• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Antihiperglikemik Minuman Secang (Caesalpinia Sappan Linn.) Pada Wanita Dewasa Dengan Pradiabetes.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek Antihiperglikemik Minuman Secang (Caesalpinia Sappan Linn.) Pada Wanita Dewasa Dengan Pradiabetes."

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK ANTIHIPERGLIKEMIK MINUMAN SECANG

(Caesalpinia sappan Linn.) PADA WANITA DEWASA DENGAN

PRADIABETES

MERTIEN SA’PANG

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Efek Antihiperglikemik Minuman Secang (Caesalpinia sappan Linn.) pada Wanita Dewasa Dengan Pradiabetes” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2015

Mertien Sa‟pang

(4)
(5)

RINGKASAN

MERTIEN SA‟PANG. Efek Antihiperglikemik Minuman Secang (Caesalpinia

sappan Linn.) Pada Wanita Dewasa Dengan Pradiabetes. Dibimbing oleh

MUHAMMAD RIZAL MARTUA DAMANIK dan HADI RIYADI.

Saat ini diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit tidak menular yang paling sering ditemui secara global. Diabetes mellitus adalah penyebab utama keempat atau kelima kematian di beberapa negara berpenghasilan tinggi dan juga mulai menjadi penyakit epidemik di banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah. Prevalensi DM diperkirakan akan terus meningkat mengingat prevalensi pradiabetes juga cukup tinggi dimana hasil studi Diabetes Prevention

Program (DPP) menunjukkan bahwa 10% penderita pradiabetes diperkirakan

akan menjadi penderita diabetes setiap tahunnya. Mengingat besarnya dampak negatif yang disebabkan oleh prevalensi diabetes yang tinggi sehingga perlu dilakukan strategi pencegahan progresivitas pradiabetes menjadi diabetes. Salah satunya dengan pemanfaatan minuman fungsional (minuman secang).

Penelitian ini secara umum bertujuan menganalisis pengaruh intervensi minuman secang terhadap kadar glukosa darah dan kadar insulin puasa pada dewasa dengan pradiabetes. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah menganalisis tingkat konsumsi, aktivitas fisik serta pengaruh intervensi minuman secang terhadap kadar glukosa darah puasa (GDP), dan kadar insulin puasa pada dewasa dengan pradiabetes. Desain penelitian yang digunakan adalah quasi experimental one group pre and post-test dengan 11 orang subjek dengan kriteria inklusi antara lain: wanita berusia 20-60 tahun; hasil skrining awal GDP 100-125 mg/dL; telah mendapat penjelasan penelitian dan bersedia menandatangani informed consent.. Kriteria eksklusi antara lain: berpartisipasi dalam penelitian lain, mengonsumsi suplemen secara rutin dan menjalani terapi pengobatan. Pada penelitian ini subjek diberikan intervensi minuman secang. Pembuatan produk intervensi berupa minuman secang dilakukan di IPB Dramaga, sedangkan pengambilan darah dan analisis glukosa darah dilaksanakan di Klinik Muhammadiyah Bubulak, Kab. Bogor dan analisis insulin puasa di Laboratorium Departemen Patologi Klinik RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Seluruh kegiatan penelitian dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 hingga Januari 2015.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi karakteristik yaitu usia, pendidikan terakhir, status pernikahan dan besar keluarga, status gizi berdasarkan indeks massa tubuh melalui pengukuran berat badan dan tinggi badan, data konsumsi pangan food-recall 3x24jam selama intervensi, aktivitas fisik, kadar glukosa darah puasa (GDP) dan insulin puasa subjek sebelum dan setelah intervensi. Analisis statistik deskriptif dilakukan pada data karakteristik responden meliputi usia, pendidikan terakhir, status pernikahan, besar keluarga, indeks massa tubuh (IMT), data konsumsi pangan dan aktivitas fisik. Untuk menganalisis perbedaan GDP dan insulin sebelum dan setelah intervensi minuman menggunakan uji t berpasangan setelah uji normalitas Saphiro-Wilk.

(6)

anggota keluarga) (63.6%). Untuk tingkat kecukupan zat gizi sebagian besar subjek memiliki tingkat kecukupan energi defisit tingkat ringan dan sedang (masing-masing 36.4%), tingkat kecukupan protein defisit tingkat ringan,sedang dan berat (masing-masing 27.3%), tingkat kecukupan lemak defisit tingkat berat (45,5%), dan tingkat kecukupan karbohidrat cukup (72.7%). Terjadi penurunan rata-rata kadar glukosa darah puasa subjek setelah intervensi secara signifikan (p<0.05) Namun tidak terdapat perbedaan nyata antara kadar insulin puasa sebelum dan setelah intervensi (p>0.05).

Melalui penelitian ini terlihat bahwa minuman secang dapat menurunkan kadar glukosa darah puasa pada dewasa dengan pradiabetes, namun tidak mempengaruhi kadar insulin. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui interaksi antar komponen aktif dengan zat gizi dan obat.

(7)

SUMMARY

MERTIEN SA‟PANG. Antihyperglycemic Effect of Sappanwood (Caesalpinia

sappan Linn.) Drinks in Prediabetic Women. Supervised by MUHAMMAD

RIZAL MARTUA DAMANIK dan HADI RIYADI.

Diabetes mellitus is one of the most common non-communicable diseases, globally. Diabetes mellitus is the fourth or fifth leading cause of death in the high-income countries and also began to become an epidemic disease in many low and middle income countries. The prevalence of diabetes is estimated to increase given the prevalence of prediabetes is also high enough. Study from Diabetes Prevention Program (DPP) showed that 10% of people with prediabetes were expected to become diabetics annually. Given the magnitude of the negative impact caused by the high prevalence of diabetes, prevention strategies for progression of prediabetes becomes diabetes need to be conducted. One of them is utilization of functional drinks (sappanwood drinks).

The main objective of this study was to determine the antihyperglycemyc effect of sappanwood drinks in prediabetic women. There were four specific aims of the present study: to determine consumption, level of nutritional adequacy, and physical activity of subjects during the intervention; to analyze the effect of sappanwood drinks compared pre and post intervention on fasting blood glucose (FBG) of subject and; to analyze effect of sappanwood drinks compared pre and post intervention on fasting insulin level of subject. This study used quasi experimental one group pre and post-test design with 11 subjects with inclusion criteria: female, age 20-60 year, FBG 100-125 mg/dL. The exclusion criteria were participating in other research, taking supplements and/or drugs. In this study, subjects asked to drink 3x200 ml of sappanwood drinks/day for 28 days. Manufacture products was conducted in Bogor Agricultural University (IPB) Dramaga; sappanwood drinks intervention to blood sampling was conducted in Balai Pengobatan Muhammadiyah, Bubulak, Bogor; whereas blood analysis was conducted in the Laboratory of Muhammadiyah, Bogor and Department of Clinical Pathology Laboratoty Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. The entire research activities were conducted from March 2014 to January 2015.

Data collected from study participants included subject characteristics; nutritional status; food recall 3x24 hours; physical activity; fasting blood glucose; and fasting insulin level. Data analysis was performed using descriptive and inferential. Descriptive analysis performed for subject characteristics, nutritional status, food consumption and physical activity. To analyzed the differences between fasting blood glucose and fasting insulin level before and after the intervention tested by paired t-test. Before analysis, the normality test beforehand on all variables used Shapiro Wilk test.

Most subjects had overweight nutritional status (63.64%), older adult group (41-60) (63.6%) , low education level (81.8%), married (90.9%), and small

(8)

subjects significantly decreased after intervention of sappanwood drinks (p <0.05), but there was no significant change in fasting insulin levels (p>0.05).

The result of this research suggested that the sappanwood drinks might decrease fasting blood glucose in adult with prediabetes. Further study is required in randomized control trial and the interaction between bioactive compound and drugs.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

EFEK ANTIHIPERGLIKEMIK MINUMAN SECANG

(Caesalpinia sappan Linn.) PADA WANITA DEWASA DENGAN

PRADIABETES

MERTIEN SA’PANG

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)
(14)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan topik

“Efek Antihiperglikemik Minuman Secang (Caesalpinia Sappan Linn.) Pada Wanita Dewasa Dengan Pradiabetes”.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof drh Muhammad Rizal Martua Damanik, MRepSc, PhD dan Dr Ir Hadi Riyadi, MS selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan saran, masukan dan motivasi kepada penulis, serta Dr Ir Lilik Kustiyah, MSi selaku dosen penguji luar komisi atas saran dan perbaikan guna penyempurnaan tesis ini.

Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada orang tua yang selalu

mendukung dan menjadi inspirator penulis Rusdin B. Sa‟pang, Agustina Kombo‟,

Junarti serta kakak yang selalu membantu penulis Titien Sa‟pang dan adik-adik pemberi semangat Desi Sa‟pang, Syahputra Sa‟pang, Syahres Sa‟pang, Syahreni

Sa‟pang dan Syahrul Sa‟pang.

