• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Ekonomi Sumberdaya Perikanan di Perairan Pemangkat Kabupaten Sambas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Ekonomi Sumberdaya Perikanan di Perairan Pemangkat Kabupaten Sambas"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

EKA SUPRIANI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Ekonomi Sumberdaya Perikanan di Perairan Pemangkat Kabupaten Sambas adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan mau pun tidak diterbitkan dari penulisan lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Oktober 2007

(3)

ABSTRACT

EKA SUPRIANI. Fisheries Resources Economic Research in Pemangkat Seas Sambas Regency. Under direction of MOCH. PRIHATNA SOBARI and AKHMAD FAHRUDIN.

This research aim to assess optimum allocation of marine fish that been landed on Pemangkat Archipelago Fisheries Port using the Bio-economic Model. Optimum value that counted is production rate, total effort and resources benefit value. Than, this value allocated as optimum catches per effort, count of fishing gears, count of fisherman and optimal benefit value. The calculation result of optimum allocation of fish resource in Pemangkat water yield to the number of optimal catch (quota) per trip which can be catch by the fisherman around the PPN Pemangkat water areas. Optimal catch per trip of the same level of gill net to catch demersal fishes on 2,89% discount rate are 15,70 kilograms, optimal catch per trip of the same level of purse seine to catch big pelagic fish are 42,97 kilograms and small pelagic fish are 1.435 kilograms. For optimal catch per trip of the same level of bottom seine net (lampara dasar) to catch shrimp and mollusca are 16,71 kilograms and 16,71 kilograms. Amount of optimal fishing gears based on dynamic analysis are 10 gears unit of the same level of gill net to catch demersal fishes, 6 gears unit of the same level of purse seine to catch pelagic fishes, and 0 gears unit the same level of bottom seine net to catch shrimp and mollusca. The consequent expected that amount of optimal gill net fisherman is 51 persons, Purse seine fisherman are 187 persons and bottom seine net fisherman are 0 person.

(4)

RINGKASAN

EKA SUPRIANI.Kajian Ekonomi Sumberdaya Perikanan di Perairan Pemangkat Kabupaten Sambas. Dibimbing oleh MOCH. PRIHATNA SOBARI dan AKHMAD FAHRUDIN.

Penelitian ini bertujuan mengkaji alokasi optimum ikan laut yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pemangkat dengan menggunakan Model Bio-economic. Nilai optimum yang dihitung adalah tingkat produksi, jumlah effort dan nilai manfaat sumberdaya. Nilai ini kemudian dialokasikan menjadi tangkapan optimum per effort, jumlah alat tangkap, jumlah nelayan dan nilai manfaat optimal.

Hasil perhitungan alokasi optimum sumberdaya ikan di Perairan Pemangkat ini menghasilkan banyaknya tangkapan optimal (quota) per trip yang dapat ditangkap oleh nelayan di perairan Pemangkat. Tangkapan optimal per trip setingkat gill net untuk menangkap ikan demersal pada discount rate 2,89 % adalah sebanyak 15,70 kilogram, tangkapan optimal per trip setingkat purse seine

untuk menangkap pelagis besar adalah sebanyak 42,97 kilogram dan pelagis kecil sebanyak 1.435 kilogram. Untuk tangkapan optimal per trip setingkat lampara Dasar untuk menangkap udang dan molusca berturut-turut adalah sebanyak 16,71 kilogram dan 16,71 kilogram. Jumlah alat tangka optimal berdasarkan analisis dinamik adalah sebanyak 10 unit alat setingkat gill net untuk menangkap ikan demersal, 6 unit alat setingkat purse seine untuk menangkap ikan pelagis besar dan pelagis kecil serta 0 unit alat setingkat lampara dasar untuk menangkap udang dan molusca. Konsekuensinya diharapkan jumlah nelayan gill net optimal adalah sebanyak 51 orang, nelayan purse seine 187 orang dan nelayan lampara dasar sebanyak 0 orang.

(5)

@ Hak cipta milik IPB, tahun: 2007 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritikan atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

(6)

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN

DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

EKA SUPRIANI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

Judul Tesis : Kajian Ekonomi Sumberdaya Perikanan di Perairan Pemangkat Kabupaten Sambas

Nama : Eka Supriani

NRP : C451050081

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Ir. Moch. Prihatna Sobari, MS. Ketua

Dr. Ir. Akhmad Fahrudin, MSi. Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Atas berkah, rahmat, hidayah dan karuniaNya-lah penulis dapat menyelesaikan laporan tesis dengan judul: “Kajian Ekonomi Sumberdaya Perikanan di Perairan Pemangkat Kabupaten Sambas”.

Dengan rendah hati penulis menyadari keterbatasan pengetahuan yang dimiliki, sehingga penulisan ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini pula penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada: Ir. Moch. Prihatna Sobari, MS dan Dr. Ir. Akhmad Fahrudin, MSi, selaku Ketua dan Anggota Komisi Pembimbing serta Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS, selaku Ketua Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika, beserta seluruh staf pengajar pada Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika, yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan pelayanan.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat yang telah memberikan dukungan dan izin kepada penulis untuk melaksanakan tugas belajar pada Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika Sekolah Pasca Sarjana IPB. Terima kasih tak lupa pula penulis sampaikan kepada rekan-rekan di Pondok Khanza, rekan-rekan di Asrama Rahadi Oesman, PSL 2005, Pak Irmadi, Pak Muzakir, Pak Firman, Bahar, Solihin, Aspar, Dwi, dan Fera, serta semua teman-teman di ESK terima kasih atas kebersamaan dan bantuannya selama ini, serta semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril dan materil dalam menyelesaikan tugas ini.

Terakhir kepada suamiku tercinta Ir. Triyanto Widiarso, serta anak-anakku terkasih Rafi dan Rere, bapak, ibu, adik-adikku serta seluruh keluarga besar atas pengorbanan, pengertian dan dukungan moril yang tidak ternilai selama ini. Semoga penulisan karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Oktober 2007

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pontianak pada tanggal 16 Desember 1968 sebagai anak pertama dari ayah Ngislam dan ibu Sutiarsih. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 1987, penulis lulus dari SMK Santu Petrus Pontianak dan pada tahun yang sama diterima di Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Tahun 1993, penulis diterima bekerja di instansi swasta yang bergerak di sektor HPH dan perkebunan, tahun 1994 diterima sebagai Pegawai Negeri di Departeman Pertanian cq. Kanwil Departemen Pertanian Provinsi Kalimantan Barat. Tahun 2001 sampai dengan sekarang penulis bertugas sebagai staf Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan dengan jabatan terakhir sebagai Kepala Seksi Pengawasan dan Peredaran Pestisida.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian... 5

1.5 Kerangka Pendekatan Studi ... ... 5

II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Potensi dan Peluang Pengembangan Sumberdaya Ikan Laut ... 7

2.2 Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan... 8

2.3 Aplikasi Pemodelan dalam Perikanan ... ... 9

2.4 Laju Degradasi Sumberdaya Perikanan... ... 9

2.5 Model Surplus Produksi ... 10

2.6 Model Bio-ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan ... 16

III METODOLOGI ... 21

3.1 Waktu dan Tempat ... 21

3.2 Metode Penelitian ... 21

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 21

3.4 Metode Pengambilan Sampel ... 22

3.5 Analisis Data ... 22

3.5.1 Hasil Tangkapan per Upaya Penangkapan (Catch per Unit Effort).. 22

3.5.2 Standarisasi Alat Tangkap... 23

3.5.3 Standarisasi Biaya per Unit Upaya ... 23

3.5.4 Analisis Laju Degradasi Sumberdaya Perikanan... 24

3.5.5 Analisis Biologi... 24

3.5.6 Analisis Bio-Ekonomi... 26

3.5.7 Estimasi Discount Rate... 27

3.6 Konsep, Pengukuran dan Asumsi-asumsi... 28

3.6.1 Konsep dan Pengukuran... 28

3.6.2 Asumsi-asumsi... 29

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1 Kondisi Umum Kabupaten Sambas... 31

4.1.1 Letak Geografis Kabupaten Sambas... 31

4.1.2 Perekonomian Wilayah Kabupaten Sambas... 32

4.2 Keragaan Perikanan di Perairan Pemangkat... 35

4.2.1 Potensi Sumberdaya Ikan Laut Cina Selatan... 35

4.2.2 Kunjungan Kapal di PPN Pemangkat... 36

4.2.3 Tenaga Kerja di PPN Pemangkat... 37

4.3 Analisis Produksi Lestari... 38

4.3.1 Pendaratan Ikan ... 38

(12)

Halaman

4.3.3 Estimasi Parameter Biologi... 45

4.3.4 Estimasi Parameter Ekonomi... 47

4.3.4.1 Harga dan Struktur Biaya... 47

4.3.4.2 Hasil Estimasi Discount Rate... 50

4.3.5 Estimasi Produksi Lestari ... 51

4.4 Analisis Laju Degradasi Sumberdaya Perikanan di Perairan Pemangkat . 51 4.5 Solusi Bio-ekonomi Pada Rejim Pengelolaan... 53

