• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontraksi Otot Polos Usus Halus Longitudional Kelinci Akibat Paparan Medan Magnet Secara In Vitro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kontraksi Otot Polos Usus Halus Longitudional Kelinci Akibat Paparan Medan Magnet Secara In Vitro"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

KONTRAKSI OTOT POLOS USUS HALUS

LONGITUDIONAL KELINCI AKIBAT PAPARAN

MEDAN MAGNET SECARA

IN VITRO

DANANG AJI PAMUNGKAS

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kontraksi Otot Polos Usus Halus Longotudional Kelinci Akibat Paparan Medan Magnet Secara In Vitro adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

(4)
(5)

ABSTRAK

DANANG AJI PAMUNGKAS. Kontraksi Otot Polos Usus Halus Longitudional Kelinci Akibat Paparan Medan Magnet Secara In Vitro. Dibimbing oleh

AKHIRUDIN MADDU dan KOEKOEH SANTOSO.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon kontraksi usus halus akibat paparan variasi intensitas medan magnet 10-240 gauss dengan frekuensi 50 Hz secara in vitro. Pengambilan data kekuatan dan frekuensi kontraksi menggunakan Data Asquisition System AD Instruments. Terjadi penurunan kekuatan kontraksi, tetapi tidak signifikan. Tidak ditemukan korelasi yang kuat antara penambahan intensitas medan magnet dan penurunan kekuatan kontraksi. Paparan yang diberikan tidak cukup kuat untuk melakukan modulasi kalsium melalui mechanosensitive ion channel, hal ini ditunjukkan pada nilai uji korelasi yang kecil masingmasing duodenum, jejunum, dan illeum yaitu 0.0779, -0.1561, dan -0.3204. Serta uji F yang menyatakan tidak ada pengaruh nyata pada kekuatan kontraksi usus halus. Hal serupa juga terjadi pada frekuensi kontraksi yang mengalami peningkatan sangat kecil dan tidak signifikan. Hasil uji F menunjukkan tidak berpengaruh nyata pada frekuensi kontraksi illeum dan duodenum, sedangkan pada jejunum berpengaruh nyata. Tidak ditemukan korelasi yang kuat antara penambahan intensitas medan magnet dengan peningkatan frekuensi kontraksi yang ditunjukkan oleh nilai korelasi duodenum, illeum, dan duodenum yaitu 0.0352, 0.1665, dan 0.2546.

Kata kunci: kalsium, kontraksi, medan magnet, mechanosensitive ion channel, otot polos

ABSTRACT

DANANG AJI PAMUNGKAS. Intestinal Smooth Muscle Contraction Longitu-dional Rabbit Due To Magnetic Field Exposure In Vitro. Supervised by AKHIRUDIN MADDU and KOEKOEH SANTOSO.

This research aims to know the response is contraction of the intestine due to exposure to the subtle variations in the intensity of the magnetic field 10-240 gauss with frequency 50 Hz in vitro. Data capture the strength and frequency of contractions using Data Asquisition System AD Instruments. Decrease in strength of contraction occurs, but not significant. Not found a strong correlation between increased the intensity of the magnetic field and a decrease in the strength of contraction. A given exposure is not strong enough to do the modulation of calcium ion mechanosensitive channel through, this is shown on a small correlation values test each of the duodenum, jejunum and illeum is -0.1561, -0.0779, and-0.3204. As well as the test F stating there is no real influence on the strength of contraction of the intestine. A similar case also happened in the contractions increased frequency is very small and not significant. Test results showed no effect on real F on the frequency of contractions and illeum the duodenum, jejunum whereas in effect is real. Not found a strong correlation between the intensity of the magnetic field with the addition of an increase in the frequency of contraction that is indicated by the value of the correlation of the duodenum, duodenal and illeum was 0.0352, 0.1665 and 0.2546.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Fisika

KONTRAKSI OTOT POLOS USUS HALUS

LONGITUDIONAL KELINCI AKIBAT PAPARAN MEDAN

MAGNET SECARA

IN VITRO

DANANG AJI PAMUNGKAS

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Kontraksi Otot Polos Usus Halus Longitudional Kelinci Akibat Paparan Medan Magnet Secara In Vitro

Nama : Danang Aji Pamungkas

NIM : G74100043

Disetujui oleh

Dr Akhirudin Maddu,M.Si Pembimbing I

DR.Drh. Koekoeh Santoso Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Akhirudin Maddu, M.Si Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT dan sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Baginda Nabi Muhammad SAW. Berkat rahmat dan hidayahNya, penulis telah bisa menyelesaikan skripsi penelitian yang berjudul

“Kontraksi Otot Polos Usus Halus Longitudional Kelinci Akibat Paparan Medan Magnet Secara In Vitro”. Skripsi ini disusun agar dapat menyelesaikan tugas akhir kuliah sebagai salah satu syarat lulus program sarjana di Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua Ayahanda Kasturi, Ibunda Sukartini dan saudara kandung Mbak Anis Kristina serta Adik Ari Putri Lestari yang telah memberikan dukungan penuh sehingga dapat menguat-kan semangat penulis. Kepada Dosen Pemimbing I Bapak Dr. Akhirudin Maddu,M.Si dan Pembimbing II Bapak DR. Drh. Koekoeh Santoso yang selalu mengarahkan serta memberikan motivasi disaat banyak kendala yang terjadi ketika penelitian dilaksanakan. Serta yang tidak saya lupakan teman-teman baik Fisika 47 maupun keseluruhan warga Fisika IPB yang penulis banggakan, tak henti-hentinya berbagi wawasan tentang ilmu fisika yang menjadikan penulis mengetahui hal-hal baru. Terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-teman OMDA Ikatan Keluarga Mahasiswa Pati yang telah memberikan tuntunan serta semangat kebersamaan dari awal hingga lulus dari Kampus Pertanian yang tercinta ini.