Penulis juga menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada semua pihak yang telah membantu, terutama kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah memberikan Beasiswa Unggulan Dikti selama penulis menjalankan studi di Sekolah Pascasarjana IPB dan Dr Drs Saifuddin Siradjuddin, MSi (Pembimbing Skripsi) yang telah memberikan rekomendasi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang master di Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat, SPS-IPB serta segala saran dan masukan selama penulis menempuh studi. Selain itu penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ketua Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat, para dosen, dan seluruh staf yang selalu membantu penulis selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB.

Tidak lupa pula ucapan terima kasih kepada teman-teman GMS S2 2012, teman-teman “Dara-Daeng Gizi” dan Forum Mahasiswa Pascasarjana Sulawesi Selatan atas bantuan, kebersamaan, dan dukungannya selama ini “Kalian Luar

Biasa!”. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Indria Ramadhani sebagai rekan dalam penelitian ini atas kerjasama dan dukungan selama penelitian berlangsung. Penulis menyadari penulisan tesis ini masih jauh dari kata sempurna. Semoga karya ilmiah tesis ini membawa manfaat.

Bogor, Oktober 2015

(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR ii

DAFTAR LAMPIRAN ii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Hipotesis Penelitian 3

Manfaat Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Diabetes Mellitus dan Pradiabetes 5

Pangan Fungsional 9

Secang (Caesalpinia sappan Linn.) 9

3 KERANGKA PEMIKIRAN 11

4 METODE 13

Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian 14

Bahan Penelitian 14

Cara Penarikan Subjek 14

Tahapan Penelitian 16

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 17

Pengolahan dan Analisis Data 19

Definisi Operasional 21

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 22

Status Gizi Subjek 23

Karakteristik Subjek 23

Konsumsi Pangan 24

Aktivitas Fisik 26

Pengaruh Intervensi Minuman Secang terhadap Glukosa Darah Puasa 27 Pengaruh Intervensi Minuman Secang terhadap Kadar Insulin Puasa 30

6 SIMPULAN DAN SARAN 32

Simpulan 32

Saran 32

DAFTAR PUSTAKA 32

LAMPIRAN 36

(16)

ii

DAFTAR TABEL

1 Kriteria inklusi dan eksklusi untuk penentuan subjek 14 2 Jenis dan cara pengumpulan atau pengukuran data 17

3 Kategori status gizi berdasarkan IMT 20

4 Kategori tingkat kecukupan enerrgi dan zat gizi makro 20

5 Kategori tingkat aktivitas fisik 21

6 Sebaran status gizi subjek 23

7 Sebaran karakteristik subjek 24

8 Rata-rata asupan dan tingkat konsumsi subjek 25

9 Tingkat kecukupan energi dan zat gizi makro subjek 26 10 Sebaran subjek berdasarkan kategori aktivitas fisik 27

11 Kadar GDP sebelum dan setelah intervensi 28

12 Pengaruh faktor perancu terhadap perubahan kadar glukosa darah 29 13 Kadar insulin puasa sebelum dan setelah intervensi 30 14 Pengaruh faktor perancu terhadap perubahan kadar insulin puasa 31

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka konsep diabetes 6

2 Progresivitas diabetes mellitus tipe 2 7

3 Alur metabolik pradiabetes dan sindrom metabolik 8

4 Struktur kimia brazilin 10

5 Kerangka pikir efek antihiperglikemik minuman secang pada pradiabetes 13

6 Jumlah dan tahapan penarikan subjek penelitian 15

7 Skema alur penelitian 16

8 Pengaruh fruktosa-2,6-bifosfat pada proses glikolisis 29

9 Mekanisme aksi insulin 31

DAFTAR LAMPIRAN

1 Lembar persetujuan kode etik 37

2 Hasil identifikasi/determinasi tumbuhan 38

(17)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) yang terus-menerus terutama setelah makan karena kekurangan insulin yang diproduksi kelenjar pankreas atau ketidakmampuan beberapa sel untuk menggunakan insulin (Sandjaja 2009). Saat ini diabetes merupakan salah satu penyakit tidak menular yang paling sering ditemui secara global. Diabetes adalah penyebab utama keempat atau kelima kematian di beberapa negara berpenghasilan tinggi dan juga mulai menjadi penyakit epidemik di banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah. Dengan adanya komplikasi penyakit dari diabetes, seperti arteri koroner dan penyakit pembuluh darah perifer, stroke, nefropati diabetes, amputasi, gagal ginjal dan kebutaan yang mengakibatkan cacat meningkat, harapan hidup berkurang dan biaya kesehatan masyarakat yang sangat besar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa diabetes salah satu masalah kesehatan yang paling mengancam di abad 21 (Sicree et al. 2010).

Pada tahun 2012, International Diabetes Federation (IDF) dalam IDF diabetes atlas memperkirakan 371 juta jiwa atau 8.3% dari 4,4 milyar penduduk dunia usia 20-79 tahun menderita DM dan pada tahun 2030 diperkirakan meningkat menjadi 551 juta jiwa. Indonesia sendiri menduduki posisi ke-7 jumlah penduduk usia 20-79 tahun penderita diabetes terbanyak dengan 7,6 juta jiwa (4,81%) setelah Cina, India, Amerika, Brazil, Rusia, dan Mexico.

Prevalensi DM diperkirakan akan terus meningkat mengingat prevalensi toleransi glukosa terganggu (TGT) yang biasa disebut pradiabetes juga tinggi dimana diperkirakan prevalensi TGT sebanyak 6.24% dari populasi penduduk dunia usia 20-79 tahun dan diperkirakan akan meningkat hingga 6.7% pada tahun 2030. Di Indonesia sendiri dilaporkan dalam Riskesdas 2007 prevalensi TGT sebesar 10.2% dari penduduk usia >15tahun di perkotaan. Beberapa studi menyatakan bahwa diperkirakan 70% penderita TGT akan menjadi penderita diabetes dalam beberapa tahun. TGT merupakan kondisi kadar glukosa darah di atas normal, tapi belum memenuhi standar diagnosis diabetes. Kondisi ini merupakan tahap kritis di mana bila tidak dilakukan perubahan gaya hidup dan pengobatan yang adekuat maka subjek akan menderita diabetes.

Tingginya jumlah penderita diabetes juga memberikan dampak negatif pada perekonomian. Perkiraan pengeluaran kesehatan global untuk mengobati dan mencegah diabetes dan komplikasinya diperkirakan akan mencapai USD 376 miliar pada tahun 2010. Pada tahun 2030, angka ini diproyeksikan melebihi USD 490 miliar. Disajikan dalam Dolar International (ID), yang mengoreksi perbedaan dalam daya beli, diperkirakan pengeluaran global terhadap diabetes akan setidaknya ID 418 miliar pada 2010, dan setidaknya ID 561 miliar pada tahun 2030. Rata-rata diperkirakan USD703 (ID878) per orang akan digunakan untuk diabetes pada tahun 2010 secara global (IDF 2011).

(18)

2

diabetes dan sebagian dari tanaman tersebut telah dibuktikan secara ilmiah mempunyai kemampuan antihiperglikemik diantaranya kumis kucing, jahe, secang dan flavonoid jeruk (Indariani 2011).

Salah satu bentuk pemanfaatan tanaman-tanaman obat tersebut diantaranya adalah dengan memformulasikan dalam bentuk makanan atau minuman fungsional berbasis herbal. Pangan fungsional merupakan pangan yang karena kandungan komponen aktifnya dapat memberikan manfaat bagi kesehatan, diluar manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi yang terkandung di dalamnya. Badan Pengawas Obat dan Makanan mendefinisikan pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan (BPOM 2005).

Kayu secang sangat dikenal terutama di Sulawesi sebagai pemberi warna pada air minum dan juga digunakan dalam pembuatan minuman tradisional yaitu bir pletok dan wedang secang (Winarti dan Nurdjanah 2005). Selain itu kayu secang juga digunakan sebagai obat diabetes oleh masyarakat di Kalimantan Barat (Indariani 2011). Selain di Indonesia, kayu secang juga digunakan sebagai minuman fungsional untuk antihaus, darah kotor, antidiabetik, dan tujuan lainnya di India, Korea, Thailand, Taiwan dan Filipina.

Secara empiris, kayu secang digunakan sebagai obat luka, batuk berdahak, darah kotor, penawar racun, sipilis, menghentikan pendarahan, pengobatan pascapersalinan, desinfektan, antidiare dan astringent (Winarti dan Nurdjanah 2005). Selain secara empiris, beberapa tahun terakhir kayu secang juga sudah terbukti secara ilmiah memiliki aktivitas farmakologi sebagai cytotoxic dan antitumor, antimikroba, antivirus, antiinflamasi, imunostimulan, aktivitas hipoglikemik, anticomplementary, hepatoprotektif dan lainnya.

