ANALISA DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA PENCUCI
BOTOL DI PT X MEDAN TAHUN 2008
TESIS
Oleh
SURYANI M FLORENCE SITUMEANG
067010018/KK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISA DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA PENCUCI BOTOL DI PT X MEDAN TAHUN 2008 Nama Mahasiswa : Suryani M. Florence Situmeang
Nomor Pokok : 067010018
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi : Kesehatan Kerja
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof.Dr.dr. Irma D. Roesyanto SpKK (K) ) . (Dra Lina Tarigan Apt,MS)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Dr.drs. R.Kintoko Rochadi,MKM) (Prof.Dr.Ir.Chairun Nisa B,MSC)
Telah diuji
Pada tanggal : 2 September 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof.Dr.dr. Irma D. Roesyanto SpKK (K)
PERNYATAAN
ANALISA DERMATITIS KONTAKPADA PEKERJA PENCUCI BOTOL DI PT X MEDAN TAHUN 2008
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 2 September 2008
RIWAYAT HIDUP
Suryani M. Florence Situmeang dilahirkan di Dolok Masihul pada tanggal 28
September 1966, anak kedua dari 5 bersaudara dari pasangan Ayahanda A.P.
Situmeang dan ibunda T.F. Samosir. Menikah dengan Wiyadi Silaban pada tanggal
23 Juni 1995 dan dikaruniai 3 orang anak (Wira, Yesi, Hary).
Memulai pendidikan di Sekolah Dasar Swasta Metodist 2 Rantau Prapat dari
tahun 1973 – 1979, melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 3 Rantau Prapat tahun
1979 – 1982, kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Analis
Kesehatan (SMAK) Depkes RI Medan tahun 1982 – 1985. Memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Riama di
Medan pada tahun 1990 – 1995, dan kembali mengambil pendidikan D3 Analis di
Yayasan dr. Rusdi Medan pada Tahun 2002-2005.
Pernah bekerja di Laboratorium swasta Spectrum Tahun 1985 – 1986,
diangkat menjadi PNS pada tahun 1986 dan ditempatkan di Sekolah Menengah
Analis Kesehatan sebagai Asisten Laboratorium pada Tahun 1986 – 1989,
selanjutnya menjadi tenaga pengajar di SMAK pada tahun 1989 – 1999. Menjadi
Dosen tetap di Poltekkes Depkes RI Medan Jurusan Analis Kesehatan Tahun 2000
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan pada pekerja pencuci botol di PT X Medan Tahun 2008 untuk mengetahui hubungan antara masa kerja pengetahuan dan tindakan dengan dermatitis kontak.
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan rancangan C ross-sectional. Populasi adalah pekerja pencuci botol di PT X Medan sebanyak 50 orang. Sampel adalah total populasi.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner dan observasi terhadap tindakan pekerja untuk mengetahui pekerja yang mengalami dermatitis kontak dilakukan dengan diagnosa Dokter spesialis kulit. Untuk mengetahui hubungan antara masa kerja, pengetahuan dan tindakan terhadap dermatitis kontak dilakukan uji statistik menggunakan Chi square.
Berdasarkan distribusi frekuensi menunjukkan bahwa pekerja yang menderita dermatitis kontak sebesar 54 %. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan dermatitis kontak dengan nilai P-Value = 0,794(< 0,05), tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan dermatitis kontak dengan nilai P-Value = 0,710 (> 0,05), dan ada hubungan yang bermakna antara tindakan dengan dermatitis kontak dengan nilai P – Value = 0,001* (< 0,05),
Disarankan kepada pekerja pencuci botol agar menggunakan Alat Pelindung Diri yang sesuai dan bagi pihak perusahaan agar menyediakan Alat Pelindung Diri yang sesuai, serta pemerintah hendaknya konsisten dalam mengawasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada tenaga kerja diperusahaan.
ABSTRACT
This descriptive study with Cross-sectional design was conducted in the 50 bottle cleaners working for PT X Medan in 2008 to examine the relationship between their length of service, knowledge and action and the contact dermatitis.The 50 bottle cleaners were selected to be the samples for this study. The data for this study was collected through questionnaire – based interviews and observing the action of the bottle cleaners and to find out the bottle cleaners suffering from contact dermatitis diagnose was done by a dermatologist. The data obtained were statistically analyzed through Chi-square test.
Based on the distribution of frequency, it is shown that the bottle cleaners suffering from contact dermatitis is 54%. The result of statistical test reveals that there is no significant relationship between length of service and contact dermatitis with P-value = 0,794 ( < 0,05). There is no significant relationship between knowledge and contact dermatitis with P-value = 0,710 ( > 0,05), and there is a significant relationship between action and contact dermatitis with P-value = 0,001*
(<0,05).
It is suggested that the bottle cleaners use the appropriate personal protection equipment (PPE) and the management of the company make the PPE available, and the govnerment should be consistent in monitoring the application of safety and healthy workers in a company.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa
melimpahkan rahmatnya kepada penulis sehingga pnulis dapat menyelesaikan
penelitian tesis ini dengan judul “ Analisa Dermatitis Kontak Pada Pekerja
Pencuci Botol Di PT X Medan Tahun 2008)”, yang mana merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan.
Selama ada penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapat bantuan moril
maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Ibu Prof.Dr.dr.Irma D.
Roesyanto, SpKK(K) dan Ibu Dra Lina Tarigan, Apt, MS yang telah membimbing
penulis dari awal sampai selesainya penyusunan teis ini, selanjutnya terima kasih juga
saya ucapkan kepada:
1. Ibu Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B. Msc, selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr.Drs.R.Kintoko Rochadi, MKM selaku ketua program studi IKM
Kekhususan Kesehatan kerja.
3. Ibu dr. Halinda Sari Lubis, MKKK, dan Ibu Ir. Kalsum, MKes selaku dosen
pembanding tesis.
4. Seluruh dosn dan staf di program studi IKM Kekhususan Kesehatan Kerja
5. Ibu Ir.Zuraidah Nasution, MKes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan Depkes
RI Medan.
6. Bapak dr.Fachri Nasution, DAN selaku ketua Jurusan Analis Kesehatan Depkes
RI Medan.
7. Orangtua tercinta Ayahanda A.P. Situmeang dan Ibunda T.F Samosir yang
telah banyak memberikan dorongan dan semangat dalam menyelesaikan tesis
ini.
8. Istimewa buat suami tercinta Wiyadi Silaban serta anak-anak tersayang (Wira,
yesi Hary) yang telah banyak memberikan dorongan dan semangat dalam
penyelesaian pendidikan Pascasarjana.
9. Seluruh teman-teman di Politeknik Kesehatan Depkes RI Medan Jurusan Analis
yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini.
10. Teman-teman di Sekolah Pascasarjana khususnya Konsentrasi Kesehatan Kerja.
Penulis menyadari tesisi ini masih jauh dari sempurna baik dari segi isi maupun
penulisan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan yang bersifat
membangun demi kesempurnaan tesis ini dan pengembangan penulisan ini dimasa
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK.... ………. i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP... v
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ………... xi
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang………... 1
1.2 Permasalahan... 5
1.3 Tujuan Penelitian... 5
1.4 Hipotesis ... 5
1.5 Manfaat Penelitian... 6
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Anatomi Kulit... 7
2.2 Penyakit Kulit Akibat Kerja... 9
2.3 Dermatitis Kontak Akibat Pekerjaan ... 12
2.4 Iritan Primer... 14
2.6 Soda Api (Natrium hidroksida)... 17
2.7 Faktor – faktor yang Berpengaruh Terhadap Timbulnya Penyakit Kulit Akibat Kerja (Gilles L, Evan R, Farmer and Antoniette F Hood,1990) ... 17
2.8 Diagnosis Penyakit Kulit Akibat Kerja ... 19
2.9 Alat Pelindung Diri... 20
2.10 Landasan Teori... 22
2.11 Kerangka Konsep... 23
BAB 3. METODE PENELITIAN ………. 24
3.1 Jenis Penelitian... 24
3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian... 24
3.3 Populasi dan Sampel... 25
3.4 Metode Pengumpulan Data... 25
3.5 Pengujian Validitas dan Realibilitas ………... 26
3.6 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 28
3.7 Metode Pengukuran... 29
3.8 Metode Analisis Data... 31
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 32
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian... 32
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian... 33
BAB 5. PEMBAHASAN ... 39
5.1 Dermatitis Kontak... 39
5.2 Hubungan Masa Kerja Dengan Dermatitis Kontak Pada Pekerja Pencuci Botol Di PT X Medan Tahun 2008... 40
5.3 Hubungan Pengetahuan Dengan Dermatitis Kontak Pada Pekerja Pencuci Botol Di PT X Medan Tahun 2008... 41
5.4 Hubungan Tindakan Dengan Dermatitis Kontak Pada Pekerja Pencuci Botol Di PT X Medan Tahun 2008... 42
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ………... 45
6.1 Kesimpulan... 45
6.2 Saran... 45
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1 Hasil Uji Validitas... 26
3.2 Hasil Uji Realibilitas... 27
3.3 Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 30
4.1 Distribusi Responden Dermtitis Kontk Di PT X Medan………….. 33
4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja di PT X Medan tahun 2008……….. 34
4.3 Distribusi Responden berdasarkan Pengetahuan di PT X Medan Tahun 2008... 34
4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan di PT X Medan Tahun 2008 ... 36
4.5 Hubungan Masa Kerja Dengan DK di PT X Medan Tahun 2008 ... 36
4.6 Hubungan Pengetahuan Dengan DK di PT X Me dan Tahun 2008... 37
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Jadwal Penelitian ... 49
2. Kuessioner Penelitian ... 50
3. Tindakan Penggunaan APD... 52
4. Surat Pernyataan ... 55
5. Permohoan Izin Peneltian ... 56
6. Surat Keterangan Penelitian ... 57
7. Output Hasil Penelitin ... 58
8. Master Tabel Hasil Penelitian... 66
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit akibat kerja (PAK) adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit ini timbul disebabkan oleh adanya
pekerjaan. Kepadanya sering diberikan nama penyakit buatan manusia (manmade
diseases). Berat ringannya penyakit dan cacat tergantung dari jenis dan tingkat sakit.
