• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa(Studi Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 9 Metro TP 2013/2014)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa(Studi Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 9 Metro TP 2013/2014)"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 9 Metro Tahun Pelajaran 2013/2014)

Oleh

BENI MUNANDAR

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis

siswa. Desain penelitian ini adalah pretest-posttest control design. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN 9 Kota Metro tahun pelajaran 2013/2014 yang terdistribusi dalam tujuh kelas. Sampel penelitian ini adalah siswa pada dua kelas yang diambil dengan teknik purposive random sampling. Data penelitian diperoleh melalui tes kemampuan komunikasi matematis. Berdasarkan pengujian hipotesis, diperoleh kesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran TPS tidak meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

(2)
(3)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

(Studi Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 9 Metro TP 2013/2014)

(Skripsi)

Oleh Beni Munandar

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

vii DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... 7

1. Pengertian Pembelajaran ... 7

2. Pembelajaran Kooperatif... 8

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) ... 11

4. Komunikasi Matematis ... 13

B. Kerangka Pikir ... 16

C. Anggapan Dasar ... 18

D. Hipotesis Penelitian ... 18

III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel ... 20

B. Desain Penelitian ... 20

(5)

vi

D. Data Penelitian ... 22

E. Teknik Pengumpulan Data ... 22

F. Instrumen Penelitian ... 22

1. Validitas ... 24

2. Uji Reliabilitas Instrumen ... 24

3. Daya Pembeda ... 25

4. Indeks Kesukaran ... 26

G. Teknik Analisis Data ... 28

1. Uji Normalitas ... 28

2. Uji Homogenitas ... 29

3. Uji Hipotesis ... 30

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 32

1. Analisis Indeks Gain Kemampuan Komunikasi Matematis ... 32

2. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata (Uji-t) ... 33

B. Pembahasan ... 34

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 38

B. Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran A.1Silabus... 44

Lampiran A.2Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Think Pair Share ... 47

Lampiran A.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Konvensional ... 74

Lampiran A.4 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 99

Lampiran B.1 Kisi-Kisi Instrumen Tes ... 120

Lampiran B.2 Tes Kemampuan Awaldan Akhir KomunikasiMatematis ... 121

Lampiran B.3 Form Validasi Instrumen ... 122

Lampiran B.4 Kunci Jawaban Tes PMatematis ... 124

Lampiran C.1 Perhitungan Reliabilitas Tes Hasil Uji Coba ... 128

Lampiran C.2Daya Pembeda Tes Uji Coba ... 129

Lampiran C.3Tingkat Kesukaran Tes Uji Coba ... 130

Lampiran C.4Hasil Pretest dan Posttest Kelas Konvensional ... 131

Lampiran C.5Hasil Pretest dan Posttest Kelas Kontrol ... 132

Lampiran C.6 Analisis Gain ... 133

Lampiran C.7Analisis Uji Normalitas... 138

Lampiran C.8Analisis Uji-t ... 139

Lampiran D.1Surat Izin Penelitian ... 141

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif ... 10

3.1 Pretest-Posttest Control Design ... 20

3.2 Pedoman Penskoran ... 22

3.3 Interpretasi Nilai Daya Pembeda ... 26

3.4 Daya Pembeda Butir Soal ... 26

3.5 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran ... 27

3.6 Interpretasi Kesukaran Butir Soal ... 27

3.7 Uji Normalitas Indeks Gain Komunikasi Matematis ... ... 28

3.8 Uji Homogenitas Populasi Indeks Gain Kemampuan Komunikasi Matematis ... 30

4.1 Data Indeks Gain Kemampuan Komunikasi Matematis ... 31

(8)
(9)
(10)
(11)

Moto

Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan

suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan

yang ada pada diri mereka (QS. Ar Ra’d 13:11)

I’m alive

,

(12)

P

ersembahan

Segala Puji Bagi Allah SWT, Dzat Yang Maha Sempurna,

Sholawat serta Salam Selalu Tercurah Kepada Rosululloh

Muhammad SAW

Kupersembahkan karya kecil ini sebagai tanda cinta & kasih

sayangku kepada :

Ayah (Mujiyono, S.Pd.) dan Ibu (Soleha, S.Pd), yang

telah membesarkan, mendidik dengan penuh kasih

sayang yang tulus, dan selalu mendoakan yang terbaik

untuk keberhasilan dan kebahagianku.

Kedua kakak ku (Ahmad Haris dan Asti Pratiwi, S.Pd.)

serta seluruh keluarga besar yang terus memberikan

dukungan dan doanya padaku.

Para pendidik yang telah mengajar dan mendidik

dengan penuh kesabaran.

Semua Sahabat yang begitu tulus menyayangiku

dengan segala kekuranganku, yang selalu

memeberikan doa dan semangat, terimakasih atas

kebersamaan selama ini. Semoga kita selalu dapat

menjaga silaturrahmi yang baik.

(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Beni Munandar dilahirkan pada tanggal 06 Februari 1993 di desa

Pasar Mulya Selatan, Kelurahan Pasar Krui, Kecamatan Pesisir Tengah,

Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung. Penulis merupakan anak bungsu dari

tiga bersaudara dari pasangan Bapak Mujiyono dan Ibu Soleha.

Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Pertiwi pada tahun

1998, pendidikan dasar di SD Negeri 3 Pesisir Tengah, Krui pada tahun 2004,

pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Krui pada tahun 2007, dan

pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Metro pada tahun 2010.

Pada tahun 2010, penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi

Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui

jalur penerimaan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Penulis melaksanakan Kegiatan Kerja Nyata (KKN) + Program Pengalaman

Lapangan (PPL) tahun 2013 di desa Sukamarga, Kecamatan Suoh, Kabupaten

(14)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Untuk

Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa”.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan

berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan beserta jajaran dekanat

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

3. Ibu Dra. Nurhanurawati, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung,

serta Dosen Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk

membimbing dengan penuh kesabaran, memberikan motivasi dan semangat

kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini.

4. Ibu Dra. Rini Asnawati, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing Akademik dan

Pembimbing I yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, memberikan

nasihat, motivasi dan sumbangan pemikiran kepada penulis dalam

(15)

iii 5. Ibu Dra. Arnelis Djalil, M.Pd., selaku Dosen Pembahas yang telah

memberikan nasihat dan sumbangan pemikiran kepada penulis dalam

penyu-sunan skripsi ini.