Penelitian yang dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak kayu secang memiliki kemampuan antihiperglikemik atau antidiabetik diantaranya, kandungan brazilin dari secang secara signifikan dapat menurunkan kadar glukosa pada plasma darah tikus diabetes tetapi tidak meningkatkan kadar insulin, meningkatkan sintesis glikogen, glikolisis, dan oksidasi glukosa pada otot hewan diabetes yang diberi asupan brazilin (Moon et al. 1990 dalam Indariani 2011), pemberian ekstrak kayu secang dengan dosis 100mg/kgBB selama 15 hari mengakibatkan penurunan kadar glukosa sewaktu pada tikus diabetes secara signifikan daripada pemberian glibenclamide 5 mg (Swatriani 2012), brazilin memiliki aktivitas hipoglikemik pada tikus diabetes dimana brazilin meningkatkan metabolisme glukosa (Kim et al. 1995 dalam Badami et al. 2004). Selain brazilin, dalam ekstrak secang juga terkandung kuersitin dan tanin yang diduga memiliki aktivitas antihiperglikemik yang dapat berperan dalam inhibisi

enzim α-glukosidase dan α-amilase (Cai et al. 2004).

(19)

Belum adanya laporan terkait efek antihiperglikemik kayu secang pada manusia serta kebiasaan warga Sulawesi Selatan yang mengonsumsi air rebusan kayu secang menarik minat penulis untuk melakukan penelitian mengenai pemanfaatan air rebusan kayu secang sebagai minuman fungsional untuk penderita pradiabetes.

Perumusan Masalah

Kebiasaan masyarakat Indonesia yang menggunakan kayu secang sebagai pemberi warna pada air minum sehingga potensial untuk dikembangkan menjadi minuman fungsional bagi penderita diabetes. Dari hasil penelitian sebelumnya kandungan brazilin yang terdapat pada kayu secang memiliki sifat hipoglikemik (Badawi 2004), kandungan tanin yang terdapat di kayu secang setelah perebusan selama 20 menit bersifat astringent (Winarti dan Nurdjanah 2005) sehingga dapat menghambat penyerapan glukosa dan laju peningkatan glukosa darah.

Minuman fungsional yang masuk ke dalam tubuh, akan melewati sistem pencernaan yang kompleks. Lambung manusia mengandung HCl yang mampu mempengaruhi aktivitas dari komponen-komponen dalam minuman fungsional, selain itu setelah diabsorpsi dan masuk ke dalam tubuh akan terjadi mekanisme aktivasi dan inaktivasi, distribusi dan sekresi suatu senyawa yang melibatkan berbagai reaksi kimia dan enzimatis, sehingga diperlukan pengujian efek antihiperglikemik dalam keseluruhan sistem metabolisme tubuh untuk memperoleh data yang lebih representatif. Oleh karena itu diperlukannya studi lebih lanjut terkait efek antihiperglikemik minuman secang pada penderita pradiabetes.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efek antihiperglikemik minuman secang pada dewasa dengan pradiabetes. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengkaji konsumsi pangan wanita dewasa dengan pradiabetes. 2. Mengkaji aktivitas fisik wanita dewasa dengan pradiabetes.

3. Menganalisis pengaruh intervensi minuman secang terhadap kadar glukosa darah puasa (GDP) pada wanita dewasa dengan pradiabetes

4. Menganalisis pengaruh intervensi minuman secang terhadap kadar insulin puasa pada wanita dewasa dengan pradiabetes.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(20)

4

Manfaat

(21)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Diabetes Mellitus dan Pradiabetes

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Price dan Wilson 2005). Prevalensi kejadian diabetes mellitus di dunia cukup tinggi bahkan merupakan penyebab kematian keempat atau kelima di beberapa negara berpenghasilan tinggi dan mulai menjadi penyakit epidemik di beberapa negara berpenghasilan menengah dan rendah. Beberapa penelitian terakhir menunjukkan saat ini negara berkembang menghadapi masalah diabetes yang cukup berat salah satunya adalah Indonesia (Sicree et al. 2010).

Kejadian diabetes biasanya disertai dengan adanya komplikasi penyakit seperti arteri koroner dan penyakit pembuluh darah perifer, stroke, nefropati diabetes, amputasi, gagal ginjal dan kebutaan yang mengakibatkan cacat meningkat, harapan hidup berkurang dan biaya kesehatan masyarakat yang sangat besar (Sicree et al. 2010). Perkiraan pengeluaran kesehatan global untuk mengobati dan mencegah diabetes dan komplikasinya diperkirakan akan mencapai USD 376 miliar pada tahun 2010. Pada tahun 2030, angka ini diproyeksikan melebihi USD 490 miliar. Disajikan dalam Dolar International (ID), yang mengoreksi perbedaan dalam daya beli, diperkirakan pengeluaran global terhadap diabetes akan setidaknya ID 418 miliar pada 2010, dan setidaknya ID 561 miliar pada tahun 2030. Rata-rata diperkirakan USD703 (ID878) per orang akan digunakan untuk diabetes pada tahun 2010 secara global (IDF 2011).

Diabetes merupakan penyebab utama terjadinya gangguan penglihatan dan amputasi pada orang dewasa, serta menjadi penyebab terjadinya gagal ginjal, gangguan saraf, serangan jantung dan stroke (Gambar 1). Sebagian besar kasus diabetes terbagi atas dua tipe yaitu tipe 1 (insulin-dependent diabetes mellitus) dan tipe 2 (noninsulin-dependent diabetes mellitus) (Harvey dan Ferrier 2011). Diabetes mellitus tipe 1 (DM tipe 1) adalah penyakit autoimun yang diturunkan secara genetik dengan gejala-gejala yang secara bertahap menyebabkan perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin. Pada diabetes mellitus tipe 2 (DM tipe 2), faktor genetik juga menjadi faktor risiko dan juga dipengaruhi oleh status gizi, pola makan dan gaya hidup. Diabetes tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi insulin dan kerja insulin (Price dan Wilson 2006).

(22)

6

juta orang di seluruh dunia pada tahun 2030 (IDF 2009). Menurut National Diabetes Fact Sheet, pada tahun 2011 jumlah penderita pradiabetes yang berusia di atas 20 tahun yang teridentifikasi sebanyak 79 juta orang atau sebesar 25.4%. Prevalensi GPT di USA diperkirakan sebanyak 26%, sedangkan prevalensi TGT sebanyak 15% dengan jumlah total 57 juta penduduk dewasa di USA dinyatakan penyandang pradiabetes. IDF menyebutkan bahwa tahun 2013 prevalensi TGT yang menjadi salah satu kriteria pradiabetes pada penduduk yang berusia dewasa 20-79 tahun di kawasan Asia Pasifik adalah sebesar 6.8% atau sekitar 110.1 juta orang. Indonesia berada di peringkat kedua di bawah China sebagai negara dengan jumlah prevalensi diabetes usia 20-79 tahun terbanyak di kawasan Asia Pasifik dengan jumlah 8.5 juta orang.

Gambar 1 Kerangka konsep diabetes (Harvey dan Ferrier 2011)

Ketosis mungkin absen

Diabetes Tipe 1 Diabetes Tipe 2

Tanpa

Diabetes Tipe 1 Diabetes Tipe 2

Pemicu sistem imun

sering dengan gejala biasa dengan gejala

(23)

Menurut Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas (2007) prevalensi pradiabetes yang ditandai dengan TGT di Indonesia pada penduduk yang berusia di atas 15 tahun dan bertempat tinggal di perkotaan adalah sebesar 10.2%. Jumlah tersebut diperkirakan sekitar 24 juta penduduk Indonesia telah mengalami kelainan ini. Hal tersebut merujuk pada pemeriksaan glukosa di mana kadar glukosa yang terdeteksi antara 140-199 mg/dl.

Gambar 2 Progresivitas diabetes mellitus tipe 2 (Harvey dan Ferrier 2011) Pradiabetes adalah suatu keadaan di mana kadar glukosa darah seseorang berada di atas normal tetapi tidak cukup tinggi untuk dikategorikan ke dalam kondisi diabetes. Toleransi glukosa terganggu (TGT) merupakan suatu keadaan pradiabetes yang terdeteksi di mana kadar glukosa darah 2 jam post prandial mencapai 140-199 mg/dl. Diagnosis TGT ditetapkan apabila kadar glukosa darah seseorang 2 jam setelah mengkonsumsi 75 gram glukosa per oral berada di antara 140-199 mg/dl. Sedangkan GPT adalah suatu kondisi pradiabetes di mana terdiagnosis kadar glukosa darah puasa pada selang 100-125 mg/dl (Nathan et al.

2007). Kadar glukosa darah yang tinggi juga disebut hiperglikemik. Pada penderita DM tipe 2 atau pradiabetes hiperglikemik disebabkan oleh peningkatan produksi glukosa dari gluconeogenesis di hati, disertai dengan penurunan penggunaan glukosa di periferal (Harvey dan Ferrier 2010).

Kondisi pradiabetes juga memiliki hubungan simultan dengan keberadaan resisten insulin dan disfungsi sel beta pankreas sebelum proses pengubahan glukosa darah. Penderita pradiabetes 5-10% lebih berpotensi menjadi penderita diabetes per tahunnya dibandingkan pada kondisi normoglikemik (WHO 2006). Oleh karena itu dengan mengontrol penderita pradiabetes ini dapat menurunkan potensi terjadinya penyakit diabetes mellitus.