4.5.1 Sumberdaya Ikan Demersal... 53

4.5.2 Sumberdaya Ikan Pelagis Besar ... 55

4.5.3 Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil... 57

4.5.4 Sumberdaya Udang ... 58

4.5.5 Sumberdaya Cumi-cumi ... 59

4.6 Analisis Optimasi Sumberdaya Perikanan ... 61

4.7 Implikasi Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan ... 66

V KESIMPULAN DAN SARAN... 73

5.1 Kesimpulan... 73

5.2 Saran... 73

DAFTAR PUSTAKA... 75

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Formula Perhitungan Pengelolaan Ikan dengan Pendekatan Model CYP ... 27 2. Data Wilayah Pesisir Kabupaten Sambas, Tahun 2005 ... 31 3. Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Sambas Tahun 2005 ... 32 4. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Sambas Berdasarkan Harga

Konstan Tahun 2003-2005 ... 34 5. Jumlah Kunjungan Kapal Perikanan di PPN Pemangkat... 36 6. Perkembangan Armada Perikanan di PPN Pemangkat Menurut

Ukuran Kapal ... 36 7. Alat Tangkap yang Beroperasi di Perairan PPN Pemangkat ... 37 8. Komposisi Masyarakat Perikanan di PPN Pemangkat Tahun 2002 ... 38 9. Produksi dan Nilai Produksi Perikanan di PPN Pemangkat

Tahun 1998-2006 ... 38 10. Hasil Standarisasi Alat Tangkap untuk Menangkap Ikan Demersal

Tahun 1998-2006 ... 43 11. Hasil Standarisasi Alat Tangkap untuk Menangkap Ikan Pelagis Besar

Tahun 1998-2006 ... 44 12. Hasil Standarisasi Alat Tangkap untuk Menangkap Ikan Pelagis Kecil

Tahun 1998-2006 ... 44 13. Hasil Standarisasi Alat Tangkap untuk Menangkap Cumi-cumi Tahun 1998-2006 45 14. Hasil Regresi Model CYP... 45 15. Hasil Estimasi Parameter Biologi ... 47 16. Harga Nominal Rata-Rata Ikan Berdasarkan Kelompok Sumberdaya di

PPN Pemangkat Tahun 1998-2006 ... 47 17. Harga Riil Ikan Berdasarkan Kelompok Sumberdaya di PPN Pemangkat

Tahun 1998-2006 ... 48 18. Biaya Riil Penangkapan Ikan per Unit Standarized Effort

Tahun 1998-2006 ... 49 19. Biaya Total Riil Penangkapan Ikan Tahun 1998-2006 ... 49 20. Ringkasan Hasil Estimasi Parameter Biologi dan Ekonomi ... 50 21. Hasil Estimasi MSY untuk Sumberdaya Ikan Demersal, Pelagis Besar,

Pelagis Kecil, Udang dan Cumi-cumi ... 51 22 Hasil Estimasi MEY untuk Sumberdaya Ikan Demersal, Pelagis Besar,

Pelagis Kecil, Udang dan Cumi-cumi ... 53 23. Kondisi Sustainable Yield Sumberdaya Ikan Demersal pada Berbagai

(14)

Halaman

24. Kondisi Sustainable Yield Sumberdaya Ikan Pelagis Besar pada Berbagai

Rejim Pengelolaan... 55 25. Kondisi Sustainable Yield Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil pada Berbagai

Rejim Pengelolaan... 57 26. Kondisi Sustainable Yield Sumberdaya Udang pada Berbagai

Rejim Pengelolaan... 58 27. Kondisi Sustainable Yield Sumberdaya Cumi-cumi pada Berbagai

Rejim Pengelolaan... 60 28. Hasil Pemecahan Analitik Melalui Program Maple untuk Nilai Optimal

Sumberdaya Ikan di Perairan Pemangkat... 62 29. Hasil Pemecahan Analitik Melalui Program Maple untuk Nilai Rente

Sumberdaya Ikan di Perairan Pemangkat... 65 30. Alokasi Optimal Sumberdaya Ikan Demersal, Pelagis Besar dan Pelagis

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Diagram Alir Kerangka Pendekatan Studi... 6

2. Kurva Pertumbuhan Logistik ... 11

3. Pengaruh Tangkapan terhadap Stok (biomass) ... 13

4. Kurva Produksi Lestari Upaya (Yield Effort Curve) ... 14

5. Kurva Perikanan Bebas Tangkap... 18

6. Kurva Keseimbangan Bioekonomi dari Sisi Penerimaan Rata-rata... 19

7. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Sambas Tahun 2001-2005 ... 35

8. Perbandingan Produksi Aktual dan Produksi Lestari untuk Sumberdaya Ikan Demersal... 39

9. Perbandingan Produksi Aktual dan Produksi Lestari untuk Sumberdaya Ikan Pelagis Besar ... 40

10. Perbandingan Produksi Aktual dan Produksi Lestari untuk Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil... 40

11. Perbandingan Produksi Aktual dan Produksi Lestari untuk Sumberdaya Udang ... 41

12. Perbandingan Produksi Aktual dan Produksi Lestari untuk Sumberdaya Cumi-cumi... 41

13. Laju Degradasi Sumberdaya Ikan ... 52

14. Perbandingan Produksi (h), Effort (E), dan Keuntungan (π) SDI Demersal pada Rejim Pengelolaan Sole Owner, Open Acces da MSY ... 54

15. Perbandingan Produksi (h), Effort (E), dan Keuntungan (π) SDI Pelagis Besar pada Rejim Pengelolaan Sole Owner, Open Acces dan MSY... 56

16. Perbandingan Produksi (h), Effort (E), dan Keuntungan (π) SDI Pelagis Kecil pada Rejim Pengelolaan Sole Owner, Open Acces dan MSY... 57

17. Perbandingan Produksi (h), Effort (E), dan Keuntungan (π) Sumberdaya Udang pada Rejim Pengelolaan Sole Owner, Open Acces dan MSY... 59

18. Perbandingan Produksi (h), Effort (E), dan Keuntungan (π) Cumi-cumi pada Rejim Pengelolaan Sole Owner, Open Acces da MSY... 60

19.Grafik alokasi optimum hasil pemecahan analitik MAPLE untuk sumberdaya ikan Demersal ... 62

20.Grafik alokasi optimum hasil pemecahan analitik MAPLE untuk sumberdaya ikan Pelagis Besar ... 63

(16)

Halaman

22.Grafik alokasi optimum hasil pemecahan analitik MAPLE untuk sumberdaya

ikan Udang ... 64 23.Grafik alokasi optimum hasil pemecahan analitik MAPLE untuk sumberdaya

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Peta Lokasi Penelitian ... 78 2. Peta Potensi Sumberdaya Kawasan Pesisir dan Laut Kabupaten Sambas

Kalimantan Barat... 79 3. Peta Potensi Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir dan Laut

Kabupaten Sambas Kalimantan Barat ... 80 4. Peta Zonasi Awal Kawasan Pesisir dan Laut Kabupaten Sambas

Kalimantan Barat... 81 5. Peta Zona-Zona Perlindungan Kawasan Pesisir dan Laut Kabupaten Sambas

Kalimantan Barat... 82 6. Fasilitas-Fasilitas PPN Pemangkat Tahun 2002... 83 7. Jenis-Jenis Ikan yang Tertangkap dan Didaratkan di PPN Pemangkat

Tahun 1998-2006 ... 84 8. Produksi dan Nilai Produksi Ikan yang Tertangkap dan Didaratkan di PPN

Pemangkat Tahun 1998-2006... 85 9a. Produksi dan Nilai Produksi Ikan di PPN Pemangkat Tahun 1998-2006 ... 86 9b. Harga Rataan Ikan Berdasarkan Kelompok Sumberdaya Ikan Tahun 1998-2006 86 10. Rincian Biaya Penangkapan untuk Setiap Jenis Alat Tangkap Tahun 2007 ... 87 11. Jumlah Produksi Aktual, Effort Aktual dan CPUE Masing-Masing

Sumberdaya Ikan ... 88 12a. Data Produksi Ikan Demersal dan Effort Sebagai Bahan Analisis Regresi

dengan Model Estimasi CYP ... 89 12b. Hasil Analisis Regresi Sumberdaya Ikan Demersal dengan Model Estimasi CYP untuk Fungsi Pertumbuhan Logistik ... 90 13a. Data Produksi Ikan Pelagis Besar dan Effort Sebagai Bahan Analisis Regresi

Dengan Model Estimasi CYP ... 91 13b. Hasil Analisis Regresi Sumberdaya Ikan Pelagis Besar Dengan

Model Estimasi CYP untuk Fungsi Pertumbuhan Logistik ... 92 14a. Data Produksi Ikan Pelagis Kecil dan Effort Sebagai Bahan Analisis Regresi

Dengan Model Estimasi CYP ... 93 14b. Hasil Analisis Regresi Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil dengan Model

Estimasi untuk Fungsi Pertumbuhan Logistik ... 94 15a. Data Produksi Udang dan Effort Sebagai Bahan Analisis Regresi

dengan Model Estimasi CYP ... 95 15b. Hasil Analisis Regresi Sumberdaya Udang dengan Model Estimasi

