• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontribusi Sektor Kehutanan Terhadap Ekonomi Kabupaten Tasikmalaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kontribusi Sektor Kehutanan Terhadap Ekonomi Kabupaten Tasikmalaya"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

KONTRIBUSI SEKTOR KEHUTANAN TERHADAP

EKONOMI KABUPATEN TASIKMALAYA

R DIMAS ADIJOURGIA A

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap Ekonomi Kabupaten Tasikmalaya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2014

R Dimas Adijourgia A

(4)

ABSTRAK

R DIMAS ADIJOURGIA A. Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap Ekonomi Kabupaten Tasikmalaya. Dibimbing oleh Bintang C.H.Simangunsong.

Peran sektor kehutanan secara konvensional dapat dilihat dari besarnya kontribusi sektor tersebut terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Kabupaten Tasikmalaya dengan luas lahan 270.881 Ha beserta di dalamnya terdapat 17 % lahan kehutanan merupakan keunggulan bagi sektor kehutanan kabupaten Tasikmalaya. Hasil penelitian menunjukan bahwa sektor kehutanan berkontribusi sekitar 4.39%-4.98% terhadap PDRB kabupaten Tasikmalaya. Sektor kehutanan merupakan sektor basis karena memiliki nilal LQ 2.80 – 3.05. Nilai multiplier effect

sektor kehutanan pada tahun 2012 mencapai 13.315. PDRB kabupaten Tasikmalaya. Hasil analisis SWOT menunjukan sektor kehutanan harus menggunakan kekuatan yang ada untuk memanfaatkan peluang. Urutan prioritas kebijakan yang diperlukan sektor kehutanan berdasarkan metode AHP adalah: Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dan Pengelolaan Hutan Rakyat diikuti dengan Pengembangan Ekowisata (PE), Rehabilitasi Lahan Kritis (RLK), Penguatan Industri Kehutanan (PI)

Kata kunci: AHP, Kebijakan, Kehutanan, Location Quotient, Multiplier Effect , PDRB, SWOT

ABSTRACT

R DIMAS ADIJOURGIA A. Forestry Sector Contribution to Economic Tasikmalaya District. Supervised by Bintang C.H Simangunsong.

Conventionally the role of forestry sector can be proxied by the contribution of that sector to the Gross Domestic Product (GDP). 17% of the Tasikmalaya district areas are forest land. The result showed the contribution of forestry sector to regional gross domestic product ranged from 4.39% to 4.98%. The forestry sector is a basic sector as indicated by LQ value of 2.80 to 3.05 and has a multiplier effect value of 13.315 in 2012. The SWOT analysis showed the forestry sector should use its strengths to capture opportunities. In order of importance, policy that are needed : Collaborative and Community Forest Management (CBFM and CM), Ecotourism development (PE), Rehabilitation of critical lands, and Strengthening forest products industry.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Hasil Hutan

KONTRIBUSI KEHUTANAN TERHADAP EKONOMI

KABUPATEN TASIKMALAYA

R DIMAS ADIJOURGIA A

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Kontribusi Sektor Kehutanan Terhadap Ekonomi Kabupaten Tasikmalaya

Nama : R Dimas Adijourgia A NIM : E24100079

Disetujui oleh

Ir Bintang C.H Simangunsong MS, Ph.D Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ir Bintang C.H Simangunsong MS PhD selaku pembimbing yang telah memberikan ilmu dan pengarahan kepada penulis;

2. Seluruh dosen, staf pengajar, staf Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB yang telah memberikan ilmu dan membantu penulis;

3. Para nara sumber dalam penelitian ini dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pendapatan Daerah, Badan Lingkungan Hidup, KPH Tasikmalaya, dan bapak Aa Dendy selaku pelaku industri di Tasikmalaya ; 4. Ayahanda R Subagia Kurniawan SE, Ibunda Yenny Supriyani SE, MM,

Achmad Yezar Jourgia Abdillah SH, Nurrizki Adijourgia Abdillah dan seluruh keluarga atas dukungan dan kasih sayang kepada penulis;

5. Teman-teman KSBMR, THH 47 dan Fahutan 47;

6. Para sahabat Alfi Naelufar, Ratna Prasetyowati Putri, M. Sadri Sugra, Bagus Tri Cahyono, Gerry Holgiando, Amalia Emannulisa, Tria Purwanti, Bagus Fatriya S, Endita Dwi Priyasti, Putri Juwita S, dan Fauziah Dwi Hayati.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembangunan kehutanan kabupaten Tasikmalaya dan pembaca.

Bogor, Desember 2014

(9)

DAFTAR ISI

halaman

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

METODE 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Jenis, Cara Pengumpulan, dan Sumber Data 2

Analisis Data 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Kontribusi Sektor Kehutanan 5

Sektor Kehutanan Sebagai Penggerak Ekonomi Daerah 7 Faktor yang Berpengaruh Terhadap Sektor Kehutanan 8 Strategi Peningkatan Kontribusi Sektor Kehutanan 9 Prioritas Kebijakan Pengembangan Sektor Kehutanan 10

SIMPULAN DAN SARAN 12

Simpulan 12

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 12

LAMPIRAN 13

(10)