Resistensi insulin merupakan kondisi dimana tubuh dapat memproduksi insulin namun tidak dapat menggunakannya secara baik. Sel-sel otot, lemak dan hati pada orang yang mengalami resistensi insulin tidak dapat merespon insulin dengan baik sehingga tubuh membutuhkan insulin lebih banyak (NIDDK 2008). Penyebab terjadinya resitensi insulin diantaranya adalah (1) kelainan genetik dari satu atau lebih protein yang membantu daya kerja insulin (2) malnutrisi janin (3) peningkatan adipositas viseral. Resistensi insulin terjadi sebagai bagian dari

(24)

8

sindrom resistensi insulin atau sindrom metabolik yang merupakan faktor risiko diabetes tipe 2, aterosklerosis, hipertensi bergantung pada genetik individu (Lebovitz 2001).

Sebagian besar penderita pradiabetes dan sindrom metabolik memiliki status gizi lebih atau obes. Pelepasan jaringan adiposa menjadi asam lemak bebas yang berlebih dapat meningkatkan faktor risiko metabolik yang dapat menyebabkan diabetes dan CVD (Deng dan Scherer 2010). Peningkatan asam lemak bebas menginduksi resistensi insulin di otot, yang menyebabkan peningkatan kadar glukosa plasma. Dalam jangka panjang, asam lemak bebas yang tinggi dapat mengganggu fungsi sel beta melalui lipotoxicity, yang juga dapat mengakibatkan konsentrasi glukosa yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan karena peningkatan output glukosa dari hati, selain itu asam lemak bebas yang tinggi juga mengakibatkan peningkatan trigliserida plasma (TG), yang dapat menurunkan high-density lipoprotein (HDL) kadar kolesterol (Gambar 4) (Grundy 2012).

Gambar 3 Alur metabolik pradiabetes dan sindrom metabolik (Grundy 2012) Mengingat besarnya dampak negatif yang disebabkan oleh prevalensi Diabetes yang tinggi sehingga perlu dilakukan strategi pencegahan baik terhadap pradiabetes maupun progresivitas pradiabetes menjadi diabetes. Cara pencegahannya dengan melakukan screening pradiabetes, perubahan gaya hidup, program penurunan berat badan melalui metode medik dan terapi pengobatan.

American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan untuk melakukan

screening (pemeriksaan GDP, HbA1C dan/atau pemeriksaan toleransi glukosa oral) pada dewasa yang memiliki status gizi overweight dan faktor risiko (Sue Kirkman et al. 2012). Perubahan gaya hidup merupakan strategi utama yang direkomendasikan. Hal ini dikarenakan perubahan gaya hidup mencegah progresivitas diabetes secara efektif serta dapat juga menurunkan faktor risiko diabetes lainnya seperti obesitas, hipertensi dan dislipidemia. Perubahan gaya hidup yang dimaksud dengan peningkatan aktivitas fisik (rutin melakukan

Protrombotik Proinflamasi

Glukosa

(25)

olahraga intensitas sedang 30-60 menit/hari, paling tidak 5 kali/minggu) dan perubahan pola makan, diet rendah karbohidrat atau energi serta peningkatan konsumsi serat (Garber AJ et al. 2008). Penderita pradiabetes harus menurunkan berat badan sebanyak 5% hingga 10 % dan harus terus dijaga. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa perubahan gaya hidup tersebut harus terus dilakukan dalam jangka waktu lama agar dapat memberikan manfaat yang diinginkan (Lindström et al. 2006; Kosaka et al. 2005).

Namun perubahan gaya sulit untuk terus dipertahankan, dilain pihak strategi pencegahan menggunakan terapi pengobatan maupun penurunan berat badan secara medik hanya diperuntukkan untuk kelompok pradiabetes yang sangat berisiko tinggi (Lindström et al. 2006). Pangan fungsional yang berasal dari tanaman obat bisa menjadi salah satu metode yang dapat digunakan untuk mencegah diabetes dan sebagian dari tanaman tersebut telah dibuktikan secara ilmiah mempunyai kemampuan antihiperglikemik diantaranya kumis kucing, jahe, secang dan flavonoid jeruk (Indariani 2011).

Pangan Fungsional

Badan Pengawas Obat dan Makanan mendefinisikan pangan fungsional sebagai pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan (BPOM 2005).

Muchtadi (2001) menyatakan bahwa pangan fungsional memiliki tiga fungsi dasar yaitu sensori (warna dan penampilan menarik serta cita rasa yang enak), nutrisional (bergizi tinggi), dan fisiologikal (memberi pengaruh fisiologis bagi tubuh). Beberapa fungsi fisiologis yang diharapkan antara lain mencegah timbulnya penyakit, meningkatkan daya tahan tubuh, meregulasi kondisi ritme fisik tubuh, memperlambat proses penuaan dan membantu proses penyembuhan (recovery).

Beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh suatu produk agar dapat dikatakan sebagai pangan fungsional adalah: (1) Harus merupakan produk pangan (bukan berbentuk kapsul, tablet, atau bubuk) yang berasal dari bahan alami; (2) Dapat dan layak dikonsumsi sebagai bagian dari diet atau menu sehari-hari; (3) Mempunyai fungsi tertentu pada saat dikonsumsi, serta dapat memberikan peran dalam proses tubuh tertentu, seperti memperkuat mekanisme pertahanan tubuh, mencegah penyakit tertentu, membantu mengembalikan kondisi tubuh setelah sakit, menjaga kondisi fisik dan mental, serta memperlambat proses penuaan (BPOM 2005).

Secang (Caesalpinia sappan Linn.)

(26)

10

(Minangkabau), secang (Sunda, Jawa dan Madura), sepang (Sasak), supa (Bima),

sepal (Timor), hape (Sawu), hong (Alor), sepe (Roti), sema (Manado), dolo

(Bare), sapang (Makassar), sepang (Bugis), sepen (Halmahera selatan), savala

(Halmahera utara), sungjang (Ternate), roro (Tidore), sappanwood (Inggris), suou

(Jepang), sibukao (Filipina), faang (Thailand), dan vang nhuom (Vietnam) (Heyne 1987 dan Lemmens dan Soetjipto 1992).

Kayu secang banyak digunakan sebagai pewarna pada minuman. Kayu secang bewarna jingga (brazilin) saat awal setelah ditebang dan dengan cepat berubah warna menjadi merah (brazilein) karena terekspos dengan oksigen (Adawiyah dan Indriati 2003). Heyne (1987) menyatakan bahwa secang dapat tumbuh pada berbagai macam tanah pada ketinggian 1000 m di atas permukaan laut, di tempat yang agak rindang tetapi lebih baik di tempat terbuka, diperbanyak dengan biji, tersebar di India, Myanmar, Thailand, Malaysia dan Indonesia. Sejak dahulu kayu secang digunakan sebagai pewarna merah coklat untuk makanan (Kalimantan), tikar (Pahang), dan kain sampai abad ke-19, yang akhirnya terdesak oleh pewarna yang lebih praktis (Lemmens dan Soetjipto 1992). Sekarang kayu secang terutama digunakan sebagai obat. Bahan ini dapat digunakan untuk mengobati penyakit muntah darah, memar berdarah, murus darah dan juga dapat digunakan sebagai obat sipilis dan sebagai obat luar untuk dioleskan. Masyarakat di Kalimantan Barat telah menggunakan ekstrak kayu secang secara tradisional sebagai obat diabetes. Selain itu ekstrak air dari kayu secang juga digunakan untuk mengobati penyakit diabetes dan komplikasinya (You et al. 2005). Ekstrak metanol dari kayu secang ini menunjukkan efek anti hiperglikemik dengan meningkatkan toleransi glukosa (Widiyantoro et al. 2006).

Gambar 4 Struktur kimia brazilin (Jun et al. 2008)

Brazilin, yang bila teroksidasi akan menjadi brazilein, merupakan bahan aktif dalam tanaman secang yang memiliki aktivitas farmakologi seperti relaksasi pembuluh darah, anti arterosklerosis, analgesic (penahan sakit), hipoglikemik, anti inflamasi, sitotoksik, aktivitas kontraksi otot, anti bakteri, anti viral dan antioksidan (Jun et al. 2008).

(27)

secang dengan dosis 100mg/kgBB selama 15 hari mengakibatkan penurunan kadar glukosa sewaktu pada tikus diabetes secara signifikan daripada pemberian glibenclamide 5 mg (Swatriani 2012), penelitian lain juga menyatakan bahwa brazilin dapat meningkatkan metabolisme glukosa pada tikus diabetes (Kim et al.

1995 dalam Badami et al 2004).

Berdasarkan beberapa penelitian, ekstrak secang juga memiliki aktivitas

inhibisi terhadap enzim α-glukosidase dan α-amilase. Komponen dalam ekstrak secang yang diduga memiliki aktivitas antihiperglikemik adalah kuersetin dan tannin (Diana 2010; Cai et al 2004). Tannin dalam kayu secang sangat tinggi dan merupakan komponen dominan dalam polifenol kayu secang. Tanin dapat membentuk kompleks dengan protein enzim sehingga enzim akan kehilangan kemampuannya sebagai katalisator.

