• Tidak ada hasil yang ditemukan

PARTISIPASI POLITIK ETNIS TIONGHOA PADA PEMILIHAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI KABUPATEN PRINGSEWU 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PARTISIPASI POLITIK ETNIS TIONGHOA PADA PEMILIHAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI KABUPATEN PRINGSEWU 2011"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

POLITICAL PARTICIPATION OF TIONGHOANESS IN PRINGSEWU LOCAL ELECTION (PILKADA) 2011

By ANDRIANTO

Political participation is the activities of individual or group of people to actively cooperate in politics life in way to select the country leader, directly or indirectly affect governments, releate to the politics participation in 2011, being held the local election in Pringsewu, hence in that particular local election, participation from all pringsewu’s citizens are requied, including Tionghoaness.

Tionghoaness is an ethnic which came and has existed since Indonesian history, whereby their existence rights have always evoled from time to time like in colonial time, old orde, new orde, to democracy. Like in new orde for instance, goverments created regulation to limit Thionghoaness to take part in politics with formal politics body, In line with the collapse of new orde, the democratic force is higher in Indonesia, both for national and local stances.

(2)

through step reduce data, displayed by data, and withdrawal of conclusion.

The result of this research indicate that ethnical political participation of Tionghoa at local election 2011 is conventional political participation form in the form of activity of poll. ethnical political Participation intensity of Tionghoa at local election Sub Province of Pringsewu 2011 is as observer and partsipan like vote in pilkada and reside in importance group. Factor impeller of ethnical political participation of Tionghoa at election of Regent and Proxy Regent 2011 is because strarting appearance awareness of their politics as citizen. Factor resistor of ethnical political participation of Tionghoa at election of Regent and Proxy Regent 2011 is because less its enthusiasm of ethnical citizen of Tionghoa to follow political participation which in character can eat many their time as well as they is reason there must be be correct so that them have keingian to participate, like its matter is existence of importance in it and also until in the case of protecting their asset.

(3)

ABSTRAK

PARTISIPASI POLITIK ETNIS TIONGHOA PADA PEMILIHAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI KABUPATEN PRINGSEWU 2011

Oleh ANDRIANTO

Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, dengan jalan memilih pimpinan negara, dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah. Sehubungan dengan kegiatan partisipasi politik, pada tahun 2011 dilaksanakan Pilkada di Kabupaten Pringsewu, maka dalam pelaksanaan Pilkada Kabupaten Pringsewu dibutuhkan partisipasi dari seluruh masyarakat Kabupaten Pringsewu termasuk etnis Tionghoa.

(4)

politik etnis Tionghoa pada pemilihan Bupati dan Wakil Bupati 2011 di Kabupaten Pringsewu. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penentuan informan dalam penelitian ini adalah masyarakat etnis Tionghoa yang ada di Kabupaten Pringsewu berjumlah 7 (tujuh) orang, dengan menggunakan teknik snowball. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan wawancara mendalam, dokumentasi dan selanjutnya di analisis secara kualitatif melalui tahapan reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk partisipasi politik etnis Tionghoa pada pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Pringsewu 2011 adalah bentuk partisipasi politik konvensional berupa kegiatan pemberian suara. Intensitas partisipasi politik etnis Tionghoa pada Pilkada Kabupaten Pringsewu 2011 adalah sebagai partisipan dan pengamat seperti memberikan suara dalam pilkada dan aktif dalam partai politik. Faktor pendorong partisipasi politik etnis Tionghoa adalah karena mulai munculnya kesadaran politik mereka sebagai warga negara. Faktor penghambat partisipasi politik etnis Tionghoa adalah karena kurang minatnya warga etnis Tionghoa untuk mengikuti partisipasi politik yang sifatnya dapat memakan banyak waktu mereka dan juga mereka harus ada alasan yang tepat agar mereka mempunyai keingian untuk berpartisipasi, seperti hal nya adanya kepentingan didalamnya serta sampai dalam hal mengamankan aset mereka.

(5)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu bangsa yang menganut paham demokrasi, didalam sistem politiknya adanya keanekaragaman politik sangat diakui di negara ini. Hal ini dapat dilihat dari keanekaragaman pendapat, aspirasi,sampai kepentingan politiknya sendiri. Untuk mewujudkan sikap yang demokratis tersebut harus adanya partisipasi politik rakyatnya yang tumbuh didalam demokrasi tersebut. Adapun pemikiran yang mendasari konsep partisipasi politik adalah bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat yang pelaksanaannya dapat dilakukan oleh rakyat secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan. Partisipasi politik merupakan bagian yang sangat penting dan merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Di negara yang kehidupan masyarakatnya masih tergolong tradisional dan sifat kepemimpinan politiknya ditentukan oleh segolongan elit penguasa, maka partisipasi warganegara dalam ikut serta mempengaruhi pengambilan keputusan dan mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara relatif sangat rendah. Sementara itu di negara yang proses modernisasi politiknya telah berjalan baik, maka tingkat partisipasi politik warganegara cenderung meningkat.

(6)

dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi hidupnya (Ramlan Subakti,2003).

Partisipasi aktif warga masyarakat memberikan suaranya dalam suatu Pemiliahan Umum merupakan wujud partisipasi politik yang paling dasar ataupun minimal. Oleh karena itu itu sering dujadikan sebagai tingkat ukuran dimana partisipasi politik masyarakat di suatu negara,utamanya di negara-negara berkembang, seperti Indonesia.

Bangsa Indonesia adalah bangsa dengan kehidupan masyarakatnya terdapat berbagai macam suku,etnis,maupun agama. Melihat dari berbagai macam etnis yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia terdapat salah satu etnis yang disebut etnis Tionghoa. Etnis ini sebenarnya sudah ada sejak dahulu atau lama di Indonesia. Sejak jaman kerajaan-kerajaan pun mereka sudah masuk ke Indonesia tepatnya pada masa Kerajaan Kutai dan Singosari yang mereka pun datang ke Indonesia dengan cara berdagang. Etnis Tionghoa pun semakin lama semakin berkembang sampai pada saat jaman kolonial,di jaman ini Etnis Tionghoa pun sempat melawan pemerintahan Belanda yaitu VOC pada tahun 1740-1743.

(7)

3

Saat bangsa Indonesia berhasil merdeka dari penjajah banyak kaum etnis Tionghoa masuk menjadi warga negara Indonesia, dan di tahun 1954 mereka pun mendirikan Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia (Baperki) dengan Siauw Giok Tjhan dan Yap Thiam Hin menjadi tokoh didalamnya yang mendorong badan ini lebih dekat dengan PKI pada saat itu.

Namun di saat pemerintahan dari Orde Lama bergerak menjadi Orde Baru tahun 1965 yang saat itu mengakibatkan PKI dilarang, secara otomatis Baperki juga dilarang oleh pemerintah Orde Baru karena dianggap melenceng dan dapat membahayakan bangsa Indonesia sendiri. Di tahun 1965 sendiri menimbulkan kekerasan anti-Tionghoa di Indonesia, karena etnis anti-Tionghoa dituduh membantu PKI dan Baperki. Mulai saat itulah banyak etnis Tionghoa mulai mempertanyakan apakah bijaksana bergabung dengan gerakan politik. Karena itulah, untuk beberapa lama tidak ada partisipasi politik etnis Tionghoa dalam skala besar, sebagaimana partisipasi mereka yang dikenal pada saat Orde Lama di saat Orde Baru ini dapat dibilang sudah habis atau mati.

(8)

masyarakat keturunan Tionghoa yang masih mengambil jarak cukup jauh dari politik praktis. Kemunculan partai-partai yang membawa nama Tionghoa dinilai hanya akan membawa kerugian secara politik, dan dikhawatirkan memancing reaksi antipati dari kalangan masyarakat luas.

