ANALISIS PERGERAKAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA PERIODE TAHUN 2002.03 – 2009.06:
PENERAPAN MODEL OVERSHOOTING
(Skripsi)
Oleh
ALIT SATYA KESUMA WARDHANA
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS LAMPUNG
ANALISIS PERGERAKAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA PERIODE 2002.03 – 2009.06:
PENERAPAN MODEL OVERSHOOTING
Oleh
ALIT SATYA KESUMA WARDHANA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI
Pada
Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Lampung
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS LAMPUNG
Judul Skripsi : ANALISIS PERGERAKAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA PERIODE 2002.03 – 2009.06: PENERAPAN MODEL OVERSHOOTING
Nama Mahasiswa : Alit Satya Kesuma Wardhana No. Pokok Mahasiswa : 0611021030
Jurusan : Ekonomi Pembangunan
Fakultas : Ekonomi
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Dr. Yoke Muelgini, M.Sc Muhammad Husaini, S.E., M.E.P NIP. 195812301987031002 NIP. 196012201989031004
2. Pj. Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Dr. Yoke Muelgini, M.Sc ………
Sekretaris : Muhammad Husaini, S.E., M.E.P ………
Penguji
Bukan Pembimbing : Dr. Johannis Damiri, S.E., M.Sc ………
2. Pj. Dekan Fakultas Ekonomi
Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S. NIP. 195809231982111001
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Bandarlampung pada tanggal 19 Juli 1986 dan merupakan anak
terakhir dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Poniran dan Ibu Tri Haryani.
Penulis memulai pendidikannya di TK Ikal, dan dilanjutkan di SD Negeri 2
Palapa yang diselesaikan tahun 1998, kemudian melanjutkan pendidikan di SMP
Negeri 2 Bandarlampung yang selesai tahun 2001, selanjutnya penulis
meneruskan pendidikannya di SMA 9 Bandarlampung yang selesai pada tahun
2004. Kemudian pada tahun 2005 penulis melanjutkan pendidikannya di D-1
Master Komputer. Selanjutnya pada tahun 2006 penulis diterima sebagai
mahasiswa di Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas
Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Selama menjadi pelajar dan mahasiswa, penulis aktif berorganisasi, diantaranya
yaitu sebagai anggota Organisasi Intra Sekolah (OSIS), Palang Merah Remaja
(PMR), dan sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Ekonomi Pembangunan
(HIMEPA) periode tahun 2007-2008.
Tahun 2006 penulis melaksanakan Kuliah Kunjung Lapangan (KKL) di PT
Orangtuaku tercinta Alm. Bapak Poniran. dan Ibu Tri Haryani yang senantiasa memberikan doa dan kasih sayang yang tulus.
Kakak-kakakku tersayang Panca Anggara dan Arum Anggita Sari yang selalu memberikan dukungan selama ini.
Keluarga besarku yang selalu memberikan doa dan semangat.
) & * ! % " " "
+ & ,
SANWACANA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi dengan judul “Analisis Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar
Amerika Periode 2002.03 – 2009.06: Penerapan Model Overshooting” adalah
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ekonomi pada Fakultas
Ekonomi Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S. selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. I Wayan Suparta, S.E., M.Si selaku Ketua dan Bapak Muhammad
Husaini, S.E., M.E.P selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Ekonomi Studi
Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Lampung.
3. Bapak Dr.Yoke Muelgini, M.Sc selaku Pembimbing Utama yang dengan
kesabaran hati memberikan bimbingan, arahan dan pelajaran yang tak ternilai
yang sangat berarti bagi penulis.
5. Bapak Muhiddin Sirat, S.E., M.Si selaku Pembimbing Akademik.
6. Bapak Imam Awaluddin, S.E., M.E terima kasih atas saran, bantuan
pengetahuan, bimbingan dan semangatnya selama ini.
7. Ibu Nita Muelgini terimakasih telah banyak membantu dalam mengumpulkan
data yang dibutuhkan dalam penyusunan skripsi.
8. Bapak dan Ibu dosen yang telah dengan tulus dan sabar memberi ilmunya
yang bermanfaat bagi penulis.
9. Seluruh Bapak dan Ibu staf pegawai Jurusan Ekonomi Pembangunan (Ibu
Mardiana, Pak Herman, dan Mas Kuswara) dan staf Fakultas Ekonomi
Pembangunan.
10.Teman sekaligus sahabat terbaikku Anne, Sri, Tantri, Benny, Jhon, Gesron,
Ati, Iin, terimakasih untuk canda tawanya, semangat, dan hari-hari yang
sangat menyenangkan.
11.Bayu Loewesing Satria terima kasih untuk bantuannya dalam penulisan
skripsi ini.
12.Rio Ponco Indrajid, terima untuk bantuannya dan kebersamaannya dalam
penulisan skripsi ini.
13.Fairuz, terima kasih untuk senyum dan ketulusannya.
14.Ivana Fabiane, terima kasih untuk hari-hari yang sangat berwarna dan indah
Aryo, Jimmy, Hendry, Ega, Upe, Nisa, Aina, Taruna, Hartadi, Bana, Dimas,
Roby, Dody, Yasir, Seli, Ingga, Ruri, Ingga, Yesi dan semua yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu, terimakasih untuk kebersamaannya selama ini.
16.Keluarga besar Ekonomi Pembangunan angkatan 2002-2009 dan seluruh
teman-temanku di Universitas Lampung.
17.Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya karya ini namun tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Akhir kata penulis hanya dapat berharap semoga Allah SWT, membalas segala
kebaikan mereka yang telah membantu penulis dan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat dan berguna.
Bandarlampung, Mei 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang dan Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Kerangka Pemikiran ... 5
E. Hipotesis ... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10
A. Nilai Tukar ... 10
B. Model Moneter Dari Penentuan Nilai Tukar ... 11
1. Sticky Price Monetary Model (SPMM)... 11
C. Nilai Kurs Yang Overshooting ... 14
D. Interest Rate Differential ... 16
E. Jumlah Uang Beredar ... 18
F. Pendapatan Nasional ... 19
H. Tinjauan Empiris ... 20
III. METODE PENELITIAN ... 30
A. Jenis dan Sumber Data ... 30
1. Uji Stationary ... 33
2. Uji Kointegrasi ... 34
3. Estimasi ECM ... 35
a. Penentuan Panjang Lag Optimal ... 35
4. Pengujian Asumsi Klasik ... 36
a. Uji Multikolinearitas ... 36
b. Uji Heteroskedastisitas ... 37
c. Uji Autokorelasi ... 37
5. Uji Hipotesis ... 38
6. Metode Expand Procedure ... 39
7. Metode Perhitungan Ekspektasi Inflasi ... 40
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42
A. Hasil Penelitian ... 42
1. Hasil Uji Unit Root ... 42
2. Uji Kointegrasi ... 43
3. Hasil Estimasi ECM ... 45
a. Hasil Penentuan Panjang Lag Optimal ... 45
b. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 46
4. Uji Hipotesis ... 48
a. Uji F ... 48
b. Uji t ... 49
c. Hasil Uji Hipotesis Overshooting ... 50
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 51
1. Jumlah Uang Beredar ... 51
2. Pendapatan riil ... 53
3. Interest Rate Differential ... 54
4. Analisis Ekonomi Melalui Grafik ... 55
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel
1. Ringkasan Tinjauan Karya Telisa Aulia Falianty ... 21
2. Ringkasan Tinjauan Karya Hadi Kardoyo & Mudrajad Kuncoro ... 22
3. Ringkasan Tinjauan Karya Didi Nuryadin & DR. Bagus Santoso, M.Soc.Sc. ... 23
4. Ringkasan Tinjauan Karya Sri Isnowati ... 24
5. Ringkasan Tinjauan Karya Gregorius Irwan Suryanto ... 25
6. Ringkasan Tinjauan Karya Indra Suhendra ... 26
7. Ringkasan Tinjauan Karya Adwin Surja Atmadja ... 27
8. Ringkasan Tinjauan Karya Tri Wibowo & Hidayat Amir ... 28
9. Hasil Uji Unit Root Dengan Philip-Perron Test Pada Orde Level ... 42
10.Hasil Uji Unit Root Dengan Philip-Perron Test Pada Orde First Difference ... 43
11.Regresi Kointegrasi ... 44
12.Hasil Uji Unit Root Variabel ECT ... 45
13.Hasil Estimasi ECM ... 46
14.Uji Asumsi Klasik ... 46
15.Hasil Estimasi ECM Setelah Pembobotan (Weighted) ... 47
16.Hasil Uji Hipotesis ... 50
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar
1. Perkembangan Suku Bunga SBI, The Fed Funds Rate, M1
Indonesia, M1 Amerika dan kurs Rupiah Terhadap USD ... 3
2. Dampak Perubahan Suku Bunga Terhadap Nilai Tukar ... 6
3. Pengaruh Penawaran Uang Terhadap Suku Bunga ... 7
4. Dampak Peningkatan Pendapatan Riil Terhadap Suku Bunga ... 7
5. Kerangka Pikir Penelitian ... 9
6. Nilai Kurs Yang Overshooting ... 15
7. Data yang Tidak Stationary ... 33
8. Pergerakan Jumlah Uang Beredar ... 53
9. Transmisi Dampak Depresiasi Rupiah Terhadap Perekonomian Indonesia ... 55
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
A. Tabel Hasil Uji Unit Root (Phillip-Peron Test) atas Kurs, JUB,
Pendapatan, Real Interest Differential, pada Orde Level dan Orde First
Difference
B. Uji Kointegrasi
C. Penentuan Panjang Lag Optimum per Variabel Berdasarkan AIC D. Regresi ECM
E. Uji Asumsi Klasik
F. Regresi ECM Setelah Penyembuhan Masalah Heterokedastisitas
G. Data Mentah dari The Fed, SEKI, Bank Indonesia dan Hasil Interpolasi
Untuk GDP Riil
ABSTRACT
Analysis of Rupiah Exchange Rate Movements Againts American Dollar Period 2002.03 - 2009.06:
Application Of Overshooting Model
By
Alit Satya Kesuma Wardhana
The objective of this research is to examine the influence of real interest rate differential, money supply, and real income on Rupiah/US Dollar exchange rate movements in Indonesia during the period of 2002:03-2009:06 by applying Dornbusch’s overshooting model. The overshooting model is estimated by ECM (error correction model) method.
