• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK NOMOR 23 TAHUN 2002 PASAL 64 AYAT 2 HURUF G TENTANG PUBLIKASI MEDIA MASSA TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK NOMOR 23 TAHUN 2002 PASAL 64 AYAT 2 HURUF G TENTANG PUBLIKASI MEDIA MASSA TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ANALISIS IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK NOMOR 23 TAHUN 2002 PASAL 64 AYAT 2 HURUF G

TENTANG PUBLIKASI MEDIA MASSA TERHADAP ANAK PELAKU

TINDAK PIDANA

Oleh : Seto Hariaji

Media cetak maupun media elektronik terkadang menampilkan nama anak pelaku tindak pidana di cantumkan secara lengkap. Bahkan terkadang wajah anak tersebut jelas-jelas di tayangkan. Hal ini tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 64 ayat 2 huruf g tentang Perlindungan Anak bahwa “perlindungan anak yang berhadapan dengan hukum dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi”. Peran media massa sangatlah penting dalam melindungi dan menjaga hak-hak anak sebagai pelaku tindak pidana. Adapun tujuan serta permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini antara lain meliputi : a) Bagaimanakah implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 64 ayat 2 huruf g tentang perlindungan anak dalam upaya perlindungan identitas pelaku tindak pidana dari publikasi media massa. b) Apakah yang menjadi faktor penghambat di dalam melindungi hak-hak anak pelaku tindak pidana dari publikasi media massa.

Prosedur pengumpulan data untuk data primer dilakukan melalui wawancara kepada responden. Sedangkan, untuk data sekunder melalui studi kepustakaan dengan mempelajari bahan-bahan bacaan yang berkaitan dengan penulisan skripsi dan permasalahan yang dibahas. Kemudian mengklasifikasikan data yang sejenis, sedangkan analisis data yang dilakukan kualitatif, yaitu dengan mendeskripsikan data yang dihasilkan dalam bentuk uraian dan penjelasan-penjelasan.

(2)

Seto Hariaji terlindungi. Perlindungan identitas sangatlah penting bagi anak, karena menyangkut perkembangan psikologis dari anak tersebut. Selain itu peran serta masyarakat dan perubahan Undang-Undang perlu dilakukan dalam upaya perlindungan identitas pelaku tindak pidana b) Faktor penghambat didalam melindungi identitas anak diantaranya adalah peraturan perundang-undangan yang tidak kuat, kurangnya perhatian masyarakat dan kurangnya pemahaman wartawan terhadap hak-hak anak pelaku tindak pidana.

(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Banyak sekali kasus tentang kenakalan anak maupun anak yang melakukan tindak pidana di Indonesia. Persoalan kemiskinan seringkali menjadi alasan bagi anak-anak untuk melakukan berbagai kegiatan yang menyeret mereka pada situasi kekerasan itu. Keadaan ekonomi didalam keluarga dan kurangnya perhatian orang tua terhadap anaknya menjadi suatu pemicu bagi si anak umtuk melakukan perbuatan melawan hukum seperti berkelahi, mencuri, mengkonsumsi narkoba dan sebagainya

Secara hukum, hak asasi anak salah satunya mendapatkan perlindungan hukum. Ini berarti bahwa setiap anak yang menjadi pelaku, korban atau saksi tindak pidana wajib dilindungi hak asasinya. Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi landasan hukum atas keadilan anak.

(4)

Media massa merupakan bentuk sarana bagi orang untuk mengekspresikan pikiran atau pendapatnya. Media massa juga berperan penting dalam memajukan kecerdasan bangsa karena media massa merupakan sarana pembelajaran yang efektif. Media massa dalam hal ini terdiri dari media elektronik seperti televisi, radio bahkan yang lebih modern saat ini internet dan media cetak seperti surat kabar, majalah, buku dan sebagainya.

Berita yang di sajikan oleh media massa merupakan hasil dari jurnalistik di dalam mengumpulkan suatu kenyataan yang terjadi di dalam masyarakat dan mengelolahnya menjadi suatu informasi yang di tujukan kepada masyarakat. Oleh karena itu peran jurnalistik sangat menentukan hasil dari pemberitaan yang di siarkan oleh media massa.

Setiap hari kita sering menyaksikan di media cetak maupun media elektronik nama anak pelaku tindak pidana di cantumkan secara lengkap. Bahkan terkadang wajah anak tersebut jelas-jelas di tayangkan. Hal ini tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 64 ayat 2 huruf g tentang Perlindungan Anak bahwa “perlindungan anak yang berhadapan dengan hukum dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindarilabelisasi”.

(5)

Undang-Undang Perlindungan Anak nomor 23 tahun 2002 Pasal 17 ayat (2) yaitu “Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan identitasnya”.

Komnas Perlindungan Anak menyatakan bahwa memublikasikan identitas anak pelaku tindak pidana maupun anak sebagai korban tindak pidana dapat dikatakan sebagai pelanggaran hak asasi anak yang termuat didalam Undang-Undang perlindungan anak. Oleh karena itu pemeriksaan, penyidikan dan proses hukum lain yang menyangkut anak tersebut harus dirahasiakan terkait identitas anak tersebut. Maka, baik media massa, maupun pihak penegak hukum, sudah sepatutnya memerhatikan Undang-Undang Perlindungan Anak. (http://www.kompas.com)

Menurut Konvensi Hak Anak (KHA), hak-hak anak yang melekat dalam diri setiap anak, merupakan bagian dari hak asasi manusia yang tidak bisa dicabut. Hak-hak itu menyangkut hak untuk hidup, memperoleh pendidikan, kesehatan, perlindungan dan hak untuk menyatakan pandangan-pandangannya secara bebas. Ada empat prinsip umum dari KHA yang telah berhasil dirumuskan Komite Hak-hak anak PBB.

(6)

Kedua prinsip kepentingan yang terbaik bagi anak. Artinya dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh lembaga-lembaga kesejahteraan sosial, pemerintah atau swasta, lembaga peradilan, lembaga pemerintah atau badan legislatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi peetimbangan utama.

Ketiga, hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan anak. Prinsip ini menyangkut arti bahwa setiap anak memiliki hak yang melekat atas kehidupan dan negara menjamin kelangsungan hidup serta perkembangan anak sampai batas maksimal.

