• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Tingkat Ekonomi, Pola Konsumsi, Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat, Dan Prestasi Mahasiswa Ipb

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Antara Tingkat Ekonomi, Pola Konsumsi, Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat, Dan Prestasi Mahasiswa Ipb"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT EKONOMI, POLA

KONSUMSI, PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT, DAN

PRESTASI MAHASISWA IPB

RIZKY NOVIARINI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Antara Tingkat Ekonomi, Pola Konsumsi, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, dan Prestasi Mahasiswa IPB adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

RIZKY NOVIARINI. Hubungan Antara Tingkat Ekonomi, Pola Konsumsi, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, dan Prestasi Mahasiswa IPB. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. DADANG SUKANDAR, M.Sc dan YAYAT HERYATNO, SP, MPS.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan tingkat ekonomi, pola konsumsi, perilaku hidup bersih dan sehat, dan prestasi mahasiswa IPB. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Pengambilan sampel pada penelitian ini dengan cara simple random sampling dan diperoleh jumlah contoh sebanyak 48 mahasiswa dari Departemen Gizi Masyarakat dan Departemen Manajemen Sumberdaya Lahan angkatan tahun 2012. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat kecukupan energi dan protein dengan status gizi, serta kebiasaan sarapan dengan prestasi (p<0.05). Berdasarkan hasil analisis korelasi tidak terdapat hubungan antara pengeluaran pangan dengan kebiasaan makan, tingkat kecukupan energi, dan protein. Demikian pula untuk hubungan uang saku dengan perilaku hidup bersih dan sehat, kebiasaan makan dengan status gizi, hubungan antara status gizi dengan prestasi, dan hubungan antara pola konsumsi dengan prestasi (p>0.05).

Kata kunci: pola konsumsi, tingkat ekonomi, perilaku hidup bersih dan sehat, mahasiswa, prestasi

ABSTRACT

RIZKY NOVIARINI. Correlation Between Economic Level, Consumption Patterns, Hygiene and Healthy Behavior and IPB’s Student Performance. Supervised by Prof. Dr. Ir. DADANG SUKANDAR, M.Sc and YAYAT HERYATNO, SP, MPS.

(6)
(7)

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT EKONOMI, POLA

KONSUMSI, PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT, DAN

PRESTASI MAHASISWA IPB

RIZKY NOVIARINI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Skripsi dengan judul Hubungan Antara Tingkat Ekonomi, Pola Konsumsi, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, dan Prestasi Mahasiswa IPB disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi Masyarakat pada Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Alhamdulillah terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc dan Bapak Yayat Heryatno, SP, MPS yang telah membimbing dan memberikan ilmu kepada penulis.

2. Ibu Dr. Tiurma Sinaga, MFSA sebagai dosen pemandu dan penguji yang telah memberikan arahan dalam seminar dan ujian skripsi.

3. Dosen Departemen Gizi Masyarakat IPB yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat.

4. Beasiswa Bidikmisi beserta Kemahasiswaan IPB yang telah membantu selama menuntut ilmu di kampus IPB.

5. Ibu Suwarsih, Bapak Sukarman, Mas Aprisep Ferdhana Kusuma, dan Mbak Rochi Agustina yang terhimpun dalam keluarga yang bahagia.

6. Teman-teman dari Departemen Gizi Masyarakat angkatan 47 yang selalu memberikan semangat dan warna.

7. Teman-teman dari Lembaga Kemahasiswaan DPM TPB 2010/2011, DPM FEMA 2011/2012, DPM FEMA 2012/2013, dan DPM KM 2013/2014 yang memberikan pelajaran hidup yang berarti.

8. Teman-teman kelompok KKP Desa Depok, Kabupaten Tegal serta kelompok ID RSCM kloter 3 yang telah merasakan perjuangan bersama.

9. Saudara dan saudari yang berjuang bersama dari Lingkaran Cahaya, Mujahidah Setia, MS 35, Padi dan Kapas, LAIN 35, Senyum Semangat, dan Jilbrave Traveller.

10. Responden yang bersedia membantu dalam proses pengumpulan data penelitian ini, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas dukungan dan bantuannya. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

Hubungan Tingkat Ekonomi Dengan Pola Konsumsi Hubungan Tingkat Ekonomi Dengan PHBS

(14)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan cara pengumpulan data 7

2 Pengelompokan variabel penelitian 8

3 Sebaran mahasiswa berdasarkan jenis kelamin, usia, etnis, dan status

pekerjaan 13

4 Sebaran mahasiswa berdasarkan usia orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan per kapita, dan besar keluarga 14

5 Sebaran mahasiswa berdasarkan uang saku 17

6 Sebaran mahasiswa berdasarkan jenis beasiswa yang diperoleh 17 7 Sebaran mahasiswa berdasarkan pengeluaran pangan dan non pangan 17 8 Rata-rata persentase pengeluaran pangan dan non pangan 18 9 Penjabaran indikator PHBS dan persentase pelaksaan praktik PHBS 19 10 Sebaran mahasiswa berdasarkan frekuensi menggosok gigi setiap hari 20 11 Sebaran mahasiswa berdasarkan kebiasaan menguras bak mandi 21 12 Sebaran mahasiswa berdasarkan pelaksanaan PHBS 22 13 Sebaran mahasiswa berdasarkan frekuensi makan utama 23 14 Sebaran mahasiswa berdasarkan kebiasaan makan, waktu sarapan, dan

jenis makanan 24

15 Sebaran mahasiswa laki-laki dan perempuan berdasarkan kebiasaan

konsumsi air dan tingkat kecukupan air per hari 25 16 Sebaran mahasiswa berdasarkan kebiasaan konsumsi jajanan 27 17 Sebaran mahasiswa berdasarkan susunan makanan 28 18 Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein 28 19 Sebaran mahasiswa berdasarkan status gizi menurut IMT 29 20 Sebaran mahasiswa berdasarkan prestasi akademik 30 21 Sebaran mahasiswa berdasarkan prestasi non akademik 30 22 Sebaran mahasiswa berdasarkan keaktifan organisasi 31 23 Hasil uji analisis korelasi antara tingkat ekonomi dengan pola

konsumsi

31 24 Hasil uji analisis korelasi antara pola konsumsi dengan status gizi 33 25 Hasil uji analisis korelasi antara pola konsumsi dengan prestasi 34

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 5

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, namun hal ini tidak menjadikan Indonesia menjadi negara yang memiliki tingkat kemakmuran dan kesejahteraan yang tinggi. Data BPS (2014) menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin pada September 2013 sebanyak 28.55 juta orang (11.47%), bertambah 0.48 juta orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2013 yang sebesar 28.07 juta orang (11.37%). Dari hasil Survei Biaya Hidup (SBH) 2012 dalam BPS (2014), secara nasional rata-rata biaya hidup (nilai konsumsi rumah tangga) adalah sebesar Rp5 580 037 per bulan, dengan proporsi biaya hidup makanan dan non makanan masing-masing sebesar 35.04% dan 64.96%.

Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milinium atau Millenium Development Goals (MDGs) di Indonesia menunjukkan bahwa pada tahun 2008 sebanyak 5.90% penduduk Indonesia memiliki pendapatan kurang dari 1 USD PPP per kapita per hari (Bank Dunia dan BPS dalam Bappenas 2012), sedangkan pada tahun 2011 terdapat 12.49% penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan menurut standar garis kemiskinan nasional (BPS dan Susenas dalam Bappenas 2012).

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2010, diketahui bahwa secara nasional, penduduk Indonesia berusia 19-55 tahun yang mengonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal (<70%) adalah sebanyak 40.7% dan untuk wilayah Jawa Barat sebanyak 44.8%. Penduduk berusia 19-55 tahun yang mengonsumsi protein di bawah kebutuhan minimal (<80%) adalah sebanyak 38.3% dan untuk wilayah Jawa Barat sebanyak 43.5%. Secara nasional, kelompok usia 19-29 tahun yang mengonsumsi zat gizi di bawah kebutuhan minimal adalah 48% untuk laki-laki dengan nilai kesenjangan 552 kkal dan 42.7% untuk perempuan dengan nilai kesenjangan 331 kkal (Kemenkes 2010b).

Remaja merupakan aset bangsa untuk terciptanya generasi mendatang yang lebih baik. Usia remaja dibagi ke dalam periode masa puber (12-18 tahun) dam periode remaja adoleses (19-21 tahun). Generasi penerus yang sehat menunjukkan gejala dan tanda pertumbuhan dan perkembangan yang memuaskan, yaitu dapat mencapai potensi akademik secara optimal jika diberikan lingkungan psikososial yang adekuat. Salah satu faktor lingkungan fisik yang penting adalah zat gizi yang cukup. Perubahan-perubahan yang terjadi pada remaja mempengaruhi kebutuhan gizi (Adriani & Wirjatmadi 2012).

(16)

yaitu rumah tangga, sekolah, tempat kerja, sarana kesehatan, dan tempat umum (Depkes 2010).

