BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan ekonomi suatu negara tidak lepas dari peran pasar modal sebagai penggerak pembangunan ekonomi nasional. Banyaknya
investor yang berminat menanamkan kelebihan dananya pada saham-saham perusahaan membuat pembangunan nasional dapat berjalan. Jusmaliani (2008)
menyatakan bahwa investasi merupakan kegiatan muamalah yang sangat dianjurkan, karena dengan berinvestasi harta yang dimiliki menjadi lebih produktif dan juga mendatangkan manfaat bagi orang lain. Pasar modal
sendiri memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan
usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Kedua, pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrument keuangan seperti saham,
obligasi dan reksa dana. Salah satu tempat tujuan untuk berinvestasi adalah pada industri perbankan. Terdapat banyak perusahaan yang sudah go public di
Bursa Efek Indonesia (BEI). Adanya BEI ini memudahkan para calon investor untuk melihat kinerja perusahaan yang akan dipilihnya sebagai tempat berinvestasi dengan mengamati dari laporan keuangan yang diterbitkan oleh
Dana yang diperoleh dari para investor di pasar modal dapat digunakan
untuk pengembangan usaha, ekspansi dan penambahan modal kerja bagi perusahaan yang membutuhkan dana. Bagi investor, terdapat dua hal yang
seringkali menjadi perhatian dalam memutuskan pilihan investasinya, yaitu tingkat pengembalian dan risiko. Bersamaan dengan tingkat pengembalian terdapat risiko yang menyertainya. Untuk instrument investasi yang memiliki
tingkat pengembalian yang sama, investor mencari tingkat risiko yang paling rendah. Sedangkan untuk instrument investasi yang memiliki tingkat risiko
yang sama, investor memilik tingkat pengembalian yang tinggi.
Investor yang menginvestasikan dana dalam suatu portofolio berharap untuk risiko dapat berkurang. Risiko dari sekuiritas ini berupa risiko
systematic dan unsystematic. Risiko unsystematic ini merupakan risiko yang dapat dihilangakan dengan membentuk portofolio yang baik sedangkan
Risiko systematic ini merupakan risiko yang tidak dapat dihindari dengan membentuk portofolio yang baik karena risiko ini ada diluar jangkauan perusahaan. Risiko systematic dapat disebut juga dengan beta, karena beta
merupakan pengukuran dari risiko systemtic.
Beta dalam suatu sekuritas sangat penting untuk dianalilis, untuk
mengetahui tingkat kepekaan keuntungan sekuritas terhadap perubahan-perubahan pasar dan dengan ini para calon investor mengetahui return yang akan diperoleh dengan risiko tertentu. Jogiyanto (2008) menjelaskan bahwa
beta merupakan suatu pengukur volatilitas (volatility) return suatu sekuritas atau return portofolio terhadap return pasar. Beta sekuritas ke-I mengukur
merupakan pengukur risiko sistematik (systematic risk) dari suatu sekuritas
atau portofolio relatif terhadap risiko pasar. Yustiantomo (2009) juga menyatakan bahwa penilaian risiko saham melalui pengukuran beta saham ini
perlu dilakukan, maka dari itu pengukuran beta menjadi pertimbangan bagi investor dan perlu diketahui dengan melakukan penilaian akan beta saham untuk melihat sejauh return minimum yang diperoleh dengan risiko yang
terdapat dalam sekuritas tertentu. Penilaian akan nilai beta ini dapat membantu investor untuk memutuskan kebijakan yang diambil dalam hal investasi pada
suatu sekuirtas.
Beaver (1970) dalam Suad Husnan (2009) merumuskan beberapa variabel fundamental untuk memperkirakan beta. Variabel-variabel yang
dipergunakan diantaranya adalah dividen payout, pertumbuhan aktiva,
leverage, likuiditas, asset size, variabilitas keuntungan dan beta akunting.
Jogiyanto (2000:89) juga menyatakan bahwa faktor-faktor fundamental adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi perusahaan, yang meliputi kondisi manajemen, organisasi, SDM dan keuangan perusahaan yang tercermin dalam
kinerja perusahaan. Untuk dapat melihat kinerja perusahaan, analisis rasio keuangan bisa dilakukan.
