ABSTRACT
THE CORRELATION PROGRAMS SCHOOL OPERATIONAL COST (BOS)
SD-SMP AND NUMBER OF SCHOOL PARTICIPANTS FIGURES ON ROUGH HUMAN DEVELOPMENT INDEX IN LAMPUNG
By Desy Yuliani
Law on National Education System (UUSPN) has been established by DPR on June 11, 2003, which contains " The Government and local governments must ensure the availability of budget for implementation of education for every citizen aged seven to fifteen years" (Article 2 Ayat 1) . Grain states that government shall provide elementary school up to junior high school level for free, or at least cheap. School Operational Cost Program is a realization of the Law. With the existence of the BOS program, all students can be critical of poor quality education so that the quality of Human Resources (HR) can be increased then the amount of Gross Enrollment can be increased and the effect on the Human Development Index. Issues raised in this paper is how the influence of the School Operational Cost Program (BOS) elementary and junior high schools and Enrollment Rough on the Human Development Index (HDI) in Lampung. The purpose of this paper is to study and analyze the influence of the School Operational Assistance (BOS) and Rough Enrollment on the Human Development Index (HDI) in a HR increase in Lampung. Analyzer used in this writing is descriptive and qualitative analysis. From the calculation using table analysis showed that in the year 2005 - 2009 (years of research) there is a significant improvement in the quality of Human Resources in Lampung. BOS Program Participation Rate and Human
ABSTRAK
HUBUNGAN PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) SD-SMP DAN ANGKA PARTISIPASI KASAR TERHADAP INDEKS
PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DI LAMPUNG
Oleh Desy Yuliani
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) yang disahkan DPR pada tanggal 11 Juni 2003, yang berisi "Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya anggaran guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun" (Pasal 2 Ayat1). Butir tersebut menyatakan bahwa pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan setingkat SD sampai dengan SMP secara cuma-cuma, atau minimal murah. Program Bantuan Operasional Sekolah merupakan realisasi dari Undang – Undang tersebut. Dengan adanya Program BOS, seluruh siswa miskin dapat mengecam pendidikan yang bermutu sehingga kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dapat ditingkatkan maka jumlah Angka Partisipasi Kasar dapat meningkat dan berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia.
Permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini adalah bagaimana pengaruh Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SD-SMP dan Angka Partisipasi Kasar terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Lampung. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis hubungan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Angka Partisipasi Kasar terhadap Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) dalam peningkatan SDM di Lampung. Alat analisis yang digunakan dalam penulisan ini adalah analisis deskriptif kualitatif.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada dasarnya pembangunan merupakan rangkaian kegiatan dari
program-program di segala bidang secara menyeluruh, terarah, terpadu, dan berlangsung secara terus menerus dalam rangka mewujudkan masyarakat yang lebih baik. Di samping itu, pembangunan daerah ditujukan untuk meratakan pembangunan,
dalam rangka mempercepat laju pertumbuhan antar daerah dengan pelaksanaan yang sesuai dengan prioritas daerah melalui pengembangan potensi daerah
seoptimal mungkin. Dalam mewujudkan pembangunan nasional, kebijakan pemerintah berdasarkan pada trilogi pembangunan, yaitu: a) pemerataan; b) pertumbuhan ekonomi yang tinggi; serta c) terpeliharanya stabilitas ekonomi yang
makin mantap. Tekanan yang lebih menonjol diberikan pada masalah pemerataan yang menunjukkan peningkatan kehidupan dan harapan rakyat pada kemajuan
pada tahapan pembangunan.
Pembangunan di segala bidang yang dilakukan pemerintah bersama masyarakat melalui tahapan pelita demi pelita telah banyak membawa kemajuan bagi bangsa
Indonesia. Namun, pembangunan itu sendiri juga menyisakan berbagai persoalan dan tuntutan baru seperti kesenjangan sosial, kualitas hidup manusia, kesempatan kerja, hak asasi manusia, keterbukaan, penegakan hukum, lingkungan hidup dan
Menurut United Nations Development Programme (UNDP) (Bappeda, 2009:15),
pembangunan manusia merupakan suatu model pembangunan yang ditujukan
untuk memperluas pilihan bagi penduduk yang dapat ditumbuhkan melalui upaya pemberdayaan penduduk. Hal ini dapat dicapai melalui program pembangunan yang menitik-beratkan pada peningkatan kemampuan dasar manusia yaitu
meningkatnya derajat kesehatan, berupa umur panjang dan hidup sehat,
mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang memadai agar dapat digunakan
untuk mempertinggi partisipasi dalam kegiatan ekonomi produktif serta mendapat penghasilan yang mencukupi
dengan daya beli yang layak.
Arsyad (1999:108) menyatakan pembangunan ekonomi (daerah) adalah suatu
proses pemerintah (daerah) dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah (daerah) dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja atau kesempatan kerja
berdasarkan pertumbuhan ekonomi. Kesempatan kerja merupakan peluang bagi penduduk untuk melaksanakan fungsinya sebagai sumber daya ekonomi dalam
proses produksi untuk memperoleh pendapatan, dan dari pendapatan ini selanjutnya akan menimbulkan daya beli masyarakat serta menimbulkan pasar yang cukup besar yang pada akhirnya penduduk akan memperoleh kesejahteraan
(Mangkoesoebroto, 1986:31).
Dalam setiap pelaksanaan kegiatan pembangunan, jumlah penduduk bukan hanya
berperan sebagai pelaku tetapi juga sebagai sasaran pembangunan. Oleh karena itu pembangunan di Propinsi Lampung diarahkan pada peningkatan kualitas sumber
daya manusia seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan penduduk, perkembangan penduduk diarahkan pada pengendalian kuantitas, pengembangan kualitas serta pengarahan mobilitas
sehingga mempunyai ciri dan karakteristik yang menunjang kegiatan pembangunan.
Tingkat pembangunan berhasil atau tidak dapat dilihat dari besar/kecilnya tingkat
Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM mengukur perbandingan dari harapan hidup, pendidikan, dan standar hidup yang layak. IPM pada dasarnya adalah nilai yang menunjukkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang diukur dari 3 (tiga)
komponen utama, yaitu :
1. Kesehatan diukur dengan Usia yang Panjang dan Sehat atau diukur dengan Angka Harapan Hidup (AHH).
2. Pendidikan diukur dengan Kemampuan baca tulis atau Angka Melek Huruf (AMH) dan angka partisipasi pendidikan yang telah ditamatkan atau Rata-rata
Lama Sekolah (RLS).
3. Ekonomi diukur dengan Standar hidup yang layak dengan pendekatan Produk Domestik Bruto per Kapita pada tingkat konsumsi riil per kapita atau
kemampuan daya beli masyarakat.
Berikut indeks komponen IPM Provinsi Lampung tahun 2003-2008, yaitu: Tabel 1. Indeks Komponen IPM Provinsi Lampung (Persentase)
Tahun 2003-2008
Indeks Kelangsungan
Hidup 68,7 71,0 71,7 72,5 72,95 73,3
Indeks Pengetahuan 77,1 77,6 78,3 78,6 78,91 78,62 Indeks Daya Beli 52,3 56,6 56,4 57,1 57,79 58,26
IPM 66,0 68,4 68,8 69,4 69,89 70,30
Sumber : Balitbangda Lampung, data diolah
63
2003 2004 2005 2006 2007 2008
IPM
Sumber : Balitbangda, data diolah
Gambar 1. Grafik Indeks Pembangunan Manusia Propinsi Lampung Tahun 2003 – 2008
Indeks Pembangunan Manusia semakin meningkat setiap tahunnya. Menurut UNDP, angka IPM ini termasuk ke dalam status menengah atas, kecuali pada
tahun 2003, termasuk ke dalam status pembangunan menengah bawah. Ukuran Indeks Pembangunan Manusia ini tidak memperhitungkan aspek moralitas tetapi hanya memperhitungkan aspek fisikfitas. Aspek fisik yang dianggap cukup
mewakili secara proporsional dalam ukuran pembangunan manusia adalah aspek kesehatan yang diwakili oleh angka harapan hidup, aspek pendidikan, dan aspek
kehidupan manusia ini secara optimal dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia di tengah kehidupan dunia (ukuran UNDP) dan mempertinggi
kinerja pembangunan manusia secara keseluruhan di Indonesia termasuk Propinsi Lampung.
Penggunaan indeks ini cukup memadai, karena dapat merefleksikan sampai sejauh mana upaya dan kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam kerangka
pembangunan manusia, khususnya upaya pembangunan melalui pengentasan kemiskinan serta peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan
partisipasi penduduk dalam pembangunan. Dalam hal ini melalui program BOS dengan memberikan bantuan untuk siswa yang kurang mampu sehingga mereka bisa mengecam pendidikan dan dapat meningkatkan kualitas pendidikan.