Sering kali terjadi cacat yang berat sehingga pencegahannya lebih baik daripada
pengobatan (Anies, 2005).
Penyakit kulit akibat kerja (PKAK) adalah keadaan patologi pada kulit yang
terjadi akibat adanya paparan dengan banyak faktor yang berperan. Prevalensi PKAK
di Negara industri tercatat cukup tinggi. Pada tahun 1975, survey tahunan The
National Institute of Occupational Safety Hazards (NIOSH) menemukan angka
PKAK yang sebenarnya mungkin 20-50% lebih tinggi dari yang dilaporkan.
Berdasarkan data dari United States Bureau of Labor Statistict Annual Survey of
Occupational Injuries and Illnesses pada tahun 1988, didapati 24% kasus penyakit
akibat kerja adalah kelainan atau penyakit kulit. Jumlah kelainan yang dilaporkan
paling banyak ditemukan pada pekerja pabrik. Di Amerika Serikat biaya yang
mencakup kehilangan penghasilan, produktivitas dan pemindahan tenaga kerja, ganti
rugi, biaya pengobatan dan asuransi (Djunaedi H, Lokomanto MD, 2003).
Data di Inggris menunjukkan bahwa dari 1,29 kasus per 1000 pekerja
merupakan dermatitis akibat kerja. Apabila ditinjau dari jenis penyakit kulit akibat
kerja, maka lebih dari 95% merupakan dermatitis kontak, sedangkan yang lain
merupakan penyakit kulit yang lain seperti akne, urtikaria kontak dan tumor kulit
Data mengenai insiden dan prevalensi penyakit kulit di Indonesia termasuk di Negara
maju sulit didapat. Umumnya pelaporan tidak lengkap sebagai akibat tidak
terdiagnosisnya atau tidak terlaporkannya penyakit tersebut
(www.kompas.com/kesehatan/news/0501/10/09o137.htm, 2007) .
Menurut Suma’mur (1995), bahan kimia dapat menyebabkan dermatitis
dengan jalan perangsangan atau iritasi serta jalan sensitisasi, dengan mengambil air
dari lapisan kulit, secara oksidasi atau reduksi, sehingga keseimbangan kulit
terganggu dan timbulah dermatitis.
Menurut Harahap M (2000), Dermatitis kontak adalah suatu peradangan kulit
yang disertai adanya spongiosis/edema interseluler pada epidermis karena kulit
berinteraksi dengan bahan-bahan kimia yang berkontak atau terpajan pada kulit.
Bahan-bahan tersebut dapat bersifat toksik atau alergik. Pembagian dermatitis kontak
yaitu: (a) Dermatitis kontak iritan (akut dan kronik atau kumulatip), (b) Dermatitis
kontak Alergik, (c) Dermatitis Fotokontak (Fotokontak toksik dan Fotokontak
PT X adalah perusahaan yang memproduksi minuman berbentuk sirup yang
pemasarannya sudah menduduki hampir seluruh kota di Indonesia terutama Indonesia
bagian Barat. Perusahaan ini dipimpin oleh seorang manager yang mempekerjakan
karyawan sebanyak 200 orang, yang dibagi atas beberapa divisi yaitu; bagian
produksi, bagian administrasi dan bagian pemasaran serta bagian pencucian botol
yang menjadi wadah hasil industrinya. Botol-botol tersebut diperoleh dari penjual
botol-botol bekas pakai. Untuk mempermudah proses pembersihan, botol-botol
direndam didalam larutan kaustik soda (NaOH) yang dilarutkan dalam air dengan
perbandingan 1 kg kaustik soda dengan 100 liter air. Setelah lebih 1 jam botol
tersebut di cuci dan dibilas dengan air bersih.
Kaustik soda adalah senyawa kimia yang bersifat alkalis dengan rumus kimia
NaOH (Natrium Hidroksida). Natrium Hidroksida bersifat sebagai basa kuat dalam
air, dan bersifat iritan yang dapat menimbulkan kerusakan atau peradangan apabila
kontak dengan permukaan tubuh (kulit) , mata, dan saluran pernafasan. Kerusakan
yang terjadi dapat berupa luka, gatal-gatal, dan peradangan. NaOH adalah bahan
kimia yang bersifat reaktif, karena bila bereaksi dengan air akan mengeluarkan panas
dan gas yang mudah terbakar (Cahyono AB, 2004).
Menurut Fregert (1981), dapat disimpulkan bahwa bahan alkalis (termasuk
NaOH) pada konsentrasi yang kecil apabila berulang-ulang kontak dengan kulit dapat
menimbulkan dermatitis kontak iritan kumulatip, dengan gejala gatal-gatal, fisura
Kaustik soda adalah suatu bahan alkalis yang dapat melarutkan lemak kulit
serta bahan pengikat – air dan memutuskan rantai kimia dalam keratin kulit. Reaksi
yang terjadi tergantung pada konsentrasi zat terpapar, semakin tinggi konsentrasi zat
terpapar maka semakin berat gejala dermatitis yang terjadi, serta lamanya kontak.
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti pada pencucian
botol secara umum sudah baik. Perancangan stasiun kerja sudah dikondisikan
sedemikian rupa sehingga pekerja dapat bekerja dengan leluasa, sistem ventilasi dan
penerangan sudah baik, tetapi pada saat bekerja, pekerja tidak memakai Alat
Pelindung Diri seperti sarung tangan yang tidak sesuai. Hal ini sangat berpotensi
untuk menyebabkan terjadinya dermatitis kontak. Keluhan pekerja ketika peneliti
melakukan wawancara singkat adalah gatal dan nyeri pada tangan yang langsung
terpapar dengan bahan pencuci botol.
Dermatitis kontak pada pekerja tersebut menurut peneliti disebabkan para
pekerja selalu terpapar bahan pencuci yaitu larutan Kaustik soda, lamanya mereka
beskerja pada pekerja sebagai pencuci botol artinya semakin lama mereka bekerja
tentu semakin lama mereka terpapar dengan bahan pencuci (kaustik soda),
pengetahuan tentang pentingnya penggunaan Alat Pelindung Diri seperti sarung
tangan, sepatu, baju pelindung serta tindakan pekerja ketika mencuci botol apakah
1.2 PERMASALAHAN
Berdasarkan latar belakang dan masalah penelitian diatas, dimana hasil
survei awal oleh peneliti, pekerja pencuci botol setiap hari terpapar oleh kaustik soda.
Berdasarkan wawancara singkat oleh peneliti, para pekerja mengalami gatal-gatal,
nyeri pada daerah telapak tangan. Hal ini diasumsikan karena pekerja terpapar oleh
kaustik soda, masa kerja, pengetahuan pekerja dan tindakan pekerja ketika melakukan
pekerjaan di bagian pencucian botol PT X Medan.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara masa kerja, pengetahuan
tentang pentingnya penggunaan Alat Pelindung Diri serta tindakan pekerja pada
waktu melakukan pekerjaan dengan Dermatitis kontak pada pekerja di PT X Medan.
1.4 HIPOTESIS
1. Ada hubungan antara masa kerja dengan Dermatitis kontak pada pekerja
di PT X Medan.
