• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebaran Spasial Aktivitas Ajag (Cuon alpinus Pallas 1811) di Taman Nasional Baluran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sebaran Spasial Aktivitas Ajag (Cuon alpinus Pallas 1811) di Taman Nasional Baluran"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

SEBARAN SPASIAL AKTIVITAS AJAG (

Cuon alpinus

Pallas 1811)

DI TAMAN NASIONAL BALURAN

ANXIOUS YOGA PERDANA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sebaran Spasial Aktivitas Ajag (Cuon alpinus Pallas 1811) di Taman Nasional Baluran adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

ANXIOUS YOGA PERDANA. Sebaran Spasial Aktivitas Ajag (Cuon alpinus Pallas 1811) di Taman Nasional Baluran. Dibimbing oleh YANTO SANTOSA.

Ajag (Cuon alpinus) adalah salah satu predator yang dominan di Taman Nasional Baluran. Sebaran spasial aktivitas ajag digunakan untuk mengetahui keberadaan dan pergerakan ajag di berbagai tipe penutupan vegetasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sebaran spasial aktivitas ajag di SPTN wilayah I Bekol Taman Nasional Baluran. Lokasi pengamatan meliputi tipe penutupan vegetasi hutan sekunder, hutan tanaman akasia, hutan pantai, semak belukar, evergreen, dan savana. Data sebaran spasial perjumpaan langsung menggunakan metode titik konsentrasi di hutan sekunder dan savana. Metode strip transek digunakan untuk pengambilan data jejak berupa feses, jejak kaki, dan jejak mangsa berupa tulang dan bangkai. Sebaran spasial aktivitas ajag di Taman Nasional Baluran dipengaruhi oleh tipe penutupan vegetasinya. Perjumpaan langsung ajag ditemukan paling banyak di savana dibandingkan dengan tipe penutupan vegetasi lainnya. Sedangkan jejak aktivitas ajag ditemukan di setiap tipe penutupan vegetasi dengan presentase jejak aktivitas terbanyak berada di savana.

Kata kunci: ajag, Taman Nasional Baluran, tipe penutupan vegetasi

ABSTRACT

ANXIOUS YOGA PERDANA. Spatial Distribution of Dhole Activity (Cuon alpinus Pallas 1811) in Baluran National Park. Supervised by YANTO SANTOSA.

Dhole (Cuon alpinus) is one of the dominant predator in Baluran National Park. Spatial distribution of ajag activity was determined to find out its distribution in several types of land cover. The purpose of this research is to study the spatial distribution of ajag daily activity in SPTN I Bekol of Baluran National Park. The observed site included secondary forest, acacia plantation forest, coastal forest, shrub, evergreen, and savanna. Data on direct observation spatial of distribution were collected using concentration point in secondary forest and savanna. Strip transect method was used to collect indirect observation datas such

as feces, footprints, and prey’s bones and dead bodies. Spatial distribution of dhole activities was affected by the type of land cover. Direct encounter ment found the most number of dhole in savanna compared to other land cover types. While traces of its activity were found in every type of vegetation with most percentage types found in savanna.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

ANXIOUS YOGA PERDANA

SEBARAN SPASIAL AKTIVITAS AJAG (

Cuon alpinus

Pallas 1811)

DI TAMAN NASIONAL BALURAN

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Sebaran Spasial Aktivitas Ajag (Cuon alpinus Pallas 1811) di Taman Nasional Baluran

Nama : Anxious Yoga Perdana

NIM : E34100062

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Yanto Santosa, DEA Dosen Pembimbing

Diketahui oleh:

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian ini adalah sebaran spasial, dengan judul Sebaran Spasial Aktivitas Ajag (Cuon alpinus Pallas 1811) di Taman Nasional Baluran.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir Yanto Santosa, DEA selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan saran. Penghargaan penulis sampaikan kepada pihak Taman Nasional Baluran yang telah mengijinkan dan membantu penulis, baik dari segi materil maupun tenaga sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik. Ucapan terima kasih juga diberikan kepada ayah (alm), ibu, beserta seluruh keluarga atas dukungan dan doanya, kepada teman-teman Nepenthes rafflesiana khususnya Tim Banteng atas suka duka dan kerjasamanya, kepada kakak, teman dan adik di Rimbawan Pecinta Alam (RIMPALA) Fakultas Kehutanan khususnya R-XV (Mentari Purwakasiwi, Galuh Ajeng Septaria, Fajar Alif Sampangestu, Puspa Diva Nur Aqmarina, Nurani Hardikananda, Nursinta Arifiani Rosdiana, Mentari Medinawati, Iqbal Nizar Arafat, Fitri Maharani, Anggi Gustiani) dan Ratna Prasetyowati Putri atas motivasi dan kebersamaan selama ini serta semua pihak yang telah memberikan doa dan dukungan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

