyelesaikan Laporan Tugas Akhir
ini;
6. Seluruh Dosen dan Sekretariat Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota
7. Seluruh pegawai dan staf di Instansi Pemerintahan dan seluruh pengusha distro
yang terlibat selama proses penyusunan Laporan Tugas Akhir ini;
8. Seluruh adik – adik dan alumni jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota
Universitas Komputer Indonesia yang telah memberikan do’a dan dukungannya;
9. Sahabat sekaligus keluarga jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas
Komputer Indonesia angkatan 2010 yaitu Natalius Lampang, Riyan
Hidayatullah, Goldie Melinda W., M. Yuda Islami, Selfa Septiani A., Ricky
Wildansyah, Barnes Chrisma N., Chandra Firmansyah, Riska Helam, Alfredo
Septian, Edison Siboro, Ismaturrachman, Christi Maria, dan Faisal Perwira yang
selalu ada memberikan semangat, dukungan, dan do’a. Semoga selamanya kita akan terus kompak dan solid hingga akhir hayat memisahkan kita. Aamiin;
10. Teman – teman seperjuangan dalam menyusun Laporan Tugas Akhir yaitu Natalius Lampang, Riyan Hidayatullah, Goldie Melinda W., Selfa Septiani A.,
Barnes Chrisma N., Chandra Firmansyah, Riska Helma, Jakomina Meiske M.,
Ahmad Syarif, Angga Sastranegara dan Giri Syalaluddin yang selalu saling
membantu dan menyemangati;
11. Seluruh pihak – pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu oleh penulis. Semoga dengan apa yang telah penulis sajikan dalam Laporan Tugas Akhir ini
dapat memberikan manfaat yang besar bagi penulis, pembaca, dan semua pihak yang
terlibat. Penulisan Laporan Tugas Akhir ini tidak luput dari berbagai kekurangan.
Oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan berbagai masukan, saran, dan kritik
membangun yang dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran agar dapat menjadi
lebih baik.
Bandung, Agustus 2014
1.1. Latar Belakang
Kota Bandung adalah salah satu kota yang memiliki potensi sebagai kota
kreatif yang cukup besar. Sejak dulu, Kota Bandung sudah dikenal sebagai pusat
tekstil, mode, seni dan budaya. Bandung juga dikenal sebagai kota pendidikan dan
juga daerah tujuan wisata. Hal-hal ini mendukung misi Bandung sebagai kota
kreatif. Kota Bandung dicanangkan sebagai pilot project kota kreatif se-Asia Timur
di Yokohama pada tahun 2007. Dimana Kota Bandung akan menjadi titik sentral
pada perkembangan ekonomi masa depan yang berbasis industri kreatif
(Disperindag Kota Bandung). Setidaknya, tak hanya menjadi barometer bagi
kawasan Indonesia, tetapi juga kawasan Asia Timur. Dalam hal ini maka slogan
yang ingin diciptakan untuk kota bandung adalah Bandung Kota Kreatif.
Pemilihan Kota Bandung sebagai kota percontohan bukanlah tanpa alasan,
mengingat dalam 10 tahun terakhir, industri kreatif di Bandung menunjukkan
perkembangan signifikan dan mempengaruhi trend anak muda di berbagai kota.
Perkembangan tersebut menjadi daya tarik bagi para pelaku ekonomi kreatif di
dunia, sehingga melalui projek percontohan ini, Kota Bandung diharapkan mampu
mempopulerkan semangat kota kreatif di dunia global.
Kota Bandung dikenal sebagai kota seni yang masyarakatnya memiliki
kreativitas yang tinggi, baik dalam hal rancangan busana yang unik, hingga kreasi
makanan yang selalu mengalami perkembangan terbaru. Hal ini menjadikan awal
tumbuhnya industri kreatif yang ada di Kota Bandung.
Industri Kreatif dapat diartikan sebagai kumpulan aktivitas ekonomi yang
terkait dengan penciptaan atau penggunaan pengetahuan dan informasi. Industri
kreatif juga dikenal dengan nama lain Industri Budaya (terutama di Eropa) atau juga
Ekonomi Kreatif. Kementerian Perdagangan Indonesia menyatakan bahwa Industri
Kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan
serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan
dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu
Industri Kreatif fashion adalah kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi
desain pakaian, desain alas kaki, dan desain aksesoris mode lainnya, produksi
pakaian mode dan aksesorisnya, konsultansi lini produk fashion, serta distribusi
produk fashion. Ada 10 sub industri kreatif fashion yang ada di Kota Bandung salah
satunya adalah distro (Distribution store). Dalam penelitian ini industri kreatif
fashion yang akan diteliti adalah distro (Distribution store). Distribution store
murupakan kegiatan utama dalam dunia fashion. Menurut ,Muhamad Iqbal 2011,
Distribution store sesuai dengan namanya memiliki peran dalam mendistribusikan
produk-produk dari clothing company. Distribution store merupakan tempat
penitipan produk-produk clothing company yang umumnya adalah pakaian anak
muda. Untuk lokasi Distribution Store (Distro) ini, berada di kawasan Dago, Riau,
dan Trunojoyo yang selalu dikunjungi dari wisatawan lokal hingga mancanegara.
Perkembangan Kota Bandung tidak terlepas dari adanya peran industri kreatif
fashion di dalamnya. Seiring berjalannya waktu, perkembangan industri kreatif
fashion semakin berkembang.
Di satu sisi pemanfaatan ICT semakin berkembang, dalam hal ini termasuk
pemanfaatan yang berkaitan dengan kegiatan industri kreatif fashion. Sehingga
menjadi hal yang menarik untuk melihat bagaimanakah peran ICT (pemanfaatan
komputer, software dan internet) terhadap perkembangan industri kreatif fashion di
Kota Bandung. Untuk itu dilakukan penelitian yang berjudul indentifikasi
hubungan pemanfaatan ICT dengan perkembangan industri kreatif fashion sebagai
salah satu komponen daya saing Kota Bandung.
1.2. Rumusan Masalah
Seiring dengan perkembangan kegiatan perdagangan di Kota Bandung,
keberadaan distro turut berkembang pula. Salah satu cerminan berkembangnya
industri kreatif fashion adalah munculnya distro. Di satu sisi lainnya pemanfaatan
ICT semakin berkembang pula. Dengan adanya perkembangan tersebut apakah
perkembangan industri kratif fashion di Kota Bandung berhubungan dengan
pemanfaatan ICT? Berdasarkan hal tersebut pertanyaan yang hendak dijawab dalam
1. Bagaimana perkembangan industri kreatif fashion di Kota Bandung yang
menjadi salah satu komponen daya saing Kota Bandung?
2. Bagaimana Pola pemanfaatan ICT pada industri kreatif fashion Kota
Bandung?
3. Bagaimana Hubungan pemanfaatan ICT dengan perkembangan industri
kreatif fashion sebagai komponen daya saing Kota Bandung?
1.3. Tujuan, Sasaran dan Manfaat 1.3.1. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi hubungan pemanfaatan
ICT dengan perkembangan industri kreatif fashion sebagai salah satu komponen
daya saing Kota Bandung.