CYP untuk Fungsi Pertumbuhan Logistik ... 96 16a. Data Produksi Cumi-cumi dan Effort Sebagai Bahan Analisis Regresi

(18)

Halaman

16b. Hasil Analisis Regresi Sumberdaya Cumi-cumi dengan Model Estimasi

CYP untuk Fungsi Pertumbuhan Logistik ... 98 17. Perhitungan Discount Rate Model Kula (1984) ... 99 18. Perhitungan Struktur Biaya Penangkapan Ikan Demersal dengan

Menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK) ... 100 19. Perhitungan Struktur Biaya Penangkapan Ikan Pelagis Besar dengan

Menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK) ... 101 20. Perhitungan Struktur Biaya Penangkapan Ikan Pelagis Kecil dengan

Menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK) ... 102 21. Perhitungan Struktur Biaya Penangkapan Udang dengan

Menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK) ... 103 22. Perhitungan Struktur Biaya Penangkapan Cumi-cumi dengan

Menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK) ... 104 23. Hasil Pemecahan Analitik Melalui Program Maple 9.5 untuk

Sumberdaya Ikan Demersal ... 105 24. Hasil Pemecahan Analitik Melalui Program Maple 9.5 untuk

Sumberdaya Ikan Pelagis Besar ... 109 25. Hasil Pemecahan Analitik Melalui Program Maple 9.5 untuk

Sumberdaya Ikan Pelagis Kecill ... 113 26. Hasil Pemecahan Analitik Melalui Program Maple 9.5 untuk

Sumberdaya Udang ... 117 27. Hasil Pemecahan Analitik Melalui Program Maple 9.5 untuk

(19)

1.1 Latar Belakang

Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai posisi yang vital dalam upaya pemenuhan kebutuhan gizi, protein, penciptaan kesempatan kerja dan pengembangan wilayah. Pembangunan ekonomi sumberdaya perikanan juga menduduki posisi penting apabila dilihat dari sudut wawasan nusantara dan ketahanan nasional serta pengisian Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia. Mengingat pentingnya peranan sumberdaya perikanan menyebabkan ketersediaan dan kesinambungan (sustainability) dari sumberdaya ini menjadi sangat penting bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan akan sangat tergantung dari pengelolaan yang baik oleh setiap stakeholder.

Tekanan pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, sering menimbulkan dilema bagi kelestarian sumberdaya termasuk sumberdaya perikanan. Dengan meningkatnya kebutuhan ekonomi yang berbasiskan sumberdaya perikanan (fisheries resources based), makin memberikan tekanan yang tinggi terhadap sumberdaya itu sendiri, sehingga kebutuhan akan pengelolaan sumberdaya alam yang baik menjadi kebutuhan yang mendesak.

Paradigma pembangunan yang harus diimplementasikan sekarang dan untuk masa-masa mendatang adalah paradigma pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan berkelanjutan adalah suatu sistem pembangunan untuk memenuhi kebutuhan saat ini, tanpa menurunkan atau merusak kemampuan generasi-generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi hidupnya (WCED 1987).

(20)

bersama (common property resources) mengharuskan perencanaan dan pengelolaan pembangunan perikanan dilaksanakan secara terpadu dan berkelanjutan.

Provinsi Kalimantan Barat merupakan daratan berdataran rendah dengan luas 145.807 Km2 atau 7,3% dari luas Indonesia atau 1,13 kali luas Pulau Jawa. Wilayah Kalimantan Barat membentang lurus dari Utara ke Selatan sepanjang lebih dari 600 Km dan sekitar 850 Km dari Barat ke Timur dengan panjang garis pantai 1.300 Km, 94 pulau-pulau kecil, sekitar 154.175 Ha mangrove serta memiliki potensi pengembangan areal perikanan tambak sekitar 830.200 Ha (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Barat 2005).

Kabupaten Sambas merupakan salah satu Kabupaten di Kalimantan Barat dengan luas wilayah 6.395,7 Km2 atau 639.570 Ha, dengan panjang pantai 198,76 Km dan panjang perbatasan Negara kurang lebih 97 Km. Batas wilayah di sebelah Utara dengan Serawak (Malaysia Timur), sebelah Selatan dengan Kota Singkawang, sebelah Timur dengan Kabupaten Bengkayang dan sebelah Barat dengan Laut Natuna. Secara administrasi, Kabupaten Sambas memiliki 5 kecamatan yang merupakan kecamatan pesisir, yaitu Kecamatan Selakau, Pemangkat, Jawai, Teluk Keramat dan Paloh. Wilayah pesisir Pemangkat merupakan salah satu potensi wilayah pesisir dan laut yang dimiliki oleh

Kabupaten Sambas.

Sektor kelautan dan perikanan di Kabupaten Sambas menjadi salah satu prioritas pembangunan daerah yang diharapkan dapat menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya sarana Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) di Pemangkat, diharapkan dapat memberikan kontribusi lebih besar terhadap ekonomi daerah di Kabupaten Sambas.

(21)

Perikanan tangkap, seperti halnya sektor ekonomi lainnya adalah merupakan salah satu aktivitas yang memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan di wilayah setempat. Sebagai sumberdaya alam yang bersifat dapat diperbaharui (renewable), maka pengelolaan sumberdaya ini memerlukan pendekatan yang bersifat menyeluruh dan hati-hati, sehingga timbul pertanyaan bagaimana sebaiknya mengelola sumberdaya ini. Kebijakan pengelolaan seharusnya ditujukan untuk mendapatkan manfaat maksimum dalam jangka panjang yang menyangkut upaya menghindari tangkap lebih (over fishing) secara ekonomi mau pun biologi serta upaya untuk mencegah kerusakan lingkungan perairan laut dan konflik sosial. Upaya mencapai manfaat maksimum jangka panjang dapat dilakukan apabila sumberdaya perikanan dapat dialokasikan secara optimal. Optimalisasi penangkapan ikan di Perairan Pemangkat ini dapat dilakukan apabila nelayan dan armada penangkapan di wilayah perairan ini juga dalam jumlah yang optimal. Untuk mengetahui kondisi tersebut perlu kiranya dilakukan suatu kajian tentang pengelolaan optimum sumberdaya perikanan di Perairan Pemangkat, Kabupaten Sambas.

1.2 Perumusan Masalah

Pemanfaatan sumberdaya perikanan di WPP Laut Cina Selatan, menurut

survey Departemen Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Jakarta (2001) masih memiliki peluang untuk dikembangkan. Pemanfaatan sumberdaya ikan Demersal baru mencapai 16,34 % dari potensinya sebesar 334.800 ton per tahun, potensi ikan Pelagis Kecil sebesar 621.500 ton per tahun dan pemanfaatan baru mencapai 33,07 % dan potensi ikan Pelagis Besar sebesar 66.080 ton per tahun dengan pemanfaatan sebesar 53,21 %.

(22)

Bertitik tolak dari pendekatan ekonomi pengelolaan perikanan yang dikembangkan oleh Gordon HS (1954) diacu dalam Fauzi A (2006) dan Nikijuluw VPH (2002) yang menyatakan bahwa sumberdaya perikanan pada umumnya bersifat akses terbuka (open access) yang menyebabkan siapa saja bisa berpartisipasi untuk mengeksploitasi sumberdaya tersebut tanpa harus memilikinya. Kondisi perikanan yang tak terkontrol ini akan menyebabkan kelebihan tangkap (over fishing) apabila tidak dilakukan pengelolaan yang baik.

Selama ini aktivitas penangkapan sumberdaya ikan yang dilakukan oleh sebagian besar nelayan lebih ditekankan pada kepentingan jangka pendek dengan tingkat manfaat yang tidak terlalu besar dibandingkan dengan nilai jangka panjang. Nelayan umumnya berlomba untuk menangkap ikan lebih banyak dan memperoleh manfaat yang lebih besar, sehingga menstimulasi adanya upaya peningkatan teknologi penangkapan. Selanjutnya di sisi lain jumlah nelayan yang menangkap ikan semakin banyak, sehingga menimbulkan persaingan dalam mendapatkan hasil tangkapan. Dampaknya tekanan terhadap sumberdaya ikan menjadi semakin tinggi, sehingga menimbulkan degradasi sumberdaya ikan.

Tingginya kebutuhan akan perikanan tangkap dan produk olahannya di daerah ini dan di Indonesia menyebabkan tingginya harga produk yang merangsang nelayan untuk mengeksploitasi sumberdaya tersebut. Apabila hal ini

tidak diimbangi dengan pengelolaan yang tepat akan menyebabkan terjadinya pengurasan (depletion) terhadap sumberdaya tersebut, sehingga terjadi kepunahan. Fenomena ini telah terjadi di wilayah Perairan Laut Jawa dan Perairan Selat Malaka (Wahyudin Y 2005). Wilayah perairan tersebut diduga telah mengalami tangkap lebih (over fishing) dan salah satunya diduga sebagai akibat semakin banyaknya nelayan yang memanfaatkan ikan di perairan ini.

(23)

menganalisis tingkat alokasi optimum sumberdaya perikanan di Perairan Pemangkat Kabupaten Sambas..

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah:

1) Menganalisis tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan laut di Perairan Pemangkat yang terjadi saat ini.

