• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SKILL ARGUMENTASI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP LITERASI SAINS SISWA SMP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH SKILL ARGUMENTASI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP LITERASI SAINS SISWA SMP"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SKILL ARGUMENTASI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

TERHADAP LITERASI SAINS SISWA SMP

Oleh

Arina Khusnayain Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Fisika

Jurusan Pendidikan Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

PENGARUH SKILL ARGUMENTASI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

TERHADAP LITERASI SAINS SISWA SMP

Oleh

ARINA KHUSNAYAIN

Proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah saat ini kurang memperhatikan

literasi sains siswa. Hal ini mengakibatkan siswa Indonesia memiliki literasi sains

yang masih rendah. Upaya mengembangkan literasi sains siswa dilakukan dengan

menerapkan pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar sains dengan

membenarkan sesuatu berdasarkan alasan, fakta, serta pertimbangan argumen.

Proses pembelajaran ini mengajak siswa untuk mengasah skill argumentasinya

sehingga mampu menyelesaikan permasalahan sains yang ada di lingkungannya.

Proses pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat digunakan untuk

merangsang siswa menggunakan skill argumentasinya dalam penyelesaian

masalah. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan pengaruh skill

argumentasi terhadap literasi sains siswa SMP, dan (2) mengetahui peningkatan

literasi sains siswa SMP dengan menggunakan skill argumentasi. Penelitian ini

dilakukan di SMP Negeri 1 Bangunrejo, menggunakan satu kelas yaitu kelas VIIIB

(3)

Arina Khusnayain

iii Posttest. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) terdapat pengaruh linear

yang positif dan signifikan antara skill argumentasi terhadap literasi sains siswa

SMP dengan kontribusi sebesar 53,7% dan persamaan regresinya adalah

Y` = 38,133 + 0,607X, dan (2) terjadi peningkatan yang signifikan dari literasi

sains siswa SMP dengan menggunakan skill argumentasi, dengan nilai N-gain

rata-rata 0,61 yang termasuk dalam kategori sedang.

(4)

ABSTRACT

THE INFLUENCE ARGUMENTATION SKILL USING PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TO SCIENCE LITERACY OF

STUDENT JUNIOR HIGH SCHOOL

By

ARINA KHUSNAYAIN

Learning process in schools today less attention to scientific literacy of students.

This resulted Indonesian students have scientific literacy is still low. Efforts to

develop scientific literacy of students is done by applying learning invites students

to learn science by confirming something by reason, facts, and consideration of

the arguments. This learning process invites students to hone their skills so that

the argument that science is able to solve the problems existing in the

environment. The learning process of Problem Based Learning (PBL) can be used

to stimulate the students to use problem-solving skills in the argument. This study

aims : (1) to describe the influence of argumentation skills to junior high students'

science literacy, and (2) Knowing increase science literacy junior high school

students by using argumentation skills. The research was conducted at SMP

Negeri 1 Bangunrejo, using a class that VIIIB class with 32 students and the

number of samples using the One-Group Pretest design - posttest. The results

(5)

Arina Khusnayain

v between skill argument against science literacy school students with a

contribution of 53.7% and the regression equation is `Y = 38.133 + 0.607 X, and

(2) a significant increase scientific literacy of students from SMP by using

argumentation skills, the value of N-average gain of 0.61 is included in the

medium category.

(6)
(7)
(8)
(9)

xv

xv DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... . xv

DAFTAR TABEL……… xviii

DAFTAR GAMBAR………... xix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis ... 6

1. Skill Argumentasi ... 6

2. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) ... 10

3. Literasi Sains ... 16

B. Kerangka Pemikiran ... 20

C. Hipotesis ... 22

III. METODE PENELITIAN A. Populasi Penelitian ... 23

B. Sampel Penelitian ... 23

C. Variabel Penelitian ... 23

D. Desain Peneltian ... 24

(10)

xvi

F. Analisis Instrumen ... 26

1. Uji Validitas ... 26

2. Uji Reliabiitas ... 27

G. Teknik Pengumpulan Data ... 28

H. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 29

1. Perhitungan Skor N-gain Literasi Sains dan Skor Skill Argumentasi ... 29

2. Perhitungan Data Skill Agumentasi dan Data Posttest Literasi Sains ... 30

3. Pengujian Data Pretest dan Posttest Literasi Sains ... 32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengaruh Skill Argumentasi Terhadap Literasi Sains Siswa ... 50

2. Peningkatan Literasi Sains Siswa Akibat Skill Argumentasi ... 54

(11)

xvii

5. Kunci Jawabaan LKS ... 81

6. Kisi – Kisi Posttest ... 84

7. Soal Posttest (Penilaian Produk LP 1) ... 91

8. Lembar Penilaian Psikomotor (LP 2) ... 94

9. Rubrikasi Skill Argumentasi ... 95

10.Soal Skill Argumentasi (LP 3) ... 97

11.Lembar Penilalain Afektif (LP 4) ... 99

12.Lembar Penilaian Keterampilan Sosial) (LP 5) ... 100

13.Data Pretest Literasi Sains Siswa ... 101

14.Data Posttest Literasi Sains Siswa ... 102

15.Data Skill Argumentasi Siswa ... 103

16.Data Rekapitulasi N-gain Literasi Sains Siswa ... 105

17.Hasil Uji Validitas Soal Literasi Sains ... 107

18.Hasil Uji Reliabilitas Soal Literasi Sains ... 114

19.Hasil Analisis Soal Literasi Sains Menggunakan Anates ... 117

20.Hasil Uji Validitas Soal Skill Argumentasi ... 120

21.Hasil Uji Reliabilitas Soal Skill Argumentasi ... 124

22.Hasil Uji Normalitas Skill Argumentasi-Posttest ... 125

23.Hasil Uji Linearitas Skill Argumentasi-Posttest ... 126

24.Hasil Uji Regresi Linear Sederhana ... 128

25.Hasil Uji Normalitas Pre-Posttest ... 131

26.Hasil Uji Paired Sample t Test ... 133

27.Izin Penelitian ... 135

28.Surat Keterangan Penelitian ... 136

29.Daftar Hadir Seminar Proposal ... 137

30.Kartu Kendali ... 139

(12)

1

I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran sains yang berlangsung selama ini hanya sebatas proses

penyampaian informasi (transfer of knowledge) dari guru ke siswa. Padahal

pembelajaran sains yang baik seharusnya adalah pembelajaran yang

melibatkan siswa untuk belajar secara langsung. Meliputi berbagai kegiatan,

seperti mengamati, menyelidiki, mengumpulkan bukti-bukti ilmiah, mencari

berbagai informasi, dan lebih mantap lagi apabila siswa diberikan kesempatan

untuk memeriksa dan menggunakan argumen guna membentuk sendiri

konsep sains yang dipelajarinya.

