• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Pemaknaan Bahasa Tubuh Perempuan Dalam Iklan Produk Blinken

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Pemaknaan Bahasa Tubuh Perempuan Dalam Iklan Produk Blinken"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PEMAKNAAN BAHASA TUBUH PEREMPUAN

DALAM IKLAN PRODUK BLINKEN

DK 38315 Skripsi Semester II 2009/2010

Oleh:

Evi Septiani Dewi

51906701

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG

(2)

Lembar Pengesahan

KAJIAN PEMAKNAAN BAHASA TUBUH PEREMPUAN

DALAM IKLAN PRODUK BLINKEN

DK 38315 Skripsi

Semester II 2009 / 2010

Oleh :

Evi Septiani Dewi

519060701

Program Studi Desain Komunikasi Visual

Disahkan Oleh :

Dosen Pembimbing

Taufan Hidayatullah, M. Ds.

Koordinator Tugas Akhir / Skripsi

(3)

ABSTRAK

Evi Septiani Dewi , Kajian Pemaknaan Bahasa Tubuh Perempuan Dalam Iklan Produk Blinken, Skripsi: Program Studi Desain Komunikasi Visual, Universitas Komputer Indonesia 2010

Iklan bertujuan untuk mempersuasi konsumen agar membeli suatu produk yang dibutuhkan bagi khalayak. Ragam iklan saat sekarang ini sudah banyak dimunculkan. Seringkali iklan dimunculkan dengan adanya penggunaan figur perempuan. Tetapi terkadang keberadaan perempuan dalam iklan sedikit berlebihan. Karena kurangnya keterkaitan antara figur yang digunakan dengan produk yang diiklankan. Salah satu aspek yang menarik untuk diamati ada pada penggunaan bahasa tubuh perempuan yang dijadikan objek dalam beriklan. Bahasa tubuh dimunculkan dengan beragam asumsi pada pemaknaannya. Bahasa tubuh bervariasi dari budaya yang satu ke budaya yang lain. Beberapa jenis bahasa tubuh yang dapat diterima di budaya barat misalnya, seorang perempuan yang duduk dengan kedua tangan diatas paha kemudian kedua kaki dilebarkan. Kemungkinan hal seperti itu akan menjadi berbeda bahkan dapat dinilai tidak baik oleh lingkungan budaya lain. Dalam budaya ketimuran seorang perempuan haruslah memiliki pembawaan diri yang baik dengan mampu menggunakan bahasa tubuh yang mencerminkan perempuan anggun dan santun. Baik itu didalam kesehariannya berkomunikasi dengan lingkungan, maupun perempuan didalam sebuah iklan. Sekarang ini perempuan didalam iklan seringkali menjadi hal yang utama untuk diperhitungkan keberadaanya oleh para pengiklan.

Salah satu contoh iklan yang menggunakan perempuan sebagai komoditi utama ada dalam iklan produk Blinken. Blinken menawarkan produk untuk cat mobil namun penggunaan perempuan dalam iklan tersebut memunculkan makna dengan beragam asumsi konotasi terhadap bahasa tubuh yang digunakan. Untuk mengetahui makna yang terkandung dalam bahasa tubuh perempuan pada iklan Blinken, menggunakan metode penelitian pada teori semiotika Barthes, yang mencakup makna denotasi dan konotasi. Karena kemunculan makna konotasi tidak akan terlepas dari adanya makna denotasi, yang tersusun dari tanda-tanda atau relasi tanda yang terlihat didalam iklan Blinken. Khususnya tanda-tanda yang terjadi pada penggunaan bahasa tubuh perempuan dalam iklan Blinken tersebut.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemunculan makna bahasa tubuh perempuan dalam iklan Blinken, merupakan bahasa tubuh yang mengandung makna konotasi sensual. Pemaknaan pada bahasa tubuh dapat dipahami melalui penafsiran-penafsiran yang telah tertanam di masyarakat, karena tanpa disadari makna bahasa-bahasa tubuh yang orang lain gunakan di dalam benak akan ditafsirkan memiliki beragam makna tertentu. Yang telah berlaku di masyarakat sejak dulu.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur pengamat panjatkan kehadirat Allah SWT karena telah memberikan rahmat dan petunjuk-Nya, sehingga pengamat dapat menyelesaikan makalah skripsi yang berjudul “KAJIAN PEMAKNAAN BAHASA TUBUH PEREMPUAN DALAM IKLAN PRODUK BLINKEN”, tepat pada waktunya.

Penyusunan laporan ini merupakan suatu syarat yang harus dipenuhi, guna meraih gelar kesarjanaan pada program studi Desain Komunikasi Visual di Fakultas Desain Universitas Komputer Indonesia. Dalam hal ini pengamat mencoba untuk menganalisa makna pada bahasa tubuh perempuan yang digunakan dalam iklan produk Blinken. Dimana bahasa tubuh perempuan tersebut mengandung makna konotasi sensual dengan menggunakan pendekatan terhadap teori semiotika Barthes yang mencakup makna denotasi dan konotasi.

Kajian dalam bahasan ini diharapkan dapat memiliki nilai yang berguna untuk dikembangkan serta dapat memperkaya pengetahuan pada cakupan didalam pemahaman makna bahasa tubuh perempuan, khususnya yang digunakan di dalam sebuah iklan.

Bandung, Juni 2010

(5)

UCAPAN TERIMAKASIH

Alhamdulilah segala puji atas kehadirat Allah SWT, dengan segala limpahan rahmat. Serta nikmat yang diberikan-Nya kepada pengamat. Sehingga proses penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar. Dalam penyusunan penelitian ini, pengamat sempat mengalami berbagai kesulitan. Namun berkat bimbingan dan arahan dari berbagai pihak yang membantu, akhirnya laporan ini dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu sudah selayaknya pengamat mengucapkan terimakasih dan rasa hormat yang sebesar-besarnya pengamat persembahkan untuk :

1. Taufan Hidayatullah selaku dosen pembimbing Skripsi.

2. Para dosen penguji sidang, Rini Maulina, Deni Albar, serta Harry Lubis atas

saran dan masukannya.

3. Irwan Tarmawan selaku dosen yang telah membantu dalam penyediaan

referensi.

4. Yully Ambarsih Ekawardhani selaku Ketua Koordinator TA/Skripsi, dan juga

yang telah memberikan masukan-masukan dalam penulisan makalah ini. 5. Serta pihak lain yang telah memberikan bantuan, baik moril maupun materil

yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan yang berlimpah dari Allah SWT.

Bandung, Juli 2010

(6)

DAFTAR ISI 1.8 Teknik Pengumpulan Data... 1.9 Kerangka Penelitian... 1.10 Sistematika Penulisan...

BAB II IKLAN PADA PENDEKATAN SEMIOTIKA BARTHES

MENCAKUP MAKNA DENOTASI DAN KONOTASI

(7)

2.2 Strategi Komunikasi... 2.3 Strategi Periklanan... 2.3.1 Daya tarik pesan... 2.3.2 Figur dalam Iklan... 2.3.3 Iklan dalam media majalah... 2.4 Keberadaan Perempuan dalam Iklan... 2.5 Pencitraan Sensual pada Perempuan...

21

FENOMENA IKLAN PRODUK BLINKEN CAT MOBIL

3.1 Latar Belakang Perusahaan Produk Blinken... 3.2 Iklan Produk Blinken...

PEMAKNAAN BAHASA TUBUH PEREMPUAN DALAM

IKLAN PRODUK BLINKEN PADA MAJALAH AUTOCAR

EDISI TAHUN 2003

4.1 Iklan Blinken dengan penggunaan Model Perempuan... 4.2 Analisis semiotika dengan pendekatan Barthes terhadap iklan Blinken... 4.3 Pemaknaan Bahasa Tubuh perempuan Pada Iklan Blinken...

(8)

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL

2.1. Peta Tanda Roland Barthes ………... 2.2. Tabel Perbandingan Antara Konotasi dan Denotasi... 2.3. Iklan Velveeta ... 2.4. Iklan Mercedes Benz ... 2.5. TVC Citra Hazeline ... 2.6. Print Ad Star Mild Cool Menthol-finnaly I found ”G-Spot”... 3.1. Struktur Organisasi Perusahaan... 3.2. Iklan Blinken pada Majalah Autocar edisi Mei 2002... 3.3 Iklan Blinken pada Majalah Autocar edisi November 2001... 3.4. Print Ad Blinken – Stoppong Power... 3.5. Iklan Blinken pada Majalah Autocar edisi Oktober 2003...

(9)

KOSAKATA

Asosiasi : Salah satu dasar utama hubungan antara makna yang lama dan

makna yang telah bergeser dan berubah.

Citra (image) : Sesuatu yang tampak oleh indra, akan tetapi tidak memilki eksistensi substansial.

Denotasi : Hubungan eksplisit antara tanda dengan referensi atau realitas dalam Pertandaan.

Eksplisit : Gamblang, tegas, terus terang, tidak berbelit-belit (sehingga orang

dapat menangkap maksud dengan mudah dan tidak mempunyai gambaran yang kabur atau salah mengenai suatu berita atau persoalan.

Eksploitasi : Pemanfaatan untuk keuntungan sendiri.

Eksplorasi : Penjelajahan dengan tujuan memperoleh pengetahuan lebih banyak.

Erotis : Berkenaan dengan sensasi seks yang menimbulkan rangsangan.

Etnisitas : Sebuah faktor fundamental dalam kehidupan manusia: merupakan

fenomena yang melekat dalam pengalaman manusia

Fenomena : Hal-hal yang dapat disaksikan dengan pancaindra dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah.

