PENGUKURAN KEMIRIPAN KONTUR DAUN TUMBUHAN
OBAT MENGGUNAKAN
POLYGONAL APPROXIMATION
DAN
FUZZY HISTOGRAM
ZAKHI FIRMANSYAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengukuran Kemiripan Kontur Daun Tumbuhan Obat menggunakan Polygonal Approximation dan Fuzzy Histogram adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016 Zakhi Firmansyah NIM G651130381
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus
RINGKASAN
ZAKHI FIRMANSYAH. Pengukuran Kemiripan Kontur Daun Tumbuhan Obat menggunakan Polygonal Approximation dan Fuzzy Histogram. Dibimbing oleh YENI HERDIYENI dan BIB PARUHUM SILALAHI.
Penelitian ini mengusulkan model baru yang dapat membedakan kontur daun tanaman obat secara otomatis dengan menggunakan polygonal approximation dan fuzzy histogram. Metode yang dilakukan meliputi pengumpulan data citra daun tumbuhan obat, praproses citra, deteksi kontur dengan polygonal approximation, ekstraksi fitur jarak dengan fuzzy histogram, klasifikasi dengan Probabilistic Neural Network, analisis dan evaluasi hasil identifikasi.
Polygonal approximation digunakan untuk mendeteksi kontur daun sehingga didapat titik utama atau key point yang dapat merepresentasikan objek. Titik utama digunakan untuk menghitung jarak ke titik pusat. Fuzzy histogram digunakan untuk merepresentasikan perubahan jarak akibat adanya variasi kontur daun. Bentuk kontur daun yang digunakan dalam penelitian ini adalah lanceolate, ovate, obovate, reniform, cordate, and deltoid. Penelitian ini menggunakan 180 citra daun. Setiap kelas terdiri dari 30 citra. Probabilistic Neural Network (PNN) digunakan untuk mengklasifikasikan bentuk kontur daun. Hasil percobaan menunjukkan akurasi rata-rata mencapai 70.55%. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, sistem tidak sensitif terhadap perubahan skala daun.
SUMMARY
ZAKHI FIRMANSYAH. Similarity Measurement Leaf Contour of Medicine Plant Using Polygonal Approximation and Fuzzy Histogram. Supervised by YENI HERDIYENI and BIB PARUHUM SILALAHI.
This research proposes a new model that can distinguish the leaf contour of medicinal plants automatically by using polygonal approximation and fuzzy histogram. The methodology used are collect the leaf image, image preprocessing, contour detection using polygonal approximation, feature extraction using fuzzy histogram, Probabilistic Neural Network classification, analysis and evaluation results of identification.
Polygonal approximation is used to detect the contour of leaf shapes to obtain the key point which can representated the object. Fuzzy histogram used to representated distance changed cause leaf countur variation. Leaf contour shapes that used in this study are lanceolate, ovate, obovate, reniform, cordate, and deltoid. We used 180 leaf images. Each class consists of 30 images. Probabilistic Neural Network (PNN) is used to classify leaf contour shape. The experimental results show that the average accuracy achieves 70,55%. Based on experiment that system robust to scale variant of leaf.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Komputer
pada
Program Studi Ilmu Komputer
PENGUKURAN KEMIRIPAN KONTUR DAUN TUMBUHAN
OBAT MENGGUNAKAN
POLYGONAL APPROXIMATION
DAN
FUZZY HISTOGRAM
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis berjudul Pengukuran Kemiripan Kontur Daun Tumbuhan Obat menggunakan Polygonal Approximation dan Fuzzy Histogram berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Yeni Herdiyeni, SSi MKom dan Bapak Dr Ir Bib Paruhum Silalahi, MKom atas ilmu, saran dan bimbingannya serta Ibu Dr Imas Sukaesih Sitanggang, SSi MKom sebagai penguji tugas akhir.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ayah Sapto Raharjo, Ibu Sumaryati, dan Ibu Solihah atas doanya. Terima kasih penulis ucapkan kepada Istri tercinta Opi Maulani, anakku tersayang Azzahra Zaskiani Khairunnisa dan Nabila Nisa Azkiani yang telah menjadi sumber kekuatan, motivasi dan doa. Terima kasih kepada Mas Eko, Mba Ety, Yoyo, Putri dan Febrina. Ucapan terima kasih juga untuk teman-teman satu bimbingan lab CI (Wisard, Mely, Fuzy, Rake, Fandy, Dicky dan Ocid) atas sharing dan telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir.
Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh dosen Ilmu Komputer atas ilmu dan bimbingannya semoga menjadi ilmu yang berkah. Penulis ucapkan juga terima kasih kepada teman-teman komputer angkatan 2013, Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas bantuan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPP-DN) untuk penyelesain penelitian.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR ISI
Ruang Lingkup Penelitian 2
2 TINJAUAN PUSTAKA 3
3 METODOLOGI PENELITIAN 13
Data Penelitian 13
Praproses Citra 14
Deteksi Kontur dengan Polygonal Approximation 14
Ekstraksi Fitur Jarak dengan Fuzzy Histogram 15
Klasifikasi dengan Probabilistic Neural Network 15
Analisis 16
Evaluasi Hasil 16
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 17
Hasil Praproses Citra 17
Hasil Deteksi Tepi 17
Hasil Ekstraksi Fitur Jarak 20
Analisis Ekstraksi Fitur Jarak 22
Perubahan Ukuran Daun terhadap Fuzzy Histogram 23
Klasifikasi dan Model PNN 23
Hasil Klasifikasi 24
Simpulan 26
Saran 26
DAFTAR PUSTAKA 27
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
1 Confusion matrix 12
2 Spesies tumbuhan obat yang digunakan pada penelitian 14
3 Pembagian Data 15
4 Hasil akurasi setiap fold 16
5 Hasil deteksi tepi 17
6 Hasil representasi fitur jarak 21
7 Hasil akurasi setiap fold 24
8 Hasil confusion matrix identifikasi bentuk daun 24
9 Akurasi identifikasi tiap bentuk daun 24
DAFTAR GAMBAR
1 Bentuk-bentuk daun menurut Harlow dan Harrar (1969) 3
2 Bentuk lanceolate 4
12 Ilustrasi pada Polygonal Approximation 9
13 Ilustrasi K-fold Cross Validation 9
14 Ilustrasi perbedaan fitur jarak pada satu spesies 10
15 Struktur PNN 11
16 Metode Penelitian 13
17 Ilustrasi pendeteksian kontur 14
18 (a) Citra berwarna, (b) Citra grayscale, dan (c) Citra biner 17
25 (a) Citra dengan titik pusat (b) Citra dengan fitur jarak antara
titik pusat dan key point, dan (c) Grafik distribusi fitur jarak 20 26 (a) Cordate A (b) Cordate B (c) grafik fuzzy histogram
cordate A dan cordate B 23
27 Kesalahan klasifikasi (a) Obovate diidentifikasi sebagai ovate
28 Kesalahan klasifikasi (a) Deltoid diidentifikasi sebagai cordate
(b) Grafik deltoid dan cordate 25
DAFTAR LAMPIRAN
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati. Laboratorium Konservasi Tumbuhan, Fakultas Kehutanan IPB telah mencatat hingga tahun 2001 tidak kurang dari 2039 spesies tumbuhan obat berasal dari hutan Indonesia (Zuhud 2009). Dengan beragamnya jenis tumbuhan obat membuat identifikasi menjadi sulit sehingga kemampuan untuk mengidentifikasi tumbuhan obat dengan tepat menjadi kebutuhan penting bagi pakar maupun orang-orang yang berkecimpung dalam dunia tumbuhan obat.
