ii
Puji syukur penulis memohon kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul Representasi Perempuan dalam iklan
JIFFEST Jakarta International Film Festival (Studi Semiotik Representasi Perempuan dalam iklan JIFFEST Jakarta International Film Festival pada majalah Femina)
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada semua pihak
yang banyak membantu menyusun dan menyelesaikan skripsi, memberikan
petunjuk, koreksi, dan saran yang bersifat membangun dan memperluas pola
pikir, daya kritis, serta wawasan untuk penulis, diantaranya :
1. DRA. Hj. Suparwati, M.Si, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Juwito, S.Sos, M.Si, Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.
3. Drs. Saifuddin Zuhri, M.Si, Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.
4. Dra. Dyva Claretta, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan banyak pengarahan, membimbing dan motivasi.
5. Seluruh dosen Ilmu Komunikasi UPN “Veteran” Jawa Timur, yang
iii
7. My Love.. Shaqil & Tori.
8. Kel. Besar Askandar.
9. My sist.. Mbak Nila, Mbak Dya atas saran dan tempat berbagi cerita.
10.Indra Mahardika yang selalu ada untuk memberikan semangat, dukungan,
sayang dan setia menemani. Aku ga akan bisa kaya gini kalau ga ada
kamu..
11.Teman dan sahabatku Litta, Metta, Peny Tri, Andra, Penny, Yudith,
Juwita, Debby. Semua teman yang banyak membantu dan memberikan
saran kritik kepada penulis namun tak tersebutkan, penulis ucapkan terima
kasih banyak.
Demikian skripsi ini ditulis, penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat
bagi pembaca dan pengembangan ilmu komunikasi di masa yang akan datang.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, kritik dan saran
sangat penulis nantikan untuk selanjutnya dapat membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi.
Surabaya, 31 Maret 2010
Disusun Oleh : BINTARI SETYORINI
NPM. 0543010016
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal : 8 Juni 2010
Menyetujui,
Pembimbing: Tim Penguji:
1. Ketua
Dra. Dyva Claretta M.Si Dra. Sumardjijati M.Si
NPT. 3 6601 94 0027 1 NIP. 196203231993092001 2. Sekretaris
Dra. Dyva Claretta M.Si NPT. 3 6601 94 0027 1
3. Anggota
Dra. Herlina Sukmawati M.Si NIP. 195808011984021001
Mengetahui, DEKAN
Representasi Perempuan dalam Iklan JIFFest Jakarta International Film Festival pada majalah Femina)
Penelitian ini menaruh perhatian pada model perempuan yang sangat dominan, perempuan diperlihatkan dengan gerakan dan gestur tubuh yang lebih tinggi dari laki-laki. Pada umumnya perempuan dalam iklan hanyalah pemanis, subordinat dan menjadi orang ke dua setelah laki-laki. Iklan JIFFest memberikan konsep yang berbeda, konsep yang diangkat adalah tentang isu-isu perempuan yang ada di Indonesia. Budaya patriarki sedikit demi sedikit dihapus dalam iklan ini. Stereotipe kultural yang memperlihatkan perempuan sebagai sosok yang lemah, lembut, penyayang, gemulai sudah tidak dapat diperlihatkan lagi. Perempun diperlihatkan menonjol daripada laki-laki. Hal ini disebabkan karena modernisasi. Maka di era modernisasi semua stereotipe bahwa perempuan sebagai kaum yang lemah sudah tidak dapat dipertahankan. JIFFest sendiri adalah sebuah ajang festival film yang bertaraf internasioanal. Even ini adalah ke dua belas yang diselenggarakan di Jakarta. Teori yang digunakan adalah iklan media cetak, majalah sebagai media massa cetak, konstruksi realitas dan makna, perempuan sebagai model dalam iklan, feminisme, dominasi perempuan dalam iklan, representasi, pemaknaan warna, serta model semiotika Charles S. Pierce.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah diskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan semiotik. Data dianalisis dengan menggunakan pendekatan konsep tanda yang membagi tanda menjadi tiga kategori, yaitu ikon, indeks, dan simbol menggunakan konsep triangle meaning. Dari hasil pemaknaan tanda-tanda tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa dalam penelitian saling berhubungan atau terkait.
Berdasarkan hasil pemaknaan tanda-tanda tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan adanya sebuah representasi mengenai perempuan yang mendominasi laki-laki. Modernisasi membuat pola pikir perempuan menjadi berkembang. Penggambaran JIFFest dalam iklan ini diperlihatkan sebagai suatu ajang festival perfilman internasional yang mendominasi di Asia Tenggara, JIFFest Perlahan mulai menunjukkan eksistensinya yang merupakan festival film terbesar di Asia Tenggara. JIFFest mengemas festivalnya secara sederhana, tiket dijual dengan harga terjangkau agar semua golongan masyarakat dapat menikmati tontonan yang bersifat edutainment ini.
1.1 Latar Belakang
Saat ini dunia periklanan Indonesia semakin berkembang pesat. Pesatnya laju
pertumbuhan tersebut tampaknya juga dipicu oleh adanya “proliferasi media”,
yaitu bertambahnya jumlah media yang diakibatkan reformasi pemerintah di
bidang komunikasi dimana pendirian media baru baik media cetak maupun media
elektronik televisi dan radio sangat dipermudah dibanding ketika Orde Baru.
(Widyatama, 2007: 5).
Banyaknya media baru yang bermunculan mengakibatkan semakin banyak
pula iklan itu diproduksi. Pada dasarnya iklan diciptakan untuk memenuhi
kebutuhan pemasang iklan dalam menyampaikan informasi mengenai produknya,
selain itu untuk menunjukkan kekuatan pencitraan terhadap suatu produk atau
gaya yang akan disampaikan kepada konsumen. Seorang ahli pemasaran, Kotler
(1991: 237) mengartikan iklan sebagai semua bentuk penyajian non personal,
promosi ide-ide, promosi barang produk atau jasa yang dilakukan oleh sponsor
tertentu yang dibayar. Masyarakat Periklanan Indonesia mengartikan iklan
sebagai segala bentuk pesan tentang suatu produk atau jasa yang disampaikan
melalui suatu media dan ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat.