Gender Sign : Tanda-tanda yang membedakan jenis kelamin seperti maskulin atau Feminin

Ideologi : Sistem kepercayaan dan sistem nilai serta representasinya dalam

berbagai media dan tindakan sosial

Idiom : Struktur atau gramar yang khas pada sebuah komposisi seni, sastra,

desain atau arsitektur yang membedakannya dengan struktur dan grammar pada karya-karya lainnya

Iklan : Berita pesanan untuk mendorong, membujuk khalayak ramai agar

tertarik pada barang dan jasa yang ditawarkan.

Interpretasi : Pemberian kesan, pendapat, atau pandangan teoritis terhadap sesuatu.

Issue : Persoalan yang muncul tentang berbagai hal didalam kehidupan

(10)

Kapitalisme : Sistem dan paham ekonomi yang modalnya bersumber pada modal pribadi dengan ciri adanya persaingan yang terjadi di pasaran bebas.

Kode : Cara pengombinasian tanda yang disepakati secara sosial, untuk

memungkinkan satu pesan disampaikan dari seseorang ke orang lain.

Komoditi : Segala sesuatu yang diproduksi dan dipertukarkan dengan sesuatu

yang lain, biasanya uang dalam rangka memperoleh nilai lebih atau keuntungan.

Konformitas : Kesesuaian sikap dan perilaku dengan nilai dan kaidah yang berlaku

Konotasi : Aspek makna yang berkaitan dengan perasaan dan emosi serta nilia- nilai kebudayaan dan ideologi.

Kultural : Berhubungan dengan kebudayaan

Legitimasi : Adanya pernyataan yang sah (menurut undang-undang atau sesuai

dengan undang-undang); pengesahan

Linguistik : Ilmu bahasa, atau telaah bahasa secara ilmiah

Manipulasi : Sebuah proses rekayasa dengan melakukan penambahan,

penghilangan atau pengkaburan terhadap bagian atau keseluruhan sebuah realitas, kenyataan, fakta-fakta ataupun sejarah yang dilakukan berdasarkan sistem perancangan sebuah tata sistem nilai.

Manifestasi : Perwujudan sebagai suatu pernyataan perasaan atau pendapat.

Obscene Sign : Tanda-tanda visual yang mengarah pada penyimpangan sex

Oposisi biner : Pertentangan yang terjadi oleh dua bagian yang bertolak belakang.

Oposisi

Psikoseksual : Terjdinya pertentangan yang berhubungan dengan berbagai gejala seks yang timbul karena faktor psikologis.

Orientasi : Peninjauan untuk menentukan sikap atau arah yang tepat dan benar; pandangan yang mendasari pikiran, perhatian atau kecenderungan.

Otoritas : Hak untuk bertindak; kekuasaan; wewenang; hak melakukan

tindakan atau hak membuat peraturan untuk memerintah orang lain.

Patriarki : Konsep yang mengacu pada satu kondisi bahwa segala sesuatu

(11)

Penanda : Citraan atau kesan mental dari sesuatu yang bersifat verbal atau

visual, seperti suara, tulisan atau benda.

Perspektif : Sudut pandang.

Persepsi : Pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang

diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

Petanda : Konsep abstrak atau makna yang dihasilkan oleh tanda.

Pilar : Dasar utama yang pokok dalam suatu hal.

Pornografi : Penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan

untuk membangkitkan nafsu berahi.

Representasi : Tindakan menghadirkan atau mempresentasikan sesuatu lewat

sesuatu yang lain diluar dirinya, biasanya berupa tanda atau simbol.

Seksualitas : Adanya dorongan seks dari dalam rohani.

Sensualitas : Segala sesuatu yg mengenai badani bukan rohani.

Semiotika : Ilmu tentang tanda dan kode-kodenya serta penggunaannya dalam

masyarakat.

Sexual Sign : Tanda-tanda visual yang berkenaan dengan sex

Stereotipe : Kepercayaan publik yang diselenggarakan umum tentang kelompok

sosial tertentu atau jenis individu.

Tanda : Unsur dasar dalam semiotika dan komunikasi, yaitu segala sesuatu

yang mengandung makna, yang mempunyai dua unsur yaitu penanda (bentuk) dan petanda (makna)

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Iklan merupakan pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat melalui media, baik media cetak maupun media elektronik. Iklan dapat dilihat sebagai salah satu bentuk budaya massa yang saat ini keberadaannya begitu marak dikalangan masyarakat.

Iklan juga dapat menjadi sebuah informasi yang sangat dibutuhkan bagi khalayak untuk mengetahui produk atau jasa apa saja yang dapat memenuhi kebutuhan dalam keseharian semua manusia. Namun dengan perkembangan zaman yang semakin maju, tidak dapat dielakkan lagi bahwa saat sekarang ini beragam iklan dimunculkan. Oleh karena itulah iklan yang

sering dilihat bisa merupakan bentuk-bentuk simbolik, artinya iklan dapat menjadi simbol dalam imajinasi yang ditampilkan melalui benda-benda atau teks. Simbol-simbol dalam iklan juga disajikan melalui figur seorang perempuan sebagai model dalam iklan. Daya tarik fisik dan kecantikan figur model yang dimunculkan oleh pengiklan, dipercaya dapat mempengaruhi konsumen untuk membeli suatu produk tertentu.

Dalam sebuah iklan yang sering dijumpai terkadang keberadaan model perempuan tidak ada keterkaitan antara produk yang diiklankan dengan kepentingan untuk memenuhi kebutuhan perempuan. Tetapi karena tujuannya agar iklan produk tersebut menarik perhatian segmentasi tertentu maka dimunculkan model perempuan. Dapat terlihat pula perbandingan antara keberadaan perempuan dan laki-laki untuk sebuah iklan memang sangat tidak berimbang, karena dalam iklan sebuah produk, baik itu produk wanita maupun produk laki-laki maka pengiklan akan memilih perempuan sebagai modelnya. Dalam konteks permasalahan ini perempuan lebih dilihat sebagai komoditi yang diharapkan dapat menghasilkan keuntungan tertentu.

(13)

bervariasi. Setiap produk berlomba-lomba agar tidak tersaingi oleh produk lain. Produk dengan iklan yang menarik perhatian khalayaklah yang memiliki potensi bersaing dengan kompetitor bahkan kemudian menguasai pasar. Hal ini membuat para agen periklanan berusaha keras untuk membuat jenis iklan yang berbeda dari iklan yang lain, namun bisa dengan mudah mendapat perhatian dari khalayak. Oleh sebab itu iklan muncul dengan beragam konsep untuk memperoleh daya pikat bagi konsumen. Setiap iklan dengan tampilan visual yang baik akan lebih mendapat perhatian indera manusia. Termasuk kemunculan seorang wanita yang cenderung ditempatkan sebagai komoditi utama iklan untuk menarik perhatian pemirsa yang pada akhirnya mampu meningkatkan penjualan produk yang ditawarkan.

Jika dicermati lagi diberbagai bidang, perempuan sering mengalami eksploitasi baik dari segi fisiknya, maupun sisi intelektual seperti kurangnya

kepercayaan bahwa seorang perempuan pun mampu mengeluarkan gagasan dan pengetahuan yang dimilikinya. Dapat dilihat pula adanya dari produk maupun event-event tertentu yang lebih banyak menggunakan perempuan dibandingkan laki-laki. Mulai dari menjual produk yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan perempuan, tetapi memakai model perempuan-perempuan muda yang cantik dan seksi dengan busana yang sangat minim sampai produk-produk semacam pemutih atau peramping tubuh sebagai kebutuhan wajib bagi perempuan.

Iklan dengan perempuan keberadaannya tidak bisa dipisahkan, karena perempuan memiliki kekuatan dalam membantu menjual produk yang diiklankan. Oleh karena itu keberadaan perempuan dalam iklan selalu menyertai produk paling bersahaja hingga yang paling mewah sekalipun.

(14)

karena itu dibuatlah trik-trik iklan yang memang dirancang untuk memancing imajinasi.

Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa segala yang terlihat dalam iklan baik iklan komersil maupun iklan layanan masyarakat mampu mempengaruhi siapa saja, diberbagai kalangan masyarakat, karena salah satu faktor penunjang keberhasilan sebuah iklan adalah pada penggunaan ataupun kemunculan para tokoh-tokoh dalam iklan yang biasa disebut dengan figur iklan atau bintang iklan. Dimana pemilihan figur untuk iklan diperhitungkan baik dari segi gender, maupun fisik yang rupawan. Bahkan sedikit sekali pengiklan memilih bintang iklan dengan hanya mempertimbangkan intelektual seorang figur. Sosok pria yang terlihat gagah dapat memperoleh kesempatan atau peluang untuk dapat menjadi bintang iklan. Sedangkan bagi wanita dengan bermodalkan cantik dan berkulit putih juga sudah dapat

membintangi berbagai produk iklan.

Salah satu iklan produk yang memperlihatkan kecenderungan penggunaan model iklan perempuan dapat terlihat pada iklan-iklan otomotif, dimana biasanya hal-hal yang berhubungan dengan otomotif seringkali dikaitkan pada dunianya laki-laki. Maka dari itu, salah satu cara untuk menarik perhatian para konsumen khususnya laki-laki adalah dengan adanya keberadaan perempuan dalam iklan tersebut dapat menciptakan beragam fantasi dalam benak para konsumen. Hal ini merupakan salah satu dari strategi periklanan yang sering di jumpai.