Hal kebebasan etnis Tionghoa dari zaman Orde Baru hingga sekarang tidak lepas dari jasa seseorang yang disebut-sebut sebagai Bapak Etnis Tionghoa yaitu KH.Abdurahman Wahid atau yang sering disapa Gusdur. Mengapa dia disebut Bapak Etnis Tionghoa karena pada saat beliau menduduki kursi Presiden beliau mencabut semua peraturan yang mendiskriminasikan kaum Tionghoa dengan mengeluarkan PP. No. 6 Tahun 2000. Bahkan, Gus Dur memberikan apresiasi dengan menjadikan tahun baru Imlek sebagai hari libur Nasional, sebagaimana hari raya agama-agama lainnya. Inilah wujud keberpihakan Gus Dur terhadap eksistensi etnis Tionghoa. Menurut Gus Dur, etnis Tionghoa adalah sama dengan etnis-suku bangsa yang lain, seperti Jawa, Batak, Papua, Arab, India, Jepang dan Eropa yang sudah sejak lama hidup dan menjadi bagian dari warga negara Indonesia. Selain itu Gus Dur juga memaparkan bahwa di negeri ini etnis Tionghoa dapat diterima sebagai warga negara dan memiliki hak-hak yang sama dengan warga yang lain, karena mereka lahir di negeri ini dan menjadi warga negara, sehingga sepatutnya juga dikenal sebagai “penduduk asli”

seperti yang lainnya pula. Pemaparan serta berkat jasa Gus Dur inilah yang sampai sekarang etnis Tionghoa dianggap keberadaannya di negara Indonesia ini dengan hak-hak yang sama di segala bidang tak terkecuali di bidang politik serta pemerintahan.

(9)

5

tersebar di beberapa partai politik. Tetapi, hanya sebagian kecil yang berhasil mendapat kursi di DPR. Bahkan dari partai politik yang bernuansa etnis Tionghoa, hanya seorang, yaitu Nurdin Purnomo dari Partai Bhineka Tunggal Ika yang berhasil menjadi anggota DPR. Pada Pemilu 1999, etnis Tionghoa tampak malu-malu dan agak canggung dalam berpolitik, namun pada Pemilu 2004 dan 2009 partisipasi etnis Tionghoa terlihat semakin dinamis dan asertif dalam berpartisipasi berpolitik.

Di Provinsi Lampung pun sebebarnya partisipasi politik tidak begitu tampak, Namun demikian, mulai menunjukkan geliat partispasi politiknya. Dimana pada saat pemilihan legislatif Provinsi Lampung tahun 2004, ada salah satu warga keturunan etnis Tionghoa yang bernama Effendi Taslim memberanikan diri untuk berpartisipasi serta mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, dan beliaupun akhirnya terpilih sebagai anggota DPRD pada saat itu. Pada pemilihan selanjutnya tepatnya di tahun 2009 warga keturunan etnis Tionghoa kembali terlihat dalam pencalonan anggota legislatif dengan nama Hartanto Lojaya yang sampai sekarang masih duduk di kursi DPRD Provinsi. Selain itu sudah mulai bermunculan warga-warga di Bandar Lampung khusunya menjadi kader-kader partai yang ada di kota tersebut sehingga partisipasi etnis Tionghoa saat ini sudah terbilang mengalami kemajuan.

(10)
[image:10.595.112.527.144.244.2]

2011-2016. Didalam pemilihan kepala daerah yang berlangsung pada tanggal 28 September 2011 tersebut adapun nama cabup dan cawabup seperti berikut

Tabel 1. Peserta Calon Bupati dan Wakil Bupati Pilkada Pringsewu 2011

NO BALONBUP NO BALONWABUP PEROLEHAN

SUARA 1. Drs.Hi.Untung Subroto,MM 1. Drs.Hi.Purwanto,ST,MM 2.752 (1,39 %) 2. Hj. Ririn Kuswantari S,Sos 2. Subhan Effendi,SH. 70.37 (35,54 %) 3. Hi.Abdullah Fadri Auli SH. 3. Hi.Triprawoto,MM 28.702 (14,49 %) 4. Sinong Gatot Wiyono,SE 4. Hi.Mat Alfi Asha,SH 20.605 (10,41 %)

5. Hi.Sujadi 5. Hi.Narapati,SH 75.581 (38,17 %)

Sumber: KPUD Pringsewu

Melihat dari fakta yang ada dari bagan tersebut seperti di ketahui tidak ada dari kelima nama cabup dan cawabup tesebut yang mempunyai darah keturunan Tionghoa, bahkan pemenang pemilihan kepala daerah tersebut pun yang dimenangkan oleh pasangan Hi.Sujadi dan Hi.Narapati pun bukan merupakan warga keturunan tionghoa. Selain itu setelah penulis melakukan pra-riset dilokasi penelitian yang pada saat itu melakukan pra-riset di lingkungan tempat tinggal mayoritas berpenduduk Tionghoa tepatnya di jalan Mawar I-IV Desa Pringsewu Selatan Kecamatan Pringsewu yang diperjelas dengan adanya bangunan Vihara Boedhicita di daerah tersebut sehingga memperjelas bahwa di lingkungan tersebut terdapat masyarakat etnis Tionghoa berdomisili di sekitar lingkingan tersebut. Di Desa Pringsewu Selatan tersebut menurut kepala RT setempat yang juga merupakan etnis Tionghoa menyebutkan dilingkungannya ada sekitar 193 orang saja yang berdomisili di lingkungannya.

(11)

7

Pringsewu 2011, yang dimana dilihat dari calon-calon nya saja tidak ada yang berdarah etnis Tionghoa.

Riset sebelumnya terhadap Partisipasi politik etnis Tionghoa ini adalah Partisipasi politik Etnis Tionghoa pada pemilihan Presiden Putaran I di kota Bandar Lampung. Riset ini dilakukan oleh Nur Ailiyawati mahasiswa Pemerintahan angkatan 2002 Fisip Unila. Riset yang dilakukan terlebih dahulu mengenai partisipasi etnis Tionghoa, penelitian terdahulu hanya sebatas mengenai bentuk partisipasi yang ada di kota Bandar Lampung saja pada saat itu. Yang pada saat itu bentuk partisipasi etnis Tionghoa nya ialah bentuk partisipasi konvensional saja. Riset penelitian yang akan saya lakukan ini dikatakan riset lanjutan dari sebelumnya, yaitu mencoba untuk mengetahui lebih lanjut bentuk partisipasi politik etnis Tionghoa didalam suatu pemilihan umum serta menambahkan mengenai intensitas suatu partisipasi etnis Tionghoa dalam suatu pemilihan kepala daerah, dimana pada riset sebelumnya meneliti hanya sebatas di kota Bandar Lampung namun riset saya ini akan meneliti partisipasi etnis Tionghoa di sebuah kabupaten yaitu Kabupaten Pringsewu.

B. Rumusan Masalah

Pada bidang politik etnis Tionghoa cenderung menunjukkan ketidakstabilan dalam partisipasinya, ini dapat dilihat dari masa Orde Lama menuju Orde Baru sampai akhirnya masa reformasi sampai saat ini, hal ini mungkin didorong oleh keadaan politik yang terjadi dari masa ke masa di negara Indonesia. Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah penelitian ini adalah : “Bagaimanakah bentuk

(12)

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk dan intensitas partisipasi politik etnis Tionghoa pada pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Pringsewu 2011.

D. Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi mengenai kajian bentuk dan intensitas partisipasi politik khususnya etnis Tionghoa dalam Pemilihan Kepala daerah serta memberi refrensi kajian tentang partisipasi politik di Kabupaten Pringsewu.

b. Kepentingan Praktis

1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi bagi masyarakat mengenai partisipasi politik kaum minoritas yang ada di Indonesia khususnya etnis Tionghoa pada pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Pringsewu.

2. Suatu acuan untuk meningkatkan partisipasi politik etnis Tionghoa pada pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Pringsewu.