Berdasarkan kerangka pikir UNICEF dalam Bappenas (2011), menyebutkan bahwa terdapat penyebab langsung, penyebab tidak langsung, dan akar masalah yang dapat mempengaruhi status gizi seseorang yang berdampak pada kualitas sumber daya manusia. Berdasarkan data yang diperoleh, dimungkinkan tingkat ekonomi yang rendah dapat berpengaruh pada pengeluaran pangan dan non pangan serta perilaku hidup bersih dan sehat mahasiswa. Pengeluaran pangan dapat berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan yang berpengaruh pada asupan gizi. Dalam jangka panjang, asupan gizi yang tidak adekuat dapat berpengaruh terhadap status gizi. Asupan gizi yang tidak memenuhi kebutuhan dapat berpengaruh juga pada tingkat konsentrasi belajar sehingga dapat menentukan prestasi. Hingga saat penulisan karya ilmiah ini dilakukan, belum terdapat penelitian yang menghubungkan variabel-variabel tersebut pada mahasiswa. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan tingkat ekonomi, pola konsumsi, PHBS, dan prestasi mahasiswa IPB.

Perumusan Masalah

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2010, diketahui bahwa penduduk Jawa Barat berusia 19-55 tahun mengonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal (<70%) sebanyak 44.8%, sedangkan yang mengonsumsi protein di bawah kebutuhan minimal (<80%) adalah sebanyak 43.5% (Kemenkes 2010b). UNICEF dalam Bappenas (2011) menyebutkan bahwa status gizi dapat ditentukan oleh konsumsi makanan dan status infeksi. Konsumsi makanan bersumber pada ketersediaan, pola konsumsi, dan daya beli dari pengeluaran pangan. Status infeksi pada individu dapat bersumber dari kesehatan lingkungan yang merupakan penerapan dari gaya hidup untuk menjalankan PHBS, sehingga kondisi tersebut dapat berhubungan dengan kualitas sumber daya manusia yang dapat dilihat melalui prestasi pada mahasiswa. Oleh karena itu, terdapat beberapa pertanyaan penelitian yang ingin dikaji dan dianalisis melalui penelitian ini, diantaranya: 1. Bagaimana hubungan antara tingkat ekonomi dengan pola konsumsi dan

PHBS mahasiswa

(17)

Tujuan

Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara tingkat ekonomi, pola konsumsi, PHBS, dan prestasi pada mahasiswa IPB.

Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik individu, karakteristik keluarga, dan karakteristik tingkat ekonomi mahasiswa

2. Mengidentifikasi pola konsumsi, PHBS, status gizi, dan prestasi mahasiswa 3. Menentukan hubungan antara tingkat ekonomi dengan pola konsumsi dan

PHBS mahasiswa

4. Menentukan hubungan antara pola konsumsi dengan status gizi mahasiswa 5. Menentukan hubungan antara pola konsumsi dengan prestasi mahasiswa 6. Menentukan hubungan antara status gizi dengan prestasi mahasiswa.

Hipotesis

1. Adanya hubungan antara tingkat ekonomi dengan pola konsumsi dan PHBS mahasiswa

2. Adanya hubungan antara pola konsumsi dengan status gizi mahasiswa 3. Adanya hubungan antara pola konsumsi dengan prestasi mahasiswa 4. Adanya hubungan antara status gizi dengan prestasi mahasiswa.

Manfaat

(18)

KERANGKA PEMIKIRAN

UNICEF dalam Bappenas (2011) menyatakan bahwa status gizi seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu penyebab langsung, penyebab tidak langsung, dan akar masalah. Penyebab langsung terdiri dari konsumsi makanan dan status infeksi. Penyebab tidak langsung terdiri dari ketersediaan dan pola konsumsi rumah tangga, pola asuh, pemberian ASI/MP-ASI, pola asuh psikososial, penyediaan MP-ASI, kebersihan dan sanitasi, pelayanan kesehatan, dan kesehatan lingkungan. Akar masalah terdiri dari pembangunan ekonomi, politik, sosial, dan budaya yang dapat diperluas menjadi kemiskinan, ketahanan pangan dan gizi, pendidikan, daya beli akses pangan, akses informasi, dan akses pelayanan.

Karakteristik individu dan keluarga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pengeluaran pangan dan non pangan. Kondisi ekonomi berupa pengeluaran pangan merupakan variabel yang akan dihubungkan dengan pola konsumsi sedangkan kondisi ekonomi berupa pengeluaran non pangan merupakan variabel yang akan dihubungkan dengan perilaku hidup bersih dan sehat dalam penelitian ini.

Konsumsi pangan yang tepat dapat memenuhi kebutuhan gizi yang digunakan untuk melakukan aktivitas serta proses pertumbuhan dan perkembangan merupakan hal yang sangat penting bagi remaja (Adriani & Wirjatmadi 2012). Tingkat kecukupan gizi merupakan perbandingan antara jumlah konsumsi zat gizi (energi dan protein) dengan angka kecukupan yang dianjurkan. Tingkat kecukupan tersebut didasarkan pada usia, jenis kelamin dan berat badan. Dalam jangka panjang, konsumsi pangan dapat berpengaruh pada status gizi. Status gizi seseorang dapat berpengaruh pada status kesehatan, begitu pula sebaliknya.

(19)

Keterangan:

: variabel yang diteliti : variabel yang tidak diteliti : hubungan yang diteliti : hubungan yang tidak diteliti

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

(20)

METODE

Desain, Tempat, dan Waktu

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain cross sectional study. Adapun tempat penelitian yang diambil adalah di lingkungan kampus IPB, Darmaga, Bogor. Pemilihan kampus IPB sebagai tempat penelitian dilakukan dengan pertimbangan belum terdapat penelitian yang terkait di IPB. Pemilihan departemen yang diteliti berdasarkan data rata-rata Indeks Prestasi Kumulatif (IPK), sehingga diperoleh Departemen Gizi Masyarakat dan Departemen Manajemen Sumberdaya Lahan pada mahasiswa angkatan tahun 2012. Pengumpulan data primer dilakukan selama 4 bulan, yaitu pada bulan September 2014 sampai dengan Desember 2014.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Contoh dalam penelitian ini adalah mahasiswa IPB pada Departemen Gizi Masyarakat dan Departemen Manajemen Sumberdaya Lahan angkatan tahun 2012. Pemilihan departemen dilakukan berdasarkan rata-rata IPK yang berada di atas dan di bawah rata-rata IPK mahasiswa IPB tahun angkatan 2012. Total mahasiswa pada departemen Gizi Masyarakat tahun angkatan 2012 adalah 141 mahasiswa dan jumlah mahasiswa Departemen Manajemen Sumberdaya Lahan adalah 82 mahasiswa, sehingga diperoleh total populasi dalam penelitian berjumlah 223 mahasiswa. Siswanti (2007) dalam penelitian yang contohnya merupakan mahasiswa IPB menyebutkan bahwa simpangan baku IMT mahasiswa adalah 2.165. Jumlah contoh yang diambil mengacu berdasarkan rumus sebagai berikut:

dimana nilai diperoleh dari:

Keterangan:

N = 223 (ukuran populasi) n = ukuran contoh

s = 2.165 (simpangan baku IMT)

= nilai t pada derajat kepercayaan (1.96) d = 0.55 (presisi)

(21)

rincian 38 mahasiswa dari Departemen Gizi Masyarakat dan 10 mahasiswa dari Departemen Manajemen Sumberdaya Lahan.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data primer mencakup karakteristik individu, karakteristik keluarga, data ekonomi, pola konsumsi pangan, PHBS, serta status gizi. Data karakteristik individu terdiri dari jenis kelamin, etnis, pekerjaan, dan pendapatan. Data karakteristik keluarga terdiri dari usia orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua, dan besar keluarga. Data ekonomi mahasiswa terdiri dari data tentang uang saku, pengeluaran pangan dan non pangan.

Data konsumsi pangan diperoleh dengan menggunakan kuesioner Konsumsi Makan Sehari (Food Record 1 x 24 jam) dalam dua hari meliputi makanan dan minuman yang dikonsumsi dan jumlahnya dengan menanyakan URT. Data mengenai pola konsumsi pangan meliputi tingkat konsumsi pangan dan frekuensi konsumsi pangan diperoleh melalui pengisian kuesioner menggunakan Semiquantitative Food Frequency Questionnaire. Data mengenai PHBS diperoleh melalui pengisian kuesioner. Data status gizi diperoleh dengan melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan. Pengukuran berat badan dilakukan dengan menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,1 kg. Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm. Data prestasi (IP dan IPK) merupakan data sekunder yang diperoleh dari Direktorat Administrasi Pendidikan IPB. Data prestasi non akademik dan keaktifan dalam organisasi diperoleh melalui pengisian kuesioner. Jenis dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data

No. Data Jenis data Cara pengumpulan data

1 Karakteristik

 Tingkat kecukupan energi dan protein

(22)

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data (lanjutan)

No. Data Jenis data Cara pengumpulan data

5 Perilaku Hidup

Tahapan pengolahan data yang dilakukan meliputi verifikasi, penyusunan kode (coding), entry, cleaning, dan analisis data. Verifikasi dilakukan untuk mengecek konsistensi informasi. Coding dilakukan sebagai panduan entri dan pengolahan data. Kemudian dilakukan entry dan cleaning untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Pengolahan dan analisis data menggunakan perangkat program komputer Microsoft Excel 2007 dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16.0 for Windows. Data konsumsi pangan akan dikonversi menjadi konsumsi zat gizi menggunakan NutriSurvey versi Indonesia untuk kemudian dilakukan perhitungan tingkat kecukupan. Pengelompokan variabel di dalam penelitian ini dijelaskan pada Tabel 2.

