• Tidak ada hasil yang ditemukan

Business Development Strategy Business Franchise in the field of fastfood (Case study of a fast food franchise business in the city of Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Business Development Strategy Business Franchise in the field of fastfood (Case study of a fast food franchise business in the city of Bogor)"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BISNIS FRANCHISE

DALAM BIDANG FAST FOOD (STUDI KASUS SEBUAH

BISNIS FRANCHISE FAST FOOD DI KOTA BOGOR)

ALI ABU NEGARA

P054110115

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pengembangan Usaha Bisnis Franchise Dalam Bidang Fast Food (Studi Kasus Sebuah Bisnis Franchise Fast Food di Kota Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

(3)

ABSTRACT

Ali Abu Negara. P054110115. Business Development Strategy Business Franchise in the field of fastfood (Case study of a fast food franchise business in the city of Bogor) Supervised by Nurmala Pandjaitan as chairman and Wini Trilaksani as member.

Business franchising is a business activity in the retail sale of goods with various types, which is very popular and growing rapidly. The system of this kind of business have been designed and easy to be duplicated. However, in practice is not that easy as expected. The objectives of this research are describe consumer perception, describe the development efforts and arrange a bisnis strategic for RFC restaurant. Analysis for consumers perception conducted by important Performance Analysis (IPA), resulting the average value of interest rate 2.39 and the average value of the performance level 2.60. To determine the strengths, weaknesses, opportunities and threats using Internal Factor Evaluation (IFE) method and External Factor Evaluation (EFE) method. The result of internal factors analysis obtained by weighting score was 2,445 meanwhile the score of external factors analysis was 2.506. Internal External (IE) RFC restaurant occupies a position in the cell V, which means that the company is in a position hold and maintain. For overall strategic analysis was operating by matrix SWOT and the findings then was used in designing strategies and programs of works. QSPM was used to determine the best strategic for company development, which recomends to increase promotional activities through social media, distributing flyers and increase sponsorship.

(4)

RINGKASAN

Ali Abu Negara. P054110115. Strategi Pengembangan Usaha Bisnis Franchise dalam bidang fastfood (Studi kasus sebuah bisnis franchise fastfood di Kota Bogor). Dibawah Bimbingan Nurmala Pandjaitan sebagai ketua dan Wini Trilaksani sebagai anggota.

Bisnis waralaba merupakan kegiatan usaha penjualan barang secara retail kepada masyarakat luas, begitu populernya kegiatan usaha ini, sehingga cepat sekali berkembang dan meliputi berbagai macam bidang usaha. Perkembangan bisnis franchise sangat pesat di Indonesia, ditunjang oleh kecenderungan masyarakat yang suka mengamati, meniru dan memodifikasi, sehingga jika ada sesuatu yang sedang berkembang dalam waktu singkat banyak yang mengikuti. Bisnis franchise merupakan bisnis yang sistemnya sudah dirancang agar pembelinya meraih keuntungan lebih mudah dengan hanya menduplikasi sistem. Namun, pada praktik nyatanya tidak semua berjalan semudah itu. Kadang sistem manajemen yang diberikan penjual franchise tidak berjalan di lingkungan tertentu. Dalam konteks demikian, pihak pembeli franchise harus berani berkreasi dan memiliki strategi sendiri agar usahanya terus berkembang.

Pola konsumsi masyarakat yang berubah, serta prospek industri restoran fast food yang bagus, membuat banyak sekali perusahan-perusahaan yang muncul dalam industri fast food. Salah satu industri yang bergerak di bidang pengelola restoran siap saji adalah PT. Bandung Era Sentra Talenta (BEST) dengan merek dagang Rocket Fried Chicken (RFC) yang belum banyak dipelajari manajemen usahanya.

Tujuan dari penelitian ini adalah : (1) Mendeskripsikan persepsi konsumen terhadap perusahaan dan produk makanan siap saji yang dihasilkan restoran RFC Cimanggu, (2) Mendeskripsikan upaya-upaya pengembangan unit usaha yang telah dilakukan RFC, dan (3) Menyusun strategi bisnis yang dapat digunakan perusahaan untuk mengembangkan usaha bisnis franchise.

(5)

Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats (SWOT) untuk merancang strategi dan program kerjaserta Matriks Quantitative Strategic Planning (QSPM) untuk memutuskan prioritas strategi terbaik.

Metode pengambilan responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling yaitu memilih responden yang paling tepat untuk memberikan informasi yang dibutuhkan berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah melalui pengumpulan data primer yang dilakukan melalui survey lapangan, wawancara dengan pengelola restoran, karyawan dan konsumen.

Hasil penilaian matriks IPA, nilai rata-rata tingkat kepentingan adalah 2,39 dan nilai rata-rata tingkat kinerja adalah 2,60. Kedua nilai ini akan menjadi garis tengah pada diagram Kartesius Importance Performance Analysis (IPA), sehingga diagram Kartesius akan terbagi menjadi empat kuadran. Pemetaan pada diagram matriks IPA yang berdasarkan tingkat kepentingan dan kinerja memungkinkan perusahaan mengetahui kekuatan dan kelemahan sehingga dapat melakukan perbaikan-perbaikan pada atribut yang dianggap penting bagi konsumen.

Berdasarkan hasil analisis matriks IFE menunjukkan bahwa faktor yang menjadi kekuatan utama usaha franchise RFC adalah fasilitas wifi/hotspot dengan nilai skor sebesar 0,480. Kelemahan utama adalah pegawai yang terlatih dan berpengalaman dengan nilai tertimbang terkecil sebesar 0,354. Analisis matriks EFE usaha bisnis franchise fastfood RFC menunjukkan bahwa faktor yang menjadi peluang utama adalah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sebesar 0,498. Sedangkan ancaman terbesar usaha franchise fastfood adalah kenaikan harga bahan baku dan biaya produksi dengan skor 0,252.

Berdasarkan hasil analisis faktor internal dengan menggunakan matriks IFE, diperoleh bobot 2,445 dan hasil analisis faktor eksternal menggunakan matriks EFE diperoleh bobot skor 2,506. Berdasarkan hasil tersebut restoran RFC menempati posisi pada sel V, yang artinya perusahaan berada pada posisi hold and maintain (pertahankan dan pelihara).

Tahap terakhir untuk menentukan prioritas strategi terbaik yang akan dijalankan perusahaan dari alternatif strategi, digunakan alat analisis QSPM. Pada penelitian ini, strategi-strategi hasil analisis matriks SWOT dimasukkan ke dalam matriks QSPM yang diestimasi dengan bobot dan Attractive Score (AS). Berdasarkan peringkat, hasil analisis QSPM dengan perhitungan total skor 5,548 yang harus dilakukan adalah meningkatkan kegiatan promosi melalui media sosial, penyebaran flyer dan meningkatkan sponsorship.

(6)

©Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang - undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah: dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis

(7)

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BISNIS FRANCHISE

DALAM BIDANG FAST FOOD (STUDI KASUS SEBUAH

BISNIS FRANCHISE FAST FOOD DI KOTA BOGOR)

ALI ABU NEGARA

P054110115

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Profesional

Pada Program Studi Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

Judul Tugas Akhir : Strategi Pengembangan Usaha Bisnis Franchise dalam bidang fast food (Studi kasus sebuah bisnis franchise fast food di Kota Bogor)

Nama Mahasiswa : Ali Abu Negara Nomor Pokok : P054110115

Program Studi : Industri Kecil Menengah

Menyetujui, September 2013

Komisi Pembimbing

Dr. Nurmala Pandjaitan, MS, DEA Dr.Ir. Wini Trilaksani M.Sc

Ketua Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Industri Kecil Menengah

Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubies, MS, Dipl.Ing, DEA Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(11)

PRAKATA

Bismillahhirohmannirrohim

Syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

memberikan inspirasi, kekuatan dan kesabaran, sehingga saya dapat

menyelesaikan penulisan tugas akhir ini sampai dengan selesai. Sesungguhnya

kekuatan terbesar adalah Milik-Nya dan atas kuasa dan kehendak-Nya pula Allah

SWT memberikan pertolongan bagi para hamba-Nya.