Bentuk daun merupakan salah satu fitur terpenting untuk mendeskripsikan tumbuhan. Manusia dapat dengan mudah mengidentifikasi berbagai jenis daun dan mengklasifikasikannya ke dalam spesies yang berbeda berdasarkan informasi yang ada pada daun tersebut. Berdasarkan bentuknya, daun dikelompokkan menjadi 16 kelas (Harlow dan Harrar 1969). Setiap kelas bentuk daun memiliki karakteristik yang khas. Untuk merepresentasikan bentuk suatu objek, terdapat dua teknik pendekatan yaitu berbasis kontur (contour-based) dan berbasis wilayah (
region-based). Pendekatan berbasis kontur hanya memanfaatkan informasi yang terdapat
pada kontur tepi atau boundary, sedangkan pendekatan berbasis wilayah melibatkan seluruh bagian dari suatu objek yaitu informasi boundary dan piksel didalamnya (Zhang dan Lu 2004)
Representasi bentuk daun berbasis kontur merupakan pendekatan yang sering digunakan pada berbagai kasus identifikasi daun. Ta-Te et al. (2002) melakukan ekstraksi fitur bentuk daun kubis berbasis kontur di daratan Cina menggunakan Bezier curve descriptors. Neto et al. (2006) melakukan identifikasi bentuk kontur daun kedelai, bunga matahari dan genjer menggunakan eliptic fourier
descriptors sebagai ekstraksi fitur, percobaan dilakukan selama 3 minggu pertama
setelah pengecambahan dengan akurasi sebesar 88,4 %. Prasad et al. (2012) menggunakan polygonal approximation sebagai key point untuk merepresentasikan kontur dari kurva digital, penelitian tersebut menghasilkan kurva yang lebih ringkas dibandingkan dengan kurva aslinya. Gwo et al. (2013) menggunakan key point di sepanjang boundary daun, centroid dan fuzzy histogram digunakan untuk merepresentasikan bentuk daun, penelitian tersebut menghasilkan kinerja klasifikasi yang lebih baik dibandingkan dengan metode zernike moments dan
curvature scale space.
Berdasarkan studi literatur di atas maka penelitian ini mengusulkan suatu model baru untuk mengidentifikasi kontur daun tumbuhan obat dengan menggunakan polygonal approximation dan fuzzy histogram.
Perumusan Masalah
Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini yaitu bagaimana mengidentifikasi kontur daun menggunakan metode polygonal approximation dan
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi kontur daun tumbuhan obat dengan menggunakan polygonal approximation dan fuzzy histogram.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan membantu pengguna dalam identifikasi tumbuhan obat.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi :
1. Data penelitian adalah daun tumbuhan obat yang berada di kebun Biofarmaka IPB dan di rumah kaca Konservasi Ex-Situ Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia, Fakultas Kehutanan IPB.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Bentuk Daun
Tumbuhan memiliki beberapa kemiripan dan perbedaan antara satu dengan yang lainnya dalam hal sifat dan bentuk. Pada dasarnya tumbuhan dapat diidentifikasi menurut ciri morfologinya seperti buah dan bunganya. Beberapa morfologi yang mencirikan suatu tumbuhan satu dengan yang lainnya terkadang hanya dapat diketahui oleh seorang pakar saja, seperti: struktur reproduksi organ, warna, bentuk dan ukuran daun. Beberapa morfolgi penciri ini memiliki peran penting dalam suatu identifikasi tumbuhan (Pahalawatta 2008). Morfologi tubuh tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai pengidentifikasi disebut dengan biometrik tumbuhan. Biometrik tumbuhan dapat diamati dari segi bentuk daun, susunan daun, penampang tepi daun, dan venasi daun. Bentuk daun adalah salah satu ciri yang paling penting dalam identifikasi tumbuhan (Gwo et al. 2013).
Salah satu ciri yang sering digunakan dalam identifikasi jenis tumbuhan adalah bentuk daun. Berdasarkan bentuk daun, Harlow dan Harrar (1969) mengklasifikasikan daun ke dalam 16 kelas berbeda. Klasifikasi bentuk daun ini didasarkan pada keunikan perbandingan panjang dan lebar daun serta perbedaan bentuk keliling daun. Gambar 1 adalah penggolongan jenis-jenis bentuk daun yang terdapat di alam. Hickey et al. (1999) menjelaskan pembagian bentuk-bentuk daun dapat dianalisis berdasarkan beberapa aspek geometri seperti perbedaan posisi axis (lebar terbesar daun), perbedaan base (pangkal daun), dan perbedaan apex (ujung daun).
4
Bentuk lanceolate memiliki bentuk seperti mata tombak seperti diperlihatkan pada Gambar 2. Lebar terbesar daun lanceolate terletak pada bagian
base (pangkal daun) dan secara bertahap menyempit pada bagian apex (ujung daun)
(Harlow dan Harrar 1969).
Gambar 2. Bentuk lanceolate
Bentuk ovate yaitu bentuk daun yang menyerupai bentuk dari telur. bagian
terluas dari daun terdapat pada bagian base 2/5 dari daun (Hickey et al. 1999),
seperti diperlihatkan pada Gambar 3
Gambar 3. Bentuk ovate
Bentuk obovate yaitu bentuk daun yang memiliki lebar terbesar pada bagian apex 2/5 dari daun (Hickey et al. 1999),seperti diperlihatkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Bentuk obovate
Bentuk reniform merupakan bentuk daun yang menyerupai lingkaran
seperti diperlihatkan pada Gambar 5 (Harlow dan Harrar 1969).