Alo Liliweri, menuliskan bahwa iklan merupakan sebentuk penyampaian
pesan sebagaimana kegiatan komunikasi lainnya. Secara lengkap, ia menuliskan
bahwa iklan merupakan suatu proses komunikasi yang mempunyai kekuatan
sangat penting sebagai alat pemasaran yang membantu menjual barang,
memberikan layanan, serta gagasan atau ide-ide melalui saluran tertentu dalam
bentuk informasi yang persuasif. (Liliweri, 1990: 20).
Masih ada beberapa ahli yang memaknai iklan dalam beberapa pengertian.
Ada yang mengartikan dalam sudut pandang komunikasi, murni periklanan,
pemasaran dan ada pula yang memaknai dalam perspektif psikologi. Namun
secara prinsip, iklan adalah bentuk penyajian pesan yang dilakukan oleh
komunikator secara non personal melalui media untuk ditujukan pada komunikan
dengan cara membayar. (Widyatama, 2007: 13).
Dalam kehidupan sehari-hari, peranan iklan sangat berpengaruh sebagai
sumber informasi atau keberadaan produk dan jasa. Setiap hari kita dapat
menemui berbagai macam bentuk iklan dalam bentuk iklan di media massa, baik
cetak maupun media elektronik. Secara kasat mata, iklan sangat akrab dengan
kehidupan manusia.
Efektifitas sebuah iklan di media massa berkaitan dengan frekuensi
munculnya iklan tersebut malalui saluran media massa serta mampu
menyampaiakan secara utuh makna pesan yang dimaksud oleh komunikator.
Sebuah iklan dapat dikatakan efektif apabila pesan tersebut mampu
menggambarkan apa yang dikehendaki oleh komunikator secara tepat dan apa
yang dituangkan dalam pesan iklan tersebut mampu dipersepsi sama oleh khlayak
Tujuan periklanan adalah membujuk konsumen untuk melakukan sesuatu,
biasanya untuk membeli sebuah produk atau menggunakan jasa perusahaan
tersebut. Media iklan seperti majalah , tabloid, radio, surat kabar, televisi dan lain
sebagainya juga menyajikan berbagai macam bentuk iklan. Masing-masing media
mempunyai cara pengemasan beragam dalam membuat iklan yang disesuaikan
dengan khalayak. Penggunaan media yang paling cocok bagi iklan konsumen
biasanya adalah media yang diminati secara luas, dibaca oleh banyak lapisan
sosial atau kelompok sosial ekonomi dalam masyarakat.
Iklan yang ada di media cetak lebih jelas untuk mengenalkan tentang suatu
produk baru kepada konsumen. Konsumen yang tadinya tidak mengetahui sebuah
produk baru, jadi mengerti atau memahami setelah melihat produk baru tersebut
di media cetak. Iklan yang ada di media cetak jauh lebih lengkap dalam
memberikan informasi tentang produk tersebut. Tidak hanya model yang menjadi
ikon atau peraga dalam produk tersebut, tetapi iklan di media cetak juga ada
tulisan-tulisan yang memberitahukan, mengenalkan dan memperjelas produk
tersebut kepada konsumen.
Dalam kehidupan sehari hari, model perempuan banyak digunakan dalam
iklan. Keterlibatan tersebut memiliki dua faktor utama, yaitu: pertama bahwa
perempuan adalah pasar yang sangat besar dalam industri. Faktanya lebih banyak
produk industri yang diciptakan untuk perempuan. Ribuan kosmetik banyak
dicipatakan untuk perempuan. Keinginan untuk cantik membuat perempuan
membutuhkan lipstick, bedak, maskara dan sebagainya. Masih banyak lagi
Faktor kedua adalah bahwa perempuan luas dipercaya mampu menguatkan
pesan iklan. Perempuan merupakan elemen agar iklan mempunyai unsur daya
jual. Karena mampu sebagai unsur yang menjual sehingga menghasilkan
keuntungan. Bagi kaum laki-laki kehadiran perempuan merupakan syarat penting
bagi kemapanan. (Widyatama, 2007: 42). Perempuan merupakan elemen agar
iklan mempunyai unsur menjual. (Martadi, dalam Jurnal Diskomfis, 2001).
Dalam desertasinya yang mengnalisa 300-an iklan cetak. Tamrin Amal
Tamagolan menyimpulkan bahwa perempuan dalam iklan Indonesia lebih banyak
digambarkan dalam sosok yang tradisional. Iklan yang mengetengahkan
kesetaraan gender masih terlalu sedikit. Bias gender masih mendominasi. Dalam
penelitian Tamagola menyimpulkan bahwa perempun dalam iklan cetak
dikelompokkan menjadi 5 kategori citra, yaitu citra pilar, citra peraduan, citra
pinggan, citra pergaulan dan citra pigura. (Tamagola, 1990).
Menurut Tamagola menyebutkan bahwa wanita dalam iklan terkadang
ditempatkan dalam citra peraduan yaitu sebagai obyek seks semata, sebagai
pemuas laki-laki. Dan juga mengungkapkan bahwa ideologi perempuan dalam
iklan adalah ideologi yang bias gender. Perempuan hanya dikonstruksikan sebagai
pemuas laki-laki belaka. Perempuan juga disebut sebagai citra pigura yaitu
dimana perempuan kelas menengah keatas dan perlu tampil memikat untuk
mempertegas keperempuanannya secara biologis seperti kulit halus, rambut
Secara psikologis, bias gender perempuan cenderung dirpresentasikan lebih
emosional, sementara laki-laki digambarkan dalam sosok yang lebih rasional.