Tabel 2 Pengelompokan variabel penelitian

No. Variabel Kelompok Sumber pustaka

(23)

Tabel 2 Pengelompokan variabel penelitian (lanjutan)

No. Variabel Kelompok Sumber pustaka

5. Pendidikan orang

1. <Rp286 763.40 (di bawah batas kemiskinan)

2. Rp286 763.40–Rp573 526.80 (pada batas kemiskinan)

3. >Rp573 526.80 (di atas batas kemiskinan)

9. Status gizi Dihitung berdasarkan Indeks Masa Tubuh (IMT):

(24)

karakteristik keluarga meliputi usia orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua, dan besar keluarga. Data tingkat ekonomi meliputi meliputi uang saku, pengeluaran pangan, dan non pangan. Jenis kelamin dikategorikan menjadi laki-laki dan perempuan. Usia mahasiswa dikategorikan menjadi 19 tahun, 20 tahun, dan 21 tahun sesuai dengan kategori remaja adoleses. Uang saku dikategorikan menjadi <Rp300 000, Rp300 000–Rp600 000, dan >Rp600 000. Besar keluarga dikategorikan menjadi kecil (≤4 orang), sedang (5–7 orang), dan besar (>7 orang).

Data kebiasaan makan meliputi kebiasaan frekuensi makan, kebiasaan sarapan, kebiasaan konsumsi air putih, kebiasaan jajan, dan susunan makanan. Data konsumsi pangan berupa jenis dan jumlah makanan dalam gram diolah menggunakan analisis konsumsi pangan. Data jumlah pangan yang dikonsumsi dikonversikan ke dalam satuan energi (kkal), protein (gram), lemak (gram), dan karbohidrat (gram) dengan menggunakan NutriSurvey versi Indonesia.

Pengukuran tingkat kecukupan energi dan protein merupakan tahap lanjutan dari perhitungan konsumsi pangan. Tingkat kecukupan konsumsi didapat dari persentase konsumsi aktual mahasiswa terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan menurut Permenkes RI No. 75 Tahun 2013 Tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Perhitungan angka kecukupan gizi yang dikoreksi dengan berat badan aktual digunakan rumus sebagai berikut:

Tingkat kecukupan gizi diperoleh dengan membandingkan kandungan zat gizi dari makanan yang dikonsumsi sehari dengan angka kecukupan gizi hasil perhitungan dengan menggunakan rumus berikut:

Penentuan status gizi mahasiswa dalam penelitian ini diukur melalui antropometri dan dihitung menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT). Menurut Permenkes RI No. 41 Tahun 2014, nilai IMT diperoleh melalui perbandingan antara berat badan individu dalam satuan kg dibagi dengan kuadrat tinggi badan individu dalam satuan meter kuadrat. Sehingga, rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.

(25)

pengeluaran pangan, dan pengeluaran non pangan), analisis pola konsumsi dan status gizi, analisis PHBS yang disesuaikan dengan kondisi mahasiswa, dan analisis prestasi mahasiswa IPB.

Uji hubungan pada penelitian ini menggunakan uji korelasi Rank Spearman dan Pearson. Koefisien korelasi Rank Spearman yang dinyatakan dengan rs menggunakan rumus sebagai berikut.

Keterangan:

r = koefisien korelasi Rank Spearman di = selisih peringkat antarvariabel

Nilai rs biasanya dekat dengan nilai r yang diperoleh berdasarkan pengukuran numerik dan ditafsirkan dengan cara yang hampir sama. Nilai rs berkisar antara -1 sampai +1. Nilai sebesar +1 atau -1 menyatakan hubungan yang sempurna antara x dan y, tanda tambah terjadi bila pemberian rangnya sama sedangkan tanda kurang bila pemberikan rangnya terbalik. Bila rs dekat ke nol, maka disimpulkan bahwa kedua peubah tidak berkorelasi (Walpole & Myers 1995).

Tidak adanya korelasi dapat memperlihatkan bahwa distribusi nilai rs mendekati distribusi normal dengan rataan nol dan simpangan baku √ bila n membesar. Oleh karena itu, bila n melebihi 30, maka uji keberartian korelasi dapat dilakukan dengan menghitung

√ √

dan membandingkan dengan nilai kritis dari distribusi normal baku (Walpole & Myers 1995).

Sedangkan untuk koefisien korelasi Pearson menggunakan rumus sebagai berikut.

dimana nilai Sxy, Sx, dan Sy diperoleh dari rumus berikut.

∑ ̅ ̅ , √∑ ̅ , dan √∑ ̅ Keterangan:

r = koefisien korelasi Pearson x = variabel x

(26)

Bila variabel berdistribusi normal, maka perlu menghitung:

√ [ ( ) ( )]

dan kemudian dibandingkan dengan titik kritis distribusi normal baku (Walpole & Myers 1995).

Hipotesis statistik adalah suatu anggapan atau pernyataan, yang mungkin benar atau tidak, mengenai suatu populasi atau lebih. Struktur pengujian hipotesis dirumuskan dengan menggunakan istilah hipotesis nol (H0). Penolakan H0 menjurus pada penerimaan suatu hipotesis tandingan (H1). Dalam beberapa angkatan analisis statistika, diperlukan memilih nilai α dan kemudian memilih daerah kritis yang sesuai. Kemudian, penolakan yang tegas atau penerimaan H0 akan tergantung pada daerah kritis tersebut (Walpole & Myers 1995).

Definisi Operasional

Berat badan ideal adalah berat badan individu menurut usia dan jenis kelamin berdasarkan AKG 2013.

Besar keluarga adalah jumlah orang yang tinggal bersama dalam satu rumah dan makan dari sumber penghasilan yang sama, baik yang tercantum dalam kartu keluarga maupun tidak (nenek, kakek, paman, dan seterusnya).

Contoh adalah mahasiswa dari Departemen Gizi Masyarakat dan Departemen Manajemen Sumberdaya Lahan tahun ajaran 2012.

Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) adalah penjumlahan indeks prestasi berdasarkan beban SKS yang diberikan setiap semester hingga semester 4. Pekerjaan adalah pekerjaan mahasiswa yang bertujuan untuk memenuhi

kebutuhan hidup primer, sekunder, maupun tersier.

Pekerjaan orang tua adalah pekerjaan ayah atau ibu yang menanggung biaya hidup mahasiswa, baik pekerjaan utama maupun pekerjaan tambahan. Pendapatan per kapita adalah jumlah pendapatan per bulan dalam bentuk uang

yang diperoleh setiap individu pada keluarga

Pendapatan adalah jumlah pendapatan per bulan dalam bentuk uang yang diperoleh mahasiswa dari pekerjaan utama dan pekerjaan tambahan.

Pengeluaran adalah rata-rata jumlah uang yang dikeluarkan untuk pangan maupun non pangan dalam satu bulan.

Populasi adalah jumlah seluruh mahasiswa dari Departemen Gizi Masyarakat dan Departemen Manajemen Sumberdaya Lahan tahun ajaran 2012.

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Individu

Contoh pada penelitian ini adalah mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat dan Departemen Manajemen Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor Tahun Ajaran 2012/2013 yang berjumlah 48 orang. Sebaran mahasiswa penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia, etnis, pekerjaan, dan pendapatan mahasiswa dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Sebaran mahasiswa berdasarkan jenis kelamin, usia, etnis, dan status pekerjaan

Variabel n %

Jenis Kelamin

Laki-laki 8 16.7

Perempuan 40 83.3

Total 48 100

Usia

19 tahun 15 31.2

20 tahun 31 64.6

21 tahun 2 4.2

Total 48 100

Rata-rata usia 19.7 ± 0.5

Suku

Sunda 22 45.8

Jawa 16 33.3

Betawi 2 4.2

Luar Pulau Jawa 5 10.4

Lainnya 3 6.3

Total 48 100

Status pekerjaan

Bekerja 3 6.2

Tidak bekerja 45 93.8

Total 48 100

(28)

Karakteristik Keluarga

Penelitian ini juga menjelaskan secara deskriptif mengenai karakteristik keluarga mahasiswa. Sebaran mahasiswa berdasarkan karakteristik keluarga, yaitu usia orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan per kapita, dan besar keluarga dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Sebaran mahasiswa berdasarkan usia orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan per kapita, dan besar keluarga

(29)

Tabel 4 Sebaran mahasiswa berdasarkan usia orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan perkapita, dan besar keluarga (lanjutan)

Variabel n %

<Rp286 763.40 (sangat miskin) 8 16.7 Rp286 763.40 – Rp573 526.80

(miskin)

7 14.6

>Rp573 526.80 (tidak miskin) 33 68.7

Total 48 100

Rata-rata pendapatan perkapita Rp1 131 348 ± 793 319 Besar keluarga

Kecil (≤4 orang) 14 29.2

Sedang (5–6 orang) 25 52.0

Besar (≥7 orang) 9 18.8

Total 48 100

Rata-rata besar keluarga 5.2 ± 1.3

Tabel 4 menunjukkan pengelompokan usia orang tua yang dibagi ke dalam kategori dewasa dan lanjut usia. Kata dewasa atau disebut dengan istilah adult berasal dari bahasa latin yang diambil dari kata adultus berarti telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa. Masa dewasa ditandai dengan kemandirian dan kemampuan dalam membuat keputusan. Masa dewasa dibagi menjadi dua tahap, masa dewasa awal (20–40 tahun) dan masa dewasa lanjut (40–60 tahun) (Adriani & Wirjatmadi 2012). Kelompok usia lanjut dipandang sebagai kelompok masyarakat yang beresiko mengalami gangguan kesehatan. Masalah keperawatan yang menonjol pada kelompok ini adalah meningkatnya disabilitas fungsional fisik. Menurut WHO dalam Adriani & Wirjatmadi (2012), batasan usia lanjut dibagi ke dalam usia lanjut (elderly) (60– 74 tahun), usia lanjut tua (old) (75–90 tahun), dan usia sangat tua (very old) (di atas 90 tahun).