Upaya peningkatan sumber daya manusia bertitik tolak pada upaya pembangunan bidang pendidikan. Sejarah perkembangan bangsa – bangsa di dunia menunjukkan bahwa keunggulan suatu bangsa dalam berbagai bidang tidak semata – mata
tergantung pada keunggulan sumber daya alam yang dimilikinya, melainkan oleh keunggulan kualitas sumber daya manusianya yang mampu mengolah dan
memanfaatkan sumber daya yang ada. Semakin tinggi tingkat pendidikan
penduduk diharapkan akan semakin baik kualitas sumber daya manusianya. Maka, beberapa permasalahan pendidikan seperti kesenjangan mendapatkan
kesempatan pendidikan, kualitas pendidikan, partisipasi masyarakat dalam bidang pendidikan, dan relevansi pendidikan dengan kebutuhan lapangan kerja yang makin kompetitif terus mendapat penanganan serius dari pemerintah dan
Salah satu alasan rendahnya partisipasi pendidikan khususnya pada kelompok
miskin adalah tingginya biaya pendidikan baik biaya langsung maupun tidak langsung, sementara biaya tidak langsung meliputi biaya transportasi, kursus,
uang saku dan biaya lain – lain. Program wajib belajar Pendidikan Dasar 9 tahun merupakan salah satu bentuk implementasi dari amanat Pembukaan Undang – Undang Dasar (UUD) 1945 dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Di setiap negara, selalu ada campur tangan pemerintah dalam perekonomian. Tidak ada pemerintahan yang hanya berperan sebagai ”wasit” atau ”polisi, yang hanya berfungsi membuat undang – undang dan peraturan, kemudian menjadi
pelerai jika timbul masalah atau penyelamat bila terjadi kepanikan dalam peraturan ekonomi negerinya. Dalam kancah perekonomian modern, peranan
pemerintah dapat dipilah menjadi empat peran (Dumairy, 1996:158), yaitu: 1. Peran alokatif, yaitu peranan pemerintah dalam mengalokasikan sumber daya
ekonomi yang ada agar pemanfaatannya dapat optimal dan mendukung
efisiensi produksi;
2. Peran distributif, yaitu peranan pemerintah dalam mendistribusikan sumber daya, kesempatan, dan hasil – hasil ekonomi secara adil dan wajar;
3. Peranan stabilisasi, yaitu peranan pemerintah dalam memelihara stabilitas perekonomian dan memulihkannya jika berada dalam keadaan disequilibrium.
4. Peranan dinamisatif, yaitu peranan pemerintah dalam menggerakkan proses pembangunan ekonomi agar lebih cepat tumbuh, berkembang, dan maju.
tersedianya cukup sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Upaya
peningkatan sumber daya manusia bertitik tolak pada upaya pembangunan bidang
pendidikan. Sejarah perkembangan bangsa-bangsa di dunia menunjukkan bahwa keunggulan suatu bangsa dalam berbagai bidang, tidak semata-mata tergantung pada keunggulan sumber daya alam yang dimilikinya, melainkan oleh keunggulan
kualitas sumber daya manusianya yang mampu mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam yang unggul itu. Semakin tinggi tingkat pendidikan
penduduknya, diharapkan akan semakin baik kualitas sumber daya manusianya. Bebagai upaya perlu dilakukan untuk mewujudkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mengaplikasikan keinginan
tersebut. Dengan kata lain, pendidikan merupakan sarana penting untuk
meningkatkan sumber daya manusia. Namun demikian pendidikan adalah suatu
investasi jangka panjang yang tidak mampu menghasilkan dan berdampak seketika. Proses pendidikan memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya yang sangat besar.
Pemerintah melakukan program yang salah satunya adalah Program BOS. Tujuan
program ini adalah untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu. Dengan adanya program BOS, seluruh siswa miskin dapat mengecam pendidikan yang bermutu
sehingga kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dapat ditingkatkan dan menurunkan tingkat putus sekolah. Program BOS dan BKM merupakan wujud
rendah dan berakibat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) suatu daerah/negara menjadi rendah. Berikut gambar dari akar masalah pendidikan yang rendah
sehingga menyebabkan SDM rendah:
Sumber : www.depdiknas .go.id
Gambar 2. Akar Masalah Pendidikan
Keberhasilan pembangunan pendidikan dapat dilihat dari tinggi rendahnya derajat pendidikan masyarakat. Tingginya derajat pendidikan masyarakat dapat dilihat
dari meningkatnya indikator-indikator pendidikan seperti tingginya angka melek huruf dan tingginya angka rata-rata lama sekolah. Agar memperoleh angka dua indikator yang tinggi tentu dibutuhkan sarana dan prasarana pendidikan yang
usia sekolah, juga banyaknya guru yang mengajar telah mencukupi untuk semua murid. Selain jumlah guru yang mencukupi , kualitas gurupun sangat menentukan
berhasil tidaknya suatu pendidikan.
Kebijakan pendanaan pendidikan di Indonesia tertuang dalam PP nomor 48 tahun 2008. Pemerintah menerbitkan kebijakan yang populer untuk mengatasi putus sekolah pada tingkat pendidikan dasar yaitu dengan Bantuan Operasional Sekolah
(BOS). Program penanggulangan putus pendidikan dasar telah banyak diterbitkan. Program yang paling populer saat ini adalah Bantuan Operasional
Sekolah atau yang lebih dikenal dengan BOS. Tujuan pemerintah menciptakan program BOS ini adalah agar semua anak terutama dari keluarga miskin dapat mencapai kelulusan pada tingkat pendidikan dasar.
Dengan adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia (tahun 1998), pemerintah memberikan beasiswa kepada siswa dari keluarga miskin melalui program Jaring
Pengaman Sosial (JPS) bidang pendidikan. Sejak tahun 2001 sampai Juni 2005, pemerintah telah mengalokasikan sebagian dari penghematan subsidi BBM yang kemudian dialokasikan sebagai Dana Bantuan Khusus Murid (BKM) bagi
keluarga miskin. Untuk periode Juli–Desember 2005, pemerintah menegaskan untuk melakukan perubahan penerima langsung dana tersebut, dari keluarga ke
sekolah berupa Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Program BOS ini didasarkan pada jumlah siswa yang terdaftar dalam satu sekolah. Sejak Juli 2005, pemerintah
telah menyerahkan dana BOS ke seluruh sekolah SD dan SMP, dan secara terbatas masih
melanjutkan program BKM. Mekanisme alokasi bantuan yang baru ini telah banyak
mengubah anggaran pendidikan dasar dan pendidikan menengah pertama. Perubahan ini
operasional sekolah. Program BOS mencakup sekitar 41 juta siswa dengan rincian 62
persen berada pada jenjang sekolah dasar dan 38 persen pada pendidikan sekolah
menengah pertama. Program BOS telah menyalurkan sebanyak Rp 5.3 triliun antara Juni–
Desember 2005 dan selanjutnya Rp 11.12 triliun di tahun 2006, atau sekitar 25 persen
dari keseluruhan anggaran pemerintah pusat untuk sektor pendidikan. Dana BOS
disalurkan secara langsung ke sekolah. Sekolah harus memiliki nomor rekening bank
yang akan digunakan untuk menyimpan dana tersebut untuk mencegah terjadinya
kebocoran, serta untuk meningkatkan transparansi.
Bantuan Operasional Sekolah atau BOS diluncurkan berdasarkan Join
management Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak
(PKPS-BBM) Bidang Pendidikan antara Depdiknas dan Depag. Salah satu unsur dalam pendanaan pendidikan adalah Biaya Satuan Pendidikan (BSP). Salah satu
unsur dalam BSP adalah biaya operasional baik personal maupun non-personal.