Menurut Warsidi dan Bambang dalam Irham (2012) analisis rasio keuangan merupakan instrumen analisis prestasi perusahaan yang menjelaskan berbagai hubungan dan indikator keuangan, yang ditunjukkan untuk
menunjukkan perubahan dalam kondisi keuangan atau prestasi operasi di masa lalu dan membantu menggambarkan trend pola perubahan tersebut, untuk
yang bersangkutan. Jenis-jenis rasio yang dapat digunakan untuk menilai
kinerja keuangan adalah rasio profitabilitas dan rasio likuiditas. Tujuan menganalsisnya adalah untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan perusahaan
tersebut berdasarkan laporan-laporan keuangannya. Laporan keuangan menjadi salah satu acuan bagi investor dalam pemilihan investasinya. Badan pengawas pasar modal (Bapepam) mewajibkan setiap perusahaan public untuk
mengungkapkan laporan keuangannya kepada masyarakat.
Perusahaan industri perbankan yang listing di Bursa Efek Indonesia
(BEI) dalam mempublikasikan laporan keuangannya menampilkan rasio-rasio keuangan yang yang dicantumkan dalam setiap laporan keuangan pertahunnya (annual report) seperti Capital Adequacy Ratio (CAR), Return On Equity
(ROE), Return On Assete (ROA), Biaya Operasional per Pendapatan Operasional (BOPO), Net Interest Margin (NIM),) dan Loan To Deposite
Ratio (LDR). Dalam buku bank dan lembaga keuangan oleh Juli Irmayanto (2002:93) terdapat rasio-rasio keuangan yang paling sering dan paling penting untuk digunakan dalam pengukuran kinerja keuangan dan tercantum dalam
setiap laporan keuangan bank yaitu return on assete (ROA) dan return on equity (ROE) dari segi profitabilitas dan loan to deposite ratio (LDR) segi
likuiditas.
Rasio untuk melihat penilaian kinerja keuangan perbankan yang sering digunakan dalam penelitian mengenai kinerja keuangan terhadap risiko
sistematis adalah dengan melihat tingkat profitabilitas dengan pengukuran rasio keuangan Return on Asset (ROA) dan return on equity (ROE). Menurut
diukur dengan perbandingan antara laba sebelum pajak terhadap total aktiva
(total assete). Semakin besar ROA akan menunjukan kinerja keuangan yang semakin baik, karena tingkat pengembaliannya (return) semakin besar.
Penelitian terdahulu yang telah mengkaji tentang pengaruh ROA terhadap risik saham perbankan adalah penelitian yang dilakukan oleh Ali Muhayatsyah (2009) menunjukan bahwa ROA sebagai variable independen berpengaruh
signifikan terhadap beta saham sebagai variable dependen. Srikustini dan selvi pratiwi (2011) melakukan penelitian yang sama dan menunjukan hasil yang
sama bahwa ROA berpengaruh signifikan terhadap beta saham. Perbedaan hasil penelitian ditunjukan oleh Sunaryo (2013), dalam penelitiannya menunjukan hasil bahwa ROA tidak berpengaruh terhadap Beta saham.
Perbedaan hasil penelitian oleh Ali Muhayatsyah (2009) dan Srikustini dan selvi pratiwi (2011) dengan hasil penelitian oleh Sunaryo (2013) yang tidak
konsisten dalam hasil penelitiannya menjadi permasalah yang perlu diteliti lebih lanjut mengenai pengaruh antara ROA sebagai variable independen terhadap Beta saham sektor perbankan sebagai variable dependen.
Rasio untuk melihat penilaian kinerja keuangan perbankan yang sering digunakan dalam penelitian mengenai kinerja keuangan terhadap risiko
sistematis adalah dengan melihat tingkat profitabilitas dengan pengukuran rasio keuangan seperti Return on Equity (ROE). ROE merupakan perbandingan laba bersih dengan modal sendiri. Rasio ini banyak diamati oleh
pemegang saham bank (baik pemegang saham sendiri maupun pemegang saham baru) serta para investor dipasar modal yang ingin membeli saham
merupakan indikator yang amat penting bagi para pemegang saham dan calon
investor untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih yang dikaitkan dengan pembayaran deviden. Dendiwijaya (2005) juga
menyatakan, bahwa Bank Indonesia lebih mementingkan penilaian besarnya ROE. Hal ini dikarenakan Bank Indonesia sebagai Pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur
dengan asset yang dananya sebagian besar berasal dari dana simpanan masyarakat.
