PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU TERHADAP
SIFAT FISIS DAN MEKANIS BATAKO
SKRIPSI
NURWAHYU HIDAYATI
050801020
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS BATAKO
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
NURWAHYU HIDAYATI 050801020
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU
TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS BATAKO
Kategori : SKRIPSI
Nama : NURWAHYU HIDAYATI
Nomor Induk Mahasiswa : 050801020
Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA
Departemen : FISIKA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di Medan, Maret 2010
Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Fisika FMIPA USU
Ketua, Pembimbing,
(DR. Marhaposan Situmorang) (Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc) NIP : 195510301980131003 NIP : 195503171986011001
PERNYATAAN
PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS BATAKO
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Maret 2010
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, dengan limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Penambahan Abu Ampas
Tebu Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Batako”.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc selaku pembimbing pada penyelesaian skripsi ini yang telah memberikan panduan dan penuh kepercayaan kepada saya untuk menyempurnakan skripsi ini. Dan kepada seluruh Staf Balai Riset dan Standarisasi Industri Tanjung Morawa Medan, yang telah membimbing dan membantu saya dalam penelitian ini, saya ucapkan terimakasih. Ucapan terima kasih juga saya ajukan kepada Ketua dan Sekretaris Departemen Fisika FMIPA USU, DR. Marhaposan Situmorang dan Dra. Justinon, MS, Dekan dan Pembantu Dekan FMIPA USU. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada teman-teman saya Izkar, Wulan, Dian, Fitri, Shinta, Zul serta rekan-rekan fisika Stambuk 2005, terima kasih atas semangat dan motivasinya.
Akhirnya tidak terlupakan dan yang teristimewa kepada Ayahanda Chalil, Ibunda Rosidah, Adik saya Nurfazriyati, Pria terindah Briptu Bustanil Arifin, dan semua sanak keluarga. Terima kasih atas doa, dukungan, dan bantuan baik berupa moril maupun materil yang telah diberikan kepada saya selama ini. Semoga Allah SWT akan membalasnya.
ABSTRAK
THE INFLUENCE OF THE INCREASE IN BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ON THE PHYSICAL AND MECHANICAL CHARACTERISTICS
CONCRETE BLOCK
ABSTRACT
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan ii
Pernyataan iii
Penghargaan iv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang 1
1.2Batasan Masalah 3
1.3Tujuan Penelitian 3
1.4Manfaat Penelitian 3
1.5Tempat Penelitian 4
1.6Sistematika Penulisan 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batako 6
2.1.1 Jenis-jenis batako 8
2.1.1.1 Batako tras/putih 8
2.1.1.2 Batako semen 9
2.2 Semen 9
2.2.1 Jenis-jenis semen 9
2.2.1.1 Semen hidrolik 9
2.2.1.2 semen non-hidrolik 12
2.2.2 Sifat fisis semen 13
2.2.3 Sifat kimia semen 14
2.3 Agregat 15
2.3.1 Jenis-jenis agregat 15
2.3.1.1 Agregat kasar 15
2.3.1.2 Agregat halus 16
2.4 Air 17
2.5 Bahan tambah (Admixture) 17
2.5.1 Jenis bahan tambah 18
2.5.1.1 Bahan tambah kimia 18
2.5.1.2 Bahan tambah mineral 19
2.6 Karakteristik bahan 20
2.6.1 Sifat fisis 20
2.6.1.1 Penyerapan air 20
2.6.1.2 Densitas 20
2.6.2.1 Kuat tekan 21
2.6.2.2 Kekerasan 22
2.7 Tebu 22
2.8 Ampas tebu 24
2.8.1 Struktur ampas tebu 24
2.8.2 Karakteristik ampas tebu 25
2.9 Abu ampas tebu 25
2.9.1 Komposisi kimia abu ampas tebu 25
dengan metode difraksi sinar-X
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat dan bahan 28
3.1.1 Peralatan 28
3.1.2 Bahan 29
3.2 Diagram alir penelitian 30
3.3 Prosedur penelitian 31
3.3.1 Prosedur pembuatan sampel 31
3.3.1.1 Pengeringan 31
3.3.1.2 Pengayakan 31
3.3.1.3 Penimbangan 31
3.3.1.4 Pencampuran 32
3.3.1.5 Pembentukan sampel 32
3.3.1.6 Pengeringan 32
3.3.2 Prosedur pengujian sampel 32
3.3.3.1 Pengukuran penyerapan air 32
3.3.3.2 Pengukuran densitas 33
3.3.3.3 Pengujian kuat tekan 33
3.3.3.4 Pengujian kekerasan 34
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil penelitian 36
4.1.1 Pengukuran penyerapan air 36
4.1.2 Pengukuran densitas 37
4.1.3 Pengujian kuat tekan 39
4.1.4 Pengujian kekerasan 41
4.2 Pembahasan 42
4.2.1 Analisa XRD abu ampas tebu 42
4.2.2 Struktur mikro abu ampas tebu 43
4.2.3 Sifat fisis dan mekanis batako 44
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 46
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN A Variasi campuran bahan
LAMPIRAN B Gambar alat-alat percobaan
LAMPIRAN C Gambar bahan dan sampel batako
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Tabel 2.1 Persyaratan kuat tekan minimum batako pejal 7 sebagai bahan bangunan dinding menurut SNI-3-0349-1989
Tabel 2.2 Klasifikasi semen portland utama 10
Tabel 2.3 Persentase komposisi semen portland 11
Tabel 2.4 Struktur ampas tebu (Lacey,J. The 24
Microbicloby of the Bagasse of Sugar Cane- Proc. Of XVII Congress of ISSCT)
Tabel 2.5 Daftar puncak analisis XRD dan komposisi kimia abu ampas tebu 27 Tabel 4.1 Data hasil pengukuran penyerapan air batako 37
Tabel 4.2 Data hasil pengukuran densitas batako 38 Tabel 4.3 Data hasil pengujian kuat tekan batako 40
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 (a) Batako padat, (b) Batako berlubang 8 Gambar 2.2 Metode pengukuran kekerasan menurut brinell 22 Gambar 2.3 Pantulan sinar-X oleh bidang atom S1S1 26
dan S2S2 terpisah pada jarak d
Gambar 4.1 Pola analisis XRD abu ampas tebu 42
Gambar 4.2 Hasil SEM (Scanning Electron Microscope) 43 abu ampas tebu dengan perbesaran 4000 X
ABSTRAK
THE INFLUENCE OF THE INCREASE IN BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ON THE PHYSICAL AND MECHANICAL CHARACTERISTICS
CONCRETE BLOCK
ABSTRACT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Semakin meningkatnya kebutuhan gedung dan perumahan saat ini menyebabkan
kebutuhan akan bahan bangunan semakin meningkat pula. Seperti kita ketahui
bersama, kebutuhan masyarakat akan perumahan tidak pernah surut bahkan selalu
meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini dapat terlihat dari kenyataan bahwa perumahan
yang dibuat selalu laku terjual.dan bahan yang digunakan untuk bangunan itu sendiri
terdiri dari bahan-bahan atap, dinding dan lantai.
Salah satu masalah dilapangan saat ini yang perlu segera diatasi adalah
masalah kebutuhan batu bata sebagai bahan dinding perumahan dan efek kerusakan
lingkungan yang ditimbulkan. Kerusakan lahan pertanian yang disebabkan oleh
pembuatan batu bata itu sendiri dan kebutuhan yang semakin meningkat menjadikan
permintaan akan bahan bangunan juga semakin meningkat. Batako sebagai alternatif
pengganti batu bata diharapkan mampu mengatasi permasalahan tersebut. Batako
merupakan bahan bangunan yang berupa bata cetak alternatif pengganti batu bata.
Batako difokuskan sebagai konstruksi-konstruksi dinding bangunan non struktural,
yaitu sebagai dinding pengisi yang harus diperkuat dengan rangka yang terdiri dari
kolom dan balok beton bertulang yang dicor dalam lubang-lubang batako dan
perkuatan dipasang pada sudut-sudut, pertemuan dan persilangan.
Adapun salah satu permasalahan utama dalam menyediakan rumah di
Indonesia adalah tingginya biaya konstruksi bangunan dan lahan. Selama ini berbagai
penelitian sudah dilakukan tetapi masih belum ditemukan alternatif teknik konstruksi
tersebut dapat memberikan suatu alternatif untuk memanfaatkan limbah-limbah
industri yang dibiarkan begitu saja. Limbah industri untuk bahan campuran seperti
beton, batu bata, batako, dll ternyata mampu meningkatkan daya kuat tekan. Bahan
tambah tersebut dapat berupa abu terbang (fly ash), pozolan, abu sekam padi (rice
husk ash), abu ampas tebu (bagasse ash of sugar cane), dan jerami padi
(Wisnuwijanarko. 2008).
Pemanfaatan batako yang difokuskan dalam bangunan non struktural perlu
adanya peningkatan produk yang dihasilkan, baik dengan cara meningkatkan kualitas
bahan material batako sendiri maupun penambahan dengan bahan lain. Salah satu cara
yang dilakukan adalah dengan mencampur material dasar batako dengan abu ampas
tebu yang merupakan limbah industri dari sisa pengolahan tebu.
Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan teknologi, abu ampas tebu
yang dahulunya hanya digunakan sebagai abu gosok, sudah mulai dimanfaatkan
dalam industri bahan bangunan, seperti:
1. Di Mesir telah di adakan penelitian bahwa abu ampas tebu dapat
dimanfaatkan sebagai komponen penyusun dalam pembuatan keramik.
2. Telah dicobakan pemanfaatan abu ampas tebu sebagai campuran semen
dengan perbandingan 1 semen : 12 abu ampas tebu, dan ternyata memberi
hasil yang lebih kuat, ringan dan tahan terhadap kondisi agresif dan tentu
saja membutuhkan biaya yang lebih ekonomis.
Berdasarkan data dari Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI)
ampas tebu yang dihasilkan sebanyak 32% dari berat tebu giling. Pada musim giling
2006 lalu, data yang diperoleh dari Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi) menunjukkan
bahwa jumlah tebu yang digiling oleh 57 pabrik gula di Indonesia mencapai sekitar 30
juta ton, sehingga ampas tebu yang dihasilkan diperkirakan mencapai 9.640.000 ton.
Namun, sebanyak 60% dari ampas tebu tersebut dimanfaatkan oleh pabrik gula
sebagai bahan bakar, bahan baku untuk kertas, bahan baku industri kanvas rem,
industri jamur dan lain-lain. Oleh karena itu diperkirakan sebanyak 45 % dari ampas
Untuk memanfaatkan limbah industri dari sisa pengelolahan tebu, penulis
mencoba membuat batako dengan menambahkan abu ampas tebu sebagai bahan
pengganti sebagian pasir dengan bahan pengikatnya semen.
1.2Batasan Masalah
Adapun batasan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Mengamati senyawa kimia dan struktur mikro abu ampas tebu.
2. Menerangkan secara rinci pembuatan sampel batako menggunakan abu ampas
tebu.
3. Mengamati dan menganalisa bagaimana pengaruh penambahan abu ampas
tebu berdasarkan pengujian fisik dan mekanik sampel batako, yang meliputi:
- Uji penyerapan air - Uji kuat tekan
- Uji densitas - Uji kekerasan
1.3Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh terhadap sifat fisik dan mekanik masing-masing sampel
batako dengan penambahan abu ampas tebu yang divariasikan persentase
komposisinya.
2. Mengetahui senyawa kimia dan struktur mikro abu ampas tebu.
1.4Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai:
1. Alternatif lain dalam konstruksi bangunan untuk memanfaatkan limbah
industri pengelolahan tebu yang dibiarkan begitu saja, baik limbah ampas tebu
berasal dari pabrik gula tebu, sehingga biaya konstruksi bangunan dapat
menjadi lebih ekonomis.
2. Sumber informasi bahwa limbah ampas tebu yang kemudian dibakar menjadi
abu dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan batako,
sehingga dapat mengurangi limbah industri dari sisa pengelolahan tebu dan
memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai pengembangan dan
pemanfaatan limbah industri tersebut.
1.5Tempat Penelitian
Balai Riset dan Standarisasi Industri, Tanjung Morawa, Medan.
1.6Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan masing-masing bab adalah sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Bab ini mencakup latar belakang penelitian, batasan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, tempat penelitian dan
sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi tentang teori yang mendasari penelitian.
BAB III Metodologi Penelitian
Bab ini membahas tentang diagram alir penelitian, peralatan,
bahan-bahan, pembuatan sampel uji, dan pengujian sampel.
BAB IV Hasil dan pembahasan
Bab ini membahas tentang hasil penelitian dan menganalisis
BAB V Kesimpulan dan Saran
Menyimpulkan hasil-hasil ysng diperoleh dari penelitian dan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Bahan teknik adalah bahan-bahan yang digunakan pada struktur bangunan dan
mesin-mesin. Seperti kita ketahui bersama, bahan yang digunakan untuk bangunan terdiri
dari bahan-bahan atap, dinding dan lantai, bahan-bahan ini banyak dijumpai pada
berbagai kayu dan logam serta batu, bata, batako, dan beton (Jensen, A. &
Chenoweth,H. Harry. 1991). Salah satu bahan bangunan dalam pembuatan dinding
dan lantai adalah batako yang berupa bata cetak alternatif pengganti batu bata yang
tersusun dari komposisi pasir, semen dan air.
Batako
Batu batuan atau batu cetak yang tidak dibakar (batako) dari tras dan kapur,
kadang-kadang juga dengan sedikit semen portland, sudah mulai dikenal oleh masyarakat
sebagai bahan bangunan dan sudah pula dipakai untuk pembuatan rumah dan gedung
(Frick,Heinz. 1996). Batako merupakan bahan bangunan yang berupa bata cetak
alternatif pengganti batu bata. Batako difokuskan sebagai konstruksi-konstruksi
dinding bangunan non struktural.
Bentuk dari batako/batu cetak itu sendiri terdiri dari dua jenis, yaitu batu cetak
yang berlubang (hollow block) dan batu cetak yang tidak berlubang (solid block) serta
mempunyai ukuran yang bervariasi. Supribadi menyatakan bahwa batako adalah
dengan campuran semen, kapur, pasir dan ditambah air yang dalam keadaan pollen
(lekat) dicetak menjadi balok-balok dengan ukuran tertentu”. Menurut Persyaratan
Umum Bahan Bangunan di Indonesia (1982) pasal 6, “Batako adalah bata yang dibuat
dengan mencetak dan memelihara dalam kondisi lembab”. Menurut SNI
03-0349-1989, “Conblock (concrete block) atau batu cetak beton adalah komponen bangunan
yang dibuat dari campuran semen Portland atau pozolan, pasir, air dan atau tanpa
bahan tambahan lainnya (additive), dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi syarat
dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding”. Sedangkan Frick Heinz
dan Koesmartadi berpendapat bahwa: ” Batu-batuan yang tidak dibakar, dikenal
dengan nama batako (bata yang dibuat secara pemadatan dari trass, kapur, air)”.
Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan tentang pengertian
batako adalah salah satu bahan bangunan yang berupa batu-batuan yang
pengerasannya tidak dibakar dengan bahan pembentuk yang berupa campuran pasir,
semen, air dan dalam pembuatannya dapat ditambahkan dengan abu ampas tebu
sebagai bahan pengisi antara campuran tersebut atau bahan tambah lainnya (additive).
Kemudian dicetak melalui proses pemadatan sehingga menjadi bentuk balok-balok
dengan ukuran tertentu dan dimana proses pengerasannya tanpa melalui pembakaran
serta dalam pemeliharaannya ditempatkan pada tempat yang lembab atau tidak terkena
sinar matahari langsung atau hujan, tetapi dalam pembuatannya dicetak sedemikian
rupa hingga memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan
dinding (Wisnuwijanarko. 2008).
Berdasarkan SNI-3-0349-1989, persyaratan kuat tekan minimum batako pejal
sebagai bahan bangunan dinding dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Persyaratan kuat tekan minimum batako pejal sebagai bahan
bangunan dinding menurut SNI-3-0349-1989
Mutu Kuat tekan minimum (MPa)
I 9,7
II 6,7
III 3,7
Berdasarkan SNI 03-0349-1989 tentang bata beton (batako), persyaratan nilai
penyerapan air maksimum adalah 25% (Sumaryanto, D. Satyarno,I. &
Tjokrodimulyo,K. 2009).
2.1.1 Jenis-jenis batako
Berdasarkan bentuknya, batako digolongkan ke dalam dua kelompok utama:
(a) (b)
Gambar 2.1 (a) Batako padat, (b) Batako berlubang
Batako berlubang memiliki sifat penghantar panas yang lebih baik dari batako
padat dengan menggunakan bahan dan ketebalan yang sama. Batako berlubang
memiliki beberapa keunggulan dari batu bata, beratnya hanya 1/3 dari batu bata
dengan jumlah yang sama dan dapat disusun empat kali lebih cepat dan lebih kuat
untuk semua penggunaan yang biasanya menggunakan batu bata. Di samping itu
keunggulan lain batako berlubang adalah kedap panas dan suara.
Batako merupakan batu cetak yang tidak dibakar, berdasarkan bahan bakunya
batako dibedakan menjadi 2, yaitu: batako tras/putih dan batako semen.
2.1.1.1 Batako trass/putih
Batako putih terbuat dari campuran trass, batu kapur, dan air, sehingga sering
juga disebut batu cetak kapur trass. Trass merupakan jenis tanah yang berasal dari
lapukan batu-batu yang berasal dari gunung berapi, warnanya ada yang putih dan ada
juga yang putih kecokelatan. Ukuran batako trass yang biasa beredar di pasaran
2.1.1.2 Batako semen
Batako semen dibuat dari campuran semen dan pasir. Ukuran dan model lebih
beragam dibandingkan dengan batako putih. Batako ini biasanya menggunakan dua
lubang atau tiga lubang disisinya untuk diisi oleh adukan pengikat. Nama lain dari
batako semen adalah batako pres, yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu pres
mesin dan pres tangan. Secara kasat mata, perbedaan pres mesin dan tangan dapat
dilihat pada kepadatan permukaan batakonya. Di pasaran ukuran batako semen yang
biasa ditemui memiliki panjang 36cm–40cm, tinggi 18cm–20cm dan tebal 8cm–10cm
(Susanta,G. 2007).
