SKRIPSI
Oleh :
ADJENG RACHMA ORCHIDIFA NPM. 0743010093
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
Disusun Oleh :
ADJENG RACHMA ORCHIDIFA NPM. 0743010093
Telah disetujui untuk mengikuti Seminar/ Ujian Skripsi. Menyetujui,
Pembimbing Utama
Dra.Sumardjijati, Msi NIP.19 620323 199 309 2001
Mengetahui, DEKAN
ADJENG RACHMA ORCHIDIFA 0743010093
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 27 Januari 2011
Menyetujui,
Pembimbing Utama Tim Penguji :
1. KETUA
Dra.Sumardjijati,M.si Dra.Sumardjijati, M.si
NIP.19 620323 199 309 2001 NIP.19 620323 199 309 2001 2. Sekretaris
Dra.Herlina Suksmawati, M.si NIP.19 641225 199 309 2001 3. Anggota
Dra. Dyva Claretta, M.si NPT. 3 660 19400 251
Mengetahui, DEKAN
Segala puji syukur atas segala nikmat dan karunia yang Engkau berikan sehingga hambamu ini dapat menjalani hidup ini serta Engkau jua lah yang memberi kekuatan sehingga hamba bisa mengerjakan dan menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul :
“Pornografi Iklan Dalam Majalah For Him Magazine
(Studi Analisis Isi Perempuan Dalam Iklan di Majalah Pria For Him Magazine)”
Sholawat serta salam dan rasa cintaku akan selalu tercurah hanya kepadamu wahai baginda Rasul penyeru manusia kedalam cahaya kebenaran serta pemberi suri tauladan yang baik bagi seluruh umat di dunia, hanya padamu kami memohon syafa’at.
1. Ayah dan Ibu tercinta yang telah membimbing dan mendidik buah hatinya penuh cinta dan kasih sayang meskipun sering membuat kesalahan
2. Kakak dan adik-adik yang aku sayangi, “terima kasih atas dukungan dan nasehat kalian.”
3. Ibu Dra.Ec.Hj.Suparwati, Msi, Dekan Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Juwito, S.Sos, Msi., Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
5. Dra.Sumardjijati, Msi., selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan bimbingan dan dorongan demi terselesainya skripsi.
6. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
7. Sahabat-sahabat saya , yang telah memberikan dorongan serta semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Saudara-saudara saya, yang telah membantu mencarikan data-data dan kebutuhan-kebutuhan yang saya perlukan dalam menggarap skripsi ini. 9. Untuk orang ‘terdekat’ saya, Indra Eko, terima kasih atas dorongan,
Penulis menyadari adanya kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penggarapan skripsi ini. Maka dari itu, penulis membutuhkan saran, kritik dan semoga bisa berguna serta bermanfaat bagi para pembaca. Semoga kita semua termasuk orang yang senantiasa bermanfaat bagi sesama, agama, bangsa dan negara serta berbahagia di dunia dan akhirat. Amin.
Surabaya, Januari 2010
HALAMAN JUDUL...i
HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI...ii
ABSTRAKSI...iii
KATA PENGANTAR...iv
DAFTAR ISI...v
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah...1
1.2 Perumusan Masalah...7
1.3 Tujuan Penelitian...7
1.4 Kegunaan Penelitian...7
Bab II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori...9
2.1.1 Majalah Sebagai Media Komunikasi Massa...9
2.1.2 Pengertian Periklanan...10
2.1.6 Majalah...19
2.1.7 Iklan dalam Majalah...22
2.1.8 Analisis Isi...23
2.1.9 Desain Analisis Isi...27
2.1.10 Teori Gatekeeper...29
2.1.11 Perempuan...31
2.1.12 Perempuan dalam Iklan...31
2.1.13 Pornografi...33
2.2 Undang-Undang Dasar Pornografi...36
2.3 Kategorisasi...40
2.4 Kerangka Berpikir...42
Bab III Metodologi Penelitian 3.1 Definisi Operasional...43
3.1.1 Operasional Konsep Isi Seksualitas dalam Iklan di Majalah FHM...43
3.4 Teknik Pengumpulan Data...49
3.5 Uji Keterhandalan...50
3.5 Metode Analisis Data...52
Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian...54
4.2 Penyajian dan Analisis Data...55
4.2.1 Pornografi Dalam Iklan Majalah FHM...55
4.2.2 Kategorisasi Pornografi...55
Bab V Kesimpulan 5.1 Kesimpulan...65
5.2 Saran...66
LAMPIRAN
Tabel 4.1 Kategorisasi-kategorisasi Pornografi Dalam Iklan Di Majalah For Him Magazine Pada Bulan Januari-Desember 2010...55
Tabel 4.2 Sub Kategorisasi Pornoteks Dalam Iklan Di Majalah Pria FHM Pada Bulan Januari-Desember 2010...57
MAJALAH For Him Magazine (Studi Analisis Isi Perempuan Dalam Iklan Di Majalah Pria For Him Magazine).
Penelitian ini didasarkan dengan adanya fenomena pornografi pada sebuah iklan. Saat ini, model perempuan sering digunakan dalam berbagai macam produk iklan. Bahkan, sebuah produk yang tidak ada kaitannya dengan perempuan pun, banyak iklan yang menggunakan model perempuan untuk memasarkan produknya tersebut. Tak jarang pula iklan-iklan menyertakan foto/gambar perempuan setengah bugil dan pakaian ekstra minim. Pornografi perempuan dalam iklan sering kita jumpai di majalah pria dewasa, salah satunya majalah FHM yang akan penulis teliti.
Dalam penelitian ini, digunakan penelitian kuantitatif dengan metode studi analisis isi dan teori gatekeeper dalam meneliti pornografi perempuan dalam iklan di majalah FHM. Kemudian ditetapkan beberapa kategorisasi pornografi yang didasari oleh UUD Pornografi Nomor 44 Tahun 2008.
Penghitungan akhir, penulis menggunakan penghitungan rumus Holsty dan dikuatkan lagi dengan rumus Scott. Dari hasil kedua penghitungan tersebut, penulis melakukan uji keterhandalan untuk menentukan apakah data-data yang diperoleh handal atau tidak.
Data-data tersebut dikelompokkan menurut kategorisasi yang telah ditetapka oleh penulis. Setelah itu diprosentasekan untuk mendapatka hasil prosentase seberapa sering kategorisasi tersebut muncul dalam setahun. Kemudian penulis menganalisa hasil akhir dari data-data tersebut dengan adanya UUD Pornografi yang mana kategorisasi-kategorisasi tersebut melanggar beberapa ketentuan UUD Pornografi Nomor 44 Tahun 2008.
1 1.1 Latar Belakang Masalah
Dewasa ini dunia periklanan Indonesia makin terus berkembang, iklan juga
merupakan salah satu cara yang efektif dalam memasarkan dan mempromosikan
segala sesuatu. Misalnya, produk, jasa, ide, citra, dan lain-lain. Periklanan sendiri
merupakan suatu bentuk komunikasi massa yang menyampaikan informasi pasar
untuk mempertemukan pembeli dan penjual di tempat penjualan produk. Iklan adalah
segala bentuk penyajian informasi dan promosi secara tidak langsung yang dilakukan
oleh sponsor untuk menawarkan ide, barang atau jasa. (Mahmud,2010 : 139).
Periklanan sangat populer karena dapat menjangkau konsumen potensial
dalam jumlah yang sangat besar, baik yang dapat membaca atau tidak, secara
langsung.(Marcel,2010 : 366). Dalam menciptakan suatu pencitraan yang positif pada
suatu produk, diperlukannya suatu gagasan ataupun ide. Gagasan dibalik penciptaan
citra untuk suatu produk adalah berbicara langsung pada tipe-tipe individu tertentu,
bukan pada semua orang, sehingga para individu ini dapat melihat kepribadian
mereka diwakili melalui citra gaya hidup yang diciptakan iklan untuk produk-produk
tertentu. Citra produk dikukuhkan lebih jauh dengan teknik mitologisasi. Ini
iklan dan pariwara. Misalnya, pencarian produk kecantikan, strategi secara harfiah
dapat dilihat pada orang-orang yang mucul dalam iklan dan pariwara. Mereka
tipikalnya adalah orang-orang yang “tidak nyata”. Pengiklan modern menekankan
bukan produk, tetapi makna sosialyang diharapkan akan terwujud dari pembelian
produk. Jelas bahwa pengiklan cukup ahli dalam menjejakkan kakkinya pada alam
bawah sadar pengalaman bathin yang sama dengan yang dulu hanya dijelajahi oleh
para filsuf, seniman, dan pemikir agama.(Marcel,2010 : 368)
Iklan adalah media promosi produk tertentu, dengan tujuan produk yang
ditawarkan terjual laris. Untuk itu iklan dibuat semenarik mungkin, sehingga
terkadang dapat dinilai terlalu berlebihan, serta mengabaikan sisi psikologis,
sosiologis, ekologis, dan estetika penonton atau sasaran produk yang diiklankan.
Wacana penggunaan perempuan sebagai pemanis dan daya tarik sebuah iklan adalah
suatu hal yang sering terjadi. Penggunaan perempuan sebagai model dan pemanis
iklan bertujuan untuk menarik para pembaca agar menggunakan dan memakai produk
yang dipasarkan tersebut.