DAFTAR TABEL

1 Hasil perkalian faktor internal dan eksternal 9

2 Hasil skor prioritas AHP 10

DAFTAR GAMBAR

1 Kontribusi tiap sub sektor terhadap PDRB sektor pertanian

kabupaten Tasikmalaya 6

2 Kontribusi tiap sub sektor terhadap PDRB sektor industri non

migas kabupaten Tasikmalaya 6

3 Kontribusi sektor kehutanan, pertanian, dan industri non migas

terhadap PDRB kabupaten Tasikmalaya 7

4 Nilai LQ tiap sektor kabupaten Tasikmalaya tahun 2008 - 2012 7 5 Nilai multiplier effect sub sektor kehutanan kabupaten

Tasikmalaya tahun 2008 – 2012 8

DAFTAR LAMPIRAN

1 Produk domestik regional bruto kabupaten Tasikmalaya tahun 2009-2011 atas dasar harga konstan tahun 2000 menurut lapangan

usaha (juta rupiah) 15

2 Persentase kontribusi PDRB kabupaten Tasikmalaya atas dasar

harga konstan 2000 16

3 Matriks SWOT sektor kehutanan kabupaten Tasikmalaya 17

4 Jumlah produksi hasil hutan perjenis tanaman kabupaten

Tasikmalaya tahun 2012 18

5 Luas hutan rakyat beserta potensi produksi tiap kecamatan

kabupaten Tasikmalaya 19

6 Matriks IFE kabupaten Tasikmalaya 20

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor kehutanan merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan, pemanfaatan hasil–hasil hutan dan pelestarian lingkungan. Pengelolaan dan pemanfaatan hasil – hasil hutan diharapkan dapat dilakukan secara lebih terencana dan optimum serta dapat dinikmati oleh seluruh penduduk Indonesia. Pelestarian sumber daya hutan berdampak luas terhadap ekosistem kehidupan dan generasi yang akan datang.

Memasuki era otonomi daerah, setiap daerah dituntut untuk dapat mengembangkan potensi daerahnya agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan menunjang perekonomian daerah. Kabupaten Tasikmalaya dengan luas daerah 270.881 Ha, memiliki hutan seluas 17 % dari daratannya, yang membuat potensi sumberdaya hutan di Tasikmalaya menjadi sektor penting dalam perekonomian daerah.

Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tasikmalaya dalam Rencana Strategis (Renstra) Dinas Kehutanan dan Perkebunan tahun 2011–2015 menyebutkan permasalahan utama sektor kehutanan meliputi pemanfaatan hutan yang tidak sesuai aturan, masih banyaknya lahan kritis yang belum ditangani, peraturan daerah tentang kehutanan yang dirasa kurang optimal, serta minimnya tingkat pendapatan dan pendidikan masyarakat sekitar hutan. Oleh karena itu diperlukan suatu kebijakan yang tepat untuk dapat menyelesaikan permasalahan tersebut dan meningkatkan perekonomian daerah.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menghitung kontribusi sektor kehutanan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten Tasikmalaya dan menentukan prioritas kebijakan pembangunan kehutanan dalam upaya meningkatkan kontribusi sektor kehutanan terhadap PDRB dan kesejahteraan masyarakat kabupaten Tasikmalaya

Manfaat Penelitian

(12)

2

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Agustus 2014 di kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat.

Jenis, Cara Pengumpulan, dan Sumber Data

Data Deskripsi Data Cara Pengumpulan Sumber

Primer 1. Faktor –Faktor yang

Para Stakeholder terkait dari Dishutbun, Bappeda, KPH Tasikmalaya, Dispenda, Disperindag, BLH, dan Pelaku Industri di kabupaten Tasikmalaya

Ada 5 analisis yang akan dilakukan terhadap data yang dikumpulkan, yaitu : Analisis kontribusi untuk mengetahui kontribusi sektor kehutanan terhadap perekonomian daerah; analisis location quotient (LQ) untuk mengetahui apakah suatu sektor tersebut merupakan penggerak ekonomi daerah atau bukan; analisis

multiplier effect untuk mengetahui seberapa besar peningkatan pendapatan kabupaten Tasikmalaya yang disebabkan peningkatan investasi di sektor kehutanan ; analisis SWOT untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sektor kehutanan; analisis AHP untuk mengetahui prioritas kebijakan pengembangan sektor kehutanan yang diperoleh dari analisis SWOT. Analisis Kontribusi, LQ, dan multiplier effect menggunakan data PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) sub sektor kehutanan kabupaten Tasikmalaya. Sektor kehutanan disini mencakup : 1. Sub sektor kehutanan dalam sektor pertanian, 2. Sub sektor barang kayu dalam sektor industri non migas, 3. Sub sektor kertas dan barang cetakan dalam sektor industri non migas.