Keempat, penghargaan terhadap pertisipasi anak , artinya anak yang memiliki pandangan-pandangan sendiri dan mempunyai hak untuk menyatakan pandanga-pandangan-pandangannya secara bebas dalam semua hal yang mempengaruhi anak. Pandangan anak tersebut harus dihargai sesuai tingkat usia dan kematangan anak. (http://www.kapanlagi.com)

Sebagaimana diketahui, pemerintah indonesia sudah meratifikasi KHA sejak tahun 1990. Itu artinya pemerintah berkewajiban untuk semaksimal mungkin berupaya memenuhi hak-hak anak Indonesia. Soal anak, yaitu mereka yang berusia 18 tahun, sesuai kodratynya, adalah rentang, tergantung dan mempunyai kebutuhan-kebutuhan khusus, karena itu anak memerlukan perawatan dan perlindungan khusus agar bisa berkembang secara penuh, baik fisik maupun mental. Sayangnya, banyak jurnalis yang belum memahami KHA. Padahal secara eksplisit. KHA menempatkan media massa sebagai salah satu pihak yang berperan dalam mengawasi dan memonitor implementasi konvensi di setiap negara.

(7)

sisi ia menjalankan fungsi bisnis untuk kelangsungan usahanya, namun di sisi lain ia menjalankan fungsi sosial memenuhi hak informasi masyarakat. Tarik-menarik peran inilah yang akan menguji sejauh mana sebuah institusi media massa memiliki kepedulian terhadap hak anak.

Sebagai contoh, Bogor, Kompas - Endi Junaedi (13) menganiaya Saliyem (43) dan Biyantusti Caniago (35) dengan gunting dan pisau dapur di rumah korban di Jalan Dalurung Raya, Kelurahan Tegalgundil, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor. Senin (30/3) sekitar pukul 10.30. Dia mengaku menganiaya karena ingin memiliki sepeda merah milik anak Biyantusti.Polisi menyita gunting dan pisau serta sejumlah barang korban yang berlumuran darah korban. Disita pula satu karung plastik dan satu bilah ganco pemulung. ”Dia menganiaya korban dengan gunting dan pisau dapur,” kata Kepala Unit Reserse Polsek Kota Bogor Utara Aiptu Wawan Setiawan.

(http://www.kompas.com/19 Agustus 2011)

(8)

menghindari labelisasi”.Dalam hal ini, media masa bulum sepenuhnya mengetahui apa saja hak-hak anak yang harus terpenuhi sesuai dengan peraturan yang telah ada.

Peran media massa sangatlah penting dalam melindungi dan menjaga hak-hak anak sebagai pelaku tindak pidana. Media massa diharapkan tidak mengekspos secara berlebihan, supaya tidak menjadi beban mental bagi si anak. Dalam menangani pubikasi anak pelaku tindak pidana, media massa haruslah sesuai dan berpedoman pada aturan-aturan hukum dan kode etik anak, agar tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak anak.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan pada uraian diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan dala penulisan skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Bagaimanakah implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 64 ayat 2 huruf g tentang perlindungan anak dalam upaya perlindungan identitas pelaku tindak pidana dari publikasi media massa?

b. Apakah yang menjadi faktor penghambat di dalam melindungi hak-hak anak pelaku tindak pidana dari publikasi media massa?

2. Ruang lingkup

(9)

Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 64 ayat 2 huruf g tentang Perlindungan Anak Pelaku Tindak Pidana dari media massa, serta mengkaji tentang hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam melindungi identitas anak pelaku tindak pidana dari publikasi media massa.

C. Tujuan dan kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 64 ayat 2 huruf g Tentang Perlindungan anak dalam upaya melindungi hak-hak anak pelaku tindak pidana dari publikasi media massa.

2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan didalam melindungi identitas anak pelaku tindak pidana dari publikasi media massa.

2. Kegunaan Penelitian

a. Secara Teoritis

secara teoritis kegunaan penelitian ini berguna untuk dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pengetahuan hukum dan menambah perbendaharaan kepustakaan hukum

b. Secara Praktis

(10)

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah kerangka-kerangka yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan kesimpulan terhadap dimensi-dimensi sosial yang relevan untuk penelitian. (Soerjono Soekamto 1986:24)

Semua tersangka pelaku tindak pidana dewasa mempunyai hak-hak yang harus mereka dapatkan, mulai dari proses penangkapan, penahanan dan pemeriksaan. Hak-hak tersebut harus terpenuhi sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Apabila suatu tindak pidana pelakunya adalah anak-anak, maka hal tersebut menempatkan pada posisi khusus dengan mengacu pada Undang-Undang tentang perlindungan anak dan Undang-Undang tentang pengadilan anak.

Skripsi ini membahas tentang implementasi dari Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 pasal 64 ayat 2 huruf g tentang Perlindungan Anak Pelaku Tindak Pidana dari media massa. Untuk mempertajam fakta tersebut sangat penting untuk mengetahui pasal-pasal dalam peraturan hukum yang

berlaku menyangkut fakta tersebut dan teori-teori serta interpretasi para ahli.

“Menurut Fullan implementasi merupakan proses untuk melaksanakan ide, program atau seperangkat aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat menerima dan melakukan perubahan. Dalam konteks implementasi kurikulum pendekatan-pendekatan yang telah dikemukakan di atas memberikan tekanan pada proses. Esensinya implementasi adalah suatu proses, suatu aktivitas yang digunakan untuk mentransfer ide/gagasan, program atau harapan-harapan yang dituangkan dalam bentuk kurikulum desain (tertulis) agar dilaksanakan sesuai dengan desain tersebut. Masing-masing pendekatan itu mencerminkan tingkat pelaksanaan yang berbeda.(Nurdin dan Usman, 2002:70)”

(11)

1. Menggambarkan implementasi itu dilakukan sebelum penyebaran (desiminasi) kurikulum desain. Kata proses dalam pendekatan ini adalah aktivitas yang berkaitan dengan penjelasan tujuan program, mendeskripsikan sumber-sumber baru dan mendemosntrasikan metode pengajaran yang diugunakan

2. Menekankan pada fase penyempurnaan. Kata proses dalam pendekatan ini lebih menekankan pada interaksi antara pengembang dan guru (praktisi pendidikan). Pengembang melakukan pemeriksaan pada program baru yang direncanakan, sumber-sumber baru, dan memasukan isi/materi baru ke program yang sudah ada berdasarkan hasil uji coba di lapangan dan pengalaman-pengalaman guru. Interaksi antara pengembang dan guru terjadi dalam rangka penyempurnaan program, pengembang mengadakan lokakarya atau diskusi-diskusi dengan guru-guru untuk memperoleh masukan. Implementasi dianggap selesai manakala proses penyempurnaan program baru dipandang sudah lengkap.