Secara khusus karya ini dipersembahkan sebagai bakti kepada ibunda

yang melalui rahimnya kami terlahir dan tak putus-putusnya mendoakan

kami.Disadari bahwa tanpa bantuan dan ulur tangan serta bimbingan yang tidak

ternilai harganya dari semua pihak, tugas ini tidak mungkin dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini pula disampaikan penghargaan dan terima kasih pada

berbagai pihak, diantaranya kepada :

1. Dr. Nurmala Pandjaitan, MS, DEA selaku ketua pembimbing yang secara

maksimal telah memberikan bimbingan dan arahan mulai dari penyusunan

proposal penelitian hingga penyelesaian tugas akhir ini.

2. Dr.Ir. Wini Trilaksani M.Sc selaku pembimbing kedua yang telah membantu

dalam penyelesaian tugas akhir ini.

3. Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubies, MS, Dipl.Ing, DEA selaku Ketua Program Studi

Industri Kecil Menengah dan penguji luar.

4. Seluruh staf administrasi dan dosen pengajar PS MPI IPB yang telah

membantu dan membuka cakrawala serta wawasan untuk menggali informasi

lebih mendalam.

5. Ibunda Sri Farihat Lisnaeni yang terkasih, yang atas kekuatan doa dan

ikhtiarnya selama ini segala kesulitan menjadi mudah dan segala kelemahan

menjadi kuat. Semoga Allah Ridho-kan surga pada Ibu.

6. Keluarga Tercinta Bapak Rusmin Nuryadin, Saudara-saudaraku Jifi Abu

(12)

atas bantuan moril dan materiel selama penulis studi di Institut Pertanian

Bogor hingga selesai.

7. Teman-teman Indobarca Chapter Bogor, terima kasih atas segala dukungan,

semangat, pengorbanan dan pengertiannya selama ini. Tanpa kalian saya tidak

akan berhasil.

8. Teman-teman angkatan 15 Program Studi MPI dan teman-teman lainnya yang

sudah mendukung terselesaikannya studi ini.

9. Teman-teman korwil, supervisor, surveyor tim pendataan Kartu Pegawai

Elektronik (KPE) tahun 2012 dan 2013 yang telah berbagi pengalaman dan

pelajaran berharga selama menjalani project pendataan ini.

10.Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala dukungan

moril dan materil selama ini.

Tugas akhir ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi

semua pihak yang berkepentingan. Oleh karena itu, saran dan kritik membangun

akan diterima bagi perbaikan dan penyempurnaan di masa mendatang.

Bogor, September 2013

(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bogor pada tanggal 29 Juni 1985, dari Bapak

Sang Dewi Rusmin Nuryadin dan Ibu Sri Farihat Lisnaeni. Penulis adalah putra

kedua dari empat bersaudara.

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan pada tahun 1997 di SD Bina

Insani Bogor, pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan pada

tahun 2000 di SMP Negeri 5 Bogor, pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)

diselesaikan pada tahun 2003 di SMA Negeri 6 Bogor dan pendidikan Sarjana

ditempuh di Universitas Islam Bandung Fakultas Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi

dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2011 penulis diterima di Program Studi

Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada tahun 2009 penulis pernah bekerja di Bank HSBC Jakarta sampai

dengan tahun 2010, kemudian bekerja membantu perusahaan milik keluarga yang

bergerak di bidang furniture, yaitu CV Duta Furniture di Kota Bogor. Pada Tahun

2012 sampai sekarang penulis bekerja sebagai staf tenaga ahli Fraksi Amanat

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL……….. x

DAFTAR GAMBAR………. xi

DAFTAR LAMPIRAN………. xii

BAB I. PENDAHULUAN……….. 1

A. Latar Belakang ……….. 1

B. Perumusan Masalah ……….. 6

C. Tujuan Penelitian ……….. 6

BAB. II. LANDASAN TEORI…..………... 7

A. Franchise……….. 7

B. Kriteria Bisnis Franchise….…..………... 9

C. Jenis Franchise……… 10

D. Sistem Franchise..……….. 11

E. Usaha Mikro Kecil Menengah ……… 14

F. Manajemen Strategik ……….. 17

G. Persepsi Konsumen ………. 20

BAB III. METODE PENELITIAN …...………... 22

A. Kerangka Pemikiran Penelitian ………... 22

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ……….………. 23

C. Pengumpulan Data ……….………. 23

D. Pengolahan dan Analisis Data ……… 24

1. IPA ………..……….. 24

2. Matriks IFE dan EFE ……… 25

3. Matriks IE ……….……… 27

4. Analisis SWOT ………. 27

5. QSPM ……….……….. 29

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..………... 32

A. Gambaran umum perusahaan ……….. 32

1. Struktur Organisasi ……….. 33

2. Visi dan Misi perusahaan ……….. 34

(15)

C. Persepsi Konsumen Terhadap Penilaian Tingkat Kepentingan dan Tingkat

Kinerja ………. 39

D. Upaya-upaya Pengelola Mengatasi Masalah ……….. 49

1. Permodalan ……...……… 49

2. Sumber daya manusia ……….. 51

3. Promosi ………. 52

4. Bahan Baku ……….. 53

5. Persaingan bisnis ……….. 54

E. Identifikasi faktor strategik Internal dan Eksternal Perusahaan ……… 55

F. Perumusan Strategik pengembangan usaha ……….. 59

1. Hasil Analisis Matriks IFE ……….... 59

2. Hasil Analisis Matriks EFE ……….. 60

3. Hasil Analisis Matriks IE ……….. 61

4. Hasil Analisis Matriks SWOT ………... 63

5. Hasil Analisis Matriks QSPM ……… 64

A. KESIMPULAN ……….……….. 67

B. SARAN ……… 68

DAFTAR PUSTAKA ….……… 69

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman No 1. Daftar perusahaan Franchisefastfood di Indonesia ….……… 4

No 2. Matriks SWOT ………. 29

No 3. Karakteristik Umum Responden Rocket Fried Chicken ………. 36

No 4. Penilaian konsumen terhadap tingkat kepentingan dan tingkat kinerja atribut

Restoran Rocket Fried Chicken Cabang Bogor ….………... 46

No 5. Hasil analisis matriks IFE Restoran Rocket Fried Chicken ……… 60

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

No 1. Skema Proses Manajemen Strategik ……… 19

No 2. Kerangka Pemikiran ……… 22

No 3. Struktur Organisasi Restoran Rocket Fried Chicken ………... 34

No 4. Diagram Matriks IPA RFC ……….. 48

No 5. Matriks IE Restoran Rocket Fried Chicken ………. 62

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

No 1. Kuesioner Penelitian Internal ……...………... 72

No 2. Kuesioner Kepuasan Konsumen ……...………... 77

No 3. Daftar Menu ……...……….. 81

No 4. Pemberian peringkat/rating terhadap faktor internal perusahaan ……..……….. 82

No 5. Penilaian pembobotan faktor strategik internal dan eksternal ……..……….. 84

No 6. Rataan bobot dan peringkat ……...……….. 89

(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bisnis waralaba merupakan kegiatan usaha penjualan barang secara

retail kepada masyarakat luas, begitu populernya kegiatan usaha ini, sehingga

cepat sekali berkembang dan meliputi berbagai jenis bidang usaha.

Perkembangan bisnis franchise sangat pesat di Indonesia, ditunjang oleh

kecenderungan masyarakat yang suka mengamati, meniru dan memodifikasi.

Sehingga jika ada sesuatu yang sedang berkembang, dalam waktu singkat

banyak orang mengikutinya.

Sistem bisnis penjualan secara waralaba sangat diminati oleh pebisnis

waralaba asing dimana mereka memberikan izin kepada pengusaha lokal

untuk mengelola waralaba asing tersebut dan tentunya akan berakibat

menimbulkan saingan yang berat bagi pengusaha kecil lokal yang bergerak di

bidang usaha sejenis. Sampai tahun 1990 di Indonesia hanya ada franchise

luar negeri seperti KFC dan Mc Donald’s. Restoran KFC pertama di Indonesia

dibuka pada bulan Oktober tahun 1979 di Jalan Melawai Jakarta, kemudian tahun 1990 Mc Donald’s mulai masuk di Indonesia. Setelah itu barulah muncul beberapa franchise lokal diantaranya Kebab Turki Baba Rafi, Es Teler

77, Pecel Lele Lela, Tela-tela, Edam Burger, Coffee Toffee, Ayam Bakar Mas

Mono, Klenger Burger, MartaBucks dan lain-lain diikuti dengan gerai retail

supermarket Alfamart dan Indomaret.

