• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemampuan Hutan Kota dalam Ameliorasi Iklim Mikro di Kampus IPB Darmaga (Studi Kasus Arboretum Arsitektur Lanskap)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kemampuan Hutan Kota dalam Ameliorasi Iklim Mikro di Kampus IPB Darmaga (Studi Kasus Arboretum Arsitektur Lanskap)"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

KEMAMPUAN HUTAN KOTA DALAM AMELIORASI IKLIM

MIKRO DI KAMPUS IPB DARMAGA (STUDI KASUS

ARBORETUM ARSITEKTUR LANSKAP)

SAQINAH NUR RAHMAWATI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kemampuan Hutan Kota dalam Ameliorasi Iklim Mikro di Kampus IPB Darmaga (Studi Kasus Arboretum Arsitektur Lanskap) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

SAQINAH NUR RAHMAWATI. Kemampuan Hutan Kota dalam Ameliorasi Iklim Mikro (Studi Kasus Arboretum Arsitektur Lanskap). Dibimbing oleh ENDES N DACHLAN dan BREGAS BUDIANTO.

Perubahan penggunaan lahan bervegetasi menjadi lahan terbangun di Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Darmaga dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup pesat. Perubahan ini mempengaruhi tingkat kenyamanan yang ditandai dengan kondisi suhu dan kelembaban udara. Arboratum Arsitektur Lanskap merupakan salah satu hutan kota di kampus IPB Darmaga yang diharapkan memiliki fungsi ameliorasi iklim mikro. Penelitian bertujuan untuk menguji hipotesis pengaruh vegetasi hutan kota terhadap iklim mikro dan mengukur kemampuan hutan kota dalam ameliorasi iklim mikro. Hasil penelitian menunjukkan suhu udara rata-rata pada siang hari di lokasi bervegetasi dominan pohon lebih rendah dibandingkan dengan vegetasi dominan rumput dan di trotoar ternaungi pohon, sedangkan berkebalikan dengan nilai kelembaban udara. Suhu udara dari tepi ke dalam hutan kota yang didominasi pepohonan mengalami penurunan suhu yaitu suhu udara di dalam hutan kota lebih rendah 0.3-1.1 ºC dibandingkan tepi hutan kota, sedangkan kelembaban udara lebih besar yaitu 0-7 % sehingga vegetasi mempengaruhi iklim mikro dan hutan kota bervegetasi dominan pohon mampu berfungsi sebagai ameliorasi iklim mikro.

Kata kunci: ameliorasi, hutan kota, iklim mikro

ABSTRACT

SAQINAH NUR RAHMAWATI. Ability of Urban Forest on the Microclimate Amelioration at Campus IPB Darmaga (Case Study Arboretum Arsitektur Lanskap). Supervised by ENDES N DACHLAN and BREGAS BUDIANTO.

Changes open green space became the land of building on Campus Bogor Agricultural University (IPB) Darmaga and surrounding areas from year to year has increased significantly. These changes the level of comfort that is characterized by the condition of microclimate is temperature and humidity. One of urban forestry is Arboretum Arsitektur Lanskap. The objective of this research were to confirm the hypothesis of the influence of forest vegetation on microclimate and measure the ability of the urban forest microclimate amelioration. The results showed an average temperature on daylight period at the site vegetated the dominant tree lower than the dominant vegetation in grass and tree shaded sidewalks, while contradictive humidity. Temperature from the edge of the urban forest into a city dominated forest trees decreased temperature is the temperature in the urban forest was lower by 0.3-1.1 ºC from the edge of the urban forest, while the humidity is higher at 0-7%, so the vegetation influence microclimate and urban forest vegetation with dominant trees is able to function as microclimate amelioration.

(5)

5

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

KEMAMPUAN HUTAN KOTA DALAM AMELIORASI IKLIM

MIKRO DI KAMPUS IPB DARMAGA (STUDI KASUS

ARBORETUM ARSITEKTUR LANSKAP)

SAQINAH NUR RAHMAWATI

DEPARTEMEN SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Kemampuan Hutan Kota dalam Ameliorasi Iklim Mikro di Kampus IPB Darmaga (Studi Kasus Arboretum Arsitektur Lanskap)

Nama : Saqinah Nur Rahmawati NIM : E34100082

Disetujui oleh

Dr Ir Endes N Dachlan, MS Pembimbing I

Ir Bregas Budianto, Ass Dipl Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir H Sambas Basuni, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanallahu wa ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini ialah hutan kota dan iklim mikro, dengan judul Kemampuan Hutan Kota dalam Ameliorasi Iklim Mikro di Kampus IPB Darmaga (Studi Kasus Arboretum Arsitektur Lanskap).

Karya ilmiah ini dalam penyelesaiannya tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung, yaitu:

1. Bapak Dr Ir Endes N Dachlan, MS dan Bapak Ir Bregas Budianto, Ass Dipl selaku pembimbing skripsi, serta kepada Ibu Dr Ir Arzyana Sunkar, MSc selaku pembimbing akademik

2. Keluarga tercinta, yaitu almarhum Bapak, Emak, M Darmanto, Emi Asih, Mutia Fauziyah, Fithriyah, M Fikri Maulana dan Ghina Raisa Hanun, terima kasih atas segala doa dan kasih sayangnya yang tulus 3. Bapak Agus selaku Ka bag Kebersihan dan Pertamanan, Biro Umum

IPB atas bantuan berupa data sekunder penelitian

4. Keluarga Bapak Anda, Ibu dan adik Apri atas keceriaan yang menemani selama pengambilan data di lokasi penelitian

5. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI atas beasiswa dan motivasi untuk menjalankan perkuliahan di Institut Pertanian Bogor

6. Teman-teman departemen GFM (Ika Purnamasari, Shalah, dan Khabib) yang telah membantu dalam pengerjaan alat penelitian, dan memberikan saran membangun terkait penelitian

7. Teman-teman 139, B24, keluarga Asrama Putri Darmaga, rekan-rekan satu bimbingan, teman-teman seperjuangan KSHE 47 (Nepenthes rafflesiana), Ami, Dini, Estu, Dayang, dan Ita atas bantuan dan semangat yang ditularkan selama studi dan menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini

8. Serta pihak-pihak lain yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

Hipotesis 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu 2

Objek dan Alat 2

Jenis Data 2

Prosedur Pengumpulan Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 7

Kondisi Titik Lokasi Pengukuran Iklim Mikro 8

Iklim Mikro 9

Kemampuan Ameliorasi Iklim Mikro Hutan Kota 14

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 17

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan metodologi penelitian 3

2 Perbandingan suhu dan kelembaban udara rata-rata pada siang hari

dengan kondisi atmosfer yang berbeda 10

3 Pengukuran suhu rata-rata dan kelembaban rata-rata pada titik

pengukuran berbeda 14

DAFTAR GAMBAR

1 Rangkaian dioda dan resistor 3

2 Konstruksi alat sensor suhu yang terdiri dari sensor suhu bola kering

dan sensor suhu bola basah 4

3 Pengukuran suhu dan kelembaban udara di lokasi penelitian 5

4 Sebaran titik lokasi pengukuran iklim mikro 9

5 Lokasi di dalam hutan kota dengan dominasi pohon (a), dominasi rumput (b) dan lokasi di tepi luar hutan kota berupa jalan trotoar yang

masih ternaungi pohon 10

6 Suhu udara rata-rata ± standar deviasi di ke-3 lokasi penelitian yaitu bervegetasi pohon (─ᴏ─), bervegetasi rumput (─Δ─), dan jalan

trotoar ternaungi pohon (─□─) 11

7 Kelembaban udara rata-rata ± standar deviasi di ke-3 lokasi penelitian yaitu bervegetasi pohon (─ᴏ─), bervegetasi rumput (─Δ─), dan jalan

trotoar ternaungi pohon (─□─) 13

8 Suhu udara rata-rata pada titik pengukuran berbeda 15 9 Hubungan kerapatan vegetasi pohon dengan suhu udara 15

DAFTAR LAMPIRAN

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perubahan penggunaan lahan bervegetasi menjadi lahan terbangun di Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Darmaga dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup pesat. Tahun 1994 luas lahan bervegetasi di wilayah Kampus IPB Darmaga sebesar 80% dan pada tahun 2009 mengalami penurunan menjadi 36.4% (Fahmi 2013). Berkaitan dengan meningkatnya infrastruktur, Irwan (2008) menyatakan bahwa padatnya bangunan dan gedung-gedung tinggi akan mengakibatkan peningkatan suhu, karena bangunan memantulan cahaya matahari ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. Menurut data BMKG (2010) diacu dalam Dahlan (2011) menunjukkan adanya terjadi peningkatan suhu udara sebesar 0.25 oC sejak tahun 2001 sampai tahun 2010 di Kampus IPB Darmaga.

Hutan kota merupakan salah satu dari bentuk lahan bervegetasi. Hutan kota adalah kumpulan tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang keberadaannya memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya dalam perbaikan lingkungan salah satunya ameliorasi iklim mikro (Fakuara 1987). Ameliorasi iklim atau perbaikan iklim mikro adalah keadaan iklim mikro (setempat) di dalam lingkungan hutan yang ditandai dengan suhu udara yang lebih rendah, sebaliknya kelembaban udara yang lebih tinggi (Dachlan 2013).

Suhu udara dan kelembaban udara sebagai bagian dari unsur iklim mikro berpengaruh pada tingkat kenyamanan. Suhu udara yang meningkat akan mempengaruhi tingkat kenyamanan di suatu kawasan yang kemudian akan mempengaruhi produktivitas orang yang berada di dalamnya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kenyamanan di sekitar kampus IPB yakni melalui pengaturan iklim mikro.

Arboretum Arsitektur Lanskap, IPB merupakan salah satu RTH mewakili bentuk hutan kota yang berada di dalam kampus. Letaknya sebagai pembatas kampus menjadikan hutan kota ini memungkinkan keberadaanya berfungsi sebagai greenbelt atau sabuk hijau antara kecenderungan suhu udara yang lebih panas di luar kampus karena padatnya pemukiman dan transportasi lalu lintas dengan kawasan di dalam kampus. Seperti halnya pendapat Tauhid (2008) kebutuhan sabuk hijau berupa komunitas vegetasi untuk memberikan efek pendinginan. Keberadaan Arboretum Arsitektur Lanskap diharapkan dapat berfungi dalam ameliorasi iklim mikro dengan menurunkan suhu dan meningkatkan kelembaban udara. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan penelitian mengenai kemampuan hutan kota dalam ameliorasi iklim mikro di Kampus IPB Darmaga.

Tujuan Penelitian

(12)

2

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan dalam rangka perencanaan dan pengelolaan hutan kota di Kampus IPB Darmaga di masa mendatang, serta dapat menjadi informasi kepada masyarakat akan pentingnya keberadaan hutan kota sehingga dapat ikut berpartisipasi dalam pengembangan hutan kota.

Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini yaitu:

1. Vegetasi berpengaruh terhadap iklim mikro.

2. Lokasi yang lebih terbuka memiliki suhu udara yang lebih tinggi, sebaliknya kelembaban udara lebih rendah jika dibandingkan dengan lokasi ternaungi tajuk pohon.

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu pembuatan alat sensor suhu pada bulan April 2014, dan pengambilan data pada bulan Mei-Juni 2014 di Arboretum Arsitektur Lanskap, Kampus IPB Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Objek dan Alat

Objek penelitian ini adalah vegetasi hutan kota, dan sekitar kawasan hutan kota. Alat yang digunakan antara lain, peta Arboretum Arsitektur Lanskap, dokumen pengelolaan kawasan, tally sheet, meteran gulung 50 m, pita ukur, kompas, haga, sensor suhu (meliputi multimeter, dioda silikon 1N4148, baterai, resistor, multimeter, kipas, pipa aluminium 30 cm, tombol tac switch, dan kabel), global positioning system (GPS), kamera digital, alat tulis, serta program ArcGis versi 9.3, Microsoft Excel 2010, dan Microsoft Word 2010.

Jenis Data

(13)

3

Gambar 1 Rangkaian dioda dan resistor Tabel 1 Jenis dan metodologi penelitian

Prosedur Pengumpulan Data Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Data kondisi umum lokasi penelitian diperoleh melalui studi literatur dan pengumpulan data inventarisasi pohon yang dilakukan oleh Biro Umum IPB pada tahun 2011. Pengamatan juga dilakukan untuk menggambarkan lokasi penelitian secara deskriptif.

Pembuatan Sensor Suhu

Pengukuran suhu dan kelembaban udara menggunakan alat sensor suhu. Pembuatan alat sensor suhu dilakukan sebelum pengukuran suhu dan kelembaban udara di lokasi penelitian. Pada satu alat sensor suhu terdapat sensor suhu bola kering (TBK) dan sensor suhu bola basah (TBB). Kode sensor suhu yang digunakan yaitu sensor suhu 2 (2BK-2BB) dan sensor suhu 4 (4BK-4BB). Sensor suhu menggunakan komponen utama dioda silikon 1N4148 yang berbahan dasar semi konduktor dan merupakan suatu penyearah arus yang tegangan jatuhnya dipengaruhi suhu (Soedarsono 1991) sehingga memiliki karakteristik yang sensitiv terhadap suhu.

Rangkaian sensor suhu terdiri dari tiga buah dioda silikon 1N4148 yang memiliki kemampuan yang sama, resistor 8k2 ohm, baterai 6 volt, dan multimeter yang dihubungkan dengan kabel (Gambar 1). Rangkaian dioda disusun secara seri.

Jenis data Jenis data Metode

pengumpulan data

(14)

4

Rangkaian dioda diletakkan di belakang kipas yang terpasang pada pipa alumunium 30 cm, yaitu pada bagian kipas yang menyedot udara dengan posisi sensor suhu bola basah terletak paling dekat dengan kipas dan di sebelahnya sensor suhu bola kering (Gambar 2). Kipas berguna untuk membuat kondisi suhu udara di sekitar dioda homogen.