Dalam media cetak umum seperti majalah-majalah untuk wanita, remaja
ataupun majalah umum lainnya, penggunaan perempuan dalam sebuah iklan
disesuaikan dengan jenis produk yang akan dipromosikan. Seperti iklan bumbu
masakan, maka model perempuan yang digambarkan dalam iklan tersebut adalah
seorang ibu rumah tangga yang lembut dan keibuan yang sedang memasak untuk
yang sedang meminum atau mencoba minuman tersebut. Namun, lain halnya dengan
iklan dalam majalah pria, yang lebih menekankan pada perempuan sebagai pemanis
dan daya tarik seksualitasnya.
Beberapa majalah pria khususnya, menampilkan sejumlah model perempuan
dalam penyertaan iklannya. Tidak jarang dalam majalah pria menampilkan beberapa
model perempuan dengan pakaian yang sangat minim. Hal ini membuktikan bahwa
adanya pengarahan seksualitas perempuan untuk kepentingan laki-laki. Sebuah iklan
yang ditujukan kepada laki-laki dewasa, bahkan tidak menghadirkan laki-laki itu
sendiri meskipun demikian ia hadir melalui simbol-simbol maskulinitas yang
direpresentasi oleh perempuan yang merupakan objek seksualnya. Banyak produk
yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan tubuh perempuan, menampilkan
tubuh perempuan semata-mata karena tubuh perempuan merupakkan nilai jual bagi
produk itu. Dengan memerhatikan iklan, baik yang di media cetak atau yang muncul
dalam tayangan televisi, terlihat adanya konstruksi seksualitas perempuan sebagai
cara penundukkan perempuan dalam kuasa laki-laki.(Aquarini,2006:321-322).
Fisik perempuan memiliki daya tarik tersendiri. Tidak heran bila manusia
jenis kelamin ini menjadi sasaran favorit bagi pihak dan profesi, baik fotografer,
pengiklan, pemasar, dan sebagainya. Daya tarik manusia perempuan tersebut
memang sangat khas, unik dan spesifik yang tidak bisa ditemui pada manusia berjenis
kelamin laki-laki. Tubuh perempuan juga dianggap sebagai ‘barang seni’, sehingga
digambarkan dalam berbagai foto, lukisan, dan lain-lain. Karakter perempuan itu juga
disadari oleh para pembuat iklan. Dengan menggunakan perempuan, pesan iklan
diyakini jadi lebih menarik. Penggunaan perempuan dalam iklan karena perempuan
memiliki seluruh karakter yang bisa diperjualbelikan. Menurut Martadi dalam
Rendra, penggunaan perempuan dalam iklan adalah agar iklan mampu menjual.
Perempuan dipercaya mampu meningkatkan penjualan produk. Bila target
pemasarannya perempuan kehadirannya merupakan wajah aktualisasi yang mewakili
jati diri / eksistensinya.(Rendra,2006:1-3)
Penggunaan perempuan sering diibaratkan sebagai sosok yang dapat menarik
perhatian para sehingga tidak heran bila perempuan sering digunakan dalam iklan.
Setidaknya penggunaan perempuan dalam iklan akan menambah daya tarik khalayak
untuk menikmati pesan iklan. Perempuan adalah bumbu sebuah iklan. Pelibatan
perempuan dalam iklan akan membuat iklan semakin sedap untuk dinikmati. Karena
hal itulah maka tidak jarang pula penggunaan perempuan dalam iklan terutama dalam
majalah pria, perempuan sering mengumbar sebagian tubuh dan kemolekannya
sebagai daya tarik iklan tersebut. Model perempuan tersebut mempertontonkan
belahan dadanya, perut, dan pose-pose yang mengundang birahi para pria.
Fungsi dari penggunaan perempuan seksi dalam iklan adalah untuk menarik
para konsumen untuk memakai atau menggunakan produk tersebut. Meningkatkan
jumlah oplah pasar demi meraih sebuah keuntungan dengan menggunakan sebagian
pria tidak semua iklan yang dipasarkan adalah produk untuk wanita melainkan untuk
pria. Produk-produk untuk pria yang tidak ada hubungannya dengan wanita justru
memakai model perempuan, bahkan model tersebut terlihat seksi dan vulgar.
Pada penelitian ini, objek yang disorot adalah tokoh perempuan yang menjadi
model iklan. Keindahan yang dimiliki perempuan dalam kesehariannya, membentuk
steriotipe dan membawa mereka ke sifat-sifat di sekitar keindahan itu. Antara lain,
perempuan harus tampil menawan, pandai mengurus rumah tangga, memasak, tampil
prima untuk menyenangkan suami dan lain-lain. (Kompas dalam Rendra,2007:44).
Unsur ekploitasi dalam iklan ini nampak pada model perempuan cantik sebagai daya
tarik dan pemanis iklan. Sedemikian kuatnya citra perempuan dalam konstruksi
tradisional, sehingga Esther H Kuncara dalam buku Rendra Widyatama, menuliskan
bahwa perempuan adalah makhluk yang dimaksudkan untuk dilihat dan bukan untuk
didengar.(2007:45)
Kalaupun perempuan ditampilkan di tempat publik, dalam iklan cenderung
direpresentasikan sebagai tempat untuk “memamerkan” kecantikan serta tetap
mencerminkan steriotipe tradisionalnya sebagai seorang perempuan yang selalu ingat
pada urusan domestik.(Rendra,2007:47)
Banyaknya penyertaan perempuan sebagai model majalah pria, membuat
peneliti semakin tertarik dalam melakukan penelitian ini. Dalam majalah pria, model
sering berpakaian sangat minim, dengan mempertontonkan belahan-belahan dadanya,
perut serta paha yang sengaja diciptakan untuk membakar nafsu birahi orang lain,
sehingga merangsang syahwatnya serta menimbulkan pikiran-pikiran jorok dalam
benaknya. Penyertaan perempuan-perempuan seksi dalam iklan majalah pria
diciptakan sebagai daya jual agar konsumen dapat terus tertarik untuk melihat dan
membaca majalah tersebut.
Dibandingkan dengan majalah umum lainnya, pemakaian model iklan
perempuan tidak sevulgar iklan dalam majalah pria. Model iklan yang digambarkan
dalam media cetak umum disesuaikan dengan produk yang akan dipromosikan. Lain
halnya dengan iklan dimajalah pria, produk untuk pria yang sama sekali tidak ada
hubungannya dengan perempuan pun memakai model iklan perempuan. Bahkan tidak
jarang pula perempuan tersebut memakai pakaian yang sama sekali tidak sesuai
dengan produk yang dipasarkan. Hal ini merupakan eksploitasi bagi kaum
perempuan, sosok perempuan dalam pikiran lelaki diibaratkan sebagai bahan untuk
seksualitas saja dan sama sekali tidak dihormati.
Berdasarkan adanya fenomena pornografi perempuan di media massa
khususnya model iklan dalam majalah pria maka peneliti tertarik untuk melakukan
studi analisis isi. Dengan tujuan sebagai bahan untuk membuat kesimpulan serta
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan
studi analisis data terhadap iklan yang memakai model perempuan dalam majalah
pria untuk mengetahui eksploitasi perempuan dalam iklan.
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apa saja isi pornografi yang
ditampilkan dalam iklan di majalah FHM ?.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pornografi
iklan dalam majalah For Him Magazine.
1.4 Kegunaan Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menambah
referensi kepustakaan bagi Universitas Pembangunan Nasional terutama
mengenai penelitian yang berkaitan dengan komunikasi massa khususnya
2. Kegunaan Praktis
Diharapkan dapat menjadi kerangka acuan bagi pihak produsen dan
9 2.1 Landasan Teori
2.1.1 Majalah Sebagai Media Komunikasi Massa
Tak bisa dipungkiri bahwa kegunaan media massa dalam kehidupan
masyarakat sangat erat. Media memberikan begitu banyak informasi yang penting
dalam kelangsungan hidup masyarakat. Media juga memberikan pengaruh yang
negatif dan positif didalam hidup masyarakat, media memberikan model dan contoh
yang mengarahkan perkembangan dan perilaku kita dalam melakukan berbagai hal.
Salah satunya adalah media cetak yang berperan penting dalam memberikan
informasi-informasi terkini kepada khalayak. Baik itu informasi mengenai politik,
budaya ataupun sekedar artikel yang membahas tentang kehidupan seseorang.
Majalah sebagai media massa tidak melepaskan konsekuensinya sebagai alat
yang ampuh dalam menyebarkan informasi, edukasi, dan budaya. Walau majalah
ataupun media cetak lainnya mengikuti waktu periodik terbitnya setiap pagi atau
petang, sebagai harian, mingguan, bulanan, namun tak mengurangi keinginan
masyarakat dalam menerima segala informasi yang diberikan oleh majalah atau
individu, institusi, dan masyarakat sebagai suatu keseluruhan terhadap media massa
untuk berbagi informasi dan layanan masyarakat.