Ketertarikan dalam sebuah iklan otomotif bagi para konsumen khususnya laki-laki dapat dibangun dengan kemunculan pada bahasa tubuh perempuan yang memberikan makna tertentu. Dimana biasanya lebih kepada penonjolan seksualitas dan sensualitas yang memamerkan tubuh seksi dengan berpose menantang. Penggunaan bahasa tubuh perempuan seringkali dilihat baik maupaun kurang baik oleh masyarakat karena disesuaikan dengan nilai budaya yang berlaku dimasyarakat .

(15)

tersebut pada dasarnya menawarkan produk yang dibutuhkan oleh para pecinta otomotif. Namun iklan-iklan yang muncul lebih kepada penggunaan model wanita seksi.

1.2. Identifikasi Masalah

 Ketatnya persaingan produk dikancah periklanan mendorong kemunculan

iklan Blinken untuk menggunakan bentuk rangsangan tubuh kepada khalayak. Dengan wanita yang berpose menantang.

 Pada dunia otomotif, khususnya pada iklan Blinken membuat keberadaan

perempuan dalam iklan menjadi komoditi utama.

 Model perempuan seksi yang digunakan dalam iklan Blinken mampu

mengalihkan perhatian khalayak dari fungsi produk Blinken itu sendiri sebagai produk iklan untuk cat mobil.

 Makna yang terkandung didalam pemahaman pada penggunaan bahasa

tubuh perempuan yang terdapat di iklan Blinken seolah memiliki baragam makna konotasi.

1.3. Rumusan Masalah

Apa makna konotatif dan denotatif yang muncul dari iklan Blinken yang menggunakan perempuan seksi sebagai modelnya.

1.4. Batasan Masalah

Begitu banyaknya ragam iklan yang ditayangkan baik dari media cetak maupun elektronik, maka masalah akan dibatasi pada salah satu majalah Autocar edisi Oktober tahun 2003, karena pada edisi tersebut visual iklan lebih memiliki perwakilan makna tanda yang berbeda dari iklan Blinken yang lain, sehingga tampilan iklannya lebih menarik untuk dikaji, Dimana menggunakan model wanita seksi sebagai objek beriklan yang mengarah pada sensualitas. Dengan menggunakan teori Barthes yang mencakup

(16)

1.5. Maksud dan Tujuan

a) Maksud

Iklan yang terdapat pada produk Blinken cat mobil menggunakan model wanita seksi berpose menantang. Maka dari itu penulisan ini dimaksudkan untuk mengamati dan mencermati pada bahasa tubuh perempuan yang digunakan dalam iklan produk Blinken.

b) Tujuan

Dengan adanya pembahasan ini bertujuan untuk mengetahui makna pada aspek bahasa tubuh perempuan dalam iklan produk Blinken, yang mengarah kepada penonjolan unsur sensualitas wanita.

1.6. Manfaat Penelitian

Untuk melengkapi ilmu yang sudah ada pada bahasan figur wanita dalam iklan. Serta berharap dapat mengetahui adanya keterkaitan antara bahasa tubuh wanita yang mengarah kepada sensualitas dengan iklan produk Blinken untuk cat mobil.

Dan diharapkan adanya perkembangan untuk menghasilkan sebuah iklan dimana antara figur wanita dalam iklan otomotif tidak hanya selalu menonjolkan sensualitas saja.

1.7. Metode Penelitian

(17)

1.8. Teknik Pengumpulan Data

 Jenis data

Jenis data yang diperoleh adalah data kualitatif. Data kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat dan gambar. Data kualitatif yang diperoleh adalah data-data mengenai wanita sebagai objek beriklan.

 Sumber data

Untuk memperoleh data dan bahan sehubungan dengan penelitian maka yang akan digunakan yakni

Library Research (Studi Kepustakaan )

Hal ini dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari literatur yang berkaitan dengan masalah yang sedang di bahas, guna membantu dalam penelitian yang diangkat mengenai keberadaan perempuan dalam iklan produk Blinken yang sudah mengarah kepada sensualitas.

1.9. Kerangka Penelitian Mengamati Iklan Produk Blinken

pada Majalah Auotocar edisi Oktober tahun 2003

Konotatif

Hasil Analisis terhadap Pemaknaan pada Bahasa Tubuh

Kerangka Teoritis Metode Penelitian

(18)

1.10. Sistematika penulisan

Sistematika penulisan ini dimaksudkan agar proses pembuatan dokumentasi laporan dapat dibuat secara terstruktur dan sistematis, sehingga akan mudah dimengerti dan dipahami oleh pihak yang akan mempergunakannya. Sistematika penulisan laporan dapat dijelaskan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN : Bab ini menguraikan fenomena iklan terhadap penggunaan figur sebagai komoditi utama dalam iklan. Saat ini iklan yang sering muncul terlihat lebih mengedepankan perempuan sebagai objek utama dan kemunculan bahasa tubuh dengan berbagai macam asumsi didalam pemaknaannya. Dalam hal ini yaitu mengenai bahasa tubuh yang digunakan perempuan dalam iklan produk Blinken.

BAB II IKLAN PADA PENDEKATAN SEMIOTIKA BARTHES

MENCAKUP MAKNA DENOTASI DAN KONOTASI : Bab ini

menjelaskan landasan-landasan teori serta referensi materi mengenai semiotika iklan dalam teori Barthes terhadap makna konotasi pada bahasa tubuh perempuan. Dan kesan terhadap sensualitas perempuan serta figur perempuan dalam iklan.

BAB III FENOMENA IKLAN PRODUK BLINKEN CAT MOBIL: Bab

ini menguraikan tentang fenomena iklan yang memunculkan makna hiperbola dengan mengunakan model wanita. Pada salah satu majalah otomotif autocar yang didalamnya terdapat produk iklan Blinken cat mobil.

BAB IV PEMAKNAAN BAHASA TUBUH PEREMPUAN DALAM

IKLAN PRODUK BLINKEN PADA MAJALAH AUTOCAR

EDISI TAHUN 2003 : Bab ini menguraikan makna dan

menginterpretasikan pesan iklan dengan menggunakan metode deskripsi pada pendekatan makna Denotasi dan Konotasi mengenai pemaknaan bahasa tubuh perempuan dalam iklan produk Blinken.

BAB V KESIMPULAN : Bab yang menguraikan kesimpulan yang muncul

(19)

BAB II

IKLAN PADA PENDEKATAN SEMIOTIKA BARTHES

MENCAKUP MAKNA DENOTASI DAN KONOTASI

2.1. Ilmu Semiotika

Hal yang bisa dijadikan landasan dalam menganalisa sebuah iklan yaitu dapat menggunakan ilmu semiotika atau bisa disebut sebagai ilmu tanda. Tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi sehingga bersifat komunikatif. Keberadaannya mampu menggantikan sesuatu yang lain, dapat dipikirkan, atau dibayangkan. Karena itu semiotika merupakan salah satu metode yang menarik untuk dipelajari. Semiotika juga merupakan salah satu pendekatan teori didalam komunikasi.

“Semiotika berasal dari kata Yunani: semeion, yang berarti tanda. Dalam pandangan Piliang, penjelajahan semiotika sebagai metode kajian kedalam pelbagai cabang keilmuan, ini dimungkinkan karena ada kecenderungan untuk memandang pelbagai wacana sosial sebagai fenomena bahasa”. Dengan kata lain, bahasa dapat dijadikan dasar dalam beragam wacana sosial. “Berdasarkan pandangan semiotika, bila seluruh praktik sosial dapat dianggap sebagai fenomena bahasa, maka semuanya dapat juga

dipandang sebagai tanda. Hal ini dimungkinkan karena luasnya pengertian tanda itu sendiri” (Piliang,1998:262).

Dapat dikatakan pula semiotika merupakan ilmu yang mempelajari tentang tanda, berfungsinya tanda, dan produksi makna. Tanda merupakan sesuatu yang bagi seseorang berarti sesuatu yang lain. “Segala sesuatu yang dapat diamati atau dibuat teramati dapat disebut tanda. Karena itu, tanda tidaklah terbatas pada benda. Adanya peristiwa, tidak adanya peristiwa, struktur yang ditemukan dalam sesuatu, suatu kebiasaan, semua ini dapat disebut tanda” (Zoest dalam Pilliang, 1999:12).

(20)

suatu kebiasaan makan, sebuah gejala mode, suatu gerak saraf, peristiwa memerahnya wajah dan sebagainya”.

Dengan kata lain yang bisa dikatakan sebagai tanda merupakan segala apa yang terlihat dan dirasa oleh pancaindra.

2.1.1 Semiotika Menurut Roland Barthes (1960 – 1970 )

Menurut Bertens dalam Sobur (2006:63), “Sosok Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang giat mempraktikan model linguistik dan semiologi Saussure”. Barthes berpendapat bahwa bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Barthes kemudian menciptakan lima kode yang ditinjaunya yakni:

a. Kode hermeneutik, yakni kode teka-teki berkisar pada harapan pembaca untuk mendapatkan “kebenaran” bagi pertanyaan yang muncul dalam teks.

b. Kode semik, yakni kode konotatif banyak menawarkan banyak sisi.

c. Kode simbolik, yakni didasarkan pada gagasan bahwa makna berasal dari beberapa oposisi biner atau pembedaan-baik dalam taraf bunyi menjadi fonem dalam proses produksi wicara, maupun pada taraf oposisi psikoseksual yang melalui proses.

d. Kode proaretik, yakni kode tindakan atau lakuan dianggapnya sebagai perlengkapan utama teks yang dibaca orang.

e. Kode gnomik, yakni banyaknya jumlah kode kultural (Lecthe dalam Sobur, 2001:196).