Begitu menarik dan menguntungkan bisnis waralaba ini, maka

pemerintah berkepentingan pula mengembangkan bisnis di Indonesia guna

terciptanya iklim kemitraan usaha melalui pemanfaatan lisensi sistem bisnis

waralaba. Dengan bantuan International Labour Organization (ILO) dan

Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI, kemudian didirikan Asosiasi

Franchise Indonesia pada tahun 1991. Pada tahun 1995 berdiri pula Asosiasi

Restoran Waralaba Indonesia (ARWI) yang mengkhususkan diri di bidang

(20)

inovasi teknologi di bidang usaha restoran terutama mengenai teknologi

makanan, peralatan masak, kemasan, kesehatan dan gizi, pengawetan dan

manajemen pelayanan.

Pada tahun 2013 ini, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia

mendorong para usaha waralaba untuk terus berkembang di Indonesia. Salah

satunya menyediakan fasilitator guna melayani perkembangan para pengusaha

waralaba di Indonesia. Menjamurnya franchise lokal di Indonesia merupakan

fenomena yang bagus, artinya, masyarakat Indonesia yang sebelumnya

mayoritas bermental karyawan, mulai memahami pentingnya mencari

penghasilan lewat bisnis ini dan berani mengambil risiko sedikit demi sedikit.

Fenomena demikian diharapkan akan mengangkat derajat perekonomian di

Indonesia. Namun, fenomena menjamurnya franchise bukan berarti tidak ada

dampak sampingnya. Kebanyakan pebisnis Indonesia menjadi ikut-ikutan

dalam mengemas paket bisnisnya sebagai franchise. Padahal, seharusnya

bisnis franchise ini merupakan bisnis khusus, jenis bisnis yang spesial dan

terbukti sukses, sehingga layak diwaralabakan karena bisnis franchise bukan

hanya sekedar bisnis seumur jagung yang belum jelas tingkat return dan

operasionalnya.

Pelaku bisnis franchise atau UKM (Usaha Kecil Menengah) yang

sebetulnya masih BO (Business Opportunity) juga banyak yang mencoba

untuk meniru bisnis usaha baru. Saat bisnis jagung rebus (sweet corn) sedang

berkembang, bermunculan banyak bisnis franchise atau Business Opportunity

jagung dengan berbagai merek dan bentuk yang ditawarkan. Begitu pula yang

terjadi pada musim pisang goreng Pontianak. Namun, seiring berjalannya

waktu, hanya sedikit yang mampu bertahan.

Bisnis franchise merupakan bisnis yang sistemnya sudah dirancang

agar pembelinya bisa meraih keuntungan lebih mudah hanya dengan

menduplikasi sistem. Namun, pada praktik nyatanya semua tidak berjalan

semudah itu. Kadang sistem manajemen yang diberikan penjual franchise

(21)

franchise harus berani berkreasi dan memiliki strategi sendiri agar usahanya

tidak gulung tikar.

Franchise merupakan sebuah tawaran bisnis. Apabila suatu pihak

membeli satu paket bisnis seharga X, sebagai gantinya pihak penjual paket

bisnis akan memberikan lisensi untuk menggunakan mereknya, lisensi untuk

menggunakan resep rahasia atau lisensi untuk menggunakan sistem

manajemen, peralatan, serta bahan baku untuk usaha awal. Pendek kata,

franchise adalah membeli paket bisnis orang lain, di mana kita akan mendapat

outlet untuk berjualan peralatan usaha lengkap, bahan baku bulan pertama,

tata cara manajemen dalam buku panduan, hak berkonsultasi kepada pihak

penjual franchise, serta lisensi penggunaan merek dagang bisnis tersebut.

(Pranoto, 2010)

Pola konsumsi masyarakat yang berubah serta prospek industri

restoran fast food yang bagus membuat banyak sekali perusahaan-perusahaan

yang muncul dalam industri fast food. Daftar-daftar perusahaan fast food yang

sudah di franchisekan yang ada di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Salah

satu franchise yang sedang berkembang di Indonesia saat ini adalah Rocket

Fried Chicken (RFC). Makanan yang popular sejak disajikan beberapa

restoran cepat saji ini kian merakyat di Indonesia. Mulai dari anak kecil

hingga dewasa pasti menyukai menu tersebut. Fried Chicken atau yang lebih

dikenal sebagai ayam goreng sudah menjadi menu primadona masyarakat

Indonesia, khususnya di Kota Bogor. Penggemarnya dari golongan ekonomi

menengah bawah sampai menengah atas. Tak heran, gerai-gerai ayam goreng

cepat saji, baik yang mengusung merek internasional maupun global, tumbuh

subur di Indonesia.

Kehadiran restoran yang berasal dari Kota Bandung ini kian

didambakan mitranya bukan hanya di tanah air, tetapi juga hingga

mancanegara, diantaranya Brunei Darusalam dan Malaysia. Bahkan, di dalam

negeri saja sudah memiliki 75 gerai di beberapa propinsi diantaranya di DKI

Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Batam dan

(22)

Tabel 1. Daftar perusahaan FranchiseFastfood di Indonesia

No Nama Restoran Nama Perusahaan

1 California Fried Chicken PT Pioneerindo Gounment Sejati 2 A & W PT Biru Fastfood Nusantara 3 Papa Rons Pizza PT Setia Mandiri Miratama 4 Hanamasa PT Adiboga Cipta

5 Dunkin Donuts PT Dunkindo Lestari 6 Kentucky Fried Chicken PT Fast Food Indonesia

7 Mc Donald’s PT Ramaka Gerbang Mas

8 Pizza Hut PT Sari Melati Kencana 9 Texas Chicken PT Cipta Selera Murni

10 Rocket Fried Chicken PT Bandung Era Sentra Talenta

Beberapa restoran sejenis (lokal) yang muncul dan memungkinkan

dapat menjadi pesaing RFC di wilayah Bogor khususnya di daerah Cimanggu

sangat banyak, diantaranya adalah Ayam Lepas dan Ayam Seuhah. Selain itu

juga terdapat produk sejenis yaitu pedagang kaki lima yang hanya menjual

produk fried chicken yang harganya jauh lebih murah, sehingga

menjadikannya sebagai kompetitor utama dan ancaman bagi RFC.

Perubahan gaya hidup telah membawa pergeseran dalam kehidupan

sosial ekonomi masyarakat. Semakin banyaknya aktifitas yang dilakukan

manusia di luar rumah, menyebabkan kesempatan masyarakat untuk

melakukan konsumsi makanan pada umumnya bersifat cepat, praktis dan

nyaman. Hal ini menyebabkan perubahan dalam pola konsumsi masyarakat

yang menimbulkan kebiasaan baru yaitu makan diluar rumah karena dianggap

lebih praktis. Gaya hidup pula yang telah membawa masyarakat untuk

mengkonsumsi makanan yang ditawarkan di tempat dan suasana berbeda,

yang jarang ditemukan bila makanan ini dinikmati di rumah.

Wisata kuliner di Kota Bogor sendiri telah menjadi salah satu daya

tarik, karena dinilai mampu memberikan keunggulan bagi pariwisata Kota

Bogor. Hal inilah yang menjadikan kehadiran RFC di Kota Bogor kian banyak

digemari. RFC menyediakan makanan cepat saji (fast food), seperti ayam

goreng serta olahannya, mulai dari fried chicken (crispyand hot), burger dan

(23)

Keunggulan konsep yang unik, baik dari aspek produk, merek dan

dukungan manajemen merupakan kelebihan dari pembelian franchise RFC.

Apabila ingin membeli franchise RFC, ada beberapa syarat yang harus

dimiliki, diantaranya adalah pembeli tentu saja harus menyukai bisnis

makanan, memiliki performa financial dan modal yang baik atau cukup, lalu

memiliki jiwa wirausaha, tekun, mau belajar serta memahami sistem bisnis

dengan detail, kemudian memiliki jiwa kepemimpinan yang baik dan

berkomitmen tinggi untuk mengembangkan bisnis RFC serta yang paling

penting adalah memahami manajemen profit dan resiko bergabung dengan

bisnis RFC.