BOS adalah bantuan operasional sekolah yang diarahkan untuk biaya non-personal. Kebijakan pemberian bantuan ini bertujuan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu dan meringankan bagi siswa lain, agar
mereka memperoleh layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penuntasan wajar 9 tahun. Salah satu indikator penuntasan program
Wajib Belajar 9 Tahun diukur dengan Angka Partisipasi Kasar (APK) tingkat SMP. Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh bertambahnya penduduk miskin akibat pengurangan subsisi BBM. Penduduk miskin ini secara finansial tidak mampu
lagi untuk membiayai pendidikan bagi putra-putrinya. Hal ini sungguh mengancam kesuksesan program wajib belajar 9 tahun yang ditargetkan akan
Berikut data mengenai Angka Partisipasi Kasar SD dan SMP adalah sebagai
berikut :
Tabel 2. Angka Partisipasi Kasar SD dan SMP di Lampung (Persentase)
TAHUN TINGKAT SEKOLAH
SD SMP
Sumber : BPS Lampung
Angka Partisipasi Kasar (BPS, 05/12/2009) adalah rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang sedang bersekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu. Pada
tahun 2005, Pemerintah Indonesia mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan merealokasi sebagian besar anggarannya pada empat program besar,
yaitu program pendidikan, kesehatan, infrastruktur perdesaan, dan subsidi langsung tunai (SLT). Salah satu program di bidang pendidikan adalah Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang menyediakan bantuan bagi sekolah dengan
tujuan membebaskan siswa dari iuran sekolah dalam rangka mendukung pencapaian Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajardikdas) Sembilan
Tahun. Melalui program ini, pemerintah pusat memberikan dana kepada sekolah-sekolah setingkat SD dan SMP. Program ini mulai dilaksanakan pada Juli 2005 bersamaan dengan awal Tahun Ajaran 2005/2006. Pemerintah Lampung juga ikut
UUD 1945 dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, sejak tahun 2005 pembiayaan pendidikan terus diupayakan
ditingkatkan secara signifikan untuk secara bertahap mencapai 20 persen dari APBN dan minimal 20 % dari APBD.
Program BOS yang dilaksanakan antara tahun 2005 – tahun 2008 di Indonesia
sudah mencapai 1,06 juta siswa untuk jenjang SD/MI, 679,3 ribu siswa untuk jenjang SMP/MTs. Sejak tahun 2005, Pemerintah menyediakan dana bantuan operasional sekolah (BOS) untuk mendukung program Wajib Belajar Pendidikan
Dasar Sembilan Tahun. Alokasi dana BOS sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 terus meningkat, yaitu Rp5,1 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp11,9 triliun
pada tahun 2008. Pada tahun 2008, BOS yang disalurkan mencapai Rp. 11,9 trilyun untuk 42 juta murid sekolah SD/MI/setara dan SMP/MTs/setara, serta Rp. 358,3 Milyar untuk BOS Buku. Dana BOS rata-rata per-siswa tingkat SD sebesar
Rp. 254.000/murid/tahun, sedangkan untuk SMP sebesar
Rp.354.000/murid/tahun. Pada tahun 2009, pemerintah telah menaikkan dana
bantuan operasional sekolah(BOS) SD/MI dan SMP/MTs sebesar 50% dari tahun sebelumnya. Untuk siswa SD/MI di perkotaan dari Rp. 254.000,-/siswa/tahun menjadi Rp. 400.000,-/siswa/tahun, di kabupaten dari Rp. 254.000,-/siswa/tahun
menjadi Rp. 397.000,- siswa/tahun. Bantuan Operasional Sekolah untuk
SMP/MTs di perkotaan naik dari Rp. 354.000,- siswa/tahun menjadi Rp 575.000,-
siswa/tahun, di kabupaten dari Rp. 354.000,- siswa/tahun menjadi Rp. 579.000,- siswa/tahun.
Berbagai macam kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah dalam meningkatkan
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sehingga dapat meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), salah satunya adalah program Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) yang ditujukan pada pelajar SD dan SMP. Pada Tabel 1 terlihat angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terus meningkat dan begitu juga dengan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dikucurkan
pemerintah dan Angka Partisipasi Kasar (APK) di Lampung. Tetapi, dengan semakin meningkatnya IPM, apakah program BOS memberikan pengaruh
terhadap IPM di Propinsi Lampung dalam peningkatan SDM di Lampung, maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penulisan ini yaitu:
” Bagaimana hubungan Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SD-SMP
dan Angka Partisipasi Kasar terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Lampung? ”
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan proposal skripsi ini, yaitu:
1. Mengetahui dan menganalisis hubungan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dalam peningkatan SDM di
Lampung.
1.4 Kerangka Pemikiran
Salah satu alat untuk mengukur keberhasilan pembangunan antara lain dengan
menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM merupakan suatu indeks komposit yang mencakup tiga bidang pembangunan manusia yang dianggap sangat mendasar yaitu usia hidup, pengetahuan, dan standar hidup yang layak.
Pembangunan manusia yang berhasil akan membuat usia rata – rata
masyarakatnya meningkat; usaha pembangunan juga ditandai dengan peningkatan
pengetahuan yang bermuara pada peningkatan kualitas SDM. Pencapaian dua hal tersebut selanjutnya akan meningkatkan mutu hidup dalam arti hidup layak. Pemerintah Provinsi Lampung telah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Lampung melalui peningkatan anggaran pendidikan. Di bidang kesehatan, pemerintah meluncurkan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia antara lain dengan program Gakin dan didukung
oleh program-program nasional untuk daerah, seperti Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP),
Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT), dan seterusnya.
Pendidikan merupakan salah satu bentuk investasi dalam sumber daya manusia.
Pendidikan memberikan sumbangan langsung terhadap pertumbuhan pendapatan nasional maka dari itu, kemajuan di bidang pendidikan diharapkan dapat
menciptakan kualitas sumber daya manusia yang maju dan mandiri. (Mulyadi
Kebijakan pembangunan pendidikan dalam kurun waktu 2004 – 2009 meliputi peningkatan akses rakyat terhadap pendidikan yang lebih berkualitas melalui
peningkatan pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan pemberian akses yang lebih besar kepada kelompok masyarakat yang selama ini kurang mendapat jangkauan layanan pendidikan, seperti masyarakat miskin,
masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, masyarakat di daerah – daerah konflik, ataupun masyarakat penyandang cacat. Indikator dari penuntasan
program wajib belajar 9 tahun adalah Angka Partisipasi Kasar (APK). Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk
kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu. APK menunjukkan tingkat partisipasi penduduk secara umum di suatu tingkat
pendidikan. APK merupakan indikator yang paling sederhana untuk mengukur daya serap penduduk usia sekolah di masing-masing jenjang pendidikan.
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah Program Pemerintah untuk
menyediakan pendanaan biaya nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar pelaksanaan program wajib belajar. Namun demikian, dana BOS dimungkinkan untuk membiayai beberapa kegiatan lain yang tergolong dalam biaya personalia
dan biaya investasi.
Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bertujuan untuk memberikan bantuan kepada sekolah dalam rangka membebaskan iuran siswa, tetapi sekolah
bagi siswa yang lain, agar mereka memperoleh layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penuntasan wajib belajar 9 tahun.
Program BOS dan BKM merupakan wujud kepedulian pemerintah dalam dunia
pendidikan, yang secara signifikan telah memberikan kontribusi terhadap peningkatan Indek Pembangunan Manusia (IPM). Seperti yang telah dilakukan Pemerintah Jawa Barat, program BOS sangat berdampak terhadap Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). Setiap peningkatan IPM dibarengi dengan
masuknya Program BOS yang dicanangkan pemerintah untuk meningkatkan akses
pendidikan dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
Fungsi output berhubungan dengan sumber daya manusia dan dapat digambarkan dari skema fungsi berikut ini:
Q = f (N, K) Di mana:
Q = output
N = tenaga kerja
K = modal
Berdasarkan fungsi di atas, N (tenaga Kerja) merupakan Sumber Daya Manusia
(SDM) yang harus produktif sehingga menghasilkan keluaran yang berkualitas tinggi. Cara meningkatkan SDM pemerintah melakukan program yang salah
satunya adalah Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Faktor yang mempengaruhi SDM tinggi di antaranya tingkat kesehatan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan sehingga menghasilkan Sumber Daya Manusia yang
Salah satu indikator dasar yang digunakan untuk melihat akses pada pendidikan khususnya bagi penduduk usia sekolah adalah Angka Partisipasi Kasar. Angka
Partisipasi Kasar ini merupakan salah satu indikator yang biasa digunakan untuk melihat tingkat partisipasi penduduk dalam proses kegiatan pendidikan formal.
Angka Partisipasi Kasar ini dapat mempengaruhi besar kecilnya indeks
pengetahuan. Indeks pengetahuan merupakan bagian dari Indeks Pembangunan
Manusia. Peningkatan pada Angka Partisipasi Kasar sangat mempengaruhi indeks pengetahuan sehingga dapat menggolongkan Indeks Pembanguna Manusia ke
arah yang lebih baik, meskipun masih didukung dengan indeks – indeks yang lain. Pada akhirnya Program BOS dapat mempengaruhi Angka Partisipasi Kasar
kemudian mempengaruhi indeks pengetahuan dan berakhir pada peningkatan
kualitas Sumber Daya Manusia yang dilihat dari kenaikan Indeks Pembangunan Manusia. Jadi, Penulis memperkirakan bahwa Program BOS dan Angka Partsipasi Kasar mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Lampung sebagai
andil dalam meningkatkan sumber daya manusia (SDM).