1.3.2. Sasaran
Adapun sasaran untuk mencapai tujuan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Teridentifikasinya perkembangan industri kreatif fashion di Kota Bandung
yang menjadi salah satu komponen daya saing Kota Bandung.
2. Teridentifikasinya pola pemanfaatan ICT pada industri kreatif fashion
Kota Bandung.
3. Teridentifikasinya hubungan pemanfaatan ICT dengan perkembangan
industri kreatif fashion sebagai komponen daya saing Kota Bandung.
1.3.3. Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Memberikan gambaran perkembangan industri kreatif fashion di Kota
Bandung.
2. Memberikan gambaran penelitian dalam bidang indsutri kreatif kecil.
3. Memberikan sumbangan penelitian dalam bidang ICT.
4. Memberikan gambaran tentang salah satu komponen daya saing Kota
Bandung.
1.4. Ruang Lingkup
dijadikan studi, sedangkan ruang lingkup materi berisi hal – hal yang menjadi
pokok kajian penelitian.
1.4.1. Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah studi ini yaitu kawasan wisata belanja fashion Seperti
di kawasan Dago, di kawasan Jalan Riau dan di kawasan Jalan Trunojoyo Kota
Bandung. Untuk melihat lingkup wilayah penelitian ini, dapat dilihat dari gambar
Gambar 1.1
1.4.2. Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi dalam penelitian ini adalah :
1. Industri kreatif fashion adalah kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi
desain pakaian, desain alas kaki, dan desain aksesoris mode lainnya,
produksi pakaian mode dan aksesorisnya, konsultansi lini produk fashion,
serta distribusi produk fashion. Ada 10 sub-sektor industri kreatif fashion
yang terdapat di Kota Bandung. Salah satu yang akan diteliti adalah distro
(Distribution store). Distribution store murupakan kegiatan utama dalam
dunia fashion. Menurut Muhamad Iqbal, 2011 Distribution store sesuai
dengan namanya memiliki peran dalam mendistribusikan produk-produk
dari clothing company. Distribution store merupakan tempat penitipan
produk-produk clothing company yang umumnya adalah pakaian anak
muda.
2. Pemanfaatan ICT
Teknologi Informasi dan Komunikasi/TIK (Information and
Communication Technologies/ICT) adalah payung besar terminologi yang
mencakup seluruh peralatan teknis untuk memproses dan menyampaikan
informasi. TIK mencakup dua aspek yaitu teknologi informasi dan
teknologi komunikasi. Teknologi informasi meliputi segala hal yang
berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan
pengelolaan informasi. Sedangkan teknologi komunikasi adalah segala
sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan
mentransfer data dari perangkat yang satu ke lainnya. Batasan pemanfaatan
ICT dalam penelitian ini yaitu penggunaan komputer, penggunaan software
dan penggunaan internet.
1.5. Metode Penelitian
1.5.1.Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah mengumpulkan data
Data primer berupa data tentang industri kreatif fashion yang ada di Kota
Bandung dan dideliniasi dari Kawasan Dago, Kawasan Riau, dan Kawasan
Trunojoyo.
Data sekunder berupa data dari literatur-literatur atau data yang diperoleh
dari dinas-dinas atau instansi yang terkait dalam bidang industri kreatif dan
bidang ICT.
1.5.2.Variabel Penelitian
Variabel penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tabel I-1
industri kreatif fashion Kota
Bandung.
kreatif fashion sebagai
komponen daya saing Kota
besarnya sampel tersebut bisa dilakukan secara statistik maupun berdasarkan
estimasi penelitian, selain itu juga perlu diperhatikan bahwa sampel yang dipilih
harus representatif artinya segala karakteristik populasi hendaknya tercermin dalam
sampel yang dipilih.
Untuk menghitung penentuan jumlah sampel dari populasi tertentu yang
dikembangkan, maka digunakan rumus Slovin sebagai berikut :
n = + NeN 2
Keterangan :
n : Ukuran sampel
N : Ukuran Populasi
e : Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan
sampel dalam penelitian ini diambil nilai e = 10% (0.1)
Jadi berdasarkan rumus di atas dapat dihitung jumlah sampel yang akan kita
diteliti. Jumlah populasi pada penelitian ini adalah 39 distro yang tersebar pada
kawasan Jalan Trunojoyo, Dago dan Jalan Riau Kota Bandung. Maka perhitungan
jumlah sampel yang harus dikumpulkan adalah sebagai berikut :
n = + NeN 2
n = + , 2
n = , n =
Berdasarkan perhitungan di atas, jumlah sampel yang akan diteliti adalah 28
sampel atau 28 Distro yang ada di kawasan penelitian.
1.5.4. Teknik Analisis Data
Analisis Korelasi merupakan teknik analisis yang termasuk dalam salah
asosiasi merupakan istilah umum yang mengacu pada sekelompok teknik dalam
statistik bivariat yang digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua
variabel. Diantara sekian banyak teknik-teknik pengukuran asosiasi, terdapat dua
teknik korelasi yang sangat populer sampai sekarang, yaitu Korelasi Pearson
Product Moment dan Korelasi Rank Spearman. Pengukuran asosiasi mengenakan
nilai numerik untuk mengetahui tingkatan asosiasi atau kekuatan hubungan antara
variabel. Dua variabel dikatakan berasosiasi jika perilaku variabel yang satu
mempengaruhi variabel yang lain. Jika tidak terjadi pengaruh, maka kedua variabel
tersebut disebut independen.
Korelasi bermanfaat untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua
variabel (kadang lebih dari dua variabel) dengan skala-skala tertentu, misalnya
Pearson data, data yang digunakan dengan skala interval atau rasio, sedangkan
untuk Spearman dan Kendal data yang digunakan dengan skala ordinal. Kuat lemah
hubungan diukur menggunakan jarak (range) 0 sampai dengan 1
Analisis Cross Tabulation merupakan penyajian data dalam bentuk tabel
silang yang terdiri atas baris dan kolom. Keistimewaan dari crosstab adalah
kemampuan untuk menganalisis hubungan antara baris dan kolom tersebut. Ciri
penggunaan data crosstab adalah data input yang berskala nominal atau ordinal
(Santoso, 2009). Sebenarnya data kuantitatif seperti data interval dan rasio mampu
dilakukan uji analisis crosstab. Akan tetapi, data-data ini akan mempunyai nilai
decimal sehingga mempunyai perbedaan nilai yang sangat banyak yang
mengakibatkan terlalu banyaknya kolom atau baris. Oleh karena itu apabila data
yang dimasukkan adalah data interval ataupun rasio, perlu ditelaah isinya dan
dilakukan pengelompokan terlebih dahulu.