The results of this research indicate that inflation in short-run is sticky. The results of ECM showed that Rupiah/US Dollar Exchange rates is simultaneously, partially and significantly influenced by all three variables chosen. This research also found that there is an overshooting in Indonesia along the period of this research.
JEL: C32, E51, F31
ABSTRAK
Analisis Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika Periode Tahun 2002.03 – 2009.06
Penerapan Model Overshooting
Oleh
Alit Satya Kesuma Wardhana
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tingkat suku bunga riil, jumlah uang beredar, dan pendapatan riil terhadap pergerakan nilai tukar rupiah serta untuk mengetahui apakah fenomena overshooting telah terjadi di Indonesia selama periode penelitian. Model yang digunakan adalah model
overshooting Dornbusch. Data yang digunakan adalah data runtun waktu selama
periode 2002.03 – 2009.06. model diestimasi dengan menggunakan ECM (Error
Correction Model).
Dalam penelitian ditemukan bahwa dalam jangka pendek tingkat inflasi di Indonesia merupakan sticky price. Hasil estimasi menunjukkan secara bersama-sama dan secara parsial semua variabel bebas dalam model penelitian
berpengaruh nyata terhadap pergerakan kurs rupiah terhadap dolar Amerika. Kemudian ditemukan terjadi overshooting nilai tukar rupiah selama periode penelitian.
JEL: C32, E51, F31
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Harga mata uang suatu negara dalam harga mata uang negara lain disebut kurs
atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan
perekonomian yang terbuka seperti Indonesia, peran nilai tukar rupiah terhadap
mata uang negara-negara mitra dagang sangat penting artinya, karena nilai tukar
rupiah terhadap mata uang asing berhubungan langsung dengan perdagangan luar
negeri (impor dan ekspor), konsumsi, investasi, output dan beban utang luar
negeri. Oleh karena itu, kestabilan kurs rupiah terhadap mata uang negara-negara
mitra dagang mutlak diperlukan.
Perubahan kurs rupiah dalam mata uang negara lain dengan demikian
berpengaruh terhadap perekonomian dan kehidupan kita sehari-sehari, karena
ketika, misalnya, rupiah mengalami apresiasi atau menjadi lebih bernilai
dibandingkan dengan mata uang suatu negara tertentu, misalnya, dolar AS, maka
harga barang yang diproduksi penduduk di AS akan menjadi lebih murah bagi
penduduk Indonesia, demikian pula sebaliknya.
Kestabilan kurs rupiah terhadap dolar AS berkaitan dengan depresiasi dan
apresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS atau terhadap mata uang
internasional. Depresiasi rupiah terhadap dolar AS akan menurunkan nilai tukar
rupiah terhadap dolar AS, akan tetapi, pada saat yang sama, akan meningkatkan
daya saing produk-produk domestik Indonesia relatif terhadap barang-barang
produksi AS atau negara-negara mitra dagang lainnya yang menggunakan dolar
AS dalam perdagangan internasional mereka, sehingga memudahkan para
produsen dan eksportir barang-barang tradable domestik untuk meningkatkan
produksi ekspor, demikian pula sebaliknya. Sedangkan apresiasi rupiah terhadap
mata uang negara mitra dagang akan menjadikan mata uang negara tersebut naik
nilainya relatif terhadap rupiah. Apresiasi rupiah tersebut akan mengurangi daya
saing produk-produk domestik dan menaikkan daya saing barang-barang di negara
mitra dagang, sehingga produk-produk luar negeri menjadi lebih murah.
Terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama dolar AS
pada tahun 1997 merupakan awal dari krisis ekonomi yang dialami Indonesia
pada tahun 1998. Krisis nilai tukar yang memicu terjadinya krisis moneter dan
perbankan dan kemudian berkembang menjadi krisis ekonomi dan politik
membuat Bank Indonesia (BI) mengubah sistem nilai rukar managed floating
yang berlaku dan mengharuskan BI memiliki cadangan devisa yang besar ketika
itu, menjadi sistem nilai tukar mengambang bebas (flexible atau free floating
exchange rate) pada 14 Agustus 1997 (Bank Indonesia, 1999)
Sejak rejim free-floating exchange rate diterapkan di Indonesia, maka nilai tukar
rupiah tidak lagi ditentukan oleh otoritas moneter (BI), melainkan oleh
mekanisme pasar. Akan tetapi, perkembangan selanjutnya ternyata menunjukkan
bahwa rejim nilai tukar ini menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS
lebih-kurang 650 persen (Rp14.900 per USD pada Juni 1998). Krisis keuangan
global akibat krisis subprime mortgage di AS yang terjadi pada akhir tahun 2008
yang lalu juga berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia, karena nilai tukar
rupiah terhadap dollar Amerika terdepresiasi, sehingga berpengaruh kondisi
perekonomian Indonesia. Perkembangan nilai rupiah pada tahun 2008
menunjukkan kondisi ke arah yang memburuk; nilai tukar rupiah terhadap US
dollar juga menunjukkan adanya penurunan meskipun BI sudah menaikkan suku
bunga SBI, dengan mengorbankan sektor riil. Secara teoritis dan empirik
ketidakstabilan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS memang berkaitan erat
dengan perkembangan suku bunga kebijakan bank sentral, baik di Indonesia
maupun di AS (Gambar 1).
Sumber : www.federalreserve.gov dan Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia Gambar 1. Perkembangan Suku Bunga SBI, The Fed Funds Rate, M1
Indonesia, M1 Amerika dan Kurs Rupiah Terhadap USD
0.00 2,000.00 4,000.00 6,000.00 8,000.00 10,000.00 12,000.00 14,000.00 -15 -10 -5 0 5 10 15 20 M a r-0 2 A u g -0 2 Ja n -0 3 Ju n -0 3 N o v-0 3 A p r-0 4 Se p -0 4 Fe b -0 5 Ju l-0 5 D e c-0 5 M a y-0 6 O ct -0 6 M a r-0 7 A u g -0 7 Ja n -0 8 Ju n -0 8 N o v-0 8 A p r-0 9
SBI fed funds rate
pertumbuhan M1 Indonesia Prtumbuhan M1 Amerika
Pada Gambar 1 di atas tampak bahwa selama triwulan ke tiga dan ke empat tahun
2008, suku bunga SBI cenderung naik, sedangkan The Fed Funds Rate cenderung
menurun dan pertumbuhan jumlah uang beredar (M1) Indonesia lebih tinggi
dibandingkan jumlah uang beredar AS. Dalam model Dornbusch overshooting,
ketika JUB meningkat maka dalam jangka pendek nilai tukar akan terdepresiasi
melebihi nilai keseimbangan jangka panjangnya, sedangkan harga barang dan jasa
menyesuaikan diri secara lambat, dan perlahan-lahan nilai tukar menyesuaikan
diri secara perlahan terhadap keseimbangan jangka panjang. Atas dasar
pandangan Dornbusch tersebut maka dapat dikatakan bahwa nilai tukar rupiah per
dolar AS seharusnya terapresiasi, namun pada kenyataannya justru terdepresiasi.
Fluktuasi nilai tukar rupiah yang tajam di Indonesia selama ini mungkin dapat
dijelaskan secara baik oleh model overshooting, karena model ini dianggap model
yang paling powerful dalam menjelaskan pergerakan nilai tukar yang sangat
bervolatilitas. Dalam model overshooting ini, ketika JUB meningkat maka dalam
jangka pendek nilai tukar akan terdepresiasi melebihi nilai keseimbangan jangka
panjangnya sedangkan harga barang dan jasa akan menyesuaikan secara lambat,
dan perlahan-lahan nilai tukar akan menyesuaikan terhadap keseimbangan jangka
panjang secara perlahan-lahan.
