• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekstraksi Bentuk Geometri Daun Tumbuhan Obat Berbasis Kontur Citra.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ekstraksi Bentuk Geometri Daun Tumbuhan Obat Berbasis Kontur Citra."

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

EKSTRAKSI BENTUK GEOMETRI DAUN TUMBUHAN OBAT

BERBASIS KONTUR CITRA

DICKY IQBAL LUBIS

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKLA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Ekstraksi Bentuk Geometri Daun Tumbuhan Obat Berbasis Kontur Citra adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

DICKY IQBAL LUBIS. Ekstraksi Bentuk Geometri Daun Tumbuhan Obat Berbasis Kontur Citra. Dibimbing oleh YENI HERDIYENI

Tumbuhan obat dapat diidentifikasi dengan mengekstraksi bentuk geometri daun. Penelitian ini menerapkan metode baru dalam ekstraksi ciri daun berbasiskan geometri kontur. Metode geometri dalam penelitian ini digunakan untuk menentukan landmark kontur daun berdasarkan kelengkungannya. Dengan perhitungan geometri, ciri citra diekstraksi pada landmark yang telah dideteksi. Data penelitian ini berupa citra daun dalam enam kelas bentuk daun tumbuhan obat, yaitu lanceolate, ovate, obovate, reniform, cordate, dan deltoid. Metode ini telah berhasil mengekstraksi enam ciri pada landmark kontur daun, yaitu jarak landmark terhadap titik pusat, posisi landmark terhadap titik awal kontur, kelengkungan, perubahan sudut, kemiringan, dan fungsi polinom kontur. Ukuran kemiripan diterapkan dalam menentukan prediksi bentuk daun. Hasil percobaan menunjukkan nilai akurasi total semua ciri sebesar 72.22%. Hasil ekstraksi kelengkungan memiliki akurasi terbaik yaitu sebesar 70.83%. Dengan menggunakan fungsi polinom dari ciri posisi dan kelengkungan landmark, kontur daun dapat direpresentasikan dengan baik. Penelitian ini menunjukkan representasi geometri dengan nilai kelengkungan dapat membedakan bentuk daun tumbuhan obat. Kata Kunci: bentuk geometri, kontur, landmark, tumbuhan obat

ABSTRACT

DICKY IQBAL LUBIS. Geometrical Shape Extraction of Medicinal Plant Leaf based on Image Contour. Supervised by YENI HERDIYENI

Medicinal plants can be identified by extracting the geometrical leaf shape. This research proposes a new model of geometrical-based shape extraction of medicinal plant leaf. In this research, geometrical method was implemented to determine landmark of contour based on curvature representation. The data used are leaf image in six class leaf shape of medicinal plant from several locations of Indonesian medicinal plant cultivations, i.e lanceolate, ovate, obovate, reniform, cordate, and deltoid. This method has been successfully detect landmark of leaf contour with six features: landmark distance from centroid, landmark position, curvature, angle alteration, slope, and polynomial function coeficient. A similarity measurement is applied to calculate the prediction of leaf shape. The experimental results show that the best accuracy achieved is 72.22% with the best accuracy feature for curvilinear 70.83%. By using polynomial function from landmark position and curvilinear features, leaf contour can be represented well. This study shows that geometrical model of leaf contour using curvature representation can be used to differentiate the leaf shape of medicinal plants

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer

pada

Departemen Ilmu Komputer

EKSTRAKSI CITRA DAUN TUMBUHAN OBAT

BERBASIS GEOMETRI KONTUR DAUN

DICKY IQBAL LUBIS

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKLA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Ekstraksi Bentuk Geometri Daun Tumbuhan Obat Berbasis Kontur Citra

Nama : Dicky Iqbal Lubis NIM : G64110079

Disetujui oleh

Dr Yeni Herdiyeni, SSi MKom Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Buono, MKom MSi Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2014 ini ialah pemrosesan citra digital dengan judul Ekstraski Bentuk Geometri Daun Tumbuhan Obat Berbasis Kontur Citra.

Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1 Ibunda tercinta serta seluruh keluarga atas segala doa, motivasi, dan kasih sayangnya.

2 Ibu Dr Yeni Herdiyeni, SSi MKom selaku dosen pembimbing dalam penelitian ini.

3 Prof. Stéphane Douady dari Universitas Paris Diderot atas kerja sama penelitian yang telah terjalin sejak 2012 hingga saat ini.

4 Ibu Dr Imas Sukaesih Sitanggang, SSi MKom dan Bapak Muhammad Asyhar Agmalaro, SSi MKom selaku dosen penguji.

5 Seluruh anggota lab Computational Intelligence, Departemen Ilmu Komputer IPB atas kerja sama dan bantuannya dalam pengambilan dan pengolahan data penelitian ini.

6 Keluarga besar Bidik Misi IPB yang telah memberikan dukungan dalam menunjang proses perkuliahan selama di IPB.

7 Semua sahabat ilkomerz 48 atas segala semangat, kebersamaan, dan motivasi kepada penulis.

8 Keluarga Pondok ASAD yang senantiasa memberikan semangat dan nasehat dalam penyelesaian penelitian ini.

9 Seluruh pihak yang turut membantu dalam penelitian ini baik secara langsung maupun tidak.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR ix

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA

Tumbuhan Obat 2

Biometrik Daun 3

Citra Daun 3

Kontur 4

Geometri Kontur 4

METODE

Data Penelitian 5

Praproses Citra 5

Deteksi Tepian Citra 6

Penentuan Titik Pusat 6

Ekstraksi kelengkungan titik 10

Penentuan Landmark Kontur 12

Ekstraksi Landmark Kontur 13

Analisis Citra dan Evaluasi 15

Lingkungan Pengembangan 15

HASIL DAN PEMBAHASAN

Praproses Citra 16

Penentuan Titik Pusat 16

Penentuan Landmark 17

Ekstraksi Ciri Kontur 20

(10)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 28

Saran 28

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN 30

(11)

DAFTAR TABEL

1 Data perubahan kelengkungan kontur menuju landmark 18 2 Hasil pendeteksian landmark untuk beberapa data daun 19 3 Confusion matrix perhitungan kemiripan 6 kelas bentuk daun 25

4 Koefisien fungsi polinom data ovate 26

DAFTAR GAMBAR

1 Bentuk-bentuk daun menurut Harlow dan Harrar (1969) 4

2 Tahapan metode penelitian 5

3 (a) Citra daun berwarna, (b) Citra daun grayscale hasil praproses citra

(c) Tepi terluar daun (kontur daun) 6

4 Penentuan titik pusat citra dengan garis pembagi luas 7 5 Penentuan pusat massa citra dengan mempertimbangkan titik pusat

massa masing-masing bagian citra menurut sumbu x dan sumbu y 8 6 Penentuan titik pusat lingkaran terkecil dengan update jarak terjauh

kontur terhadap titik pusat 9

7 Representasi perhitungan nilai posisi kontur 10

8 Representasi perhitungan nilai kelengkungan titik kontur 11

9 (a) Kontur cekung dan (b) Kontur cembung 12

10 Visualisasi deteksi landmark kontur 13

11 Sebaran nilai kelengkungan titik kontur di sekitar landmark 14 12 (a) Citra berwarna, (b) Citra grayscale, (c) Citra biner (d) Hasil deteksi

tepi dengan operator Canny, dan (e) Hasil inversi nilai biner 16

13 Hasil deteksi titik pusat citra 17

14 Pendeteksian landmark kontur 18

15 Daun yang dijadikan templat data dengan kriteria hasil deteksi

landmark baik secara visual 20

16 Histogram visualisasi ciri jarak landmark untuk masing-masing bentuk

daun 21

17 Histogram ciri posisi landmark 22

18 Histogram ciri kelengkungan landmark 23

19 Histogram ciri perubahan sudut landmark 23

20 Histogram ciri kemiringan landmark 24

21 Penggabungan kelima ciri untuk masing-masing bentuk daun 25 22 Daun dari tiga kelas bentuk dengan apex yang mirip sering mengalami

kesalahan prediksi 26

23 Hampiran fungsi polinom untuk sebaran data posisi terhadap

kelengkungan kontur (data ovate) 26

24 Grafik koefisien fungsi polinom masing-masing kelas bentuk daun 27

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki kekayaan hayati yang melimpah hampir di seluruh wilayahnya. Dari sejumlah tumbuhan yang hidup di wilayah Indonesia, ada banyak tumbuhan yang mengandung senyawa kimia yang dapat dimanfaatkan sebagai obat seperti: alkaloid, sterol, flavonoid, saponin, glikosida, tanin, dan resin (Motaleb 2011). Zuhud (2010) mengatakan bahwa sampai tahun 2001 Laboratorium Konservasi Tumbuhan, Fakultas Kehutanan IPB mencatat jumlah tumbuhan obat di Indonesia tidak kurang dari 2039 spesies. Akan tetapi, hanya sedikit tumbuhan obat yang sudah dibudidayakan. Hal ini terkait dengan belum dikenalnya jenis tumbuhan obat karena sulitnya membedakan jenis-jenis tumbuhan obat yang ada.

Identifikasi tumbuhan dapat dilakukan berdasarkan ciri biometriknya. Nix (2014) menjelaskan bahwa biometrik daun secara umum dibagi dalam beberapa basis, yaitu basis bentuk daun (shape), susunan daun (arrangement), penampang tepi daun (margin), dan venasi daun (vein). Kondisi biometrik ini masih sulit diketahui dan proses identifikasinya hanya mudah dilakukan oleh seorang pakar (Pahalawatta 2008). Dalam upaya mempermudah identifikasi jenis tumbuhan obat, telah dibuat berbagai sistem identifikasi. Akan tetapi, sistem yang ada masih perlu dikembangkan.

Ada beberapa metode yang dipakai dalam representasi bentuk suatu citra secara umum, yaitu point linking, complex coordinate, tangent angle, contour curvature, serta triangle-area representation (Yang et al. 2010). Metode point linking menentukan kontur citra dengan Moore’s Algorithm. Algoritme ini menelusuri tepian dari piksel kontur yang diketahui kemudian mencari piksel kontur yang adjacent sampai ditemukan kondisi berhenti (Tejada et al. 2009). Dalam studi kasus citra daun, Mouine et al. (2013) memakai metode ekstraksi geometri multiscale-triangular representation dalam mengklasifikasikan bentuk. Metode ini mengenali bentuk-bentuk triangular dari beberapa titik yang membentuk segitiga khusus. Pada tahun yang sama, Chih-Ying dan Chia-Hung (2013) melakukan penelitian dengan mengambil beberapa titik kunci dari tepian citra daun untuk diekstraksi dan dikenali cirinya.

Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan metode identifikasi bentuk daun dengan mengekstraksi ciri geometri daun berbasis kontur. Metode geometri kontur dalam penelitian ini akan menentukan beberapa fitur penciri citra daun pada landmark seperti posisi landmark, kelengkungan landmark, perubahan sudut landmark, jarak landmark, dan kemiringan landmark.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah-masalah yang menjadi bahasan dalam penelitian adalah:

1 Bagaimana merepresentasikan kontur daun secara geometri untuk sistem identifikasi bentuk daun tumbuhan obat?

(14)

2

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1 Menentukan landmark kontur citra daun tumbuhan obat dengan metode geometri kontur.

2 Mengekstraksi ciri geometri daun tumbuhan obat seperti posisi, kelengkungan, perubahan sudut, kemiringan, jarak, dan fungsi polinom berdasarkan landmark kontur citra.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah membantu proses identifikasi bentuk tumbuhan obat berdasarkan bentuk geometri tepian daun.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1 Data yang digunakan adalah citra daun tumbuhan obat Indonesia dari beberapa lokasi pembudidayaan. Data citra daun ini diambil dengan kamera digital dan scanner.

2 Data yang digunakan berupa citra daun tunggal berukuran 256×256 pixel dengan posisi vertikal dan latar belakang putih.

3 Penelitian dilakukan fokus pada pengolahan geometri terluar dari bentuk daun tumbuhan obat.

4 Daun tumbuhan obat yang dipakai terdiri atas enam kelas bentuk daun, yaitu lanceolate, ovate, obovate, reniform, cordate, dan deltoid.

TINJAUAN PUSTAKA

Tumbuhan Obat

Setiap tumbuhan memiliki kandungan senyawa kimia yang berbeda-beda. Kandungan kimia ini ada yang bersifat toxic atau racun dan banyak pula yang memiliki kandungan senyawa kimia yang bermanfaat. Tumbuhan yang mengandung bahan-bahan terapi atau memiliki manfaat pengobatan bagi tubuh manusia secara umum digolongkan sebagai tanaman obat (Motaleb 2011). Suatu jenis tumbuhan obat dapat memiliki satu atau lebih senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan. Senyawa-senyawa yang ada pada tumbuhan obat antara lain: alkaloid, sterol, flavonoid, saponin, glikosida, tanin, dan resin (Motaleb 2011).

(15)

3 Indonesia adalah salah satu negara dengan kekayaan hayati tumbuhan obat. Sampai dengan tahun 2001 Laboratorium Konservasi Tumbuhan, Fakultas Kehutanan IPB mencatat jumlah tumbuhan obat di Indonesia tidak kurang dari 2039 spesies (Zuhud 2010). Namun demikian, hanya sedikit tumbuhan obat yang sudah dibudidayakan karena kurangnya pengetahuan masyarakat. Identifikasi tumbuhan obat hanya mudah dilakukan oleh seorang ahli tumbuhan. Oleh karena itu, teknologi pemrosesan citra digital dalam identifikasi tumbuhan obat sangat dibutuhkan.

Biometrik Daun

Tumbuhan memiliki beberapa kemiripan dan perbedaan antara satu dengan yang lainnya dalam hal sifat dan bentuk. Pada dasarnya tumbuhan dapat diidentifikasi menurut ciri morfologinya seperti buah dan bunganya. Beberapa morfologi yang mencirikan suatu tumbuhan satu dengan yang lainnya terkadang hanya dapat diketahui oleh seorang pakar saja, seperti: struktur reproduksi organ, warna, bentuk dan ukuran daun. Beberapa morfolgi penciri ini memiliki peran penting dalam suatu identifikasi tumbuhan (Pahalawatta 2008). Morfologi tubuh tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai pengidentifikasi disebut dengan biometrik tumbuhan. Biometrik tumbuhan dapat diamati dari segi bentuk daun, susunan daun, penampang tepi daun, dan venasi daun (Nix 2014). Bentuk daun adalah salah satu ciri yang paling penting dalam identifikasi tumbuhan (Chih-Ying dan Chia-Hung 2013).

Salah satu ciri yang sering digunakan dalam identifikasi jenis tumbuhan adalah bentuk daun. Berdasarkan bentuk daun, Harlow dan Harrar (1952) mengklasifikasikan daun ke dalam 16 kelas berbeda. Klasifikasi bentuk daun ini didasarkan pada keunikan perbandingan panjang dan lebar daun serta perbedaan bentuk keliling daun. Gambar 1 adalah penggolongan jenis-jenis bentuk daun yang terdapat di alam. Smithsonian Institution (1999) menjelaskan pembagian bentuk-bentuk daun dapat dianalisis berdasarkan beberapa aspek geometri seperti perbedaan posisi axis (lebar terbesar daun), perbedaan base (pangkal daun), dan perbedaan apex (ujung daun).

Citra Daun

(16)

4

Gambar 1 Bentuk-bentuk daun menurut Harlow dan Harrar (1969)

Kontur

Kontur adalah keliling atau tepian terluar dari suatu objek dalam citra digital. Sejak identifikasi tepian objek citra menjadi masalah krusial dalam analisis citra, ekstraksi kontur menjadi hal yang paling penting dilakukan dalam identifikasi suatu citra (Tejada et al. 2009). Manusia dapat mengidentifikasi dengan mudah berbagai macam objek hanya dengan mengamati bentuk tepiannya (Chih-Ying dan Chia-Hung 2013).

Representasi kontur suatu citra dapat dilakukan dengan dua macam pendekatan, yaitu representasi secara konvensional dan secara struktural. Dalam perhitungannya, representasi konvensional tetap memperhitungkan bentuk keseluruhan objek. Sedangkan, representasi secara struktural membagi keseluruhan kontur ke dalam beberapa segmen untuk dianalisis (Chih-Ying dan Chia-Hung 2013).

Geometri Kontur

(17)

5

METODE

Secara garis besar, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengumpulan data citra daun tumbuhan obat, praproses citra, deteksi tepian (edge) citra daun, penentuan landmark tepian citra daun, ekstraksi citra, serta identifikasi citra. Tahapan metode ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data citra daun tumbuhan obat. Objek data citra ini berupa tumbuhan obat yang diambil oleh tim riset Computer Vision IPB di beberapa lokasi pembudidayaan tumbuhan obat Indonesia seperti Kebun Raya Cibodas, areal kebun Biofarmaka Cikabayan dan rumah kaca Pusat Konservasi Ex-situ Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia, Fakultas Kehutanan IPB. Data yang dipakai terdiri atas enam kelas bentuk daun, yaitu lanceolate, ovate, obovate, reniform, cordate, dan deltoid.

Praproses Citra

Tahap praproses citra dilakukan dengan mempersiapkan citra daun sebelum masuk dalam teknik pengolahan ekstraksi citra. Praproses dimulai dengan melakukan pengubahan latar belakang citra daun menjadi latar belakang putih. Selanjutnya dilakukan restorasi citra dengan tujuan mendapatkan kualitas citra yang baik sebelum dilakukan tahapan analisis lebih lanjut (Acharya dan Ray 2005).

(18)

6

Dalam tahapan ini juga dilakukan proses penyesuaian posisi citra. Citra daun diposisikan secara vertikal yaitu setiap citra diatur dengan posisi pangkal daun berada di sebelah bawah sementara posisi ujung daun berada di sebelah atas citra. Citra daun setelah melalui tahap praproses citra adalah citra daun dengan pengaturan intensitas grayscale dengan skala tertentu.

Deteksi Tepian Citra

Hasil dari tahapan praproses citra adalah citra daun dengan kualitas yang sesuai untuk diolah dalam tahapan berikutnya. Tahapan yang selanjutnya dilakukan yaitu proses deteksi tepi citra. Deteksi tepi citra merupakan proses untuk menghasilkan tepi-tepi dari objek citra sehingga dapat diketahui bagian yang menjadi detil citra. Suatu titik a(x,y) dikatakan sebagai tepian (edge) dari citra apabila mempunyai perbedaan intensitas yang tinggi terhadap titik tetangganya. Tepi daun akan dideteksi karena merupakan titik-titik dengan perbedaan intensitas warna yang mencolok terhadap warna latar belakang yang telah diatur menjadi warna putih. Representasi tepi daun dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 (a) Citra daun berwarna, (b) Citra daun grayscale hasil praproses citra (c) Tepi terluar daun (kontur daun)

Ada beberapa metode yang dapat dipakai dalam proses deteksi tepi. Secara garis besar deteksi tepi ini dapat berdasarkan nilai turunan pertama ataupun berdasarkan nilai turunan kedua. Beberapa operator deteksi tepi berdasarkan nilai turunan pertama di antaranya adalah operator Robert, operator Prewitt, operator Sobel, operator Canny, dan operator Crisch (Acharya dan Ray 2005). Dalam penelitian ini, deteksi tepian citra dilakukan menggunakan operator Canny. Operator Canny dapat mendeteksi dengan baik titik-titik yang tepat meskipun objek memiliki noise dengan tingkat error minimum (Acharya dan Ray 2005).

Kontur hasil deteksi tepi selanjutnya diurutkan sehingga dibentuk dua buah array satu dimensi untuk menyimpan nilai pixel x dan y. Array ini adalah data yang selanjutnya digunakan dalam proses pengolahan dengan algoritme geometri kontur.

Penentuan Titik Pusat

(19)

7 dilakukan yaitu menentukan titik pusat citra yang meliputi titik pusat luasan citra, titik pusat massa citra, dan titik pusat lingkaran citra. Titik pusat luasan citra yaitu titik yang berada di tengah berdasarkan luas area dalam kontur. Titik ini diperoleh dengan membagi luas area dalam kontur dengan panjang kontur dalam sumbu x dan panjang kontur dalam sumbu y. Titik ini adalah titik yang akan membagi sama besar luas area dalam kontur citra baik secara vertikal maupun secara horizontal. Titik ini ditentukan dengan persamaan:

Px0=abs[ Yi -Yi+1 ×(Xi +Xi+1)/2]

n i=0

ni=0abs(Yi -Yi+1)

Py0=∑ni=0abs[ Xi-Xi+ ×(Yi+Yi+ )/2]

∑ni=0abs(Xi-Xi+ ) dengan:

- Xi dan Yi = array ke i dari absis dan ordinat kontur hasil direduksi - n = jumlah kontur

- Px0 dan Py0 = koordinat titik pusat kontur

Secara visual persamaan di atas dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 (a) menunjukkan garis y=Py0 membagi citra ke dalam dua buah bagian luas LI dan LII sama besar. Gambar 4 (b) menunjukkan garis x=Px0 membagi citra ke dalam dua buah bagian luas LI dan LII sama besar. Gambar 4 (c) menunjukkan titik pusat luasan citra (Px0 ,Py0) yang merupakan perpotongan dua garis pembagi luas berdasarkan sumbu x dan sumbu y.

(20)

8

Titik massa kontur adalah pusat berat titik-titik kontur sesuai dengan distribusinya. Titik ini bisa berada di dalam keliling kontur ataupun di luar keliling kontur. Titik massa kontur bernilai sama dengan titik pusat kontur untuk kontur yang berbentuk simetri bilateral. Titik massa kontur untuk bidang tidak beraturan didapatkan dengan terlebih dahulu membagi total keseluruhan bidang menjadi beberapa bidang beraturan. Titik pusat massa bidang tidak beraturan ditentukan dengan perhitungan:

- A = luas masing-masing bagian bidang

- x dan y = titik pusat massa masing-masing bagian bidang

Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa luas bagian keseluruhan merupakan gabungan dari beberapa luas berdasarkan sumbu x dan sumbu y. Titik pusat massa ditentukan dengan menjumlahkan luas × pusat massa untuk setiap bagian dibagi dengan luas keseluruhan bagian. Dengan demikian, persamaan untuk menentukan ordinat (Px1) dari titik pusat massa keseluruhan bagian dapat dituliskan dengan:

Px1=

Dengan cara yang sama, diperoleh persamaan untuk menentukan ordinat (Py1) dari titik pusat massa, yaitu

Py1=4* ∑ [in∑ [(Y=0 Xi-Xi+ × Yi+Yi+ 2]

i+Yi+ )×(Xi-Xi+ )]

n

i=0

(21)

9 Selain titik pusat kontur dan titik pusat massa kontur, ditentukan pula titik pusat lingkaran kontur. Lingkaran ini adalah lingkaran dengan jari-jari terpendek yang dapat melingkupi semua titik kontur secara sempurna. Titik ini adalah hasil turunan titik dari titik pusat massa yang telah ditentukan. Setiap titik kontur dihitung jaraknya terhadap titik pusat massa untuk mendapatkan jarak titik kontur terjauh (dist) dari titik pusat massa. Titik pusat lingkaran diperoleh dari hasil update titik pusat massa sehingga diperoleh jarak terjauh dengan nilai minimum (Gambar 6). Titik pusat dan jari-jari lingkaran ini ditentukan dengan perhitungan:

dist = max[√(Xi-postx)2+(Yi-posty)2 ]; 0<i<n ;

postx= Px1 +2×(j-nbt2-1 ×pas; 0<j<nbt ;

posty= Py1+2×(k-nbt2 )-1 ×pas; 0<k<nbt ;

Px2=Px1 +2×(jmin-nbt2 )-1 ×pas;

Py2=Py1 +2×(kmin-nbt2 )-1 ×pas;

pas = dist/(4×(nbt-1)j); dengan:

- postx danposty = koordinat titik pusat lingkaran sementara; - Px2 danPy2 = koordinat titik pusat lingkaran terkecil yang

melingkupi kontur;

- dist = jari-jari lingkaran yang melingkupi kontur; - pas = bobot update;

- nbt = jumlah looping update (4 atau 6 iterasi). - jmin dan kmin = iterasi j dan k yang menghasilkan nilai dist

yang minimal untuk setiap i;

(22)

10

Ekstraksi kelengkungan titik

Pada penelitian ini, landmark kontur citra ditentukan berdasarkan nilai kelengkungan. Sudut titik kontur (a) dapat dihitung dengan mempertimbangkan posisi beberapa titik kontur tetangga. Posisi suatu titik kontur merupakan panjang busur kontur dari titik awal kontur sampai titik tersebut. Posisi suatu titik kontur ditentukan dengan persamaan:

.si+1=si+dsi;

dsi=

√((Xi+num+1+Xi+1)-(Xi+num+Xi))2+ (Yi+num+1+Yi+1)-(Yi+num+Yi) 2

2

dengan:

- si = nilai posisi titik kontur ke-i - dsi = posisi titik kontur ke-i

Dengan memperhitungkan nilai piksel kontur seperti pada Gambar 7, persamaan di atas dapat dituliskan menjadi:

dsi=

√((x4-x3)+(x2-x1))2+((y4-y3)+(y2-y1))2

2

Gambar 7 Representasi perhitungan nilai posisi kontur

Dalam penelitian ini dilakukan penghitungan sudut kelengkungan dengan 8 titik tetangga (Gambar 8) sehingga diperhitungkan 4 sudut antar titik (α1 s.d. α4) untuk menentukan sudut kelengkungan suatu titik. Sudut antar titik kontur (anglei) memiliki satuan radian dengan rentang nilai [-3.14,3.14] sehingga apabila ada nilai

anglei yang berada di luar selang, dilakukan normalisasi untuk mendapatkan nilai

(23)

11

anglei=∑ dsn×αn

4 n=1

∑4 ds

n=1

ai=norm(anglei);

dengan:

- dsn = ���+�- ���-�

- αn = sudut antara dua titik kontur tetangga (sudut antara titik i+n dengan titik i-n)

- ai = sudut kelengkungan titik kontur ke-i

Gambar 8 Representasi perhitungan nilai kelengkungan titik kontur

Kelengkungan adalah suatu nilai yang menunjukkan tingkat ketajaman suatu kurva yang melengkung (Purcell dan Varberg 1987). Kelengkungan diperoleh dari perubahan nilai sudut antar titik terhadap posisinya. Dalam penelitian ini, kelengkungan antara dua titik kontur ditentukan dengan persamaan:

a’i=ai+ -ai

-si+1-si-1

(24)

12

Gambar 9 (a) Kontur cekung dan (b) Kontur cembung

Penentuan Landmark Kontur

Kelengkungan yang dihitung berdasarkan posisi dua titik (a’i) memiliki perbedaan nilai yang signifikan dari satu iterasi titik ke iterasi selanjutnya sehingga perlu dihitung rata-rata lokal kelengkungan. Dengan perhitungan rata-rata lokal beberapa titik tetangga diperoleh kelengkungan dengan perubahan lebih teratur. Kelengkungan yang lebih halus (ki) untuk delapan nilai kelengkungan titik tetangga ditentukan dengan:

ki=1

8∑

ai+n-ai-n si+n-si-n 8

n=1

Landmark kontur merupakan titik pada kontur dengan nilai kelengkungan yang ekstrim. Dari hasil rata-rata nilai kelengkungan delapan nilai kelengkungan titik tetangga, dihitung rata-rata kelengkungan titik kontur secara global (V_avg) serta standar deviasinya (V_sdev). Masing-masing tipe daun memiliki jumlah landmark yang berbeda dalam representasi bentuk. Dalam penelitian ini diberikan variabel bebas (coef_detect) untuk mengatur jumlah titik landmark yang dideteksi. Dengan variabel ini, diperoleh suatu batas selang [c, d] sehingga nilai kelengkungan titik kontur di luar selang tersebut dipilih sebagai landmark kontur.

[c, d]=V_avg± 2×coef_detect×V_sdev

dengan:

(25)

13 Berdasarkan nilai kelengkungan titik, landmark dapat ditentukan dari dua kondisi berbeda. Pertama, landmark maksimum yaitu landmark dengan nilai kelengkungan (k) mencapai maksimum lokal di atas batas selang d. Kedua, landmark minimum yaitu landmark dengan nilai k mencapai minimum lokal di bawah batas selang c (Gambar 10).

Gambar 10 Visualisasi deteksi landmark kontur

Ekstraksi Landmark Kontur

Visualisasi Gambar 10 memperlihatkan bahwa landmark ditentukan dari nilai optimum suatu selang lokal titik kontur. Dalam selang ini, sebaran nilai sudut kelengkungan terhadap posisi setiap titik kontur menghampiri persamaan fungsi sigmoid (Gambar 11) dengan persamaan:

f(x)=aimin+

aimax

1+exp(s0−� rate )

dengan:

- imin = nilai i minimal dalam rentang landmark - imax = nilai i maksimal dalam rentang landmark - rate = nilai kemiringan fungsi

- s0 = nilai tengah posisi

(26)

14

Gambar 11 Sebaran nilai kelengkungan titik kontur di sekitar landmark

a Kelengkungan landmark

Landmark ditentukan dari nilai ekstrim data kelengkungan. Dengan demikian, landmark merupakan titik yang memiliki nilai kelengkungan penting. Dengan pendekatan fungsi sigmoid, kelengkungan landmark adalah nilai fungsi sigmoid dengan exp(xrate0−x)= atau nilai rate ≅ ∞.

angptex = f(x); dengan nilai rate ≅ ∞; b Perubahan sudut landmark

Nilai kelengkungan satu titik dengan titik yang lain memiliki perubahan berdasarkan posisi. Perubahan sudut ini dijadikan sebagai salah satu ekstraksi citra. Nilai perubahan sudut landmark diturunkan dari variabel fungsi sigmoid dengan persamaan:

jumptex = aimax

π

c Kemiringan landmark

Kemiringan titik kontur merupakan nilai gradien kontur pada titik tertentu. Nilai ini hasil penurunan nilai dari nilai kelengkungan titik yang telah diperoleh. Nilai kemiringan pada titik landmark diturunkan dari variabel fungsi sigmoid dengan persamaan:

couptex = aimax

4×rate

d Jarak landmark

Pada setiap landmark yang telah dideteksi, dihitung nilai jarak terhadap titik centroid dengan menggunakan rumus jarak kontur (Yang et al. 2010). Setiap titik landmark (xi,yi) pada kontur dihitung jaraknya (ri) terhadap titik pusat

(��2,py2).

ri=√(xi - px2)2+(yi- py2)2

e Posisi landmark

(27)

15 posptex =∑i=minmax si

imax-imin

f Fungsi Kontur

Setiap landmark yang dideteksi memiliki rentang beberapa titik mulai dari nilai maksimum/minimum global dari suatu landmark sampai pada nilai maksimum/minimum landmark berikutnya. Dalam rentang ini, nilai-nilai kelengkungan titik terdistribusi membentuk suatu turunan fungsi polinom. Koefisien fungsi polinom yang didapatkan pada tahap ini dapat digunakan dalam visualisasi kontur. Nilai x adalah besarnya posisi titik kontur terhadap titik awal kontur (s) dengan f(x) nya adalah nilai sudut kelengkungan pada titik tersebut (a). Menurut Leung et al. (1992) persamaan umum fungsi polinom ditentukan dengan:

f x =P(n)=a8x8+a7x7+a6x6+ . . . +a1x1+a0x0

Analisis Citra dan Evaluasi

Hasil penentuan landmark dari nilai optimal kelengkungan kontur dianalisis berdasarkan area penting kontur menurut Smithsonian Institution (1999). Citra dengah hasil deteksi landmark yang baik dipilih dan dijadikan templat sebagai data uji. Setiap data dianalisis dengan kemiripan Histogram Kontur atau Contour of Histogram (COH) (Ram et al. 2009). Deteksi landmark yang baik menemukan beberapa titik landmark pada area yang membedakan bentuk yang satu dengan yang lainnya.

Dalam analisis hasil ekstraksi, nilai hasil ekstraksi berupa jarak, kelengkungan, perubahan sudut, kemiringan, dan posisi landmark dikuantisasi ke dalam bentuk histogram. Tinggi histogram adalah nilai frekuensi masing-masing selang kuantisasi. Perhitungan kemiripan ini menggunakan perhitungan kemiripan dua vektor antara nilai histogram data yang telah dinormalisasi ke dalam [0,1] terhadap templat yang telah ditentukan. Perhitungan kemiripan cosine menurut Sidorov et al. (2014) ditentukan dengan perhitungan:

cosine θ = |aa||∙ bb|

Dua vektor dianggap membentuk suatu sudut θ. Cosine θ ≅ menunjukkan bahwa kedua vektor sangat berbeda atau tidak memiliki kemiripan. Sebaliknya,

cosine θ ≅ menujukkan kedua vektor sama atau sangat mirip. Hasil perhitungan

kemiripan ini digunakan untuk mngetahui kemampuan hasil ekstraksi ciri pada landmark dalam prediksi citra daun tumbuhan obat berdasarkan bentuk.

Lingkungan Pengembangan

(28)

16

HASIL DAN PEMBAHASAN

Praproses Citra

Sebelum dilakukan ekstrasi fitur citra daun, terlebih dahulu dilakukan praproses citra secara manual. Praproses manual dilakukan untuk menyesuaikan posisi objek sehingga tegak lurus terhadap garis horizontal dan mengatur latar belakang citra. Hasil praproses manual ini adalah citra dengan latar belakang putih dan posisi objek tegak lurus terhadap sumbu horizontal.

Pada proses selanjutnya citra diubah menjadi citra biner dengan operasi threshold. Nilai threshold yang digunakan adalah 245. Nilai ini dipakai karena menghasilkan keluaran citra biner yang paling sesuai dengan objek. Piksel yang memiliki nilai lebih besar dari threshold memiliki nilai 255 (warna putih), sedangkan yang lebih kecil memiliki nilai piksel 0 (warna hitam). Objek daun hasil operasi threshold memiliki warna hitam sedangkan latar belakang memiliki warna putih. Dengan operasi threshold ini, venasi daun dihilangkan sehingga hasil deteksi tepi daun (kontur) dapat menghasilkan bentuk yang optimal. Tahapan praproses ini dapat dilihat pada Gambar 12(a), Gambar 12 (b), dan Gambar 12 (c).

Deteksi tepi (kontur) objek menggunakan operator Canny dengan nilai parameter batas atas sebesar 200 dan batas bawah sebesar 100 (Hasim 2014). Deteksi tepi dilakukan setelah proses threshold agar kontur yang dideteksi bersifat tunggal untuk sebuah objek dengan ketebalan satu piksel. Hasil deteksi kontur dapat dilihat pada Gambar 12 (d) dan Gambar 12 (e).

Gambar 12 (a) Citra berwarna, (b) Citra grayscale, (c) Citra biner (d) Hasil deteksi tepi dengan operator Canny, dan (e) Hasil inversi nilai biner

Penentuan Titik Pusat

(29)

17

Gambar 13 Hasil deteksi titik pusat citra

Penentuan Landmark

Untuk menentukan landmark pada kontur daun, dilakukan perhitungan nilai sudut kelengkungan (a), jarak lengkung tiap titik dengan titik awal (s), kelengkungan antara dua titik (a’), dan kelengkungan titik (k). Nilai s untuk satu kontur adalah nilai keliling kontur yang sesuai dengan bentuk aslinya. Nilai s hasil perhitungan dinormalisasi terhadap jari-jari lingkaran sehingga diperoleh nilai s dalam satuan jarak.

Dalam penelitian ini dihitung sudut kelengkungan suatu titik berdasarkan delapan titik kontur tetangga. Dari sudut yang diperoleh, dihitung nilai kelengkungan (k) dari delapan nilai kelengkungan tetangga. Angka ini dipilih karena menghasilkan deteksi landmark yang paling baik. Landmark didapatkan dari titik-titik kontur yang memiliki nilai kelengkungan di luar threshold. Gambar 14 memperlihatkan titik-titik pada kontur yang dideteksi sebagai landmark yang nilainya dapat dilihat pada Tabel 1.

(30)

18

Tabel 1 Data perubahan kelengkungan kontur menuju landmark

i a s a’ k landmark

15 2.223 0.125463 5.83506 -17.3424

16 2.223 0.137532 -122.312 -29.6898

17 2.6965 0.147263 -66.3834 -70.3158 Ya

18 0.7758 0.159333 6.37164 -65.2501 19 2.8354 0.169064 -92.3294 -49.4014 20 1.9899 0.180191 -174.771 -55.0215

21 2.33 0.189922 -196.324 -70.8524

22 1.3091 0.199653 18.3518 -90.9062 Ya

23 2.73 0.211723 -40.7504 -89.1267

Setiap jenis daun memiliki karakteristik kelengkungan kontur yang berbeda-beda. Hal ini dapat mempengaruhi banyak dan sedikitnya jumlah landmark yang dideteksi. Analisis hasil deteksi landmark dapat dilakukan dengan mengatur jumlah landmark yang dideteksi sehingga seragam. Untuk itu, dilakukan pengaturan dua parameter penentu, yakni coef_deviasi dan perubahan sudut. Coef_deviasi yaitu koefisien yang menentukan threshold selang kelengkungan. Kelengkungan di luar selang ini ditentukan sebagai landmark. Sedangkan perubahan sudut menentukan iterasi selanjutnya dari landmark yang boleh dideteksi. Hasil deteksi landmark untuk beberapa data dapat dilihat pada Tabel 2.

(31)

19 Tabel 2 Hasil pendeteksian landmark untuk beberapa data daun

No Parameter Citra Asli Landmark Kontur

1 lanceolate

coef_deviasi=0.95; perubahan sudut=2; 8 titik tetangga

2 ovate

coef_deviasi=0.9; perubahan sudut=0.2; 8 titik tetangga

3 obovate

coef_deviasi=0.95; perubahan sudut=0.2; 8 titik tetangga

4 reniform

coef_deviasi=0.9; perubahan sudut=0.2; 8 titik tetangga

5 cordate

coef_deviasi=0.95; perubahan sudut=0.2; 8 titik tetangga

6 deltoid

(32)

20

Ekstraksi Ciri Kontur

Untuk mengetahui tingkat kemiripan hasil ekstraksi antar-data dipilih beberapa data dengan hasil deteksi landmark yang baik yang mampu merepresentasikan bentuk daun secara visual. Dari data yang terpilih (lihat Lampiran 1) dihitung nilai rata-rata sehingga diperoleh suatu templat berbeda untuk masing-masing kelas bentuk (Gambar 15). Pemilihan data ini didasarkan pada kondisi apex (ujung daun) dan base (pangkal daun) serta axis (posisi terlebar daun) menurut Smithsonian Institution (1999).

Daun yang dipakai sebagai templat memiliki hasil deteksi landmark yang baik yaitu adanya lebih banyak landmark yang dideteksi pada area penting kontur dan lebih sedikit pada area kontur lainnya. Meskipun demikian, terkadang hasil deteksi landmark ini merata untuk semua area kontur. Contoh kasus untuk daun berbentuk ovate yang memiliki axis pada 2/5 posisi pangkal daun (Smithsonian Institution 1999). Data yang baik setidaknya memiliki beberapa titik landmark pada area ini. Daun reniform dan cordate memiliki kondisi base yang melengkung ke dalam. Data yang baik untuk bentuk daun ini memiliki beberapa titik landmark pada area base. Data yang tidak dipilih sebagai templat dijadikan sebagai data uji dengan total berjumlah 72 data dalam 6 kelas bentuk yang berbeda.

Gambar 15 Daun yang dijadikan templat data dengan kriteria hasil deteksi landmark baik secara visual

Dalam penelitian ini digunakan histogram untuk merepresentasikan hasil ekstraksi antar data. Ciri hasil ekstraksi dinormalisasi ke dalam 20 selang kuantisasi mulai dari 0.0 sampai 1.0. Selang kuantisasi dipilih 20 karena pada nilai ini histogram menunjukkan bentuk visual yang paling baik. Tinggi selang kuantisasi adalah frekuensi masing-masing selang yang bersesuaian. Nilai frekuensi setiap selang kuantisasi dinormalisasi ke dalam [0,1] sehingga diperoleh nilai-nilai vektor dalam selang yang sama untuk perhitungan kemiripan antara 72 data uji terhadap data templat menggunakan perhitungan kemiripan cosine.

(33)

21 landmark yang berbeda. Daun berbentuk lanceolate memiliki histogram jarak yang memiliki nilai yang merata untuk semua selang. Hal ini merepresentasikan bentuk daun lanceolate yang pipih memanjang sehingga jarak landmark bervariasi dari yang terpendek sampai yang terjauh.

Bentuk daun ovate dan obovate memiliki kemiripan distribusi jarak, yaitu tidak terdapat pada 30% selang awal. Hal ini menunjukkan kedua bentuk ini dekat dengan daun lanceolate, namun memiliki lebar daun lebih besar. Bentuk daun reniform memenuhi bagian 50% kedua dari selang kuantisasi dan terdapat beberapa nilai pada selang kecil. Hal ini menunjukkan bentuk daun reniform memiliki kontur dengan jarak sama dari titik pusat (mendekati bentuk lingkaran). Beberapa nilai pada selang kecil menunjukkan adanya cekungan kontur yaitu di area pangkal daun (base).

Daun cordate dan deltoid memenuhi hanya 50% kedua dari selang Hal ini menunjukkan kedua bentuk daun ini secara bentuk umum mirip yaitu memiliki kontur dengan perbandingan panjang dan lebar sama menurut Smithsonian Institution (1999). Bentuk daun cordate dan deltoid dapat dibedakan dengan nilai frekuensi selangnya yang berbeda. Frekuensi tinggi bentuk daun deltoid ada pada selang yang besar sesuai dengan bentuk daun deltoid yang mendekati segitiga sehingga ada tiga area dengan jarak terjauh dari pusat. Sedangkan cordate memiliki jarak terjauh hanya pada apex dan base. Hasil perhitungan cosine menunjukkan tingkat kemiripan data berdasarkan ciri jarak mencapai 56.9%. Kemiripan terbaik didapatkan untuk kelas bentuk lanceolate sebesar 83%.

Gambar 16 Histogram visualisasi ciri jarak landmark untuk masing-masing bentuk daun

(34)

22

Gambar 17 Histogram ciri posisi landmark

Hasil evaluasi ciri kelengkungan landmark dapat dilihat pada Gambar 18. Visualisasi histogram pada Gambar 18 menunjukkan bahwa metode geometri kontur dapat mendeteksi landmark dengan cukup baik karena histogram memiliki perbedaan antar bentuk daun. Kelengkungan lanceolate memiliki perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan bentuk lainnya. Dilihat dari bentuk daunnya, daun lanceolate memiliki kelengkungan yang seragam dari base sampai apex. Bentuk daun reniform memiliki jangkauan lebih lebar dan nilainya ada pada hampir seluruh selang. Hal ini menandakan kelengkungan konturnya lebih beragam ditandai dengan adanya lengkungan cekung dan cembung pada kontur.

Bentuk ovate dan obovate memiliki kemiripan distribusi frekuensi kelengkungan. Hal ini membuktikan bahwa kedua daun ini mirip secara bentuk, namun dapat dibedakan dengan posisi axis. Posisi axis ovate berlawanan dengan obovate. Ovate memiliki axis pada 2/5 area base sedangkan obovate pada 2/5 area apex (Smithsonian Institution 1999). Kelengkungan merupakan ciri dengan dengan tingkat kemiripan terbaik di antara keempat ciri yang lain, yakni mencapai 70.8%.

(35)

23

Gambar 18 Histogram ciri kelengkungan landmark

Gambar 19 Histogram ciri perubahan sudut landmark

Visualisasi histogram pada Gambar 20 memperlihatkan dalam hal kemiringan landmark, antar kelas bentuk memiliki kesamaan frekuensi yang tinggi pada selang kuantisasi pertama. Perbedaan antar kelas dapat diamati dari nilai kumulatif frekuensinya. Untuk semua bentuk daun kemiringan terdistribusi pada

[−∞, ∞] karena kontur daun berbentuk satu lingkaran penuh. Dengan selang nilai

(36)

24

Gambar 20 Histogram ciri kemiringan landmark

Dari kelima ciri yang berhasil diekstraksi pada titik landmark diperoleh akurasi kemiripan terbaik oleh ciri kelengkungan sebesar 70.83%. Penggabungan kelima ciri dengan setiap ciri memiliki 20 vektor dalam selang kuantisasi menghasilkan setiap data memiliki 100 vektor ciri. Histogram ciri gabungan dapat dilihat pada Gambar 21. Ciri satu dengan ciri yang lainnya saling melengkapi dalam prediksi bentuk daun. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya akurasi perhitungan kemiripan menjadi 72.22% dengan menggunakan semua ciri.

Confusion matrix hasil prediksi bentuk daun ini dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan hasil prediksi dari 6 kelas bentuk daun dengan data masing-masing kelas berjumlah 12 data. Kelas aktual menunjukkan kelas asli dari bentuk daun, sedangkan kelas prediksi menunjukkan hasil prediksi dari hasil perhitungan. Kemiripan terbaik diperoleh untuk bentuk lanceolate sebesar 91.67%.

(37)

25

Gambar 21 Penggabungan kelima ciri untuk masing-masing bentuk daun

Tabel 3 Confusion matrix perhitungan kemiripan 6 kelas bentuk daun Kelas

Aktual

Kelas Prediksi

lanceolate ovate obovate reniform cordate deltoid

lanceolate 11 1 0 0 0 0

ovate 1 5 1 0 3 2

obovate 0 1 10 0 1 0

reniform 0 0 0 10 2 0

cordate 0 4 0 0 8 0

deltoid 0 1 0 2 1 8

(38)

26

Gambar 22 Daun dari tiga kelas bentuk dengan apex yang mirip sering mengalami kesalahan prediksi

Ekstraksi Fungsi Polinom Kontur

Fungsi polinom diekstraksi dari turunan nilai posisi dan kelengkungan landmark. Dalam satu keliling kontur bentuk fungsi polinom untuk masing-masing bentuk daun memiliki kemiripan satu sama lain secara visual. Gambar 23 menunjukkan bentuk hampiran fungsi polinom untuk data obovate. Koefisien fungsi polinom data ini dapat dilihat pada Tabel 4. Dapat dilihat secara visual (Gambar 23) dan secara nilai (Tabel 4) fungsi polinom memiliki kesamaan dalam satu kelas bentuk daun.

Gambar 23 Hampiran fungsi polinom untuk sebaran data posisi terhadap kelengkungan kontur (data ovate)

Tabel 4 Koefisien fungsi polinom data ovate Data

ke-

Koefisien polinom

a8 a7 a6 a5 a4 a3 a2 a1 a0

(39)

27 Dalam satu kelas, koefisien fungsi polinom memiliki kesamaan untuk masing-masing orde. Hal ini menunjukkan apabila persamaan digunakan dalam mengeplot gambar kontur, akan dihasilkan gambar yang mirip untuk satu kelas. Gambar 24 menunjukkan grafik koefisien polinom untuk masing-masing kelas bentuk. Bentuk obovate dan reniform memiliki kesamaan yang tinggi dalam satu kelas bentuk. Hal ini menunjukkan apabila digunakan dalam plot kurva kontur, fungsi ini akan menghasilkan bentuk dengan presisi yang tinggi. Hasil ini sesuai dengan nilai ciri yang digunakan yaitu posisi dan kelengkungan landmark.

Gambar 24 Grafik koefisien fungsi polinom masing-masing kelas bentuk daun

(40)

28

Gambar 25 Data citra kelas bentuk lanceolate

Secara lengkap, data citra yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Dalam satu kelas bentuk, secara umum hasil representasi menunjukkan bahwa fungsi polinom memiliki nilai yang sama meskipun dalam beberapa kelas terbagi ke dalam beberapa klaster yang menunjukkan data yang digunakan memiliki sedikit perbedaan bentuk. Hasil representasi ini menunjukkan bahwa fungsi polinom dapat membentuk kurva daun dengan baik.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penelitian ini berhasil mengekstraksi lima ciri citra daun pada titik landmark yang dideteksi berdasarkan keunikan nilai kelengkungan kontur. Ciri kelengkungan paling baik dalam prediksi jenis daun dengan hasil akurasi sebesar 70.83%. Penggabungan ciri kelengkungan dengan empat ciri lainnya meningkatkan akurasi dalam prediksi jenis daun. Akurasi total dengan kelima ciri mencapai 72.22%. Dengan menggunakan fungsi polinom dari ciri posisi dan kelengkungan landmark, kontur daun dapat direpresentasikan dengan baik.

Saran

Penelitian ini masih terbatas pada pengenalan daun berdasarkan bentuk. Metode ini dapat dikembangkan untuk pengenalan daun berdasarkan sifat biometrik lainnya. Dalam penelitian ini, hasil koefisien fungsi polinom belum digunakan untuk menggambarkan kontur. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk menggambarkan kontur dari fungsi polinom yang telah diekstraksi.

DAFTAR PUSTAKA

Motaleb MA. 2011. Selected Medical Plants of Chittagong Hill Tracts. Hossain MK, Sobhan I, Alam MK, Khan NA, Firoz R, editor. Dhaka (BD): Progressive Printers Pvt, Ltd.

(41)

29 Chih-Ying G, Chia-Hung W. 2013. Plant identification through images: using feature extraction of key points on leaf contours. Botanical Society of America. 1(11):1-9. doi: 10.3732/apps.1200005.

Harlow WM, Harrar ES. 1969. Textbook of Dendrologi. San Francisco (US): Mc.Graw-Hill.

Hasim A. 2014. Perbandingan algoritme centroid contour gradient dan centroid contour distance untuk pengenalan bentuk daun [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian bogor.

Leung KT, Mok LAC, Suen SN. 1992. Polynomials and Equation. Hongkong (HK): Hongkong University Press.

Mouine S, Yahiaoui I, Verroust-Blondet A. 2013. A shape-based approach for leaf classification using multiscale triangular representation. ICMR '13 - 3rd ACM International Conference on Multimedia Retrieval; 2013 Apr 16-19; Dallas, Texas, Amerika Serikat. hal-00818115.

Nix S. 2014. A tree leaf's shape, margin and venation [internet]. [diacu 2014 Des 24]. Tersedia dari: http://forestry.about.com/od/treephysiology/tp/ leaf_structure _shape.htm.

Pahalawatta KK. 2008. Plant species biometrics using feature hierarchies: a plant identification system using both global and local feature of plant leaves [tesis]. Cantenbury (NZ): University of Canterbury.

Purcell EJ, Varberg D. 1987. Kalkulus dan Geometri Analitis. Jakarta (ID): Erlangga.

Ram K, Babu Y, Sivaswamy J. 2009. Curvature orientation histograms for detection and matching of vascular landmarks in retinal images. Di dalam: Pluim J, Dawant B, editor. Medical Imaging 2009: Image Processing; 2009 Feb 7; Lake Buena Vista, United States. Hyderabad (IN): SPIE-Intl Soc Optical Eng. hlm 1-8. doi: 10.1117/12.811362.

Sidorov G, Gelbukh A, Gomez-Adorno H, Pinto D. 2014. Soft similarity and soft cosine measure: similarity of features in vector space model. Computation y Sistemas. 3(18):491-504. doi: 10.13053/CyS-18-3-2043.

[Smithsonian Institution]. 1999. Manual of Leaf Architecture. Washington, D.C. (US): Leaf Architecture Working Group, Department of Paleobiology. Tejada PJ, Xiaojun Q, Minghui J. 2009. Computational geometry of contour

extraction. 21st Canadian Conference on Computational Geometry. 2009 Agu 17-19; Vancouver, BC. hlm 25-28.

Yang M, Kpalma K, Ronsin J. 2010. A survey of shape feature extraction techniques. Di dalam: Peng-Yeng Yin. Pattern Recognition, IN-TECH. 2008. hlm 43-90.

Young IT, Gerbrands JJ, Vliet LJ. 1998. Fundamental of Image Processing. Den Haag (NL): Cip-Data Koninklijke Bibliotheek.

(42)

30

Lampiran 1 Sampel citra daun asli dan hasil deteksi landmark yang digunakan sebagai templat

Bentuk

daun Citra asli Landmark kontur Citra asli Landmark kontur

L

anc

eolat

e

O

(43)

31

Lanjutan Bentuk

Daun Citra asli Landmark kontur Citra asli Landmark kontur

O

bov

ate

R

enif

(44)

32 Lanjutan

Bentuk

Daun Citra asli Landmark kontur Citra asli Landmark kontur

C

ordat

e

D

elt

(45)

33

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekalongan, Jawa Tengah pada tanggal 15 Mei 1992 dari ayah Kusnin (Alm.) dan Ibu Afiyah. Penulis adalah putra ketiga dari lima bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMK Negeri 1 Kedungwuni, Kabupaten Pekalongan dengan keahlian Teknik Mekanik Otomotif dan pada tahun tersebut penulis masuk pendidikan nonformal di Pondok Pesantren Nurul Iman, Bogor. Pada tahun 2011 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN tertulis dan diterima di Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Gambar

Gambar 1 Bentuk-bentuk daun menurut Harlow dan Harrar
Gambar 4 Penentuan titik pusat citra dengan garis pembagi luas
Gambar 5 Penentuan pusat massa citra dengan mempertimbangkan titik pusat
Gambar 6 Penentuan titik pusat lingkaran terkecil dengan update jarak terjauh kontur terhadap titik pusat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian dari pengamatan visual terlihat bahwa pada waktu flotasi 15 menit untuk logam besi dan 20 menit untuk tembaga dan nikel sudah menunjukkan hasil persentase pemisahan yang

Status Siaga Darurat Sebagaimana Dimaksud Adalah Dalam Rangka Siagan Darurat Penanganan Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan 0an Atau Lahan di Provinsi Klimantan

Kepada semua pihak yang membantu penulis tidak dapat sebutkan satu persatu, penulis ucapkan banyak terima kasih sehingga penulisan skripsi ini dapat

Luaran yang diharapkan dari kegiatan ini adalah masyarakat dapat mempraktekkan teknologi sambung pucuk untuk memperbanyak alpukat unggul yang ada di desa mereka

Setelah mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan model Discovery learning peserta didik dapat membandingkan fungsi sosial, struktur teks dan unsur kebahasaan dari

Data dalam penelitian ini berupa : (i) pemahaman guru mengenai proses pembelajaran dan penilaian berdasarkan kurikulum 2013 yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap

Kerusakan pada nervus medianus lesi rendah di pergelangan tangan menyebabkan deformitas yang disebut dengan “Ape Hand Deformity” dikarenakan ibu jari tidak

UPTD Metrologi adalah salah satu bagian dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan sebagai SKPD yang ada di wilayah pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, sekaligus pengguna