2) Menganalisis tingkat alokasi optimum sumberdaya ikan laut di Perairan Pemangkat, Kabupaten Sambas.

1.4Manfaat Penelitian

1) Sebagai bahan evaluasi bagi kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan.

2) Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan masyarakat dalam merumuskan program pembangunan perikanan yang berkelanjutan.

1.5Kerangka Pendekatan Studi

Wilayah Perairan Pemangkat telah dimanfaatkan oleh barbagai aktivitas, diantaranya aktifitas perikanan yang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Peningkatan aktivitas disinyalir tidak sebanding dengan kemampuan atau daya dukung perairan untuk dapat memberikan kontribusi optimal yang diperoleh nelayan, sehingga dikhawatirkan dapat menimbulkan konflik antar nelayan, karena ingin memaksimalkan keuntungan, yang pada akhirnya dapat berdampak terhadap meningkatnya tekanan dan menimbulkan degradasi sumberdaya ikan. Degradasi sumberdaya ikan dikhawatirkan akan menurunkan kelestarian sumberdaya ikan di Perairan Pemangkat. Oleh karena itu untuk mengantisipasinya diperlukan suatu rumusan kebijakan pengelolaan yang didesain berdasarkan prinsip pemanfaatan sumberdaya yang optimal dan lestari.

Mengingat pentingnya peranan sumberdaya perikanan bagi masyarakat nelayan di wilayah Pemangkat yang juga sebagai salah satu penyumbang

(24)

(sustainability) dari sumberdaya ikan menjadi sangat penting. Dengan demikian kelangsungan pembangunan ekonomi daerah akan sangat tergantung dari pengelolaan yang baik oleh setiap stakeholder terhadap sumberdaya ini.

Untuk menentukan pengelolaan optimal serta mengetahui tingkat upaya pemanfaatan maksimum lestari secara ekonomi, maka digunakan analisis data dengan menggunakan model estimasi parameter Clarke, Yoshimoto and Pooley (CYP) analisis bio-ekonomi. Pendekatan ini dilakukan untuk memaksimumkan keuntungan. Pendekatan penelitian secara diagram diilustrasikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Pendekatan Studi SDI

Input

(Effort)

Output

(Produksi)

Analisis Bioekonomi

Produksi Lestari

Rente Ekonomi Lestari

Aktual> Lestari

?

Degradasi

Alokasi Optimal

(25)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Potensi dan Peluang Pengembangan Sumberdaya Ikan Laut

Menurut Azis et al. (1998), pendugaan potensi sumberdaya perikanan untuk wilayah Perairan Indonesia telah dirintis sejak tahun 1970-an, sedangkan dugaan sumberdaya potensi ikan di Perairan Indonesia secara keseluruhan diterbitkan pertama kali oleh Direktorat Bina Sumber Hayati, Direktorat Jenderal Perikanan dan Balai Penelitian Perikanan Laut, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian pada tahun 1983, sebesar 6,6 juta ton per tahun. Direktorat Jenderal Perikanan secara resmi menerbitkan Buku Potensi dan penyebaran Sumberdaya Ikan di Perairan Indonesia pada tahun 1991 dan mencantumkan dugaan potensi sumberdaya ikan laut Indonesia sebesar 5,7 juta ton per tahun. Potensi lestari (MSY) perikanan Kabupaten Sambas menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sambas (2005) adalah sebesar 23.250 ton per

tahun, dengan potensi produksi sebesar 15.702,72 ton per tahun.

Azis et al. (1998) mengungkapkan bahwa pada tahun 1995 telah dilakukan lokakarya yang disponsori bersama oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, FAO dan DANIDA dengan agenda utamanya melakukan penghitungan kembali potensi sumberdaya ikan berdasarkan data mutakhir yang tersedia. Lokakarya ini menghasilkan dugaan potensi sumberdaya ikan laut Indonesia sebesar 3,67 juta ton per tahun. Pada tahun 1996 Direktorat Jenderal Perikanan bekerjasama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Pusat Penelitian dan pengembangan Oseanologi LIPI dan Fakultas Perikanan IPB melakukan evaluasi Buku Potensi dan Penyebaran Sumberdaya Ikan di Perairan Indonesia yang diterbitkan pada tahun 1996. Evaluasi ini menghasilkan dugaan potensi sumberdaya ikan laut Indonesia sebesar 6,35 juta ton per tahun.

(26)

potensi 1.027,64 ribu ton atau sebesar 200,18 ribu ton per tahun. Peluang pengembangan kelompok ikan pelagis kecil dan kelompok sumberdaya ikan demersal masing sebesar 49,07 % dan 55,26 % dari potensi masing-masing kelompok atau sebesar 1.525,93 dan 987,14 ribu ton per tahun, sedangkan peluang pengembangan lobster tinggal sekitar 23,18 % dari perkiraan potensinya atau sekitar 1,11 ribu ton per tahun. Perhitungan peluang pengembangan yang disebutkan Azis et al. (1998) tersebut mengikuti rekomendasi yang disarankan Gulland JA (1983) yang menyebutkan bahwa pemanfaatan yang aman, lestari dan berkelanjutan adalah 90 % dari besarnya potensi lestari atau MSY (Maximum Sustainable Yield).

2.2 Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan

Sumberdaya ikan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat diperbaharui tetapi terbatas. Sumberdaya tersebut dapat mengalami penipisan (abudance) bahkan kemusnahan (collapse) jika dibiarkan dalam keadaan nir-kelola (Widodo J 2002).

Pengkajian stok ditujukan untuk membuat prediksi kuantitatif tentang reaksi dari populasi ikan yang bersifat dinamis terhadap sejumlah alternatif pengelolaan dengan menggunakan sejumlah metode dan penghitungan statistik serta

matematik. Prediksi kuantitatif misalnya terhadap batas produksi yang diperbolehkan, resiko yang dapat ditimbulkan oleh penangkapan yang berlebihan (over fishing) atas sejumlah populasi yang tengah memijah (spawning) dan perlunya memberikan kesempatan ikan untuk tumbuh mencapai ukuran tertentu yang diinginkan sebelum dieksploitasi (Widodo J 2002).

Stok dapat diartikan sebagai sub gugus dari satu spesies yang mempunyai parameter pertumbuhan dan mortalitas yang sama, serta menghuni suatu wilayah geografis yang sama. Untuk spesies yang kebiasaan ruayanya dekat (terutama spesies demersal), lebih mudah untuk menentukan sebagai suatu stok dari pada spesies yang ruayanya jauh seperti tuna (Sparre P and SC Venema 1999).

(27)

dengan kelompok lain dapat diabaikan tanpa membuat kesimpulan yang tidak absah.

Konsep stok berkaitan erat dengan konsep parameter pertumbuhan dan mortalitas. Parameter pertumbuhan merupakan nilai numerik dalam persamaan dimana dapat diprediksi ukuran badan ikan setelah mencapai umur tertentu. Parameter mortalitas mencerminkan suatu laju kematian hewan, yaitu jumlah kematian per unit waktu. Parameter mortalitas yang dimaksud adalah mortalitas penangkapan yang mencerminkan kematian, karena penangkapan dan mortalitas alami yang merupakan kematian karena sebab-sebab lain (pemangsaan, penyakit dan lain-lain) (Sparre P and SC Venema 1999).

2.3 Aplikasi Pemodelan dalam Perikanan

Berdasarkan teknik pengkajian stok populasi, model-model yang digunakan dalam biologi perikanan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok (Gulland JA 1974). Model pertama adalah model yang memperlakukan populasi ikan sebagai satu kesatuan, dengan mempertimbangkan perubahan-perubahan yang terjadi dalam biomassa total tanpa memperhitungkan strukturnya (komposisi umur dan sebagainya). Model kedua adalah model yang menganggap populasi sebagai kumpulan dari individu-individu anggotanya, dan dikaitkan dengan laju

pertumbuhan dan mortalitas dari individu-individu tersebut.

Model produksi yang digunakan dalam pengkajian stok umumnya hanya memperhitungkan faktor biologis semata. Untuk menentukan tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan yang optimal, maka perlu memperhitungkan faktor ekonomi. Model pendekatan ini biasanya lebih dikenal dengan model bioekonomi (Clark CW 1985). Selanjutnya berdasarkan analisis faktor waktu, model bioekonomi perikanan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu model statis dan model dinamis. Model statis tidak memperhitungkan dinamika faktor waktu, sedangkan model dinamis memperhitungkan faktor waktu dalam analisisnya.

2.4 Laju Degradasi Sumberdaya Perikanan

(28)

degradasi/deplesi, kita dapat melakukan langkah pengelolaan lebih jauh, apakah dalam bentuk pengurangan laju ekstraksi atau bahkan penutupan/moratorium berbagai kegiatan ekstraksi sumberdaya alam tersebut. Informasi mengenai laju degradasi dan deplesi sumberdaya alam sumberdaya alam dapat dijadikan titik referensi (reference point) maupun early warning signal untuk mengetahui apakah ekstraksi sumberdaya alam sudah melampaui kemampuan daya dukungnya (Fauzi A dan S Anna 2004).