2.1.2 Pengertian Periklanan
Istilah periklanan (advertising) berasal dari kata latin abad pertengahan
advertere, “mengarahkan perhatian kepada”. Istilah ini menggambarkan tipe atau bentuk pengumuman publik yang dimaksudkan untuk mempromosikan penjualan
komoditas atau jasa spesifik, atau untuk menyebarkan sebuah pesan sosial atau
politik.(Marcel,2010 : 362).
Menurut Kleper, iklan berasal dari bahasa Latin, ad-vere yang berarti
mengoperkan pikiran dan gagasan kepada pihak lain. Tampaknya pengertian
semacam ini sama halnya dengan pengertian komunikasi. Pengertian tersebut masih
bermakna umum, tidak jauh berbeda dengan apa yang ditliskan oleh Wright. Wright
menuliskan bahwa iklan juga merupakan sebentuk penyampaian pesan sebagaimana
kegiatan komunikasi lainnya. Secara lengkap, ia menuliskan bahwa iklan merupakan
suatu proses komunikasi yang mempunyai kekuatan sangat penting sebagai alat
pemasaran yang membantu menjual barang, memberikan layanan, serta gagasan atau
ide-ide melalui saluran tertentu dalam bentuk informasi yang persuasif. Pengertian
yang disampaikan oleh Klepper dan Wright, mengandung makna bahwa iklan
umumnya. Hanya saja Wright menekankan iklan sebagai alat pemasaran sehingga
pesan iklan harus persuasif. (Liliweri dalam Rendra,2007 : 15).
Di Indonesia sendiri istilah iklan sering disebut dengan istilah lain, yaitu
advertensi dan reklame. Kedua istilah tersebut diambil begitu saja dari bahasa aslinya, yaitu bahasa Belanda (advertensi) dan Perancis (reklame). Namun secara
resminya, sebutan kata iklan lebih sering digunakan dibanding dengan istilah
advertensi dan reklame. Beberapa ahli memaknai iklan dalam beberapa pengertian. Ada yang mengartikan dalam sudut pandang komunikasi, murni periklanan,
pemasaran, dan ada pula yang memaknai dalam perspektif psikologi. Kesemua
definisi tersebut membawa konsekuensi arah yang berbeda-beda. Bila dalam
perspektif komunikasi cenderung menekankan sebagai proses penyampaian pesan
dari komunikator kepada komunikan. Dalam perspektif iklan cenderung menekankan
pada aspek penyampaian pesan yang kreatif dan persusif yang disampaikan melalui
media khusus. Perspektif pemasaran lebih menekankan pamaknaan iklan sebagai alat
pemasaran, yaitu menjual produk.(Rendra,2007 : 14-15).
Di Indonesia, Masyarakat Periklanan Indonesia mengartikan iklan sebagai
segala bentuk pesan tentang suatu produk atau jasa yang disampaikan lewat suatu
media dan ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. Sementara istilah
periklanan diartikan sebagai keseluruhan proses yang meliputi persiapan,
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penyampaian iklan.(Riyanto dalam
Terkait dengan pemahaman arti iklan dalam akumulasinya dengan pemaknaan
komunikasi massa tersebut, fungsi iklan lebih bersifat persuasif, yakni berfungsi
menyampaikan pesan dari pengirim kepada penerima dengan tujuan
mempengaruhinya agar menghubungkan representament dengan objek tertentu.
Namun, sejalan dengan perkembangan zaman, serta perubahan yang terjadi dalam
organisasi produksi system ekonomi kapitalisme, maka gaya, isi dan fungsi iklan juga
senantiasa mengalami perubahan. Pada awalnya, iklan menggunakan pendekayan
yang berorientasi pada produk dalam penyajiannya. Artinya, iklan untuk suatu produk
barang atau jasa yang ada, selalu ada korelasinya yang dekat dengan substansi nilai
guna produk tertentu yang diiklankannya, mulai dari segi fungsi harga maupun
kualitasnya.(Kasiyan,2008 : 152-153).
2.1.3 Tujuan Periklanan
Iklan digunakan secara luas untuk mempromosikan segala sesuatu. Misalnya,
digunakan untuk mempromosikan produk, jasa, ide, citra, penerbitan, dan bahkan
orang. Berdasarkan sesuatu yang dipromosikan, iklan diklasifikasikan sebagai iklan
institusi atau lembaga, dan iklan produk. Iklan institusi mempromosikan citra
perusahaan dan iklan produk berfungsi mempromosikan barang dan jasa. Perusahaan
dan lembaga lain menggunakan teknik untuk mempromosikan penggunaan, ciri, citra
dan manfaat produk yang dihasilkan. Beberapa tujuan periklanan, (Mahmud,2010 :
a. Mendorong peningkatan permintaan
Iklan produk digunakan untuk mendorong permintaan secara langsung.
Iklan perdana menginformasikan kepada khalayak tentang berbagai sifat dan
cirri produk yang diiklankan, manfaat, cara penggunaan, dan tempat
penjualannya yang bertujuan untuk mendorong peningkatan permintaan
produk.
b. Mengimbangi iklan pesaing
Perusahaan mengurangi dampak program promosi perusahaan pesaing,
digunakan periklanan defensive. Iklan defensive tidak dimaksudkan untuk
meningkatkan penjualan atau memperluas pangsa pasar, melainkan untuk
mencegah penciutan pangsa pasar akibat persaingan, yang dapat
menimbulkan resiko.
c. Meningkatkan efektivitas wiraniaga
Perusahaan yang menekankan arti penting upaya promosi pada personal
selling memenfaatkan iklan untuk meningkatkan efektifitas personal penjualan. Iklan yang ditujukan kepada konsumen sebelum konsumen
membelinya dengan cara memberikan informasi mengenai produk dan
dengan memberikan dorongan agar mereka menghubungi penyalur setempat
atau wiraniaga. Bentuk iklan ini membantu wiraniaga untuk mendapatkan
d. Meningkatkan penggunaan produk
Permintaan absolut atas produk yang ditawarkan untuk setiap perusahaan
jumlahnya terbatas. Karena batas absolute pada permintaan dan kondisi
persaingan, perusahaan dapat meningkatkan penjjualan produk pada suatu
pasar geografis hanya sebatas untuk tujuan tertentu. Untuk meningkatkan
penjualan dibalik tujuan tersebut, perusahaan harus memperluas pasar
geografis dan menjual kepada lebih banyak konsumen dan harus
mengembangkan serta meningkatkan jumlah penggunaan produk yang lebih
besar.
e. Menguatkan citra produk dalam ingatan konsumen
Untuk mengingatkan konsumen tentang merk ternama yang telah dikenal
luas, perusahaan dapat menggunakan ’iklan pengingat’ agar konsumen
mengetahui bahwa merk tersebut masih ’hidup’ dan beredar di sekeliling.
Iklan ini bertujuan untuk mengingatkan konsumen pada ciri, penggunaan
dan manfaat.
f. Mengurangi fluktuasi penjualan
Permintaan produk mengalami pasang surut dari waktu ke waktu karena
berbagai faktor seperti iklim, liburan, musim dan kebiasaan. Dalam kondisi
mengurangi tingkat fluktuasi. Pada waktu periklanan mengurangi fluktuasi.
Manajer dapat menggunakan sumber daya perusahaan agar lebih efisien.
2.1.4 Komunikasi Periklanan
Dalam komunikasi periklanan, tidak hanya menggunakan bahasa sebagai
alatnya, tetapi juga alat komunikasi lainnya seperti gambar, warna dan bunyi. Iklan
disampaikan melalui dua saluran media massa, yaitu media cetak dan media
elektronika. Iklan menggunakan sistem tanda yang terdiri atas lambang, baik yang
verbal maupun nonverbal.
Lambang verbal adalah bahasa yang kita kenal, lambang nonverbal adalah
bentuk dan warna yang disajikan dalam iklan. Ikon adalah bentuk dan warna yang
serupa atau mirip dengan keadaan sebenarnya seperti gambar benda, orang atau
binatang. Ikon disini digunakan sebagai lambang. (Sobur,2006 : 116)
Kajian sistem tanda dalam iklan juga mencakup objek. Objek iklan adalah hal
yang diiklankan. Untuk menganalisis iklan, hal-hal yang perlu dipertimbangkan,
(Berger dalam Sobur, 2006 : 117), sebagai berikut :
1. Penanda dan petanda
2. Gambar, indeks, dan symbol
3. Fenomena sosiologi: demografi orang didalam iklan dan orang-orang yang
4. Sifat daya tarik yang dibuat untuk menjual produk, melalui naskah dan
orang-orang yang dilibatkan di dalam iklan
5. Desain dari iklan, warna dan unsur estetik lainnya
6. Publikasi yang ditemukan didalam iklan, dan khayalan yang diharapkan oleh
publikasi tersebut.
Untuk menganalisis iklan menurut Roland Barthes, pesan yang dikandungnya
yaitu pesan linguistik (semua kata dan kalimat dalam iklan), pesan ikonik yang
terkodekan (konotasi yang muncul dalam iklan, yang hanya dapat berfungsi jika
dikaitkan dengan system tanda yang lebih luas dalam masyarakat), dan pesan ikonik
tak terkodekan (denotasi dalam iklan). (Sobur, 2006 : 119)
2.1.5 Media Periklanan
Perusahaan menggunakan jasa berbagai media untuk menyampaikan rencana
pesan atau informasi kepada audience sasaran. Di antara media yang ada, dalam
uraian ini dapat disebutkan empat klasifikasi media, yaitu media elektronik (televisi
dan radio), media cetak (surat kabar dan majalah), media luar ruang dan media
lainnya.