(13)

3

Analisis Kontribusi

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kontribusi masing-masing sektor lapangan usaha kabupaten Tasikmalaya. BPS tahun 2012 menuliskan analisis kontribusi dapat dihitung menggunakan rumus :

= × 100%

Keterangan: Pj : besarnya kontribusi pada tahun j (%) Sij : PDRB sektor i pada tahun j (Rp) Tj : total PDRB tahun j (Rp)

Analisis location quotient (LQ)

Richardson (1985) mengatakan bahwa analisis LQ dilakukan untuk mengklasifikasikan sektor kehutanan menjadi sektor basis atau nonbasis. Menurut Glasson (1990) Nilai LQ > 1 berarti sektor tersebut merupakan sektor basis, yaitu sektor yang dapat mengekspor produknya dan menjadi sektor penggerak ekonomi daerah,sedangkan nilai LQ < 1 merupakan sektor non basis. Nilai LQ dapat dihitung dengan rumus :

= � /�� / �

Keterangan: Vi : PDRB sektor kehutanan di kabupaten Tasikmalaya Vt : PDRB sektor kehutanan di propinsi Jawa Barat Tj : total PDRB di kabupaten Tasikmalaya

Tt : total PDRB di propinsi Jawa Barat Analisis multiplier effect

(14)

4

Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threatment)

Analisis SWOT dilakukan untuk mengidentifikasi faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) sektor kehutanan sehingga dapat dilakukan perumusan alternatif kebijakan. Rangkuti (1997) mengemukakan terdapat sembilan tahapan dalam membentuk matriks SWOT, yaitu:

1. Menentukan faktor peluang yang ada dari suatu sektor. 2. Menentukan faktor ancaman eksternal dari suatu sektor 3. Menentukan faktor kekuatan yang dimiliki suatu sektor 4. Menentukan faktor kelemahan yang dimiliki suatu sektor. 5. Memberikan bobot pada masing – masing faktor

6. Menyesuaikan faktor kekuatan dan peluang untuk mendapatkan strategi SO. 7. Menyesuaikan faktor kelemahan dengan peluang untuk mendapatkan strategi

WO.

8. Menyesuaikan faktor kekuatan dengan ancaman untuk mendapatkan strategi ST.

9. Menyesuaikan faktor kelemahan dengan ancaman untuk mendapatkan strategi WT.

Analitycal Hierarchy Process (AHP)

Langkah-langkah dalam AHP menurut Saaty (1993) adalah sebagai berikut: 1. Mendefinisikan permasalahan dan mencari alternatif pemecahan

2. Membuat struktur hierarki dari sudut pandang manajerial menyeluruh. 3. Membuat matriks banding berpasangan (pairwise compparison matrix).

4. Semua perbandingan antar kriteria dan antar pilihan didapatkan dengan melakukan korespondensi terhadap sumber yang kompeten.

5. Setelah semua data banding berpasangan terkumpul, prioritas alternatif dicari dan konsistensinya diuji.

6. Komposisi secara hierarki disintesis untuk membobotkan vektor-vektor prioritas itu dengan bobot kriteria-kriteria, dan semua entri proritas terbobot yang bersangkutan dengan entri prioritas dari tingkat bawah berikutnya dijumlahkan.

Konsistensi dievaluasi untuk seluruh hierarki dengan mengalikan setiap indeks konsistensi dengan prioritas kriteria yang bersangkutan dan menjumlahkan hasil kalinya. Tingkat konsistensi pendapat stakeholder kemudian dianalisis menurut Albright (1997) dengan cara sebagai berikut :

1. Menghitung perkalian matriks banding berpasangan dengan matriks bobotnya 2. Menghitung rasio setiap elemen matriks hasil point 1 dengan bobot

masing-masing dan kemudian rataan rasio tersebut (� max⁡) 3. Hitung konsistensi indeks (CI) dengan rumus :

��=�max−�

� −1

(15)

5

� = ��

Keterangan: CR : Consistency Ratio

RI : Random Index

Apabila consistency ratio > 0.10 maka tingkat konsistensinya termasuk memuaskan dan hasil AHP dapat diterapkan. Apabila CR < 0.10 maka hasil dari AHP tidak ampuh dalam pengambilan keputusan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kontribusi Sektor Kehutanan

Luas daratan yang dimiliki kabupaten Tasikmalaya setelah pemekaran dengan kota Tasikmalaya adalah 270.882 hektar dimana 218.701 hektar lahan pertanian dan 52.181 hektar digunakan sebagai lahan non pertanian. Lahan non pertanian mencakup lahan kehutanan yang memiliki luas 43.863,82 hektar (hutan negara). Lahan hutan tersebut telah memberikan manfaat langsung terhadap masyarakat baik berupa kayu sebagai bahan baku industri pengolahan kayu baik di dalam maupun di luar kabupaten Tasikmalaya dan non kayu seperti getah pinus yang dapat dimanfaatkan masyarakat.

Kontribusi sub sektor kehutanan kabupaten Tasikmalaya terhadap total PDRB dalam kurun waktu 2008-2012 berkisar dari 3.10 % hingga 3.46 % (Gambar 1). Nilai kontribusi ini terlihat kecil apabila dibandingkan dengan kontribusi sub sektor tanaman perkebunan yang memiliki kontribusi yang berkisar dari 5.76 % - 6.17 % atau sub sektor tanaman bahan makanan yang memiliki kontribusi berkisar dari 27.47 % - 30.20 % .