Ketidaksempurnaan dan segala keterbatasan penulis, diharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak agar penelitian yang telah dilaksanakan dapat dikembangkan dalam kesempatan selanjutnya. Semoga hasil penelitiannya bermanfaat bagi almamater IPB maupun Masyarakat Indonesia.

Bogor, Juli 2014

(12)
(13)

DAFTAR ISI

Pengaruh Medan Magnet terhadap Sel Biologis 6

Efek Medan Magnet terhadap Kontraksi Duodenum 7

Efek Medan Magnet terhadap Kontraksi Illeum 10

Efek Medan Magnet terhadap Kontraksi Jejunum 12

SIMPULAN DAN SARAN 15

(14)
(15)

DAFTAR GAMBAR

1 Garis medan magnet 4

2 Pergerakan elektron dalam medan magnet 5

3 Medan magnet selenoida 5

4 Pergerakan kalsium pada pleksus, ICC, dan otot polos 6

5 Otot polos berkontraksi 6

6 Grafik data kontrol 7

7 Grafik data perlakuan 7

8 Grafik kekuatan kontraksi duodenum 7

9 Grafik frekuensi kontraksi duodenum 8

10 Kondisi membran sebelum terpapar medan magnet 9

11 Kondisi membran terpapar medan sejajar permukaan 9

12 Kondisi membran terpapar medan tegak lurus permukaan 9

13 Grafik kekuatan kontraksi illeum 10

14 Grafik frekuensi kontraksi illeum 10

15 Simulasi pergerakan kalsium akibat paparan medan magnet 12

16 Grafik kekuatan kontraksi jejunum 12

17 Grafik frekuensi kontraksi jejunum 13

18 Grafik selisih kekuatan kontraksi 14

19 Grafik selisih frekuensi kontraksi 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hubungan arus dan output medan magnet selenoida 19

2 Prosedur pengolahan data 19

3 Grafik pengambilan data 21

4 Analisis statistik 32

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Medan magnet secara alami dihasilkan oleh bumi dipancarkan dari kutub utara menuju kutub selatan yang besarnya berkisar 0.25 gauss-0.35 gauss. Tetapi dalam pemakaian alat rumah tangga juga dapat mengakibatkan medan elektromagnetik yang besarnya bervariasi baik intensitas maupun frekuensi. Intensitas medan magnet dibedakan menjadi tiga jenis yaitu medan magnet lemah yang intensitasnya dibawah 1 mT, medan magnet sedang antara 1 mT- 1 T, medan magnet kuat 1 T- 5 T, dan medan magnet sangat kuat yang memiliki intensitas diatas 5 T.1

Dampak dari medan magnet terhadap sel biologis bergantung jenis, intensitas dan frekuensi. Paparan medan magnet statik secara in vitro mem-pengaruhi fungsi otak ayam akibat terjadinya perubahan aliran ion kalsium,2 serta

dapat merubah sinyal kalsium intraseluler.3 Medan magnet intensitas sedang mampu menghambat apoptosis dengan memacu modulasi ion kalsium agar sel tetap hidup.4 Pada sel hewan, perubahan sedikit saja potensial membran akibat

paparan medan magnet dapat menyebabkan perubahan signifikan fungsi modulasi ion dalam sel.5 Medan magnet mampu mengubah susunan partikel dalam sel khususnya nanopartikel magnetik yang melekat pada integrin di membran sel.6

Paparan medan magnet dapat memicu perubahan arah vektor nanopartikel magnetik, berubahnya arah vektor dapat menyebabkan terbukanya mechano-sensitive ion channel terdekat yang berdampak pada perubahan aliran ion. Medan magnet dapat dijadikan pengatur laju aliran ion tertentu dengan memacu mechanosensitive ion channel.7

Usus halus dapat berkontraksi tanpa dikendalikan oleh kerja otak. Mekanisme kontraksi usus halus sangat dipengaruhi keadaan dari otot polos. Kalsium sangat berperan penting dalam mekanisme kontraksi otot polos di usus halus. Kalsium yang berikatan dengan kalmodulin dapat mengaktifkan myosin light chain khinase (MLCK) atau enzim yang memacu terjadiya fosforilasi. Setelah kepala myosin mengalami fosforilasi, maka kontraksi usus halus terjadi.8 Laju aliran kalsium pada otot polos dapat berpengaruh terhadap kekuatan dan frekuensi kontraksi otot polos.15 Oleh sebab itu diperlukan studi respon kontraksi usus halus akibat paparan medan magnet statis dengan frekuensi 50 Hz.

Perumusan Masalah

(18)

2

Tujuan Penelitian

Penilitian ini bertujuan untuk mengetahui efek dari paparan medan magnet statis yang memiliki frekuensi 50 Hz terhadap kekuatan dan frekuensi kontraksi duodenum, illeum dan jejunum pada tingkat dosis yang berbeda.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pengetahuan tentang respon otot polos pada duodenum, illeum, dan jejunum saat terpapar medan magnet statis 50 Hz terhadap frekuensi dan kekuatan kontraksi serta dapat mengembangkannya untuk keperluan medis.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran Hewan dan Laboratorium Biofisika Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor pada tanggal 1 Juli 2013 sampai 30 November 2013.

