• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Kualitas Pascapanen Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Terolah Minimal Pada Beberapa Suhu Penyimpanan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respon Kualitas Pascapanen Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Terolah Minimal Pada Beberapa Suhu Penyimpanan."

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON KUALITAS PASCAPANEN BAWANG MERAH

(

Allium ascalonicum

L.) TEROLAH MINIMAL PADA

BEBERAPA SUHU PENYIMPANAN

RYAN BUDHI NUGRAHA

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Respon Kualitas Pascapanen Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Terolah Minimal Pada Beberapa Suhu Penyimpanan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Ryan Budhi Nugraha

(4)
(5)

ABSTRAK

RYAN BUDHI NUGRAHA. Respon Kualitas Pascapanen Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Terolah Minimal Pada Beberapa Suhu Penyimpanan. Dibimbing oleh Y. ARIS PURWANTO.

Bawang merah merupakan produk pertanian yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia. Saat ini permintaan akan produk sayur dan buah siap olah meningkat. Bawang merah segar yang siap diolah masih belum banyak ditemukan dipasaran. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis perubahan kualitas bawang merah (Allium ascalonicum L.) terolah minimal yang disimpan pada suhu rendah dan menentukan lama penyimpanan. Bawang merah yang sudah dibersihkan kulit terluarnya dan siap diolah kemudian dikemas styrofoam dan dilapisi plastik film (plastik polimer) food grade. Bawang merah disimpan pada suhu 0 °C, 5 °C dengan RH 65-75% dan suhu ruang dengan RH lingkungan.

Parameter kualitas yang diamati yaitu kadar air, susut bobot, kekerasan, kadar VRS dan presentase kerusakan. Hasil analisa bawang merah yang disimpan pada suhu ruang hanya bertahan selama dua minggu karena berjamur dan busuk. Bawang merah yang disimpan pada suhu 0 °C mengalami penurunan mutu lebih rendah dibandingkan bawang merah yang disimpan pada suhu 5 °C. Kadar air mengalami fluktuasi cenderung meningkat hingga akhir penyimpanan. Bawang merah mengalami peningkatan susut bobot dan tingkat kerusakan hingga akhir penyimpanan. Kekerasan dan kadar VRS bawang merah menurun selama penyimpanan.

(6)

ABSTRACT

RYAN BUDHI NUGRAHA. Response of Postharvest Quality of Minimally Processed of Shallot (Allium ascalonicum L.) at Different Storage Temperature. Supervised by Y. ARIS PURWANTO.

Shallots are agricultural products that very important for Indonesian people. Nowdays, demand for ready to be processed vegetables and fruits are increased. Fresh and ready to be processed shallots are still not commonly found in the market. The purpose of this study was to analyze the quality change of the minimally processed shallots (Allium ascalonicum L.) stored at low temperature and determine the storaged time. The outer skin of the shallots were peeled and cleaned and then packed in styrofoam coated with food grade plastic films (plastic polymer). Shallots were stored at a temperature of 0 °C, 5 °C with RH 65-75 % and room temperature.

The changes in quality parameters i.e water content, weight loss, thoughness, VRS levels and the percentage of damage were measured during storage period. The results showed that shallots stored at room temperature after two weeks storage due to moldy and rotten. The quality of shallots stored at temperature 0 °C showed better than quality of shallots at temperature 5 °C. Water content were fluctuated and tend to rise until the end of storaged time. Weight loss and damaged of shallots were increased until the end of storaged time. Firmness and VRS of shallots were decreased during storage.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

RESPON KUALITAS PASCAPANEN BAWANG MERAH

(

Allium ascalonicum

L.) TEROLAH MINIMAL PADA

BEBERAPA SUHU PENYIMPANAN

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2015

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul dalam penelitian ini adalah Respon Kualitas Pascapanen Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Terolah Minimal Pada Beberapa Suhu Penyimpanan yang dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian serta Laboratorium Mutu dan Keamanan Pangan SEAFAST CENTRE sejak bulan Februari hingga April 2015.

Dengan telah selesainya karya ilmiah ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr Ir Y. Aris Purwanto, MSc selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.

2. Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr dan Dr Lenny Saulia, S.TP, MSi, sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan perbaikan kepada penulis. 3. Bapak, Ibu, Mbak Ratna, Reza, Rizky, serta seluruh keluarga atas doa,

kasih sayang, dukungan dan semangat positifnya untuk penulis selama proses studi.

4. Ismayola yang telah memberikan doa dan dukungan semangatnya untuk penulis.

5. Pak Mudatsir atas bantuannya dalam membantu penyediaan bawang merah pada penelitian ini.

6. Pak Sulyaden, Mas Abas, Pak Sobirin atas bantuannya selama penelitian berlangsung.

7. Teman satu bimbingan Davin, Jantami, Bang Reno atas bantuan dan dukungan bagi penulis.

8. Teman – teman Dramaga Hijau Davin, Faisol, Bayu, Miftah, Eja, Rafli, Bogar, Ilham, Ipung dan teman – teman REGENBOOG 48 atas bantuan dan semangatnya bagi penulis.

9. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu penulis selama penelitian.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSATAKA 2

METODOLOGI PENELITIAN 5

Waktu dan Tempat 5

Bahan dan Alat 5

Prosedur Penelitian 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Kualitas Bawang Merah Awal Penyimpanan 10

Kadar Air 10

Susut Bobot 12

Kekerasan 13

Volatile Reducing Substance (VRS) 15

Tingkat Kerusakan 16

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 20

LAMPIRAN 22

(14)

DAFTAR TABEL

1. Syarat mutu bawang merah sesuai dengan SNI 01-3159-1992 3

2. Persyaratan mutu bawang merah sesuai dengan permintaan segmen pasar 3

3. Hasil analisa mutu awal bawang merah 10

DAFTAR GAMBAR

1. Diagram alir proses penelitian 6

2. Proses sortasi dan pembersihan pada bawang merah 7

3. Proses penimbangan dan pengemasan bahan 7

4. Penyimpanan bahan yang telah dikemas dan disusun dalam refrigerator 8

5. Perubahan kadar air bawang merah selama penyimpanan 11

6. Perubahan susut bobot bawang merah selama penyimpanan 12

7. Bawang merah mengalami kerusakan dan kebusukan 13

8. Perubahan tingkat kekerasan bawang merah selama penyimpanan 14

9. Bawang merah yang disimpan pada suhu ruang mengalami kerusakan akibat jamur 15

10.Perubahan kadar VRS bawang merah selama penyimpanan 15

11.Perubahan tingkat kerusakan bawang merah selama penyimpanan 16

12.Bawang merah yang berjamur dan mengalami kebusukan pada suhu ruang 17

13.Tumbuhnya akar dan tunas pada umbi bawang merah 18

DAFTAR LAMPIRAN

1. Tabel dan grafik serta RH selama penyimpanan 22

2. Data pengukuran dan perhitungan susut bobot (%) bawang merah selama penyimpanan 23

3. Data pengukuran dan perhitungan kadar air (%) bawang merah selama penyimpanan 23

4. Data pengukuran dan perhitungan kekerasan (N) bawang merah selama penyimpanan 24

5. Data pengukuran dan perhitungan kadar VRS (µ Eq/g) bawang merah selama penyimpanan 25

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bawang merah, merupakan komoditas penting bagi kebutuhan aneka masakan khas Indonesia dan kegunaan lainnya yang luas pemanfaatannya. Kebutuhan yang terus - menerus ini perlu diimbangi dengan persediaan stok bahan yang dapat memenuhi target kebutuhan dalam negeri. Penanganan pascapanen yang penting, adalah tahapan cara penyimpanan bawang merah yang baik sangat diperlukan dalam pengendalian stok secara kontinyu (Komar 2001). Konsumsi bawang merah di Indonesia 4.56 kg/kapita pertahun atau 0.38 kg/kapita perbulan dan mengalami kenaikan sebesar 10-20 % menjelang hari – hari besar keagamaan. Perkiraan kebutuhan bawang merah tahun 2015 mencapai 1 195 235 ton yang terbagi kebutuhan konsumsi 952 336 ton, kebutuhan benih 102 900 ton, kebutuhan industri 40 000 ton dan kebutuhan ekspor 100 000 ton (Ciptady 2015).

Perkembangan zaman menyebabkan peningkatan kualitas hidup manusia dengan bertambahnya rutinitas dan aktifitas yang menyebabkan manusia (konsumen) memiliki waktu yang terbatas untuk mengolah makanannya sendiri. Kecenderungan yang terjadi konsumen lebih memilik produk segar yang siap dimasak, mudah dan cepat untuk diolah. Sampai saat ini buah dan sayuran terolah minimal yang siap pakai masih terbatas jumlahnya di pasaran.

Produk buah dan sayuran yang diolah minimal masih dapat digolongkan sebagai suatu produk segar, yang kesegarannya diharapkan harus dapat dipertahankan hingga saatnya siap dikonsumsi. Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan penting dalam memproduksi buah dan sayuran olahan minimalis, yakni mempertahankan mutu khususnya kesegaran serta aspek sensorik lainnya, mempertahankan nilai gizi, mencegah pembusukan oleh mikrobia serta penjaminan keamanan bila dikonsumsi (Pardede 2009).

Bawang merah yang diolah minimal mudah mengalami penurunan mutu berupa kerusakan, kehilangan susut bobot, terserang jamur, penurunan tingkat kekerasan dan penguapan zat - zat kimia yang memberikan aroma atau bau khas pada bawang merah. Dengan demikian, diperlukan penanganan yang tepat setelah bawang diolah minimal. Dalam penyimpanannya makanan buah dan sayur olahan minimalis biasanya dikemas dalam keadaan tertutup dalam kemasan yang semipermiabel.

(16)

2

Perumusan Masalah

Penurunan mutu bawang merah terolah minimal diindikasikan dengan timbulnya kerusakan secara fisik pada bawang merah seperti tumbuhnya tunas, kebusukan pada umbi dan aroma atau flavor. Kehilangan air juga dapat mengakibatkan peningkatan susut bobot pada bawang merah. Untuk mempertahankan mutu bawang merah diperlukan penanganan pascapanen yang tepat. Penyimpanan bawang merah terolah minimal pada suhu rendah diharapkan mampu mempertahankan mutu bawang merah terolah minimal selama penyimpanan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah menganalisis perubahan kualitas bawang merah (Allium ascalonicum L.) terolah minimal yang disimpan pada suhu rendah dan menentukan lama penyimpanan.

Ruang Lingkup Penelitian

Bawang merah yang menjadi sampel adalah bawang merah yang sudah melalui waktu pengeringan selama 14 hari dengan kadar air 80-85 %. Hanya bagian kulit kering terluar bawang yang dibersihkan. Bawang merah terolah minimal disimpan pada suhu 0 °C, 5 °C dengan RH 65-75 % dan suhu ruang dengan RH lingkungan selama enam minggu.