Rangkaian dioda pada TBK dan TBB dilakukan pengecatan menggunakan cat berwarna putih agar tidak terjadi penyerapan panas, sehingga pengukuran murni karena suhu udara di lingkungan. Sensor suhu bola basah dililitkan benang yang kondisi benang dijaga agar tetap basah dengan cara bagian sisi benang lainnya dimasukkan ke dalam pipa yang berisi air. Hal ini dilakukan untuk menjaga TBB tetap dalam keadaan jenuh. Setelah rangkaian terbentuk, sensor suhu dipasangkan dua tombol tac switch pada pipa alumunium. Pengukuran dengan TBB dan TBK dapat aktif dengan menekan tombol tac switch

masing-Perubahan arus yang mengalir pada dioda berbanding terbalik dengan suhu di sekitar dioda. Proses kerja rangkaian ini diawali dengan pengaruh suhu di sekitar dioda yang mempengaruhi besar kecilnya arus yang melewati dioda. Arus yang mengalir pada dioda berbanding terbalik dengan suhu udara di sekitarnya. Jika suhu udara di sekitar dioda semakin tinggi maka arus yang mengalir pada dioda semakin kecil. Dioda silikon 1N4148 dipilih sebagai tipe sensor suhu dalam alat ini karena temperatur kerja dioda berada pada level suhu yang berada dilingkungan pengukuran, yaitu batas suhu maksimal dioda silikon 1N4148 ini sampai 175 oC (Prawida 2009). Alat sensor ini memiliki kelebihan dibandingkan

Tombol Tac

(15)

5 termometer air raksa yaitu memiliki tingkat ketelitian yang lebih tinggi, aman dari bahaya air raksa jika terjadi kerusakan pecah pada termometer dan memiliki respon yang lebih cepat yaitu dalam hitungan 6-10 detik pengukuran suhu sudah dapat diketahui, sedangkan termometer air raksa membutuhkan waktu dalam hitungan menit, sehingga penggunaan alat sensor suhu menunjang pengukuran pada tiap lokasi yang berbeda untuk mengurangi perbedaan waktu pengukuran yang relatif lama dari satu titik lokasi pengukuran ke titik lokasi pengukuran lainnya. Dioda juga memiliki harga yang murah dan mudah didapatkan.

Hasil pengukuran suhu bola kering (TBK) dan suhu bola basah (TBB) dengan menggunakan sensor suhu terbaca pada multimeter berupa nilai voltase atau tegangan listrik yang keluar dari rangkaian sehingga untuk memperoleh nilai suhu udara dari sensor suhu dalam satuan derajat celcius (ºC), sensor suhu perlu dikalibrasi terlabih dahulu dengan termometer standar.

Kalibrasi dilakukan dengan cara mengukur suhu udara menggunakan termometer dan sensor suhu secara bersamaan. Pengukuran dikondisikan pada kondisi suhu rendah, suhu ruang dan suhu tinggi (13.5 ºC, 15 ºC, 25.5 ºC, 27 ºC, 30 ºC, dan 32 ºC) dengan masing-masing kondisi dilakukan tiga kali ulangan. Kondisi suhu rendah diperoleh di dalam lemari es, kondisi suhu ruang di dalam ruangan, dan kondisi suhu tinggi diperoleh dengan memposisikan sensor suhu dan termometer dekat dengan teko panas. Berdasarkan hasil kalibrasi diperoleh bahwa semakin besar nilai voltase yang terbaca pada multimeter alat sensor suhu, maka suhu udara semakin rendah.

Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara

Pengukuran suhu dan kelembaban udara dilakukan di dalam hutan kota dan di tepi luar hutan kota yang masih diduga memperoleh pengaruh dari keberadaan vegetasi hutan kota. Jarak antara hutan kota dengan pengukuran suhu di tepi hutan kota, yaitu jalan trotoar yang berjarak 1m dari hutan kota dan masih ternaungi pohon. Pengukuran dilakukan pada 15 titik lokasi di dalam hutan kota yang dipilih secara acak dan 4 titik lokasi di tepi hutan kota.

Data pengukuran suhu udara dan kelembaban udara diambil tiga kali ulangan yaitu pagi (pukul 08.00-10.00 WIB), siang (pukul 12.00-14.00 WIB) dan sore (pukul 15.00-17.00 WIB) selama sepuluh hari.Pengukuran dilakukan dengan memposisikan sensor suhu setinggi ± 1.5 meter dari permukaan tanah (Gambar 3).

(16)

6

Nilai suhu dan kelembaban udara diperoleh berdasarkan pengukuran menggunakan sensor suhu bola kering (TBK) dan sensor suhu bola basah (TBB) yang menunjukkan nilai suhu masing-masing. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui nilai suhu dan kelembaban udara. Pengukuran suhu bola kering dilakukan dengan menekan tombol tac switch masing-masing sensor suhu secara bergantian. Suhu udara yang ditunjukkan oleh TBK lebih mudah berubah daripada suhu TBB (Manan 1991), sehingga pada waktu pengukuran dan pembacaan pada tiap titik lokasi terlebih dahulu TBK kemudian TBB.

Pengamatan dan Pengukuran Parameter Vegetasi

Pengamatan dan pengukuran struktur vegetasi dilakukan melalui metode kuadrat yaitu list count quadrate dengan luasan 314 m2 pada tingkat tiang dan pohon yang ada di hutan kota. Metode kuadrat dipilih karena mudah, dan sesuai jika digunakan untuk menganalisis vegetasi tingkat pancang, tiang dan pohon (Fachrul 2006). Parameter vegetasi yang diukur meliputi tinggi total (Tt), tinggi bebas cabang (Tbc), dan diameter (Dbh). Pengukuran Tt dan Tbc menggunakan alat haga hypsometer, sedangan pengukuran Dbh menggunakan pita ukur.

Analisis Data Suhu dan Kelembaban Udara

Data suhu bola kering (TBK) dan data suhu bola basah (TBB) pada tiap titik pengukuran diolah untuk memperoleh nilai suhu udara dan kelembaban udara. Suhu udara diketahui berdasarkan TBK, sedangkan kelembaban udara diketahui dengan menggunakan tabel RH berdasarkan nilai TBB dan selisih antara TBK dan TBB. Nilai TBK dan TBB yang terbaca pada multimeter di tiap titik pengukuran berupa nilai voltase, sehingga untuk mengkonversinya ke dalam satuan ºC dilakukan dengan memasukkan nilai voltase yang terbaca ke dalam persamaan regresi hasil kalibrasi yang telah dilakukan (Lampiran 2). Berdasarkan hasil kalibrasi, karakter sensor memiliki nilai R2 mendekati 1 (R2 > 0.7) yang menunjukkan kemampuan sensor suhu hubungannya dengan termometer standar. Nilai suhu udara dan kelembaban udara yang diperoleh pada tiap titik lokasi digambarkan dalam grafik dan dianalisis dengan statistik deskriptif berdasarkan pada tutupan lahan, titik lokasi dan kerapatan vegetasi pohon.