Alat dan Bahan

Pada penelitian ini, alat dan bahan yang digunakan yaitu: power supply, koil medan magnet, klep, cawan petri, kabel, laptop, aplikasi Char 5, interface powerlab AD Intruments 4ST, sensor gaya tipe MLT1030/a produk AD Ins-truments, benang dan gunting, penggaris, alat bedah, kompor listrik dan baskom, pipet, organbath, termometer, usus kelinci, tyrode, air, pompa udara, sensor medan magnet PASCO CI-6520A, interface PASCO 750.

Sumber Medan Magnet

(19)

3

Isolasi Usus Halus

Sebelum dipotong, kelinci yang berumur 8-12 minggu terlebih dahulu dipuasakan sehari agar kotoran di usus halus tidak terlalu banyak. Kemudian menyiapkan alat bedah dan wadah yang diisi larutan tyrode bersuhu 37 ⁰C, Setelah itu memotong kelinci dan segera membedahnya, membersihkan dan menentukan bagian-bagiannya (jejunum, illeum, duodenum) lalu memasukkan ke wadah yang telah disiapkan. Pada saat pengambilan data, untuk mengisolasi usus ditaruh dalam tabung kecil organbath berisi larutan tyrode dengan suhu konstan 37 ⁰C serta diberi oksigen melalui selang kecil yang disambungkan dengan pompa udara. Agar sel-sel usus tidak mati, larutan tyrode setiap 10 menit diganti.

Pengambilan Data

Penelitian ini dilakukan secara in vitro, usus berada di luar tubuh kelinci tetapi mengkondisikannya seperti pada saat dalam tubuh hewan masih hidup dengan memberi oksigen dari pompa udara, larutan tyrode sebagai asupan protein, dan suhu 37 ⁰C seperti suhu normal tubuh. Memotong usus sepanjang 2 cm dan ditali dengan benang baik bagian atas maupun bagian bawahnya. Mengkaitkan tali bawah dengan pengait besi pipa oksigen, bagian atas benang ditalikan pada sensor gaya. Pengambilan data dilakukan dengan bantuan sensor gaya semi isometrik tipeMLT1030/a yang disambungkan interface AD Instrument 4STmenggunakan aplikasi Chart 5. Dimana dosis medan magnet yang dipaparkan 10-240 gauss, dilakukan lima kali ulangan masing-masing 30 detik dan setiap ulangan diambil data kontrol.

Pengolahan Data

Pengolahan data menggunakan aplikasi Chart 5 dengan cara mengeblok grafik, kemudian pada menu window pilih data pad. Setelah itu akan muncul pilihan channel 1 sampai channel 8, pilih dan sesuaikan dengan channel yang dipakai. Untuk mendapatkan data berupa frekuensi dan kekuatan kontraksi, arahkan pilihan ke cyclic measurements bagian kiri dan average cyclic frequency serta average cyclic height pada bagian kiri. Lalu tekan tombol ok, maka akan muncul data yang dibutuhkan (Lampiran 2).

Analisis Data

(20)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Medan Magnet

Medan magnet merupakan daerah dimana suatu benda yang memiliki sifat ferromagnetik dan paramagnetik dapat dipengaruhi gaya magnet dari sumber alami maupun buatan. Benda ferromagnetik yaitu benda yang ditarik kuat oleh medan magnet sedangkan paramagnetik adalah benda yang ditarik lemah oleh medan magnet. Contoh dari benda adalah ferromagnetik nikel, sedangkan ion termasuk benda paramagnetik. Medan magnet konstan dapat dihasilkan oleh sumber-sumber berupa magnet permanen atau sebuah medan listrik yang berubah secara linear seiring waktu atau arus searah. Setiap sumber magnet memiliki dua kutub, yaitu kutub utara dan kutub selatan. Arah garis medan magnet berasal dari kutub utara yang dipaparkan menuju kutub selatan (Gambar 1).9

Arah garis medan magnet merupakan tangensial (garis singgung) terhadap suatu garis di titik mana saja yang memiliki banyaknya jumlah garis persatuan luas sebanding dengan besar medan magnet. Garis-garis medan magnet dapat dilihat pada serbuk besi yang ditaruh di sekitar magnet batang akan membentuk formasi seperti garis-garis paralel yang menghubungkan kutub utara dan kutub selatan. Kawat berarus dapat menghasilkan medan medan magnet yang besarnya sebanding dengan besar arus listrik masukan. Medan magnet pada kawat berarus dapat ditentukan komponen-komponen seperti arah arus, arah medan, dan arah gaya menggunakan kaidah tangan kanan.11

Selenoida adalah kawat panjang yang membentuk loop dengan jumlah dan diameter tertentu sehingga dapat menghasilkan medan magnet ketika diberi arus listrik (Gambar 3). Pada selenoida juga terdapat kutub dimana penentuan kutub utara dan selatan tergantung arah arus yang diberikan. Untuk memperbesar medan magnet biasanya di dalam selenoida diletakkan besi karena domain-domain besi dapat tersusun rapi oleh medan magnet. Penggabungan selenoida berarus dan besi disebut sebagai elektromagnet. Partikel bermuatan akan dibelokkan ketika

(21)

5

melewati daerah medan magnet, arah pembelokan bergantung dengan arah gaya magnet (Gambar 2).11