RFC merupakan salah satu bisnis fast food kalangan menengah atas

yang memposisikan diri sebagai tempat untuk memenuhi gaya hidup (life

style) dengan penyediaan tempat sebagai function (meeting point), nuansa

relax, wifi/hotspot, TV cable dan layanan untuk gathering, birthday dan

meeting disediakan bagi kebutuhan pengunjung. Investasi brand atau tampilan

restoran yang unik dan berbeda, memiliki ciri khas dengan tampilan dinding

dan interior ruangan perpaduan antara warna merah dan kuning dengan bentuk

garis lurus dan bulat melingkar pada seluruh ruangan RFC membuat cepat

melekat di masyarakat.

Dalam upaya meningkatkan volume penjualan produk yang dihasilkan

oleh RFC dapat ditemukan beberapa faktor yang dapat membantu

meningkatkan volume penjualan, yaitu aspek produk (produk yang

berkualitas) dan dukungan manajemen. Dari segi produk yang dihasilkan RFC

berbeda dengan franchise luar negeri, seperti contohnya KFC yang membagi

satu ekor ayam menjadi delapan bagian, sedangkan RFC membagi potongan

ayam menjadi sembilan bagian yang membuat bentuk dan ukuran ayam

menjadi lebih kecil. Strategi dan pengembangan yang tepat sudah seharusnya

dimiliki RFC dalam menghadapi persaingan usaha. Dalam pemasaran dikenal

banyak strategi yang dapat digunakan untuk memasarkan produk yang

(24)

menggunakan strategi yang tepat akan membawa pengaruh terhadap volume

penjualan yang dimiliki oleh RFC.

Pemasaran yang telah tersebar di beberapa wilayah Indonesia, sistem

manajemen keuangan dengan teknologi online dan transparan, manajemen

handal dan profesional, pengelolaan evaluasi secara berkala, kontrol akan

kualitas pelayanan yang baik, sistem yang mudah diaplikasikan dan pangsa

pasar yang terus berkembang, serta supply bahan baku yang murah merupakan

suatu keuntungan bagi pembeli franchise RFC. Pengelola franchise dapat

lebih memfokuskan apa strategi terbaik yang dapat digunakan untuk

mengembangkan usahanya untuk bisa bersaing dengan produk usaha sejenis

dalam bidang fast food di Kota Bogor

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di latar belakang tersebut,

maka perumusan masalah penelitian ini adalah :

1. Bagaimana persepsi konsumen terhadap restoran RFC Cimanggu (produk,

fasilitas dan pelayanan) dan makanan siap saji yang dihasilkan ?

2. Upaya-upaya apa yang telah dilakukan unit usaha RFC Cimanggu dalam

mengembangkan usahanya ?

3. Bagaimana strategi yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk

mengembangkan usaha bisnisnya ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan persepsi konsumen terhadap perusahaan dan produk

makanan siap saji yang dihasilkan restoran RFC Cimanggu.

2. Mendeskripsikan upaya-upaya pengembangan unit usaha yang telah

dilakukan RFC Cimanggu.

3. Menyusun strategi bisnis yang dapat digunakan perusahaan untuk

(25)

II. LANDASAN TEORI

A. Franchise

Pengertian franchise (waralaba) lebih menekankan semangat

kebebasan dan kemandirian, “free from servitude” atau “bebas dari ikatan”.

Berbeda dari masyarakat yang mengartikan franchise sebagai waralaba, yaitu “wara” yang berarti lebih, sedangkan “laba” yang berarti untung. Jadi, waralaba berarti “lebih menguntungkan”. Semangat yang dikedepankan adalah semangat untung, profit oriented. Sedangkan bagi orang luar, yang

penting bisa mandiri dulu dan keuntungan menyusul kemudian.

Franchise adalah membeli paket bisnis orang lain, di mana kita akan

mendapat outlet untuk berjualan, paket peralatan usaha lengkap, bahan baku

bulan pertama, tata cara manajemen dalam buku panduan, hak berkonsultasi

kepada pihak penjual franchise, serta lisensi penggunaan merek dagang bisnis

tersebut.

Menurut Suryana (2001), franchise adalah suatu persetujuan lisensi

menurut hukum antara suatu perusahaan penyelenggara dengan penyalur atau

perusahaan lain untuk melaksanakan usaha. Sedangkan franchising sendiri

adalah kerjasama manajemen untuk menjalankan perusahaan cabang atau

penyalur. Inti dari franchising adalah memberi hak monopoli untuk

menyelenggarakan usaha dari perusahaan induk. Perusahaan pemberi lisensi

disebut franchisor dan yang diberi lisensi disebut franchisee.

Franchising adalah suatu sistem pemasaran berkisar tentang perjanjian

dua belah pihak, dimana terwaralaba menjalankan bisnis sesuai dengan

syarat-syarat yang ditentukan oleh pewaralaba. Franchising dapat pula berarti sistem

pemasaran yang melibatkan dua belah pihak yang terikat perjanjian, sehingga

usaha waralaba harus dijadikan sesuai dengan aturan-aturan dari pewaralaba.

Dalam mempelajari franchise, ada baiknya dimulai dengan

mempelajari seluk beluknya terlebih dahulu. Ada beberapa kosakata atau

(26)

1. Franchise Contract adalah perjanjian hukum antara pewaralaba dengan

terwaralaba.

2. Franchise adalah hak-hak istimewa yang diatur dalam perjanjian

waralaba.

3. Franchisee (terwaralaba) adalah pihak yang mendapatkan hak untuk

menjalankan usaha waralaba yang kekuasaannya dibatasi berdasarkan

perjanjian dengan pewaralaba.

4. Franchisor (pewaralaba) adalah pihak yang memiliki bisnis dan penjual

hak waralaba kepada terwaralaba. Pewaralaba adalah pihak didalam

kontrak waralaba yang menentukan sistem untuk diikuti dan syarat-syarat

yang disepakati oleh pihak lain yang terlibat.

Dalam mengelola bisnis franchise, langkah yang mudah yaitu

melakukan perbandingan dengan pesaing. Apabila ingin membuat standar

kualitas produk yang baik, mengubah standar pelayanan dan menaikkan

harga, harus dipastikan melakukan survey terlebih dahulu atas pesaing, karena

mengelola bisnis tanpa melakukan perbandingan terhadap pesaing ibarat sayur

tanpa garam, kemudian dipastikan standar franchise selalu di atas rata-rata.

Menurut Pranoto (2010), dalam pengelolaan bisnis franchise ada dua

bagian penting yaitu :

1. Pengelolaan usaha : Meliputi tata cara mengelola usaha sehari-hari.

Inventaris yang dibawa, bahan baku, jenis produk, operasional produksi.

Semua ini disebut rutinitas usaha.

2. Pengembangan usaha : Meliputi tata cara mengoptimalkan usaha. Produk

yang harus ditambah, cara menangani feedback pelanggan, cara

menangani kritik, evaluasi produk, evaluasi pelayanan, cara menekan

beban biaya, cara meningkatkan margin, cara memperluas pasar, cara

meningkatkan omset dan sebagainya. Semua itu disebut pengembangan

(memperbesar) usaha.

Perlu berpikir sebagai franchisee bagi yang menginginkan usaha

berjalan sukses. Sebagian akan mencari jalan, cara dan metode yang

(27)

Franchisee harus mengetahui seluk beluk usaha yang dijalankan. Hal ini yang

menyebabkan franchisee perlu untuk terus berinovasi memikirkan cara

mengembangkan usahanya di masa mendatang.

B. Kriteria Bisnis Franchise

Fast Food semakin popular dan diminati oleh masyarakat dari

berbagai kalangan. Besarnya pangsa pasar fast food memberikan kesempatan

untuk berbagai merek fast food dari luar untuk membuka restoran fast food di

Indonesia dengan sistem franchise. Sistem franchise dipilih karena sistem ini

merupakan output yang seragam dan konsisten bagi konsumen dimana pun

produk dibeli.