Hipotesis 2

METODE 2

Waktu dan Tempat 2

Prosedur Penelitian 3

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Sebaran Spasial Perjumpaan Langsung 6

Sebaran Spasial Jejak Aktivitas 10

SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 14

Saran 14

(10)

DAFTAR TABEL

1 Pengamatan titik konsentrasi menurut tipe penutupan vegetasi dan

waktu 4

2 Pengamatan transek jalur menurut tipe penutupan vegetasi dan jumlah

jalur 4

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi penelitian sebaran spasial aktivitas ajag di SPTN wilayah 1

Bekol Taman Nasional Baluran 2

2 Lokasi jalur transek dan titik konsentrasi 5

3 Perjumpaan langsung ajag di setiap tipe penutupan vegetasi 6 4 Ajag di savana Bekol Taman Nasional Baluran 2014 7 5 Ajag di hutan tanaman akasia Taman Nasional Baluran 2009 7

6 Rusa timor di savana Bekol 7

7 Banteng di savana Bekol 7

8 Frekuensi hasil wawancara dan perjumpaan langsung ajag di berbagai tipe penutupan vegetasi setiap minggunya dari bulan Januari – Maret

2014 8

9 Peta sebaran spasial perjumpaan langsung ajag 9

10 Jumlah jejak ajag yang ditemukan setiap jenisnya 10 11 Jejak aktivitas ajag di setiap tipe penutupan vegetasi 11

12 Jenis jejak feses ajag di jalan aspal savana Bekol dan hutan tanaman

akasia 11

13 Jejak kaki ajag di kubangan savana Bekol dan hutan pantai 12 14 Tulang satwa mangsa ajag di hutan tanaman akasia 12 15 Satwa mangsa ajag (rusa timor) di hutan sekunder 13 16 Peta sebaran spasial jejak aktivitas ajag di SPTN I Bekol Taman

Nasional Baluran 13

DAFTAR LAMPIRAN

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ajag (Cuon alpinus) adalah anjing hutan yang hidup di dataran Asia. Status perlindungan ajag berdasarkan International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) Redlist 2013 merupakan kategori satwa liar yang terancam punah. Populasi ajag dewasa (mature individuals) pada habitat alami di seluruh dunia diperkirakan tidak lebih dari 2500 ekor dan sampai saat ini populasinya terus menurun. Beberapa penyebab menurunnya populasi ajag adalah adanya anggapan masyarakat bahwa ajag merupakan satwa yang merugikan dan dijadikan sebagai satwa buruan untuk dimusnahkan. Selain itu, kerusakan habitat satwa mangsa ajag juga memberikan pengaruh terhadap penurunan populasi ajag.

Di Indonesia, ajag hanya dijumpai di pulau Jawa dan Sumatera. Terdapat dua sub spesies yaitu Cuon alpinus javanicus dan Cuon alpinus sumatrensis. Studi pustaka tentang ajag di Indonesia sangat kurang. Satu-satunya referensi yang ada tentang ajag di Indonesia yaitu hasil studi di Taman Nasional Alas Purwo Jawa Timur oleh Hedges dan Tyson 1996. Belum ada data yang pasti mengenai populasi ajag yang hidup di pulau Sumatera dan Jawa.

Keberadaan ajag di pulau Jawa diketahui terdapat pada Taman Nasional Alas Purwo, Gede Pangrango, Gunung Halimun Salak, Ujung Kulon dan Baluran (Ario 2013). Di kawasan Taman Nasional Baluran, ajag merupakan salah satu predator yang dominan. Keberadaan ajag diperkirakan menjadi ancaman bagi satwa herbivora, khususnya rusa timor (Rusa timorensis) dan anakan banteng (Bos javanicus) yang menjadi sumber makanan utama ajag di Taman Nasional Baluran. Dalam kondisi tertentu, ajag menyerang mangsa yang lebih besar seperti kerbau dan banteng (Lekagul dan Mc Neely 1977). Berdasarkan laporan kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan (2005), kondisi tersebut merupakan salah satu penyebab penurunan populasi banteng di kawasan Taman Nasional Baluran.

Data mengenai sebaran spasial aktivitas ajag sangat diperlukan untuk mengetahui pengaruh ancaman tersebut. Oleh sebab itu, kajian sebaran spasial aktivitas ajag di Taman Nasional Baluran berguna untuk mengetahui keberadaan dan pergerakan ajag. Identifikasi sebaran spasial aktivitas ajag mencakup aktivitas yang terlihat baik secara perjumpaan langsung maupun tidak langsung dari jejak yang ditinggalkan. Hasil sebaran spasial aktivitas ajag diharapkan dapat mendukung pengelolaan ajag yang ada sehingga terjamin kelestarian dan keseimbangan ekosistem di Taman Nasional Baluran.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sebaran spasial aktivitas ajag di SPTN wilayah I Bekol Taman Nasional Baluran.