Mekanisme Kontraksi Otot Polos

Pada usus halus, otot polos berfungsi penting dalam mekanisme kontraksi. Otot polos terbagi menjadi dua macam yaitu otot polos multi unit dan otot polos unit tunggal. Otot polos multi unit memiliki sifat yaitu masing-masing serat dapat berkontraksi sendiri, tidak bergantung pada yang lain dan pengaturannya terutama dilakukan oleh sistem syaraf. Otot polos unit tunggal biasanya diartikan sebuah massa otot keseluruhan yang terdiri dari ratusan hingga jutaan serat otot yang berkontraksi bersama-sama sebagai suatu unit tunggal. Otot polos pada usus halus termasuk jenis unit tunggal sehingga setiap sel otot terhubung dengan gap junction.8

Usus kelinci memiliki kemampuan untuk berkontraksi secara spontan dan tidak dipengaruhi oleh aktivitas otak. Ketika usus kelinci di keluarkan dari tubuhnya, masih bisa berkontraksi karena memiliki potensial aksi tersendiri yang dapat merangsang kalsium (Ca2+) keluar masuk sel. Kalsium berdifusi melalui ion channel yang terbuka dan menutup akibat perbedaan muatan atau potensial di dalam dan di luar sel. Pencarian ritmisitas asal kontraksi usus mengidentifikasikan adanya daerah pacemaker yang terletak pada myenteric dan tepi submucosa otot sirkular serta mengandung jaringan sel yang dikenal sebagai sel interstisial cajal (Interstitial Cells of Cajal- ICC), merupakan populasi sel yang beda dan unik serta sel-sel saling bekerjasama dan terhubung secara elektrik satu sama lain melalui gap junctions (Gambar 4).12

Pada kontraksi otot polos, Rho kinase berperan penting dalam mekanisme kontraksi yaitu bertanggung jawab untuk membangkitkan sinyal kalsium.14 Dalam

sel-sel otot polos mengandung sejumlah besar protein pengatur yang bereaksi dengan empat ion kalsium dalam memicu kontraksi disebut kalmodulin. Berikut ini urutan proses aktivasi dan kontraksi yang terjadi:8

Gambar 2 Pergerakan elektron dalam medan magnet11

(22)

6

1. Konsentrasi intraselular Ca2+ bergantung pada permeabilitas membran

plasma sel otot polos terhadap Ca2+. Permeabilitas otot polos tersebut dipengaruhi oleh sistem saraf involunter atau autonomik. Saat Ca2+ meningkat, kontraksi otot halus dimulai. Ion kalsium berikatan dengan kalmodulin.

2. Kombinasi kalmodulin dan kalsium kemudian bersambungan sekaligus mengaktifkan myosin rantai ringan kinase (Myosin Light Chain Kinase/ MLCK), yaitu suatu enzin yang berfungsi dalam melakukan fosforilasi. 3. Salah satu rantai ringan dari setiap kepala myosin (sebagai rantai

pengatur), mengalami fosforilasi sebagai respon terhadap myosin kinase. Bila rantai ini tidak mengalami fosforilasi, siklus pelekatan-pelepasan kepala dengan filamen aktin tidak akan terjadi. Tetapi bila rantai pengatur mengalami fosforilasi, kepala memiliki kemampuan untuk berikatan dengan filamen aktin dan bekerja melalui seluruh proses siklus sehingga menghasilkan kontraksi otot polos (Gambar 5).

Bila konsentrasi ion kalsium menurun di bawah nilai kritis, proses kontraksi yang telah terjadi akan berlangsung terbalik secara otomatis kecuali fosforilasi kepala myosin. Proses yang terbalik ini membutuhkan enzim lain, yaitu myosin fosfatase yang terletak di dalam cairan pada sel otot polos dan berfungsi menguraikan fosfat dari rantai pengatur. Kemudian siklus berhenti dan kontraksi berakhir. Karena itu waktu yang dibutuhkan untuk merelaksasikan otot yang ber-kontraksi sangat ditentukan oleh jumlah myosin fosfatase aktif dalam sel.8

Pengaruh Medan Magnet terhadap Sel Biologis

Organisme akan mengalami gangguan pada proses mekanisme kerja organnya ketika terpapar oleh medan magnet dengan besar dan selama waktu tertentu. Gangguan yang dialami terjadi pada tingkat sel, dimana dapat merubah nilai potensial membran sel yang mengakibatkan perubahan modulasi kalsium dan Gambar 5 Otot polos berkontraksi13 Gambar 4 Pergerakan kalsium pada

(23)

7

protein ketika melewati membran. Medan magnet statik 50 Hz dapat mem-pengaruhi modulasi arus ion, mengganggu transkrip DNA dan RNA, berinteraksi dengan respon sel terhadap hormon dan enzim, berinteraksi dengan respon sel terhadap neurotransmiter kimia, berinteraksi terhadap sistem imun sel dan sel kanker.15 Paparan medan magnet menghasilkan pengaruh positif dan negatif,

pengaruh positifnya antara lain digunakan untuk terapi pengobatan penyakit, serta pengaruh negatifnya dapat menyebabkan kelainan mekanisme fungsi kerja dari organ tertentu akibat gangguan tingkat sel.6 Medan magnet juga dapat

menyebab-kan berubahnya arah nanopartikel magnetikpada membran sel yang mempengaru-hi laju aliran ion intraseluler.7

Data yang didapat berupa grafik kekuatan kontraksi dengan intensitas medan magnet 10-240 gauss dimana tiap perlakuan dosis sebelumnya diambil kontrol terlebih dahulu. Data diperoleh menggunakan sensor gaya semi isometrik yang terhubung dengan interface powerlab AD Instruments 4ST. Berikut contoh data yang didapat berupa grafik pada perlakuan 10 gauss ulangan pertama:

Grafik kemudian diolah menjadi data numerik menggunakan aplikasi Chart 5 sehingga diperoleh data kekuatan dan frekuansi rata-rata tiap ulangan (Lampiran 2). Berikut ini grafik hasil pengolahan data :

a. Efek medan magnet terhadap kontraksi duodenum usus halus kelinci

Gambar 8 Grafik kekuatan kontraksi duodenum

(24)

8

Gambar 8 merupakan grafik kekuatan kontraksi duodenum, besar kekuatan tarik kontraksi usus antara kontrol dan perlakuan relatif sama untuk setiap dosis medan magnet yang dipaparkan. Nilai selisih perlakuan dan kontrol sangat kecil dan fluktuatif. Sel otot polos yang terpapar oleh medan magnet dari dosis 10-240 gauss mengalami kecenderungan peningkatan nilai frekuensi kontraksi(Gambar 9). Besarnya peningkatan frekuensi duodenum berkisar 0.0009±0.0065 Hz sampai 0.0039±0.0042 Hz kecuali dosis 20 gauss dan 50 gauss yang masing-masing mengalami penurunan sebesar -0.0024±0.0056 Hz dan -0.0039±0.0102 Hz (Tabel 1). Dalam hasil penelitiannya, Nair menyatakan bahwa ketika tubuh terpapar medan magnet yang melebihi ambang batasnya maka akan merangsang sistem saraf dan otot dalam tubuh serta merangsang aktivitas membran dalam modulasi ion (Ca2+) dan protein.15 Paparan 10-240 gauss mempercepat modulasi kalsium yang melewati membran sel, akibatnya frekuensi kontraksi mengalami peningkatan.16

(25)

9 membran sel yang menyebabkan poten-sial di luar lebih tinggi daripada di dalam sel. Di ion channel terdapat pintu yang menutupnya dan akan terbuka ketika potensial di luar sel bertambah besar akibat menumpuknya kalsium. Karena ion channel bisa membuka dan menutup secara cepat akibat terpacu oleh konsen-trasi kalsium di luar sel, ion channel juga disebut mechanosensitive ion channel.

Saat sel terpapar oleh medan mag-net yang arahnya horizontal sejajar de-ngan permukaan membran mengakibat-kan terbentuknya sudut vektor particle magnetization dan mengaktifkan mecha-nosensitive ion channel. Aktifnya mecha-nosensitive ion channel membuat saluran penghubung ion antara luar dan dalam sel terbuka yang berdampak kalsium akan berdifusi secara bebas dari luar ke dalam sel. Hal tersebut menyebabkan frekuensi kontraksi meningkat (Gambar 11).

Peristiwa sama juga terjadi pada waktu sel terpapar medan magnet dengan arah tegak lurus permukaan membran yang berdampak mechanosensitive ion

channel terbuka dan kalsium keluar

(26)

menyebab-10

b. Efek medan magnet terhadap kontraksi illeum usus halus kelinci.

Gambar 13 Grafik kekuatan kontraksi illeum

Gambar 14 Grafik frekuensi kontraksi illeum

Tabel 2 Selisih kontraksi illeum

Medan Magnet Kekuatan

Perlakuan-kontrol(N)

Frekuensi Perlakuan-kontrol(Hz)

10 gauss 0.0005±0.0024 0.0033±0.0127

20 gauss 0.0003±0.0018 0.0012±0.0103

30 gauss 0.0005±0.0044 0.0009±0.0089

40 gauss -0.0022±0.0032 0.0041±0.0075

50 gauss -0.0024±0.0031 0.0037±0.0089

60 gauss -0.0009±0.0043 0.0002±0.0083

120 gauss -0.0023±0.0027 0.0079±0.0122

180 gauss -0.0026±0.0061 0.0039±0.0066

240 gauss -0.0034±0.0047 0.0050±0.0065

(27)

11

kekuatan kontraksi dengan selisih relatif kecil. Pada frekuensi kontraksi illeum mengalami peningkatan (Gambar 14). Peningkatan nilai frekuensi illeum dilihat dari selisih frekuensi perlakuan dan kontrol berkisar 0.0002±0.0083 Hz sampai 0.0079± 0.0122 Hz (Tabel 2). Tanda negatif berarti terjadi penurunan dan tanda positif artinya terjadi peningkatan. Pengaruh paparan elektromagnetik terhadap kesehatan adalah adanya perubahan keseimbangan kadar radikal bebas dalam sistem biologik. Radikal bebas dapat mentransduksi physical force, ada secara alami dan mutagenik. Paparan medan magnet pada sel tidak berpengaruh signifikan terhadap Na+, K+ , dan Cl- tetapi mempengaruhi modulasi kalsium.17