TINJAUAN PUSTAKA

Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)

Bawang merah adalah produk pertanian yang berbentuk umbi lapis dengan memiliki sifat yang mudah mengalami kerusakan. Jenis kerusakan yang terjadi berupa pelunakan umbi, keriput, keropos, busuk, mengalami pertunasan, pertumbuhan akar, dan tumbuhnya jamur. Kerusakan-kerusakan tersebut pada proses penyimpanan akan menyebabkan turunnya kualitas umbi bawang merah. Selain kehilangan bobot yang pada akhirnya akan mempengaruhi harga bawang merah di pasaran (Komar et al. 2001).

(17)

3

Tabel 1 Syarat mutu bawang merah sesuai dengan SNI 01-3159-1992

Karakteristik Syarat Sumber : Departemen Pertanian (1999)

Selain syarat mutu yang ditetapkan dalam SNI bawang merah segmen pasar juga menetapkan persyaratan-persyaratan dan mengelompokan dalam beberapa kelas mutu yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Persyaratan mutu bawang merah sesuai dengan permintaan segmen pasar

Kriteria Kelas Mutu

Sumber : Departemen Pertanian (1999)

Penyimpanan Suhu Rendah

Penyimpanan suhu rendah adalah cara yang umum digunakan untuk memperpanjang masa simpan dan mempertahankan kualitas produk. Penyimpanan pada suhu rendah mampu mempertahankan kualitas dan memperpanjang masa simpan hasil pertanian, karena dapat menurunkan proses respirasi, memperkecil transpirasi dan menghambat perkembangan mikrobia (Purwanto et al. 2012).

Penelitian yang dilakukan Mutia et al. (2014), bawang merah yang disimpan pada suhu 5 °C presentase kerusakannya lebih rendah dibandingkan dengan bawang merah yang disimpan pada suhu 10 °C dan suhu ruang. Secara umum, pendinginan dilakukan pada suhu 2.2-15.5 °C yang akan tergantung pada sifat bahan-bahan yang disimpannya. Penyimpanan ini memerlukan adanya pengontrolan suhu meliputi penggunaan suhu, kelembaban, dan kondisi lingkungan.

(18)

4

pada suhu rendah (0-7.5 °C) dan suhu tinggi (25-30 °C) dengan RH lingkungan 65-80 % dapat menunda pertunasan bawang merah (Soedomo 2006), sedangkan Miedema (1994) melaporkan bahwa suhu penyimpanan 5 °C dan 30 °C dapat menghambat pertumbuhan tunas umbi bawang merah.

VRS (Volatile Reducing Substance)

Volatile Reducing Substance (VRS) merupakan zat-zat yang mudah menguap dalam suatu bahan atau produk dan mudah direduksi yaitu senyawa sulfur seperti profilsulfur dan profenilsulfur dan aldehid seperti asetaldehid dan propanoldehid. Semakin tinggi kadar VRS pada suatu bahan menunjukan mutu yang semakin baik dan biasanya dengan perlakuan, kadar VRS suatu bahan akan mengalami penurunan. Tanam-tanaman dari genus Allium memang memiliki karakteristik rasa dan aroma yang sangat kuat, disebabkan adanya senyawa-senyawa sulfur di dalamnya (Fennema 1996). Hasil identifikasi menunjukkan bahwa seperlima kandungan minyak netralnya merupakan senyawa sulfur.

Senyawa sulfur dari bawang merah (Allium ascalonicum L.) yang merupakan prekursor flavor disebut juga volatile reducing substance (VRS). VRS adalah unsur kimia yang mudah menguap dan kandungan sulfur yang tinggi merupakan ciri yang dimiliki oleh tanaman dari famili bawang - bawangan yang sekaligus sebagai pemberi flavor yang khas pada bawang.

Minimally process

Minimally process atau pengolahan minimal merupakan serangkaian perlakuan terhadap buah-buahan/sayuran segar untuk menghilangkan bagian-bagian yang tidak dimakan serta melakukan pengecilan ukuran pemotongan atau pengirisan sehingga mempercepat penyajian. Teknologi pengolahan minimal didefinisikan sebagai kegiatan pengolahan yang mencakup pencucian, sortasi, pembersihan, pengupasan, pemotongan dan lain sebagainya yang tidak mempengaruhi sifat-sifat mutu bahan segar, khususnya kandungan gizinya (Shewfelt 1987). Bawang merah dapat diolah minimal dengan menghilangkan atau mengupas bagian kulit kering terluar yang tidak dapat digunakan dan pengirisan pada umbi bawang merah.

(19)

5

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanaian Bogor dan Laboratorium Mutu dan Keamanan Pangan SEAFAST CENTRE, IPB pada bulan Februari hingga April 2015.

Bahan dan Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah refrigerator untuk penyimpanan bawang merah pada suhu 0 °C dan 5 °C, termometer digital untuk pengukuran RH dan suhu, timbangan digital, timbangan analitik, wrapping sealer, oven, rheometer untuk pengujian kekerasan bawang dan VRS apparatus. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bawang merah varietas Bima Brebes, kemasan styrofoam, plastik film jenis (PE), dan kapur (CaCO3)

(20)

6

Prosedur Penelitian

Diagram alir proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Y

Gambar 1 Diagram alir proses penelitian

Penyimpanan pada suhu ruang dan RH lingkungan

Penyimpanan pada suhu

0 °C dan RH 65–75 %

Penyimpanan pada suhu

5 °C dan RH 65–75 %

Analisis data Selesai

Pengukuran (susut bobot, kadar air, tingkat kekerasan, kadar VRS dan presentase kerusakan) Bawang merah terolah minimal sebanyak 200 gram

untuk tiap kemasan, dikemas pada styrofoam dan dilapisi plastik film.