2.5 Model Surplus Produksi

Pendugaan stok ikan dipermudah menggunakan suatu model yang dikenal dengan model surplus produksi. Model ini diperkenalkan oleh Graham tahun 1935, tetapi lebih sering disebut sebagai model Schaefer (Sparre P and SC Venema 1999). Tujuan penggunaan model ini adalah untuk menentukan tingkat upaya optimum, yaitu suatu upaya yang dapat menghasilkan suatu hasil tangkapan maksimum yang lestari tanpa mempengaruhi produktivitas stok secara jangka panjang, dan biasa disebut hasil tangkapan maksimum lestari (maksimum sustainable yield). Model Schaefer ini lebih sederhana karena hanya memerlukan data yang sedikit, sehingga sering digunakan dalam estimasi stok ikan di perairan tropis. Model Schaefer dapat diterapkan apabila tersedia data hasil tangkapan total

(berdasarkaan spesies) dan CPUE (Catch Per Unit Effort) per spesies serta CPUE

berdasarkan spesies dan upaya penangkapannya dalam beberapa tahun (Sparre P

and SC Venema 1999).

Pertambahan biomassa suatu stok ikan dalam waktu tertentu di suatu wilayah perairan merupakan parameter populasi yang disebut produksi. Biomassa

yang diproduksi diharapkan dapat menggantikan biomassa yang hilang akibat kematian, penangkapan maupun faktor alami. Apabila kuantitas biomassa yang diambil sama dengan yang diproduksi, maka perikanan tersebut berada dalam keadaan seimbang (equilibrium) (Azis YA 1989).

(29)

dieksploitasi atau disebut sebagai fungsi pertumbuhan density dependent growth

dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :

⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ − =

=

k x r x x f dt dx

1 . )

( ………(1)

Keterangan :

dt dx

= laju pertumbuhan biomassa (stok)

f(x) = fungsi pertumbuhan populasi biomassa (stok)

x = ukuran kelimpahan biomassa (stok)

r = laju pertumbuhan alami (intrinsik)

k = daya dukung alam (carrying capacity)

Persamaan (1) dalam literatur perikanan dikenal dengan pertumbuhan logistik (logistic growth model) yang pertama kali dikemukakan oleh Verhulst tahun 1889. Persamaan tersebut dapat digambarkan pada persamaan 1. Menurut Schaefer MB (1954) diacu dalam Fauzi A (2006), kurva pertumbuhan logistik tersebut (Gambar 2) menggambarkan kondisi perikanan yang tidak mengalami eksploitasi. Untuk mengeksploitasi suatu perairan diperlukan berbagai sarana yang merupakan faktor input dan disebut sebagai effort dalam perikanan. Effort

merupakan indeks dari berbagai input seperti tenaga kerja, kapal, jaring, alat tangkap serta lain-lain yang dibutuhkan pada saat penangkapan ikan.

Sumber : Gordon HS 1954 diacu dalam Fauzi A 2006

Gambar 2 Kurva Pertumbuhan Logistik

f(x)

MSY

(30)

Hasil tangkapan yang diperoleh nelayan bergantung pada tingkat upaya penangkapannya (effort). Upaya penangkapan (effort) dibedakan menjadi dua berdasarkan satuan pengukurnya, yaitu upaya penangkapan nominal dan upaya penangkapan efektif. Upaya penangkapan nominal diukur berdasarkan jumlah nominalnya meliputi, satuan jumlah kapal, alat tangkap atau jumlah trip yang telah distandardisasikan, sedangkan upaya penangkapan efektif ditentukan berdasarkan besarnya dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan penangkapan terhadap kelimpahan stok ikan. Hubungan antara kedua upaya tersebut dapat digambarkan melalui persamaan berikut :

h = q.E ………...(2)

dimana q merupakan koefisien penangkapan (catchability).

Perolehan hasil tangkapan (h) ditentukan oleh ukuran kelimpahan stok (x), tingkat upaya penangkapan (E) dan koefisien penangkapan (q). Persamaan dari ketiga variabel tersebut sebagai berikut :

h=q.E.x ………...(3)

Kegiatan penangkapan menyebabkan terjadinya pengurangan stok (biomassa) populasi ikan yang pada akhirnya merangsang populasi untuk meningkatkan pertumbuhan, survival atau rekruitmen. Perubahan populasi tersebut merupakan selisih antara laju pertumbuhan biomassa dengan perolehan

hasil tangkapan. Hubungan tersebut menurut Schaefer MB (1954) diacu dalam

Fauzi A (2006), dapat dilihat pada persamaan berikut :

dt dx

= f(x) – h

dt dx

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − =

k x x

r. 1 -q.E.x ……….(4)

Pengaruh introduksi penangkapan ikan terhadap fungsi pertumbuhan biologi stok ikan dapat dilihat pada Gambar 3. Dari gambar tersebut terlihat beberapa hal yang menyangkut dampak dari aktivitas penangkapan terhadap stok. Pertama, pada saat tingkat upaya sebesar E1 diberlakukan, maka akan diperoleh jumlah tangkapan sebesar h1 (garis vertikal). Jika upaya penangkapan dinaikkan

(31)

terlihat bahwa untuk tingkat upaya dimana E3 > E2 ternyata tidak menghasilkan

tangkapan yang lebih besar (h3 < h2). Dari Gambar 3 tersebut dapat disimpulkan

bahwa tingkat eksploitasi tersebut tidak efisien secara ekonomi, karena tingkat produksi yang lebih sedikit harus dilakukan dengan tingkat upaya yang lebih besar.

[image:31.595.137.466.178.430.2]

Sumber : Gordon HS 1954 diacu dalam Fauzi A 2006

Gambar 3 Pengaruh Tangkapan terhadap Stok (biomass)

Pada saat populasi berada pada kondisi seimbang jangka panjang maka besarnya perubahan stok (biomassa) sama dengan nol (dx/dt = 0), maka persamaannya :

dt dx

= f(x) - h

h = f(x) ………... (5) Berdasarkan persamaan (1) dan (3), maka dapat dinyatakan sebagai berikut :

q.E.x

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − =

k x r

x. 1 ………...(6)

x=k

⎠ ⎞ ⎜

⎝ ⎛ −

r E q.

1 ………...…(7)

f(x)

h = q.x.E3

h = q.x.E2

h = q.x.E1

h2

h3

h1

(32)

Apabila persamaan (7) disubstitusikan ke persamaan (3), maka akan diperoleh persamaan yang menggambarkan fungsi produksi lestari perikanan tangkap :

h=q.k.E- ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛

r k q2.

. E2

………....(8)

[image:32.595.138.476.266.477.2]

Persamaan (8) merupakan persamaan kuadratik dan dapat digambarkan pada Gambar 4.

Sumber : Gordon HS 1954 diacu dalam Fauzi A 2006

Gambar 4. Kurva Produksi Lestari Upaya (Yield Effort Curve )

Gambar 4 tersebut dapat dilihat apabila tidak ada aktivitas penangkapan (E = 0), maka hasil tangkapan juga nol. Effort akan mencapai titik maksimum pada EMSY yang berhubungan dengan tangkapan maksimum lestari (hMSY). Sifat dari kurva produksi lestari upaya berbentuk kuadratik, maka peningkatan effort

yang terus-menerus setelah melewati titik maksimum tidak akan menyebabkan peningkatan produksi lestari. Produk akan turun kembali, bahkan mencapai nol, pada titik effort maksimum (Emax) (Schaefer MB 1954 diacu dalam Fauzi A 2006).

Menurut Gulland JA (1983), asumsi yang digunakan dalam model surplus produksi adalah :

h(E)

hMSY

0 EMSY Emax

(33)

(1) Kelimpahan populasi merupakan faktor yang hanya menyebabkan perbedaan dalam laju pertumbuhan populasi alami.

(2) Seluruh parameter populasi yang pokok dapat dikombinasikan untuk menghasilkan fungsi sederhana yang ada hubungannya dengan laju pertumbuhan stok.

(3) Laju mortalitas penangkapan seketika sama dengan upaya penangkapan. (4) Hasil tangkapan per upaya tangkap (CPUE) sepadan dengan ukuran stok ikan. (5) Lama antara pemijahan dan rekruitmen tidak berpengaruh terhadap populasi. (6) Ada hubungan antar hasil tangkapan dengan upaya penangkapan.

Dengan membagi kedua sisi dari fungsi produksi lestari dengan effort (E), maka akan diperoleh persamaan berikut :

E r k q k q E h . . . 2 ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − =

CPUE=a– b.E ……….(9) Keterangan :

CPUE = Catch Per Unit Effort a = nilai intersep

b = koefisien regresi

E = Effort

Sehingga akan diperoleh persamaan berikut :

EMSY= b a

2 ………...(10)

hMSY= b a

4

2

………....(11)

Menurut Fauzi A (2006), model fungsi produksi lestari dari Schaefer memiliki kelemahan secara metodologi dan analisis, karena parameter r, q dan k

tersembunyi dalam nilai a dan b. Oleh karena itu model Gordon-Schaefer perlu dilakukan modifikasi dengan menggunakan teknik estimasi parameter biologi (r, q

dan k) yang dikembangkan oleh Clark, Yoshimoto dan Pooley atau sering dikenal dengan sebutan metode CYP. Parameter biologi (r, q dan k) tersebut diperoleh dengan meregresikan persamaan berikut :

ln(Ut+1) =

(

) ( )

(

)

(

) ( ) (

)(

1

)

2 ln 2 2 . ln 2 2 + + + − + − +

+ t Et Et

(34)

Dengan meregresikan hasil tangkapan per unit effort (CPUE) yang disimbolkan dengan U pada periode t+1, dan U pada periode t serta penjumlahan

effort pada periode t dan t+1 akan diperoleh koefisien r, q dan k secara terpisah.