Aktivitas potensial debit meningkat dan penyerapan Ca2+ berkurang ke dalam ganglia dan neuron terisolasi dari helix pomatia ketika membran depolarisasi dipapar medan magnet.18 Saat sel mamalia diberi paparan medan magnet 0,63 mT menyebabkan muatan permukaan bertambah negatif tetapi tidak mengubah hidrofobik secara signifikan.19 Difusi partikel biologis yang bermuatan termasuk ion dan protein plasma terganggu pada perlakuan paparan medan magnet.20 Terjadi peningkatan Ca2+ intraseluler akibat paparan medan magnet yang berpengaruh terhadap mekanisme biologis berbeda pada sistem sel.21 Membran sel adalah situs utama interaksi medan magnet dengan sel. Terjadi perubahan muatan listrik pada permukaan sel ketika dipapar medan magnet yang dipantau dari indikator pH neon, 4-heptadesil-7-hydroxycoumarin.22 Perubahan kecil potensial transmembran dapat memicu modulasi signifikan fungsi sel misalnya modulasi kalsium yang melewati membran sel melalui ion channel. Adapun pengaruh lainnya paparan medan magnet terhadap sel biologis yaitu reorientasi molekul diamagnetik membran plasma, perubahan pola protein, rotasi fosfolipid membran, penataan situs pengikat lektin, mempengaruhi fluks intraseluler dan ekstraseluler kalsium serta mempengaruhi transportasi dan signal kalsium melintasi membran sel.6

Pada illeum, paparan medan magnet mempercepat modulasi ion kalsium saat melewati ion channel sehingga memacu terjadinya ikatan antara kalmodulin dan kalsium membentuk myosin light chain khinase yang menyebabkan forforilasi berlangsung secara singkat.5 Saat proses fosforilasi berlangsung singkat, maka

frekuensi kontraksi akan menjadi lebih cepat serta volume kalsium yang melewati membran berkurang menyebabkan kekuatan kontraksi menurun. Lindstrom memaparkan hasil penelitiannya bahwa terjadi peningkatan osilasi kalsium+

intraseluler terhadap sel yang diberi perlakuan berbagai dosis paparan medan magnet frekuensi rendah, peningkatan osilasi kalsium mempercepat frekuensi kontraksi.26

(28)

12

Gambar 15 Simulasi pergerakan kalsium akibat paparan medan magnet7

Gambar 15 merupakan simulasi pergerakan kalsium baik sebelum maupun sesudah medan magnet dipaparkan. Gambar 15.a menunjukkan medan magnet diterapkan searah dengan arah vektor partikel megnetik (kiri) dan medan magnet diterapkan dari samping atau tegak lurus sehingga mengubah arah vektor partikel magnetik (kanan). Nanopartikel magnetik menempel di reseptor integrin pada membran. Gambar 15.b mempresentasikan ketika medan diterapkan, maka akan menarik partikel ke medan, terjadi deformasi di sekitar membran sel dan mem-buka mechanosensitive ion channel. Gambar 15.c memperlihatkan nanopartikel magnetik yang melekat pada saluran ion melalui antibodi (kiri), paparan medan magnet dengan gradien tinggi memaksa membuka saluran ion (kanan). Gambar 15.d menjelaskan nanopartikel magnetik yang terikat pada kelompok reseptor saat tidak adanya medan magnet (kiri), kemudian ketika medan magnet gradien tinggi diterapkan pada jarum magnet maka reseptor ditarik kearah medan yang dapat memicu sinyal intraseluler (kanan).

c. Efek medan magnet terhadap kontraksi jejunum usus halus kelinci.

(29)

13

Gambar 16 terlihat kekuatan kontraksi cenderung meningkat ketika dipapar medan magnet dengan dosis 10-240 gauss. Selisih kekuatan kontraksi saat dipapar dan sebelum dipapar medan magnet berkisar 0.0005±0.0035 N sampai 0.0054± 0.0028 N, kecuali pada dosis 60 gauss selisihnya -0.0006±0.0021 N. Apabila kekuatan kontraksi naik, maka frekuensi menurun. Penurunan nilai frekuensi pada dosis 10-60 gauss berkisar -0.0003±0.0026 Hz sampai -0.0160±0.0060 Hz kecuali pada 20gauss yang mengalami peningkatan frekuensi 0.0001±0.0098 Hz. Hal yang berbeda terjadi ketika jejunum dipapar medan magnet pada intensitas 120 gauss, 180 gauss dan 240 gauss yang mengalami peningkatan sebesar 0.0024± 0.0049 Hz, 0.0047±0.0059 Hz, dan 0.0008±0.0056 Hz (Tabel 3).

Pleksus mientrik berperan dalam pengaturan aktivitas motorik di sepanjang usus. Rangsangan dari luar terhadap pleksus mientrik dapat mengakibatkan gejala perubahan pada aktivitas usus. Peningkatan nilai potensial aksi dan konsentrasi kalsium sitosol menyebabkan kontraksi terjadi semakin kuat. Terdapat rangsangan terhadap saraf simpatis memperlambat kontraksi.23 Peningkatan konsentrasi

(30)

14

Gambar 18 Grafik selisih kekuatan kontraksi

Gambar 18 merupakan sebaran ulangan dari selisih kekuatan kontraksi usus halus yang dipapar medan magnet intensitas 10-240 gauss dengan frekuensi 50 Hz. Dilakukan uji korelasi pada selisih kekuatan kontraksi duodenum, jejunum dan illeum. Didapatkan korelasi kekuatan duodenum -0.0779, jejunum -0.1561,

dan illeum -0.3204 (Lampiran 4). Korelasi bernilai negatif berarti memperbesar intensitas medan magnet mengakibatkan kekuatan kontraksi cenderung menurun, tetapi penurunan sangat kecil. berdasarkan hasil uji F, secara umum medan magnet tidak berpengaruh kuat atau nyata terhadap kekuatan kontraksi usus halus.