Menurut penelitian Moon et al. (1990), Komponen kaesalpin P, sappankalkon, 3-deoksisappanon,brazilin, dan protosappanin A telah diidentifikasi sebagai inhibitor terhadap enzim aldosa reduktase yang dapat menyebabkan komplikasi pada diabetes, dimana pemberian sappankalkon dengan dosis sebesar 105 mol/l dapat menghambat aldosa reduktase sebesar 84% (Moon

et al. 1986; Li et al. 2004) sehingga dapat menghambat terjadinya diabetes neuropati (Indariani 2011).

Selain itu, uji toksisitas ekstrak kayu secang juga sudah dilakukan oleh Sireeratawong et al. (2010) pada tikus. Uji toksisitas dilakukan pada dosis akut (5000mg/kgBB) dan subakut (250, 500, dan 100mg/kgBB) dengan berpedoman pada pedoman yang dikeluarkan oleh WHO dan Organization of Economic

Cooperation and Development TG420 (OECD). Hasilnya menunjukkan bahwa

(28)

12

3 KERANGKA PEMIKIRAN

Telah lama diketahui bahwa DM tipe 2 merupakan penyakit degeneratif yang berbasis genetik dengan sifat poligenik, dimana apabila komponen genetik tersebut distimulasi oleh gaya hidup yang salah seperti pola makan tidak sehat, aktivitas fisik rendah dan obesitas berpotensi menimbulkan DM tipe 2.

Pradiabetes merupakan kondisi dimana terdapat kelainan pada hasil tes toleransi glukosa tetapi tidak dapat memenuhi kriteria diabetes melitus. Orang dengan pradiabetes dianggap berisiko tinggi terhadap diabetes dari masyarakat umum (Price 2005). Untuk menangani masalah diabetes yang tinggi selain strategi penanggulangan, strategi pencegahan juga perlu dilakukan baik terhadap pradiabetes maupun progresivitas TGT menjadi diabetes. Pada penderita TGT, intervensi farmakologis perlu diberikan, bila setelah melakukan pola makan sehat dan latihan jasmani secara maksimal tetapi tidak berhasil mengendalikan kadar glukosa darah. Ada dua macam obat hipoglikemik berdasarkan cara pemberiannya, yaitu berupa suntikan dan berupa tablet yang disebut obat hipoglikemik oral atau antidiabetes oral. Namun adanya efek samping dari penggunaan obat, sehingga masyarakat saat ini cenderung menggunakan pangan fungsional sebagai salah satu pilihan pengobatan termasuk konsumsi minuman secang.

Pada awalnya kayu secang lebih dikenal sebagai pemberi warna pada air minum dan juga digunakan dalam pembuatan minuman tradisional seperti bir pletok dan wedang secang. Di beberapa daerah di Sulawesi Selatan, kayu secang dimasukkan ke dalam air minum saat dimasak, karena penggunaan kayu secang dianggap dapat mematikan bakteri dan dapat memberikan warna yang bagus. Dan beberapa tahun terakhir terdapat beberapa penelitian yang telah membuktikan kandungan-kandungan bioaktif yang terdapat dalam kayu secang, diantaranya homoisoflavonoid dan komponen turunannya, protosappanin A, protosappanin B, brazilin, dan brazilein. Jun et al. (2008) menyatakan bahwa komponen ini memiliki kemampuan antioksidan yang berbeda-beda. Ekstrak kayu secang, protosappanin A dan protosappanin B menunjukkan inhibisi yang lebih besar terhadap MDA dan hidrogen peroksida sedangkan brazilein menunjukkan kemampuan dalam menangkap radikal hidroksil. Dengan komponen antioksidan yang cukup tinggi diharapkan dapat menurunkan resistensi insulin pada dewasa dengan pradiabetes.

(29)

tikus diabetes secara signifikan daripada pemberian glibenclamide 5 mg (Swatriani 2012), brazilin memiliki aktivitas hipoglikemik pada tikus diabetes dimana brazilin meningkatkan metabolisme glukosa (Kim et al. 1995 dalam Badami et al. 2004).

Gambar 5 Kerangka pikir efek antihiperglikemik minuman secang pada pradiabetes

Genetik Kegemukan

Kadar Glukosa Darah Kadar Insulin

Puasa

Intervensi Minuman Secang

Penggunaan Minuman Fungsional Pola makan tidak

seimbang

Aktivitas Fisik Rendah

Pradiabetes

Keterangan:

(30)

14

4 METODE

Desain, Waktu, dan Tempat

Penelitian ini berupa intervensi minuman secang kemudian menganalisis pengaruhnya terhadap kadar glukosa darah puasa dan insulin puasa. Desain penelitian menggunakan Desain penelitian menggunakan quasi experimental one group pre and post-test. Penelitian dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro No. 92/EC/FKM/2014 disajikan pada Lampiran 1.

Produksi minuman secang dilakukan di Laboratorium Percobaan Makanan, Departemen Gizi Masyarakat, FEMA, IPB. Analisis kadar GDP dilakukan di Laboratorium Klinik Muhammadiyah, Kab. Bogor dan analisis kadar insulin di Laboratorium Departemen Patologi Klinik RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret 2014 hingga Januari 2015.

Bahan

Bahan dalam penelitian ini adalah kayu secang dari Desa Pantilang Kec. Bassesang Tempe Kab. Luwu Sulawesi Selatan yang diaplikasikan dalam air minum. Bahan yang digunakan disiapkan untuk 11 orang selama 4 minggu intervensi. Bahan tambahan lain yang digunakan meliputi 20 liter air, 924 cup

plastik, dan kemasan. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah cup sealer, kain saring, baskom, ember, dan gelas ukur. Skema pembuatan minuman secang disajikan pada Lampiran 1.

Cara Penarikan Subjek

Populasi dan Subjek

Populasi target adalah dewasa dengan pradiabetes di Kampung Bubulak, Bogor Barat. Subjek (unit penelitian) adalah populasi penelitian yang dipilih secara purposif dengan kriteria inklusi dan eksklusi sebagaimana terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kriteria inklusi dan eksklusi untuk penentuan subjek No Kriteria

Inklusi :

1. Wanita usia 20-60 tahun

2. Tidak dalam kondisi hamil atau menyusui

3. Menyetujui berpartisipasi (menandatangani informed consent)

4. Bersedia untuk mematuhi prosedur penelitian 5. Memiliki kadar GDP 100-125 mg/dL

Eksklusi :

(31)

Besar Subjek

Penelitian ini membandingkan antara sebelum dan setelah intervensi dan pada kelompok perlakuan (intervensi minuman). Salah jenis pertama (α) ditetapkan sebesar 1%, power test sebesar 1-β (80%), dan peningkatan glukosa

σ = 14.84 mg/dL (standar deviasi GDP berdasarkan penelitian Asemi et al. 2013)

δ = 18 mg/dL (penurunan kadar GDP yang diharapkan setelah intervensi) (Sumber : Steel dan Torrie 1991)

n = 2 (14.84)2 (1.96 + 0.85)2 = 10.73 (18)2

Antisipasi dropout = 10%

10% x 10.73 = 1.07 10.73 + 1.07 = 11.8 ≈ 12subjek

Berdasarkan perhitungan dalam rumus matematis tersebut, dengan nilai Z

1-α/2 = 1.96 dan nilai Z1-β = 0.85 dapat ditentukan n = 10.73. Untuk antisipasi drop

out 10 % sehingga menjadi 12 subjek sebagai batas minimal dari besar subjek yang disyaratkan. Jumlah dan tahapan penarikan subjek dalam dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Jumlah dan tahapan penarikan subjek penelitian

(32)

16

Variabel Penelitian

Variabel utama yang diteliti dalam penelitian ini adalah pengaruh intervensi minuman kayu secang terhadap kadar glukosa darah dan resistensi insulin. Variabel lain dalam penelitian ini adalah pola konsumsi subjek. Selain itu juga dikaji karakteristik subjek.

Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian terdiri dari tahap screening, pengambilan data, serta intervensi minuman secang. Skema alur penelitian disajikan pada Gambar 7.

Kayu secang yang digunakan diperoleh dari Sulawesi Selatan yang kemudian diidentifikasi di Herbarium LIPI (Lampiran 2). Penelitian dimulai dengan screening dan pengisian informed consent pada subjek. Setelah itu dilakukan pengambilan data berat badan (BB) dan tinggi badan (TB), aktivitas fisik, dan pola konsumsi responden. Pengukuran kadar GDP dan insulin puasa dilakukan pada saat sebelum intervensi dan setelah intervensi.