Kemampuan hutan kota dalam ameliorasi iklim mikro

Kemampuan hutan kota dalam ameliorasi iklim mikro dilihat berdasarkan persentase perbedaan suhu dan kelembaban udara antara tepi hutan kota (T3 dan T1) dan bagian dalam hutan kota (T2) dengan rumus sebagai berikut:

(17)

7 memperoleh informasi kuantitatif tentang komposisi suatu komunitas tumbuhan (Indriyanto 2008). Kerapatan menyatakan banyaknya individu dari jenis penyusun yang merupakan salah satu komponen struktur vegetasi (Fachrul 2006). Kerapatan pohon dalam suatu luasan komunitas vegetasi diukur melalui analisis vegetasi sederhana khusus untuk tingkat kelas umur tiang dan pohon pada setiap titik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kampus IPB Darmaga terletak ke dalam wilayah Desa Babakan, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Luas keseluruhan Kampus IPB adalah 270 Ha (Fahmi 2013), dengan topografi yang sangat beragam, mulai dataran sampai bergelombang dengan gedung-gedung yang dikelilingi vegetasi. Secara umum, vegetasi di Kampus IPB Darmaga berupa vegetasi semak berumput, tegakan karet, pinus, hutan campuran, hutan percobaan, arboretum, taman pekarangan perumahan dosen dan taman (Hernowo et al. 1991).

Jenis tanah di Kampus IPB Darmaga termasuk jenis Latosol dengan ketinggian tempat berkisar antara 145-200 mdpl. Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, Kampus IPB Darmaga termasuk daerah yang memiliki tipe hujan A dengan bulan basah dari 9 bulan (Balen et al. 1986 diacu dalam Kurnia 2003) dengan curah hujan rata-rata tahunan mencapai 4 046 mm per tahun (Mulyani 1985 diacu dalam Kurnia 2003). Berdasarkan data iklim selama 10 tahun (1988-1997) dari Stasiun Klimatologi Darmaga bahwa rata-rata bulanan daerah Darmaga adalah 25.48 ºC, dengan suhu tertinggi 32.25 ºC yaitu September dan suhu terendah 21.22 ºC pada bulan Agustus. Kelembaban udara rata-rata adalah 84.4%, kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Januari yaitu 89.2% dan terendah pada bulan Agustus dan September yaitu 79.6% (Suciasti 2004). Terdapat 12 jenis mamalia dan 68 jenis burung, 37 jenis reptilia, dan 4 ikan (Hernowo et al. 1991), serta 13 jenis amfibi (Yuliana 2000) di Kampus IPB Darmaga.

Arboretum Arsitektur Lanskap adalah salah satu arboretum yang berada di kampus IPB Darmaga dengan luas 4 Ha. Batas-batas Arboretum Arsitektur Lanskap yaitu pada bagian utara berbatasan dengan Jalan Ramin, bagian timur dan selatan berbatasan dengan Jalan Raya Darmaga, sedangkan bagian barat berbatasan dengan Jalan Pintu 1 Masuk IPB.

Topografi di Arboretum Arsitektur Lanskap yaitu bergelombang dengan jenis tanah latosol. Selain difungsikan sebagai tempat praktikum dan penelitian mahasiswa maupun dosen IPB, Arboretum Arsitektur Lanskap merupakan bagian dari ring II dalam tata lokasi dan fungsi wilayah di IPB, yaitu wilayah yang berfungsi sebagai daerah penyangga untuk membantu kenyamanan kegiatan akademik di kampus. Arboretum Arsitektur Lanskap menjadi salah satu lokasi penanaman pohon koleksi IPB. Arboretum menurut Taman (1995) dan Tohir (1985) diacu dalam Nazir (2001) adalah taman pohon-pohonan atau kayu-kayuan yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan terutama ilmu kehutanan, atau sebagai koleksi tanaman, biasanya tanaman kehutanan.

(18)

8

dan struktur vegetasi yang didominasi oleh rerumputan pada bagian tengahnya. Berdasarkan daftar nama jenis tanaman hasil inventarisasi yang dilakukan oleh pihak Biro Umum IPB, diketahui bahwa terdapat 121 jenis tanaman yang terdiri dari 43 famili di Arboretum Arsitektur Lanskap. Jenis yang dapat ditemukan di antaranya rasamala (Altingia excelsa), damar (Agathis dammara) ketapang (Terminalia catappa), trembesi (Samanea saman), matoa (Pometia pinnata), akasia (Acacia mangium), beringin (Ficus sp.), bintaro (Cerbera manghas), bungur (Lagerstromia speciosa), jakaranda (Jacaranda mimosifolia), eboni (Diospyros celebica), tangkil/melinjo (Gnetum gnemon), sawo kecik (Manilkara kauki), saputangan (Manioltoa browneode), kekecrutan (Spathodea campanulata), pulai (Alstonia scholaris), mahoni (Swietenia mahagoni), bacang (Mangifera indica), meranti (Shorea sp.), manggis (Garcinia mangostana), tanjung (Mimusops elengi), angasana (Pterocarpus indicus), sonokeling (Dalbergia celebica), nyamplung (Calophyllum inophyllum), dan jenis lainnya. Satwa yang terdapat di Arboretum Arsitektur Lanskap yaitu mamalia dapat ditemukan bajing, herpetofauna dapat ditemukan kadal, biawak, ular pucuk hijau, ular kobra jawa, dan burung dapat ditemukan raja udang meninting, tekukur biasa, kowak malam kelabu, bondol jawa, kepudang kuduk hitam, pipit hutan, dan cucak kutilang.

Arboretum Arsitektur Lanskap pada mulanya berada di bawah pengelolaan Fakultas Pertanian, IPB namun sejak tahun 2013 pengelolaannya menjadi wewenang Biro Umum, IPB. Pengelolaan yang dilakukan yaitu menjaga dan merawat Arboretum Arsitektur Lanskap dengan melakukan pembabatan rumput dan semak secara rutin pada setiap bulan dan kegiatan yang dilakukan secara insidential yaitu kegiatan pemangkasan dan penanaman.

Arboretum Arsitektur Lanskap menjadi salah satu hutan kota yang berada di kampus IPB Darmaga. Hutan kota yang dimaksud tidak berdasarkan PP 63 tahun 2002 tentang Hutan Kota yaitu hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang, tetapi berdasarkan ekosistem dan luasanya yang melebihi 0.25 ha. Berdasarkan PP tersebut, Arboretum Arsitektur Lanskap sudah memenuhi definisi hutan kota, kekurangannya hanya berdasarkan penetapannya.