6. Seluruh dosen yang telah mendidik dan membimbing penulis selama

menyelesaikan studi.

7. Ibu Siti Nuryuni, S.Pd., selaku Kepala SMP Negeri 9 Metro yang telah

memberikan izin penelitian.

8. Ibu Mutia Mona Morliza, S.Pd., selaku guru mitra yang telah banyak

memberikan arahan dan masukan selama penelitian.

9. Siswa-siswi SMP Negeri 9 Metro atas kerja samanya.

10. Ayah (Mujiyono, S.Pd.), Ibu (Soleha, S.Pd.) tercinta. Terima kasih atas

seluruh doa yang selalu Ayah dan Ibu sertakan dalam setiap hari-hari Beni.

11. Kakakku tersayang, Ahmad Haris, yang selalu membuka mata saya lewat

segala pengalaman hidup yang telah dilaluinya.

12. Ayukku tercinta, Asti Pratiwi, S.Pd., yang selalu memberikan nasehat positif

serta membimbing saya sehingga menjadi pribadi yang mandiri.

13. Nenek saya tercinta, Ny. Sopiah, yang dengan sabarnya mengajari saya

dengan penuh perhatian. Serta keluarga besarku yang telah memberikan doa,

semangat, dan motivasi kepadaku

14. Teman-teman seperjuangan seluruh angkatan 2010 Kelas A Pendidikan

Matematika: Aan, Tri F, Rusdi, Dhea, Yulisa, Ria AA, Nurul R, Novi, Intan,

Qory, Sulis, Endang, Iga, Cita, Andry, Fitri, Ebta, Hesti, Arief, Novrian,

Dian, Utari, Kismon, Aljy, Wira, Imas, Nurhas, Tri H, Fertil, Rya, Asih, Dila

(16)
(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam setiap kurikulum pendidikan nasional, mata pelajaran matematika selalu

diajarkan pada setiap jenjang pendidikan dan setiap tingkatan kelas. Secara tidak

langsung, hal ini menunjukkan bahwa mata pelajaran matematika diharapkan

dapat memenuhi penyediaan potensi sumber daya manusia yang handal, yakni

manusia yang memiliki kemampuan yang sistematis, rasional dan cermat, jujur,

objektif, kreatif, serta memiliki kemampuan bertindak efektif dan efisien, dan

mampu bekerja sama. Kemampuan tersebut hendaknya perlu disiapkan secara

lebih dini melalui pembelajaran di dalam kelas.

Oleh karena itu, guru dituntut untuk mengembangkan berbagai kemampuan

matematis siswa. National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) (2000)

mempublikasikan standar pembelajaran matematika yang meliputi: (1)

kemampuan pemecahan masalah (problem solving); (2) kemampuann

berkomunikasi (communication); (3) kemampuan berargumentasi/bernalar

(reasonning); (4) kemampuan mengaitkan ide (connection); dan (5) kemampuan

representasi (representation)

Salah satu kemampuan yang menjadi sorotan di Indonesia adalah kemampuan

(18)

2

matematika, sebab melalui komunikasi, siswa dapat mengorganisasi dan

mengonsolidasi berfikir matematikanya dan siswa dapat mengeksplorasi ide-ide

matematika.

Pentingnya kemampuan komunikasi matematis juga turut diperkuat oleh

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 (Depdiknas, 2006) tentang Standar

Isi Mata Pelajaran Matematika yaitu agar siswa mampu: (1) memecahkan masalah

yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,

menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.; (2)

mengko-munikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk

memperjelas keadaan atau masalah; dan (3) memiliki sikap menghargai kegunaan

matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat

dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam

pemecahan masalah.

Dalam studinya, Fachrurazi (2011) mengungkapkan bahwa rata-rata kemampuan

komunikasi matematis siswa berada dalam kualifikasi kurang. Respons siswa

terhadap soal-soal komunikasi mate-matis umumnya kurang. Hal ini dikarenakan

soal-soal komunikasi matematis masih merupakan hal-hal yang baru, sehingga

siswa masih mengalami kesulitan untuk menyelesaikannya.

Kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal-soal komunikasi matematis juga

diperkuat dalam sebuah survey yang dilakukan oleh TIMSS (Trends in

International Mathematics and Science Study) pada tahun 2011, yang

menun-jukkan bahwa Indonesia berada pada peringkat 38 dari 42 negara. Nilai rata-rata

(19)

3

rata-rata yang digunakan TIMSS adalah 500. Nilai ini turun 11 poin dari rata-rata

skor pencapaian prestasi matematika tahun 2007 yaitu 397. Hasil survey tersebut

menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam pembelajaran matematika di

Indonesia berada pada level yang rendah dalam skala internasional (Rosnawati,

2013:2).

Rendahnya kemampuan komunikasi matematis juga terjadi di SMP Negeri 9

Metro. Berdasarkan hasil ulangan tengah semester pada semester ganjil, diketahui

rata-rata nilai matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Metro Tahun Ajaran

2013-2014 sebesar 59,490 dan siswa yang tuntas belajar (memperoleh nilai lebih

besar dari atau sama dengan 71) hanya 28 orang atau sebesar 16,860% dari jumlah

populasi. Angka tersebut masih di bawah batas kriteria ketuntasan minimal yang

ditetapkan sekolah yaitu minimal 70% kelulusan. Kemampuan komunikasi yang

rendah tersebut salah satunya disebabkan karena guru terlalu banyak

menerangkan, sehingga suasana di dalam kelas menjadi sangat tegang. Padahal

Standar Nasional Pendidikan (SNP) pasal 19 (2007: 14) menjelaskan bahwa

proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,

inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk ikut

berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas,

dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta

psikologis peserta didik.

Berdasarkan permasalahan kemampuan komunikasi matematis di atas, perlu

dilakukan suatu model dalam pembelajaran matematika yang dapat

(20)

4

kooperatif tipe Think Pair Share (TPS). Dengan adanya perbaikan model

tersebut, diharapkan kemampuan komunikasi matematis siswa dapat meningkat.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, perlu diadakan penelitian

tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS ditinjau dari

peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: “Apakah model pembelajaran kooperatif tipe TPS

dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIII SMP

Negeri 9 Metro?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah model pembelajaran

kooperatif tipe TPS dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa

kelas VIII SMP Negeri 9 Metro.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini secara teoritis diharapkan mampu memberikan sumbangan

ter-hadap perkembangan pembelajaran matematika, terutama terkait kemampuan

(21)

5

2. Manfaat Praktis

a. Bagi guru dan calon guru matematika, diharapkan penelitian ini dapat

menjadi acuan dan masukan dalam mengembangkan kemampuan

mengajaranya serta dapat menjadi referensi dalam mencoba menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe TPS dalam proses pembelajaran.

b. Bagi kepala sekolah, diharapkan memperoleh informasi sebagai upaya

dalam membina para guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran

terutama matematika.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah:

1. TPS merupakan sebuah model pembelajaran kooperatif yang efektif dan

mudah diterapkan, yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa.