1.5.5. Kerangka Pemikiran
Untuk mengetahui proses dan memudahkan dalam memahami alur dalam
penelitian maka dibuatlah kerangka pemikiran dari penelitian ini, untuk lebih
Gambar 1.2 Kerangka Analisis
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian “Identifikasi Hubungan Pemanfaatan
ICT dengan Perkembangan Industri Kreatif Fashion sebagai salah satu komponen
daya saing Kota Bandung” ini terdiri 5 (lima) bab dengan uraian sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini menjelaskan tentang gambaran umum penelitian yang
meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan, sasaran dan
manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, metodelogi penelitian,
dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini membahas mengenai tinjauan teori yang digunkan
dalam penelitian ini yaitu definisi ekonomi kreatif, industri kreatif, Kota Bandung
Kota Kreatif
Industri Kreatif
Identifikasi perkembangan Industri Kreatif Fashion
Identifikasi Pola Pemanfaatan ICT pada Industri Kreatif Fashion
Hubungan pemanfaatan
ICT dengan perkembangan
Industri Kreatif Fashion
Kesimpulan dan
industri kreatif fashion, definisi ICT, definisi daya saing, dan analisis
korelasi, studi literatur terkait dengan penelittian ini.
BAB III GAMBARAN UMUM
Pada bab ini akan membahas mengenai gambaran umum wilayah
studi, gamabaran umum industri kreatif, dan Karakteristik Industri
Kreatif Fashion.
BAB IV PEMBAHASAN
Pada bab ini akan membahas hasil penelitian, yaitu tentang
komponen daya saing Kota Bandung, tentang perkembangan
industri kreatif fashion, tentang pola pemanfaatan ICT, dan
hubungan pemanfaatan ICT dengan perkembangan industri kreatif
fashion di Kota Bandung.
BAB V KESIMPULAN
Pada bab ini membahas tentang kesimpulan dan rekomendasi dari
Dalam bab ini akan dibahas kajian pustaka yang berkaitan dengan studi ini,
yang mencakup dari ekonomi kreatif, industri kreatif, definisi ICT, daya saing dan
teknik analisis korelasi.
2.1. Ekonomi Kreatif
Ekonomi kreatif atau dikenal juga dengan sebutan knowledge based
economy merupakan pendekatan dan tren perkembangan ekonomi dimana
teknologi dan ilmu pengetahuan memiliki peran penting di dalam proses
pengembangan dan pertumbuhan ekonomi. Pada dasarnya pertumbuhan ekonomi
kreatif digerakan oleh kapitalis kreativitas dan inovasi dalam menghasilkan
produk atau jasa dengan kandungan kreatif. Kata kucinya adalah kandungan
kreatif yang tinggi terhadap masukan dan keluaran aktivitas ekonomi itu sendiri.
Secara umum dapat dikatakan bahawa ekonomi kreatif adalah sistem kegiatan
manusia yang berkaitan dengan kreasi, produksi, distribusi, pertukaran dan
konsumsi barang dan jasa yang bernilai bagi para pelanggan pasar.
Dalam ekonomi kreatif, pemerintah (regulator) dan perusahaan (operator)
memerlukan suatu paradigma tersendiri dalam penentuan kebijakan dan
manajemen. Kota Bandung dikenal sebagai kota seni yang masyarakatnya
memiliki kreativitas yang tinggi, baik dalam hal rancangan busana yang unik,
hingga kreasi makanan yang selalu mengalami perkembangan terbaru. Oleh
karena itu, Kota Bandung ingin dijadikan sebagai ikon kota kreatif di Indonesia.
Dari hasil metode wawancara yang dilakukan kepada seluruh informan kunci,
semua informan mempunyai kesamaan pandangan bahwa Bandung memiliki
potensi sebagai kota kreatif (Togar Mangihut Simatupang, 2009).
Ekonomi kreatif dapat diartikan sebagai kumpulan aktivitas ekonomi
yang terkait dengan penciptaan atau penggunaan pengetahuan dan informasi.
Industri kreatif juga dikenal dengan nama lain Industri Budaya (terutama di
Eropa) atau juga Ekonomi Kreatif, berikut adalah definisi–definisi ekonomi
kreatif menurut beberapa sumber untuk bisa lebih memudahkan dalam
Definisi menurut Institute For Development Economy and Finace (2005),
ekonomi kreatif merupakan proses peningkatan nilai tambah hasil dari
eksploitasi kekayaan intelektual berupa kreativitas, keahlihan, dan bakat
individu menjadi sautu produk yang dapat dijual.
Definisi menurut Kementerian Perdagangan Indonesia menyatakan
bahwa industri kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan
kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan
kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan
mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.
Definisi menurut Howkins (2001), Ekonomi Kreatif terdiri dari
periklanan, arsitektur, seni, kerajinan. desain, fashion, film, musik, seni
pertunjukkan, penerbitan, penelitian dan pengembangan (R&D),
perangkat lunak, mainan dan permainan, televisi dan radio, dan
permainan video.
Dari beberapa definisi di atas dapat diartikan bahwa ekonomi kreatif adalah
sebuah kegiatan ekonomi yang timbul dari adanya kreatifitas, di mana dari
berbagai kreatifitas, inovasi, bakat, ide, gagasan, sebagai wujud nyata dari kreatif
tersebut dan kekayaan intelektual merupakan sumber utama dari ekonomi kreatif.
2.2. Industri Kreatif
Industri Kreatif dapat diartikan sebagai kumpulan aktivitas ekonomi yang
terkait dengan penciptaan atau penggunaan pengetahuan dan informasi.
Kementrian Perdagangan Indonessia menyatakan bahwa Industri kreatif adalah
industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat
individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan
menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.
Menurut Howkins, industri Kreatif terdiri dari periklanan, arsitektur, seni,
kerajinan. desain, fashion, film, musik, seni pertunjukkan, penerbitan, penelitian
dan pengembangan (R&D), perangkat lunak, mainan dan permainan, televisi dan
radio, dan permainan video. Muncul pula definisi yang berbeda-beda mengenai
sektor ini namun sejauh ini penjelasan Howkins masih belum diakui secara
Industri kreatif adalah industri tersendiri dengan penampilan pada
keunggulan kreativitas dalam menghasilkan desain-desain kreatif yang melekat
pada produk barang/jasa yang dihasilkan. Industri kreatif merupakan kumpulan
dari sektor-sektor industri yang mengutamakan kreativitas sebagai modal utama
dalam menghasilkan produk barang dan jasa. Industri desain dalam hal ini dapat
dipandang sebagai komponen inti dari suatu industri kreatif, dimana
implementasinya bisa terjadi pada beragam sektor. Industri dikembangkan untuk
mendukung peningkatan nilai tambah produk dalam pengembangan
kluster-kluster industri lainnya.
Ciri industri kreatif antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Industri yang unsur utamanya adalah kreativitas, keahlian dan talenta yang
berpotensi meningkatkan kesejahteraan melalui penawaran kreasi
intelektual.
2. Industri kreatif terdiri dari penyediaan produk kreatif langsung kepada
pelanggan dan pendukung penciptaan nilai kreatif pada sektor lain yang
secara tidak langsung berhubungan dengan pelanggan.
3. Produk kreatif mempunyai ciri: siklus hidup singkat, margin tinggi,
keanekaragaman tinggi, persaingan tinggi, dan mudah ditiru.