Untuk mengambil keputusan dalam penetapan media iklan, diperlukan
didasarkan pada beberapa keputusan penting, (Mahmud,2010 :146-147), yakni
sebagai berikut :
1. Khalayak sasaran
Keputusan ini harus doterangkan dengan tepat berdasarkan data demografis.
Media pada umumnya seperti; surat kabar, majalah, tabloid, saluran televisi
mempunyai profil audience tertentu, sehingga media perlu disesuaikan jika
pemasang iklan bermaksud memasuki pasar baru dengan khalayak sasaran
tertentu.
2. Wilayah Demografis
Dalam hal ini pemilihan media didasarkan pada wilayah demografis yang
akan dijadikan tujuan distribusi untuk ketersediaan produk di wilayah
pemasaran tertentu.
3. Waktu yang tepat
Produk tertentu dijual secara musiman dan produk yang lain mengalami
puncak penjualan setiap akhir pecan. Iklan pun harus dijadwalkan sesuai
dengan fluktuasi pasar.
4. Cara memilih media
Pemilihan media pada umumnya ditentukan oleh jenis pesan kreatif yang akan
tindakan dan demonstrasi, televisi merupakan pilihan yang sesuai. Untuk
berbagai produk makanan yang penjualannya didasarkan pada selera,
digunakan majalah sebagai media iklan, sebab gambar dapat dicetak berwarna
sehingga dapat membangkitkan selera.
Disamping itu, media cetak pun memiliki kekuatan dan kelemahan begitu
pula dengan majalah. Majalah juga memiliki kekuatan dan kelemahan, yaitu :
1. Kekuatan majalah
Kualitas gambar majalah pada umumnya sangat baik karena merupakan
perpaduan antara bahan bermutu tinggi dan teknologi cetak modern. Ini
memberikan fleksibilitas bagi pemasang iklan dalam dimensi visual untuk
menyampaikan pesan, yang dapat digunakan untuk menciptakan dampak yang
menarik perhatian pembaca. Jumlah oplah yang besar dan jangkauan yang
luas memungkinkan majalah untuk lebih berhasil dalam mencapai audience
sasaran daripada media lainnya.
2. Kelemahan majalah
Pertumbuhan audience majalah telah mengalami penurunan dalam tingkat
perkembangan periklanan. Karena itu, nilai periklanan dalam majalah pun
mengalami penurunan dibandingkan media lain. Untuk menata ruang spasi
dapat dipublikasikan. Ini mengurangi fleksibilitas jadwal periklanan yang
telah ditetapkan. (Mahmud,2010:148-149)
2.1.6 Majalah
Sejak reformasi bergulir di Indonesia, banyak majalah bermunculan. Mereka
mengejar kebutuhan masyarakat akan berbagai informasi, dari yang ringan sampai
yang berat. Di berbagai majalah berita, misalnya, para wartawannya bukan sekedar
melaporkan peristiwa public tapi juga mengejar berbagai informasi yang
tersembunyi. Para wartawan dikirim meliput ke berbagai institusi publik, perusahaan
komersial, atau pemerintahan. Para reporter ditugaskan melaporkan kejahatan, bisnis,
tim sepak bola profesional, dan informasi lainnya. Semua itu, didasari kebijakan
redaksi dan perusahaan yang baik, ditujukan untuk menerbitkan berbagai majalah
dengan masing-masing spesifikasi target pembacanya.(Septiawan,2005:85).
Adanya spesifikasi target pembaca maka majalah pun dikategorikan sesuai
dengan target pembacanya. Berikut beberapa kategori majalah menurut Encyclopedia
Britannica dalam buku Septiawan Santana :
1. Majalah Umum
Sesuai dengan namanya, majalah umum berisi berbagai macam hal dan
ditujukan tidak pada segmen tertentu. Majalah-majalah kategori umum yang
masih tersisa kini mempersempit focus mereka, beberapa diantaranya bahkan
2. Majalah Berita
Majalah berita merupakan satu bentuk publikasi yang mengombinasikan
unsur aktualisasi peristiwa mingguan dengan peliputan mendalam dan
penulisan feature-mingguan personal. Majalah ini hendak menjangkau
pembaca mingguan, yang ingin mendapatkan kedalaman pemberitaan dengan
tingkat profesionalitas tertentu. Isi majalahnya kebanyakan ditulis dengan
menggunakan pendekatan feature. Majalah semacam ini tidak memberi
banyak peluang bagi para penulis lepas.
3. Majalah Pria
Majalah ini berisikan tentang artikel-artikel yang bersifat pemuas kebutuhan
pria dari hasrat, seks, hobi sampai minat kaum pria lainnya selain itu ciri yang
ditampilkan majalah ini biasanya adalah topik yang sensasional. Ciri-ciri
sajiannya bersifat mengekspos isu tertentu, dalam gaya penuturan yang
simple, langsung pada pokok persoalan sehingga mudah dibaca dan tidak
kelewat ilmiah/akademis. Nadanya ditujukan untuk kesenangan dan hiburan.
Dengan ciri yang semacam itu, tidak heran jika banyak majalah pria berani
menampilkan artikel-artikel yang cukup berani.
4. Majalah Wanita
Materi dalam majalah ini cukup bervariasi, mulai dari yang menawarkan
persamaan. Termasuk kategori majalah wanita adalah majalah-majalah remaja
putri yang menawarkan sajian-sajian khas kepada pembaca wanita berusia
muda dan kategori majalah wanita dewasa yang artikelnya lebih berisikan
tentang gaya hidup dan peran wanita, diwarnai dengan sifat hiburan yang
cukup kental.
5. Majalah Kota
Majalah kota berkembang seiring dengan matinya majalah-majalah
bersirkulasi nasional. Yang ditawarkan majalah kota adalah artikel-artikel
survival untuk menghadapi problematika kota besar, ditambah sajian-sajian entertaint.
6. Majalah Religius
Sesuai dengan namanya, majalah religius memuat artikel-artikel keagamaan.
Kendati berlatar agama yang sama, jenisnya cukup bervariasi, mulai dari
majalah bergaris keras-fundamentalis sampai yang lunak-kompromistis.
Beberapa diantaranya hanya sekedar bacaan yang ditujukan kepada para
pemimpin keagamaan semacam majalah yang hidup disponsori demi
2.1.7 Iklan dalam Majalah
Iklan pada awalnya ditentang di berbagai majalah. Alasan-alasan menjaga
nilai-nilai sastrawi (kesustraan) dipakai sebagai penguat penolakan. Akan tetapi,
dewasa ini, iklan sudah menjadi tenaga industri media. Penerbitan majalah, sebagian
besarnya, termasuk medium yang didorong oleh iklan. Perkembangan kehidupan
yang memola waktu masyarakat semakin cepat di abad 20, serta teknologi cetak yang
telah mengirimkan limpahan informasi demikian rupa, telah mendorong tumbuhnya
penerbitan majalah yang ringkas, padat dan pendek
sajian-sajiannya.(Septiawan,2005:91)
Banyak faktor yang mempengaruhi pemilihan majalah sebagai sarana
pemasangan iklan. Yang terpenting adalah dapat membujuk atau mempersuasikan isi
pesan dalam iklan kepada target sasaran. Selain itu juga perlu dipertimbangkan dalam
memilih media cetak adalah frekuensi iklannya, penempatan iklan, perlakuan khusus
dan jangkauan target sasaran.
Iklan yang efektif adalah mampu mempersuasi atau membujuk pelanggan
untuk mencoba, memakai, membuktikan kegunaan dari yang ditawarkan iklan
tesebut. Iklan persuasi menitikberatkan pada upaya mempengaruhi khalayak untuk
melakukan sesuatu sebagaimana dikehendaki oleh komunikator. Karena tujuan yang
ingin dicapai adalah mempengaruhi khalayak, maka bahasa yang digunakan harus
2.1.8 Analisis Isi
Analisis isi (content analysis) adalah penelitian yang bersifat pembahasan
mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa.
Pelopor analisis isi adalah Harold D. Lasswell, yang memelopori teknik symbol
coding, yaitu mencatat lambang atau pesan secara sistematis, kemudian diberi interpretasi. Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk
komunikasi. Baik surat kabar, berita radio, iklan televisi maupun semua bahan-bahan
dokumentasi yang lain. Hampir semua disiplin ilmu sosial dapat menggunakan
analisis isi sebagai teknik/metode penelitian. Holsti menunjukkan tiga bidang yang
banyak mempergunakan analisis isi, yang besarnya hampir 75% dari keseluruhan
studi empirik, yaitu penelitian sosioantropologis (27,7 persen), komunikasi umum
(25,9%), dan ilmu politik (21,5%).