3. Memandang implementasi sebagai bagian dari program kurikulum. Proses implementasi dilakukan dengan mengikuti perkembangan dan megadopsi program-program yang sudah direncanakan dan sudah diorganisasikan dalam bentuk kurikulum desain (dokumentasi). .(Nurdin dan Usman, 2002:70)

2. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah suatu kerangka yang menggambarkan antara konsep-konsep khusus yang merupakan arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang digunakan dalam penulisan atau penelitian atau apa yang diteliti.

(12)

Dalam penulisan skripsi ini akan dijelaskan mengenai pengertian pokok-pokok istila yang akan digunakan sehubungan dengan obyek dan ruang lingkup sehingga mempunyai batasan yang jelas dan tepat dalam penggunaanya.

Adapun istilah yang akan digunakan dalam penulisan ini meliputi:

1. Analisis adalah penyidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perubahan dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya, sebab musabab, duduk perkara dan sebagainya. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002:43)

2. Implementasi adalah suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. (Nurdin Usman, 2004:70) 3. Undang-undang adalah ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan negara yang dibuat oleh

pemerintah (badan eksekutif), disahkan oleh parlemen (badan legislatif), ditandatangani oleh kepala negara (presiden) dan mempunyai kekuatan yang mengikat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002:1245)

4. Anak adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. (Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak) 5. Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman atau sanksi

pidana (Wirjono projdodikiro, 1986:55)

6. Media massa adalah sarana dari saluran resmi sebagai alat komunikasi untuk menyebarkan berita dan pesan kepada masyarakat luas. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002:586

(13)

Tahun 2002 Tentang Penyiaran sebagai wujud peran serta masyarakat dibidang penyiaran. (Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Penyiaran)

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam membaca dan memahami isi dari skripsi ini, maka penulis menyusun kedalam lima bab, yang isinya mencerminkan susunan dan ciri sebagai berikut :

I. Pendahuluan

Merupakan bab yang isinya memuat latarbelakang penulisan, dari uraian latar belakang tersebut kemudian disusun pokok yang menjadi permasalahan dalam penulisan selanjutnya serta memberikan batas-batasan penulisan. Selain itu pada bab ini juga memuat tujuan dan kegunaan dari penelitian, kerangka teoritis dan konseptual, serta sistematika penulisan.

II. Tinjau Pustaka

Dalam bab ini memuat beberapa pengantar dalam pemahaman dan pengertian umum tentang pokok bahasan mengenai pengertian anak pelaku tindak pidana dan batqasan umur, penyidikan anak, media massa, hak-hak anak sebagai pelaku tindak pidana dan perlindungan identitas anak, kode etik wartawan, pengaturan penyiaran.

II. Metode Penelitian

(14)

IV. Pembahasan

Bab ini merupakan penjelasan dan pembahasan tentang permasalahan yang terdapat dalam penulisan ini, yaitu batasan-batasan yang menjadi acuan bagi media massa dalam melakukan publikasi terhadap anak yang melakukan tindak pidana dan bagaimana implementasi Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 pasal 64 ayat 2 huruf g Tentang Perlindungan anak dalam melindungi rahasia identitas anak pelaku tindak pidana dari publikasi yang dilakukan oleh wartawan.

V. Penutup

Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, selanjutnya terdapat juga saran-saran penulis yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang ada didalam skripsi ini

(15)

Andrisman, Tri. 2006. Hukum peradilan anak. Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Soekanto, Soerjono. 1986.Pengantar penelitian hukum. Universitas Indonesia. Jakarta. Soetodjo, Wagiati. 2006.Hukum pidana anak. PT. Refika Aditama. Bandung.

Kamus besar bahasa indonesia edisi ketiga 2002. Balai Pustaka. Jakarta.

Undang-undang

Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang peradilan anak. Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Undang-undang nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak. Undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran.

Website

(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Anak

Terdapat banyak sekali definisi yang menjabarkan atau memberikan batasan mengenai siapakah yang disebut dengan ”anak” ini. Masing-masing definisi ini memberikan batasan yang berbeda disesuaikan dengan sudut pandangnya masing-masing. Pasal 1 Children Rights Convention (CRC) atau Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi Indonesia pada tahun 1990, mendefinisikan bahwa anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 tahun kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal”. (C.De Rover, 2000:369). Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak merumuskan dalam pasal 1 nomor 1 bahwa “Anak adalah seseorang yang belum berusia delapan belas tahun, termasuk anak dalam kandungan”

Dalam Pasal 1 nomor 2 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979, tentang Kesejahteraan anak disebutkan bahwa “anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin”. Dan, yang terakhir Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 menyebutkan dalam pasal 1 nomor 1 bahwa“Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur delapan tahun, tetapi belum mencapai umur 18 tahun danbelum pernah kawin”.

(17)

B. Pengertian Tindak Pidana Dan Unsur Tindak Pidana

Tidak semua perbuatan dikategorikan sebagai suatu tindak pidana, terkecuali perbuatan itu dapat mendatangkan kerugian pada orang lain dan itu diancam dengan pidana oleh undang-undang.

Tindak pidana adalah suatu tindakan pidana melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun dengan tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum (P.A.F. lamintang.1996:185)

Menurut Vos Strafbaarfeit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam oleh peratuan perundang-undangan jadi suatu kelakuan yang pada umumnya dilarang dengan ancaman pidana. Tindak pidana menurut strafbaarfeit mengandung unsur objektif dan unsur subjektif

Segi objektif:

1. Adalah perbuatan manusia

2. Akibat yang terlihat dari perbuatan itu

3. Memungkinkan keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu.

Segi subjektif:

(18)

2. Adanya kesalahan perbuatan harus dilakukan dengan kesalahan. Kesalahan ini dapat dihubungkan dengan perbuatan dari keadaan dimana perbuatan itu dilakukan. (Sudarto. 1990:41)

Menurut moeljatno (1987:54) tindak pidana adalah suatu perbuatan yang memiliki unsur dan dua sifat yang berkaitan. Unsur yang pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua macam yaitu:

1. Unsur subjektif yang berhubungan dengan diri pelaku dan termasuk kedalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung dihatinya

2. Unsur objektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu dalam keadaan keadaan dimana tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan.