B. Rumusan Masalah
Penerapan sistem nilai tukar mengambang bebas oleh BI pada 14 Agustus 1997
menyebabkan pergerakannya dan volatilitasnya ditentukan oleh kekuatan
mekanisme pasar. Dalam teori exchange rate overshooting (Dornbusch, 1976)
akan mendepresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melebihi keseimbangan
jangka panjangnya dan secara perlahan nilai tukar tersebut akan terapresiasi
menuju keseimbangan jangka panjangnya. Dalam teori tersebut, nilai tukar
diperlakukan sebagai jump variable (variable yang dengan cepat langsung
menyesuaikan diri) sedangkan harga dan output diperlakukan sebagai sluggish
variable (variable yang menyesuaikan diri secara bertahap), sehingga kecepatan
penyesuaian nilai tukar rupiah terhadap dolar AS lebih cepat dibandingkan
penyesuaian harga dan output dalam menuju keseimbangan.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang akan diteliti
adalah bagaimana pengaruh jumlah uang beredar, pendapatan riil dan tingkat
suku bunga riil terhadap pergerakan nilai tukar rupiah? Apakah fenomena
overshooting telah terjadi di Indonesia selama periode penelitian?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jumlah uang beredar,
pendapatan riil dan tingkat suku bunga riil terhadap pergerakan nilai tukar rupiah
serta untuk mengetahui apakah fenomena overshooting telah terjadi di Indonesia
selama periode penelitian.
D. Kerangka Pemikiran
Perubahan pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dipengaruhi oleh
beberapa faktor fundamental seperti jumlah uang beredar domestik dan AS,
pendapatan riil domestik dan AS, dan tingkat suku bunga riil domestik dan AS.
dipengaruhi oleh banyak faktor, namun dalam penelitian ini penulis hanya akan
membatasi pada faktor-faktor tersebut saja.
Kunci untuk memahami perilaku kurs dalam jangka pendek adalah dengan
mengetahui bahwa kurs adalah harga dari aset domestik (deposito bank, obligasi,
saham, dan insteumen-instgrumen keuangan lainnya yang didenominasikan dalam
mata uang domestik). Aset-aset domestik ini memiliki tingkat pengembalian
yang diharapkan (expected return) yang dinyatakan dalam suku bunga. Kenaikan
dalam tingkat bunga riil domestik (iD) menyebabkan nilai tukar terapresiasi
karena tingkat bunga riil domestik yang lebih tinggi membuat aset-aset domestik
lebih menarik (expected return atas aset domestik lebih tinggi dari pada expected
return atas aset asing) sehingga meningkatkan permintaan atas aset domestik.
Gambar 2 menunjukkan kenaikan suku bunga rupiah bergeser dari R1Rp ke R2Rp atau bergerak ke kanan. Pergeseran itu menyebabkan imbalan dari simpanan
rupiah juga meningkat dan lebih menarik. Kemudian permintaan rupiah
mengalami kenaikan sehingga rupiah mengalami apresiasi ke E2Rp/$ (titik 2).
Sumber : Krugman & Obsfteld, 1992 : 71
Gambar 2. Dampak Perubahan Suku Bunga Terhadap Nilai Tukar
R1Rp
Kurs, ERp/$
Imbalan kurs (dalam nilai Rp) Simpanan rupiah
E1Rp/$
R2Rp
1’
2 1
Gambar 3 menunjukkan kenaikan penawaran uang dari ke menyebabkan
suku bunga mengalami penurunan yaitu dari R1 (titik 1) ke R2(titik 2).
Sumber : Krugman & Obstfeld, 1992 : 93
Gambar 3. Pengaruh Penawaran Uang Terhadap Suku Bunga
Gambar 4 menggambarkan pengaruh kenaikan tingkat output dari Y1 ke Y2
terhadap suku bunga, dengan asumsi tingkat harga dan penawaran uang diabaikan.
Kenaikan output menyebabkan garis lengkung permintaan uang bergeser ke
kanan, sehingga titik keseimbangan bergeser dari titik 1 ke titik 2.
Sumber : Krugman & Obsfteld, 1992 : 94
Gambar 4. Dampak Peningkatan Pendapatan Riil Terhadap Suku Bunga Kini pada keseimbangan suku bunga yang lama, terjadilah kelebihan permintaan
uang sebesar Q2 - Q1. Karena tingkat penawaran uang diabaikan (dianggap tetap
Suku bunga, R
Tingkat harga uang riil (Y2>Y
R2
R1
Q2 1 2
1
L(R>Y2)
L(R>Y1) Suku bunga, R
Tingkat harga uang riil Penawaran uang riil
R1
2 1
atau tidak berpengaruh), suku bunga segera terdorong hingga mencapai
keseimbangan baru R2 (di titik 2). Kenaikan tingkat suku bunga ini akan
menyebabkan nilai tukar terapresiasi.
Untuk memahami fenomena overshooting, maka kita menggunakan kondisi
uncovered interest rate parity dimana,
Ketika terjadi kenaikan penawaran uang permanen, maka akan terjadi
ketidakseimbangan antara penawaran uang riil dan permintaan uang riil.
Permintaan uang di pengaruhi oleh tiga faktor, yaitu tingkat harga, pendapatan
riil, dan suku bunga. Diasumsikan tingkat harga sticky dalam jangka pendek dan
pendapatan merupakan sluggish variable sehingga dalam jangka pendek, tingkat
harga dan pendapatan riil tidak mempengaruhi permintaan uang riil.. Untuk
menyeimbangkan penawaran dan permintaan uang, maka tingkat suku bunga
harus turun. Tingkat suku bunga (i) domestik dapat jatuh jika, dan hanya jika kurs
domestik diekspektasikan terapresiasi. Agar kurs diekspektasikan terapresiasi,
maka kurs harus terdepresiasi terlebih dahulu. Tetapi bagaimana mungkin kurs
diekspektasikan terapresiasi, bila depresiasi kurs sama dengan dampak jangka
panjang dari shock JUB? Jawaban Dornbusch adalah depresiasi awal dari kurs
harus lebih besar daripada depresiasi jangka panjangnya.
Berdasarkan teori dan pemikiran yang telah dijelaskan di atas maka kerangka pikir
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Tingkat suku bunga
nominal domestik Tingkat suku bunga
nominal luar negeri
Gambar 5 . Kerangka Pikir Penelitian
E. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Diduga jumlah uang beredar berpengaruh terhadap pergerakan kurs rupiah
per dolar US
2. Diduga tingkat pendapatan riil berpengaruh terhadap pergerakan kurs rupiah
per dolar US
3. Diduga real interest differential berpengaruh terhadap pergerakan kurs rupiah
per dolar US
4. Diduga terjadi fenomena overshooting di Indonesia selama periode penelitian.
Untuk menguji hipotesis overshooting, kita mengacu pada koefisien jumlah uang
beredar pada jangka pendek dan jangka panjang. Hipotesis overshooting diterima
jika koefisien lag jumlah uang beredar (m) pada jangka pendek adalah positif dan
lebih besar dari pada koefisien jangka panjangnya. Artinya depresiasi rupiah
dalam jangka pendek lebih besar daripada depresiasi jangka panjangnya. Jumlah uang
beredar domestik dan
luar negeri
Real Interest Differential Pendapatan
nasional domestik dan
luar negeri
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Nilai Tukar
Nilai tukar atau kurs (exchange rate) di antara dua negara adalah harga yang
dipakai oleh penduduk di kedua negara untuk saling melakukan perdagangan,
sehingga nilai tukar mata uang suatu negara merupakan ukuran harga mata uang
negara dalam mata uang negara lainnya (Lindert & Kindleberger, 1988 : 336,
Mankiw, 2000:192, Krugman, 2000 : 355). Dengan demikian, perbedaan nilai tukar mata uang suatu negara (kurs) pada prinsipnya ditentukan oleh besarnya
permintaan dan penawaran mata uang tersebut (Levi, 1996:129).
Dalam sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate)yang
saat ini berlaku di Indonesia, nilai tukar tercipta melalui mekanisme pasar secara
murni, yaitu sama halnya dengan harga komoditi apapun di pasar internasional
yang bersaing sempurna. Dalam mekanisme pasar, nilai tukar terbentuk melalui
pertemuan antara parameter-parameter penggerak dan parameter-parameter
penggeser penawaran dan permintaan di pasar. Kurs atau nilai tukar ekuilibrium
tercipta pada titik perpotongan antara kurva permintaan dan kurva penawaran
agregat dari suatu negara terhadap berbagai mata uang negara lain atau valuta
B. Model Moneter Dari Penentuan Nilai Tukar
Model moneter dari determinan nilai tukar mengasumsikan mobilitas modal
adalah sempurna. Teori Purchasing Power Parity (PPP) dan kondisi interest rate
Differential (IRD) akan digunakan untuk mendefinisikan model ekuilibrium.