Sebuah restoran dapat digolongkan sebagai restoran fast food dan

dapat dijalankan dengan sistem franchise jika memenuhi kriteria sebagai

berikut (Karamoy, 2011) :

1. Makanan yang ditawarkan unik dan relatif sulit ditiru, produk yang tidak

unik harus memiliki nama yang telah terkenal

2. Relatif menguntungkan dan telah sukses minimal selama dua tahun

3. Memiliki pasar potensial yang besar

4. Memiliki sistem operasional yang telah dibakukan.

Sebagian besar restoran fast food yang ada di Indonesia merupakan

restoran franchise (waralaba) yang berasal dari luar negeri seperti Kentucky

Fried Chicken (pelopor fast food dan franchise), Mc Donald’s, A&W

Restorant, Texas Fried Chicken, California Fried Chicken, Popeye’s Chicken

dan lain-lain. Sedangkan sebagian kecil franchise lokal di dalam negeri seperti

es teller 77, rumah makan padang sederhana, RFC, JFC dan lain-lain.

Agar waralaba dapat berkembang dengan pesat, maka persyaratan

utama yang harus dimiliki adalah kepastian hukum yang mengikat baik bagi

franchisor maupun franchisee. Karenanya, dapat dilihat bahwa di Negara

yang memiliki kepastian hukum yang jelas, waralaba lebih berkembang pesat,

misalnya di Amerika Serikat dan Jepang. Tonggak kepastian hukum akan

format waralaba di Indonesia dimulai pada tanggal 18 Juni 1997, yaitu dengan

(28)

waralaba. PP No.16 tahun 1997 tentang waralaba ini telah dicabut dan diganti

dengan PP No.42 tahun 2007.

Tidak semua bisnis layak disebut bisnis franchise. Mengacu

berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia No.42 tahun 2007 pasal

3, bisnis yang layak disebut franchise haruslah memenuhi kriteria sebagai

berikut, yaitu :

1. Memiliki ciri khas usaha

2. Terbukti sudah memberikan keuntungan

3. Memiliki standar atas pelayanan barang dan jasa yang ditawarkan yang

dibuat secara tertulis

4. Mudah diajarkan dan diaplikasikan

5. Adanya dukungan yang berkesinambungan

6. Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar.

Apabila telah memenuhi kriteria-kriteria tersebut, maka suatu bisnis

layak disebut franchise. Jika tidak, maka bisnis tersebut hanya akan disebut

sebagai bussiness opportunity. Apabila suatu perusahaan tetap menyebut diri

sebagai franchise, maka sebenarnya perusahaan tersebut sudah tergolong “franchise siluman” atau “franchise jadi-jadian”, yakni suatu business opportunity yang tidak jelas kualitasnya, tetapi disamarkan dengan label nama

franchise.

C. Jenis Franchise

Pada dasarnya franchise terbentuk ketika franchisor menjalin

hubungan hukum untuk melakukan kontak kerjasama secara terpadu terhadap

merek, desain tata letak dan lain sebagainya yang berkenaan dengan kekayaan

intelektual serta metode bisnis secara berkelanjutan dalam suatu periode

tertentu dengan franchisee. Menurut Santoso (2009) ada 4 jenis franchise,

diantaranya yaitu :

1. Master franchise. Dalam kontak ini, franchisee juga berhak menjual hak

franchise yang dimilikinya pada peminat lain yang berada dalam wilayah

(29)

2. Area development Program. Di sini franchisee memiliki hak

mengembangkan bisnis franchise yang bersangkutan dalam suatu wilayah

tertentu, tanpa memiliki hak menjual ulang hak yang dimilikinya. Jadi

bedanya dengan master franchise hanya ada tidaknya hak untuk menjual

ulang franchise yang dibelinya.

3. Joint Venture Franchise Program. Kontrak ini terjadi jika franchisor ikut

menginvestasikan dana selain memberikan dukungan manajemen dan

teknis. Franchisee tetap bertugas mengembangkan dan mengoperasikan

tempat usaha yang bersangkutan. Biaya-biaya yang timbul dan

keuntungan yang diperoleh akan dibagi oleh franchisor dan franchisee

sesuai dengan perjanjian.

4. Mixed Franchise. Tipe ini terjadi jika franchisor menawarkan paket

franchise yang memungkinkan franchisee yang modalnya terbatas untuk

mengelola sebagian fungsi usaha saja. Misalnya produksi dilakukan

franchisor dan franchisee hanya mengelola proses penjualannya saja.

Selain paket seperti itu, franchisor tersebut biasanya juga menawarkan

paket utuh kepada franchisee yang memiliki modal cukup.

Bagi pemilik usaha, pengembangan melalui franchise mempunyai

tujuan utama untuk memperoleh laba dalam waktu yang lebih singkat dan

ekspansi lebih cepat dengan resiko modal yang kecil. Waralaba atau franchise

sebagai salah satu alternatif dalam pengembangan usaha, tentu saja

mempunyai keuntungan dan kerugian (Mendelsohn, 1997)

D. Sistem Franchise

Kotler (1997), membedakan waralaba (franchise) berdasarkan tiga

karakteristik :

1. Pemberi waralaba memiliki merek dagang atau merek jasa dalam

melisensikannya kepada pewaralaba (franchisee) dan imbalannya adalah

pemberi royalti.

2. Pewaralaba diharuskan untuk membayar hak-hak untuk menjadi bagian

(30)

bagian kecil dari jumlah total yang pewaralaba investasikan ketika ia

menandatangani suatu kontrak waralaba.

3. Pemberi waralaba menyediakan suatu sistem pemasaran dan operasi untuk

menjalankan bisnisnya.

Dalam format bisnis seperti ini, perusahaan yang diberi hak monopoli

menyelenggarakan perusahaan seolah-olah merupakan bagian dari perusahaan

pemberi lisensi yang dilengkapi dengan nama produk, merek produk (logo),

dan prosedur penyelenggara secara standar. Pada umumnya dukungan yang

diberikan meliputi dukungan awal seperti pemilihan lokasi, rencana bangunan,

pembelian peralatan, pola arus kerja, pemilihan karyawan, periklanan, grafik

dan bantuan pada acara opening. Dukungan lain yang berlanjut seperti

pencatatan dan akuntansi, konsultasi, pemeriksaan, standar promosi,

pengendalian kualitas, nasihat hukum, riset dan material lainnya (Suryana,

2001).

Tambunan (2008) menjelaskan berbagai macam keunggulan dan

kelemahan dari sistem franchise, yaitu :

Keunggulan bagi franchisor :

a. Perluasan pasar : Franchise adalah suatu metode yang ampuh untuk

melakukan perluasan pasar (market expansion) dan penetrasi pasar secara

efektif dan cepat.

b. Modal rendah : Dalam membiayai perluasan pasar seperti dimaksud di

atas, pewaralaba menggunakan modal dari pihak lain (franchisee), bukan

dari modalnya sendiri. Oleh sebab itu, ada ungkapan yang menyatakan

bahwa franchiseadalah “metode perluasan pasar dengan modal rendah”.

c. Bermitra dengan wirausaha : Dalam melakukan pemasaran dan penjualan

produk, franchisor memanfaatkan wirausaha bukan pegawai, dalam

mengoperasikan bisnis sehari-hari. Wirausaha di sini adalah franchisor

yang ikut melakukan investasi (menanamkan modal). Jika franchisor tidak

berupaya keras memasarkan produknya (dalam rangka memperoleh

(31)

Peningkatan penjualan terwaralaba, berarti peningkatan pendapatan

pewaralaba dari royalti.

d. Masukan dari franchisee : Franchisee memiliki potensi besar untuk

memberikan masukan yang berharga bagi perbaikan sistem usaha

(termasuk sistem pelayanan dan pemasaran). Sebagai pelaksana sistem

usaha dan ujung tombak yang berhadapan langsung dengan konsumen,

franchisee biasanya mengetahui kekurangan atau kelemahan sistem yang

dibuat franchisee. Franchisor dapat memanfaatkan masukan franchisee

untuk memperbaiki sistem bisnisnya.

e. Lebih dari itu, franchisee secara berkala menerima bantuan manajerial

dalam hal pemilihan lokasi bisnis, desain fasilitas, prosedur operasi,

pembelian, dan pemasaran (Rachmadi, 2007)

Kelemahan bagi Franchisor :

a. Relatif tidak bebas : Franchisor tidak bebas untuk melakukan perubahan

atas sistem bisnisnya karena setiap perubahan akan mengimplikasi pada

sistem bisnis yang tengah dipraktikan franchisee, apalagi jika jumlah

franchisor cukup banyak. Perubahan akan membuat franchisee harus

mengeluarkan biaya, sehingga biasanya akan ditentang.

b. Franchisor yang rugi : Walaupun secara empiris tingkat keberhasilan

franchise cukup tinggi, namun franchisor yang merugi biasanya akan

membuat franchisee repot. Franchisor cenderung mencari-cari alasan dan

menganggap penyebab kerugiannya itu adalah “kesalahan” franchisee.