Manfaat penelitian

(12)

2

salah satu acuan bagi pengelolaan dalam pengambilan kebijakan sebagai usaha pelestarian banteng yang berpotensi sebagai pakan ajag. Selain itu, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan bagi kepentingan penelitian lainnya yang berhubungan dengan bidang ekologi ajag.

Hipotesis

Hipotesis yang diuji yaitu:

H0: Sebaran spasial aktivitas ajag di Taman Nasional Baluran merata.

H1: Sebaran spasial aktivitas ajag di Taman Nasional Baluran di pengaruhi oleh tipe penutupan vegetasi.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian sebaran spasial aktivitas ajag dilaksanakan pada SPTN wilayah I Bekol Taman Nasional Baluran, Kabupaten Situbondo Provinsi Jawa Timur (Gambar 1). Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan dari Februari - Maret 2014.

(13)

3 Prosedur Penelitian

Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh gambaran umum tentang hal-hal yang telah dipelajari oleh peneliti sebelumnya mengenai ajag. Beberapa literatur yang digunakan dalam studi pustaka merupakan hasil-hasil penelitian, laporan kegiatan yang berada di perpustakaan Taman Nasional Baluran dan informasi yang diperoleh dari situs internet mengenai ajag.

Wawancara

Wawancara ditujukan kepada 20 orang yang terdiri dari PEH dan POLHUT serta 10 masyarakat di kawasan Taman Nasional Baluran. Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang keberadaan ajag beserta penyebarannya di Taman Nasional Baluran. Data yang dikumpulkan meliputi:

a. Lokasi dan tipe penutupan vegetasi daerah sebaran ajag.

b. Jumlah ajag yang terlihat pada bulan Januari dan Februari 2014 pada periode waktu tertentu (jam) dan aktivitas yang sedang dilakukan.

c. Satwa yang menjadi mangsa dan predator ajag. Observasi Lapang

Observasi lapang dilakukan sebelum pengumpulan data untuk memastikan bahwa data-data yang diperoleh dari wawancara merupakan informasi yang benar. Selain itu juga digunakan sebagai pertimbangan penentuan titik-titik pengamatan yang tepat sehingga diperoleh data yang representatif. Penentuan lokasi tersebut disesuaikan dengan kondisi peta kerja tutupan vegetasi Taman Nasional Baluran. Pengambilan Data

Data sebaran spasial aktivitas ajag yang diambil yaitu perjumpaan langsung dan jejak aktivitas. Data sebaran spasial perjumpaan langsung menggunakan metode titik konsentrasi (consentration count) di tipe penutupan vegetasi savana Bekol dan hutan sekunder yang berada di daerah Manting. Savana Bekol merupakan tempat berkumpulnya satwa mangsa seperti rusa timor sedangkan hutan sekunder di daerah Manting berdasarkan hasil observasi lapang ditemukan keberadaan ajag sedang beraktivitas makan. Pengamatan dilakukan setiap pagi, sore, dan malam hari sebanyak 3 kali pengulangan selama 2 jam sedangkan hutan sekunder hanya pagi dan sore. Pada savana terdapat 3 titik pengamatan dengan jarak antar titik ±500 meter. Pada hutan sekunder terdapat 3 titik dengan jarak antar titik ±200 meter (Tabel 1).

(14)

4

Tabel 1 Pengamatan titik konsentrasi menurut tipe penutupan vegetasi dan waktu Waktu

Metode strip transek digunakan untuk mengamati data sebaran spasial jejak aktivitas. Garis pengamatan yang dibuat berupa jalur dengan panjang minimal ±2 km dan lebar ±50 m pada setiap tipe penutupan vegetasi. Parameter yang diamati meliputi feses, jejak kaki, dan jejak mangsa berupa tulang dan bangkai. Tabel 2 menunjukkan lokasi pengamatan mencangkup hutan sekunder, hutan tanaman akasia, hutan pantai, semak belukar, evergreen, dan savana. Total panjang transek 80 km pada seluruh tipe penutupan vegetasi.

Jalur transek yang dilakukan mengikuti jalan aspal dan jalan setapak yang sudah ada. Hal ini disebabkan penemuan jejak ajag saat observasi lapang berada di kondisi tapak yang bersih tidak ada serasah maupun rumput diatasnya. Selain itu, sulitnya mendeteksi jejak ajag pada tapak yang keras, rumput, serasah disebabkan ukuran tubuh ajag yang ringan (±20 kg) sehingga memaksimalkan jalur-jalur tersebut untuk memperoleh data yang representatif.