Obligasi luar negeri dan domestik diasumsikan bersubstitusi sempurna.
PPP adalah suatu teori penentuan nilai tukar. Teori PPP menyatakan (dalam
bentuk yang paling umum) bahwa perubahan nilai tukar antara dua mata uang
selama sembarang periode waktu ditentukan oleh perubahan tingkat harga relatif
dari dan/atau antar dua negara. Karena teori tersebut menyatakan perubahan
tingkat harga sebagai penentu utama pergeralkan nilai tukar maka PPP disebut
juga sebagai "teori inflasi nilai tukar " (Dornbusch, 1985). IRD adalah ukuran
selisih tingkat bunga antara dua aset yang berbunga antar harga mata uang dua
negara. Pedagang di pasar valas menggunakan IRD ketika menetapkan harga kurs
di masa depan. Berdasarkan paritas suku bunga, seorang pedagang dapat
menciptakan ekspektasi kurs antara dua mata uang di masa depan dan menetapkan
premium (discount) pada pasar kurs kontrak berjangka (future contract) saat ini.
1. Sticky Price Monetary Model
Teori dari pendekatan moneter dimulai dengan dua asumsi fundamental. Yang
pertama adalah interest rate parity. Pasar akan efisien jika obligasi dari
negara-negara yang berbeda dapat saling menggantikan.
Dimana r adalah log 1 ditambah tingkat suku bunga domestik dan r* adalah
log satu ditambah tingkat suku bunga luar negeri. Jika d dipertimbangkan
menjadi forward discount, didefinisikan sebagai log dari forward rate
dikurang log dari current spot rate maka persamaan (1) merupakan pernyataan
atas covered (atau closed) interest parity. d akan didefinisikan sebagai tingkat
depresiasi yang diekspektasikan; maka persamaan (1) menggambarkan kondisi
uncovered interest rate parity yang lebih kuat.
Asumsi yang kedua adalah bahwa tingkat depresiasi yang diekspektasikan
adalah fungsi dari gap antara current spot dan sebuah tingkat keseimbangan,
dan dari perbedaan inflasi jangka panjang yang diekspektasikan antara negara
domestik dan luar negeri:
(2)
Dimana e adalah log dari spot rate dan π dan π* adalah ekspektasi inflasi
negara domestik dan luar negeri. Log nilai tukar keseimbangan e didefinisikan
meningkat pada tingkat π - π*. Persamaan (2) menyatakan bahwa dalam
jangka pendek nilai tukar diekspektasikan kembali menuju nilai keseimbangan
pada tingkat yang proporsional dengan current gap, dan dalam jangka panjang
ketika e = e, nilai tukar diekspektasikan berubah pada tingkat jangka panjang
π - π*. Nilai rasional dari θ akan terlihat secara dekat terhadap kecepatan
penyesuaian dalam pasar barang.
Mengkombinasikan persamaan (1) dan (2):
Persamaan yang di dalam tanda kurung besar menunjukkan riil interest rate
differential. Ketika kebijakan moneter ketat di suatu negara menyebabkan
nominal interest differential meningkat di atas tingkat jangka panjangnya,
capital inflow yang baru terjadi menyebabkan nilai kurs meningkat secara
proporsional di atas tingkat keseimbangannya.
Mengasumsikan bahwa dalam jangka panjang, purchasing power parity
terjadi:
(4)
Dimana p dan p* didefinisikan sebagai log dari tingkat harga keseimbangan
pada negara domestik dan asing.
Diasumsikan bahwa fungsi dari persamaan permintaan uang:
(5)
Dimana m, p dan y merupakan log dari permintaan uang domestik, tingkat
harga dan ouput. Diasumsikan juga permintaan uang = penawaran uang.
Perbedaan antara dua persamaan untuk negara domestik dan asing adalah:
(6)
Mempertimbangkan dalam jangka pendek e = e, r = r*, π – π*, maka:
(7)
Persamaan ini menggambarkan nilai tukar dari teori moneter yang dipengaruhi
oleh penawaran dan permintaan relatif untuk dua mata uang. Persamaan (8)
menunjukkan bahwa nilai tukar akan meningkat (depresiasi) jika terjadi
peningkatan penawaran uang domestik, penurunan dalam income dan
peningkatan pada inflasi.
Dengan model Dornbusch-Frankel sticky-price monetary model dan fungsi
permintaan uang yang telah diubah, penelitian ini menentukan pokok-pokok
untuk model penentuan nilai tukar:
(9)
Dimana γ ,β ,φ > 0; and α < 0; *menunjukkan variabel luar negeri, s adalah
logaritma spot exchange rate, m adalah logaritma penawaran uang, y adalah
logaritma pendapatan riil, r adalah tingkat suku bunga jangka pendek, π adalah
tingkat ekspektasi inflasi, dan error term.
C. Nilai Kurs Yang Overshooting
Aspek penting dalam proses penyesuaian adalah bahwa nilai kurs dan harga-harga
tidak bergerak pada tingkat yang sama. Pada saat ekspansi moneter moneter
mendorong penurunan suku bunga, nilai kurs segera menyesuaikan diri (jump),
tetapi harga-harga menyesuaikan diri hanya secara bertahap (sluggish). Gambar 6
memperlihatkan alur uang beredar nominal, nilai kurs dan tingkat harga dari
Gambar 6. Nilai Kurs Yang Overshooting
Terhadap masing-masing variabel ini, kita menunjukkan suatu indeks mula-mula
sama dengan 100. Perekonomian mula-mula berada pada ekuilibrium jangka
panjang. Kemudian pada waktu T0, stok uang beredar naik sebesar 50%. Jadi
stok uang beredar naik dari 100 ke 150. Nilai kurs segera mengalami depresiasi.
Pada kenyataannya, indeks nilai kurs telah naik melebihi kenaikan uang beredar,
yaitu dari tingkat awal 100 di titik A ke tingkat yang baru sebesar 170 di titik A’.
Sebaliknya tingkat harga tidak bergerak secara cepat melainkan menyesuaikan diri
secara berangsur-angsur.
Depresiasi nilai kurs menyebabkan peningkatan daya saing dalam perdagangan
internasional pada waktu T0 sehingga meningkatkan output di atas potensial, dan
muncul inflasi. Harga-harga naik dan bersamaan dengan itu nilai kurs mengalami
apresiasi, sehingga meniadakan sebagian dari depresiasi awal yang tajam. Dari
waktu ke waktu, harga-harga naik untuk mengimbangi kenaikan uang beredar dan
nilai kurs juga akan mengimbangi kenaikan uang beredar dan tingkat harga.
Nilai kurs akan melampaui tingkat ekuilibriumnya yang baru (mengalami
overshooting) sebagai reaksi terhadap suatu gangguan. Mula-mula nilai kurs
bergerak melampaui ekuilibrium terjauh yang akan dicapainya dan
berangsur-angsur kembali pada ekuilibrium jangka panjang. Nilai kurs yang overshooting
berarti, bahwa perubahan kebijakan moneter menghasilkan perubahan yang besar
pada nilai kurs. (Dornbusch dan Fischer, 1987 : 696-697)
D. Interest Rate Differential
Arti dari interest rate differential (IRD) adalah ukuran perbedaan atau selisih
tingkat bunga antara dua aset yang berbunga antar harga mata uang dua negara.
Pedagang di pasar valas menggunakan interest rate differential ketika menetapkan
harga kurs di masa depan. Berdasarkan paritas suku bunga, seorang pedagang
dapat menciptakan ekspektasi kurs di masa depan antara dua mata uang dan
menetapkan premium (atau discount) pada pasar kurs kontrak berjangka (future
contract) saat ini.
Interest rate differential merupakan komponen kunci yang mempengaruhi
perdagangan, misalnya seorang investor meminjam US$1,000 dan mengkonversi
uang tersebut ke dalam pound sterling Inggris dan membeli obligasi Inggris. Jika
yield obligasi tersebut 7% sementara yield obligasi U.S. adalah 3%, maka IRD
sama dengan 4% (7-3%). IRD adalah jumlah keuntungan yang dapat diperkirakan
oleh investor. Perhitungan keuntungan ini dapat dipastikan hanya jika kurs antara
dolar dan pound sterling tetap konstan.