Sedangkan dalam aspek fisik, perempuan lebih direpresentasikan atas kecantikn
tubuhnya. Sementara laki-laki lebih menonjolkan dalam aspek kekuatan fisik.
Penampilan fisik antara laki-laki dan perempuan tersebut sekaligus
diguanakan untuk menunjukkan identitas mereka sebagai laki-laki dan
perempuan. Karakterfisik perempuan akan direpresentasikan dalam karakter
lemah, gemulai, lembut. Sedangkan seorang laki-laki direpresentasikan memiliki
tubuh yang atletis, stamina yang kuat. Dengan kata lain, dari segi fisik laki-laki
dan perempuan lebih dilihatkan dalam stereotipe tradisioanal mereka
masing-masing.
Kaum maskulis adalah kaum yang lebih dominan dalam segala hal termasuk
urusan rumah tangga. Sedangkan wanita dipandang layaknya seseorang yang
selalu dikontrol oleh pria. Ketika kontrol tersebut terlepas maka pihak pria lah
yang dianggap lemah, bukan pria yang sesungguhnya karena tidak mampu
menjaga wanita untuk tetap berada dibawah.
Namun saat ini perempuan memiliki kedudukan yang hampir setara dengan
laki-laki. Perempuan yang biasanya dikenal sabar, penyayang dan lemah lembut.
Sekarang dianggap sebagai sosok perempuan yang egois, lebih mementingkan
emosional ketimbang rasional, gemar melontarkan cacian kepada kaum laki-laki.
Dominasi yang dilakukan oleh perempuan meliputi beberapa hal, baik dalam
wilayah domestik, maupun dalam hal karir. Saat ini perempuan sudah bebas
menentukan keinginannya. Perempuan sekarang tidak hanya dipandang sebagai
subjek yang berkutat pada wilayah domestik. Dominasi tersebut yang membuat
perempuan disejajarkan kedudukannya dengan kaum laki-laki.
Seperti pada kasus kali ini, Permohonan cerai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di
Bulukumba, terbilang cukup tinggi. Data di Bagian Hukum Setda Bulukumba,
tercatat 25 orang PNS yang mengajukan permohonan cerai. Alasan permohonan
cerai pun bermacam-macam. Mulai dari sering bertengkar, tidak punya anak,
hingga kekerasan dalam rumah tangga. PNS yang mengajukan permohonan cerai
itu, sebahagian besar diantaranya adalah perempuan. Asraeni menjelaskan, dari 25
PNS yang mengajukan permohonan cerai, 9 orang diantaranya adalah laki-laki
dan 14 PNS lainnya perempuan. (www.upeks.com diakses pada 2 Maret 2010,
15.40).
Pada penelitian ini obyek yang disorot adalah tokoh perempuan yang menjadi
model iklan. Perempuan adalah salah satu dari dua jenis kelamin manusia, satunya
lagi adalah lelaki atau pria. Berbeda dengan wanita, istilah “perempuan” dapat
dirujuk pada orang yang telah dewasa maupun yang masih anak-anak.
Kali ini iklan JIFFest menampilkan sosok model laki-laki dan perempuan
yang sedang bertengkar di pekarangan rumahnya dan banyak orang yang
cenderung menikmati tontonan tersebut sambil membawa makanan dan minuman
ringan.
Aksi pertengkaran yang biasanya tabu atau tidak pantas dipertontonkan, kini
malah manjadi suatu hiburan tersendiri bagi masyarakat. Dalam iklan ini sosok
perempuan diletakkan dalam posisi lebih menonjol dibandingkan dengan
laki-laki. Pada umumnya, perempuan yang biasanya identik dengan mahkluk yang
lemah lembut, penyayang berubah menjadi sosok yang emosional, pemarah
bahkan cenderung akan melakukan pemukulan kepada suami.
Perempuan di media dengan beragam perwujudannya dianggap sebagai
bentuk pembebasan mereka dari kekangan segala macam bentuk ideologi
patriakri. Mereka bisa saja berjingkrak-jingkrak dalam video klip, menjadi ratu
yang seksi dalam sebuah sinema laga televisi hingga memamerkan kecantikan dan
tubuhnya dalam iklan cetak untuk menarik kaum laki-laki. Dalam beberapa hal,
itu dapat dianggap sebagai ´politik pembebasan´. Patriarki tidak bisa lagi menjadi
sangat dominan dalam praktik sosio-kultural maupun dalam representasi media
(Ikhwan, dalam jurnal Diskomfis, 2008).
Ideologi dan teori modernisasi pembangunan yang kini menjadi arus utama
teori dan praktik perubahan sosial itu, justru menciptakan berbagai ketidakadilan
dan melanggengkan struktur ekonomi yang tidak adil dan ketergantungan,
menguatkan proses dominasi kultur dan pengetahuan. Salah satu akibat yang
relevan untuk dibicarakan adalah, modernisasi telah melanggengkan
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan
sebuah studi yang bertujuan untuk melakukan sebuah studi semiotika untuk
mengetahui Representasi Perempuan Dalam Iklan JIFFest pada majalah Femina.
JIFFest sendiri merupakan sebuah festival film independen yang diikuti oleh
seluruh negara yang ada, mulai dari Perancis, Australia, Singapura, sampai
Indonesia. Jakarta selaku tuan rumah dalam festival ini.
Festival tahunan ini diselenggarakan untuk upaya pengenalan dan
pemahaman film sebagai bentuk ekspresi kesenian. Ikut serta dalam upaya
mensosialisasikan film sebagai media komunikasi yang demokratis dalam
kehidupan multikultur Indonesia. Ikut serta dalam upaya-upaya mengumpulkan,
memelihara dan mempublikasikan berbagai data dan dokumentasi perfilman.