Pada komponen industri kreatif, modal utama industri kreatif adalah
intelektual, dan industri kreatif mengandung unsur seni, budaya teknologi dan
bisnis
2.2.1. Sub-sektor Industri Kreatif
Sub-sektor yang merupakan industri berbasis kreativitas di Indonesia
berdasarkan pemetaan industri kreatif yang telah dilakukan oleh Departemen
Perdagangan Republik Indonesia adalah:
1. Periklanan: kegiatan kreatif yang berkaitan jasa periklanan (komunikasi
satu arah dengan menggunakan medium tertentu), yang meliputi proses
kreasi, produksi dan distribusi dari iklan yang dihasilkan, misalnya: riset
pasar, perencanaan komunikasi iklan, iklan luar ruang, produksi material
(surat kabar, majalah) dan elektronik (televisi dan radio), pemasangan
berbagai poster dan gambar, penyebaran selebaran, pamflet, edaran, brosur
dan reklame sejenis, distribusi dan delivery advertising materials atau
samples, serta penyewaan kolom untuk iklan. Kode KBLI (Klasifikasi
Baku Lapangan Usaha) 5 digit; 73100
2. Arsitektur: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa desain bangunan,
perencanaan biaya konstruksi, konservasi bangunan warisan, pengawasan
konstruksi baik secara menyeluruh dari level makro (Town planning,
urban design, landscape architecture) sampai dengan level mikro (detail
konstruksi, misalnya: arsitektur taman, desain interior). Kode KBLI
(Klasifikasi Baku Lapangan Usaha) 5 digit; 73100
3. Pasar Barang Seni: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan perdagangan
barang-barang asli, unik dan langka serta memiliki nilai estetika seni yang
tinggi melalui lelang, galeri, toko, pasar swalayan, dan internet, misalnya:
alat musik, percetakan, kerajinan, automobile, film, seni rupa dan lukisan.
4. Kerajinan: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi dan
distribusi produk yang dibuat dihasilkan oleh tenaga pengrajin yang
berawal dari desain awal sampai dengan proses penyelesaian produknya,
antara lain meliputi barang kerajinan yang terbuat dari: batu berharga,
serat alam maupun buatan, kulit, rotan, bambu, kayu, logam (emas, perak,
tembaga, perunggu, besi) kayu, kaca, porselin, kain, marmer, tanah liat,
dan kapur. Produk kerajinan pada umumnya hanya diproduksi dalam
jumlah yang relatif kecil (bukan produksi massal).
5. Desain: kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain grafis, desain
interior, desain produk, desain industri, konsultasi identitas perusahaan
dan jasa riset pemasaran serta produksi kemasan dan jasa pengepakan.
6. Fesyen: kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain pakaian, desain
alas kaki, dan desain aksesoris mode lainnya, produksi pakaian mode dan
aksesorisnya, konsultansi lini produk fesyen, serta distribusi produk
7. Video, Film dan Fotografi: kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi
produksi video, film, dan jasa fotografi, serta distribusi rekaman video dan
film. Termasuk di dalamnya penulisan skrip, dubbing film, sinematografi,
sinetron, dan eksibisi film.
8. Permainan Interaktif: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi,
produksi, dan distribusi permainan komputer dan video yang bersifat
hiburan, ketangkasan, dan edukasi. Subsektor permainan interaktif bukan
didominasi sebagai hiburan semata-mata tetapi juga sebagai alat bantu
pembelajaran atau edukasi.
9. Musik: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi/komposisi,
pertunjukan, reproduksi, dan distribusi dari rekaman suara.
10.Seni Pertunjukan: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha
pengembangan konten, produksi pertunjukan (misal: pertunjukan balet,
tarian tradisional, tarian kontemporer, drama, musik tradisional, musik
teater, opera, termasuk tur musik etnik), desain dan pembuatan busana
pertunjukan, tata panggung, dan tata pencahayaan.
11.Penerbitan dan Percetakan: kegiatan kreatif yang terkait dengan penulisan
konten dan penerbitan buku, jurnal, koran, majalah, tabloid, dan konten
digital serta kegiatan kantor berita dan pencari berita. Subsektor ini juga
mencakup penerbitan perangko, materai, uang kertas, blanko cek, giro,
surat andil, obligasi surat saham, surat berharga lainnya, passport, tiket
pesawat terbang, dan terbitan khusus lainnya. Juga mencakup penerbitan
foto-foto, grafir (engraving) dan kartu pos, formulir, poster, reproduksi,
percetakan lukisan, dan barang cetakan lainnya, termasuk rekaman mikro
film.
12.Layanan Komputer dan Piranti Lunak: kegiatan kreatif yang terkait dengan
pengembangan teknologi informasi termasuk jasa layanan komputer,
pengolahan data, pengembangan database, pengembangan piranti lunak,
integrasi sistem, desain dan analisis sistem, desain arsitektur piranti lunak,
desain prasarana piranti lunak dan piranti keras, serta desain portal
13.Televisi dan Radio: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha kreasi,
produksi dan pengemasan acara televisi (seperti games, kuis, reality show,
infotainment, dan lainnya), penyiaran, dan transmisi konten acara televisi
dan radio, termasuk kegiatan station relay (pemancar kembali) siaran radio
dan televisi.
14.Riset dan Pengembangan: kegiatan kreatif yang terkait dengan usaha
inovatif yang menawarkan penemuan ilmu dan teknologi dan penerapan
ilmu dan pengetahuan tersebut untuk perbaikan produk dan kreasi produk
baru, proses baru, material baru, alat baru, metode baru, dan teknologi
baru yang dapat memenuhi kebutuhan pasar; termasuk yang berkaitan
dengan humaniora seperti penelitian dan pengembangan bahasa, sastra,
dan seni; serta jasa konsultansi bisnis dan manajemen.
15.Kuliner: kegiatan kreatif ini termasuk baru, kedepan direncanakan untuk
dimasukkan ke dalam sektor industri kreatif dengan melakukan sebuah
studi terhadap pemetaan produk makanan olahan khas Indonesia yang
dapat ditingkatkan daya saingnya di pasar ritel dan passar internasional.
Studi dilakukan untuk mengumpulkan data dan informasi selengkap
mungkin mengenai produk-produk makanan olahan khas Indonesia, untuk
disebarluaskan melalui media yang tepat, di dalam dan di luar negeri,
sehingga memperoleh peningkatan daya saing di pasar ritel modern dan
pasar internasional. Pentingnya kegiatan ini dilatarbelakangi bahwa
Indonesia memiliki warisan budaya produk makanan khas, yang pada
dasarnya merupakan sumber keunggulan komparatif bagi Indonesia.
Hanya saja, kurangnya perhatian dan pengelolaan yang menarik, membuat
keunggulan komparatif tersebut tidak tergali menjadi lebih bernilai
ekonomis. Kegiatan ekonomi kreatif sebagai prakarsa dengan pola pemikir
cost kecil tetapi memiliki pangsa pasar yang luas serta diminati
masyarakat luas diantaranya usaha kuliner, assesoris, cetak sablon, bordir
dan usaha rakyat kecil seperti penjual bala-bala, bakso, comro, gehu,
2.2.2. Industri Kreatif Fashion
Industri Kreatif Subsektor fashion/mode adalah kegiatan kreatif yang
terkait dengan kreasi desain pakaian, desain alas kaki, dan desain aksesoris mode
lainnya, produksi pakaian mode dan aksesorisnya, konsultansi lini produk fesyen,
serta distribusi produk fashion.