C. Anak Pelaku Tindak Pidana

1. Pengertian Anak Nakal

Pengertian anak nakal diatur dalam pasal 1 angka (2) undang-undang nomor 3 tahun 1997 sebagai berikut:

Anak nakal adalah:

a. anak yang melakukan tindak pidana; atau

(19)

2. Sebab-sebab timbulnya kenakalan anak

Sebab-sebab timbulnya kenakalan anak karena adanya suatu motivasi intrinsik dan eksentrinsik seperti sebagai berikut:

a. yang termasuk motovasi intrinsik dari pada kenakalan anak-anak adalah: 1. faktor intelegensia;

Pengertian motivasi intrinsik adalah dorongan atau keinginan pada diri seseorang yang tidak perlu disertai perangsang dari luar. Sedangkan motovasi ektrinsik adalah dorongan yang datang dari luar diri seseorang.

(Romli atmasasmita. 1983:46)

Batasan umur anak yang dapat dijatuhi hukam dapat dibedakan dalam beberapa tingkatan sebagai berikut:

1. Batasan umur tingkat pertama, yaitu anak tang berumur antara 0–8 tahun 2. Batasan umur tingkat kedua, yaitu anak yang berumur 8–12 tahun

(20)

(Tri Andrisman.2006:63)

3. Penyidikan Anak pelaku Tindak Pidana

Penyidikan terhadap anak nakal dilakukan oleh penyidik yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kepolosian Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia ( pasal 41 ayat (1) undang-undang nomor 3 tahun 1997 tentang peradilan anak ). Penyidik yang terlibat dalam proses peradilan anak disebut penyidik anak.

Syarat untuk menjadi penyidik anak adalah sebagai berikut:

a. Telah berpengalaman sebagai penyidik tindak pidana anak yang dilakukan oleh orang dewasa b. Mempunyai minat, perhatian, dedikasi dan memahami masalah anak.

Dalam hal tertentu dan dipandang perlu, tugas penyidik dapat dibebankan kepada:

a. Penyidik yang melakukan penyidikan bagi tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa, atau;

b. Penyidik lain yang ditetapkan berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku.

Menurut pasal 43 Undang-undang nomor 3 tahun 1997 bahwa penangkapan anak nakal pada dasarnya masih diperlakukan Ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Namun demikian yang patut diperhatikan dalam masalah penangkapan anak nakal adalah kapan dan bilamana penangkapan itu dimungkinkan menurut Undang-undang.

(21)

menyerahkan tertangkap berserta barang bukati yang ada kepada pejabat yang berwenang yaitu penyidik.

Pada dasarnya penahanan dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan, namun penahanan terhadap anak harus pula memperhatikan kepentingan anak yang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental maupun sosial anak dan kepentingan masyarakat. Tempat tahanan anak harus dipisahkan dari tempat tahanan orang dewasa. Hal ini dimaksudkan untuk mehindarkan anak terhadap pengaruh buruk yang diserap melalui konteks kaltural dengan tahanan lain.

Proses dari pemidanaan terhadap anak di bawah umur pada tingkat penyidikan telah diatur dalam pasal 42 Undang-Undang No.3 tahun 1997. Pasal 42 menetapkan:

(1) Penyidik wajib memeriksa tersangka dalam suasana kekeluargaan

(2) Dalam melakukan penyidikan terhadap anak nakal, penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama atau petugas kemasyarakatan lainnya.

(3) Proses penyidikan terhadap perkara anak nakal wajib dirahasiakan.

Pasal 43 Undang-Undang No.3 tahun 1997 menetapkan:

(1) Penangkapan anak nakal dilakukan sesuai dengan ketentuan KUHAP.

(22)

Penahanan anak pada tahap penyidikan diatur pada Pasal 44 Undang-Undang No.3 tahun 1997 yaitu:

1. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 ayat (1) dan ayat (3) huruf a berwenang melakukan penahanan terhadap anak yang di duga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

2. Penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya berlaku untuk paling lama 20 (dua puluh) hari.

3. Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) apabila diperlukan guna kepentigan pemeriksaan yang belum selesai, atas permintaan penyidik dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang untuk paling lama 10 (sepuluh) hari.

4. Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sudah harus menyerahkan berkas perkara yang bersangkutan kepada penuntut umum.

5. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dilampaui dan berkas perkara belum diserahkan, maka tersangka harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum.

6. Penahanan terhadap anak dilaksanakan di tempat khusus untuk anak di lingkungan Rumah Tahanan Negara, cabang Rumah Tahanan Negara atau di tempat tertentu.

Dan mengenai batasan umur anak yang melakukan tindak pidana diatur dalam pasal 4 Undang-Undang No.3 tahun 1997 , yaitu:

(23)

2. Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana di maksud dalam ayat (1) dan di ajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur tersebut, tetapi belum pernah mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun tetapi di ajukan ke sidang anak.

Dalam pelaksanaannya sidang pengadilan bagi anak adalah tertutup dan suasana pada sidang anak harus menimbulkan keyakinan pada anak dan orang tua bahwa hakim ingin membantu memecahkan masalah pada anak, sebagaimana yang di atur dalam pasal 6 dan pasal 8 Undang-Undang No.3 tahun 1997.

Pasal 6 Undang-Undang No.3 tahun 1997 menyatakan :

Hakim, penuntut umum, penyidik dan penasehat hukum serta petugas lainnya dalam sidang anak tidak memakai toga atau pakaian dinas.

Pasal 8 Undang-Undang No.3 tahun 1997 menyatakan:

(1) Hakim memeriksa perkara anak dalam sidang tertutup

(2) dalam hal tertentu dan dipandang perlu pemeriksaan perkara anak sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 dapat dilakukan dalam sidang terbuka.

(3) Dalam sidang yang dilakukan secara tertutup hanya dapat dihadiri oleh anak yang bersangkutan beserta orang tua, wali, orang tua asuh, penasehat hukum dan pembimbing kemasyarakatan.

(24)

(5) Pemberitaan mengenai perkara anak mulai sejak penyidikan sampai saat sebelum pengucapan putusan pengadilan menggunakan singkatan dari nama anak, orang tua, wali atau orang tua asuhnya.

Undang-undang Pengadilan Anak mengatur baik mengenai pidana dan tindakan (hukum pidana materil), ketentuaan beracara dari tiap penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan (hukum pidana formil) maupun tata cara penempatan dan pembinaan anak dalam lembaga maupun non-lembaga setelah dijumpai putusan hakim. Kesemua ketentuan yang ada dalam Undang-undang Pengadilan Anak berbeda dengan ketentuan yang ada selama ini, yaitu KUHAP dan KUHP. Sedangkan untuk hukum pelaksaan pidana telah ada Undang-undang yang baru, yaitu Undang-undang No. 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan (Undang-undang pemasyarakatan), yang isinya telah memperbarui sistem pembinaan yang ada selama ini, baik itu terhadap orang dewasa maupun anak. (Tri Andrisman 2006:31)

D. Hak-hak Pada Tersangka atau Terdakwa Anak

Selain anak mempunyai hak untuk di lindungi, anak juga mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa, adapun hak-hak tersebut menurut KUHAP adalah :

1. Setiap anak nakal sejak saat di tangkap atau di tahan berhak mendapat bantuan hukum dalam waktu dan setiap tingkat pemeriksaan.

