• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KONSENTRASI RAGI TEMPE DAN LAMA FERMENTASI JAGUNG TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK MP-ASI DENGAN TEPUNG TEMPE KEDELAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH KONSENTRASI RAGI TEMPE DAN LAMA FERMENTASI JAGUNG TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK MP-ASI DENGAN TEPUNG TEMPE KEDELAI"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

THE EFFECT OF TEMPEH YEAST CONCENTRATION AND FERMENTATION TIME OF CORN ON ORGANOLEPTIC PROPERTIES

OF WEANING FOOD WITH SOYBEAN TEMPEH FLOUR

By

NOVENTI RIANA SARI

(2)
(3)

ABSTRAK

PENGARUH KONSENTRASI RAGI TEMPE DAN LAMA FERMENTASI JAGUNG TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK MP-ASI DENGAN

TEPUNG TEMPE KEDELAI

Oleh

NOVENTI RIANA SARI

(4)
(5)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6 - 24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI (Indrasanto dkk., 2006). Bayi umumnya tidak lagi mendapat cukup energi dan zat gizi dari ASI semata, sedangkan bayi harus bertumbuh sampai dua kali atau lebih dari waktu lahir dan tetap bertumbuh cepat dan lebih aktif. Oleh sebab itu, bayi membutuhkan makanan lain sebagai tambahan ASI pada umur 6 bulan karena saluran cerna bayi sudah dapat mencerna sebagian makanan keluarga seperti tepung (Albar, 2004). Bahan utama penyusun MP-ASI sebagian besar terbuat dari beras dan tepung terigu sebagai sumber karbohidratnya (Larasati dkk., 2012). Alternatif lain pengganti beras dan tepung terigu adalah jagung yang diolah menjadi tepung jagung terfermentasi.

(6)

yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya cerna asam amino pada jagung adalah melalui proses fermentasi tepung jagung dengan kapang Rhizopus sp. Sementara untuk melengkapi asam amino yang kurang dalam jagung dan juga berguna untuk menaikkan kadar protein dan lemaknya adalah memfortifikasinya dengan tempe kedelai yang diolah menjadi tepung tempe kedelai.

Tempe kedelai kaya akan kandungan asam amino lisin dan triptophan masing-masing sebesar 269 mg/g N dan 59 mg/g N (Haryoto, 1998). Tempe dalam bentuk tepung tempe memiliki kandungan protein 40%, lemak 20%, dan karbohidrat 28% (LIPI, 2005). Pengolahan tempe menjadi tepung memiliki banyak manfaat, antara lain tepung tempe mudah dicampur dengan sumber karbohidrat untuk memperkaya nilai gizinya, mudah disimpan, ataupun diolah menjadi makanan cepat saji. Tepung tempe dapat disubstitusikan pada bubur bayi, minuman, instan bumbu masak tempe, bahan pengikat pada bakso sapi, biskuit, dan lain-lain. Pada makanan bayi, tempe berpotensi menaikkan daya tahan terhadap infeksi, mencegah diare, dan menggantikan serelia bubur bayi (Albertine et. al., 2008).

(7)

berupa warna, aroma, rasa, dan tekstur. Daya terima produk pangan oleh konsumen banyak ditentukan oleh faktor mutu terutama mutu organoleptik. Oleh karena itu perlu diketahui konsentrasi ragi tempe dan lama fermentasi yang optimum dalam fermentasi jagung untuk MP-ASI dengan tepung tempe yang menghasilkan sifat organoleptik terbaik.

B. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh konsentrasi ragi tempe dan lama fermentasi jagung terhadap sifat organoleptik MP-ASI dengan tepung tempe

2. Mendapatkan konsentrasi ragi tempe dan lama fermentasi jagung untuk MP-ASI dengan tepung tempe yang menghasilkan sifat organoleptik terbaik

C. Kerangka Pemikiran

Tepung jagung terfermentasi merupakan tepung jagung yang dalam pengolahannya terdapat penambahan kapang atau ragi yang berfungsi meningkatkan daya cerna asam amino pada tepung jagung. Kapang atau ragi yang ditambahkan dapat berupa Rhizopus sp. atau ragi tempe. Faktor inokulum Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae berperan penting dalam proses

fermentasi. Selama proses fermentasi, jenis-jenis mikroorganisme lain mungkin turut bercampur, tetapi tidak menunjukkan aktivitas yang nyata. Kapang Rhizopus oligosporus memegang peranan penting karena selama fermentasi

(8)

Rhizopus oryzae yang lebih banyak mensintesis enzim alfa-amilase (pemecah

pati) (Silvia, 2009).

Hasil penelitian sebelumnya (Setyani, 2012), fermentasi jagung menggunakan ragi tempe dengan konsentrasi 2% dan 3% dan lama fermentasi 48 jam dan 72 jam menghasilkan kandungan kimia tepung jagung terfermentasi meliputi kadar air berkisar 2,25 – 4,98%, kadar abu berkisar 0,47 – 1,36%, kadar protein berkisar 11,23 – 15, 76%, kadar lemak berkisar 6,62 – 6,95%, kadar serat berkisar 1,77 – 4,11%, dan kadar karbohidrat berkisar 70,55 – 73,06%. Kandungan kimia terutama protein pada tepung jagung terfermentasi tersebut dapat ditingkatkan dengan menambahkan tepung tempe. Tempe dalam bentuk tepung memiliki kandungan gizi (dalam 100 g bahan) antara lain protein 34 - 40%, lemak 20 - 26%, karbohidrat 28 -3 4%, air 4 - 8%, dan abu 2,3% (LIPI, 2005). Tepung tempe juga masih memiliki serat dengan kadar 1,4% per gramnya. Nilai cerna tepung tempe juga tidak mengalami perubahan walaupun sudah mengalami pengeringan (Syarief, 1996). Hasil penelitian Djafaar dkk. (2011) makanan bayi dengan bahan baku pokok sagu, tepung tempe dan bahan campuran susu bubuk serta minyak jagung yang diolah dalam kisaran tepung tempe 0 - 23,8%, sagu 50,3 - 53,0%, susu bubuk 14,2 - 40,7%, dan minyak jagung 9% memberikan berat badan normal pada tikus putih. Peranan yang besar diberikan oleh protein tepung tempe dan tepung susu bubuk yaitu 39,97% dan 27,86%.

(9)

yaitu harga bahan baku jagung lebih murah dibandingkan dengan tempe sehingga relatif ekonomis dan dapat diaplikasikan oleh masyarakat serta diharapkan kualitas sensori dan nutrisi yang dihasilkan baik. Pada penelitian ini akan dicari konsentrasi ragi tempe dan lama fermentasi yang optimum sehingga diperoleh sifat organoleptik MP-ASI berbahan baku tepung jagung terfermentasi dan tepung tempe yang terbaik.

D. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh konsentrasi ragi tempe terhadap sifat organoleptik MP-ASI dengan tepung tempe

2. Terdapat pengaruh lama fermentasi jagung terhadap sifat organoleptik MP-ASI dengan tepung tempe

(10)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Biji Jagung

(11)

Gambar 1. Struktur biji jagung Sumber : Suarni dan Widowati (2011)

Kulit ari jagung dicirikan oleh kandungan serat kasar yang tinggi, yaitu 86,7%, yang terdiri atas hemiselulosa (67%), selulosa (23%), dan lignin (0,1%). Di sisi lain, endosperma kaya akan pati (87,6%) dan protein (8%), sedangkan kadar lemaknya relatif rendah (0,8%). Lembaga dicirikan oleh tingginya kadar lemak (33%), protein (18,4%), dan mineral (10,5%). Analisis kimia fraksi–fraksi biji jagung menunjukkan bahwa masing-masing fraksi mempunyai sifat yang berbeda. Proses pengolahan dengan menghilangkan sebagian dari fraksi biji jagung akan mempengaruhi mutu gizi produk akhirnya (Suarni, 2009a).

(12)

makanan, dan lain-lain; faktor perlakuan yaitu metode dan cara panen, pembibitan, pengolahan, dan penyimpanan.

Tabel 1. Komposisi kimia berbagai varietas jagung (%) Komposisi

(%)

Varietas jagung Srikandi

Kuning Srikandi Putih Bisi 2 Lamuru

Kadar Air 9,9 9,59 9,7 9,8

Kandungan gizi utama jagung adalah pati (72-73%), dengan kandungan amilosa berkisar 25-30% dan amilopektin berkisar 70-75%. Komponen karbohidrat lain adalah gula sederhana, yaitu glukosa, sukrosa dan fruktosa, 1-3% dari bobot biji. Amilosa merupakan rantai unit-unit D-glukosa yang panjang dan tidak bercabang, digabungkan oleh ikatan α-1,4. Amilopektin merupakan rantai unit-unit D-glukosa yang strukturnya bercabang, dengan ikatan glikosidik α-1,4 pada rantai lurusnya dan ikatan α-1,6 pada percabangannya. Amilopektin berpengaruh terhadap sifat sensoris jagung, terutama tekstur dan rasa. Pada prinsipnya, semakin tinggi kandungan amilopektin, tekstur dan rasa jagung semakin lunak, pulen, dan enak (Suarni 2009a).

(13)

kandungan asam amino lisin 0,11% dan triptofan 0,475%. Lemak jagung terutama terdapat pada bagian lembaga, berkisar antara 3-18% (Suarni dan Widowati, 2011). Asam lemak pada jagung meliputi asam lemak jenuh (palmitat dan stearat) serta asam lemak tidak jenuh, yaitu oleat, linoleat (Suarni, 2009a).

Jagung mengandung serat pangan yang cukup tinggi, terutama pada kulit ari. Dilaporkan bahwa kulit ari jagung terdiri atas 75% hemiselulosa, 25% selulosa, dan 0,1% lignin. Serat pangan berbentuk karbohidrat kompleks yang banyak terdapat didalam dinding sel tumbuhan. Serat pangan tidak dapat dicerna dan diserap oleh saluran pencernaan manusia, tetapi memiliki fungsi yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan, pencegahan berbagai penyakit, dan sebagai komponen penting dalam terapi gizi. Biji jagung mengandung abu sekitar 1,3%, sedikit di bawah serat kasarnya. Jagung juga mengandung berbagai mineral esensial, seperti K, Na, P, Ca, dan Fe (Suarni dan Widowati, 2011).

(14)

gizi mikro, kedua vitamin tersebut berperan sebagai antioksidan alami yang dapat meningkatkan imunitas tubuh serta menghambat kerusakan degeneratif sel (Suarni, 2009a).

Masalah utama yang biasa terdapat pada jagung adalah kandungan aflatoksin yang diproduksi oleh kapang Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus. Aflatoksin tidak secara otomatis terkontaminasi kapang pada saat biji diproduksi, tetapi berisiko tinggi terkontaminasi aflatoksin dan hal ini sangatlah berbahaya (Mulyawanti dkk., 2006). Aflatoksin merupakan salah satu jenis mikotoksin yang paling berbahaya karena dapat menimbulkan kanker hati (Fillaeli, 2013). Tingginya pertumbuhan aflatoksin dipengaruhi oleh kadar air dari biji jagung dan suhu penyimpanan yang merupakan faktor terpenting, dimana suhu optimum untuk pertumbuhan Aspergillus flavus adalah 18-28°C dan kadar air optimum biji jagung 18%. Selain itu, adanya jagung yang rusak juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Aspergillus flavus (Mulyawanti dkk., 2006).

(15)

pendeteksian pertumbuhan dan spora jamur semenjak prapanen, sanitasi peralatan penanganan jagung juga harus diperhatikan, termasuk sortasi dan pembersihan jagung dari cemaran-cemaran lainnya (Mulyawanti dkk., 2006).

B. Tepung Jagung Terfermentasi

Menurut SNI 0l-3727-1995, tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji jagung (Zea mays L) yang baik dan bersih. Hasil penelitian Suarni (2009b), kandungan nutrisi tepung jagung cukup memadai, kadar protein tiga varietas jagung (Anoman-1, Srikandi Putih-1, dan lokal) berkisar 7,54–7,89% pada metode kering, dan 6,70–7,24% pada metode basah. Kadar lemak tepung 2,05–2,38% pada metode kering, lebih tinggi dibandingkan dengan metode basah yang hanya 1,86–2,08%. Kadar lemak yang rendah akan menguntungkan dari segi penyimpanan karena tepung dapat disimpan lebih lama; dengan demikian metode basah lebih baik dibandingkan dengan metode kering.

(16)

Jagung dalam bentuk tepung lebih fleksibel, lebih tahan lama, praktis, dapat diperkaya dengan zat gizi (fortifikasi), dan lebih cepat dimasak sesuai dengan tuntutan kehidupan modern yang serba praktis. Tepung jagung bersifat fleksibel karena dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai produk pangan dan relatif mudah diterima masyarakat, karena telah terbiasa menggunakan bahan tepung, seperti halnya tepung beras dan terigu (Richana dan Suarni, 2011). Pemanfaatan tepung jagung pada berbagai bahan dasar pangan antara lain untuk kue kering, mie kering, dan roti-rotian. Tepung jagung dapat mensubstitusi 100% untuk kue yang dibakar atau dioven, seperti brownis, cake, dan podeng bakar, 40% untuk mie, dan 20% untuk roti-rotian (Richana, 2010).

