PENGARUH SKILL ARGUMENTASI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
TERHADAP LITERASI SAINS SISWA SMP
Oleh
Arina Khusnayain Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Fisika
Jurusan Pendidikan Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
PENGARUH SKILL ARGUMENTASI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
TERHADAP LITERASI SAINS SISWA SMP
Oleh
ARINA KHUSNAYAIN
Proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah saat ini kurang memperhatikan
literasi sains siswa. Hal ini mengakibatkan siswa Indonesia memiliki literasi sains
yang masih rendah. Upaya mengembangkan literasi sains siswa dilakukan dengan
menerapkan pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar sains dengan
membenarkan sesuatu berdasarkan alasan, fakta, serta pertimbangan argumen.
Proses pembelajaran ini mengajak siswa untuk mengasah skill argumentasinya
sehingga mampu menyelesaikan permasalahan sains yang ada di lingkungannya.
Proses pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat digunakan untuk
merangsang siswa menggunakan skill argumentasinya dalam penyelesaian
masalah. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan pengaruh skill
argumentasi terhadap literasi sains siswa SMP, dan (2) mengetahui peningkatan
literasi sains siswa SMP dengan menggunakan skill argumentasi. Penelitian ini
dilakukan di SMP Negeri 1 Bangunrejo, menggunakan satu kelas yaitu kelas VIIIB
Arina Khusnayain
iii Posttest. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) terdapat pengaruh linear
yang positif dan signifikan antara skill argumentasi terhadap literasi sains siswa
SMP dengan kontribusi sebesar 53,7% dan persamaan regresinya adalah
Y` = 38,133 + 0,607X, dan (2) terjadi peningkatan yang signifikan dari literasi
sains siswa SMP dengan menggunakan skill argumentasi, dengan nilai N-gain
rata-rata 0,61 yang termasuk dalam kategori sedang.
ABSTRACT
THE INFLUENCE ARGUMENTATION SKILL USING PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TO SCIENCE LITERACY OF
STUDENT JUNIOR HIGH SCHOOL
By
ARINA KHUSNAYAIN
Learning process in schools today less attention to scientific literacy of students.
This resulted Indonesian students have scientific literacy is still low. Efforts to
develop scientific literacy of students is done by applying learning invites students
to learn science by confirming something by reason, facts, and consideration of
the arguments. This learning process invites students to hone their skills so that
the argument that science is able to solve the problems existing in the
environment. The learning process of Problem Based Learning (PBL) can be used
to stimulate the students to use problem-solving skills in the argument. This study
aims : (1) to describe the influence of argumentation skills to junior high students'
science literacy, and (2) Knowing increase science literacy junior high school
students by using argumentation skills. The research was conducted at SMP
Negeri 1 Bangunrejo, using a class that VIIIB class with 32 students and the
number of samples using the One-Group Pretest design - posttest. The results
Arina Khusnayain
v between skill argument against science literacy school students with a
contribution of 53.7% and the regression equation is `Y = 38.133 + 0.607 X, and
(2) a significant increase scientific literacy of students from SMP by using
argumentation skills, the value of N-average gain of 0.61 is included in the
medium category.
xv
xv DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... . xv
DAFTAR TABEL……… xviii
DAFTAR GAMBAR………... xix
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah... 3
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis ... 6
1. Skill Argumentasi ... 6
2. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) ... 10
3. Literasi Sains ... 16
B. Kerangka Pemikiran ... 20
C. Hipotesis ... 22
III. METODE PENELITIAN A. Populasi Penelitian ... 23
B. Sampel Penelitian ... 23
C. Variabel Penelitian ... 23
D. Desain Peneltian ... 24
xvi
F. Analisis Instrumen ... 26
1. Uji Validitas ... 26
2. Uji Reliabiitas ... 27
G. Teknik Pengumpulan Data ... 28
H. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 29
1. Perhitungan Skor N-gain Literasi Sains dan Skor Skill Argumentasi ... 29
2. Perhitungan Data Skill Agumentasi dan Data Posttest Literasi Sains ... 30
3. Pengujian Data Pretest dan Posttest Literasi Sains ... 32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pengaruh Skill Argumentasi Terhadap Literasi Sains Siswa ... 50
2. Peningkatan Literasi Sains Siswa Akibat Skill Argumentasi ... 54
xvii
5. Kunci Jawabaan LKS ... 81
6. Kisi – Kisi Posttest ... 84
7. Soal Posttest (Penilaian Produk LP 1) ... 91
8. Lembar Penilaian Psikomotor (LP 2) ... 94
9. Rubrikasi Skill Argumentasi ... 95
10.Soal Skill Argumentasi (LP 3) ... 97
11.Lembar Penilalain Afektif (LP 4) ... 99
12.Lembar Penilaian Keterampilan Sosial) (LP 5) ... 100
13.Data Pretest Literasi Sains Siswa ... 101
14.Data Posttest Literasi Sains Siswa ... 102
15.Data Skill Argumentasi Siswa ... 103
16.Data Rekapitulasi N-gain Literasi Sains Siswa ... 105
17.Hasil Uji Validitas Soal Literasi Sains ... 107
18.Hasil Uji Reliabilitas Soal Literasi Sains ... 114
19.Hasil Analisis Soal Literasi Sains Menggunakan Anates ... 117
20.Hasil Uji Validitas Soal Skill Argumentasi ... 120
21.Hasil Uji Reliabilitas Soal Skill Argumentasi ... 124
22.Hasil Uji Normalitas Skill Argumentasi-Posttest ... 125
23.Hasil Uji Linearitas Skill Argumentasi-Posttest ... 126
24.Hasil Uji Regresi Linear Sederhana ... 128
25.Hasil Uji Normalitas Pre-Posttest ... 131
26.Hasil Uji Paired Sample t Test ... 133
27.Izin Penelitian ... 135
28.Surat Keterangan Penelitian ... 136
29.Daftar Hadir Seminar Proposal ... 137
30.Kartu Kendali ... 139
1
I.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran sains yang berlangsung selama ini hanya sebatas proses
penyampaian informasi (transfer of knowledge) dari guru ke siswa. Padahal
pembelajaran sains yang baik seharusnya adalah pembelajaran yang
melibatkan siswa untuk belajar secara langsung. Meliputi berbagai kegiatan,
seperti mengamati, menyelidiki, mengumpulkan bukti-bukti ilmiah, mencari
berbagai informasi, dan lebih mantap lagi apabila siswa diberikan kesempatan
untuk memeriksa dan menggunakan argumen guna membentuk sendiri
konsep sains yang dipelajarinya.