Model pembelajaran kooperatif ini memungkinkan siswa agar memiliki lebih

banyak waktu untuk berfikir, merespons, dan saling bekerja sama dengan

teman sekelompoknya.

2. Komunikasi matematisadalah suatu kemampuan siswa dalam menyampaikan

atau mengekspresikan gagasan-gagasan, ide-ide, dan pemahamannya tentang

materi matematika yang mereka pelajari, misalnya berupa konsep, rumus,

atau metode penyelesaian suatu masalah. Kemampuan komunikasi yang

diamati dalam penelitian ini hanya berdasarkan aspek kognitif. Indikator

ke-mampuan komunikasi matematis yang diamati dalam penelitian ini dapat

dilihat dari : (1) kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui

(22)

6

ide-ide matematika dalam bentuk visual lainnya; (3) kemampuan dalam

menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan

struktur-strukturnya untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan

model-model situasi.

3. Meningkatkan adalah upaya memperbaiki yang dilakukan dengan

penggunaan pembelajaran kooperatif tipe TPS terhadap kemampuan

komunikasi matematis siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Metro. Dikatakan

meningkat apabila rata-rata peningkatan kemampuan komunikasi matematis

siwa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif

tipe TPS lebih tinggi dari pada rata-rata peningkatan kemampuan komunikasi

matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak

sepenuhnya dapat dijelaskan. Pada makna yang lebih kompleks pembelajaran

pada hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan

siswanya dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan

sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Sedangkan Kamus Besar Bahasa

Indonesia Pusat Bahasa (2008:23) mendefinisikan pembelajaran adalah proses,

cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.

Sedangkan Trianto (2009:17) mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan

interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, di mana antara keduanya

terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target

yang telah ditetapkan sebelumnya. Selain itu juga, lebih lanjut menurutnya bahwa

pembelajaran adalah produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan

(24)

8 Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar

yang menuju sebuah target yang telah ditetapkan sebelumnya.

2. Pembelajaran Kooperatif

Kooperatif dalam istilah awam berarti kerja sama. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (2008:263), kooperatif memiliki dua makna. Yang pertama adalah

bersifat kerja sama dan arti kata yang kedua yaitu bersedia membantu.

Dengan memakai pengertian pembelajaran pada uraian sebelumnya, maka didapat

pengertian pembelajaran kooperatif. Seperti yang diungkapkan oleh Slavin dalam

Isjoni (2009:15), bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model

pembelajaran di mana siswa belajar dan dan bekerja dalam kelompok-kelompok

kecil secara kolaboratif yang anggotanya lima orang dengan struktur heterogen.

Menurut Eggen dan Kauchak dalam Trianto (2009:58) pembelajaran kooperatif

merupakan sebuah kelompok strategi pembelajaran yang melibatkan siswa

bekerja berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan menurut

Sugiyanto (2010:37), pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang

berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam

memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu pendekatan yang dirancang untuk

memberi dorongan kepada siswa agar bekerja sama selama proses pembelajaran.

Hal ini tentu banyak sekali memberi manfaat bagi siswa yang mengikutinya.

(25)

9 belajar kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya

dalam wujud input pada level individual. Di samping itu, belajar kooperatif dapat

mengembangkan solidaritas sosial di kalangan siswa. Sejalan dengan pendapat di

atas, Baharuddin & Nur (2008:128) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif

yang digunakan dalam proses belajar akan membuat siswa lebih mudah

menemukan penyelesaian secara komprehensif dari konsep-konsep yang sulit

apabila mereka mendiskusikan dengan siswa lainnya tentang problem yang

dihadapi.

Dalam menerapkan pembelajaran kooperatif di dalam kelas, maka dibutuhkan

berbagai unsur. Johnson dkk. dalam Trianto (2013:19) mengusulkan lima unsur

penting dari pembelajaran kooperatif: (a) saling ketergantungan positif antar

siswa; (b) interaksi promotif dengan saling membantu, saling menukar sumber

daya, memberikan umpan balik, dan memanfaatkan timbal balik; (c) tanggung

jawab individu, guru memberi test individu kepada siswa dan secara acak

memanggil siswa untuk menyajikan pekerjaan kelompok mereka; (d)

interpersonal dan keterampilan kelompok kecil; dan (e) proses berkelompok yang

memusatkan pada hubungan kerjasama yang baik, memudahkan keterampilan

kooperatif dan memastikan anggota kelompok menerima umpan balik.

Selain lima unsur penting yang terdapat dalam model pembelajaran kooperatif,

model pembelajaran ini juga mengandung prinsip-prinsip yang membedakan

dengan model pembelajaran lainnya. Konsep utama dari belajar kooperatif

menurut Slavin dalam Trianto (2009:61), adalah sebagai berikut. (1) penghargaan

(26)

10 Keberhasilan kelompok didasarkan kepada penampilan individu sebagai anggota

kelompok untuk menciptakan hubungan personal yang saling mendukung, saling

membantu, dan saling peduli; (2) tanggung jawab individual, bermakna bahwa

suksesnya kelompok bergantung pada belajar individual semua anggota

kelompok; (3) kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa telah

membantu kelompok dengan cara meningkatkan belajar mereka sendiri, sehingga

siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah sama-sama tertantang untuk

melakukan yang terbaik dan bahwa konstribusi semua anggota kelompok sangat

bernilai.

Dalam melaksanakan pembelajaran kooperatif, perlu mengikuti langkah-langkah

yang telah ditetapkan agar pembelajaran kooperatif dapat memberikan manfaat.