Tepung jagung terfermentasi adalah produk tepung yang dalam pengolahannya ada penambahan kapang atau ragi yang berfungsi meningkatkan asam amino pada tepung jagung. Fermentasi mempunyai pengertian suatu proses terjadinya perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Fermentasi merupakan proses yang melibatkan mikroorganisme sehingga kualitas produk fermentasi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor selama proses fermentasi itu berlangsung yaitu pH, suhu, oksigen, dan jenis substrat. Selain itu, lama fermentasi dan jumlah inokulum merupakan faktor penting dalam proses fermentasi (Suprihatin, 2010).

(17)

mesh. Proses fermentasi tepung jagung diawali dengan pembuatan granula dengan menambahkan air pada tepung jagung, kemudian digelatinisasi selama 2 jam (95oC), selanjutnya ditimbang dan didinginkan. Setelah dingin ditambahkan inokulum Rhizopus sp. (0,09%; 0,12%; 0,15%) selanjutnya diinkubasi (selama 24, 48, 72 jam). Kapang Rhizopus sp. digunakan karena jenis kapang ini mampu menghasilkan enzim extraseluler alfa amylase dan enzim protease yang diharapkan bisa menghidrolisis pati menjadi gula dan mensubstitusi kekurangan akan asam amino pada tepung jagung. Hasil penelitian proses fermentasi tepung jagung menggunakan kapang Rhizopus sp. didapat pada lama inkubasi 66 jam dan konsentrasi kapang 0,12 % menghasilkan total asam amino sebesar 480,996 mg/100g.

C. Tempe

Tempe merupakan produk olahan kedelai hasil fermentasi jamur Rhizopus sp. Proses pengolahannya, meliputi sortasi biji, perebusan, pemisahan kulit, perendaman satu malam, pengukusan, pendinginan, peragian, pengemasan, dan fermentasi. Proses perebusan kacang kedelai selama 30 menit untuk melunakkan biji. Kulit biji kedelai dihilangkan kemudian direndam selama 12 jam, lalu ditiriskan. Biji kedelai dikukus selama 1 jam, lalu didinginkan. Setelah dingin, ragi ditaburkan diatas biji, dicampur, diratakan, dibungkus daun pisang atau dalam kantung plastik berlubang dengan ketebalan ± 2cm, lalu difermentasi selama 30 - 36 jam (Ginting, 2010).

(18)

di atas daun waru dan dikeringkan) atau inokulum murni jamur Rhizopus oligosporus yang dijual dalam bentuk tepung seperti yang diproduksi oleh LIPI,

Bandung (Ginting, 2010). Ragi tempe terutama terdiri dari mikroba yang tergolong dalam jenis kapang, antara lain adalah Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer (kapang roti), dan Rhizopus arrhizus (Silvia, 2009). Fermentasi menggunakan ragi tempe menghasilkan enzim pencernaan yang membuat protein dipecah menjadi asam amino dan nitrogen terlarut, lemak dipecah menjadi asam lemak bebas, dan karbohidrat dipecah menajdi gula yang lebih mudah dicerna didalam tubuh, menurunkan asam fitat (Deliani, 2008) yang dapat mengikat ion-ion logam (Zn, Fe, Ca, Mg) sehingga ketersediaan logam-logam tersebut akan berkurang (Setyani, 2002) dan menurunkan kadar oligosakarida penyebab flatulensi (perut kembung) yaitu stakiosa dan rafinosa (Silvia, 2009).

(19)

(Nout dan Kiers, 2005). Kandungan gizi kedelai dan tempe dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan gizi antara kedelai dan tempe (100 g)

Kandungan Gizi Kedelai Tempe

(20)

D. Tepung Tempe

Tempe merupakan bahan makanan yang mudah rusak (perishable), umur simpannya hanya satu sampai dua hari pada suhu kamar. Hari selanjutnya warna tempe akan berubah menjadi kekuning-kuningan dan rasa busuk akan mulai muncul. Salah satu cara untuk meningkatkan daya simpan tempe adalah pengolahan tempe menjadi tepung tempe. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengembangkan bahan makanan campuran tempe berbentuk tepung untuk bahan dasar aneka makanan dan kue. Bukan hanya lezat, dengan mencapur tepung tempe dengan makanan lain, nilai gizi makanan itu akan meningkat (Pudjiono, 2004).

Cara pembuatan tepung tempe yang baik adalah tempe segar yang telah dipotong-potong, diblansir (100°C, 10 menit), lalu dikeringkan dengan oven (55°C, 24 jam). Setelah kering, tempe digiling dan diayak dengan ayakan berukuran 30-40 mesh. Tepung tempe dapat dengan baik ditambahkan pada makanan lain tanpa mengurangi atau mengubah cita rasa makanan yang ditambahkan. Selain itu, tepung tempe juga dapat digunakan sebagai sumber protein utama dalam makanan tambahan sapihan yang siap untuk dimasak (Muhajir, 2007). Di dalam tepung tempe terdapat senyawa glikoprotein yang merupakan zat antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Puspa, 2004)

(21)

kadar 1,4% per gramnya walaupun lebih sedikit dibandingkan dengan tempe (Syarief, 1996). Hasil penelitian Oktavia (2012) dalam pembuatan tepung formula tempe menghasilkan kadar protein yang diperoleh yaitu sebanyak 11,88%, kadar lemak sebanyak 10,6%, kadar abu sebanyak 3,2%, kadar air 5,18% dan karbohidrat sebanyak 69,14%. Analisa yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar karbohidrat yang lebih tinggi, menyusul kadar protein, lalu kadar lemak, kemudian kadar air, dan paling sedikit yaitu kadar abu. Nilai kadar protein sebanyak 11,88% dan kadar air sebanyak 5,18% yang diperoleh pada tepung formula tempe bersifat saling berhubungan. Hal ini disebabkan nilai protein yang tinggi mengakibatkan nilai kadar air menjadi lebih rendah.

Tabel 3. Komposisi zat gizi tepung tempe

Komponen (%) Jumlah

Protein 48

Lemak 24,7

Karbohidrat 13,5

Kadar Air 8,7

Serat Makanan 2,9

Abu 2,3

Sumber :Mukhtadi (1992)

(22)

infeksi, mencegah diare, dan menggantikan serelia bubur bayi. Pada pembuatan cookies, tepung tempe sebagai substitusi tepung terigu (Albertine et. al., 2008).