Gambar 2 menggambarkan tentang kontribusi sub sektor barang kayu dan hasil hutan lainnya serta sub sektor kertas dan barang cetakan. Kontribusi kedua sektor tersebut memiliki nilai 0.54 % – 0.59 % dan 0.06 % - 0.07 % .Nilai kontribusi sub sektor barang kayu apabila dibandingkan dengan nilai sub sektor yang lain termasuk cukup besar. Nilai ini hanya lebih kecil apabila dibandingkan dengan sub sektor minuman ,makanan dan tembakau (2,45 %-2,63 %) dan sub sektor tekstil, barang kulit, dan alas kaki (1.22 % - 1.26%) . Gambar 3 menjelaskan tentang kontribusi total sektor kehutanan (ketiga sub sektor tersebut digabung) terhadap PDRB kabupaten tasikmalaya. Total sektor kehutanan memiliki kontribusi berkisar dari 4.39 % - 4.98 %. Nilai ini terlihat sangat kecil apabila dibandingkan dengan sektor pertanian dan sektor industri non migas yang membawahi ketiga sub sektor kehutanan tersebut. Nilai kontribusi sektor pertanian berkisar dari 38.67 % - 42.16 % sedangkan nilai kontribusi sektor industri non migas yang berkisar dari 6.13 % - 6.51. %. Nilai kontribusi ini menunjukan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang paling penting dan menjadi sektor utama yang dikembangkan di kabupaten Tasikmalaya.

(16)

6

menghitung PDRB dengan menggunakann konsep PDRB hijau sehingga lebih mencerminkan kesejahteraan masyarakat yang sesungguhnya.

(17)

7

Gambar 3 Kontribusi sektor kehutanan, pertanian, dan industri non migas terhadap PDRB kabupaten Tasikmalaya

Sektor Kehutanan Sebagai Penggerak Ekonomi Daerah

Gambar 4 Nilai LQ tiap sektor kabupaten Tasikmalaya tahun 2008 - 2012 0,00

SKDP : Sub sektor kehutanan dibawah sektor pertanian

SBKI : Sub sektor barang kayu dibawah sektor industri tanpa migas SKBI : Sub sektor kertas dan barang cetakan dibawah sektor industri

(18)

8

Nilai LQ sektor kehutanan setelah digabung (sektor kehutanan dibawah sektor pertanian, barang kayu dan hasil lainnya, dan kertas dan barang cetakan) memiliki nilai LQ berkisar 2.80-3.05 (Gambar 2). Nilai LQ sektor kehutanan lebih besar apabila dibandingkan dengan nilai LQ sektor kehutanan kabupaten Sukabumi (1,05 – 1,44) (Nasir 2013). Hal ini disebabkan nilai PDRB sektor kehutanan kabupaten Tasikmalaya memilki nilai 188, 3 milyar rupiah pada tahun 2012 sedangkan nilai PDRB kabupaten Sukabumi 66.,7 milyar rupiah pada tahun yang sama.

Gambar 4 menunjukkan bahwa nilai LQ sub sektor kehutanan yang berada di dalam sektor pertanian lebih tinggi dibandingkan dengan sektor pertanian dan perkebunan dari tahun 2008-2012. Sektor kehutanan memiliki nilai LQ berkisar 24.90 – 31.77 yang menandakan sub sektor tersebut sudah merupakan sektor basis. Menurut Glasson (1974) bahwa jika nilai LQ > 1, merupakan sektor basis. Sektor ini sudah dapat mengekspor dan menjadi sektor penggerak ekonomi daerah. Sub Sektor barang kayu dan hasil hutan lainnya juga merupakan sektor basis di kabupaten Tasikmalaya, karena memiliki nilai LQ berkisar 1.19–1.79 selama periode 2008-2012. Namun khusus untuk sub sektor kertas dan barang cetakan masih merupakan sektor non basis dengan nilai LQ berkisar 0.49-0.63.

Nilai multiplier effect merupakan perkiraan potensi kenaikan investasi dari suatu kegiatan ekonomi yang baru di dalam suatu wilayah. Nilai multiplier effect

sektor kehutanan pada tahun 2012 adalah 13.315 (Gambar 5) yang berarti setiap penambahan investasi sebesar Rp Y pada sektor kehutanan mengakibatkan penambahan sebesar 13.315 x Rp Y pada PDRB kabupaten Tasikmalaya.

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Sektor Kehutanan

Hasil analisa tabel IFE (Internal Factor Evaluation) menunjukkan bahwa sektor kehutanan kabupaten Tasikmalaya memiliki kekuatan yang lebih besar daripada kelemahan. Faktor kekuatan memiliki rata rata geometri 3.24 sedangkan kelemahan 2.71. Faktor-faktor kekuatan antara lain; lahan kehutanan yang luas, potensi kawasan ekowisata yang tinggi, industri perkayuan menjadi kompetensi inti industri kabupaten Tasikmalaya, potensi hutan rakyat yang tinggi dan

12,000

(19)

9 produktivitas hasil hutan bukan kayu yang tinggi. Kelemahan sub sektor kehutanan kabupaten Tasikmalaya antara lain; pengelolaan kawasan ekowisata yang belum optimal, Sumber Daya Hutan (SDH) rendahnya kualitas bahan baku yang dihasilkan , pelaksanaan konservasi belum optimal, daya saing industri hasil hutan masih rendah, dan banyaknya lahan kritis yang belum ditangani.

Hasil analisa tabel EFE (External Factor Evaluation) menunjukkan bahwa sektor kehutanan memiliki peluang yang lebih besar daripada ancaman. Nilai faktor peluang adalah 2.94 sedangkan nilai faktor ancaman adalah 2.71. Peluang yang dimiliki oleh sektor kehutanan kabupaten Tasikmalaya antara lain; permintaan terhadap hasil hutan kayu untuk bahan baku industri tinggi, keberadaan mitra untuk mendukung pelestarian hutan, permintaan pasar terhadap hasil hutan bukan kayu tinggi, ekowisata populer dan digemari oleh masyarakat, keberadaan investor yang mulai melirik potensi SDH kabupaten Tasikmalaya . Sedangkan ancaman yang dihadapi adalah alih fungsi lahan dan pencurian kayu.