Analisis isi tidak dapat diberlakukan pada semua penelitian sosial. Analisis isi
dapat dipergunakan jika memiliki syarat berikut :
a. Data yang tersedia sebagian besar terdiri dari bahan-bahan yang
terdokumentasi (buku, surat kabar, majalah, dan lain-lain).
b. Ada keterangan pelengkap atau kerangka teori tertentu yang
menerangkan tentang dan sebagai metode pendekatan terhadap data
c. Peneliti memiliki kemampuan teknis untuk mengolah
bahan-bahan/data-data yang dikumpulkannya karena sebagian dokumentasi
tersebut bersifat sangat khas dan spesifik.
Terdapat tiga langkah strategis penelitian analisis isi, yaitu :
Pertama, penetapan desain atau model penelitian. Di sini ditetapkan berapa media,
analisis perbandingan atau korelasi, objeknya banyak atau sedikit dan sebagainya.
Kedua, pencarian data pokok atau data primer, yaitu teks itu sendiri. Sebagai analisis
isi maka teks merupakan objek yang pokok bahkan terpokok. Pencarian dapat
dilakukan dengan menggunakan lembar formulir pengamatan tertentu yang sengaja
dibuat untuk keperluan pencarian data tersebut. Ketiga, pencarian pengetahuan
kontekstual agar penelitian yang dilakukan tidak berada di ruang hampa, tetapi
terlihat kait-mengait dengan faktor-faktor
lain.(http://komunikasi-pembangunan.com/2010/05/analisis-isi.html)
Bernard Berlson mendefinisikan analisis isi adalah menjadikan analisis isi
sebagai teknik penelitian yang objektif, sistematis dan deskripsi kuantitatif dari apa
yang tampak dalam komunikasi. Kendatipun banyak kritik yang dapat kita sampaikan
pada definisi Berlson sehubungan perkembangan analisis isi sampai hari ini, namun
catatan mengenai objektif dan sistematik dalam menganalisis isi komunikasi yang
Analisis isi dapat di pergunakan pada teknik kuantitatif maupun kualitatif,
tergantung pada sisi mana peneliti memanfaatkannya. Dalam penelitian kualitatif,
Analisis Isi ditekankan pada bagaimana peneliti melihat keajekan isi komunikasi
secara kualitatif, pada bagaimana peneliti memaknakan isi komunikasi, membaca
simbol-simbol, memaknakan isi interaksi simbolis yang terjadi dalam komunikasi.
Selain itu penggunaan analisis isi tidak berbeda dengan penelitian kualitatif lainnya.
Hanya saja, karena teknik ini dapat digunakan pada pendekatan yang berbeda (baik
kuantitatif maupun kualitatif), maka penggunaan analisis isi tergantung pada kedua
pendekatan itu. Penggunaan analisis isi untuk penelitian kualitatif tidak jauh berbeda
dengan pendekatan lainnya. Awal mula harus ada fenomena komunikasi yang dapat
diamati, dalam arti bahwa peneliti harus lebih dulu dapat merumuskan dengan tepat
apa yang ingin diteliti dan semua tindakan harus didasarkan pada tujuan
tersebut.(http://shindohjourney.wordpress.com/)
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kuantitatif dalam
melakukan penelitian analisis isi. Prosedur dasar pembuatan rancangan penelitian dan
pelaksanaan studi analisis isi terdiri atas 6 tahapan langkah, yaitu :
1. Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesisnya.
2. Melakukan sampling terhadap sumber-sumber data yang telah dipilih,
4. Pendataan suatu sampel dokumen yang telah dipilih dan melakukan
pengkodean,
5. Pembuatan skala dan item berdasarkan kriteria tertentu untuk
pengumpulan data, dan
6. interpretasi/ penafsiran data yang diperoleh.
Urutan langkah tersebut harus tertib, tidak boleh dilompati atau dibalik.
Langkah sebelumnya merupakan prasyarat untuk menentukan langkah berikutnya.
Permulaan penelitian itu adalah adanya rumusan masalah atau pertanyaan penelitian
yang dinyatakan secara jelas, eksplisit, dan mengarah, serta dapat diukur dan untuk
dijawab dengan usaha penelitian.
Pada perumusan hipotesis, dugaan sementara yang akan dijawab melalui
penelitian, peneliti dapat memilih hipotesis nol, hipotesis penelitian atau hipotesis
statistik. Penarikan sampel dilakukan melalui pertimbangan tertentu, disesuaikan
dengan rumusan masalah dan kemampuan peneliti. Pembuatan alat ukur atau kategori
yang akan digunakan untuk analisis didasarkan pada rumusan masalah atau
pertanyaan penelitian, dan acuan tertentu. Misalnya, kategori tinggi-sedang-rendah,
dengan indikator-indikator yang bersifat terukur. Kemudian, pengumpulan atau
coding data, dilakukan dengan menggunakan lembar pengkodean (coding sheet) yang
sudah dipersiapkan. Setelah semua data diproses, kemudian diinterpretasikan
Untuk menentukan item-item masuk pada kategori yang telah ditentukan
tersebut pada skala yang telah tersedia, dipakai orang-orang yang dianggap sebagai
juri penilai. Dalam hal ini perlu ditetapkan keterandalan (reliabilitas) alat ukur, dan
kesahihan (validitas) pengukuran.
2.1.9 Desain Analisis Isi
Dapat diidentifikasikan tiga jenis penelitian komunikasi yang menggunakan
analisis isi. Ketiganya dapat dijelaskan dengan teori 5 unsur komunikasi yang dibuat
oleh Harold D. Lasswell, yaitu who, says what, to whom, in what channel, with what
effect. Ketiga jenis penelitian tersebut dapat memuat satu atau lebih unsur “pertanyaan teoretik” Lasswell tersebut.
Pertama, bersifat deskriptif, yaitu deskripsi isi-isi komunikasi. Dalam
praktiknya, hal ini mudah dilakukan dengan cara melakukan perbandingan.
Perbandingan tersebut dapat meliputi hal-hal berikut ini :
1) Perbandingan pesan (message) dokumen yang sama pada waktu yang
berbeda. Dalam hal ini analisis dapat membuat kesimpulan mengenai
kecenderungan isi komunikasi.
2) Perbandingan pesan (message) dari sumber yang sama/tunggal dalam
situasi-situasi yang berbeda. Dalam hal ini, studi tentang pengaruh situasi-situasi terhadap isi
3) Perbandingan pesan (message) dari sumber yang sama terhadap penerima
yang berbeda. Dalam hal ini, studi tentang pengaruh ciri-ciri audience
terhadap isi dan gaya komunikasi.
4) Analisis antar-message, yaitu perbandingan isi komunikasi pada waktu, situasi
atau audience yang berbeda. Dalam hal ini, studi tentang hubungan dua
variabel dalam satu atau sekumpulan dokumen (sering disebut kontingensi).
5) Pengujian hipotesis mengenai perbandingan message dari dua sumber yang
berbeda, yaitu perbedaan antar komunikator.
Kedua, penelitian mengenai penyebab message yang berupa pengaruh dua
message yang dihasilkan dua sumber (A dan B) terhadap variabel perilaku sehingga menimbulkan nilai, sikap, motif, dan masalah pada sumber B.
Ketiga, penelitian mengenai efek message A terhadap penerima B. Pertanyaan
yang diajukan adalah apakah efek atau akibat dari proses komunikasi yang telah
berlangsung terhadap penerima (with what effect).
(http://andreyuris.wordpress.com/2009/09/02/analisis-isi-content-analysis/)
Analisis isi didahului dengan melakukan coding terhadap istilah-istilah atau
penggunaan kata dan kalimat yang relevan, yang paling banyak muncul dalam media
komunikasi. Dalam hal pemberian coding, perlu juga di catat konteks mana istilah itu
Klasifikasi dilakukan dengan melihat sejauh mana satuan makna berhubungan dengan
tujuan penelitian. Klasifikasi ini dimaksudkan untuk membangun kategori dari setiap
klasifikasi. Kemudian, satuan makna dan kategori dianalisis dan di cari hubungan
satu dengan lainnya untuk menemukan makna, arti, dan tujuan isi komunikasi itu.
Hasil analisis ini kemudian dideskripsikan dalam bentuk draf laporan penelitian
sebagaimana umumnya laporan penelitian.
Penulis menentukan beberapa kategorisasi untuk melakukan pengkodean
(coding data). Dalam menentukan kategorisasi didasari dengan adanya
undang-undang mengenai pornografi, maka terbentuklah sebuah kategorisasi mengenai
pornografi dengan beberapa subkategorisasi yang telah ditentukan oleh penulis.
2.1.10 Teori Gatekeeper
Istilah gatekeeper pertama kali digunaka oleh Kurt Levin pada bukunya
Human Relation. Istilah ini mengacu pada proses suatu pesan berjalan melalui berbagai pintu, selain itu juga pada orang atau kelompok yang memungkinkan pesan
lewat. Gatekeepers dapat berupa seseorang atau satu kelompok yang dilalui suatu pesan dalam perjalanannya dari sumber kepada penerima.
Fungsi gatekeeper adalah meyaring pesan yang diterima seseorang.
Gatekeeper membatasi pesan yang diterima komunikan. Seorang gatekeepers dapat memilih, mengubah, bahkan menolak pesan yang disampaikan pada penerima. Editor
berbagai pesan yang terbit dari suatu media massa bukan lagi milik perseorangan
melainkan hasil rembukan, olahan redaksi atau keputusan dari kebijaksanaan yang
menerbitkannya.