2. Setiap anak nakal yang di tangkap atau di tahan berhak berhubungan langsung dengan penasehat hukumnya tanpa di dengar oleh pejabat yang berwenang.

(25)

4. Tersangka anak berhak mendapatkan pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya di ajukan ke pengadilan.

5. Tersangka anak berhak untuk segera di adili oleh pengadilan.

6. Untuk mempersiapkan pembelaan tersangka, anak berhak di beritahukan dengan jelas dalam bahasa yang di mengerti olehnya.

7. Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka anak berhak untuk setiap waktu mendapat juru bahasa, apabila ia tidak paham bahasa Indonesia.

8. Dalam hal tersangka anak bisu atau tuli, ia berhak mendapatkan bantuan penerjemah orang yang pandai bergaul.

9. Tersangka atau terdakwa anak yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasehat hukum sesuai dengan ketentuan KUHAP.

10. Tersangka atau terdakwa anak yang dikenakan penahanan berhak di beritahukan tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat yang berwenang, pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan, kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka atau terdakwa anak yang bantuannya di butuhkan oleh tersangka atau terdakwa anak.

11. Tersangka atau terdakwa anak berhak menghubungi dan menerima kunjugan dari pihak yang mempunyai hubungan keluarga dengan tersangka atau terdakwa anak.

12. Tersangka atau terdakwa anak berhak secara langsung atau dengan perantara penasihat hukumnya menghubungi dan menerima kunjungan sanak keluarganya dalam hal yang tidak ada hubungannya dengan perkara tersangka atau terdakwa untuk kepentingan keluarga. 13. Tersangka atau terdakwa anak berhak menghubungi dan menerima kunjugan rohaniawan. 14. Tersangka atau terdakwa anak berhak untuk di adili di sidang pengadilan yang terbuka untuk

(26)

15. Tersangka atau terdakwa anak berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi guna memberikan keterangan.

16. Tersangka atau terdakwa anak tidak di bebani dengan kewajiban pembuktian.

17. Tersangka atau terdakwa anak berhak menuntut ganti rugi dan rehabilitasi sebagaimana di atur dalam pasal 95 KUHAP.

Dengan di aturnya hak-hak di atas walaupun tersangka atau terdakwa masih anak-anak, petugas pemeriksaan tidak boleh menghalang-halangi penggunaannya dan sebaiknya sejak awal pemeriksaan sudah diberitahukan hak-hak tersebut.

E. Perlindungan Hukum Anak

1. Perlindungan Hukum Anak Secara Umum Dalam Dokumen Internasional

Peradilan pidana (juvenile justice) merupakan salah satu bentuk perlindungan yang diberikan hukum kepada anak yang telah melakukan tindak pidana. Orientasi dari keseluruhan proses peradilan pidana anak ini harus ditujukan pada kesejahteraan anak itu sendiri, dengan dilandasi prinsip kepentingan terbaik anak (the best interest for children).

Ruang lingkup yang cukup luas dari masalah perlindungan anak terlihat dari cukup banyaknya dokumen internasional yang berkaitan dengan masalah anak ini, antara lain:

a. Deklarasi jenewa tentang hak-hak anak tahun 1924;

(27)

c. Resolusi Majelis Unum PBB nomor 43/121 tanggal 8 desember 1988 mengenai “The Use Children Illicit Trafick In Narcotic Drugs.

d. Resolusi Ecosoc 1990/33 tanggal 24 mei 1990, mengenai “The Prefention Of Drugs Consumtion Among Young Person”.

e. Resolusi Ham 1984/93 tanggal 9 maret

Dokumen-dokumen internasional diatas pada prinsipnya berisikan tentang prinsip-prinsip perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan fisik dan mental, himbauan kepada negara anggota, yaitu antara lain dianggapnya sanksi-sanksi pidana bagi pelaku kekerasan terhadap anak. Bekerja sama dalam bentuk hubungan bilateral, regional dan multilateral untuk mendukung legislasi tentang kekerasan terhadap anak, pemotofasian terhadap media massa untuk bekerja sama melakukan penurunan tingkat kekerasan terhadap anak, berperan dengan cara lain untuk membasmi kekerasan terhadap anak dan peningkatan perhatian agar anak memiliki kepercayaan diri. (Tri Andrisman,2006:4)

2. Perlindungan Hukum Anak Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Indonesia

(28)

a. Pada pasal 2 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, bahwa penyelenggaraan perlindungan anak berdasarkan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak Anak yang meliputi :

1.Non diskriminasi;

2.Kepentingan yang terbaik bagi anak;

3.Hak hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan 4.Penghargaan terhadap pendapat anak.

b. Pada penjelasan pasal 4 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan, bahwa hak anak sesuai dengan ketentuan dalam pasal 28 B ayat (2) UUD 1945 dan prinsip-prinsip pokok yang tercantum dalam Konvensi Hak-Hak Anak.

c. Pasal-pasal yang terkandung di dalam UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak khususnya menyangkut hak-hak anak sangat mirip dengan KHA, kecuali masuknya pasal 19 yang berisi kewajiban anak.

Berkaitan dengan anak yang berhadapan atau berkonflik dengan hukum, UU Nomor 23 tahun 2002 memuat beberapa pasal, di antaranya Pasal 16 yang menyatakan bahwa :

(1) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.

(2) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.

(3) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara bagi anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.

(29)

(1) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk:

a. Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa;

b. Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan

c. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang obyektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.

(2) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.

Sementara itu pada pasal 18 dinyatakan bahwa, ”Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya”.

Kemudian pada pasal 64 dicantumkan beberapa butir yang lebih rinci sebagai berikut:

(1) Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 59 meliputi anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana, merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.

(2) Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud ayat 10 dilaksanakan melalui:

(30)

c. Penyediaan sarana dan prasarana khusus;

d. Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak;

e. Pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hukum;

f. Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga; dan

g. Perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi.