Gambar 19 Grafik selisih frekuensi kontraksi

(31)

15

medan magnet yang dipaparkan pada usus halus. Nilai korelasinya duodenum 0.0352, illeum 0.1665, dan jejunum 0.2546 (Lampiran 4). Nilai korelasi positif menunjukkan semakin besar medan magnet yang dipaparkan pada usus halus menyebabkan peningkatan kontraksi. Ketika dilakukan uji F, hanya pada fre-kuensi jejunum yang mengalami pengaruh nyata, sedangkan yang lain tidak ada pengaruh nyata. Setelah diketahui ada pengaruh nyata akibat paparan medan magnet terhadap frekuensi jejunum, kemudian dilanjutkan uji duncan dimana ter-jadi beda nyata pada intensitas 30 gauss, 50 gauss, dan 180 gauss serta pengaruh terbesar ketika dipapar medan magnet 180 gauss yang mengalami peningkatan sebesar 0.004712 Hz.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Paparan medan magnet berfrekuensi 50Hz dengan intensitas 10-240gauss pada usus halus tidak berpengaruh signifikan terhadap kekuatan dan frekuensi kontraksi. Terjadi penurunan kekuatan kontraksi, tetapi tidak signifikan. Tidak ditemukan korelasi yang kuat antara penambahan intensitas medan magnet dan penurunan kekuatan kontraksi. Paparan yang diberikan tidak cukup kuat untuk melakukan modulasi kalsium, hal ini ditunjukkan oleh nilai uji korelasi yang kecil serta uji F yang menyatakan tidak ada pengaruh nyata pada kekuatan kontraksi usus halus. Hal serupa juga terjadi pada frekuensi kontraksi yang mengalami peningkatan sangat kecil dan tidak signifikan. Hasil uji F menunjukkan tidak berpengaruh nyata pada frekuensi kontraksi illeum dan duodenum, sedangkan pada jejunum berpengaruh nyata. Tidak ditemukan korelasi yang kuat antara penambahan intensitas medan magnet dengan peningkatan frekuensi kontraksi, ditunjukkan oleh nilai korelasi yang kecil.

Saran

(32)

DAFTAR PUSTAKA

1. Tipler, Paul A. 1998. Fisika untuk sains dan Teknik jilid 1. Jakarta: Erlangga 2. CF Blackman, SG Benane, JR Rabinowitz, et al. 1985. A role for the magnetic

field in the radiation-induced efflux of calcium ions from brain tissue in vitro, Bioelectromagnetics, 6, 327

3. DB Lyle, TA Fuchs, JP Casamento, et al. 1997. Intracellular calcium signaling by Jurkat T-lymphocytes exposed to 60 Hz magnetic field, Bioelectromagnetics, 18, 439

4. L Teodori, W Gohde, MG Valente, et al. 2002. Static magnetic fields affect calcium fluxes and inhibit stress-induced apoptosis in human glioblas toma cells, Cytometry, 49, 143

5. M Markov. 1994. “Biomagnetic Stimulation”, in “Biological effects of

extremely low frequency magnetic fields”, S Ueno, eds. New York: Plenum

Press

6. Lim ki taek dkk. 2009. Influence of Static Magnetic Field Stimulation on Cells for Tissue Engineering, Tissue Engineering and Regenerative Medicine, Vol. 6, No. 1-3, pp 250-258

10. Fishbane P. M. Et al. 2005. Physics for Scientists and Engineers with Modern Physics 3rd Edition. New Jersey: Prentice Hall Inc

11. Giancoli. 2001. Fisika Edisi 5. Jakarta: Erlangga

12. Torihashi S, Fujimoto T, Trosh C, Nakayama S. 2002. Calcium Oscillation Linked to Pacemaker of Interstitital Cell of Cajal. J Boil Chem 227(21): 19191-19197

13. Suarga, Cepy. 2006. Efek Medan Magnet Terhadap Kontraksi Usus Halus Kelinci Secara In Vitro. Bogor: IPB Press

14. Berridge J, Michael. 2008. Smooth Muscle Cell Calcium Avtivation Mechanisms. J Physiol 586.21: 5047-5061

15. Nair I. 1989. Bilogical Effect of Power Frequency Electric and Magnetism Fields. Background Paper, Assesment of Electric Power Wheeling and Dealing: Technoligical Consideration for Increasing Competition, OTA-BP-E-53, Washington DC: U.S. Goverment Printing Office

16. Lindstrom E, Lindstrom P, Berglund A, Mild KH, Lundgren E. 1993. Intra-cellular calcium oscillations induced in a T-cell line by a weak 50 Hz magnetic field. J Cell Physiol 156: 395-398

17. Yamaguchi H, Ikehara T, Hosokawa K, Soda A, Shono M, Miyamoto H, Kinouchi Y, Tasaka T. 1992. Effect of time-varying electromagnetic field on K+(Rb+) fluxes and surface charge of Hela cell. Jpn J Physiol 42: 929-943 18. Ayrapetyan SN, Grigorian KV, Avanesian AV, Stamboltsian KV. 1994.