Gatekeeper pada media massa menentukan penilaian apakah suatu informasi penting atau tidak. Dalam media massa terdiri dari bebrapa pihak untuk menyeleksi
isi pesan komunikasi. Gatekeeper mempunyai wewenang untuk tidak memuat berita
yang dianggap tidak penting. Gatekeeper adalah bagian dari institusi media massa
dan hasil kerjanya memiliki efek positif pada kualitas pesan dan berita yang
disampaikan kepada publik.
Peranan gatekeeper menurut John R.Bittner :
1. Meyiarkan informasi kepada pembaca atau komunikan.
2. Untuk membatasi informasi yang diterima dengan mengedit
informasi sebelum disebarkan.
3. Untuk memperluas kuantitas informasi dengan menambah fakta dan
pandagan lain.
4. Untuk mengintepretasikan informasi.
2.1.11 Perempuan
Perempuan adalah salah satu dari dua jenis kelamin manusia, satunya lagi
adalah lelaki atau pria. Berbeda dengan wanita, istilah “perempuan” dapat merujuk
kepada orang yang telah dewasa maupun yang masih
anak-anak.(http://id.wikipedia.org/wiki/perempuan)
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia perempuan diartikan sebagai orang
(manusia) yang mempunyai puki, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak dan
menyusui. Sedangkan wanita adalah seorang bini atau istri yang sedang hamil.
Dalam banyak hal, kaum perempuan dihadapkan pada situasi yang sulit.
Disatu sisi dia (perempuan) memiliki keinginan untuk maju dalam edukasi dan karir.
Demikian pula, dia banyak dituntut untuk menjaga serta mengurusi sektor domestik.
Pada saat dia meraih semua itu (sukses non domestik), maka ada semacam invisible
hand yang ‘mewajibkan’ perempuan itu kembali mengurusi sektor domestic. Inilah
yang membuat kaum hawa ini menjadi plin-plan, ragu dan selalu cemas.
(http://duniaperempuan.com/)
2.1.12 Perempuan dalam Iklan
Dalam kehidupan sehari-hari, perempuan banyak digunakan dalam iklan.
Keterlibatan tersebut didasari dua faktor utama, yaitu ; pertama bahwa perempuan
adalah pasar yang sangat besar dalam industri. Faktanya lebih banyak produk industri
luas dipercaya mampu menguatkan pesan iklan. Perempuan merupakan elemen agar
iklan mempunyai unsur menjual. Karena mampu sebagai unsur menjual sehingga
menghasilkan keuntungan, maka penggunaan perempuan dalam iklan tampaknya
merupakan sesuatu yang sejalan dengan ideology kapitalisme. (Rendra,2007:42).
Penggunaan perempuan dalam iklan setidaknya akan menambah daya tarik
khalayak untuk menikmati pesan iklan. Perempuan adalah bumbu sebuah iklan.
Menurut penelitian, ternyata perempuan lebih senang melihat (wajah) perempuan
cantik dibanding (wajah) laki-laki sekalipun berwajah gagah. Oleh karena itu, dapat
kita maklumi bila majalah perempuan ternyata lebih sering menampilkan model
perempuan pada halaman sampulnya dibanding model laki-laki. Apalagi majalah
laki-laki, hampir dipastikan selalu menampilkan perempuan. Tampaknya fakta-fakta
tersebut menguatkan kesimpulan bahwa iklan dipercaya akan mampu mendapatkan
pengaruh bila menggunakan perempuan sebagai salah satu ilustrasi atau modelnya,
bahkan sekalipun produk tersebut bukan dimaksudkan untuk digunakan oleh
perempuan. (Rendra,2002:42)
Tidak saja pada iklan media cetak, tetapi juga semua media iklan yang ada ;
mulai dari media audiovisual yaitu televisi, film, media audio yaitu radio, media
interaktif internet, sampai pada media luar ruang, misalnya poster, baliho, dan
sebagainya. Sebagaimana dituliskan Hervert Rittlinger dalam buku Rendra, secara
hingga ujung kaki mempunyai keindahan tersendiri sehingga menumbuhkan daya
tarik luar biasa. (Rendra,2007 : 43-45)
Adanya pencitraan negatif (stigma) perempuan yang terepresentasi dalam
iklan secara operasional yang paling menyolok, terutama yang berbasis pada
akumulasi patologi ideology gender dan sistem kapitalisme di masyarakat, adalah
terkait dengan tiga hal pokok. Pertama, adalah persoalan eksploitasi stereotip daya
tarik seksualitas perempuan. Kedua, terkait dengan eksploitasi stereotip seksualitas
perempuan tersebut, maka sebagai konsekuensinya adalah memunculkan adanya
stereotip turunan yang terkait dengannya, yakni eksploitasi stereotip segenap organ
tubuh yang sangat berlebiihan. Ketiga, yang tidak kalah menonjolnya adalah
eksploitasi stereotip domestikisasi atau pengiburumahtanggaan
perempuan.(Kasiyan,2008 : 237)
2.1.13 Pornografi
Pornografi berasal dari bahasa Yunani, istilah ini terdiri dari kata porne yang
berarti wanita jalang dan graphos atau graphien yang berarti gambar atau tulisan, pornografi menunjuk pada gambar atau photo yang mempertontonkan bagian-bagian
terlarang tubuh perempuan. Pengertian ini secara eksplisit menunjukkan bahwa term
pornografi selalu dan hanya berkaitan dengan tubuh perempuan. Dalam konteks
Indonesia, kata porno berubah menjadi cabul, sementara istilah pornografi sendiri
membangkitkan nafsu birahi atau bahan yang dirancang dengan sengaja dan
semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi dalam seks.(Lutfan,2006 :11)
Tepat kiranya apa yang dikemukakan oleh Johan Suban dalam buku Lutfan.
Menurutnya, pornografi dapat dipahami sebagai suatu penyajian seks secara terisolir
dalam bentuk tulisan, gambar, foto, video kaset, pertunjukkan dan kata-kata ucapan
dengan maksud untuk merangsang nafsu birahi.(2006:13)
Pornografi selalu berkaitan dengan persoalan seksual, lebih dari itu, disebut
pornografi jika tampilan tersebut bertujuan untuk merangsang nafsu birahi. Lesmana
memberikan beberapa kriteria untuk dapat memasukkan suatu gambar, tulisan,
gerakan, atau apapun dalam kategori pornografi atau tidak, yaitu,(Lutfan,2006 :39) :
1. Terdapat unsur kesengajaan untuk membangkitkan nafsu birahi orang lain.
2. Bertujuan atau mengandung maksud untuk merangsang nafsu birahi
(artinya, sejak semula memang sudah ada rencana/maksud di benak
pembuat atau pelaku untuk merangsang nafsu birahi khalayak atau
setidaknya dia mestinya tahu kalau hasilnya dapat menimbulkan
rangsangan di pihak lain).
3. Produk tersebut tidak mempunyai nilai lain kecuali sebagai sexual
4. Berdasarkan standar kontemporer masyarakat setempat, termasuk sesuatu
yang tidak pantas diperlihatkan atau diperagakan secara umum.
Dari berbagai kenyataan empiris dan melalui pertimbangan yang matang,
serta merujuk pada rumusan-rumusan pengertian yang sudah ada sebelumnya.
Menurut Lutfan Muntaqo, pornografi dapat dirumuskan sebagai berikut :
“Pornografi adalah pengungkapan permasalahan seksual yang erotis dan sensual melalui suatu media yang bertujuan atau dapat mengakibatkan bangkitnya nafsu birahi atau timbulnya rasa muak, malu, jijik bgi orang yang melihat, mendengar atau menyentuhnya, yang bertentangan dengan agama dan atau adat istiadat setempat.” (2006:40-41).
Kebutuhan tubuh akan seks mempunyai keunikan dan sekaligus persoalan
tersendiri, ia dihujat tetapi juga dibutuhkan, ia ingin mengekspresikan (norma/adat),
keyakinan (agama) dan seterusnya yang selama ini terbentuk dan menjadi acuan
teologis-normatif bagi setiap komunitas. (Lutfan,2006 : 159)
Teks pornografi mendefinisikan hasrat-hasrat erotik dengan mengasingkannya
dari konteks makna alamiahnya, selain terluput juga dari analisis estetika. Sebagai
teks, pornografi biasanya memanfaatkan dan mereduksi tubuh perempuan sebagai
tanda. Menurut Thelma McCormack dalam buku Kasiyan bahwa ada beberapa ciri
menonjol dari teks pornografi, diantaranya adalah pertama, pornografi melakukan
pelanggaran atas kaidah-kaidah sosial baku, karena ia menampilkan bentuk-bentuk
kaidah-kaidah sosial baku di dalam pornografi ditampilkan seolah-olah ia merupakan
bagian alamiah dari kehidupan sehari-hari, seakan-akan ia memang diperbolehkan
dan dipraktikkan secara luas oleh masyarakat.(2008:258-259).