Data spasial jejak aktivitas ajag didokumentasikan menggunakan kamera Canon Powershot SX 50 dan ditandai koordinatnya menggunakan GPSmap 76CSx. Pengukuran panjang jejak ajag menggunakan meteran. Selain itu, meteran digunakan sebagai pembanding saat pengambilan dokumentasi. Data yang terkumpul dituliskan pada tallysheet sebagai rekapan data selain pada GPS.

(15)

5

Gambar 2 Lokasi jalur transek dan titik konsentrasi

Analisis Data

Pengujian hipotesis menggunakan rumus Chi-Square (�2) yang dinotasikan sebagai berikut:

�ℎ� ��2 = [∑ �0− �� 2

�� ] Keterangan:

�2 : Nilai chi-kuadrat

�� : Frekuensi yang diharapkan

�0 : Frekuensi yang diperoleh/diamati

�tabel2 = �2(∝ ; Db) Keterangan:

Taraf nyata: ∝ = 5% = 0.05 Derajat bebas: Db = 5 Kriteria uji:

(16)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebaran spasial perjumpaan langsung

Hasil penelitian perjumpaan langsung menunjukkan bahwa ajag lebih banyak ditemukan di daerah savana dibandingkan tipe penutupan vegetasi lainnya (Gambar 3). Sebanyak 20 individu ditemukan di savana dan 7 individu ditemukan di hutan sekunder (Gambar 4). Ajag tidak ditemukan pada tipe penutupan vegetasi seperti evergreen, semak belukar, hutan tanaman akasia, dan hutan pantai. Hasil ini sesuai dengan laporan Pengendali Ekosistem Hutan (PEH 2005) yang menyatakan bahwa ajag sering dijumpai di savana. Hal ini didukung dengan pernyataan Durbin et al (2004) bahwa ajag juga memanfaatkan hutan terbuka atau padang rumput lebih banyak dibandingkan hutan tertutup. Pada tahun 2009, terdapat dokumentasi keberadaan ajag di hutan tanaman akasia Taman Nasional Baluran (Gambar 5). Hasil camera trap beberapa lokasi kawasan konservasi lainnya di Indonesia menunjukkan bahwa ajag ditemukan di dataran rendah hingga dataran tinggi seperti di Taman Nasional Gede Pangrango dan Gunung Halimun Salak mencapai ketingginan ±1300 mdpl (Ario 2013).

Gambar 3 Perjumpaan langsung ajag di setiap tipe penutupan vegetasi Uji hipotesis sebaran spasial perjumpaan langsung ajag menunjukkan bahwa keberadaan ajag dipengaruhi oleh tipe penutupan vegetasi (�ℎ� ��2 = . >

�0.052 = . ). Faktor yang mempengaruhi sebaran spasial perjumpaan langsung ajag yaitu keberadaan satwa mangsa. Komponen habitat yang penting bagi ajag adalah pakan. Johnsingh (1985) menyatakan bahwa salah satu faktor utama yang mempengaruhi keberadaan ajag adalah kelimpahan mangsa.

Beberapa mangsa buruan utama ajag di Taman Nasional Baluran yaitu rusa timor yang berkumpul di daerah savana Bekol. Berdasarkan klasifikasi pakan ajag, rusa timor merupakan pilihan utama ajag dan selalu tersedia (preferred food) dalam memenuhi kebutuhan nutrisinya. Beberapa studi pustaka menunjukkan ajag menyukai mangsa yang berukuruan sedang ±75 kg. Salah satunya yaitu studi pustaka mengenai pakan musiman di barat laut Bhutan yang menunjukkan bahwa jenis pakan rusa sambar (Rusa unicolor) paling diminati yaitu sebesar 51,3% dibandingkan spesies lainnya (Kamler et al 2011).

(17)

7

Savana Bekol merupakan habitat yang sangat penting bagi keberadaan rusa timor sebagai tumpuan sumber pakan dan aktivitas lainnya. Populasi rusa timor di Taman Nasional Baluran sangat melimpah hingga mencapai 500 individu. Sehingga keberadaan rusa timor di tipe penutupan vegetasinya selain savana Bekol sangat kecil. Rusa timor merupakan satwa grazzer yang menggantungkan hidupnya pada rumput yang berada di savana Bekol. Savana Bekol merupakan savana yang tergolong datar sehingga pengamatan predator terhadap mangsanya semakin luas. Menurut Santosa et al (2008), pola sebaran spasial rusa timor yaitu berkelompok.