T Pengukuran setiap 7 hari

sekali dan VRS 14 hari sekali selama 6 minggu

Pengeringan selama 14 hari KA 80-85 %

Analisis mutu awal bawang merah (bobot awal,

kadar air, tingkat kekerasan dan kadar VRS) Sortasi dan pembersihan kulit

terluar bawang (terolah minimal) Bawang merah dilakukan proses

curing dan pelayuan

(21)

7

Persiapan Bahan

Bawang merah yang digunakan dalam penelitian ini adalah bawang merah varietas Bima Brebes. Bawang merah yang digunakan sebagai sampel terlebih dahulu melalui proses pengeringan di Petani selama 14 hari dengan kadar air 80-85 %. Bawang merah bawang merah dikirim dari Cirebon melalui jalur darat.

Sortasi dan Pembersihan

Bawang merah disortasi dan dibersihkan dari kotoran, lembar – lembar daun kering serta umbi bawang merah yang mengalami kerusakan ataupun yang terserang hama. Bagian kulit kering terluar dari bawang merah dibersihkan atau dikupas seperti pada Gambar 2 (a) sehingga didapatkan bawang merah siap olah seperti pada Gambar 2 (b) dan proses inilah yang disebut terolah minimal. Setelah itu bawang merah dicuci dengan air mengalir sehingga bersih dari sisa – sisa tanah.

(a) Pengupasan kulit bawang merah (b) Bawang merah siap olah Gambar 2 Proses sortasi dan pembersihan pada bawang merah

Penimbangan dan pengemasan bahan

Bawang merah ditimbang sebanyak 200 gram untuk setiap kemasan (Gambar 2 a) kemudian bawang dikemas pada kemasan styrofoam yang kemudian dilapisi oleh plastik film yang aman bagi bahan pangan (food grade) seperti pada Gambar 3 b.

(a) Penimbangan bawang merah (b) Pengemasan bawang merah

(22)

8

Penyimpanan bahan yang telah dikemas

Dilakukan analisis mutu awal terlebih dahulu pada bawang merah seperti bobot awal, kadar air, tingkat kekerasan dan kadar VRS. Bawang merah yang telah dikemas kemudian disimpan dalam refrigeratoryang bersuhu 0 °C dan 5 °C dengan RH 65-75 % dan suhu ruang dengan RH lingkungan. Bawang merah disusun agar mempermudah pengeluaran bahan saat akan dianalisa seperti pada Gambar 4.

Gambar 4 Penyimpanan bahan yang telah dikemas dan disusun dalam refrigerator Parameter Pengamatan

Susut Bobot

Pengukuran susut bobot dilakukan dengan mengukur bobot awal sebelum penyimpanan, setelah itu bawang merah disimpan selama enam minggu. Setiap satu minggu sekali bobot bawang merah diukur. Pengukurannya menggunakan timbangan digital. Persamaan yang digunakan untuk menghitung susut bobot adalah sebagai berikut:

Susut Bobot % =� − � � %

Dimana: W = bobot bahan sebelum penyimpanan (g) Wa = bobot bahan setelah penyimpanan (g) Kadar Air

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven setiap 7 hari sekali. Bawang merah ditimbang sebanyak 15 gram dalam cawan yang diberi alumunium foil yang telah diketahui berat kosongnya, kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu sekitar 100-105 °C selama 1 jam, setelah itu bawang merah didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Bawang merah dipanaskan kembali dalam oven selama 2 jam, setelah itu bawang merah didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulang sampai diperoleh berat yang konstan, yaitu selama 20 jam. Setelah konstan waktu pengukuran kadar air dapat ditentukan untuk pengukuran selanjutnya. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali ulangan pada masing-masing sampel dan kemudian dirata-ratakan nilainya. Pengurangan berat merupakan banyaknya air yang diuapkan dari bahan dengan perhitungan berikut (AOAC 1984):

Kadar Air % =� � g − � ℎ� g

(23)

9

Kadar VRS (Farber dan Ferro 1956)

Sebanyak 1 g sampel bawang merah ditambah 10 ml air destilata, kemudian ditambahkan 10 ml KMnO4 0.02 N menggunakan pipet dan dimasukkan ke dalam gelas reaksi pada VRS apparatus. Larutan tersebut diaerasi dengan pompa vakum selama kurang lebih 40 menit, setelah aerasi dilakukan semua KMnO4 dipindahkan ke dalam erlenmeyer dan dibilas dengan air destilata, kemudian ditambahkan 5 ml H2SO4 6 N dan 3 ml KI 20 %, selanjutnya dititrasi sampai warna menjadi kuning, setelah itu ditambah indikator amilum, dititrasi kembali dengan Na2S2O3 0.02 N sampai warna biru hilang. Kadar VRS diukur setiap 2 minggu sekali. Rumus yang digunakan yaitu:

VRS = − x �

Dimana :

VRS = Volatile Reducing Substance (gEq/g) bl = jumlah larutan Na2S2O3 titrasi blanko (L) c = jumlah larutan Na2S2O3 titrasi contoh (L) b = berat contoh (g)

N = normalitas larutan Na2S2O3 (gEq/L) Kekerasan Bahan

Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan produk terhadap jarum penusuk dari rheometer. Bawang merah ditekan oleh probe dengan beban maksimum 10 kg. Diameter probe sebesar 5 mm, diset pada kedalaman 10 mm, dengan kecepatan jarum sebesar 30 mm/menit. Pengujian dilakukan pada bagian tengah bawang merah. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali ulangan pada masing-masing sampel dan kemudian dirata-ratakan nilainya. Nilai dari rheometer akan berupa gaya tekan (N).