1.5 Sistematika Penulisan
Penulisan ini terdiri dari lima bab, yaitu :
Bab I Pendahuluan yang berisikan Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan Penulisan, Kerangka Pemikiran, dan Sistematika Penulisan.
Bab III Metode Penelitian yang berisikan Data dan Sumber Data, Alat Analisis, dan Gambaran Umum Pendidikan Propinsi Lampung.
Bab IV Hasil Perhitungan dan Pembahasan. Bab V Simpulan dan Saran.
DAFTAR PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekonomi Publik
Ekonomi Publik merupakan suatu cabang ilmu ekonomi yang menganalisis peran pemerintah dalam perekonomian, dan dampak kebijakan pemerintah dalam bidang fiskal dalam suatu perekonomian (Mangkusubroto; 2000).
2.2 Peran Pemerintah
Peran pemerintah dapat dibagi menjadi empat macam kelompok peran (Dumairy, 1996:158), yaitu:
a) Peran alokatif, yakni peranan pemerintah dalam mengalokasikan sumber daya ekonomi yang ada agar pemanfaatannya dapat optimal dan mendukung efisiensi produksi. Tujuan alokasi atau alokasi sumber – sumber daya ekonomi (Marselina, 2006:5) adalah usaha untuk memanfaatkan segala barang dan jasa dalam
masyarakat sebaik – baiknya untuk mencapi tujuan yang telah ditetapkan sehingga terhindar dari segala macam pemborosan termasuk pengangguran, idle capacity.
b) Peran distributif, yakni peranan pemerintah dalam mendistribusikan sumber daya, kesempatan dan hasil – hasil ekonomi secara adil dan wajar. Tujuan
menggunakan instrumen fiskal seperti pajak progrsif, perluasan kesempatan kerja, pemerataan pembangunan.
c) Peran stabilisatif, yakni peranan pemerintah dalam memelihara stabilitas perekonomian dan memulihkannya jika berada keadaan disequilibrium. Tujuan pokok stabilisasi adalah mengurangi atau menghilangkan fluktuasi kehidupan ekonomi akibat depresi, inflasi, defisit neraca pembayaran dan tingkat
pengangguran yang tinggi.
d) Peran dinamisatif, yakni peranan pemerintah dalam menggerakkan proses pembangunan ekonomi agar lebih cepat tumbuh, berkembang dan maju.
Berdasarkan definsi di atas, fungsi alokatif, distributif, stabilisatif, dan dinamisatif adalah sangat penting di mana setiap fungsi dalam pendidikan mempunyai
peranan masing – masing untuk memajukan semua sektor, salah satunya adalah sektor pendidikan, di mana peranannya adalah mengatur pendanaan yang sesuai untuk pendidikan. Menurut Suparmoko, fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi pada umumnya lebih efektif dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, sedangkan fungsi alokasi pada umumnya akan lebih efektif dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, karena daerah pada umumnya lebih mengetahui kebutuhan serta standar pelayanan masyarakat.
Menurut Adam Smith, peran pemerintah terbagi dalam 3 peran, yaitu: a) Mempertahankan keamanan dan pertahanan
b) Menyelenggarakan peradilan
Tujuan dari campur tangan pemerintah, (Marselina, 2006:12) adalah:
1. Menjamin agar pemenuhan hak untuk setiap individu tetap terwujud dan penindasan dapat dihindari.
2. Menjaga agar perekonomian dapat tumbuh dan mengalami perkembangan yang teratur dan stabil.
3. Mengawasi kegiatan – kegiatan perusahaan, terutama perusahaan besar yang bisa mempengaruhi pasar, agar tidak menjalankan praktek – praktek monopoli yang merugikan.
4. Menyediakan barang bersama (common goods) yaitu barang – barang yang penggunaannya dilakukan secara kolektif oleh masyarakat agar tercipta
kesejahteraan sosial.
5. Mengawasi agar eksternalitas kegiatan ekonomi yang merugikan dapat dihindari atau dikurangi.
Bentuk campur tangan pemerintah meliputi: 1. Membuat peraturan
2. Menjalankan kebijaksanaan fiskal dan moneter 3. Secara langsung menjalankan kegiatan ekonomi.
Menurut Suparmoko, (2000:28) fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi pada umumnya lebih efektif dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, sedangkan fungsi alokasi pada umumnya akan lebih efektif dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, karena daerah pada umumnya lebih mengetahui kebutuhan serta standar
2.3 Kebijakan Subsidi Oleh Pemerintah
Menurut M.Suparmoko (2001: ), definisi Subsidi adalah pajak yang negative (negative tax), artinya masyarakat bukannya akan kehilangan sejumlah dana melainkan justru akan mendapatkan dana atau pelayanan dari pemerintah. Subsidi dapat dalam bentuk penurunan harga, pemberian uang (natura) ataupun dalam bentuk pelayanan atau barang (innatura).
2.3.1 Subsidi dalam Bentuk Uang
Subsidi bentuk ini diberikan oleh pemerintah kepada konsumen sebagai tambahan penghasilan atau kepada produsen untuk dapat menurunkan harga barang.
Keunggulan subsidi dalam bentuk uang kepada konsumen:
a. Lebih murah bagi pemerintah daripada subsidi dalam bentuk penurunan harga, b. Memberikan kebebasan dalam membelanjakannya.
2.3.2 Subsidi dalam Bentuk Barang
Subsidi dalam bentuk barang adalah subsidi yang dikaitkan dengan jenis barang tertentu yaitu pemerintah menyediakan suatu jenis barang tertentu dengan jumlah yang tertentu pula kepada konsumen tanpa dipungut bayaran atau pembayaran dibawah harga pasar. Pengaruh subsidi innatura adalah:
a. Mengurangi jumlah pembelian untuk barang yang disubsidi tetapi konsumsi total bertambah, misalkan pemerintah memberikan subsidi pangan tanpa harga dengan syarat konsumen tidak boleh menjual kembali barang tersebut.
c. Konsumsi menjadi terlalu tinggi (overconsumption), hal ini terjadi jika jumlah yang disediakan oleh pemerintah lebih besar daripada jumlah sesungguhnya yang tersedia untuk dibeli konsumen, misalkan suatu keluarga dengan 2 orang anak disubsidi rumah dengan 3 kamar tidur. Padahal kalau subsidi dalam bentuk uang, keluarga itu hanya akan menggunakan rumah dengan 2 kamar tidur.
d. Konsumsi menjadi terlalu rendah (underconsumption), hal ini terjadi kalau jumlah subsidi yang disediakan oleh pemerintah lebih kecil daripada jumlah yang diharapkan oleh konsumen, misalkan pemerintah menyediakan rumah bersubsidi tipe 36 dengan 2 kamar tidur saja padahal yang dibutuhkan konsumen rumah dengan tipe 54 dengan 3 kamar tidur.
2.3.3 Efek Positif Subsidi
Kebijakan pemberian subsidi biasanya dikaitkan kepada barang dan jasa yang memiliki positif eksternalitas dengan tujuan agar untuk menambah output dan lebih banyak sumber daya yang dialokasikan ke barang dan jasa tersebut, misalnya pendidikan dan teknologi tinggi.
2.3.4 Efek Negatif Subsidi
Secara umum efek negatif subsidi adalah:
kesempatan (opportunity cost) maka terjadi pemborosan dalam penggunaan sumber daya untuk memproduksi barang yang disubsidi.
2. Subsidi menyebabkan distorsi harga.
Menurut Basri, subsidi yang tidak transparan dan tidak well-targeted akan mengakibatkan:
a. Subsidi besar yang digunakan untuk program populis cenderung menciptakan distorsi baru dalam perekonomian
b. Subsidi menciptakan suatu inefisiensi
c. Subsidi tidak dinikmati oleh mereka yang berhak
2.4 Pembangunan Ekonomi
Pembangunan adalah proses perubahan sistem yang direncanakan ke arah perbaikan yang orientasinya pada modernisasi pembangunan bangsa dan kemajuan sosial ekonomis. Menurut Syamsi (Desember 1994; 23) konsep
pembangunan itu merupakan kunci pembuka bagi pengertian baru tentang hakekat proses administrasi pada setiap negara dan sifatnya dinamis. Pembangunan akan dapat berjalan lancar, apabila disertai dengan administrasi yang baik. Administrasi pembangunan menunjukkan betapa kompleksnya organisasi pemerintah, sistem manajemennya dan proses kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuannya
swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja atau kesempatan kerja
berdasarkan pertumbuhan ekonomi. Menurut Michael P. Todaro ( 1981 : 96-97 ), pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup perubahan struktur, sikap hidup dan kelembagaan, selain mencakup peningkatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan distribudi pendapatan dan pemberantasan kemiskinan. Menurut Irawan dan Suparmoko (1990 : 5 ), pembangunan ekonomi adalah usaha–usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil perkapita.