Berikut adalah enam langkah utama di dalam pembelajaran yang menggunakan

pembelajaran kooperatif seperti yang dikemukakan oleh Ibrahim, dkk (2000:10)

yang ditunjukkan pada tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru

Fase-1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan

memotivasi siswa belajar Fase-2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan Fase-3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Fase-4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas

Fase-5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya Fase-6

Memberikan penghargaan

(27)

11 Berdasarkan uraian pengertian, manfaat, unsur-unsur dan langkah-langkah

pembelajaran kooperatif di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

kooperatif adalah pembelajaran yang menempatkan siswa ke dalam

kelompok-kelompok kecil yang anggotanya bersifat heterogen untuk saling membantu dan

bekerja sama untuk memelajari materi pembelajaran agar belajar semua anggota

maksimal. Terdapat berbagai macam model pembelajaran kooperatif yang dapat

dipilih untuk meningkatkan kemampuan siswa. Salah satunya adalah model

pembelajaran kooperatif tipe TPS.

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS)

Model pembelajaran kooperatif tipe TPS pertama kali dikembangkan oleh Frank

Lyman dan koleganya pada tahun 1985 di Universitas Maryland (Aqib, 2013:24).

Model ini banyak diadopsi oleh penulis lain yang akan meneliti dibidang

pembelajaran kooperatif.

Ledlow pada tahun 2001 (dalam Abdurrahman dkk, 2013:3) mendefinisikan TPS. “Think Pair Shareis a low-risk strategy to get many students actively involved in

classes of any size”. Artinya, TPS adalah strategi pembelajaran yang sederhana

untuk membuat banyak siswa aktif untuk ukuran kelas apapun.

Lie (dalam Susmono, 2007:22), menambahkan bahwa model pembelajaran TPS

merupakan model pembelajaran yang memeberi kesempatan kepada setiap siswa

untuk menunjukkan partisipasinya kepada orang lain. Tipe TPS ini memberikan

(28)

12 menujukkan partisipasi mereka kepada orang lain dibandingkan dengan model

klasikal.

Kesempatan bagi siswa untuk berpartisipasi tercermin dalam langkah-langkah

penerapan model pembelajaran TPS. Arends dalam Trianto (2009:81) yang

menyatakan bahwa tiga tahapan terebut yaitu: (1) berfikir (thinking) yaitu guru

mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang terkait dengan pelajaran dan

siswa diberi waktu untuk memikirkan sendiri jawaban dari pertanyaan atau

masalah tersebut; (2) berpasangan (pairing) yaitu guru meminta siswa

berpasa-ngan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu

yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan

atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi.

Secara normal guru memberikan waktu tidak lebih dari empat atau lima menit

untuk berpasangan; (3) berbagi (sharing), yaitu guru meminta pasangan-pasangan

untuk berbagi dengan keseluruh kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini

efektif sampai sekitar sebagian pasangan mendapatkan kesempatan untuk

melaporkan.

Dengan asumsi bahwa diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan

kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam TPS dapat memberi

siswa lebih banyak waktu untuk berfikir, merespon, dan saling membantu. Guru

hanya berperan menyajikan sedikit materi dan menginginkan siswanya untuk

memikirkan, berpasangan dan berbagi mengenai materi yang disajikan guru

(29)

13 Jadi, dapat disimpulkan bahwa TPS adalah model pembelajaran kooperatif yang

dapat digunakan agar siswa dapat aktif dengan cara yang sederhana serta tidak

memakan banyak waktu.

4. Komunikasi Matematis

Dalam kehidupan sehari-hari, komunikasi merupakan hal yang sangat lumrah

untuk kita lakukan. Komunikasi merupakan suatu proses di mana pesan

disampaikan oleh penyampai pesan kepada penerima. Pesan tersebut dapat berupa

perasaan atau hasil pemikiran sendiri, atau hanya pendapat orang lain dengan

maksud agar mengubah keterampilan dan pengetahuan penerima (Arikunto,

1988:85).

Namun, masyarakat masih tabu dengan anggapan bahwa matematika merupakan

sebuah bahasa yang perlu untuk dikomunikasikan. Padahal, menurut Reys dalam

Suherman, dkk (2003:16) matematika merupakan suatu bahasa yang sangat perlu

untuk dikomunikasikan, baik secara lisan maupun tulisan sehingga informasi yang

disampaikan dapat diketahui dan dipahami oleh orang lain.

Menurut Baroody (2003) dalam Kadir (2008), ada dua alasan mengapa

kemampuan matematika itu sangat penting dibutuhkan dalam berkomunikasi,

yaitu: (1) mathematics as language; matematika tidak hanya sekedar alat bantu

berfikir (a tool to and thinking), alat untuk menemukan pola, atau menyelesaikan

masalah, namun matematika juga adalah alat yang tak terhingga nilainya untuk

mengkomunikasikan berbagai ide dengan jelas, dan (2) mathematics learning as

(30)

14 antar siswa, yang merupakan bagian penting untuk memelihara dan

mengem-bangkan potensi matematika siswa.

Ernest (1994:94) mendukung pendapat Baroody dengan menjelaskan bahwa: (1)

komunikasi matematis non-verbal menekankan pada interaksi siswa dalam dunia

yang kecil dan penafsirannya non-verbal serentak mereka terhadap interaksi

lainnya, dan (2) komunikasi matematis lisan (verbal) menenkankan interaksi lisan

mereka satu sama lain dan dengan guru ketika mereka membangun tujuan dengan

membuat pembagian yang sesuai. Kedua jenis komunikasi matematis ini

mema-inkan peran penting dalam interaksi di kelas matematika. Hal ini dapat membantu

meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa sesuai standar yang

diinginkan.

Dalam NCTM (2000:60), disebutkan bahwa komunikasi adalah bagian esensial

dari matematika dan pendidikan matematik. Pendapat ini mengisyaratkan

pentingnya komunikasi dalam pembelajaran matematika. Wahyudin (2008)

menambahkan bahwa komunikasi merupakan cara berbagai gagasan dan

menglarifikasi pemahaman. Melalui komunikasi, gagasan menjadi obyek-obyek

refleksi, penghalusan, diskusi, dan perombakan. Proses komunikasi juga

mem-bantu membangun makna dan kelenggangan untuk gagasan-gagasan serta juga

menjadikan gagasan-gagasan itu diketahui publik.

Cockroft dalam Shadiq (2008:32) mengemukaan sebuah pernyataan yang

sekaligus merangkum berbagai pendapat sebelumnya, “We believe that all these

perceptions of the usefulness of mathematics arise from the fact that mathematics

(31)

15

unambigous.” Pernyataan tersebut adalah tentang perlunya para siswa belajar

matematika dengan alasan bahwa matematika merupakan alat komunikasi yang

sangat kuat, teliti, dan tidak membingungkan.