Perbedaan dalam tingkat bunga antara negara-negara, dalam kaitannya dengan
perbedaan dalam kebijakan moneter dan fiskal maupun faktor-faktor lainnya,
investor paling menguntungkan. Pergerakan modal ini akan mengakibatkan nilai
kurs berfluktuasi. Perbedaan tingkat suku bunga akan mengarahkan kepada
terjadinya arus modal masuk (capital inflow) –misalnya– ke A.S., jika tingkat
bunga A.S. mengalami kenaikan relatif terhadap tingkat bunga di Jepang maka
investor U.S. dan investor asing lainnya akan menjual aset dalam Yen Jepang dan
membeli aset dolar A.S. yang menghasilkan bunga yang lebih tinggi. Capital
inflow ini akan menyebabkan kenaikan permintaan terhadap dollar pada pasar
valas karena para investor menukarkan yen menjadi dollar untuk membeli aset
A.S. Kenaikan permintaan ini menyebabkan dolar A.S. terapresiasi.(Lipsey,
Courant dan Ragan,1998: 821)
Paritas suku bunga(interest rate parity) merupakan teori yang paling dikenal
dalam keuangan internasional. Doktrin paritas suku bunga ini mendasarkan nilai
kurs berdasarkan tingkat bunga antar negara yang bersangkutan. Dalam negara
dengan sistem kurs valas bebas, tingkat bunga domestik (r) cenderung disamakan
dengan tingkat bunga luar negeri (r*) dengan memperhitungkan perkiraan laju
depresiasi mata uang negara yang bersangkutan terhadap negara lain.
Perubahan tingkat suku bunga akan berdampak pada perubahan jumlah investasi
di suatu negara, baik yang berasal dari investor domestik maupun investor asing,
khususnya pada jenis-jenis investasi portofolio, yang umumnya berjangka pendek.
Perubahan tingkat suku bunga ini akan berpengaruh pada perubahan jumlah
permintaan dan penawaran di pasar uang domestik. Apabila, misalnya, suatu
negara menganut rezim devisa bebas, maka hal tersebut juga memungkinkan
terjadinya peningkatan aliran modal masuk (capital inflow) dari luar negeri. Hal
terhadap mata uang asing di pasar valuta asing. Dalam beberapa kasus, bahkan
perubahan nilai tukar mata uang antara dua negara dapat juga dipengaruhi oleh
perubahan tingkat suku bunga yang terjadi di negara ketiga.
Tingkat suku bunga riil umumnya lebih sering dibandingkan antar negara guna
mengukur pergerakan nilai tukar mata uang. Secara teoritis akan terjadi korelasi
yang signifikan antara perbedaan tingkat suku bunga di dua negara dengan nilai
tukar mata uangnya terhadap mata uang negara yang lain. Dalam hal ini tingkat
suku bunga nominal bukan merupakan alat ukur yang akurat, karena masih
terkandungnya unsur inflasi di dalamnya.
E. Jumlah Uang Beredar
Uang beredar adalah semua jenis uang yang berada di dalam perekonomian, yaitu
jumlah dari mata uang dalam peredaran ditambah dengan uang giral dalam
bank-bank umum.
Terdapat beberapa penghitungan dari persediaan uang. Penghitungan yang paling
umum menggunakan istilah M0, M1, dan M2 (Mishkin, 2008: 78)
M0 = total dari seluruh uang koin dan kertas yang beredar (uang kartal)
M1 = M0 + rekening koran + cek jalan.
M2 = M1 + deposito berjangka denominasi kecil + tabungan dan deposito pasar
uang + Nilai Aset Bersih (NAB) reksa dana pasar uang (ritel).
Uang beredar dalam arti sempit (M1) terdiri dari uang kartal yang berada diluar
umum. Sedangkan uang beredar dalam arti luas (M2) merupakan penjumlahan
dari M1, uang kuasi, dan surat berharga selain saham yang dapat diperjualbelikan
dengan sisa jangka waktu sampai dengan 1 tahun. Uang kuasi merupakan
simpanan masyarakat pada sistem moneter yang terdiri dari tabungan dan
simpanan berjangka baik dalam rupiah maupun valuta asing, serta simpanan
lainnya dalam valuta asing. (Bank Indonesia, SEKI beberapa nomor)
Menurut Mankiw (2000: 200), pertumbuhan dalam jumlah uang beredar yang
tinggi menyebabkan inflasi tinggi.
% kurs nominal = % kurs riil + perbedaan dalam tingkat inflasi
Dari persamaan tersebut dapat kita ketahui bahwa satu konsekuensi dari inflasi
yang tinggi adalah mata uang yang mengalami depresiasi : inflasi menyebabkan
kurs nominal yang menurun. Dengan kata lain, bila pertumbuhan dalam jumlah
uang meningkatkan harga barang yang diukur dengan kurs, maka pertumbuhan itu
cenderung meningkatkan harga mata uang asing yang diukur dalam kurs mata
uang domestik. (Mankiw, 2000 : 200)
F. Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah
tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi
dalam satu periode, biasanya selama satu tahun. Pendapatan nasional merupakan
salah satu ukuran pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pendapatan nasional
mengukur pendapatan total yang diterima oleh faktor produksi sebelum pajak
Pendapatan nasional sama dengan GDP dikurangi depresiasi (penyusutan),
ditambah transfer unilateral bersih (selisih antara transfer ke luar dan transfer yang
diterima), dikurangi pungutan pajak. (Krugman dan Obstfeld, 1992 : 9)
GDP sering dianggap sebagai ukuran terbaik dari kinerja perekonomian. Statistik
ini dihitung setiap tiga bulan dari sejumlah besar sumber data primer. Tujuan
GDP adalah meringkas aktivitas ekonomi dalam nilai uang tunggal dalam periode
waktu tertentu.
Ada dua cara untuk melihat statistik ini, pertama adalah dengan melihat GDP
sebagai perekonomian total dari setiap orang di dalam perekonomian. Kedua
adalah dengan melihat GDP sebagai pengeluaran total pada output barang dan jasa
perekonomian. Jadi jelaslah bahwa GDP merupakan cerminan dari kinerja
ekonomi. Untuk perekonomian secara keseluruhan, pendapatan harus sama
dengan pengeluaran, karena setiap transaksi memiliki pembeli dan penjual, maka
setiap rupiah yang dikeluarkan seorang pembeli merupakan pendapatan bagi
seorang penjual.
G. Tinjauan Empiris
Sebelum melakukan penelitian ini, penulis mencoba mempelajari hasil-hasil
penelitian relevan yang telah dilakukan sebelumnya. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Cavallo, Kisselev, Perri dan Roubini (2004) ditemukan bahwa
krisis nilai tukar biasanya berhubungan dengan besarnya depresiasi nilai tukar
nominal dan riil. Di beberapa negara, depresiasi ini dianggap sangat merugikan
mengenai krisis nilai tukar di emerging markets (seperti di Mexico, Thailand,
Korea, Indonesia, Rusia, Brazil, Turki dan Argentina) memiliki beberapa
kesamaan. Yaitu jatuhnya rezim fixed exchange rate berhubungan dengan
berhentinya capital inflow secara tiba-tiba dan tajamnya overshooting nilai tukar
nominal dan riil dalam jangka pendek. Pola yang mirip juga ditemukan untuk
harga aset, dimana pasar saham jatuh secara tajam dan nilai tukar overshoot
melebihi nilai keseimbangan jangka panjangnya.
Eichman dan Evans (1995) menemukan bahwa puncak dari overshooting nilai
tukar nominal dan riil terjadi antara 24 sampai dengan 40 bulan setelah awal
[image:41.595.107.518.391.755.2]terjadinya goncangan (shock) moneter.
Tabel 1. Ringkasan Tinjauan Karya Telisa Aulia Falianty
1.
Judul dan Penulis
Exchange rate overshooting : Sebuah Studi Empiris Di
Indonesia Dalam Sistem Nilai Tukar Mengambang
Oleh:Telisa Aulia Falianty
Tujuan
Untuk meneliti fluktasi dalam nilai tukar rupiah dan untuk mengetahui apakah nilai tukar rupiah di Indonesia pada rezim
free floating mengalami overshooting
Model dan Variabel
Yang Digunakan
Sticky price monetary model:
St= a+bmt+cyt+dit+eπt+εt
Variabel :
- JUB domestik dan asing
- Suku bunga domestik dan asing - GDP domestik dan asing - Inflasi domestik dan asing
Hasil dan Kesimpulan
-Hipotesa overshooting dapat diterima di Indonesia dalam sistem nilai tukar mengambang dari September 2007 s.d. Desember 2002
-Ekspansi uang beredar memiliki pengaruh yg sangat kuat terhadap depresiasinya nilai tukar rupiah. Ekspansi uang beredar domestik bisa menyebabkan overshooting nilai tukar dalam jangka pendek.
Tabel 2. Ringkasan Tinjauan Karya Hadi Kardoyo & Mudrajad Kuncoro
2.