Posisi kondisi sektor kehutanan kabupaten Tasikmalaya dapat diketahui dengan memasukan hasil perkalian faktor internal dan eksternal ke dalam tabel matriks internal-eksternal. Nilai tertinggi dihasilkan dari hasil perkalian matriks IFE dan EFE tersebut adalah 9.49. Hal ini menunjukan bahwa sektor kehutanan di kabupaten Tasikmalaya memiliki kekuatan yang cukup dan berpeluang, sehingga strategi yang diambil adalah strategi SO atau memaksimalkan kekuatan dan memanfaatkan peluang.

Tabel 1 Hasil perkalian faktor internal dan eksternal

Strengths Weakness

3,24 2,71

Opportunties 2,94 9,49 7,97

Threats 2,71 8,78 7,37

Strategi Peningkatan Kontribusi Sektor Kehutanan

Kebijakan – kebijakan yang diperlukan dari strategi SO ini mencakup: Penguatan Industri, Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), Rehabilitasi Lahan Kritis, dan Pengembangan Ekowisata. Strategi-strategi tersebut bertujuan meningkatkan PAD (MPAD), meningkatkan pendapatan masyarakat (MPM), memperluas lapangan kerja dan melestarikan SDH .

(20)

10

Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat sekitar hutan agar mengelola hutan dan menguntungkan bagi masyarakat tersebut dan juga memperhatikan aspek ekologis dan sosial. Masyarakat sekitar hutan ini tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH)

Rehabilitasi Lahan Kritis (RLK) perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana alam, dimulai dari kegiatan penanaman pohon hingga peningkatan kesadaran masyarakat mengenai kelestarian hutan. Lahan kritis yang mencapai 10.974 yang tersebar di 36 kecamatan di kabupaten Tasikmalaya memerlukan kebijakan yang relevan agar pemanfaatan lahan menjadi efisien. Kebijakan RLK yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) tidak akan efektif apabila tidak disertai dukungan dari masyarakat. Pemda perlu melibatkan masyarakat dalam RLK sehingga masyarakat dapat menjadi agen penjaga kelestarian hutan.

Pengembangan Ekowisata (PE) dilakukan dengan meningkatkan sarana – sarana penunjang untuk kawasan ekowisata yang berada di kabupaten Tasikmalaya. Mulai maraknya masyarakat yang menginginkan wisata yang berbau ekowisata membuat pengembangan ekowisata menjadi hal penting untuk menunjang kontribusi sektor kehutanan terhadap perekonomian daerah.

Tabel 2 Hasil skor prioritas AHP

Alternatif Kebijakan Skor

Penguatan Industri (PI) 0,153

Rehabilitasi Lahan Kritis (RLK) 0,236 Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat

(PHBM) & Pengelolaan Hutan Rakyat (PHR)

0,277

Pengembangan Ekowisiata 0,274

Prioritas Kebijakan Pengembangan Sektor Kehutanan

Prioritas alternatif kebijakan diperoleh dari hasil perhitungan rata-rata geometri masing-masing alternatif kebijakan dari semua responden yang konsisten. Total responden adalah 10 orang, responden yang memiliki jawaban konsisten sebanyak 7 orang dan yang tidak konsisten 3 orang. Berdasarkan hasil perhitungan, alternatif kebijakan yang menjadi prioritas utama adalah Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat(PHBM) dan Pengelolaan Hutan Rakyat, diikuti oleh PE, RLK, dan PI.

(21)

11 mempertimbangkan skala prioritas berdasarkan perencanaan partisipatif. Nilai dan Proporsi berbagi dalam PHBM ditetapkan sesuai dengan nilai dan proporsi masukan faktor produksi yang dikontribusikan oleh masing-masing pihak (perusahan, masyarakat, desa hutan, pihak yang berkepentingan). Program PHBM ini bermaksud untuk meningkatkan hubungan yang harmonis antara pengelola hutan (Perhutani) dengan masyarakat disekitarnya dengan cara berbagi kewenangan dan berbagi hasil pengelolaan (Affianto 2005). Dalam sistem PHBM, hutan terbagi dalam pangkuan desa hutan, dalam pangkuan desa hutan dibuatkan lembaga yang disebut Lembaga Masyarakat Desa hutan (LMDH). Realisasi program PHBM di kabupaten Tasikmalaya telah dicapai tahapan Sosialisasi, dialog multi stakeholder, pembentukan LMDH, pembentukan forum kelembagaan sampai dengan perjanjian kerjasama antara Perum Perhutani dan LMDH juga dilaksanakan MoU antara Perhutani dengan Pemerintah Kabupaten dan Kota Tasikmalaya. Menurut data Perhutani tahun 2013 telah terbentuk 123 LMDH tersebar di 122 desa dan 32 kecamatan yang 34 diantaranya memiliki koperasi badan hukum. Manfaat yang dirasakan oleh masyarakat desa hutan meliputi manfaat langsung dan tidak langsung. Manfaat langsung sendiri dirasakan masyarakat desa hutan diantaranya pemanfaatan untuk kayu bakar dan kayu perkakas sedangkan manfaat tidak langsung yang dirasakan oleh masyarakat sekitar hutan adalah sistem tumpangsari yang diberlakukan serta dijadikannya desa hutan tersebut menjadi tempat wisata.