Sangat disayangkan, dalam pembelajaran sains perhatian guru untuk

mengembangkan literasi sains siswa sangat kurang. Pada tahun 2009,

Indonesia menduduki peringkat 60 dari 65 negara yang terlibat dalam PISA

untuk bidang sains. Hal ini menunjukkan bahwa literasi sains siswa Indonesia

masih tergolong rendah. Salah satu indikasi rendahnya literasi sains siswa

adalah rendahnya motivasi belajar siswa terhadap sains. Adanya literasi sains

dalam diri seorang siswa akan membawa siswa menjadi masyarakat yang

(13)

2 dalam menghadapi permasalahan sains yang muncul dalam kehidupan

sehari-hari.

Upaya mengembangkan literasi sains siswa dapat dilakukan melalui proses

pembelajaran sains yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengetahui sains sepenuhnya dengan tidak terlalu banyak menampilkan

pengajaran sains sebagai sebuah informasi. Akan tetapi, dengan suatu proses

membenarkan sesuatu berdasarkan alasan, perkiraan, evaluasi, dan

pertimbangan argumen yang berbeda. Dalam hal ini, keterampilan

argumentasi siswa yang dimunculkan pada saat proses pembelajaran

berlangsung. Rancangan proses pembelajarannya yaitu dengan

menghadapkan siswa untuk melakukan pemecahan masalah yang menjadi

topik pembelajaran. Setiap siswa akan mengamati dan memecahkan masalah

berdasarkan sudut pandang pribadi siswa. Perbedaan cara penyelesaian

masalah antara siswa yang satu dengan yang lainnya akan memunculkan

sikap untuk saling mempertahankan argumen dengan berbagai cara. Mulai

dengan mengumpulkan bukti dan fakta yang ada. Siswa juga akan saling

mempengaruhi satu sama lain.

Proses pembelajaran yang dirancang seperti hal tersebut di atas dapat

dilakukan dengan menerapkan pembelajaran Problem Based Learning.

Adanya keterampilan argumentasi yang dimiliki siswa diharapkan dapat

menjadikan siswa sebagai masyarakat yang memiliki literasi sains dalam

dirinya. Yaitu, dapat mengaplikasikan pengetahuan dan konsep sains dalam

(14)

3 Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru mata pelajaran IPA

Fisika di SMP N I Bangurejo khususnya kelas VIII, diketahui bahwa dalam

proses pembelajaran fisika yang dilakukan oleh guru kurang memperhatikan

literasi sains siswa. Siswa juga tidak dibiasakan untuk memecahkan

permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan topik

pembelajaran.

Berdasarkan informasi yang diperoleh melalui wawancara dengan beberapa

siswa, diketahui bahwa motivasi belajar sains (khususnya fisika) siswa

kurang baik. Hal ini juga menunjukkan bahwa siswa belum memiliki

karakteristik individu yang mempunyai literasi sains. Masalah ini disebabkan

karena siswa kurang merasa senang dengan pembelajaran fisika yang

diterapkan sehingga belum timbul kesadaran dalam diri siswa bahwa

menyelesaikan pembelajaran dengan berhasil itu sangat penting.

Bertitik tolak dari latar belakang di atas, maka telah dilakukan penelitian

eksperimen untuk melihat seberapa besar pengaruh kemampuan

berargumentasi terhadap literasi sains siswa dengan judul “Pengaruh Skill Argumentasi Menggunakan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Terhadap Literasi Sains Siswa SMP”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah

(15)

4 2. Apakah terdapat peningkatan literasi sains siswa dengan menggunakan

skill argumentasi?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh skill argumentasi terhadap literasi sains siswa.

2. Mengetahui peningkatan literasi sains siswa dengan menggunakan skill

argumentasi.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa manfaat, di antaranya adalah sebagai

berikut:

1. Menyiapkan para siswa menjadi warga yang memiliki literasi sains,

sehingga dapat secara aktif memecahkan masalah-masalah yang dihadapi

dalam kehidupan sehari-hari.

2. Guru memperoleh tambahan pengetahuan tentang teknik merancang dan

mengimplementasikan pembelajaran sains.

3. Sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan pengalaman mengajar sebagai

bekal di masa mendatang bagi peneliti.

E. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Argumentasi adalah satu set pernyataan dimana klaim dibuat, dukungan

(16)

5 dalam konteks perselisihan. Orang yang membuat klaim diharapkan

untuk menawarkan dukungan lebih lanjut dengan menggunakan bukti

dan penalaran. Bukti terdiri dari fakta-fakta atau kondisi yang objektif

diamati, keyakinan atau pernyataan umum diterima sebagai benar oleh

penerima, atau kesimpulan ditetapkan sebelumnya.

2. Literasi sains didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan

pengetahuan sains, mengidentifikasi permasalahan dan menarik

kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka membuat keputusan

tentang alam dan interaksi manusia dengan alam.

3. Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu pendekatan

pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi

siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata,

termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar.

4. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Bangunrejo

Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013 dengan jumlah siswa 192

orang.

5. Materi yang dibelajarkan dalam penelitian ini adalah materi pokok

(17)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoritis

1. Skill Argumentasi

Menurut Keraf (2003: 3) menyatakan bahwa,

Argumentasi adalah suatu bentuk retorika yang berusaha untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain, agar mereka itu percaya dan akhirnya bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penulis atau pembicara.

Inch (2006: 18) mengemukakan bahwa,

Argumentasi adalah satu set pernyataan dimana klaim dibuat, dukungan ditawarkan untuk itu dan ada upaya untuk mempengaruhi seseorang dalam konteks perselisihan. Orang yang membuat klaim diharapkan untuk menawarkan dukungan lebih lanjut dengan menggunakan bukti dan penalaran. Bukti terdiri dari fakta-fakta atau kondisi yang objektif diamati, keyakinan atau pernyataan umum diterima sebagai benar oleh penerima, atau kesimpulan ditetapkan sebelumnya.

Argumentasi merupakan suatu pernyataan yang diberikan kepada orang

lain dengan menyertakan bukti dan alasan logis supaya dapat diterima oleh

pendengar.

Warnick & Inch dalam Widyartono (2012: 1) menyatakan bahwa,

(18)

7 Lebih lengkap lagi, StephenToulmin, mengembangkan suatu pola

argumentasi yang dikenal sebagai Toulmin`s Argumentation Pattern

(TAP). TAP memiliki enam komponen utama yaitu data, claim

(pendirian),warrant (dasar kebenaran), backing (dukungan), qualifiers

(modalitas), reservation. Berikut ini skema TAP adalah dapat dilihat pada

gambar di bawah ini.

Gambar 2.1. Toulmin`s Argumentation Pattern

(Ekanara, 2011: 9)

Argumentasi dalam pembelajaran sains sangat diperlukan untuk

membangun pondasi yang kuat dalam memahami suatu konsep. Selama ini

guru kurang menggunakan argumentasi dalam pembelajaran sains. Hal ini

mungkin disebabkan karena minimnya kinerja guru. Memang dalam

prakteknya, untuk bisa ikut berargumen, siswa perlu memahami

pengetahuan dan fakta dengan baik, serta memiliki keterampilan penalaran

yang cukup.