Pemberian minuman secang sebanyak 200 ml (1 cup) diberikan kepada subjek untuk diminum setiap hari selama 4 minggu (28 hari) sebanyak 3 cup per hari (Swatriani 2012; Moon et al. 1990 dalam Indariani 2011). Dalam setiap cup

minuman secang (200 mL) terdapat 0.22 g irisan kayu secang sesuai dengan perhitungan dosis dihitung melalui konversi dosis tikus ke manusia (Badami et al. 2003; Swatriani 2012). Subjek mengonsumsi minuman secang yang didistribusikan oleh peneliti sebanyak 2 kali setiap minggunya, kemudian subjek diinstruksikan untuk menyimpannya di lemari es. Untuk memantau kepatuhan subjek, maka subjek selalu diingatkan secara berkala untuk mengonsumsi produk, dan tingkat kepatuhan subjek dikontrol secara berkala setiap 2 kali seminggu.

Gambar 7 Skema alur penelitian Pengambilan sampel darah untuk analisis

kadar glukosa puasa dan insulin puasa

Intervensi minuman secang, pengambilan data

(33)

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer yang meliputi karakteristik subjek. Karakteristik subjek meliputi usia, pendidikan terakhir, status pernikahan dan besar keluarga, status gizi berdasarkan indeks massa tubuh melalui pengukuran berat badan dan tinggi badan, data konsumsi pangan food-recall 3x24jam (2 hari kerja dan 1 hari libur) selama intervensi, aktivitas fisik (menggunakan Short-Form dari International Physical Activity

Questionnaire (IPAQ), kadar glukosa darah puasa (GDP) dan insulin puasa subjek

sebelum dan setelah intervensi. Jenis dan cara pengumpulan data disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Jenis dan cara pengumpulan atau pengukuran data

No Data Cara pengukuran atau

pengumpulan Frekuensi 4 Aktivitas fisik Short form International

physical activity 6 Kadar Insulin Puasa Metode

(34)

18

Pengambilan Darah

Sebelum pengambilan darah, subjek diinstruksikan untuk berpuasa 8-12 jam sebelumnya dan hanya diperbolehkan untuk minum air putih. Pengambilan darah subjek melalui vena (venapuncture) oleh tenaga analis kesehatan yang sudah terlatih. Alat-alat yang digunakan untuk pengambilan darah berupa spuit disposable, tourniquet, tabung reaksi, semprit, dan jarum.

Analisis Kadar Glukosa Darah

Untuk menganalisis kadar glukosa darah menggunakan metode GOD-PAP

(Glucose Oxidase Peroxidase Aminophenazone Phenol) dengan menggunakan

serum sebanyak 1-2 ml. Setelah mengambil darah dari subjek, 1-2 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang bersih dan kering (tanpa antikoagulan) kemudian didiamkan selama 15 menit kemudian darah disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Setelah itu serum (lapisan jernih berwarna kuning muda yang berada di bagian atas) diambil dengan pipet tetes dimasukkan pada tabung lain yang bersih dan kering.

Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis glukosa darah ini berupa kapas, alkohol, larutan standar 3 ml berisi glukosa 100 mg/dl atau 5.55 mmol/L, dan reagen glukosa darah yang dipakai dari produk manusia dengan nomor Catalog

10 260.4x100ml komplit kit dengan komposisi RI 4 x 100 ml; 0.1 mmol/L fosfat

buffer pH 7.5; 0.25 mmol/L 4-Aminophenazone; 0.75 mmol/L phenol; >15 KU/L

glucose oxidase; >1.5 KU/L peroxidase; dan > 2.0 KU/L mutarotase. Adapun alat-alat penelitian yang digunakan adalah tabung reaksi, rak tabung, clinipet

ukuran 1000 µl dan 10 µl, yellow dan blue tip, photometer analyzer BS 3000P, tisu, water bath, tourniquet, spuit disposable, timer, dan botol semprot. Reagen dan larutan standar siap pakai tanpa pengenceran serta reagen stabil sampai masa kadaluarsa bila disimpan pada suhu 2-8°C serta reagen harus dihindarkan dari kontaminasi dan stabil selama 2 minggu pada 15-25°C.

Prinsip reaksi dari analisis glukosa darah ini adalah sebagai berikut:

Glucose + O2 + H2O

Kadar glukosa ditentukan setelah oksidasi enzimatis dengan adanya glucose oxidase. Bentuk hydrogen peroxide bereaksi di bawah katalisis peroxidase dengan

phenol dan 4-aminophenazone kepewarna merah-violet quinoneimine sebagai

indikator. Prosedur analisis glukosa darah adalah sebagai berikut: 1. Menyiapkan 3 buah tabung reaksi yang digunakan untuk:

a. Blangko = 1000 µl reagen warna

b. Standar = 1000 µl reagen warna+10 µl standar

c. Sampel = 1000 µl reagen warna+10 µl standar+10 µl sampel 2. Masing-masing isi tabung dicampurkan sampai homogen

3. Menginkubasi pada suhu kamar selama 5 menit.

(35)

Analisis Kadar Insulin Puasa

Analisis kadar insulin puasa dilakukan menggunakan

electrochemiluminescence immunoassay (ECLIA). Uji ini menggunakan 2

antibodi monoklonal spesifik untuk insulin manusia. Pemeriksaan dilakukan dengan alat automatic analyzer Cobas Elecsys 601 (Cobas e 601). Sampel yang digunakan berupa serum darah. Sebelum melakukan analisis, suhu sampel, kalibrator dan reagent disamakan dengan suhu ruang sekitar 20-25oC. Kemudian reagent diletakkan pada disk reagent, sedangkan kalibrator dan sampel pada disk sampel yang terdapat di analyzer Cobas e 601. Sistem pada analyzer secara otomatis akan menghitung konsentrasi insulin pada sampel.

Pemeriksaan kadar insulin puasa menggunakan prinsip sandwich. Lama pemeriksaan sekitar 18 menit. Pada tahap inkubasi pertama insulin dari 20 μl sampel membentuk kompleks sandwich dengan biotynilated monoclonal insulin specific antibody dan monoclonal antibody insulin specific antibody yang dilabel dengan kompleks ruthenium. Kemudian pada tahap inkubasi kedua, penambahan

streptavidin–coated microparticle menyebabkan kompleks sandwich terikat pada fase solid melalui interaksi dari biotin dan streptavidin. Kompleks sandwich yang terikat tersebut ditarik ke permukaan elektroda secara magnetis. Komponen lain yang tidak terikat dibuang dengan Procell/Procell M. Penambahan tegangan ke elektroda kemudian menginduksi reaksi electrochemiluminescent yang secara langsung diukur oleh photomultiplier. Kemudian analyzer secara otomatis akan menghitung konsentrasi insulin pada setiap sampel.

Pengolahan dan Analisis Data

Proses pengolahan data meliputi kegiatan editing, coding, entry dan

cleaning menggunakan dan program IBM SPSS Statistic versi 22. Analisis statistik deskriptif dilakukan pada data karakteristik responden meliputi usia, pendidikan terakhir, status pernikahan, besar keluarga, indeks massa tubuh (IMT), data konsumsi pangan dan aktivitas fisik. Data usia subjek dikategorikan menjadi dewasa awal (20 sampai 40 tahun) dan dewasa lanjut (41 sampai 60 tahun) (Adriani dan Wirjatmadi 2012). Data pendidikan terdiri atas kategori tidak tamat SD dan SD/sederajat dan SMP/sederajat sampai SMA/sederajat. Data status pernikahan terdiri atas kategori menikah dan cerai hidup. Data besar keluarga

meliputi kategori keluarga kecil (≤ 4 orang) dan keluarga besar ≥4 orang)

(BKKBN 1997). Status Gizi

Status gizi subjek dilihat menggunakan indikator indeks massa tubuh (IMT). Perhitungan IMT menggunakan rumus sebagai berikut:

(36)

20

Hasil perhitungan IMT tersebut kemudian dikategorikan menjadi 5 kelompok (Tabel 3).

Tabel 3 Kategori status gizi berdasarkan IMT

Kategori status gizi IMT

Data asupan makanan yang diperoleh dari form Food Recall dalam satuan Ukuran Rumah Tangga (URT) dikonversikan ke dalam satuan gram dan dianalisis kandungan energi dan zat gizi makronya menggunakan Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Kecukupan energi dan zat gizi subjek dihitung menggunakan Angka Kecukupan Gizi (AKG) menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) 2013 dengan koreksi BB aktual subjek. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi diperoleh dengan membandingkan konsumsi energi dan zat gizi dengan kecukupan energi dan zat gizi subjek.

Perhitungan-perhitungan tersebut menggunakan rumus sebagai berikut: AKGi = (Ba/Bs) x AKGI

Keterangan:

Ba : Berat badan aktual (kg)

Bs : Berat badan rata-rata yang tercantum pada tabel AKG AKGI : Angka kecukupan energi, protein, lemak dan karbohidrat (Sumber : Hardinsyah & Briawan 1994)

Tingkat kecukupan didapatkan dengan membandingkan konsumsi zat gizi dengan kecukupan zat gizi masing-masing subjek. Kecukupan zat gizi subjek dihitung mengunakan tabel AKG zat gizi tahun 2013 untuk wanita sesuai dengan usia subjek, dengan penyesuaian menggunakan BB aktual subjek. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi makro dikategorikan sesuai dengan Tabel 4.