Definisi berdasarkan KBLI 2005 di atas dirasakan belum cukup,
karena belum mencakup: asal bahan fashion, desain atau pola fashion,
dimana semua aspek tersebut merupakan hal penting dalam industri fashion.
Kegiatan yang teridentifikasi untuk sektor industri kreatif fashion di Kota
Bandung meliputi usaha-usaha (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota
Bandung,2011):
- Aksesori fashion
- Aksesori Busana
- Industri Garmen
- Garmen
- Garment Aksesoris
- Sepatu dan Tas (UMKM)
- Sepatu dan Tas (Industri)
- Distro
- Fashion Show Production
- Perancangan pakaian.
Berdasarkan pengklasifikasian diatas, maka industri kreatif fashion yang
akan diteliti pada penelitian ini adalah Distro. Distro sedang menjadi trend di
Indonesia, terutama di kota-kota besar di Indonesia. Saat ini produksi distro
semakin bertambah, khususnya kota Bandung. Kota Bandung menjadi ikon
trend distro karena di Bandunglah distro ini bermula. Bandung juga dijadikan
pusat mode serta menjadi daerah yang banyak memproduksi pakaian.
Konsumen atau pecinta produk distro ini didominasi oleh kalangan muda, karena
memperhatikan penampilan dan berusaha untuk tampil beda. Distro muncul
karena adanya suatu ide individu yang tidak dapat terwujud oleh produk
bermerek, yang kemudian direfleksikan melalui media indie dengan jumlah yang
sangat terbatas.
2.2.3. Sejarah Perkembangan Industri Clothing dan Distro
Dari sejarah yang ditulis Haryoto Kunto melalui buku Bandoeng Teompo
Doeloe dan Tugas Akhir dari M.iqbal Syaputra, jalan Braga pada saat itu, sempat
menjadi pusat metode di awal abad 20. Semua orang Eropa yang tinggal di
wilayah jajahan, setiap tahunya datang ke jalan Braga untuk berbelanja fesyen
terbaru yang menjadi trend pada saat itu. Bandung selalu dijadikan barometer
perkembangan fesyen dan mode bukan hanya oleh kota-kota lain di Nusantara,
tetapi juga wilayah Hindia Belanda. Dari data statistik yang dikeluarkan
Gemeente Bandoeng tanggal 1 januari 1921 jumlah penduduk Eropa yang tinggal
di Bandung mencapai 10.658 jiwa. Fakta ini membuat Bandung tumbuh menjadi
kota moderen dengan standar Eropa termasuk juga dalam perkembangan fesyen
dan daya hidup. Akses informasi yang relatif mudah untuk sebagian orang,
melahirkan para trend setter di kalangan anak muda. Mereka menjadi semacam
agen-agen yang membawa trend fesyen yang sedang berkembang di barat ke Kota
Bandung. Namum bukan berarti tren tersebut ditiru dengan mentah-mentah.
Energi kreatif yang mereka miliki, memuat tren tersebut diadaptasi dan di
modifikasi, sampai akhirnya melahirkan tren baru yang lebih sesuai konteksnya
dengan karakter anak muda Kota Bandung.
Industri clothing di Indonesia memang pertama kali tumbuh di Kota
Bandung, dan kemudian meluas ke berbagai kota lainnya seperti Jakarta, Medan,
Surabaya, dan Makasar. Menurut sejarah, clothing company pertama yang berdiri
di Kota Bandung adalah Target, pada sekitar tahun 1980. Kemudian sekitar tahun
1989 muncul pula perusahaan C59. Kedua clothing company ini cenderung
dipengaruhi oleh tema outfit militer dan otomotif.(Ismail, 2005)
Dilihat dari latar belakang sejarah, tumbuh-kembangnya clothing company
dibagi ke dalam empat kategori atau klasifikasi, diantaranya adalah sebagai
berikut (Yunitawati, 2006):
1. Tumbuh-kembangnya berbagai komunitas yang didominasi oleh anak muda
dari Kota Bandung.
2. Tumbuh-kembangnya distribution store atau distro.
3. Krisis ekonomi.
4. Potensi internal yang terkandung oleh Kota Bandung.
2.3. Definisi ICT
Teknologi Informasi dan Komunikasi/TIK (Information and
Communication Technologies/ICT) adalah payung besar terminologi yang
mencakup seluruh peralatan teknis untuk memproses dan menyampaikan
informasi. TIK mencakup dua aspek yaitu teknologi informasi dan teknologi
komunikasi. Teknologi informasi meliputi segala hal yang berkaitan dengan
proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan
informasi. Sedangkan teknologi komunikasi adalah segala sesuatu yang berkaitan
dengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer data dari
perangkat yang satu ke lainnya.
Perkembangan ICT (information and communication technology) membawa
perubahan besar dalam konsep pembangunan daerah di Indonesia. (Jonathan
Sofian Lusa) Hal ini tidak terlepas dari peran ICT yang semakin signifikan seiring
dengan transformasi kehidupan masyarakat dunia kearah information society. ICT
saat ini telah menjadi salah satu infrastruktur utama dalam kehidupan masyarakat
modern layaknya listrik, air, dan jalan. ICT berperan pula sebagai sumber daya
produksi dan konsumsi manusia sekaligus sebagai peranti pendukung dan enabler
dalam pelaksanaan kegiatan sehari-hari baik yang bersifat pemerintahan, industri,
organisasi, maupun kemasyarakatan (Kementrian Komunikasi dan Informatika,
2011).
Teknologi Informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk
mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan,
berkualitas, yaitu informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu, yang digunakan
untuk keperluan pribadi, bisnis, dan pemerintahan dan merupakan informasi yang
strategis untuk pengambilan keputusan.
Batasan ICT dalam penelitian ini yaitu penggunaan komputer, penggunaan
software dan penggunaan internet.
2.4. Tinjaun Definisi Daya Saing Kota 2.4.1. Definisi Daya saing
Berikut adalah beberapa definisi tentang daya saing daerah:
Daya saing tempat (lokalitas dan daerah) merupakan kemampuan ekonomi
dan masyarakat lokal (setempat) untuk memberikan peningkatan standar
hidup bagi warga/penduduknya (Malecki, 1999)
Daya saing merupakan kemampuan menghasilkan produk barang dan jasa
yang memenuhi pengujian internasional, dan dalam saat bersamaan juga
dapat memelihara tingkat pendapatan yang tinggi dan berkelanjutan, atau
kemampuan daerah menghasilkan tingkat pendapatan dan kesempatan
kerja yang tinggi dengan tetap terbuka terhadap persaingan eksternal
(European Commission, 1999).
Daya saing daerah dapat didefinisikan sebagai kemampuan para anggota
konstituen dari suatu daerah untuk melakukan tindakan dalam memastikan
bahwa bisnis yang berbasis di daerah tersebut menjual tingkat nilai tambah
yang lebih tinggi dalam persaingan internasional, dapat dipertahankan oleh
aset dan institusi di daerah tersebut, dan karenanya menyumbang pada
peningkatan PDB dan distribusi kesejahteraan lebih luas dalam
masyarakat, menghasilkan standar hidup yang tinggi, serta virtuous cycle
dampak pembelajaran (Charles dan Benneworth, 2000).