2. Ada hubungan antara pengetahuan tentang APD dengan Dermatitis
kontak pada pekerja pencuci botol di PT X Medan.
3. Ada hubungan antara tindakan penggunaan APD dengan Dermatitis
1.5 MANFAAT PENELITIAN
1. Sebagai informasi bagi pekerja tentang pentingnya penggunaan alat
pelindung diri serta pengetahuan individu.
2. Dapat memberikan beberapa upaya penanggulangan penyakit akibat kerja.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Kulit
Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas
ukurannya, yaitu 15% dari berat tubuh dan luasnya 1,5-1,75 m ², rata-rata tebal kulit
1-2 mm. Paling tebal (16 mm) terdapat ditelapak tangan dan kaki dan paling tipis
(0,5 mm) terdapat di penis (Harahap M, 2000).
Pembagian kulit secara histopatologik (Djuanda A, 1987)
a. Epidermis, terdiri dari 5 lapisan;
1. Stratum corneum, merupakan lapisan paling luar. Padat terdiri dari
kumpulan sel-sel yang telah mati, dan terus menerus diganti oleh sel yang
baru. Lapisan ini menebal ditelapak tangan dan kaki sedangkan dikelopak
mata menipis.
2 Sratum lucidum, terdiri dari protein dan lemak, berwarna transparant, jelas
terlihat dibawah sratum corneum yang tebal seperti di telapak kaki dan
tangan.
3 Sratum granulosum (keratohyalin), terdiri dari sel-sel yang memipih
dengan sitoplasma berwarna gelap karena keratohyalin. Adanya granula
4 Stratum spinosum/squamosum, terdiri dari lapisan sel-sel polygonal,
makin keatas makin pipih.
5 Stratum basale, terdiri dari 1 lapis sel silindris dengan sumbu panjang
tegak lurus dan selalu membelah diri. Lapisan ini merupakan impermeable
membrane terhadap bahan kimia yang larut dalam air. Lapisan ini
mengandung sel-sel melanosit. Pada orang normal, perjalanan sel dari
stratum basale sampai ke stratum corneum lamanya 40 sampai 56 hari.
b. Cutis ( Demis/Corium)
Cutis terletak dibawah epidermis, yang membuat kulit menjadi kuat dan
elastis karena terdiri dari kumpulan jaringan fibrous dan elastis. Lapisan ini terdiri
dari 2 lapisan, yaitu:
1. Stratum papilare yang menonjol masuk kedalam lapisan bawah epidermis,
mengandung kapiler dan ujung-ujung syaraf sensoris
2. Stratum retikulare yang berhubungan dengan subkutis, mengandung
kelenjar keringat dan sebasea. Kelenjar sebasea seluruhnya bermuara pada
folikel rambut, tidak dijumpai pada telapak tangan dan kaki. Sedangkan
pada hidung, areola mammae dan scrotum kelenjar-kelenjarnya berbentuk
lebih besar dari ukuran normal.
c. Subcutis
Terdiri dari jaringan yang longgar dan mengandung banyak kelenjar keringat
kaki, tidak terdapat pada gland penis dan kuku, sedangkan pada ketiak, daerah
genitalia kelenjar peluhnya besar.
2.1.1 Skin Barrier
Kulit mengandung sejumlah tumpukan lapisan spesifik yang dapat mencegah
masuknya bahan-bahan kimia yang terutama disebabkan adanya lapisan tipis lipida
pada permukaan, lapisan tanduk dan lapisan epidermis malfigi. Pada daerah ini
ditemukan juga suatu celah yang berhubungan langsung dengan epidermis kulit
bagian dalam yang dibentuk oleh kelenjar sebasea yang membatasi bagian luar dan
cairan ekstracellulair yang juga merupakan sawar (barrier). Barrier kulit terutama
disusun oleh lapisan tanduk (stratum corneum). Deretan sel-sel pada lapisan tanduk
saling berikatan dengan sangat kuat dan merupakan pelindung kulit yang paling
efisien. Sesudah penghilangan lapisan tanduk (stratum corneum), impermeabilitas
kulit dipengaruhi oleh regenerasi sel. Dalam 2-3 hari meskipun ketebalan lapisan
tanduk yang terbentuk masih sangat tipis, namun lapisan tersebut telah mempunyai
kapasitas perlindungan yang mendekati sempurna (Hans Schaefer,1996).
2.2 Penyakit Kulit Akibat Kerja
Penyakit kulit akibat kerja atau Occupational Dermatitis adalah segala
kelainan pada kulit yang diakibatkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit
karena pekerja kontak dengan bahan-bahan yang dipergunakan, diolah atau
dihasilkan oleh pekerjaan itu.
Penyebabnya dapat digolongkan atas:
a. Faktor mekanik
Gesekan, tekanan trauma, menyebabkan hilangnya barrier sehingga
memudahkan terjadinya sekunder infeksi. Penekanan khronis menimbulkan
penebalan kulit seperti kuli-kuli bangunan dan pelabuhan.
b. Faktor fisik
1. Suhu tinggi ditempat kerja dapat menyebabkan miliara, combustion.
2. Suhu rendah menyebabkan chilblans, trench foot, frostbite.
3. Kelembaban terlalu rendah menyebabkan kulit dan selaput lendir saluran
pernafasan menjadi kering dan pecah-pecah sehingga dapat terjadi
perdarahan pada kulit dan selaput lendir.
4. Radiasi elektromagnetik non ionisasi seperti ultraviolet dan infra merah.
5. Kelembaban yang menyebabkan kulit menjadi basah, hal ini dapat
menyebabkan malerasi, paronychia dan penyakit jamur.
6. Penerangan yang kurang baik dapat menyebabkan terganggunya indra
penglihatan sehingga cenderung terjadi kecelakaan kerja.
7. Kecepatan aliran udara yang lambat menyebabkan kemungkinan kontak
dengan bahan kimia dalam bentuk gas, uap, asap, kabut menjadi lebih
c. Faktor biologis
Bakteri, virus, jamur, serangga, kutu, cacing menyebabkan penyakit pada
karyawan perkebunan, rumah potong, pertambangan, peternakan, tukang cuci dan
lain-lain.
d. Tanaman dan bahan – bahan yang berasal dari padanya
Dijumpai pada pekerja-pekerja pengolahan karet, damar dan tembakau,
pekerja perkayuan dan perusahaan meubel.
e. Mental psikologis
Seperti hubungan kerja yang kurang baik, pekerjaan-pekerjaan yang monoton
dan faktor-faktor psikis lainnya.
f. Faktor kimia (penyebab terbanyak)
Apabila kulit terpapar dengan bahan kimia dapat terjadi kelainan kulit berupa
dermatitis kontak iritasi atau dermatitis kontak alergi.
Faktor penyebab terbanyak adalah agen kimia yang terdiri dari 4 kategori:
1. Iritan primer-asam, basa, pelarut lemak, deterjen, garam-garam logam
(arsen, air raksa dan lain-lain).
2. Sensitizer; logam dan garam-garamnya (kromium, nikel, kobal, dan
lain-lain), bahan-bahan kimia karet, obat-obatan dan antibiotik, kosmetik dan
lain-lain.
3. Agen-agen aknegenik – naftalen dan bifenil klor, minyak mineral dan
4. Photosensitizer-antrasen, pitch, derivate asam benzoate, hidrokarbon
aromatk, pewarna akridin dan lain-lain.
2.3. Dermatitis Kontak Akibat Pekerjaan
Dermatitis kontak akibat pekerjaan (occupational contact dermatitis) secara
medis dapat diartikan sebagai dermatitis kontak dimana pekerjaan merupakan
penyebab utama atau salah satu diantara factor-faktor yang menyebabkan dermatitis
kontak tersebut. Beberapa keadaan yang harus mendapatkan perhatian dalam suatu
penelitian akan kecurigaan akibat pekerjaan adalah (Fregert S, 1986):
1. Adanya kontak dengan bahan-bahan yang diketahui menimbulkan
dermatitis. Baik produk yang sudah ada selama bertahun-tahun maupun
produk yang baru saja diperkenalkan dapat menjadi penyebabnya.
2. Adanya dermatitis dengan tipe serupa pada orang – orang lain yang
bekerja pada pekerjaan yang sama. Jikalau banyak orang yang terkena
pada suatu tempat kerja dalam saat yang bersamaan, maka keadaan
tersebut lebih mungkin merupakan reaksi iritan dari pada reaksi alergi.
3. Adanya waktu antara kontak dan timbulnya kelainan. Ada kalanya
dermatitis alergika timbul tidak lebih cepat dari pada 4-5 hari setelah
kontak.