Tabel 4 Kategori tingkat kecukupan enerrgi dan zat gizi makro

(37)

Aktivitas Fisik

Data aktivitas fisik subjek dikumpulkan menggunakan kuesioner singkat yang disesuaikan dari pedoman International Physical Activity Questionnaire

(IPAQ). Pada kuesioner ini menilai 3 jenis aktivitas yaitu aktivitas berat, sedang dan berjalan. Data yang didapat dari kuesioner akan dikonversi menjadi skor MET (Metabolic Equivalent of Task) sesuai dengan jenis aktivitas. Kemudian nilai aktivitas fisik subjek (MET-menit/minggu) akan dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

MET-menit/minggu = skor METx jumlah menit x jumlah hari

Nilai MET-menit/minggu dari hasil perhitungan kemudian ditentukan kategorinya yang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Kategori tingkat aktivitas fisik

Kategori Nilai MET-menit/minggu

Ringan (low) < 600

Sedang (moderate) 600-2999

Berat (high) ≥ 3000

Kadar Glukosa Darah Puasa dan Insulin Puasa

Hasil analisis kadar glukosa darah puasa dan insulin puasa disajikan dalam bentuk numerik sesuai dengan hasil yang dikeluarkan oleh laboratorium.

Analisis Data

Analisis statistik secara deskriptif dilakukan pada data IMT, usia, status pernikahan, pendidikan terakhir, besar keluarga, konsumsi pangan, dan aktivitas fisik. Dilakukan uji beda paired sample t-test setelah uji normalitas Saphiro-Wilk.

Pengolahan dan analisis data dilakukan menggunakan software Microsoft Excel

2007 dan SPSS 22.0 for Windows.

Definisi Operasional

Minuman secang adalah jenis minuman yang dibuat dari 0.22 g kayu secang yang direbus dalam 200 mL air.

Karakteristik subjek adalah ciri-ciri khusus pada subjek yang meliputi usia, besar keluarga, status pernikahan, dan pendidikan.

Pemberian intervensi adalah kegiatan pemberian minuman secang selama 28 hari.

Tingkat konsumsi adalahjumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi perhari termasuk asupan energi, protein, lemak dan karbohidrat dengan metode

recall 3x24 jam (2 hari kerja dan 1 hari libur).

Aktivitas fisik adalah kegiatan yang dilakukan subjek 7 x 24 jam selama intervensi yang diukur menggunakan kuesioner IPAQ.

Pradiabetes adalah kondisi dimana kadar GDP 100-125 mg/dL dan/atau GD2PP 140-199 mg/dL.

(38)

22

(39)

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Status Gizi Subjek

Penilaian status gizi subjek menggunakan indikator Indeks Massa Tubuh (IMT) selanjutnya dikategorikan menjadi normal (18.5-25 kg/m2), overweight

(25.1-27 kg/m2), dan obes (>27 kg/m2) (Almatsier, 2004).

Status gizi subjek berdasarkan IMT (indeks massa tubuh) ditampilkan pada Tabel 6. Terlihat pada Tabel 6 bahwa sebagian besar subjek (63.64%) memiliki status gizi overweight, masing-masing 18.18% subjek memiliki status gizi normaldan obes. Status gizi subjek yang sebagian besar memiliki status gizi lebih (overweight dan obes) dimana orang yang memiliki status gizi lebih (overweight maupun obes) memiliki komposisi lemak tinggi sehingga memiliki risiko gangguan toleransi glukosa yang dapat mengakibatkan pradiabetes dan diabetes (Wulandari 2014). Penelitian sebelumnya di India menunjukkan dimana status gizi merupakan salah satu faktor risiko terjadinya diabetes mellitus dimana dari 59 subjek wanita terdapat 35.6% yang memiliki status gizi obes 1 dan 15.3% yang memiliki status gizi obes 2 (Manasagangotri 2007). Penelitian sejenis yang dilakukan di Manado menunjukkan sebagian besar pasien diabetes memiliki status gizi lebih. Hal ini yang dikarenakan faktor gaya hidup seperti kelebihan berat badan atau tidak berolahraga sangat terkait dengan perkembangan diabetes tipe 2 (Awad et al. 2013). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa penderita pradiabetes memiliki IMT dan lingkar pinggang yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang dengan kadar glukosa darah normal (Geiss et al. 2010).

Tabel 6 Sebaran status gizi subjek

Status gizi n %

Normal 2 18.18

Overweight 7 63.64

Obese 2 18.18

Total 11 100

Berbeda dengan penelitian lain, penelitian yang dilakukan Haffner et al.(1990) menunjukkan bahwa IMT tidak berhubungan secara signifikan dengan kejadian diabetes, namun status gizi dapat meningkatkan risiko diabetes dengan meningkatkan resistensi insulin. Selain berdasarkan hasil penelitian Trisnawati (2013) itu kondisi obesitas berdasarkan IMT ditentukan oleh bentuk dan proporsi tubuh sehingga belum tentu memberikan status obesitas yang sama pada semua populasi terutama pada usia lanjut dan pada atlet yang banyak otot.

Karakteristik Subjek

(40)

24

(63.6%) termasuk dalam kategori keluarga kecil yaitu keluarga yang memiliki anggota keluarga tidak lebih dari empat orang (Hurlock 1997).

Tabel 7 Sebaran karakteristik subjek

Berdasarkan sebaran karakteristik subjek pada Tabel 7, sebagian besar subjek termasuk dalam kelompok usia dewasa lanjut (41-60 tahun) (63.6%) dengan tingkat pendidikan rendah (81.8%) dan memiliki status pernikahan menikah (90.9%). Adapun sebagian besar keluarga subjek termasuk dalam ukuran

keluarga kecil (≤ 4 anggota keluarga) (63.6%). Menurut Yuliasih dan Wirawanni (2009) selain status gizi, kejadian diabetes mellitus tipe 2 juga dipengaruhi oleh faktor usia dimana kelompok usia lebih dari 40 tahun memiliki resiko lebih tinggi dibandingkan dengan usia dibawah 40 tahun. Hasil penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa kelompok umur <45 tahun 72 % lebih rendah dibanding

kelompok umur ≥45 tahun (Trisnawati dan Setyorogo 2013). Hal sejalan juga ditunjukkan oleh hasil dari National Health and Nutrition Examination Survey

(NHANES) menunjukkan bahwa kejadian TGT dan GPT lebih sering ditemui pada usia >40 tahun (Tabák et al. 2012).

Risiko diabetes meningkat seiring dengan umur, khususnya pada usia lebih dari 40 tahun, disebabkan karena pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan intoleransi glukosa. Adanya proses penuaan menyebabkan berkurangnya

kemampuan sel β pancreas dalam memproduksi insulin. Selain itu pada individu

(41)

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan subjek dari satuan Ukuran Rumah Tangga (URT) dikonversikan ke dalam satuan gram dan diolah menggunakan Tabel Komposisi Pangan Indonesia (TKPI). Kecukupan energi dan zat gizi subjek dihitung menggunakan Angka Kecukupan Gizi (AKG) menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) 2013 dengan koreksi BB aktual subjek.

Tingkat konsumsi energi dan zat gizi diperoleh dengan membandingkan konsumsi energi dan zat gizi dengan kecukupan energi dan zat gizi subjek. Rata-rata konsumsi gizi subjek selama intervensi adalah 1727.1 kkal energi, 44.60 g protein, 40.81 g lemak dan 282.3 g karbohidrat. Berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG 2013) untuk wanita berusia 20 sampai 60 tahun, diperoleh rata-rata persentase tingkat konsumsi energi, protein, lemak dan karbohidrat selama intervensi masing-masing 80.79%, 75.93%, 72.45% dan 89.78% (Tabel 8).

Tabel 8 Rata-rata asupan dan tingkat konsumsi subjek

Energi/Zat Gizi Rata-rata±SD

Tingkat konsumsi energi dan karbohidrat subjek masih tergolong defisit tingkat ringan (80-89%) begitupun pada tingkat konsumsi protein dan lemak yang tergolong defisit tingkat sedang (70-79%) (Kusharto dan Supariasa 2014).

Tingkat kecukupan energi dan zat gizi subjek dikategorikan kedalam lima kelompok yaitu defisit tingkat berat, defisit tingkat sedang, defisit tingkat ringan, cukup, dan lebih. Berdasarkan kategori tingkat kecukupan pada Tabel 9, sebagian besar subjek memiliki tingkat kecukupan energi defisit tingkat ringan dan sedang (masing-masing 36.4%), tingkat kecukupan protein defisit tingkat ringan,sedang dan berat (masing-masing 27.3%), tingkat kecukupan lemak defisit tingkat berat (45.5%), dan tingkat kecukupan karbohidrat cukup (72.7%). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Waloya (2013) pada dewasa di Bogor dimana tingkat kecukupan energi sebagian besar subjek masih berada dalam kategori defisit.