Aufschnaiter dalam Osborne (2012: 1) menyimpulkan bahwa,

Siswa hanya bisa terlibat dalam agumentasi ketika mereka

menemukan sesuatu yang mereka kuasai dalam tugas (atau dalam pernyataan yang ditawarkan kepada mereka). Argumentasi

DATA

WARRANT

BACKING

RESERVATION QUALIFIER

(19)

8 membantu siswa untuk meningkatkan apa yang telah mereka tahu. Argumentasi tidak memberikan suatu dampak langsung terhadap pengembangan pemahaman baru siswa. Akan tetapi, argumentasi nampak mempunyai suatu fungsi ganda, 1) mendukung peningkatan pemikiran siswa (dengan cara mengembangkan satu ide yang sama atau ide lain yang berbeda); 2) argumentasi membantu siswa untuk menemukan aspek-aspek yang belum pernah dipikirkan.

Sebuah argumentasi membutuhkan kejelasan dan keyakinan dengan

adanya fakta-fakta. Sehingga fakta yang digunakan harus benar adanya.

Dalam memberikan sebuah argumen, ada beberapa dasar yang penting

yang menjadi landasan argumentasi seperti yang dikemukakan Keraf

(2003: 4) bahwa,

Dasar yang penting yang menjadi landasan argumentasi, pertama-tama masalah penalaran. Yaitu bagaimana dapat merumuskan pendapat yang benar sebagai hasil dari suatu proses berpikir untuk merangkaikan fakta-fakta menuju suatu kesimpulan yang dapat diterima oleh akal sehat. Kedua, bagaimanan mengadakan penilaian atau penolakan (kalau perlu) atas pendapat orang lain atau pendapat sendiri yang pernah dicetuskan.

Dalam berargumentasi, seseorang bisa saja bertujuan untuk

mempertahankan argumennya atau mempengaruhi orang lain. Sebaliknya,

orang yang menjadi lawan dalam berargumentasi juga memiliki tujuan

yang sama yaitu mempengaruhi kita dengan pendapatnya. Usaha dalam

berargumen bisa dilakukan dengan memunculkan bukti-bukti untuk

memperkuat argumen dan membuat lawan menjadi terpengaruh. Hal ini

sejalan dengan Keraf (2003: 102) yang meengemukakan bahwa,

(20)

9 didasarkan pada fakta, informasi, evidensi, dan jalan pikiran yang menghubungkan fakta-fakta dan informasi-informasi tersebut.

Argumentasi merupakan suatu cara yang berguna untuk memantapkan

konsep yang dipelajari oleh siswa. Siswa akan belajar untuk menyelidiki

dan mencari berbagai informasi untuk mengambil langkah dalam

penyelesaian masalah yang menjadi topik pembelajaran. Ekanara (2011:

20) mengemukakan bahwa,

Seorang guru yang tidak pernah mengizinkan siswa untuk berargumentasi akan mematikan keterampilan argumentasi yang dimiliki siswa. Guru yang menganggap siswa sebagai botol kosong yang siap diisi dengan konsep-konsep, adalah salah satu contoh lingungan belajar yang tidak mendukung siswa untuk

mengembangkan keterampilan argumentasinya. Oleh karena itu seharusnya sorang guru lebih terbuka dan memberikan siswa

kesempatan untuk berpikir dan mencari sendiri kebenaran mengenai suatu konsep agar pembelajaran yang dilakukan dapat lebih

bermakna.

Salah satu penyebab kesulitan belajar sains karena sains membutuhkan

kemampuan argumentasi untuk dapat berkomunikasi. Argumentasi adalah

proses yang digunakan seseorang untuk menganalisis informasi kemudian

dikomunikasikan kepada orang lain.

Kualitas suatu argumentasi atau kuat lemahnya suatu argumentasi (klaim)

ditentukan oleh pemahaman suatu konsep yang didukung data/bukti,

warant, backing, dan bagaimana kita mengkonstruk komponen-komponen

tersebut sehingga dapat meyakinkan.

Argumen yang kuat memiliki banyak pembenaran yang relevan dan

(21)

10 akurat sedangkan ciri-ciri argumentasi yang lemah ditunjukkan dengan

tidak adanya pertimbangan pengetahuan ilmiah, tidak akurat, tidak

spesifik, dan tidak tepat.

Ekanara (2011: 4) mengemukakan bahwa,

Keterampilan argumentasi akan digunakan siswa dalam

memecahkan setiap masalah yang dihadapinya. Siswa diharapkan menjadi produk pendidikan yang mampu bertahan dan berinovasi dalam kehidupan masyarakat, oleh karena itu diperlukan

kemampuan argumentasi yang baik pada diri siswa. Siswa yang memilki keterampilan argumentasi yang baik diharapkan akan lebih dapat bertahan karena siswa tersebut akan melakukan

pertimbangan-pertimbangan dalam setiap keputusan yang diambilnya.

2. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Tan dalam Rusman (2010: 229) mengemukakan bahwa,

Pembelajaran berbasis masalah merupakan inovasi dalam

pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.

Selain itu, Ibrahim dan Nur dalam Rusman (2010: 241) mengemukakan

bahwa,

Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar.

Berdasarkan pendapat dari beberapa pendapat ahli, dapat dikatakan bahwa

(22)

11 pembelajaran yang diawali dari adanya suatu masalah dimana siswa harus

mencari bagaimana penyelesaian masalah yang ada di bawah bimbingan

guru.

Rusman (2010: 232-233) mengemukakan bahwa strategi belajar berbasis

masalah memiliki beberapa karakteristik antara lain sebagai berikut:

1) Permasalahan menjadi starting point dalam pembelajaran; 2) Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di

dunia nyata yang tidak terstruktur;

3) Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective);

4) Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar; 5) Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama;

6) Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam,

penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM;

7) Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif; 8) Pengembangan keterampilan inkuiri dan pemecahan masalah

sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan;

9) Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar; dan

10)PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.

Hal tersebut di atas sesuai dengan pendapat Fatahullah (2012: 24) yang

mengemukakan bahwa,

(23)

12 Selain memiliki karakteristik khusus seperti yang telah dijelaskan tadi,

pada strategi belajar berbasis masalah terdapat prinsip-prinsip utama.

Charlin, Mann, dan Hansen dalam Ismail (2006: 78-79) mengemukakan

bahwa,

PBM berasaskan tiga prinsip utama, yaitu: 1) titik permulaan pembelajaran PBM adalah satu masalah yang pelajar ingin selesaikan, 2) PBM adalah suatu pendekatan pendidikan yang dirancang dan ia bukan suatu teknik pembelajaran yang digunakan secara ad hoc dalam konteks pendidikan tradisional, 3) PBM adalah suatu pendekatan pendidikan yang berpusatkan kepada pelajar dan bukan kepada guru.