“Ulah” satu franchisor yang rugi itu akan menyibukan dan menyita waktu

franchisee untuk melayani keluhan dan kritik.

c. Masalah hukum : Potensi terjadinya persengketaan (dispute) hukum

dengan franchisor selalu terbuka. Potensi ini lebih besar dalam bisnis

franchise daripada dalam bisnis independen. Betapapun baiknya perjanjian

franchise dibuat, betapapun posisi franchisee “lebih kuat” secara hukum,

persengketaan hukum pasti akan menyita waktu dan pikiran serta

(32)

d. Masih adanya ketidaknyamanan dalam suatu franchise, karena franchisor

dapat memutuskan atau tidak memperbaharui perjanjian. (Rachmadi,

2007)

Perusahaan tidak sedang membuang uang percuma, melainkan dibelikan buku panduan yang berisi SOP (standar operating Procedure), yaitu pengalaman dan pengetahuan bisnis. Kemudian, uang jutaan tersebut digunakan pula untuk membeli hak berkonsultasi dengan pihak

franchisee serta biaya evaluasi secara berkala oleh pihak franchisor.

E. Usaha Mikro Kecil Menengah

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha

Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), pengertian usaha kecil adalah usaha

ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan

atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang

perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung

maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi

kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

Kriteria Usaha Kecil menurut Undang-Undang Republik Indonesia

adalah sebagai berikut :

1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.50.000.000 (lima puluh juta

rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.500.000.000 (lima ratus juta

rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan

2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.300.000.000 (tiga ratus

juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.2.500.000.000 (dua milyar

lima ratus juta rupiah).

Ciri-ciri perusahaan kecil dan menengah di Indonesia, secara umum adalah :

1. Manajemen berdiri sendiri, dengan kata lain tidak ada pemisahan yang

tegas antara pemilik dengan pengelola perusahaan. Pemilik adalah

sekaligus pengelola dalam UKM.

2. Modal disediakan oleh seorang pemilik atau sekelompok kecil pemilik

(33)

3. Daerah operasinya umumnya lokal, walaupun terdapat juga UKM yang

memiliki orientasi luar negeri, berupa ekspor ke negara-negara mitra

perdagangan.

4. Ukuran perusahaan, baik dari segi total aset, jumlah karyawan, dan sarana

prasarana yang kecil.

Menurut Taufiq (2010), Kekuatan dan Kelemahan Usaha Kecil

Menengah memiliki ciri-ciri skala usaha kecil, padat karya, berbasis

sumberdaya lokal dan sumberdaya alam, pelaku banyak, dan menyebar,

sehingga dari ciri-ciri tersebut dapat diuraikan beberapa kekuatan dan

kelemahan UKM sebagai berikut :

1. Skala Usaha kecil

Salah satu karakter penting dari UKM adalah skala usahanya yang

relatif kecil. Meskipun batas atas kategori usaha kecil adalah dengan

omset maksimal 1 miliar, namun dalam kenyataannya sebagian besar

usaha kecil justru memiliki omset dibawah 500 juta. Mengacu pada

argumentasi bahwa salah satu sumber keunggulan adalah melalui

economies of scale, maka akan sulit bagi usaha berskala kecil secara

individual untuk bersaing dengan usaha berskala besar dalam suatu

aktivitas bisnis yang sama.

2. Padat karya

Produk usaha berskala kecil pada umumnya sangat padat karya.

Kegiatan produksi yang melibatkan banyak tenaga kerja sebagai

konsekuensi dari aktivitas yang menghasilkan produk yang berciri hand

made. Produk UKM yang bersandar pada keahlian dan keterampilan

tangan ini membawa konsekuensi pada kurangnya aspek presisi dan

kesulitan untuk distandarisasi. Disamping memiliki kelemahan, aktivitas

bisnis yang mengandalkan keterampilan individu tentu juga memiliki

keunikan, sehingga mendapat pasar yang tersendiri. Keunikan produk

UKM dapat dikembangkan sebagai sumber keunggulan menghadapi

(34)

3. Berbasis sumberdaya lokal dan sumberdaya alam.

Salah satu ciri dari orientasi berusaha di kalangan UKM pada

umumnya adalah lebih kepada upaya melakukan aktivitas apa yang bisa

dilakukan dengan sumberdaya yang ada, ketimbang memproduksi sesuatu

yang diminta oleh pasar. Dengan kata lain aktivitas usaha UKM lebih

kepada production oriented, memproduksi sebaik mungkin apa yang bisa

dilakukan dengan bertumpu pada ketersediaan sumberdaya yang ada.

Karakter aktivitas bisnis UKM seperti ini menghasilkan produk-produk

unggulan yang komparatif pada masing-masing wilayah.

Kebersinambungan usaha yang berbasis sumberdaya alam tentu sangat

rentan, manakala UKM terlibat dalam aktivitas produksi yang

mengeksploitasi sumberdaya alam yang tidak terbaharui.

4. Pelaku banyak

Karena hampir tidak ada barrier to entry pada aktivitas bisnis UKM,

baik dari aspek teknologi, investasi, manajemen, perlindungan hak

intelektual, maka sangat mudah bagi masyarakat untuk masuk ke dalam

industri yang digeluti oleh UKM. Sebagai konsekuensinya relatif sangat

banyak pelaku bisnis UKM dalam sektor dan kegiatan bisnis tertentu. Di

satu sisi struktur usaha seperti ini sangat baik untuk mendorong kompetisi,

tetapi di lain pihak UKM sering dihadapkan pada kondisi dimana banyak

UKM sebagai produsen menghadapi kekuatan monopsonis.

5. Menyebar

Aktivitas bisnis UKM dapat dijumpai hampir diseluruh pelosok tanah

air serta diberbagai sektor. Dengan demikian, bila UKM dapat

mengembangkan jaringan yang efektif, maka konsep global production

dapat dipenuhi, karena UKM mampu menghasilkan produk di mana saja

dan memasarkannya ke mana saja serta kapan saja. Dengan kata lain

produk UKM yang sejenis sangat mudah diperoleh masyarakat dimana

(35)

F. ManajemenStrategik

Beberapa pakar dalam ilmu manajemen mendefinisikan manajemen

strategis dengan cara yang berbeda-beda. Ketchen (2009) mendefinisikan

manajemen strategis sebagai analisis, keputusan dan aksi yang dilakukan

perusahaan untuk menciptakan dan mempertahankan keunggulan kompetitif.

Definisi ini menggambarkan dua elemen utama manajemen strategis.

Pertama, manajemen strategis dalam sebuah perusahaan berkaitan

dengan proses yang berjalan (ongoing processes) yaitu analisis, keputusan dan

tindakan. Kedua, manajemen strategis adalah studi tentang mengapa sebuah

perusahaan mampu mengalahkan perusahaan lainnya. Manajer perlu

menentukan bagaimana perusahaan bisa menciptakan keunggulan kompetitif

yang tidak hanya unik dan berharga, tetapi juga sulit ditiru atau dicari

substitusinya sehingga mampu bertahan lama.

Tugas pertama dalam manajemen strategis pada umumnya adalah

kompilasi dan penyebarluasan pernyataan misi. Aktifitas ini mendokumentasi

kan kerangka dasar organisasi dan mendefinisikan lingkup aktifitas yang

hendak dijalankan oleh organisasi.

Pada tiga tingkatan strategi dibuat dalam organisasi yang lebih besar,

yakni meliputi strategi perusahaan, bisnis, dan fungsional (atau operasional).