2.2 Semen
Semen adalah suatu jenis bahan yang memiliki sifat adhesif dan kohesif yang
memungkinkan melekatnya fragmen-fragmen mineral menjadi suatu massa yang
padat (Wang, C. K. & Salmon, C. G. 1993). Semen juga merupakan bahan anorganik
yang mengeras pada pencampuran dengan air atau larutan garam (Surdia, T. & Saito,
S. 1999).
2.2.1 Jenis-jenis semen
Semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks, dengan campuran serta
susunan yang berbeda-beda. Semen dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:
2.2.1.1 Semen hidrolik
Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di
dalam air. Contoh semen hidrolik antara lain kapur hidrolik, semen pozollan, semen
terak, semen alam, semen portland, semen portland-pozollan, semen portland terak
tanur tinggi, semen alumina dan semen expansif. Contoh lainnya adalah semen
portland putih, semen warna dan semen-semen untuk keperluan khusus (Mulyono,T.
Semen yang umum dipergunakan untuk pembuatan batako adalah semen
portland dan semen portland pozollan yang merupakan jenis semen hidrolik yang
berfungsi untuk mengikat dan menyatukan agregat menjadi padat. Semen portland ini
diproduksi untuk pertama kalinya pada tahun 1824 oleh Joseph Aspdin, dengan
memanaskan suatu campuran tanah liat yang dihaluskan dengan batu kapur atau kapur
tulis dalam suatu dapur sehingga mencapai suatu suhu yang cukup tinggi untuk
menghilangkan gas asam karbon. Sebelum tahun 1845 Isaac Johnson membakar
bahan yang sama bersama-sama dalam suatu dapur atau pembakaran kapur sampai
melebur dan mengeras kembali, sehingga dihasilkan sejenis semen yang amat mirip
dan cocok dengan sifat kimia pokok dari portland semen modern (Murdock, L. J. &
Brook, K. M.. 1991). Semen portland dibuat dari semen hidrolis yang dihasilkan
secara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang
bersifat hidrolis ditambah dengan bahan yang mengatur waktu-ikat (umumnya gips).
Klinker semen portland dibuat dari batu kapur (CaCO3), tanah liat dan bahan dasar
berkadar besi (Sagel, R. & H. Kesuma,Gideon. 1997).
Adapun klasifikasi semen portland utama pada tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2 Klasifikasi semen portland utama
Tipe semen Sifat-sifat Penggunaan utama
Semen
penggunaan
umum
(Tipe I)
MgO, SO3, hilang pada pembakaran.
Kehalusan, pengesetan dan kekuatan
secara berturut-turut juga ditentukan.
Secara umum mempunyai sifat
umum dari semen.
Digunakan secara luas
sebagai semen umum
untuk teknik sipil dan
konstruksi arsitektur.
Ditentukan untuk mempunyai
Ca3SiO5 kurang dari 50% dan
Ca3Al2O6 kurang dari 8%. Kalor
hidrasi 70 kal/g atau kurang (7 hari)
dan 80 kal/g atau kurang (28 hari)
pada kondisi sedang. Peningkatan
dari kekuatan jangka panjang
diinginkan.
Secara umum dipakai
untuk beton masif yang
besar. Pekerjaan dasar
untuk bendungan,
jembatan besar dan
Semen
berkekuatan
tinggi awal
(Tipe III)
Mengandung Ca3SiO5 maksimum
dan gipsum secukupnya untuk
pengendalian pensetan. Kekuatan
awal (1 hari, 3 hari) diintensifkan
/ditentukan untuk mempunyai
kekuatan di atas 40 kg/cm2 selama penekanan 3 hari.
Menggantikan semen
penggunaan umum untuk
pekerjaan yang mendesak.
Cocok untuk pekerjaan di
musim dingin, konstruksi
bangunan, pekerjaan
pembuatan jalan dan
produk semen.
Semen panas
rendah
(Tipe IV)
Kalor hidrasi lebih rendah 10 kal/g
dari pada semen pengeras pada panas
sedang, ditentukan di bawah 60 kal/g
(7 hari) dan di bawah 70 kal/g (28
hari). Memberikan kalor hidrasi
minimum seperti semen untuk
pekerjaan bendungan.
Secara umum dipakai
untuk beton masif yang
besar. Pekerjaan dasar
untuk bendungan,
jembatan besar dan
bangunan-bangunan besar.
Semen tahan
sulfat
(Tipe V)
Ditentukan untuk mempunyai
Ca3SiO5 di bawah 50% dan Ca3Al2O6
di bawah 5%. Diusahakan agar kadar
Ca3Al2O6 minimum untuk
memperbesar ketahanan terhadap
sulfat.
Dipakai untuk pekerjaan
beton dalam tanah yang
mengandung banyak sulfat
dan yang berhubungan
dengan air tanah dan
pelapisan dari saluran air
dalam terowongan.
Komposisi kimia dari kelima jenis semen portland tersebut pada tabel 2.3 berikut.
Tabel 2.3 Persentase komposisi semen portland
Tipe Komposisi dalam persen (%)
Semen portland pozollan adalah campuran semen portland dan bahan-bahan
yang bersifat pozollan seperti terak tanur tinggi dan hasil residu PLTU, dimana
pozollan adalah sejenis bahan yang mengandung silisium atau aluminium, yang tidak
memiliki sifat penyemenan, butirannya halus dan dapat bereaksi dengan kalsium
hidroksida pada suhu ruang serta membentuk senyawa-senyawa yang mempunyai
sifat-sifat semen. Bahan yang mengandung pozollan adalah tras, semen merah, abu
terbang, dan bubukan terak tanur tinggi. Menurut (SK.SNI T-15-1990-03:2), semen
portland pozollan dihasilkan dengan mencampurkan bahan semen portland dan
pozollan (15-40% dari berat total campuran), dengan kandungan SiO2 + Al2O3 +
Fe2O3 dalam pozollan minimum 70% (Mulyono,T.,2004),
2.2.1.2 Semen non-hidrolik
Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan
tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non-hidrolik adalah kapur.
Kapur dihasilkan oleh proses kimia dan mekanis di alam. Kapur telah digunakan
selama berabad-abad lamanya sebagai bahan adukan dan plesteran untuk bangunan.
Jenis kapur yang baik adalah kapur putih, yaitu yang mengandung kalsium oksida
yang tinggi ketika masih berbentuk kapur tohor (belum berhubungan dengan air) dan
akan mengandung banyak kalsium hidroksida ketika telah berhubungan dengan air.
Kapur tersebut dihasilkan dengan membakar batu kapur atau kalsium karbonat
bersama beserta bahan-bahan pengotornya, yaitu magnesium, silikat, besi, alkali,
alumina dan belerang, sehingga kalsium karbonat terurai menjadi kalsium oksida dan
karbondioksida dengan reaksi kimia sebagai berikut:
CaCO3 CaO + CO2
Kalsium oksida yang terbentuk disebut kapur tohor, dan jika berhubungan
dengan air akan menjadi kalsium hidroksida serta panas. Reaksi kimianya adalah:
CaO + H2O Ca(OH)2 + panas
Proses ini dinamakan proses mematikan kapur (slaking) dan hasilnya yaitu
kalsium hidroksida, sering disebut sebagai kapur mati. Selanjutnya proses pengerasan
berlangsung akibat reaksi karbondioksida dari udara dengan kapur mati. Reaksinya
adalah sebagai berikut:
Dari reaksi kimia di atas terlihat bahwa akan terbentuk kembali kristal-kristal
kalsium karbonat, sering disebut sebagai kapur putih. Kapur putih ini cocok untuk
menjernihkan plesteran langit-langit, untuk mengapur kamar-kamar yang tidak
penting dan garasi, atau untuk membasmi kutu-kutu dalam kandang. Kapur putih
merupakan komponen utama dari bata yang terbuat dari pasir dan kapur. Kekuatan
kapur sebagai bahan pengikat hanya dapat mencapai sepertiga kekuatan semen
portland (Mulyono, T. 2004).
2.2.2 Sifat fisis semen
Sifat–sifat fisis semen adalah :
1. Kehalusan butir
Kehalusan butir semen mempengaruhi proses hidrasi. Kehalusan butir semen
yang tinggi dapat mengurangi naiknya air ke permukaan, tetapi menambah
kecenderungan beton untuk menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya
retak susut. Untuk mengukur kehalusan butir semen digunakan “Turbiditer” dari
Wagner atau “Air Permeability” dari Blaine (Mulyono,T. 2004).
2. Waktu pengikatan
Waktu pengikatan adalah waktu yang dibutuhkan semen untuk mencapai
keadaan kaku tahap pertama dan cukup kuat untuk menerima tekanan.
Adapun yang mempengaruhi waktu pengikatan adalah :
- kehalusan semen
- faktor air-semen
- temperatur.