Berdasarkan pada Tabel 4, sebaran usia ayah dan ibu adalah pada rentang usia 20–74 tahun dengan jumlah ayah 45 orang dan ibu 47 orang. Jumlah ayah dan ibu yang tidak sesuai dengan jumlah mahasiswa dikarenakan terdapat ayah mahasiswa yang sudah meninggal. Sebagian besar ayah dan ibu termasuk ke dalam golongan dewasa, dengan rata-rata usia ayah 51.4 ± 6.3 tahun dan rata-rata usia ibu 47.1 ± 6.5 tahun.

(30)

Dalam penentuan status kemiskinan suatu negera umumnya terdapat dua ukuran yang digunakan oleh Bank Dunia, yaitu:

1. USD 1 perkapita per hari, dimana diperkirakan ada sekitar 1,2 miliar penduduk dunia yang hidup dibawah ukuran tersebut.

2. USD 2 perkapita per hari, dimana lebih dari 2 miliar penduduk yang hidup kurang dari batas tersebut.

US Dollar yang digunakan dalam menentukan garis kemiskinan adalah USD Purchasing Power Parity (PPP), bukan nilai tukar resmi (exchange rate). Pendekatan rata-rata per kapita yang diterapkan dalam penghitungan kemiskinan mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Bank Dunia menetapkan garis kemiskinan sebesar 1 dolar dalam bentuk satuan PPP per kapita per hari. Sedangkan negara maju seperti Eropa Barat menetapkan 1/3 dari nilai PDB per kapita per tahun sebagai garis kemiskinan (BPS 2008). PPP PDB adalah produk domestik bruto yang dikonversi ke dolar internasional menggunakan tarif beli power parity. PDB atas dasar harga pembeli adalah jumlah dari nilai tambah bruto oleh semua produsen penduduk dalam perekonomian ditambah pajak produk dan dikurangi subsidi yang tidak termasuk dalam nilai produk. Hal ini dihitung tanpa membuat pemotongan untuk depresiasi aset fabrikasi atau untuk deplesi dan degradasi sumber daya alam. Nilai 1 US Dollar PPP PDB Indonesia pada tahun 2013 adalah Rp9 558.78 (Bank Dunia 2014). Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar dari sebaran mahasiwa tergolong tidak miskin (68.7%) dengan rata-rata pendapatan per kapita adalah Rp1 131 348 ± 793 319.

Besar keluarga adalah banyaknya atau jumlah anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain dari pengelolaan sumber daya yang sama. Menurut BKKBN (1998), besar keluarga dikategorikan dalam keluarga kecil (≤4 anggota), sedang (5–6 anggota), dan besar (≥7 anggota). Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga tergolong dalam kategori keluarga sedang (52.0%) dengan rata-rata jumlah anggota keluarga 5.2 ± 1.3.

Tingkat Ekonomi

Tingkat ekonomi mahasiswa pada penelitian ini mengacu pada besaran uang yang diterima oleh mahasiswa untuk memenuhi kebutuhannya selama satu bulan yang bersumber dari orang tua, beasiswa, bekerja, maupun sumber lainnya. Sebaran mahasiswa penelitian berdasarkan uang saku dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Sebaran mahasiswa berdasarkan uang saku

Variabel n %

Uang saku

Rp300 000–Rp599 999 1 2.1

Rp600 000–Rp999 999 21 43.7

≥Rp1 000 000 26 54.2

Total 48 100

Rata-rata uang saku Rp1 049 187.5 ± 502 811

(31)

pangan dan non pangan dalam satu bulan. Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa memperoleh uang saku di atas Rp1 000 000 (54.2%). Uang saku terendah mahasiswa senilai Rp500 000 dan tertinggi senilai Rp3 900 000, dengan rata-rata uang saku senilai Rp1 049 187.5 ± 502 811. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Saufika et al. (2012) yang menyatakan bahwa uang saku mahasiswa IPB tiap bulan adalah Rp250 000 hingga Rp1 750 000.

Uang saku mahasiswa dalam penelitian ini tidak hanya berasal dari keluarga dan bekerja, namun sebagian besar mahasiswa juga menerima beasiswa yang menunjang biaya hidup per bulannya. Tabel 6 menjelaskan tentang sebaran mahasiswa pada penelitian ini yang mendapatkan beasiswa.

Tabel 6 Sebaran mahasiswa berdasarkan jenis beasiswa yang diperoleh

Variabel n %

Jenis beasiswa

Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) 5 10.4 Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) 6 12.5

Bidikmisi 17 35.4

Beasiswa Utusan Daerah (BUD)a 3 6.2

Tanoto Foundation 2 4.2

Pemerintah Provinsi 2 4.2

Tidak mendapat beasiswa 13 27.1

Total 48 100

a

BUD yang dimaksud termasuk BUD dari Kementerian Agama dan pemerintah daerah

Beasiswa merupakan salah satu sumber uang saku mahasiswa. Terdapat 35 mahasiswa yang mendapatkan beasiswa. Sebagian besar mahasiswa mendapatkan beasiswa Bidikmisi (35.44%) dengan pemberian beasiswa senilai Rp600 000 per bulan. Sedangkan terdapat 13 mahasiswa (27.1%) yang tidak mendapatkan beasiswa.

Pengeluaran merupakan cerminan dari pendapatan individu. Penelitian ini mengelompokkan pengeluaran menjadi pengeluaran pangan dan pengeluaran non pangan. Sebaran mahasiswa berdasarkan pengeluaran pangan dan pengeluaran non pangan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Sebaran mahasiswa berdasarkan pengeluaran pangan dan non pangan

Variabel n %

Rata-rata pengeluaran pangan Rp527 396 ± 167 913 Pengeluaran non pangan

<Rp300 000 6 12.5

Rp300 000– Rp450 000 20 41.7

>Rp450 000 22 45.8

Total 48 100

(32)

Tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa mengalokasikan uang saku untuk pengeluaran pangan di atas Rp450 000 (66.7%) dengan rata-rata pengeluaran pangan Rp527 396 ± 167 913, sedangkan untuk pengeluaran non pangan, sebanyak 45.8% mahasiswa mengalokasikan di atas Rp450 000 dengan rata pengeluaran non pangan sebesar Rp521 792 ± 469 230. Besarnya rata-rata persentase pengeluaran pangan dan non pangan mahasiswa dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Rata-rata persentase pengeluaran pangan dan non pangan

Variabel %

Rata-rata persentase pengeluaran pangan dan non pangan

Pengeluaran pangan 50.3

Pengeluaran non pangan 49.7

Total 100

Tabel 8 menjelaskan bahwa sebagian besar pengeluaran mahasiswa digunakan untuk pangan dengan rata-rata persentasenya adalah 50.3% dan pengeluaran non pangan adalah 49.7%. Hal ini tidak sesuai dengan hasil Survei Biaya Hidup (SBH) 2012 dalam BPS (2014) yang menyatakan bahwa nilai konsumsi rumah tangga untuk pangan dan non pangan masing-masing sebesar 35.04% dan 64.96%. Pengeluaran pangan terbesar pada penelitian ini adalah kebutuhan perkuliahan dengan rata-rata mencapai Rp65 312.5 per bulan. Martiani (2000) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa mahasiswa menggunakan uang sakunya untuk pengeluaran non pangan antara 12-65% dengan rata-rata 36.4%.

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) di kesehatan dan berperan dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. Terdapat 10 (sepuluh) indikator untuk menetapkan apakah sebuah rumah tangga telah mempraktikkan PHBS. Kesepuluh indikator tersebut merupakan sebagian dari semua perilaku yang harus dipraktikkan di rumah tangga dan dipilih karena dianggap mewakili atau dapat mencerminkan keseluruhan perilaku (Kemenkes 2011).

Indikator PHBS di tingkat rumah tangga adalah sebagai berikut. 1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan

2. Memberi bayi ASI eksklusif 3. Menimbang balita setiap bulan 4. Menggunakan air bersih 5. Mencuci tangan dengan sabun 6. Menggunakan jamban sehat 7. Memberantas jentik nyamuk

8. Mengonsumsi buah dan sayur setiap hari 9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari

(33)

Penelitian ini menggunakan indikator PHBS yang dimodifikasi sesuai dengan kondisi mahasiswa, sehingga terdapat beberapa indikator yang dihilangkan, yaitu persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan, memberi bayi ASI ekslusif, dan menimbang balita setiap bulan. Penghilangan indikator ini disebabkan oleh status mahasiswa yang belum menikah, tidak memiliki bayi dan/atau balita sehingga tidak mengaplikasikan poin-poin pada indikator tersebut pada kehidupan sehari-hari. Penjabaran indikator PHBS dan persentase pelaksanaan praktik PHBS oleh mahasiswa dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Penjabaran indikator PHBS dan persentase pelaksanaan praktik PHBS

Variabel n %

Penjabaran indikator PHBS

Menggunakan air bersih 48 100.0

Mencuci tangan dengan sabun 33 68.8

Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan 37 77.1 Mencuci tangan setelah buang air 48 100.0 Mencuci tangan sebelum menyiapkan makan 42 87.5

Menggosok gigi setiap hari 48 100.0

Mandi dua kali sehari 33 68.8

Menggunakan sabun saat mandi 48 100.0 Buang air besar di jamban/WC/kamar mandi 48 100.0 Menjaga kebersihan jamban/WC/kamar mandi 47 97.9 Memberikan obat pembunuh jentik nyamuk pada

bak mandi

2 4.2

Mengubur barang bekas 6 12.5

Membuang sampah pada tempat sampah 47 97.9

Kebiasaan sarapan pagi 36 75.0

Konsumsi buah setiap hari 21 43.8

Konsumsi sayur setiap hari 34 70.8

Konsumsi makanan beragam setiap hari 34 70.8

Setiap hari berolahraga 2 4.2

Tidak mengonsumsi minuman beralkohol 48 100.0

Tidak merokok 48 100.0

Sanitasi dan perilaku kebersihan yang buruk serta air minum yang tidak aman berkontribusi terhadap 88% kematian anak akibat diare di seluruh dunia. Di Indonesia, diare masih merupakan penyebab utama kematian anak berusia di bawah lima tahun. Laporan Riskesdas 2007 menunjukkan diare sebagai penyebab 31% kematian anak usia antara satu bulan hingga satu tahun, dan 25% kematian anak usia antara satu sampai empat tahun (UNICEF 2012).