Khusus pada pasal 64 ayat 2 hurur g yang menyebutkan perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan menghindari labelisasi akan menjadi acuan utama dalam penulisan skripsi ini. Bagaimanakah penerapan dari pasal tersebut dalam melindungi hak anak yang berhadapan dengan hukum dari pemberitaan media massa mengenai identitas si anak. Hak-hak anak tersebut haruslah terpenuhi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

F. media massa

1. Pengertian Media Masaa

Media massa adalah sarana dan saluran resmi sebagai alat komunikasi untuk menyebarkan berita dan pesan kepada masyarakat luas. (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

(31)

film, radio, TV. Media massa adalah faktor lingkungan yang mengubah perilaku khalayak melalui proses pelaziman klasik, pelaziman operan atau proses imitasi (belajar sosial). Dua fungsi dari media massa adalah media massa memenuhi kebutuhan akan fantasi dan informasi.

Media menampilkan diri sendiri dengan peranan yang diharapkan, dinamika masyarakat akan terbentuk, dimana media adalah pesan. Jenis media massa yaitu media yang berorentasi pada aspek penglihatan (verbal visual) misalnya media cetak, pendengaran (audio) semata-mata (radio, tape recorder), dan penglihatan (televisi, film, video) yang bersifat ferbal visual vokal.

Fungsi media massa sendiri menurut Charles Wright terdiri dari:

1. Fungsi pengawasan, penyediaan informasi tentang lingkungan

2. Fungsi penghubungan, dimana terjadi penyajian pilihan solusi untuk suatu masalah 3. Fungsi pentransferan budaya, adanya sosialisasi dan pendidikan

4. Fungsi hiburan.

Media massa digunakan dalam komunikasi apabila komunikasi berjumlah banyak dan bertempat tinggal jauh. Media massa yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari umumnya adalah surat kabar, radio, televisi, dan film bioskop, yang beroperasi dalam bidang informasi, edukasi dan rekreasi, atau dalam istilah lain penerangan, pendidikan, dan hiburan. Keuntungan komunikasi dengan menggunkan media massa adalah bahwa media massa menimbulkan keserempakan artinya suatu pesan dapat diterima oleh komunikan yang jumlah relatif banyak. Jadi untuk menyebarkan informasi, media massa sangat efektif yang dapat mengubah sikap, pendapat dan prilaku komunikasi.

(32)

Publikasi dala media massa adalah pemberitaan melalui media massa yakni surat kabar, radio, televisi, internet dan sebagainya. Pers atau wartawan mendapatkan berita dengan cara mengumpulkan fakta yang terjadi dalam masyarakat dan meng informasikan kepada masyarakat yang lebih luas melalui media massa. Publikasi media massa berpedoman pada Undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers dan Undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran.

Penyelenggaraan media massa diawasi oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Beberapa pasal dalam Undang-undang no.32 tahun 2002 tentang penyiaran yang mengatur tugas dan wewenang dari KPI adalah:

Pasal 7 menyebutkan:

(1) Komisi penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) disebut Komisi Penyiaran Indonesia, disingkat KPI.

(2) KPI sebagai lembaga negara yang bersifat independen mengatur hal-hal mengenai penyiaran.

(3) KPI terdiri atas KPI Pusat dibentuk di tingkat pusat dan KPI Daerah dibentuk di tingkat provinsi.

(4) Dalam menjalankan fungsi, tugas, wewenang dan kewajibannya, KPI Pusat diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan KPI Daerah diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi.

Pasal 8 menyebutkan bahwa:

(33)

(2) Dalam menjalankan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), KPI mempunyai wewenang:

a. menetapkan standar program siaran;

b. menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran;

c. mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran;

d. memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran;

e. melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan Peme-rintah, lembaga penyiaran, dan masyarakat.

(3) KPI mempunyai tugas dan kewajiban :

a. menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia;

b. ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran;

c. ikut membangun iklim persaingan yang sehat antarlembaga penyiaran dan industri terkait;

d. memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang;

(34)

f. menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran.

DAFTAR PUSTAKA

Andrisman, Tri. 2006. Hukum peradilan anak. Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Soetojo, Wagiati. 2006.Hukum pidana anak. PT Refika Aditama. Bandung

Departemen pendidikan dan kebudayaan, 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka Jakarta.

Undang-undang

(35)

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak. Undang-undang Nomor 40 tahun 199 Tentang Pers.

(36)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dilakukan untuk melihat bagaimana doktrin-doktrin hukum pidana tentang ajaran sifat melawan hukum formil dan materiil dikaitkan dengan perlindungan anak pelaku tindak pidana dari publikasi media massa. Sedangkan yuridis empiris dilakukan dengan cara terjun langsung kelapangan dan melakukan pengumpulan data melalui koresponden yang berkaitan dengan perlindungan anak pelaku tindak pidana dari publikasi media massa.

B. Sumber dan Jenis Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari penelitian di lapangan yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan. Data tersebut meliputi literatur, perundang-undangan dan dokumen resmi.

Data sekunder yang digunakan dalam penulisan ini meliputi:

(37)

1) Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 Tentang Peradilan Anak. 2) Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. 3) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak. 4) Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 Tentang Pers.

5) Undang-undang Nomor 32 tahun 2002 Tentang Penyiaran.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian dan petujuk-petunjuk teknis maupun pelaksanaan yang terdiri dari kode etik jurnalis, peraturan pemerintah, dan konvensi PBB.

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang terdiri dari Buku, literatur Hasil karya ilmiah, Hasil-hasil penelitian, Kamus besar bahasa Indonesia dan website

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga (Masri Singarimbun, 1989: 152). Dalam penelitian ini populasi adalah penyidik anak yang bertugas di Polresta bandar lampung Jaksa penyidik anak dan penasehat hukum dari LSM Lada.

(38)

sedemikian rupa sehingga sampel tersebut benar-benar mencerminkan ciri-ciri dari populasi yang sudah dikenal sebelumnya. Sampel bertujuan selalu melandaskan diri pada informasi-informasi dan pengetahuan yang telah diperoleh/dicek mengenai ciri-ciri khusus dari suatu populasi. Informsi tadi sifatnya sudah fixed , jelas dan tidak diragukan dan bukan merupakan informasi dugaan belaka.