Faktor air semen (F.A.S) adalah perbandingan antara berat air dan berat
F.A.S =
semen berat
air berat
Faktor air semen yang rendah (kadar air sedikit) menyebabkan air di antara
bagian-bagian semen sedikit, sehingga jarak antara butiran-butiran semen menjadi
pendek.Oleh karena itu kekuatan awal lebih dipengaruhi dan akhirnya batuan-semen
mencapai kepadatan tinggi (Sagel, R. & H. Kesuma,Gideon. 1997).
Perbandingan air semen menentukan kekuatan beton atau batako. Air yang
berlebihan hanya akan mengambil tempat dan menghambat ikatan, karena air yang
berlebihan tersebut tidak turut reaksi hidrasi. Bila air yang berlebihan tersebut
menguap, retak halus akan tertinggal. Oleh karena itu perbandingan air semen dibuat
serendah mungkin. Meskipun demikian air harus cukup, agar beton mudah dicor, dan
dapat mengisi ruangan tanpa kekosongan (Vlack,V. 1981).
3. Kepadatan (density)
Massa jenis semen yang disyaratkan oleh ASTM adalah 3,15 g/cm3. Pada kenyataannya massa jenis semen yang diproduksi berkisar antara 3,05 g/cm3 sampai 3,25 g/cm3. Variasi ini akan berpengaruh pada proporsi campuran semen dalam campuran. Pengujian massa jenis dapat dilakukan menggunakan Le Chatelier Flask
menurut standar ASTM C-188 (Mulyono,T. 2004).
2.2.3 Sifat kimia semen
Semen mengandung Trikalsium Silikat (3CaO.SiO2) yang disingkat C3S dan
Dikalsium Silikat (2CaO.SiO2) yang disingkat C2S sebesar 70–80 %. Unsur-unsur ini
merupakan unsur paling dominan dalam memberikan sifat semen. C3S mulai
berhidrasi bila semen terkena air secara eksotermis, berpengaruh besar terhadap
pengerasan semen, terutama sebelum mencapai umur 14 hari dan membutuhkan air
24% dari beratnya. C2S bereaksi dengan air lebih lambat dan hanya berpengaruh
terhadap pengerasan semen setelah 7 hari dan memberikan kekuatan akhir. Unsur ini
pengeringan dan membutuhkan air 21% dari beratnya. Trikalsium Aluminat
(3CaO.Al2O3) yang disingkat C3A berhidrasi secara eksotermis, bereaksi secara cepat
dan memberikan kekuatan sesudah 24 jam dan membutuhkan air 40% dari beratnya.
Semen yang mengandung unsur ini lebih dari 10%, kurang tahan terhadap serangan
sulfat. Sedangkan Tetrakalsium Aluminoferrit (4CaO.Al2O3.Fe2O3) yang disingkat
C4AF kurang begitu besar pengaruhnya terhadap pengerasan beton ataupun batako
(Mulyono,T. 2004).
2.3 Agregat
Agregat merupakan komponen beton ataupun batako yang paling berperan dalam
menentukan besarnya. Agregat pada beton ataupun batako biasanya terdapat sekitar
60% sampai 80% volume agregat. Agregat ini harus bergradasi sedemikian rupa
sehingga seluruh massa beton ataupun massa batako dapat berfungsi sebagai benda
yang utuh, homogen dan rapat, dimana agregat yang berukuran kecil berfungsi
sebagai pengisi celah yang ada di antara agregat yang berukuran besar. Karena agregat
merupakan bahan yang terbanyak di dalam pembuatan beton ataupun batako, maka
semakin banyak persen agregat dalam campuran akan semakin murah harga beton
ataupun batako. Agregat yang baik seharusnya mempunyai sifat, seperti: keras dan
kuat, bersih, tahan lama, massa jenis tinggi, butir bulat dan distribusi ukuran butir
yang cocok.
2.3.1 Jenis-jenis agregat
Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat kasar dan agregat halus.
2.3.1.1 Agregat kasar
Agregat disebut agregat kasar apabila ukurannya sudah melebihi ¼ in.(6 mm).
Sifat agregat kasar mempengaruhi kekuatan akhir beton keras dan daya tahannya
mineral ini harus bersih dari bahan-bahan organik dan harus mempunyai ikatan yang
baik dengan gel semen. Jenis agregat agregat kasar yang umum adalah:
1. Batu pecah alami. Bahan ini diperoleh dari cadas atau batu pecah alami yang
digali. Batu ini dapat berasal dari gunung berapi, jenis sedimen, atau jenis
metamorf. Meskipun dapat menghasilkan kekuatan yang tinggi terhadap beton,
batu pecah kurang memberikan kemudahan pengerjaan dan pengecoran
dibandingkan dengan jenis agregat kasar lainnya.
2. Kerikil alami. Kerikil diperoleh dari proses alami, yaitu dari pengikisan tepi
maupun dasar sungai oleh air sungai yang mengalir. Kerikil memberikan kekuatan
yang lebih rendah daripada batu pecah, tetapi memberikan kemudahan pengerjaan
yang lebih tinggi (Nawy, E. G. 1990).
2.3.1.2 Agregat halus
Agregat yang digunakan dalam pembuatan batako adalah agregat halus yang
berupa pasir. Agregat halus yang baik harus bebas dari bahan organik, lempung atau
bahan-bahan lain yang dapat merusak campuran beton ataupun batako. Pasir
merupakan bahan pengisi yang digunakan dengan semen untuk membuat adukan.
Selain itu juga pasir berpengaruh terhadap sifat tahan susut, keretakan dan kekerasan
pada batako atau produk bahan bangunan campuran semen lainnya. Adapun
komposisi senyawa kimia yang terkandung dalam pasir adalah: 90,30% SiO2, 0,58%
Fe2O3, 2,03% Al2O3, 4,47% K2O, 0,73% CaO, 0,27% TiO2 dan 0,02% MgO
(Sulistiyono. E. 2005).
Variasi ukuran dalam suatu campuran harus mempunyai gradasi yang baik,
yang sesuai dengan standard analisis saringan dari ASTM (American Society of
Testing and Materials), dimana agregat halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4,80
mm (4,75 mm). Pasir yang digunakan dalam campuran beton ataupun batako jika
dilihat dari sumbernya dapat berasal dari sungai ataupun dari galian tambang (quarry).
Umumnya pasir yang digali dari dasar sungai cocok digunakan untuk pembuatan
batako. Pasir ini terbentuk ketika batu-batu dibawa arus sungai dari sumber air ke
campuran untuk pembuatan beton bertulang harus memenuhi syarat–syarat sebagai
berikut:
1. Pasir harus terdiri dari butir-butir kasar, tajam dan keras.
2. Pasir harus mempunyai kekerasan yang sama.
3.Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5 %, apabila lebih dari 5%
maka agregat tersebut harus dicuci dulu sebelum digunakan. Adapun yang dimaksud
lumpur adalah bagian butir yang melewati ayakan 0,063 mm.
4. Pasir harus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak.
5. Pasir harus tidak mudah terpengaruh oleh perubahan cuaca.
6. Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai agregat untuk beton.
2.4 Air
Air diperlukan pada pembuatan batako untuk memicu proses kimiawi semen,
membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan batako. Air yang
dapat diminum umumnya dapat digunakan sebagai campuran batako. Air yang
mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya, yang tercemar garam, minyak, gula,
atau bahan kimia lainnya, bila dipakai dalam campuran batako akan menurunkan
kualitas batako, bahkan dapat mengubah sifat-sifat batako yang dihasilkan
(Mulyono,T. 2004).
Air yang digunakan untuk campuran batako harus bersih, tidak boleh
mengandung minyak, asam, alkali, zat organis atau bahan lainnya yang dapat merusak
batako atau tulangan. Sebaiknya dipakai air tawar yang dapat diminum. Air yang
digunakan dalam pembuatan beton pra-tekan dan beton yang akan ditanami logam
aluminium (termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat) tidak boleh
mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan (Mulyono,T. 2004). Air
yang keruh sebelum digunakan harus diendapkan selama minimal 24 jam atau jika
dapat disaring terlebih dahulu.
Dalam proses pembuatan beton ataupun batako, air mempunyai fungsi sebagai
1. Agar terjadi hidrasi, yaitu reaksi kimia antara semen dan air yang
menyebabkan campuran air semen menjadi keras setelah lewat beberapa
waktu tertentu.
2. Sebagai pelicin campuran kerikil, pasir, dan semen agar memudahkan
pekerjaan.
3. Untuk merawat beton ataupun batako selama pengerasan.
2.5 Bahan tambah (Admixture)
Admixture atau bahan tambah didefenisikan dalam Standard Defenitions of
Terminology Relating to Concrete and Concrete Aggregates (ASTM C.125-1995:61)
dan dalam Cement and Concrete Terminology (ACI SP-19) sebagai material selain
air, agregat dan semen hidrolik yang dicampurkan dalam beton, batako atau mortar
yang ditambahkan sebelum atau selama pengadukan berlangsung. Bahan tambah
digunakan untuk memodifikasi sifat dan karakteristik dari beton misalnya untuk dapat
dengan mudah dikerjakan, penghematan atau untuk tujuan lain seperti penghematan
energi. Dalam penelitian ini dipergunakan abu ampas tebu sebagai bahan tambah
dalam pembuatan batako.