Menurut Riskesdas 2010 dalam UNICEF (2012) menyebutkan bahwa terjadi penurunan penggunaan air bersih di Indonesia dari 63% pada tahun 2010 menjadi 28% pada tahun 2007. Tabel 9 menunjukkan bahwa keseluruhan mahasiswa telah menggunakan air bersih (100.0%) dalam menjalankan aktivitas sehari-harinya.

(34)

pada saat sebelum dan sesudah makan (77.1%), setelah buang air (100.0%), dan sebelum menyiapkan makanan (87.5%).

Perawatan gigi dan mulut dirasa penting untuk kesehatan. Hal ini karena gigi yang sakit merupakan sumber infeksi yang dapat menular ke otak, ginjal, dan jantung. Menggosok gigi dengan rutin, baik, dan benar merupakan salah satu pesan dokter gigi untuk menjaga kesehatan mulut dan gigi. Saran untuk menggosok gigi dilakukan minimal dua kali sehari setelah makan dan sebelum tidur (Farida 2009). Tabel 9 menunjukkan bahwa seluruh mahasiswa (100.0%) telah melakukan kebiasaan menggosok gigi setiap hari. Sebaran mahasiswa berdasarkan frekuensi menggosok gigi dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran mahasiswa berdasarkan frekuensi menggosok gigi setiap hari

Variabel n %

Rata-rata menggosok gigi setiap hari 2.4 ± 0.7

Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa memiliki kebiasaan menggosok gigi sebanyak 2 kali dalam sehari (56.2%). Mahasiswa dengan kebiasaan menggosok gigi 3 kali sehari sebanyak 35.4%, lebih dari 3 kali sehari sebanyak 4.2%. Terdapat 4.2% mahasiswa dengan kebiasaan menggosok gigi 1 kali sehari. Hal ini tidak sesuai dengan pesan dokter gigi untuk menjaga kesehatan mulut dan gigi minimal menggosok gigi 2 kali dalam sehari. Malik (2008) menyebutkan bahwa menjaga kesehatan mulut dan gigi sangat penting untuk memperoleh kesehatan tubuh. Beberapa masalah pada mulut dan gigi, seperti gigi karies dan gingivitis disebabkan oleh plak yang terkumpul 20 menit setelah makan, bakteri, dan asam yang dapat diatasi dengan menggosok gigi. Alhamda (2011) menyebutkan bahwa terdapat kecenderungan individu dengan status kebersihan gigi dan mulut yang baik tidak memiliki karies gigi.

Mandi merupakan bagian dari perilaku higiene perorangan, yaitu kegiatan dan tindakan kesehatan dengan tujuan untuk memelihara kesehatan diri sendiri, serta mencegah timbulnya penyakit. Kebiasaan mandi dianjurkan dilakukan 2 kali dalam sehari. Tabel 9 menunjukkan bahwa terdapat 68.8% mahasiswa yang memiliki kebiasaan mandi 2 kali sehari dan 100.0% menggunakan sabun saat mandi. Wirawan et al. (2011) menyebutkan bahwa individu yang tidak mandi atau hanya mandi 1 kali setiap hari memiliki tingkat resiko 87.5% terhadap penyakit Herpes.

(35)

air limbah atau SPAL. Tabel 9 menjelaskan bahwa seluruh mahasiswa (100%) telah menggunakan jamban/WC/kamar mandi sendiri atau bersama untuk buang air dan 97.9% diantaranya telah melakukan praktik dalam menjaga kebersihan jamban/WC/kamar mandi. Riskesdas 2010 menyebutkan bahwa 73.5% rumah tangga di Jawa Barat menggunakan fasilitas tempat BAB sendiri, 7.8% bersama, 11.1% umum, dan 7.7% tidak menggunakan fasilitas tempat BAB. Persentase rumah tangga menurut akses terhadap pembuangan tinja layak sesuai MDGs di Jawa Barat adalah 54.3%. Secara nasional, akses rumah tangga terhadap pembuangan tinja yang layak sesuai kriteria MDGs adalah 55.5% dan terdapat 17.2% rumah tangga yang cara pembuangan tinjanya sembarangan (Kemenkes 2010b).

Nyamuk merupakan salah satu vektor penyakit yang sering terjadi di Indonesia. Pemberantasan nyamuk diperlukan untuk menghindari terjadinya berbagai macam penyakit dan dijadikan salah satu indikator kebersihan. Kebiasaan yang dianjurkan untuk menghindari berbagai penyakit yang disebabkan oleh nyamuk sering disebut sebagai 3 M, yaitu menguras bak mandi, menutup penampungan air, dan mengubur barang bekas. Sebaran mahasiswa berdasarkan kebiasaan menguras bak mandi dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Sebaran mahasiswa berdasarkan kebiasaan menguras bak mandi

Variabel n %

Kebiasaan menguras bak mandi per bulan

1 kali 9 18.8

2 kali 15 35.4

3 kali 4 8.3

4 kali 18 37.5

Total 48 100

Rata-rata menguras bak mandi perbulan 2.7 ± 1.2

Tabel 11 menunjukkan kebiasaan menguras bak mandi oleh mahasiswa. Sebagian besar mahasiswa menguras bak mandi sebanyak empat kali per bulan (37.5%) dengan rata-rata 2.7 ± 1.2 kali per bulan. Terdapat 12.5% mahasiswa yang mengubur barang bekas. Penelitian ini juga meneliti tentang kebiasaan pemberian obat pembasmi jentik nyamuk (abate) pada bak mandi, dan diketahui bahwa terdapat 4.2% mahasiswa yang melakukan kebiasaan tersebut.

Sampah merupakan sisa dari aktivitas individu yang sudah tidak digunakan kembali. Menurut Riskesdas 2010, pembuangan sampah yang baik apabila diambil petugas, dibuat kompos, dan dikubur dalam tanah, sedangkan bila dibakar, dibuang ke sungai atau sembarangan dikategorikan kurang baik (Kemenkes 2010b). Tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa termasuk ke dalam kategori baik dengan memiliki kebiasaan membuang sampah pada tempat sampah yang disediakan (97.9%).

(36)

kaya akan β-karoten dan bayam yang kaya akan asam folat (Mann & Truswell 2007).

Aktivitas fisik merupakan salah satu praktik PHBS yang dianjurkan untuk dilakukan. Hal ini karena aktivitas fisik dapat berpengaruh pada kebugaran fisik. Menurut Niarty (2014) dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara aktivitas fisik dengan tingkat kebugaran pada siswa SMAN 1 Sungai Apit, Riau, yaitu semakin tinggi tingkat aktivitas fisik, maka semakin baik tingkat kebugarannya. Penelitian pada pekerja garmen wanita menyebutkan bahwa individu yang tidak sering berolahraga lebih tinggi kejadian hipertensinya (Hanum 2014). Berdasarkan Tabel 9, menunjukkan bahwa hanya sebanyak 18.8% mahasiswa yang rutin berolahraga dan 4.2% yang setiap hari melakukan olahraga dengan rata-rata waktu olahraga 44.4 ± 32.1 menit. Olahraga atau aktifitas fisik yang dianjurkan dilakukan selama 30 menit setiap hari atau minimal 3-5 kali dalam seminggu (Permenkes 2014).

Praktik pelaksanaan PHBS oleh mahasiswa dinyatakan melalui skor untuk menentukan ketercapaian pelaksanaan indikator PHBS. Skor tersebut diperoleh dari penambahan nilai 1 untuk setiap praktik PHBS yang dilaksanakan oleh mahasiswa dan nilai 0 untuk praktik PHBS yang tidak dilaksanakan oleh mahasiswa. Nilai yang diperoleh tersebut dinyatakan dalam persentase yang dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Sebaran mahasiswa berdasarkan pelaksanaan PHBS

Variabel n %

Pelaksanaan PHBS

<60% 10 20.8

60–80% 33 68.8

>80% 5 10.4

Total 48 100

Menurut Khomsan et al. (2009), penilaian terhadap perilaku dapat dikategorikan baik apabila skor >80%, sedang apabila skor 60–80%, dan kurang apabila skor <60%. Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa telah melaksanakan praktik PHBS pada kategori sedang sebanyak 68.8%. Lestari (2013) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa sebagian besar remaja putri SMPN 27 Kelurahan Sumur Batu Bantar Gebang Bekasi (81.1%) memiliki kategori baik dalam mempraktikkan PHBS dalam kehidupan sehari-hari.