Persentase Jumlah Bawang yang Rusak

Persentase kerusakan pada penelitian ini dinyatakan dalam persen yang diperoleh dengan menghitung banyaknya bawang merah yang mengalami kerusakan seperti tumbuhnya tunas, tumbuhnya akar, umbi bawang merah yang busuk, dan hampa terhadap banyaknya bawang yang disimpan. Perhitungan dilakukan pada setiap kemasan yang dibuka setiap 7 hari sekali.

�� � � % =� � � � �

� � � � �

(24)

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas Bawang Merah Awal Penyimpanan

Bawang merah yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bawang merah yang telah dianalisa mutu awalnya meliputi kadar air, volatile reducing substance (VRS), dan kekerasan yang tersaji dalam Tabel 3. Hasil pengukuran kualitas awal dari bawang merah tersebut digunakan untuk mengetahui penurunan mutu yang terjadi hingga akhir penyimpanan. Pada awal penyimpanan, kondisi bahan yang digunakan merupakan bawang merah yang memiliki kualitas yang baik tanpa adanya kerusakan serta memiliki bentuk dan kekerasan yang sesuai dengan SNI 01-3159-1992 (Tabel 2). Perubahan mutu bawang merah diamati setiap tujuh hari selama enam minggu.

Tabel 3 Hasil analisa mutu awal bawang merah hari ke-0

Parameter Hasil analisa dinyatakan dalam persen. Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan (Nugraha et al. 2012). Dalam penelitian ini pengukuran kadar air dilakukan dengan metode oven. Kadar air memiliki peranan yang penting dalam penyimpanan bawang merah. Kadar air yang terlalu tinggi pada awal penyimpanan dapat menyebabkan mudahnya terjadi kebusukan dan kerusakan seperti munculnya akar. Namun jika kadar air terlalu rendah dapat menyebabkan terjadinya susut bobot pada bawang merah, dengan demikian perlu diketahui kadar air yang sesuai untuk penyimpanan bawang merah dalam jangka waktu yang lama namun mutu tetap terjaga (Mutia et al. 2014).

(25)

11

merah dengan mudah menyerap maupun menguapkan air dari dalam umbi yang dipengaruhi oleh kondisi dan suhu lingkungan penyimpanan.

Gambar 5 Perubahan kadar air bawang merah selama penyimpanan

Penyimpanan bawang pada suhu ruang hanya bertahan selama dua minggu akibat kapang dan khamir yang berkembang biak karena kadar air yang masih tinggi pada bagian kulit terluar bawang, sehingga pada suhu yang optimum tersebut jamur dan mikroba berkembang sangat cepat dan merusak umbi bawang merah. Pada suhu ruang minggu pertama terjadi penurunan kadar air bawang merah menjadi 84.37 % dari sebelumnya 84.78 %. Penurunan kadar air ini disebabkan karena umbi bawang merah yang disimpan pada suhu ruang mengalami presentase kerusakan yang tinggi (Lampiran 6).

Bawang merah yang disimpan pada suhu 5 °C kadar airnya juga cenderung meningkat. Peningkatan terbesar terjadi pada minggu pertama sebesar 1.82 % dari sebelumnya 84.78 %. Terjadi penurunan pada minggu kedua menjadi 84.89 % hal tersebut sebanding dengan penurunan RH yang terjadi pada minggu kedua dari sebelumnya 74 % menjadi 71 % (Lampiran 1.c). Minggu kedua hingga minggu keenam kadar air bawang merah cenderung meningkat. Hingga akhir penyimpanan kadar air bawang merah yang disimpan pada suhu 5 °C mencapai 86.55 %. Hal ini menunjukan bahwa RH saling berkaitan dengan kadar air bahan.

Penyimpanan bawang merah pada suhu 0 °C kadar air selama penyimpanan cenderung mengalami peningkatan. Minggu pertama hingga minggu kelima bawang merah memiliki kadar air 84-85 % yang menunjukkan mutu bawang merah baik, hal ini karena RH penyimpanan yang stabil antara 69-86 % (Lampiran 1.a) dan menyebabkan transpirasi bawang merah rendah dan menyebabkan kadar air bawang merah meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu 0 °C mampu menahan penurunan kadar air. Hal ini disebabkan karena penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat proses respirasi sehingga kehilangan kadar air menjadi kecil.

(26)

12

Susut Bobot

Susut bobot selama penyimpanan merupakan salah satu parameter mutu yang menunjukkan tingkat kesegaran. Perubahan susut bobot yang terjadi seiring dengan waktu penyimpanan, yang dimana semakin lama bawang merah disimpan maka susut bobot yang terjadi akan semakin meningkat. Kenaikan susut bobot tidak lepas dari kelembaban (RH) lingkungan dan suhu serta lama umbi bawang disimpan (BPTP 2011). Selama penyimpanan bawang merah mengalami susut bobot sebagai akibat dari proses penguapan, kebusukan dan kerusakan dari umbi bawang merah. Hutabarat (2008) menyatakan meningkatnya susut bobot sebagian besar disebabkan oleh kehilangan air akibat transpirasi dan terurainya glukosa menjadi CO2 dan H2O selama proses respirasi walaupun dalam jumlah kecil. Gas yang dihasilkan akan menguap dan menyebabkan susut bobot.