2.5 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indeks Pembangunan Manusia merupakan suatu indeks komposit yang mencakup tiga bidang pembangunan manusia yang dianggap sangat mendasar yaitu usia hidup, pengetahuan, dan standar hidup yang layak (Wikipedia, 26-06/2009). Pembangunan manusia yang berhasil akan membuat usia rata – rata
masyarakatnya meningkat; usaha pembangunan juga ditandai dengan peningkatan pengetahuan yang bermuara pada peningkatan kualitas SDM. Pencapaian dua hal tersebut selanjutnya akan meningkatkan mutu hidup dalam arti hidup layak. IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju , negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh
dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup.
sehat (diukur dari usia harapan hidup), terdidik (diukur dari tingkat kemampuan membaca-tulis orang dewasa dan tingkat pendaftaran di sekolah dasar, lanjutan dan tinggi) dan memiliki standar hidup yang layak (diukur dari paritas daya beli/penghasilan). Indeks ini memberikan sudut pandang yang lebih luas untuk menilai kemajuan manusia serta meninjau hubungan yang rumit antara
penghasilan dan kesejahteraan. Berikut skema Indeks Pembangunan Manusia :
Sumber : BPS
Gambar 3. Indeks Pembangunan Manusia
Tabel 3. Status Pembangunan Manusia Menurut Kategori dan Kriteria
Tingkat Status Kriteria
Rendah IPM < 50
Menengah Bawah 50 ≤ IPM < 66
Menengah Atas 66 ≤ IPM < 80
Tinggi IPM ≥ 80
Sumber : BAPPEDA, 2009
Di samping itu, IPM juga dapat digunakan untuk mengukur tingkat kemajuan pencapaian terhadap sasaran ideal (IPM = 100) yang biasa disebut reduksi shortfall per tahun. Angka tersebut mengukur rasio pencapaian kesenjangan
antara jarak yang sudah ditempuh dengan yang harus ditempuh untuk mencapai kondisi yang ideal. Dalam pengertian sehari – hari shortfall dikatakan sebagai suatu kepekaan terhadap perlakuan yang diberikan berkaitan dengan
pembangunan manusia. Semakin tinggi nilai reduksi shortfall di suatu wilayah, maka semakin cepat kenaikan IPM yang dicapai dalam suatu periode.
Sumber : BPS
IPM merupakan angka agregat yang dapat diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh – shortfall - suatu wilayah untuk mencapai nilai maksimum 100 yang berarti bahwa pembangunan manusia secara keseluruhan tersebut telah tercapai. Bagi suatu wilayah, angka IPM yang diperoleh menggambarkan kemajuan pembangunan manusia di daerah tersebut. Jika angka IPM tersebut masih rendah atau masih jauh dari angka 100 berarti jarak yang ditempuh untuk mencapai tujuan masih jauh. Hal ini merupakan tantangan yang harus dihadapi, dan upaya-upaya apa yang harus dilakukan untuk memperpendek jarak ke angka tujuan tersebut. Kecenderungan perkembangan angka IPM, semakin dekat ke arah tujuan (angka 100) maka perkembangannya semakin pelan sebaliknya untuk angka IPM yang masih rendah maka perkembangan untuk mencapai tujuan semakin cepat.
Rumus Indeks Pembangunan Manusia:
IPM = 1/3 ( X
1+ X
2+ X
3)
di mana:
X1 : Indeks Harapan Hidup X2 : Indeks Pendidikan
X3 : Indeks Standar Hidup Layak
di mana :
Ii : Indeks komponen IPM ke I, di mana i = 1, 2, 3 Xi : Nilai indikator komponen IPM ke i
Max (Xi) : Nilai maksimum Xi Min (Xi) : Nilai minimum Xi
Nilai maksimum dan minimum yang digunakan dalam penghitungan IPM menurut UNDP, yaitu:
Tabel 4. Nilai Maksimum dan Minimum Perhitungan IPM
Indikator Komponen IPM Minimum Nilai Maksimum Nilai Angka harapan hidup (e0) 25,0 85,0
Angka melek huruf (Lit) 0 100
Rata – rata lama sekolah MYS) 0 15 Purchasing Power Parity (PPP) Rp. 300.000,00 Rp. 857.000,00
Masing – masing indeks dalam IPM dan rumus perhitungannya meliputi: 1. Indeks Harapan Hidup
Angka ini menunjukkan jumlah tahun yang diharapkan yang dapat dinikmati penduduk suatu wilayah. Dengan memasukkan informasi mengenai angka
kelahiran dan kematian per tahun variable e0 diharapkan akan mencerminkan rata – rata dalam hidup sekaligus sehat. Sulitnya mendapatkan informasi orang yang meninggal pada kurun waktu tertentu, maka untuk menghitung angka harapan hidup digunakan metode tidak langsung
2. Indeks Pendidikan
pengetahuan, di mana Lit merupakan proporsi penduduk yang memiliki kemampuan baca tulis dalam suatu kelompok penduduk secara keseluruhan. Sedangkan angka MYS merupakan gambaran terhadap keterampilan yang dimiliki penduduk.
Rumus umum MYS adalah:
fi
fixSi
MYS
Indeks Pendidikan digunakan rumus : IP = 2/3 Indeks Lit + 1/3 Indeks MYS
3. Indeks Standar Hidup Layak
Untuk mengukur dimensi standar hidup layak, UNDP menggunakan indikator yang dikenal dengan pendapatan per kapita (GDP). Untuk penghitungan IPM sub nasional (propinsi/kabupaten/kota) tidak memakai PDRB per kapita. Alasannya karena PDRB per kapita hanya mengukur produksi suatu wilayah dan tidak mencerminkan daya beli riil masyarakat yang merupakan concern IPM. Penghitungan Indeks Standar Hidup Layak digunakan rumus :
di mana:
Q(i, j) : Jumlah komiditi j (unit) yang dikonsumsi di kabupaten di kabupaten X periode ke-i
2.6 Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Program BOS yang dilaksanakan mulai Tahun Ajaran 2005/2006 merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi masalah pendanaan pendidikan. Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah Program Pemerintah untuk menyediakan pendanaan biaya nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar pelaksanaan program wajib belajar. Namun demikian, dana BOS dimungkinkan untuk membiayai beberapa kegiatan lain yang tergolong dalam biaya personalia dan biaya investasi.
Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bertujuan untuk memberikan bantuan kepada sekolah dalam rangka membebaskan iuran siswa, tetapi sekolah tetap dapat mempertahankan mutu pelayanan pendidikan kepada masyarakat dan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu dan meringankan bagi siswa yang lain, agar mereka memperoleh layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penuntasan wajib belajar 9 tahun. Tujuan diadakannya BOS, yaitu:
1. Secara Umum
Untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu.
2. Secara Khusus
b. Menggratiskan seluruh siswa SD Negeri dan SMP Negeri terhadap biaya operasional sekolah, kecuali pada Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)
c. Meringankan beban biaya operasional bagi siswa di sekolah swasta
Biaya Satuan BOS tahun 2008 yaitu dana BOS rata-rata per-siswa tingkat SD sebesar Rp. 254.000/murid/tahun, sedangkan untuk SMP sebesar Rp.
354.000/murid/tahun.
Biaya Satuan BOS tahun 2009 :
SD/MI pada Kotamadya : Rp. 400.000/siswa/tahun SD/MI pada Kabupaten : Rp. 397.000/siswa/tahun
SMP/SMPLB/SMPT pada Kotamadya : Rp. 575.000/siswa/tahun SMP/SMPLB/SMPT pada Kabupaten : Rp. 570.000/siswa/tahun Biaya satuan ini sudah termasuk untuk BOS BUKU.
2.4.1 Jenis Biaya Pendidikan
Menurut PP No 48 Tahun 2008:
Biaya Satuan Pendidikan: biaya penyelenggaraan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan
Biaya Penyelenggaraan dan/atau Pengelolaan Pendidikan:biaya
Biaya Pribadi Peserta Didik:biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
Biaya Satuan Pendidikan
Biaya satuan pendidikan terdiri dari:
Biaya investasi adalah biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sdm, dan modal kerja tetap.
Biaya operasi, terdiri dari biaya personalia dan biaya nonpersonalia. Bantuan biaya pendidikan yaitu dana pendidikan yang diberikan kepada
peserta didik yang orang tua atau walinya tidak mampu membiayai pendidikannya
Beasiswa adalah bantuan dana pendidikan yang diberikan kepada peserta didik yang berprestasi.
Biaya Personalia dan Nonpersonalia
Biaya personalia terdiri dari gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta tunjangan-tunjangan yang melekat pada gaji.