2.6 Model Bio-ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan

Model produksi hanya dapat mengetahui potensi produksi sumberdaya perikanan, dan belum mampu menunjukkan potensi industri penangkapan ikan dan tingkat pengusahaan maksimum bagi masyarakat. Teori ekonomi perikanan yang didasarkan atas sifat dasar biologis populasi ikan ditujukan untuk memahami perilaku ekonomi dari industri penangkapan ikan. Pendekatan yang memadukan kekuatan ekonomi yang mempengaruhi industri penangkapan dan faktor biologi yang menentukan produksi dan suplai ikan disebut sebagai pendekatan bioekonomi (Clark CW 1985).

Pendekatan bioekonomi model statik pertama kali dikenalkan oleh Gordon pada tahun 1954 dengan dasar fungsi produksi biologis Schaefer, sehingga disebut model Gordon-Schaefer. Model ini disusun dari model fungsi produksi Schaefer, biaya penangkapan dan harga ikan. Asumsi yang mendasari pengembangan model Gordon-Schaefer (Fauzi A 2006) antara lain :

(1) Harga per satuan out put (Rp per kg) diasumsikan konstan atau kurva permintaan elastis sempurna.

(2) Biaya penangkapan per satuan upaya penangkapan dianggap konstan. (3) Spesies sumberdaya ikan dianggap tunggal (single spesies).

(3) Struktur pasar bersifat kompetitif.

(4) Hanya faktor penangkapan langsung yang diperhitungkan (tidak memasukkan faktor pasca panen dan lain sebagainya).

Dengan menggunakan asumsi di atas, maka penerimaan total yang diterima oleh nelayan adalah :

TR = p.h

TR = p. ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − 2 2 . . . . E r k q E k q TR=p. ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − r E q E k

(35)

Keterangan :

TR = penerimaan total

p = harga rata-rata ikan

h = hasil tangkapan

Biaya total upaya penangkapan dinyatakan dengan persamaan :

TC=c.E ………..(13) Keterangan :

TC = total biaya penangkapan ikan persatuan upaya

c = biaya penangkapan ikan persatuan upaya

E = upaya penangkapan

Dengan demikian keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut adalah: π = TR – TC

π = p. ⎟−

⎠ ⎞ ⎜

⎝ ⎛ −

r E q E k

q. . 1 . c.E ...(14)

Keterangan :

π = keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya

Sumberdaya perikanan umumnya bersifat akses terbuka (open acces), sehingga siapa saja dapat berpartisipasi tanpa harus memiliki sumberdaya perikanan tersebut. Dalam kondisi perikanan bebas tangkap tersebut, terdapat kebebasan bagi nelayan untuk turut serta menangkap ikan, sehingga terjadi

kecenderungan pada nelayan untuk menangkap ikan sebanyak mungkin sebelum didahului oleh nelayan yang lain (Gordon HS 1954 diacu dalam Fauzi A 2006).

Titik keseimbangan suatu perikanan dalam kondisi open acces akan dicapai pada tingkat effort EOA, dimana penerimaan total (TR) sama dengan biaya total (TC) sehingga keuntungan yang diperoleh dari usaha penangkapan ikan sama dengan nol (π = 0). Pelaku perikanan hanya menerima biaya opportunitas dan rente ekonomi sumberdaya atau profit tidak ada. Tingkat effort pada posisi ini adalah tingkat effort keseimbangan yang oleh Gordon disebut sebagai “bioeconomic equilibrium of open acces fishery” atau keseimbangan bionomik dalam kondisi akses terbuka (Gordon 1954 diacu dalam Fauzi A 2006).

Keseimbangan bioekonomi merupakan kondisi dimana pada setiap effort

(36)

melebihi penerimaan total sehingga banyak pelaku perikanan yang akan keluar (exit) dari usaha penangkapan ikan. Dengan demikian, hanya pada tingkat effort EOA keseimbangan akan tercapai sehingga proses entry dan exit tidak akan terjadi. Dengan kata lain, keseimbangan open acces akan terjadi jika seluruh rente ekonomi telah terkuras habis (drive to zero), sehingga tidak ada lagi insentif untuk

entry maupun exit, serta tidak ada perubahan pada tingkat upaya yang sudah ada (Gordon HS 1954 diacu dalam Fauzi A 2006).

[image:36.595.148.466.255.433.2]

Sumber : Gordon HS 1954 diacu dalam Fauzi A 2006

Gambar 5 Kurva Perikanan Bebas Tangkap

Menurut Fauzi A (2006), cara lain untuk melihat keseimbangan bioekonomi

open acces adalah dari sisi penerimaan rata-rata, penerimaan marginal dan biaya marginal. Hal ini dapat diturunkan dari persamaan penerimaan total dan biaya

total. Dengan menggunakan fungsi permintaan yang linear, dimana harga tidak lagi konstan, tetapi linear terhadap hasil tangkapan p(h), maka kurva penerimaan rata-rata dapat diturunkan dari kurva penerimaan total dibagi dengan hasil tangkapan (h).

TR = p(h).h

AR =

h h h p( ).

= p(h) ………(15)

Kurva penerimaan marginal diperoleh dengan menurunkan penerimaan total terhadap hasil tangkapan.

Cost, Revenue

MEY MSY TC = c.E

B πmax

C

TR = p.h

(37)

h h h p h TR

∂ ∂ = ∂

∂ ( ).

=p’(h).h+ p(h) = MR ………...(16)

Kurva biaya marginal merupakan turunan pertama (kemiringan/slope) dari biaya

total yang merupakan konstanta.

E TC

∂ ∂

=c ………..(17)

[image:37.595.136.489.152.419.2]

Sumber : Gordon HS 1954 diacu dalam Fauzi A 2006

Gambar 6 Kurva Keseimbangan Bioekonomi dari sisi Penerimaan Rata-rata

Keuntungan lestari diperoleh secara maksimum (sustainable profit) pada tingkat upaya EMEY , karena memiliki jarak vertikal terbesar antara penerimaan dan

biaya (garis BC). Hal ini disebut sebagai produksi yang maksimum secara ekonomi atau maximum economic yield (MEY). Produksi yang maksimum secara ekonomi merupakan tingkat upaya penangkapan yang optimal secara sosial (social optimum). Jika dibandingkan antara tingkat upaya pada saat keseimbangan

open acces dengan tingkat upaya optimal secara sosial, maka akan terlihat bahwa pada kondisi open acces tingkat upaya yang dibutuhkan jauh lebih banyak dari pada yang semestinya untuk mencapai keuntungan optimal yang lestari.

Dari sudut pandang ilmu ekonomi, keseimbangan open acces menjadikan timbulnya alokasi yang tidak tepat (misalocation) dari sumberdaya, karena kelebihan sumberdaya yang dibutuhkan seperti, modal dan tenaga kerja dapat dialokasikan untuk kegiatan ekonomi lainnya. Ini merupakan inti dari prediksi

Revenue/Cost

MR AR

C = MC = AC

(38)

Gordon bahwa pada kondisi open acces akan menimbulkan kondisi economic over fishing (Gordon HS 1954 diacu dalam Fauzi A 2006).

Tingkat upaya yang dibutuhkan untuk mencapai titik optimal secara sosial jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang dibutuhkan untuk mencapai titik MSY

(39)

III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada Bulan Maret sampai dengan Bulan April 2007. Lokasi penelitian berada di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pemangkat Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat.

3.2 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif data sekunder dengan jenis metode survei. Menurut Nazir M (1988), metode penelitian survei digunakan untuk memperoleh faktor dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan secara aktual, baik tentang institusi politik, sosial atau

ekonomi dari suatu kelompok atau daerah. Metode survei membedah dan menguliti serta mengenal masalah-masalah dan mendapatkan pembenaran terhadap keadaan dan praktek-praktek yang sedang berlangsung. Survei digunakan untuk mengukur gejala-gejala yang ada tanpa menyelidiki kenapa gejala-gejala tersebut ada, sehingga tidak perlu memperhitungkan hubungan antara variabel-variabel, karena hanya menggunakan data yang ada untuk pemecahan masalah daripada menguji hipotesis (Umar H 2005).

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelusuran literatur (literatur survey) dan wawancara (interview). Penelusuran literatur dilakukan terhadap beberapa data statistik yang relevan dengan penelitian serta beberapa laporan hasil studi lainnya yang berkaitan dengan tujuan penelitian.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung di lapangan melalui pengamatan kegiatan operasi pendaratan ikan di PPN Pemangkat dan melakukan wawancara terhadap nelayan berdasarkan kuesioner untuk mendapatkan data biaya operasional nelayan untuk tiap jenis alat penangkapan. Data sekunder yang

(40)

penangkapan dan harga rata-rata ikan selama periode 1998-2006. Data sekunder diperoleh dari Kantor PPN Pemangkat, Dinas Kelautan dan Perikanan, BPS dan BAPPEDA Kabupaten Sambas.