Berdasarkan penjelasan mengenai pengertian, ciri, karakter, dan prinsip

pembelajaran Problem Based Learning (PBL), dapat diketahui bahwa

pembelajaran berdasarkan masalah ini memiliki tujuan. Sebagaimana

Widyastuti (2010: 1) yang mengemukakan bahwa,

Pembelajaran berdasarkan masalah memiliki tujuan :

1) membantu siswa mengembangkan keterampilan berfikir dan keterampilan pemecahan masalah; 2) belajar peranan orang dewasa yang autentik; 3) menjadi pembelajar yang mandiri.

Sebagai sebuah model pembelajaran, dalam penerapannya tentu saja ada

kelebihan dan kekurangannya. Tentunya dilihat dari banyak aspek. Model

pembelajaran Problem Based Learning juga memiliki beberapa kelebihan

dan kekurangan. Adapun kelebihan dan kekurangannya adalah seperti

yang dikemukakan oleh Widyastuti (2019: 1) bahwa,

(24)

13 a)realistik dengan kehidupan siswa; b)konsep sesuai dengan kebutuhan siswa; c)memupuk sifat inkuiri siswa; d)retensi konsep yang kuat; d)memupuk kemampuan problem solving.

Selain itu, kekurangannya adalah:

a)persiapan pembelajaran; b)sulitnya mencari problem yang relevan; c)sering terjadi miss-konsepsi;e)memerlukan waktu yang cukup panjang.

Terkait dengan masalah kesulitan mencari masalah yang relevan, Sanjaya

dalam Sudarman (2007: 25) memberikan kriteria memilih bahan

pembelajaran dalam PBL sebagai berikut:

1. Bahan pembelajaran harus mengandung isu-isu yang

mengandung konflik yang bisa bersumber dari berita, rekaman video, dan yang lainnya.

2. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa, sehingga setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik. 3. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan

dengan kepentingan orang banyak (universal), sehingga terasa bermanfaat.

4. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

5. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untuk mempelajarinya.

Berawal dari menentukan masalah, guru dituntut untuk membimbing

siswa dalam pembelajaran PBM ini. Dengan adanya pedoman pemilihan

bahan pelajaran, diharapkan dapat memudahkan guru untuk memberikan

pengalaman belajar yang bermakna untuk siswa. Rusman (2010: 234-235)

mengemukakan peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah, yaitu:

1. Menyiapkan perangkat berpikir siswa

(25)

14 masalah, struktur dan batasan waktu; 4) Mengkomunikasikan tujuan, hasil, dan harapan; 5) Menyiapkan siswa untuk pembaharuan dan kesulitan yang akan menghadang; dan 6) Membantu siswa merasa memiliki masalah.

2. Menekankan belajar kooperatif

Pembelajaran berbasis masalah menyediakan cara untuk inquiry yang bersifat kolaboratif dan belajar. Bray, dkk (2000) menggambarkan inquiry kolaboratif sebagai proses dimana orang melakukan refleksi dan kegiatan secara berulang-ulang, mereka bekerja dalam tim untuk menjawab pertanyaan

penting. Dalam proses pembelajaran ini, siswa belajar bahwa bekerja dalam tim dan kolaborasi itu penting untuk

mengembangkan proses kognitif yang berguna untuk meneliti lingkungan, memahami permasalahan, mengambil dan

menganalisis data penting, dan mengelaborasi solusi. 3. Memfasilitasi pembelajaran kelompok kecil dalam

pembelajaran berbasis masalah

Belajar dalam kelompok kecil lebih mudah dilakukan apabila anggota berkisar antara 1-10 siswa atau bahkan lebih sedikit dengan satu orang guru. Guru dapat menggunakan berbagai teknik belajar kooperatif untuk menggabungkan kelompok-kelompok tersebut dalam langkah-langkah yang beragam dalam siklus pembelajaran untuk menyatukan ide, berbagai hasil belajar, dan penyatuan ide.

4. Melaksanakan pembelajaran berbasis masalah Guru mengatur lingkungan belajar untuk mendorong penyatuan dan perlibatan siswa dalam masalah. Guru juga memainkan peran aktif dalam memfasilitasi inquiry kolaboratif dan proses belajar siswa.

Dalam pembelajaran PBM, siswa diajak untuk memahami fenomena

dalam keseharian dan membangun konsep sains yang ada pada fenomena

tersebut. Ibrahim, Nur, dan Ismail dalam Rusman (2010: 243)

mengemukakan langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah

(26)

15 Tabel 2.1. Sintaks Model PBL

Fase-fase Tingkah laku guru

Fase 1 Orientasi siswa pada

masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih

Fase 2 Mengorganisasikan siswa untuk belajar

Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut

Fase 3 mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai dengan laporan dan model yang membantu mereka untuk membagi tugas dengan temannya

Fase 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses

pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan.

Fogarty dalam Rusman (2010: 243) mengemukakan bahwa,

PBM dimulai dengan masalah yang tidak terstruktur-sesuatu yang kacau. Dari kekacauan ini, siswa menggunakan berbagai

kecerdasannya melalui diskusi dan penelitian untuk menentukan isu nyata yang ada. Langkah-langkah yang akan dilalui siswa dalam sebuah proses PBM adalah 1) menemukan masalah; 2)

(27)

16 Dengan menerapkan pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dibandingkan

dengan pembelajaran yang hanya mendengarkan penjelasan guru. Selain

itu, produk dari pembelajaran ini adalah memberikan pengalaman siswa

untuk menyelesaikan berbagai permasalahan dalam kehidupan sehari-hari

sebagai bekal untuk menghadapi permasalahan yang akan muncul di

kemudian hari.

3. Literasi Sains

Menurut Echols & Shadily dalam Adisendjaja (2010: 4) bahwa,

Literasi sains terbentuk dari dua kata, yaitu literasi dan sains. Literasi berasal dari kata Literacy yang berarti melek huruf/gerakan

pemberantasan buta huruf. Sedangkan istilah sains berasal dari bahasa Inggris Science yang berarti ilmu pengetahuan.

Pemahaman seseorang terhadap sains serta kemampuan untuk

mengaplikasikan sains dalam kehidupan bermasyarakat bisa disebut

sebagai literasi sains. Memahami apa yang harus dilakukan dalam

berbagai permasalahan yang ditemui dalam masyarakat.

Firman (2007: 2) mengemukakan bahwa,

Literasi sains didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan kemampuan sains mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia.

(28)

17 Literasi sains adalah kemampuan menggunakan kemampuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti dalam rangka memahami karakteristik sains sebagai penyelidikan ilmiah, kesadaran akan betapa sains dan teknologi membentuk lingkungan material, intelektual dan budaya, serta keinginan untuk terlibat dalam isu-isu terkait sains sebagai manusia yang reflektif. Literasi sains juga didefinisikan sebagai pengetahuan, nilai-nilai dan kemampuan siswa saat ini yang dihubungkan dengan kebutuhan masa yang akan datang.