Sangat disayangkan, dalam pembelajaran sains perhatian guru untuk
mengembangkan literasi sains siswa sangat kurang. Pada tahun 2009,
Indonesia menduduki peringkat 60 dari 65 negara yang terlibat dalam PISA
untuk bidang sains. Hal ini menunjukkan bahwa literasi sains siswa Indonesia
masih tergolong rendah. Salah satu indikasi rendahnya literasi sains siswa
adalah rendahnya motivasi belajar siswa terhadap sains. Adanya literasi sains
dalam diri seorang siswa akan membawa siswa menjadi masyarakat yang
2 dalam menghadapi permasalahan sains yang muncul dalam kehidupan
sehari-hari.
Upaya mengembangkan literasi sains siswa dapat dilakukan melalui proses
pembelajaran sains yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengetahui sains sepenuhnya dengan tidak terlalu banyak menampilkan
pengajaran sains sebagai sebuah informasi. Akan tetapi, dengan suatu proses
membenarkan sesuatu berdasarkan alasan, perkiraan, evaluasi, dan
pertimbangan argumen yang berbeda. Dalam hal ini, keterampilan
argumentasi siswa yang dimunculkan pada saat proses pembelajaran
berlangsung. Rancangan proses pembelajarannya yaitu dengan
menghadapkan siswa untuk melakukan pemecahan masalah yang menjadi
topik pembelajaran. Setiap siswa akan mengamati dan memecahkan masalah
berdasarkan sudut pandang pribadi siswa. Perbedaan cara penyelesaian
masalah antara siswa yang satu dengan yang lainnya akan memunculkan
sikap untuk saling mempertahankan argumen dengan berbagai cara. Mulai
dengan mengumpulkan bukti dan fakta yang ada. Siswa juga akan saling
mempengaruhi satu sama lain.
Proses pembelajaran yang dirancang seperti hal tersebut di atas dapat
dilakukan dengan menerapkan pembelajaran Problem Based Learning.
Adanya keterampilan argumentasi yang dimiliki siswa diharapkan dapat
menjadikan siswa sebagai masyarakat yang memiliki literasi sains dalam
dirinya. Yaitu, dapat mengaplikasikan pengetahuan dan konsep sains dalam
3 Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru mata pelajaran IPA
Fisika di SMP N I Bangurejo khususnya kelas VIII, diketahui bahwa dalam
proses pembelajaran fisika yang dilakukan oleh guru kurang memperhatikan
literasi sains siswa. Siswa juga tidak dibiasakan untuk memecahkan
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan topik
pembelajaran.
Berdasarkan informasi yang diperoleh melalui wawancara dengan beberapa
siswa, diketahui bahwa motivasi belajar sains (khususnya fisika) siswa
kurang baik. Hal ini juga menunjukkan bahwa siswa belum memiliki
karakteristik individu yang mempunyai literasi sains. Masalah ini disebabkan
karena siswa kurang merasa senang dengan pembelajaran fisika yang
diterapkan sehingga belum timbul kesadaran dalam diri siswa bahwa
menyelesaikan pembelajaran dengan berhasil itu sangat penting.
Bertitik tolak dari latar belakang di atas, maka telah dilakukan penelitian
eksperimen untuk melihat seberapa besar pengaruh kemampuan
berargumentasi terhadap literasi sains siswa dengan judul “Pengaruh Skill Argumentasi Menggunakan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Terhadap Literasi Sains Siswa SMP”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah
4 2. Apakah terdapat peningkatan literasi sains siswa dengan menggunakan
skill argumentasi?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh skill argumentasi terhadap literasi sains siswa.
2. Mengetahui peningkatan literasi sains siswa dengan menggunakan skill
argumentasi.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa manfaat, di antaranya adalah sebagai
berikut:
1. Menyiapkan para siswa menjadi warga yang memiliki literasi sains,
sehingga dapat secara aktif memecahkan masalah-masalah yang dihadapi
dalam kehidupan sehari-hari.
2. Guru memperoleh tambahan pengetahuan tentang teknik merancang dan
mengimplementasikan pembelajaran sains.
3. Sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan pengalaman mengajar sebagai
bekal di masa mendatang bagi peneliti.
E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Argumentasi adalah satu set pernyataan dimana klaim dibuat, dukungan
5 dalam konteks perselisihan. Orang yang membuat klaim diharapkan
untuk menawarkan dukungan lebih lanjut dengan menggunakan bukti
dan penalaran. Bukti terdiri dari fakta-fakta atau kondisi yang objektif
diamati, keyakinan atau pernyataan umum diterima sebagai benar oleh
penerima, atau kesimpulan ditetapkan sebelumnya.
2. Literasi sains didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan
pengetahuan sains, mengidentifikasi permasalahan dan menarik
kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka membuat keputusan
tentang alam dan interaksi manusia dengan alam.
3. Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu pendekatan
pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi
siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata,
termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar.
4. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Bangunrejo
Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013 dengan jumlah siswa 192
orang.
5. Materi yang dibelajarkan dalam penelitian ini adalah materi pokok
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoritis
1. Skill Argumentasi
Menurut Keraf (2003: 3) menyatakan bahwa,
Argumentasi adalah suatu bentuk retorika yang berusaha untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain, agar mereka itu percaya dan akhirnya bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penulis atau pembicara.
Inch (2006: 18) mengemukakan bahwa,
Argumentasi adalah satu set pernyataan dimana klaim dibuat, dukungan ditawarkan untuk itu dan ada upaya untuk mempengaruhi seseorang dalam konteks perselisihan. Orang yang membuat klaim diharapkan untuk menawarkan dukungan lebih lanjut dengan menggunakan bukti dan penalaran. Bukti terdiri dari fakta-fakta atau kondisi yang objektif diamati, keyakinan atau pernyataan umum diterima sebagai benar oleh penerima, atau kesimpulan ditetapkan sebelumnya.
Argumentasi merupakan suatu pernyataan yang diberikan kepada orang
lain dengan menyertakan bukti dan alasan logis supaya dapat diterima oleh
pendengar.
Warnick & Inch dalam Widyartono (2012: 1) menyatakan bahwa,
7 Lebih lengkap lagi, StephenToulmin, mengembangkan suatu pola
argumentasi yang dikenal sebagai Toulmin`s Argumentation Pattern
(TAP). TAP memiliki enam komponen utama yaitu data, claim
(pendirian),warrant (dasar kebenaran), backing (dukungan), qualifiers
(modalitas), reservation. Berikut ini skema TAP adalah dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.
Gambar 2.1. Toulmin`s Argumentation Pattern
(Ekanara, 2011: 9)
Argumentasi dalam pembelajaran sains sangat diperlukan untuk
membangun pondasi yang kuat dalam memahami suatu konsep. Selama ini
guru kurang menggunakan argumentasi dalam pembelajaran sains. Hal ini
mungkin disebabkan karena minimnya kinerja guru. Memang dalam
prakteknya, untuk bisa ikut berargumen, siswa perlu memahami
pengetahuan dan fakta dengan baik, serta memiliki keterampilan penalaran
yang cukup.