2.5.1 Jenis bahan tambah
Secara umum bahan tambah yang digunakan dalam beton ataupun batako dapat
dibedakan menjadi dua yaitu bahan tambah yang bersifat kimiawi (chemical
admixture) dan bahan tambah yang bersifat mineral (additive).
2.5.1.1 Bahan tambah kimia
Menurut standar ASTM. C.494 (1995: .254) dan Pedoman Beton 1989
SKBI.1.4.53.1989 (Ulasan Pedoman Beton 1989: 29), jenis bahan tambah kimia
1. Water-Reducing Admixtures
Water-Reducing Admixtures adalah bahan tambah yang mengurangi air
pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu.
Komposisi dari campuran bahan tambah ini diklasifikasikan secara umum menjadi 5
kelas:
a. Asam lignosulfonic dan kandungan garam-garam.
b. Modifikasi dan turunan asam lignosulfonic dan kandungan garam-garam.
c. Hydroxylated carboxylic acids dan kandungan garamnya.
d. Modifikasi hydroxylated carboxylic acids dan kandungan garamnya.
e. Material lain seperti:
- Material inorganik seperti seng, garam-garam, barak, fosfat, dan klorida.
- Asam amino dan turunannya.
- Karbohidrat, polisakarin dan gula asam.
- Campuran polimer, seperti eter, turunan melamic, naptan, silikon, dan
hidrokarbon-sulfat.
2. Accelerating Admixtures
Accelerating Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi untuk
mempercepat pengikatan dan pengembangan kekuatan awal beton. Bahan ini
digunakan untuk mengurangi lamanya waktu pengeringan (hidrasi) dan mempercepat
pencapaian kekuatan pada beton. Bahan tambah ini diantaranya yaitu kalsium klorida,
senyawa-senyawa garam seperti klorida, bromida, karbonat, silikat dan terkadang
senyawa organik lainnya, seperti tri-etanolamin.
3. Water Reducing, High Range Admixtures
Water Reducing, High Range Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi
untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton
dengan konsistensi tertentu, sebanyak 12% atau lebih. Jenis bahan tambah ini berupa
plasticizer, yang terdiri dari sulfonat melamin formaldehid, sulfonat nafthalin
4. Water Reducing, High Range Retarding Admixtures
Water Reducing, High Range Retarding Admixtures adalah bahan tambah
yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk
menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak 12% atau lebih dan juga
untuk menghambat pengikatan beton. Jenis bahan tambah ini berupa gabungan
superplasticizer, yang dibuat dari sulfonat organik (Mulyono,T.,2004).
2.5.1.2 Bahan tambah mineral
Bahan tambah mineral (Additive) merupakan bahan tambah yang
dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja beton ataupun batako. Pada saat ini, bahan
tambah mineral ini lebih banyak digunakan untuk memperbaiki kinerja tekan beton
ataupun batako, sehingga bahan tambah mineral ini cenderung bersifat penyemenan.
Beberapa bahan tambah mineral ini adalah pozollan, fly ash, slag, dan silica fume.
Beberapa keuntungan penggunaan bahan tambah mineral ini antara lain:
1. Memperbaiki kemudahan dalam pengerjaan beton.
2. Mengurangi panas hidrasi
3. Mengurangi biaya pekerjaan beton
4. Mempertinggi daya tahan terhadap serangan sulfat
5. Mempertinggi daya tahan terhadap serangan reaksi alkali-silika
6. Mempertinggi kekuatan tekan beton
7. Mempertinggi keawetan beton
8. Mengurangi penyusutan
9. Mengurangi porositas dan daya serap air dalam beton.
2.6 Karakteristik bahan
2.6.1 Sifat fisis
2.6.1.1 Penyerapan air
Besar kecilnya penyerapan air oleh batako sangat dipengaruhi oleh pori-pori
terkandung dalam batako maka akan semakin besar pula penyerapan air sehingga
ketahanannya akan berkurang. Rongga (pori-pori) yang terdapat pada batako terjadi
karena kurang tepatnya kualitas dan komposisi material penyusunnya. Pengaruh rasio
yang terlalu besar dapat menyebabkan rongga, karena terdapat air yang tidak bereaksi
dan kemudian menguap dan meninggalkan rongga (Sipayung. M. 1995).
Persentase penyerapan air dirumuskan sebagai berikut:
%
Densitas adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin
tinggi densitas (massa jenis) suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap
volumenya. Semakin besar densitas yang terdapat pada suatu benda maka semakin
rendah porositasnya (Maria, R. 2009).
Untuk menghitung besarnya densitas dipergunakan persamaan matematis
2.6.2 Sifat mekanis
2.6.2.1 Kuat tekan
Kuat tekan (Compressive strength) suatu bahan merupakan perbandingan
besarnya beban maksimum yang dapat ditahan dengan luas penampang bahan yang
mengalami gaya tersebut (Maria, R. 2009).
Untuk menghitung besarnya kuat tekan dipergunakan persamaan matematis
berikut:
A P
fc = ... (2.3)
Dengan:
fc = Kuat tekan (MPa)
P = Beban maksimum (N)
A = Luas penampang bahan (m2)
Tekanan adalah suatu kuantitas skalar. Satuan dalam sistem internasional dari
tekanan adalah Pascal, yang disingkat Pa, dimana 1 Pa = 1 N/m2 (Halliday & Resnick. 1992).
2.6.2.2 Kekerasan
Kekerasan adalah tahanan yang diberikan oleh bahan terhadap penekanan ke
dalam yang tetap, disebabkan oleh benda tekan yang berbentuk tertentu karena
pengaruh gaya tertentu. Penekanan kecil (atau tidak dalam) menunjukkan kekerasan
yang besar. Dalam penelitian ini dipergunakan metode kekerasan brinell, karena
metode ini sangat cocok untuk mengukur bahan-bahan yang tidak homogen.
Pada metoda menurut brinel, sebuah peluru baja yang dikeraskan ditekankan
Bidang Pendukung Gaya desakan
Penekan
Benda Uji d
Gambar 2.2 Metode pengukuran kekerasan menurut brinell
Benda uji tersebut harus didukung secara merata oleh bidang pendukung yang
cukup tebal, sebab kalau tidak demikian, kekerasan bidang pendukung tersebut ikut
terukur (Van Vliet,G.L.J.,1984).
2.7 Tebu
Tebu (Saccharum officinarum) adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula.
Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk
jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai
kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan
Sumatra (Anwar. S. 2008).
Tebu merupakan salah satu tanaman pengumpul silikon (Si) yaitu tanaman
yang serapan Si-nya melebihi serapannya terhadap air. Selama pertumbuhan (1 tahun),
tebu menyerap Si sekitar 500-700 kg per ha lebih tinggi dibanding unsur-unsur
lainnya. Sebagai pembanding, dalam kurun waktu yang sama tebu menyerap antara
100-300 kg K, 40-80 kg P, dan 50-500 kg N per ha (Yukamgo, E. dan Yuwono, N. W.
2007).
Adapun varietas tebu terbagi beberapa jenis dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Tebu ratu/raja adalah tebu yang paling besar ukurannya, batangnya kuat berwarna
kekuningan dan banyak mengandung air. Diameter batang dapat mencapai + 6 cm.
2. Tebu tiying adalah tebu yang kulit batangnya keras dan kaku menyerupai
tiying/bambu. Batang berwarna agak kuning, diameter batang 3-5 cm, panjang
3. Tebu kuning/arjuna adalah tebu yang menyerupai tebu tiying batangnya berwarna
kuning mulus, licin, airnya banyak, dan rasanya paling manis.
4. Tebu tawar/tabah adalah tebu yang perawakannya mirip dengan tebu tiying
dengan kulit batang berwarna kuning kehijauan. Batang mengandung banyak air
dan rasanya tawar/tabah/blangsah.
5. Tebu swat adalah tebu yang mirip dengan tebu kuning, namun pada ruas terdapat
garis-garis hijau memanjang (swat/garis) dan rasanya kurang manis.
6. Tebu selem (ireng/hitam/cemeng) adalah tebu yang kulit batangnya berwarna
coklat kehitaman. Diameter batang 2-4 cm, tinggi 4-5 m. Perawakannya besar
mirip tebu ratu. Batangnya banyak mengandung air dan rasanya kurang manis.
7. Tebu malem adalah tebu yang mirip dengan tebu ratu, hanya saja ruas batangnya
lebih pendek, lebih keras, kadar airnya lebih sedikit dan lebih manis.
8. Tebu salah adalah tebu yang perawakannya mirip gelagah (Saccharum
spontaneum). Batang berwarna kuning keputihan, berdiameter 2-3,5 cm dan
panjang ruas 7-11 cm. Kadar airnya lebih banyak dan rasanya lebih manis.