(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Partisipasi Politik

Keikutsertaan warga negara atau masyarakat dalam suatu kegiatan politik, tidak terlepas dengan adanya partisipasi politik dari masyarakat. Dimana masyarakat merupakan faktor terpenting dalam menentukan pemimpin pemerintahan baik di tingkat pusat sampai pada tingkat terendah yakni desa. Maka dari itu penulis akan menguraikan definisi partisipasi yang menurut Inu Kencana Syafiie, dalam bukunya yang berjudul Sistem Pemerintahan Indonesia, sebagai berikut:

“Partisipasi adalah penentuan sikap dan keterlibatan hasrat setiap individu dalam situasi dan kondisi organisasinya, sehingga pada akhirnya mendorang individu tersebut untuk berperan serta dalam pencapaian tujuan organisasi, serta ambil bagian dalam setiap pertanggungjawaban bersama” (Syafiie, 2002: 132).

(14)

“Partisipasi merupakan salah salah satu aspek penting demokrasi. Asumsi yang mendasari demokrasi (dan partisipasi) orang yang paling tahu tentang apa yang baik bagi dirinya adalah orang itu. Karena keputusan politik yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah menyangkut dan mempengaruhi kehidupan warga masyarakat maka warga masyarakat berhak ikut serta menentukan isi keputusan politik” (Surbakti, 1992: 140).

Bertolak dari pendapat di atas, dapat dikatakan partisipasi merupakan salah satu aspek terpenting dalam suatu pelaksanaan demokrasi. Dimana pelaksanaan demokrasi dapat menentukan keputusan politik yang akan dibuat dan dilaksanakaan pemerintah serta dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Menurut Hutington yang dikutip dari Soemarsono dalam bukunya yang berjudul

Komunikasi Politik yang dimaksud dengan partisipasi adalah: Partisipasi itu dapat bersifat perorangan atau secara kelompok, diorganisasikan atau secara spontan, ditopang atau sporadis, secara baik-baik atau dengan kekerasan, legal atau tidak legal, aktif atau tidak aktif (Hutington dalam Soemarsono, 2002:4.4). Bertolak dari pendapat di atas yang di maksud dengan partisipasi yaitu: partisipasi pada umumnya bersifat perorangan atau kelompok yang dibentuk dalam suatu organisasi secara baik-baik tanpa adanya kekerasan dalam bentuk apapun.

(15)

11

Pemerintahan Indonesia, yaitu: “Partiasipasi politik adalah Kegiatan warga

Negara sipil (private citizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah” (Kencana, 2002: 132).

Selanjutnya penulis akan mendefinisikan partisipasi politik menurut Miriam Budiardjo yang dikutip dalam bukunya Deden Faturahman dan Wawan Sobari yang berjudul Pengantar Ilmu Politik yaitu:

“Partisipasi politik adalah Kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, dengan jalan memilih pimpinan negara, dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy)” (Budiardjo dalam

Faturahman dan Sobari, 2004:185).

Berdasarkan pendapat di atas, kegiatan seseorang atau sekelompok orang yang ikut aktif dalam politik dengan memilih pemimpin negara baik secara langsung maupun tidak langsung sangat mempengaruhi semua kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah, sehingga seseorang atau sekelompok orang yang aktif tersebut merupakan faktor terpenting dari semua kegiatan politik dalam menentukan pemimpin negara atau pemimpin pemerintahan.

Menurut Soemarsono dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Politik yang dimaksud dengan:

(16)

Bertolak dari pendapat di atas bahwa formulasi simbol-simbol merupakan faktor terpenting dalam komunikasi baik dilihat secara pribadi maupun secara kelompok. Sedangkan menurut Michael Rush dan Philip Althoff dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Politik bahwa

“Partisipasi politik ialah: keterlibatan individu sampai pada bermacam -macam tingkatan di dalam sistem politik. Yang termasuk dalam sistem politik tersebut antara lain: Menduduki jabatan politik atau administratif, Mencari jabatan politik atau administrasi, Keanggotaan aktif suatu organisasi politik, Keanggotaan pasif suatu organisasi politik, Keanggotaan aktif suatu organisasi semu politik, Keanggotaan pasif suatu organisasi semu politik, Partisipasi dalam rapat umum, kampaye, dan sebagainya, Partisipasi dalam diskusi politik informal minat umum dalam politik, Voting/ Pemberian Suara” (Rush dan Althoff: 1992: 124).

Bertolak dari pendapat di atas, keterlibatan individu sampai pada bermacam-macam tingkatan di dalam semua sistem politik, yang berupa hierarki partisipasi yang dapat dilihat dalam menduuki jabatan poitik, mencari jabatan politik, ikut menjadi anggota aktif suatu organisasi, menjadi anggota pasif suatu organisasi politik, ikut dalam rapat umum, ikut dalam diskusi politik maupun pemberian suara saat pemilihan baik pemilihan umum di tingkat pusat maupun pemilihan umum di tingkat pemerintahan terkecil yaitu desa.

Sementara itu menurut Rafael Raga Maran dalam bukunya yang berjudul

Pengantar Sosiologi Politik bahwa:

(17)

13

Berdasarkan pendapat di atas, partisipasi politik sebagai usaha yang terorganisir atau tersusun rapi oleh warga negara atau masyarakat dalam memilih semua pemimpin-pemimpin yang akan menduduki pemerintahan serta dapat berpengaruh pada semua kebijaksanaan umum. Dalam hal ini partisipasi politik bukan merupakan mobilisasi politik yang dapat menggerakkan masyarakat yang diinginkan para elit politik, sehingga dapat mendukung semua keinginan-keinginan dari para elit politik tersebut.

Selanjutnya penulis akan mendefinisikan partisipasi politik menurut Kevin R. Hardwick yang dikutip dalam bukunya Deden Faturahman dan Wawan Sobari yang berjudul Pengantar Ilmu Politik yaitu:

“Political participation concerns the manner in which citizen interact with

government, citizens attempt to convey their needs to public officials in the

hope of having these needs met”( Partisipasi politik memberi perhatian pada cara-cara warga Negara berinteraksi dengan pemerintah, warga Negara berupaya menyampaikan kepentingan-kepentingan mereka terhadap pejabat-pejabat publik agar mampu mewujudkan kepentingan-kepentingan tersebut)

( Faturohman dan sobari, 2004:185).

Menurut pendapat di atas, partisipasi politik merupakan usaha dari warga negara untuk mempengaruhi pemimpin pemerintahan serta adanya interaksi warga negara dengan pemerintah dalam menyampaikan semua kepentingan atau keinginan yang dibutuhkan oleh warga negara yang disampaikan pada pemerintah, sehingga kepentingan atau keinginan tersebut dapat terlaksana.

(18)

agama,ras, maupun golongan tanpa terkecuali dimaksudkan disini ialah etnis Tionghoa.

Melihat dari partisipasi politik etnis Tionghoa dari zaman ke zaman yang selalu berubah-ubah, sampai dimana era saat ini partisipasi maupun peran etnis Tionghoa diakui keberadaannya di negara Indonesia. Hal ini juga yang mendorong para warga etnis Tionghoa yang saat ini semakin menunjukkan eksistensinya dalam berpartisipasi politik, seperti salah satu contohnya ikut memilih dalam suatu pemilihan umum, baik itu pemilihan Presiden maupun pemilihan kepala daerah. Ada bebagai macam faktor maupun alasan mengapa para warga etnis Tionghoa ikut serta dalam suatu pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah, faktor maupun alasan yang paling mendasar untuk dijelaskan mungkin karena mereka merasa walaupun mereka warga keturunan bukan merupakan asli Indoneseia, namun setelah sekian lama mereka dan menetap dan akhirnya menjadi WNI mereka merasa memiliki identitas yang sama dengan warga negara Indonesia yang lainnya.

(19)

15

Menurut Myron Weiner yang dikutip dalam bukunya Mochtar Mas’ud dan

Colin Mac Andrew dalam bukunya yang berjudul Perbandingan Sistem Politik, paling tidak terdapat lima hal yang menyebabkan timbulnya gerakan kearah partisipasi lebih luas dalam proses politik ini antara lain:

1. Modernisasi, komersisialisasi pertanian, industrrialisasi, urbanisasi yang meningkat, penyebaran kepandaian baca tulis, perbaikan pendidikan, dan pengembangan media komunikasi massa. Ketika penduduk kota baru

yang buruh, pedagang mempengaruhi nasib mereka sendiri, mereka makin banyak menuntut untuk ikut dalam kekuasaan politik.