Gambar 6 Perubahan susut bobot bawang merah selama penyimpanan Pada gambar 6 menunjukan perubahan susut bobot bawang merah selama penyimpanan dari beberapa suhu penyimpanan. Bawang merah yang disimpan pada suhu 0 °C tidak mengalami susut bobot. Bawang merah yang disimpan pada suhu rendah yaitu 0 °C, lebih mampu menekan terjadinya susut bobot. Hal ini disebabkan karena pada suhu tersebut mampu meperlambat proses metabolisme pada umbi bawang merah serta mampu menghambat terjadinya kerusakan selama penyimpanan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rachmawati et al. (2009) bahwa penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat aktivitas enzim dan reaksi-reaksi kimia serta menghambat atau menghentikan pertumbuhan mikroba.

Berbeda dengan bawang merah yang disimpan pada suhu 5°C mengalami susut bobot 11.77 % hingga akhir penyimpanan. Hal ini sesuai pernyataan Rubatzky dan Yamaguchi (1998) respirasi akan berjalan lebih cepat dengan

(27)

13

meningkatnya suhu, sehingga lapisan sekulen terluar dari bawang merah akan mengering dan akan mengurangi kandungan air dari lapisan sekulen bagian, yang mengakibatkan menurunnya lapisan sekulen.

Bawang merah dengan penyimpanan suhu ruang mengalami susut bobot tertinggi diantara suhu penyimpanan lainnya pada akhir penyimpanan sebesar 39.69 %. Penurunan susut bobot yang tinggi menunjukan pada suhu ruang umbi bawang merah terolah minimal tidak dapat mempertahankan mutunya karena proses transpirasi atau penguapan air yang besar. Kerusakan fisiologis lain yang menyebabkan tingginya susut bobot adalah adanya pertumbuhan mikroba yang menyebabkan bawang merah yang busuk seperti yang terlihat pada Gambar 7. Hal ini sesuai dengan pendapat Nugraha et al. (2012), bahwa disamping terjadinya penguapan, penurunan berat umbi juga diakibatkan oleh adanya kerusakan karena umbi bawang merah yang mengalami kebusukan, hampa/kering dan bertunas.

Data susut bobot (Lampiran 2) setiap minggunya memperlihatkan bahwa suhu 0 °C lebih mampu menekan terjadinya peningkatan susut bobot hingga akhir penyimpanan. Hal ini disebabkan karena pada suhu tersebut, mampu menghambat terjadinya aktifitas fisiologis, aktifitas mikroba dan transpirasi yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan susut bobot. Hal ini sesuai dengan pendapat Rachmawati et al. (2009) bahwa penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat aktivitas enzim dan reaksi-reaksi kimia serta menghambat atau menghentikan pertumbuhan mikroba.

Gambar 7 Bawang merah mengalami kerusakan dan kebusukan Kekerasan

(28)

14

Pada penyimpanan bawang merah di suhu 0 °C mempunyai nilai kekerasan sebesar 3.69 N diawal penyimpanan, hingga akhir penyimpanan selama enam minggu nilai kekerasan bawang merah yang disimpan pada suhu 0 °C menjadi 3.15 N. Pada suhu 5 °C umbi bawang merah memiliki nilai kekerasan pada awal penyimpanan sebesar 3.69 N menurun hingga akhir penyimpanan menjadi 2.85 N. Hal ini didukung oleh pernyataan Nugraha et al. (2012), umumnya kekerasan akan menurun selama penyimpanan, yang disebabkan oleh terjadinya perubahan komposisi penyusun dinding sel maupun komponen makro lainnya. Pelunakan dinding sel juga disebabkan oleh perubahan turgor sel yang menyebabkan hilangnya sifat getas dan kesegaran sayuran selama penyimpanan.

Gambar 8 Perubahan tingkat kekerasan bawang merah selama penyimpanan Penyimpanan pada suhu ruang umbi bawang merah mengalami kerusakan karena jamur dan kebusukan pada minggu kedua penyimpanan (Gambar 9), sehingga nilai kekerasan bawang merah hanya terukur pada awal dan minggu pertama penyimpanan. Pada awal penyimpanan bawang merah yang disimpan disuhu ruang memiliki nilai kekerasan 3.69 N dan meningkat pada minggu pertama menjadi 4.46 N. Meningkatnya nilai kekerasan bisa diakibatkan perubahan fisiologis yang terjadi pada umbi bawang merah yang akan mengalami kerusakan dan kebusukan akibat dari mikroba atau perubahan enzimatis umbi bawang merah selama masa penyimpanan disuhu yang tidak sesuai.

(29)

15

Gambar 9 Bawang merah yang disimpan pada suhu ruang mengalami kerusakan akibat jamur

Volatile Reducing Substance (VRS)

Pada bawang merah sebagian besar komponen flavornya bersifat volatil atau mudah menguap dan memberikan aroma atau bau yang khas dan dihitung sebagai VRS (Volatile Reducing Substance). Tanam-tanaman dari genus Allium

memiliki karakteristik rasa dan aroma yang sangat kuat, disebabkan karena adanya senyawa-senyawa sulfur di dalamnya (Fennema, 1996).

Gambar 10 Perubahan kadar VRS bawang merah selama penyimpanan Pada awal penyimpanan kadar VRS bawang merah sebesar 13.98x10-6 gEq/g , yang selanjutnya masing – masing bawang merah disimpan pada suhu yang berbeda. Bawang merah yang disimpan pada suhu ruang sudah tidak dihitung lagi kadar VRS-nya karena presentase kerusakan yang terjadi sebesar 100 %. Pengukuran yang dilakukan setiap dua minggu karena mahalnya biaya pengujian untuk setiap sampel menyebabkan kadar VRS pada suhu ruang sebelum

(30)

16

mengalami kebusukan tidak terukur, sehingga perlu dilakukan pengukuran dengan rentang setiap satu minggu selama penyimpanan. Bawang merah yang disimpan pada suhu 0 °C mengalami penurunan sampai akhir penyimpanan memiliki kadar VRS 0.94x10-6 gEq/g. Hal ini terjadi karena aktivitas enzim pembentuk flavor ditekan pada suhu rendah. Hal ini didukung pula oleh BPTP (2011), semakin tinggi aktifitas enzim pembentuk VRS maka kadar VRS pada umbi akan meningkat, sebaliknya jika aktifitas enzim menurun maka kadar VRS juga akan menurun.