Judul dan Penulis
Analisis Kurs Valas Dengan Pendekatan Box-Jenkins : Studi Empiris Rp/US$ dan Rp/Yen, 1983.2 – 2000.3
Oleh : Hadi Kardoyo & Mudrajad Kuncoro
Tujuan
Mengkaji pengaruh dan seberapa besar variabel ekonomi fundamental dalam mempengaruhi kurs valas Rp/US$ dan Rp/Yen serta mencari model terbaik yang memiliki daya prediksi paling efisien dalam mengantisipasi gejolak kurs
Model dan Variabel
Yang Digunakan
-Model Frenkel-Bilson -Model Dornbusch-Frankel -Model Hooper-Morton
Variabel:
-Kurs Rp/US$ dan Rp/Yen
-Selisih JUB Indonesia, Amerika dan Jepang -Selisih PDB Indonesia, Amerika dan Jepang
-Selisih tingkat bunga deposito Indonesia terhadap Amerika dan Jepang
-Selisih tingkat inflasi Indonesia terhadap tingkat inflasi Amerika dan Jepang
-Selisih current account Indonesia terhadap Amerika dan Jepang
Hasil dan Kesimpulan
-Model kurs valas Frenkel Bilson, Dornbusch-Frankel, dan model Hooper-Morton tidak bisa diterapkan untuk
menganalisis fluktuasi kurs Rp/Yen
-Model Dornbusch-Frankel dan Hooper-Morton menunjukkan pengaruh variabel JUB, pendapatan nasional, dan tingkat inflasi signifikan dalam menjelaskan fenomena fluktuasi kurs Rp/US$
-BI sebaiknya mengutamakan kebijakan pengendalian
variabel-variabel fundamental ekonomi yang mempengaruhi fluktuasi kurs valas seperti pengendalian JUB, kebijakan target inflasi dan tingkat bunga untuk mendukung stabilisasi nilai tukar rupiah.
-Variabel current account ternyata tidak signifikan dalam menjelaskan fluktuasi kurs valas.
Amerika akan menyebabkan depresiasi nilai tukar Rp/US$.
-Kenaikan suku bunga Indonesia terhadap Amerika akan menyebabkan apresiasi Rp/US$.
-Kenaikan JUB Indonesia terhadap Jepang akan meng-apresiasi Rp/Yen
[image:43.595.107.519.59.800.2]-Kenaikan tingkat inflasi di Indonesia terhadap Jepang akan menyebabkan depresiasi Rp/Yen
Tabel 3. Ringkasan Tinjauan Karya Didi Nuryadin & DR. Bagus Santoso, M.Soc.Sc.
3. Judul dan Penulis
Analisis Aplikasi Model Neraca Pembayaran Dan Model Moneter Terhadap Nilai Tukar Rupiah/ Dolar, Periode 1980.1 – 2000.4
Oleh: Didi Nuryadin & DR. Bagus Santoso, M.Soc.Sc
Tujuan
Menganalisis variabel-variabel yang mempengaruhi nilai tukar rupiah dengan menggunakan model nilai tukar (BOP dan model moneter) yang dikembangkan oleh Fullerton, Hattori dan Calderon (2001)
Model dan Variabel
Yang Digunakan
Model Neraca Pembayaran : st = a0 + a1 (cpi - cpi*)t +
a2 (r- r*)t + a3TRt + Ut
Model Moneter :
st = f0 + f1 (cpi - cpi*)t +
f2 (r - r*)t + f3(m2 - m2*)t
+ f4 (gdp - gdp*)t + W
catatan: tanda(*) untuk variabel luar negeri (foreign)
Variabel :
-JUB (M2) Indonesia dan Amerika -cpi Indonesia dan Amerika
- tingkat suku bunga Indonesia dan Amerika - GDP Indonesia dan Amerika
-cadangan internasional (TR) Indonesia dan Amerika
Hasil dan Kesimpulan
Hipotesis Keynesian di mana tingginya perbedaan tingkat suku bunga akan menyebabkan aliran modal masuk dengan disertai apresiasi mata uang domestik berlaku.
melemahnya nilai tukar dan implementasi kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan.
[image:44.595.106.517.242.759.2]Ketersediaan cadangan internasional terutama dalam bentuk valuta asing sangat penting, terutama dalam mengantisipasi peningkatan permintaan valuta asing yang dapat menyebabkan kelangkaan valuta asing yang berakibat pada apresiasi mata uang luar negeri terhadap mata uang domestik. Dan demikian halnya pada masa krisis.
Tabel 4. Ringkasan Tinjauan Karya Sri Isnowati
4. Judul dan Penulis
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar
Rupiah Terhadap Dollar Amerika: Pendekatan Moneter 1987.2 - 1999.1
Oleh: Sri Isnowati
Tujuan Mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika
Model dan Variabel
Yang Digunakan
Model dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah model dari Dornbusch dan Frankel (1984):
St = a + b1 MX t - b2 Yt + b3 RX t + b4 PX
Variabel :
-perbedaan uang beredar dalam arti luas di Indonesia dan Amerika
-perbedaan tingkat pendapatan riil Indonesia dan Amerika
-perbedaan suku bunga Indonesia terhadap suku bunga LIBOR
-tingkat perubahan harga relatif di Indonesia dan Amerika
Hasil dan Kesimpulan
Dalam jangka pendek bila terjadi kenaikan jumlah uang beredar secara relatif diantara dua negara maka akan terjadi apresiasi dollar terhadap rupiah atau dengan kata lain rupiah akan mengalami depresiasi, kenaikan tingkat suku bunga suatu negara (dengan anggapan ceteris paribus ) akan cenderung menarik masuknya modal asing. Masuknya modal asing akan menyebabkan semakin menguatnya mata uang rupiah.
Semakin menguatnya mata uang rupiah berarti mata uang rupiah mengalami apresiasi dan dollar mengalami depresiasi ( dalam jangka panjang).
menunjukkan bahwa yang berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah terhadap dollar selama periode penelitian ( 1987.2 sampai dengan 1999.1 ) adalah perbedaan jumlah uang beredar domestik dan Amerika serta perbedaan harga domestik dan Amerika.Variabel perbedaan jumlah uang beredar (LMX) adalah berpengaruh terhadap nilai tukar dalam jangka pendek
Variabel perbedaan tingkat pendapatan riil (LYX)
menunjukkan bahwa variabel ini hanya mampu menerangkan perubahan nilai tukar dalam jangka panjang, variabel
[image:45.595.110.518.356.756.2]perbedaan tingkat harga mampu merangkan perubahan nilai tukar baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang, variabel tingkat suku bunga mampu menerangkan perubahan nilai tukar baik dalam jangka pendek dan jangka panjang, pelepasan band intervensi oleh Bank Indonesia mengakibatkan nilai tukar rupiah terhadap dollar mengalami depresiasi
Tabel 5. Ringkasan Tinjauan Karya Gregorius Irwan Suryanto
5.
Judul dan Penulis
Analisis Perilaku Nilai Tukar di Indonesia: Penerapan Model Dornbusch Overshooting
Oleh: Gregorius Irwan Suryanto
Tujuan
Untuk menganalisa bentuk hubungan dan besarnya pengaruh JUB domestik, suku bunga luar negeri, dan tingkat pendapatan nasional dalam mempengaruhi fluktuasi nilai tukar domestik dan untuk mengetahui apakah hipotesa exchange rate
overshooting dapat diterima ntuk kasus nilai tukar di
Indonesia.
Model dan Variabel
Yang Digunakan
Model Sticky Price Monetary Aproach
s=f(m,y,i*)
variabel :
-nilai tukar -uang beredar -pendapatan
-tingkat suku bunga luar negeri
Hasil dan Kesimpulan
-Fluktuasi nilai tukar rupiah sangat dipengaruhi oleh JUB domestik, tingkat pendapatan domestik dan tingkat suku bunga luar negeri.
melebihi tingkat depresiasi nilai tukar jangka panjangnya.
-Overshooting nilai tukar rupiah yang terjadi pada periode
[image:46.595.108.519.119.784.2]1997.08-1998.12 ternyata lebih besar daripada overshooting nilai tukar pada periode 1997.08-2002.12.
Tabel 6. Ringkasan Tinjauan Karya Indra Suhendra
6.
Judul dan Penulis
Pengaruh faktor fundamental, Faktor resiko, dan ekspektasi nilai tukar terhadap Nilai tukar rupiah (terhadap dollar) pasca penerapan
Sistem kurs mengambang bebas.
Oleh Indra Suhendra
Tujuan
Untuk mengidentifikasi masalah hubungan faktor fundamental (perbedaan tingkat bunga, tingkat harga relatif, GDP riil, penawaran uang, net foreign asset, foreign direct investment, pertumbuhan ULN, pembayaran ULN swasta, ekspor dan impor), faktor resiko (country risk index) dan ekspektasi nilai tukar (Rp/USD) terhadap nilai tukar rupiah pasca penerapan sistem kurs mengambang bebas pada 14 Agustus 1997.
Model dan Variabel
Yang Digunakan
ER = f(PTB,THR,RGDP,MS, NFA,IAL,IATL,PULN PUS,X,M,CRI,ERf)
-Perbedaan tingkat bunga kedua negara (r-r*)/(PTB) -GDP riil (GDPR)
-Penawaran uang (MS) -Cadangan devisa (NFA)
-Investasi Asing langsung (IAL) -Investasi asing tidak langsung (IATL) -Pertumbuhan utang luar negeri (PULN) -Pembayaran Utang Swasta (PUS) -Total nilai ekspor (X)
-Total nilai impor (M) -Indeks resiko negara (CRI)
-Nilai tukar rupiah terhadap dollar (Rp/$) di masa depan (ERf).