(21)

Dari peta Barthes diatas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur material: hanya jika mengenal tanda “singa”, barulah muncul konotasi harga diri, kegarangan, dan keberanian menjadi mungkin (Cobley dan Jansz dalam Sobur).

Pada peta tanda Roland Barthes tersebut diatas dapat diuraikan secara lebih sederhana bahwa munculnya sebuah makna denotasi tidak terlepas dari adanya sebuah penanda dan juga petanda. Namun tanda denotasi juga dapat membuat persepsi kepada sebuah penanda konotasi. Tetapi jika dapat mengenal adanya bentuk seperti “bunga mawar” . maka persepsi petanda konotasi yang akan muncul dari bunga mawar adalah cinta, romantis, dan kelembutan. Itu karena sudah adanya kesepakatan pada sebagian masyarakat tertntu.

2.1.2 Analisis Pesan Iklan Menggunakan Pemikiran Barthes

Pada dasarnya lambang yang digunakan dalam iklan terdiri

atas dua jenis, yaitu verbal dan nonverbal. Lambang verbal merupakan bahasa yang dikenal, sedangkan lambang nonverbal berupa bentuk dan warna yang disajikan dalam iklan yang tidak secara khusus meniru rupa atas bentuk realitas. Untuk menganalisa

1.Signifier Gambar 2.1 Peta Tanda Roland Barthes

(22)

iklan, menurut Berger dalam Tinarbuko (2008:117), hal-hal berikut ini perlu dipertimbangkan:

1. Penanda dan Petanda 2. Gambar, indeks, dan simbol 3. Fenomena sosiologis

4. Sifat daya tarik yang dibuat untuk menjual produk 5. Desain dari iklan

6. Publikasi yang ditemukan di dalam iklan dan khayalan yang

diharapkan oleh publikasi tersebut.

Menurut Roland Barthes, “semua objek kultural dapat diolah secara tekstual. Teks di sini dalam arti luas. Teks tidak hanya berkaitan dengan aspek linguistik, namun semiotik dapat meneliti teks

di mana tanda-tanda terkodifikasi dalam sebuah sistem”. Dengan demikian, semiotik dapat meneliti bermacam-macam teks seperti berita, film, fiksi, puisi, drama, fashion dan iklan.

Dalam bahasan yang akan digunakan untuk mencari

(23)

2.1.2.1. Pengertian Makna Denotasi

Denotasi cenderung digambarkan sebagai makna yang jelas atau makna yang sebenarnya dari sebuah tanda. Dalam tanda-tanda ilmu bahasa, makna denotatif merupakan apa yang dijelaskan dalam kamus. Bagi sejarawan seni Erwin Panofsky, “makna denotasi dari sebuah representasi visual image adalah gambaran image yang oleh semua pengamat dari berbagai budaya dan kurun waktu dapat dikenali. Meskipun sebagian definisi menimbulkan issue”.

Menurut Fiske (2004:93), “Denotasi kadangkala dianggap sebagai sebuah digital code yakni suatu kode dimana penanda maupun petanda jelas terpisah dan konotasi sebagai

analogue code yaitu kode yang bekerja dalam suatu skala kontinyu”.

Menurut Spradley dalam Pilliang (1999:20), “Makna denotatif meliputi hal-hal yang ditunjuk oleh kata-kata (makna referensial)”. Pilliang (1998:14) mengartikan makna denotatif adalah hubungan eksplisit antara tanda dengan refernsi atau realitas dalam pertandaan tahap denotatif. Misalnya ada gambar manusia, binatang, pohon, rumah. Warnanya juga dicatat seperti merah, kuning, biru, putih, dan sebagainya. Pada tahapan ini hanya informasi data yang disampaikan.

Dengan kata lain denotasi dapat merupakan sebagai kata yang memiliki arti sesuai dengan apa yang ada didalam kamus bahasa indonesia, yang dapat merupakan makna sesungguhnya atau makna yang sebenarnya dari apa yang tertulis dan dilihat.

2.1.2.2. Pemahaman Unsur Konotasi

(24)

berkaitan dengan kelas atau status sosial, usia, gender, etnisitas, dan sebagainya dari interpreter”. Tanda konotasi lebih terbuka untuk beragam interpretasi dalam bentuk konotasi daripada denotasi.

Spradley dalam Pilliang (1999:20), “Konotatif meliputi semua signifikansi sugestif dari simbol yang lebih dari pada arti referensialnya”. Menurut Pilliang (1998:17), “Makna konotatif meliputi aspek makna yang berkaitan dengan perasaan dan emosi serta nilai-nilai kebudayaan dan ideologi”. Sebagai contoh seperti, gambar wajah orang tersenyum dapat diartikan sebagai suatu keramahan dan kebahagiaan. Tetapi sebaliknya, tersenyum bisa juga diartikan sebagai ekspresi penghinaan terhadap seseorang. Untuk memahami makna

konotatif, maka unsur-unsur yang lain harus dipahami pula. Dalam pandangan Williamson dalam Pilliang (1999:20) pada teori semiotika, “iklan menganut prinsip peminjaman tanda sekaligus peminjaman kode sosial. Misalnya, iklan yang menghadirkan bintang film terkenal, figur bintang film tersebut dipinjam mitosnya, ideologinya, imagenya, dan sifat-sifat glamournya dari bintang film tersebut”.

(25)

Konotasi juga bisa dikatakan sebagai sebuah emosi atau perasaan yang diyakini oleh sekelompok orang. Sehingga konotatif dapat merupakan sebuah makna kiasan dari denotasi itu sendiri atau makna yang bukan sesungguhnya.

2.1.2.3. Semiotika pada Bahasa Tubuh.

Bahasa tubuh merupakan bentuk komunikasi pesan nonverbal tanpa kata-kata. Bahasa tubuh bisa merupakan proses pertukaran pikiran dan gagasan dimana pesan yang disampaikan dalam bentuk isyarat seperti, ekspresi wajah, pandangan mata, sentuhan, serta postur dan gerakan tubuh.

Bahasa tubuh itu sendiri pada bahasan didalam ilmu semiotika berarti bagaimana tanda berfungsi dan memiliki berbagai makna melalui bahasa tubuh. Untuk mengetahui adanya penilaian-penilaian terhadap gerakan tubuh tentunya memiliki pesan yang ingin disampaikan agar pesan tersebut dimengerti dan dipahami. Maka dari itu untuk mempermudah didalam pemahamannya secara umum terdapat lima fungsi

Gambar 2.3. Iklan velveeta

Sumber: catatan Yasraf Amir Pilliang

KONOTASI DENOTASI

(26)

pesan nonverbal menurut Mark L. Knapp dalam Jalaluddin (1986:303) yaitu:

Repetisi yaitu mengulang kembali gagasan yang

sudah disampaikan secara verbal. Sebagai contoh, seorang adik yang menjawab mau diajak berlibur oleh sang kakaknya usai ujian sekolah akan mengiyakan

sambil tersenyum gembira.

Subtitusi yaitu menggantikan simbol atau lambang

verbal. Misalkan, tanpa mengeluarkan satu katapun, bila seseorang menganggukan kepalanya maka akan tahu bahwa itu tanda setuju atau mau.

Kontradiksi yaitu menolak sebuah pesan verbal dengan

memberikan makna lain menggunakan pesan nonverbal. Misalnya, jika seseorang setuju akan

mengiyakan dan menganggukkan kepala saat diminta mendekat, namun sesaat kemudian dia akan menjauh atau bahakan lari secepatnya.

 Pelengkap (complement) yaitu melengkapi dan

memperkaya pesan nonverbal. Misalnya, seseorang akan mengeluarkan air mata yang menunjukkan rasa sakit luar biasa tanpa mengeluarkan satu katapun.  Aksentuasi atau menegaskan pesan nonverbal. Sebagai

contohnya, rasa kecewa atau kesal terhadap suatu hal akan diungkapkan dengan memukul meja.

(27)

cara yang sama pada situasi yang berbeda. Menurut Susan G Buckley (2008:8) para antropolog menemukan cara untuk mengurangi aspek-aspek tertntu dari perilaku manusia yang beragam kedalam beberapa kategori. Dan masuk kedalam kriteria sebagai berikut:

 Lambang : merupakan isyarat non verbal yang dengan

jelas mempresentasikan pesan-pesan verbal. Seperti acungan jempol atau gerakan tangan bahkan anggukan kepala tanda setuju.

 Ilustrator : seseorang yang berbicara dengan

menggunakan tangannya. Gerakan-gerakan tangannya merupakan ilustrator yang menegaskan makna pesan-pesan verbal.

 Gerakan pengaruh : merupakan gerakan wajah yang

menampilkan pesan-pesan non verbal (misalnya meringis, tersenyum, menganga, muram).

 Regulator : gerakan-gerakan tubuh yang menunjukan

bahwa orang yang melakukannya mendengarkan atau paham terhadap apa yang tengah diperbincangkan (misalnya anggukan atau gelengan kepala).

 Adaptor : gerakan rileks (seperti duduk bersandar,

menurunkan bahu, atau mengangkat dagu).