2. Perubahan-perubahan Struktur Kelas Sosial, begitu bentuk suatu kelas pekerja baru dan kelas menengah yang meluas dan berubah selama proses industrialisasi dan modernisasi, masalah tentang siapa yang berhak berpartisipasi dalam pembuatan keputusan politik menjadi penting dan mengakibatkan perubahan-perubahan dalam pola partisipasi politik.

3. Pengaruh kaum Intelektual dan Komunikasi massa Modern; kaum intelektual, sarjana, filsof, pengarang dan wartawan sering mengemukakan ide-ide seperti egalitarisme dan nasioalisame kepeda masyarakat umum untuk membangkitkan tuntutan akan partisipasi massa yang luas dalam pembuatan keputusan politik.

(20)

5. Keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan sosial ekonomi dan kebudayaan; perluasan kegiatan pemerintah dalam bidang-bidang kebijaksanaan baru biasanya berarti bahwa konsekuensi tindakan-tindakan pemerintahan menjadi semakin menyusup ke segala segi kehidupan sehari-hari rakyat. Tanpa hak-hak sah atas partisipasi politik, individu-individu betul-betul tidak berdaya menghadapi dan dengan mudah dapat dipengaruhi oleh tindakan-tindakan pemerintah yang mungkin dapat ruang lingkup aktivitas pemerintah sering merangsang timbulnya tuntutan-tuntutan yang terorganisir akan kesempatan untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan politik.

(Myron dalam Machtar Mas’ud & Colin mac Andrew 1985: 42-45)

1. Bentuk Partisipasi Politik

Bentuk-bentuk partisipasi politik yang terjadi di berbagai negara dapat dibedakan dalam kegiatan politik yang berbentuk konvensional dan nonkonvensional termasuk yang mungkin legal (seperti petisi) maupun ilegal (cara kekerasan atau revolusi). Bentuk-bentuk dan frekuensi partisipasi politik dapat dipakai sebagai ukuran untuk menilai stabilitas sistem politik, integritas kehidupan politik, kepuasan atau ketidakpuasan warga negara. Berikut ini adalah bentuk-bentuk partisipasi politik menurut Almond:

(21)

17

dalam kelompok kepentingan, komunikasi individual dengan pejabat politik dan administratif.

b. Non Konvensional, selain bentuk konvensional adapun bentuk non konvensional yang diantaranya memberikan contoh sebagai berikut : pengajuan petisi, demonstrasi, konfrontasi, mogok, tindakan kekerasan perusakan harta benda, tindakan kekerasan terhadap manusia, perang gerilya dan revolusi.

2. Intensitas Partisipasi Politik

[image:21.595.151.407.496.661.2]

Roth dan Wilson menguraikan bentuk partisipasi politik warga negara berdasarkan intensitasnya. Intensitas terendah adalah sebagai pengamat, intensitas menengah yaitu sebagai partisipan, dan intensitas partisipasi tertinggi sebagai aktivis. Bila dijenjangkan, intensitas kegiatan politik warga negara tersebut membentuk segitiga sebagai berikut :

(22)

Karena seperti piramida, bagian mayoritas partispasi politik warga negara terletak di bawah. Ini berarti intensitas partisipasi politik warga negara kebanyakan berada pada jenjang pengamat. Mereka yang tergolong dalam kelompok ini biasanya melakukan kegiatan politik seperti: menghadiri rapat umum, menjadi anggota partai/kelompok kepentingan, membicarakan masalah politik mengikuti perkembangan politik melalui media massa, dan memberikan suara dalam pemilu. Setingkat lebih maju dari kelompok pengamat yang terletak di tengah-tengah piramida partisipasi politik ialah kelompok partisipan. Pada jenjang partisipan ini aktivitas partisipasi politik yang sering dilakukan adalah menjadi petugas kampanye, menjadi anggota aktif dari partai/kelompok kepentingan, dan aktif dalam proyek-proyek sosial.

Kelompok terakhir yang terletak di bagian paling atas dari piramida partisipasi politik adalah kelompok aktivis. Warga yang termasuk dalam kategori aktivis sedikit jumlahnya. Kegiatan politik pada jenjang aktivis ini adalah seperti menjadi pejabat partai sepenuh waktu, pemimpin partai/kelompok kepentingan.

3. Sifat Partisipasi Politik

Menurut Norman Hie beliau membagi 2 sifat-sifat partisipasi yang diantaranya meliputi:

a. Partisipasi aktif, bentuk partisipasi ini berorientasi kepada segi masukan dan

(23)

19

usul mengenai suatu kebijakana umum, mengajukan alternatif kebijakan

umum yang berbeda dengan kebijakan pemerintah, mengajukan kritik dan

saran perbaikan untuk meluruskan kebijaksanaan, membayar pajak, dan ikut

srta dalam kegiatan pemilihan pimpinan pemerintahan.

b. Partisipasi pasif, bentuk partisipasi ini berorientasi kepada segi keluaran

suatu sistem politik. Misalnya, kegiatan mentaati peraturan/perintah,

menerima, dan melaksanakan begitu saja setiap keputusan pemerintah.

B. Pemilihan Kepala Daerah

(24)

yang salah satunya diwujudkan melalui optimalisasi anggran daerah bagi pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.

Ada beberapa keunggulan pilkada dengan model demokratis secara langsung sebagaimana diterapkan di Indonesia sejak 2004 melalui Pilpres I dan Pilkada 2005. Pertama, melibatkan partisipasi masyarakat konstituen secara luas, sehingga dapat akses dan kontrol masyarakat yang lebih kuat terhadap arena dan aktor yang terlibat dalam proses pilkada. Kedua, terjadinya kontrak sosial antara kandidat, partai politik dan konstituen untuk mewujudkan akuntabilitas pemerintah lokal. Ketiga, memberi ruang dan pilihan terbuka bagi masyarakat untuk menentukan calon pemimpin yang hebat (memiliki kapasitas, integritas dan komitmen yang kuat) dan legitimate di mata masyarakat. Mengingat besarnya manfaat pilkada langsung bagi pengembangan demokrasi, partisipasi publik dan percepatan mencapai kesejahteraan bagi masyarakat di tingkat lokal.

1. Landasan Hukum Pilkada

(25)

21

lima pertimbangan penting penyelenggaraan pilkada langsung bagi perkembangan demokrasi di Indonesia:

a) Pilkada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, bahkan kepala desa selama ini telah dilakukan secara langsung.

b) Pilkada langsung merupakan perwujudan konstitusi dan UUD 1945. Seperti telah diamanatkan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, Gubernur, Bupati dan Wali Kota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Hal ini telah diatur dalam UU No 32 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

c) Pilkada langsung sebagai sarana pembelajaran demokrasi (politik) bagi rakyat (civic education). Ia menjadi media pembelajaran praktik berdemokrasi bagi rakyat yang diharapkan dapat membentuk kesadaran kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar sesuai nuraninya.

(26)

memerhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat agar dapat diwujudkan.

e) Pilkada langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi kepemimpinan nasional. Disadari atau tidak, stock kepemimpinan nasional amat terbatas. Dari jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta, jumlah pemimpin nasional yang kita miliki hanya beberapa. Mereka sebagian besar para pemimpin partai politik besar yang memenangi Pemilu 2004. Karena itu, harapan akan lahirnya pemimpin nasional justru dari pilkada langsung ini.