Sama halnya dengan bawang merah yang disimpan pada suhu 5 °C sampai akhir penyimpanan nilai kadar VRS tidak berbeda jauh dengan suhu 0 °C yang mengalami penurunan yaitu sebesar 0.95x10-6 gEq/g hingga akhir penyimpanan. Kadar VRS ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Mutia et al.

(2014), kadar VRS bawang merah yang disimpan pada suhu 5 °C hingga akhir penyimpanan 26.53x10-6 gEq/g pada perlakuan kadar air 80 % dan 24.88x10-6 gEq/g. Penurunan kadar VRS terjadi karena kandungan sulfur yang merupakan prekusor aroma pada pada bawang merah digunakan untuk aktifitas metabolisme pembentukan tunas dan akar pada umbi bawang merah. Berhubungan dengan tingkat kerusakan yang terjadi pada suhu 5 °C didominasi oleh umbi bawang merah yang mengalami pertumbuhan akar dan tunas.

Tingkat Kerusakan

Gambar 11 Perubahan tingkat kerusakan bawang merah selama penyimpanan Gambar 11 memperlihatkan tingkat kerusakan yang terjadi pada umbi bawang merah yang disimpan pada suhu 0 °C, 5 °C dan suhu ruang mengalami peningkatan kerusakan hingga akhir penyimpanan. Tetapi pada penyimpanan suhu ruang kerusakan umbi yang disimpan terjadi pada minggu kedua mencapai 100 %. Pada umbi bawang merah yang disimpan pada suhu ruang terdapat jamur

(31)

17

pada umbi, umbi bawang menjadi keriput umbi bawang merah juga mengalami kebusukan yang terlihat berwarna putih pucat dan berlendir (Gambar 12).

Gambar 12 Bawang merah yang berjamur dan mengalami kebusukan pada suhu ruang

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Mutia et al. (2014), terlihat bahwa suhu ruang lebih memicu terjadinya kerusakan umbi busuk/jamur pada bawang merah selama penyimpanan dibandingkan suhu dingin. Hal ini disebabkan karena tingginya tingkat pertumbuhan mikroba pada suhu ruang yang menimbulkan busuk jamur pada bawang merah. Hal tersebut menunjukkan bawang merah terolah minimal sebelum penyimpanan perlu penambahan larutan anti mikroba atau busuk jamur untuk mengurangi kerusakan yang diakibatkan oleh jamur. Penyakit busuk jamur pada bawang merah disebabkan oleh A.niger

dan cendawan fusarium berupa miselia hitam pada permukaan umbi. A.niger dan cendawan fusarium berkembang cepat pada kondisi hangat. Sesuai dengan pendapat Nugraha et al. (2012) bahwa kerusakan busuk dan jamur pada bawang merah disebabkan oleh Penicillium spp., Aspergillus spp., Botrytis spp., Fusarium spp., Pseudomonas spp., dan Erwinia spp yang berkembang dengan cepat karena terlalu tingginya suhu dan kelembaban selama penyimpanan.

(32)

18

Gambar 13 Tumbuhnya akar dan tunas pada umbi bawang merah

Bawang merah yang disimpan pada suhu 0 °C mulai mengalami kerusakan pada minggu kedua penyimpanan, tingkat kerusakan pada bawang merah yang disimpan pada suhu 0 °C sampai akhir penyimpanan sebesar 35.97 % lebih kecil dibandingkan dengan bawang merah yang disimpan suhu 5 °C dan suhu ruang. Hasil tersebut menunjukan bawang merah terolah minimal yang disimpan pada suhu 0 °C mampu menekan kerusakan pada bawang merah hingga akhir penyimpanan. Hal ini disebabkan karena pada suhu 0 °C, mampu menghambat terjadinya aktifitas fisiologis, aktifitas mikroba dan transpirasi yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kerusakan. Sesuai dengan pendapat Rachmawati et al. (2009) bahwa penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat aktivitas enzim dan reaksi-reaksi kimia serta menghambat atau menghentikan pertumbuhan mikroba.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Penyimpanan bawang merah terolah minimal pada suhu ruang dengan RH lingkungan menyebabkan tumbuhnya jamur pada umbi bawang merah sejak minggu pertama penyimpanan dan presentase kerusakan yang tinggi. 2. Bawang merah yang disimpan pada suhu 0 °C hingga akhir penyimpanan

tidak mengalami perubahan susut bobot.

3. Tingkat kekerasan umbi bawang merah hingga akhir penyimpanan mengalami penurunan, kekerasan yang paling baik terdapat pada perlakuan suhu penyimpanan 0 °C.

4. Kadar VRS pada bawang merah pada setiap perlakuan suhu hingga akhir penyimpanan mengalami penurunan.

(33)

19

yang terserang jamur pada suhu ruang. Pada suhu 0 °C mengalami tingkat kerusakan paling rendah hingga akhir penyimpanan.

Saran

1. Perlu dilakukan pengukuran kadar VRS setiap 7 hari untuk mendukung hasil pengukuran kadar VRS yang telah dilakukan pada penelitian ini. 2. Perlu menambahan perlakuan awal berupa pencucian dengan larutan anti

(34)

20

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1984. Official methodes of analysis of the association of official analytical chemist. Washington, DC.