Gambar 5. Bentuk reniform
5
.
Gambar 6. Bentuk cordate
Bentuk deltoid memiliki lebar terbesar pada bagian base dan meruncing pada bagian apex (Harlow dan Harrar 1969)., daun deltoid menyerupai bentuk segitiga seperti diperlihatkan pada Gambar 7.
Gambar 7. Bentuk deltoid
Citra Daun
Sebuah citra digital didefinisikan sebagai bidang diskret dua dimensi yang berasal dari citra analog a(x,y) dalam bidang dua dimensi kontinyu melalui proses
sampling yang sering dikenal dengan proses digitisasi (Young et al. 1998).
Digitisasi sendiri merupakan sebuah proses untuk mengubah suatu nilai ke dalam bentuk digital. Citra hasil perekaman yang memiliki nilai kontinyu diubah menjadi citra dengan nilai digital. Jadi sebuah citra digital merupakan representasi digital suatu objek yang telah diambil dengan beberapa teknik perekaman citra seperti perekaman citra menggunakan sebuah kamera digital. Dengan definisi citra menurut Young et al. (1998), dapat diketahui bahwa citra daun adalah representasi digital suatu daun tumbuhan dengan teknik perekaman citra. Citra daun dapat berupa citra daun tunggal (satu daun dalam satu citra) atau berupa citra daun majemuk (beberapa daun dalam satu citra).
Kontur
Kontur adalah keliling atau tepian terluar dari suatu objek dalam citra digital. Sejak identifikasi tepian objek citra menjadi masalah krusial dalam analisis citra, ekstraksi kontur menjadi hal yang paling penting dilakukan dalam identifikasi suatu citra (Tejada et al. 2009). Manusia dapat mengidentifikasi dengan mudah berbagai macam objek hanya dengan mengamati bentuk tepiannya (Gwo et al. 2013).
6
keseluruhan objek. Sedangkan, representasi secara struktural membagi keseluruhan kontur ke dalam beberapa segmen untuk dianalisis (Gwo et al. 2013).
Segmentasi Citra
Segmentasi citra adalah pemisahan objek yang satu dengan objek yang lain dalam suatu citra atau antara objek dengan latar yang terdapat dalam sebuah citra. Dengan proses segmentasi tersebut, masing-masing objek pada citra dapat diambil secara individu sehingga dapat digunakan sebagai input bagi proses lain.
Terdapat dua pendekatan utama dalam segmentasi citra yaitu didasarkan pada tepi (edge based) dan didasarkan pada wilayah (region based). Segmentasi didasarkan pada tepi membagi citra berdasarkan diskontinuitas di antara sub-wilayah (sub region), sedangkan segmentasi yang didasarkan pada wilayah bekerjanya berdasarkan keseragaman yang ada pada sub-wilayah tersebut.
Tujuan dari segmentasi adalah untuk menyederhanakan dan mengubah representasi dari suatu citra menjadi sesuatu yang lebih berarti dan lebih mudah untuk dianalisis. Segmentasi citra biasanya digunakan untuk mencari objek, batas-batas garis dan kurva dalam gambar. Hasil segmentasi citra adalah sekumpulan wilayah yang secara kolektif mencakup seluruh citra, atau satu set kontur yang diekstraksi dari citra. Segmentasi didasarkan pada pengukuran yang diambil dari citra seperti grey level, warna, tekstur, kedalaman atau gerak (Chandhok et al. 2012).
Thresholding
Salah satu metode yang sering digunakan dalam pengolahan citra digital adalah thresholding citra. Thresholding citra adalah suatu metode yang digunakan untuk memisahkan antara objek dan background. Thresholding merupakan teknik yang sederhana dan efektif untuk segmentasi citra. Sebuah citra hasil proses
thresholding dapat disajikan dalam histogram citra untuk mengetahui penyebaran
nilai-nilai intensitas piksel pada suatu citra atau bagian tertentu dalam citra sehingga untuk citra bimodal, histogram dapat dipartisi dengan baik (segmentasi objek dengan background) dan dapat ditentukan nilai threshold-nya (Acharya et al. 2005).
Proses thresholding sering disebut dengan proses binerisasi. Pada beberapa aplikasi pengolahan citra, terlebih dahulu dilakukan threshold terhadap citra gray
level untuk dapat menjadi citra biner. Dengan memilih nilai ambang yang memadai,
citra gray level dapat diubah menjadi citra biner. Citra biner berisi semua informasi penting tentang posisi dan bentuk dari objek yang dipilih. Keuntungan citra biner yaitu mengurangi kompleksitas data dan menyederhanakan proses identifikasi dan klasifikasi (Al-amri et al. 2010)
Proses ini bekerja dengan memberikan nilai 1 untuk piksel yang lebih besar dari nilai threshold T dan nilai 0 untuk piksel yang lebih kecil dari nilai threshold
T. Thresholding mengkonversi citra grayscale dengan nilai piksel berkisar dari 0
sampai 255 ke citra biner dengan nilai piksel 0 atau 1. Thresholding memungkinkan untuk memilih nilai interval pixel pada citra grayscale dan berwarna untuk memisahkan objek dari background. Nilai threshold (�) pada pendekatan
7
keseluruhan citra. Citra hasil thresholding g(x,y) dapat didefinisikan sesuai dengan Persamaan 1.
, = { , , ,, ≤ �> � (1)
dengan T adalah nilai threshold dan f(x,y) adalah titik piksel citra gray level
Polygonal Approximation
Polygonal approximation merupakan metode penyederhanaan bentuk
representasi kurva (Prasad et al. 2012). Sebagai contoh himpunan
{ , , , … , } seperti diperlihatkan pada Gambar 8, adalah rangkaian titik-titik berurutan yang merepresentasikan sebuah kurva digital, kemudian diberikan
perlakuan sehingga himpunan titik-titik berkurang menjadi
{ , , , … , }, dengan < .