Hasil dan Kesimpulan
-Perbedaan suku bunga deposito Indonesia-Amerika memiliki arah yang negatif terhadap nilai tukar rupiah untuk jangka panjang maupun untuk jangka pendek
-Koefisien pengaruh tingkat harga relatif kedua negara yang searah dengan nilai tukar rupiah untuk jangka panjang dan jangka pendek
tukar rupiah yang negatif untuk jangka panjang saja
-money supply yang berpengaruh positif dalam jangka panjang
-Arah koefisien cadangan devisa yang positif dalam jangka panjang maupun jangka pendek
-Koefisien pengaruh investasi asing langsung terhadap nilai tukar rupiah adalah positif untuk jangka panjang dan negatif untuk jangka pendek
-setiap peningkatan investasi asing tidak langsung akan menurunkan kurs (nilai tukar) rupiah atau rupiah mengalami apresiasi terhadap dollar untuk jangka panjang maupun dalam jangka pendek
-Koefisien pengaruh ekspor terhadap nilai tukar rupiah yang bernilai negatif untuk jangka panjang maupun jangka pendek -pengaruh impor dalam jangka panjang dan jangka pendek
bernilai positif
-pengaruh country risk index terhadap nilai tukar rupiah untuk jangka panjang dan jangka pendek bernilai negative
[image:47.595.109.508.86.387.2]- semakin tinggi ekspektasi nilai tukar (kurs) rupiah dimasa depan semakin baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang,maka keputusan memegang mata uang dollar lebih menguntungkan dibandingkan memegang mata uang rupiah
Tabel 7. Ringkasan Tinjauan Karya Adwin Surja Atmadja 7.
Judul dan Penulis
Analisa pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar amerika setelah diterapkannya kebijakan sistem nilai tukar
mengambang bebas di indonesia
Oleh Adwin Surja Atmadja
Tujuan
Menganalisis tentang hubungan berbagai variabel ekonomi, yaitu tingkat inflasi; tingkat suku bunga; jumlah uang beredar; pendapatan nasional di Indonesia dan Amerika Serikat, serta posisi neraca pembayaran internasional Indonesia, dalam mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
Model dan Variabel
Yang Digunakan
Y = b0 + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 + b5 X5 + e tingkat inflasi; tingkat suku bunga; jumlah uang beredar; pendapatan nasional di Indonesia dan Amerika Serikat, serta posisi neraca pembayaran internasional Indonesia
Hasil dan Kesimpulan
dolar Amerika.
-kebijakan perubahan suku bunga SBI yang kerapkali
digunakan oleh bank sentral dengan maksud mengendalikan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika ternyata tidak mampu secara signifikan mempengaruhi perubahan nilai tukar rupiah
-variabel BOP yang dipengaruhi oleh ekspor dan impor barang atau jasa serta transaksi aset internasional, ternyata juga tidak mampu memberikan pengaruh yang signifikan pada
perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
[image:48.595.108.513.333.750.2]-variabel yang mampu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika adalah variabel selisih jumlah uang beredar.
Tabel 8. Ringkasan Tinjauan Karya Tri Wibowo & Hidayat Amir
8.
Judul dan Penulis
Faktor- faktor yang memengaruhi nilai tukar rupiah
Oleh Tri Wibowo & Hidayat Amir
Tujuan Mengidentifikasi variabel yang terkait dengan nilai tukar rupiah dan menyusun model nilai tukar rupiah yang terbaik serta memperkirakan nilai tukar rupiah pada tahun 2006
Model dan Variabel
Yang Digunakan
-Model Bappenas
-Model Mesee dan Rogoff
-Model perkiraan nilai tukar rupiah
-Nilai tukar Rp/US$ -M1
-Wholesale Price Index Indonesia dan USA bulanan
-PDB riil
Hasil dan Kesimpulan
-Diperkirakan nilai tukar rupiah terhada US$ pada tahun 2006 berada pada kisaran Rp9.430/US$ (batas bawah) s.d.
Rp10.204/US$, dengan nilai rata-rata sebesar Rp9.809/US$ - Variabel moneter yg mempengaruhi nilai Rp/US$ adalah
selisih pendapatan riil Indonesia dan Amerika, selisih inflasi Indonesia dan Amerika, selisih tingkat suku bunga Indonesia dan Amerika serta nilai tukar rupiah terhadap US$ satu bulan sebelumnya (lag-1).
-Dengan elastisitas perbedaan tingkat suku bunga Indonesia dan Amerika terhadap kurs -0,9 persen, kenaikan BI rate satu persen, hanya mampu menguatkan nilai tukar rupiah
(apresiasi) sekitar Rp100
Perbedaan mendasar antara penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya
penggunaan variabel ekspektasi inflasi untuk menghitung variabel tingkat suku
bunga riil. Diharapkan penelitian-penelitian sebelumnya dapat dijadikan rujukan
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penulisan proposal ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari Laporan Bank Indonesia, Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia,
serta laporan rutin lainnya yang dipublikasikan secara resmi oleh Bank Indonesia
selama periode penelitian ini (2002.03 – 2009.06) dan sumber lainnya yang relevan. Data yang digunakan adalah jenis data runtun waktu yang disusun dalam bentuk data
bulanan periode waktu tahun 2002.03- 2009.06.
B. Batasan Variabel
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
1. Kurs, kurs yang dimaksud adalah kurs nominal rupiah terhadap dolar AS sebagai
variabel terikat (dependent variable). Kurs diambil dari kurs rupiah terhadap
dolar AS di Bank Indonesia yang telah diolah menjadi data bulanan dari tahun
2002.03 sampai dengan tahun 2009.06.
2. Tingkat bunga, tingkat suku bunga yang digunakan adalah tingkat suku bunga
(independent variable) selama periode tahun 2002.03 sampai dengan tahun
2009.06. Pengolahan tingkat suku bunga riil dapat dilihat di lampiran.
3. Ekspektasi inflasi digunakan untuk menghitung suku bunga riil, data ekspektasi
inflasi diperoleh dengan menghitung menggunakan adaptive expectation:
. Dimana adalah pengharapan adaptif dari
inflasi waktu t, dan λ adalah konstanta antara nilai 0 dan 1. Jenis inflasi yang digunakan adalah inflasi inti data bulanan dalam satuan persentase selama
periode tahun 2002.03 sampai dengan tahun 2009.06. Pengolahan data
ekspektasi inflasi dapat dilihat di lampiran.
4. Jumlah uang beredar yang digunakan adalah jumlah uang beredar nominal yaitu
M1 Indonesia dan Amerika sebagai variabel bebas (independent variable). Data
yang digunakan adalah data bulanan dari tahun 2002.03 sampai dengan tahun
2009.06.
5. Pendapatan riil yang digunakan adalah pendapatan riil Indonesia dan Amerika
sebagai variabel bebas (independent variable). Data yang digunakan adalah
GDP harga konstan tahun 2000 dari tahun 2002.03 sampai dengan tahun
2009.06. Data bulanan dari pendapatan riil diperoleh dengan melakukan metode
expand procedure.
C. Modifikasi Model dan Alat Analisis
Model yang digunakan dalam penelitian ini merupakan adaptasi dari model
Dornbusch (1976) dan Frankel (1979) yang disebut juga Sticky Price Monetary
Model (SPMM). Persamaan yang digunakan dalam model SPMM adalah sebagai
Model di atas masih menggunakan tingkat suku bunga nominal. Tingkat suku bunga
nominal dianggap masih belum dapat menggambarkan pergerakan kurs secara akurat
karena masih terkandung inflasi di dalamnya.
Kemudian berdasarkan teori fisher effect, dimana :
i nominal (it) = i riil (rt) + ekspektasi inflasi ( )
Sehingga model SPMM dimodifikasi menjadi,
Kemudian model ekonomi di atas diubah menjadi model ekonometrika:
Yang mana :
ER = log kurs rupiah per dolar
m = log jumlah uang beredar (log M1Indonesia – log M1US)
Y = log pendapatan riil (log Y riilIndonesia – log Y riilUS )
r = tingkat suku bunga riil, rIndonesia – rUS
Dalam melakukan estimasi, parameter-parameter yang diestimasi harus linier, untuk
melinierkan parameter-parameter tersebut maka digunakan fungsi log.
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah ECM (Error Correction
Model). ECM merupakan teknik untuk mengoreksi ketidakseimbangan jangka
pendek menuju keseimbangan jangka panjang yang dikenalkan oleh Sargan dan
Model umum dari ECM adalah sebagai berikut :
∆ ∆! " #
Model ECM dalam penelitian ini adalah:
∆$%&_ ( " ∆)*+_ " ∆, - " . #
D. Metode Analisis 1. Uji Stationary
Sebelum melakukan analisa regresi dengan menggunakan data time-series, perlu
dilakukan uji stationary terhadap seluruh variabel untuk mengetahui apakah
variabel-variabel tersebut stationary atau tidak. Suatu series dikatakan stationary
apabila rata-rata, varian dan autocovariance nilainya konstan dari waktu ke waktu.