4. Gambaran dan lokalisasinya mempunyai persamaan dengan kasus-kasus
bisa berubah. Lokalisasi biasanya pada kedua belah tangan tanpa
gambaran yang spesifik.
5. Serangan terjadi ketika melakukan pekerjaan tertentu, sementara
kesembuhan dapat dilihat ketika melakukan pekerjaan lainnya atau ketika
cuti sakit, liburan ataupun setelah berakhir pekan.
6. Kalau ada hubungan antara riwayat penyakit dan reaksi test yang positip,
maka hal ini merupakan bukti yang kuat.
7. Adakalanya 10-20% dari karyawan sendiri mengeluhkan penyakit kulit
akibat pekerjaan. Dalam hal ini sebaiknya dilakukan kunjungan ketempat
kerja dan menyelidiki semua hal yang dikeluhkan. Hasilnya sering
menunjukkan bahwa satu atau dua orang karyawan menderita penyakit
kulit akibat kerja sedangkan yang lainnya penyakit kulit biasa. Dasar
keluhan tersebut kerapkali berupa “pengaruh psikologis” pada tempat
kerja tersebut.
8. Kita mungkin beranggapan bahwa proses otomatisasi dalam industri
berarti adanya pengamanan terhadap kemungkinan kontak antara zat-zat
kimia dan kulit, tetapi sebetulnya masih banyak kontak dengan yang lain,
misalnya dalam pengangkutan bahan mentah, penyimpanan dalam karung
atau drum yang sudah terkontaminasi, penimbangan bahan kimia,
pengisian baha-bahan pewarna, pengawet dan lan-lain, pengambilan
pada lantai, bejana, kran dan lain-lain, pembersihan bejana, perbaikan,
pembetulan hasil akhir, pembuangan bahan sampah.
2.4. Iritan Primer
Bahan-bahan yang bersifat perangsang primer menyebabkan kelainan kulit
dengan cara:
1. Melarutkan lemak dipermukaan kulit akibatnya keseimbangan kulit
terganggu menyebabkan timbulnya penyakit kulit, misalnya deterjen.
2. Pengeringan permukaan kulit oleh bahan-bahan perangsang yang mudah
menguap menyebabkan kulit retak-retak (fissure). Hal ini menyebabkan
mudahnya masuk bahan kimia sehingga terjadi dermatitis, misalnya oleh
asam-asam kuat atau pelarut organik.
3. Bahan kimia merusak lapisan corneum/lapisan keratin sehingga fungsi
pelindung kulit menurun, misalnya oleh bahan alkali dan deterjen kuat.
4. Merangsang lapisan keratin, keratin formation menyebabkan terjadinya
hyperkeratosis atau pertumbuhan ganas pada kulit, misalnya oleh arsen,
teradiasi ultraviolet.
5. Mengendapkan protein kulit sehingga terjadi koagulasi protein, misalnya
oleh logam-logam berat, asam kuat.
Dari semua penyakit akibat kerja, 70-80% disebabkan oleh perangsang primer
a. Konsentrasi bahan kimia
b. Lama pemaparan
c. Sifat-sifat bahan iritan
d. Pemakaian Alat Pelindung Diri
Kulit merupakan jalur pemaparan yang paling umum dari suatu zat, tetapi
untungnnya kulit merupakan barrier yang efektif terhadap berbagai jenis zat kimia
yang efektif terhadap berbagai jenis. Zat kimia yang tidak dapat menembus kulit
toksisitasnya tergantung pada derajat absorbsinya ( Pratiknya W, 2006 ).
2.5Dermatitis Kontak Iritan
Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotoksik lokal langsung dari bahan
kimia iritan pada sel-sel epidermis, dengan respon peradangan pada dermis.
Mekanisme dari Dermatitis kontak iritan hanya sedikit diketahui, tapi sudah jelas
terjadi kerusakan pada membrane lipid keratinosit. Dalam beberapa menit atau
beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui membran untuk
merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan rusaknya
membrane lipid keratinosit maka fospolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam
arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan meyebabkan
dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan
system kinin. Juga akan menarik neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast
kontak iritan terjadi kerusakan keratinosit dan keluarnya mediator-mediator (Matthew
GF, Wilma FB, 1990).
Dari segi pandangan praktis, dikenal dua tipe utama Dermatitis kontak iritan
yaitu:
1. Dermatitis kontak iritan tipe akut, reaksi ini bisa beraneka ragam dari
nekrosis (korosi) hingga keadaan yang tidak lebih dari pada sedikit
dehidrasi (kering) dan kemerahan. Kekuatan reaksi tergantung pada
kerentanan individunya dan pada konsentrasi serta ciri kimiawi kontaktan,
adanya oklusi dan lamanya serta frekuensi kontak. Zat-zat kimia memiliki
kemampuan yang berlainan untuk menimbulkan reaksi iritan. Sebagian
diantaranya akan menyebabkan kerusakan sekalipun dengan konsentrasi
yang rendah, sementara lainnya mungkin memerlukan konsentrasi yang
tinggi atau bahkan oklusi (berarti penyerapan dalam jumlah yang besar)
untuk mencetuskan suatu respon. Iritan yang kuat akan menimbulkan
dermatitis hampir pada semua individu jika terjadi kontak yang memadai.
2. Dermatitis kontak iritan kumulatip tipe kronis, merupakan tipe yang
umum. Dermatitis berkembang lambat setelah terjadi pemaparan yang
berulang oleh zat iritan didukung oleh berbagai kondisi. Dermatitis
biasanya disekitar jari, tetapi lambat laun tersebar sampai kesamping dan
permukaan telapak tangan, kemudian tersebar semakin nyata sampai pada
2.6 Soda Api ( Natrium hidroksida)
Nama lain dari soda api adalah kaustik soda yang merupakan istilah yang
dipakai untuk basa kuat (NaOH). Kekuatan basa sangat tergantung pada kemampuan
basa tersebut melepaskan ion OH dalam larutan dan konsentrasi larutan basa tersebut
( http//id.answer.yahoo.com/question/index ? qid.)
Natrium hidroksida bersifat sebagai basa kuat dalam air, dan bersifat iritan
yang dapat menimbulkan kerusakan dan peradangan pada kulit. NaOH juga bersifat
reaktif, karena bila bereaksi dengan air akan mengeluarkan panas dan gas yang
mudah terbakar (Cahyono AB,2004).
2.7 Faktor – faktor yang Berpengaruh terhadap Timbulnya Penyakit Kulit
Akibat Kerja (Gilles L, Evan R, Farmer and Antoniette F Hood,1990)
a. Ras
Orang berkulit hitam lebih tahan terhadap lingkungan industri karena
kulitnya kaya melanin. Mereka jarang menderita tumor kulit oleh radiasi
ultraviolet, kurang peka terhadap debu kimia, bahan pelarut alkali.
b. Tipe kulit
Kulit yang berminyak lebih tahan terhadap sabun, bahan dan zat –zat yang
larut dalam air, sedangkan kulit yang kering kurang tahan terhadap
chemical dehydration seperti asam, basa, deterjen dan bahan pelarut
rambutnya mudah terkena foliculitis bila kontak dengan minyak gemuk,
ataupun debu.
c. Pengeluaran keringat
Keringat melindungi kulit dengan cara mengencerkan dan
menghanyutkan bahan – bahan iritan. Keringat dapat pula merubah bahan
– bahan yang larut dalam air menjadi bentuk lain dan mempermudah
absorbsi kulit melalui pori– pori kulit.
d. Iklim/ musim
Dermatitis akibat kerja banyak dijumpai pada waktu musim panas karena
pengeluaran keringat meningkat dan pekerja kurang senang memakai Alat
Pelindung Diri bahkan lebih suka memakai celana pendek dan baju yang
lebih minim sehingga lebih mudah kontak dengan bahan kimia. Cuaca
dingin menyebabkan pekerja malas membersihkan diri dengan air setelah
kontak dengan zat kimia.
e. Terdapat penyakit kulit lain
Pekerja yang sebelumnya atau yang sedang menderita non dermatitis
akibat kerja lebih mudah mendapat dermatitis akibat kerja.
f. Personal hygiene
Pekerja yang kurang bersih misalnya tidak membersihkan diri setelah
g. Pengetahuan
Pekerja yang tidak mengetahui prosedur kerja. Mereka bekerja dengan
caranya sendiri yang lebih mementingkan kenyamanan belaka saja tanpa
memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja, sebab pekerja tidak
mengetahui resiko pekerjaannya.
h. Tindakan
Aksi pekerja ketika melakukan pekerjaan. Meskipun pekerja sudah
mengetahui prosedur kerja dan resiko pekerja namun pekerja tidak
bertindak sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki.