Aufschnaiter dalam Osborne (2012: 1) menyimpulkan bahwa,
Siswa hanya bisa terlibat dalam agumentasi ketika mereka
menemukan sesuatu yang mereka kuasai dalam tugas (atau dalam pernyataan yang ditawarkan kepada mereka). Argumentasi
DATA
WARRANT
BACKING
RESERVATION QUALIFIER
8 membantu siswa untuk meningkatkan apa yang telah mereka tahu. Argumentasi tidak memberikan suatu dampak langsung terhadap pengembangan pemahaman baru siswa. Akan tetapi, argumentasi nampak mempunyai suatu fungsi ganda, 1) mendukung peningkatan pemikiran siswa (dengan cara mengembangkan satu ide yang sama atau ide lain yang berbeda); 2) argumentasi membantu siswa untuk menemukan aspek-aspek yang belum pernah dipikirkan.
Sebuah argumentasi membutuhkan kejelasan dan keyakinan dengan
adanya fakta-fakta. Sehingga fakta yang digunakan harus benar adanya.
Dalam memberikan sebuah argumen, ada beberapa dasar yang penting
yang menjadi landasan argumentasi seperti yang dikemukakan Keraf
(2003: 4) bahwa,
Dasar yang penting yang menjadi landasan argumentasi, pertama-tama masalah penalaran. Yaitu bagaimana dapat merumuskan pendapat yang benar sebagai hasil dari suatu proses berpikir untuk merangkaikan fakta-fakta menuju suatu kesimpulan yang dapat diterima oleh akal sehat. Kedua, bagaimanan mengadakan penilaian atau penolakan (kalau perlu) atas pendapat orang lain atau pendapat sendiri yang pernah dicetuskan.
Dalam berargumentasi, seseorang bisa saja bertujuan untuk
mempertahankan argumennya atau mempengaruhi orang lain. Sebaliknya,
orang yang menjadi lawan dalam berargumentasi juga memiliki tujuan
yang sama yaitu mempengaruhi kita dengan pendapatnya. Usaha dalam
berargumen bisa dilakukan dengan memunculkan bukti-bukti untuk
memperkuat argumen dan membuat lawan menjadi terpengaruh. Hal ini
sejalan dengan Keraf (2003: 102) yang meengemukakan bahwa,
9 didasarkan pada fakta, informasi, evidensi, dan jalan pikiran yang menghubungkan fakta-fakta dan informasi-informasi tersebut.
Argumentasi merupakan suatu cara yang berguna untuk memantapkan
konsep yang dipelajari oleh siswa. Siswa akan belajar untuk menyelidiki
dan mencari berbagai informasi untuk mengambil langkah dalam
penyelesaian masalah yang menjadi topik pembelajaran. Ekanara (2011:
20) mengemukakan bahwa,
Seorang guru yang tidak pernah mengizinkan siswa untuk berargumentasi akan mematikan keterampilan argumentasi yang dimiliki siswa. Guru yang menganggap siswa sebagai botol kosong yang siap diisi dengan konsep-konsep, adalah salah satu contoh lingungan belajar yang tidak mendukung siswa untuk
mengembangkan keterampilan argumentasinya. Oleh karena itu seharusnya sorang guru lebih terbuka dan memberikan siswa
kesempatan untuk berpikir dan mencari sendiri kebenaran mengenai suatu konsep agar pembelajaran yang dilakukan dapat lebih
bermakna.
Salah satu penyebab kesulitan belajar sains karena sains membutuhkan
kemampuan argumentasi untuk dapat berkomunikasi. Argumentasi adalah
proses yang digunakan seseorang untuk menganalisis informasi kemudian
dikomunikasikan kepada orang lain.
Kualitas suatu argumentasi atau kuat lemahnya suatu argumentasi (klaim)
ditentukan oleh pemahaman suatu konsep yang didukung data/bukti,
warant, backing, dan bagaimana kita mengkonstruk komponen-komponen
tersebut sehingga dapat meyakinkan.
Argumen yang kuat memiliki banyak pembenaran yang relevan dan
10 akurat sedangkan ciri-ciri argumentasi yang lemah ditunjukkan dengan
tidak adanya pertimbangan pengetahuan ilmiah, tidak akurat, tidak
spesifik, dan tidak tepat.
Ekanara (2011: 4) mengemukakan bahwa,
Keterampilan argumentasi akan digunakan siswa dalam
memecahkan setiap masalah yang dihadapinya. Siswa diharapkan menjadi produk pendidikan yang mampu bertahan dan berinovasi dalam kehidupan masyarakat, oleh karena itu diperlukan
kemampuan argumentasi yang baik pada diri siswa. Siswa yang memilki keterampilan argumentasi yang baik diharapkan akan lebih dapat bertahan karena siswa tersebut akan melakukan
pertimbangan-pertimbangan dalam setiap keputusan yang diambilnya.
2. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Tan dalam Rusman (2010: 229) mengemukakan bahwa,
Pembelajaran berbasis masalah merupakan inovasi dalam
pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.
Selain itu, Ibrahim dan Nur dalam Rusman (2010: 241) mengemukakan
bahwa,
Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar.
Berdasarkan pendapat dari beberapa pendapat ahli, dapat dikatakan bahwa
11 pembelajaran yang diawali dari adanya suatu masalah dimana siswa harus
mencari bagaimana penyelesaian masalah yang ada di bawah bimbingan
guru.
Rusman (2010: 232-233) mengemukakan bahwa strategi belajar berbasis
masalah memiliki beberapa karakteristik antara lain sebagai berikut:
1) Permasalahan menjadi starting point dalam pembelajaran; 2) Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di
dunia nyata yang tidak terstruktur;
3) Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective);
4) Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar; 5) Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama;
6) Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam,
penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM;
7) Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif; 8) Pengembangan keterampilan inkuiri dan pemecahan masalah
sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan;
9) Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar; dan
10)PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.
Hal tersebut di atas sesuai dengan pendapat Fatahullah (2012: 24) yang
mengemukakan bahwa,
12 Selain memiliki karakteristik khusus seperti yang telah dijelaskan tadi,
pada strategi belajar berbasis masalah terdapat prinsip-prinsip utama.
Charlin, Mann, dan Hansen dalam Ismail (2006: 78-79) mengemukakan
bahwa,
PBM berasaskan tiga prinsip utama, yaitu: 1) titik permulaan pembelajaran PBM adalah satu masalah yang pelajar ingin selesaikan, 2) PBM adalah suatu pendekatan pendidikan yang dirancang dan ia bukan suatu teknik pembelajaran yang digunakan secara ad hoc dalam konteks pendidikan tradisional, 3) PBM adalah suatu pendekatan pendidikan yang berpusatkan kepada pelajar dan bukan kepada guru.