[image:53.595.119.476.378.531.2]
Gambar 7. Data Yang Tidak Stationary
Gambar 7 (a) menunjukkan bahwa nilai Y semakin tinggi seiring dengan
meningkatnya waktu. Nilai rata-ratanya juga mengalami peningkatan yang sistemik
(tidak konstan) sedangkan variannya konstan. Sedangkan pada gambar 7 (b) terlihat
adanya peningkatan rata-rata yang tidak sistemik atau konstan namun variannya
menjadi semakin tinggi ketika terjadi penambahan waktu atau ada
heteroskedastisitas. Kedua kondisi inilah yang menunjukkan bahwa data tidak
stationary.
Y
t
Y
t
Dalam analisis time series, informasi apakah data bersifat stasionary merupakan hal
yang sangat penting. Variabel-variabel ekonomi yang terus menerus meningkat
sepanjang waktu adalah contoh dari variabel yang tidak stationary. Dalam metode
OLS, mengikutsertakan variabel yang non stationer dalam persamaan mengakibatkan
standard error yang dihasilkan menjadi bias dan menghasilkan kesimpulan yang
tidak benar. Banyak ditemukan bahwa koefisien estimasi signifikan tetapi
sesungguhnya tidak ada hubungan sama sekali.
Terdapat beberapa metode pengujian unit root, dua diantaranya yang saat ini secara
luas dipergunakan adalah (augmented) Dickey-Fuller (1981) dan Phillips–Perron
(1988) unit root test. Prosedur pengujian stationary data adalah sebagai berikut :
a. Melakukan uji terhadap level series. Jika hasil uji unit root menunjukkan
terdapat unit root, berarti data tidak stationary.
b. Selanjutnya adalah melakukan uji unit root terhadap first difference dari series.
c. Jika hasilnya tidak ada unit root, berarti pada tingkat first difference, series
sudah stationary atau semua series terintegrasi pada orde I(1).
d. Jika setelah di-first difference-kan series belum stationary maka perlu dilakukan
second difference.
2. Uji Kointegrasi
Keberadaan variabel non-stationary menyebabkan kemungkinan besar adanya
hubungan jangka panjang antara variabel di dalam sistem ECM. Berkaitan dengan
hal ini, maka langkah selanjutnya di dalam estimasi ECM adalah uji kointegrasi
Konsep kointegrasi adalah hubungan linier antar variabel yang tidak stasioner. Salah
satu catatan penting mengenai kointegrasi adalah seluruh variabel harus terintegrasi
pada orde yang sama. Jika ada dua variabel yang terintegrasi pada orde yang
berbeda, maka kedua variabel ini tidak mungkin berkointegrasi (Enders, 1995:
358-360). Jadi sebelum melakukan uji kointegrasi, seluruh variabel harus terintegrasi
pada orde yang sama.
Uji kointegrasi dilakukan dengan menggunakan metode Engle dan Granger. Dari
hasil estimasi regresi akan diperoleh residual. Kemudian residual tersebut diuji
statianory-nya, jika stationary pada orde level maka data dikatakan terkointegrasi.
3. Estimasi ECM
a. Penentuan Panjang Lag Optimal
Dampak sebuah kebijakan ekonomi seperti kebijkan moneter biasanya tidak
secara langsung berdampak pada aktivitas ekonomi tetapi memerlukan waktu
(lag).
Penentuan panjang lag optimal merupakan hal yang sangat penting dalam ECM,
yang berguna untuk menangkap semua pengaruh dari variabel-variabel bebas.
Penentuan panjang lag optimal digunakan untuk mengetahui seberapa banyak
lag yang digunakan dalam estimasi ECM.
Kriteria yang umum digunakan dalam menentukan panjang lag optimal adalah
Akaike Information Criteria (AIC) dan Schwarz Information Criteria (SIC).
1971 dan dikemukakan dalam Akaike (1974), yang menghitung ukuran terbaik
dari sebuah estimasi model statistik.
Metodologi AIC mencoba mencari model yang mampu menjelaskan data
dengan parameter bebas yang minimum. AIC memutuskan sebuah model
dengan seberapa dekat nilai model tersebut terhadap nilai kebenarannya dalam
istilah nilai pendugaan tertentu. Tetapi sangat penting untuk disadari bahwa
nilai AIC menandai sebuah model yang hanya menunjukkan peringkat
kompetisi model dan memberitahukan yang manakah yang terbaik diantara
alernatif yang diberikan.
Penentuan panjang lag optimal dapat dilakukan dengan mengestimasi
masing-masing lag, kemudian dilihat masing-masing-masing-masing nilai kriteria AIC. Lag optimal
terjadi ketika nilai kriteria turun kemudian naik pada lag berikutnya.
4. Pengujian Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinearitas
Asumsi multikolinearitas terjadi ketika terdapat hubungan linear yang tepat
diantara variabel-variabel bebas. Dengan adanya multikolinearitas maka standar
kesalahan masing-masing koefisien yang diduga akan sangat besar sehingga
pengaruh masing-masing variabel bebas tidak dapat dideteksi. Untuk
mengetahui ada tidaknya gejala multikolinearitas dalam model regresi dapat
dilakukan dengan menggunakan nilai VIF (Variance Inflation Factor). Jika nilai
VIF>1, maka hal itu mengindikasikan adanya masalah multikolinearitas dalam
b. Uji Heterokedastisitas
Heterokedastisitas memiliki arti bahwa varians error term tidak sama untuk
setiap pengamatan. Jika varians dari residual dari satu pengamatan ke
pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas. Jika variansnya
berbeda, disebut Heterokedastisitas. Heterokedastisitas akan mengakibatkan
penaksiran koefisien-koefisien regresi menjadi tidak efisien. Hasil penaksiran
menjadi kurang dari semestinya. Untuk mendeteksi gejala heterokedastisitas
digunakan uji White.
Hal White mengembangkan sebuah metode yang tidak memerlukan asumsi
tentang adanya normalitas pada variabel gangguan. Hipotesis nol dalam uji ini
adalah tidak ada heteroskedastisitas. Uji White didasarkan pada jumlah sampel
(n) dikalikan dengan R2 yang akan mengikuti distribusi chi-squares dengan
degree of freedom sebanyak variabel independen tidak termasuk konstanta
dalam regresi auxiliary. Jika nilai chi-squares hitung (n.R2) lebih besar dari nilai
chi-squares table dengan derajat kepercayaan tertentu (α) maka ada
heteroskedastisitas dan sebaliknya.
c. Uji Autokorelasi
Asumsi autokorelasi didefinisikan sebagai terjadinya korelasi error term pada
satu pengamatan dengan error term pada pengamatan yang lain (sebelumnya).
Untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi dapat dideteksi dengan
menggunakan uji Lagrange Multiplier (LM test) yang dikembangkan oleh
Breusch-Godfrey. Langkah-langkah dalam uji Lagrange Multiplier (LM test)
1. Estimasi model dengan metode OLS sehingga kita mendapatkan
residualnya.
2. Melakukan regresi residual /̂ dengan variabel bebas (misalnya Xt) dan
lag dari residual et-1, et-2, …, et-p. kemudian dapatkan R2 nya. 3. Jika sampel besar, maka menurut Breusch-Godfrey model akan
mengikuti distribusi chi-squares dengan df sebanyak p. Nilai hitung
statistic chi-quares dapat dihitung dengan menggunakan formula :
Chi-squares = (n-p)R2
Jika Chi-Squares hitung lebih kecil daripada nilai kritis Chi-Squares
maka dapat disimpulkan tidak ada masalah autokorelasi.
5. Uji Hipotesis a. Uji F (F Test)
Uji F (Gujarati, 2009) digunakan untuk mengetahui apakah perubahan jumlah
uang beredar, pendapatan riil, interest rate differential dan tingkat ekspektasi
inflasi secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap perubahan kurs
rupiah per USD, yaitu dengan membandingkan antara Fhitung dengan Ftabel.
H0 : β1 = β2 = β3 = β4 = 0 perubahan jumlah uang beredar, pendapatan riil,
interest rate differential dan tingkat ekspektasi
inflasi secara bersama-sama tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap perubahan kurs rupiah per
USD.
Ha : β1 ≠β2 ≠β3 ≠β4 ≠ 0 perubahan jumlah uang beredar, pendapatan riil,
inflasi secara bersama-sama berpengaruh secara
signifikan terhadap perubahan kurs rupiah per USD.
Kriteria pengujian :
H0 diterima jika Fhitung ≤ Ftabel dan H0 ditolak jika Fhitung ≥ Ftabel
b. Uji t (t-test)
Uji t (Gujarati, 2009) digunakan untuk menguji apakah masing-masing variabel
bebas secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kurs Rp per USD, yaitu
dengan membandingkan antara thitung dengan ttabel.
Rumusan hipotesis :
H0 : β1 = 0 variabel bebas tidak berpengaruh terhadap kurs Rp