Satwa mangsa lainnya yang terancam adalah anakan banteng (Bos javanicus) di Taman Nasional Baluran. Hasil pengamatan ditemukan banteng jantan dewasa sedang berada di savana Bekol. Banteng yang dijumpai soliter dewasa tua sedangkan menurut Alikodra (1983), banteng hidup secara berkelompok untuk mempertahankan diri dari serangan predator. Pada saat pengamatan dijumpai seekor banteng tua yang menghindari keberadaan ajag di savana Bekol (Gambar 7). Hoorgerwerf (1970) menyatakan bahwa banteng yang sudah tua dan mendekati waktu kematian akan memisahkan diri dan menjadi banteng soliter sehingga rawan untuk menjadi mangsa satwa predator.

Sulitnya perjumpaan banteng khususnya di savana Bekol dipengaruhi adanya keberadaan ajag pada lokasi tersebut. Sabarno (2001) menyatakan bahwa selain perburuan oleh manusia, keberadaan ajag merupakan salah satu ancaman bagi banteng. Hal ini menyebabkan banteng memilih tipe penutupan vegetasi lainnya yang lebih aman untuk menghindari serangan predator. Padahal savana Bekol merupakan habitat yang mendukung kelangsungan hidup banteng. Hal

Gambar 4 Ajag di savana Bekol Taman Nasional Baluran 2014

Gambar 5 Ajag di hutan tanaman akasia Taman Nasional Baluran 2009

(18)

8

tersebut juga didukung oleh pernyataan Alikodra (1983) bahwa banteng menyukai padang rumput atau savana yang terletak pada daerah yang berbukit sampai datar serta berdekatan dengan sumber air akan tetapi bedasarkan hasil pengamatan banteng hanya dijumpai sekali berada di savana Bekol.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas ajag yang terlihat yaitu makan dan berburu rusa timor di savana Bekol dan hutan sekunder. Aktivitas ini terlihat pada pagi dan sore hari. Durbin et al (2004) menyatakan bahwa ajag merupakan satwa diurnal yang aktif pada waktu fajar hingga senja. Hal ini dipengaruhi oleh satwa mangsanya yaitu rusa timor yang merupakan satwa diurnal.

Ajag lebih memilih berburu secara berkelompok untuk mendapatkan mangsa yang besar seperti rusa timor bahwa kelompok ajag yang dijumpai saat berburu berjumlah 3-20 individu. Hasil penelitian menunjukkan beberapa pustaka menyatakan bahwa ajag dapat berburu sendiri atau berpasangan tergantung pada ketersediaan mangsa (Cohen 1977). Ajag menyukai perburuan terhadap mangsa yang masih hidup, namun dijumpai juga ajag memakan sisa-sisa bangkai banteng, rusa, dan babi (PEH 2005). Bedasarkan hasil pengamatan lapang, ajag selalu ditemukan berburu mangsa hidup yaitu rusa timor. Kelompok ajag akan memakan mangsa buruan yang sudah tertangkap secara bersama-sama tanpa adanya kompetisi yang nyata. Beberapa ajag terlihat berjaga-jaga di sekitar area pemangsaan. Hal tersebut merupakan salah satu strategi dalam berkomukasi sehingga saat ajag makan kondisi sekitar tetap teramati (PEH 2005).

Hasil perjumpaan langsung dengan ajag di savana Bekol menunjukkan waktu yang tidak kontinu (Gambar 8). Hal ini disebabkan adanya kewaspadaan yang lebih tinggi dari rusa timor setelah ajag berburu di savana. Selain itu, adanya satwa mangsa ajag lainnya yang tersebar di berbagai tipe penutupan vegetasi. Penelitian di Mundumalai Wildlife Sanctuary India memperlihatkan bahwa ajag cenderung menggunakan tempat berburu yang bervariasi dalam teritorinya secara rotasi (Venkataraman 1998).

Keterangan: *Perjumpaan langsung

(19)

9 Hasil wawancara menunjukan bahwa ajag ditemukan di berbagai tipe penutupan vegetasi lainnya selain savana. Aktivitas yang dilakukan yaitu berburu dan makan. Pada hutan sekunder, ajag menyerang babi hutan (Sus scrofa) di daerah SPTN wilayah II Karangtekok. Hasil pengamatan tidak menemukan babi hutan di daerah savana Bekol. PEH (2005) menyatakan bahwa kondisi babi hutan saat ini merupakan salah satu pengaruh adanya serangan ajag yang tinggi di savana Bekol. Pada tahun 1990-an, populasi babi hutan sangat tinggi. Babi hutan merupakan salah satu makanan favorit ajag selain rusa timor dan kambing ternak (Fox 1983). Secara geografis dapat dilihat pada gambar hasil perjumpaan langsung ajag dan hasil wawancara (Gambar 9).