Ada dua cara utama polygonal approximation untuk mengurangi titik (Grigore O et al. 2003) :
- Min – ε : adalah pendekatan dengan menentukan jumlah titik prediksi sehingga bisa merepresentasikan bentuk kurva dasarnya, sehingga akan menghasilkan titik yang terbaik dari kemungkinan beberapa titik yang dapat dipilih seperti terlihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Min - ε Polygonal Approximation
8
Gambar 10. Min - # Polygonal Approximation
Menurut Prasad et al. (2012), kurva digital e = {P1 P2 ... PN}, dengan Pi
adalah titik tepi ke i dari pixel dalam kurva digital e. Garis melewati sepasang piksel Pa (xa, ya) dan Pb (xb, yb) diberikan oleh Persamaan 2.
x(ya-yb)+y xa-xb +ybxa-yaxb=0 (2)
Deviasi di dari piksel Pi(xi, yi) ϵ e dari garis yang melewati pasangan {P1,
PN} diberikan oleh Persamaan 3.
di=|xi(y1-yN)+yi xN-x1 +yNx1-y1xN| (3)
Dari tingkat perbedaan dapat di lihat seberapa jauh penyimpangan yang terjadi, seperti terlihat dalam Gambar 11.
Gambar 11. Tingkat perbedaan
Berdasarkan gambar di atas adalah tingkat perbedaan dari terhadap pasangan titik dan , dan memiliki tingkat perbedaan terbesar. Dengan ini berarti bahwa semakin besar maka tingkat kemiripan antara kurva digital dan hasil polygonal approximation menjadi semakin berbeda.
Dengan demikian, piksel dengan deviasi maksimum dapat ditemukan, dinotasikan dengan Pmax, kemudian mengingat pasangan {P1, Pmax} dan {Pmax, PN},
sehingga didapatkan 2 piksel baru dari kurva e menggunakan Persamaan 2 dan 3 di atas. Proses ini diulang sampai kondisi tertentu dipenuhi oleh semua segmen garis.
Untuk setiap segmen garis, deviasi maksimum piksel yang terkandung dalam segmen tepi yang sesuai adalah kurang dari nilai toleransi tertentu seperti Pertidaksamaan 4 di bawah ini.
9
Gambar 12. Ilustrasi � pada Polygonal Approximation
K-fold Cross Validation
K-foldcross validation adalah teknik validasi yang membagi data ke dalam k
bagian dan kemudian masing-masing bagian akan dilakukan proses klasifikasi. Dengan menggunakan K-fold cross validation akan dilakukan percobaan sebanyak k. Tiap percobaan akan menggunakan satu data testing dan k-1 bagian akan menjadi data training, kemudian data testing itu akan ditukar dengan satu buah data training sehingga untuk tiap percobaan akan didapatkan data testing yang berbeda-beda. Data training adalah data yang akan dipakai dalam melakukan pembelajaran sedangkan data testing adalah data yang belum pernah dipakai sebagai pembelajaran dan akan berfungsi sebagai data pengujian kebenaran atau keakurasian hasil pembelajaran.
Menurut Tan et al. (2005), pada pendekatan metode ini setiap record menggunakan jumlah yang sama untuk pelatihan dan tepat sekali untuk pengujian. Prosedur ini diulang k kali sehingga setiap partisi yang digunakan untuk pengujian tepat satu kali seperti diilustrasikan pada Gambar 13.
Gambar 13. Ilustrasi K-fold Cross Validation
Fuzzy Histogram
Fuzzy histogram merupakan metode perpanjangan dari histogram konvensional, terutama untuk menghindari beberapa masalah yang disebabkan oleh
10
perubahan kecil pada batas selang dapat menghasilkan perubahan signifikan dari
bentuk histogram. Fuzzy histogram dimaksudkan untuk menjadi lebih tahan dalam
hal ini.
Menurut Gwo et al. (2013), fuzzy histogram merupakan metode yang dapat digunakan untuk merepresentasikan perubahan jarak akibat adanya variasi kontur dari daun. Tahapan yang dilakukan Gwo et al. (2013) yaitu dengan menentukan titik pusat dari kontur daun terlebih dahulu seperti diperlihatkan pada Persamaan 5.
C=∑p∈ξP
|ξ| (5)
dengan P adalah titik tepi dan |ξ| adalah jumlah dari titik tepi
Selanjutnya dilakukan pengukuran jarak euclid dari titik tepi ke titik pusat untuk mendapatkan fitur jarak, seperti pada Persamaan 6.
leni=|Cρi|∀ρi∈S (6)
dengan C adalah titik pusat dan ρi adalah titik tepi ke i
Fitur jarak dinormalisasi seperti pada Persamaan 7.
R = {ri |ri=leni/lenmax} (7)
dengan leniadalah fitur jarak ke i dan len �� adalah fitur jarak paling besar.
Perbedaan fitur jarak dalam satu spesies berpengaruh terhadap kestabilan akurasi identifikasi seperti diilustrasikan pada Gambar 14, sehingga diperlukan optimasi dengan menggunakan logika fuzzy.
Gambar 14. Ilustrasi perbedaan fitur jarak pada satu spesies
Fitur jarak yang telah dinormalisasi ditransformasikan menjadi nilai fuzzy yang dimasukkan ke dalam histogram, di mana frekuensi masing-masing bin dalam histogram diganti dengan nilai fuzzy.
11
Probabilistic Neural Network (PNN) merupakan Artificial Neural Network
(ANN) yang menggunakan teorema probabilitas klasik. PNN merupakan jaringan syaraf tiruan yang menggunakan radial basis function (RBF). RBF adalah fungsi yang berbentuk seperti bel yang menskalakan variabel nonlinear. Keuntungan utama menggunakan arsitektur PNN adalah training data mudah dan cepat (Wu et al. 2007). PNN memiliki struktur yang terdiri atas empat lapisan. Contoh struktur PNN dapat dilihat pada Gambar 15 (Wu et al. 2007).
Gambar 15 Struktur PNN
Lapisan masukan merupakan nilai yang kelasnya akan diprediksi. Pada lapisan pola, nilai dot product antara masukan dan bobot xit, (Zi = x.xit,) dilakukan dan hasilnya dibagi dengan besarnya bias. Nilai ini kemudian dimasukkan dalam
fungsi radial basis = − 2
Proses ini dapat dituliskan pada Persamaan 9, dengan xit adalah vektor kelas latih ke-i dengan orde t:
= � − �−��� � �−���
�2
12
Nilai σ menentukan besarnya interpolasi antara data yang ada. Semakin besar nilai σ, semakin tinggi derajat interpolasi yang terjadi. Parameter ini adalah satu-satunya parameter yang harus diatur pada PNN. Akan tetapi, Specht (1990) memperlihatkan bahwa perbedaan nilai σ yang dipilih tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap akurasi yang dihasilkan. Dan pada lapisan keluaran, masukan x akan diklasifikasikan ke dalam kelas Y jika nilai py(x) lebih besar dibanding kelas lainnya.