Pengelolaan hutan rakyat juga menjadi alternatif pilihan kebijakan yang menjadi prioritas di kabupaten Tasikmalaya. Salah satu fungsi hutan rakyat adalah menjadi pemasok kayu untuk industri perkayuan, dengan luas hutan rakyat 40.931 Ha dapat menunjang kebutuhan ekonomi masyarakat serta meningkatkan kontribusi kehutanan terhadap perekonomian kabupaten Tasikmalaya. Hutan rakyat di kabupaten tasikmalaya sendiri menurut data dalam tasikmalaya dalam angka 2013 telah memproduksi 388.633 m3 yang meliputi kayu sengon , mahoni dan jati.

(22)

12

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kontribusi sektor kehutanan terhadap ekonomi kabupaten Tasikmalaya selama periode 2008 – 2012 berkisar antara 3.1% hingga 3.46 %. Hasil analisis LQ menunjukan bahwa sektor kehutanan merupakan sektor basis dengan nilai LQ sebesar 24.9 – 31.77 dan nilai multiplier effect sebesar 12.533 – 13.315 sehingga sektor kehutanan merupakan sektor penggerak ekonomi kabupaten Tasikmalaya.

Alternatif kebijakan yang menjadi prioritas untuk meningkatkan kontribusi sektor kehutanan terhadap ekonomi kabupaten Tasikmalaya adalah Pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM) dan Pengelolaan hutan rakyat (PHR), pengembangan ekowisata, rehabilitasi lahan kritis, dan penguatan industri.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai strategi pengelolaan hutan bersama masyarakat dan pengelolaan hutan rakyat sehingga PHBM dan PHR ini dapat lebih meningkatkan kontribusi terhadap ekonomi daerah dan juga dapat memperkuat industri yang ada di Tasikmalaya.

DAFTAR PUSTAKA

Affianto A, WA Djatmiko, S Riyanto, TT Hermawan. 2005.Analisis Biaya dan Pendapatan dalam Pengelolaan PHBM Sebuah Panduan Perhitungan Bagi- Hasil. Bogor(ID): Pustaka Latin.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tasikmalaya. Tasikmalaya (ID) : BPS Kabupaten Tasikmalaya.

_____________________. 2013. Kabupaten Tasikmalaya Dalam Angka 2013.

Tasikmalaya (ID) : BPS Kabupaten Tasikmalaya

Cahyani FD. 2011. Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap Ekonomi Kabupaten Magelang [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. [Dishutbun] Dinas Kehutanan dan Perkebunan . 2011. Rencana Strategis Dinas

Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tasikmalaya. Tasikmalaya (ID) : Dinas Kehutanan dan Perkebunan

Firmansyah E. 2013. Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Kawasan Hutan Lindung Desa Mandalamekar Kecamatan Jatiwaras Kabupaten Tasikmalaya [skripsi]. Bandung (ID). Universitas Pendidikan Indonesia.

(23)

13 Klemperer. DW. 1996.Forest Resource Economics and Finance. Singapura (SN) :

Mcgraw-Hill Book Co.

Nashr F. 2005. Kontribusi Sektor Kehutanan Terhadap Ekonomi Kabupaten Bandung di Era Otonomi Daerah [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Nasir. M. 2013. Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap Ekonomi Kabupaten Sukabumi [skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Rangkuti. F. 1997. Analisis SWOT : Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta

(ID) : PT Gramedia Pustaka Utama.

Richardson HW. 1985. Dasar- dasar Ilmu Ekonomi Regional. Jakarta (ID) : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia

Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin : Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. Setono L, Penerjemah ; Peniawati K, Editor. Jakarta (ID : PT Gramedia. Terjemahan dari : Decision Making for Leaders : Analytical Hierarchy Process for Decission in Complex World.

Situmorang G. 2002. Kontribusi Industri Perkayuan Pada Pembangunan Wilayah Studi Kasus di Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara [skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Suparmoko M. 2006. PDRB Hijau (Konsep dan Metodologi). Didalam : Suparmoko M . PDRB Hijau (Konsep dan Metodologi) disampaikan pada Pelatihan Penyusunan PDRB Hijau dan Perencanaan Kehutanan Berbasis Penataan Ruang ; 10 Juni 2006 ; Departemen Kehutanan ; [Diunduh 2014

Oktober 16]. Tersedia Pada ;

(24)

14

(25)

15 Lampiran 1 Produk domestik regional bruto kabupaten Tasikmalaya tahun

2009-2011 atas dasar harga konstan tahun 2000 menurut lapangan usaha (juta rupiah)

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Tasikmalaya, 2012

LAPANGAN USAHA 2009 2010*) 2011**)

(1) (2) (3) (4)