3.4 Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non acak atau non probabilitas sampling, yaitu pengambilan sampel tidak dilakukan secara acak, yaitu pengambilan sampel dengan menggunakan metode purposive sampling atau pemilihan responden dengan sengaja dan dengan pertimbangan bahwa responden mampu berkomunikasi dengan baik dalam pengisian kuesioner. Pengambilan sampel dilakukan terhadap nelayan yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPN Pemangkat dan dianggap mewakili sifat-sifat dari keseluruhan nelayan Purse seine, Gill net dan Lampara dasar. Jumlah sampel nelayan yang diambil sebagai sampel sebanyak 15, yaitu 5 sampel untuk masing-masing jenis alat tangkap.

3.5 Analisis Data

3.5.1 Hasil Tangkapan per Upaya Penangkapan (Catch per Unit Effort)

Data hasil upaya penangkapan ikan dapat dianalisis dengan menghitung nilai hasil tangkapan per upaya penangkapan (CPUE). Tujuan dari penghitungan

CPUE adalah untuk mengetahui kelimpahan dan tingkat pemanfaatan perikanan yang didasari oleh pembagian total hasil tangkapan (catch) dengan upaya penangkapan (effort). Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai CPUE

adalah (Gulland JA 1983) :

CPUEit =

t i

t i

effort catch

i = 1,2,3

t = 1,2,3...n

Keterangan :

CPUEi = hasil tangkapan per upaya penangkapan ikan ke-i pada tahun ke-t (kg per trip)

(41)

3.5.2 Standardisasi Alat Tangkap

Beragamnya alat tangkap yang digunakan nelayan di Pemangkat memungkinkan ikan dapat tertangkap oleh beberapa jenis alat tangkap. Setiap alat tangkap mempunyai kemampuan yang berbeda, sehingga perlu dilakukan standardisasi alat tangkap untuk penyeragaman.

Alat tangkap yang dijadikan standar adalah alat tangkap yang paling banyak atau dominan menangkap ikan yang didaratkan di PPN Pemangkat atau mempunyai nilai rata-rata CPUE terbesar pada suatu periode waktu dan memiliki nilai faktor daya tangkap (Fishing Power Indeks) sama dengan satu. Rumus yang digunakan untuk menstandardisasi upaya penangkapan adalah sebagai berikut (Gulland JA 1983) :

(1) Menghitung Fishing Power Indeks

FPI= s i CPUE CPUE ………..(1) Keterangan :

FPI = Fishing Power Indeks

CPUEi = CPUE alat tangkap yang akan distandardisasi (kg per trip) CPUEs = CPUE alat tangkap standar (kg per trip).

(2) Menghitung upaya standar

fs=FPIx fi ………..(2)

Keterangan :

fs = upaya penangkapan hasil standardisasi (trip)

fi = upaya penangkapan yang akan distandardisasi (trip).

3.5.3 Standarisasi Biaya per Unit Upaya

Standarisasi biaya per unit upaya dalam penelitian ini mengikuti pola standarisasi yang digunakan Anna S (2003) yang secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

(

)

⎥⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎜ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ + ∏ =

= = n i t t j i it n t i i et CPI h h h E TC n C 1 1 1 100 1 ...(3) dimana:
(42)

0

1

1

h h D

e

δ

φ

+

=

TCi = biaya total untuk alat tangkap i untuk i = 1,2 Ei = total standarized effort untuk alat tangkap i hit = produksi alat tangkap i pada waktu t

(

)

hi +hj = total produksi ikan untuk seluruh alat tangkap

n = jumlah alat tangkap

CPIt = indeks harga konsumen pada periode t

3.5.4 Analisis Laju Degradasi Sumberdaya Perikanan

Sumberdaya perikanan merupakan salah satu sumberdaya yang mempunyai kompleksitas tinggi dan rentan terdegradasi akibat adanya aktivitas ekonomi (penangkapan). Degradasi sumberdaya perikanan ini secara matematis dapat ditentukan laju dan prosentasenya dengan memanfaatkan hasil riset Anna (2003) tentang ”Model Embedded Dinamik Ekonomi Interaksi Perikanan– Pencemaran”. Berdasarkan hasil riset tersebut didesain suatu model penentuan

koefisien atau laju degradasi (øD) untuk sumberdaya perikanan sebagai berikut:

...(4)

Keterangan: adalah produksi lestari, h0 adalah produksi aktual dan øD merupakan koefisien laju degradasi.

Model tersebut di atas dapat menunjukkan adanya perubahan mendasar dari keadaan sumberdaya perikanan di suatu kawasan. Dalam hal ini, produksi lestari dijadikan sebagai tolak ukur penentuan laju dan prosentase degradasi

sumberdaya perikanan. Oleh karena perhitungan model tersebut melibatkan perhitungan produksi lestari, maka secara sederhana tetap dapat diestimasi dengan menggunakan model Schaefer (1954).

3.5.5 Analisis Biologi

(43)

maksimum lestari MSY (maksimum sustainable yield). Hasil tangkapan maksimum lestari dilakukan dengan cara menganalisis hubungan antara upaya penangkapan (E) dengan hasil tangkapan per upaya penangkapan (CPUE).

Model produksi Schaefer yang menghubungkan antara upaya penangkapan (E) dengan hasil tangkapan per upaya (CPUE), diperoleh dari hubungan antara upaya penangkapan (E) dengan hasil tangkapan (h) yang kedua sisinya dibagi dengan upaya penangkapan (E). Persamaannya sebagai berikut :

h=q.k.E- ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ r k q2.

.E2 ……….(5)

E r k q k q E h . . . 2 ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ −

= ………....(6)

atau

CPUE=a – b.E ………(7) Keterangan :

CPUE = hasil tangkapan per upaya penangkapan

h = hasil tangkapan

E = tingkat upaya penangkapan

a = nilai intersep

b = slope atau kemiringan dari garis regresi

Upaya penangkapan yang dilakukan untuk mencapai produksi maksimum lestari diperoleh dengan menurunkan persamaan (7) :

h = q.k.E- ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ r k q2.

. E2 , atau

h = a.E – b.E2 ………....(8)

= ∂ ∂ E h 0

a – 2b.E = 0

a = 2b.E

EMSY = b a

2 ……….(9)

Hasil tangkapan maksimum diperoleh dengan mensubstitusikan persamaan (9) ke dalam persamaan (8) :

(44)

h = a ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ b a

2 - b

2

2 ⎟⎠

⎞ ⎜ ⎝ ⎛ b a h = 2 2 2 4 2 b b a b ah = b a b a 4 2 2 2 −

hMSY= b a

4

2

………..(10)

Menurut Fauzi A (2006), untuk memperoleh nilai r, q dan k dilakukan dengan menggunakan teknik CYP (Clark, Yoshimoto dan Pooley), yaitu dengan cara meregresikan persamaan berikut :

ln(Ut+1) =

(

) ( )

(

(

)

) ( ) (

)(

1

)

2 ln 2 2 . ln 2 2 + + + − + − +

+ t Et Et

r q U r r k q r r .(11)

Setelah persamaan (11) disederhanakan, maka dapat diestimasi dengan menggunakan Ordinary Lest Square (OLS) :

ln(Ut+1)=α + ln(Ut) + (Et + Et+1) ………...…(12) sehingga nilai r, q dan k pada persamaan (11) dapat diperoleh

r=

(

)

(

β

)

β + − 1 1 2 ……….(13)

q=γ

(

2+r

)

……….(14)

k= ( ) ( ) q e r r 2 2+ α ………...(15)

3.5.6 Analisis Bio-Ekonomi

(45)

π = TR – TC =p.h – c.E

=p.h–c. cE r E q E k q

p. . . 1 . ⎟− .

⎠ ⎞ ⎜

⎛ − …... (16)

Keterangan :

TR = penerimaan total (Rp)

TC = biaya total (Rp) π = keuntungan (Rp)

p = harga rata-rata ikan (Rp)

q = koefisien penangkapan (catchability)

k = daya dukung alam (carrying capacity)

r = laju pertumbuhan alami (intrinsik)

h = hasil tangkapan (kg)

c = biaya penangkapan persatuan upaya (Rp)

E = upaya penangkapan (trip)

Parameter ekonomi yang mempengaruhi model bioekonomi dalam perikanan tangkap adalah biaya (c) dan harga hasil tangkapan (p). Biaya penangkapan dalam kajian bioekonomi model Gordon-Schaefer didasarkan pada asumsi bahwa hanya faktor penangkapan diperhitungkan yang disesuaikan dengan tingkat discount rate tahunan.

[image:45.595.109.460.83.331.2]

Dengan diperolehnya nilai r, q dan k, maka dapat dikatakan solusi pengelolaan sumberdaya ikan melalui pendekatan bioekonomik. Pendekatan tersebut dapat dihitung dengan pendekatan model CYP seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Formula Perhitungan Pengelolaan Ikan dengan Pendekatan Model CYP

Kondisi Variabel

MEY MSY OPEN ACCES

Biomassa

(x) ⎟⎟

⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − k q p c k . . 1 2 2 k q p c .