Fachrurazi (2011:81) mengemukakan sebuah teori mengenai komunikasi

matematis. Dia menyebutkan bahwa:

Komunikasi matematis merfleksikan pemahaman matematis dan merupakan bagian dari daya matematis. Siswa-siswa memelajari mate-matika seakan-akan mereka berbicara dan menulis tentang apa yang mereka sedang kerjakan. Mereka dilibatkan secara akrif dalam mengerjakan matematika, ketika mereka diminta untuk memikirkan ide-ide mereka, atau berbicara dan mendengarkan siswa lain, dalam berbagai ide, strategi, dan solusi. Menulis mengenai matematika mendorong siswa untuk mereflek-sikan pekerjaan merekadan menglarifikasi ide-ide untuk mereka sendiri.

Sumarmo (2006:5) menyatakan bahwa kegiatan yang tergolong pada komunikasi

matematis diantaranya adalah:

1) Menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam

bahasa, simbol, ide, atau model matematik.

2) Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematik secara lisan maupun tulisan.

3) Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematik

4) Membaca dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis

5) Membuat konjektur, menyusun argumen, menemukan definisi, dan

generalisasi

6) Mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragraf matematika dalam bahasa

sendiri.

Penjelasan di atas memperlihatkan adanya lima aspek komunikasi, yaitu

representasi (representation), mendengar (listening), membaca (reading), diskusi

(32)

16 menjadi tahap-tahap proses komunikasi dalam pembelajaran matematika. Kadir

(2008) menjelaskan bahwa untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam

berbagai aspek di atas dapat dilakukan dengan melihat kemampuan siswa dalam

mendiskusikan masalah dan membuat ekspresi matematika secara tertulis baik

gambar, model matematika, maupun simbol atau bahasa sendiri. Kemampuan

siswa berkomunikasi lisan sulit diukur oleh guru sehingga perlu membuat lembar

observasi untuk mengamati kualitas diskusi yang diikuti siswa selama proses

pembelajaran. Sementara itu, kemampuan komunikasi matematis siswa secara

tertulis dapat diketahui dengan memberikan soal-soal matematika kepada siswa

untuk diselesaikan.

NCTM (1989:214) merumuskan indikator-indikator komunikasi matematis bahwa

kemampuan komunikasi matematis siswa dalam pembelajaran dapat dilihat dari

(1) menggambar/ drawing, yaitu membuat gambar, diagram, atau tabel secara lengkap dan benar; (2) ekspresi matematika/ mathematical expression, kemam-puan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan

struktur-strukturnya untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan

model-model situasi; (3) menulis/ written texts, yaitu menjelaskan secara mate-matis, masuk akal dan jelas serta tersusun secara sistematis.

B. Kerangka Pikir

Komunikasi adalah proses untuk menyampaikan informasi kepada seseorang agar

menerima informasi darinya. Matematika sebagai salah satu bentuk bahasa yang

perlu untuk dikomunikasikan. Maka dari itu, siswa dalam mengikuti pembelajaran

(33)

17 Kemampuan komunikasi matematis merupakan salah satu kompetensi yang

diharapkan dalam pembelajaran matematika. Komunikasi matematis membantu

siswa membangun keberanian untuk berbicara di dalam kelas, baik antar siswa

maupun dengan guru. Kemampuan komunikasi matematis juga dapat membuat

siswa mengkomunikasikan soal-soal matematika yang terdiri atas simbol-simbol

matematika, serta antara uraian dengan gambaran mental dari gagasan matematika.

Kemampuan komunikasi inilah yang mempengaruhi siswa dalam menyelesaikan

suatu permasalahan matematika. Komunikasi matematis bukan hanya sekedar

menyatakan ide melalui tulisan tetapi lebih luas lagi yaitu kemampuan siswa

dalam hal berdiskusi, menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menanyakan,

klarifikasi, bekerja sama, menulis, dan akhirnya melaporkan apa yang telah

dipelajari.

Model pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan salah satu model

pembelajaran matematika yang banyak melibatkan siswa selama proses

pembelajaran. Pembelajaran TPS dapat mendorong siswa aktif untuk mencari

penyelesaian dari permasalahan yang diberikan, serta dapat belajar untuk saling

bekerjasama dengan teman pasangannya dalam mencari penyelesaian. Ciri-ciri

utama dalam pembelajaran kooperatif TPS adalah proses pembelajarannya terdiri

dari tiga tahap, yaitu think (berpikir), pair (berpasangan), dan share (berbagi).

Siswa diberi waktu untuk memikirkan jawaban dari permasalahan yang diberikan,

kemudian mendiskusikannya dengan pasangannya yang dipilih berdasarkan

kemampuan, sehingga pasangan-pasangannya heterogen. ntuk mencari solusi

yang tepat, setelah itu tiap pasangan akan berbagi pendapat dengan pasangan lain

(34)

18 Selama proses pembelajaran, guru hanya bertindak sebagai motivator serta

fasilitator siswa. Setiap siswa diberi masalah yang memiliki bobot yang sama,

Masing-masing perwakilan pasangan secara bergantian menjelaskan penyelesaian

mereka kepada pasangan-pasangan yang lain. Pada saat perwakilan menjelaskan,

pasangan-pasangan yang lain tidak hanya mendengarkan, mereka dapat

memberikan pendapat atau pertanyaan kepada pasangan yang menjelaskan, dan

begitu seterusnya hingga minimal terdapat delapan pasangan yang menjelaskan di

depan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa melalui pembelajaran

dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS diharapkan akan dapat

meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

C. Anggapan Dasar

1. Seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Metro selama ini memperoleh materi

pelajaran matematika yang sama dan sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

2. Faktor lain yang mempengaruhi kemampuan komunikasi matematis siswa

selain pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dan

pembelajaran konvensional dianggap memberikan kontribusi yang sama

sehingga dapat diabaikan.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian pada kerangka pikir maka dirumuskan suatu hipotesis dalam

(35)

19 TPS dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIII

(36)

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Metro

Tahun Pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 190 siswa dan terdistribusi dalam

tujuh kelas. Dari tujuh kelas tersebut diambil dua kelas sebagai sampel penelitian.

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Purposive Random Sampling yaitu

mengambil enam kelas yang diajar oleh guru yang sama dari tujuh kelas yang ada.