Biaya nonpersonalia adalah biaya untuk bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain – lain.
2.4.2 Tim Manajemen BOS
Tim Manajemen BOS Propinsi :
Kepala Dinas Pendidikan Propinsi.
Tim Pelaksana BOS 1. Ketua Tim
2. Sekretaris
3. Bendahara/Bendahara Pengeluaran Pembantu 4. Unit Pendataan SD/SDLB
5. Unit Pendataan SMP/SMPLB/SMPT 6. Unit Monev SD/SDLB
7. Unit Money SMP/SMPLB/SMPT
8. Unit Pengaduan dan Penyelesaian Masalah
Tim Manajemen BOS Kabupaten/Kota
Penanggungjawab : Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota Tim Pelaksana
a. Manajer
b. Unit Pendataan
c. Unit Money dan Penyelesaian Masalah d. Unit Publikasi/Humas
Tim Manajemen BOS Sekolah :
Penanggungjawab: Kepala Sekolah.
2.4.3 Mekanisme Pelaksanaan Alokasi Penerima BOS
Berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan Bantuan Operasional Sekolah 2005, bahwa mekanisme pelaksanaan alokasi program BOS adalah sebagai berikut :
a. Tim ProgramKompensasi Pengurangan Subsidi BBM (PKPS BBM) Pusat mengumpulkan data jumlah siswa per sekolah melalui Tim PKPS kabupaten/kota, kemudian menetapkan alokasi dana BOS tiap propinsi.
b. Atas dasar data jumlah siswa per sekolah, tim pusat membuat draft alokasi dana BOS per kabupaten/kota dan mengirimkan kepada tim PKPS BBM propinsi dan tim PKPS BBM kabupaten/kota untuk diverifikasi dengan melampirkan data jumlah siswa per sekolah di kabupaten/kota tersebut sebagai bahan acuan
kabupaten/kota dalam menetapkan alokasi di tiap sekolah.
c. Tim PKPS BBM kabupaten/kota menetapkan sekolah penerima BOS melalui surat keputusan (SK) yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan
kabupaten/kota dan Kepala Departemen Agama kabupaten/kota.
Gambar 5. Alur Penerimaan Data Jumlah Siswa Tim PKPS BBM
Pusat Tim PKPS BBM Propinsi
Tim PKPS BBM Kab/Kota
Sekolah 1. Menetapkan alokasi
BOS & BKM tiap Propinsi
2. Menetapkan alokasi BOS & BKM tiap kab/kota
Permintaan data sekolah & siswa
Rekap data tiap prop & kab/kota
Rekap data tiap kab/kota
Perminta an data sekolah & siswa
Pengiriman data sekolah & siswa
Gambar 6. Alur Alokasi dan Seleksi
Dalam menetapkan alokasi dana BOS tiap sekolah perlu dipertimbangkan bahwa dalam satu tahun anggaran terdapat dua periode tahun pelajaran yang berbeda, sehingga perlu acuan sebagai berikut:
1. Alokasi BOS tiap sekolah untuk periode Januari – Juni 2006 didasarkan pada jumlah siswa tahun pelajaran 2005 – 2006.
2. Alokasi BOS tiap sekolah periode Juli – Desember 2006 didasarkan pada data jumlah siswa per tahun pelajaran 2006/2007. Oleh karena itu, setiap sekolah diminta agar mengirim data jumlah siswa ke tim PKPS BBM kab/kota, segera setelah masa pendaftaran 2006.
Rekening Sekolah
Rekap alokasi BOS & BKM tiap sekolah dan kab/kota
SK alokasi
penerima BKM Verifikasi & SK alokasi tiap sekolah. Kirim SK ke sekolah dan Pos/Bank Alokasi BOS & BKM tiap propinsi
Gambar 7. Mekanisme Penyaluran Dana BOS
2.4.4 Penggunaan Dana BOS
Penggunaan dana BOS di sekolah/madarasah harus didasarkan pada kesepakatan dan keputusan bersama antara kepala sekolah/ dewan guru dan komite sekolah yang harus didaftarkan sebagai salah satu sumber penerimaan dalam RAPBS, di samping dana yang diperoleh Pemda atau sumber lain (Block Grant, hasil unit produksi, sumbangan lain, dan sebagainya). Khusus untuk Pesantren Salafiah, penggunaan dana BOS didasarkan pada kesepakatan dan keputusan bersama antara Penanggung jawab Program dengan Pengasuh Pondok Pesantren dan disetujui oleh Kasi PD PONTREN (Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren) Kantor Departemen Agama kabupaten/kota. Bagi sekolah keagamaan non Islam, dalam penggunaan dana BOS kepala sekolah/penanggung jawab program harus
DINAS PENDIDIKAN PROPINSI
SATKER PKPS BBM PROPINSI
KPPN
PROPINSI BANK KPPN
REKENING SATKER PROPINSI DI LEMBAGA PENYALUR
REKENING SEKOLAH Menerbitkan
SPM Menerbitkan SP2D
meminta persetujuan dari Kasi PEMBINAS (Pembimbingan Masyarakat) Departemen Agama.
BOS harus menjadi salah satu sumber pembiayaan dalam RAPBS (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah) di samping dana yang diperoleh dari Pemda atau sumber lain. Penggunaan BOS harus berdasarkan kesepakatan dengan Komite Sekolah/Madrasah. Khusus untuk salafiah penggunaan dana BOS
berdasarkan kesepakatan antara Penanggung jawab program dengan Pengasuh Pondok Pesantren, disetujui Kasi PEKAPONTREN (Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren) kabupaten/kota. Bagi sekolah keagamaan non Islam,
penggunaan dana BOS berdasarkan kesepakatan antara kepala
sekolah/penanggung jawab program disetujui oleh PEMBINAS (Pembimbing Masyarakat).
BOS boleh digunakan untuk:
1. Pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka Penerimaan Siswa Baru, biaya pendaftaran, pengadaan formulir, administrasi pendaftaran dan pendaftaran ulang. 2. Pembelian bahan – bahan habis pakai, misalnya kapur tulis, pensil, bahan praktikum, buku induk siswa, buku inventaris, langganan koran, gula, kopi, dan teh untuk kebutuhan sehari – hari di sekolah.
3. Pembiayaan kegiatan kesiswaan program remediasi, program pengayaan, olah raga, kesenian, karya ilmiah remaja, pramuka, palang merah remaja dan
sejenisnya.
5. Pengembangan profesi guru.
6. Pembiayaan perawatan sekolah: pengecatan, perbaikan atap bocor, perbaikan pintu dan jendela, dan perbaikan lainnya.
7. Pembiayaan langganan daya dan jasa: listrik, air, telepon, termasuk untuk pemasangan baru jika sudah ada jaringan di sekitar sekolah.
8. Pembayaran honorarium guru dan tenaga kependidikan honorer sekolah yang tidak dibiayai dari pemerintah atau pemerintah daerah. Tambahan insentif bagi kesejahteraan guru PNS ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah daerah. 9. Pemberian bantuan biaya transportasi bagi siswa miskin.
10. Khusus untuk pesantren salafiah dan sekolah keagamaan non Islam, dana BOS dapat digunakan untuk biaya asrama dan membeli peralatan ibadah.
11. Pembiayaan pengelolaan BOS.
12. Bila seluruh komponen di atas telah terpenuhi pendanaannya dari BOS dan masih terdapat sisa dana, maka sisa dana tersebut dapat digunakan untuk membeli alat peraga, media pembelajaran dan mebeler sekolah.
Penggunaan dana BOS untuk transportasi dan uang lelah bagi guru PNS
diperbolehkan hanya dalam rangka penyelenggaraan suatu kegiatan sekolah selain kewajiban jam mengajar. Besaran/satuan biaya untuk keperluan di atas harus mengikuti batas kewajaran. Pemerintah daerah diharapkan mengeluarkan
peraturan terhadap penetapan batas kewajaran tersebut di daerah masing – masing dengan mempertimbangkan faktor geografis.
Dana BOS tidak boleh digunakan untuk :
2. Dipinjamkan kepada pihak lain.
3. Membayar bonus, transportasi, atau pakaian yang tidak berkaitan dengan kepentingan murid.
4. Membangun gedung, ruangan baru.
5. Membeli peralatan/bahan yang tidak mendukung proses pembelajaran. 6. Menanamkan saham.
7. Membiayai segalan jenis kegiatan yang telah dibiayai dari sumber dana pemerintah pusat atau daerah, misalnya guru kontrak/guru bantu dari kelebihan jam mengajar.