Gambar 9 Peta sebaran spasial perjumpaan langsung ajag

(20)

10

Sebaran spasial jejak aktivitas

Pada umumnya seluruh satwa liar meninggalkan suatu jejak untuk menunjukan keberadaannya di alam. Davidar (1975) menyatakan bahwa jejak ajag ditinggalkan untuk menandai wilayahnya. Jenis jejak ajag yang dijumpai saat penelitian berupa tapak kaki, feses, tulang, dan bangkai mangsa. Jejak yang ditemukan merupakan jejak baru yang ditinggalkan ajag pada saat pengamatan. Jejak tersebut menggambarkan bahwa ajag melakukan aktivitas membuang kotoran, berjalan, dan makan.

Terdapat 98 jejak aktivitas ajag yang ditemukan tersebar di berbagai tipe penutupan vegetasi (Gambar 10). Feses ajag merupakan jenis jejak yang ditemukan paling banyak dengan jumlah 78 buah. Feses tersebut ditemukan berada ditempat terbuka yang tidak ada rumput dibawahnya. Kondisi tempat ditemukan feses berada di jalan aspal dan tegakan akasia yang sudah tidak tumbuh rumput. Penelitian Karanth dan Sunquist (1995) pada hutan tropis India juga menujukkan bahwa feses yang ditemukan berada di tengah jalan. Jenis jejak yang ditemukan lainnya yaitu 15 tulang mangsa, 3 bangkai mangsa, dan 2 kaki ajag.

Gambar 10 Jumlah jejak ajag yang ditemukan setiap jenisnya

Sebaran spasial jejak aktivitas ajag terbanyak berada di savana diikuti oleh hutan sekunder, semak belukar, hutan tanaman akasia, hutan pantai, dan evergreen. Hal ini menunjukkan bahwa ajag berada di setiap tipe penutupan vegetasi. Hasil tersebut berbeda dengan sebaran spasial perjumpaan langsung aktivitas ajag yang hanya ditemukan di tipe penutupan vegetasi savana dan hutan sekunder. Berdasarkan IUCN (2013), ajag dapat ditemukan dalam berbagai tipe penutupan vegetasi yaitu hutan primer, hutan sekunder dan bentuk terdegradasi dari hutan gugur kering dan lembab tropis, hutan cemara dan semi-evergreen, hutan duri kering, padang rumput mosaik-scrub-hutan, dan padang rumput alpine (di atas 3.000 mdpl).

Hasil pengamatan lapang menunjukkan bahwa keberadaan jejak ajag di Taman Nasional Baluran dipengaruhi adanya keberadaan mangsanya. Hal tersebut sama dengan perjumpaan langsung yang paling banyak ditemukan di tipe penutupan vegetasi savana. Terdapat 44 buah jejak aktivitas yang terdapat pada savana (Gambar 11). Bedasarkan hasil jejak aktivitas ajag, keberadaan mangsa ajag yang tersebar disetiap tipe penutupan vegetasinya menunjukkan bahwa ajag mengikuti pergerakan mangsanya dalam kebutuhan pakan.

(21)

11

Gambar 11 Jejak aktivitas ajag di setiap tipe penutupan vegetasi

Hasil uji hipotesis menyimpulkan bahwa sebaran spasial jejak aktivitas ajag dipengaruhi oleh tipe penutupan vegetasi (�ℎ� ��2 = . > �0.052 = . ). Penyebaran jejak di setiap tipe penutupan vegetasi tidak sama. Hal ini disebabkan keberadaan mangsa utama ajag yang terkonsentrasi di savana. Selain itu, savana dapat memenuhi kebutuhan satwa herbivora dalam memenuhi kebutuhan nutrisinya.

Feses merupakan salah satu indikasi keberadaan ajag yang mudah ditemukan di Taman Nasional Baluran. Data penelitian menunjukkan bahwa feses tersebar di setiap tipe penutupan vegetasi sehingga diduga terdapat beberapa kelompok yang hidup di kawasan Taman Nasional Baluran. Gambar 12 menunjukkan feses ajag yang berada di jalan aspal savana Bekol dan hutan tanaman akasia.

Presentase feses yang ditemukan saat penelitian yaitu sebesar 79.6%. Savana memiliki presentase ditemukannya feses ajag terbesar yaitu 44.9%. Berdasarkan feses tersebut diduga satwa mangsa ajag yang utama yaitu rusa timor. Data tersebut sama dengan penelitian mengenai pakan musiman ajag di barat laut Bhutan. Berdasarkan identifikasi feses terdapat 51,3% rusa sambar sebagai pakan ajag saat musim hujan (Kamler et al 2011). Hal ini menunjukkan bahwa palabilitas pakan ajag berupa mamalia besar dengan ukuran sedang seperti rusa timor.