Kemudian mengambil dua kelas secara acak sebagai sampel yaitu sebagai kelas

VIII C sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII D sebagai kelas kontrol.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu. Desain yang digunakan

adalah pretest-posttest control group design. Desain penelitian sebagaimana

di-kemukakan oleh Furchan (1982:356) digambarkan pada Tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1 Pretest-Posttest Control Design

Kelas Pretest Perlakuan Posttest

Eksperimen Y1 X Y2

Kontrol Y1 C Y2

Keterangan: Y1 : pretest

X : perlakuan pada kelas eksperimen (model pembelajaran kooperatif tipe TPS) C : perlakuanpada kelas kontrol (model pembelajaran konvensional)

(37)

21

C. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitan ini yaitu sebagai berikut.

1. Tahap Pendahuluan

Tahap ini dilaksanakan pada tanggal 25 November 2013 yang bertujuan untuk

menemukan masalah terkait dengan pembelajaran matematika yang terdapat

pada SMPN 9 Kota Metro.

2. Tahap Perencanaan

a. Peneliti menyusun silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),

Lembar Kerja Siswa (LKS), kisi-kisi instrumen, kunci jawaban instrumen,

dan menyusun instrumen tes.

b. Tahap berikutnya yaitu mengujicobakan soal-soal pre-test dan post-test

pada kelas uji coba. Waktu pelaksanaan yaitu tanggal 14 Februari 2014.

Setelah diuji coba maka soal tes dianalisis, kemudian soal diperbaiki.

c. Tahap selanjutnya, peneliti menentukan populasi serta melakukan

sampling.

3. Tahap Pelaksanaan

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 21 Februari 2014 – 29 Maret 2014.

Langkah-langkah pelaksanaan berturut-turut adalah sebagai berikut.

a. Mengadakan pretest pada kelas eksperimen (tanggal 21 Februari 2014) dan

kelas kontrol (tanggal 22 Febuari 2014).

b. Melaksanakan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe

TPS di kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas

(38)

22

c. Mengadakan posttest pada kelas eksperimen (28 Maret 2014) dan kelas

kontrol (tanggal 29 Maret 2014).

4. Tahap pengolahan dan analisis data

5. Penarikan kesimpulan

6. Penyusunan laporan

D. Data Penelitian

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data kemampuan komunikasi

matematis siswa yang diperoleh melalui tes pada sebelum dan sesudah

pembelajaran, serta data gain (skor pencapaian).

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini yaitu teknik tes.

Tes diberikan sebelum pembelajaran (pretest) dan sesudah pembelajaran (posttest)

pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan berupa tes. Tes yang digunakan adalah tes

kemampuan komunikasi matematis berbentuk esai. Berikut disajikan pedoman

(39)

23

0 Tidak ada jawaban, atau meskipun ada informasi yang diberikan tidak berarti.

Sebelum digunakan dalam penelitian, soal tes tersebut akan dikonsultasikan

terlebih dahulu kepada orang yang dianggap ahli (Expert Judgement), dalam hal

(40)

diuji-24

cobakan pada siswa kelas IX SMP Negeri 9 Kota Metro tahun pelajaran

2013-2014 pada tanggal 14 Februarui 2013-2014 yang telah mempelajari materi yang diuji.

Data yang diperoleh dari hasil uji coba kemudian diolah dengan menggunakan

bantuan software Microsoft Excel untuk mengetahui reliabilitas tes, indeks daya

pembeda, dan indeks kesukaran butir soal.

1. Validitas

Validitas yang digunakan pada penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi

adalah validitas yang ditinjau dari segi isi tes itu sendiri sebagai alat pengukur

hasil belajar siswa, isinya telah dapat mewakili secara keseluruhan materi yang

diteskan di SMP Negeri 9. Isi tes dinilai oleh guru mitra berdasarkan kesesuaian

dengan kisi-kisi dan kunci jawaban yang telah dibuat serta kesesuaian penggunaan

bahasa. Penilaian isi tes dilakukan dengan menggunakan daftar ceklis ( ).

Berdasarkan hasil penelitian, maka instrumen tes telah memenuhi validitas isi. Penilaian dapat dilihat pada lampiran B.3.

2. Uji Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas digunakan untuk menunjukkan sejauh mana instrumen dapat

diper-caya dalam penelitian. Tes yang telah disetujui oleh guru mitra kemudian

diujicobakan di luar sampel. Bentuk soal tes yang digunakan pada penelitian ini

adalah soal tes tipe uraian, karena itu untuk mencari koefisien reliabilitas (r11)

digunakan rumus alpa seperti yang dikemukakan oleh Sudijono (2008:207)

(41)

25

Keterangan:

koefisien reliabilitas tes

jumlah varian skor dari tiap-tiap butir varians total

banyaknya butir tes

Sudijono lebih lanjut mengungkapkan bahwa suatu tes dikatakan memiliki

realibilitas yang baik apabila koefisien reliabilitasnya sama dengan atau lebih dari

0,700 ( ≥ 0,700). Setelah menghitung reliabilitas tes, diperoleh r11 yaitu 0,780

yang tergolong dalam kategori baik. Perhitungan dapat dilihat pada lampiran C.1.

3. Daya Pembeda

Dalam menghitung indeks daya pembeda, data terlebih dahulu diurutkan dari

siswa yang memperoleh nilai tertinggi sampai terendah. Kemudian diambil 27%

siswa yang memperoleh nilai tertinggi (disebut kelompok atas) dan 27% siswa

yang memperoleh nilai terendah (disebut kelompok bawah).

To (dalam Noer, 2010) mengungkapkan menghitung indeks daya pembeda

ditentukan dengan rumus :

Keterangan :

DP : indeks daya pembeda satu butri soal tertentu

JA : jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah JB : jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA : jumlah skor ideal kelompok (atas/bawah).

Hasil perhitungan indeks daya pembeda diinterpretasi berdasarkan klasifikasi

(42)

26

Tabel 3.3 Interpretasi Nilai Daya Pembeda

Nilai Interpretasi

Kriteria soal dalam penelitian ini adalah baik atau sangat baik. Hasil perhitungan

indeks daya pembeda butir soal yang telah diujicobakan disajikan pada Tabel 3.4.