Studi tentang bahasa tubuh secara umum tidak begitu sulit, tetapi tidak mudah juga untuk menerapkannya didalam

(28)

Menurut Leathers dalam Jalaluddin (1986:305) didalam menggunakan bahasa tubuh pada komunikasi nonverbal tidak akan luput pada tiga komponen utama yang mendukung dalam pemaknaan gerakan tubuh yakni:

1. Pesan fasial

Menggunakan air muka untuk menyampaikan makna tertentu. Wajah pada dasarnya dapat menyimpulkan berbagai penilaian tertentu, diantaranya sebagai berikut:

 Wajah dapat mengkomunikasikan ekspresi

senang dan tidak senang.

 Wajah juga dapat mengekspresikan berminat

atau tidak berminat.

 Wajah dapat mengkomunikasikan intensitas

keterlibatan dalam suatu situasi

 Wajah juga dapat mengkomunikasikan adanya

atau kurangnya pengertian, dan sebagainya. 2. Pesan gestural

Menunjukan gerakan sebagaian anggota badan. Pesan gestural dapat digunakan untuk mengungkapkan:

 Mendorong atau membatasi

 Menyesuaikan atau mempertentangkan  Responsif atau tidak responsif

 Perasaan positif atau perasaan negatif  Memperhatikan atau tidak memperhatikan  Menyetujui atau menolak.

3. Pesan postural

(29)

Immediacy, merupakan ungkapan kesukaan

atau ketidaksukaan terhadap individu yang lain.  Power, dapat mengungkapkan status yang

tinggi pada diri komunikator

Responsiveness, ungkapan reaksi secara

emosional pada lingkungan secara positif dan negatif.

Dapat disimpulkan pula bahwa Bahasa tubuh mampu memberikan ide atau gagasan tentang sikap, emosi, perasaan, harapan dan bagaimana cara mengungkapkannya dalam sebuah situasi.

Menurut Ferry dalam lamannya yang bertemakan pendekatan semiotika, bahwa “Bahasa tubuh atau dengan kata

lain Body language yaitu untuk mengomunikasikan suatu pesan, diantaranya obscene sign, gender sign, sexual sign

meliputi postur tubuh, asesoris tubuh, gerakan tubuh, orientasi tubuh”. Cara duduk, berdiri atau berselonjor bisa

mengomunikasikan secara terbatas tapi dapat menarik rentang pemaknaan. “Bahasa tubuh atau yang dapat dilihat melalui postur seringkali terkait dengan sikap interpersonal, seperti bersahabat, bermusuhan, superioritas atau inferioritas yang semuanya bisa ditunjukkan lewat postur. Postur pun bisa menunjukkan kondisi emosi, khususnya tingkat ketegangan atau kesantaian” (ferry dalam situs “pendekatan semiotika”, 2007). Tetapi postur kurang terkontrol dengan baik dibandingkan dengan ekspresi wajah. Kecemasan yang tak terlihat dengan baik lewat wajah mungkin memberi jalan untuk ditunjukkan dengan postur (Fiske 2004:97).

(30)

mengomunikasikan pesan tentang adanya relasi. “Menghadap langsung pada wajah seseorang dapat menunjukkan baik keakraban maupun agresi, menunjukkan sikap kooperatif, dan seterusnya” (Fiske, 2004:96).

Penggunaan bahasa tubuh dan bagian-bagian tubuh manusia pada iklan otomotif itu sesungguhnya untuk ‘memanusiakan’ produk. Seperti diketahui, otomotif atau mobil merupakan benda tak bernyawa. Penandaan visual bahasa tubuh manusia yang hidup, dinamis dan ekspresif dalam eksplorasi emosional pada produk benda mati tersebut mampu menciptakan sebuah jembatan emosional yang dapat mempengaruhi khalayak (Bambang Sukma Wijaya:2008).

2.1.2.4. Semiotika Gestur.

Lain halnya pada pemahaman gestur. Walaupun gesture juga merupakan bahasa non verbal tetapi gesture lebih kepada komunikasi terhadap penggunaan tangan atau wajah yang bisa dijadikan sebuah tanda dalam mengirimkan pesan.

(31)

2.1.3 Semiotika Iklan

Dalam komunikasi periklanan, tidak hanya menggunakan bahasa sebagai alatnya, tetapi juga alat komuniksi lainnya seperti gambar, warna, dan bunyi. Iklan dapat disampaikan melalui dua saluran media massa, yaitu:

 Media cetak, seperti surat kabar, majalah, brosur, dan papan

iklan atau billbord

 Media elektronika, seperti radio, televisi, dan film.

Pada kasus kali ini menggunakan media cetak yakni majalah otomotif salah satu contohnya adalah pada majalah Autocar edisi tahun 2003 dimana terdapat iklan produk Blinken cat mobil yang menampilkan sosok perempuan seksi.

Untuk mengkaji iklan dalam perspektif semiotika, dapat melalui pengkajian sistem tanda dalam iklan. Iklan menggunakan sistem tanda yang terdiri atas lambang, baik yang verbal maupun yang berupa ikon. Iklan juga mengunakan tiruan indeks, namun biasanya terdapat dalam iklan radio, dan televisi.

Pada dasarnya, lambang yang digunakan dalam iklan terdiri atas dua jenis, yaitu yang verbal dan yang nonverbal. Lambang verbal merupakan bahasa yang sering digunakan seperti percakapan.

Lambang nonverbal merupakan bentuk dan warna yang disajikan dalam iklan, pada bahasan ini masuk kedalam lambang nonverbal yang mencakup kedalam bahasa tubuh perempuan dalam iklan Blinken yang tidak lagi memiliki unsur denotatif secara keseluruhan,

karena adanya elemen tanda yang terdapat pada tubuh perempuan tersebut dimana tidak secara khusus meniru rupa atas bentuk realitas. Kajian sistem tanda dalam iklan juga mencakup objek. Objek iklan merupakan hal yang diiklankan.

(32)

1. Mencari makna keseluruhan dari iklan.

2. Mencermati hubungan yang muncul antara elemen gambar dan

elemen tertulis.

3. Mengamati tanda-tanda dan lambang-lambang serta peran yang

dimainkan oleh tanda dan simbol yang terdapat dalam iklan tersebut.

4. Memahami ekspresi-ekspresi, pose, yang ditampilkan oleh model

iklan atau figur iklan.

5. Pemahaman background dan forground pada iklan. 6. Pemahaman bahasa yang digunakan dalam iklan tersebut.

Iklan Blinken akan dikaji menggunakan metode deskripsi dengan pendekatan teori semiotika meliputi banyak hal yang tidak luput untuk dipahami dan dipelajari sehingga dapat memberikan kesimpulan

dan terciptanya pemaknaan yang terkandung dalam iklan Blinken khususnya pada pemahaman bahasa tubuh perempuan dalam iklan tersebut.

2.2. Strategi Komunikasi

Komunikasi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari yang namanya iklan. Dalam dunia periklanan komunikasi merupakan hal terpenting untuk menarik minat dan daya jual produk kepada konsumen melalui komunikasi yang tepat. “Di lain pihak komunikasi pun memiliki 126 defenisi komunikasi”, yang dikumpulkan oleh Frank E.X. Dance dalam Pilliang. Yang dapat dikategorikan menjadi 10 komponen konseptual. Kesepuluh komponen konseptual tersebut merupakan kerangka acuan yang dapat dijadikan dasar dalam menganalisa fenomena peristiwa komunikasi. Komponen-komponen tersebut baik secara tersendiri, secara gabungan atau secara keseluruhan dapat dijadikan sebagai fokus perhatian. Diantaranya: 1. Pengertian atau pemahaman, proses di mana dapat memahami dan

(33)

2. Interaksi atau hubungan sosial. Interaksi merupakan perwujudan

komunikasi. Tanpa komunikasi tidak akan terjadi interaksi.

3. Pengurangan rasa ketidakpastian. Komunikasi timbul didorong oleh

kebutuhan-kebutuhan untuk mengurangi ketidakpastian, bertindak secara efektif, mempertahankan atau memperkuat ego.

4. Proses, komunikasi merupakan proses penyampaian informasi, gagasan,

emosi, keahlian. melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar, angka dan sebagainya.

5. Menghubungkan atau menggabungkan. Komunikasi merupakan proses

yang menghubungkan satu bagian kehidupan dengan bagian lainnya. 6. Kebersamaan. Komunikasi merupakan proses yang membuat sesuatu

yang semula dimiliki seseorang menjadi milik dua orang atau lebih. 7. Saluran atau alat. Komunikasi merupakan alat pengirim pesan. Misalnya

telegraph, telepon, radio, kurir dan sebagainya.

8. Replikasi memori. Komunikasi merupakan proses mengarahkan perhatian

dengan menggugah ingatan.

9. Stimuli, setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai penyampaian

informasi yang berisikan stimuli diskriminatif, dari suatu sumber terhadap penerima.

10. Tujuan/kesengajaan, komunikasi pada dasarnya penyampaian pesan yang

disengaja dari sumber terhadap penerima dengan tujuan mempengaruhi tingkah laku pihak penerima.

Secara umum proses komunikasi terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut:

Model Komunikasi Shanon-Weaver Sumber : Safanayong (2006:12)

Komunikasi juga dapat dikategorikan kedalam tiga jenis. yaitu verbal, tertulis dan non-verbal (Indrawati, 2003), diantaranya:

1. Komunikasi tertulis

Pengirim Pesan Medium Penerima

(34)

Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering digunakan dalam bisnis, seperti komunikasi melalui surat menyurat, pembuatan memo, laporan, iklan di surat kabar dan lain- lain.

2. Komunikasi verbal

Komunikasi verbal merupakan bentuk komunikasi secara tatap muka melalui pembicaraan. Kata-kata merupakan alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon emosional. Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung.