2. Tahapan Pilkada

Dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah kita mengetahui adanya tahapan-tahapan yang harus dilakukan agar pemilihan kepala daerah tersebut dapat berjalan dengan baik. Adapun tahapan-tahapan dalam pemilihan kepala daerah menurut UU nomor 32 tahun 2004 adalah sebagai berikut:

a). Penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah bila dilihat dari pasal 65 ayat (2) meliputi sebagai berikut:

1. Pemberitahuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kepada kepala daerah mengenai berakhirnya masa jabatan

(27)

23

3. Perencanaan, penyelenggaraan, meliputi penetapan tata cara dan jadwal tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah

4. Pembentukan panitia pengawas, PPK, PPS, dan KPPS 5. Pemberitahuan dan pendaftaran pemantau

b). Adapun tahapan pelaksanaan pemilukada jika dilihat dari pasal 65ayat (3), meliputi:

1. Penetapan daftar pemilih

2. Pendaftaran dan penetapan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah

3. Kampanye

4. Pemungutan suara 5. Penghitungan suara

6. Penetapan pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah terpilih, pengesahan dan pelantikan

3. Pilkada Pringsewu

Pemilihan Kepala Daerah Pringsewu periode 2011-2016 telah berlangsung pada tanggal 28 September 2011. Adapun saat itu Cabup dan Cawabup diantaranya yaitu:

1. Drs.Hi.Untung Subroto,MM dan Drs.Hi.Purwanto,ST,MM 2.752 (1,39 %)

(28)

3. Hi.Abdullah Fadri Auli SH. dan Hi.Triprawoto,MM 28.702 (14,49 %)

4. Sinong Gatot Wiyono,SE dan Hi.Mat Alfi Asha,SH 20.605 (10,41 %)

5. Hi.Sujadi dan Hi.Narapati,SH 75.581 (38,17 %)

(Sumber: Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Pringsewu) .

Hal ini membuktikan tingkat partisipasi politik para warga Kabupaten Pringsewu yang penduduknya mencapai angka 377.857 jiwa, memberi tanda-tanda baik kedepannya dalam hal pemilihan kepala daerah di Kabupaten Pringsewu itu sendiri bila dilihat dari jumlah suara yang diberikan masyarakat Pringsewu dalam prnyelengaraan pilkada di daerahnya sendiri.

C. Partisipasi Etnis Tionghoa Pada pemilihan Kepala Daerah

(29)

25

dalam bahasa Muandarin Baku), berhubungan dengan bangkitnya nasionalisme pada akhir abad ke-19, Zhonghua digunakan beberapa abad sebelumnya, sebagai sinonim Zhongguo (Tiongkok dalam lafal Hokkian). Untuk menyebut darat pusat Tiongkok.

Jika dicermati perjalanan sejarah Etnis Tionghoa di Indonesia, istilah Tionghoa muncul ketika terjadi perdebatan siapa orang Cina yang menjadi WNI dan siapa yang setia kepada RRC. Istilah Tionghoa muncul untuk membedakan keturunan Cina yang memilih WNI, bukan orang Cina yang memilih menjadi warga negara RRC.

Dengan demikian, istilah Etnis Tionghoa digunakan untuk menunjuk orang Cina atau keturunan Cina yang ada di Indonesia, yang memilih menjadi warga negara Indonesia.

Istilah Tionghoa menjadi semakin menguat dan meluas penggunaannya Pasca-Orde Baru karena ada persepsi bahwa istilah Cina yang dimunculkan pada Orde Baru adalah hinaan.

Dalam kaitan informan mengungkapkan sebagai berikut :

“ Etnis Tionghoa itu kan sebetulnya hanya garis keturunan, asal- usulnya mereka itu kan keturunan dari Cina. Kalau yang sudah lama disini kan udah otomatis orang Indonesia, sebetulnya han- ya asal muasal saja.” (Tabah Maryana, 2005:8).

(30)

diikuti nya perubahan partisipasi politik etnis tionghoa ditiap jamannya ataupun ditipa massa nya.

Di Provinsi Lampung tepatnya di kota Bandar lampung adapun partisipasi etnis Tionghoa sebelum pemilihan kepala daerah, dicontohkan Pemilihan Walikota Bandar Lampung 2010, disini etnis Tionghoa berpartisipasi hanya sebatas pengamat saja dimana dimaksudkan dalam hal ini banyak etnis Tionghoa yang sudah berada di salah satu partai datang dalam rapat parpol itu sendiri.

Selain itu membicarakan politik, dan juga mengikuti perkembangan politik ataupun semacamnya, dan apabila pemilu kepala daerah itu dimulai mereka hanya sebatas ikut serta memberikan suaranya di pemilihan kepala daerah terssebut, hal ini dikarenakan pada pemilihan Walikota Bandar Lampung 2010 kemarin memang dalam daftar calon walikota dan wakil walikota tidak ada yang berdarah etnis Tionghoa, maka dari itu penulis menyebutkan partisipasi etnis Tionghoa sebelum pemilihan walikota 2010 kemarin hanya sebatas pengamat saja

(31)

27

khusunya di bidang politik dapat dikatakan mati. Hal ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah pada saat itu untuk menutup semua akses warga etnis Tionghoa dalam ikut berpartisipasi dalam hal politik dan dipercaya hanya dalam dunia perdagangan atau bisnis saja.

Mengikuti Perkembangan yang ada di saat Orde Baru di tahun 1998 yang akhirnya runtuh dan lahir masa reformasi,di era ini partisipasi politik etnis Tionghoa juga ikut berubah lagi. Namun yang membedakan di era reformasi ini partisipasi etnis Tionghoa tidak hanya di bidang politik saja melainkan perayaan kepercayaan serta adai istiadatnya pun diakui oleh pemerintah pada saat itu.

Perubahan politik di Indonesia dari jaman ke jaman pun ikut merubah bagaimana bentuk partisipasi Etnis Tionghoa itu sendiri khusunya di Indonesia sampai saat ini. Hal tersebut juga dengan seiring berjalannya waktu pasti menular ke berbagai wilayah di Indonesia baik itu di provinsi,maupun kabupaten-kabupaten yang ada di seluruh negeri, yang dimaksudkan disini adalah Kabupaten Pringsewu, salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Lampung.

(32)

aspirasi Etnis Tionghoa tersebut.Oleh karena itu, peneliti ini akan mencoba mengungkapkan partisipasi politik etnis Tionghoa dalam menghadapi pemilihan kepala daerah Kabupaten Pringsewu 2011. Bagaimanakah Partisipasi yang dilakukan oleh etnis Tionghoa dalam pemilihan kepala daerah Kabupaten Pringsewu 2011.

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir Partisipasi Politik Etnis

Tionghoa Pada Pilkada Pringsewu 2011

Bentuk Partisipasi Politik 1. Konvensional

2. Non Konvensional

Intensitas Partisipasi Politik

(33)

V. PARTISIPASI POLITIK ETNIS TIONGHOA PADA PEMILIHAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI KABUPATEN

PRINGSEWU 2011

A. Bentuk Partisipasi Politik Etnis Tionghoa pada Pilkada Pringsewu 2011

Dinamika politik bangsa saat ini sangat terpengaruh dari pengertian arti demokrasi dari tiap-tiap di kalangan masyarakat itu sendiri yang semakin lama semakin luas. Salah satu faktor berjalannya politik secara demokratis adalah adanya partisipasi politik di dalalam diri masyarakat bangsa itu sendiri. Adapun cara untuk mengetahui ataupun mengukur partisipasi politik dalam diri masyarakat adalah dengan cara melihat bentuk-bentuk partisipasi politiknya masyarakat itu sendiri.

(34)

1. Penetapan daftar pemilih

Penetapan daftar pemilih adalah salah satu tahap/kegiatan yang dimaksudkan untuk mendata warga ataupun masyarakat yang memperoleh hak pilih dan akan menggunakannya dan akan memberikan suaranya pada pelaksaan pilkada. Seperti yang tercantum dalam Pasal 68 Undang-undang No.32 Tahun 2004, yang menyebutkan bahwa warga negara Republik Indonesia pada hari pemungutan suara sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin mempunyai hak untuk memilih.