Berdasarkan penjelasan mengenai pengertian, ciri, karakter, dan prinsip
pembelajaran Problem Based Learning (PBL), dapat diketahui bahwa
pembelajaran berdasarkan masalah ini memiliki tujuan. Sebagaimana
Widyastuti (2010: 1) yang mengemukakan bahwa,
Pembelajaran berdasarkan masalah memiliki tujuan :
1) membantu siswa mengembangkan keterampilan berfikir dan keterampilan pemecahan masalah; 2) belajar peranan orang dewasa yang autentik; 3) menjadi pembelajar yang mandiri.
Sebagai sebuah model pembelajaran, dalam penerapannya tentu saja ada
kelebihan dan kekurangannya. Tentunya dilihat dari banyak aspek. Model
pembelajaran Problem Based Learning juga memiliki beberapa kelebihan
dan kekurangan. Adapun kelebihan dan kekurangannya adalah seperti
yang dikemukakan oleh Widyastuti (2019: 1) bahwa,
13 a)realistik dengan kehidupan siswa; b)konsep sesuai dengan kebutuhan siswa; c)memupuk sifat inkuiri siswa; d)retensi konsep yang kuat; d)memupuk kemampuan problem solving.
Selain itu, kekurangannya adalah:
a)persiapan pembelajaran; b)sulitnya mencari problem yang relevan; c)sering terjadi miss-konsepsi;e)memerlukan waktu yang cukup panjang.
Terkait dengan masalah kesulitan mencari masalah yang relevan, Sanjaya
dalam Sudarman (2007: 25) memberikan kriteria memilih bahan
pembelajaran dalam PBL sebagai berikut:
1. Bahan pembelajaran harus mengandung isu-isu yang
mengandung konflik yang bisa bersumber dari berita, rekaman video, dan yang lainnya.
2. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa, sehingga setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik. 3. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan
dengan kepentingan orang banyak (universal), sehingga terasa bermanfaat.
4. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
5. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untuk mempelajarinya.
Berawal dari menentukan masalah, guru dituntut untuk membimbing
siswa dalam pembelajaran PBM ini. Dengan adanya pedoman pemilihan
bahan pelajaran, diharapkan dapat memudahkan guru untuk memberikan
pengalaman belajar yang bermakna untuk siswa. Rusman (2010: 234-235)
mengemukakan peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah, yaitu:
1. Menyiapkan perangkat berpikir siswa
14 masalah, struktur dan batasan waktu; 4) Mengkomunikasikan tujuan, hasil, dan harapan; 5) Menyiapkan siswa untuk pembaharuan dan kesulitan yang akan menghadang; dan 6) Membantu siswa merasa memiliki masalah.
2. Menekankan belajar kooperatif
Pembelajaran berbasis masalah menyediakan cara untuk inquiry yang bersifat kolaboratif dan belajar. Bray, dkk (2000) menggambarkan inquiry kolaboratif sebagai proses dimana orang melakukan refleksi dan kegiatan secara berulang-ulang, mereka bekerja dalam tim untuk menjawab pertanyaan
penting. Dalam proses pembelajaran ini, siswa belajar bahwa bekerja dalam tim dan kolaborasi itu penting untuk
mengembangkan proses kognitif yang berguna untuk meneliti lingkungan, memahami permasalahan, mengambil dan
menganalisis data penting, dan mengelaborasi solusi. 3. Memfasilitasi pembelajaran kelompok kecil dalam
pembelajaran berbasis masalah
Belajar dalam kelompok kecil lebih mudah dilakukan apabila anggota berkisar antara 1-10 siswa atau bahkan lebih sedikit dengan satu orang guru. Guru dapat menggunakan berbagai teknik belajar kooperatif untuk menggabungkan kelompok-kelompok tersebut dalam langkah-langkah yang beragam dalam siklus pembelajaran untuk menyatukan ide, berbagai hasil belajar, dan penyatuan ide.
4. Melaksanakan pembelajaran berbasis masalah Guru mengatur lingkungan belajar untuk mendorong penyatuan dan perlibatan siswa dalam masalah. Guru juga memainkan peran aktif dalam memfasilitasi inquiry kolaboratif dan proses belajar siswa.
Dalam pembelajaran PBM, siswa diajak untuk memahami fenomena
dalam keseharian dan membangun konsep sains yang ada pada fenomena
tersebut. Ibrahim, Nur, dan Ismail dalam Rusman (2010: 243)
mengemukakan langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah
15 Tabel 2.1. Sintaks Model PBL
Fase-fase Tingkah laku guru
Fase 1 Orientasi siswa pada
masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih
Fase 2 Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
Fase 3 mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai dengan laporan dan model yang membantu mereka untuk membagi tugas dengan temannya
Fase 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan.
Fogarty dalam Rusman (2010: 243) mengemukakan bahwa,
PBM dimulai dengan masalah yang tidak terstruktur-sesuatu yang kacau. Dari kekacauan ini, siswa menggunakan berbagai
kecerdasannya melalui diskusi dan penelitian untuk menentukan isu nyata yang ada. Langkah-langkah yang akan dilalui siswa dalam sebuah proses PBM adalah 1) menemukan masalah; 2)
16 Dengan menerapkan pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dibandingkan
dengan pembelajaran yang hanya mendengarkan penjelasan guru. Selain
itu, produk dari pembelajaran ini adalah memberikan pengalaman siswa
untuk menyelesaikan berbagai permasalahan dalam kehidupan sehari-hari
sebagai bekal untuk menghadapi permasalahan yang akan muncul di
kemudian hari.
3. Literasi Sains
Menurut Echols & Shadily dalam Adisendjaja (2010: 4) bahwa,
Literasi sains terbentuk dari dua kata, yaitu literasi dan sains. Literasi berasal dari kata Literacy yang berarti melek huruf/gerakan
pemberantasan buta huruf. Sedangkan istilah sains berasal dari bahasa Inggris Science yang berarti ilmu pengetahuan.
Pemahaman seseorang terhadap sains serta kemampuan untuk
mengaplikasikan sains dalam kehidupan bermasyarakat bisa disebut
sebagai literasi sains. Memahami apa yang harus dilakukan dalam
berbagai permasalahan yang ditemui dalam masyarakat.
Firman (2007: 2) mengemukakan bahwa,
Literasi sains didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan kemampuan sains mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia.