3. Komunikasi Non Verbal

Komunikasi non-verbal merupakan pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-kata. Hal ini cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Salah satu contoh komunikasi non verbal ini termasuk kedalam hal yang dinamakan bahasa tubuh. Bahasa tubuh merupakan pesan non verbal yang diimplementasikan untuk mengomunikasikan suatu pesan.

Menambahkan pada bahasan dari macam komunikasi maka, Menurut Kusrianto (2006:6) ada yang dinamakan komunikasi tubuh, karena sejak zaman primitif, manusia telah menggunakan bahasa

tubuh untuk mengekspresikan suatu maksud. Dalam perkembangannya, komunikasi tubuh dapat dikelompokan kedalam dua kelompok, yakni:

 Kinesika. Studi gerakan tubuh dalam komunikasi nonverbal

yang merujuk pada sikap tubuh dan gerakan tubuh lainnya (untuk penderita tuna rungu).

 Bahasa Tubuh (Body Language). Biasanya seseorang yang gelisah akan menunjukan gerakan-gerakan tubuh yang

(35)

seorang perempuan yang mencoba menarik perhatian seorang pria akan menunjukan gerakan-gerakan bahasa tubuh yang memberi isyarat bahwa ia bersedia didekati pria tersebut.

Dalam kasus ini komunikasi yang digunakan berupa jenis komunikasi non verbal dimana cakupan bahasan akan mengarah kepada pemahaman bahasa tubuh perempuan yang muncul dalam iklan Blinken.

2.3. Strategi Periklanan

Sebagai sarana informasi dari produsen kepada konsumen, periklanan merupakan salah satu pilar penting untuk mencapai tujuan pemasaran, baik untuk menggerakkan konsumen untuk membeli atau untuk membentuk citra merk dalam ingatan konsumen. Iklan diperbagai media misalnya, televisi,

surat kabar dan radio dibuat untuk menonjolkan kelebihan produk yang ditawarkan, untuk itu perlu daya pikat tersendiri agar dapat memberikan

brand image kepada konsumen. Maka dari itu banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi konsumen agar memperhatikan iklan yang bermunculan diberbagai media massa.

Menurut Djajakusumah dalam Hartanto (2000) menjabarkan Faktor - faktor tersebut diantaranya sebagai berikut.

a. Permanent interest, menyangkut kepribadian orang yang bersangkutan, misalnya pemusik berkecenderungan melihat iklan musik .

b. Immediate concers, perhatian timbul karena membutuhkan Spon of attention; kemampuan seseorang terbatas sekali dalam melihat obyek pada suatu saat.

c. Flucultion attention, seseorang tidak dapat berkonsentrasi dalam waktu yang lama untuk memperhatikan sesuatu .

(36)

e. Need, kebutuhan dapat mempengaruhi perhatian. Untuk lebih menimbulkan perhatian konsumen menangkap pesan iklan maka Djayakusumah dalam Hartanto (2000) merinci kedalam beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya antara lain :

 Faktor keindahan, iklan yang secara visual terlihat artistik

lebih menarik perhatian.

 Faktor kejelekan, iklan yang secara visual sangat jelek akan

menarik perhatian seseorang, meskipun ia tidak akan menyenangi tetapi ia akan teringat akan pesan itu.

 Faktor kebosanan, iklan yang ditampilkan secara terus

menerus dan dimana-mana akan menimbulkan kebosanan .  Faktor kontras dan mudah diingat, iklan yang mempunyai

tatanan warna simpel, kontras dengan ciri khas produksi atau gambar logo yang mudah diingat akan lebih mempengaruhi daya tarik .

 Faktor tokoh, tokoh yang dikenal dalam masyarakat lebih

mempunyai daya tarik.

Semuanya ini dapat bertujuan untuk menarik perhatian target audience terhadap kemunculan-kemunculan iklan yang sudah begitu banyak beragam di media, baik cetak maupun elektronik

“Periklanan merupakan penggunaan media bayaran oleh seorang penjual

untuk mengkonsumsikan informasi persuasif tentang produk (ide, barang, jasa) ataupun organisasi yang merupakan alat promosi yang kuat”. Maka dari itu Iklan tak terlepas pada yang namanya komunikasi iklan dimana pada dasarnya sama, yakni penerapan pada suatu bentuk komunikasi persuasi

(37)

konsumen, sehingga menimbulkan asosiasi-asosiasi yang dapat menggugah selera, agar bertindak sesuai keinginan komunikator” (M Suyanto, 2004).

2.3.1. Daya Tarik Pesan

Iklan tidak bisa lepas dari konsep komunikasi persuasi. Secara persuasif iklan berusaha mempengaruhi sasarannya secara langsung serta terus-menerus mendorong atau merubah tingkah laku kelompok sasarannya seperti yang dikehendaki. Secara sengaja ide yang dilakukan oleh pengiklan dibuat dengan sajian yang secara persuasif mempengaruhi persepsi dan pandangan khalayak sasaran sehingga kesan terhadap iklan itu tertanam kuat. Menurut Astrid S Susanto dalam Hagijanto (2000), “ide yang diajukan dalam iklan haruslah bersifat seleksi terhadap daya tarik yang dapat diberikan oleh barang

atau jasa yang dianjurkan, yaitu motivasi daya menarik yang dapat menghubungkan kebutuhan individu (komunikan) dengan jasa atau barang yang dianjurkan”.

Di dalam mal atau supermarket, akan tampak tebaran produk yang beraneka ragam, satu dengan lainnya saling berlomba dalam daya tarik kemasan atau visual merchandise-nya, hal ini membuat khalayak menjadi bingung untuk menentukan pilihannya. “Akhirnya keputusan untuk menentukan pilihan produk (bila tidak punya brand minded) adalah dari referensi dalam benaknya. Berlakulah konsep, bahwa produk yang dipilih adalah produk yang memenangkan ‘battle of mind’ dalam diri khalayak. Selain dari faktor kualitas produk dan distribusinya, cara untuk memenangkan ‘battle of mind’ adalah dengan cara membuat produk mampu bertahan di posisi teratas dengan bantuan stimuli- stimuli yang menyentuh nuansa daya tarik calon konsumennya” (Hagijanto, 2000).

(38)

(M Suyanto, 2004). Bagi kalangan pemasaran, promosi dipercaya merupakan alat komunikasi efektif antara produsen dan konsumen. Sebagai alat komunikasi penyampai pesan tertentu, promosi bertugas menarik simpati masyarakat konsumen agar bersedia membeli produk yang ditawarkan.

Menurut Mulyana dalam Wibowo (2003), “Kebanyakan iklan di media massa merupakan reproduksi stereotip peran tradisional kaum wanita. Pria dan wanita digambarkan sebagai dua mahkluk yang memiliki dunia yang berbeda”. Dengan kata lain dapat pula terlihat bahwa wanita digambarkan hanya peduli dengan rumah tangga dan penampilan fisik mereka. Sedangkan, kepedulian lelaki dikesankan hanya diser bisnis, mobil atau olah raga. Iklan produk kecantikan (bedak, deodorant, shampoo, pasta gigi atau sabun mandi),

melukiskan bahwa setelah produk ini dipakai sang tokoh wanita, maka ia akan menjadi santapan mata lelaki. Dalam hal ini memang dapat mengesankan bahwa iklan diciptakan semata-mata demi kepuasan lelaki. “Kondisi ini makin dipertegas oleh otoritas media massa yang sangat leluasa “membuat” wanita-sejauh mana ia berjalan-pada akhirnya harus kembali hanya menjadi “milik” pria”. Oleh karena itu, wanita mesti tampil cantik, menarik, bersih, sehat dan pandai memasak. Sementara itu, “kaum pria sendiri tak pernah merasa bahwa sebenarnya ia sedang berhadapan dengan “wanita palsu” (yang memainkan “peran palsu” di lingkungan yang juga “palsu”)”, (Wahyu Wibowo, 2003).

(39)

 Sebuah iklan produk kecantikan bagi wanita dalam sebuah

televisi swasta menyebutkan bahwa setelah memakai produk tersebut, pria-pria menempel seperti perangko.

 Iklan lain tentang body lotion melukiskan bahwa seorang gadis

belia yang tadinya diabaikan seorang pria kini diperhatikan pria tersebut karena kulitnya menjadi halus sebagai hasil penggunaan produk itu.

 Bahkan penggunaan kopi susu merk tertentu pun berani

menampilkan sosok model wanita yang memiliki postur tubuh seksi mengenakan pakaian minim dengan sedikit menonjolkan bagian tubuh sensitif wanita.

 Iklan sabun mandi yang selalu menampilkan adegan mandi

dan lekuk-lekuk tubuh seksi para bintangnya. Sama dengan iklan obat pemutih kulit.

 Adegan pacaran dalam sebuah iklan yang menggambarkan

betapa mudahnya kaum wanita tergoda terhadap kaum pria yang menggunakan produk tertentu. Dengan visualisasi di sebuah iklan parfum dimana terdapat adegan di dalam sebuah lift, para wanita menjadi aktif terhadap pria yang memakai parfum, sehingga terbangkitkan gairah seksualnya yang disebabkan oleh aroma parfum pria tersebut.

 Penggambaran iklan lainnya seperti kontur tubuh (iklan

peralatan aerobik), kemilau rambut (iklan sampo), rekahan bibir (iklan lipstik), atau bahkan hubungan suami-istri (iklan obat kuat).