(33)

17

19. Smith OM, Goodman EM, Greenebaum B, Tipnis P. 1991. An increase in the negative surface charge of U397 cells exposed to a pulsed magnetic field. Bioelectromagnetics 12: 197-202

20. Kinouchi Y, Tanimoto S, Ushita T, Sato K, Yamaguchi H, Miyamoto H. 1988. Effects of static magnetic fields on diffusion in solutions. Bioelectro-magnetics 9: 159-166

21. Dini L. and Abbro L. 2005. Bioeffects of moderate-intensity static magnetic fields on cell cultures. Micron 36, 195-217

22. Pal R, Petri WA Jr, Barenolz Y, Wagner R. 1983. Lipid and protein contributions to the mem-brane surface potential of vesicular stomatitis virus probed by a fluorescent pH indicator, 4-heptadecyl-7-hydroxycoumarin. Biochim Bio-phys Acta 729: 185-192

(34)
(35)

19

Lampiran 1 Hubungan arus dan output medan magnet selenoida

Tabel 4 Hubungan arus dan output medan magnet selenoida

Arus(ampere) Medan magnet(gauss)

0.23 10

0.45 20

0.66 30

0.84 40

1.02 50

1.19 60

2.16 120

3.12 180

4.08 240

Lampiran 2 Prosedur pengolahan data

1. Blok grafik data, kemudian arahkan kursor ke menu window dan klik data pad. Maka akan memunculkan tampilan data pad.

(36)

20

(37)

21

Lampiran 3 Grafik pengambilan data

a. Duodenum

Medan magnet 10 gauss Kontrol :

Perlakuan:

Medan magnet 20 gauss Kontrol:

Perlakuan:

(38)

22

Perlakuan:

Medan magnet 40 gauss Kontrol:

Perlakuan:

Medan magnet 50 gauss Kontrol:

(39)

23

Medan magnet 60 gauss Kontrol:

Perlakuan:

Medan magnet 120 gauss Kontrol:

Perlakuan:

(40)

24

Perlakuan:

Medan magnet 240 gauss Kontrol:

Perlakuan:

b. Jejunum

Medan magnet 10 gauss Kontrol:

(41)

25

Medan magnet 20 gauss Kontrol:

Perlakuan:

Medan magnet 30 gauss Kontrol:

Perlakuan:

(42)

26

Perlakuan:

Medan magnet 50 gauss Kontrol:

Perlakuan:

Medan magnet 60 gauss Kontrol:

(43)

27

Medan magnet 120 gauss Kontrol:

Perlakuan:

Medan magnet 180 gauss Kontrol:

Perlakuan:

(44)

28

Perlakuan:

c. Illeum

Medan magnet 10 gauss Kontrol:

Perlakuan:

Medan magnet 20 gauss Kontrol:

(45)

29

Medan magnet 30 gauss Kontrol:

Perlakuan:

Medan magnet 40 gauss Kontrol:

Perlakuan:

(46)

30

Perlakuan:

Medan magnet 60 gauss Kontrol:

Perlakuan:

Medan magnet 120 gauss Kontrol:

(47)

31

Medan magnet 180 gauss Kontrol:

Perlakuan:

Medan magnet 240 gauss Kontrol:

(48)

32

Lampiran 4 Analisis statistik

Analisis statisti hasil penelitian ini menggunakan aplikasi Statistical Analysis System(SAS). a. Analisis Statistik Data Kekuatan Kontraksi

Means with the same letter are not significantly different.

(49)
(50)

34

Means with the same letter are not significantly different.

(51)

35

Means with the same letter are not significantly different.

(52)
(53)

37

Number of Means 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Critical Range .0078 .0082 .0085 .0086 .0088 .0089 .0090 .0091 .0091

Means with the same letter are not significantly different.

(54)

38

Means with the same letter are not significantly different.

(55)

39

(56)
(57)

41

Lampiran 5 Gambar peralatan penelitian

(a) (b) (c)

(d) (e)

(g) (f)

Keterangan: a) Koil medan magnet b) Organbath

c) Force sensor

d) Interface AD-Instrument e) Interface PASCO

(58)

42

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pati pada tanggal 28 Februari 1992 dari ayah Kasturi dan ibu Sukartini. Penulis adalah putra kedua dari tiga bersaudara. Riwayat pendidikan penulis yaitu TK Dharmawanita Purwodadi, SDN 1 Purwodadi, SMP N 1 Tayu, SMA N 2 Pati. Setelah lulus dari SMA N 2 Pati, penulis melanjutkan studi ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan masuk Jurusan Fisika.

Gambar

Gambar 1  Garis medan magnet10
Gambar 3  Medan magnet
Gambar 4  Pergerakan kalsium pada
Gambar 8  Grafik kekuatan kontraksi duodenum
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Guru meminta siswa memperhatikan tayangan materi kemudian meminta siswa berdiskusi secara berkelompok untuk menjawab LKS yang telah?. diberikan.(Orientasi Terarah) 20 Menit

Pengobatan: Harus masuk rumah sakit. Kepala difiksasi dengan bantal pasir dikedua sisi, supaya tak bergerak. Keadaan ini harus derajat. Kepala difiksasi dengan bantal pasir

Bilamana salah seorang pesero dinyatakan pailit atau ditaruh dibawah pengampuan atau karena apapun juga - tidak berhak lagi mengurus dan

Hal tersebut dapat disebabkan karena karakteristik dari pisang raja sereh sendiri yang memiliki rasa manis dengan sedikit sepat memungkinkan kandungan glukosa yang

Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lingkungan Hidup 72..

Penelitian yang dilakukan ini menghasilkan kesimpulan bahwa Aplikasi pembayaran non tunai untuk pengelolaan bisnis pencucian mobil dengan memanfaatkan teknologi QR Code

Buoy warna kuning dipasang pada tepi area sebagai batas wilayah pengerukan, sedangkan buoy warna merah ditempatkan pada titik tengah area pengerukan. Pengerukan pada area bawah

Jenis-jenis membaca yang dimaksudkan di sini adalah bentuk atau jenis membaca yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran membaca, khususnya yang digunakan pada kelas I