(42)

26

Tabel 9 Tingkat kecukupan energi dan zat gizi makro subjek

Tingkat kecukupan n %

Energi

Defisit tingkat berat 1 9.1

Defisit tingkat sedang 4 36.4

Defisit tingkat ringan 4 36.4

Cukup 2 18.2

Protein

Defisit tingkat berat 3 27.3

Defisit tingkat sedang 3 27.3

Defisit tingkat ringan 3 27.3

Cukup 2 18.2

Lemak

Defisit tingkat berat 5 45.5

Defisit tingkat sedang 1 9.1

Defisit tingkat ringan 2 18.2

Cukup 3 27.3 Aktivitas fisik adalah variabel utama setelah angka metabolisme basal dalam penghitungan pengeluaran energi (WHO 2004). Short form IPAQ ini menanyakan mengenai tiga tipe aktivitas fisik yaitu berjalan, aktivitas sedang dan aktivitas berat kemudian dikonversi ke METs (energi yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas) (IPAQ, 2005).

Latihan fisik pada penderita DM memiliki peranan yang sangat penting dalam mengendalikan kadar gula dalam darah, dimana saat melakukan latihan fisik terjadi peningkatan pemakaian glukosa oleh otot yang aktif sehingga secara langsung dapat menyebabkan penurunan glukosa darah (Indriyani et al. 2010). Untuk penderita DM tipe 2 disarankan untuk melakukan aktivitas fisik selama 10-15 menit/sesi dan disesuaikan dengan rekomendasi pengeluaran energi aktivitas tersebut ditingkatkan paling tidak 30 menit setiap harinya (Albright et al. 2000).

Beberapa penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa peningkatan aktivitas fisik disertai dengan perubahan pola makan secara terus menerus dapat mencegah perkembangan pradiabetes menjadi diabetes melitus tipe 2 (Yates et al. 2007). Sejalan dengan hasil penelitian tersebut American Diabetes Association

(ADA) merekomendasikan aktivitas fisik dengan intensitas sedang selama 150 menit/minggu untuk mencegah progresivitas prediabetes menjadi diabetes melitus tipe 2 (Eikenberg & Davy 2013).

(43)

Tabel 10 Sebaran subjek berdasarkan kategori aktivitas fisik

Kategori aktivitas fisik n %

Rendah 3 27.3

Sedang 8 72.7

Total 11 100.0

Berdasarkan Tabel 10, sebagian besar subjek memiliki aktivitas sedang (72.7%). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa aktivitas fisik rendah merupakan salah satu faktor risiko terjadinya pradiabetes dan diabetes. Menurut Trisnawati dan Setyorogo (2013), individu yang memiliki aktivitas fisik berat memiliki risiko lebih rendah dibandingkan dengan individu yang memiliki aktivitas fisik ringan (OR 0.239 (95%CI 0.071-0.802) menderita diabetes mellitus. Penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa latihan fisik (senam aerobik) berpengaruh terhadap penurunan kadar gula darah (Indriyani et al. 2010). Penurunan kadar gula darah pada penderita pradiabetes tersebut disebabkan oleh peningkatan sensitivitas insulin yang merupakan hasil dari perubahan yang terjadi pada beberapa organ dan jaringan, termasuk adiposa, otot, hati, dan pankreas (Burr et al. 2010). Oleh karena itu aktivitas fisik dapat memberikan efek perancu pada hasil akhir penelitian sehingga dilakukan analisis lebih lanjut untuk melihat pengaruh tersebut (Tabel 12 dan Tabel 14).

Pengaruh Intervensi Minuman Secang terhadap Glukosa Darah Puasa

Kadar glukosa darah bergantung pada keseimbangan antara pemanfaatan glukosa, asupan makanan, dan produksi glukosa endogen. Glukosa dalam darah berasal dari 3 sumber yaitu absorpsi karbohidrat, glikogenolisis, dan glukoneogenesis. Glukosa yang terkandung dalam darah diangkut ke dalam sel dan akan melalui beberapa jalur metabolisme yaitu disimpan sebagai cadangan (glikogen) atau mengalami glikolisis menjadi piruvat. Pada saat kadar glukosa darah rendah, cadangan (glikogen) dan/atau piruvat akan diubah menjadi glukosa kemudian dilepaskan ke sirkulasi darah oleh hati dan ginjal. Setelah makan, hasil penyerapan glukosa dapat meningkatkan kadar glukosa darah hingga lebih dari dua kali hasil produksi glukosa endogen, bergantung pada kandungan karbohidrat dari makanan dan tingkat serta derajat penyerapan glukosa. Saat terjadi penyerapan glukosa setelah makan, produksi glukosa endogen akan ditekan, dan pemanfaatan glukosa oleh hati, otot, dan jaringan lemak akan ditingkatkan (Giugliano et al. 2008).

(44)

28

2006). Kondisi hiperglikemik pada pradiabetes dipengaruhi oleh peningkatan produksi glukosa endogen dan pemanfaatan perifer berkurang. Produksi glukosa endogen berasal dari hati melalui jalur glukoneogenesis dan glikogenolisis (Harvey dan Ferrier 2011).

Berdasarkan Tabel 11, setelah pemberian minuman secang sebanyak 3x200mL selama 28 hari dengan rata-rata tingkat kepatuhan 98.3% terjadi penurunan kadar glukosa darah puasa yang signifikan (p<0.05) sebanyak 14.36 mg/dl (rata-rata). Hal ini sejalan dengan beberapa hasil penelitian sebelumnya dimana ekstrak kayu secang secara signifikan dapat menurunkan kadar glukosa pada plasma darah tikus diabetes (Moon et al. 1990 dalam Indariani 2011) selain itu pemberian ekstrak kayu secang dengan dosis 100mg/kgBB selama 15 hari dapat menurunkan kadar glukosa sewaktu pada tikus diabetes secara signifikan daripada pemberian glibenclamide 5 mg (Swatriani 2012).

Tabel 11 Kadar GDP sebelum dan setelah intervensi

Fase Rata-rata GDP (mg/dL)

Sebelum 109.64±6.87

Setelah 95.27±21.41

Selisih -14.36±19.19

p- value 0.032*

Data disajikan dengan mean ± standar deviasi

*Signifikan berbeda antara sebelum dan setelah intervensi

Selain secang, terdapat beberapa tanaman yang memiliki efek antihiperglikemik diantaranya kayu manis (Cinnamomum cassia), pare (Momordica charantia), pohon Ara (Ficus racemosa Linn.), korakan atau finger millet

(Eleusine coracana L.) dan kelapa sawit afrika (Elaeis guineensis) (Ziegenfuss et al. 2006; Efird et al. 2014; Veerapur et al. 2012; Devi et al. 2014; Kalman et al. 2013). Penelitian sebelumnya pada dewasa dengan pradiabetes menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kayu manis dalam bentuk suplemen (Cinnulin PF 2x250mg) yang setara dengan 10 g bubuk kayu manis selama 12 minggu dapat menurunkan kadar glukosa darah puasa secara signifikan sebanyak 9.8 mg/dL (rata-rata) (Ziegenfuss et al. 2006). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun kelapa sawit afrika dalam bentuk suplemen (OPLE 2x250mg) selama 8 minggu dpat menurunkan kadar glukosa darah puasa secara signifikan sebanyak 7.7 mg/dL (rata-rata) pada dewasa dengan pradiabetes (Kalman et al. 2013).

Gambar

Gambar 1 Kerangka konsep diabetes (Harvey dan Ferrier 2011)
Gambar 2 Progresivitas diabetes mellitus tipe 2 (Harvey dan Ferrier 2011)
Gambar 3 Alur metabolik pradiabetes dan sindrom metabolik (Grundy 2012)
Gambar 4 Struktur kimia brazilin (Jun et al.  2008)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun besar uang yang diberikan kepada penghulu KUA tidak ia ungkapkan dengan alasan bukan ia yang memberikan. Pembelaan MHYD pada KUA dan bentuk

Hipotesis yang penulis ajukan dalam penelitian ini adalah persepsi LSM terhadap pelaksanaan, penertiban dan pembinaan gelandangan dan pengemis oleh dinas sosial

Uji coba kelompok kecil (small group) , Uji coba kelompok kecil dilakukan setelah melakukan revisi produk awal. Uji coba ini melibatkan subjek yang lebih banyak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan brushing rubber dan silika dari sabut kelapa sebagai bahan pengisi dalam pembuatan kompon genteng karet, serta

Persepsi terhadap kualitas keseluruhan dari suatu produk atau jasa dapat menentukan nilai dari produk atau jasa tersebut dan berpengaruh secara langsung kepada keputusan

Telah dibuat perangkat lunak yang dapat digunakan untuk membuktikan hasil penyelesaian permasalahan digital yang diselesaikan menggunakan metode Peta Karnaugh. Metode

Hasil penelitian yang dilakukan pada konsumen bisnis modern di Yogyakarta ini diketahui bahwa untuk meningkatkan pengambilan keputusan pembelian konsumen khususnya pada

Secara garis besar kegiatan utama Publik Relation pada Bagian Humas dan Protokol Sekretariat Daerah Kabupaten Bulungan dengan melakukan komunikasi. Publik Relation sebagai