2.8 Diagnosis Penyakit Kulit Akibat Kerja
Untuk menegakkan occupational dermatosis tidaklah mudah karena populasi
penduduk yang menderita penyakit kulit cukup tinggi termasuk tenaga kerja. Selain
itu banyak tenaga kerja tidak melaporkannya karena:
Tidak adanya tenaga medis di perusahaan.
Perusahaan yang mempunyai tenaga dokter umum kurang mampu
mendiagnosis.
Perusahaan sengaja menghindar dari kewajibannya untuk melaporkannya
kepada instansi yang ditunjuk karena kawatir harus membayar ganti rugi
kepada penderita sebagai yang ditetapkan pada Pasal 1 UU Kecelakaan
tenaga kerja yang menderita kecelakaan, dan penyakit yang timbul karena
hubungan kerja dipandang sebagai kecelakaan”.
Mengenai hal ini dipertegas lagi oleh keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Koperasi No. Kep. 116/MEN/Tahun 1977, pada Lampiran 1 tertera bahwa “
Dermatitis disebabkan iritasi dan kepekaan termasuk penyakit yang dapat dianggap
sebagai kecelakaan kerja” (Mukono HJ,2000).
Untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan(Arndt KA,1984):
a Anamnesis
Perlu diperhatikan lokalisasi kelainan kulit apakah ditempat yang
seringangng kontak dengan bahan-bahan yang dicurigai seperti daerah tangan,
pergelangan tangan, lengan bawah, fossa cubiti, kaki atau muka. Iritasi primer
menyebabkan kulit tidak elastis dan terasa kaku, rasa tidak enak karena
kering, gatal – gatal sebab peradangan dan rasa sakit karena timbulnya fisura,
vesicular dan ulcus.
b. Uji tempel/Patch test
Uji tempel dilakukan pada kulit daerah punggung secara tertutup. Bahan yang
mau diuji ditaruh diatas square chamber.
2.9 Alat Pelindung Diri
Alat Pelindung Diri (APD) adalah peralatan keselamatan yang harus
limbah bahan kimia dapat dikategorikan sebagai tempat kerja yang berbahaya. APD
merupakan peralatan yang harus disediakan oleh pengusaha (Cahyono AB, 2004).
APD standar untuk bahan kimia berbahaya adalah:
1. Pelindung kepala dikenal sebagai safety helmet yang bertujuan untuk
melindungi kepala dari benda jatuh dan melindungi dari arus listrik serta
melindungi kepala dari benturan.
2. Pelindung mata dikenal sebagai safety glasses. Safety glasses berbeda
dengan kacamata biasa, karena pada bagian atas, kanan dan kiri frame
terdapat pelindung dan jenis kacanya yang dapat menahan sinar
ultraviolet sampai persentase tertentu.
3. Pelindung wajah yang dikenal adalah face shield melindungi wajah dari
situasi yang mungkin terjadi percikan bahan kimia, uap, serbuk, debu dan
kabut. Jenis pelindung wajah yang lain adalah welding helmets (topeng
las).
4. Pelindung tangan. Diperkirakan hampir 20% dari seluruh kecelakaan yang
menyebabkan cacat adalah tangan, kemampuan kerja akan sangat
berkurang. Kontak dengan bahan kimia kaustik beracun, bahan-bahan
biologis, sumber listrik, benda yang suhunya sangat dingin atau sangat
panas dapat menyebabkan iritasi atau membakar tangan. APD tangan
dikenal sebagai safety gloves dengan berbagai jenis penggunaannya.Untuk
melindungi tangan dari bahan kimia adalah sarung tangan vinyl dan
5. Pelindung kaki. Hal yang dapat menyebabkan kecelakaan pada kaki salah
satunya adalah akibat bahan kimia. Sepatu yang dapat melindungi kaki
dari bahan asam, basa, ketone, aldehid adalah jenis sepatu Butyl, sepatu
Vinyl dan sepatu nitrile.
2.10 Landasan Teori
Dalam dunia pekerjaan segala kendala kerja harus dihindari untuk mencapai
produktivitas yang optimal. Salah satu kendala kerja adalah penyakit yang
menimbulkan 2 kali lipat kerugian yaitu kerugian waktu kerja dan kerugian dalam
biaya pengobatan oleh perusahaan (Silalahi N B, 1985).
Perusahaan mengenal 2 kategori penyakit yaitu penyakit akibat kerja dan
penyakit umum. Pencegahan penyakit akibat kerja dapat dimulai dengan
pengendalian faktor penyebab pengganggu kesehatan kerja. Gangguan ini terdiri dari:
(a) beban kerja, (b) beban tambahan oleh faktor – faktor lingkungan seperti faktor
fisik, kimia. biologis dan psikologis, (c) kapasitas kerja atau kualitas karyawan
sendiri yang mencakup kemahiran, umur, daya tahan tubuh, jenis kelamin, gizi postur
tubuh dan motivasi kerja. Langkah–langkah pencegahan penyakit akibat kerja terdiri
dari (a) kesadaran manajemen untuk mencegah penyakit akibat kerja, (b) pengaturan
tata cara pencegahan.
Penyakit kulit akibat kerja dapat disebabkan oleh faktor kimia, dimana pekerja
disebabkan oleh paparan zat kimia (kauistik soda) yang dipengaruhi oleh lama kerja
(lamanya kontak) serta konsentrasi zat kimia. Kauistik soda adalah suatu larutan
alkali yang dapat menyebabkan Dermatitis kontak iritan.
Menurut peneliti ada hubungan antara konsentrasi kauistik soda dengan
Dermatitis pada pekerja pencuci botol di PT X Medan. Proses kerja pencucian botol
di PT X. Medan menggunakan Kaustik soda (Natrium Hidroksida) yang dilarutkan
dalam air. Botol yang akan dicuci dimasukkan dalam larutan, kemudian dilakukan
proses pencucian menggunakan sikat sebelum dibilas dengan air bersih. Kondisi
lingkungan kerja seperti penerangan, ventilasi dan suhu secara umum baik.
Terjadinya Dermatitis pada pekerja secara langsung membawa dampak negatif bagi
pekerja dan perusahaan.
2.11 Kerangka Konsep
Soda Api (NaoH) Dermatitis
kontak Pekerja
- Masa kerja - Pengetahuan
tentang APD - Tindakan
BAB
3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif menggunakan studi cross sectional,
yang bertujuan untuk mengetahui apakah Dermatitis kontak pada pekerja pencuci
botol di PT X Medan berhubungan dengan masa kerja, pengetahuan, tindakan dimana
variable dependent dan independent diamati pada saat yang bersamaan.
3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di bagian pencucian botol PT X Medan. Alasan
penelitian dilakukan di lokasi ini adalah:
1. Belum pernah dilakukan penelitian sejenis.
2. Pada observasi awal beberapa pekerja mengalami gatal-gatal pada tangan
yang merupakan gejala dermatitis kontak dan apabila pekerja istirahat
beberapa hari, maka gejala dermatitis hilang dan kambuh bila mereka
bekerja kembali pada tempat yang sama sebelumnya.
3. Bagian pencucian botol di PT X Medan merupakan unit kerja yang tenaga
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai dari Januari 2008 sampai
Agustus 2008, yang dimulai dengan pengajuan judul, survei awal, penelusuran
pustaka, konsultasi pembimbing, mempersiapkan proposal penelitian, kolokium,
pengumpulan data, pengolahan data, dan seminar hasil.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi penelitian adalah seluruh pekerja yang bekerja di PT X Medan
bagian pencucian botol sebanyak 50 orang.
3.3.2 Sampel
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja pada bagian
pencucian botol di PT X Medan yang berjumlah 50 orang (total Sampling).
3.4 Metode Pengumpulan Data .
3.4.1 DataPrimer
Data primer adalah data-data dari pekerja pencuci botol di PT X Medan
dengan cara:
a. Diagnosis langsung oleh Dokter Spesialis Kulit.
b. Wawancara langsung dilakukan oleh peneliti pada para pekerja pencuci
c. Observasi langsung dilakukan oleh peneliti pada waktu pekerja melakukan
pekerjaan.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari bagian administrasi PT X Medan.