Daya saing daerah berkaitan dengan kemampuan menarik investasi asing
(eksternal) dan menentukan peran produktifnya (Camagni, 2002).
Daya saing daerah dapat didefinisikan sebagai kemampuan para anggota
konstituen dari suatu daerah untuk melakukan tindakan dalam memastikan
yang lebih tinggi dalam persaingan internasional, dapat dipertahankan oleh
aset dan institusi di daerah tersebut, dan karenanya menyumbang pada
peningkatan PDB dan distribusi kesejahteraan lebih luas dalam
masyarakat, menghasilkan standar hidup yang tinggi, serta virtuous cycle
dampak pembelajaran (Charles dan Benneworth, 2000).
Daya saing daerah berkaitan dengan kemampuan menarik investasi asing
(eksternal) dan menentukan peran produktifnya (Camagni, 2002).
Daya saing perkotaan (urban competitiveness) merupakan kemampuan suatu daerah perkotaan untukmemproduksi dan memasarkan
produk-produknya yang serupa dengan produk dari daerah-daerah perkotaan
lainnya (World Bank, dan Webster dan Muller, 2000).
Daya saing daerah adalah kemampuan perekonomian daerah dalam
mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan
berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan
internasional (Abdullah, et al., 2002).
Dari berbagai definisi tersebut, beberapa hal yang dapat jelaskan bahwa
daya saing daerah itu akan sangat tergantung pada iklim usaha yang kondusif,
keunggulan komparatif (comparative advantage), dan keunggulan kompetitif
(competitive advantage) daerah.
Teori keunggulan komparatif merupakan teori yang dikemukakan oleh
David Ricardo. Menurutnya, perdagangan internasional terjadi bila ada perbedaan
keunggulan komparatif antarnegara. Ia berpendapat bahwa keunggulan komparatif
akan tercapai jika suatu negara mampu memproduksi barang dan jasa lebih
banyak dengan biaya yang lebih murah daripada negara lainnya. Adapun
keunggulan kompetitif lebih mengarah pada bagaimana suatu daerah itu
menggunakan keunggulan-keunggalannya itu untuk bersaing atau berkompetisi
dengan daerah lain
2.4.2. Konsep Daya Saing Daerah
Menurut Porter (1990) daya saing dapat diterapkan pada level nasional tak
dihasilkan oleh tenaga kerja. Bank Dunia mendefinisikan daya saing berupa
besaran serta laju perubahan nilai output yan dicapai oleh perusahaan. Sedangkan,
daya saing di dalam istilah konteks ekonomi diartikan sebagai kemampuan untuk
bersaing (Abdullah dkk, 2002).
Menurut pengertian Wold Economic Forum (WEF) dalam Abdullah dkk
(2002) konsep daya saing merupakan kemampuan perkonomian nasional untuk
mencapai pertumbuhan perekonomian yang tinggi dan berkelanjutan. Institute of
Managemant development (IMD) dengan publikasi “World Competitivenes
Yearbook” mendefnisikan bahwa daya saing nasional sebagai kemampuan suatu
Negara untuk menciptakan nilai tambah dalam rangka menambah kekayaan
nasional dengan mengelola asset, daya tarik, agresivitas, globalisasi, kedekatan,
serta mengitegrasikan hubungan tersebut ke dalam suatu modal ekonomi dan
sosial.
Menurut Malechi (2000) daya saing tempat (lokasi,wilayah dan Negara)
mengacu kepada kemampuan ekonomi lokal dan sosial menyediakan suatu
peningkatan kemampuan hidup penduduknya. Daya saing Kota mengacu kepada
kemampuan suatu wilayah perkotaan memproduksi dan memasarkan sekumpulan
barang dan jasa yang digambarkan dengan nilai barang di bandingkan dengan
produk yang sama di wilayah kota yang lain (Webster dan Muller, 2000).
Menurut UK-DTI di dalam Abdullah dkk (2002) daya saing daerah adalah
kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja
yang tinggi dengan tetap terbuka terhadap persaingan domestic maupun nasional.
Menurut CURDS dalam Abdullah (2002) daya saing daerah adalah kemampuan
sector bisnis atau perusahaan pada suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan
yang tinggi serta kekayaan yang lebih merata terhadap penduduknya.
2.4.3. Karakteristik Daerah yang Memiliki Daya Saing
Daya saing suatu wilayah menurut Europe Union (EU) dalam Rozi Sprata
(2011) adalah kemampuan suatu wilayah/daerah untuk menciptakan, ketika
melihat persaingan eksternal dengan tingkat pendapatan dan tenaga kerja yang
tinggi. Jika diartikan, sebuah daya saing adalah daerah yang mampu menciptakan
Di dalam paper yang ditulis oleh Rudolf Giffinger, Ivan Tosics, dan
Hannes Wimmer (2003) dengan judul “Competitive urban development and meaning of strategic instruments”. Dalam paper ini menjelaskan beberapa kriteria
wilayah yang memiliki daya saing. Di dalam konteks ini mengikuti kriteria yang
diakui sangat penting untuk menciptakan daya saing kota dengan jangka waktu
yang lama. Beberapa kriteria tersebut adalah :
1. Keragaman dari ekonomi terutama di dalam peningkatan nilai tambah dan
penggantian sektor ekspor atau impor.
2. Ketersediaan modal kemampuan manusia dimana angkatan kerja yang biasa
dipakai dalam pengetahian dan informasi dasar industri.
3. Jaringan institusi yang baik jika, sektor industri harus melekat dan
berhubungan dengan institusi pendidikan penelitian dan politik.
4. Lingkungan fisik yang baik dan kualitas hidup yang tinggi memungkinkan
menarik tingginya mobilitas angkatan kerja yang memenuhi syarat.
5. Lingkungan budaya dan sosial yang baik. Hal ini merupakan faktor lunak
dalam meningkatkan pembangunan berkelanjutan. Dalam faktanya,
kesejahteraan pemerintah tidak bias berkesinambungan di bawah kondisi
ketidakmerataan dan ketidakadilan. Keterpaduan sosial dan daya saing
ekonomi saling mendukung satu sama lain.
6. Komunikasi dan jaringan yang baik. Suatu prasyarat yang cukup
insfrastruktur fisik pada tingkat wilayah (perbedaan potensial Kota-Wilayah
dan tingkat Internasional. Infrastruktur juga dibutuhkan untuk strategi dalam
memposisikan kota di jaringan global dan pasar.
7. Kapasitas institusi menghadapi cepatnya perubahan dalam struktur ekonomi
dan sosial. Kapasitas institusi harus mampu untuk menggerakkan public
secara efektif, privat dan komunitas dalam proses jangka menengah maupun
jangka panjang.
Kresl (1995) adalah salah seorang dari sebagian kecil yang mengakui
secara eksplisit mengaitkan daya saing dengan ekonomi perkotaan. Untuk
pemilihan indikator yang digunkan dalam mengukur daya saing dan membuat
penekanan menjadi lebih jelas dalam memfokuskan tingkat perkotaan berbeda
Terdapat enam hal yang digunakan oleh kresl (1995) di dalam menimbang daya
saing ekonomi perkotaan. Diantaranya :
1. Mencipatakan pekerjaan dengan kemampuan yang tinggi, dan pendapatn
kerja yang tinggi.