2.8 Ampas tebu
Ampas tebu (bagasse of sugar cane) adalah campuran dari serat yang kuat, dengan
jaringan parenkim yang lembut, yang mempunyai tingkat higroskopis yang tinggi,
dihasilkan melalui penggilingan tebu. Pada proses penggilingan tebu, terdapat 5 kali
proses penggilingan dari batang tebu, dimana pada hasil penggilingan pertama dan
kedua dihasilkan nira mentah yang berwarna kuning kecoklatan, kemudian pada
proses penggilingan ketiga, keempat dan kelima menghasilkan nira dengan volume
yang berbeda-beda. Setelah gilingan terakhir menghasilkan ampas tebu kering. Pada
proses penggilingan awal yaitu proses penggilingan pertama dan kedua dihasilkan
ampas tebu basah. Hasil dari ampas tebu gilingan kedua ditambahkan susu kapur
(3Be) yang berfungsi sebagai senyawa yang menyerap nira dari serat ampas tebu
sehingga pada penggilingan ketiga nira masih dapat diserap meskipun volumenya
lebih sedikit dari hasil gilingan kedua. Penambahan senyawa ini dilakukan pada
sedikit nira dalam ampas tebu, semakin banyak susu kapur (3Be) yang ditambahkan
(Wibowo, F. X. N. Hatmoko, J. T. & Wigroho, H. Y. 2006).
2.8.1 Struktur ampas tebu
Adapun struktur pembentuk serat ampas tebu terdiri dari Cellulosa, Hemicellulosa,
Pentosans dan Lignin yang komposisinya pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Struktur ampas tebu (Lacey,J. The Microbicloby of the Bagasse of
Sugar Cane- Proc. Of XVII Congress of ISSCT)
No Komponen % Berat Kering
1 Cellulosa 26% - 43%
2 Hemicellulosa 17% - 23%
3 Pentosans 20% - 33%
4 Lignin 13% - 22%
Melihat komposisi ampas tebu pada tabel 2.4, serat ampas tebu memiliki
kandungan cellulosa paling banyak dan cellulosa adalah kandungan yang mengandung
gula.
2.8.2 Karakteristik ampas tebu
Ampas tebu mempunyai rapat total (bulk density) sekitar 0,125 gr/cm3, kandungan kelembaban (moisture content) sekitar 48% menurut Hugot (HandBook of cane Sugar
Engineering, 1986). Nilai diatas diambil dari penelitian terhadap ampas tebu basah.
Ampas tebu basah mempunyai kapasitas kalor dalam jumlah yang besar.
Ampas tebu mempunyai berbagai macam kegunaan, dibeberapa negara limbah
pabrik tersebut untuk keperluan diberbagai bidang industri, misalnya ampas tebu
dibuat menjadi plastik, kertas serta dapat dibuat papan partisi. Pada umumnya, pabrik
bersangkutan, setelah ampas tebu tersebut mengalami pengeringan (Wibowo, F. X. N.
Hatmoko, J. T. & Wigroho, H. Y. 2006).
2.9 Abu ampas tebu
Abu ampas tebu (bagasse ash of sugar cane) adalah hasil perubahan secara kimiawi
dari pembakaran ampas tebu, terdiri atas garam-garam inorganik. Pada saat ampas
tebu dibakar pada boiler, perubahan menjadi arang (klinker) dengan perubahan warna
menjadi warna yang cerah keunguan (Wibowo, F. X. N. Hatmoko, J. T. & Wigroho,
H. Y. 2006).
2.9.1 Komposisi kimia abu ampas tebu dengan metode difraksi sinar-X
Difraksi sinar-X adalah sebuah alat yang sangat ampuh untuk mempelajari susunan
atom-atom di dalam kristal. Untuk melakukan hal tersebut secara kuantitatif
mengharuskan bahwa gelombang sinar-x diketahui (Halliday & Resnick. 1992).
Sinar-X yang dipantulkan, dibiaskan dan diteruskan apabila melalui suatu
bahan. Andaikan garis-garis S1S1, S2S2 dan S3S3 seperti gambar 2.3, mewakili
bidang-bidang atom yang sejajar dengan permukaan hablur dan dipisah satu sama lain pada
jarak d. Andaikan garis-garis AB dan A’B’ mewakili lintasan alur sinar-X pada
panjang gelombang yang menuju ke bidang-bidang hablur pada sudut θ terhadap
bidang dan masing-masing dipantulkan dalam arah BC dan B’C’. Supaya gelombang
dari B’ dapat menguatkan gelombang yang dipantulkan dari B di CC’ , kedua
gelombang mestilah sefasa. Dengan kata lain, beda lintasan antara gelombang A’B’C’
terhadap gelombang ABC mestilah merupakan kelipatan bulat panjang gelombang
Gambar 2.3: Pantulan sinar-X oleh bidang atom S1S1
dan S2S2 terpisah pada jarak d
(A’B’ + B’C’) – (AB + BC) = nλ ………. (2.4) Oleh sebab DB’ = B’E = d sin θ , maka syarat di atas dipenuhi apabila:
2d sin θ = nλ ………… (2.5)
Persamaan (2.5) dinamakan sebagai syarat Bragg dan sudut θ dikenal sebagai sudut Bragg untuk penyinaran sinar-X oleh bidang-bidang atom hablur yang dipisahkan
pada jarak d dan n = 1,2,3,……
Berdasarkan analisis difraksi sinar-X (XRD) pada abu ampas tebu, diperoleh
tabel 2.5.
Tabel 2.5 Daftar puncak analisis XRD dan komposisi kimia abu ampas tebu
Posisi (2θ) Intensitas relatif (%)
Jarak antar
kisi (d)
(Å)
Nama kimia Rumus kimia
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat dan bahan
3.1.1 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, yaitu:
1. Ayakan 100 Mesh
Berfungsi untuk pembutiran pasir dan abu ampas tebu.
2. Neraca analitik
Berfungsi untuk menimbang bahan.
3. Pengaduk (Mixer)
Berfungsi mengaduk semua bahan agar homogen.
4. Cetakan (Silinder berdiameter 50 mm)
Berfungsi sebagai tempat mencetak batako.
5. Pengepresan (150 Kg.f)
Berfungsi memadatkan campuran bahan pembentuk batako sehingga menjadi
bentuk silinder dan balok.
6. Universal Testing Machine (UTM)
Berfungsi menguji kekuatan tekan sampel batako.
7. Jangka sorong
Berfungsi mengukur diameter dan tebal sampel batako.
8. Equotip hardness tester zurich switzerland SN 716-0915
3.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi:
1. Semen portland pozollan
2. Pasir sungai
3. Abu ampas tebu
3.2 Diagram alir penelitian
Sampel:
Ampas tebu dijemur pada panas matahari hingga kering
Abu ampas tebu (AAT) diayak dengan ayakan 100 Mesh
Pencetakan
Beban pengepresan (1470 N/m2)
Pengeringan pada suhu ruangan (270C)
Pengujian sampel
Densitas Kuat tekan Penyerapan air
Data
Analisa data
Ampas tebu dibakar dengan suhu 2000C
Kekerasan
Diskusi
Abu ampas tebu + pasir + semen + air
Perbandingan semen : pasir : air = 1 : 4 : 0,5 dan komposisi AAT 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% dari massa pasir
3.3 Prosedur penelitian
3.3.1 Prosedur pembuatan sampel
3.3.1.1 Pengeringan
Ampas tebu dijemur di bawah sinar matahari hingga kering sampai kadar air
yang terkandung dalam ampas tebu tersebut hilang. Hal ini bertujuan untuk
memudahkan dalam melakukan pembakaran ampas tebu dan pembakaran ampas tebu
dilakukan dengan suhu 2000C.
3.3.1.2 Pengayakan
Abu ampas tebu di ayak menggunakan alat dengan jenis Retsch Tests Sieve A
Stmell 149 micron (gambar alat terlampir). Hasil pengayakan berupa serbuk halus 100
mesh.
3.3.1.3Penimbangan
Semua bahan ditimbang dengan menggunakan neraca analitis (gambar alat
terlampir). Perbandingan semen, agregat (pasir + abu ampas tebu) dan air adalah 1 : 4
: 0,5. Masing-masing bahan ditimbang sesuai dengan perbandingan persentase
komposisi yang divariasikan, yaitu semen dengan variasi komposisi tetap 20%, pasir
80%, dan abu ampas tebu dengan komposisi 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50%
yang massanya diambil dari massa pasir dengan cara mengurangi massa pasir sebesar
komposisi abu ampas tebu tersebut.
3.3.1.4Pencampuran
Pencampuran dilakukan untuk masing-masing komposisi menggunakan mixer
(gambar alat terlampir), yaitu semen + pasir + abu ampas tebu diaduk sampai
homogen dan ditambahkan air, kemudian diaduk lagi sampai campuran homogen
3.3.1.5Pembentukan sampel
Campuran yang sudah diaduk dan merata, dimasukkan ke dalam cetakan yang
berbentuk silinder (berdiameter 50 mm), dan dipadatkan dengan beban pengepresan
sebesar 150 Kg.f (gambar alat terlampir), kemudian dikeluarkan sampel batako dari
cetakan tersebut.
3.3.1.6Pengeringan
Pengeringan dilakukan di tempat yang temperaturnya rendah atau pada suhu
ruangan (27°C) dan terhindar dari sinar matahari karena penguapan rendah,
kelembaban menjadi rendah, dengan demikian dapat mengurangi kecepatan
menguapnya air dari permukaan karena jika kecepatan pengeringan terlalu tinggi akan
mengakibatkan sampel batako menjadi retak-retak. Pengeringan dilakukan selama 28
hari, kemudian dilakukan pengujian fisis dan mekanis.