17 Literasi sains adalah kemampuan menggunakan kemampuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti dalam rangka memahami karakteristik sains sebagai penyelidikan ilmiah, kesadaran akan betapa sains dan teknologi membentuk lingkungan material, intelektual dan budaya, serta keinginan untuk terlibat dalam isu-isu terkait sains sebagai manusia yang reflektif. Literasi sains juga didefinisikan sebagai pengetahuan, nilai-nilai dan kemampuan siswa saat ini yang dihubungkan dengan kebutuhan masa yang akan datang.
Secara keseluruhan, literasi sains memiliki pengertian sebagai sebuah cara
atau metode yang digunakan untuk dapat memahami berbagai peristiwa
sains yang terjadi di alam sekitar. Literasi sains menuntun cara untuk
menyikapi berbagai fenomena-fenomena alam yang terjadi. Dengan
begitu, akan terwujudlah kehidupan yang seimbang antara manusia dan
berbagai makhluk hidup yang ada di muka bumi. Dengan adanya literasi
sains di setiap diri manusia, dapat dipastikan bahwa tidak akan terjadi
hal-hal buruk di alam akibat ulah manusia.
Untuk mewujudkan manusia yang memiliki literasi sains, dapat dimulai
dengan mengembangkan literasi sains pada siswa. Ada tiga kompetensi
ilmiah dalam literasi sains yang harus dicapai oleh siswa untuk dapat
mengembangkan literasi sainsnya. Ketiga kemampuan siswa ini adalah
seperti yang dikemukakan oleh Ministry of Education New Zealand dalam
Hendriyani (2009: 8) bahwa,
Ada tiga kompetensi ilmiah dalam literasi sains, yaitu kemampuan mengidentifikasi isu-isu ilmiah, kemampuan menjelaskan fenomena-fenomena secara ilmiah, kemampuan menggunakan bukti ilmiah.
Emiliannur (2010: 1) menuliskan PISA membagi dimensi literasi sains
18 a. “Content” Literasi Sains
Dalam dimensi konsep ilmiah (scientific concepts) siswa perlu menangkap sebuah konsep kunci/esensial untuk dapat memahami fenomena alam tertentu dan perubahan yang terjadi akibat
kegiatan manusia. Hal ini merupakan gagasan besar pemersatu yang membantu menjelaskan aspek-aspek lingkungan fisik. PISA mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mempersatukan
konsep-konsep fisika, kimia, biologi, serta ilmu pengetahuan bumi dan antariksa (IPBA).
b. “Process” Literasi Sains
PISA mengakses kemampuan untuk menggunakan pengetahuan dan pemahaman ilmiah, seperti kemampuan siswa untuk
mencari, menafsirkan dan memperlakukan bukti-bukti.PISA menguji lima proses semacam itu, yakni: (i) mengenali pertanyaan ilmiah, (ii) mengidentifikasi bukti, (iii) menarik kesimpulan, (iv) mengkomunikasikan kesimpulan, (v) dan menunjukkan pemahaman konsep ilmiah.
c. ”Context” Literasi Sains
Konteks literasi sains dalam PISA lebih pada kehidupan sehari-hari daripada kelas dan laboratorium. Sebagaimana dengan bentuk-bentuk literasi lainnya, konteks melibatkan isu-isu yang penting dalam kehidupan secara umum seperti juga terhadap kepedulian pribadi. Pertanyaan-pertanyaan dalam PISA
dikelompokkan menjadi tiga area tempat sains diterapkan, yaitu : (i) kehidupan dan kesehatan, (ii) bumi dan lingkungan, (iii) serta teknologi.
Untuk bisa mengembangkan literasi sainsnya, siswa harus mengalami
sebuah proses yang dinamakan dengan proses sains. Ketika siswa sedang
mengalami proses sains, sama dengan siswa mengalami proses mental
untuk membentuk sikap ketika muncul suatu permasalahan dan berusaha
melibatkan dirinya untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. PISA
dalam Masudin (2011: 1) menetapkan lima komponen proses sains dalam
penilaian literasi sains, yaitu:
a. Mengenal pertanyaan ilmiah, yaitu pertanyaan yang dapat
diselidiki secara ilmiah, seperti mengidentifikasi pertanyaan yang dapat dijawab oleh sains.
19 yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan dalam suatu
penyelidikan sains, atau prosedur yang diperlukan untuk memperoleh bukti itu.
c. Menarik dan mengevaluasi kesimpulan. Proses ini melibatkan kemampuan menghubungkan kesimpulan dengan bukti yang mendasari atau seharusnya mendasari kesimpulan itu.
d. Mengkomunikasikan kesimpulan yang valid, yakni
mengungkapkan secara tepat kesimpulan yang dapat ditarik dari bukti yang tersedia.
e. Mendemonstrasikan pemahaman terhadap konsep-konsep sains, yakni kemampuan menggunakan konsep-konsep dalam situasi yang berbeda dari apa yang telah dipelajarinya.
Apabila siswa mampu melewati kelima komponen proses sains dengan
baik, maka dapat dikatakan bahwa siswa tersebut memiliki karakter literasi
sains dalam dirinya. Sebagaimana Poedjiaji dalam Hendrawati (2012: 1)
menyatakan bahwa,
Seseorang yang memiliki literasi sains dan teknologi adalah yang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah menggunakan konsep-konsep sains yang diperoleh dalam pendidikan sesuai jenjangnya, mengenal produk teknologi yang ada di sekitarnya beserta dampaknya, mampu menggunakan produk teknologi dan memeliharanya, kreatif membuat hasil teknologi yang
disederhanakan dan mampu mengambil keputusan berdasarkan nilai dan budaya masyarakat.
Selanjutnya, Rubba dalam Hendrawati (2012: 1) mengemukakan bahwa,
Karakteristik individu yang memiliki literasi sains adalah sebagai berikut: a) bersikap positif terhadap sains; b) mampu menggunakan proses sains; c) berpengetahuan luas tentang hasil-hasil riset; d) memiliki pengetahuan tentang konsep dan prinsip sains, serta mampu menerapkannya dalam teknologi dan masyarakat; e) memiliki
20 Untuk dapat mengukur literasi sains siswa, PISA tahun 2003 dalam
Hermawan (2011: 15) menetapkan bahwa,
Ada 3 komponen proses sains dalam penilaian literasi sains sebagai berikut; 1) mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksi gejala sains. 2) memahami penyelidikan sains. 3) menginterpretasikan bukti dan kesimpulan sains.
B. Kerangka Pemikiran
Untuk dapat berargumen, siswa harus mampu memberikan penjelasan kritis
dan perlu berpikir kreatif. Hal tersebut bisa didapatkan dengan melakukan
pengamatan, bereksperimen, dan mengevaluasi bukti. Namun, perlu diingat
bahwa siswa tak akan mampu merancang proses belajarnya sendiri. Guru
harus membimbing dan mendampingi siswa dalam setiap aktivitas belajarnya
untuk dapat membantu siswa dalam membangun sebuah konsep sains.