ConfusionMatrix
Confusion matrix merupakan sebuah tabel yang terdiri atas banyaknya baris
data uji yang diprediksi benar dan tidak benar oleh model klasifikasi, digunakan untuk menentukan kinerja suatu model klasifikasi (Tan et al. 2005). Ada empat istilah yang digunakan dalam confusion matrix yaitu:
• True positive (TP) : jumlah data positif yang benar diklasifikasi oleh classifier
• True negative (TN) : jumlah data negatif yang benar diklasifikasi oleh
classifier.
• False positive (FP) : jumlah data negatif yang salah diklasifikasi sebagai data
positif.
• False negative (FN) : jumlah data positif yang salah diklasifikasi sebagai data
negatif.
TP dan TN digunakan ketika classifier mendapatkan klasifikasi yang benar. FP dan FN digunakan ketika classifier salah melakukan klasifikasi. Tabel 1 merupakan tabel confusion matrix.
Tabel 1 Confusion matrix
Prediksi
Aktual
Positif Negatif
Positif A: True Positive B: False Negative Negatif C: False Positive D: True Negative
Berdasarkan tabel confusion matrix di atas, dapat dihitung nilai akurasi dengan formula pada Persamaan (11).
13
3 METODE PENELITIAN
Metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 16 di bawah ini. Secara garis besar metode penelitian terdiri atas pengumpulan citra daun tumbuhan obat, praproses, deteksi kontur menggunakan polygonal approximation , ekstraksi fitur menggunakan centroid distance function yang direpresentasikan dengan fuzzy
histogram dan pengukuran kemiripan menggunakan Probabilistic Neural Network
(PNN).
Gambar 16. Metode Penelitian
Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data citra daun tumbuhan obat. Objek data citra ini berupa tumbuhan obat yang diambil oleh tim riset
Computer Vision Departemen Ilmu Komputer IPB di beberapa lokasi
14
deltoid. Spesies tumbuhan obat yang digunakan pada penelitian ini diperlihatkan
pada Tabel 2.
Tabel 2. Spesies tumbuhan obat yang digunakan pada penelitian Bentuk
daun Spesies
Bentuk
daun Spesies
Lanceolate Averrhoa bilimbi Reniform Polyscias scutellaria
Amomum truncatum gagn Tinospora glabra
Alstonia scholaris Centella asiatica
Ovate Daedalacanthus montanus Cordate Tinospora crispa
Acalypha hispida burn Haottuina cordata
Cananga odorata Piper umbellatum
Obovate Artocarpus heterophyllus Deltoid Coleus scutellariodes
Alyxia Reindwardtu Bume Ageratum conyzoides
Annona muricata Coleus atropurpureus
benth
Praproses Citra
Tahap praproses citra dilakukan dengan mempersiapkan citra daun sebelum masuk dalam teknik pengolahan ekstraksi citra. Praproses dimulai dengan melakukan pengubahan latar belakang citra daun menjadi latar belakang putih. Selanjutnya dalam tahapan ini dilakukan restorasi citra dengan tujuan mendapatkan kualitas citra yang baik sebelum dilakukan tahapan analisis lebih lanjut (Acharya dan Ray 2005). Dalam tahapan ini juga dilakukan proses penyesuaian posisi citra. Citra daun diposisikan secara vertikal yaitu setiap citra diatur dengan posisi pangkal daun berada di sebelah bawah sementara posisi ujung daun berada di sebelah atas citra. Citra daun setelah melalui tahap praproses citra adalah citra daun dengan pengaturan intensitas grayscale dengan skala tertentu.
Deteksi Kontur dengan Polygonal Approximation
Hasil dari tahapan praproses citra adalah citra daun dengan kualitas yang sesuai untuk diolah dalam tahapan berikutnya. Tahapan yang selanjutnya dilakukan yaitu proses deteksi tepi citra. Deteksi tepi citra merupakan proses untuk menghasilkan tepi-tepi dari objek citra sehingga dapat diketahui bagian yang menjadi detil citra.
Citra biner hasil thresholding pada tahap praproses selanjutnya sebagai masukan untuk deteksi kontur dengan polygonal approximation. Output dari
polygonal approximation yaitu mendapatkan titik-titik utama sepanjang tepi
(boundary) atau key point dari daun tumbuhan obat yang lebih ringkas
15
Gambar 17. Ilustrasi pendeteksian kontur
Pada penelitian ini, digunakan algoritme Prasad et al. (2012) dengan nilai ambang batas yang dipilih secara manual (dtol = 0,1). Model ini selanjutnya akan
digunakan pada tahap ekstraksi fitur.
Ekstraksi Fitur Jarak dengan Fuzzy Histogram
Secara garis besar tahapan ekstraksi fitur jarak dengan fuzzy histogram yaitu dengan menentukan titik pusat dari key point hasil dari deteksi kontur menggunakan
polygonal approximation, pengukuran jarak dari key point ke titik pusat,
normalisasi jarak, dan akumulasi nilai fuzzy ke dalam histogram. Pada penelitian ini digunakan N=10, dikarenakan dari beberapa percobaan yang telah dilakukan, didapatkan hasil yang terbaik pada nilai parameter N=10.
Klasifikasi dengan Probabilistic Neural Network
Setelah proses ekstraksi ciri, diperoleh nilai-nilai ciri yang menjadi masukan untuk proses klasifikasi. Klasifikasi adalah prosedur untuk mengelompokkan pola masukan ke dalam kelas yang serupa. Klasifikasi data pada penelitian ini menggunakan classifier PNN. Sebelumnya dilakukan proses pembagian data menggunakan metode k-fold cross validation. Data yang terdiri dari data latih dan data uji dibagi dalam 5-fold dengan persentase 80% data latih dan 20% data uji seperti tertera pada Tabel 3. Untuk perhitungan nilai akurasi diambil nilai rataan dari seluruh nilai yang diperoleh dari penerapan k-fold cross validation sebagaimana tertera pada Tabel 4.
16
Tabel 4 Hasil akurasi setiap fold k-fold Akurasi (%)
Berdasarkan Tabel 4, perhitungan akurasi dari 5-fold tersebut adalah sebagaimana tertera pada persamaan 12.