3.3.2 Prosedur pengujian sampel
3.3.2.1 Pengukuran penyerapan air
Pengukuran penyerapan air terhadap sampel batako ini dilakukan setelah
batako dikeringkan selama 28 hari. Pengukuran penyerapan air (water absorbtion)
menggunakan sampel batako berbentuk silinder. Jumlah sampel batako yang diukur
terdiri dari: 3 buah sampel batako tanpa abu ampas tebu (20% semen dengan 80%
pasir), 3 buah sampel batako dengan campuran 10% abu ampas tebu, 3 buah sampel
batako dengan campuran 20% abu ampas tebu, 3 buah sampel batako dengan
campuran 30% abu ampas tebu, 3 buah sampel batako dengan campuran 40% abu
ampas tebu, dan 3 buah sampel batako dengan campuran 50% abu ampas tebu, yang
massanya masing-masing diambil dari massa pasir dengan cara mengurangi massa
pasir sebesar komposisi abu ampas tebu tersebut, sehingga komposisi abu ampas tebu
menjadi 8%, 16%, 24%, 32% dan 40%. Perhitungannya dapat ditentukan
Cara pengujian:
1. Sampel ditimbang massanya (mk).
2. Sampel direndam dalam air selama 24 jam.
3. Sampel diangkat dari rendaman, setelah permukaan sampel kering ditimbang
massanya (mb).
3.3.2.2 Pengukuran densitas
Pengukuran densitas terhadap sampel batako ini dilakukan setelah batako
dikeringkan selama 28 hari. Pengukuran densitas menggunakan sampel batako
berbentuk silinder. Jumlah sampel batako yang diukur terdiri dari: 3 buah sampel
batako tanpa abu ampas tebu (20% semen dengan 80% pasir), 3 buah sampel batako
dengan campuran 10% abu ampas tebu, 3 buah sampel batako dengan campuran 20%
abu ampas tebu, 3 buah sampel batako dengan campuran 30% abu ampas tebu, 3 buah
sampel batako dengan campuran 40% abu ampas tebu, dan 3 buah sampel batako
dengan campuran 50% abu ampas tebu, yang massanya masing-masing diambil dari
massa pasir dengan cara mengurangi massa pasir sebesar komposisi abu ampas tebu
tersebut, sehingga komposisi abu ampas tebu menjadi 8%, 16%, 24%, 32% dan 40%.
Perhitungannya dapat ditentukan menggunakan persamaan (2.2).
Cara Pengujian:
Sampel diukur diameternya (d) dan tebalnya (t), kemudian ditimbang massanya (m).
3.3.2.3 Pengujian kuat tekan
Pengujian kuat tekan terhadap sampel batako dilakukan setelah batako
dikeringkan selama 28 hari. Pengujian kuat tekan menggunakan benda uji berbentuk
silinder. Pengujian kuat tekan dilakukan dengan menggunakan alat Universal Testing
terdiri dari: 3 buah sampel batako tanpa abu ampas tebu (20% semen dengan 80%
pasir), 3 buah sampel batako dengan campuran 10% abu ampas tebu, 3 buah sampel
batako dengan campuran 20% abu ampas tebu, 3 buah sampel batako dengan
campuran 30% abu ampas tebu, 3 buah sampel batako dengan campuran 40% abu
ampas tebu, dan 3 buah sampel batako dengan campuran 50% abu ampas tebu, yang
massanya masing-masing diambil dari massa pasir dengan cara mengurangi massa
pasir sebesar komposisi abu ampas tebu tersebut, sehingga komposisi abu ampas tebu
menjadi 8%, 16%, 24%, 32% dan 40%. Perhitungannya dapat ditentukan
menggunakan persamaan (2.3).
Cara pengujian:
1. Sampel yang akan diuji diukur diameternya (d).
2. Sampel diletakkan di atas bentangan penumpu dan tepat berada di tengah di
bawah penekan.
3. Jarum penunjuk pada alat UTM tersebut diatur sehingga menunjukkan angka
nol.
4. Alat dihidupkan, kemudian setelah sampel hancur, dicatat angka yang
ditunjukkan pada alat sebagai nilai P.
3.3.2.4 Pengujian kekerasan
Pengujian kekerasan terhadap sampel batako dilakukan setelah batako
dikeringkan selama 28 hari. Pengujian kekerasan menggunakan benda uji berbentuk
silinder. Pengujian kekerasan dilakukan dengan menggunakan alat Equotip hardness
tester zurich switzerland SN 716-0915 (gambar alat terlampir). Jumlah sampel batako
yang diuji terdiri dari: 3 buah sampel batako normal (20% semen dengan 80% pasir),
3 buah sampel batako dengan campuran 10% abu ampas tebu, 3 buah sampel batako
dengan campuran 20% abu ampas tebu, 3 buah sampel batako dengan campuran 30%
abu ampas tebu, 3 buah sampel batako dengan campuran 40% abu ampas tebu, dan 3
buah sampel batako dengan campuran 50% abu ampas tebu, yang massanya
masing-masing diambil dari massa pasir dengan cara mengurangi massa pasir sebesar
komposisi abu ampas tebu tersebut, sehingga komposisi abu ampas tebu menjadi 8%,
Cara pengujian:
Pengukuran kekerasan dalam penelitian ini dilakukan dengan metode Brinell, dimana
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil penelitian
4.1.1 Pengukuran penyerapan air
Hasil pengukuran penyerapan air pada pembuatan batako yang terdiri dari campuran
semen, abu ampas tebu dan pasir setelah pengeringan 28 hari diperlihatkan pada tabel
4.1.
Perhitungan menentukan penyerapan air sampel batako berdasarkan
persamaan 2.1 dengan data lampiran D.
Diketahui:
Untuk perhitungan penyerapan air rata-rata:
Penyerapan air rata-rata =
3
Hal yang sama dilakukan perhitungan untuk komposisi 2 sampai komposisi 6
Tabel 4.1 Data hasil pengukuran penyerapan air batako
No Variasi campuran
Massa
1 0%AAT+80%Pasir +20%Semen
2 8%AAT+72%Pasir +20%Semen
100,5 90,0 11,7
11,9 100,5 89,5 12,3
100,0 89,5 11,7
3 16%AAT+64%Pasir +20%Semen
95,5 85,0 12,3
12,3 95,5 85,0 12,3
95,0 84,5 12,4
4 24%AAT+56%Pasir +20%Semen
95,5 84,5 13,0
13,0 95,5 84,5 13,0
95,0 84,0 13,1
5 32%AAT+48%Pasir +20%Semen
Keterangan: AAT = Abu Ampas Tebu
4.1.2 Pengukuran densitas
Hasil pengukuran densitas pada pembuatan batako yang terdiri dari campuran semen,
abu ampas tebu dan pasir setelah pengeringan 28 hari diperlihatkan pada tabel 4.2.
Perhitungan menentukan densitas sampel batako berdasarkan persamaan 2.2
dengan data lampiran D.
• Maka, densitas (ρ) =
Untuk perhitungan densitas rata-rata:
Densitas rata-rata (ρ) =
Hal yang sama dilakukan perhitungan untuk komposisi 2 sampai komposisi 6
dengan tabel 4.2.
Tabel 4.2 Data hasil pengukuran densitas batako
No Variasi campuran Massa (gr) Volume (cm3) Densitas (gr/cm3)
Densitas Rata-rata (gr/cm3)) 1 0%AAT+80%Pasir
+20%Semen
92,5 49,06 1,88
1,91
93,0 48,08 1,93
93,0 48,08 1,93
2 8%AAT+72%Pasir +20%Semen
90,0 50,04 1,79
1,81
89,5 49,06 1,82
89,5 49,06 1,82
3 16%AAT+64%Pasir +20%Semen
85,0 48,08 1,77
1,78
85,0 48,08 1,77
84,5 47,10 1,79
4 24%AAT+56%Pasir +20%Semen
84,5 48,08 1,76
1,76
84,5 48,08 1,76
84,0 48,08 1,75
5 32%AAT+48%Pasir +20%Semen
4.1.3 Pengujian kuat tekan
Hasil pengujian kuat tekan pada pembuatan batako yang terdiri dari campuran semen,
abu ampas tebu dan pasir setelah pengeringan 28 hari diperlihatkan pada tabel 4.3.
Perhitungan menentukan kuat tekan sampel batako berdasarkan persamaan 2.3
dengan data lampiran D.