Dalam hal erotisme pornografi, kebutuhan dapat berarti mendua. Pertama,
objek pornografi (pemilik tubuh dalam gambar porno) atau pencipta pornografi,
umumnya memperoleh bayaran yang cukup besar atas pemuatan gambar porno
miliknya yang dimuat di suatu media massa. Artinya, objek pornografi menghasilkan
sejumlah uang untuk kepentingan pribadi. Kedua, erotisme-pornografi dibutuhkan
masyarakat, karena itu masyarakat memiliki andil yang besar terhadap munculnya
erotisme di media massa. Alasan kedua ini merupakan persoalan substansi yang
menjadikan erotisme media massa sebagai benang kusut yang sulit ditanggulangi dari
masa ke masa. Substansi ini pula yang menyebabkan kontrol sosial masyarakat
terhadap pemberitaan erotisme di media massa menjadi sangat longgar, sementara
pemerintah (penguasa) sendiri tidak mampu berbuat lebih banyak karena kesulitan
piranti hukum. Inilah persoalannya, sehingga erotisme media massa menjadi sisi
gelap media massa dan eksploitasi perempuan terbesar oleh media massa sepanjang
masa. (Burhan,2005:109)
2.2 Undang-Undang Dasar Pornografi
UUD RI nomor 44 Tahun 2008 mengemukakan beberapa pasal mengenai
Bab 1
Ketentuan Umum
1. Pasal 1
Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi foto, tulisan, suara, bunyi, gambar
bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya
melalui berbagai bentuk mediakomunikasi dan /atau pertunjukan dimuka umum, yang
memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam
masyarakat.
Bab 2
Larangan dan Pembatasan
2. Pasal 4
2.1 Ayat 1
Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak,
menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor,
menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan
pornografi yang secara eksplisit memuat :
a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang.
c. masturbasi atau onani
d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan
e. alat kelamin, dan
f. pornografi anak.
2.2 Ayat 2
Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang :
a. menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang
mengesankan ketelanjangan
b. menyajikan secara eksplisit alat kelamin
c. mengekploitasi atau memamerkan aktivitas seksual, dan
d. menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak
langsung layanan seksual.
3. Pasal 8
Setiap orang dilarang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi
Penjelasan Pasal 4 ayat 1 :
Yang dimaksud dengan “membuat” adalah tidak termasuk untuk dirinya sendiri
dan kepentingan sendiri.
a. Yang dimaksud dengan “persenggamaan yang menyimpang” antara lain
persenggamaan atau aktivitas seksual lainnya dengan mayat, binatang,
oral seks, anal seks, lesbian, dan homoseksual.
b. Yang dimaksud dengan ”kekerasan seksual” antara lain persenggamaan
yang didahului dengan tindakan kekerasan (penganiayaan) atau
mencabuli dengan paksaan atau pemerkosaan.
c. Cukup jelas
d. Yang dimaksud dengan “mengesankan ketelanjangan” adalah suatu
kondisi seseorang yang menggunakan penutup tubuh, tetapi masih
menampakkan alat kelamin secara eksplisit.
e. Cukup jelas
f. Pornografi anak adalah segala bentuk pornografi yang melibatkan anak
atau yang melibatkan orang dewasa yang berperan atau bersikap seperti
Penjelasan Pasal 4 ayat 2 :
a. Cukup jelas
b. Cukup jelas
c. Cukup jelas
d. Sang pengiklan yang menawarkan atau memasarkan atau
mempromosikan adanya layanan seksual.
Penjelasan Pasal 8 :
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa jika pelaku dipaksa dengan ancaman atau
diancam atau dibawah kekuasaan atau tekanan orang lain, dibujuk atau ditipu daya,
atau dibohongi oleh orang lain.
2.3 Kategorisasi
Adanya UUD Pornografi yang dikemukakan diatas maka penulis menetapkan
kategorisasi pornografi untuk membantu meneliti penelitian ini. Kategorisasi yang
digunakan dalam penelitian ini telah disesuaikan agar dapat mencapai sasaran
penelitian. Kategorisasi pornografi pada iklan dalam majalah For Him Magazine
tersebut, peneliti tetapkan sendiri dan meliputi sebagai berikut :
Adalah kata-kata dalam iklan atau teksline yang dapat merangsang para
pembacanya.
2. Gambar Semi Telanjang
Adalah gambar-gambar para model dalam iklan yang semi telanjang atau
gambar yang mengesankan ketelanjangan yang mengundang birahi.
3. Kata Aktivitas Sex
Adalah kata-kata dalam iklan yang secara jelas atau semu menunjukkan
adanya kegiatan sex.
4. Gambar Persenggamaan
Adalah gambar-gambar para model yang menunjukkan adanya gambar
persenggamaan yang merendahkan martabat para model perempuan.
5. Kata Mengarah Ke Aktivitas seks
Adalah kata-kata dalam iklan yang mengarah ke aktivitas seks. Sehingga
orang yang membaca dapat membayangkan atau mengimajinasikan apa
yang dituliskan dalam iklan tersebut.
Adalah gambar-gambar para model iklan perempuan yang menunjukkan
adanya gambar semi persenggamaan yang mengundang birahi para
pembacanya.
2.4 Kerangka Berpikir
Majalah merupakan media massa cetak yang berfungsi menyajikan
informasi-informasi penting atau menampilkan sejumlah produk iklan yang dipasarkan.
Banyaknya penyertaan iklan di majalah yang bervariatif membuat persaingan pesat
antar media cetak khususnya majalah, termasuk majalah For Him Magazine yang
berusaha memberikan tampilan semenarik mungkin agar para pembaca dapat terus
membaca dan membeli majalah FHM tersebut.
Peneliti tertarik meneliti laporan pada bulan Januari-Desember 2010 karena
iklan yang ada dalam majalah FHM syarat dengan pornografi yang tampak menarik
para pembaca. Berdasarkan penjelasan yang telah disampaikan diatas, maka peneliti
melakukan sebuah analisis isi perempuan dalam iklan yang kemudian akan dilakukan
pengkategorisasian terhadap pornografi perempuan dalam iklan di majalah pria FHM.
Kategorisasi tersebut berupa kategorisasi pornoteks dan pornogambar dengan
subkategorisasi teks merangsang, teks aktivitas seks, teks mengarah ke aktivitas seks,
gambar semi telanjang, gambar semi persenggamaan dan gambar persenggamaan.
Setelah memasukkan beberapa item dalam kategorisasi tersebut kemudian akan
43
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi yaitu suatu
teknik untuk mengambil kesimpulan dengan mengidentifikasikan berbagai
karakteristik khusus suatu pesan secara obyektif dan sistematis. (Holsti dalam
Pitra,2008 : 104). Penelitian menggunakan metode penelitian analisis isi untuk
mengetahui kategori-kategori teks atau gambar pornografi iklan dalam majalah pria
For Him Magazine, dengan menggunakan metode tersebut dan tekhnik yang sistematis diharapkan dapat menggambarkan berbagai macam hal-hal yang dibahas
sesuai dengan tujuan penelitian ini. Sehingga didapatkan bagaimana perempuan
digambarkan dalam majalah pria dan seberapa sering teks atau gambar pornografi itu
muncul.
3.1 Definisi Operasional
3.1.1 Operasional Konsep Isi Pornografi dalam Iklan di Majalah FHM
Pornografi berasal dari bahasa Yunani, istilah ini terdiri dari kata porne yang
berarti wanita jalang dan graphos atau graphien yang berarti gambar atau tulisan, pornografi menunjuk pada gambar atau photo yang mempertontonkan bagian-bagian
terlarang tubuh perempuan. Pengertian ini secara eksplisit menunjukkan bahwa term
Pornografi termasuk sebuah pelanggaran yang telah ditetapkan dalam
undang-undang pornografi seperti pelecehan terhadap tubuh perempuan, mempertontonkan
sebagian tubuh perempuan, menampilkan foto/gambar yang membangkitkan gairah
para pembacanya, dan lain-lain. Pornografi terjadi dalam majalah pria FHM, disitu
terdapat beberapa iklan yang menggambarkan kemolekan tubuh seorang perempuan
yang diumbar secara bebas dalam sebuah media cetak. Dalam penelitian ini, peneliti
menemukan beberapa gambar/foto yang menyimpang dengan ketentuan-ketentuan
undang-undang dasar pornografi. Peneliti menentukan beberapa kategori pornografi
terhadap iklan dalam majalah FHM tersebut, antara lain :
1. Porno Teks
a. Kata Merangsang
b. Kata Aktivitas Seks
c. Mengarah ke Aktivitas Seks
2. Porno Gambar
a. Gambar Persengamaan
b. Gambar Semi Persenggamaan
c. Gambar Semi Telanjang
3.1.2 Kategorisasi
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini berupa seperangkat kategori
dan definisi yang disusun sendiri sesuai dengan isi iklan di majalah For Him
1. Pornoteks
Adalah karya pencabulan yang mengangkat cerita, teks/tulisan dalam iklan
dengan berbagai versi hubungan seksual dalam bentuk narasi, testimonial, atau
pengalaman pribadi secara detail dan vulgar sehingga pembaca merasa
menyaksikan atau mengalami sendiri peristiwa hubungan-hubungan seks itu.
Sehingga pembaca berfantasi seksual terhadap objek-objek yang digambarkan
atau yang dituliskan dalam iklan tersebut.