Oleh karena itu, pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat
digunakan guru dalam membimbing aktivitas belajar siswa untuk mengamati,
bereksperimen, dan mengevaluasi bukti yang didapatnya. Dalam pembelajaran
sains, pengetahuan sains bukanlah sebuah informasi. Siswa harus mulai
dibiasakan untuk membangun konsepnya sendiri tentunya dengan bimbingan
guru. Dengan model pembelajaran ini, dirancanglah sebuah pembelajaran
yang mengharuskan siswa untuk memberikan argumen terhadap permasalahan
yang dimunculkan saat proses belajar berlangsung. Berangkat dari sebuah
permasalahan, menganalisis permasalahan, dan mengungkapkan pendapat atau
argumennya tentang masalah tersebut dengan baik. Pembelajaran seperti ini
benih-21 benih masyarakat yang peduli dan kritis terhadap berbagai fenomena sains
yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun diagram pemikirannya adalah sebagai berikut :
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang menggunakan satu kelas.
Pada penelitian ini dilakukan pengujian untuk mengetahui pengaruh skill
argumentasi terhadap literasi sains siswa SMP. Pada penelitian terdapat tiga
bentuk variabel yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan variabel moderator.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah skill argumentasi (X), sedangkan
variabel terikatnya adalah literasi sains siswa (Y), dan pembelajaran berbasis
masalah (PBL) adalah variabel moderatornya (Z). Untuk mendapatkan
gambaran yang jelas tentang pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat
dan pengaruh variabel moderator terhadap variabel bebas dan variabel terikat,
maka dapat dijelaskan dengan paradigma pemikiran seperti berikut ini : Pembelajaran Materi
Getaran dan Gelombang
Skill Argumentasi
Literasi Sains menerapkan
memunculkan
Proses pembelajaran Problem Based
22
Gambar 2.3. Bagan Paradigma Pemikiran Keterangan :
X = skill argumentasi Y = literasi sains siswa
Z = pembelajaran berbasis masalah (PBL)
r = pengaruh skill argumentasi terhadap literasi sains siswa SMP
C. Hipotesis
Hipotesis penelitian yang akan diuji adalah sebagai berikut :
1. Hipotesis pertama: Ada pengaruh skill argumentasi terhadap literasi sains
siswa.
2. Hipotesis kedua: Ada peningkatan literasi sains siswa dengan
menggunakan skill argumentasi.
x
Z
23
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1
Bangunrejo Lampung Tengah pada semester genap tahun pelajaran 2012/2013
yang terdiri dari lima kelas yaitu VIIIA sampai VIIIF dan berjumlah 192 siswa.
B. Sampel Penelitian
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik
Purposive Sampling, yaitu penentuan sampel dari anggota populasi dengan
pertimbangan tertentu (Sugiono, 2008: 124) pertimbangan tertentu yang
dilakukan dalam memilih satu kelas sebagai sampel adalah dengan melihat
keaktifan dan prestasi belajar fisika siswa semester ganjil tahun pelajaran
2012/2013. Berdasarkan keaktifan dan rata-rata prestasi siswa, siswa kelas
VIIIB memiliki keaktifan dan prestasi yang lebih baik sehingga kelas VIIIB
ditetapkan sebagai sampel.
C. Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas (X) yaitu skill
argumentasi yang diukur dengan menggunakan lembar penilaian skill
24 sains yang diukur dengan menggunakan tes literasi sains dalam bentuk soal
pilihan jamak. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat yang didukung dengan variabel
moderator (Z) yaitu model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).
D. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah studi eksperimen dengan menggunakan sebuah kelas
yang menjadi sampel dalam penelitian yaitu kelas VIIIB. Penelitian ini terdiri
dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat serta satu variabel moderator.
Variabel bebas adalah skill argumentasi, sedangkan variabel terikatnya adalah
literasi sains, dan variabel moderatornya adalah model pembelajaran Problem
Based Learning (PBL). Desain penelitian yang digunakan adalah Minimal
Control (One Group Pretest-Posttest) yaitu menggunakan satu grup kontrol
dengan menggunakan pretest (tes awal) dan posttest (tes akhir). Jadi pada
desain ini, terdapat pretest sebelum diberi perlakuan dan posttest setelah diberi
perlakuan. Dengan demikian hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat,
karena dapat membandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan.
Menurut Sugiono (2009: 111), desain penelitian tersebut adalah:
Tabel 3.1. Desain penelitian Minimal Control (One-Group Pretest-Posttest)
Pretest Perlakuan Posttest
O1 X O2
Keterangan: O1 = nilai pretest
X = penerapan skill argumentasi menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
25 Pada awal pertemuan pembelajaran fisika, kelas yang menjadi sampel
diberikan tes awal (pretest) untuk melihat kemampuan literasi sains siswa,
kemudian diberikan perlakuan yaitu penerapan argumentasi dengan
menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).
Selanjutnya dilakukan penilaian skill argumentasi melalui soal yang diberikan
pada saat proses pembelajaran berlangsung. Pada akhir pembelajaran, siswa
diberikan tes akhir (posttest) berupa soal-soal yang berbasis literasi sains.
Hasil tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest) tersebut dihitung dengan uji
paired samples t test untuk mengetahui peningkatan literasi sains siswa dan
N-gain untuk menganalisis kategori literasi sains siswa secara deskriptif.
Sedangkan hasil posttest dan hasil observasi skill argumentasi dihitung dengan
regresi linear sederhana untuk mengetahui pengaruh skill argumentasi
terhadap literasi sains siswa.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Skill argumentasi menggunakan instrumen berbentuk lembar penilaian
yang digunakan untuk menilai argumentasi siswa melalui soal pilihan
beralasan yang diberikan pada saat proses pembelajaran berlangsung.
Lembar penilaian skill argumentasi siswa ini diadaptasi dari Toulmin`s
Argumentation Pattern (TAP).
2. Literasi sains menggunakan instrumen berbentuk soal pilihan jamak
26 F. Analisis Instrumen
Sebelum instrumen digunakan dalam sampel, instrumen harus diuji terlebih
dahulu dengan menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas.
1. Uji Validitas
Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang
diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti. Valid
berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang
seharusnya diukur (ketepatan). Sebuah tes dikatakan memiliki validitas
jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran
antara hasil tes tersebut dengan kriterium.