Sesuai dengan metode pengambilan sampel yang akan diteliti sebagaimana tersebut diatas, maka koresponden dalam membahas masalah ini adalah sebagai berikut:

1) Penyidik Anak Polresta Bandar Lampung : 1 orang 2) Kejaksaan Negeri Bandar Lampung : 1 orang 3) Penasehat Hukum LSM LadA : 2 orang +

Jumlah : 4 orang

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

(39)

a. Studi Kepustakaan (library research), studi ini dimaksudkan untuk mencari dan mendapatkan data sekunder melalui studi dokumen dengan cara membaca, mencatat, menelaah, dan menganalisa literatur yang berkaitan dengan permasalahan.

b. Studi Lapangan (field research), dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara atas dasar kuisioner yang telah dipersiapkan sebagai panduan. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara langsung, penulis melakukan tanya jawab lisan secara terbuka dengan maksud untuk mendapatkan keterangan atau jawaban sehingga data yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan.

2. Prosedur Pengolahan Data

Data yang terkumpul melalui kegiatan pengumpulan data diproses melalui tahapan pengolahan data yang mencangkup kegiatan:

a. Editing, yaitu memeriksa kembali mengenai kelengkapan, kejelasan dari kebenaran data yang diperoleh serta relevansinyadengan penulisan.

b. Klasifikasi data, yaitu mengelompokkan data berdasarkan kerangka yang telah ditetapkan.

c. Sistematisasi, yaitu penyusunan data secara sistematis sesuai dengan pokok permasalahan, sehingga memudahkan analis data.

E. Analisis Data

(40)

permasalahan yang ada dalam penulisan skripsi ini. Sedangkan terhadap data sekunder akan dilakukan secara kualitatif berdasarkan hasil analisis maka ditarik kesimpulan berdasarkan metode induktif, yaitu suatu cara berfikir yang didasarkan pada fakta yang bersifat khusus kemudian diambil kesimpulan secara umum.

DAFTAR PUSTAKA

(41)
(42)

V. PENUTUP

A. kesimpulan

Dari hasil penelitian mengenai pelaksanaan perlindungan dan juga faktor-faktor penghambat perlindungan hak-hak anak pelaku tindak pidana dari publikasi media massa yang telah dibahas sebelumnya pada bab IV, penusil memberi kesimpulan sebagai berikut:

1. Upaya perlindungan identitas anak pelaku tindak pidana dari publikasi media massa sesuai dengan undang-undang nomor 23 tahun 2002 pasal 64 ayat 2 huruf g Adalah dengan cara menyamarkan identitas anak seperti nama, foto, nama keluarga. Kemudian melalui kebijakan legislatif untuk merubah peraturan yang lemah. Upaya yang dilakukan masyarakat berupa pengaduan terhadap pelanggaran mdia massa. Memberikan pemahaman terhadap wartawan dan juga media massa mengenai tata cara peliputan anak pelaku tindak pidana merupan suatu cara yang ampuh didalam melindungi hak-hak anak pelaku tindak pidana dari publikasi media massa.

2. Faktor penghambat dalam melindungi hak anak pelaku tindak pidana adalah tidak adanya payung hukum dalam memberikan sanksi bagi pelanggar. Kurangnya perhatian masyarakat mengenai masalah identitas anak pelaku tindak pidana yang harus dirahasiakan. Ketidak pahaman wartawan mengenai hak-hak anak pelaku tindak pidana dari publikasi.

(43)

2

Reformasi hukum dibidang perundang-undangan adalah suatu jalan utama untuk melindungi hak-hak anak, termasuk hak-hak anak pelaku tindak pidana dari publikasi media massa. Untuk itu kiranya undang-undang yang mengatur tentang hak-hak anak pelaku tindak pidana segera direvisi kembali berkaitan dengan peberian sanksi pidana tehadap pelanggaran peraturan tersebut. Masyarakat diharapkan dapat memantau pemberitaan di media massa dan bila terdapat pelanggaran, masyarakat mengupayakan aduan kepada perusahaan media massa yang bersangkutan.

(44)
(45)

4

Namun sangat disayangkan Undang-undang pengadilan anak tidak memberikan sanksi bagi pelanggarannya dan juga pelanggaran terhadap penyidikan yang tidak dirahasiakan sehingga tidak bisa digugat melalui pengadilan. Walaupun tidak adanya sanksi yang diberikan terhada pelanggaran tersebut, masih ada jalan lain untuk menanggulangi pelanggaran tersebut. Ketika perkara anak pelaku tindak pidana itu disidangkan di pengadilan, terdakwa atau penasehat hukum terdakwa mempunyai kesempatan untuk menyampaikan keberatan terhadap surat dakwaan penuntut umum.

(46)

ANALISIS IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK NOMOR 23 TAHUN 2002 PASAL 64 AYAT 2 HURUF G TENTANG

PUBLIKASI MEDIA MASSA TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA

(Skripsi)

Oleh: Seto Hariaji

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(47)

DAFTAR ISI

Halaman

I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian. ... 7

D. Kerangka Teoritis dan Konsepsional. ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 12

DAFTAR PUSTAKA II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak ... 15

B. Pengertian Tindak Pidana dan Unsur Tindak Pidana ... 16

C. Anak Pelaku Tindak Pidana ... 17

1. Pengertian Anak Nakal ... 17

2. Sebab-sebab Timbunya Kenakalan Anak ... 18

3. Penyidikan Anak Pelaku Tindak Pidana ... 19

D. Hak-hak Tersangka atau Terdakwa Anak ... 24

E. Perlindungan Hukum Anak ... 26

(48)

F. Media Massa ... 31

1. Pengertian Media Massa ... 31

2. Publikasi Dalam Media Massa ... 32

DAFTAR PUSTAKA III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah... 36

B. Sumber dan Jenis Data ... 36

C. Penentuan Populasi dan Sampel... 37

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data... 39

E. Analisis Data ... 40

DAFTAR PUSTAKA IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden ... 42

B. Upaya perlindungan Identitas Anak Pelaku Tindak Pidana Dari Publikasi Media Massa Sesuai Dengan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Pasal 64 Ayat 2 Huruf g ... 43

C. Faktor Penghambat Dalam Melindungi Hak-Hak Anak Pelaku Tindak Pidana Dari Publikasi Media Massa ... 53

DAFTAR PUSTAKA V PENUTUP A. Kesimpulan ... 60

(49)

Judul Skripsi : ANALISIS IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG

PERLINDUNGAN ANAK NOMOR 23 TAHUN 2002 PASAL 64 AYAT 2 HURUF G TENTANG PUBLIKASI MEDIA MASSA TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA

Nama Mahasiswa :Seto Hariaji

No. Pokok Mahasiswa : 0742011312

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Dr. Eddy Rifai, S.H., M.H. Firganefi, S.H., M.H.