Diketahui:
= 10006315,79 Pa
= 10,0 MPa
Untuk perhitungan kuat tekan rata-rata:
Kuat tekan rata-rata (fc) =
Hal yang sama dilakukan perhitungan untuk komposisi 2 sampai komposisi 6
Tabel 4.3 Data hasil pengujian kuat tekan batako
No Variasi campuran Diameter (mm)
1 0%AAT+80%Pasir +20%Semen
50 1940 10,0
9,94 I 9,7
50 1925 9,93
50 1920 9,90
2 8%AAT+72%Pasir +20%Semen
50 1865 9,62
9,50 II 6,7
50 1840 9,49
50 1820 9,39
3 16%AAT+64%Pasir +20%Semen
50 1680 8,66
8,54 II 6,7
50 1650 8,51
50 1640 8,46
4 24%AAT+56%Pasir +20%Semen
50 1520 7,84
7,79 II 6,7
50 1490 7,68
50 1525 7,86
5 32%AAT+48%Pasir +20%Semen
4.1.4 Pengujian kekerasan
Hasil pengujian kekerasan pada pembuatan batako yang terdiri dari campuran semen,
abu ampas tebu dan pasir setelah pengeringan 28 hari diperlihatkan pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Data hasil pengujian kekerasan batako
No Variasi campuran Kekerasan (HB)
Kekerasan Rata-rata (HB)
1 0%AAT+80%Pasir +20%Semen
90
91,0 92
91
2 8%AAT+72%Pasir +20%Semen
91
90,7 91
90
3 16%AAT+64%Pasir +20%Semen
91
90,3 90
90
4 24%AAT+56%Pasir +20%Semen
88
87,0 86
87
5 32%AAT+48%Pasir +20%Semen
Posisi [o2 Theta] 4.2 Pembahasan
4.2.1 Analisa XRD abu ampas tebu
Gambar 4.1. Pola analisis XRD abu ampas tebu (Aigbodion. V. S, dkk. 2010)
Dari hasil analisis XRD (Aigbodion. V. S, dkk. 2010), puncak difraksi terbesar
berada pada 20,68o, 26,53o, 35,41o dan 40,00o dan jarak antar bidang masing-masing adalah 4,29 Å, 3,36 Å, 2,54 Å dan 2,26 Å dengan intensitas relatif yang dihasilkan
dari difraksi sinar-x berturut-turut adalah 19,17%, 100%, 3,59% dan 3,26% dan
masing-masing fase pada puncak ini dinamakan sebagai silika (SiO2), karbon (C),
silika karbon (SiC) dan titanium oksida (Ti6O).
Hasil tersebut menunjukkan bahwa karbon mempunyai persentase tertinggi
dari seluruh senyawa yang dihasilkan oleh XRD (Aigbodion. V. S, dkk. 2010). Posisi 2θ
Unsur karbon yang terdapat dalam abu ampas tebu ini berfungsi sebagai
pengikat agregat dalam pembuatan batako karena unsur ini memiliki keunikan dalam
kemampuannya untuk membentuk ikatan kimia dengan banyak jenis unsur lain,
seperti SiC, CO2, CaCO3 dan membentuk hampir 10 juta jenis
(Wikipedia. 2010).
4.2.2 Struktur mikro abu ampas tebu
Gambar 4.2 Hasil SEM (Scanning Electron Microscope) abu ampas tebu dengan
perbesaran 4000 X (Siripairod, H. dkk. 2008)
Dari gambar hasil SEM abu ampas tebu (Siripairod, H. dkk. 2008), memiliki
pori-pori dengan ukuran yang bermacam-macam. Selain itu juga terlihat gumpalan
putih yang merupakan partikel dari abu ampas tebu, dan kristal yang terbentuk adalah
kristal campuran dari kristal kecil dan besar, dimana kristal yang berukuran besar
mengandung lebih banyak senyawa silika (SiO2) sehingga terlihat ketidakseragaman
ukuran butir abu ampas tebu akibat tidak meratanya senyawa silika (SiO2) yang
tersebar pada abu ampas tebu.
Pori
4.2.3 Sifat fisis dan mekanis batako
Dari data hasil pengukuran penyerapan air, pengukuran densitas, pengujian
kuat tekan dan pengujian kekerasan, masing-masing dari tabel (4.1), tabel (4.2), tabel
(4.3) dan tabel (4.4), diperoleh grafik sebagai berikut:
y = -0.2357x + 92.314
o Penyerapan air (%)
Densitas (gr/cm3)
Kuat tekan (MPa)
Kekerasan (HB)
Gambar 4.3. Grafik karakteristik batako terhadap komposisi AAT
Dari grafik 4.3 di atas menunjukkan bahwa penggunaan abu ampas tebu
dengan kadar yang lebih tinggi sebagai bahan pengganti sebagian pasir pada batako
menyebabkan penurunan nilai kuat tekan dan kekerasan batako. Hal ini mungkin saja
disebabkan berkurangnya kandungan senyawa silika (SiO2) karena senyawa silika
sangat berpengaruh pada sifat kekerasan dan kekuatan batako tersebut. Oleh karena
kandungan senyawa silika (SiO2) semakin berkurang dengan penambahan abu ampas
tebu maka akan menyebabkan ketahanan batako akan menurun. Meskipun demikian,
penggunaan abu ampas tebu ini dapat memperkecil nilai densitas sehingga massa
batako menjadi lebih ringan dan dapat mempermudah dalam melakukan pengerjaan
batako.
Dari grafik 4.3 di atas juga menunjukkan bahwa penggunaan abu ampas tebu
dapat meningkatkan persentase penyerapan air. Hal ini mungkin juga disebabkan oleh
berkurangnya kandungan senyawa silika (SiO2) akibat penambahan abu ampas tebu
karena senyawa silika (SiO2) juga berpengaruh terhadap pori-pori pada batako,
akibatnya pori-pori pada batako cenderung semakin banyak. Jadi semakin banyak
pori-pori yang terdapat pada batako maka semakin besar pula penyerapan air oleh
batako tersebut. Hal ini sesuai dengan hubungan dimana semakin kecil densitas bahan
yang digunakan maka semakin besar penyerapan air oleh bahan tersebut sehingga
kekuatan bahan cenderung akan menurun. Walaupun menghasilkan persentase
penyerapan air yang lebih besar, akan tetapi nilai persentase penyerapan air yang
dihasilkan masih memenuhi syarat dari SNI 03-0349-1989.
Ditinjau menurut persyaratan kuat tekan minimum batako pejal
(SNI-3-0349-1989) sebagai bahan bangunan dinding, batako normal (0% abu ampas tebu)
memenuhi syarat kuat tekan minimum batako mutu I, dimana kuat tekan minimum
batako mutu I adalah 9,7 MPa, sedangkan batako dengan campuran 8%, 16% dan 24%
abu ampas tebu memenuhi syarat kuat tekan minimum batako mutu II, dimana kuat
tekan minimum batako mutu II adalah 6,7 MPa, batako dengan campuran 32% dan
40% abu ampas tebu memenuhi syarat kuat tekan minimum batako mutu III, dimana
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang diperoleh dan dari analisa data yang telah dilakukan,
dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Abu ampas tebu dapat dipergunakan sebagai bahan pengganti sebagian agregat
(pasir) dalam pembuatan batako karena karakteristik batako memenuhi syarat
SNI-3-0349-1989.
2. Hasil pengujian kuat tekan, kekerasan dan penyerapan air pada batako
menunjukkan bahwa penggunaan abu ampas tebu sebagai bahan pengganti
sebagian pasir kurang memberi kontribusi yang positif. Hal ini mungkin saja
disebabkan berkurangnya kandungan senyawa silika (SiO2) karena senyawa
silika (SiO2) berfungsi sebagai bahan pengisi yang menguatkan struktur batako
sehingga sangat berpengaruh pada sifat kekerasan, kekuatan dan pori-pori
batako. Oleh karena kandungan senyawa silika (SiO2) semakin menurun
dengan penambahan abu ampas tebu maka akan menyebabkan ketahanan
batako menurun dan pori-pori batako semakin banyak.
3. Penggunaan abu ampas tebu dalam pembuatan batako menghasilkan densitas
yang kecil, sehingga massa batako dapat menjadi lebih ringan dan dapat
mempermudah dalam melakukan pengerjaan batako.
4. Berdasarkan klasifikasi mutu dan kuat tekan minimum batako pejal
(SNI-3-0349-1989) sebagai bahan bangunan dinding, batako normal (0% abu ampas
tebu) memenuhi syarat kuat tekan minimum batako mutu I, dimana kuat tekan
minimum batako mutu I adalah 9,7 MPa, sedangkan batako dengan campuran
8%, 16% dan 24% abu ampas tebu memenuhi syarat kuat tekan minimum
batako dengan campuran 32% dan 40% abu ampas tebu memenuhi syarat kuat
tekan minimum batako mutu III, dimana kuat tekan minimum batako mutu III
adalah 3,7 MPa.
5. Nilai persentase penyerapan air memenuhi syarat SNI 03-0349-1989 tentang
bata beton (batako), dimana nilai persentase penyerapan air lebih kecil dari
syarat penyerapan air maksimum yaitu 25 %.
5.2 Saran
1. Dalam pembuatan batako, diharapkan untuk mencampur semua bahan secara
merata agar campuran semua bahan menjadi lebih homogen dan nantinya
batako menjadi lebih padat.
2. Perlu kiranya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan abu
ampas tebu dalam pembuatan batako sebagai bahan pengganti sebagian semen
untuk mendapatkan batako dengan karakterisasi yang lebih baik lagi.
3. Dalam penelitian selanjutnya, diharapkan melakukan pengujian lainnya,