Sementara strategi perusahaan akan menentukan bisnis apakah yang

perusahaan akan benar-benar beroperasi disana, strategi bisnis akan

menentukan bagaimana perusahaan akan bersaing di masing-masing bisnis

yang telah dipilih.

Sehubungan dengan itu Wheelen dan Hunger (1995) mengartikan

manajemen strategis (strategic management) “is the set of managerial

decisions and actions that determines the long-run performance of a corporation”, artinya bahwa manajemen strategis merupakan suatu himpunan keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja jangka panjang

suatu perusahaan. Untuk memahami konsep ini, berikut diuraikan komponen

(36)

1. Analisis lingkungan (environmental scanning) bisnis untuk mendeteksi

peluang (opportunities) dan ancaman (threats) serta analisis profil

perusahaan yang mengidentifikasikan kekuatan (strengths) dan kelemahan

(weaknesses).

2. Perumusan strategi (strategic formulation) termasuk mengembangkan visi

dan misi, mengidentifikasikan peluang dan ancaman eksternal perusahaan,

menentukan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan tujuan jangka

panjang, merumuskan alternatif strategi dan memilih strategi tertentu yang

akan dilaksanakan. Pada tahap ini penekanan lebih diberikan kepada

aktivitas-aktivitas utama antara lain menyiapkan strategi alternatif,

pemilihan strategi dan menetapkan strategi yang digunakan.

3. Implementasi strategi (strategic implementation) mensyaratkan

perusahaan untuk menentukan tujuan tahunan, menetapkan kebijakan,

memotivasi karyawan, mengalokasikan sumber daya sehingga strategi

yang telah di formulasikan dapat dijalankan, mengembangkan budaya

yang mendukung strategi, menciptakan struktur organisasi yang efektif,

menyiapkan anggaran, mengembangkan dan memberdayakan sistem

informasi, dan menghubungkan kinerja karyawan dengan kinerja

organisasi.

4. Evaluasi dan pengawasan (evaluation and control) kinerja nyata suatu

perusahaan. Evaluasi strategi adalah tahap final dalam manajemen

strategis. Ada tiga aktivitas dasar evaluasi strategi yaitu meninjau ulang

faktor internal dan eksternal saat ini, mengukur kinerja dan mengambil

tindakan korektif.

Lebih jelasnya mengenai ke empat komponen dan tahap strategis yang

(37)

Gambar 1. Skema proses manajemen strategik (Hubeis dan Najib, 2008)

Berdasarkan Gambar 1 dan dikaitkan dengan fungsi manajemen, maka

komponen manajemen strategik di atas sebenarnya ditujukan untuk

memastikan apakah tindakan-tindakan strategik yang dilakukan perusahaan

sudah sesuai dengan perumusan strategi yang sudah dibuat atau ditetapkan.

Dalam proses ini, ada beberapa hal yang harus dilakukan perusahaan, yaitu:

a. Meninjau kembali permasalahan eksternal dan internal yang terjadi saat

ini, apakah terjadi perubahan-perubahan pada saat strategi dirumuskan

b. Adanya pengukuran kemampuan atau kinerja perusahaan dengan

memastikan kembali, apakah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan

c. Melakukan perbaikan-perbaikan untuk perkembangan perusahaan dan

d. Membantu untuk mengembangkan model di masa mendatang.

Hubeis dan Najib (2008) menjelaskan bahwa pada tahap perumusan

strategi, perusahaan dapat menggunakan manajemen strategik yang terdiri atas

enam langkah, yaitu :

a. Melakukan analisis lingkungan internal

b. Melakukan analisis lingkungan eksternal

c. Mengembangkan visi dan misi yang jelas

d. Menyusun sasaran dan tujuan perusahaan

e. Merumuskan pilihan-pilihan strategik dan memilih strategi yang tepat

Fase 1

Analisis Lingkungan

Fase II

Perumusan Strategi

Fase III

Implementasi Strategi Fase IV

(38)

f. Menentukan pengendalian.

Tahapan penting setelah perumusan strategi selesai adalah

implementasi strategi. Implementasi adalah proses ketika rencana

direalisasikan. Dalam implementasi strategi, ada beberapa hal penting yang

harus dilakukan perusahaan, yaitu :

a. Penetapan tujuan tahunan

b. Perumusan kebijakan

c. Memotivasi pekerja

d. Alokasi sumber daya.

G. Persepsi Konsumen

Persepsi konsumen adalah proses dimana seseorang dan mengartikan kesan

dari panca indera dalam tujuan untuk memberi arti dalam lingkungan mereka

(Robbins, 1998). Persepsi konsumen ini sangat penting dipelajari karena perilaku

konsumen didasarkan oleh persepsi mereka tentang apa itu kenyataan dan bukan

kenyataan itu sendiri. Menurut Shiffman dan Kanuk (1997) persepsi akan sesuatu

berasal dari interaksi antara dua jenis faktor :

1. Faktor stimulus, yaitu karakteristik secara fisik seperti ukuran, berat, warna

atau bentuk. Tampilan suatu produk baik kemasan maupun karakteristik akan

mampu menciptakan suatu rangsangan pada indera manusia, sehingga mampu

menciptakan suatu persepsi mengenai produk yang dilihatnya.

2. Faktor individu, yang termasuk proses didalamnya bukan hanya pada panca

indera akan tetapi juga pada proses pengalaman yang serupa dan dorongan

utama serta harapan dari individu itu sendiri.

Proses keputusan konsumen dalam membeli dan mengkonsumsi produk

atau jasa akan dipengaruhi oleh kegiatan oleh pemasar dan lembaga lainnya serta

penilaian dan persepsi konsumen itu sendiri. Proses keputusan pembelian akan

terdiri dari pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif,

pembelian, kepuasan konsumen. Pemahaman tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi keputusan konsumen akan memberikan pengetahuan kepada

pemasar bagaimana menyusun strategi dan komunikasi pemasaran yang lebih

(39)

orang mempunyai kesukaan dan kebiasaan yang berbeda-beda sesuai dengan

kondisi konsumen terutama didukung oleh kemampuan seseorang untuk memdapatkan suatu barang atau jasa. Menurut Kotler (2007) “keputusan pembelian seseorang dipengaruhi oleh faktor psikologis utama, antara lain persepsi serta keyakinan dan pendirian”. Berdasarkan uraian tersebut maka proses keputusan pembelian konsumen sangat ditentukan oleh faktor psikologis mereka

sendiri antara lain persepsi serta keyakinan dan pendirian mereka, kemudian

mengidentifikasikan masukan-masukan informasi yang mereka peroleh mengenai

barang atau produk kemudian mengevaluasi untuk kemudian melakukan

(40)

III. METODE PENELITIAN

A. Kerangka Pemikiran Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan data-data yang tersedia mengenai

visi dan misi perusahaan, serta kondisi perusahaan saat ini dilihat dari aspek

produk, fasilitas, pelayanan, permodalan, promosi, bahan baku, saingan bisnis

dan sumber daya manusia. Data mengenai persepsi pelanggan diukur dengan

menggunakan analisis IPA untuk mendasari identifikasi kekuatan, kelemahan

serta peluang dan ancaman yang dihadapi oleh perusahaan. Data tersebut

dinilai kemudian dipadukan dengan faktor internal dan eksternal perusahaan

yang di analisis menggunakan matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan

EFE (Eksternal Factor Evaluation). Hasil dari matriks IFE dan EFE diolah

dengan menggunakan analisis matriks IE (Internal Eksternal) sehingga

diperoleh data secara menyeluruh oleh matriks SWOT dan kemudian

ditetapkan beberapa strategi pengembangan dari matriks QSPM. Bagan

kerangka pemikiran dalam penelitian ini dijelaskan pada Gambar 2.

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Persepsi Konsumen

- Bahan Baku - Permodalan

- Promosi - SDM

- Persaingan Bisnis

- Pelayanan

- Produk

- Fasilitas

Upaya Pengelola Mengatasi Masalah

IPA

IFE EFE

IE

Analisis SWOT

QSPM

Prioritas Strategi Terbaik

INPUT

PROCESS

(41)

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di unit usaha franchise produk makanan cepat

saji di Rocket Fried Chicken yang beralamat di Jl. Tentara Pelajar Ruko No.5

sebelah SPBU Cimanggu Balitro, Kota Bogor, Jawa Barat selama 6 bulan,

yaitu dari bulan Oktober 2012 hingga April 2013. Penyebaran kuesioner

dilakukan di restoran RFC kepada para konsumen yang datang ke lokasi.

Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data primer yang bersifat

kualitatif dan kuantitatif. Data primer didapatkan dari hasil kuesioner,

wawancara dan observasi (pengamatan). Kuesioner dalam penelitian ini

dibedakan menjadi (2) jenis. Kuesioner pertama merupakan kuesioner internal

yang diberikan kepada pihak Rocket Fried Chicken (pemilik restoran dan

karyawan restoran), sedangkan kuesioner kedua merupakan kuesioner

eksternal yang diberikan kepada konsumen Rocket Fried Chicken.

C. Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan adalah melalui pengumpulan data

primer yang dilakukan melalui survei lapangan, wawancara dengan pengelola

restoran, karyawan dan konsumen. Instrumen utama yang digunakan dalam

penelitian ini adalah kuesioner. Waktu penyebaran kuesioner dilakukan setiap

hari, baik pada hari kerja ataupun hari libur. Metode pengambilan data

responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive

sampling yaitu memilih responden yang paling tepat untuk memberikan

informasi yang dibutuhkan berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan

(Lampiran 1).

Kuesioner diberikan kepada 50 responden, kriteria konsumen yang

dijadikan responden dalam penelitian ini adalah konsumen yang pernah

melakukan kunjungan pada restoran Rocket Fried Chicken lebih dari satu kali,

sehingga dapat dipastikan bahwa konsumen tersebut telah mengenal dan

pernah mengkonsumsi makanan di Rocket Fried Chicken, sehingga konsumen

mempunyai pertimbangan untuk evaluasi dan saran untuk kemajuan restoran

(42)

D. Pengolahan dan Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Importance Performance Analysis (IPA), Matriks External Factor Evaluation

(EFE), Internal Factor Evaluation (IFE), Internal and External (IE),

Strengths, Weakness, Opportunities and Threats (SWOT) dan matriks QSPM

(Quantitative Strategic Planning Matrix).

1. Importance Performance Analysis (IPA)

Pada metode ini dilakukan penilaian secara menyeluruh oleh

konsumen terhadap kualitas produk. Selain itu juga dapat diketahui

tentang aspek-aspek apa saja yang dianggap baik oleh konsumen serta

bagaimana kinerja produk dalam aspek-aspek yang dianggap baik

tersebut, dan selanjutnya dapat diketahui aspek apakah yang sebaiknya

dipertahankan, diperbaiki, dikurangi dan dikeluarkan dari produk RFC

saat ini. Metode ini akan menghasilkan suatu peringkat pada

masing-masing indikator, dengan mengidentifikasikan menurut prioritas dalam

memberikan tindakan yang diperlukan.

Dalam analisa matriks IPA, setiap faktor atau kategori yang

ditanyakan pada responden dapat dipetakan berdasarkan aspek-aspek yang

menjadi harapan pembeli franchise.

Matriks IPA terdiri dari empat kuadran pertama yang terletak di

gambar sebelah kiri atas, kuadran II yang terletak di sebelah kanan atas,

kuadran III terletak di kiri bawah, dan kuadran IV yang terletak di kanan

bawah.

1. Kuadran I (Prioritas utama)

Kuadran I memuat atribut yang dinilai penting oleh konsumen namun

pelaksanaan atau kinerja atribut masih rendah. Pada kuadran ini

tingkat kepuasan konsumen masih rendah, sehingga perusahaan perlu

meningkatkan kinerja dari atribut produk.

2. Kuadran II (Pertahankan Prestasi)

Kuadran II memuat atribut yang dinilai penting dan kinerja atribut

(43)

kepuasan konsumen dinilai relatif tinggi, sehingga perusahaan perlu

mempertahankan kinerja atribut yang ada pada kuadran II.

3. Kuadran III (Prioritas Rendah)

Kuadran III memuat atribut yang kurang penting pengaruhnya bagi

konsumen, dengan pelaksanaan yang tidak terlalu baik. Pada kuadran

ini, peningkatan variabel perlu diperhatikan kembali karena

pengaruhnya yang kecil terhadap kepuasan konsumen.

4. Kuadran IV (Berlebihan)

Kuadran IV memuat atribut yang dianggap kurang penting oleh

konsumen dan kinerjanya dinilai berlebihan. Perusahaan dapat

mengurangi atribut yang terdapat pada kuadran IV ini untuk

menghemat biaya.

2. Matriks IFE dan EFE

Matriks IFE adalah alat manajemen strategis untuk audit dan

mengevaluasi kekuatan dan kelemahan dalam berbagai bidang fungsional

dari suatu usaha. Tujuannya adalah untuk melihat kekuatan atau

kelemahan kondisi internal suatu perusahaan. Sedangkan Matriks EFE

adalah alat yang baik untuk memvisualisasikan dan memprioritaskan

peluang dan ancaman yang dihadapi bisnis. Tujuannya adalah untuk

penilaian kondisi bisnis saat ini.

Perbedaan utama antara matriks IFE dan matriks EFE adalah jenis

faktor-faktor yang termasuk dalam model matriksnya. Matriks IFE

berkaitan dengan faktor internal untuk meringkas dan mengevaluasi

kekuatan dan kelemahan utama yang dihadapi perusahaan, sedangkan

faktor EFE yang bersangkutan dengan faktor eksternal. Misalnya

membantu mengambil keputusan untuk meringkas dan mengevaluasi

informasi eksternal, seperti kompetitor atau pesaing usaha, ekonomi,

teknologi dan sebagainya.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam menyusun matriks IFE

(44)

1. Membuat daftar faktor-faktor internal dan eksternal, termasuk

kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang mempengaruhi

perusahaan dan industrinya. Daftar tersebut disusun seteliti dan

sespesifik mungkin. Dalam penelitian ini, faktor-faktor internal dan

eksternal strategik didapatkan melalui wawancara dengan pemilik dan

karyawan perusahaan, baik secara langsung maupun kuesioner.

2. Memberi bobot tiap faktor strategik dengan kisaran 0,0 (tidak penting)

sampai 1,0 (sangat penting). Bobot menunjukan kepentingan relatif

dari faktor tersebut, penentuan bobot dilakukan dengan menggunakan

metode paired comparison atau perbandingan berpasangan pada setiap

faktor strategik internal dan eksternal. Metode ini digunakan untuk

memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu dengan

membandingkan setiap peubah pada baris dengan peubah pada kolom.

Untuk menentukan bobot setiap peubah digunakan skala 1, 2 dan 3

yang memiliki arti nilai berikut :

Nilai 1 : jika indikator horizontal baik daripada indikator vertikal.

Nilai 2 : jika indikator horizontal cukup daripada indikator vertikal.

Nilai 3 : jika indikator horizontal kurang daripada indikator vertikal.

Bobot setiap faktor diperoleh dengan menentukan nilai setiap faktor

terhadap jumlah nilai keseluruhan faktor. Faktor-faktor yang dianggap

mempunyai pengaruh terbesar pada perusahaan diberi bobot tertinggi.

3. Menentukan peringkat (rating) dari setiap faktor untuk menunjukkan

keefektifan strategi perusahaan dalam merespon faktor tersebut. Rating

tersebut memiliki nilai 1 (lemah), 2 (rata-rata), 3 (diatas rata-rata) dan

4 (superior). Pada matriks IFE nilai 1 menunjukan kekuatan utama,

nilai 2 menunjukan kekuatan kecil, nilai 3 menunjukan kelemahan

kecil dan nilai 4 menunjukan kelemahan utama.

4. Mengalikan setiap bobot faktor dengan peringkat untuk menentukan

rata-rata tertimbang untuk masing-masing variabel.

5. Menjumlahkan rata-rata tertimbang untuk setiap variabel untuk

Gambar

Tabel 1. Daftar perusahaan Franchise Fastfood di Indonesia
Gambar 1. Skema proses manajemen strategik (Hubeis dan Najib, 2008)
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
Tabel 2. Matriks SWOT
+7

Referensi

Dokumen terkait

Final, related to strategies that can be used Halaman Belakang and Sisi Kiri based on the SWOT matrix, namely by maximizing social media to create campaigns to further expand