Kondisi Titik Lokasi Pengukuran Iklim Mikro

Suhu udara dan kelembaban udara yang diukur pada lokasi penelitian adalah lokasi yang terdapat di dalam hutan kota (bervegetasi pohon dan rumput) dan lokasi yang berada di tepi luar hutan kota (jalan ternaungi pepohonan). Titik lokasi pengukuran di dalam hutan kota dinotasikan dalam angka (1 sampai dengan 15) yang diklasifikasikan berdasarkan struktur dominan penyusunnya yaitu titik lokasi pengukuran yang didominasi vegetasi pepohonan (titik lokasi 1 sampai dengan 8, 10 dan 12 sampai dengan 15) dan titik lokasi yang di dominasi oleh rerumputan (titik lokasi 9 dan 11). Titik lokasi pengukuran di tepi luar hutan kota yang masih ternaungi pohon dinotasikan dalam bentuk huruf (a sampai dengan d) (Gambar 4)

(19)

9 ind/100m2, 3 ind/100m2, 5 ind/100m2, 5 ind/100m2, dan 4 ind/100m2. Titik lokasi 9 dan 11 didominasi oleh rerumputan dan berada di tengah hutan kota. Titik lokasi 10, 12 sampai dengan 15 didominasi oleh pepohonan dengan kerapatan secara berturut-turut yaitu 3 ind/100m2, 10 ind/100m2, 4 ind/100m2, 6 ind/100m2, 4 ind/100m2.

Gambar 4 Sebaran titik lokasi pengukuran iklim mikro

Pada sebrang dari bagian tepi depan hutan kota merupakan daerah luar kampus yang dipadati oleh pemukiman, sedangkan pada sebrang bagian tepi belakang hutan kota merupakan bagian dari kampus IPB Darmaga. Bagian ini masih terdapat vegetasi pepohonan yang juga menaungi jalan.

Iklim Mikro Analisis Suhu Udara

Suhu udara merupakan energi kinetik molekul (Neiburger 1995). Suhu udara di hutan kota dan sekitarnya mengalami variasi berdasarkan tingkat penutupan awan, waktu dan struktur vegetasi yang dominan. Berdasarkan data yang diperoleh selama pengukuran, pada kondisi atmosfer cerah memiliki nilai suhu udara yang lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi atmosfer cerah berawan dan mendung. Kondisi atmosfer cerah diperoleh pengukuran pada pagi hingga sore hari, sedangkan kondisi cerah berawan ataupun mendung pada saat hari pengukuran tidak tercatat suhu udara pada waktu sore hari karena pada waktu sore hari terjadi gerimis dan hujan. Pengukuran pada kondisi hujan tidak dapat dilakukan karena titik-titik air hujan akan menghomogenkan suhu udara sehingga pengukuran tidak akan efektif, sehingga data suhu dan kelembaban yang digunakan untuk membandingkan antara titik lokasi adalah pada kondisi cerah.

(20)

rata-10

rata masing-masing 61% dan 62%. Rata-rata suhu udara pada kondisi atmosfer berawan nilainya lebih rendah (24.2 ºC), namun kelembaban tinggi (62%) dari pada kondisi atmosfer cerah (suhu udara 24.2 ºC dan kelembaban 61%) (Tabel 2), hal ini dikarenakan awan dapat mengurangi nilai penerimaan komponen radiasi matahari (Monteith 1975). Radiasi matahari yang diterima bumi terdiri dari dua bagian yaitu radiasi langsung dan radiasi baur atau difusi, penjumlahan keduanya disebut dengan radiasi total (Geiger et al. 1959). Faktor dominan yang mempengaruhi penerimaan radiasi di permukaan bumi adalah keadaan awan. Menurut Monteith (1975), jumlah dan jenis awan secara kuat berpengaruh terhadap perubahan radiasi difusi.

Tabel 2 Perbandingan suhu dan kelembaban udara rata-rata pada siang hari dengan kondisi atmosfer yang berbeda

Kondisi atmosfer Suhu udara (ºC) Kelembaban udara (%)

Cerah 27.6 61

Berawan 24.2 62

Suhu udara berdasarkan hasil pengukuran dipengaruhi juga oleh waktu. Pagi hari (pukul 08.00-10.00 WIB) hingga sore hari (pukul 15.00-17.00 WIB) di hutan kota Arboretum Arsitektur Lanskap dan tepi luar hutan kota memiliki nilai suhu yang bervariasi. Pada seluruh tutupan lahan, suhu udara rata-rata akan meningkat dari pagi menjelang siang hari dan mengalami penurunan suhu pada sore hari. Hal ini berkaitan erat dengan intensitas radiasi matahari yang dipengaruhi oleh sudut datang matahari. Sudut datang matahari rendah pada saat pagi dan sore hari, dan sudut datang matahari tinggi pada siang hari. Sudut datang matahari mempengaruhi radiasi yang diterima oleh suatu objek (Handoko 1993). Semakin tinggi sudut datang matahari, semakin tegak datangnya sinar, intensitas radiasi ke permukaaan bumi akan lebih tinggi, semakin tinggi pula suhu udara. Kartasapoetra (2002) menyatakan bahwa sinar yang tegak lurus membuat suhu lebih panas daripada sinar yang datang. Sesuai dengan pernyataan (Monteith 1975) bahwa radiasi matahari yang diterima permukaan horizontal meningkat seiring dengan meningkatnya ketinggian matahari.

Suhu udara yang diukur pada lokasi penelitian adalah pada lokasi di dalam hutan kota dengan dominasi pohon dan didominasi rumput, dan lokasi di luar hutan kota jalan trotoar yang masih ternaungi oleh pohon dari hutan kota (Gambar 5).

(a) (b) (c)

(21)

11

Suhu udara tertinggi pada pagi hari dan siang hari di vegetasi rumput yaitu (25.1 ± 2.8) ºC dan (28.5 ± 2.6) ºC, namun pada sore hari memiliki suhu udara terendah yaitu (25.5 ± 3.2) ºC sedangkan suhu tertinggi yaitu jalan ternaungi pohon yaitu (26.2 ± 3.1) ºC. Waktu dengan suhu udara tertinggi yaitu pada siang hari pukul 13.03 dengan suhu mencapai 32.7 °C (Gambar 6).

Lokasi yang bervegetasi pohon memiliki suhu yang lebih rendah pada pagi hari hingga sore hari dibandingkan lokasi lainnya, hal ini dikarenakan vegetasi hutan kota berupa menyerap panas melalui mekanisme penyerapan cahaya matahari yang sebagian dimanfaatkan oleh fotosintesis sehingga radiasi matahari tidak memanaskan suhu udara disekitar vegetasi. Penelitian oleh Rushayati et al. Gambar 6 Suhu udara rata-rata ± standar deviasi di ke-3 lokasi penelitian yaitu bervegetasi pohon (─ᴏ─), bervegetasi rumput (─Δ─), dan jalan trotoar ternaungi pohon (─□─)

Waktu

●Suhu bervegetasi pohon ▲suhu bervegetasi rumput ■ suhu di jalan ternaungi

(22)

12

(2009) di Bandung diketahui bahwa area bervegetasi suhu udaranya rendah, sedangkan area terbuka tanpa vegetasi suhu udaranya tinggi.