Pada tahap penetapan daftar pemilih peran aktif dari masyarakat dapat mendorong terwujudnya transparansi dalam melaksanakan proses pencatatan daftar pemilih dan sekaligus membantu petugas agar tidak ada satupun masyarakat diwilayah tersebut yang tidak terdaftar sebagai pemilih. Terkait dengan partisipasi politik etnis Tionghoa pada tahap penetapan daftar pemilih, Yudi (yung-yung) mengungkapkan:

“....Menurut sepengetahuan saya, warga yang etnis Tionghoa seperti saya dan lainnya hanya sebatas di data menjadi DPT, kemungkinan mereka mempunyai alasan yang sama untuk tidak terlibat secara langsung didalamnya yaitu alasan pekerjaan, jadi menurut saya dalam tahap ini partisipasi politik warga etnis Tionghoa tergolong rendah...” (Wawancara 24/08/2012).

Selain hasil wawancara diatas, terdapat informan yang pada saat penetapan daftar pemilih mempunyai masalah, saudara Buyung (ko Afut) pun mengungkapkan sebagai berikut :

(35)

63

dapat terdaftar dan dia dapat ikut menyumbangkan suaranya saat pilkada dilaksanakan....” ( Wawancara 19/09/2012).

Melihat dari wawancara tersebut pada tahap penetapan daftar pemilih, warga yang merupakan etnis Tionghoa umumnya telah terdaftar sebagai DPT di wilayah tempat tinggalnya masing-masing. Namun jika melihat dari tahap ini tidak ada warga yang umumnya warga etnis Tionghoa yang ikutserta ataupun berpartisipasi secara langsung seperti contohnya menjadi Panwas, PPK, atau PPS karena menurut mereka kegiatan atau tahap ini menurut mereka tidak terlalu membutuhkan keterlibatan masyarakat secara banyak, dan menurut mereka tanpa bantuan warga Tionghoa pun masih bisa berjalan ataupun dilakukan oleh masyarakat Pringsewu lainnya.

2. Pendaftaran dan Penetapan calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Pringsewu.

(36)

“...Untuk dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah itukan ada syarat-syarat dan ketentuannya. Selain itu yang bersangkutan harus mempunyai pengetahuan politik yang mumpuni serta mempunyai “pergaulan” di bidang politik, seperti dimisalkan ikut dalam partai politik, mungkin untuk sekarang warga Tionghoa disini belum ada, untuk sekarang-sekarang ini mungkin masih hanya sebatas itu, seperti saya ini yang merupakan tim sukses dari salah satu calon hanya ikut membantu dalam proses-proses dimana saat mendaftarkan nama calon kami di KPU saat itu (Wawancara 24/08/2012).

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diungkapkan bahwa tidak adanya warga etnis Tionghoa di Pringsewu yang mencalonkan diri sebagai peserta pilkada, dikarenakan dalam tahap ini dari wawancara diatas mengatakan harus orang-orang yang benar-benar mengerti Kabupaten Pringsewu tersebut, agar kelak andai terpilihmereka sudah tahu seluk beluk Kabupaten ini.

3. Kampanye

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005, kampanye adalah kegiatan dalam rangka meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program pasangan calon. Kampanye dilakukan oleh pasangan calon atau tim kampanye dengan penekanan pada penyampaian visi dan misi dan program kerja. Terkait dengan tahapan kampanye dengan warga etnis Tionghoa, Andi Gunawan mengungkapkan:

“...Sepengetahuan saya ada yang menjadi tim sukses karena saya pernah melihatnya mempromosikan ataupun memperkenalkan salah satu calon yang diusung nya...”(Wawancara 25/08/2012).

(37)

65

“...Menurut saya walaupun masih rendah tapi didalam tahap ini ada warga etnis Tionghoa yang terlibat didalamnya yaitu tim sukses dari salah satu kandidat calon. Saya tahu karena beliau menjadi tim sukses untuk daerah disini yang anda dapat lihat sendiri banyak kaum Tionghoa nya....“ (Wawancara 24/08/2012).

Hal ini dipertegas dengan hasil wawancara dari saudara Aliong (Hendrik): “...Saya merupakan tim sukses dari salah satu pasangan calon untuk pilkada Kabupaten Pringsewu kali ini, yang kebetulan pada saat itu adalah tim sukses dari salah satu tim pemenang Hi.Sujadi dan Hi. A.Narapati saya ikut memperkenalkan beliau serta pasangannya kepada masyarakat-masyarakat sekitar tempat tinggal saya, dan juga saya sempat meluangkan waktu saya untuk ikut konvoi ke jalan-jalan pada saat masa kampanye yang lalu....’’ (Wawancara 24/08/2012)

Berdasarkan wawancara diatas dalam tahap ini ada salah satu warga etnis Tionghoa yang terlibat langsung didalamnya, seperti yang dimaksudkan adalah tim sukses dari salah satu pasangan calon Bupati dan wakil Bupati pada Pilkada Pringsewu. Beliau menerima tawaran menjadi tim sukses salah satu calon di kawasannya dikarenakan beliau melihat visi dan misi salah satu pasangan calon tersebut sesuai yang diharapkannya, dengan berharap andai pasangan yang beliau usung tersebut bisa memenangkan Pilkada agar Kabupaten Pringsewu ini dapat labih maju dari sebelumnya, sehingga meningkatkan taraf kehidupan warga Kabupaten Pringsewu itu sendiri.

4. Pemungutan Suara

(38)

kebebasan yang sama untuk dapat memilih calon pasngan Bupati dan wakil Bupati yang didukung ataupun diusungnya.

Terkait dengan tahapan pemungutan suara dengan warga etnis Tionghoa, An Mei mengungkapkan:

“ ....Lumayan tinggi ya aktifitas dalam tahap ini khususnya dalam memberikan suaranya dalam Pilkada ini, saya juga melihat sendiri di TPS 4, tempat saya memilih banyak warga etnis Tionghoa yang ikut memilih selain saya, tapi kalau menjadi panitia, ataupun penawas mungkin tidak ada...” (Wawancara24/08/2012).

Selain itu Andi Gunawan (Anyuk), mengungkapkan:

“....Banyak warga etnis Tionghoa yang ikut memberikan suaranya dalam pilkada ini,saya banyak bertemu dengan warga yang sama seperti saya di TPS dekat rumah saya.’’ (Wawancara 25/08/2012).

Pada tahap pemungutan suara ini, masyarakat etnis Tionghoa yang berada di kabupaten Pringsewu pada umum nya mereka ikut memberikan suaranya pada pilkada Kabupaten Pringsewu, Hal tersebut dapat dilihat dari wawancara diatas dimana banyak warga etnis Tionghoa yang datang ke TPS di wilayah mereka masing-masing untuk memberikan suaranya.

5. Penghitungan Suara

(39)

67

Selain itu keterlibatan masyarakat pada tahap ini dapat dilakukan dengan menjadi saksi dari salah satu pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Terkait dengan tahapan penghitungan suara dengan warga etnis Tionghoa Saudara Buyung Arifin (Ko afut), mengungkapkan:

“ .... Dalam tahapan ini saya rasa warga etnis Tionghoa belum begitu berminat dalam hal ini, mungkin mereka disibukkan oleh pekerjaan ataupun aktivitas mereka. Jadi ada beberapa yang mungkin tidak sempat untuk mengikuti tahapan ini. Ya walaupun banyak yang tidak tertarik di dunia politik begitu juga saya yang tidak mengikuti partisipasi politik secara praktis namun saya sedikit mengikuti dinamika politik yang terjadi di kabupaten Pringsewu, jadi sedikit-sedikit saya tahu tentang politik disini.’’...(Wawancara 19/09/2012).

Selain itu saudara Aliong juga mengungkapkan:

“... Saya hadir dalam penghitungan suara khusunys di TPS 4 dikarenakan selain saya memilih di TPS tersebut, letak TPS itu berada di wilayah dimana saya menjadi salah satu tim sukses dari salah satu pasangan calon untuk memperkenalkan calon tersebut terutama kepada masyarakat Tionghoa.... ” (Wawancara 24/08/2012).