Dengan melihat hasil perhitungan indeks daya pembeda butir soal yang diperoleh,

maka instrumen tes yang diujicobakan sesuai dengan kriteria yang telah

ditetapkan. Hasil perhitungan indeks daya pembeda butir soal dapat dilihat pada

lampiran C.2

Tabel 3.4 Daya Pembeda Butir Soal

No. Butir Item Nilai DP Interpretasi

1 0,470 Baik

Indeks kesukaran soal menyatakan seberapa mudah atau seberapa sukar sebuah

butir soal bagi siswa terkait. Azwar (1995:134) mengungkapkan untuk

(43)

27

Keterangan:

p : indeks kesukaran suatu butir soal

ni : banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar IT : banyaknya siswa yang menjawab soal

Untuk menginterpretasi indeks kesukaran suatu butir soal akan digunakan kriteria

indeks kesukaran menurut Sudijono (2008:372) sebagai berikut :

Tabel 3.5 Interpretasi Nilai Indeks Kesukaran

Nilai Interpretasi

Kriteria soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah memiliki interpretasi

sukar, sedang, dan mudah. Hasil perhitungan indeks kesukaran uji coba soal

disajikan pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6 Indeks Kesukaran Butir soal

No. Butir Soal Indeks Kesukaran Interpretasi

1 0,520 Sedang

Dengan melihat hasil perhitungan indeks kesukaran butir soal yang diperoleh,

maka instrumen tes yang sudah diujicobakan telah memenuhi kriteria indeks

kesukaran soal yang diharapkan. Hasil perhitungan indeks kesukaran butir soal

(44)

28

G. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pretest dan posttest dianalisis untuk mendapatkan

skor peningkatan (gain) pada kedua kelas dengan bantuan software SPSS versi

17.0. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui besarnya peningkatan kemampuan

komunikasi matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Besarnya

peningkatan dihitung dengan rumus gain ternormalisasi (normalized gain) dari

Hake (1999:1), yaitu :

Setelah data gain diperoleh, selanjutnya data diolah dengan cara berikut.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data gain berasal dari populasi

yang berdistribusi normal atau tidak. Untuk uji normalitas gain digunakan uji

Kolmogorov-Smirnov Z. Adapun hipotesis uji adalah sebagai berikut.

a. Hipotesis

H0 : Data gain sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 : Data gain sampel berasal dari popilasi yang tidak berdistribusi normal

b. Taraf signifikan : α =

Setelah dilakukan pengujian normalitas data indeks gain kemampuan komunikasi

matematis didapat hasil yang disajikan pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7 Data Indeks Gain Komunikasi Matematis

Kelompok Penelitian

Banyaknya Siswa K-S (Z) Probabilitas

(45)

29

Kriteria pengujian adalah jika nilai probabilitas (Sig) lebih dari , maka

hipotesis nol diterima (Trihendradi, 2005:145). Terlihat pada tabel 3.4 bahwa Sig

untuk kelas eksperimen lebih dari 0,050 sehingga hipotesis nol diterima.

Kemudian Sig untuk kelas kontrol lebih dari 0,050 sehingga hipotesis nol

diterima. Hal ini berarti bahwa data kedua kelas berasal dari populasi yang

berdistribusi normal. Perhitungan uji normalitas data indeks gain dapat dilihat

pada lampiran C.6-C.7.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas varians dilakukan untuk mengetahui apakah populasi mempunyai

varians yang homogen atau tidak. Untuk menguji homogenitas variansi maka

dilakukan uji Levene dengan software SPSS versi 17.0. Adapun hipotesis untuk

uji ini adalah:

H0 : (data gain dari kedua kelompok memiliki varians yang homogen)

H1 : (data gain dari kedua kelompok memiliki varians yang tidak ho-

mogen)

Kriteria pengujian adalah jika nilai Sig lebih dari , maka hipotesis nol

diterima (Trihendradi, 2005:145). Berdasarkan hasil uji normalitas pada data

indeks gain kemampuan komunikasi matematis siswa diketahui bahwa kedua

kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Sehingga selanjutnya

dilakukan uji homogenitas terhadap indeks gain kemampuan komunikasi

matematis siswa. Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh hasil uji homogenitas

(46)

30

Tabel 3.8 Uji Homogenitas Populasi Indeks Gain Kemampuan Komunikasi Matematis

Kelompok

Penelitian Varians Statistik Levene

Probabilitas (Sig.)

Eksperimen 0,057 1,306 0,256

Kontrol 0,034

Pada Tabel 3.8 terlihat bahwa nilai Sig lebih dari 0,050 sehingga hipotesis nol diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa data indeks gain kemampuan komunikasi matematis siswa dari kedua kelompok populasi homogen atau memiliki varians yang sama. Perhitungan uji homogenitas dapat dilihat pada lampiran C.8.

3. Uji Hipotesis

Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas, analisis berikutnya adalah

menguji hipotesis. Data yang diperoleh homogen maka digunakan uji kesamaan

dua rata-rata, yaitu uji dua pihak. Hipotesis untuk uji kesamaan dua rata-rata dua

pihak menurut Sudjana (2005:239) sebagai berikut.

tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata peningkatan

kemampuan komunikasi matematis siswa kelas yang menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan kelas yang menggunakan

pembelajaran konvensional

terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata peningkatan kemampuan

komunikasi matematis siswa kelas yang menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe TPS dengan kelas yang menggunakan pembelajaran

(47)

31

Dalam penelitian ini, uji-t menggunakan software SPPS versi 17.0. dengan kriteria

pengujian, jika nilai Sig lebih dari , maka hipotesis nol diterima. Tolak

(48)

36

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe TPS untuk meningkatkan kemampuan komunikasi

matematis siswa dapat diperoleh simpulan bahwa model pembelajaran koopertif

tipe TPS tidak dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa

SMPN 9 Kota Metro.

A. Saran

Berdasarkan simpulan tersebut, penulis mengemukakan saran-saran sebagai

berikut.

1. Kepada guru matematika agar dapat menggunakan model pembelajaran lain

selain pembelajaran konvensional, dan hendaknya dapat memvariasikan

penggunaan model pembelajaran lain,di dalam kelas salah satunya model

pembelajaran kooperatif tipe TPS.

2. Kepada pembaca dan peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian

lan-jutan mengenai penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS

hendaknya dalam pelaksanaan pembelajaran memperhatikan manajemen

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, dkk. 2013. Improving Students’ Ability in Reading

Comprehension Through Cooperative Learning (Think Pair Share).