Beberapa peneliti telah melakukan penelitian sebelumnya mengkaji tentang pengaruh ROE yang dijadikan sebagai variable independen terhadap
beta saham sebagai variable dependen seperti yang telah dikakukan oleh
Rusliaman Siahaan & Raya Panjaitan (2010) menyatakan bahwa ROE berpengaruh terhadap beta saham. Penelitian ini didukung oleh hasil
penelitian oleh Kadek Satria Nova (2013) bahwa ROE bepengaruh terhadap
beta saham. Berbeda dengan hasil penelitian M. Iqbal Aruzzi (2003) yang menyatakan bahwa ROE tidak berpengaruh terhadap beta. Perbedaan
penelitian yang terjadi dan tidak konsisten hasil pada penelitian yang dilakukan oleh Rusliaman Siahaan & Raya Panjaitan (2010) dan Kadek Satria
Nova (2013) dengan penelitian yang dilakukan oleh M. Iqbal Aruzzi (2003) menjadi permasalahan yang perlu diteliti lebih lanjut oleh penulis untuk lebih meyakinkan pihak yang membutuhkan untuk lebih mengetahui dengan jelas
pengaruh Return on Asset (ROE) terhadap beta saham pada sektor perbankan.
Salah satu rasio likuiditas yang digunakan dalam memperkirakan beta
bank dalam memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya atau
kewajiban yang sudah jatuh tempo. Asset yang likuid adalah asset yang berupa uang tunai dan yang dengan mudah dapat diuangan dengan sedikit atau tanpa
risiko kerugian. Sedangkan likuiditas adalah suatu istilah yang dipakai untuk menunjukan persediaan uang tunai dan asset lain yang dengan mudah dijadikan uang tunai. Herman darmawi (2011) menyatakan bahawa cadangan
likuiditas untuk melindungi integritas bank terhadap keadaan yang tidak terduga, perlu sekali diwaspadai. Rasio likuiditas dengan proksi Rasio LDR
yang dipilih dalam penelitian ini karena alasan ukuran likuiditas yang paling banyak dipakai dalam menilai tingkat likuiditas bank.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh Loan to
Deposite Ratio (LDR) sebagai salah satu rasio likuiditas yang dijadikan variable independen terhadap beta saham sebagai variable dependen,
diantaranya Alfredo Zebua (2011) yang dalam penelitiannya menghasilkan penelitian bahwa LDR berpengaruh terhadap beta saham. Penelitian lain ditahun selanjutnya dilakukan oleh Sunaryo (2013) dalam penelitiannya
mengungkapkan bahwa likuiditas berpengaruh terhadap beta saham. Kedua penelitian ini menghasilkan hasil penelitian yang sama yaitu LDR sama-sama
berpengaruh terhadap beta saham perbankan. Berbeda dengan penelelitian lain yang dilakukan oleh Juwita Army (2013) yang mendapatkan hasil penelitin berbeda, ia menyatakan bahwa LDR tidak berpengaruh terhadap beta saham.
Perbedaan hasil penelitian yang telah dilkukan oleh Alfred Zebua (2011) dan Sunaryo (2013) dengan Juwita Army (2013) menunjukan ketidakkonsistenan
perbankan. Hal ini pun yang menjadi permasalahan yang perlu dikakukan
penelitian kembali oleh penulis untuk meneliti lebih lanjut mengenai pengaruh LDR terhadap beta saham sektor perbankan untuk mendapatkan hasil yang
lebih menyakinkan lagi mengenai perngaruh Loan to Deposite (LDR) terhadap beta saham.
Adapun fenomena yang terjadi pada perusahaan sektor perbankan
dipelihatkan pada grafik dibawah ini. Data yang diolah dari 7(tujuh) perusahaan menunjukan hal ysng perlu dikaji kembali..