Badan Agribisnis Departemen Pertanian. 1999. Pedoman penerapan jaminan mutu terpadu bawang merah. Jakarta (ID): Departemen Pertanian.

[BPTP] Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2011. Risalah Hasil Pengkajian Inovasi Hortikultura di Jawa Tengah. Jawa Tengah (ID): Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.

Brewster JL. 1994. Onions and other vegetable alliums. Inggris (GB): CAB International. 228 p.

Ciptady MA. 2015. Budidaya bawang merah [Internet]. [diunduh 2015 jun 8]. Tersedia pada: http://cybex.pertanian.go.id/gerbangdaerah/detail/9371/ budidaya-bawang-merah

Farber L, Ferro M. 1956. Volatile reducing substance and volatile nitrogen compounds in relation to spoilage in canned fish. Food Technol. 10:303-304.

Fennema OR. 1996. Food Chemistry. New York (ID): Marcel Dekker, inc.

Hutabarat SO. 2008. Kajian pengurangan chilling injury tomat yang disimpan pada suhu rendah [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Komar N, Rakhmadiono S, Kurnia L. 2001. Teknik penyimpanan bawang merah pascapanen di Jawa Timur. Jurnal Teknologi Pertanian. 2(2):79-95. Miedema. 1994. Bulb dormancy in onion, the effect of temperature and cultivar

sprouting and horting. Horticultural Science Journal. 69:29-39.

Mutia AK, Purwanto YA, Pujantoro L. 2014. Perubahan kualitas bawang merah

(Allium ascalonicum L.) selama penyimpanan pada tingkat kadar air dan suhu yang berbeda. Jurnal Pascapanen. 11(2):108-115.

Nugraha S, Resa SA, Yulianingsih. 2012. Inovasi teknologi instore drying untuk mempertahan mutu dan nilai tambah bawang merah. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.

Pantastico EB. 1986. Fisiologi Pascapanen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub-tropika. Kamariyani, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Postharvest Physicology, Handling and Utilization of Tropical and Subtropical Fruits and Vegetables. Ed ke-3.

Pardede E. 2009. Buah dan sayur olahan secara minimalis. Majalah Ilmiah Visi. 17(3):245-254.

Priyantono E, Ete A, Adrianton. 2013. Vigor umbi bawang merah (Allium ascallonicum L.) varietas palasa dan lembah palu pada berbagai kondisi simpan. J Agrotekbis. 1(1):8-16.

Purwanto YA, Oshita S, Makino Y, Kawagoe Y. 2012. Indikasi kerusakan dingin pada mentimun jepang (Cucumis sativus L.) berdasarkan perubahan ion leakage dan pH. JTEP.26(1):33-34.

Rachmawati, Defiani M, Suriani N. 2009. Pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap kandungan vitamin c pada cabe rawit putih (Capsicum prustenscens). Jurnal Biologi. 13(2):36-40.

(35)

21

Shewfelt RL. 1987. Quality of minimally process fruits and vegetables. J Food Qual. 10:143.

(36)

22

Lampiran 1 Tabel dan grafik serta RH selama penyimpanan a. Tabel dan suhu selama penyimpanan

Minggu ke- Suhu (°C) RH (%)

b. Grafik fluktuasi suhu selama penyimpanan

c. Grafik fluktuasi RH selama penyimpanan

(37)
(38)
(39)

25

(40)

26

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Temanggung, Jawa Tengah pada tanggal 9 Mei 1993. Dilahirkan dari pasangan Budiyanto dan Siti Istirokhah. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan akademik di SDN Jatisampurna 10, SMPN 230 Jakarta, SMAN 105 Jakarta, dan diterima di IPB melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) Undangan pada tahun 2011 di program Studi Teknik Mesin dan Biosistem, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian.

Gambar

Tabel 2 Persyaratan mutu bawang merah sesuai dengan permintaan segmen pasar
Gambar 1 Diagram alir proses penelitian
Gambar 2 Proses sortasi dan pembersihan pada bawang merah
Gambar 4.  Gambar 4 Penyimpanan bahan yang telah dikemas dan disusun dalam refrigerator
+7

Referensi

Dokumen terkait

Simpulan penelitian ini: (1) materi pembelajaran kelas matematika VII SMP dapat dikembangkan dengan pembelajaran berbasis PMRI; (2) peserta didik memiliki kemampuana yang

Rekomendasi umum ini bermaksud memberikan kontribusi bagi pemenuhan kewajiban Negara Peserta untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak asasi manusia perempuan pekerja

Dakwah tidak hanya dipahami sebagai proses penyampaian pesan Islam dalam bentuk ceramah, khutbah di podium atau mimbar saja yang biasa dilakukan oleh penceramah atau

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa intervensi berbasis mindfulness signifikan dalam menurunkan stres pada orang tua ( U=0,000; P<0,001 ) dan efek terapeutik

Keharusan orang dengan diabetes mellitus mengubah pola hidupnya agar gula darah dalam tubuh tetap seimbang dapat mengakibatkan mereka rentan terhadap stres, karena stres akan

Pengaruh limbah cair soun terhadap kualitas airtanah ditunjukkan bahwa indikator pencemar seperti tingginya BOD dan COD serta bahan pencemar ammonia dalam air limbah telah

Pada penulisan kertas karya ini, penulis membatasi pembahasan hanya mengenai karakteristik dan aktivitas tempat wisata di kota sapporo setiap musim.. Untuk mendukung

Dalam rangka memberikan pedoman bagi Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah dan melaksanakan ketentuan Pasal 63 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun