• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Kontraksi Otot Longitudinal Usus Halus Kelinci Akibat Paparan Medan Listrik Dan Magnet Secara In Vitro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perubahan Kontraksi Otot Longitudinal Usus Halus Kelinci Akibat Paparan Medan Listrik Dan Magnet Secara In Vitro"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN KONTRAKSI OTOT LONGITUDINAL

USUS HALUS KELINCI AKIBAT PAPARAN

MEDAN LISTRIK DAN MAGNET SECARA IN VITRO

Oleh :

Einstivina Nuryandani

G34101074

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

EINSTIVINA NURYANDANI. Perubahan Kontraksi Otot Longitudinal Usus Halus Kelinci Akibat Paparan Medan Listrik dan Magnet secara In Vitro. Dibimbing oleh DJOKO WALUYO dan KOEKOEH SANTOSO.

Efek medan listrik dan medan magnet terhadap jaringan hidup menjadi perhatian para ilmuwan karena luasnya penggunaan medan listrik dan magnet dalam berbagai bidang kehidupan. Penelitian mengenai perubahan kontraksi otot longitudinal usus halus kelinci akibat paparan medan listrik dan magnet telah dilakukan pada kondisi In Vitro. Penelitian ini menggunakan medan listrik statik dengan kekuatan 7,5, 15, 22,5, 30, 37,5 , dan 45 Volt/m dan medan magnet statik berkekuatan 30, 60, 90, 120, 150, dan 180 Gauss, untuk mengetahui perubahan kontraksi otot longitudinal usus halus kelinci.

Medan listrik tidak menyebabkan perubahan amplitudo dan frekuensi kontraksi baik pada duodenum , jejenum, dan ileum. Paparan medan magnet pada bagian duodenum dan ileum memiliki pola perubahan amplitudo yang naik pada taraf 30 Gauss dan terjadinya penurunan yang s emakin besar seiring meningkatnya kuat medan magnet . Pola ini diduga berhubungan dengan fenomena hormesis. Perubahan amplitudo duodenum tidak signifikan, pada jejenum penurunan amplitudo signifikan pada taraf 90 Gauss, sedangkan pada ileum berbeda nyata dengan kontrol pada taraf 90, 120, dan 180 Gauss, namun medan magnet tidak berpengaruh terhadap frekuensi kontraksi.

Usus halus merupakan suatu organ yang memiliki sifat kontraksi otonom sehingga dapat berkontraksi sendiri. Medan magnet diduga mempengaruhi kontraksi usus halus dengan mempengaruhi transport ion-ion yang penting bagi kontraksi usus halus seperti Ca2+, Na+, K+ , kanal ion, dan neurotransmitter pleksus intrinsik yang mengontrol ke rja otot polos.

ABSTRACT

EINSTIVINA NURYANDANI. The Contraction Alteration on Longitudinal Smooth Muscle of Rabbit Small Intestine, Influenced by Exposure of Electric and Magnetic Field, In Vitro. Supervised by DJOKO WALUYO and KOEKOEH SANTOSO.

Effects of electric and magnetic field on living tissue have drawn scientist’s attention because of it’s widespreads use on many major of life. In this experiment, static electric field 7,5, 15, 22,5, 30, 37,5, and 45 V/m and magnetic field strength from 30, 60, 90, 120, 150, and 180 Gauss were used to investigate contraction alteration on longitudinal smooth muscle contraction of rabbit small intestine.

Electric field did not affect alteration of amplitude and contraction’s frequency on duodenum, jejenum, and ileum. Magnetic field exposure on duodenum and ileum had amplitude alteration pattern that increased in field power of 30 Gauss. This pattern is suspected related with hormesis phenomena. Duodenum amplitude’s alterations was not significant, jejenum amplitudes significantly decreased on 90 Gauss, while ileum amplitude significantly differed with control on 90, 120, and 180 Gauss, but magnetic field did not affect contraction’s frequency.

Small intestine contract autonomically. Electric and magnetic fields are suspected influence ion transportation for contraction of small intestine such as Ca2+, Na+, K+, ion channnel and neurotransmitter of intrinsic plexus that play a role in controlling smooth muscle contraction.

(3)

PERUBAHAN KONTRAKSI OTOT LONGITUDINAL

USUS HALUS KELINCI AKIBAT PAPARAN

MEDAN LISTRIK DAN MAGNET SECARA IN VITRO

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Einstivina Nuryandani

G34101074

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul

: PERUBAHAN KONTRAKSI OTOT LONGITUDINAL USUS

HALUS KELINCI AKIBAT PAPARAN MEDAN LISTRIK

DAN MAGNET SECARA

IN VITRO

Nama

: Einstivina Nuryandani

NRP

: G34101074

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Drh. Djoko Waluyo, M.S. Dr. Drh. Koekoeh Santoso

NIP. 130350056

NIP. 131753557

Mengetahui,

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.

NIP. 131473999

(5)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Hanya dengan izin dan keridhoan-Nyalah penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Karya ilmiah ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan sejak Februari hingga Mei di Laboratorium Isotop, Departemen Fisiologi dan Farmakologi FKH IPB dengan judul Perubahan Kontraksi Otot Longitudinal Usus Halus Kelinci Akibat Paparan Medan Listrik dan Magnet secara

In Vitro.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Djoko Waluyo dan Bapak Koekoeh Santoso atas segala bimbingan, saran, kesabaran dan dorongan yang diberikan selama penelitian. Kepada Bapak Hamim sebagai penguji penulis mengucapkan terima kasih.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, Eyang atas segala doanya, Mbak Danti dan Mas Tri yang senantiasa memberikan dorongan kepada penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada sahabat -sahabat terbaik yang selalu memberikan dukungan dan dorongan kepada penulis, Isnawan atas segala bantuan dan pengertiannya, Lulu, Nana, Dewi, Wandi, Hijrah, Bekti, Mbah, Nani atas semua masukan dan bantuan dalam pengolahan data, serta seluruh teman Biologi angkatan ’38. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih untuk Dek Restu, Bulek Sus, Om, dan Dek Uwik dan keluarga yang sudah direpotkan serta Ambar, Kak Tono, Novi dan Gatik atas masukannya dalam mengolah data. Terima kasih penulis ucapkan kepada segenap pihak yang telah membantu penulis, Armand dan Cepy sebagai partner penelitian penulis, Uncle

Joni dan Mbak Yenny yang selalu direpotkan, Pak Agus, Pak Edy, Bu Hety, Mbak Heny, Pak Jaja dan Ibu, Pak Naryo serta segenap karyawan Departemen Biologi dan Fifarm FKH, Pak Edy, Bu Sri, Bu Ida, dan semua yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu -persatu. Terima kasih juga penulis ucapkan untuk Andrey yang telah membantu dalam pembuatan abstract

dan teman-teman Smuga 2001 atas dorongan dan pacuannya karena telah lulus mendahului penulis.

Penulis menyadari karya ilmiah ini jauh dari sempurna. Meskipun demikian, penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2005

Einstivina Nuryandani

(6)

Penulis dilahirkan di Purwodadi pada tanggal 12 Maret 1983 dari bapak Drs. Subiyantoro dan ibu Dra. Nurhayati. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara.

Tahun 2001 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Surakarta dan pada tahun yang sama masuk IPB melalui jalur UMPTN. Penulis memilih Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Struktur Usus Halus ... 1

Motilitas Usus Halus ... 1

Otot Polos ... 1

Pleksus Intrinsik ... 2

Interstitial Cell of Cajal... 2

Medan Listrik... 2

Medan Magnet ... 2

Interaksi Medan Listrik dan Magnet dengan Jaringan Biologis ... 3

Tujuan Penelitian... 3

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat... 3

Bahan dan Alat ... 3

Metode Penelitian ... 4

Isolasi Organ... 4

Pemberian Perlakuan ... 4

Pengambilan Data ... 4

Analisis Data... 4

HASIL Medan Listrik... 4

Medan Magnet ... 5

PEMBAHASAN... 7

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 8

Saran ... 8

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Struktur saluran pencernaan... 1

2 Kerja pleksus intrinsik... 2

3 Pleksus intrinsik ... 2

4 Ilustrasi permukaan dan garis equipotensial ... 2

5 Garis-garis gaya magnet pada berbagai sumber medan magnet ... 3

6 Perubahan amplitudo duodenum pada paparan beberapa taraf kuat medan listrik... 4

7 Perubahan amplitudo jejenum pada paparan beberapa taraf kuat medan listrik... 4

8 Perubahan amplitudo ileum pada paparan beberapa taraf kuat medan listrik ... 5

... 9 Perubahan frekuensi duodenum pada paparan beberapa taraf kuat medan listrik... 5

10 Perubahan frekuensi jejenum pada paparan beberapa taraf kuat medan listrik... 5

11 Perubahan frekuensi ileum pada paparan beberapa taraf kuat medan listrik... 5

12 Perubahan amplitudo duodenum pada paparan beberapa tara f kuat medan magnet ... 5

13 Perubahan amplitudo jejenum pada paparan beberapa taraf kuat medan magnet ... 6

14 Perubahan amplitudo ileum pada paparan beberapa taraf kuat medan magnet ... 6

15 Perubahan frekuensi duodenum pada paparan beberapa taraf kuat medan magnet ... 6

16 Perubahan frekuensi jejenum pada paparan beberapa taraf kuat medan magnet ... 6

17 Perubahan frekuensi ileum pada paparan beberapa taraf kuat medan magnet ... 6

18 Kurva dosis -respon yang menunjukkan hormesis (kurva-â) ... 7

19 Peran Ca2+ dalam kontraksi otot polos ... 8

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data miogram kontraksi usus halus kelinci ... 11

2 Data hasil pengukuran dan persen perubahan amplitudo dan frekuensi... 14

3 Hasil analisis data... 17

4 Komposisi larutan tyrode... 20

5 Rangkaian alat pada paparan medan listrik ... 21

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan pesat teknologi menyebabkan meningkatnya paparan medan listrik dan magnet di sekitar kita. Paparan ini berasal dari berbagai peralatan elektronik seperti televisi, komputer, handphone, dan lain-lain.

Medan listrik dan magnet diduga dapat menimbulkan efek pada jaringan hidup (Itegin & Gunay 1993). Beberapa penemuan menunjukkan bahwa medan magnet statik dapat mempengaruhi sistem biologi, khususnya sel yang mudah tereksitasi seperti otot dan saraf (Itegin & Gunay 1993). Jajte et al. (2001) melaporkan adanya efek perusakan DNA maupun kematian pada sel yang terkena paparan medan magnet sebesar 7 mT. Selain itu, pada kekuat an 6 mT dapat menyebabkan perubahan struktur membran plasma dan permukaan sel (Chionna et al. 2003).

Medan elektromagnetik juga dilaporkan dapat meningkatkan proliferasi kondrosit manusia, yang menjelaskan peran medan elektromagnetik dalam membantu penyembuhan patah tulang (Pezzetti et al.

1999). Hasil-hasil penelitian ini mendorong badan internasional seperti The International Commission on Non Ionizing Radiation Protection (ICNIRP) dan WHO menentukan batasan dosis yang aman. Namun, efek yang sesungguhny a masih diperdebatkan dan belum dapat disimpulkan. Masih diperlukan studi yang lebih mendalam dalam bidang ini. Penelitian ini bertujuan untuk me lihat pengaruh medan listrik dan magnet statik terhadap usus halus kelinci untuk memperkaya penelitian -penelitian mengenai efek medan listrik dan magnet yang telah dilakukan sebelumnya.

Struktur Usus Halus

Usus halus tersusun dari empat lapisan, yaitu mucosa, submucosa, muscularis mucosa, dan adventitia atau serosa (Gambar 1). Mucosa terbagi menjadi epithelium berupa sel-sel epitel yang bermodifikasi menjadi vili,

lamina propria yang merupakan lapisan jaringan pengikat longgar, dan muscularis mucosa yang merupakan lapisan tipis otot polos sirkular (bagian dalam) dan longitudinal (luar) (Seeley et al. 2000).

Lapisan submucosa terdiri atas lapisan jaringan penghubung yang tebal dan mengandung saraf, pembuluh darah, dan kelenjar. Pleksus Meissner terdapat pada bagian ini. Muscularis externa merupakan

penyangga kontraksi peristaltik maupun gerakan mencampur usus karena terdiri atas otot polos sirkular dan longitudinal, sedangkan adventitia terdiri atas jaringan penghubung dengan banyak pembuluh darah dan saraf (Seeley et al. 2000) .

Gambar 1 Struktur saluran pencernaan (Turner et al. 1999)

Motilitas Usus Halus

Motilitas usus halus merupakan perpaduan dari kontraksi, mioelektrik, tonus, dan pengangkutan. Kontraksi dapat berupa tonik maupun fasik ritmik yang mengakibatkan gerakan mencampur dan mendorong. Kedua jenis kontraksi tersebut memiliki perbedaan dalam fungsi motilitas, neurohumoral, sifat listrik, dan sensitivitas terhadap Ca2+(Grasa et al. 2004) .

Dua jenis tonus pada usus adalah neurogenik dan miogenik. Tonus neurogenik hasil dari kerja syaraf yang terus-menerus, sedangkan tonus miogenik ditimbulkan oleh sifat otot sendiri (Hansen 2003). Motilitas ini didukung oleh berbagai perangkat kontraksi seperti otot polos penyusun dinding usus halus, pleksus intrinsik, maupun sel

Interstitial Cell of Cajal yang memiliki sifat elektrik, sebagai pacemaker dalam gelombang pelan (Sang et al. 1998).

Otot Polos

Otot polos memiliki aktin dan miosin dengan perbandingan 16:1 dan tidak membentuk sarkomer (Fox 2002) . Kontraksi otot polos terjadi saat konsentrasi Ca2+ intrasel naik (Schmidt & Nielsen 1997) dan membentuk kompleks Ca2+-Kalmodulin (Fox 2002). Kompleks Ca2+-kalmodulin mengubah dan mengaktifkan Miosin Light Chain Kinase

(10)

aktin (Schmidt & Nielsen 1997). Protein miosin dari filamen tebal tersusun vertikal, sehingga sumbu panjangnya tegak lurus dengan su mbu panjang aktin. Dengan struktur ini, kepala miosin dapat membentuk cross bridge sepanjang filamen tipis (Fox 2002). Otot polos pada usus halus merupakan unit tunggal dimana sekelompok otot polos saling berhubungan melalui gap junction (Hill & Wyse 1989). Ketika sejumlah kecil otot polos terstimulasi secara elektrik, kontraksi menyebar ke sel-sel tetangga melalui gap junction (Gambar 2), memungkinkan sel yang berbatasan untuk berkomunikasi dan mengkoordinasi aktivitasnya (Schmidt & Nielsen 1997). Otot polos dapat dirangsang oleh berbagai stimulus antara lain melalui saraf dan hormon (Hill & Wyse 1989).

Gambar 2 Kerja pleksus intrinsik (Fox 2002) Pleksus Intrinsik

Pleksus intrinsik terdiri atas pleksus Aurbach’s (berada diantara lapisan otot polos sirkular dan longitudinal di muscularis externa) dan Meissner (pada bagian

submucosa) (Gambar 3). Kerja saraf ini dirangsang melalui depolarisasi akibat influks ion Na+. Gambar 2 memperlihatkan pleksus ini mempengaruhi otot polos dengan mengeluarkan neurotransmitter melalui

varicosity (Fox 2002).

Gambar 3 Pleksus intrinsik (Turner et al. 1999)

Interstitial Cell of Cajal

Interstitial Cells of Cajal (ICC) merupakan populasi sel yang beda dan unik, sel-sel ini merupakan sel -sel yang saling bekerjasama dan terhubung secara elektrik satu sama lain melalui gap junctions

(Torihashi et al. 2002). Sel ini tersebar pada bagian muscularis externa. ICC merupakan

pacemaker sel dan bertanggung jawab atas aktifitas gelombang pelan (Sang et al. 1998) dengan cara membentuk aktivitas listrik ritmis ( Hansen 2003).

Medan Listrik

Medan listrik timbul akibat adanya muatan listrik. Muatan ini mempengaruhi muatan lain

di sekitarnya dalam bentuk gaya elektrostatik (Nair 1989). Medan listrik melemah bila menemui penghalang. Pengaruh medan listrik disuatu titik dinyatakan oleh besaran vektor Kuat Medan Listrik (E), dengan satuan Newton per Coulomb (N/C) atau Volt per meter (V/m). Himpunan titik-titik dalam ruang yang mempunyai potensial yang sama dinamakan permukaan atau garis equipotensial (Gambar 4) . Di mana gaya listrik tidak bekerja selama muatan bergerak di dalamnya (Nair 1989).

Gambar 4 Ilustrasi permukaan dan garis equipotensial

Medan Magnet

Medan magnet yaitu daerah di mana terdapat pengaruh gaya magnet. Medan magnet dapat menembus benda atau medium apa saja yang berada di dekatnya. Medan magnet dinyatakan dalam besaran H (kuat medan magnet) atau B (rapat fluks magnet), dengan satuan Tesla (T) atau Gauss (G). Medan magnet di dalam solenoida kekuatannya besar karena merupakan jumlah dari medan-medan yang disebabkan arus pada setiap loop. Jika kumparan-kumparan solenoida berjarak sangat dekat, medan di dalam solenoida akan paralel dengan sumbunya kecuali di bagian ujung-ujungnya

(11)

Gambar 5 G aris-garis gaya magnet pada berbagai sumber medan magnet (www.publish.csiro.au/journals)

Kerapatan fluks magnet ditunjukkan dengan garis -garis gaya magnet. Gambar 5 menunjukkan garis gaya magnet di sekitar sumbernya. Medan magnet tidak berubah nilainya karena mampu menembus benda dan menimbulkan induksi sesuai dengan kuat medannya. Medan magnet dapat dibedakan menjadi medan magnet statik dan medan magnet bergantung-waktu. Medan magnet statik dihasilkan oleh magnet permanen atau melalui aliran arus searah (DC). Medan magnet statik, atau medan arus searah (DC) tersebut besarnya konstan terhadap waktu, dan dapat dikatakan memiliki frekuensi 0 Hz dengan panjang gelombang yang tak-terhingga. Sedangkan, medan magnet

bergantung-waktu dihasilkan oleh arus bolak-balik (Nair 1989).

Interaksi Medan Listrik dan Magnet dengan Jaringan Biologis

Mekanisme interaksi medan listrik dan magnetik dengan benda hidup berupa induksi medan dan juga arus listrik pada jaringan biologi. Induksi pada benda hidup disebabkan adanya muatan -muatan listrik bebas yang terdapat pada ion kaya cairan seperti darah, getah bening, saraf, dan otot yang dapat terpengaruh gaya yang dihasilkan ol eh muatan -muatan dan aliran arus listrik (Nair 1989).

Besaran medan dan arus listrik tersebut ditentukan oleh hubungan yang kompleks di antara banyak faktor, termasuk frekuensi dan intensitas medan, sifat kelistrikan jaringan tubuh, dan kondisi pemaparan. Jika tubuh menyerap intensitas medan listrik dan magnetik yang relatif cukup, maka hal ini akan merangsang sistem syaraf dan otot -otot di dalam tubuh. Bahkan, pada intensitas yang agak rendahpun, hal ini akan berpengaruh pada aktivitas modulasi di dalam otak maupun sistem syaraf (Fathony 2004).

Medan magnet AC menghasilkan aliran arus di dalam tubuh yang dapat menyebabkan efek fisik dan psikologis karena adanya komponen logam di dalam tubuh (Moechtar 1999). Medan magnet menembus tubuh dan

setiap sel tunggal secara sempurna, sehingga hanya komponen medan magnet yang mempengaruhi tubuh atau sel biologi. Ion di dalam sel dan sistem koloid juga dipengaruhi magnetisme. Hal itu dapat dijelaskan melalui interaksi medan magnet dengan bahan biologis melalui mekanisme induksi magnetik, efek magnetomekanik, dan interaksi elektronik (Moulder 2004).

Sejumlah mekanisme interaksi biofisika telah diajukan untuk dapat menjelaskan bagaimana medan listrik berfrekuensi rendah dapat mempengaruhi jaringan hidup (living tissue) dan mengakibatkan efek biologis yang signifikan. Mekanisme-mekanisme tersebut adalah resonansi ion cyclotron (alat pemercepat partikel), resonansi parametrik, serta efek langsung partikel magnetik pada sel-sel otak.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa taraf medan listrik dan medan magnet terhadap kontraksi otot longitudinal usus halus secara in vitro.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai dengan Mei 2005 di Laboratorium Isotop Departemen Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelinci jantan dewasa sehat yang berumur antara 10-12 minggu sebanyak 12 ekor dengan berat badan berkisar antara 0,6-1 kilogram. Bahan kimia yang digunakan adalah larutan tyrode (Lampiran 4).

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kymograph buatan Harvard Student

yang dirangkai dengan sebuah penangas air (organ bath). Penghasil medan listrik yaitu dua plat aluminium yang dihubungkan pada

power supply digital (PASCO SF 9586

(12)

interface komputer yang menggunakan software Datas tudio and Scienceworkshop, PASCO CI-7500 Scienceworkshop 750 Interface sebagai alat pembaca kuat medan magnet (Lampiran 6) .

Metode Penelitian a. Isolasi Organ

Kelinci dipotong dan dibuka abdomennya dengan menggunakan gunting. Kemudian, usus kelinci tersebut dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam cawan petri besar yang berisi larutan tyrode bersuhu 37oC. Isi usus perlahan-lahan disemprot keluar dengan

syringe 20 cc yang berisi larutan tyrode 37oC, sampai bersih. Kemudian duodenum, jejenum, dan ileum diisolasi dan masing-masing dipotong sepanjang 2 cm sebanyak 3 potongan untuk tiap bagian usus halus.

Masing-masing potongan usus tersebut diikat dengan benang (dilakukan dalam gelas beker yang lebih kecil yang berisi larutan

tyrode 37oC), salah satu ujung potongan usus

diikatkan pada ujung tabung aerator, sedangkan ujung lainnya dikaitkan ke bagian

kymograf yang berada di atasnya sehingga potongan usus d alam keadaan diregang. b. Pemberian Perlakuan

Pemberian Medan Listrik

Usus dirangkai pada organ bath dan

kymograph, kemudian diberi medan listrik yang dihasilkan oleh plat alumunium . Besar medan listrik diubah -ubah dengan mengubah arus dan tegangan power supply. Besarnya medan listrik diukur dengan BK Toolkit Multimeter Model 2706A dalam besaran Medan Listrik E (V/m).

Pemberian Medan Magnet

Usus yang sudah dirangkai pada organ bath dan kymograf, dipapar medan magnet yang dihasilkan oleh solenoida. Medan magnet yang digunakan berupa medan magnet statik. Besar medan magnet diubah dengan cara mengubah arus dan tegangan power supply. Besarnya medan magnet yang dihasilkan dibaca pada komputer dengan menggunakan program Datas tudio and Scienceworkshop.

c. Pengambilan D ata

Data yang diambil berupa miogram yang dicetak oleh kymograf (Lampiran 1). Miogram tersebut menggambarkan kontraksi usus selama jangka waktu 6 menit, yaitu 3 menit untuk kontr ol dan 3 menit untuk perlakuan . Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL).

d. Analisis Data

Miogram diukur dengan parameter amplitudo dan frekuensi kontraksi (Lampiran 2), kemudian dianalisis dengan software SPSS versi 11,5 menggunakan analisis Paired T-Test dengan taraf kepercayaan 95 % untuk mengetahui perbedaan tiap taraf perlakuan medan listrik dan magnet dengan kontrol. Persen perubahan amplitudo dan frekuensi diamati secara Fitted by Eye melalui grafik untuk mengetahui kecenderungan perubahan amplitudo dan frekuensi dari 6 taraf yang dicobakan.

HASIL

Medan Listrik

Paparan medan listrik menyebabkan persentase perubahan amplitudo mengalami peningkatan dibanding kontrol (Gambar 6). Namun persen kenaikan ini semakin mengecil dengan meningkatny a kuat medan listrik yang dipaparkan. Hasil uji Paired T-Test (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perubahan ini tidak berbeda nyata dengan kontrol.

Gambar 6 Perubahan amplitudo duodenum pada paparan beberapa taraf kuat medan listrik.

Pola persentase perub ahan amplitudo jejenum (Gambar 7) berbeda dengan bagian duodenum (Gambar 6) maupun ileum (Gambar 8). Secara Fitted by Eye, perubahannya terlihat acak dan tidak berbeda nyata secara statistik.

(13)

Gambar 8 Perubahan amplitudo ileum pada paparan beberapa taraf kuat medan listrik.

Persentase perubahan amplitudo ileum (Gambar 8) memiliki pola yang sama dengan duodenum (Gambar 6), yaitu persen kenaikan amplitudo kontraksi yang berbanding terbalik dengan kuat medan listrik yang diberikan. Uji

Paired T-Test (Lampiran 3) menunjukkan bahwa persentase perubahan amplitudo duodenum, jejenum, dan ileum tidak berbeda nyata dengan kontrol. Secara umum dapat dikatakan bahwa paparan medan listrik tidak memberikan pengaruh kenaikan amplitudo yang signifikan.

Frekuensi kontraksi pada duodenum memiliki pola yang cenderung turun (Gambar 9) meski ada peningkatan dari kontrol (0 V/m) pada taraf 7,5 V/m dan 22,5 V/m. Perubahan ini tidak signifikan secara statistik.

Gambar 9 Perubahan frekuensi duodenum pada paparan beberapa taraf kuat medan listrik.

Rata-rata perubahan frekuensi jejenum pada tiap taraf percobaan (Gambar 10) menunjukkan adanya peningkatan maupun penurunan dengan pola acak. Hasil uji Paired T-Test ( Lampiran 3) menunjukkan bahwa perubahan ini tidak berbeda nyata secara statistik dengan kontrol.

Gambar 10 Perubahan frekuensi jejenum pada paparan beberapa taraf kuat medan listrik.

Secara Fitted by Eye, perubahan frekuensi ileum (Gambar 11), terlihat cenderung mengalami peningkatan dibanding kontrol ( 0 V/m). Namun peningkatan ini tidak berbeda nyata secara statistik.

Gambar 11 Perubahan frekuensi ileum pada paparan beberapa taraf kuat medan listrik.

Medan Magnet

Terjadi penurunan amplitudo duodenum dibanding dengan kontrol, kecuali pada taraf 30 Gauss. Persen penurunan amplitudo ini semakin besar dengan meningkatnya kuat medan yang diberikan (Gambar 12). Perubahan ini tidak berbeda nyata dengan kontrol (Lampiran 3).

(14)

Amplitudo jejenum menunjukkan penurunan dibanding kontrol akibat paparan medan magnet pada semua taraf perlakuan (Gambar 13). Pola perubahan ini sedikit berbeda dengan pola penurunan amplitudo duodenum yang mengalami peningkatan pada taraf 30 Gauss (Gambar 12). Hasil uji statistik menunjukkan perubahan ini signifikan pada taraf 90 Gauss.

Gambar 13 Perubahan amplitudo jejenum pada paparan beb erapa taraf kuat medan magnet.

Ileum memiliki pola penurunan amplitudo kontraksi yang sama dengan duodenum (Gambar 12), yaitu adanya persentase peningkatan amplitudo kontraksi pada taraf 30 Gauss (Gambar 14). Uji Paired T-Test yang dilakukan menunjukkan perubahan ini signifikan pada taraf 90, 120, dan 180 Gauss dibandingkan dengan kontrol.

Gambar 14 Perubahan amplitudo ileum pada paparan beberapa taraf kuat medan magnet.

Frekuensi duodenum mengalami perubahan yang sifatnya acak (Gambar 15). Pada taraf 30, 90, dan 180 Gauss terjadi peningkatan frekuensi, sedangkan pada taraf 60, 120, dan 150 terjadi penurunan frekuensi kontraksi. Perubahan frekuensi kontraksi ini tidak signifikan secara statistik.

Pola perubahan frekuensi jejenum tidak memiliki pola khusus (Gambar 16). Empat taraf diantara enam taraf yang dicobakan mengalami peningkatan frekuensi, yaitu pada taraf 60, 90, 150 dan 180 Gauss. Sedangkan

pada taraf 30 dan 120 Gauss terjadi penurunan frekuensi kontraksi. Persentase perubahan frekuensi yang terjadi kecil dan tidak signifikan.

Frekuensi ileum pada semua taraf percobaan mengalami peningkatan (Gambar 17). Namun, perubahannya kecil, sehingga berdasarkan uji Paired T-Test, perubahan ini tidak berbeda nyata dengan kontrol.

Gambar 15 Perubahan frekuensi duodenum pada paparan beberapa taraf kuat medan magnet.

Gambar 16 Perubahan frekuensi jejenum pada paparan beberapa taraf kuat medan magnet.

(15)

PEMBAHASAN

Pergerakan usus halus yang diamati pada penelitian ini merupakan pergerakan autonomik, baik itu berupa miogenik maupun neurogenik oleh pleksus intrinsik. Usus telah diisolasi sehingga tidak lagi berhubungan dan dipengaruhi oleh sistem saraf ekst ernal simpatik dan parasimpatik.

Pergerakan autonomik ini dapat diketahui dan diukur perubahannya melalui pencatatan amplitudo dan frekuensi kontraksi usus pada miogram. Amplitudo duodenum, jejenum dan ileum yang mengalami paparan medan listrik tidak menunjukkan perubahan yang signifikan dengan kontrol. Meski demikian, secara Fitted by Eye, terlihat pola perubahan amplitudo duodenum (Gambar 6) cenderung mengalami peningkatan dibanding kontrol. Persentase peningkatan ini mengecil dengan semakin kuatnya medan listrik yang dipaparkan. Pola ini hampir sama dengan pola perubahan amplitudo ileum (Gambar 8). Pola yang mirip juga didapati pada amplitudo kontraksi duodenum yang dipapar medan magnet (Gambar 12) dan ileum (Gambar 14). Mula-mula terjadi peningkatan persentase perubahan amplitudo kontraksi, tapi dengan semakin besarnya medan yang dipaparkan, terjadi penurunan amplitudo kontraksi yang makin besar.

Pola ini diduga berhubungan dengan fenomena hormesis yang seringkali dijumpai pada objek biologi yang terpapar radiasi pengion maupun bahan kimia. Calabrese dan Baldwin (1998) menyatakan bahwa hormesis adalah suatu fenomena yang menunjukkan adanya stimulasi pada objek biologi yang terpapar bahan kimia maupun radiasi dalam dosis rendah dan adanya penghambatan atau perusakan pada dosis yang tinggi. Hormesis biasanya ditunjukkan dengan kurva dosis -respon yang berbentuk kurva-â (Gambar 18).

Gambar 18 Kurva dosis -respon yang menunjukkan hormesis (kurva -â). Pola kenaikan amplitudo kontraksi duodenum dan ileum yang dipapar oleh medan listrik tidak menunjukkan adanya perpotongan dengan garis kontrol, namun

memperlihatkan persentase peningkatan amplitudo yang terus mengecil. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh dosisnya yang mendekati nol sehingga belum terlihat penurunan amplitudo yang signifikan.

Berbeda dengan perubahan amplitudo pada duodenum dan ileum yang diberi perlak uan medan magnet, terjadi peningkatan perubahan amplitudo yang jelas pada dosis pertama (30 Gauss) yang menunjukkan adanya zona hormesis. Pada dosis selanjutnya terlihat penurunan amplitudo kontraksi, sehingga memperlihatkan kurva-â yang jelas.

Pola ini tidak terlihat pada jejenum yang dipapar medan listrik (Gambar 7) karena adanya pola naik pada dua dosis terakhir. Jejenum yang dipapar medan magnet memiliki pola dengan penurunan amplitudo yang semakin besar seiring kuat medan magnet (Gambar 13), namun tidak terlihat adanya daerah hormesis (peningkatan amplitudo) pada dosis rendah (30 Gauss) yang dicobakan.

Frekuensi kontraksi pada duodenum, jejenum, dan ileum yang dipapar medan listrik memperlihatkan adanya peningkatan pada beberapa dosis awal dan penurunan pada dosis yang lebih tinggi. Namun, persentase perubahannya tidak menunjukkan pola yang jelas dan kecil kemungkinan berhubungan dengan hormesis. Sedangkan frekuensi kontraksi duodenum, jejenum, dan ileum yang dipapar medan magnet cenderung mengalami peningkatan seiring meningkatnya kuat medan magnet yang dipaparkan, namun peningkatan ini tidak signifikan.

(16)

elektromagnetik dalam membantu penyembuhan patah tulang, dengan meningkatkan proliferasi kondrosit (Pezzetti

et al. 1999).

Perubahan amplitudo kontraksi pada bagian usus yang mengalami paparan medan magnet ini diduga akibat perubahan kanal dan konsentras i ion baik pada pleksus intrinsik, otot polos, maupun pada Intestitial Cells of Cajal (ICC) yang diketahui sebagai pacemaker dalam proses kontraksi gastrointestinal (Torihashi et al. 2002). Itegin dan Gunay (1993) menyatakan bahwa medan magnet mempengaruhi konduktansi kanal ion, perubahan konformasi, dan pergerakannya, selain itu, medan magnet menyebabkan peningkatan konsentrasi ion K+ intraselular dan penurunan konsentrasi ion Na+ intraselular yang menyebabkan penurunan membran potensial sehingga terjadi penurunan amplitudo kontraksi.

Efek ini berkaitan dengan adanya modulasi dan polarisasi aliran ion (Nair 1989) khususnya ion Ca2+ yang memiliki peranan penting dalam kontraksi spontan otot polos (Gambar 19) penyusun duodenum, jejenum, dan ileum (Grasa 2004) maupun peranannya dalam kontraksi spontan dan ritmis ICC (Torihashi et al. 2002).

Gambar 19 Peran Ca2+ dalam kontraksi otot polos (Fox 2002).

Nair (1989) menyebutkan bahwa medan elektromagnetik menyebabkan perubahan aliran Ca2+ melalui kanal ion sel. Penurunan amplitudo kontraksi pada bagian usus yang dipapar medan magnet kemungkinan diakibatkan oleh penurunan konsentrasi Ca2+ intrasel, perubahan kanal ion dan penurunan

kemampuannya mentransport ion akibat perubahan permukaan membran sel yang dilaporkan Chionna et al. (2003) pada paparan 6 mT atau 60 Gauss.

Sejumlah mekanisme interaksi biofisika telah diajukan untuk dapat menjelaskan bagaimana medan listrik dan magnet berfrekuensi rendah dapat mempengaruhi jaringan hidup (living tissue) dan mengakibatkan efek biologis yang signifikan. Mekanisme-mekanisme tersebut adalah resonansi ion cyclotron (alat pemercepat partikel), resonansi parametrik, serta efek langsung partikel magnetik pada sel-sel otak (Fathony 2004). Namun, hasil yang pasti dari paparan medan listrik dan magnet secara umum belum dapat disimpulkan.

Fathony (2004) menyebutkan bahwa secara garis besar, energi total yang diserap dan distribusinya di dalam tubuh manusia tergantung frekuensi dan panjang gelombang medan elektromagnetik, p ola risasi medan EMF, konfigurasi (seperti jarak) antar a badan dan sumber radiasi EMF, keadaan paparan radiasi, seperti adanya benda lain di sekitar sumber radiasi, dan sifat -sifat elektrik (listrik) tubuh (konstan dielektrik dan konduktivitas). Hal ini sangat tergantung pada kadar air di dalam tubuh. Radiasi akan lebih banyak diserap pada media dengan konstan dielektrik yang tinggi, seperti otak, otot, dan jaringan lainnya dengan kadar air yang tinggi.

SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

Paparan medan listrik dengan kuat medan 7,5 hingga 45 V/m tidak menyebabkan perubahan amplitudo maupun frekuensi pada duodenum, jejenum, maupun ileum.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa medan magnet menyebabkan penurunan amplitudo kontraksi jejenum dan ileum. Penurunan ini semakin besar seiring peningkatan kuat medan magnet. Namun memiliki kecenderungan meningkatkan amplitudo kontraksi pada dosis rendah yang sesuai dengan fenomena hormesis. Frekuensi kontraksi pada paparan medan magnet tidak mengalami perubahan.

SARAN

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Calabrese EJ, Baldwin LA. 1998. Hormesis as biological hypothesis. J Environ Health Perspect 106 Supl 1:357-362.

Chionna A et al. 2003. Cell shape and plasma membran alterations after static magnetic fields exposure. Eur J Histochem 47(4): 299 - 308.

Fathony M. 2004. Radiasi Elektromagnetik dari Alat Elektronik dan Efeknya bagi Kesehatan.

http://www.tempo.co.id/medika/arsip/0920 01/pus-3.htm [11 Maret 2005].

Fox SI. 2002. Human Physiology. Ed ke-7. Boston : Mc Graw Hill.

Giancoli. 2001. Fisika. Ed ke-5. Jakarta : Erlangga .

Grasa L, Rebollar E, Arruebo MP, Plaza MA, Murillo MD. 2004. The Role of Ca2+ in the contractility of rabbit small intestine in vitro. J Physiol and Pharmacol 55(3): 639-650.

Hansen MB. 2003. Neurohumoral control of gastrointestinal motility. Physiol Res 52: 1-30.

Hill RW, Wyse GA. 1989. Animal Physiology. New York: Harper Collins Publisher Inc.

Itegin M, Gunay I. 1993. Influence of strong static magnetic field on bioelectricical characteristics of rat hemidiaphragm muscle. J Islamic Acad Sci 5 (4):12-14. Ikusima T, Aritomi H, Morisita J. 1996.

Radioadaptive response; efficient repair of radiation induced DNA damage in adapted cells. J Mut Res 358:193-198.

Jajte J et al. 2001. Influence of a 7 mT static magnetic field and iron ions on apoptosis and necrosis in rat blood lymphocytes. J Occup Health 43:379-381.

Moechtar M. 1999. Magnetic field effect on human beings. J Sains dan Teknol Indones

1:1-7.

Moulder J. 2004. Static electric and magnetic field and human health. http://www.mcw.edu/gcrc/cop/ststic -fields-cancer-faq/toc.html [11 Februari 2005].

Nair I. 1989. Biological effects of power frequency electric and magnetic fields. Background Paper, Assesment of Electric Power Wheeling and Dealing: Technological Consideration for Increasing Competition, OTA-BP-E-53, Washington DC : U. S. Government Printing Office.

Pezzetti et al. 1999. Effects of pulsed electromagnetics on human chondrocytes : an in vitro study. J Calcif Tissue Int 65 : 396-401.

Sang DK, Sanders KM, Ward SM. 1998. Spontaneous electrical rhythmicity in cultured Interstitial of Cajal from the murine small intestine. Reno : University of Nevada School of Medicine.

Schmidt K, Nielsen. 1997. Animal Physiology : Adaptation and Environment. Ed ke-5. Cambridge : Cambridge University Press.

Seeley RR, Stephens TD, Tate P. 2000.

Anatomy and Physiology. Ed ke-4. Boston : Mc Graw Hill.

Torihashi S, Fujimoto T, Trost C, Nakayama S. 2002. Calcium oscillation linked to pacemaking of Interstitial cells of Cajal.

J Biol Chem 277(21):19191 -19197. Turner B, Cowie R, Young J. 1999. The

(18)

(19)

Lampiran 1 Data miogram kontraksi usus halus kelinci

1. Medan Listrik

1.1 Taraf Perlakuan 7,5 V/m Duodenum

Kontrol Perlakuan

Jejunum

Kontrol Perlakuan

Ileum

Kontrol Perlakuan

1.2 Taraf Perlakuan 15 V/m Duodenum

Kontrol Perlakuan

Jejunum

Kontrol Perlakuan

Ileum

Kontrol Perlakuan

1.3 Taraf Perlakuan 22,5 V/m Duodenum

Kontrol Perlakuan

Jejunum

Kontrol Perlakuan

Ileum

Kontrol Perlakuan

1.4 Taraf Perlakuan 30 V/m Duodenum

Kontrol Perlakuan

Jejunum

Kontrol Perlakuan

Ileum

Kontrol Perlakuan

1.5 Taraf Perlakuan 37,5 V/m Duodenum

Kontrol Perlakuan

Jejunum

Kontrol Perlakuan

Ileum

Kontrol Perlakuan

1.6 Taraf Perlakuan 45 V/m Duodenum

Kontrol Perlakuan

Jejunum

Kontrol Perlakuan

Ileum

(20)

Lanjutan

2. Medan Magnet

2.1 Taraf Perlakuan 30 Gauss Duodenum

Kontrol

Perlakuan

Jejenum

Ileum Kontrol

Perlakuan

Ileum

Kontrol

Perlakuan

2.2 Taraf Perlakuan 60 Gauss Duodenum

Jejenum Kontrol

Perlakuan

Jejenum

Ileum Kontrol

Perlakuan

Ileum

Kontrol

Perlakuan

2.3 Taraf Perlakuan 90 Gauss Duodenum

Jejenum Kontrol

Perlakuan

Jejenum

Ileum Kontrol

Perlakuan

Ileum

Kontrol

Perlakuan

2.4 Taraf Perlakuan 120 Gauss Duodenum

Kontrol

Perlakuan

Jejenum

Kontrol

Perlakuan

Ileum

Kontrol

Perlakuan

2.5 Taraf Perlakuan 150 Gauss Duodenum

Kontrol

Perlakuan

Jejenum

Ileum Kontrol

(21)

Lanjutan

Ileum

Kontrol

Perlakuan

2.6 Taraf Perlakuan 180 Gauss Duodenum

Kontrol

Perlakuan

Jejenum

Kontrol

Perlakuan

Ileum

Kontrol

(22)

Lampiran 2 Data hasil pengukuran dan persen perubahan amplitudo dan frekuensi.

1. Medan Listrik 1.1 Amplitudo Kontraksi 1.1.1 Duodenum

Taraf Perlakuan

Rata-rata Amplitudo

Kontrol

Rata-rata Amplitudo

Perlakuan

Rata-rata % Perubahan

Amplitudo

Standar Error 7,5 V/m 1.084050934 1.278401650 24.58138167 15.09725 15V/m 1.333698682 1.471493913 14.20715806 11.33284 22,5V/m 0.759267039 0.841713732 17.63232147 12.37551 30 V/m 1.844043853 1.839437699 -0.88474388 5.68247 37,5 V/m 0.742851329 0.755338319 3.26132834 6.76769 45 V/m 1.071458782 1.053156572 1.22233457 5.90819 1.1.2 Jejenum

Taraf Perlakuan

Rata-rata Amplitudo Kontrol

Rata-rata Amplitudo

Perlakuan

Rata-rata % Perubahan

Amplitudo

Standar Error 7,5 V/m 1.774995814 1.844517962 4.15465304 2.34798 15V/m 1.842418968 1.885670757 4.16240074 10.99515 22,5V/m 1.368197976 1.304516543 4.76416719 11.71003 30 V/m 1.107798600 0.904402793 -17.28132463 7.19054 37,5 V/m 1.377450876 1.359580786 -3.96006189 9.89010 45 V/m 2.562425385 2.677718138 6.97313860 2.66208 1.1.3 Ileum

Taraf Perlakuan

Rata-rata Amplitudo

Kontrol

Rata-rata Amplitudo

Perlakuan

Rata-rata % Perubahan

Amplitudo

Standar Error 7,5 V/m 1.470307758 1.874340028 42.16864636 28.12094 15V/m 1.758696491 2.274101931 29.33093477 4.05813 22,5V/m 2.792215779 2.97008517 0 6.75837169 13.17705 30 V/m 1.954126893 2.27938106 0 15.32417710 12.45454 37,5 V/m 2.363150724 2.402296388 3.26701094 6.80777 45 V/m 1.782315700 1.805279766 1.32105563 1.68359 1.2 Frekuensi kontraksi

1.2.1 Duodenum Taraf Perlakuan

Rata-rata Frekuensi Kontrol

Rata-rata Frekuensi Perlakuan

Rata-rata % Perubahan

Frekuensi

(23)

1.2.2 Jejenum Taraf Perlakuan Rata-rata Frekuensi Kontrol Rata-rata Frekuensi Perlakuan Rata-rata % Perubahan Frekuensi Standar Error 7,5 V/m 14.66667 00 14.55555556 -0.75757576 0.75758 15 V/m 16.66667 00 15.66666667 -2.65261628 13.71095 22,5 V/m 15.44444 00 16.22222222 5.12438212 3.76881 30 V/m 15.11111 00 17.88888889 18.95997820 10.95948 37,5 V/m 15.33333 00 16.00000000 4.31699044 2.51041 45 V/m 13.88889 00 13.22222222 -5.20771218 6.40578 1.2.3 Ileum Taraf Perlakuan Rata-rata Frekuensi Kontrol Rata-rata Frekuensi Perlakuan Rata-rata % Perubahan Frekuensi Standar Error 7,5 V/m 12.33333 00 12.22222222 -1.14891677 1.76914

15 V/m 11.22222 00 11.55555556 3.19220430 1.86272 22,5 V/m 10.77778 00 11.33333333 5.396305 40 4.30156 30 V/m 12.88889 00 13.66666667 5.85563057 5.63807 37,5 V/m 11.22222 00 12.55555556 11.65824916 4.75701 45 V/m 13.0000000 13.22222222 0.60608168 7.78267

2. Medan Magnet 2.1 Amplitudo Kontraksi 2.1.1 Duodenum

(24)

2.2 Frekuensi Kontraksi 2.2.1 Duodenum

Taraf Perlakuan

Rata-rata Frekuensi Kontrol

Rata-rata Frekuensi Perlakuan

Rata-rata % Perubahan

Frekuensi

Standar Error 30 gauss 15.1616266 15.3478231 1.58878051 3.86257 60 gauss 17.1271018 16.6252730 -2.77226480 1.70183 90 Gauss 15.9685638 16.0962655 0.85438887 0.52955 120 Gauss 15.9902501 15.9779562 0.07668331 1.72194 150 Gauss 16.0708855 16.0200796 -0.37386885 1.54606 180 Gauss 15.9097076 16.3735341 2.82299874 1.69502 2.2.2 Jejenum

2.2.3 Ileum Taraf Perlakuan

Rata-rata Frekuensi Kontrol

Rata-rata Frekuensi Perlakuan

Rata-rata % Perubahan

Frekuensi

Standar Error 30 gauss 11.6580240 11.9155620 2.50289858 3.21638 60 gauss 13.9029560 14.2804420 2.54677720 2.72519 90 Gauss 13.9571793 14.1062181 1.05894359 0.64743 120 Gauss 13.3764126 14.1187417 5.66898659 2.10067 150 Gauss 12.4681499 13.3191537 6.64152107 3.42379 180 Gauss 15.5394931 15.9483035 2.95353171 2.05153

Taraf Perlakuan

Rata-rata Frekuensi Kontrol

Rata-rata Frekuensi Perlakuan

Rata-rata % Perubahan Frekuensi

(25)

Lampiran 3 Hasil analisis data

1. Medan Listrik 1.1 Amplitudo

1.1.1 Amplitudo Duodenum

Ho = Amplitudo sebelum dan sesudah perlakuan sama H1 = Amplitudo sebelum dan sesudah perlakuan berbeda Jika probabilitas >= 0.05 maka Ho diterima

Probabilitas pada tiap taraf perlakuan >= 0.05 maka Ho diterima, amplitudo kontraksi tidak mengalami perubahan signifikan

1.1.2 Amplitudo Jejenum

Ho = Amplitudo sebelum dan sesudah perlakuan sama H1 = Amplitudo sebelum dan sesudah perlakuan berbeda Jika probabilitas >= 0.05 maka Ho diterima

Probabilitas pada tiap taraf perlakuan >= 0.05 maka Ho diterima, amplitudo kontraksi tidak mengalami perubahan signifikan

1.1.3 Amplitudo Ileum

Ho = Amplitudo sebelum dan sesudah perlakuan sama H1 = Amplitudo sebelum dan sesudah perlakuan berbeda Jika probabilitas >= 0.05 maka Ho diterima

Probabilitas pada tiap taraf perlakuan >= 0.05 maka Ho diterima, amplitudo kontraksi tidak mengalami perubahan signifikan

2.2 Frekuensi

2.2.1 Frekuensi Duodenum

Ho = Amplitudo sebelum dan sesudah perlakuan sama H1 = Amplitudo sebelum dan sesudah perlakuan berbeda Jika probabilitas >= 0.05 maka Ho diterima

Probabilitas pada tiap taraf perlakuan >= 0.05 maka Ho diterima, amplitudo kontraksi tidak mengalami perubahan signifikan Paired Differences

95 % Confidence Interval of the Difference Taraf

Mean Std. Deviatio n Std. Error Mean

Lower Upper

t df Sig.

(2-tailed)

7,5 V/m -.1943507 .1684899 .0972777 -.6129028 .2242014 -1.998 2 .184

15 V/m -.1377952 .2370422 .1368564 -.7266408 .4510503 -1.007 2 .420

22,5 V/m -.0824467 .0871959 .0503426 -.2990532 .1341598 -1.638 2 .243

30 V/m .0046062 .1666012 .0961872 -.4092541 .4184664 .048 2 .966

37,5 V/m -.0124870 .0954673 .0551180 -.2496408 .2246668 -.227 2 .842

45 V/m .0183022 .0892774 .0515443 -.2034752 .2400796 .355 2 .756

Paired Differences

95 % Confidence Interval of the Difference Taraf

Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Lower Upper

t df Sig.

(2-tailed)

7,5 V/m -.0695221 .0677225 .0390996 -.2377541 .0987098 -1.778 2 .217

15 V/m -.0432518 .3949922 .2280489 -1.0244700 .9379633 -.190 2 .867

22,5 V/m .0636814 .2806634 .1620411 -.6335250 .7608879 .393 2 .732

30 V/m .2033958 .1755542 .1013563 -.2327050 .6394966 2.007 2 .183

37,5 V/m .0178701 .2283369 .1318304 -.5493501 .5850903 .136 2 .905

45 V/m -.1152928 .0463663 .0267696 -.2304730 -.0001125 -4.307 2 .050

Paired Differences

95 % Confidence Interval of the Difference Taraf

Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Lower Upper

t df Sig.

(2-tailed)

7,5 V/m -.4040323 .2561115 .1478661 -1.0402500 .2321840 -2.732 2 .112

15 V/m -.5154054 .3523640 .2034374 -1.3907300 .3599152 -2.533 2 .127

22,5 V/m -.1778694 .5986611 .3456371 -1.6650300 1.3092871 -.515 2 .658

30 V/m -.3252542 .5934737 .3426422 -1.7995200 1.1490161 -.949 2 .443

37,5 V/m -.0391457 .1788230 .1032437 -.4833674 .4050760 -.379 2 .741

45 V/m -.0229641 .0505028 .0291578 -.1484201 .1024919 -.788 2 .513

Paired Differences

95 % Confidence Interval of the Difference Taraf

Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Lower Upper

t d

f

Sig. (2-tailed)

7,5 V/m -.1111111 .5091751 .29397237 -1.3759700 1.1537499 -.378 2 .742

15 V/m .1111111 .8388705 .48432210 -1.9727600 2.1949809 .229 2 .840

22,5 V/m -.7777778 .5091751 .29397237 -2.0426400 .4870832 -2.646 2 .118

30 V/m .1111111 .9622505 .55555556 -2.2792500 2.5014737 .200 2 .860

37,5 V/m .4444444 1.0715168 .61864049 -2.2173500 3.1062396 .718 2 .547

(26)

2.2.2 Frekuensi Jejenum

Ho = Amplitudo sebelum dan sesudah perlakuan sama H1 = Amplitudo sebelum dan sesudah perlaku an berbeda Jika probabilitas >= 0.05 maka Ho diterima

Probabilitas pada tiap taraf perlakuan >= 0.05 maka Ho diterima, amplitudo kontraksi tidak mengalami perubahan signifikan

2.2.3 Frekuensi Ileum

Ho = Amplitudo sebelum dan sesudah perlakuan sama H1 = Amplitudo sebelum dan sesudah perlakuan berbeda Jika probabilitas >= 0.05 maka Ho diterima

Probabilitas pada tiap taraf perlakuan >= 0.05 maka Ho diterima, amplitudo kontraksi tidak mengalami perubahan signifikan

2. Medan Magnet 2.1 Amplitudo

2.1.1 Amplitudo Duodenum

Ho = Amplitudo sebelum dan sesudah perlakuan sama H1 = Amplitudo sebelum dan sesudah perlakuan berbed a Jika probabilitas >= 0.05 maka Ho diterima

Probabilitas pada tiap taraf perlakuan >= 0.05 maka Ho diterima, amplitudo kontraksi tidak mengalami perubahan signifikan

2.1.2 Amplitudo Jejenum

Ho = Amplitudo sebelum dan sesudah perlakuan sama H1 = Amplitudo sebelum dan sesudah perlakuan berbeda Jika probabilitas >= 0.05 maka Ho diterima

Probabilitas pada taraf perlakuan 90 Gauss sebesar 0.037 (< 0.05) maka Ho ditolak, artinya amplitudo kontraksi mengalami perubahan signifikan setelah dipapar medan magnet dengan kekuatan 90 Gauss. Probabilitas pada taraf 30,60,120,150,180 Gauss >= 0.05 maka Ho diterima, amplitudo kontraksi tidak mengalami perubahan signifikan

Paired Differences

95 % Confidence Interval of the Difference Taraf

Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Lower Upper

t d

f

Sig. (2-tailed)

7,5 V/m .1111111 .1924501 .1111111 -.3669614 .5891836 1.000 2 .423

15 V/m 1.0000000 4.3716257 2.5239590 -9.8597200 11.8597200 .396 2 .730

22,5 V/m -.7777778 1.0183502 .5879447 -3.3075000 1.7519442 -1.323 2 .317

30 V/m -2.7777778 2.6943013 1.5555556 -9.4707900 3.9152376 -1.786 2 .216

37,5 V/m -6.6666667 .6666667 .3849002 -2.3227600 .9894251 -1.732 2 .225

45 V/m .6666667 1.4529663 .8388705 -2.9427000 4.2760351 .795 2 .510

Paired Differences

95 % Confidence Interval of the Difference Taraf

Mean Std. Deviation Std. Error

Mean

Lower Upper

t df Sig.

(2-tailed)

7,5 V/m .1111111 .3849002 .2222222 -.8450339 1.0672562 .500 2 .667

15 V/m -.3333333 .3333333 .1924501 -1.1613800 .4947126 -1.732 2 .225

22,5 V/m -.5555556 .7698004 .4444444 -2.4678500 1.3567345 -1.250 2 .338

30 V/m -.7777778 1.3877773 .8012336 -4.2252100 2.6696522 -.971 2 .434

37,5 V/m -1.3333333 1.0000000 .5773503 -3.8174700 1.1508044 -2.309 2 .147

45 V/m -.2222222 1.8358569 1.0599320 -4.7827400 4.3382990 -.210 2 .835

Paired Differences

95 % Confidence Interval of the Difference Perlakuan

Mean Deviation Std. Std. Error Mean

Lower Upper

t df (2-tailed) Sig.

30 Gauss -.0426794 .0672153 .0388068 -2.2096515 .1242928 -1.100 2 .386 60 Gauss .0175747 .0243926 .0140830 -.0430198 .0781691 1.248 2 .338 90 Gauss .0435526 .0178802 .0103232 -.0008643 .0879695 4.219 2 .052 120 gauss .0543022 .0226504 .0130772 -.0019644 .1105688 4.152 2 .053 150 Gauss .0921411 .0556608 .0321358 -.0461281 .2304102 2.867 2 .103 180 Gauss .0986784 .0551835 .0318602 -.0384050 .2357618 3.097 2 .090

Paired Differences

95 % Confidence Interval of the Difference Mean Deviation Std. Std. Error Mean

Lower Upper

t df (2-tailed) Sig.

(27)

2.1. 3 Amplitudo Ileum

Ho = Amplitudo sebelum dan sesudah perlakuan sama H1 = Amplitudo sebelum dan sesudah perlakuan berbeda Jika probabilitas >= 0.05 maka Ho diterima

Probabilitas pada taraf perlakuan 90, 120, dan 180 Gauss masing-masing sebesar 0.026, 0.030,dan 0.048 (< 0.05) maka Ho ditolak, artinya amplitudo kontraksi mengalami perubahan signifikan setelah dipapar medan magnet dengan kekuatan 90,120,dan 180 Gauss. Probabilitas pada taraf 30, 60, dan 150, Gauss >= 0.05 maka Ho dit erima, amplitudo kontraksi tidak mengalami perubahan signifikan

2.2 Frekuensi

2.2.1 Frekuensi Duodenum

Ho = Amplitudo sebelum dan sesudah perlakuan sama H1 = Amplitudo sebelum dan sesudah perlakuan berbeda Jika probabilitas >= 0.05 maka Ho diterima

Probabilitas pada tiap taraf perlakuan >= 0.05 maka Ho diterima, amplitudo kontraksi tidak mengalami perubahan signifikan

1.2.2 Frekuensi Jejenum

Ho = Amplitudo sebelum dan sesudah perlakuan sama H1 = Amplitudo sebelum dan sesudah perlakuan berbeda Jika probabilitas >= 0.05 maka Ho diterima

Probabilitas pada tiap taraf perlakuan >= 0.05 maka Ho diterima, amplitudo kontraksi tidak mengalami perubahan signifikan

1.2.3 Frekuensi Ileum

Ho = Amplitudo sebelum dan sesudah perlakuan sama H1 = Amplitudo sebelum dan sesudah perlakuan berbeda Jika probabilitas >= 0.05 maka Ho diterima

Probabilitas pada tiap taraf perlakuan >= 0.05 maka Ho diterima, amplitudo kontraksi tidak mengalami perubahan signifikan

Paired Differences

95 % Confidence Interval of the Difference Perlakuan

Mean Deviation Std. Std. Error Mean

Lower Upper

t df Sig. (2-tailed)

30 Gauss -.0787789 .0362451 .0209261 -.1688167 .0112588 -3.765 2 .064 60 Gauss .0312625 .0437706 .0252709 -.0774695 .1399946 1.237 2 .342 90 Gauss .1267344 .0359205 .0207387 .0375028 .2159660 6.111 2 .026 120 gauss .1713506 .0526218 .0303812 .0406307 .3020705 5.640 2 .030 150 Gauss .2254543 .1128391 .0651477 -.0548537 .5057622 3.461 2 .074 180 Gauss .3233154 .1266093 .0730979 .0088005 .6378304 4.423 2 .048

Paired Differences

95% Confidence Interval of the difference Perlakuan

Mean Deviation Std. Std. Error Mean

Lower Upper

t df (2-tailed) Sig.

30 Gauss -.1861965 .8909678 .5144005 -2.3994800 2.0270903 -.362 2 .752 60 Gauss .5018288 .5339631 .3082837 -.8246091 1.8282667 1.628 2 .245 90 Gauss -.1277017 .1401990 .0809439 -.4759752 .2205718 -1.578 2 .255 120 Gauss .0122939 .4535517 .2618582 -1.1143900 1.1389787 .047 2 .967 150 Gauss .0508060 .4205670 .2428145 -.9939404 1.0955523 .209 2 .854 180 Gauss -.4638264 .5037660 .2908494 -1.7152500 .7875977 -1.595 2 .252

Paired Differences

95% Confidence Interval of the difference Perlakuan

Mean Deviation Std. Std. Error Mean

Lower Upper

t df (2-tailed) Sig.

30 Gauss .5596115 .6435958 .3715802 -1.0391700 2.1583920 1.506 2 .271 60 Gauss -.1590468 .3573248 .2063016 -1.0466900 .7285972 -.771 2 .521 90 Gauss -.0535000 .5028845 .2903405 -1.3027300 1.1957345 -.184 2 .871 120 Gauss .3324223 .8765057 .5060508 -1.8449400 2.5097831 .657 2 .579 150 Gauss -.9297713 1.1881360 .6859706 -3.8812600 2.0217220 1.355 2 .308 180 Gauss -1.21457 .6995439 .4038819 -2.9523300 .5231960 -3.007 2 .095

Paired Differences

95% Confidence Interval of the difference Perlakuan

Mean Deviation Std. Std. Error Mean

Lower Upper

t df (2-tailed) Sig.

(28)

Lampiran 4 Komposisi larutan

tyrode

Untuk 12 liter Tyrode :

Larutan I :

NaCl 96 gram

KCl 2,4 gram

CaCl2 2,4 gram

MgCl2 1,2 gram

3 liter aquades

Larutan II :

NaHCO3 12 gram

NaHPO4 0,6 gram

Aquades 3 liter

Larutan III :

Glukosa 12 gram + aquades 6 liter

(29)

Lampiran 5 Rangkaian alat pada paparan medan listrik

Keterangan Gambar : 1. Kymograph.

2. Kertas kymograph sebagai media penulisan kontraksi usus . 3. Organ bath sebagai wadah peletakan organ usus.

4. Penangas Air, pengontrol suhu sistem dalam organ bath. 5. Plat aluminium, sebagai penyalur medan listrik.

6. PASCO SF 9586 Kilovolt Power Supply, sumber tegangan.

7. BK Toolkit Multimeter Model 2706A, untuk mengukur beda potensial. 8. Potongan longitudinal usus halus sepanjang 2 cm, sebagai organ uji. 9. Termometer, untuk mengetahui suhu sistem agar dapat dikontrol . 10. Saluran yang berasal dari aerator, mengalirkan oksigen ke dalam sistem. 11. Jarum penulis kontraksi usus.

12. Gambar miogram.

1

2

4

3 5

9

6 7

8

10 11

(30)
(31)

PERUBAHAN KONTRAKSI OTOT LONGITUDINAL

USUS HALUS KELINCI AKIBAT PAPARAN

MEDAN LISTRIK DAN MAGNET SECARA IN VITRO

Oleh :

Einstivina Nuryandani

G34101074

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(32)

EIN STIV IN A N U R Y A N D A N I. Perubahan K ontraksi O tot Longitudinal U sus H alus K elinci A kibat Paparan M edan Listrik dan M agnet secara In Vitro. D ibim bing oleh D JO K O W A LU Y O dan K O EK O EH SA N TO SO .

Efek m edan listrik dan m edan m agnet terhadap jaringan hidup m enjadi perhatian para ilm uw an karena luasnya penggunaan m edan listrik dan m agnet dalam berbagai bidang kehidupan. Penelitian m engenai perubahan kontraksi otot longitudinal usus halus kelinci akibat paparan m edan listrik dan m agnet telah dilakukan pada kondisi In Vitro.Penelitian ini m enggunakan m edan listrik statik dengan kekuatan 7,5, 15, 22,5, 30, 37,5 , dan 45 V olt/m dan m edan m agnet statik berkekuatan 30, 60, 90, 120, 150, dan 180 G auss, untuk m engetahui perubahan kontraksi otot longitudinal usus halus kelinci.

M edan listrik tidak m enyebabkan perubahan am plitudo dan frekuensi kontraksi baik pada duodenum , jejenum , dan ileum . Paparan m edan m agnet pada bagian duodenum dan ileum m em iliki polaperubahan am plitudo yang naik pada taraf 30 G auss dan terjadinya penurunan yang sem akin besar seiring m eningkatnya kuat m edan m agnet.Pola ini diduga berhubungan dengan fenom ena horm esis. Perubahan am plitudo duodenum tidak signifikan, pada jejenum penurunan am plitudo signifikan pada taraf 90 G auss, sedangkan pada ileum berbeda nyata dengan kontrol pada taraf 90, 120, dan 180 G auss, nam un m edan m agnet tidak berpengaruh terhadap frekuensi kontraksi.

U sus halus m erupakan suatu organ yang m em iliki sifat kontraksi otonom sehingga dapat berkontraksi sendiri. M edan m agnet diduga m em pengaruhi kontraksi usus halus dengan m em pengaruhi transport ion-ion yang penting bagi kontraksi usus halus seperti Ca2+, N a+, K+ , kanal ion, dan neurotransm itter pleksus intrinsik yang m engontrol kerja otot polos.

A BSTR A C T

EIN STIV IN A N U RY A N D A N I. The Contraction A lteration on Longitudinal Sm ooth M uscle of Rabbit Sm all Intestine, Influenced by Exposure of Electric and M agnetic Field, In V itro. Supervised by D JO K O W A LU Y O and K O EK O EH SA N TO SO .

Effects of electric and m agnetic field on living tissue have draw n scientist’s attention because of it’s w idespreads use on m any m ajor of life. In this experim ent,static electric field 7,5, 15, 22,5, 30, 37,5, and 45 V /m and m agnetic field strength from 30, 60, 90, 120, 150, and 180 G auss w ere used to investigate contraction alteration on longitudinal sm ooth m uscle contraction of rabbit sm all intestine.

Electric field did not affect alteration of am plitude and contraction’s frequency on duodenum , jejenum , and ileum . M agnetic field exposure on duodenum and ileum had am plitude alteration pattern that increased in field pow er of 30 G auss. This pattern is suspected related w ith horm esis phenom ena. D uodenum am plitude’s alterations w as not significant, jejenum am plitudes significantly decreased on 90 G auss, w hile ileum am plitude significantly differed w ith control on 90, 120, and 180 G auss, but m agnetic field did not affect contraction’s frequency.

(33)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan pesat teknologi menyebabkan meningkatnya paparan medan listrik dan magnet di sekitar kita. Paparan ini berasal dari berbagai peralatan elektronik seperti televisi, komputer, handphone, dan lain-lain.

Medan listrik dan magnet diduga dapat menimbulkan efek pada jaringan hidup (Itegin & Gunay 1993). Beberapa penemuan menunjukkan bahwa medan magnet statik dapat mempengaruhi sistem biologi, khususnya sel yang mudah tereksitasi seperti otot dan saraf (Itegin & Gunay 1993). Jajte et al. (2001) melaporkan adanya efek perusakan DNA maupun kematian pada sel yang terkena paparan medan magnet sebesar 7 mT. Selain itu, pada kekuat an 6 mT dapat menyebabkan perubahan struktur membran plasma dan permukaan sel (Chionna et al. 2003).

Medan elektromagnetik juga dilaporkan dapat meningkatkan proliferasi kondrosit manusia, yang menjelaskan peran medan elektromagnetik dalam membantu penyembuhan patah tulang (Pezzetti et al.

1999). Hasil-hasil penelitian ini mendorong badan internasional seperti The International Commission on Non Ionizing Radiation Protection (ICNIRP) dan WHO menentukan batasan dosis yang aman. Namun, efek yang sesungguhny a masih diperdebatkan dan belum dapat disimpulkan. Masih diperlukan studi yang lebih mendalam dalam bidang ini. Penelitian ini bertujuan untuk me lihat pengaruh medan listrik dan magnet statik terhadap usus halus kelinci untuk memperkaya penelitian -penelitian mengenai efek medan listrik dan magnet yang telah dilakukan sebelumnya.

Struktur Usus Halus

Usus halus tersusun dari empat lapisan, yaitu mucosa, submucosa, muscularis mucosa, dan adventitia atau serosa (Gambar 1). Mucosa terbagi menjadi epithelium berupa sel-sel epitel yang bermodifikasi menjadi vili,

lamina propria yang merupakan lapisan jaringan pengikat longgar, dan muscularis mucosa yang merupakan lapisan tipis otot polos sirkular (bagian dalam) dan longitudinal (luar) (Seeley et al. 2000).

Lapisan submucosa terdiri atas lapisan jaringan penghubung yang tebal dan mengandung saraf, pembuluh darah, dan kelenjar. Pleksus Meissner terdapat pada bagian ini. Muscularis externa merupakan

penyangga kontraksi peristaltik maupun gerakan mencampur usus karena terdiri atas otot polos sirkular dan longitudinal, sedangkan adventitia terdiri atas jaringan penghubung dengan banyak pembuluh darah dan saraf (Seeley et al. 2000) .

Gambar 1 Struktur saluran pencernaan (Turner et al. 1999)

Motilitas Usus Halus

Motilitas usus halus merupakan perpaduan dari kontraksi, mioelektrik, tonus, dan pengangkutan. Kontraksi dapat berupa tonik maupun fasik ritmik yang mengakibatkan gerakan mencampur dan mendorong. Kedua jenis kontraksi tersebut memiliki perbedaan dalam fungsi motilitas, neurohumoral, sifat listrik, dan sensitivitas terhadap Ca2+(Grasa et al. 2004) .

Dua jenis tonus pada usus adalah neurogenik dan miogenik. Tonus neurogenik hasil dari kerja syaraf yang terus-menerus, sedangkan tonus miogenik ditimbulkan oleh sifat otot sendiri (Hansen 2003). Motilitas ini didukung oleh berbagai perangkat kontraksi seperti otot polos penyusun dinding usus halus, pleksus intrinsik, maupun sel

Interstitial Cell of Cajal yang memiliki sifat elektrik, sebagai pacemaker dalam gelombang pelan (Sang et al. 1998).

Otot Polos

Otot polos memiliki aktin dan miosin dengan perbandingan 16:1 dan tidak membentuk sarkomer (Fox 2002) . Kontraksi otot polos terjadi saat konsentrasi Ca2+ intrasel naik (Schmidt & Nielsen 1997) dan membentuk kompleks Ca2+-Kalmodulin (Fox 2002). Kompleks Ca2+-kalmodulin mengubah dan mengaktifkan Miosin Light Chain Kinase

[image:33.612.330.503.158.316.2]
(34)

aktin (Schmidt & Nielsen 1997). Protein miosin dari filamen tebal tersusun vertikal, sehingga sumbu panjangnya tegak lurus dengan su mbu panjang aktin. Dengan struktur ini, kepala miosin dapat membentuk cross bridge sepanjang filamen tipis (Fox 2002). Otot polos pada usus halus merupakan unit tunggal dimana sekelompok otot polos saling berhubungan melalui gap junction (Hill & Wyse 1989). Ketika sejumlah kecil otot polos terstimulasi secara elektrik, kontraksi menyebar ke sel-sel tetangga melalui gap junction (Gambar 2), memungkinkan sel yang berbatasan untuk berkomunikasi dan mengkoordinasi aktivitasnya (Schmidt & Nielsen 1997). Otot polos dapat dirangsang oleh berbagai stimulus antara lain melalui saraf dan hormon (Hill & Wyse 1989).

Gambar 2 Kerja pleksus intrinsik (Fox 2002) Pleksus Intrinsik

Pleksus intrinsik terdiri atas pleksus Aurbach’s (berada diantara lapisan otot polos sirkular dan longitudinal di muscularis externa) dan Meissner (pada bagian

submucosa) (Gambar 3). Kerja saraf ini dirangsang melalui depolarisasi akibat influks ion Na+. Gambar 2 memperlihatkan pleksus ini mempengaruhi otot polos dengan mengeluarkan neurotransmitter melalui

varicosity (Fox 2002).

Gambar 3 Pleksus intrinsik (Turner et al. 1999)

Interstitial Cell of Cajal

Interstitial Cells of Cajal (ICC) merupakan populasi sel yang beda dan unik, sel-sel ini merupakan sel -sel yang saling bekerjasama dan terhubung secara elektrik satu sama lain melalui gap junctions

(Torihashi et al. 2002). Sel ini tersebar pada bagian muscularis externa. ICC merupakan

pacemaker sel dan bertanggung jawab atas aktifitas gelombang pelan (Sang et al. 1998) dengan cara membentuk aktivitas listrik ritmis ( Hansen 2003).

Medan Listrik

Medan listrik timbul akibat adanya muatan listrik. Muatan ini mempengaruhi muatan lain

di sekitarnya dalam bentuk gaya elektrostatik (Nair 1989). Medan listrik melemah bila menemui penghalang. Pengaruh medan listrik disuatu titik dinyatakan oleh besaran vektor Kuat Medan Listrik (E), dengan satuan Newton per Coulomb (N/C) atau Volt per meter (V/m). Himpunan titik-titik dalam ruang yang mempunyai potensial yang sama dinamakan permukaan atau garis equipotensial (Gambar 4) . Di mana gaya listrik tidak bekerja selama muatan bergerak di dalamnya (Nair 1989).

Gambar 4 Ilustrasi permukaan dan garis equipotensial

Medan Magnet

Medan magnet yaitu daerah di mana terdapat pengaruh gaya magnet. Medan magnet dapat menembus benda atau medium apa saja yang berada di dekatnya. Medan magnet dinyatakan dalam besaran H (kuat medan magnet) atau B (rapat fluks magnet), dengan satuan Tesla (T) atau Gauss (G). Medan magnet di dalam solenoida kekuatannya besar karena merupakan jumlah dari medan-medan yang disebabkan arus pada setiap loop. Jika kumparan-kumparan solenoida berjarak sangat dekat, medan di dalam solenoida akan paralel dengan sumbunya kecuali di bagian ujung-ujungnya

[image:34.612.132.310.278.410.2] [image:34.612.331.515.392.476.2]
(35)

Gambar 5 G aris-garis gaya magnet pada berbagai sumber medan magnet (www.publish.csiro.au/journals)

Kerapatan fluks magnet ditunjukkan dengan garis -garis gaya magnet. Gambar 5 menunjukkan garis gaya magnet di sekitar sumbernya. Medan magnet tidak berubah nilainya karena mampu menembus benda dan menimbulkan induksi sesuai dengan kuat medannya. Medan magnet dapat dibedakan menjadi medan magnet statik dan medan magnet bergantung-waktu. Medan magnet statik dihasilkan oleh magnet permanen atau melalui aliran arus searah (DC). Medan magnet statik, atau medan arus searah (DC) tersebut besarnya konstan terhadap waktu, dan dapat dikatakan memiliki frekuensi 0 Hz dengan panjang gelombang yang tak-terhingga. Sedangkan, medan magnet

bergantung-waktu dihasilkan oleh arus bolak-balik (Nair 1989).

Interaksi Medan Listrik dan Magnet dengan Jaringan Biologis

Mekanisme interaksi medan listrik dan magnetik dengan benda hidup berupa induksi medan dan juga arus listrik pada jaringan biologi. Induksi pada benda hidup disebabkan adanya muatan -muatan listrik bebas yang terdapat pada ion kaya cairan seperti darah, getah bening, saraf, dan otot yang dapat terpengaruh gaya yang dihasilkan ol eh muatan -muatan dan aliran arus listrik (Nair 1989).

Besaran medan dan arus listrik tersebut ditentukan oleh hubungan yang kompleks di antara banyak faktor, termasuk frekuensi dan intensitas medan, sifat kelistrikan jaringan tubuh, dan kondisi pemaparan. Jika tubuh menyerap intensitas medan listrik dan magnetik yang relatif cukup, maka hal ini akan merangsang sistem syaraf dan otot -otot di dalam tubuh. Bahkan, pada intensitas yang agak rendahpun, hal ini akan berpengaruh pada aktivitas modulasi di dalam otak maupun sistem syaraf (Fathony 2004).

Medan magnet AC menghasilkan aliran arus di dalam tubuh yang dapat menyebabkan efek fisik dan psikologis karena adanya komponen logam di dalam tubuh (Moechtar 1999). Medan magnet menembus tubuh dan

setiap sel tunggal secara sempurna, sehingga hanya komponen medan magnet yang mempengaruhi tubuh atau sel biologi. Ion di dalam sel dan sistem koloid juga dipengaruhi magnetisme. Hal itu dapat dijelaskan melalui interaksi medan magnet dengan bahan biologis melalui mekanisme induksi magnetik, efek magnetomekanik, dan interaksi elektronik (Moulder 2004).

Sejumlah mekanisme interaksi biofisika telah diajukan untuk dapat menjelaskan bagaimana medan listrik berfrekuensi rendah dapat mempengaruhi jaringan hidup (living tissue) dan mengakibatkan efek biologis yang signifikan. Mekanisme-mekanisme tersebut adalah resonansi ion cyclotron (alat pemercepat partikel), resonansi parametrik, serta efek langsung partikel magnetik pada sel-sel otak.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa taraf medan listrik dan medan magnet terhadap kontraksi otot longitudinal usus halus secara in vitro.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai dengan Mei 2005 di Laboratorium Isotop Departemen Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelinci jantan dewasa sehat yang berumur antara 10-12 minggu sebanyak 12 ekor dengan berat badan berkisar antara 0,6-1 kilogram. Bahan kimia yang digunakan adalah larutan tyrode (Lampiran 4).

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kymograph buatan Harvard Student

yang dirangkai dengan sebuah penangas air (organ bath). Penghasil medan listrik yaitu dua plat aluminium yang dihubungkan pada

power supply digital (PASCO SF 9586

[image:35.612.135.321.82.164.2]
(36)

Gambar 5 G aris-garis gaya magnet pada berbagai sumber medan magnet (www.publish.csiro.au/journals)

Kerapatan fluks magnet ditunjukkan dengan garis -garis gaya magnet. Gambar 5 menunjukkan garis gaya magnet di sekitar sumbernya. Medan magnet tidak berubah nilainya karena mampu menembus benda dan menimbulkan induksi sesuai dengan kuat medannya. Medan magnet dapat dibedakan menjadi medan magnet statik dan medan magnet bergantung-waktu. Medan magnet statik dihasilkan oleh magnet permanen atau melalui aliran arus searah (DC). Medan magnet statik, atau medan arus searah (DC) tersebut besarnya konstan terhadap waktu, dan dapat dikatakan memiliki frekuensi 0 Hz dengan panjang gelombang yang tak-terhingga. Sedangkan, medan magnet

bergantung-waktu dihasilkan oleh arus bolak-balik (Nair 1989).

Interaksi Medan Listrik dan Magnet dengan Jaringan Biologis

Mekanisme interaksi medan listrik dan magnetik dengan benda hidup berupa induksi medan dan juga arus listrik pada jaringan biologi. Induksi pada benda hidup disebabkan adanya muatan -muatan listrik bebas yang terdapat pada ion kaya cairan seperti darah, getah bening, saraf, dan otot yang dapat terpengaruh gaya yang dihasilkan ol eh muatan -muatan dan aliran arus listrik (Nair 1989).

Besaran medan dan arus listrik tersebut ditentukan oleh hubungan yang kompleks di antara banyak faktor, termasuk frekuensi dan intensitas medan, sifat kelistrik

Gambar

Gambar 1 Struktur
Gambar 2 Kerja pleksus intrinsik (Fox 2002)
Gambar 5 Garis-garis
Gambar 6 Perubahan amplitudo duodenum
+7

Referensi

Dokumen terkait