3.5 Pengujian Validitas dan Reliabilitas
3.5.1 Uji Validitas
Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana suatu ukuran atau nilai
yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara
mengukur korelasi antara variabel dengan skor total variabel dengan menggunakan
tekhnik korelasi Pearson product moment, dengan jumlah sampel 10 orang, berarti
nilai df= n-1; df = 1 -1 = 9, maka nilai r – tabel = 0,632, hasil uji tersebut
menunjukkan bahwa secara keseluruhan pertanyaan dalam kuesioner dinyatakan
valid dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas
No. Pertanyaan Nilai r.tabel Nilai Product Keterangan
Pengetahuan Moment
1 Pertanyaan 1 0,632 0,816 Valid
2 Pertanyaan 2 0,632 0,655 Valid
3 Pertanyaan 3 0,632 0,816 Valid
Tabel 3.1. Lanjutan
Reliabilitas merupakan indeks sejauhmana suatu alat pengukur dapat
menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya menggunakan metode Cronbach’s
Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan
ketentuan, jika nilai r-Alpha>0,632 maka dinyatakan relialibel. Reliabilitas alat ukur
dilakukan dengan menggunakan teknik Cronbach’s Alpha, dengan satu kali
pengukuran, dengan ketentuan jika sampel 10 orang, maka r-hitung = 0,600 dan tidak
lebih dari 1. Hasil pengujian menunjukkan bahwa secara keseluruhan variabel
penelitian dinyatakan relialibel dengan perincian seperti pada tabel 3.2
Tabel 3.2. Hasil Uji Reliabilitas
Tabel 3.2. Lanjutan
5 Pertanyaan 5 0,600 0,923 Reliabel
6 Pertanyaan 6 0,600 0,926 Reliabel
7 Pertanyaan 7 0,600 0,927 Reliabel
8 Pertanyaan 8 0,600 0,923 Reliabel
9 Pertanyaan 9 0,600 0,920 Reliabel
10 Pertanyaan 10 0,600 0,923 Reliabel
3.6 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional
3.6.1 Variabel Penelitian
Variabel penelitian terdiri dari :
i. Variabel independent adalah .masa kerja, pengetahuan serta tindakan
pekerja saat bekerja.
ii. Variabel dependent adalah Dermatitis Kontak.
3.6.2 Defenisi Operasional
Berdasarkan defenisi konsep tersebut, dapat dibuat beberapa defenisi
operasional yang digunakan pada saat penelitian di PT X Medan sebagai berikut :
1. Dermatitis kontak adalah penyakit kulit yang terjadi akibat pekerja
terpapar dengan soda api
6. Masa kerja adalah lamanya pekerja bekerja sebagai pencuci botol di PT X
7. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui pekerja tentang
pentingnya penggunaan Alat Pelindung Diri pada waktu melakukan
pekerjaan.
8. Tindakan adalah kepatuhan pekerja menggunakan Alat Pelindung Diri
yang sesuai dengan pekerjaan seperti menggunakan: jenis sarung tangan
yang sesuai, jenis baju pelindung yang sesuai, jenis sepatu pelindung yang
sesuai, bentuk sarung tangan yang sesuai, bentuk baju pelindung yang
sesuai dan bentuk sepatu pelindung yang sesuai.
3.7 Metode Pengukuran
1. Dermatitis kontak adalah penyakit kulit yang didiagnosis oleh Dokter
spesialis penyakit kulit. Dikategorikan positip jika ditemukan
Dermatitis kontak, negatip jika tidak ditemukan Dermatitis kontak,
2. Masa kerja dianalisis terlebih dahulu secara ratio dibuat menjadi data
berkelompok.
3. Pengetahuan tentang pemakaian APD diukur dengan memberi skor
terhadap kuesioner. Jumlah pertanyaan 10 dengan jumlah skor tertinggi
10 dengan ketentuan jika menjawab “tidak” diberi nilai 0, dan jika
menjawab “ya” diberi nilai 1. Penilaian kategori membagi indikator
menjadi 2 yaitu; 1. Tingkat pengetahuan Baik : Nilai 6 – 10 (60% –
4. Tindakan pemakaian APD diukur dengan memberi skor pada hasil
pengamatan pemakaian APD sesuai defenisi operasional dengan
ketentuan jika tidak lengkap memakai APD diberi nilai 0, dan jika
terus memakai APD yang lengkap dan sesuai diberi nilai 1. Sarung
tangan yang sesuai adalah yang terbuat dari bahan vinyl dan neoprene
dan bentuknya dapat menutupi lengan. Sepatu harus dapat menutupi
seluruh kaki sampai lutut, dan baju terbuat dari bahan yang tidak
menyerap air, yang bentuknya dapat menutupi seluruh tubuh sampai
kebawah. Pengukuran dilakukan dengan melakukan observasi yang
memiliki 2 alternatif jawaban yaitu lengkap dan tidak lengkap.
Tabel 3.3 Aspek pengukuran variabel penelitian
Nama Variabel Cara dan
alat ukur Indikator Skala ukur Bobot Ukur
1 2 3 4 5
Masa Kerja Wawancara/ Kuessioner
3.8 Metode Analisis Data
Data yang telah diperoleh dianalisa melalui proses pengolahan data yang
mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1. Editing, penyuntingan data yang dilakukan untuk menghindari kesalahan
atau kemungkinan adanya kuessioner yang belum terisi.
2. Coding, pemberian kode dan scoring pada tiap jawaban untuk
memudahkan entry data.
3. Entry data, setelah proses coding dilakukan pemasukan data ke computer.
4. Cleaning, sebelum analisis data dilakukan pengecekan dan perbaikan
terhadap data yang masuk.
5. Data-data yang telah dikumpulkan dianalisa dengan:
- Analisis univariat, analisis ini untuk melihat distribusi frekwensi
setiap variabel penelitian.
- Analisis bivariat, analisis ini untuk melihat ada tidaknya hubungan
antara variabel independent dengan variabel dependent, dengan uji
DAFTAR PUSTAKA
Anies, Penyakit Akibat Kerja, Penerbit PT Elex Media Komputindo Kelompok
Gramedia
Jakarta, 2005.
Arikunto,S, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Penerbit Rineka Cipta.
Jakarta, 1998.
Arndt K A Pedoman Terapi Dermatologis, Yayasan Essentia Medika,
Yogyakarta,1984.
Cahyono A B, Keselamatan Kerja Bahan Kimia di Industri, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta, 2004.
Djuanda A , Ilmu penyakit kulit dan kelamin, FKUI Jakarta 1987.
Djunaedi H, Lokananta MD, Dermatitis Kontak Akibat kerja, Majalah Kesehatan
Masyarakat Indonesia Nomor 3 Volume 31, 2003
Fregert Sigfrid, Kontak Dermatitis (Manual of Contact Dermatitis), Yayasan
Essentia Medica, Yogyakarta, 1981.
Gilles L, Evan R, Farmer, and Antoinette F H, The Pathophysiolgi of Irritant Contact
Dermatitis. In: Jackson EM, Goldner R, editors Irritant Contact Dermatitis,
Clinical dermatology, New york: Marcel Dekker, 1990
Harahap, Mawarli, Ilmu Penyakit Kulit, Hipokrates, Jakarta 1998.
Harrington JM & Gill FS, Buku saku Kesehatan kerja, Penerbit Buku Kedokteran,
Matthew G Fleming, Wilma F Bergfeld, The Etiology of Irritant Contact Dermatitis.
In: Edward M J& Ronald Goldner, editors Irritant Contast Dermatitis,
Chairman, Departement of Dermatology SUNY Downstate Medical Centre
Brooklyn, New York, 1990.
Mukono H.J, Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan, Airlangga University Press,
Surabaya, 2000.
Pratiknya A W, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, PT
Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2001.
Robert M. Adams. MD, Occupational Contact Dermatitis, Pitman Medical
Publishing co,Philadelphia, 1973.
Sastroasmoro Sudigdo, Ismail S, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis edisi 2,
Sagung Seto, Jakarta, 2002.
Schaefer H, Redelmeier TE, Skin Barrier, London, 1996.
Soekidjo Notoatmojo,Metodologi Penelitian Kesehatan, Penerbit Rineka Cipta,
Jakarta,
2002.
Silalahi B.N.B dan Silalahi R.B.Manajemen Keselamatan dan Keshatan Kerja,
PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta 1985.
Soebaryo RE, Kesehatan Kulit Indikator Kesehatan Kerja,
Sudi Astono, Herliani Sudarja,Penyakit Kulit di kalangan Tenaga Kerja Industri
Plywood di Propinsi Kalimantan Selatan, Program Pasca Sarjana Hiperkes
Medik FKUI, Jakarta http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/14.Diakses
12/3/2008
Suma’mur Perusahaan dan Kesehatan Kerja, PT Toko Gunung Agung Jakarta, 1995.