Hasil penelitian Agustiningsih (2008), stik tempe terbaik diperoleh dari penambahan konsentrasi tepung tempe 10% yang menghasilkan kadar protein 39,96%, lemak 19,25%, karbohidrat 27,20% dan serat pangan 9,65%. Sementara hasil penelitian Evirina (1992), penambahan tepung tempe pada pembuatan bakso ikan menghasilkan kadar protein 16,76%, lemak 8,64%, karbohidrat 11,86%, air 60,48%, dan abu 2,26%. Makanan bayi dengan bahan baku pokok sagu, tepung tempe dan bahan campuran susu bubuk serta minyak jagung yang diolah dalam kisaran tepung tempe 0-23,8%, sagu 50,3-53,0%, susu bubuk 14,2-40,7%, dan minyak jagung 9% memberikan berat badan normal pada tikus putih. Peranan yang besar diberikan oleh protein tepung tempe dan tepung susu bubuk yaitu 39,97% dan 27,86% (Djafaar dkk., 2011). Hasil penelitian Murni (2012) bahwa penambahan tepung tempe 20% dan 25% pada kue basah (nagasari dan kelepon) kurang disukai panelis. Hal ini dikarenakan semakin banyak presentase penggunaan tepung tempe maka tingkatan warna krem menjadi semakin nyata sehingga dengan semakin banyaknya penambahan tepung tempe warna kue nagasari menjadi kecoklatan dan warna hijau kue kelepon akan semakin pudar, aroma langu kue nagasari dan kelepon semakin nyata, dan rasa terasa langu sehingga kurang disukai panelis.

E. Makanan Pendamping ASI (MP–ASI)

(23)

memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI (Indrasanto dkk., 2006). Pemberian usia 6-24 bulan dipilih karena periode ini merupakan masa emas tumbuh kembang anak yang ditandai dengan pesat tumbuh otak (Rahmawati, 2010). Makanan pendamping ASI disebut juga makanan pelengkap, makanan tambahan, makanan padat atau makanan sapihan (weaning food). Secara umum ketentuan yang harus dipenuhi oleh makanan pendamping ASI adalah mengandung seluruh komponen gizi yang dibutuhkan bayi, bersifat mudah dicerna, disukai (diterima secara organoleptik) dan praktis dalam penyajiannya (Larasati dkk., 2011).

WHO/UNICEF merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan dalam mencapai tumbuh kembang optimal pada bayi yaitu (1) memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, (2) memberikan hanya air susu ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, (3) memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan, dan (4) meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih. Rekomendasi tersebut menekankan, secara sosial budaya MP-ASI hendaknya dibuat dari bahan pangan yang murah dan mudah diperoleh di daerah setempat (indigenous food) (Kresnawan, 2006).

(24)

merah), biji-bijian yang mengandung minyak (misal kedelai, kacang tanah, wijen), susu, ikan, daging, unggas, buah dan atau bahan makanan lain yang sesuai. Selain bahan utama tersebut dapat ditambahkan bahan lain dan turunannya yang sesuai untuk bayi dan anak berusia 6 sampai 24 bulan seperti minyak, lemak, gula, madu, sirup gula, garam, sayuran, buah dan rempah (Kemenkes RI, 2007).

(25)

Tabel 4. Syarat mutu makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) – bagian 1 : bubuk instan (SNI 01-7111.1-2005)

No Kriteria Uji Persyaratan

1 Keadaan

5. Protein Tidak kurang dari 2 g/100 kkal atau 8 g/100 dan tidak lebih dari 5,5 g/100 kkal atau 22 g/100 g dengan mutu protein tidak kurang dari 70 % kasein standar. 6. Karbohidrat Jika sukrosa, fruktosa, glukosa, sirup glukosa atau

madu ditambahkan pada produk maka

a) Jumlah karbohidrat yang ditambahkan dari sumber tersebut tidak lebih dari 7,5 g/100 kkal atau 30 g/100g

b) Jumlah fruktosa tidak lebih dari 3,75 g/100 kkal atau 15 g/100g

7. Kadar serat pangan

Tidak lebih dari 1,25 g/100 kkal atau 5 g/100g

8. Lemak Tidak kurang dari 1,5 g/100 kkal atau 6 g/100 g dan tidak lebih dari 3,75 g/100 kkal atau 15 g/100g

9. Vitamin Yang wajib ada pada produk MP-ASI bubuk adalah vitamin A, D, C dengan ketentuan :

Vitamin A tidak kurang dari 62,5 retinol ekivalen/ 100 kkal atau 250 retinol ekivalen/100g dan tidak lebih dari 180 retinol ekivalen/ 100 kkal atau 700 retinol ekivalen per 100 g

Vitamin D tidak kurang dari 0,75 mikogram/100 kkal atau 3 mikogram/100 g dan tidak lebih dari 2,5 mikogram/100 kkal atau 10 mikogram/100g.

Vitamin C tidak kurang dari 6,25 mg/100 kkal atau 4 mg/100 g

(26)

10. Mineral Mineral yang wajib ada dalam produk MP-ASI bubuk adalah Na, Ca, Fe, Zn, dan I dengan ketentuan :

Kandungan Na tidak lebih dari 100 mg/100 kkal produk siap konsumsi yang ditujukan untuk bayi.

Kandungan Na tidak lebih dari 200 mg/100 kkal

Tidak boleh mengandung pengawet, pemanis buatan, dan pewarna

BTM yang diizinkan : Pengemulsi:

Lesitin tidak lebih dari 1,5 g/100g (bk)

Mono dan digliserida tidak lebih dari 1,5 g/100 g (bk)

Pengaturan asam:

Natrium hydrogen karbonat, kalium hydrogen karbonat, kalsium karbonat secukupnya untuk tujuan produksi yang baik

Antioksidan:

Tokoferol tidak lebih dari 300 mg/1 kg lemak Alfa – tokoferol tidak lebih dari 300 mg/kg lemak L-askorbilpalmitat tidak lebih dari 200 mg/kg lemak

Perisa (Flavouring):

Ekstrak bahan alami :secukupnya

Etil vanilin, vanilin tidak lebih dari 7 mg/ 100g Penegas rasa :

Secukupnya untuk tujuan produksi yang baik Enzim :

Secukupnya untuk tujuan produksi yang baik Bahan pengembang:

(27)

12. Cemaran Logam:

Kandungan Arsen (As) tidak lebih dari 0,38 mg/kg Kandungan Timbal (Pb) tidak lebih dari 1,14 mg/kg

Kandungan Timah (Sn) tidak lebih dari 152 mg/kg Kandungan Raksa (Hg) tidak lebih dari 0,114 mg/kg

Mikroba:

Angka lempeng total tidak lebih dari 1,0 x 104 koloni/g

MPN coliform kurang dari 20/ gr dan E.coli negative Salmonella : negative

Staphylococcus sp. Tidak lebih dari 1,0 x 104 koloni/g

(28)

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboraturium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung, pada bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012.

B. Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah jagung pipilan varietas Hibrida Bisi 2 berwarna kuning tua atau orange yang diperoleh dari daerah Palas, Lampung Selatan, ragi tempe merk Raprima, dan tempe yang diperoleh dari Pasar Tradisional. Bahan pembantu yang digunakan gula halus, garam, dan sodium bikarbonat, dan air. Adapun bahan – bahan analisis yang digunakan antara lain petroleum benzene, K2S, H2SO4, aquades, NaOH, larutan standar HCl 0,1 N, HCl pekat, indikator fenolftalein, larutan standar NaOH 0,1 N, pelarut dietileter, alkohol 95%, dan aquades.

(29)

erlenmeyer, hot plate, kertas saring, alat – alat lain untuk analisis kimia dan alat-alat untuk uji organoleptik.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan dua faktor dan lima ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi ragi tempe yang terdiri dari 2 taraf yaitu 2% dan 3% sedangkan faktor kedua adalah lama fermentasi yang terdiri dari 2 taraf yaitu 48 jam dan 72 jam. Data diuji kehomogenannya dengan uji Bartlett’s dan dianalisis dengan analisis sidik ragam untuk mendapatkan penduga ragam galat. Analisis data dilanjutkan menggunakan uji BNT pada taraf nyata 5%.

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Pembuatan Tepung Jagung Terfermentasi

(30)

Gambar 2. Diagram alir pembuatan tepung jagung terfermentasi Sumber : Setyani, dkk. (2012)

Biji jagung

Penyortiran

Penirisan

Penggilingan

Pengukusan selama 30 menit

Pendinginan

Tepung Jagung Terfermentasi

Penambahan ragi tempe 2% dan 3% Perendaman dalam air selama ± 48 jam

Pengayakan Penghalusan

Pengeringan dengan oven suhu 60 oC ± 18 jam Inkubasi selama 48 jam dan 72 jam

(31)

2. Pembuatan Tepung Tempe

Tempe dipotong dengan ketebalan sekitar 0,5 cm. Selanjutnya potongan – potongan tempe dikukus pada suhu 100oC selama 20 menit, kemudian didinginkan. Setelah dingin, tempe dikeringkan pada oven pada suhu 600C selama 18 jam, selanjutnya digiling dan diayak. Diagram alir pembuatan tepung tempe dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram alir pembuatan tepung tempe Sumber : Setyani, dkk. (2012)

Tempe

Pemotongan tempe dengan ketebalan sekitar 0,5 cm

Penirisan

Pengukusan dengan uap air panas suhu 100 oC, 20 menit

Pengeringan dalam oven suhu 60oC, 18 jam

Penggilingan

Pengayakan

(32)

3. Pembuatan MP-ASI

Bahan-bahan pembuatan MP-ASI berupa tepung jagung terfermentasi sebanyak 60 g, tepung tempe 35 g, gula halus 4,4 g, soda kue 0,1 g, dan garam 0,5 g ditimbang. Selanjutnya semua bahan dicampur, kemudian ditambahkan air sebanyak 600 ml dan dimasak selama 12 menit. Diagram alir pembuatan bahan makanan campuran dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram alir Pembuatan Produk MP-ASI Sumber : Setyani, dkk. (2012)

E. Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan terhadap produk Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) dari tepung jagung terfermentasi dengan konsentrasi ragi tempe dan

Penimbangan masing-masing bahan Tepung jagung terfermentasi, tepung

tempe, gula halus, soda kue, garam

Pencampuran bahan

Penambahan air sebanyak 600 ml

Pemasakan selama 12 menit

(33)

lama fermentasi yang berbeda-beda dan tepung tempe yaitu uji organoleptik (Nuraini dan Nawansih, 2006). Perlakuan terbaik yang diperoleh dari uji organoleptik selanjutnya di uji kandungan kimianya berupa kadar air (AOAC, 1984), kadar lemak dengan metode sokhlet (Sudarmadji, 1984), kadar protein dengan metode Kjeldahl (Sudarmadji, 1984), kadar abu (AOAC, 1984), kadar serat kasar (Sudarmadji, 1984), kadar karbohidrat dengan metode by different (Winarno, 1992).

1. Pengujian Organoleptik

(34)
(35)

QUESIONER UJI ORGANOLEPTIK

Nama : Sampel: Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) NPM :

Tanggal :

Dihadapan anda disajikan 4 buah sampel MP-ASI. Panelis diminta untuk memberi skor penilaian terhadap intensitas warna, aroma, rasa, dan tekstur ke-4 buah sampel yang disajikan sesuai dengan nilai yang ditentukan.

Sampel Warna Aroma Rasa Tekstur

184 660 514 270

Penilaian untuk seluruh parameter (warna, aroma, rasa, dan tekstur) :

Warna : Aroma :

5. Khas jagung 5. Sangat halus dan lembut

(36)

2. Pengujian Kandungan Kimia

a. Kadar Air

Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode AOAC (1984). Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 3 g dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya. Sampel yang telah ditimbang selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105C selama 3 jam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Cawan porselen berisi sampel dipanaskan lagi dalam oven selama 30 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang kembali, perlakuan ini diulang hingga berat konstan (selisih penimbangan berturut-turut kurang dari 0,2 mg). Pengurangan berat merupakan banyaknya air dalam bahan.

Keterangan : A = Berat Contoh

B = Cawan + Contoh Basah C = Cawan + Contoh Kering

b. Kadar Lemak

(37)

pelarutnya ditampung. Labu lemak yang berisi lemak tersebut diuapkan dalam oven 105oC (15-20 menit), kemudian ditimbang sampai beratnya konstan.