Secara keseluruhan, literasi sains memiliki pengertian sebagai sebuah cara

atau metode yang digunakan untuk dapat memahami berbagai peristiwa

sains yang terjadi di alam sekitar. Literasi sains menuntun cara untuk

menyikapi berbagai fenomena-fenomena alam yang terjadi. Dengan

begitu, akan terwujudlah kehidupan yang seimbang antara manusia dan

berbagai makhluk hidup yang ada di muka bumi. Dengan adanya literasi

sains di setiap diri manusia, dapat dipastikan bahwa tidak akan terjadi

hal-hal buruk di alam akibat ulah manusia.

Untuk mewujudkan manusia yang memiliki literasi sains, dapat dimulai

dengan mengembangkan literasi sains pada siswa. Ada tiga kompetensi

ilmiah dalam literasi sains yang harus dicapai oleh siswa untuk dapat

mengembangkan literasi sainsnya. Ketiga kemampuan siswa ini adalah

seperti yang dikemukakan oleh Ministry of Education New Zealand dalam

Hendriyani (2009: 8) bahwa,

Ada tiga kompetensi ilmiah dalam literasi sains, yaitu kemampuan mengidentifikasi isu-isu ilmiah, kemampuan menjelaskan fenomena-fenomena secara ilmiah, kemampuan menggunakan bukti ilmiah.

Emiliannur (2010: 1) menuliskan PISA membagi dimensi literasi sains

(29)

18 a. “Content” Literasi Sains

Dalam dimensi konsep ilmiah (scientific concepts) siswa perlu menangkap sebuah konsep kunci/esensial untuk dapat memahami fenomena alam tertentu dan perubahan yang terjadi akibat

kegiatan manusia. Hal ini merupakan gagasan besar pemersatu yang membantu menjelaskan aspek-aspek lingkungan fisik. PISA mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mempersatukan

konsep-konsep fisika, kimia, biologi, serta ilmu pengetahuan bumi dan antariksa (IPBA).

b. “Process” Literasi Sains

PISA mengakses kemampuan untuk menggunakan pengetahuan dan pemahaman ilmiah, seperti kemampuan siswa untuk

mencari, menafsirkan dan memperlakukan bukti-bukti.PISA menguji lima proses semacam itu, yakni: (i) mengenali pertanyaan ilmiah, (ii) mengidentifikasi bukti, (iii) menarik kesimpulan, (iv) mengkomunikasikan kesimpulan, (v) dan menunjukkan pemahaman konsep ilmiah.

c. ”Context” Literasi Sains

Konteks literasi sains dalam PISA lebih pada kehidupan sehari-hari daripada kelas dan laboratorium. Sebagaimana dengan bentuk-bentuk literasi lainnya, konteks melibatkan isu-isu yang penting dalam kehidupan secara umum seperti juga terhadap kepedulian pribadi. Pertanyaan-pertanyaan dalam PISA

dikelompokkan menjadi tiga area tempat sains diterapkan, yaitu : (i) kehidupan dan kesehatan, (ii) bumi dan lingkungan, (iii) serta teknologi.

Untuk bisa mengembangkan literasi sainsnya, siswa harus mengalami

sebuah proses yang dinamakan dengan proses sains. Ketika siswa sedang

mengalami proses sains, sama dengan siswa mengalami proses mental

untuk membentuk sikap ketika muncul suatu permasalahan dan berusaha

melibatkan dirinya untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. PISA

dalam Masudin (2011: 1) menetapkan lima komponen proses sains dalam

penilaian literasi sains, yaitu:

a. Mengenal pertanyaan ilmiah, yaitu pertanyaan yang dapat

diselidiki secara ilmiah, seperti mengidentifikasi pertanyaan yang dapat dijawab oleh sains.

(30)

19 yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan dalam suatu

penyelidikan sains, atau prosedur yang diperlukan untuk memperoleh bukti itu.

c. Menarik dan mengevaluasi kesimpulan. Proses ini melibatkan kemampuan menghubungkan kesimpulan dengan bukti yang mendasari atau seharusnya mendasari kesimpulan itu.

d. Mengkomunikasikan kesimpulan yang valid, yakni

mengungkapkan secara tepat kesimpulan yang dapat ditarik dari bukti yang tersedia.

e. Mendemonstrasikan pemahaman terhadap konsep-konsep sains, yakni kemampuan menggunakan konsep-konsep dalam situasi yang berbeda dari apa yang telah dipelajarinya.

Apabila siswa mampu melewati kelima komponen proses sains dengan

baik, maka dapat dikatakan bahwa siswa tersebut memiliki karakter literasi

sains dalam dirinya. Sebagaimana Poedjiaji dalam Hendrawati (2012: 1)

menyatakan bahwa,

Seseorang yang memiliki literasi sains dan teknologi adalah yang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah menggunakan konsep-konsep sains yang diperoleh dalam pendidikan sesuai jenjangnya, mengenal produk teknologi yang ada di sekitarnya beserta dampaknya, mampu menggunakan produk teknologi dan memeliharanya, kreatif membuat hasil teknologi yang

disederhanakan dan mampu mengambil keputusan berdasarkan nilai dan budaya masyarakat.

Selanjutnya, Rubba dalam Hendrawati (2012: 1) mengemukakan bahwa,

Karakteristik individu yang memiliki literasi sains adalah sebagai berikut: a) bersikap positif terhadap sains; b) mampu menggunakan proses sains; c) berpengetahuan luas tentang hasil-hasil riset; d) memiliki pengetahuan tentang konsep dan prinsip sains, serta mampu menerapkannya dalam teknologi dan masyarakat; e) memiliki

(31)

20 Untuk dapat mengukur literasi sains siswa, PISA tahun 2003 dalam

Hermawan (2011: 15) menetapkan bahwa,

Ada 3 komponen proses sains dalam penilaian literasi sains sebagai berikut; 1) mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksi gejala sains. 2) memahami penyelidikan sains. 3) menginterpretasikan bukti dan kesimpulan sains.

B. Kerangka Pemikiran

Untuk dapat berargumen, siswa harus mampu memberikan penjelasan kritis

dan perlu berpikir kreatif. Hal tersebut bisa didapatkan dengan melakukan

pengamatan, bereksperimen, dan mengevaluasi bukti. Namun, perlu diingat

bahwa siswa tak akan mampu merancang proses belajarnya sendiri. Guru

harus membimbing dan mendampingi siswa dalam setiap aktivitas belajarnya

untuk dapat membantu siswa dalam membangun sebuah konsep sains.

Oleh karena itu, pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat

digunakan guru dalam membimbing aktivitas belajar siswa untuk mengamati,

bereksperimen, dan mengevaluasi bukti yang didapatnya. Dalam pembelajaran

sains, pengetahuan sains bukanlah sebuah informasi. Siswa harus mulai

dibiasakan untuk membangun konsepnya sendiri tentunya dengan bimbingan

guru. Dengan model pembelajaran ini, dirancanglah sebuah pembelajaran

yang mengharuskan siswa untuk memberikan argumen terhadap permasalahan

yang dimunculkan saat proses belajar berlangsung. Berangkat dari sebuah

permasalahan, menganalisis permasalahan, dan mengungkapkan pendapat atau

argumennya tentang masalah tersebut dengan baik. Pembelajaran seperti ini

(32)

benih-21 benih masyarakat yang peduli dan kritis terhadap berbagai fenomena sains

yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Adapun diagram pemikirannya adalah sebagai berikut :

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang menggunakan satu kelas.