Program JIFFest tidak hanya pemutaran film, melainkan ada diskusi dengan para
sineas, sampai pameran fotografi. Mulai tahun ini JIFFest mengadakan tour
keliling pemutaran film. Hal ini dilakukan agar masyarakat yang berdomisili
selain di Jakarta dapat menikmati film apa saja yang diikut sertakan dalam
festival. JIFFest sendiri didirikan sejak dua belas tahun yang lalu. (www.
jiffest.org.com).
Majalah Femina merupakan majalah yang dikhususkan untuk menunjang
gaya hidup kaum perempuan perkotaan. Isi dari majalah Femina sendiri adalah
membahas kegiatan seputar wanita karir, info kesehatan, gaya hidup, fashion dan
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar belakang masalah diatas maka dirumuskan masalah
penelitian ini adalah Bagaimanakah Representasi Perempuan dalam Iklan
JIFFest-Jakarta International Film Festival pada majalah Femina?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah diatas adalah untuk
mengetahui bagaimana Representasi Perempuan dalam iklan JIFFest-Jakarta
International Film Festival pada majalah Femina.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharap dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat akademis, yaitu menambah khasanah wawasan dalam subjek
periklanan.
2. Manfaat praktis, membantu pembaca dalam memahami makna tentang
Representasi Perempuan dalam iklan JIFFest pada majalah Femina.
3. Manfaat metodologis, yaitu memberikan referensi bagi peneliti lain
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Periklanan sebagai Bentuk Komunikasi Massa
Menurut Harold Lasswell, unsur-unsur komunikasi massa terdiri dari sumber (source), pesan (message), saluran (channel), penerima (receiver), dan efek
(effect). Dalam sudut pandang periklanan, sumber disini tidak lain adalah
komunikator atau sponsor tertentu secara jelas. Komunikator dalam iklan dapat
datang dari perorangan, kelompok masyarakat, lambaga atau organisasi, bahkan
negara. Yang kedua adalah pesan. Sebuah iklan tidak akan ada tanpa adanya
pesan. Pesan yang disampaikan oleh sebuah iklan dapat berbentuk antara
perpaduan pesan verbal dan pesan non verbal. Pesan verbal adalah pesan yang
disampaikan baik secara lisan maupun tulisan. Semua pesan yang bukan pesan
verbal adalah pesan non verbal. Sepanjang bentuk non verbal tersebut
mengandung arti, maka ia dapat disebut sebagai pessan komunikasi (Widyatama,
2007: 17).
Unsur saluran menyangkut media yang dipakai untuk menyebarluaskan
pesan-pesan, baik itu media cetak, elektronik, maupun internet. Selanjutnya
adalah unsur penerima, iklan diciptakan karena ingin ditujukan kepada khalayak
tertentu. Sifat-sifat dari khalayak sasaran ini antara lain : luas dan banyak (large),
beragam (heterogen), dan antara audience dengan komunikator tidak saling
mengenal (anonim). Oleh karena itu dalam dunia periklanan khalayak sasaran
cenderung bersifat khusus. Pesan yang disampaikan tidak dimaksud untuk
diberikan kepada semua orang, melainkan kelompok target audience tertentu.
Dengan demikian pesan yang diberikan harus dirancang khusus sesuai dengan
target khalayak (Widyatama, 2007: 22).
Efek merupakan unsur terakhir. Semua iklan yang dibuat oleh pengiklan
dapat dipastikan memiliki tujuan tertentu, yaitu berupa dampak tertentu ditengah
khalayak. Dampak tertentu yang diharapkan oleh pengiklan dapat berupa
pengaruh ekonomis, maupun dampak sosial. Pengaruh ekonomis adalah dampak
yang diharapkan dapat diwujudkan oleh iklan untuk mendapatkan keuntungan
ekonomi. Ini dapat diukur dari bertambahnya penjualan produk sehingga
mendapatkan keuntungan materi. Sementara jika dilihat dari dampak sosial adalah
keuntungan non ekonomi, yaitu terbangunnya citra baik berupa penerimaan sosial
oleh masyarakat (Widyatama, 2007: 22).
Periklanan merupakan salah satu bentuk khusus komunikasi untuk memenuhi
fungsi pemasaran. Untuk dapat menjalankan fungsi pemasaran, maka apa yang
harus dilakukan dalam kegiatan periklanan tentu saja harus lebih dari sekedar
memberikan informasi kepada khalayak. Periklanan harus mampu membujuk
khalayak ramai agar berperilaku sedemikian rupa sesuai dengan strategi
pemasaran perusahaan untuk mencetak penjualan dan keuntungan. Periklanan
harus mampu mengarahkan konsumen membeli produk-produk yang oleh
memenuhi kebutuhan dan keinginan pembeli. Singkatnya periklanan harus dapat
mempengaruhi pemilihan dan keputusan pembeli (Jefkins, 1996: 15).
Tujuan dasar iklan adalah pemberian informasi tentang suatu produk, layanan
dengan cara dan strategi persuasif. Menurut medianya, iklan dibagi menjadi dua
kategori besar, yaitu iklan above the line advertising (lini atas) dan bellow the line
advertising (lini bawah). Above the line advertising adalah jenis-jenis iklan yang
disebarluaskan melalui media massa, misalnya surat kabar, majalah, radio, dan
televisi. Sementara bellow the line advertising adalah kegiatan periklanan yang
tidak melibatkan pemasangan iklan di media massa dan tidak memberikan komisi
terhadap perusahaan. Umumnya kegiatan periklanan lini bawah ini bersifat
penjualan promosi, yaitu kegiatan pemasaran yang dilakukan ditempat penjualan
(Widyatama, 2006: 13-14).
2.1.2 Iklan Media Cetak
Media periklanan merupakan media komunikasi umum yang membawa pesan
periklanan yaitu, televisi, majalah, surat kabar dan sebagainya. Media cetak dalam
hal ini adalah suatu bentuk media yang statis yang mengutamakan pesan-pesan
visual. Media ini terdiri dari lembaran dengan sejumlah kata, gambar, foto dalam
tata warna dan halaman putih (Kasali, 1992: 99).