1. PERTANIAN 2.381.737,68 2.483.928,78 2.536.219,01

a. Tanaman Bahan Makanan 1.565.825,18 1.631.449,60 1.663.338,93

b. Tanaman Perkebunan 321.397,18 338.369,54 349.525,70

c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 179.729,18 187.338,75 191.116,39

d. Kehutanan 185.742,52 192.268,68 194.005,44

e. Perikanan 129.043,62 134.502,21 138.232,56

2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 12.190,99 12.371,50 13.096,42

a. Minyak dan Gas Bumi 0,00 0,00 0,00

b. Pertambangan tanpa Migas 289,13 294,17 304,75

c. Penggalian 11.901,86 12.077,33 12.791,67

3. INDUSTRI PENGOLAHAN 395.627,77 406.255,31 423.919,26

a. Industri Migas 0,00 0,00 0,00

1. Pengilangan Minyak Bumi 0,00 0,00 0,00

2. Gas Alam Cair 0,00 0,00 0,00

b. Industri Tanpa Migas 395.627,77 406.255,31 423.919,26

4. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 53.767,11 57.302,24 58.149,85

a. Listrik 51.831,26 55.357,89 56.119,36

b. Gas Kota 0,00 0,00 0,00

c. Air Bersih 1.935,85 1.944,35 2.030,49

5. BANGUNAN 39.236,41 40.291,15 40.909,21

6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 1.171.661,80 1.198.961,51 1.286.595,81

a. Perdagangan Besar dan Eceran 1.074.671,13 1.097.816,51 1.178.615,17

b. H o t e l 116,88 125,02 125,67

c. Restoran 96.873,79 101.019,99 107.854,96

7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 246.220,17 268.082,74 282.627,58

a. Pengangkutan 187.707,04 203.872,60 218.041,70

1. Angkutan Rel 44.556,72 50.759,02 50.346,61

b. Komunikasi 58.513,13 64.210,14 64.585,87

1. Pos dan Telekomunikasi 58.513,13 64.210,14 64.585,87

2. Jasa Penunjang Komunikasi 0,00 0,00 0,00

8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN 203.824,62 211.460,10 224.201,34

a. Bank 56.718,18 58.851,50 64.550,13

b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 31.930,19 33.111,58 33.684,11

c. Jasa Penunjang Keuangan 0,00 0,00 0,00

d. Sewa Bangunan 91.764,22 94.564,57 99.919,62

e. Jasa Perusahaan 23.412,03 24.932,44 26.047,48

9. JASA-JASA 786.888,64 838.326,05 889.430,55

a. Pemerintahan Umum 685.567,76 732.941,24 779.457,45 1. Adm. Pemerintah & Pertahanan 299.361,99 316.064,96 336.124,06

2. Jasa Pemerintah lainnya 386.205,78 416.876,28 443.333,39

b. Swasta 101.320,87 105.384,81 109.973,10

1. Sosial Kemasyarakatan 47.826,27 50.173,57 50.963,90

2. Hiburan dan Rekreasi 1.775,24 1.794,86 1.901,24

3. Perorangan dan Rumah Tangga 51.719,36 53.416,39 57.107,96

(26)

16

Lampiran 2 Persentase kontribusi PDRB kabupaten Tasikmalaya atas dasar harga konstan 2000

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Tasikmalaya, 2012

LAPANGAN USAHA 2009 2010*) 2011**)

(1) (2) (3) (4)

1. PERTANIAN 44,99 45,01 44,04

a. Tanaman Bahan Makanan 29,57 29,55 28,88

b. Tanaman Perkebunan 6,07 6,13 6,07

c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 3,40 3,40 3,32

d. Kehutanan 3,51 3,49 3,37

e. Perikanan 2,44 2,44 2,40

2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 0,23 0,23 0,23

a. Minyak dan Gas Bumi 0,00 0,00 0,00

6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 22,14 21,73 22,35

a. Perdagangan Besar dan Eceran 20,31 19,90 20,48

b. H o t e l 0,00 0,00 0,00

c. Restoran 1,83 1,83 1,87

7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 4,66 4,85 4,90

a. Pengangkutan 3,55 3,69 3,78

8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN 3,84 3,83 3,90

a. Bank 1,07 1,07 1,12

(27)

17 Lampiran 3 Matriks SWOT sektor kehutanan kabupaten Tasikmalaya

Alternatif kebijakan SO

a. Penguatan industry

b. Pengelolaan hutan bersama masyarakat dan hutan rakyat c. Rehabilitasi lahan kritis d. Pengembangan ekowisata

Alternatif kebijakan ST

a.Membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar hutan

b. Meningkatkan peran LMDH dalam pengelolan hutan

Alternatif kebijakan WO

a. Evaluasi dan perbaikan tata kelola ruang

b. Meningkatkan peran Dishutbun sebagai Dinas pelaksana teknis kehutanan

c. Penguatan inovasi teknologi indusri

Alternatif kebijakan WT

a.Peningkatan sarana pendukung perlindungan hutan

(28)

18

(29)

19 Lampiran 5 Luas hutan rakyat beserta potensi produksi tiap kecamatan kabupaten

(30)

20

Lampiran 6 Matriks IFE kabupaten Tasikmalaya

Faktor Internal Bo R S Komentar

Kekuatan/Strength

2. Potensi kawasan ekowisata Tasikmalaya yang tinggi hilir membutuhkan banyak tenaga kerja

4. Industri perkayuan menjadi kompetensi inti di

5. Potensi hutan rakyat yang tinggi

0,09 3 0,27 Banyak masyarakat yang mendapat keuntungan dengan adanya hutan rakyat 6. Produktivitas hasil hutan

bukan kayu yang tinggi

0,1 3 0,3 HHBK dapat dipanen dan dimanfaatkan tanpa harus menebang pohon

2. Rendahnya kualitas bahan baku kehutanan yang

4. Daya saing industri hasil hutan kabupaten

Tasikmalaya masih rendah

0,23 3 0,69 Dari 255 industri penggergajian, hanya 10 yang memiliki izin usaha 5. Banyak lahan kritis yang

belum ditangani

0,19 2 0,38 10.974 ha masih menjadi lahan kritis

(31)