Tepi jalan ternaungi memiliki suhu terendah ke-2 setelah lokasi bervegetasi pohon, hal ini dikarenakan pohon memberikan efek peneduhan atas tajuk pohon termasuk trotoar yang ternaungi tajuk pepohonan dibandingkan rumput dan hal ini berdampak pada efek pendinginan. Menurut Dahlan (2011) menyatakan bahwa jalan aspal, paving block, tembok adan atap gedung merupakan sebagian contoh dari permukaan kota yang berpotensi menaikkan suhu udara melalui refleksi, transmisi dan absorbsi radiasi matahari. Penelitian Koto (1991) juga menyatakan bahwa di beberapa tipe vegetasi di sekitar Gedung Manggala Wanabakti hutan memiliki suhu udara yang paling rendah, jika dibandingkan dengan suhu udara di taman parkir, padang rumput dan beton. Hal ini mengindikasikan bahwa vegetasi pepohonan dalam jarak 1 meter dari hutan kota dan masih ternaungi tajuk pohon mampu mengurangi efek dari keberadaan jalan aspal maupun paving block dan bangunan. Arief (1994) menyatakan bahwa suhu di bawah pohon berada beberapa derajat dibawah suhu di luar naungan pohon.

Pada siang menuju sore hari suhu udara lokasi bervegetasi rumput menurun lebih besar suhunya dibandingkan lokasi bervegetasi pohon dan jalan di luar hutan kota yang ternaungi pohon. Kondisi ini disebabkan karena pada lokasi ternaungi, tajuk pohon menahan radiasi balik (reradiasi) dari bumi (Miller 1988). Pada saat radiasi matahari yang diterima semakin sedikit yaitu menjelang sore hari, proses fotosintesis semakin berkurang, namun proses respirasi yang menghasilkan CO2 tetap berlangsung sehingga berdampak pada meningkatnya

konsentrasi CO2. Konsentrasi CO2 yang merupakan salah satu penyerap radiasi

gelombang panjang yang efektif (Handoko 1993).

Analisis Kelembaban Udara

Kelembaban nisbi (RH) merupakan kelembaban udara dengan melihat perbandingan antara kelembaban aktual yang dinyatakan sebagai tekanan uap aktual dengan kapasitas udara untuk menampung air yang merupakan tekanan uap jenuh (Handoko 1993). Kelembaban udara adalah kandungan uap air yang ada di udara. Semakin tinggi kelembaban menandakan bahwa kandungan uap air di udara banyak. Pengukuran kelembaban dilakukan dengan melihat suhu bola kering dan suhu bola basah, semakin sedikit selisih perbedaan nilai antara suhu bola basah dengan suhu bola kering, maka nilai kelembabannya akan semakin besar.

(23)

13 penelitian Kawilarang (2013) yang diketahui bahwa pada lokasi ternaungi tajuk pohon memiliki kelembaban udara lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi yang tidak ternaungi berupa rumput, yaitu masing masing 66-85% dan 66-79%.

Pada pagi hari kelembaban udara tinggi kemudian pada siang hari turun dan kembali tinggi pada sore hari, sesuai dengan pendapat Tjasyono (2004) yang menyatakan bahwa kelembaban udara berubah sesuai tempat dan waktu, yaitu pada tengah hari kelembaban udara berangsur-angsur turun kemudian pada sore hingga menjelang pagi bertambah besar. Jika di bandingkan dengan hasil pengukuran suhu udara maka dapat diketahui bahwa kelembaban udara memiliki

Waktu

●Kelembaban bervegetasi pohon ▲kelembaban bervegetasi rumput ■ kelembaban di jalan ternaungi pohon

Gambar 7 Kelembaban udara rata-rata ± standar deviasi di ke-3 lokasi penelitian yaitu bervegetasi pohon (─ᴏ─), bervegetasi rumput (─Δ─), dan jalan trotoar ternaungi pohon (─□─)

(24)

14

keterkaitan dengan suhu udara, yaitu kelembaban udara cenderung berbanding terbalik dengan suhu udara. Ketika suhu udara tinggi, maka kelembabannya akan rendah.

Kemampuan Ameliorasi Iklim Mikro Hutan Kota

Kecenderungan Suhu dan Kelembaban Udara dengan Letak Titik Pengukuran Berbeda

Berdasarkkan prinsip bahwa pengaruh hutan kota menurunkan suhu adalah selisih hasil pengukuran pada tepi dan dalam hutan hota maka dapat diketahui bahwa pada siang sampai dengan sore hari di dalamhutan kota memiliki suhu yang lebih rendah dibandingkan di tepi hutan kota yaitu 0.3-1.1 ºC , sedangkan kelembaban udara lebih besar yaitu 0-7%. Pada pagi hari hutan kota efektif menurunkan suhu yaitu 1.1 dan 0.8 ºC dibandingkan pada siang dan sore hari. Sedangkan peningkatan kelembaban oleh hutan kota efektif pada siang hari yaitu 5% dan 7% (Tabel 3).

Tabel 3 Pengukuran suhu rata-rata dan kelembaban rata-rata pada titik pengukuran berbeda

Unsur iklim mikro

Waktu Beda titik pengukuran Rata-rata dan meningkat pada tepi belakang hutan kota baik pada pagi, siang maupun sore hari (Gambar 8). Jika membandingkan antara tepi depan dan tepi belakang hutan kota, maka diketahui bahwa tepi depan hutan kota Arboretum Arsitektur Lanskap yang merupakan daerah di luar kampus memiliki suhu yang lebih tinggi (pagi (24.6 ± 2.1) ºC, siang (28.2 ± 2.6) ºC, sore (26.2 ± 2.1) ºC dibandingkan tepi belakang hutan kota yang merupakan kawasan kampus (pagi (24.3 ± 2.4) ºC, siang (26.0 ± 3.3) ºC, sore (27.7 ± 2.4) ºC, sehingga hutan kota juga dapat berfungsi sebagai greenbelt atau sabuk hijau yang dapat memperbaiki iklim mikro.

(25)

15

Kecenderungan Suhu Udara pada Kerapatan Vegetasi Pohon yang Berbeda

Berdasarkan kemampuan vegetasi pohon dalam suatu luasan yang diukur di Arboretum Arsitektur Lanskap, diketahui bahwa bahwa semakin tinggi kerapatan suatu vegetasi pepohonan, maka suhu udara akan cenderung semakin rendah pada pagi dan siang hari (Gambar 9). Semakin banyaknya jumlah pohon akan memungkinkan semakin besar penurunan suhu yang terjadi. Hubungan antara kerapatan dan suhu udara tidak signifikan di Arboretum Arsitektur Lansekap, hal ini dikarenakan kondisi hutan kota yang heterogen jenisnya. Komposisi jenis yang berbeda pada kerapatan yang sama memiliki kemampuan menurunkan suhu udara yang berbeda, karena kemampuan tiap jenis pohon berbeda dalam mempengaruhi iklim mikro.