Catch (h) ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + k q p c k q p c k r . . 1 . . 1 4 . 4 .k r ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ k q p c q p c r . . 1 . .

Effort (E) ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − k q p c q r . . 1 2 q r

2 ⎟⎟

⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − k q p c q r . . 1 Rente Ekonomi (π)

p.q.k.E cE r

E q

. .

1 ⎟−

⎠ ⎞ ⎜

⎛ − p. ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ q r c k r 2 . 4 . ) ( .x F x q c p ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛

(46)

3.5.7 Estimasi Discount Rate

Discount rate dalam penilaian ekonomi-ekologi sumberdaya alam akan sangat berbeda dengan discount rate yang biasa digunakan dalam analisis finansial. Dalam hal ini nilai discount rate berbasis pasar (market discount rate),

dalam penelitian ini ditentukan melalui formula yang digunakan Kula (1984), yang diacu dalam Anna S (2003) sebagai berikut:

r = ρ- g ...(17)

dimana ρ menggambarkan pure time preference, adalah elastisitas pendapatan terhadap konsumsi sumberdaya alam dan g adalah pertumbuhan ekonomi (Newel and Pizer 2001). Kula (1984) yang diacu dalam Anna S (2003) mengestimasi laju pertumbuhan dengan meregresikan :

ln Ct = α0-αt ln t...(18)

dimana t adalah periode waktu dan Ct adalah konsumsi per kapita pada periode t. Hasil regresi ini menurut Anna S (2003) akan menghasilkan formula elastisitas dimana :

t Ct ln ln 1

∂ =

α

……….….(19) Persamaan di atas secara matematis dapat disederhanakan sebagai berikut:

t t C C

g t

Δ Δ = =

1

α ………..(20)

Selanjutnya untuk menghasilkan nilai real discount rate dalam bentuk annual continues discount rate digunakan model δ =ln(1+r)……….(21)

3.6 Konsep, Pengukuran dan Asumsi-asumsi

3.6.1 Konsep dan Pengukuran

Konsep dan pengukuran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(1) Harga ikan adalah harga rata-rata tahunan dari beberapa jenis ikan yang

termasuk pada masing-masing sumberdaya ikan dari tahun 1998-2006.

(47)

yang dalam hal ini sebanding dengan jumlah trip total per tahun pada masing-masing alat tangkap yang telah distandarisasi.

(4) δ adalah real discount rate yang merupakan annual (continuous) discount rate menurut Clark CW (1985). δ dijustifikasi dengan menggunakan persamaan δ =ln(1+r), r adalah tingkat diskon sebesar 17,11 persen

kemudian digunakan sebagai discount rate pada perhitungan optimal sustainable yield.

(5) Perikanan open acces adalah kondisi dimana setiap nelayan dapat ikut terlibat dalam memanfaatkan atau melakukan perburuan ikan atau mengeksploitasi ikan tanpa adanya kontrol dan pembatasan.

(6) Pemanfaatan sumberdaya ikan berlebih (over fishing) secara biologi adalah kondisi dimana pemanfaatan sumberdaya ikan telah melebihi atau melampaui potensi maksimum lestari (maximum sustainable yield, MSY) dari sumberdaya ikan di suatu perairan, sehingga penambahan hasil tangkap ikan akan mengalami penurunan.

(7) Pemanfaatan sumberdaya ikan berlebih secara ekonomi adalah kondisi dimana penerimaan total yang diperoleh dari hasil penangkapan ikan sama dengan biaya total penangkapan, sehingga keuntungan yang diperoleh akan sama dengan nol (π=0).

(8) Nilai rente adalah selisih antara total penerimaan dikurangi dengan total biaya pemanfaatan sumberdaya ikan yang dalam hal ini dinotasikan sebagai

cE ph TC

TR− = −

=

π

3.6.2 Asumsi-asumsi

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti asumsi-asumsi yang dikembangkan Clark CW (1976) dan Clark CW (1985) yang juga telah diacu dalam Adrianto (1992):

(1) Populasi ikan menyebar secara merata

(2) Stok ikan mengalami kendala yang sama dari daya dukung lingkungan perairan.

(48)

(4) Unit penangkapan purse seine untuk menangkap ikan pelagis besar dan pelagis kecil adalah homogen.

(5) Unit penangkapan gill net untuk menangkap ikan demersal adalah homogen. (6) Biaya penangkapan per unit upaya penangkapan ikan adalah konstan dan

proporsional terhadap upaya.

(7) Harga ikan per satuan dalam satu tahun adalah konstan.

(49)

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Kabupaten Sambas

4.1.1 Letak Geografis Kabupaten Sambas

Kabupaten Sambas terletak di bagian paling Utara Provinsi Kalimantan Barat atau di antara 2°08' Lintang Utara serta 0°33' Lintang Utara dan 108°39' Bujur Timur serta 110°04' Bujur Timur.

Secara administratif, batas wilayah Kabupaten Sambas adalah: Utara : Serawak (Malaysia Timur) dan Laut Natuna Selatan : Kabupaten Bengkayang dan Kota Singkawang Barat : Laut Natuna

Timur : Kabupaten Bengkayang dan Serawak

Kabupaten Sambas dengan luas 6.395,70 Km2 terdiri atas 16 kecamatan dan 183 desa (BPS Kabupaten Sambas 2005). Lima (5) kecamatan diantaranya

[image:49.595.120.513.435.561.2]

merupakan kecamatan pesisir dengan 30 desa pesisir. Tabel 2 menyajikan data kecamatan pesisir di Kabupaten Sambas.

Tabel 2. Data Wilayah Pesisir Kabupaten Sambas, Tahun 2005

No Nama

Kecamatan

Luas (Km2)

Jumlah Desa Pesisir

Panjang Pantai (Km)

Luas laut (Km2)

1. Paloh 1.148,84 5 105,56 758,94

2. Teluk Keramat 741,10 3 19,67 142,59

3. Jawai 193,99 13 42,53 314,72

4. Pemangkat 193,75 3 20,49 151,62

5. Selakau 292,50 6 13,51 99,97

Jumlah 2570,18 30 198,76 1.467,86

Sumber : BPS Kabupaten Sambas 2005 (diolah 2007)

(50)
[image:50.595.118.491.152.410.2]

Sambas. Luas wilayah Kabupaten Sambas secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Sambas Tahun 2005 No. Kecamatan Luas Wilayah (Km2) Persentase (%)

1. Selakau 292,50 4,57

2. Pemangkat 193,75 3,03

3. Semparuk 90,15 1,41

4. Tebas 395,64 6,19

5. Tekarang 83,16 1,30

6. Sambas 246,66 3,86

7. Subah 644,55 10,08

8. Sebawi 161,45 2,52

9. Sajad 94,94 1,48

10. Jawai 193,99 3,03

11. Jawai Selatan 93,51 1,46

12. Teluk Keramat 741,10 11,59

13. Galing 333,00 5,21

14. Sejangkung 291,26 4,55

15. Sajingan Besar 1.391,20 21,75

16. Paloh 1.148,84 17,96

Jumlah 6.395,70 100

Sumber : BPS Kabupaten Sambas , 2005.

Tabel 3 menunjukkan bahwa luas Kecamatan Pemangkat hanya 3,03 persen dari luas Kabupaten Sambas, yaitu sel

Gambar

Gambar 3 Pengaruh Tangkapan terhadap Stok (biomass)
Gambar 4.
Gambar 5  Kurva Perikanan Bebas Tangkap
Gambar 6  Kurva Keseimbangan Bioekonomi dari sisi Penerimaan Rata-rata
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan berkat dan anugerah, sehingga skripsi yang berjudul : “Upaya Meningkatkan Minat Dan Hasil

Kedua Hari ini menunya tetap sama juga dengan hari pada mulanya, bedanya

Keterlibatan dan kepatuhan dengan CBAT dipengaruhi oleh intrinsik dipengaruhi oleh intrinsik (misalnya, keinginan untuk mencapai skor yang lebih tinggi), dan ekstrinsik (misalnya,

This paper is focused on the development of the Thermalnet deep convolutional neural network for augmentation of existing large visible image datasets with synthetic thermal

Segala akibat yang timbul sehubungan dengan pembayaran premi untuk nomor polis tersebut pada formulir ini menjadi tanggung jawab Saya sepenuhnya dan dengan ini Saya membebaskan PT

KLINIK MITRASANA DUKUH ZAMRUD KLINIK MITRASANA KALI ABANG KLINIK MITRASANA GRAND WISATA KLINIK MITRASANA SAKURA REGENCY KLINIK MITRASANA KAMPUNG CEREWED KLINIK MITRASANA UJUNG

Dari hasil perbandingan portability meliputi subfaktor: Modularity, Software System Independence, dan Self Descriptive dapat disimpulkan bahwa LMS Moodle

Penerapan metode Simple Additive Weighting (SAW) dalam membuat aplikasi sistem pengambilan keputusan penentuan siswa- siswi bermasalah pada SMK Negeri 1 Cikarang Pusat telah berhasil