21 Lampiran 7 Matriks EFE kabupaten Tasikmalaya

Faktor Eksternal Bo R S Komentar

Peluang/Opportunity

1. Permintaan terhadap hasil hutan kayu untuk bahan baku industri tinggi

0,28 3 0,84 Banyak pabrik pengolahan kayu

2. Keberadaan mitra untuk mendukung

pelestarian hutan 0,1

2 0,2 Adanya REDD+ dan program CSR perusahaan

3. Permintaan pasar terhadap hasil hutan bukan kayu tinggi

0,29 2 0,58 Banyak pabrik pengolahan hasil hutan bukan kayu

4. Ekowisata sedang populer dan digemari oleh masyarakat perkotaan

0,33 4 1,32 Masyarakat perlu tempat liburan yang asri

Total 1,0 2,94

Ancaman/Threatment

1. Alih Fungsi Lahan 0,69 3 2,07 Banyak lahan hutan dijadikan pemukiman, penambangan pasir di wilayah pesisir pantai selatan

2. Pencurian Kayu 0,32 1 0,64 Pencurian kayu dari hutan banyak merugikan

Total 1,0 2,71

Lampiran 8 Rata-rata prioritas kebijakan Stakeholder

No Nama Instansi Keterangan

Alternatif Kebijakan

PI RLK PHBM

/ PHR PE 1 Rizal Jamaludin Perhutani tidak

konsisten

0,078 0,220 0,280 0,422

2 Fityan Aonillah Bappeda Konsisten 0,226 0,102 0,265 0,407 3 Iis Fatimah S.E Bappeda Konsisten 0,076 0,306 0,312 0,305 4 Andika Setiawan Bappeda Konsisten 0,330 0,213 0,228 0,229 5 Arif Setiawan S.E BLH tidak

konsisten

0,174 0,349 0,180 0,318

6 Amo Muchtar Dishutbun Konsisten 0,075 0,278 0,427 0,221 7 Dudy Fitrialdy S.T Dishutbun Konsisten 0,274 0,244 0,235 0,247 8 Wawan Heriawan Dispenda tidak

konsisten

0,243 0,211 0,231 0,314

9 Deri S.E Disperindag Konsisten 0,076 0,302 0,378 0,245

10 Aa Dendy Suandi Konsisten 0,220 0,302 0,176 0,303

(32)

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung 13 Desember 1992, merupakan anak pertama dari pasangan Bapak R Subagia Kurniawan dan Ibu Yenny Supriyani. Penulis menempuh pendidikan formal di SDN Guruminda (1998-2004), SMPN 34 Bandung (2004-2007), dan SMA Negeri 21 Bandung (2007-2010). Penulis kemudian melanjutkan studi di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2010.

Selama menjadi mahasiswa di IPB penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), diantaranya menjadi Sekertaris Komunitas Seni Budaya Masyarakat Roempoet (KSB-MR) (2011-2012) , ketua KSB-MR (2012-2013), anggota divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia Kehutanan (PSDMK) PC Sylva IPB (2011-2012),anggota bidang Informasi dan Komunikasi Paguyuban Mahasiswa Bandung (Pamaung) (2011-2012), anggota divisi Internal Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (Himasiltan) (2011-2012), dan menjadi anggota badan pengawas Himasiltan (2012-2013) .

Penulis mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Kewirausahaan pada tahun 2013 dengan judul “Tahu Besi Rendah Lemak dan Tahan Lama ”. Peraih Medali Perak Olimpiade Mahasiswa IPB cabang Aerobik tahun 2013.

Gambar

Gambar 1  Kontribusi tiap sub sektor terhadap PDRB sektor pertanian kabupaten
Gambar 3  Kontribusi sektor kehutanan, pertanian, dan industri non migas
Gambar 5  Nilai multiplier effect sub sektor kehutanan kabupaten Tasikmalaya
Tabel 2  Hasil skor prioritas AHP

Referensi

Dokumen terkait

Elen berusaha memberikan pelayanan yang baik kepada pembeli dengan menjalin komunikasi yang baik dengan.. merespon chat di Shopee segera mungkin ketika sedang online

[r]

BAB IV TRADISI MERANTAU PEDAGANG BUBUR KACANG IJO ASAL KUNINGAN DI YOGYAKARTA TAHUN 1950 - 2015 4.1 Awal Mula Tradisi Merantau Pedagang Burjo (Bubur Kacang Ijo) Asal

[r]

Karakterisasi protein ekstrak kasar dari retentate hasil dari pemisahan menggunakan membran ultrafiltrasi MWCO 10 kDa dilakukan melalui uji aktivitas fibrinolitik secara

Penelitian ini memiliki jumlah subyek penelitian yang terbatas (n&lt;30), yaitu tepatnya 14 orang yang terdiri dari delapan orang guru pada TK Dharma Wanita Persatuan dan KB

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan pe- mahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model discovery learning tidak lebih

Kecerdasan emosional dan tingkat ketergantungan nikotin merupakan salah satu ciri kepribadian dan variabel individu lainnya yang dapat mempengaruhi sikap terhadap perilaku,