2.3.2. Figur dalam Iklan

(40)

informasi produk yang akan disampaikan kepada khalayak. Namun menurut Herbert Rittlinger dalam Wibowo (1972), “Fisik perempuan memiliki daya tarik tersendiri dan tidak heran bila manusia jenis kelamin ini menjadi sasaran favorit berbagai pihak dalam profesi, baik fotografer, kameramen, pengiklan, pemasar dan sebagainya”. Daya tarik perempuan memang sangat khas, unik dan spesifik yang tidak bisa ditemui pada manusia yang berjenis kelamin laki-laki. Bahkan menurut Budi Sampurno, “tidak saja postur tubuh perempuan yang mendatangkan daya tarik, yaitu dari rambut sampai ujung kaki, daya tarik perempuan juga dapat dilihat dari perilakunya”. Semuanya sangat menarik perhatian, bahkan tidak saja lawan jenis, tetapi juga bagi sesama perempuan itu sendiri (Sampurno, dalam Wibowo 2003).

Dalam persuasi, terutama dalam kegiatan periklanan, adalah

hal yang wajar untuk menggunakan apapun dalam menciptakan pesan yang persuasif demi tercapainya tujuan komunikasi. Terkadang, pesan itu bersifat langsung, terkadang pula bersifat terselubung atau tidak langsung (nonverbal) dalam menyampaikan kelebihan produk. Semakin jauh iklan dari komunikasi pesan langsung dan semakin mengarah pada komunikasi pesan terselubung, akan semakin menjadi kurang masuk akal. Hal ini tidak berarti iklan seperti itu tidak efektif – iklan itu hanya tidak bekerja dengan cara penyampaian pesan yang terurai jelas atau gamblang. Iklan itu tentu sangat kuat pada kesan, karena berhasil mempengaruhi khalayak dengan ekplorasi emosi maupun tantangan nalar yang sangat kuat.

(41)

“Figur dan representasi pada tubuh perempuan dapat sebagai komoditi didalam budaya kapitalisme yang telah menghadirkan sejumlah persoalan, baik menyangkut relasi ekonomi, atau peran ekonomi perempuan maupun relasi ideologi”. Artinya, “bagaimana penggunaan tubuh dan citra-citranya menandakan sebuah realitas sosial yang berdasarkan relasi gender, dan dikonstruksikan menurut sistem ideologi kapitalisme serta patriarki” (Roewiastoeti, 2005).

Perkembangan komoditi dalam wacana kapitalisme yakni menciptakan ilusi serta manipulasi berbagai cara guna mendominasi selera masyarakat. Penggunaan efek-efek sensualitas yang mewarnai berbagai wujud komoditi telah memanfaatkan tubuh dan bagian-bagian tubuh perempuan, atau representasinya. Semua itu dilakukan demi terciptanya keterpesonaan yang diperkirakan dapat memacu roda

kegiatan ekonomi. Maka dari itulah berbagai cara dilakukan untuk tetap terus berpartisipasi dalam meningkatkan perekonomian melalui penciptaan sebuah karya seni yang dapat mempengaruhi para konsumen untuk menjadi konsumtif hanya dari melalui iklan.

Figur atau yang biasa disebut dengan model merupakan faktor penunjang yang besar pada sebuah iklan. Karena model bagian dari pencitraan yang muncul terhadap produk yang diiklankan.

2.3.3. Iklan dalam Media Majalah

Menurut Peni (2007) dalam laman bertema “iklan didalam media” menyebutkan bahwa, media cetak merupakan suatu media yang bersifat statis dan mengutamakan pesan-pedan visual. Media ini terdiri dari lembaran kertas dengan sejumlah kata, gambar, atau foto dengan tata warna dan halaman putih. Media cetak merupakan dokumen atas segala yang dikatakan orang lain dan rekaman peristiwa yang ditangkap oleh jurnalis dan diubah dalam bentuk kata-kata, gambar , foto, dan sebagainya. Adapun karakteristik pada iklan dalam media majalah, yakni sebagai berikut.

(42)

 Daya jangkau dan edar majalah dapat sampai pelosok. Seiring

perkembangan zaman telah menciptakan segmentasi, dan mengidentifikasi majalah menurut karakteritik sosial pendidikan pembacanya.

 Peranan jenis huruf, ukuran, aspek lay out turut menentukan

keberhasilan iklan.

 Dapat bertahan, tidak satu kali lalu habis.

Media cetak pada majalah memiliki kekuatan tersendiri didalam dunia periklanan. Akan kuat jika media majalah ini dijadikan sebagai media utama dalam mempromosikan suatu produk seperti yang dilakukan oleh PT.Victorindo yang memilih majalah autocar sebagai media utama untuk iklan produk Blinken. Dikarenakan media majalah memiliki kriteria sebagai berikut (Hagijanto, 2008):

a. Mempunyai kemampuan untuk menjangkau segmen pasar

tertentu yang terspesialisasi

b. Mempunyai kemampuan mengangkat produk-produk yang diiklankan sejajar dengan persepsi khalayak terhadap prestise majalah yang bersangkuan

c. Memiliki usia edar yang paling panjang dibanding media

lainnya

d. mempunyai kualitas visual yang baik karena umumnya

majalah dicetak di kertas yang berkualitas tinggi.

2.4. Keberadaan Perempuan dalam Iklan

(43)

sekedar unsur dekoratif supaya iklan terlihat menarik atau justru memberdayakan perempuan secara positif.

Namun dalam iklan media massa (Indonesia), perempuan justru digambarkan sebagai objek seksual. Bagian-bagian tubuh perempuan seringkali ditampilkan secara seronok sebagai simbol sensualitas sesuai dengan produk yang diiklankan. Tidak jarang tubuh perempuan tampil

sebagai simbol kenikmatan pada produk minuman, kenyamanan produk mobil dan produk furniture, sampai sensualitas produk parfum. Menurut Martadi dalam Kussianto (2006), “Perempuan teramat jarang ditampilkan sebagai subjek, seperti figur karier, pekerja, pemberi pendapat dan sebagainya”

Proses rekayasa dalam iklan untuk perempuan, seperti yang dapat diamati selama ini, baik dalam televisi, surat kabar, majalah, maupun radio, sudah sedemikian kuatnya bahkan cenderung vulgar dan sering tidak relevan dengan produk yang dijual. Pada beberapa jenis iklan tertentu, citra yang terbentuk bahkan lebih kuat unsur pornografisnya dari pada mengekspresikan kelebihan produk yang dimaksud. Kesan tersebut dapat dibentuk dari berbagai komponen iklan, misalnya unsur verbal (ucapan atau teks iklan) dan unsur visual atau gambar. Dalam unsur visual misalnya konstruksi makna sebagai ekspresi cita rasa, lebih banyak mengeksploitasi tubuh perempuan sebagai alat manipulasi, yang ditujukan sebagai tanda dari simbol-simbol tertentu yang stereotipe ada pada diri perempuan. Misalnya keanggunan, kelembutan, kelincahan dan keibuan.

Gambar 2.5. TVC Citra Hazeline

(44)

Perempuan sering menjadi alternatif pilihan sebagai objek yang dapat menciptakan daya tarik serta membangun citra. Bisa dilihat bahwa hanya untuk mengiklankan sebuah produk otomotif, perempuan pun dipilih dengan kostum yang sedikit sensual, atau menampakkan perempuan dengan pakaian serba ketat dan bahkan dapat terlihat seksi pada penampilannya, serta dengan

pose atau gaya yang erotis dimunculkan sebagai pendamping produk. Ada pula iklan permen yang diidentikkan dengan sebuah tarian tango, yang menampakkan perempuan dengan berbagai pose erotis.

Perempuan memang telah menjadi fenomena komoditas yang tak terelakkan dalam kancah komunikasi iklan. “Perempuan telah menjadi sarana legimitasi daya tarik terhadap aktualisasi nilai produk. Sebuah produk yang pada kenyataannya mempunyai fungsi yang general, telah dikomunikasikan tidak lagi bersifat fungsional tetapi sudah bergeser kearah konsep gender”. Seperti halnya “Feminitas atau maskulinitas seringkali menjadi ajang manifestasi untuk membuat komoditi atau produk mempunyai nilai tertentu, seperti: ‘jantan’, ‘maskulin’, ‘eksklusif’, Pemberani telah menjadi idiom yang dimiliki oleh komoditi seperti otomotif, dan lain sebagainya”. Namun dapat pula dijadikan sebagai komoditi yang dekat dengan wilayah feminitas.

Bisnis periklanan tampaknya akan terus menerus berhadapan dengan segala macam bentuk kritik apabila ekplorasi dan eksploitasi perempuan hanya sebatas peran seksualnya. “Sehingga periklanan tidak lebih dari sekedar perpanjangan tangan kapitalisme, yang menghalalkan segala cara demi meraih keuntungan sebesar-besarnya, menjadikan tubuh perempuan

Gambar 2.6. Print Ad Star Mild Cool Menthol- finnaly I found ”G-Spot”

(45)

sebagai komoditas tanpa peduli peran-peran produktif perempuan sebagai subyek” (Kussianto Mulyono, 2006).

2.5. Pencitraan Sensual pada Perempuan

Beberapa definisi sederhana dari sensualitas: sifat/karakter yang sensual atau sesuatu yang menimbulkan birahi, sesuatu yang diandalkan untuk memuaskan selera/nafsu jasmaniah, suatu keasyikkan yang berlebihan karena tubuh dan kepuasan atas birahinya. (webster dictionary, dalam Kussianto (2006).