2. Produksi harus berkembang terutama barang dan jasa yang ramah
lingkungan.
3. Produksi harus terkonsentrasi dalam barang dan jasa dengan karakteristik
yang diinginkan. Seperti pendapatan yang tinggi elastis terhadap
permintaan.
4. Tingkat pertumbuhan ekonomi sangat dibutuhkan dalam mencapai seluruh
penyerapan tenaga kerja tanpa menimbulkan aspek negative melebihi
kemampuan pasar.
5. Sebuah kota harus terspesialisasi dalam aktivitas yang akan
memungkinkan memperoleh kelebihan masa yang akan datang.
6. Sebuah kota harus lebih terbuka dalam memposisikan diri dalam hirarki
perkotaan.
2.4.4. Faktor Pengukur Daya Saing
Berdasarkan berbagai pendapat dalam menentukan faktor-faktor yang
mempengaruhi dan mengukur daya saing. Hal ini lebih dikenal dengan istilah
faktor-faktor pengukur daya saing (Determinants of Competitiveness) yang
dikembangkan oleh Michael Porter (1990). Dari para peneliti dan institusi
mencoba membatasi atau memfoskuskan faktor pembentuk daya saing. Berikut ini
adalah beberapa penelitian yang menentukan faktor-faktor daya saing:
a. Institute of Management Development (IMD) merupakan institusi yang
menerbitkan buku World Competitiveness Yearbook (WCY). Studi ini
memuat penilaian terhadap daya saing tingkat Negara. Di dalam
menghitung daya saiang antar Negara, Institute of Managemen
Development (IMD) menggunakan empat faktor dalam mengukur daya
saiang suatu Negara relatif terhadap Negara lain difokuskan ke dalam
empat faktor utama adalah:
2. Efesiensi Bisnis
3. Efesisensi Pemerintah
4. Insfrastruktur
Abdullah dkk (2002) melakukan kajian untuk menghitung daya saiang
daerah dalam lingkup provinsi di Indonesia di dalam laporan “Daya Saing Daerah Konsep dan Pengukurannya di Indonesia” menggunakan sembilan indikator yang dijadikan faktor pengukur daya saing daerah, berikut adalah sembilan faktor
tersebut :
1. Perekonomian Daerah
2. Keterbukaan
3. Sistem keuangan
4. Infrastruktur dan Sumber Daya Alam
5. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
6. Sumber Daya Manusia
7. Kelembagaan
8. Governance dan Kebijakan Pemerintah
9. Manajemen dan Ekonomi Makro
Analisis of competitive Adbantage in the Eastern Cape merupakan studi
penilaian daya saing wilayah yang diteliti oleh Vaughan dan Cartwright (2005).
Di dalam mengukur daya saing tersebut mereka menggunakan pre-kondisi dalam
daya saing dengan menggunakan faktor :
1. Infrastruktur dan jasa
2. Institusi dan peranannya
3. Indicator ekonomi
4. Kapasitas sumber daya manusia
2.4.5. Daya Saing Kota Bandung
Daya saing daerah dapat didefinisikan sebagai kemampuan para anggota
konstituen dari suatu daerah untuk melakukan tindakan dalam memastikan bahwa
bisnis yang berbasis di daerah tersebut menjual tingkat nilai tambah yang lebih
tinggi dalam persaingan internasional, dapat dipertahankan oleh aset dan institusi
distribusi kesejahteraan lebih luas dalam masyarakat, menghasilkan standar hidup
yang tinggi, serta virtuous cycle dampak pembelajaran (Charles dan Benneworth,
2000).
Daya saing perkotaan (urban competitiveness) merupakan kemampuan
suatu daerah perkotaan untuk memproduksi dan memasarkan produk-produknya
yang serupa dengan produk dari daerah-daerah perkotaan lainnya (World Bank,
dan Webster dan Muller, 2000).
Daya saing Kota Bandung pada tahun 2008 menempati peringkat yang
tertinggi jika dibandingkan dengan Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung,
berdasarkan penelitian dari Rozi Sparta, 2008 dimana dalam penelitian ini
mengukur tingkat daya saing di Kota Bandung, Cimahi dan Kabupaten Bandung,
dalam penelitian ini daya saing dilihat dari berbagai faktor di antaranya adalah
Faktor kinerja ekonomi dengan sub-faktor/indikatornya perekonomian
daerah, pertumbuhan, kesejahteraan kinerja sosial. Sub-faktor investasi,
harga, sistem keuangan dengan indikator biaya modal, dan sub-faktor
infrastruktur pendidikan.
Faktor SDM dengan sub-faktor tenega kerja, kapasitas.
Faktor Institusi dan Lingkungan dengan sub-faktor pembiayaan publik,
ketersidaaan modal
Faktor infrastruktur dengan sub-faktor infrastruktur dasar, infrastruktur
penelitian, infrastruktur kersehatan lingkungan, kebijakan fiskal dan
kerangka kerja sosial.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut dapat mengukur tinggkat daya saing di ketiga
daerah tesebut. Berdasarkan penelitian ini, daya saing yang paling tinggi adalah
Kota Bandung, untuk melihat peringkat daya saing ketiga daerah tersebut dapat
Faktor/Indikator Bandung Bandung Cimahi Indikator Bandung Bandung Cimahi kab.Bandung Kota Badung Kota Cimahi
Berdasarkan tabel diatas, yang mempunyai daya saing tertinggi adalah Kota
Bandung dengan peringkat pertama, di peringkat kedua adalah daya saing Kabupaten
Bandung, dan di peringkat ketiga adalah daya saing dari Kota Cimahi.
2.5. Analisis Korelasi
Korelasi merupakan teknik analisis yang termasuk dalam salah satu teknik
pengukuran asosiasi/hubungan (measures of association). Pengukuran
asosiasi merupakan istilah umum yang mengacu pada sekelompok teknik dalam
statistik bivariat yang digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua
variabel. Diantara sekian banyak teknik-teknik pengukuran asosiasi, terdapat dua
teknik korelasi yang sangat populer sampai sekarang, yaitu Korelasi Pearson Product
Moment dan Korelasi Rank Spearman. Pengukuran asosiasi mengenakan nilai
numerik untuk mengetahui tingkatan asosiasi atau kekuatan hubungan antara
variabel. Dua variabel dikatakan berasosiasi jika perilaku variabel yang satu
mempengaruhi variabel yang lain. Jika tidak terjadi pengaruh, maka kedua variabel
tersebut disebut independen.
Korelasi bermanfaat untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel
(kadang lebih dari dua variabel) dengan skala-skala tertentu, misalnya Pearson data
harus berskala interval atau rasio; Spearman dan Kendal menggunakan skala ordinal.
Kuat lemah hubungan diukur menggunakan jarak (range) 0 sampai dengan 1.
Korelasi mempunyai kemungkinan pengujian hipotesis dua arah (two tailed).