Gambar 9 Hubungan kerapatan vegetasi pohon dengan suhu udara

Parameter vegetasi lainnya selain kerapatan juga menjadi pertimbangan, yaitu parameter tinggi pohon yang menyebabkan suatu vegetasi berstrata. Hal ini

Gambar 8 Suhu udara rata-rata pada titik pengukuran berbeda

(26)

16

sesuai dengan penelitian Irwan (2008), bahwa hutan kota dengan bentuk bergerombol dan menyebar dengan strata banyak memiliki suhu rata-rata di dalam hutan kota lebih rendah dari tepi atau luar hutan kota. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa kemampuan pohon dalam mengatur iklim mikro tidak hanya melihat parameter kerapatan, tetapi juga dipengaruhi oeh karakter fisik dari setiap jenis pohon. Lokasi dengan kerapatan yang sama dengan jenis yang berbeda memiliki suhu yang berbeda. Berdasarkan kerapatan yang dominan yaitu kerapatan 4 ind/100m2 pada tiga lokasi yang berbeda memiliki suhu yang berbeda signifikan pada siang hari yaitu lokasi dengan suhu terendah diantara ketiganya yaitu lokasi yang terdapat jenis pohon meranti (Shorea sp.), manggis (Garcinia mangostana), sonokeling (Dalbergia latifolia), rambutan (Nephelium lappaceum), dan eboni (Dyospiros celebica), sedangkan dengan suhu tertinggi yaitu terdiri dari jenis pohon cemara balon (Casuarina nobilis), jakaranda (Jacaranda mimosifolia), kayu afrika (Maesopsis eminii), dan manggis (Garcinia mangostana).

Masing-masing jenis memiliki bentuk tajuk dan karakteristik daun yang berbeda. Jenis meranti memiliki tajuk lebar berbentuk payung dan warna daun cokelat kekuning-kuningan, manggis memiliki tajuk semisirkuler dengan daun tunggal bersilang berhadapan, tebal dan warna daun hijau kotor, sonokeling memiliki tajuk lebat berbentuk kubah dengan daun majemuk menyirip dan berwarna hijau, bacang memiliki tajuk globular dengan daun tunggal berwarna hijau tua, eboni memiliki bentuk tajuk kerucut mengembang daun tunggal dan berseling, daun tebal, warna hijau tua pada bagian atas dan kecoklatan pada bagian bawah, cemara balon memiliki daun berbentuk jarum, panjang dan meruncing, dengan tajuk tegak menjurai, jakaranda memiliki tajuk bulat lebar daun majemuk berwarna hijau pada bagian atas dan keabu-abuan pada bagian bawah daun, dan kayu afrika juga berdaun majemuk silang berhadapan dengan tajuk irregular. Jakaranda dan dan kayu afrika memiliki tinggi bebas cabang yang tinggi sehingga jauh dari permukaan tanah.

Yang et al (2005) diacu dalam Carreiro et al (2008) menyatakan bahwa pemilihan jenis pohon pengatur iklim mikro yaitu dengan memperhatikan tipe pohon, bentuk tajuk, tingkat pertumbuhan, karakteristik daun dan toleransi terhadap panas matahari maupun polusi udara. Absorbsi radiasi akan meningkat seiring dengan meningkatnya ketebalan daun (Schulgin 1963 diacu dalam Kawilarang 2013). Daun yang cenderung horizontal akan memperbesar arbsorbsi radiasi matahari. Selain itu bentuk tajuk yang cenderung vertikal akan memiliki efek naungan yang rendah, karena radiasi matahari sedikit yang terhalang. Jenis dengan tajuk yang lebar dengan ketinggian yang beragam akan membuat penutupan tajuk yang saling menanungi. Tajuk yang saling menaungi akan mengurangi radiasi sinar matahari yang mencapai ke tanah (Arief 1994). Semakin rapat dan luas permukaan tajuk yang terpapar cahaya matahari maka semakin efektif menyerap radiasi matahari.

(27)

17 antara 3-15 meter merupakan kriteria tanaman yang memiliki kemampuan peneduhan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hutan kota Arboretum Arsitektur Lanskap memiliki kemampuan dalam ameliorasi iklim mikro yang ditunjukkan dengan lebih rendahnya suhu di dalam hutan kota bervegetasi pepohonan dibandingkan dengan di luar hutan kota yang masih ternaungi pepohonan, dan lokasi di luar hutan kota yang ternaungi pepohonan lebih rendah suhunya dibandingkan hutan kota dominasi rumput, berkebalikan dengan kondisi kelembaban. Suhu udara rata-rata pada siang hari di lokasi bervegetasi dominan pohon pada 24.6-30 ºC (kelembaban 52-72%), di dalam hutan kota bervegetasi dominan rumput berkisar antara 25.9-31 ºC (kelembaban 41-69%), suhu udara di tepi hutan kota jalan trotoar ternaungi pohon pada siang hari berkisar antara 25.3-30.7 ºC (kelembaban 49-69%). Suhu udara di luar hutan kota yang berjarak 1 m dari tepi hutan kota masih memperolah pengaruh dari keberadaan hutan kota karena masih ternaungi pohon. Suhu udara dari tepi hutan kota ke dalam hutan kota yang didominasi pepohonan juga mengalami penurunan suhu yaitu suhu udara di dalam hutan kota lebih rendah 0.3-1.1 ºC dibandingkan tepi hutan kota, sedangkan kelembaban udara lebih besar yaitu 0-7% sehingga vegetasi mempengaruhi iklim mikro dan hutan kota bervegetasi dominan pepohonan mampu berfungsi sebagai ameliorasi iklim mikro.

Saran

Hutan kota di Kampus IPB Darmaga khususnya Arboretrum Arsitektur Lanskap perlu dikelola secara baik sehingga dapat memaksimalkan fungsinya sebagai ameliorasi iklim mikro lingkungan kampus. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terkait kemampuan hutan kota dalam ameliorasi iklim mikro dengan memperhatikan unsur iklim lainnya yaitu intensitas radiasi matahari dan kecepatan angin, serta penelitian lebih lanjut mengenai kemampuan pohon secara individu dengan jenis yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Arief A. 1994. Hutan, Hakikat dan Pengaruhnya terhadap Lingkungan.Jakarta (ID): Yayasan Obor Indonesia.

(28)

18

Dahlan EN. 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan Kota. Bogor (ID): IPB Press.

Dahlan. 2011. Potensi hutan kota sebagai alternatif substitusi fungsi alat pendingin ruangan (air conditioner) (studi kasus di Kampus IPB Dramaga) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Fachrul MF. 2006. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Fahmi N. 2013. Dampak perubahan tutupan lahan terhadap temperature humidity

index (THI) kawasan Kampus IPB Dramaga [skripsi]. Bogor (ID): Institut

Handoko. 1993. Kimatologi Dasar. Bogor (ID): PT Dunia Pustaka Jaya.

Hernowo JB, Soekmadi R, Ekarelawan. 1991. Kajian pelestarian satwaliar di Kampus IPB Darmaga. Media Konservasi III (2): 43-65.

Indriyanto. 2008. Ekologi Hutan Ed ke-2. Jakarta (ID): PT. Bumi Aksara.

Irwan ZD. 2008. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Jakarta: Bumi Aksara.

Joga N, Ismaun I. 2011. RTH 30%! Resolusi (Kota) Hijau. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.

Kartasapoetra AG. 2006. Buku Klimatologi: Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman. Jakarta (ID): PT Bumi Aksara.