Pada penelitian ini dilakukan pengujian untuk mengetahui pengaruh skill

argumentasi terhadap literasi sains siswa SMP. Pada penelitian terdapat tiga

bentuk variabel yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan variabel moderator.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah skill argumentasi (X), sedangkan

variabel terikatnya adalah literasi sains siswa (Y), dan pembelajaran berbasis

masalah (PBL) adalah variabel moderatornya (Z). Untuk mendapatkan

gambaran yang jelas tentang pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat

dan pengaruh variabel moderator terhadap variabel bebas dan variabel terikat,

maka dapat dijelaskan dengan paradigma pemikiran seperti berikut ini : Pembelajaran Materi

Getaran dan Gelombang

Skill Argumentasi

Literasi Sains menerapkan

memunculkan

Proses pembelajaran Problem Based

(33)

22

Gambar 2.3. Bagan Paradigma Pemikiran Keterangan :

X = skill argumentasi Y = literasi sains siswa

Z = pembelajaran berbasis masalah (PBL)

r = pengaruh skill argumentasi terhadap literasi sains siswa SMP

C. Hipotesis

Hipotesis penelitian yang akan diuji adalah sebagai berikut :

1. Hipotesis pertama: Ada pengaruh skill argumentasi terhadap literasi sains

siswa.

2. Hipotesis kedua: Ada peningkatan literasi sains siswa dengan

menggunakan skill argumentasi.

x

Z

(34)

23

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1

Bangunrejo Lampung Tengah pada semester genap tahun pelajaran 2012/2013

yang terdiri dari lima kelas yaitu VIIIA sampai VIIIF dan berjumlah 192 siswa.

B. Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik

Purposive Sampling, yaitu penentuan sampel dari anggota populasi dengan

pertimbangan tertentu (Sugiono, 2008: 124) pertimbangan tertentu yang

dilakukan dalam memilih satu kelas sebagai sampel adalah dengan melihat

keaktifan dan prestasi belajar fisika siswa semester ganjil tahun pelajaran

2012/2013. Berdasarkan keaktifan dan rata-rata prestasi siswa, siswa kelas

VIIIB memiliki keaktifan dan prestasi yang lebih baik sehingga kelas VIIIB

ditetapkan sebagai sampel.

C. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas (X) yaitu skill

argumentasi yang diukur dengan menggunakan lembar penilaian skill

(35)

24 sains yang diukur dengan menggunakan tes literasi sains dalam bentuk soal

pilihan jamak. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pengaruh

variabel bebas terhadap variabel terikat yang didukung dengan variabel

moderator (Z) yaitu model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

D. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah studi eksperimen dengan menggunakan sebuah kelas

yang menjadi sampel dalam penelitian yaitu kelas VIIIB. Penelitian ini terdiri

dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat serta satu variabel moderator.

Variabel bebas adalah skill argumentasi, sedangkan variabel terikatnya adalah

literasi sains, dan variabel moderatornya adalah model pembelajaran Problem

Based Learning (PBL). Desain penelitian yang digunakan adalah Minimal

Control (One Group Pretest-Posttest) yaitu menggunakan satu grup kontrol

dengan menggunakan pretest (tes awal) dan posttest (tes akhir). Jadi pada

desain ini, terdapat pretest sebelum diberi perlakuan dan posttest setelah diberi

perlakuan. Dengan demikian hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat,

karena dapat membandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan.

Menurut Sugiono (2009: 111), desain penelitian tersebut adalah:

Tabel 3.1. Desain penelitian Minimal Control (One-Group Pretest-Posttest)

Pretest Perlakuan Posttest

O1 X O2

Keterangan: O1 = nilai pretest

X = penerapan skill argumentasi menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

(36)

25 Pada awal pertemuan pembelajaran fisika, kelas yang menjadi sampel

diberikan tes awal (pretest) untuk melihat kemampuan literasi sains siswa,

kemudian diberikan perlakuan yaitu penerapan argumentasi dengan

menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

Selanjutnya dilakukan penilaian skill argumentasi melalui soal yang diberikan

pada saat proses pembelajaran berlangsung. Pada akhir pembelajaran, siswa

diberikan tes akhir (posttest) berupa soal-soal yang berbasis literasi sains.

Hasil tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest) tersebut dihitung dengan uji

paired samples t test untuk mengetahui peningkatan literasi sains siswa dan

N-gain untuk menganalisis kategori literasi sains siswa secara deskriptif.

Sedangkan hasil posttest dan hasil observasi skill argumentasi dihitung dengan

regresi linear sederhana untuk mengetahui pengaruh skill argumentasi

terhadap literasi sains siswa.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Skill argumentasi menggunakan instrumen berbentuk lembar penilaian

yang digunakan untuk menilai argumentasi siswa melalui soal pilihan

beralasan yang diberikan pada saat proses pembelajaran berlangsung.

Lembar penilaian skill argumentasi siswa ini diadaptasi dari Toulmin`s

Argumentation Pattern (TAP).

2. Literasi sains menggunakan instrumen berbentuk soal pilihan jamak

(37)

26 F. Analisis Instrumen

Sebelum instrumen digunakan dalam sampel, instrumen harus diuji terlebih

dahulu dengan menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas.

1. Uji Validitas

Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang

diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti. Valid

berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang

seharusnya diukur (ketepatan). Sebuah tes dikatakan memiliki validitas

jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran

antara hasil tes tersebut dengan kriterium.

Untuk menguji validitas instrumen digunakan rumus korelasi product

moment yang dikemukakan oleh Pearson dengan rumus:

= Ʃ − Ʃ (Ʃ )

Ʃ 2− Ʃ 2 { Ʃ 2− Ʃ 2}

Keterangan:

= koefesian korelasi yang menyatakan validitass = skor butir soal

= skor total = jumlah sampel

(Arikunto, 2008:72)

Dengan kriteria pengujian jika korelasi antar butir dengan skor total lebih

dari 0,3 maka instrumen tersebut dinyatakan valid, atau sebaliknya jika

korelasi antar butir dengan skor total kurang dari 0,3 maka instrumen

tersebut dinyatakan tidak valid. Dan jika r hitung > r tabel dengan α = 0,05

(38)

27 Item yang mempunyai korelasi positif dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah kalau r = 0,3.(Sugiono, 2010:188)

Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program

SPSS 17.0 dengan kriterium uji bila correlated item – total correlation

lebih besar dibandingkan dengan 0,3 maka data merupakan construck yang

kuat (valid).

2. Uji Reliabilitas

Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang digunakan beberapa kali

untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama.