Untuk menguji validitas instrumen digunakan rumus korelasi product
moment yang dikemukakan oleh Pearson dengan rumus:
= Ʃ − Ʃ (Ʃ )
Ʃ 2− Ʃ 2 { Ʃ 2− Ʃ 2}
Keterangan:
= koefesian korelasi yang menyatakan validitass = skor butir soal
= skor total = jumlah sampel
(Arikunto, 2008:72)
Dengan kriteria pengujian jika korelasi antar butir dengan skor total lebih
dari 0,3 maka instrumen tersebut dinyatakan valid, atau sebaliknya jika
korelasi antar butir dengan skor total kurang dari 0,3 maka instrumen
tersebut dinyatakan tidak valid. Dan jika r hitung > r tabel dengan α = 0,05
27 Item yang mempunyai korelasi positif dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah kalau r = 0,3.(Sugiono, 2010:188)
Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program
SPSS 17.0 dengan kriterium uji bila correlated item – total correlation
lebih besar dibandingkan dengan 0,3 maka data merupakan construck yang
kuat (valid).
2. Uji Reliabilitas
Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang digunakan beberapa kali
untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama.
Perhitungan untuk mencari harga reliabilitas instrumen didasarkan pada
pendapat Arikunto (2008:109) yang menyatakan bahwa untuk menghitung
reliabilitas dapat digunakan rumus alpha, yaitu:
11 = −
1 1−
Ʃ�12
�2
Dimana:
11 = reliabilitas yang dicari
Ʃ�12 = jumlah varians skor tiap-tiap item
�2 = varians total
(Arikunto, 2008:109)
Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukan sejauh mana alat
pengukuran dapat dipercaya atau diandalkan. Reliabilitas instrumen
diperlukan untuk mendapatkan data sesuai dengan pengukuran. Untuk
28 SPSS 17.0 dengan metode Alpha Cronbach`s yang diukur berdasarkan
skala alpha cronbach`s 0 sampai 1.
Menurut Sayuti dan Saputri (2010:30), kuesioner dinyatakan reliabel jika
mempunyai nilai koefesien alpha, maka digunakan ukuran kemantapan
alpha yang diinterpretasikan sebagai berikut:
1. Nilai Alpha Cronbach`s 0,00 sampai dengan 0,20 berarti kurang
reliabel.
2. Nilai Alpa Cronbach`s 0,21 sampai dengan 0,40 berarti agak reliabel.
3. Nilai Alpha Cronbach`s 0,40 sampai dengan 0,60 berarti cukup
reliabel.
4. Nilai Alpha Cronbach`s 0,61 sampai dengan 0,80 berarti reliabel.
5. Nilai Alpha Cronbach`s 0,81 sampai dengan 1,00 berarti sangat
reliabel.
Setelah instrumen valid dan reliabel, kemudian disebarkan kepada sampel
yang sesungguhnya. Skor total setiap siswa diperoleh dengan
menjumlahkan skor setiap nomor soal.
G. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar pengumpulan data
berbentuk tabel yang diperolah dari skor untuk skill argumentasi serta skor
29 H. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
1. Perhitungan Skor N-Gain Literasi Sains dan Skor Skill Argumentasi
Untuk menganalisis kategori literasi sains siswa digunakan skor gain yang
ternormalisasi. N-gain diperoleh dari pengurangan skor prestest dengan
posttest dibagi oleh skor maksimum dikurang skor prestest. Jika dituliskan
dalam persamaan adalah:
Keterangan:
Perhitungan ini digunakan untuk menganalisis peningkatan literasi sains
siswa. Peningkatan skor antara tes awal dan tes akhir dari variabel
merupakan indikator adanya peningkatan atau penurunan literasi sains
pada pembelajaran fisika dengan pengaruh skill argumentasi, sedangkan
penilaian skill argumentasi dilakukan dengan melakukan penilaian
argumentasi melalui soal yang diberikan pada saat proses pembelajaran
30 Proses analisis untuk data skill argumentasi adalah dengan melakukan
penilaian skill argumentasi dengan menggunakan kerangka penilaian
kualitas argumen. Perhitungan skor rata-rata dan presentasenya adalah:
� − = � ℎ� � � � � �
� ℎ��
% � � � � � �= � ℎ�
� � 100%
2. Pengujian Data Skill Argumentasi dan Data Posttest Literasi Sains
Data skor skill argumentasi dan posttest literasi sains dari penelitian
dianalisis untuk menguji hipotesis pertama dengan melakukan uji sebagai
berikut :
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan terhadap hasil tes akhir (posttest) literasi
sains dan hasil observasi skill argumentasi menggunakan program
komputer. Pada penelitian ini uji normalitas digunakan dengan uji
kolmogorov smirnov. Dasar dari pengambilan keputusan uji
normalitas, dihitung dengan menggunakan program komputer, yaitu
SPSS 17.0 dengan metode kolmogorov smirnov yang berdasarkan pada
besaran probabilitas atau nilai signifikasi. Caranya adalah menentukan
terlebih dahulu hipotesis pengujiannya yaitu:
H0 : data tidak terdistribusi secara normal
31 Pedoman pengambilan keputusan:
1. Nilai Sig. atau signifikasi atau nilai probabilitas < 0,05 maka H0
diterima dengan arti bahwa data tidak terdistribusi normal.
2. Nilai Sig. atau signifikasi atau nilai probabilitas > 0,05 maka H1
diterima dengan arti bahwa data terdistribusi normal.
b. Uji Linearitas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel
mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Uji ini
biasanya digunakan sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau
regresi linear. Pengujian dilakukan dengan menggunakan program
SPSS 17.0 dengan metode Test for Linearity pada taraf signifikan 0,05.
Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila
signifikasi (Linearity) kurang dari 0,05; dan jika F hitung > F tabel
maka H0 ditolak dan sebaliknya. Serta jika t hitung > t tabel maka H0
ditolak dan sebaliknya.
(Priyatno, 2010:73)
c. Uji Regresi Linier Sederhana
Uji regresi linier sederhana dilakukan untuk menghitung persamaan
regresinya. Dengan menghitung persamaan regresinya maka dapat
diprediksi seberapa tinggi nilai variabel terikat jika nilai variabel bebas
diubah-ubah serta untuk mengetahui arah hubungan antara variabel
32
′ = +
Dengan:
= Ʃ Ʃ
2 − Ʃ Ʃ
Ʃ 2 − Ʃ 2
= Ʃ − Ʃ Ʃ
Ʃ 2 − Ʃ 2
(Priyatno, 2010:55)
Untuk memudahkan dalam menguji hubungan antara variabel
dilakukan dengan menggunakan program SPSS.17 dengan uji
Regression Linear.