Korelasi searah jika nilai koefesien korelasi diketemukan positif; sebaliknya jika nilai
koefesien korelasi negatif, korelasi disebut tidak searah. Jika koefesien korelasi
diketemukan tidak sama dengan nol (0), maka terdapat hubungan antara dua variabel
tersebut. Jika koefisien korelasi diketemukan +1 maka hubungan tersebut disebut
sebagai korelasi sempurna atau hubungan linear sempurna dengan kemiringan (slope)
positif. Sebaliknya, jika koefisien korelasi diketemukan -1 maka hubungan tersebut
disebut sebagai korelasi sempurna atau hubungan linear sempurna dengan kemiringan
(slope) negatif. Dalam korelasi sempurna tidak diperlukan lagi pengujian hipotesis
mempunyai hubungan linear yang sempurna. Artinya variabel X mempunyai
hubungan sangat kuat dengan variabel Y. Jika korelasi sama dengan nol (0), maka
tidak terdapat hubungan antara kedua variabel tersebut.
Untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefisien korelsi yang ditemukan
tersebut besar atau kecil hubungannya, maka dapat berpedoman pada ketentuan yang
tertera pada tabel, yang dikemukakan oleh Sugiyono (1997 : 149) sebagai berikut :
Tabel II-2
Interpretasi Tingkat Koefisien Korelasi
Interval koefisien Tingkat hubungan
0,00 – 0,199
Sumber : Sugiyono (1997 : 149)
2.6. Analisis Cross Tabulation (Crosstab)
Metode analisis tabulasi silang (cross tabulation) merupakan metode analisis
statistika yangdigunakan untuk mengenal hubungan antar variabel yang dikaji.
Tabulasi silang merupakan teknik analisis data dengan menggunakan data untuk
kategori data berkelas. Penggunaan tabulasi silang memungkinkan analisis
mengetahui tingkat korelasi antara variabel bebas dan terikat. Hasil tabulasi silang
disajikan ke dalam suatu tabel dengan variabel yang tersusun sebagai kolom dan
baris. Adapun faktor atau elemen analisis dan tabulasi silang yang dikaji adalah :
1. Uji Chi-Square Pearson
Bertujuan untuk menguji ketergantungan atau keterkaitan (test of
independence)antara variabel.
Dapat melakukan dua pengujian sekaligus yaitu melihat keterkaitan
antar variabel sertatingkat keterkaitannya.
3. Uji Contingency Coefficient
Digunakan untuk mengetahui kuatnya hubungan antara dua variabel.
4. Nilai Lambda
Digunakan untuk melihat seberapa besar kemampuan suatu variabel
mempengaruhivariabel lain.
Crosstab merupakan penyajian data dalam bentuk tabel silang yang terdiri atas
baris dan kolom. Keistimewaan dari crosstab adalah kemampuan untuk menganalisis
hubungan antara baris dan kolom tersebut. Ciri penggunaan data crosstab adalah data
input yang berskala nominal atau ordinal (Santoso, 2009). Sebenarnya data kuantitatif
seperti data interval dan rasio mampu dilakukan uji analisis crosstab. Akan tetapi,
data-data ini akan mempunyai nilai desimal sehingga mempunyai perbedaan nilai
yang sangat banyak yang mengakibatkan terlalu banyaknya kolom atau baris. Oleh
karena itu apabila data yang dimasukkan adalah data interval ataupun rasio, perlu
ditelaah isinya dan dilakukan pengelompokan terlebih dahulu.
2.7. Perkembangan Distro Sebagai Salah Satu Industri Kreatif Fashion
Berdasarkan dari penelitian dari Muhamad Iqbal, 2011 yang berjudul kajian
perkembangan industry clothing dan distro yang ada di Kota Bandung. Dapat dilihat
perkembangan industry clothing dan distro di Kota Bandung yang dapat
dikelompokan menjadi 4 gelombang. Adapun perkembangannya dapat dilihat sebagai
berikut :
2.7.1. Gelombang Pendahulu (Tahun 1992-1997)
Gelombang ini disebut dengan gelombang pendahulu karena merupakan awal
dari sejarah tumbuh kembangnya industri clothing dan distro di Kota Bandung.
Menurut Muhamad Iqbal, 2011 awal dari tumbuhnya industri kreatif di Kota
Bandung khususnya industry clothing dan distro diperkirakan berawal dari sebuah
Reverse merupakan distribution store yang petama kali menjual produk-produk kaos
dari grup musik band-band luar negeri, dibangun pada tahun 1994.
Pada tahun 1992 distro “Hobbies Skateshop” didirikan. Reverse fokus menjual
produk yang terkait pada grup musik band sedangkan “Hobbies Skateshop” fokus ke
produk olahraga skateboard. kemudian Pada tahun 1993 juga ada distro yang
bernama “M-Clothing” (sekarang lebih dikenal dengan “Ouval Research”) didirikan
oleh 2 orang yang juga pemain skateboard. “M-Clothing” yang berdiri pada tahun
1993 bertahan selama dua tahun dimana akhirnya kedua pendiri “M-Clothing”
berpisah untuk mendirikan clothing company masing-masing, yang satu bernama
“Ouval Research” dan satunya lagi “Unkl 347”. Namun awal gelombang perkembangan industry clothing dan distro bahkan industri kreatif Kota Bandung
berawal dari masa ini. Pada periode ini juga terdapat tiga kegiatan perintis
distribution store yaitu “Riotic” (1995), “Anonim” (1996) dan “Harder” (1997).
2.7.2. Gelombang Pertama (Tahun 1998-2001)
Gelombang pertama muncul dipicu oleh beberapa faktor diantaranya adalah
karena keberadaan komunitas-komunitas kreatif serta keberadaan potensi industri
lokal yang dimiliki Kota Bandung, khususnya untuk memproduksi berbagai produk
berbasis fashion. Gelombang ini dipicu oleh faktor lain yaitu krisis ekonomi pada
tahin 1998. Beberapa clothing company seperti “Two-Clothes”, “Unkl347” dan
“Airplane” tumbuh karena adanya faktor ini.
2.7.3. Gelombang Transisi (Tahun 2002-2003)
Pada gelombang ini secara struktur dalam industri ada yang cukup menarik dari
gelombang ini dimana clothing company tipe 2 (dua) atau juga memiliki fungsi
sedang bertumbuh kembang. Pola perkembangan industry clothing dan distro di Kota
Bandung sendiri bisa dipetakan dan pasti selalu ada awal pemicunya.
Salah satunya adalah ketika konsep shophouse atau toko milik brand clothing
berkembang, hal ini dipicu oleh sebuah awal pemicu, dimana pada saat itu salah satu
membuat shophouse atau toko sendiri. Hal ini akhirnya menjadi tren dan diikuti oleh
beberapa anggota clothing-clothing lainya, sehingga berkembanglah fungsi retail dari
clothing itu sendiri.
2.7.4. Gelombang kedua (Tahun 2004-2011)
Pada gelombang ini banyak hal yang berkembang dalam sistem industri. Salah
satu contohnya adalah berkembangnnya fungsi clothing company. Dimana fungsi
produksi juga muncul sebagai tanggapan terhadap pembenahan sistem manajemen
kegiatan usaha. Kemudian sudah mulai banyak kegiatan industry clothing company
ataupun distro yang mulai mendistribusikan produk-produknya ke departemen store.
Tabel II-3
Gelombang Perkembangan Sistem Industry Clothing dan Distro di Kota Bandung
Gelombang Pendahulu