(http://ejournal.umm.ac.id/index.php/legality/.../322_umm_scientific_journal.doc)
Pada pornoteks dipecah lagi menjadi 3 sub kategori, yaitu :
a. Kata Merangsang
Adalah kata-kata dalam iklan atau teksline yang dapat merangsang para
pembaca sehingga pembaca bisa membayangkan atau mengimajinasikan apa
yang dituliskan di iklan tersebut.
Contoh : Edisi April : “ Sehari aku bisa khilaf 5 sampai 6 kali”.
b. Kata Aktivitas Sex
Adalah kata-kata dalam iklan yang secara jelas atau semu menunjukkan
adanya kegiatan sex, sehingga membawa pembaca kearah penggambaran
yang pada akhirnya timbul gairah seks dalam diri pembaca.
c. Kata Mengarah Ke Aktivitas Seks
Adalah kata-kata dalam iklan yang mengarah ke adanya aktivitas seks,
sehingga para pembaca dapat membayangkan atau mengimajinasikan apa
yang dituliskan dalam iklan tersebut.
Contoh : Edisi April : “Memberikan kejantanan yang lebih tahan lama dan
sensasi cinta yang lebih berbeda. Puncak kepuasan dan kenikmatan kini ada di
tangan anda.”
Kategori pornografi diatas melanggar ketentuan Undang-undang Pornografi
pasal 4 ayat 2 Nomor 44 Tahun 2008. Melalui teks / tulisan yang secara tidak
langsung menawarkan atau mengiklankan hal-hal yang berbau porno atau yang
merendahkan pihak perempuan.
2. Pornogambar
Adalah gambar-gambar perilaku pencabulan yang lebih banyak menonjolkan
tubuh dan alat kelamin manusia. sifatnya yang seronok, jorok, vulgar, membuat
orang yang melihatnya terangsang secara seksual. Pornogambar dapat diperoleh
dalam bentuk foto/gambar, video, poster, dan lain-lain.
(http://ejournal.umm.ac.id/index.php/legality/.../322_umm_scientific_journal.doc)
a. Gambar Semi Telanjang
Adalah gambar-gambar para model dalam iklan yang semi telanjang atau
mengesankan ketelanjangan yang dimuat dalam majalah. Gambar-gambar
tersebut mempertontokan kemolekan tubuh model yang menjadi obyek
gambar atau dengan kata lain hampir seluruh tubuh terlihat kecuali
bagian-bagian tertentu yang masih tertutupi. Ketelanjangan atau tampilan yang
mengesankan ketelanjangan bisa ditafsir bebas, maka dari itu penjelasan UUP
menegaskan maksudnya sebagai suatu kondisi seseorang yang menggunakan
penutup tubuh, tetapi masih menampakkan bagian-bagian tertentu. Seperti
belahan dada, dada, paha, perut, selangkangan, ketiak, punggung, pantat, dan
lain-lain. Dengan berbagai pose yang mengundang birahi para pria, seperti
pose perempuan saat merangkak, membusungkan dadanya, tengkurap,
mengangkang, dan lain-lain.
b. Gambar Semi Persenggamaan
Adalah gambar/foto para model yang menunjukkan adanya gambar semi
persenggamaan yang merendahkan martabat para model perempuan dalam iklan.
Semi persenggamaan digambarkan dengan wanita yang berciuman (bibir, leher,
perut, dll) dengan seorang pria, dan sang pria yang sedang meraba (perut, paha,
selangkangan, dll) atau terkesan seakan mengangkat baju/celana sang perempuan.
c. Gambar Persenggamaan
Adalah gambar/foto para model yang menunjukkan adanya gambar
Gambar persenggamaan, digambarkan dengan perempuan berpakaian minim yang
sedang tidur diatas sang pria atau pun sebaliknya seakan-akan mereka sedang
melakukan aktivitas seks dan pada akhirnya timbul gairah seks dalam diri sang
pembaca.
Kategorisasi pornografi diatas melanggar pasal 4 ayat 1 dalam ketentuan
Undang-undang Dasar Pornografi Nomor 44 Tahun 2008. Melalui gambar/foto para
model iklan yang menunjukkan unsur pornografi.
Pornografi terhadap perempuan yang terjadi di setiap gambar iklan dalam
majalah dikategorisasikan pada jenis Porno Teks dan Porno Gambar. Porno teks
ditujukan ke tulisan atau teksline iklan yang secara langsung maupun tidak langsung
menggambarkan pelecehan terhadap perempuan dan adanya unsur pornografi di
dalamnya. Sedangkan Porno Gambar ditujukan untuk adanya gambar/foto para model
secara jelas atau semu yang mengandung unsur pornografi dan merendahkan
martabatnya sendiri. Berbagai macam iklan dalam majalah pria FHM ini telah
melanggar ketentuan-ketentuan Undang-undang Dasar Pornografi Nomor 44 Tahun
2008.
3.2 Unit Analisis
Unit analisis dalam penelitian ini berupa satuan teks atau gambar yang
mengandung unsur pornografi yang melanggar UUD Pornografi. Maka
martabat perempuan dan seberapa sering bagian itu muncul pada iklan-iklan dalam
majalah pria For Him Magazine. Majalah dipilih pada periode Januari sampai dengan
Desember 2010 yang terdiri atas 12 (dua belas) terbitan selama 12 bulan. Satuan
gambar dan teks didapatkan dari kategori-kategori yang telah ditetapkan oleh penulis
diantaranya kategorisasi Porno Teks dan Porno Gambar.
Isi satuan gambar/foto-foto pornografi dimasukkan kedalam kategori-kategori
tersebut untuk mendapatkan sebuah data penelitian.
3.3 Populasi, Sampel, dan Penarikan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah teks dan gambar/foto para model
perempuan dalam iklan di majalah pria For Him Magazine, sebanyak 90 gambar/foto
dan 11 teks/kata pornografi. Iklan tersebut terdapat gambar/foto para model
perempuan yang berpakaian minim. Majalah ini diterbitkan setiap bulan pada bulan
Januari sampai dengan Desember. Dalam penarikan sampel dan kurun waktu
tersebut, terdapat 12 edisi tiap tahunnya, peneliti mengambil 12 edisi terbitan Januari
sampai dengan Desember 2010.
Dalam hal penarikan sample tidak ada ketentuan yang pasti mengenai besar
kecilnya sample, hanya saja yang terutama dalam pengambilan adalah representative
(mewakili). Namun jika jumlah populasi cukup besar, maka untuk mempermudah
penelitian dapat mengambil 100%, 50%, 25% atau minimal 10% dari seluruh
Dalam penelitian ini, peneliti akan mengambil sampel sebesar 100% (seluruh
populasi). Karena majalah ini selalu diproduksi tiap bulannya maka sampel yang
diperoleh adalah 100% dari jumlah populasi dari 12 edisi majalah For Him Magazine
dalam waktu 12 bulan terakhir.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti untuk mengadakan penelitian
didapat dari :
1. Observasi Langsung Berstruktur
Peneliti mengumpulkan majalah For Him Magazine dari bulan Januari
sampai Desember 2010. Peneliti memilih beberapa iklan di setiap edisinya
yang tingkat pornografinya paling banyak ditampilkan.
2. Dokumentasi
Setelah melihat dan memilah-milah edisi dan iklan yang sesuai dengan
kategori pornografi di atas, maka peneliti mendokumentasikan iklan-iklan
mana saja yang mengandung sunsur pornografi. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan cara melakukan pencatatan terhadap teks atau gambar
pornografi pada iklan di majalah pria For Him Magazine. Kemudian data-data
tersebut dimasukkan dalam kategori-kategori yang telah ditentukan oleh
3.5 Uji Keterhandalan
Sebelum dilakukan analisis dalam peneltian terlebih dahulu dilakukan uji
keterhandalan untuk kategorisasi yang akan digunakan agar mendapatkan
kategorisasi yang sesuai dengan tujuan penelitian.
Kategorisasi dalam analisis isi merupakan instrumen pengumpul data.
fungsinya identik dengan kuisioner dalam survey. Supaya obyektif, maka kategorisasi
harus dijaga reliabilitasnya. Terutama untuk kategorisasi yang dibuat sendiri oleh
periset sehingga belum memiliki standar yang telah teruji, maka sebaiknya dilakukan
uji keterhandalan. (Rachmat,2006 : 234)
CR = 2M
N1+N2
Keterangan :
CR : Coeffisient Reliability (bilangan pokok yang dipercaya
M : Jumlah kategori yang disetujui oleh koder
N1+N2 : Jumlah Kategori yang diuji
CR = 2 (95) = 0,9405
101+101
Jadi nilai CR untuk kategorisasi pornoteks dan pornogambar adalah 0,9405.
Selanjutnya untuk memperkuat hasil uji keterhandalan, digunakan rumus
Pi = ( % Observed Agreement - % Expected Agreement ) 1 - % Expected Agreement
Keterangan :
Pi : Nilai Keterhandalan
OA : Persetujuan antarpengkode (yaitu nilai CR)
EA :Persetujuan yang diharapkan proporsi jumlah pesan yang
dikuadratkan.
Pi = 0,9405 – 0,72046 = 0,2