Taylor S, Sood A. Occupational Skin Diseases. In: Fitzpatricks et al, editors
Dermatology in General Medicine 6 th ed.New York: Mc Graw Hill Book co;
KUESSIONER PENELITIAN
1. Apakah saudara tahu kegunaan Alat Pelindung Diri ?
i. tidak
ii. ya
2. Apakah saudara tahu bahwa Alat Pelindung Diri dapat mencegah terjadinya
Dermatitis?
a. tidak
b. ya
3. Apakah saudara tahu jenis sarung tangan yang digunakan?
a. tidak
b. ya
4. Apakah saudara tahu perlu memakai baju pelindung?
a. tidak
b. ya
5. Apakah saudara tahu penting memakai sepatu pelindung?
b. ya
6. Apakah saudara tahu bentuk sarung tangan yang baik dipakai pada pekerjaan
ini?
a. tidak
b. ya
7. Apakah saudara tahu bentuk sepatu yang baik dipakai pada pekerjaan ini?
a. tidak
b. ya
8. Apakah saudara tahu bentuk pakaian pelindung yang sesuai pada pekerjaan
ini?
a. tidak
b. ya
9. Apakah saudara tahu bahwa jika kontak langsung dengan bahan pencuci dapat
menyebabkan Dermatitis?
a. tidak
b. ya
10. Apakah saudara tahu resiko pekerjaan anda?
a. tidak
b. ya
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
Lampiran 3
Yang bertanda tangan dibawah ini
Nama :
No. Kartu indentitas :
Umur / Tempat tanggal lahir :
Jenis kelamin :
Pekerjaan :
Setelah mendengar keterangan secukupnya dan menyadari manfaat penelitian
tersebut dengan judul : “Analisis Dermatitis Kontak Pada PT X Medan Tahun 2008”,
dengan sukarela menyetujui untuk diikutsertakan dalam penelitian diatas.
Mengetahui Yang Menyetujui
Peneliti
(Suryani Situmeang) (……….)
Perbaikan proposal yang diajukan pada hari Kamis tanggal 22 Mei Tahun
2008
Pembanding I
2. Pada kerangka konsep langsung memakai DO seperti pengetahuan,
tindakan dan lama kerja
3. Peraturan kerja ( proses kerja dijabarkan.)
4. Surat pernyataan kesediaan pekerja bersedia menjadi sample penelitian
5. Uji hubungan ditampilkan
6. Kuessioner diperbaiki untuk pengetahuan.
7. Model APD yng baik digunakan dipaparkan
Pembanding II
1. Lama terpapar diganti dengan masa kerja
2. Kuessioner pengetahuan dan tindakan dijelaskan pengukurannya
3. Paparkan prosedur kerja yang benar.
4. Pada latarbelakang tambahkan keluhan pekerja selain gatal-gatal
Pembimbing II
1. Masa kerja sesuaikan dengan konsep dan kuessioner
2. Sepakat untuk tidak membuat variable prosedur kerja.
3. Perilaku kerja dihilangkan, cukup dengan pengetahuan dan tindakan
yang meliputi Penggunaan APD.
Pembimbing I (Ketua)
1. Kerangka konsep diperbaiki
2. Masa kerja disesuaikan denga kerangka konsep dan kuessioner
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
PT X adalah perusahaan yang memproduksi minuman dalam bentuk sirup
yang pemasarannya sudah menduduki hampir seluruh kota besar di Indonesia.
Untuk memenuhi kebutuhan atas permintaan pasar terutama menjelang
hari-hari besar seperti hari-hari raya Idul Fitri dan Natal serta Tahun Baru perusahaan ini
meningkatkan produksinya. Dengan demikian maka sejalan pula dengan penambahan
tenaga kerja dibidang produksi, dan bagian penyediaan bahan-bahan produksi serta
bagian pencucian botol. Untuk mempermudah proses pencucian botol, botol terlebih
dahulu direndam dengan soda api dengan perbandingan 1 kg soda api dengan 100
liter air. Setelah lebih 1 jam botol dicuci lalu dibilas dengan air bersih.
Perancangan stasiun kerja sudah dikondisikan dengan baik sehingga pekerja
dapat bekerja secara leluasa, sistem ventilasi dan penerangan sudah baik. Namun
pekerja tidak memakai Alat Pelindung Diri
se
perti sarung tangan yang sangatberpotensi untuk menyebabkan Dermatitis kontak.
Umumnya pekerja pada pencucian botol tidak terikat dengan perusahaan,
apabila perusahaan merekrut pekerja pada saat-saat peningkatan produksi. Namun
Bagian pencucian botol di perusahaan X berjumlah 50 orang, seluruhnya
terdiri dari wanita mulai usia 20 tahun sampai 45 tahun.
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian
4.2.1Data Proporsi Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak adalah kelainan kulit pada pekerja pencuci botol di PT X
Medan dengan keluhan nyeri serta menunjukkan gejala : kulit menebal, dehidrasi,
kemerahan.
Data proporsi dermatitis kontak di PT X Medan dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 4.1.Distribusi Responden Dermatitis Kontak di PT X Medan Tahun 2008
Dermatitis Kontak N %
Positip 27 54
Negatip 23 46
Jumlah 50 100
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dermatitis kontak pada pekerja pencuci
botol di PT X berjumlah 27 orang (54%).
4.2.2Masa Kerja Responden
Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja di PT X Medan
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah pekerja dengan masa kerja 1 tahun
dan kurang dari 1 tahun sebanyak 24 0rang (48%) masa kerja 2 tahun dan lebih dari 2
tahun sebanyak 26 orang (52%).
4.2.3 Pengetahuan Responden
Pertanyaan pengetahuan untuk responden meliputi, pengetahuan tentang
APD, jenis APD dan bentuk APD yang sesuai. Distribusi frekuensi tentang
pengetahuan dapat dilihat di bawah ini.
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan APD Pada Pekerja Pencuci Botol Di PT X Medan
Jumlah
Benar Salah Total
No Pengetahuan
n % n % n %
1. Apakah saudara tahu kegunaan APD?
48 96,0 2 4,0 50 100
2. Apakah saudara tahu bahwa APD dapat mencegah DK?
42 84,0 8 6,0 50 100
3. Apakah saudara tahu jenis sarung tangan yang digunakan?
7 14,0 43 86,0 50 100
4. Apakah saudara tahu perlu menggunakan baju pelindung?
12 24,0 38 76,0 50 100
5. Apakah saudara tahu perlu memakai sepatu pelindung?
Tabel 4.3 Lanjutan
6. Apakah saudara tahu bentuk sarung tangan yang baik?
6 12,0 44 88,0 50 100
7. Apakah saudara tahu bentuk sepatu yang baik pada pekerjaan ini?
9 18,0 41 82,0 50 100
8. Apakah saudara tahu bentuk pakaian pelindung yang baik?
11 22,0 39 78,0 50 100
9. Apakah saudara tahu jika kontak langsung dengan bahan pencuci menyebabkan DK
38 76,0 12 24,0 50 100
10. Apakah saudara tahu resiko pekerjaan anda?
45 90,0 5 10,0 50 100
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar pekerja tidak
berpengetahuan baik. Pengetahuan yang rendah dijumpai pada pertanyaan mengenai
jenis sarung tangan yang sesuai, mengenai perlunya memakai baju pelindung,
mengenai bentuk sarung tangan yang baik, bentuk sepatu pelindung yang baik dan
mengenai pakaian pelindung yang baik.dengan skor masing-masing sebanyak 7 0rang
(14%), 12 orang (24%), 16 orang (32%), 6 orang (12%), 9 orang (18%) dan 11 orang
(22).
4.2.4 Tindakan Pekerja
Tindakan pekerja di PT X Medan dinilai melalui observasi langsung yang
meliputi: memakai sarung tangan yang sesuai, bentuk baju pelindung sesuai, bentuk
sepatu pelindung yang sesuai. Jika bekerja bertindak sesuai hal diatas dianggap
tindakan sudah baik (lengkap) dan apabila salah satu hal diatas tidak dilaksanakan
Tabel 4.4. Distribusi Responden Terhadap Tindakan Penggunaan Alat
Pelindung DiriPada Pekerja Pencuci Botol di PT X Medan
Tahun 2008
Penggunaan APD N %
Lengkap 20 40
Tidak lengkap 30 60
Jumlah 50 100
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar pekerja tidak baik dalam
dalam melakukan tindakan memakai alat pelindung diri yang lengkap, yaitu sebanyak
30 orang (60%), dan yang baik ( memakai APD lengkap) sebanyak 20 orang (40%).