Pola Konsumsi

(37)

Frekuensi Makan Utama

Frekuensi makan perhari merupakan salah satu aspek dari kebiasaan makan. Frekuensi makan dapat dijadikan praduga tingkat kecukupan gizi, dimana semakin besar frekuensi makan maka peluang terpenuhinya kecukupan gizi semakin besar. Tabel 13 akan menjelaskan sebaran mahasiswa berdasarkan frekuensi makan utama.

Tabel 13 Sebaran mahasiswa berdasarkan frekuensi makan utama

Variabel n %

Frekuensi makan

1 1 2.1

2 17 35.4

3 28 58.3

4 2 4.2

Total 48 100

Rata-rata frekuensi makan 2.7 ± 0.6

Berdasarkan Tabel 13, diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa memiliki kebiasaan makan utama sebanyak 3 kali sehari (58.3%). Sedangkan terdapat 2.1% mahasiswa memiliki kebiasaan makan 1 kali sehari dan 4.2% mahasiswa memiliki kebiasaan makan 4 kali sehari. Frekuensi makan memberikan kesempatan bagi individu untuk mendapatkan asupan dari makanannya. Hal ini berbeda dengan pernyataan Kusnan (2006) dalam penelitiannya pada siswa Pusdikzi Kodiklat TNI AD pada saat puasa yang menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan antara frekuensi makan per hari dengan status gizi berdasarkan IMT. Khomsan et al. (2006) menyatakan bahwa sebagian besar rumah tangga di Bogor memiliki frekuensi makan sebanyak 1-2 kali per hari (60.0%).

Kebiasaan Sarapan

Sarapan merupakan kebiasaan makan yang sangat dianjurkan untuk dilakukan oleh semua umur. Tabel 14 menunjukkan sebaran mahasiswa berdasarkan kebiasaan makan, waktu sarapan, dan jenis makanan yang biasa dikonsumsi saat sarapan.

Tabel 14 Sebaran mahasiswa berdasarkan kebiasaan makan, waktu sarapan, dan jenis makanan

Variabel n %

Kebiasaan sarapan

Ya 38 79.2

Tidak 10 20.8

Total 48 100

Waktu sarapan

<06.00 1 2.6

06.00–09.00 35 92.1

>09.00 2 5.3

(38)

Tabel 14 Sebaran mahasiswa berdasarkan kebiasaan makan, waktu sarapan, dan

Jajanan: risol/donat/gorengan 36 75.0

Mie instan 17 35.4

Tabel 14 menjelaskan bahwa sebanyak 79.2% mahasiswa memiliki kebiasaan sarapan dan 92.1% diantaranya melakukan sarapan pada 06.00–09.00. Niswah et al. (2014) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa remaja SMP tidak sarapan disebabkan oleh tidak nafsu makan (30.0%) dan tidak sempat (26.6%). Sarapan yang baik adalah bila selalu dilakukan pada waktu pagi hari setelah bangun tidur hingga pukul 9 pagi (Hardinsyah & Aries 2012). Kebiasaan sarapan pada individu dapat berpengaruh pada kadar hemoglobin. Penelitian Dewi dan Mulyati (2014) pada remaja putri di SMP Negeri 13 Semarang menunjukkan bahwa remaja yang tidak memiliki kebiasaan sarapan berisiko 6 kali memiliki kadar hemoglobin yang rendah dibandingkan dengan remaja yang memiliki kebiasaan sarapan.

Jenis makanan pada sarapan dapat dipilih dan disusun sesuai dengan keadaan dan lebih baik jika terdiri dari makanan lengkap. Tabel 14 menjelaskan tentang jenis makanan yang biasa dikonsumsi oleh mahasiswa saat sarapan. Sebanyak 75.0% mahasiswa biasa mengonsumsi jajanan, seperti risol, donat, atau gorengan, sedangkan untuk komposisi makanan lengkap (sumber zat tenaga, sumber zat pembangun, dan sumber zat pengatur) terdapat 56.3% dan 16.7% untuk mahasiswa yang juga mengonsumsi buah. Penelitian Hardinsyah dan Aries (2012) yang menyebutkan bahwa roti, donat, dan turunannya paling jarang dikonsumsi saat sarapan (2.53%). Target asupan gizi harian yang ideal adalah memenuhi 100% AKG, maka sarapan yang dianjurkan adalah mengandung 15-30% zat gizi. Berdasarkan penelitian Hardinsyah dan Aries (2012) menunjukkan bahwa sebagian besar anak usia 6-12 tahun di Indonesia hanya memenuhi 5-15% tingkat kecukupan energi melalui sarapan.

Kebiasaan Konsumsi Air Putih

(39)

menggunakan dasar AKG 2013 untuk menentukan tingkat kecukupan air, dimana angka kecukupan air pada mahasiswa dibedakan menurut usia dan jenis kelamin. Tabel AKG 2013 menunjukkan bahwa nilai kecukupan air untuk laki-laki usia 19–29 tahun adalah 2500 mL per hari, sedangkan untuk perempuan usia 19–29 tahun adalah 2300 mL per hari. Sebaran mahasiswa berdasarkan kebiasaan konsumsi air dan tingkat kecukupan air per hari dijelaskan pada Tabel 15.

Tabel 15 Sebaran mahasiswa laki-laki dan perempuan berdasarkan kebiasaan konsumsi air putih dan tingkat kecukupan air per hari

Variabel n %

Rata-rata jumlah konsumsi air putih 1474.6 ± 667.7 Tingkat kecukupan air

Total mahasiswa laki-laki 8 100

Rata-rata jumlah konsumsi air pada

(40)

konsumsi air putih pada mahasiswa laki-laki adalah 1879.3 ± 563.4 mL dengan rata-rata tingkat kecukupan konsumsi air 90 ± 22.5.

Tingkat konsumsi air putih pada mahasiswa perempuan terlihat lebih rendah daripada tingkat konsumsi air putih pada mahasiswa perempuan. Tabel 15 menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa perempuan memiliki tingkat konsumsi air putih 30–59% (55.0%) dan disusul dengan sebanyak 30.0% mahasiswa perempuan memiliki tingkat kecukupan air 60–89%. Tidak terdapat mahasiswa perempuan yang memiliki tingkat kecukupan air 90–100% dan masih terdapat mahasiswa perempuan yang memiliki tingkat kecukupan air <30% (7.5%). Rata-rata jumlah konsumsi air putih pada mahasiswa perempuan adalah 1393.7 ± 663.4 mL dengan rata-rata tingkat kecukupan konsumsi air 60 ± 28.8.

Menurut hasil penelitian Riskesdas (2010b) diketahui bahwa salah satu masalah dalam konsumsi pangan masyarakat yang belum sesuai dengan pesan gizi seimbang adalah asupan air pada remaja yang masih rendah. Robinson (2007) menyebutkan bahwa kekurangan air dalam tubuh akan menyebabkan defisiensi yang dapat mengganggu sistem osmotik cairan pada tubuh.

Penelitian Prayitno (2012) tentang konsumsi cairan pada remaja obesitas dan non obesitas berusia 13-14 tahun, menyebutkan bahwa kontribusi terbesar konsumsi cairan pada remaja adalah air putih. Konsumsi air putih menyumbang sebesar 50.8% dari total konsumsi cairan pada obesitas, sedangkan pada non obesitas menyumbang sebesar 47.5%. Nilai minimum, maksimum, dan rata-rata konsumsi air putih pada remaja obesitas masing-masing adalah 240 mL, 1693.3 mL, dan 994.9 ± 383.67 mL, sedangkan untuk remaja non obesitas adalah 460 mL, 1973.3 mL, dan 962.8 ± 387.58 mL.

Menurut AKG 2013 menyebutkan bahwa nilai angka kecukupan air untuk laki-laki dan perempuan usial 13-15 tahun adalah 2000 mL per hari. Jika dihitung tingkat kecukupan air berdasarkan AKG dari rata-rata konsumsi air putih, maka tingkat kecukupan air untuk remaja obesitas dan non obesitas adalah 49.8% dan 48.2%. Apabila dibandingkan tingkat kecukupan air berdasarkan konsumsi air putih, konsumsi air putih mahasiswa lebih tinggi daripada remaja pada penelitian Prayitno (2012).

Kebiasaan Konsumsi Jajanan

(41)

Tabel 16 Sebaran mahasiswa berdasarkan kebiasaan konsumsi jajanan

Variabel n %

Kebiasaan konsumsi jajanan

Ciki-cikian 22 45.8

Roti 41 85.4

Donat 35 72.9

Bakso 31 64.6

Cilok 10 20.8

Sosis 18 37.5

Nuget 18 37.5

Cimol 9 18.8

Agar-agar 27 56.3

Wafer 22 45.8

Siomay 23 47.9

Batagor 24 50.0

Mie ayam 25 54.2

Gorengan 38 79.2

Ketoprak 20 41.7

Gado-gado 17 35.4

Es krim 34 70.8

Lainnya 2 4.2

Berdasarkan Tabel 16 diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa memiliki kebiasaan mengonsumsi jajanan, terutama roti (85.4%). Semakin terbiasa mengonsumsi jajanan membuat individu memiliki risiko terjadinya status gizi lebih sebesar 7 kali (Mariza & Kusumastuti 2013). Syafitri et al. (2009) mengatakan bahwa alokasi uang saku untuk membeli jajanan merupakan faktor yang mempengaruhi kebiasaan jajan. Semakin tinggi alokasi uang saku untuk membeli jajanan maka jumlah jenis jajanan yang dibeli akan semakin banyak. Martiani (2000) menyebutkan bahwa alasan terbanyak mahasiswa memilih untuk jajan karena sibuk (aktivitas tinggi) (48.3%), praktis (33.3%), dan tidak bisa memasak (15.0%).