Kawilarang F. 2013. Pengukuran albedo dan suhu permukaan beberapa jenis vegetasi di Hutan Kota Srengseng [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Koto E. 1991. Studi iklim mikro di hutan kota Manggala Wanabakti Jakarta [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Kurnia IW. 2003. Studi keanekaragaman jenis burung untuk pengembangan wisata birdwatching di Kampus IPB Darmaga [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Manan E. 1991. Kapita Selekta dalam Agrometeorologi. Bey A, editor. Bogor (ID): Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Miller RW. 1988. Urban Forestry: Planning and Managing Urban Greenspaces. Englewood Cliffs (NJ): Prentic-Hall Inc.

Monteith. 1975. Vegetation and The Atmosphere. London (UK): Academic Press Inc.

Nazir AIB. 2001. Penyusunan basis data pohon koleksi Arboretum Arsitektur Lanskap Kampus Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Intitut Pertanian Bogor.

Neiburger M. 1995. Memahami Lingkungan Atmosfer Kita. Purbo A, penerjemah. Bandung (ID): Penerbit ITB. Terjemahan dari: Understanding Our Atmospheric Environment.

(29)

19 Rushayati SB, Dahlan EN, Hermawan R. 2009. Ameliorasi iklim melalui zonasi

bentuk dan tipe hutan kota. Di dalam: [Nama editor tidak diketahui]. Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian IPB 2009. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Bogor (ID): IPB. [halaman tidak diketahui];

[diunduh 2014 Mar 7]. Tersedia pada:

http://web.ipb.ac.id/~lppm/lppmipb/penelitian/hasilcari.php?status=buka&id _haslit=STRANAS/022.09/RUS/a.

Sari AN. 2013. Evalusi hutan kota berdasarakan fungsi ameliorasi iklim mikro di kota Semarang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Soedarsono. 1991. Kapita Selekta dalam Agrometeorologi. Bey A, editor. Bogor (ID): Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Suciasti R. 2004. Perencanaan program konservasi tumbuhan obat di Taman Hutan Kampus Leuwikopo, Kampus IPB Darmaga [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Tauhid. 2008. Kajian jarak jangkauan efek vegetasi pohon terhadap suhu udara pada siang hari di perkotaan (studi kasus: kawasan simpang lima Kota Semarang) [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

Tjasyono B. 2004. Klimatologi Edisi 2. Bandung (ID): Penerbit ITB Pres.

Yazid M. 2006. Perilaku berbiak katak pohon hijau (Rhacophorus reinwardtii Kuhl & van Hasselt 1822) di kampus IPB Darmaga [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(30)

20

Lampiran 1 Data kalibrasi alat sensor suhu dengan termometer Suhu

Termometer (ºC)

Voltase Sensor Suhu

2BKa

Voltase Sensor Suhu

2BBb

Voltase Sensor Suhu

4BK

Voltase Sensor Suhu

4BB

15.0 1,733 1.738 1.777 1.733

25.5 1,675 1.674 1.713 1.715

30.0 1,681 1.680 1.699 1.697

15.0 1,728 1.722 1.788 1.784

25,5 1,669 1.664 1.734 1.733

30.0 1,671 1.669 1.695 1.691

15.0 1,734 1.734 1.754 1.750

25.5 1,666 1.665 1.710 1.707

30.0 1,680 1.678 1.689 1.686

13.5 1,773 1.775 1.769 1.767

13.5 1,779 1.773 1.778 1.777

13.5 1,768 1.765 1.768 1.767

32.0 1,611 1.608 1.688 1.687

32.0 1,610 1.607 1.688 1.686

32.0 1,608 1.607 1.688 1.686

27.0 1,719 1.721 1.736 1.734

27.0 1,716 1.719 1.732 1.731

27.0 1,720 1.722 1.734 1.733

a

(31)

21 Lampiran 2 Hasil Kalibrasi sensor suhu 2BK (a), 2BB (b), 4BK (c), dan 4BB (d)

(a) (b)

(32)

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tegal, Jawa Tengah pada 22 September 1991. Penulis merupakan putri keempat dari Bapak Suteja dan Ibu Sunarti. Pendidikan formal penulis yang telah ditempuh yaitu pendidikan sekolah dasar di MI Raudlatussa’adah pada periode tahun 1998-2004, kemudian penulis melanjutkan ke pendidikan SMP Negeri 230 Jakarta periode tahun 2004-2007, dan melanjutkan ke pendidikan SMA Negeri 39 Jakarta periode tahun 2007-2010. Pada tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan masuk dalam mayor departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

Penulis aktif ke dalam unit kegiatan mahasiswa IPB Koran Kampus dan Pramuka (Racana Inggita Puspa Kirana) pada tahun 2010-2013. Selama kuliah di Fakultas Kehutanan IPB, penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) dan menjadi anggota Fotografi Konservasi (Foka) dan Kelompok Pemerhati Ekowisata (KPE). Penulis juga menjadi anggota komunitas fotografi Shutter, IPB pada tahun 2010-2012.

Penulis mempunyai pengalaman lapang yaitu antara lain: pada tahun 2011, penulis mengikuti program magang mandiri di Taman Nasional Alas Purwo, dan Eksplorasi Flora Fauna Indonesia (RAFFLESIA) di Cagar Alam Tangkuban Perahu, pada tahun 2012 penulis Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Taman Nasional Gunung Ciremai-Indramayu, pada tahun 2013 penulis mengikuti Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) dan Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Manusela, serta tahun 2014 melakukan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Cagar Alam Rawa Danau, Banten.

Gambar

Tabel 1 Jenis dan metodologi penelitian
Gambar 2 Konstruksi alat sensor suhu  yang terdiri dari sensor suhu bola kering
Gambar 3 Pengukuran suhu dan kelembaban udara di lokasi penelitian
Gambar 4 Sebaran titik lokasi pengukuran iklim mikro
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahun 2004 Matahari Club Card mengeluarkan produk kedua dari kartu MCC yang dinamakan dengan nama “New MCC”, seiring dengan keluarnya New MCC, kartu MCC yang lama kini

Jika dalam above the line iklan langsung disuguhkan langsung di depan mata melalui TV atau Koran, maka pada bellow the line mata publiklah yang dipancing

[r]

Adapun beberapa kegiatan yang bisa dilakukan guna membantu memecahkan masalah yang dialami oleh Bapak Mardiasa selama masa KKN adalah pendamping mahasiswa membantu

- Siswa dapat menaksir lama kegiatan sehari-hari dengan alat ukur - Siswa dapat menentukan satuan ukur dalam pemecahan masalah sehari-hariC. Indonesia : - Siswa

mahasiswa dapat melaporkannya ke Staf Administrasi Jurusan Teknologi Pertanian Faperta UNSOED, atau dengan kata lain bahwa sebagai pedoman pelaksanaan ujian, mahasiswa harus

Satuan Batugamping yang menyusun kars Maros-Pangkep merupakan daerah resapan air (“ Recharge Zone”) dan memilki reservoir airtanah yang baik, terutama lapisan akifer yang

Harga Cable Tray Lengkap Ukuran dan Ketebalan, Kabel tray adalah komponen yang gunanya untuk menopang kabel agar tertata dengan rapih.. Karena bearing/laher terbuat dari bahan besi