[Online].Tersedia: jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/article/viewFile/3614 /3629. Diakses pada 13 November 2013

Ansari, B.I. 2013. Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematika Siswa SMU Melalui Strategi Think-Talk-Write.

Disertasi Doktor, Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak Diterbitkan.

Aqib, Zainal. 2013. Model-Model, Media, dan Strategi Pembelajaran Konstektual (Inovatif). Bandung: Yrama Widya.

Arifah, Muzayyanah. 2010. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa dalam Pembelajaran Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) di SMA Negeri 1 Godean. Thesis, Universitas Negeri Yogyakarta [Online]. Tersedia: eprints.uny.ac.id/1419. Diakses pada 15 Juni 2014

Arikunto, Suharsimi. 1988. Organisasi dan Administrasi Pendidikan Teknologi Kejujuran. Jakarta: Depdikbud Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi

Azwar, Saifuddin. 1995. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baharuddin dan Nur, Esa. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Ar- Ruzmedia

Biyarti, Tunggu. 2013. Eksperimentasi Model Pembelajaran Think Pair Share dengan Pendekatan Kontekstual pada Materi Logaritma Ditinjau dari Kecerdasan Matematis Logis Siswa Kelas X pada Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Cilacap Tahun Pelajaran 2012/2013. Tesis, Universitas Negeri Sebelas Maret [Online]. Tersedia: http://dglib.uns.ac.id/pengguna.php? mn=view&jen=Tesis. Diakses tanggal 15 Juni 2014

Dahar, Ratna W. 2006. Teori-Teori Belajar & Pembelajaran. Bandung: Erlangga

(50)

Ernest, Paul. 1994. Constructing Mathematical Knowledge: Epistimology and Mathematics Education. London: The Falmer Press

Fachrurazi. 2011. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. [Online]. Tersedia: http://jurnal.upi.edu/file/8 Fachrurazi.pdf. Diakses pada 13 November 2013

Furchan, Arief. 1982. Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Hake, Richard R. 1999. Analyzing Change/Gain Scores. [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/ajpv3i.pdf. Diakses pada tanggal 5 Desember 2013

Isjoni. 2009. Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

National Council of Teachers of Mathematics. 1989. Curriculum and Evaluation Standars for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

____________________________________. 2000. Principles and Standarts for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

Noer, Sri Hastuti. 2010. Evaluasi Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SMP. Jurnal Pendidikan MIPA. Jurusan P. MIPA. Unila

Nur’aeni, Epon. 2006. Teori Van Hiele dan Komunikasi Matematik (Apa, Mengapa dan Bagaimana). Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika. Universitas Negeri Yogyakarta [Online]. Tersedia: http://journal.uny.ac.id/index.php/jpep/article/view/1116/1168. Diakses tanggal 15 November 2013

Rosnawati, R. 2013. Kemampuan Penalaran Matematika SMP Indonesia pada TIMSS 2011. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan Matematika. Universitas Negeri Yogyakarta [Online]. Tersedia: http://journal.uny.ac.id/index.php/jpep/article/view/1116/1168. Diakses tanggal 16 Juni 2014

Shadiq, Fajar. 2008. Bagaimana Cara Mencapai Tujuan Pembelajaran di SMK?.

Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Matematika.

Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

(51)

Sugiyanto. 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Pustaka

Sugiyarsih, Wiwik. 2013. Pembelajaran Kimia Model Project Based Learning (PBL) dan Think Pair Share (TPS) dengan Memerhatikan Kemampuan Awal dan Kreativitas Siswa. Tesis, Universitas Sebelas Maret [Online]. Tersedia: http://dglib.uns.ac.id/pengguna.php?mn=view&jen=Tesis. diakses tanggal 15 November 2013

Suherman, Erman dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.

Bandung: JICA.

Sumarmo, Utari. 2003. Berpikir Matematik Tingkat Tinggi. Makalah pada Seminar Pendidikan Matematika UNPAD, Bandung.

Susmono. 2013. Eksperimentasi Model Pembelajaran Think Talk Write (TTW) dan Think Pair Share (TPS) pada Pokok Bahasan Dimensi Tiga Ditinjau dari Kesulitan Belajar Siswa Kelas X SMA Negeri di Kabupaten Magetan Tahun Pelajaran 2012/2013. Tesis, Universitas Sebelas Maret [Online]. Tersedia: http://dglib.uns.ac.id/pengguna.php?mn=view&jen=Tesis. Diakses tanggal 15 November 2013

Tim Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Surabaya:

Kencana Prenada Media Group.

Trihendradi, Cornelius. 2005. Step by Step SPSS 17.0 Analisis Data Statistik. Yogyakarta: Andi Offset.

Gambar

Tabel 2.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif
Tabel 3.1 Pretest-Posttest Control Design
tabel, atau diagram
Tabel 3.3 Interpretasi Nilai Daya Pembeda
+3

Referensi

Dokumen terkait

Secara garis besar, ilmu fisika dapat dipelajari lewat 3 jalan, yaitu pertama, dengan meng- gunakan konsep atau teori fisika yang akhirnya melahirkan fisika teori. Kedua, dengan

Pokja ULP PB-24/POKJA SKPD09pada Pemerintah Kabupaten Banjar akan melaksanakan Pelelangan Umumdengan pascakualifikasi secara elektronik untuk paket pekerjaan pengadaan barang

Berdasarkan hasil evaluasi penawaran dan evaluasi teknis yang kami lakukan pada proses Seleksi Sederhana untuk Pengadaan Jasa Konsultansi dan Sertifikasi ISO 9001:2008

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan hambatan kewirausahaan dengan jiwa kewirausahaan petani padi sawah di daerah penelitian, mengetahui apa faktor internal

Polychaeta pada kawasan mangrove muara sungai kali Lamong-pulau Galang memiliki komposisi spesies yang berbeda di setiap stasiun dan kedalaman substrat..

Sehingga para anggota rapat tidak perlu takut tidak ke bagian jalur transmisi karena dengan penambahan acces point tersebut daya tampung semakin besar, para anggota juga cukup duduk

Untuk masing-masing proses pentransferan da- ta menggunakan rumus pada proses perhitungannya, yaitu dengan cara membagi ukuran data dengan waktu transfer yang didapat.

dianggap tepat untuk menggambarkan mengenai keadaan di lapangan yaitu.. mengenai materi apa saja yang dipelajari pada kegiatan ekstrakurikuler seni. tari, bagaimana pelaksanaan