Susunan Makanan

(42)

Tabel 17 Sebaran mahasiswa berdasarkan susunan makanan

Variabel n %

Susunan menu makan

Sumber karbohidrat saja 8 16.7

Sumber karbohidrat – sumber protein 26 54.2 Sumber karbohidrat – sumber protein – sumber lemak 33 68.8 Sumber karbohidrat – sumber protein – sumber lemak –

sumber vitamin dan mineral

35 72.9

Tabel 17 menjelaskan tentang susunan makanan yang biasa dikonsumsi oleh mahasiswa. Sebagian besar mahasiswa mengonsumsi makan lengkap dengan komposisi makanan sumber karbohidrat, sumber protein, sumber lemak, dan sumber vitamin dan mineral (72.9%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa mampu memenuhi keberagaman kelompok pangan. Penelitian Subarna (2012) pada mahasiswa penerima Beasiswa Etos di Bogor, Depok, dan Bandung menyatakan bahwa sebagian mahasiswa memiliki susunan makanan nasi, lauk hewani, lauk nabati, dan sayur pada makan siang (40%), sedangkan untuk makan malam adalah nasi, lauk nabati, dan sayur (24%).

Konsumsi Pangan

Kecukupan energi dan zat gizi yang dianjurkan adalah banyaknya masing-masing zat gizi yang harus dipenuhi dari makanan. Perbedaan kecukupan gizi individu berdasarkan berat badan aktual, jenis kelamin, dan kelompok usia (Permenkes RI No.75 Tahun 2013). Angka kecukupan gizi tersebut kemudian digunakan untuk menilai tingkat kecukupan energi dan zat gizi mahasiswa. Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18 Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein

Variabel n %

Tingkat kecukupan energi

Defisit berat (<70% kecukupan) 29 60.4 Defisit sedang (70-79% kecukupan) 11 22.9 Defisit ringan (80-89% kecukupan) 5 10.4

Normal (90-119% kecukupan) 2 4.2

Berlebih (120% kecukupan) 1 2.1

Total 48 100

Rata-rata %TKE 64.4 ± 19.1

Rata-rata konsumsi energi 1424.2 ± 394.4 Tingkat kecukupan protein

Defisit berat (<70% kecukupan) 13 27.1 Defisit sedang (70-79% kecukupan) 9 18.8 Defisit ringan (80-89% kecukupan) 7 14.5

Normal (90-119% kecukupan) 9 18.8

Berlebih (120% kecukupan) 10 20.8

Total 48 100

Rata-rata %TKP 89.9 ± 33.1

(43)

Tabel 18 menyebutkan bahwa sebagian besar mahasiswa (60.4%) memiliki tingkat kecukupan energi defisit berat dan hanya terdapat 4.2% mahasiswa yang memiliki tingkat kecukupan energi normal. Rata-rata persentase TKE juga tergolong rendah, yaitu 64.4 ± 19.1 dengan rata-rata konsumsi energi 1424.2 ± 394.4. Hal ini sejalan dengan penelitian Subarna (2012) yang menyebutkan bahwa sebagian besar contoh yang merupakan mahasiswa di Bogor (41%), Depok (39%), dan Bandung (43%) memiliki tingkat defisit berat dan memiliki persentase tingkat kecukupan energi kategori normal yang lebih rendah. Tingkat kecukupan protein pada Tabel 18 diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa memiliki tingkat kecukupan protein defisit berat (27.1%), disusul dengan berlebih (20.8%), dan normal (18.8%). Subarna (2012) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa 51% mahasiswa di Bogor memiliki tingkat kecukupan protein defisit berat, 19% termasuk ke dalam normal, dan 5% berlebih. Data Riskesdas 2010 menyebutkan bahwa masalah kekurangan konsumsi energi dan protein terjadi pada semua kelompok umur (Kemenkes 2010b).

Status Gizi

Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengn cara mengumpulakn data penting, baik yang bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia. Salah satu cara yang digunakan untuk mengetahui status gizi individu adalah dengan melakukan pemeriksaan antropometris (Arisman 2009). Tabel 19 akan menjelaskan sebaran mahasiswa berdasarkan status gizi menurut IMT.

Tabel 19 Sebaran mahasiswa berdasarkan status gizi menurut IMT

Variabel n %

Status gizi

Kurus (17.0<IMT<18,5) 3 6.3 Normal (18.5<IMT<25.0) 41 85.4 Gemuk (25.0<IMT<27.0) 4 8.3

Total 48 100

Rata-rata IMT 21.6 ± 2.6

(44)

Prestasi

Prestasi merupakan hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan. Prestasi akademis merupakan hasil pelajaran yang diperoleh dari kegiatan belajar di sekolah atau perguruan tinggi yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian (Depdiknas 2008). Prestasi akademik pada mahasiswa dinyatakan dalam Indeks Prestasi (IP) dan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK). Sebaran mahasiswa berdasarkan prestasi akademik dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20 Sebaran mahasiswa berdasarkan prestasi akademik

Variabel n %

Prestasi akademik (IPK)

<2.00 1 2.1

2.00–2.49 1 2.1

2.50–2.99 9 18.7

3.00–3.50 22 45.8

>3.50 15 31.3

Total 48 100

Rata-rata IPK 3.26 ± 0.41

Berdasarkan Tabel 20 diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa memiliki IPK pada rentang 3.00–3.50 (45.8%). Sebanyak 31.3% mahasiswa memiliki IPK di atas 3.50 dengan rata-rata IPK 3.26 ± 0.41. Prestasi non akademik merupakan keterampilan yang menunjang keberhasilan individu. Prestasi non akademik dapat berupa kemampuan menulis, mengarang, melukis, menyanyi, prakarya, dan sebagainya. Sebaran mahasiswa berdasarkan prestasi non akademik dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21 Sebaran mahasiswa berdasarkan prestasi non akademik

Variabel n %

Keikutsertaan kompetisi

0 memenangkan kompetisi 28 58.3

1–2 memenangkan kompetisi 13 27.1 >3 memenangkan kompetisi 7 14.6

Total 48 100

Prestasi non akademik mahasiswa dapat ditunjukkan melalui kejuaran kompetisi yang diikuti. Tabel 21 menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa tidak mengikuti atau tidak memenangkan kompetisi (58.3%), sedangkan sebanyak 41.7% mahasiswa memenangkan kompetisi.

(45)

Tabel 22 Sebaran mahasiswa berdasarkan keaktifan organisasi

Variabel n %

Keanggotaan organisasi

0 7 14.6

1–2 organisasi 28 58.3

>3 organisasi 13 27.1

Total 48 100

Rata-rata keanggotaan organisasi 1.7 ± 1.2 Jenis organisasi

Kemahasiswaan kampus 34 70.8

Ekstra kampus 25 52.1

Tabel 22 menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa aktif dalam mengikuti organisasi (85.4%), dengan 58.3% dari total mahasiswa aktif mengikuti sebanyak 1–2 organisasi dan 27.1% mengikuti lebih dari 3 organisasi. Jenis organisasi yang diikuti oleh mahasiswa dibagi ke dalam organisasi tingkat kemahasiswaan kampus dan organisasi tingkat ekstra kampus. Sebanyak 70.8% mahasiswa mengikuti organisasi kemahasiswaan kampus dan 52.1% mahasiswa mengikuti organisasi ekstra kampus.

Hubungan Tingkat Ekonomi Dengan Pola Konsumsi

Tingkat ekonomi yang digunakan dalam analisis hubungan dengan pola konsumsi adalah pengeluaran pangan dari uang saku mahasiswa. Hasil uji analisis korelasi antara tingkat ekonomi dengan pola konsumsi dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23 Hasil uji analisis korelasi antara tingkat ekonomi dengan pola konsumsi Variabel yang diteliti Pengeluaran pangan

Sig. r

Frekuensi makan 0.897 0.019

Frekuensi konsumsi serealia dan umbi 0.491 0.102 Frekuensi konsumsi makanan sumber protein hewani 0.620 0.073 Frekuensi konsumsi sayur dan buah 0.967 -0.006 Frekuensi konsumsi kacang-kacangan 0.062 0.271

Frekuensi konsumsi jajanan 0.619 0.074

Konsumsi air 0.266 0.164

Kebiasaan sarapan 0.940 0.011

Tingkat kecukupan energi 0.566 -0.085

Tingkat kecukupan protein 0.301 0.152

(46)

kebiasaan makan pada mahasiswa penerima Beasiswa Etos. Saufika et al. (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa faktor internal dan eksternal yang memiliki hubungan dengan frekuensi makan tiga kali sehari pada mahasiswa adalah jenis kelamin, usia ayah, kelompok acuan teman, dan kelompok acuan keluarga, yang semua faktor tersebut nyata pada p<0.1, sedangkan untuk kebiasaan sarapan, faktor yang memiliki hubungan adalah kelompok acuan teman (nyata pada p<0.1). Uang saku juga tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kebiasaan makan jajanan, akan tetapi jenis kelamin dan kelompok acuan keluarga yang mempengaruhi kebiasaan makan jajanan.