(22)

12

Jejak kaki ajag merupakan salah satu satu jenis jejak yang sulit ditemukan karena kecilnya ukuran kaki dan berat badan ajag dewasa yang relatif ringan. Berat badan ajag berkisar antara 10-20 kg sehingga jejak kaki tidak nampak pada tanah yang keras. Jejak kaki ajag yang ditemukan pada kubangan yang berada di savana Bekol nampak secara jelas karena kondisi tanah tersebut sebelumnya terkena air hujan (Gambar 13). Selain itu, pada hutan pantai yang berjenis tanah pasir juga ditemukan jejak kaki ajag secara jelas. Sedangkan lokasi yang berdekatan dengan sumber air alami pada hutan pantai tidak ditemukan adanya jejak ajag.

Hutan tanaman akasia berdekatan dengan savana Bekol yang digunakan oleh rusa timor untuk berteduh saat siang hari. Kondisi topografi yang datar mempertinggi presentase keberhasilan ajag dalam berburu rusa timor sebagai mangsa utama. Tulang tersebut ditemukan pada hutan tanaman akasia yang relatif terbuka (Gambar 14). Berdasarkan ukuran dan bentuknya, beberapa tulang yang ditemukan merupakan tulang rusa timor. Terdapat feses ajag di sekitar tulang tersebut sehingga diduga tulang tersebut merupakan sisa mangsa ajag. Selain itu, tidak ditemukan tanda-tanda andanya keberadaan manusia melakukan perburuan satwa dengan meninggalkan jerat kawat (slink) ataupun alat buru lainnya.

Pada daerah Manting ditemukan 3 bangkai satwa mangsa ajag berupa rusa timor anakan, betina dewasa, dan jantan dewasa (Gambar 15). Pemangsaan tersebut dilakukan pada saat pagi hari. Terdapat beberapa rusa timor yang selamat dari perburuan ajag dengan melarikan diri ke arah laut. Pada kondisi satwa mangsa sedikit, ajag terlihat memakan sisa-sisa bangkai satwa (Selvan 2013). Akan tetapi, hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ditemukan bangkai satwa selain dari pemangsaan ajag. Hal ini disebabkan adanya kelimpahan satwa mangsa ajag di Taman Nasional Baluran.

Gambar 13 Jejak kaki ajag di kubangan savana Bekol dan hutan pantai

(23)

13

Bedasarkan letak geografisnya, data sebaran spasial jejak aktivitas ajag menunjukkan keberadaan jejak yang cenderung mengelompok (Gambar 16). Terdapat dua daerah yang mengelompok yaitu di daerah savana Bekol dan semak belukar pada HM 20. Pada daerah savana sudah jelas bahwa lokasi tersebut merupakan sumber pakan ajag. Beberapa indikasi jejak ajag berada di lokasi sekitar HM 20 disebabkan adanya hewan ternak seperti kerbau dan sapi warga yang digembalakan pada daerah tersebut. Hal tersebut memicu adanya kawanan kelompok ajag yang lainnya untuk mendapatkan mangsa. Beberapa laporan warga masyarakat Sumberwaru bahwa ajag sering menyerang hewan ternaknya saat sedang digembalakan. Kondisi tersebut disebabkan adanya kemudahan dalam pemangsaan hewan ternak daripada satwaliar. Hal ini menguntungkan bagi pengelola untuk mengurangi penggembalaan hewan ternak di dalam kawasan Taman Nasional Baluran.

Gambar 16 Peta sebaran spasial jejak aktivitas ajag di SPTN I Bekol Taman Nasional Baluran

(24)

14

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Sebaran spasial aktivitas ajag di Taman Nasional Baluran dipengaruhi oleh tipe penutupan vegetasinya. Perjumpaan langsung dengan ajag paling banyak ditemukan di savana dibandingkan dengan tipe penutupan vegetasi lainnya. Sedangkan jejak aktivitas ajag ditemukan di setiap tipe penutupan vegetasi dengan presentase jejak aktivitas terbanyak berada di savana.

Saran

1. Inventarisasi populasi ajag di kawasan Taman Nasional Baluran untuk memperbarui data nasional tentang status keberadaan ajag di dunia.

2. Adanya kerjamasama dengan lembaga konservasi lainnya dalam hal kamera trap untuk penelitian ajag sebagai salah satu satwa predator yang dilindungi agar memperoleh data demografi yang lebih maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra HS. 1983. Ekologi banteng (Bos javanicus d’Alton) di Taman Nasional Ujung Kulon [tesis]. Bogor (ID): Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Ario A. 2013. Ajag (Cuon alpinus) predator yang terlupakan. Makalah ekologi dan konservasi satwaliar. Bogor (ID): Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Cohen J. 1977. A review of the biology of the dhole or Asiatic wild dog (Cuon alpinus, Pallas). Anim. Reg. Stud. 1:141- 158.

Davidar ERC. 1975. Ecology amd behavior of the dhole or India wild dog Cuon alpinus (Pallas). The wild canids. Pp 109-119.