3. Pengujian Data Pretest dan Posttest Literasi Sains
Data pretest dan posttest penguasaan konsep dari penelitian dianalisis
untuk menguji hipotesis kedua dengan melakukan uji sebagai berikut :
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan terhadap data pretest dan data posttest
penguasaan konsep menggunakan program komputer. Pada penelitian
ini uji normalitas yang digunakan adalah uji kolmogorov smirnov.
Dasar dari pengambilan keputusan uji normalitas, dihitung
menggunakan program komputer yaitu SPSS 17.0 dengan metode
kolmogorov smirnov yang berdasarkan pada besaran probabilitas atau
nilai signifikasi. Caranya adalah menentukan terlebih dahulu hipotesis
pengujiannya yaitu :
H0 : data tidak terdistribusi secara normal
33 Pedoman pengambilan keputusan:
1. Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka H0
diterima dengan arti bahwa data tidak terdistribusi normal.
2. Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka H1
diterima dengan arti bahwa data terdistribusi normal.
b. Uji Paired Samples T Test
Uji Paired Samples T Test atau lebih dikenal dengan pre-post design
dilakukan untuk menganalisis data pretest dan posttest literasi sains
akibat pengaruh dari skill argumentasi siswa. Dasar pemikiran
sederhana, yaitu apabila suatu perlakuan tidak memberi pengaruh
maka perbedaan rata-rata adalah nol. Pada uji ini juga akan terlihat
peningkatan atau penurunan literasi sains secara signifikan.
Ketentuannya bila t hitung lebih kecil dari t tabel, maka H0 diterima,
dan H1 ditolak. Tetapi sebaliknya bila t hitung lebih besar dari t tabel
maka H0 ditolak dan H1 diterima. Secara signifikan bila Sig (2-tailed)
< 0,025, maka H0 ditolak dan sebaliknya. Untuk memudahkan dalam
menguji hal tersebut maka dilakukan dengan menggunakan program
SPSS 17.0 yaitu uji Paired Samples T Test.
Adapun hipotesis penelitian yang akan diuji adalah sebagai berikut:
Hipotesis pertama
H0 : Tidak terdapat pengaruh skill argumentasi terhadap literasi
34 H1 : Terdapat pengaruh skill argumentasi terhadap literasi sains
siswa.
Hipotesis kedua
H0 : Tidak terjadi peningkatan literasi sains siswa dengan
menggunakan skill argumentasi.
H1 : Terjadi peningkatan literasi sains siswa dengan menggunakan
56
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
1. Terdapat pengaruh linear yang positif dan signifikan skill argumentasi terhadap literasi sains siswa SMP dengan kontribusi sebesar 53,7% dan
persamaan regresinya adalah Y` = 38,133 + 0,607X
2. Terjadi peningkatan yang signifikan dari literasi sains siswa SMP dengan menggunakan skill argumentasi, dengan nilai N-gain rata-rata 0,61 yang
termasuk dalam kategori sedang.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian di atas , maka penulis memberikan saran
sebagai berikut:
1. Pembelajaran dengan menerapkan skill argumentasi dapat dijadikan salah
satu alternatif bagi guru-guru di sekolah sebagai salah satu upaya untuk
57 2. Agar literasi sains siswa semakin berkembang , maka pembelajaran
berorientasi literasi sains perlu diterapkan pada pembelajaran IPA yang
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, S. dan Sawamura, H. (2009). Developing an Argument Learning
Environment Using Agent-Based ITS (ALES). Education Data Mining. 1, 200-209.
Adisendjaja, Yusuf Hilmi. 10 Oktober 2010. Analisis Buku Ajar Biologi SMA Kelas X Di Kota Bandung Berdasarkan Literasi Sains. Diakses 14 Maret 2012 dari http://www.scribd.com/doc.
Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Eduran, S., Ardac, D., dan Yakmaci-Guzel, B. (2006). Learning to Teach Argumentation Case Studies of Pre=Service Secondry Science Teachers. Eurasia Journal of Mathematics, Science and Tecnology Education. 2, (2), 1-14.
Ekanara, Bambang. 23 Agustur 2011. Hubungan Kemampuan Penalaran Dengan Keterampilan Argumentasi Siswa Pada Konsep Sistem Pencernaan Melalui Pembelajaran Problem Based Learning. Diakses 16 November 2012 dari http://epository.upi.edu/
Emiliannur. 20 Juni 2010. Literacy Science. Diakses 30 November 2012 dari http://emiliannur.wordpress.com/
Fatahullah, Amal. 9 Januari 2012. Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Pada Mata Pelajaran Fisika Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar dan Aktivitas Belajar Siswa SMA. Diakses 16 November 2012 dari http://repository.upi.edu/
Firman, H. (2007). Laporan Analisis Litersi Sains Berdasarkan Hasil PISA Nasional Tahun 2006. Jakarta : Pusat Penelitian Pendidikan Balitbang Depdiknas.
60 Hendriyani, Yeni. September 2009. Pengaruh Pembelajaran IPA Terpadu
Terhadap Pengembangan Literasi Sains Siswa. Diakses 14 Maret 2012 dari http://mgmpipadepok.files.wordpress.com//
Hermawan, Agung. 2011. Perbandingan Penerapan Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Dengan Pembelajaran Direct Instructions (DI) Terhadap Literasi Sains Siswa SMP. Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Inch, E.S., Warnick, B., dan Endres, D. 2006. Fifth Edition Critical thinking and Communication The Use os reason in Argument. Boston:Pearson Education Inc.
Ismail, Zurida., Syed Idros, N., Samsudin, M. A. 2006. Kaidah Mengajar Sains. Kuala Lumpur: PTS Professional Publishing.
Keraf, Gorys. 2003. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Masudin. 26 Maret 2011. Literasi Sains dan Aspek Pengukurannya. Diakses 14 Maret 2012 dari http://utlebaksiu.wordpress.com/
Nurbaeti, Isna.30 September 2009. Penggunaan Skenario Baru Asesmen Kinerja Dalam Menilai Literasi Sains Siswa Pada Pembelajaran Konsep
Pencemaran Lingkungan. Diakses 16 November 2012 dari http://repository.upi.edu/
Osborne, Jonathan. 2012. Peranan Argumen Dalam Pendidikan Sains. Diakses 7 November 2012 dari http://hamdu-dialy.blogspot.com/
Perkins, D. N. (1985), Postprimary Education Has Little Impact on informal Reasoning. Journal of Research in Science Teaching. 41, (10), 994-1020.
Prayitno, Duwi. 2010. Paham Analisis Statistik Dengan Data SPSS. Yogyakarta: Mediakom.
Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada.
Saputra, Arif.2011. Perbandingan Keterampilan Proses Sains Siswa Antara Model Pembelajaran Learning Cycle 5 Fase (LC 5F) Dengan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:Alfabeta.
61 Widyastuti. 22 Agustus 2010. Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)