100%

Analisis ini menggunakan analisis Gunning (Sudarmadji, 1984). Sampel sebanyak 0,5 g dimasukkan ke dalam labu kjedahl, ditambahkan 10 g K2S dan 10-15 ml H2SO4 pekat. Selanjutnya dilakukan distruksi diatas pemanas listrik dalam lemari asam, mula mula dengan api kecil, setelah asap hilang api dibesarkan, pemanasan diakhiri setelah cairan menjadi jernih tak berwarna lagi. Di buat pula perlakuan blankonya seperti perlakuan diatas tanpa sampel. Setelah labu kjedahl beserta cairannya menjadi dingin kemudian ditambah 100 ml aquades serta larutan NaOH 45% sampai cair bersifat basis. Labu kjedahl dipasang segera pada alat destilasi. Labu tersebut dipanaskan sampai amonia menguap semua, destilat ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 25 ml HCl 0,1N yang telah diberi indikator pp 1% beberapa tetes. Distilasi diakhiri setelah volume distilat 150 ml atau setelah distilat yang keluar bersifat basis. Distilat dititrasi dengan larutan NaOH 0,1N.

Kadar protein sampel di hitung dengan rumus :

(38)

d. Kadar Abu

Pengukuran kadar abu dilakukan dengan metode AOAC (1984). Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 3 g dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya. Cawan berisi sampel dibakar di atas kompor hingga tidak berasap, kemudian dipijarkan dalam tanur pada suhu 600C selama 4 jam (hingga diperoleh abu berwarna keputih-putihan). Cawan dan abu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang.

(39)

Suspensi disaring menggunakan kertas saring dan residu yang tertinggal dalam erlenmeyer dicuci dengan aquades mendidih. Residu dicuci dalam kertas saring sampai air cucian tidak bersifat asam lagi (diuji dengan kertas lakmus). Residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring kedalam erlenmeyer kembali dengan spatula, dan sisanya dicuci dengan larutan NaOH mendidih (1,25 g NaOH/100ml = 0,313 N NaOH) sebanyak 200 ml sampai semua residu masuk ke dalam erlenmeyer. Selanjunya residu dididihkan dengan pendingin balik sambil kadang kala digoyang-goyangkan selama 30 menit, lalu diaring menggunakan kertas saring yang telah diketahui beratnya, sambil dicuci dengan larutan K2SO4 10. Residu dicuci kembali dengan aquades mendidih dan kemudian dengan lebih kurang 15 ml alkohol 95%. Kertas saring dikeringkan dengan isinya pada 110C sampai berat konstan (1 -- 2 jam), lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Berat residu = berat serat kasar.

100%

Kadar karbohidrat diukur dengan menggunakan metode by different (Winarno, 1992), perhitungan untuk analisis kadar karbohidrat ini adalah :

(40)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Konsentrasi ragi tempe dan lama fermentasi jagung tidak memberikan pengaruh

yang nyata terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur MP-ASI yang dihasilkan. 2. Perlakuan terbaik produk MP-ASI adalah konsentrasi ragi tempe 3% dan lama

fermentasi jagung 48 jam dengan nilai rata-rata warna 3,19 (kuning tua), aroma 2,86 (netral), rasa 2,44 (agak khas tempe), dan tekstur 3,14 (sedang).

3. Kandungan kimia produk MP-ASI terbaik meliputi kadar abu, air, protein, lemak, serat kasar, dan karbohidrat sesuai dengan SNI 01-7111.1-2005.

B. Saran

(41)

PENGARUH KONSENTRASI RAGI TEMPE DAN LAMA FERMENTASI JAGUNG TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK MP-ASI DENGAN

TEPUNG TEMPE KEDELAI

Oleh

NOVENTI RIANA SARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(42)

PENGARUH KONSENTRASI RAGI TEMPE DAN LAMA FERMENTASI JAGUNG TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK MP-ASI DENGAN

TEPUNG TEMPE KEDELAI

(Skripsi)

Oleh

NOVENTI RIANA SARI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(43)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar

1. Struktur biji jagung ... 7

2. Diagram alir pembuatan tepung jagung terfermentasi ... 26

3. Diagram alir pembuatan tepung tempe ... 27

4. Diagram alir pembuatan produk MP-ASI ... 28

5. Formulir quesioner uji organoleptik formula MP-ASI ... 31

6. Pengaruh konsentrasi ragi tempe terhadap warna MP-ASI ... 37

7. Pengaruh lama fermentasi jagung terhadap warna MP-ASI ... 38

8. Pengaruh konsentrasi ragi tempe terhadap aroma MP-ASI ... 40

9. Pengaruh lama fermentasi jagung terhadap aroma MP-ASI ... 41

10. Pengaruh konsentrasi ragi tempe terhadap rasa MP-ASI ... 43

11. Pengaruh lama fermentasi jagung terhadap rasa MP-ASI ... 44

12. Pengaruh konsentrasi ragi tempe terhadap tekstur MP-ASI ... 46

13. Pengaruh lama fermentasi jagung terhadap tekstur MP-ASI ... 47

14. Jagung Bisi 2 ... 67

15. Jagung hasil pengukusan dan pengaronan ... 67

16. Proses fermentasi jagung ... 67

17. Jagung terfermentasi sebelum dikeringkan ... 67

(44)

19. Tepung jagung terfermentasi ... 67

20. Tempe ... 68

21. Proses pengukusan tempe ... 68

22. Proses pengeringan tempe ... 68

23. Tempe hasil pengeringan ... 68

24. Tepung tempe ... 68

25. Formula MP-ASI ... 68

26. Formula MP-ASI dalam bentuk bubur ... 69

(45)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar

1. Struktur biji jagung ... 7

2. Diagram alir pembuatan tepung jagung terfermentasi ... 26

3. Diagram alir pembuatan tepung tempe ... 27

4. Diagram alir pembuatan produk MP-ASI ... 28

5. Formulir quesioner uji organoleptik formula MP-ASI ... 31

6. Pengaruh konsentrasi ragi tempe terhadap warna MP-ASI ... 37

7. Pengaruh lama fermentasi jagung terhadap warna MP-ASI ... 38

8. Pengaruh konsentrasi ragi tempe terhadap aroma MP-ASI ... 40

9. Pengaruh lama fermentasi jagung terhadap aroma MP-ASI ... 41

10. Pengaruh konsentrasi ragi tempe terhadap rasa MP-ASI ... 43

11. Pengaruh lama fermentasi jagung terhadap rasa MP-ASI ... 44

12. Pengaruh konsentrasi ragi tempe terhadap tekstur MP-ASI ... 46

13. Pengaruh lama fermentasi jagung terhadap tekstur MP-ASI ... 47

14. Jagung Bisi 2 ... 67

15. Jagung hasil pengukusan dan pengaronan ... 67

16. Proses fermentasi jagung ... 67

17. Jagung terfermentasi sebelum dikeringkan ... 67

(46)