Hasil analisis korelasi Pearson juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengeluaran pangan dengan tingkat kecukupan energi dan protein (p>0.05). Hal ini sejalan dengan penelitian Subarna (2012) yang menyatakan bahwa tidak terdapat keterikatan antara pengeluaran pangan dengan tingkat kecukupan energi dan protein. Hal ini juga didukung berdasarkan penelitian Paramita (2002) yang dilakukan pada peragawati menyebutkan bahwa hanya faktor kebiasaan makan yang paling berpengaruh terhadap konsumsi energi.

Hubungan Tingkat Ekonomi Dengan PHBS

(47)

Hubungan Pola Konsumsi Dengan Status Gizi

Status gizi yang digunakan dalam analisis adalah skor IMT yang diperoleh dari perbandingan berat badan dengan kuadrat tinggi badan dalam satuan meter. Hasil uji analisis korelasi antara pola konsumsi dengan status gizi dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24 Hasil uji analisis korelasi antara pola konsumsi dengan status gizi Variabel yang diteliti Status gizi

Sig. r

Frekuensi makan 0.470 -0.107

Frekuensi konsumsi serealia dan umbi 0.946 -0.010 Frekuensi konsumsi makanan sumber protein hewani 0.148 -0.212 Frekuensi konsumsi sayur dan buah 0.779 0.042 Frekuensi konsumsi kacang-kacangan 0.917 -0.015

Frekuensi konsumsi jajanan 0.705 -0.056

Konsumsi air 0.300 -0.153

Kebiasaan sarapan 0.671 0.063

Tingkat kecukupan energi 0.004 -0.412*

Tingkat kecukupan protein 0.004 -0.410*

*Berhubungan signifikan pada p<0.05

Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan frekuensi makan, frekuensi konsumsi serealia dan umbi, makanan sumber protein hewani, sayur dan buah, kacang-kacangan, jajanan, dan konsumsi air. Berdasarkan hasil analisis korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa kebiasaan sarapan mahasiswa juga tidak berhubungan dengan status gizi (p>0.05), sedangkan tingkat kecukupan energi dan protein memiliki hubungan yang terbalik terhadap status gizi.

Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Subarna (2012) yang menyebutkan kebiasaan makan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan status gizi. Namun, menurut Humayrah (2009) dalam penelitiannya menyatakan terdapat hubungan nyata antara kebiasaan konsumsi sayur dan buah dengan kejadian kegemukan pada orang dewasa di DKI Jakarta. Diagram UNICEF dalam Bappenas (2011) menyebutkan bahwa faktor yang secara langsung mempengaruhi status gizi individu adalah konsumsi pangan dan status kesehatan.

(48)

Hubungan Pola Konsumsi Dengan Prestasi

Data prestasi yang digunakan pada analisis adalah data IPK mahasiswa. Hasil uji analisis hubungan antara pola konsumsi dengan prestasi dapat dilihat pada Tabel 25.

Tabel 25 Hasil uji analisis korelasi antara pola konsumsi dengan prestasi Variabel yang diteliti Prestasi

Sig. r

Frekuensi makan 0.701 0.057

Frekuensi konsumsi serealia dan umbi 0.277 0.160 Frekuensi konsumsi makanan sumber protein hewani 0.638 -0.070 Frekuensi konsumsi sayur dan buah 0.176 0.199 Frekuensi konsumsi kacang-kacangan 0.801 -0.037

Frekuensi konsumsi jajanan 0.141 0.216

Konsumsi air 0.424 0.118

Kebiasaan sarapan 0.004 0.411*

Tingkat kecukupan energi 0.734 0.050

Tingkat kecukupan protein 0.540 0.091

*Berhubungan signifikan pada p<0.05

Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara prestasi dengan frekuensi makan, frekuensi konsumsi serealia dan umbi, makanan sumber protein hewani, sayur dan buah, kacang-kacangan, jajanan, dan air, serta tingkat kecukupan energi dan protein (p>0.05). Menurut hasil analisis korelasi Rank Spearman, prestasi memiliki hubungan yang signifikan dengan kebiasaan sarapan (p<0.05). Hal ini sesuai dengan Simarmata (2014) yang menyebutkan bahwa kebiasaan sarapan memiliki hubungan yang signifikan dengan prestasi siswa SMAN 1 Pangururan Kabupaten Samosir.

Hubungan Status Gizi Dengan Prestasi

(49)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Contoh mahasiswa pada penelitian ini berjumlah 48 orang dengan 16.7% laki-laki dan 83.3% perempuan dengan rentang usia 19–21 tahun dengan rata-rata usia 19.7 ± 0.5. Mahasiswa pada penelitian ini berasal dari seluruh penjuru Indonesia dengan jumlah suku bangsa terbanyak adalah Suku Sunda (45.8%) dan Suku Jawa (33.3%). Sebagian kecil mahasiswa pada penelitian ini juga bekerja (6.2%). Rentang usia ayah dan ibu berada pada 40–59 tahun (86.7% dan 85.1%). Sebagian besar pendidikan ayah adalah perguruan tinggi (44.5%), sedangkan ibu adalah SMA (40.4%) dengan pekerjaan ayah sebagai PNS/ABRI (31.1%) dan ibu tidak bekerja (63.8%). Sebagian besar keluarga memiliki pendapatan per kapita per bulan >Rp573 526.80 (68.7%) yang menunjukkan bahwa berada di atas standar garis kemiskinan dengan besar keluarga sedang (5–6 orang) (52.0%). Sebagian besar mahasiswa memiliki uang saku ≥Rp1 000 000 (54.2%) dengan rentang uang saku Rp500 000–Rp3 900 000. Rata-rata persentase pengeluaran pangan dan non pangan mahasiswa masing-masing 50.3% dan 49.7%. Sebagian besar mahasiswa (68.8%) telah mampu menjalankan PHBS dengan persentase sebesar 60–80% dari praktik PHBS yang ditentukan.

Sebagian besar mahasiswa memiliki kebiasaan makan 3 kali sehari (58.3%), dan kebiasaan sarapan (79.2%) dengan waktu sarapan 06.00–09.00 (92.1). Jenis makanan yang biasa dikonsumsi saat sarapan berupa jajanan, seperti risol, donat, atau gorengan. Sebagian besar mahasiswa memiliki kebiasaan mengonsumsi air yang kurang (<2000 mL) (75.0%) dengan sebagian besar mahasiswa laki-laki dapat memenuhi kecukupan air 60–89% (50.0%) dan 55.0% mahasiswa perempuan hanya dapat memenuhi kecukupan air 30–59% melalui air. Rata-rata jumlah konsumsi air pada mahasiswa laki-laki 1879.3 mL ± 563.4 dengan rata-rata tingkat kecukupan konsumsi air 90% ± 22.5, sedangkan untuk mahasiswa perempuan 1393.7 mL ± 663.4 dan 60% ± 28.8. Sebagian besar mahasiswa (85.4%) memilih roti sebagai jajanan sehari-hari. Sebanyak 72.9% mahasiswa telah menerapkan susunan makanan yang lengkap. Melalui konsumsi pangan, diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa memiliki tingkat kecukupan energi dan protein dengan kategori defisit berat (60.4% dan 27.1%). Menurut pengategorian tingkat prestasi berdasarkan IPK diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa memiliki IPK antara 3.00–3.50 (45.8%), 41.7% pernah memenangkan kompetisi, dan 85.4% aktif berorganisasi.

Gambar

Gambar 1  Kerangka pemikiran penelitian
Tabel 1  Jenis dan cara pengumpulan data
Tabel 1  Jenis dan cara pengumpulan data (lanjutan)
Tabel 2  Pengelompokan variabel penelitian (lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

GambaranAsupanMakandengan Kadar GlukosaDarah… 1 GAMBARAN ASUPAN MAKAN PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN RAWAT JALAN DI..

Salah satu faktor peningkatan hasil belajar dapat digunakan model pembelajaran PBL (Problem Basis Learning), model PBL ini dapat meningkatkan hasil belajar karena siswa

Maraknya tulisan kaligrafi tidak lepas dari profesi gunawan yang mempunyai keahlian untuk melukis kaligrafi // Pilihan untuk menekuni profesi ini / dilatar belakangi dari niat

22 Tabel 4.2 Jenis Perusahaan dan Usia yang disyaratkan dalam iklan Lowongan Pekerjaan Profesi Manajer Sumber Daya Manusia melalui Media Koran ... 24 Tabel 4.3 Jenis Perusahaan

Flame Assisted Spray Pyrolysis adalah salah satu metode yang tidak memerlukan biaya mahal, efektif digunakan untuk produksi dalam jumlah yang banyak, produk

Tujuan utama pembangunan ekonomi adalah untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Tingkat pengangguran yang tinggi menunjukkan belum tercapainya tujuan pembangunan

Penerapan rias fantasi dalam pembelajaran seni tari tentunya memiliki tujuan yaitu untuk meningkatkan kreativitas siswa kelas IX di SMP Negeri 15 Bandung.. manfaatnya yaitu

Hasil uji lipase (Gambar 7) menunjukkan bahwa ketiga isolat khamir adalah negatif yang ditandai dengan tidak adanya zona bening yang terdapat disekitar koloni khamir.. Hal