Iklan dalam media cetak adalah pesan atau informasi tentang penawaran suatu
produk atau jasa yang disampaikan kepada khalayak dengan menggunakan media
bentuk media yang statis dan menggunakan pesan-pesan visual. Media ini terdiri
dari lembaran dengan jumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna dan
halaman putih (Puspitawati, 2003: 7). Iklan cetak adalah iklan yang dibuat dan
dipasang dengan teknik cetak, baik cetak dengan teknologi sederhana maupun
teknologi tinggi (Widyatama, 2005: 79).
Dari definisi tersebut, dapat dikatakan tujuan penampilan iklan media cetak
adalah untuk membawa pesan yang ingin disampaikan oleh pihak produsen
melalui penggambaran isi pesan produksi tersebut kepada pembaca.
Penggambaran merupakan salah satu bagian dari kreatifitas iklan, karena
mengandung unsur teknik penggambaran yang merupakan pekerjaan kreatif
sehingga menghasilkan sebuah iklan yang menarik. Iklan yang menarik lebih
mudah diingat khalayak ramai dan tentunya memiliki pesan tersendiri.
2.1.3 Komunikasi Sebagai Suatu Proses Simbolik
Dalam bahasa “komunikasi” simbol seringkali diistilahkan sebagai
lambang. Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk
menunjukkan sesuatu yang lainnya, berdasarkan kesepakatan kelompok orang.
Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku non verbal dan obyek yang
Sedangkan Pierce (dalam Sobur, 2004: 156) mengemukakan bahwa :
“ A symbol is a sign which refers to the object that is denotes by vitue of
the law, ussualy is associations of general ideas, which operates to cause the
symbol to be interpreted to that object”.
Simbol diartikan sebagai tanda yang mengacu pada obyek tertentu di luar
tanda itu sendiri. Hubungan antara simbol dengan obyek yang diacu dan
menafsirkan maknanya. Dalam hal ini, membagi tanda (sign) atas ikon (icon),
indeks (index) dan simbol (symbol). Ikon adalah suatu benda fisik (dua atau tiga
dimensi) yang menyerupai apa yang direpresentasikan obyek lainnya. Indeks
muncul berdasarkan hubungan antara sebab dan akibat yang mempunyai
kedekatan ekstensi (Mulyana, 2001: 84).
Penggunaan lambang/simbol dalam kehidupan manusia merupakan suatu
kelaziman yang tidak dapat dipisahkan, apa saja bisa dijadikan lambang,
bergantung pada kesepakatan bersama. Kata-kata (lisan dan tulisan), isyarat
anggota tubuh, makanan dan cara makan. Bahkan dandanan dan penampilan fisik
seseorang, seperti cara berpakaian, alas kaki yang digunakan, sampai warna kulit
pun juga dapat menjadi simbol kepribadian seseorang.
Pada dasarnya, simbol adalah sesuatu yang berdiri atau ada untuk sesuatu
yang lain, kebanyakan diantaranya tersembunyi atau tidak jelas. Sebuah simbol
dapat berdiri untuk suatu institusi, cara berpikir, ide, harapan dan banyak hal lain.
Kebanyakan dari apa yang paling menarik tentang simbol ada hubungannya
2004: 163), adalah kata kunci yang memungkinkan kita untuk membuka pintu
yang menutupi perasaan-perasaan ketidaksadaran dan kepercayaan kita melalui
penelitian yang mendalam. Simbol-simbol merupakan pesan dari ketidaksadaran
kita.
2.1.4 Komunikasi non verbal
Bahasa tubuh merupakan sesuatu yang sejalan dengan komunikasi non verbal, yaitu saluran untuk pikiran dan perasaan dalam jumlah besar yang tidak
terucapkan. Kecepatan percakapan normal seseorang berkisar antara 100 dan 120
per menit. Dalam waktu yang sama, secara rata-rata orang dapat berpikir sekitar
800 kata. (Clayton, 2003: 8).
Pesan-pesan non verbal sangat berpengaruh dalam komunikasi. Saat
berkomunikasi, secara tidak sengaja kita banyak mengirimkan pesan-pesan non
verbal, dan pesan-pesan tersebut sangat bermakna bagi seseorang.
Pesan sebagai alat pertukaran, pengemasannya dilakukan secara verbal lewat
penuturan dan secara stimultan menggunakan bahasa non verbal, seperti isyarat,
gerakan tubuh, kerlingan mata, kerut dahi, ekspresi wajah, menarik nafas, cara
berpakaian dan bermake-up, gerakan tangan, lenggok tubuh, sentuhan, warna
pakaian, sikap diam atau gelisah, ruang fisik, waktu yang diambil, nada suara dan
2.1.5 Representasi
Representasi adalah konsep yang mempunyai beberapa pengertian.
Representasi juga berarti proses perubahan konsep-konsep ideologi yang abstrak
dalam bentuk-bentuk yang kongkret. Representasi adalah konsep yang digunakan
dalam proses sosial pemaknaan memalalui sistem penandaan yang tersedia :
dialog, tulisan, video,film, fotografi dan sebagainya.
Representasi dapat juga diartikan sebagai bahasa untuk mengungkapkan
sesuatu yang memiliki arti atau menggambarkan dunia yang penuh arti kepada
orang lain. Bahasa yang digunakan dalam proses ini dapat berupa bahasa verbal
dan non verbal untuk mengkomunikasikan pesan yang ingin disampaikan (Stuart
Hall, 2002: 28).
Terdapat dua proses representasi, yang pertama adalah representasi mental,
yaitu konsep tentang sesuatu yang ada di kepala kita masing-masing (peta
konseptual). Representasi mental kini masih bersifat abstrak. Kedua adalah
representasi bahasa yang berperan penting dalam proses konstruksi makna.
Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam bahasa
yang lazim supaya kita dapat menghubungkan konseo dan ide -ide kita tentang
sesuatu dengan tanda dan simbol-simbol tertentu.
Proses pertama memungkinkan kita untuk memaknai dunia dengan
mengkonstruksikan seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan
sistem peta konseptual. Dalam proses ke dua, kita mengkonstruksi seperangkat
berfungsi merepresentasikan konsep-konsep kita tentang sesuatu. Relasi antara
sesuatu peta konseptual dan bahasa/simbol adalah jantung produksi makna lewat
bahasa. Proses yang menghubungkan ketiga elemen ini secara bersama-sama
itulah yang dinamakan Representasi.
Tanda visual dan gambar , walaupun mereka secara jelas persamaan yang
dekat pada benda yang mereka tunjuk, tetap merupakan tanda-tanda: mereka
membawa makna dan kemudian harus dapat diinterpretasikan. Dalam
menginterpretasikannya kita harus memiliki akses kepada kedua sistem
representasi yang telah dijelaskan tadi. Walaupun dalam kasus bahasa visual
dimana hubungan antara konsep dan tanda tampak langsung pada intinya,
persoalannya jauh dari sederhana. Tanda visual disebut sebagai tanda ikonik.
Sebuah foto dari pohon memproduksi beberapa kondisi sesungguhnya dari
persepsi visual. Tanda tertulis atau terucap. Pada sisi lainnya adalah yang disebut
indeks (Hall, 1997).
2.1.6 Semiotika
Semiotika dan semiologi, keduanya mengandung pengertian yang sama
walaupun walaupun penggunaan salah satu dari kedua istilah tersebut biasanya
menunjukkan pemikiran pemakainya, mereka yang bergabung dengan Pierce
biasanya menggunakan kata semiotika dan mereka yang bergabung dengan
Saussurean menggunakan kata semiologi. Baik semiotika maupun semiologi,
untuk mengacu kepada ilmu tentang tanda. Para ahli umumnya tidak mau
dipusingkan oleh kedua istilah tersebut, karena mereka menganggap keduanya
sebenarnya sama saja (Sobur, 2004: 12).
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.
Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari
jalan di dunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Yang
menjadi dasar dari semiotika adalah konsep tentang tanda, tidak hanya bahasa dan
sistem komunikasi yang tersusun oleh tanda-tanda, melainkan dunia itu sendiri,
sejauh terkait dengan pikiran manusia seluruhnya terdiri atas tanda-tanda yang
hubungannya dengan realitas (Sobur, 2004: 13).
Kata semiotika berasal dari bahasa yunani, yaitu semion yang berarti “tanda”
atau seme, yang berarti penafsir tanda (Sobur, 2004: 16). Semiotika berakar dari
studi klasik dan skolastik atas seni logika, dan etika “tanda” pada masa itu masih
bermakna suatu hal yang menunjuk pada adanya hal ini. Contohnya : asap
menandai adanya api (Kurniawan, 2001: 49).
Definisi semiotik menurut beberapa ahli (Sobur, 2003: 16) seperti Lechte
mendefinisikan semiotika sebagai suatu teori tentang tanda dan penandaan. Lebih
jelasnya, semiotika adalah suatu disiplin ilmu yang menyelidiki semua bentuk
komunikasi yang terjadi dengan sarana signs “tanda-tanda” dan berdasarkan pada
sign system (code) “sistem tanda”. Sedangkan Hjemslev mendefinisikan tanda
sebagai suatu keterhubungan antara wahana ekspresi (expression plan) dan
simply the analyse of the study of functioning of sign system” (ilmu analisis tanda
atau studi tentang bagaimana system penandaan berfungsi). Charles Morris
menyebut semiotik ini sebagai suatu proses tanda, yaitu proses ketika sesuatu
merupakan tanda bagi beberapa organisasi. Suatu tanda menandakan sesuatu
selain dirinya sendiri dan makna (meaning) ialah hubungan antara suatu obyek
atau ide dan suatu tanda (Littlejohn dalam Sobur, 2006: 15-16).
Salah satu tokoh semiotik, Charles S. Pierce dalam Sobur membagi sistem
tanda menjadi tiga kategori yaitu :
1. Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya
bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain ikon
adalah hubungan antara tanda dan obyek atau acuan yang bersifat
kemiripan. Contoh : Potret dan peta.
2. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah
antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab
akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan.
Contoh : Asap sebagai tanda adanya api.
3. Simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara
penanda dan petandanya, hubungan diantaranya bersifat semena,
hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat.
Yang perlu digaris bawahi dari berbagai definisi di atas adalah bahwa para
ahli semiotika berpendapat bahwa semiotika adalah sebagai ilmu atau proses yang
2.1.7 Semiotik Iklan
Dalam konteks semiotik komunikasi, bila memandang atau mendengar atau
memandang-dengar sebuah iklan, hal pertama yang dirasakan ialah berada di
dalam situasi komunikasi. Dimana iklan dapat dilihat sebagai suatu kegiatan
komunikasi antara penjual dengan calon pembeli (Sobur, 2001: 132). Bila dilihat
dari perspektif semiotik signifikasi maka meninjau iklan berarti memberikan
tekanan pada pemahaman sebagai bagian dari proses semiotik. Dalam signifikasi
ini yang terpenting adalah interpretan.
Iklan sebagai sebuah obyek semiotik mempunyai perbedaan mendasar dengan
desain yang mempunyai sifat tiga dimensional. Iklan pada umumnya mempunyai
komunikasi langsung, seperti halnya pada media komunikasi massa pada
umumnya, selain itu iklan juga memiliki asapek-aspek komunikasi seperti pesan
yang merupakan unsur utama iklan.