19. Tepung jagung terfermentasi ... 67

20. Tempe ... 68

21. Proses pengukusan tempe ... 68

22. Proses pengeringan tempe ... 68

23. Tempe hasil pengeringan ... 68

24. Tepung tempe ... 68

25. Formula MP-ASI ... 68

26. Formula MP-ASI dalam bentuk bubur ... 69

(47)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Kerangka Pemikiran ... 3

D. Hipotesis ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biji Jagung ... 6

B. Tepung Jagung Terfermentasi ... 11

C. Tempe ... 13

D. Tepung Tempe ... 16

E. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) ... 18

III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

B. Bahan dan Alat ... 24

C. Metode Penelitian... 25

D. Pelaksanaan Penelitian ... 25

1. Pembuatan Tepung Jagung Terfermentasi ... 25

2. Pembuatan Tepung Tempe ... 27

(48)

E. Pengamatan ... 28

1. Uji Organoleptik... 29

2. Pengujian Kandungan Kimia ... 32

a. Kadar Air. ... 32

b. Kadar Lemak. ... 32

c. Kadar Protein. ... 33

d. Kadar Abu. ... 34

e. Kadar Serat Kasar. ... 34

f. Kadar Karbohidrat. ... 35

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Organoleptik... 36

1. Warna ... 36

2. Aroma ... 39

3. Rasa ... 42

4. Tekstur... 45

B. Penentuan Perlakuan Terbaik ... 48

C. Analisis Kimia Perlakuan Terbaik. ... 49

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 52

B. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, F. 2008. Kajian Formulasi dan Isotermik Sorpsi Air Bubur Jagung Instan. (Tesis). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Albar, H. 2004. Makanan pendamping ASI. Cermin Dunia Kedokteran 145:51-55. Albertine, A., A. Darda, R. Indaryani, B. N. Kusuma, dan M. Arsyad. 2008. Tepung Tempe sebagai Protein Nabati yang Ekonomis. (Laporan Akhir PKM). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

AOAC. 1984. Official Methods of Analysis. Association of Official Agricultural Chemist. 14th ed. AOAC. Inc. Arlington. Virginia.

Arief, R. W. Dan R. Asnawi. 2009. Kandungan gizi dan komposisi asam amino beberapa varietas jagung. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan 9(2):61-66.

Astawan, M. 2004. Tetap Sehat dengan Produk Makanan Olahan. Tiga Serangkai. Solo.

Deliani. 2008. Pengaruh Lama Ferementasi Terhadap Kadar Protein, Lemak, Komposisi Asam Lemak dan Asam Fitat pada Pembuatan Tempe. (Tesis). Universitas Sumatera Utara. Medan.

Djafaar, T. F., A. Murdiati, dan I. S. Utami. 2011. Kajian biologis makanan bayi dengan bahan pokok sagu dan tepung tempe terhadap pertambahan berat badan tikus putih (Rattus norveginus). Agritech 15(4):11-17.

Evirina, H. 1992. Pengaruh Penambahan Tepung Tempe dan Putih Telur Terhadap Sifat Fisik dan organoleptik Bakso Ikan Lele (Clarias batrachus L.). (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Fillaeli, A. 2012. Kajian Aflatoksin Sebagai Salah Satu Cemaran Alami Bahan Pangan. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta. 1-7.

(50)

Hamid, Y. H. 2000. Pemanfaatan Tepung Pisang Owak (Musa paradisicial L) untuk Bahan Makanan Campuran (BMC) sebagai Makanan Tambahan Bayi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Haryoto. 1998. Tempe dan Kecap Kecipir. http://books.google.co.id/books?isbn= 9794974277. Diakses pada tanggal 30 Desember 2012.

Indrasanto, D., R. Brahim, Sugito, A. Purwanto, F. Ismandari, Sarijono, M. Hidayah, dan S. Murniati. 2006. Glosarium Data dan Informasi Kesehatan. Pusat dan Informasi Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Karsono, Y., A. Tunggal, A. Wiratama, dan P. Adimulyo. 2012. Pengaruh Jenis

Kultur Starter Terhadap Mutu Organoleptik Tempe Kedelai. Institut

Pertanian Bogor. Bogor. 1-8.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Spesifikasi Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). Jakarta.

Kresnawan, I. A. Ranida, S. Zainab, E. Zainal, Djasmidar, G. Sianturi, M, Karmini, R. Apriantono, E. Lugiarti, E. Herlina, Hardinsyah, D. Pranadji, M. Poppy, dan E. Hariyanto.2006. Pedoman Umum PemberianMakanan Pendamping Air Susu Ibu(MP-ASI) Lokal Tahun 2006. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Kusumaningrum, A., dan W. P. Rahayu. 2007. Penambahan kacang-kacangan dalam formulasi makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) berbahan dasar pati aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr). Jurnal Teknol, dan Industri Pangan. 18(2):73-80.

Larasati, D., S. B. Wahjuningsih, dan E. Pratiwi. 2011. Kajian formulasi bubur bayi instan berbahan dasar pati garut (Maranta Arundinaceae L) sebagai makanan pendamping ASI (MP-ASI) terhadap sifat fisik dan organoleptik. Jurnal Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian 5(2):112-118.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). 2005. Diversifikasi Pemanfaatan

Tempe untuk Olahan Pangan.

http://www.kimia-lipi.net/index.php?pilihan=litbang&kunci=tepung%20tempe&kategori=4 &id=9.1hlm. Diakses pada tanggal 06 Desember 2011.

Mensah, P., B. S. Drasan, T. J. Harrison, and A. M. Tomkins. Fermented cereal gruels: towards a solution of the weanling's dilemma. Food and Nutrition Bulletin 13(1):50-57.

(51)

Mukhtadi, D. 1992. Sifat Fungsional dan Nilai Gizi Tepung Tempe serta Pengembangan Produk Olahannya untuk Golongan Rawan Gizi. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Mulyawanti, I., K. T. Dewandari dan S. I. Kailaku. 2006. Aflatoksin pada jagung dan cara pencegahannya. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian. (2):23-28.

Murni, M. 2012. Kajian Penambahan Tepung Tempe Pada Pembuatan Kue Basah Terhadap Daya Terima Konsumen. Baristand Industri Surabaya. Surabaya. Nout, M. J. R. and J. L .Kiers. 2005. Tempe fermentation, innovation and

functionality: update into the third millenium. Journal of Applied Microbiology 98 :789–805.

Nurani, F. dan O. Nawansih. 2006. Buku Ajar Uji Sensori. Universitas Lampung. Bandar Lampung. sebagai makanan pendamping ASI (MP-ASI). Jurnal Skala Husada 5(2):91-97.