Perhitungan untuk mencari harga reliabilitas instrumen didasarkan pada

pendapat Arikunto (2008:109) yang menyatakan bahwa untuk menghitung

reliabilitas dapat digunakan rumus alpha, yaitu:

11 = −

1 1−

Ʃ�12

�2

Dimana:

11 = reliabilitas yang dicari

Ʃ�12 = jumlah varians skor tiap-tiap item

�2 = varians total

(Arikunto, 2008:109)

Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukan sejauh mana alat

pengukuran dapat dipercaya atau diandalkan. Reliabilitas instrumen

diperlukan untuk mendapatkan data sesuai dengan pengukuran. Untuk

(39)

28 SPSS 17.0 dengan metode Alpha Cronbach`s yang diukur berdasarkan

skala alpha cronbach`s 0 sampai 1.

Menurut Sayuti dan Saputri (2010:30), kuesioner dinyatakan reliabel jika

mempunyai nilai koefesien alpha, maka digunakan ukuran kemantapan

alpha yang diinterpretasikan sebagai berikut:

1. Nilai Alpha Cronbach`s 0,00 sampai dengan 0,20 berarti kurang

reliabel.

2. Nilai Alpa Cronbach`s 0,21 sampai dengan 0,40 berarti agak reliabel.

3. Nilai Alpha Cronbach`s 0,40 sampai dengan 0,60 berarti cukup

reliabel.

4. Nilai Alpha Cronbach`s 0,61 sampai dengan 0,80 berarti reliabel.

5. Nilai Alpha Cronbach`s 0,81 sampai dengan 1,00 berarti sangat

reliabel.

Setelah instrumen valid dan reliabel, kemudian disebarkan kepada sampel

yang sesungguhnya. Skor total setiap siswa diperoleh dengan

menjumlahkan skor setiap nomor soal.

G. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar pengumpulan data

berbentuk tabel yang diperolah dari skor untuk skill argumentasi serta skor

(40)

29 H. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

1. Perhitungan Skor N-Gain Literasi Sains dan Skor Skill Argumentasi

Untuk menganalisis kategori literasi sains siswa digunakan skor gain yang

ternormalisasi. N-gain diperoleh dari pengurangan skor prestest dengan

posttest dibagi oleh skor maksimum dikurang skor prestest. Jika dituliskan

dalam persamaan adalah:

Keterangan:

Perhitungan ini digunakan untuk menganalisis peningkatan literasi sains

siswa. Peningkatan skor antara tes awal dan tes akhir dari variabel

merupakan indikator adanya peningkatan atau penurunan literasi sains

pada pembelajaran fisika dengan pengaruh skill argumentasi, sedangkan

penilaian skill argumentasi dilakukan dengan melakukan penilaian

argumentasi melalui soal yang diberikan pada saat proses pembelajaran

(41)

30 Proses analisis untuk data skill argumentasi adalah dengan melakukan

penilaian skill argumentasi dengan menggunakan kerangka penilaian

kualitas argumen. Perhitungan skor rata-rata dan presentasenya adalah:

� − = � ℎ� � � � � �

� ℎ��

% � � � � � �= � ℎ�

� � 100%

2. Pengujian Data Skill Argumentasi dan Data Posttest Literasi Sains

Data skor skill argumentasi dan posttest literasi sains dari penelitian

dianalisis untuk menguji hipotesis pertama dengan melakukan uji sebagai

berikut :

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan terhadap hasil tes akhir (posttest) literasi

sains dan hasil observasi skill argumentasi menggunakan program

komputer. Pada penelitian ini uji normalitas digunakan dengan uji

kolmogorov smirnov. Dasar dari pengambilan keputusan uji

normalitas, dihitung dengan menggunakan program komputer, yaitu

SPSS 17.0 dengan metode kolmogorov smirnov yang berdasarkan pada

besaran probabilitas atau nilai signifikasi. Caranya adalah menentukan

terlebih dahulu hipotesis pengujiannya yaitu:

H0 : data tidak terdistribusi secara normal

(42)

31 Pedoman pengambilan keputusan:

1. Nilai Sig. atau signifikasi atau nilai probabilitas < 0,05 maka H0

diterima dengan arti bahwa data tidak terdistribusi normal.

2. Nilai Sig. atau signifikasi atau nilai probabilitas > 0,05 maka H1

diterima dengan arti bahwa data terdistribusi normal.

b. Uji Linearitas

Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel

mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Uji ini

biasanya digunakan sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau

regresi linear. Pengujian dilakukan dengan menggunakan program

SPSS 17.0 dengan metode Test for Linearity pada taraf signifikan 0,05.

Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila

signifikasi (Linearity) kurang dari 0,05; dan jika F hitung > F tabel

maka H0 ditolak dan sebaliknya. Serta jika t hitung > t tabel maka H0

ditolak dan sebaliknya.

(Priyatno, 2010:73)

c. Uji Regresi Linier Sederhana

Uji regresi linier sederhana dilakukan untuk menghitung persamaan

regresinya. Dengan menghitung persamaan regresinya maka dapat

diprediksi seberapa tinggi nilai variabel terikat jika nilai variabel bebas

diubah-ubah serta untuk mengetahui arah hubungan antara variabel

(43)

32

= +

Dengan:

= Ʃ Ʃ

2 Ʃ Ʃ

Ʃ 2 − Ʃ 2

= Ʃ − Ʃ Ʃ

Ʃ 2 − Ʃ 2

(Priyatno, 2010:55)

Untuk memudahkan dalam menguji hubungan antara variabel

dilakukan dengan menggunakan program SPSS.17 dengan uji

Regression Linear.

3. Pengujian Data Pretest dan Posttest Literasi Sains

Data pretest dan posttest penguasaan konsep dari penelitian dianalisis

untuk menguji hipotesis kedua dengan melakukan uji sebagai berikut :

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan terhadap data pretest dan data posttest

penguasaan konsep menggunakan program komputer. Pada penelitian

ini uji normalitas yang digunakan adalah uji kolmogorov smirnov.

Dasar dari pengambilan keputusan uji normalitas, dihitung

menggunakan program komputer yaitu SPSS 17.0 dengan metode

kolmogorov smirnov yang berdasarkan pada besaran probabilitas atau

nilai signifikasi. Caranya adalah menentukan terlebih dahulu hipotesis

pengujiannya yaitu :

H0 : data tidak terdistribusi secara normal

(44)

33 Pedoman pengambilan keputusan:

1. Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka H0

diterima dengan arti bahwa data tidak terdistribusi normal.

2. Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka H1

diterima dengan arti bahwa data terdistribusi normal.

b. Uji Paired Samples T Test

Uji Paired Samples T Test atau lebih dikenal dengan pre-post design

dilakukan untuk menganalisis data pretest dan posttest literasi sains

akibat pengaruh dari skill argumentasi siswa. Dasar pemikiran

sederhana, yaitu apabila suatu perlakuan tidak memberi pengaruh

maka perbedaan rata-rata adalah nol. Pada uji ini juga akan terlihat

peningkatan atau penurunan literasi sains secara signifikan.