2.4.5 Ketentuan Sekolah Penerima Dana BOS
Berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Bantuan Operasional Sekolah 2005, sekolah yang menyatakan menerima BOS dibagi menjadi 2 kelompok, dengan hak dan kewajiban sebagai berikut:
1. Sekolah penerima BOS
a) Semua Sekolah/Madrasah/Salafiah berhak untuk memperoleh BOS. Khusus sekolah swasta harus memiliki ijin operasional (piagam penyelenggaraan pendidikan). Sekolah/Madarasah/Salafiah yang bersedia menerima BOS harus menandatangani Surat Perjanjian Pemberian Bantuan serta bersedia mengikuti penentuan yang tertuang dalam buku petunjuk pelaksanaan ini.
2. Ketentuan yang harus diikuti Sekolah/Madrasah/Salafiah penerima BOS jika Sekolah/Madrasah/Salafiah telah menyatakan menerima BOS, maka ada dua kemungkinan keadaan sekolah yang dikaitkan antara besar BOS yang diterima dan besar pendapatan sekolah yang diterima dari orang tua siswa.
a) Sekolah/Madrasah/Salafiah dengan penerimaan sekolah lebih kecil dari BOS a. Bagi Sekolah/Madrasah/Salafiah yang selama ini menarik iuran dari orang tua siswa lebih kecil dari BOS, maka sekolah harus membebankan iuran – iuran sekolah yang akan digunakan untuk membantu beberapa komponen pembiayaan harian.
b. Sekolah/Madrasah/Salafiah penerima BOS juga diwajibkan untuk membantu siswa kurang mampu yang mengalami kesulitan transportasi dari dan ke sekolah.
c. Sekolah/Madrasah/Salafiah dilarang untuk memanipulasi data dengan maksud agar dapat memungut iuran siswa, meskipun telah menerima dana BOS atau untuk memperoleh BOS lebih besar.
b) Sekolah/Madrasah/Salafiah dengan penerimaan lebih besar dari BOS. Dalam kasus Sekolah/Madrasah/Salafiah yang memiliki pendapatan lebih besar dari BOS, maka terdapat dua alternatif mekanisme pemungutan biaya sekolah.
1) Bagi sekolah yang terdapat siswa miskin, sekolah diwajibkan
2) Bagi sekolah yang tidak ada siswa miskin. Bila sekolah dengan tipe ini bersedia menerima dana BOS, maka dana digunakan untuk mensubsidi seluruh siswa, sehingga dapat mengurangi iuran yang dibebankan kepada orang tua siswa minimum senilai dana BOS yang diterima sekolah.
2.5 Angka Partisipasi Kasar
Menurut Biro Pusat Statistik (BPS), Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu.
APK menunjukkan tingkat partisipasi penduduk secara umum di suatu tingkat pendidikan. APK merupakan indikator yang paling sederhana untuk mengukur daya serap penduduk usia sekolah di masing-masing jenjang pendidikan.
Rumus Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah
di mana
: jumlah penduduk pada tahun t dari berbagai usia sedang sekolah pada jenjang pendidikan h
Contoh Perhitungan APK
Penghitungan APK menggunakan Susenas 2004
Bila diketahui jumlah penduduk yang sedang sekolah menurut jenjang pendidikan dan menurut kelompok umur "standar" seperti dalam tabel 6 dan 7 berikut:
Tabel 5. Jumlah penduduk sedang sekolah menurut jenjang pendidikan
Tabel 6. Jumlah penduduk menurut kelompok umur "standar"
III. METODE PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah Program BOS dan Indeks Pembangunan
Manusia yang dilakukan di Propinsi Lampung. Propinsi Lampung sebagai kajian
utama dalam penulisan ini.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Data yang
digunakan adalah jenis data runtun waktu (time series) yang disusun ke dalam
bentuk data triwulanan dalam periode 2005.01 – 2009.04. Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari BPS (Biro Pusat
Statistik), BAPPEDA dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Propinsi
Lampung. Penelitian ini juga menggunakan metode kepustakaan yang terkait
dengan judul penulisan ini.
3.3 Batasan Peubah
Dalam penulisan ini variabel yang diamati terdiri dari :
2. Dana BOS dari tahun 2005.01 sampai 2009.04, serta
3. Angka Partisipasi Kasar di Lampung (tahun 2003 - 2008).
3.4 Gambaran Umum Provinsi Lampung
3.4.1 Geografi
Daerah Propinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km² termasuk
pulau-pulau yang terletak pada bagian sebelah paling ujung tenggara pulau
sumatera, dibatasi oleh :
• Sebelah Utara dengan Propinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu
• Sebelah Selatan dengan Selat Sunda
• Sebelah Timur dengan Laut Jawa
• Sebelah Barat dengan Samudera Indonesia
Ibukota Propinsi Lampung adalah Bandar Lampung yang merupakan penyatuan
antara dua kota yaitu Tanjungkarang dan Telukbetung. Secara Geografis Propinsi
Lampung terletak pada kedudukan : Timur – Barat berada antara 103040' BT
sampai 105050' BT dan Utara - Selatan 6045' LS sampai 3045' LS.
3.4.2 Pertumbuhan Penduduk
Jumlah penduduk Propinsi Lampung tahun 2008 berjumlah 7.391.100 jiwa.
Dengan perhitungan proyeksi menggunakan data dasar berdasarkan SUPAS 2005
tercatat sebesar 7.289.767 jiwa terdiri dari penduduk laki-laki 3.749.736 jiwa dan
penduduk perempuan 3.540.031 jiwa, jumlah ini sedikit meningkat 1,01 kali dari
tahun 2006. Sejak tahun 1971 atau sekitar 30 tahun terakhir, jumlah penduduk
pada tahun 1971 menjadi 6,78 juta jiwa pada tahun 2002. Namun demikian, jika
dilihat dari indikator tingkat laju pertumbuhan penduduk, tercatat mengalami
penurunan hampir 5 kali lipat dari 5,77% (1971-1980) pertahun dan mengalami
penurunan pada periode 1980-1990 menjadi sebesar 2,67% per tahun dan menjadi
1,01% pada tahun 1990-2000 dan pada tahun 2000-2005 sedikit meningkat
sebesar 1,61%.
3.4.3 Ekonomi
Salah satu dampak keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi adalah semakin
meningkatnya taraf hidup masyarakat yang tercermin dari meningkatnya nilai
konsumsi makanan maupun bukan makanan. Peningkatan nilai konsumsi
merupakan indikator kesejahteraan mengingat semakin besarnya pengeluaran
biasanya berkaitan dengan meningkatnya pemenuhan kebutuhan bukan makanan
yang biasanya merupakan pemenuhan kebutuhan/fasilitas penunjang
kesejahteraan.
Indikator laju pertumbuhan ekonomi yang secara umum dikenal yaitu PDRB
(Produk Domestik Regional Bruto). Laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga
konstan 2000 menurut kabupaten/kota Provinsi Lampung tahun 2002-2005
berdasarkan Lampung berfluktuatif, tahun 2002 sebesar 5,62% naik menjadi
5,76% pada tahun 2003 dan menurun menjadi 5,07% dan turun kembali menjadi
3.4.4 Pendidikan
Walaupun dalam kondisi krisis yang sangat berarti, program pendidikan tetap
diprioritaskan oleh Pemerintah Daerah Lampung di antaranya melalui bantuan
untuk pendidikan seperti dana operasional pendidikan dan beasiswa lainnya, yang
pada dasarnya ditujukan untuk kelancaran pendidikan siswa sekolah. Dengan
demikian, program wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah berhasil
dengan adanya program bantuan seperti ini.
Dinas Pendidikan Provinsi Lampung sebagai SKPD yang ditetapkan sebagai
pelaksana
kegiatan dekonsentrasi bidang pendidikan di seluruh wilayah Provinsi Lampung
mempunyai tugas untuk meningkatkan pelayanan pendidikan, mutu pendidikan
dan
mengoptimalkan sistem pengelolaan pendidikan yang masih terbatas untuk dapat
menciptakan SDM yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Berdasarkan visi
Provinsi
Lampung yang dirumuskan dengan “Terwujudnya masyarakat Lampung yang
bertaqwa,
sejahtera, aman, harmonis dan demokratis, serta menjadi provinsi unggulan dan
berdaya
saing di Indonesia”, maka untuk mendukung visi tersebut Dinas Pendidikan
Lampung merumuskan visinya sebagai berikut “Terwujudnya SDM yang beriman
dan
bertaqwa, cerdas, trampil, menguasai iptek, berbudaya, mandiri, unggul dan
berdaya
saing”.