Puspa, Y. R. 2004. Pengaruh Penambahan Tepung Tempe dan Lama Penyimpanan Terhadap Total Bakteri dan Daya Terima Fillet Kakap Putih (Lates Calcarifer). (Skripsi). Universitas Diponegoro. Semarang.

Puspowati, S. D. 2003. Kajian Formulasi, Mikrostruktur, Daya Cerna, dan Umur Simpan Biskuit Garut untuk Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). (Tesis). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rahmawati, R. 2010. Hubungan Perilaku Pemberian MakananPendamping Asi (ASI) Dengan Tingkat KonsumsiEnergi, Protein dan Besar Porsi MP-ASI pada Anak Balita Keluarga Miskin Di KabupatenSukoharjo. (Skripsi) Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

Richana, N. 2010. Tepung jagung termodifikasi sebagai pengganti terigu. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 32(6):6-7.

(52)

Saloko, S., I.W.S. Yasa, dan A. Sulistiawati. 2009. Formulasi Tepung Pisang Kepok Dan Tepung Kacang Hijau Terhadap Mutu MP-ASI Lokal. Prosiding Seminar Nasional FTP UNUD. Bali. 154-159.

Setyani, S. 2002. Buku Ajar Evaluasi Gizi dalam Pengolahan Pangan. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Setyani, S., N. Yuliana, dan R. Adawiyah. 2012. Penggunaan Jagung Terfermentasi dan Tempe Kedelai Untuk Meningkatkan Mutu dan Nilai Gizi MP-ASI dalam Upaya Perbaikan Gizi dan Kesehatan Baduta. Laporan Penelitian Strategis Nasional Tahun Pertama. Universitas Lampung. 95.

Silvia, I. 2009. Pengauh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus). (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan.

Soegiharto, I. S. 1995. Memepelajari Pembuatan Cookies dengan Substitusi Tepung Tempe. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Standar Nasional lndonesia. 1995. SNI 0l-3727-1995 tentang tepung jagung. Jakarta.

Standar Nasional lndonesia. 2005. SNI 01-7111-2005 tentang Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) bubuk instan. Jakarta.

Suarni. 2009a. Komposisi Nutrisi Jagung Menuju Hidup Sehat. Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009. 60-68.

Suarni. 2009b. Prospek Pemanfaatan Tepung Jagung untuk Kue Kering (Cookies). Jurnal Litbang Pertanian 28(2):63-71.

Suarni dan S. Widowati. 2011. Struktur, Komposisi, dan Nutrisi Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros. Maros. 410-426.

Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisis untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. Unesa Press. Jakarta.

Sutanto, I. 2010. Pengaruh Formulasi Bahan Makanan Campuran (BMC) dari Tepung Sukun (Artocarpus Communis) dan Tepung Kacang Benguk (Mucuna Pruriens L.) Terhadap Kandungan Gizinya. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

(53)

Syarief, R. 1996. Prosedur Pembuatan Tempe. Pengembangan Industri Kecil Menengah Tempe. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan Lembaga Penelitian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Wignyanto, I. Nurika, dan S.K. Mahardika. 2009. Optimasi proses fermentasi tepung jagung pada pembuatan bahan baku biomassa jagung instan (kajian lama inkubasi dan konsentrasi kapang Rhizopus Sp.). Agritek 17(2): 251-257.

(54)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Ir. Sri Setyani, M.S. ...

Sekretaris : Dr. Ir. Neti Yuliana, M.Si. ...

Penguji

Bukan pembimbing : Dr. Ir. Sussi Astuti, M.Si. ...

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 196108261987021001

(55)

Judul Skripsi : PENGARUH KONSENTRASI RAGI TEMPE DAN LAMA FERMENTASI JAGUNG TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK MP-ASI DENGAN TEPUNG

TEMPE KEDELAI Nama Mahasiswa : NOVENTI RIANA SARI No. Pokok Mahasiswa : 0814051060

Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Ir. Sri Setyani, M.S. NIP 195310141983032003

Dr. Ir. Neti Yuliana, M.Si. NIP. 196507251992032002

2. Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

(56)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Way Huwi pada tanggal 04 November 1990 dan merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Widya Bakti Way Huwi Bandar Lampung pada tahun 1995, pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 3 Way Kandis Bandar Lampung pada tahun 2002, pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 19 Bandar Lampung pada tahun 2005 dan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 5 Bandar Lampung pada tahun 2008. Pada bulan September 2008, penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas lampung melalui SNMPTN.

(57)

SANWACANA

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ir. Sri Setyani, M.S. selaku pembimbing satu skripsi yang telah banyak memberikan pengarahan, saran dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini;

2. Dr. Ir. Neti Yuliana, M.Si. selaku pembimbing dua yang telah banyak memberikan pengarahan, saran dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini;

3. Dr. Ir. Sussi Astuti, M.Si. selaku penguji yang telah memberikan saran-saran guna terselesaikanya skripsi ini;

Penulis berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka dan semoga laporan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 21 Januari 2013 Penulis

Gambar

Gambar 1. Struktur biji jagung
Tabel 1. Komposisi kimia berbagai varietas jagung (%)
Tabel 2. Kandungan gizi antara kedelai dan tempe (100 g)
Tabel 3. Komposisi zat gizi tepung tempe
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh lama fermentasi terhadap kadar air, abu, protein, lemak dan daya terima tempe kedelai dengan substitusi

berbagai macam konsentrasi ragi dan lama waktu fermentasi pada proses fementasi untuk mengetahui berapa besar pengaruhnya terhadap kadar alkohol hasil fermentasi,

Dari hasil penelitian diperoleh data yaitu kadar alkohol pada lama fermentasi 6 hari dengan konsentrasi ragi 3 g/0,5 kg kulit pisang ambon sebesar 1,95%, sedangkan pada

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi ragi dan lama fermentasi serta mengetahui perlakuan yang optimal untuk mendapatkan kadar alkohol dari kulit

PENGARUH LAMA FERMENTASI Rhizopus oligosporus TERHADAP KADAR OLIGOSAKARIDA DAN SIFAT.. SENSORIK TEPUNG TEMPE KEDELAI

konsentrasi ragi dan lama fermentasi berpengaruh sangat nyata terhadap hasil minyak kelapa, hasil tertinggi diperoleh pada interaksi perlakuan W2R3 atau lama

Dari Tabel 2 diketahui bahwa didapatkan konsentrasi garam dan lama fermentasi tidak berbeda nyata terhadap total padatan terlarut yang ada didalam kimchi

Berdasarkan uraian diatas, dapat dilakukan penelitian mengenai efek lama waktu fermentasi terhadap yield VCO dari kelapa daerah Malang dengan menggunakan konsentrasi ragi tempe 2% b/v