Metode analisis semiotik iklan secara khusus telah dikembangkan oleh para
ahli periklanan. Pengiklan dapat mempertanyakan apa yang dapat dilakukan
dengan pengertian semiotik di bidang periklanan, selain itu pengiklan juga dapat
melihat semiotik dari sudut pandang periklanan. Maksudnya pengiklan akan
mempertanyakan apa yang dapat disumbangkan dari berbagai temuan di bidang
periklanan pada teori semiotik.
Sebenarnya terdapat dimensi-dimensi khusus pada sebuah iklan, dimana yang
membedakan iklan secara semiotik dari obyek-obyek desain lainnya, yaitu bahwa
berupa lingkungan, orang atau mahluk lainnya yang memberikan makna pada
obyek yang selalu hadir dalam sebuah iklan ialah teks yang dapat memperkuat
makna. Di sini dapat dkatakan bahwa iklan adalah sebuah ajang permainan tanda,
dimana tanda yang satu dengan yang lainnya saling mendukung (Piliang, 2003:
263-264).
2.1.8 Model Semiotik Charles S. Pierce
Teori dari Pierce menjadi Grand Theory dalam semiotika. Gagasan bersifat
menyeluruh, deskripsi struktural dari semua sistem penandaan. Pierce ingin
mengidentifikasikan partikel dasar dari tanda dan menghubungkan kembali semua
komponen dalam struktur tunggal.
Bagi pierce (dalam Sobur, 2004: 41), tanda “is something which stands to
somebody, for something in some respect or capity”. Sesuatu yang digunakan
agar tanda bisa berfungsi, oleh Pierce disebut ground. Konsekuensinya, tanda
(sign or representation) selalu terdapat dalam hubungan triadik, yaitu ground,
object dan interpretant.
Teori segitiga makna (triangle meaning) Pierce terdiri atas sign (tanda),
object (obyek) dan interpretant (interpretan). Menurut Pierce, salah satu bentuk
tanda adalah kata. Sedangkan obyek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara
interpretan adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang obyek yang
dirujuk oleh sebuah tanda (Sobur, 2001: 115). Yang dikupas teori segitiga makna
digunakan orang pada waktu berkomunikasi. Hubungan segitiga makna Pierce
lazimnya digunakan sebagai berikut :
Sign
Interpretant
Object
Gambar 1: John Fiske dalam Sobur, 2001: 115
Garis berpanah tersebut hanya bisa dimengerti dalam hubungan antara satu
elemen dengan elemen lainnya. Tanda merujuk pada sesuatu di luar tanda itu
sendiri, yaitu obyek yang dipenuhi oleh sesorang. Interpretant merupakan konsep
mental yang diproduksi oleh tanda dan pengalaman pengguna tanda sebuah
obyek. Adapun ketiga kategori tanda digambarkan dalam sebuah model segitiga
sebagai berikut :
Icon
Indeks Symbol
Ikon adalah suatu tanda dimana hubungan antara tanda dan acuannya berupa hubungan kemiripan. Umumnya sering terlihat pada tanda-tanda visual, misalnya
adalah pada peta pulau Madura yang merupakan ikonik pulau Madura atau foto
seseorang yang merupakan ikonik pada orang yang ada pada foto tersebut. Hal ini
disebabkan tanda dalam peta atau foto menyerupai obyeknya masing-masing
(Sobur, 2004: 42).
Indeks merupakan suatu tanda dimana hubungan antara tanda dan acuannya ada karena kedekatan eksistensi. Seperti asap sebagai indeks akan adanya api atau
bersin sebagai indeks sakit flu.
Simbol merupakan tanda yang berhubungan dengan acuannya merupakan simbol konvensi. Simbol digunakan oleh penguna tanda yang diketahui secara
kultural oleh penggunanya. Pengetahuan tentang hal tersebut didapat pengguna
tanda melalui berbagai jenis interaksi sosial sebagai anggapan masyarakat atau
budaya tertentu, berupa suatu bentuk pengalaman dalam menghadapi peristiwa
atau obyek. Pengguna tanda akan menginterpretasikan obyek atau tanda tersebut
sesuai dengan kerangka referensi yang dimiliki. Karena hal tersebut, hubungan
antara obyek pengguna tanda dan tanda adalah makna. Anggukan kepala
misalnya, menandakan persetujuan yang terbentuk secara konvensional.
Dengan mengacu pada model Pierce, makna dalam suatu teks tidak terjadi
dengan sendiri, melainkan diproduksi dalam hubungan antara teks dengan
pengguna tanda. Hal ini merupakan tindakan dinamis, dimana kedua elemen
dari budaya yang relative sama, interaksi keduanya lebih mudah terjadi, konotasi
dan mitos dalam teks telah menjadi referensi pengguna yang bersangkutan.
2.1.9 Konsep Makna
Makna adalah salah satu masalah filsafat yang tertua dalam umur manusia.
Konsep makna telah menarik perhatian disiplin ilmu komunikasi, psikologi,
sosialogi, antropologi dan linguistik. Bentuk makna diperhitungkan sebagai
istilah, sebab bentuk ini mempunyai konsep dalam bidang ilmu tertentu (Peteda
dalam Sobur, 2004:255). Dalam penjelasan Umberto Eco (Budiman, 1999:7),
makna dari sebuah wahana tanda (sign-vihicle) adalah satuan kultural yang
diperagakan oleh wahana-wahana tanda yang lainnya serta, dengan begitu secara
semantik mempertunjukan pula ketidaktergantungannya pada wahana tanda yang
sebelumnya.
Ada tiga hal yang dijelaskan oleh para fulsuf dan linguis sehubungan dengan
usaha menjelaskan istilah makna. Ketiga hal itu yakni : (1) menjelaskan makna
secara alamiah, (2) mendiskripsikan kalimat secara alamiah dan (3) menjelaskan
makna dalam proses komunikasi (Kempson dalam Sobur, 2004:256).