Dalam rangka mewujudkan visi tersebut Dinas Pendidikan Provinsi Lampung
merumuskan misi serta tujuan yang akan memberikan arahan serta stabilitas
manajemen
organisasi dalam kurun waktu tahun 2004 s.d 2009 dengan rincian sebagai
berikut:
a. Mewujudkan SDM yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia/berbudi
pekerti;
b. Mewujudkan perluasan dan pemerataan kesempatan pelayanan pendidikan;
c. Meningkatkan kualitas SDM yang menguasai iptek, unggul dan berstandar
nasional
d. Meningkatkan kualitas pendidikan kejuruan yang memiliki keterampilan,
unggul dan
berdaya saing;
e. Meningkatkan pembinaan peran pemuda dan pemberdayaan perempuan;
f. Meningkatkan prestasi olahraga yang unggul dan pemasalahan olahraga;
g. Membina dan mengembangkan kebudayaan daerah; dan
h. Meningkatkan keterpaduan, kesinergian dan keharmonisan pembangunan
pendidikan
Adapun strategi yang ditempuh untuk mencapai misi dan tujuan pembangunan
pendidikan yang telah ditetapkan, secara garis besarnya sebagai berikut:
a. Meningkatakan pengetahuan, pengamalan dan penghayatan siswa tentang
nilai-nilai
keagamaan dan budi pekerti di sekolah;
b. Pemberdayaan masyarakat dalam mendukung penyelenggaraan perluasan dan
peningkatan akses pendidikan dasar dan menengah;
c. Meningkatkan kompetensi tenaga kependidikan yang didukung dengan
pengembangan iptek serta media pembelajaran yang memadai serta
penyelengggaraan pendidikan uggulan di seluruh kabupaten/kota secara
mandiri
sesuai standar pelayanan pendidikan;
d. Mendorong sekolah kejuruan menjadi pusat pengembangan pendidikan
keterampilan,
sesuai dengan kemajuan iptek dan kebutuhan pasar kerja melalui jalinan kerja
sama
dengan dunia usaha/industri, lembaga diklat dan instansi terkait bagi
pengembangan
SDM yang berkualitas, dalam rangka menghadapi persaingan pasar kerja diera
globalisasi;
e. Meningkatkan pembinaan terhadap organisasi dan atlit olahraga berbakat
pelajar dan
f. Meningkatkan keterlibatan institusi/perangkat budaya lokal dan tokoh
adat/budaya
dalam pembinaan, pemeliharaan dan pelestarian serta pengembangan budaya
Lampung;
g. Memantapkan kinerja dan koordinasi atas program pendidikan dengan
kabupaten/
kota dalam kebijakan pembangunan pendidikan Provinsi Lampung.
Kebijakan ini merupakan lanjutan dari kebijakan yang didasarkan pada rencana
strategis pembangunan pendidikan periode sebelumnya dengan penyempurnaan
dan
mengacu kepada kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat (Depdiknas).
Dengan demikian, maka warga Lampung baik secara perorangan maupun sebagai
kelompok adalah sasaran kegiatan pendidikan yang dilaksanakan Dinas
Pendidikan
Provinsi Lampung.
3.5 Alat Analisis
Alat analisis yang digunakan adalah dengan pendekatan deskriptif kualiitatif,
yaitu menganalisis masalah dan menjawab tujuan penulisan dengan menggunakan
teori-teori pendukung yang berhubungan dengan masalah yang diteliti dan dengan
perbandingan ratio tabel yang bertujuan untuk mengumpulkan, menyajikan dan
menganalisa data serta memberikan gambaran yang cukup jelas atas objek
pengaruh program BOS terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui
hubungan yang dibuat dalam bentuk analisis tabel dan perhitungan mean
(rata-rata) sehingga mengetahui keterakaitan program BOS dalam meningkatkan
kualitas sumber daya manusia serta menghitung index share (kontribusi) Program
BOS terhadap Indeks Pembangunan Manusia.
Dalam analisis ini digunakan rumus mean. Berikut rumus mean (rata – rata):
Di mana:
= mean (rata – rata) dalam hal variabel BOS, APK dan IPM = jumlah variabel yang dihitung
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dari hasil analisis data dan pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan
hal-hal sebagai berikut :
1. Program BOS dari tahun ke tahun yaitu tahun 2005-2009 (tahun penelitian)
mengalami kenaikan dilihat dari perubahan dananya tiap tahun. Peningkatan
pada Program BOS ini memiliki hubungan pada peningkatan Indeks
Pembangunan Manusia. Hal ini dapat diperlihatkan pada Gambar 11 pada bab
pembahasan. Seiring dengan naiknya anggaran dana yang dibutuhkan sekolah
juga terjadi peningkatan pada Indeks Pembangunan terutama pada indeks
pengetahuan sehingga dapat dikatakan kualitas Sumber Daya Manusia lebih
baik dan mengalami peningkatan.
2. Upaya pemerintah untuk menanggulangi kondisi terjadinya kenaikan harga
BBM, pemerintah mengambil kebijakan terhadap kompensasi kenaikan harga
BBM, dengan beberapa program yang dikemas dalam Program Kompensasi
Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS BBM), seperti dana BOS.
Hubungan subsidi yang diberikan pemerintah dapat diperlihatkan dalam
kurva (Gambar 8). Pada kurva tersebut digambarkan tingkat kepuasan
pemberian bantuan (subsidi) untuk dana pendidikan ini, masyarakat dapat
menyekolahkan anaknya dengan biaya yang jauh lebih murah bila
dibandingkan tanpa adanya subsidi dan program yang dijalankan pemerintah
dapat berjalan sehingga tujuan pemerintah dapat terrcapai.
Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia dan kualitas Sumber Daya
Manusia berkaitan dengan fungsi produksi. Hal ini dapat digambarkan pada
Gambar 10 (bab pembahasan). Kurva produksi dapat bergeser ke atas dari
sebelumnya karena adanya peningkatan kualitas tenaga kerja dan modal dari
pemerintah sehingga dapat menghasilkan output yang lebih besar daripada
sebelumnya. Fungsi produksi berlaku hukum hasil yang makin menurun (law
of diminishing marginal product). Law Of Diminishing Marginal Product
menyatakan bahwa apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya
(tenaga kerja) terus menerus ditambah sebanyak satu unit, pada mulanya
produksi total akan semakin banyak pertambahannya, tetapi sesudah
mencapai suatu tingkat tertentu produksi tambahan akan semakin berkurang
dan akhirnya mencapai nilai negatif dan ini menyebabkan pertambahan
produksi total semakin lambat dan akhirnya mencapai tingkat yang
maksimum dan kemudian menurun (Sadono Sukirno, 2000:195).
3. Total rata – rata Angka Partisipasi Kasar SD sebesar 108,5% dan SMP
sebesar 82,2 dengan rata – rata IPM sebesar 68,79%. dapat dikatakan sukses
karena melebihi 100% pencapaiannya dan melebihi target pemerintah yaitu
sebesar 98%, sedangkan pencapaian Angka Partisipasi Kasar SMP kurang
dari 100%. Hal ini berarti kurang berhasil dalam menaikkan APK tingkat
SMP yaitu banyak lulusan SD akhirnya tidak melanjutkan pendidikan ke
SMP dengan dilatarbelakangi berbagai faktor. Selain karena alasan ekonomi,
kondisi ini biasanya juga terjadi akibat kurangnya aksesibilitas anak-anak
terhadap dunia pendidikan, seperti misalnya jarak sekolah yang jauh dari
rumah.
Pencapaian Angka Partisipasi Kasar Wajib Belajar 9 tahun harus berhasil
pada tahun 2009 sehingga pencapaian Indeks Pembangunan Manusia
termasuk ke dalam golongan menengah atas, dengan terlebih dahulu
meningkatkan indeks pengetahuan yang merupakan bagian dari Indeks
Pembangunan Manusia sehingga diharapkan pada tahun berikutnya
meningkat menjadi golongan tinggi.
5.2 Saran
1. Pada tahun berikutnya diharapkan Indeks Pembangunan Manusia dapat
ditingkatkan statusnya menjadi tinggi sehingga kualitas Sumber Daya
Manusia tinggi melalui peningkatan fasilitas pendidikan yag lebih memadai
melalui anggaran dana BOS. Kenaikan dana BOS tahun terakhir sebesar
70,7%. Program BOS belum dapat dipastikan berhasil berapa persennya
tetapi dilihat dari kenaikan anggaran dana BOS, tahun 2009 dana BOS harus
20% dari APBD sehingga dapat dikatakan Program BOS cukup berhasil dan
semakin ditingkatkan oleh Pemerintah. Program BOS ini memiliki pengaruh
2. Angka Partisipasi Kasar SD sudah cukup dalam penuntasan Wajib Belajar
tetap Angka Partisipasi Kasar SMP belum mencapai 100%. Oleh karena itu,
program untuk meningkatkan Angka Partisipasi Kasar SMP harus semakin