Ketentuannya bila t hitung lebih kecil dari t tabel, maka H0 diterima,

dan H1 ditolak. Tetapi sebaliknya bila t hitung lebih besar dari t tabel

maka H0 ditolak dan H1 diterima. Secara signifikan bila Sig (2-tailed)

< 0,025, maka H0 ditolak dan sebaliknya. Untuk memudahkan dalam

menguji hal tersebut maka dilakukan dengan menggunakan program

SPSS 17.0 yaitu uji Paired Samples T Test.

Adapun hipotesis penelitian yang akan diuji adalah sebagai berikut:

Hipotesis pertama

H0 : Tidak terdapat pengaruh skill argumentasi terhadap literasi

(45)

34 H1 : Terdapat pengaruh skill argumentasi terhadap literasi sains

siswa.

Hipotesis kedua

H0 : Tidak terjadi peningkatan literasi sains siswa dengan

menggunakan skill argumentasi.

H1 : Terjadi peningkatan literasi sains siswa dengan menggunakan

(46)

56

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

1. Terdapat pengaruh linear yang positif dan signifikan skill argumentasi terhadap literasi sains siswa SMP dengan kontribusi sebesar 53,7% dan

persamaan regresinya adalah Y` = 38,133 + 0,607X

2. Terjadi peningkatan yang signifikan dari literasi sains siswa SMP dengan menggunakan skill argumentasi, dengan nilai N-gain rata-rata 0,61 yang

termasuk dalam kategori sedang.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian di atas , maka penulis memberikan saran

sebagai berikut:

1. Pembelajaran dengan menerapkan skill argumentasi dapat dijadikan salah

satu alternatif bagi guru-guru di sekolah sebagai salah satu upaya untuk

(47)

57 2. Agar literasi sains siswa semakin berkembang , maka pembelajaran

berorientasi literasi sains perlu diterapkan pada pembelajaran IPA yang

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, S. dan Sawamura, H. (2009). Developing an Argument Learning

Environment Using Agent-Based ITS (ALES). Education Data Mining. 1, 200-209.

Adisendjaja, Yusuf Hilmi. 10 Oktober 2010. Analisis Buku Ajar Biologi SMA Kelas X Di Kota Bandung Berdasarkan Literasi Sains. Diakses 14 Maret 2012 dari http://www.scribd.com/doc.

Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Eduran, S., Ardac, D., dan Yakmaci-Guzel, B. (2006). Learning to Teach Argumentation Case Studies of Pre=Service Secondry Science Teachers. Eurasia Journal of Mathematics, Science and Tecnology Education. 2, (2), 1-14.

Ekanara, Bambang. 23 Agustur 2011. Hubungan Kemampuan Penalaran Dengan Keterampilan Argumentasi Siswa Pada Konsep Sistem Pencernaan Melalui Pembelajaran Problem Based Learning. Diakses 16 November 2012 dari http://epository.upi.edu/

Emiliannur. 20 Juni 2010. Literacy Science. Diakses 30 November 2012 dari http://emiliannur.wordpress.com/

Fatahullah, Amal. 9 Januari 2012. Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Pada Mata Pelajaran Fisika Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar dan Aktivitas Belajar Siswa SMA. Diakses 16 November 2012 dari http://repository.upi.edu/

Firman, H. (2007). Laporan Analisis Litersi Sains Berdasarkan Hasil PISA Nasional Tahun 2006. Jakarta : Pusat Penelitian Pendidikan Balitbang Depdiknas.

(49)

60 Hendriyani, Yeni. September 2009. Pengaruh Pembelajaran IPA Terpadu

Terhadap Pengembangan Literasi Sains Siswa. Diakses 14 Maret 2012 dari http://mgmpipadepok.files.wordpress.com//

Hermawan, Agung. 2011. Perbandingan Penerapan Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Dengan Pembelajaran Direct Instructions (DI) Terhadap Literasi Sains Siswa SMP. Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Inch, E.S., Warnick, B., dan Endres, D. 2006. Fifth Edition Critical thinking and Communication The Use os reason in Argument. Boston:Pearson Education Inc.

Ismail, Zurida., Syed Idros, N., Samsudin, M. A. 2006. Kaidah Mengajar Sains. Kuala Lumpur: PTS Professional Publishing.

Keraf, Gorys. 2003. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Masudin. 26 Maret 2011. Literasi Sains dan Aspek Pengukurannya. Diakses 14 Maret 2012 dari http://utlebaksiu.wordpress.com/

Nurbaeti, Isna.30 September 2009. Penggunaan Skenario Baru Asesmen Kinerja Dalam Menilai Literasi Sains Siswa Pada Pembelajaran Konsep

Pencemaran Lingkungan. Diakses 16 November 2012 dari http://repository.upi.edu/

Osborne, Jonathan. 2012. Peranan Argumen Dalam Pendidikan Sains. Diakses 7 November 2012 dari http://hamdu-dialy.blogspot.com/

Perkins, D. N. (1985), Postprimary Education Has Little Impact on informal Reasoning. Journal of Research in Science Teaching. 41, (10), 994-1020.

Prayitno, Duwi. 2010. Paham Analisis Statistik Dengan Data SPSS. Yogyakarta: Mediakom.

Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada.

Saputra, Arif.2011. Perbandingan Keterampilan Proses Sains Siswa Antara Model Pembelajaran Learning Cycle 5 Fase (LC 5F) Dengan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:Alfabeta.

(50)

61 Widyastuti. 22 Agustus 2010. Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)

Gambar

Gambar 2.1. Toulmin`s Argumentation Pattern
Tabel 2.1. Sintaks Model PBL
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.3. Bagan Paradigma Pemikiran
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini disebabkan perusahaan dengan struktur aktiva tinggi mempunyai dana internal yang besar, sehingga perusahaan tersebut akan lebih menggunakan dana internalnya

Masa ini sering disebut sebagai masa topan badai (“strum and drang)” yaitu masa yang penuh dengan gejolak akibat pertentangan nilai-nilai. Masa transisi inilah

Hasil penelitian ini bahwa dari hasil dekomposisi wavelet diperoleh karaktersitik sinyal seismik gempa vulkanik yang terekam di stasiun Wanagama saat letusan Merapi 2010 yaitu

[r]

Rencana Kerja (Renja) Kantor Ketahanan Pangan Daearh Kabupaten Tanah Bumbu tahun 2016, akan dijadikan sebagai pedoman dan rujukan dalam menyusun program dan

Mengubahnya.2 Memperhatikan tindak pidana penyalahgunaan narkotika semakin hari semakin meningkat, menunjukkan aplikasi Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 belum dapat secara

31 Maka kataNya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepadaNya: &#34;Jikalau kamu tetap dalam firmanKu (tidak menyimpang dan tidak sembarangan menampung pengjaran dari sumber

• Matriks banding berpasang diisi dengan bilangan yang menggambarkan relatif pentingnya suatu elemen atas elemen yang lainnya. Cn : Set elemen yang akan dibandingkan, satu tingkat