� = + + + + � % (12)
Analisis
Pada tahap ini terbagi atas dua tahapan analisis yaitu analisis hasil ekstraksi ciri dan analisis hasil identifikasi. Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui seberapa baik hasil ekstraksi ciri suatu penciri dan hasil klasifikasi yang mengidentifikasikan suatu jenis bentuk daun. Dan jika terjadi kesalahan atau hasil yang kurang baik maka dapat dianalisis juga penyebab kesalahan dari hasil masing-masing tahapan.
Evaluasi Hasil
Evaluasi dilakukan dengan confusion matrix, kinerja model klasifikasi dapat diketahui dengan banyaknya data uji yang diprediksi secara benar dan salah. Pada penelitian ini data terbagi dalam tiga kelas. Apabila terdapat m kelas (m ≥ 2),
confusion matrix merupakan sebuah tabel berukuran m × m seperti diperlihatkan
pada Tabel 3. Baris pertama dengan kolom pertama mengindikasikan jumlah atribut dari kelas i yang diklasifikasi oleh classifier sebagai kelas i. Baris pertama dengan kolom kedua mengindikasikan jumlah atribut dari kelas i yang diklasifikasi oleh
classifier sebagai kelas j. Baris pertama kolom ketiga mengidentifikasikan jumlah
atribut dari kelas i yang diklasifikasikan oleh classifier sebagai kelas k. Baris kedua kolom pertama mengindikasikan jumlah atribut dari kelas j yang diklasifikasi oleh
classifier sebagai kelas i. Baris kedua kolom kedua mengindikasikan jumlah atribut
dari kelas j yang diklasifikasi oleh classifier sebagai kelas j. Baris kedua kolom ketiga mengindikasikan jumlah atribut dari kelas j yang diklasifikasi oleh classifier sebagai kelas k. Baris ketiga kolom pertama mengindikasikan jumlah atribut dari kelas k yang diklasifikasi oleh classifier sebagai kelas i. Baris ketiga kolom kedua mengindikasikan jumlah atribut dari kelas k yang diklasifikasi oleh classifier sebagai kelas j. Baris ketiga kolom ketiga mengindikasikan jumlah atribut dari kelas k yang diklasifikasi oleh classifier sebagai kelas k.
Classifier dengan nilai akurasi yang baik memiliki atribut terbanyak yang
17
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Praproses Citra
Sebelum ekstraksi fitur dilakukan, citra terlebih dulu mengalami praproses secara manual. Pada tahap praproses manual ini objek daun dipisahkan dari latar belakangnya dan dirotasi sehingga tegak lurus terhadap garis horizontal. Proses ini dilakukan untuk 30 citra dari setiap bentuk daun sehingga total ada 180 citra yang diproses.
Seperti diperlihatkan pada Gambar 18. Citra yang sudah diproses secara manual memiliki latar belakang putih dan posisi daun berdiri tegak lurus terhadap garis horizontal. Citra diubah menjadi biner dengan operasi threshold. Dengan nilai
threshold statis, piksel yang memiliki nilai lebih besar dari threshold akan memiliki
nilai 1 (putih), sedangkan yang lebih kecil akan memiliki nilai piksel 0 (hitam). Objek daun menjadi berwarna hitam dan latar belakang menjadi putih. Tujuan dari operasi threshold adalah menghilangkan urat daun agar pada saat proses deteksi tepi tidak ada urat daun yang terdeteksi sebagai garis tepi.
(a) (b) (c)
Gambar 18 (a) Citra berwarna, (b) Citra grayscale, dan (c) Citra biner
Hasil Deteksi Tepi
Hasil deteksi tepi pada keenam daun ditunjukan pada Tabel 5, terlihat bahwa metode polygonal approximation menghasilkan key point atau landmark yang lebih sederhana dibanding citra aslinya, namun masih dapat mempertahankan bentuk dari keenam bentuk daun.
Tabel 5 Hasil Deteksi Tepi
Bentuk Daun Citra Asli Landmark
18
Ovate
Obovate
Reniform
Cordate
Deltoid
Daun lanceolate memiliki landmark yang merata pada seluruh kontur daun. Pada Gambar 19 terlihat titik 1,2 merupakan bagian base (pangkal daun), titik 3,4 merupakan bagian tengah dari daun, dan titik 5,6 merupakan bagian apex (ujung daun)
Gambar 19. Landmark pada daun lanceolate 1 2
3 4
19
Daun ovate memiliki bagian terbesar pada base (pangkal daun). Seperti terlihat pada Gambar 20, bentuk ovate ditentukan pada titik 1,2 yang mana memiliki lebih banyak titik utama pada bagian base (pangkal daun). Titik 3,4 merupakan bagian tengah dari daun, dan titik 5,6 merupakan apex dari daun.
Gambar 20. Landmark pada daun ovate
Daun obovate memiliki bagian terbesar pada apex (ujung daun). Seperti terlihat pada Gambar 21, bentuk obovate ditentukan pada titik 5,6 yang mana memiliki lebih banyak titik utama pada bagian apex. Titik 3,4 merupakan bagian tengah dari daun, dan titik 1,2 merupakan base dari daun.
Gambar 21. Landmark pada daun obovate
Daun reniform memiliki bentuk menyerupai lingkaran. Seperti terlihat pada Gambar 22, bentuk reniform ditentukan pada titik 1,2 pada bagian base dan titik 5,6 pada bagian apex yang mana terdapat lebih banyak titik utama. Titik 3,4 merupakan bagian tengah dari daun.
Gambar 22. Landmark pada daun reniform
Daun cordate memiliki bagian terbesar pada base (pangkal daun). Seperti terlihat pada Gambar 23, bentuk cordate ditentukan pada titik 1,2 yang mana memiliki lebih banyak titik utama pada bagian base. Titik 3,4 merupakan bagian tengah dari daun dan titik 5,6 merupakan apex dari daun.
20
Gambar 23. Landmark pada daun cordate
Daun deltoid memiliki bentuk menyerupai segitiga. Pada Gambar 24 terlihat titik 1,2 merupakan bagian base (pangkal daun), titik 3,4 merupakan bagian tengah dari daun, dan titik 5,6 merupakan bagian apex (ujung daun)
Gambar 24. Landmark pada daun deltoid
Hasil Ekstraksi Fitur Jarak
Untuk setiap objek citra ditentukan titik pusat objek, yaitu titik pusat kontur citra seperti diperlihatkan pada Gambar 24 (a). Berdasarkan informasi titik pusat kontur dan key point hasil dari deteksi kontur menggunakan polygonal
approximation maka didapat grafik distribusi fitur jarak yang sudah dinormalisasi
pada salah satu daun cordate yangditunjukan pada Gambar 25 (c).
(a) (b) (c)
Gambar 25 (a) Citra dengan titik pusat (b) Citra dengan fitur jarak antara titik pusat dan key point, dan (c) Grafik distribusi fitur jarak
1 2
2 1
4 3
4 3
6 5
21
Hasil representasi fitur jarak dengan menggunakan fuzzy histogram dari keenam bentuk daun dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil representasi fitur jarak
Bentuk Daun Fitur jarak
N=10
Lanceolate
Lanceolate A Lanceolate B
22 masing bentuk daun memiliki histogram jarak key point yang berbeda.Bentuk daun yang memiliki perbedaan fitur jarak yang signifikan adalah lanceolate dan reniform.
Daun lanceolate memiliki fitur jarak dengan akumulasi nilai fuzzy yang
merata untuk semua selang. Hal ini merepresentasikan bentuk daun lanceolate yang pipih memanjang sehingga jarak key point bervariasi dari yang terpendek sampai yang terjauh.
Bentuk daun ovate dan obovate memiliki kemiripan distribusi jarak, yaitu tidak terdapat pada selang awal. Perbedaan dari keduanya yaitu daun ovate memiliki frekuensi yang lebih tinggi pada selang akhir dibanding dengan daun
obovate. Hal ini merepresentasikan bentuk daun ovate yang lebih lebar sehingga
jarak key point terhadap titik pusat menjadi lebih panjang.
Bentuk daun reniform memenuhi bagian selang yang besar dari selang kuantisasi dan terdapat beberapa nilai pada selang tengah. Hal ini menunjukkan bentuk daun reniform memiliki kontur dengan jarak sama dari titik pusat atau mendekati bentuk lingkaran. Beberapa nilai pada selang tengah menunjukkan adanya cekungan kontur yaitu di area pangkal daun (base).
Daun cordate dan deltoid memiliki kemiripan distribusi jarak, yaitu memenuhi hanya pada selang akhir. Hal ini menunjukkan kedua bentuk daun ini secara bentuk umum mirip yaitu memiliki kontur dengan perbandingan panjang dan lebar sama. Bentuk daun cordate dan deltoid dapat dibedakan dengan nilai frekuensi selangnya yang berbeda seperti diperlihatkan pada Gambar 8. Frekuensi tinggi bentuk daun deltoid ada pada selang yang besar sesuai dengan bentuk daun
deltoid yang mendekati segitiga sehingga ada tiga area dengan jarak terjauh dari
23
pusat. Sedangkan cordate memiliki jarak terjauh hanya pada apex (ujung daun)dan
base (pangkal daun).
Perubahan Ukuran Daun terhadap fuzzy histogram
Pada Gambar 26 dilakukan untuk dua daun yang sama tetapi berbeda ukuran untuk mengetahui apakah fuzzy histogram sensitif terhadap perubahan ukuran daun. Percobaan yang dilakukan yatu pada cordate A dengan ukuran lebih kecil dari
cordate B. Pada Gambar 26 (a) dan 26 (b), dengan menggunakan polygonal
approximation terlihat cordate B memiliki key point yang sama dengan cordate A.
(a) (b) (c) Gambar 26 (a) Cordate A (b) Cordate B (c) grafik fuzzy histogram
cordate A dan cordate B
Pada grafik Gambar 26 (c), terlihat fuzzy histogram tidak sensitif terhadap perubahan ukuran. Pada daun yang sama, nilai fuzzy histogram daun akan tetap walaupun ukurannya berubah. Hal ini menunjukkan dua daun cordate yang sama tapi berbeda ukuran akan menghasilkan grafik fuzzy histogram yang sama. Daun yang lebih besar yaitu Cordate B memiliki jarak titik tengah terhadap titik tepi yang lebih panjang, namun setelah dilakukan proses normalisasi jarak sehingga grafiknya sama dengan cordate A.
Klasifikasi dan Model PNN
Sebelum klasifikasi, dilakukan proses pembagian data menggunakan metode k-fold cross validation. Data yang terdiri dari data latih dan data uji dibagi dalam 5-fold dengan persentase 80% data latih dan 20% data uji seperti tertera pada Tabel 1. Dari 180 citra bentuk daun, 144 sub citra menjadi data latih sedangkan 36 sub citra lainnya menjadi data uji.
Dalam hal ini bentuk lanceolate berada pada kelas 1, ovate berada pada kelas 2, dan obovate berada pada kelas 3, reniform berada pada kelas 4, cordate berada pada kelas 5, dan deltoid berada pada kelas 6.
Klasifikasi PNN dilakukan pada setiap fold. Hasil akurasi setiap fold untuk dtol=0,1 dan N=10 dapat dilihat pada Tabel 7.
24
Tabel 7. Hasil akurasi setiap fold k-fold Akurasi (%)
Dari lima percobaan tersebut, evaluasi kinerja sistem dapat dihitung dengan mencari nilai rata-rata akurasi seluruh fold. Sistem ini bekerja dengan akurasi rata-rata 70,55 % yang diperoleh dari perhitungan berikut:
� − = 3, + ,33 + , + , + , � %
= , %
Berdasarkan Tabel 7 diketahui akurasi terbesar diperoleh dari hasil percobaan fold 4 yaitu sebesar 80,55%. Akan tetapi untuk menghindari terjadinya
overfitting, maka sistem akan menggunakan model klasifikasi yang dihasilkan oleh
fold ketiga atau fold kelima karena nilainya mendekati dengan nilai rata-rata yang
diperoleh.
Hasil Klasifikasi
Dari hasil klasifikasi dengan Probabilistic Neural Network (PNN) fold kelimaterdapat kesalahan klasifikasi bentuk daun. Tabel 8 menunjukkan confusion
matrix jumlah daun yang salah terklasifikasi ke kelas lain dan Tabel 9 menunjukkan
akurasi identifikasi tiap bentuk daun.
Tabel 8. Hasil confusion matrix identifikasi bentuk daun Prediksi
Lanceolate Ovate Obovate Reniform Cordate Deltoid
Aktua
Tabel 9 Akurasi identifikasi tiap bentuk daun
Kelas bentuk daun Akurasi (%)
25
Pada Gambar 27 diketahui kesalahan klasifikasi daun obovate berada pada data ke-77 yang salah diklasifikasi sebagai ovate dikarenakan pada bin ke-1, 2, 3 dan 4, kedua daun tersebut memiliki kemiripan fitur jarak atau memiliki kesamaan pada selang yang kecil. Pada bin ke- 5, 6, 7, 8, 9, dan 10, terdapat perbedaan fitur jarak, namun perbedaan kedua daun tersebut tidak signifikan, sehingga menyebabkan terjadinya kesalahan klasifikasi.