“Sensual sebenarnya bermaksud memenuhi kepuasan satu pihak, artinya merangsang. Tetapi kata itu muncul karena berkaitan dengan kebutuhan siapa, dan ini muncul dari kebutuhan yang selama ini banyak didominasi laki-laki karena tidak pernah mengatakan bahwa sensual selalu dikaitkan dengan

posisi perempuan. tidak pernah mengatakan laki-laki bibirnya sensual. Sebetulnya itu adalah cara laki-laki mendefinisikan cipta, rasa penikmat” (Sita Aripurnami dalam Kussianto, 2006)

Dengan kata lain sensualitas dapat dikaitkan dengan daya tarik fisik. Dan pada dasarnya daya tarik fisik merupakan sebuah persepsi masyarakat atau budaya tertentu terhadap ciri-ciri atau karakter fisik individu, kelompok, ras, dan suku bangsa, yang dianggapnya menarik indah dan “sedap” dipandang.

Dan yang sebenarnya berlaku pula terhadap makhluk hidup lainnya. Daya tarik fisik dapat meliputi berbagai macam pengertian, termasuk dan walaupun tidak terbatas hanya pada daya tarik seksual, seperti wajah yang “manis” atau tampan serta tubuh yang berotot terlihat seperti manusia yang memliki kesempurnaan.

(46)

Bagaimana pun didalam penilaian masyarakat pada dasarnya memang sensualitas sulit dipisahkan dari yang namanya perempuan. Karena sensual itu sendiri lebih kepada penilaian secara fisik yang ditujukan kepada kaum perempuan. Ada yang berpendapat bahwa, bagi seorang pria daya tarik wanita bukan sekedar dari kecantikannya saja. Karena cantik bagi setiap pria bersifat relatif, dimana akan memiliki penilaian dan batasan yang berbeda-beda. Namun bagi sebagian pria dan bahkan wanita itu sendiri akan menilai bahwa daya tarik wanita yang terutama adalah sensualitasnya seperti bagaimana seorang perempuan terlihat seksi.

Maka dari itu seringkali sebuah sensualitas dapat pula menjadi sebuah pola didalam periklanan, karena adanya tuntutan dimana dalam pembuatan sebuah iklan haruslah mampu menarik perhatian bagi para konsumen. Ada satu cara yang sangat efektif yang digunakan dalam iklan, yakni dengan

menggunakan daya tarik sex. Menurut Pohan dalam Kussianto (2006), “Seks memainkan peranan penting dalam kehidupan biologis setiap manusia, bahkan hampir semua mahluk hidup. Tidak peduli produk atau jasa apa pun yang ditawrkan, taktiknya bisa disamakan”.

Jika sebuah sensualitas seringkali dinilai oleh masyarakat sebagai milik perempuan, tidak menutup kemungkinan pada akhirnya akan memunculkan sebuah gambaran mengenai kriteria-kriteria sensual ad yang dibuat oleh para pengiklan. Walaupun memang kaum pria dapat pula ditempatkan pada penilaian yang sama. Sehingga dengan demikian dapat dibedakan antara iklan satu dengan iklan lainnya, dimana iklan yang lainnya mengandung unsur sensualitas.

Adapun iklan-iklan yang mengandung nuansa sensual dapat dikategorikan sebagai berikut (Kussianto, 2006):

a. Menggunakan figur (laki-laki/perempuan) yang berpakaian minim atau

bahkan hampir telanjang.

b. Mimik wajah yang menggoda atau sensual.

c. Bahasa atau posisi tubuh yang mengandung konotasi sensual.

d. Memfokuskan pandangan khalayak pada bagian vital

(47)

e. Menampilkan simbol-simbol yang berhubungan atau dapat dipersepsi

mengandung unsur sensual

f. Terdapat kata-kata yang secara langsung ataupun tidak langsung

menimbulkan konotasi seksual.

Daya tarik seksual didalam periklanan terdiri dari tiga bentuk yakni,

nuditas (tubuh yang telanjang atau nyaris), bahasa tubuh, dan kata-kata yang menjurus kearah seksualitas (Simatupang, dalam Kussianto, 2006).

Begitu maraknya iklan-iklan yang mengandung unsur sensual tidak terlepas dari tujuan dasar sebuah iklan, yakni mempersuasi konsumen. Namun yang terjadi sekarang ini para pengiklan sebenarnya bertujuan lebih kepada membangun citra produk dengan menggunakan cara sensual ad

melalui seorang model perempuan. Agar dapat mudah masuk kedalam benak para target audience dengan kemunculan iklan-iklan tersebut secara terus

menerus.

(48)

BAB III

FENOMENA IKLAN

PRODUK BLINKEN CAT MOBIL

3.1. Latar Belakang Singkat Perusahaan Produk Blinken

UD Sumaboyo adalah distributor dari produk automotive painting

dengan merek BLINKEN yang berkedudukan di Surabaya. UD Sumaboyo ini menjalankan kegiatan operasionalnya dibidang pemasaran dengan daerah tujuan pemasaran yaitu Jawa Timur dan Bali. Perusahan ini telah berkembang menjadi distributor utama yang memegang hak pemasran atas produk

automotive paint dengan merek BLINKEN tersebut.

Perusahaan ini didirikan pada 19 Juni 1999 dengan sebuah kantor pemasaran yang terletak di Komplek Ruko Panji Makmur blok D-3 Jalan

Panjang Jiwo Surabaya. Ada pun pimpinan dari perusahaan ini adalah Ronald Budi Santoso yang membawahi beberapa orang karyawan.Kegiatan utama dari UD Sumaboyo adalah memasarkan produk automotive paint dengan bengkel maupun toko sebagai konsumennya.

Pada bulan Agustus 2001, PT. Victorindo Kimiatama yang merupakan produsen cat mobil merk Blinken mengangkat UD Sumaboyo sebagai agen penjualan tunggal untuk berbagai produknya diwilayah Surabaya. Dan ini merupakan peningkatan kondisi kearah yang lebih baik bagi UD Sumaboyo.

Sebagai agen penjualan dari sebuah perusahaan besar, UD. Sumaboyo diwajibkan memenuhi beberapa persyaratan antara lain:

1. Jaringan distribusi yang cukup kuat 2. Armada pengiriman yang cukup 3. Tim marketing yang handal 4. Kemampuan finansial yang baik.

(49)

Madura. Selain itu, perusahan juga banyak menambah investasi baik dengan menambah armada pengiriman, maupun membangun berbagai infrastruktur yang diperlukan.

Saat ini, perusahaan yang berkantor pusat di Surabaya Selatan itu, telah memiliki lebih dari 70 outlet penjual cat BLINKEN, 9 armada pengiriman, dan telah mempekerjakan lebih dari 30 orang karyawan. Tidak hanya mengandalkan kantor pusat di Surabaya, Ronald pun membuka kantor cabang baru di kota Malang untuk mempermudah distribusi barang.

Kemudian dibuatlah sistem manajemen dimanadalam menjalankan aktivitas operasionalnya, UD Sumaboyo menerapkan sisitem desentralisasi, dimana pimpinan UD Sumaboyo memberikan otoritas penuh kepada seorang

“General Manager” untuk menjalankan kegiatan operasional perusahaan. Karena menggunakan sisitem tersebut, maka General Manager dapat mengambil keputusan yang bersifat operasional tanpa harus menunggu persetujuan dari pimpinan. Hal ini tentu saja memberikan pengaruh yang sangat besar, dimana proses pengambilan keputusan menjadi lebih cepat sehingga bila timbul permasalahan di bidang pemasaran, tidak perlu melewati birokrasi yang berbelit-belit. General Manager cukup memberikan laporan tertulis kepada pimpinan dan pada akhir bulan diadakan rapat bulanan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan.

Gambar

Gambar 2.1 Peta Tanda Roland Barthes Sumber: Paul Cobley & Litza Jansz.1999 dalam Sobur (2006:69)
Gambar 2.2. perbandingan antara konotasi dan denotasi Sumber: Arthur Asa Berger. Dalam Tinarbuko (2008:264)
Gambar 2.4. Iklan Mercedes Benz Sumber: Catatan Yasraf Amir Pilliang
Gambar 2.5. TVC Citra Hazeline
+7

Referensi

Dokumen terkait

4.1.7 Data Responden Berdasarkan Sering Tidaknya Melihat Iklan

Pada prinsinya (semiotika) adalah sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berdusta. Iklan menampilkan realitas semu di mana

mendongkrak citra dari produk yang diiklankan.. Wujud variasi tunggal bahasa pada peristiwa tutur dalam iklan televisi. yang berbentuk ragam dapat berupa ragam usaha atau

Dari iklan ini juga tersimpan makna bahwa perempuan yang menjadi perhatian banyak orang adalah yang memiliki citra, hal ini bisa kita lihat dengan banyaknya tayangan iklan

Dan ketika produk tersebut untuk perempuan, makanan, rumah tangga, dan yang lainnya, pengambilan keputusan untuk memakai model iklan perempuan adalah fungsi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Goffman (1979), perempuan dalam iklan ditunjukkan lebih sering tidak berorientasi di dalam situasi sosial dan bergantung pada

Pertanyaan yang bisa dikemu- kakan terkait dengan hal ini adalah apakah perempuan dengan segala atiribut seksualitasnya dijadikan seba- gai pembawa pesan iklan menun- jukkan perempuan

perempuan sering ditampilkan untuk mempromosikan produk atau jasa, akan tetapi para pengiklan dan penulis naskah iklan seolah-olah lebih menonjolkan seperti agresivitas perempuan,