(40)

6. Penetapan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih,pengesahan, dan pelantikan.

Diketahui di dalam Pasal 109 Ayat (3) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, pengesahan pengangkatan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih dilakukan oleh Menteri dalam negeri (Mendagri) atas nama Presiden. Kemudian kepala daerah dan wakil kepala daerah dilantik oleh Gubernur atas nama Presiden sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 111 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Namum pada tahap ini tidak ada warga etnis Tionghoa di Kabupaten Pringsewu yang terlibat secara langsung.

B. Intensitas Partisipasi Politik Etnis Tionghoa pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Pringsewu 2011

Kegiatan partisipasi politik dapat dilihat juga dari segi frekuensi atau tingkat intensitasnya, Roth dan Wilson menguraikan bentuk partisipasi politik warga negara berdasarkan intensitasnya. Intensitas terendah adalah sebagai orang-orang apolitis pengamat, intensitas menengah yaitu sebagai partisipan, dan intensitas partisipasi tertinggi sebagai aktivis.

(41)

69

kelompok kepentingan, mendiskusikan masalah politik, dan mengikuti perkembangan politik melalui media massa. Selain kategori pengamat partisipasi politik lainnya adalah partisipasn, yang disebut kategori partisipan adalah seperti menjadi petugas kampanye, menjadi petugas kampanye, menjadi anggota aktif partai politik atau kelompok-kelompok kepentingan serta aktif dalam proyek-proyek sosial.

Partisipasi politik bila dilihat dari intensitasnya yang paling tinggi adalah kategori aktivis, kategori ini dapat dilihat antara lain seperti para pejabat politik, pemimpin partai politik, kelompok kepentingan merupakan pelaku-pelaku politik yang memiliki intenistas yang tinggi. Jika dihubungkan dengan pendapat Roth dan Wilson tersebut maka kategori intensitas partisipasi politik masyarakat etnis Tionghoa pada pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten pringsewu 2011 adalah pada tingkat kategori partisipan dan pengamat. Dikatakan partisipasi politik di tingkat kategori partisipan karena ada salah satu masyarakat etnis Tionghoa di Kabupaten Pringsewu yang menjadi tim sukses salah satu calon kandidat Bupati dan Wakil Bupati. Selain itu dikatakan kategori pengamat dikarenakan mayoritas warga etnis Tionghoa ikut memberikan hak suara dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Pringsewu 2011.

1. Tim sukses salah satu kandidat pasangan calon

(42)

(Hendrik) yang merupakan tim sukses dari pasangan Hi.Sujadi dan Hi. A.Narapati dan juga anggota dari partai politik PDI Perjuangan:

“....Dalam proses ini saya kebetulan mencoba memobilisasi massa dengan target sasaran komunikasi pedagang yang ada di sekitar Kecamatan Pringsewu. Selain itu saya berpartisipasi pada tahapan ini adalah kesamaan faktor misi dan visi pada salah satu kandidat Bupati atau Wakil Bupati Pringsewu, dan saya juga mencoba memberikan arahan dan masukan pada masyarakat Pringsewu untuk dapat memberikan dukungan dan pilihannya kepada salah satu pasangan yang mempunyai program yang jelas” (Wawancara 24/08/2012).

Dengan kesadaran pribadi partisipasi politik etnsi Tionghoa pada tahap ini dapat dilihat dimana ada salah satu warga etnis Tionghoa yang menjadi tim sukses dari salah satu calon kandidat pasangan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Pringseweu 2011.

2. Pemberian suara

Intensitas partisipasi warga etnis Tionghoa pada Pilkada Kabupaten Pringsewu dalam tahap ini dapat dilihat dari pernyataan Saudara Yudi (Yung-Yung):

“...Menurut saya dalam tahap ini hampir semua mayoritas masyarakat etnis Tionghoa ikut memilih dalam pilkada kemarin ini. Mungkin partisipasi semacam itulah yang dilakukan etnis Tionghoa, yang tidak banyak memakan/menyita waktu mereka ’’ (Wawancara 24/08/2012).

(43)

71

Budiharjo (2008: 371), bahwa intensitas orang yang mengikuti kegiatan secara tidak intensif, yaitu kegiatan yang tidak banyak menyita waktu dan yang biasanya tidak berdasarkan prakarsa sendiri (seperti memberikan suara dalam pemilihan umum) besar sekali jumlahnya.

C. Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Politik etnis Tionghoa pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Pringsewu 2011

Membicarakan masalah mengenai hal-hal yang mempengaruhi partisipasi politik, ada dua hal yang menunjang didalamnya, adapun hal itu adalah tentang kesadaran politik dengan kepercayaan kepada pemerintah. Disini dikatakan apabila keasadaran politik adalah hal yang menyebutkan tentang pengetahuan mengenai bagaimana masyarakat berpartisipasi dalam suatu kegiatan politik, yang menjadi tolak ukur seseorang terlibat dalam berpartisipasi politik. Sedangkan jika kita membicarakan hal kepercayaan masyarakat kepada pemerintah hal ini dimaksudkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada peran pemerintah pun dapat menjadi tolak ukur masyarakat juga dalam berpartisipasi politik. Kedua hal diatas ini yang mendorong penulis untuk mencari informasi kepada informan mengenai faktor pendorong serta faktor penghambat suatu partisipasi politik etnis Tionghoa pada Pilkada Kabupaten Pringsewu 2011.

1. Faktor Pendorong partisipasi Politik

(44)

didalam dirinya. Kesadaran politik adalah kesadaran seseorang akan hak-hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Tingkat kesadaran politik diartikan sebagai tanda bahwa sesorang menaruh perhatian terhadap masalah kenegaraan ataupun pembangunan. Dengan adanya kesadaran politik maka seseorang akan merasa tertarik untuk turut serta dalam suatu proses kegiatan politik maupun pemerintahan.

Dengan adanya kesadaran politik dari dalam diri masyarakat khususnya etnis Tionghoa dalam pilkada Kabupaten Pringsewu 2011, hal ini mendorong para masyarakat etnis Tionghoa untuk berpartisipasi politik yang dalam hal ini dimaksudkan adalah dalam hal pemberian suara nya dalam pilkada di daerahnya. Mereka menganggap perlu untuk memberikan suaranya karena suara mereka dalam pilkada di daerahnya ini akan menentukan kehidupan mereka kedepannya di daerah mereka sendiri yaitu Kabupaten Pringsewu.

Masyarakat etnis Tionghoa juga menyadari bahwa peran pemerintah sebagai pembuatan kebijakan semakin diakui dalam segala sektor. Hal ini yang membuat masyarakat etnis Tionghoa beranggapan bahwa peran pemerintah kedepannya sangat mempengaruhi taraf hidup mereka, seperti yang diungkapkan oleh saudara Aliong (Hendrik):

“ ....Ya sama dengan warga lainnya yang bukan etnis Tionghoa mungkin kami ingin ikut berpartisipasi dalam hal ini memberikan suara kami, ya karena kami inigin mempunyai pemimpin atau kepala daerah kami yang akan datang memikirkan nasib rakyatnya serta kesejahteraan rakyatnya itu sendiri...’’

(45)

73

Melihat dari wawancara diatas sangat jelas bahwa masyarakat etnis Tionghoa melakukan kegiatan politik ini karena mereka ingin mendapatkan pemimpin yang benar-benar memikirkan nasib masyarakatnya di Kabupaten Pringsewu, tak terkecuali masyarakat etnis Tionghoa agar hidup mereka kedepannya akan semankin baik lagi dari sebelumnya.

2. Faktor Penghambat Partisipasi Politik

Membahas faktor pendorong tidak adil jika kita tidak membahas faktor penghambat partisipasi politik masyarakat etnis Tionghoa pada Pilkada Pringsewu 2011. Yang kita ketahui bahwa partisipasi politik etnis Tionghoa belakangan ini sudah mulai menunjukkan geliatnya di sebagian tempat wilayahnya, namun tetap saja di wilayah ataupun tempat lainnya pasrtisipasi itu masih belum menunjukkan geliatnya atau masih belum tampak benar ke permukaan dikarenakan mereka masih memprioritaskan pekerjaan mereka daripada berpartisipasi politik. Hal ini dapat dilihat dari berbagai tahap pelaksaan pilkada yang ada, bisa dilihat sangat kurangnya atau minimnya partisipasi politik masyarakat etnis Tionghoa dalam keikutsertaannya dalam setiap tahapan tersebut.