4.3 Hasil Uji Statistik
4.3.1. Hubungan Masa Kerja Dengan Dermatitis Kontak Pada Pekerja Pencuci Botol Di PT X Tahun 2008
Hubungan antara masa kerja dengan dermatitis kontak pada pekerja pencuci
botol di PT X dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.5 Hubungan Antara Masa Kerja Dengan Dermatitis Kontak Pada Pekerja Di PT X Medan Tahun 2008
Dermatitis Kontak P
-
Negatif Positif Jumlah va
Masa
4.3.2 Hubungan Pengetahuan Responden Dengan Dermatitis Kontak Pada pekerja Pencuci Botol di PT X Medan Tahun 2008
Hubungan antara pengetahuan responden dengan dermatitis kontak di PT X
Medan dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.6 Hubungan Pengetahuan Responden Dengan Dermatitis Kontak Pada Pekerja Pencuci Botol di PT X Medan di PT X Medan Tahun 2008
Dermatitis Kontak P -
Responden yang berpengetahuan baik mengalami dermatitis kontak sebanyak
7 orang (14%) dari 15 orang dan yang berpengetahuan tidak baik mengalami
dermatitis kontak 20 orang (40%) dari 35 orang. Hasil uji chi-square menunjukkan
tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan dermatitis kontak di
PT X Medan dengan nilai p- value = 0,710 (>0,05).
4.3.3 Hubungan Tindakan Dengan Dermatitis Kontak Di PT X Medan
Tahun 2008
Hubungan antara tindakan dengan dermatitis kontak dapat dilihat pada tabel
Tabel 4.7 Hubungan Tindakan Dengan Dermatitis Kontak Pada Pekerja Pencuci Botol di PT X Medan Tahun 2008
Dermatitis Kontak
Negatip Positip Jumlah
p
-value
Penggunaan APD
N % N % N %
Tidak lengkap 7 14 23 46 30 60
Lengkap 16 32 4 8 20 40 0,001
Jumlah 23 46 27 54 50 100
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pekerja yang tidak lengkap
menggunakan APD mengalami dermatitis kontak sebanyak 46 % sedangkan pekerja
yang lengkap menggunakan APD hanya 8 % mengalami dermatitis kontak. Ada
hubungan yang bermakna antara tindakan dengan dermatitis kontak dengan nilai P
-Value 0,001* (< 0,05), artinya jika responden tidak menggunakan Alat Pelindung
Diri dengan benar maka semakin sering kontak dengan soda api yang dapat
menyebabkan dermatitis kontak. Berdasarkan hasil tabulasi silang maka pekerja yang
tidak menggunakan Alat Pelindung Diri yang tidak lengkap sebanyak 23 orang yang
mengalami dermatitis kontak dari 30 orang yang tidak menggunakan Alat Pelindung
BAB 5
PEMBAHASAN
5.1 Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak adalah suatu peradangan kult disertai adanya spongiosisis
intraseluler pada epidermis karena kulit berinteraksi dengan bahan – bahan kimia
yang berkontak atau terpajan pada kulit ( Harahap,2000).
Dari 50 orang pekerja pencuci botol di PT X Medan, yang menderita
dermatitis kontak sebanyak 27 orang (54%). Umumnya pekerja menderita iritasi pada
telapak tangan dengan keluhan nyeri, gatal-gatal, kemerahan, kulit telepak tangan
menebal. Pekerja yang mengalami dermatitis ringan hanya menunjukkan gejala
gatal-gatal, nyeri, kulit kering dan retak-retak, sedangkan yang mengalami dermatitis berat
merasakan nyeri, panas, kulit bengkak dan melepuh.
Pekerja yang mengeluh nyeri, gatal-gatal tersebut disebabkan pekerja kontak
langsung dengan bahan pencuci (soda api) ketika melakukan pekerjaan selama 7
sampai 8 jam per hari, tanpa menggunakan Alat Pelindung Diri seperti sarung tangan
yang terbuat dari bahan kedap air, yang menyebabkan bahan pencuci lebih lama
kontak akibat sarung tangan yang melekat ditangannya. Sarung tangan yang dipakai
terbuat dari bahan kain tebal yang hanya berfungsi melindungi tangan dari
pecahan-pecahan botol yang dicuci meskipun pada pecahan-pecahan botol yang tajam sarung tangan ini
Menurut (Suma’mur,1995), bahan kimia (termasuk bahan alkali) dapat
menyebabkan dermatitis dengan jalan perangsangan atau iritasi, dengan jalan
mengambil air dari lapisan kulit, secara oksidasi dan reduksi, sehingga keseimbangan
kulit terganggu dan timbullah dermatitis. Berdasarkan pengamatan peneliti di PT X
Medan, penderita yang mengalami dermatitis kontak adalah menggunakan sarung
tangan yang terbuat dari bahan kain tebal, hal ini akibat dari pekerja yang tidak
menggunakan Alat Pelindung Diri yang benar terutama sarung tangan. Jika
menggunakan sarung tangan tidak sesuai dengan jenis dan bentuk. Semua pekerja
sudah memakai baju pelindung dari bahan kedap air yang menutupi bagian tubuh
sampai betis, serta sepatu pelindung kedap air yang menutupi kaki sampai lutut. Hal
ini terbukti bahwa pekerja yang mengalami dermaitis kontak hanya terdapat pada
bagian tangan saja.
40
5.2 Hubungan Masa Kerja dengan Dermaitis Kontak Pada Pekerja Pencuci
Botol Di PT X Medan.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara masa kerja dengan dermatitis kontak pada pekerja pencuci botol di PT X
Medan dengan nilai P = 0,794. Berdasarkan tabulasi silang dapat dilihat bahwa pada
masa kerja 1 tahun dan dibawah 1 tahun pekerja yang mengalami dermatitis kontak
sebanyak 12 orang dan yang tidak mengalami dermatitis kontak sebanyak 12 orang .
mengalami dermatitis kontak sedangkan yang tidak mengalami dermatitis kontak
sebanyak 11 orang.
Menurut Pratiknya W. 2006 mengatakan bahwa zat kimia dapat melarutkan
lemak dipermukaan kulit, merusak lapisan corneum/lapisan keratin sehingga fungsi
pelindung kulit menurun, misalnya oleh bahan alkali (termasuk NaaOH).
Menurut Taylor (2003) bahwa zat kimia memiliki kemampuan yang berlainan
untuk menimbulkan reaksi iritan. Sebagian diantaranya akan menyebabkan kerusakan
sekalipun dengan konsentrasi yang rendah. Iritan yang kuat akan menimbulkan
dermatitis hampir pada semua individu jika terjadi kontak yang memadai.
5.3 Hubungan Pengetahuan Dengan Dermatitis Kontak Pada Pekerja Pencuci Botol Di PT X Medan Tahun 2008
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara pengetahuan tentang Alat Pelindung Diri pada pekerja pencuci botol di PT X
Medan dengan dermatitis kontak dengan nilai P = 0,710 ( > 0,05). Pengetahuan
pekerja yang kurang merupakan pemahaman dalam bersikap untuk melakukan
tindakan dalam melakukan pekerjaan. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan
pekerja, hanya 15 orang (30%) saja pekerja yang berpengetahuan baik, dan yang
tidak berpengetahuan baik sebanyak 35 orang (70%). Dalam hal ini berdasarkan
pengetahuan pekerja yang tidak baik lebih dari 50% sangat mendukung pekerja untuk
bersikap. Sikap yang baik didasarkan pengetahuan yang baik membuat pekerja
pengetahuan tentang jenis sarung tangan yang sesuai, kegunaan baju pelindung diri,
perlunya sepatu pelindung, bentuk sarung tangan yang baik, bentuk sepatu yang baik
dan bentuk pakaian pelindung yang baik, pekerja yang menjawab benar dibawah
50%. Pengetahuan yang kurang baik mempengaruhi bekerja dalam bertindak ketika
melakukan pekerjaan.
5.4 Hubungan Tindakan Dengan Dermatitis Kontak Pada Pekerja Pencuci
Botol Di PT X Medan Tahun 2008
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna
antara tindakan dengan dermatitis kontak pada pekerja pencuci botol di PT X Medan
dengan nilai P = 0,001* (< 0,05), artinya jika responden tdak menggunakan Alat
Pelindung Diri dengan benar maka semakin sering kontak dengan soda api yang
dapat menyebabkan dermattis kontak. Berdasarkan hasil tabulasi silang maka pekerja
yang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri yang tidak lengkap sebanyak 23 orang
yang mengalami dermatitis kontak dari 30 orang yang tidak menggunakan Alat
Pelindung Diri yang lengkap
. Pekerja yang menggunakan Alat Pelindung Diri yang lengkap mengalami
dermatitis sebanyak 4 orang, dan yang tidak mengalami dermatitis kontak sebanyak
16 orang. Pekerja yang mengalami dermatitis kontak meskipun sudah memakai Alat
Pelindung Diri yang lengkap sebanyak 4 orang disebabkan beberapa faktor, antara