NIP 19610912 1986 031003 NIP 19631217 1988 032003

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

(50)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua :Dr. Eddy Rifai., S.H., M.H.

...

Sekretaris/Anggota :Firganefi, S.H., M.H.

...

Penguji Utama :Eko Rahardjo, S.H., M.H.

...

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H. M.S. NIP 19621109 198703 1 003

(51)

RIWAYAT HIDUP

Seto Hariaji dilahirkan di Bandar Lampung 31 Juli 1989, yang merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Setyo Sardjono dan Ibu Sriyati.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak Mutiara pada tahun 1995, Sekolah Dasar Kartika II-6 Bandar Lampung pada tahun 2001, penulis melanjutkan studinya di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Bandar Lampung yang kemudian lulus pada tahun 2004 dan Sekolah Menengah Atas Negeri 16 Bandar Lampung yang kemudian lulus pada tahun 2007. Dengan mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa akhirnya penulis diterima di Fakultas Hukum Universitas Lampung pada Tahun 2007.

(52)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan hidayahNYA, serta jujungan kita Nabi Muhammad SAW, maka dengan ketulusan dan kerendahan

hati serta setiap perjuangan dan jerih payahku, aku persembahkan sebuah karya ini kepada :

Bapak dan Mama yang kuhormati, kusayangi, dan kucintai

Terima kasih untuk setiap pengorbanan kesabaran, kasih sayang yang tulus serta do’a demi keberhasilanku

Adik-Adikku Karolina Pangestu dan Gandung Soko Langit

yang senantiasa memberi dukungan kepadaku dengan keceriaan dan kasih sayang

Dosen-Dosen dan Guru-guruku

Semoga ilmu yang telah kalian berikan dapat berguna bagiku dan menjadi ladang amal bagimu

Sahabat-sahabatku yang selalu hadir menemaniku dalam suka maupun duka

Seseorang yang ditakdirkan untuk menjadi penyempurna separuh agamaku

(53)

MOTTO

You can t Always get what you want, but if you try, sometimes you just might find

you get what you need.

(Mick Jagger)

Karna kita manusia, tumbuh dan berkembang seiring jalannya waktu

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan ALLAH kepadamu

(kebahagiaan) negeri akhirat dan jaganlah kamu melupakan bagianmu dari

(kenikmatanmu) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana

ALLAH telah berbuat baik kepadamu

(54)

SANWACANA

Alhamdulillahirobbil’alamin. Segala puji syukur hanyalah milik Allah SWT, Rabb seluruh Alam yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyeleasaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung dengan judul : ANALISIS IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK NOMOR 23 TAHUN 2002 PASAL 64 AYAT 2 HURUF G TENTANG PUBLIKASI MEDIA MASSA TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA.

Penulis menyadari selesainya skripsi ini tidak terlepas dari partisipasi, bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung

(55)

3. Bapak Dr. Eddy Rifai, S.H., M.H., selaku Pembimbing Pertama yang telah memberikan saran dan meluangkan waktunya sehingga proses penyelesaian skripsi dapat berjalan dengan baik.

4. Ibu Firganefi, S.H., M.H., selaku Pembimbing II yang telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis selama penyelesaian skripsi ini. 5. Bapak Eko Rahardjo, S.H., M.H., dan Bapak Budi, S.H., M.H. sebagai

Pembahas Pertama dan Pembahas Kedua yang telah banyak memberikan kritikan, koreksi dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Ibu Lindati dwiatin, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik selama penulis menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.

7. Ibu Supriyanti, S.H., M.H., selaku narasumber dari Kejaksaan Negeri Tanjungkarang, Bang Nurul Lukman, S.H., dan Bang Yudi Isnani, S.H., di Staf Kantor Lembaga Swadaya Masyarakat LadA, dan Bapak Yudi Robbi Ansen, S.H., dari Polresta Tanjung Karang yang telah meluangkan waktunya untuk melakukan wawancara demi penelitian skripsi ini.

8. Para Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tak bisa disebutkan satu persatu, Terima Kasih atas bimbingan dan pengajarannya selama penulis menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.

9. Seluruh staf dan karayawan Fakultas Hukum Universitas Lampung: Ibu Arniah, S.Pd., Mbak Sri, Mbak Yanti, Mbak Yani, Mbak Dian, Pak Narto, dan yang lain-lain yang telah membantu penulis dalam proses akademis dan kemahasiswaan atas bantuannya selama penyusunan skripsi ini.

(56)

11. Teman-teman seperjuanganku di Fakultas Hukum Universitas Lampung yang kubanggakan dan kucintai yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih telah memberikan motivasi kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini. Untuk kalian semua, terus semangat perjuangan kita masih panjang. terimakasih atas kebersamaan dan kekompakannya.

12. Untuk Anggota forum pertarungan Playstation di kosan mamen (rangga babon, kamal nuklir, satria vario biru, mamen abdulrahmen, Andri bendolisme dan mereka yang disekitarnya) terimakasi sudah menjadikan saya raja di pertarungan itu dan untuk my bandmates “2 Sides Story” trimakasi atas support kalian.

13. Karena saat pembuatan skripsi penulis berstatus sebagai jomblo, maka terimakasi untuk wanita-wanita di fakultas hukum yang sudah menyegarkan matanya.

14. Untuk semua teman dan semua orang yang berperan serta dalam pembuatan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan, terimakasi banyak.

Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi agama, masyarakat, bangsa dan negara, para mahasiswa, akademisi, serta pihak-pihak lain yang membutuhkan terutama bagi penulis. Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan dan kebaikan bagi kita semua. Amin.

(57)

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut menunjukan bahwa hipotesis yang diajukan peneliti, yaitu hubungan positif antara servant leadership dengan komitmen organisasi pada perawat RSUD RAA

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa semua variabel lingkungan eksternal maupun internal mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap minat berwirausaha mahasiswa

Berdasarkan hasil dari penelitian dan analisis yang telah di lakukan oleh penulis tentang Pelaksanaan Manajemen Kemitraan PT Buana Wira Lestari Mas dengan Petani

[r]

[r]

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Timbangan Bilangan efektif untuk meningkatkan kemampuan menjumlahkan

Berdasarkan uraian di atas peranan studi kelayakan pada perbankan dalam kegiatan usaha mengalami masalah cukup besar terhadap para pengusaha ekonomi lemah, pada umumnya

• Proses yang direkayasa secara logik untuk mengembangkan sistem dari tahap perencanaan sampai penerapan. • 4 (empat) tahap pertama ---> Tahap