Adapaun hal ini diungkapkan oleh suadara Andi Gunawan ( Anyuk): “ ....Sepertinya kurang kalau untuk warga yang keturunan Tionghoa untuk urusan yang berbau politik kurang, karena mereka memang cenderung tidak berminat mungkin untuk hal-hal seperti ini....’’

(46)

Hal ini ditambahkan dari wawancara yang saya dapat dari saudara Buyung Arifin ( Ko Afut ) dan Suratman ( Fan Yen ) :

“ ....Mengapa tidak banyak untuk ikut serta dalam halnya politik praktis, karena warga etnis Tionghoa ini pada dasarnya mempunyai pandangan jika tidak ada kepentingan didalamnya mengapa harus repot-repot untuk masuk dalam partai politik. Saya juga berpikir demikian sama nya dengan warga yang lain, kecuali saya punya kepentingan di dalamnya mungkin saya ikut dalam politik praktis, ataupun biasanya etnis Tionghoa yang berpolitik praktis biasanya ikut hal seperti itu karena ingin mengamankan aset-asetnya seperti contoh Mr.X yang anda juga mungkin tahu mempunyai pusat perbelanjaan di Bandar lampung.

Menurut saya sepeeti itu, bukan saya hanya asal bicara namun karena saya sendiri warga etnis Tionghoa maka saya bisa berbicara seperti ini...’’ (wawancara 19/9/2012).

“...Ya kalau saya pribadi mengikuti kegiatan-kegiatan politik seperti hal nya ikut dalam partai, mengikuti kampanye jika benar-benar saya diberi sebuah kedudukan didalamnya, baru saya mau ikut serta, namun apabila hanya cuma ingin ikut-ikut saja atau meramaikan apalagi di partai politik hanya menjadi anggota biasa tanpa ada kedudukan buat apa saya ikut berpolitik, lebih baik saya mengurusi usaha saya ini...’’ (Wawancara 19/9/2012).

(47)

75

(48)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(49)

i

DAFTAR ISI

Halaman

Daftar isi ... i

Daftar Tabel ... ii

Daftar Gambar ... iii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Kegunaan Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Partisipasi Politik ... 9

1. Bentuk Partisipasi ... 16

2. Intensitas Politik ………. 17

3. Sifat Partisipasi Politik... 18

B. Pemilihan Kepala Daerah ... 19

1. Landasan Pilkada ... 20

2. Tahapan Pilkada ... 22

3. Pilkada Pringsewu ... 23

C. Partisipasi Politik Etnis Tionghoa Pada Pilkada ... 24

III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 29

B. Fokus Penelitian ... 31

C. Sumber Data ... 33

D. PenentuanInforman... 33

E. Teknik Pengumpulan Data ... 35

F. Teknik Analisis Data ... 36

IV. Sejarah Sosial Dan Politik Komunitas Etnis Tionghoa A. Masa Kolonial... 39

B. Masa Orde Lama... 43

C. Masa Orde Baru... 45

D. Masa Reformasi... 48

E. Etnis Tionghoa di Bandar lampung... 55

(50)

V. PARTISIPASI POLITIK ETNIS TIONGHOA PADA PEMILIHAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI KABUPATEN PRINGSEWU 2011 A. Bentuk Partisipasi Politik Etnis Tionghoa pada Pilkada Pringsewu 2011... 61

B. Intensitas Partisipasi Politik Etnis Tionghoa pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Pringsewu 2011... 68

C. Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Politik etnis Tionghoa pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Pringsewu 2011... 71 1. Faktor Pendorong partisipasi Politik...71 2. Faktor Penghambat partisipasi Politik... 73

VI. Kesimpulan dan saran

A. Simpulan... 76 B. Saran... 77

(51)

iii

DAFTAR TABEL

(52)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Alfian. 1982. Politik, Budaya, dan Masyarakat. LP3ES. Jakarta.

Andolina,Molly.2006.Participant and cicil Society.oxford University Press.New York.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2007. Studi Evaluasi Pemekaran Daerah. Laporan Penelitian. Direktorat Otda Bappenas. Jakarta

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Budiarjo,Miriam. 1983. Partisipasi dan Partai Politik. Gramedia Pustaka Utama.Jakarta.

Djohan, Djohermansyah. 1990. Problematika Pemerintahan dan Politik Lokal.

Bumi Aksara. Jakarta.

Hartomo dan Aziz, Arnicun.2004. Ilmu Sosial Dasar. PT Bumi Aksara. Jakarta. H. Hie, Norman 2002. Partisipasi Politik. Gramedia Pustaka Utama.Jakarta. Idrus,muhammad.2009.Metode Penelitian Ilmu sosial.Erlangga.Jakarta. Maryanah,Tabah.2005. Partisipasi Politik Etnis Tionghoa Pasca Orde Baru di

Bandar Lampung.UNILA

MN. Ibad dan Fikri AF, Akhmad.2011. Bapak Tionghoa Indonesia. LKiS, Yogyakarta

Nazir, Moh. 1999. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Philipus, Ng dan Nurul Aini. 2004. Sosiologi Politik. PT Rajagrafindo

(54)

Rahmat, Jallaludin. 1997. Metode Penelitian. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Rush,Michael.2007.Pengantar Sosiologi Politik. Gramedia Pustaka Utama. Sastroatmodjo, Soejono. 1995. Perilaku Politik. IKIP Semarang Press. Semarang. Suryadinata, Leo.2002. Negara Dan Etnis Tionghoa. LP3S. Jakarta

Suryadinata, Leo.1984. Dilema Minoritas Tionghoa. PT. Temprint. Jakarta

Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Dokumen :

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada).

Inpres Nomor 14 Tahun 1967, pelanggaran etnis Tionghoa merayakan Pesta agama, dan penggunaan huruf-huruf Cina

Kepres kabinet No.127/U/Kep/12/1966 Kepres Nomor 240/1967

PP Nomor 10 Tahun 1959, tentang larangan orang asing berusaha di bidang perdagangan eceran di tingkat kabupaten ke bawah (di luar ibu kota daerah) dan wajib mengalihkan usaha mereka kepada warga negara Indonesia

PP Nomor 12 Tahun 2008, pemerintahan daerah

PP Nomor 6 Tahun 2005, tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, Pemberhentian Kepala Daerah

Gambar

Tabel 1. Peserta Calon Bupati dan Wakil Bupati Pilkada Pringsewu 2011
Gambar 2. Piramida Partisipasi Politik

Referensi

Dokumen terkait

Menanggapi berbagai kritik dan gugatan yang muncul di masyarakat Bupati Tatang Farhanul Hakim, yang sebelumnya adalah Ketua DPRD Kabupaten Tasikmalaya, menyatakan

Hal ini menunjukkan bahwa keyakinan karyawan akan diperlakukan secara adil akan membuat mereka lebih memiliki komitmen karyawan pada organisasi sehingga dapat

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Margaretha dan Zai 2013 bahwa rasio Loan to Deposit Ratio LDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap Return on Asset ROA yang

Setelah membaca dan mengoreksi skripsi saudara Ayu Anggraini NIM: 12220125 jurusan Hukum Bisnis Syariah Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang,

(=diagnosa organisasi membutuhkan kegiatan mendiagnosa, menilai kinerja suatu organisasi untuk merumuskan tindakan perbaikan. Konsep ini mirip dengan praktek kerja

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi pati memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap susut bobot, total padatan terlarut, kadar vitamin C, total

Beberapa prinsip dalam disiplin anggaran yang perlu diperhatikan dalam penyususnan anggaran daerah antara lain bahwa (1) Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan

Dengan mengacu kepada hasil pengolahan data dan pembahasan pada Bab 4, hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, pertama effort expectancy ditemukan memiliki