[image:8.595.150.512.413.778.2]Gambar 1.1
Grafik Perkembanga Rasio Profitabilitas (ROE dan ROA) dengan Beta Saham dari 7 Perusahaan Perbankan Periode 2007-2012
Grafik yang ditunjukan pada gambar 1.1 memperlihatkan bahwa
terjadi kenaikan nilai ROE pada tahun 2009 ke 2010 dengan nilai14,5914 ke 22,49429.. Sedangkan pada tahun yang sama yaitu 2009 ke 2010 terjadi
penurunan nilai beta diangka 1,139805 ke 0,801737. ROA pada grafik juga menunjukan bahwa tahun 2009 ke 2010 terjadi kenaiakan nilai ROA di angka 1,.874286 ke 2,477143 dengan penurunan niai beta ditahun yang sama yaitu
tahun 2009 ke 2010 di angka 1,139805 ke 0,801737. Hal ini tidak sejalan dengan konsep yang seharusnya bahwa apabila profitabilitas naik maka beta
saham akan naik juga sedangkan yang terjadi adalah profitabilitas yang ditunjukan oleh dua rasio yang digunakan menunjukan kenaikan sedangkan beta memperlihatkan penurunan ditahun yang sama
Grafik dari rasio likuiditas dibawah memperlihatkan fenomena yang
terjadi.
Gambar 1.2
Sumber data diolah : www.idx.co.id
Pada gambar 1.2 menunjukan rasio likuiditas yang di proksikan dengan Loan to Deposite Ratio (LDR) menunjukan kenaikan pada tahun 2010
ke 2011 dengan nilai 72,2428 ke 73,89286 sedangkan beta ditahun yang sama menunjukan penurunan dari angka 0,80173 ke 0,660749. Hal ini tidak sejalan dengan konsep yang seharusnya apabila likuiditas atau nilai LDR naik maka
tingkat rsiko pun akan naik, tetapi yang terjadi adalah kenaikan tingkat LDR tidak diikuti dengan naiknya tingkat risiko yang diukur dengan beta, nilai beta
pada grafik menunjukan penurunan. Fenomena ini menjadi permasalah dan perlu diteliti lebih lanjut untuk lebih meyakinkan pengaruh rasio kinerja
keuangan khususnya pada rasio profitabilitas dan likuiditas terhadap beta
saham.
Berdasaran penjelasan diatas, terjadi kesenjangan dan perbedaaan hasil
penelitian oleh para peneliti yang telah dilakukan sebelumnya juga fenomena gap yang terjadi membuat penulis tertarik untuk membahas lebih dalam mengenai permasalahan riset gap dan fenomena gap tersebut kedalam sebuah
penelitian dan untuk mengetahui seberapa berpengaruh kinerja keuangan khususnya rasio profitabilitas dan rasio likuiditas terhadap risiko sistematik
sektor perbankan yang diukur dengan beta saham dengan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Risiko Saham (Studi pada Perusahaan Sektor Perbankan Periode Tahun 2007-2012)”.
1.2 Perumusan masalah
Berdasarkan penjabaran latar belakang masalah di atas maka perumusan masalah yaitu sebagai berikut :
1. Adakah pengaruh yang signifikan antara return on asset (ROA) terhadap beta saham pada saham sektor perbankan yang tergabung di
Bursa Efek Indonesia (BEI)?
2. Adakah pengaruh yang signifikan antara return on equity (ROE)
terhadap beta saham pada saham sektor perbankan yang tergabung di Bursa Efek Indonesia (BEI)?
3. Adakah pengaruh yang signifikan antara loan to deposite ratio (LDR) terhadap beta saham pada saham sektor perbankan yang tergabung di
1.3 Tujuan penelitian
Dengan memperhatikan perumusan masalah di atas, maka dapat ditentukan tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui seberapa pengaruh return on asset (ROA) terhadap
beta saham pada saham sektor perbankan yang tergabung di Bursa Efek Indonesia (BEI).
2. Untuk mengetahui seberapa pengaruh return on equity (ROE) terhadap
beta saham pada saham sektor perbankan yang tergabung di Bursa Efek
Indonesia (BEI).
3. Untuk mengetahui seberapa pengaruh loan to deposite ratio (LDR) terhadap beta saham pada saham sektor perbankan yang tergabung di
Bursa Efek Indonesia (BEI).
1.4 Manfaat penelitian
Adapun manfaat penelitian sebagai berikut :
a. Manfaat akademik:
Penelitian ini dapat memberi informasi mengenai seberapa berpengaruh
Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE), dan Loan to Deposite Ratio (LDR) terhadap beta saham.
b. Manfaat praktik:
Penelitian ini dapat memberi informasi kepada para investor dan calon
untuk memperoleh return yang maksimal dengan melihat dari kinerja