Durbin LS, Venkataraman S, Hedges, Duckworth W. 2004. Dhole (Cuon alpinus). Pp. 210-219 in Canids: foxes, wolves, jackals and dogs. Status survey and conservation action plan (C. Sillero-Zubiri, M. Hoffmann, and D.W. Macdonald, eds.). IUCN/ SSC Canid Specialist Group, Gland, Switzerland. Fox MW. 1983. The Whistling Hunters: Field Studies of The Asiatic Wild Dog.

New York: Scribner.

Hoogerwerf A. 1970. Ujung kulon The Land of The Javan Rhinocheros. E. J. Brilol Leiden.

[IUCN] International Union for Conservation of Nature and Resources. 2013. The IUCN Red List of Threatened Species: Cuon alpinus. Version 2013.2. <www.iucnredlist.org>.Hoogerwerf A. 1970. Ujungkulon The Land of The Javan Rhinocheros. E. J. Brilol Leiden.

(25)

15 Kamler JF, Sonam WW, Kinzang L, Ute S, David WM. 2011. Seosonal diet of dhole (Cuon alpinus) in northwestern Bhutan. Mammalian biology. 76(1): 518-520.

Karanth KU, Sunquist ME. 2000 Behavioural correlates of predation by tiger (Panthera tigris), leopard (Panthera pardus) and dhole (Cuon alpinus) in Nagarahole, India. Journal of Zoology (London) 250:255-256.

Lekagul B, Mc Neely JA. 1977. Mamalls of Thailand. Bangkok (1): Shakamfhat Co.

[PEH] Pengendali Ekosistem Hutan. 2005. Laporan kegiatan studi pola perilaku dan sebaran ajag di Taman Nasional Baluran. Situbondo (ID): Balai Taman Nasional Baluran.

Sabarno MY. 2001. Savana Taman Nasional Baluran. Biodiversitas. 3(1) 207-212. Santosa Y, Diah A, Agus PK. 2008. Pendugaan model pertumbuhan dan penyebaran spasial populasi rusa timor (Cervus timorensis de Blainville 1822) di Taman Nasional Alas Purwo. Vol 13: Pp 1-7.

Selvan KM, Gopi GV, Syed AH. 2013. Dietary preference of the asiatic wild dog (Cuon alpinus) in India. Mammalian Biology. 78: 486-489.

(26)

16

Lampiran 1 Uji chi square sebaran spasial perjumpaan langsung ajag.

Tipe penutupan vegetasi F0 Fe (F0– Fe )2 (F0– Fe )

72.78 11.07 Sebaran spasial perjumpaan langsung ajag dipengaruhi oleh tipe penutupan vegetasi Kriteria uji:

X2hitung < X2tabel , maka terima H0 X2hitung > X2tabel , maka terima H0 Lampiran 2 Uji chi square sebaran spasial jejak aktivitas ajag.

Tipe penutupan vegetasi F0 Fe (F0– Fe )2 (F0– Fe )

65.10 11.07 Sebaran spasial jejak aktivitas ajag dipengaruhi oleh tipe penutupan vegetasi Kriteria uji:

(27)

17

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Madiun pada tanggal 24 Juli 1992 dari ayah Rochhadi Pratopo Birowo (alm) dan ibu Diah Lukiana Kurniawati. Penulis adalah putra pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 6 Madiun dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) pada tahun 2012 di Cagar Alam Pangandaran - Gunung Sawal Jawa Barat, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) tahun 2013 di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), dan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) pada bulan Januari - Februari 2014 di Taman Nasional Baluran, Jawa Timur.

Penulis juga aktif mengikuti kegiatan organisasi di kampus, antara lain panitia Forester Cup tahun 2012, panitia Bina Corps Rimbawan tahun 2012, anggota Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowista (HIMAKOVA) 2011-2012 serta anggota Rimbawan Pecinta Alam (RIMPALA) sejak tahun 2011.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pada teori diagnosa keperawatan yang diangkat pada pasien dengan diabetes mellitus adalah resiko kekurangan cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (dari

1.. Pemerintah Kota Surabaya masih mengunakan sistem manual yang didata didalam buku yang selanjutnya akan disetorkan di Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya pada

Ucapan terimakasih juga tidak lupa penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah

Bagaimana cara bapak/ibu menarik minat pengepul, pelanggan atau pedagang ikan agar mau mengambil atau membeli ikan lele di tempat bapak/ibu padahal bapak/ibu tahu

Internship ialah peringkat transisi profesional yang bertujuan untuk mengaitkan pengalaman amalan profesional pelajar dengan tugas guru permulaan. Pelajar dikehendaki

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPS antara siswa yang dibelajarkan melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe talking

[r]