Berdasarkan pada Gambar 27, sistem tidak mampu menyimpan informasi geometris yaitu informasi pada bagian base (pangkal daun) dan apex (ujung daun), sehingga untuk dapat membedakan kedua daun tersebut diperlukan penentuan titik awal yaitu pada bagian base atau apex.
(a) (b)
Gambar 27 Kesalahan klasifikasi (a) Obovate diidentifikasi sebagai ovate (b) Grafik obovate dan ovate
Pada Gambar 28 kesalahan klasifikasi pada kelas deltoid berada pada data ke-166 yang salah diklasifikasi sebagai cordate. Kesalahan klasifikasi ini terjadi karena bentuk apex daun deltoid mirip dengan daun cordate, perbedaannya hanya pada bagian base, daun deltoid cenderung lurus sedangkan daun cordate memiliki lekukan kedalam sehingga nilai fitur jarak deltoid berada pada sebaran nilai fitur kelas cordate.
Bagian apex dari daun cordate dan deltoid ditunjukkan pada bin ke-1, 2, 3, 4, dan 5, pada bagian ini terdapat kemiripan fitur jarak yaitu pada selang yang kecil dengan nilai fitur jarak yang pendek, yang menandakan kedua daun ini memiliki persamaan pada bagian apex nya. Sedangkan bagian base dari daun cordate dan
deltoid ditunjukkan pada bin ke-6, 7, 8, 9, dan 10, yaitu terdapat pada selang yang
besar. Pada bagian ini terdapat perbedaan fitur jarak, namun perbedaan nilai fitur jaraknya tidak terlalu signifikan.
(a) (b)
Gambar 28 Kesalahan klasifikasi (a) Deltoid diidentifikasi sebagai cordate (b) Grafik deltoid dan cordate
26
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penelitian ini berhasil mengimplementasikan algoritme polygonal
approximation dan fuzzy histogram untuk merepresentasikan bentuk daun. Hasil
percobaan menunjukkan bahwa fuzzy histogram tidak sensitif terhadap perubahan skala daun. Dengan menggunakan kedua algoritme ini didapatkan akurasi rata-rata sebesar 70,55%. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, sistem tidak mampu membedakan daun ovate dan obovate dengan baik, hal ini dikarenakan sistem tidak mampu mengakomodir informasi geometris yaitu informasi posisi base (pangkal daun) dan apex (ujung daun). Variasi paling tinggi terdapat pada kelas
lanceolate dan reniform karena daun pada kelas tersebut memiliki bentuk yang
tidak seragam.
Saran
27
DAFTAR PUSTAKA
Acharya T, Ray AK. 2005. Image Processing Principal and Aplication. John Wiley & Sons, Inc.: USA
Al-amri SS, Kalyankar NV, Khamitkar SD. 2010. Image Segmentation by Using Threshold Techniques. Journal of Computing, Volume 2, Issue 5, Issn 2151-9617.
Chandhok C, Chaturvedi S, Khurshid A. 2012. An Approach to Image Segmentation Using K-Means Clustering Algorithm. International Journal of Information Technology (IJIT), Volume – 1, Issue – 1, ISSN 2279 – 008X Dilip K. Prasad, Chai Quek, Maylor K.H. Leung, and Siu-Yeung Cho. 2011. A parameter independent line fitting method. 1st Asian Conference on Pattern Recognition (ACPR 2011).
Dilip K. Prasad and Maylor K. H. Leung. 2012. Polygonal Representation of Digital Curves. Digital Image Processing, Stefan G. Stanciu (Ed.), InTech. Grigore O, Veltkamp RC. 2003. On the Implementation of Polygonal Approximation Algorithms. Department of Information and Computing Sciences. Utrecht University. technical report UU-CS-2003-005.
Gwo Chih-Ying, Wei Chia-Hung. 2013. Plant identification through images: using feature extraction of key points on leaf contours. Botanical Society of
America. 1(11):1-9.doi.10.3732/apps.1200005.
Harlow WM, Harrar ES. 1969. Textbook of Dendrologi. Mc.Graw-Hill: United States of America
Hickey LJ, Ash A, Ellis B, Johnson K, Wilf P, Wing S. 1999. Manual of leaf Architecture – Morphological Description and Categorization of Dicotyledonous and Net-Veined Monocotyledonous Angiosperms by leaf Architecture. Leaf Architecture Working Group. Washington DC.
Neto J.C, George E. Meyer, David D Jones, Ashok K. Samal. 2006. Plant species identification using Elliptic Fourier leaf shape analysis.
Pahalawatta KK. 2008. Plant Species Biometrics using Feature Hierarchies: A Plant Identification System using Both Global and Local Feature of Plant Leaves [tesis]. University of Canterbury.
Specht DF. 1990. Probabilistic neural networks. Neural Networks. 3:109-118. Ta-Te L, yud-Tse C, Wen-Chi L. 2002, Leaf Boundary Extraction and Geometric
Modelling of Vegetable seedlings. National Taiwan University
Tan PN, Steinbach M, Kumar V. 2005. Introduction to data mining. New York (US): Addison Wesley
Tejada PJ, Xiaojun Q, Minghui J. 2009. Computational Geometry of Contour Extraction. 21st Canadian Conference on Computational Geometri.
Wu SG, Bao FS, Xu EY, Yu-Xuan W, Yi-Fan C, Qiao-Liang X. 2007.A leaf recognition algorithm for plant classification using probabilistic neural network. IEEE International Sysmposium on Signal Processing and
Information Technology.
28
Zhang D., Lu G. 2004. Review of shape representation and description techniques.
Pattern Recognition. 34(1):1-19.doi:10.1016/ j.patcog.
174 0 0 0 0 3,316 8,119 12,191 2,8794 3,9365 1
175 0 0 0 0 0,8863 10,842 5,7397 8,0311 9,6725 5
176 0 0 0 0 8,303 4,9589 8,145 5,989 6,4486 5
177 0 0 0 0 0,11421 9,0251 7,6574 6,7079 4,0688 12
178 0 0 0 0 0,065918 6,4024 13,809 8,1143 8,1209 8
179 0 0 0 0,69747 5,4217 7,0953 5,3341 6,0121 8,9579 3
RIWAYAT HIDUP