Agar dapat mengungkapkan makna perlu dibedakan beberapa pengertian
antara lain (1) terjemah atau translation, (2) tafsir atau interpretasi, (3) eksplantasi,
(4) pemaknaan atau meaning (Muhadjir, 1996:138). Menurut Devito makna tidak
terletak pada kata-kata melainkan pada manusia. Manusia menggunakan makna
sempurna dan lengkap menggambarkan makna yang dilakukan. Makna yang
didapat dari pesan-pesan kita akan sangat berbeda dengan makna yang ingin
dikomunikasikan. Komunikasi adalah proses yang kita gunakan untuk
mereproduksi di benak pendengar apa yang ada di benak kita dan proses ini
adalah proses persial yang bisa saja salah (Devito, 1997: 123-124).
2.2 Penggunaan warna dalam iklan
Warna yang digunakan sacara artistic sebagai alat ekspresi manusia mempunyai latar belakang sejarah tersendiri yang tidak dapat dipisahkan dari
perkembangan sejarah seni, sejak zaman prasejarah hingga zaman modern kini.
Sejak lama para ilmuan telah memfokuskan perhatian besar terhadap warna yang
kemudian bersama dengan seniman mencoba memperhitungkan semua aspek dan
mempelajari bagaimana warna saling berpengaruh dalam pencampuran maupun
penggunaan lainnya.
Saat ini pemilihan warna seseorang tidak hanya sekedar mengikuti selera
pribadi berdasarkan perasaanya saja, tetapi telah memilihnya dengan penuh
kesadaran akan. Da Vinci menemukan warna yang fundamental yang yang
disebut sebagai warna utama psikologis, yaitu merah, kuning, hijau, biru, hitam
dan putih. Saat ini para ilmuan memperkenalkan keterlibatan warna terhadap cara
Dalam konteks warna dan hubungannya dengan kepribadian seseorang,
berikut adalah warna-warna yang mempunyai asosiasi dengan pribadi seseorang
menurut Marian L. David :
1. Merah : Cinta, nafsu, kekuatan, berani, primitif, menarik, bahaya, dosa,
pengorbanan dan vitalitas.
2. Merah Jingga : Semangat, tenaga, kekuatan, pesat, hebat, dan gairah.
3. Jingga : Hangat, sangat muda, ekstrimis, dan menarik.
4. Kuning Jingga : Kebahagiaan, penghormatan, kegembiraan, optimisme,
dan terbuka.
5. Kuning : Cerah, bijaksana, terang, bahagia, hangat, pengecut, dan
pengkhianatan.
6. Kuning Hijau : Persahabatan, muda, kehangatan, baru, gelisah dan berseri.
7. Hijau Muda : Kurang pengalaman, tumbuh, cemburur, iri hati, kaya, segar,
istirahat dan tenang.
8. Hijau Biru : Tenang, santai, lembut, diam serta percaya diri.
9. Biru : Damai, setia, konservatif, pasif, terhormat, depresi, lembut,
menahan diri dan ikhlas.
10.Biru Ungu : Spiritual, hebat, kelelahan, suram, kematangan, sederhana,
rendah hati keterasingan, tersisih, tenang dan sentosa.
11.Ungu : Misterius, kuat, supremasi, formal, melankolis, pendiam, mulia.
12.Merah Ungu : Tekanan, intrik, drama, terpencil, penggerak, teka-teki.
13.Coklat : Hangat, tenang, alami, bersahabat, kebersamaan, sentosa, dan
14.Hitam : Kuat, duka cita, resmi, kematian, keahlian, dan tidak menentu.
15.Putih : Senang, harapan, murni, lugu, bersih, spiritual, pemaaf, cinta dan
terang. (Darmaprawira, 2002:38).
Berikut ini adalah adalah beberapa warna yang mempunyai arti perlambangan
secara umum :
1. Merah
Dibandingkan dengan warna lainnya, merah adalah warna terkuat dan
paling menarik perhatian, bersifat agresif dan lambang primitif. Warna
merah diasosiasikan darah, marah, berani, seks, bahaya, kekuatan,
kejantanan cinta dan kebahagiaan.
2. Merah Keunguan
Warna merah keunguan mempunyai mempunyai karakteristik mulia,
agung, kaya, bangga atau sombong, dan mengesankan. Lambangs serta
asosiasinya adalah merupakan kombinasi warna merah dan biru. Sifat juga
merupakan kombinasi antara warna tersebut.
3. Ungu
Karakteristik warna ungu adalah sejuk, negative, atau mundur.
Hampir sama dengan biru tetapi lebih tenggelam dan khidmat dan
mempunyai karakter murung dan menyerah. Warna ini melambangkan
4. Biru
Warna biru mempunyai karakteristik sejuk, pasif, tenang, dan damai.
Gothe menyebutkan sebagai warna yang mempesona, spiritual, monoteis,
kesepian, saat ini memikirkan masa lalu dan masa yang akan datang. Biru
merupakan warna perspektif, menarik pada kesendirian, dingin, membuat
jarak, dan terpisah. Biru melambangkan kesucian, harapan, dan
kedamaian.
5. Hijau
Karakter warna ini hampir sama dengan biru. Dibandingkan warna
lain, hijau relatif lebih netral. Pengaruh terhadap emosi hampir mendekati
pasif dan lebih bersifat istirahat. Hijau melambangkan perenungan,
kepercayaan, dan keabadian. Dalam penggunaan sehari-hari, hijau
mengungkapkan kesegaran, mentah, muda, belum dewasa, pertumbuhan
kehidupan, harapan, kelahiran kembali, dan kesuburan. Sifat negative dari
warna hijau adalah warna yang tidak disukai anak-anak, kerana
diasosiasikan warna penyakit, rasa benci, racun dan cemburu.
6. Kuning
Warna kuning adalah kumpulan dua fenomena penting dalam
kehidupan manusia yaitu kehidupan yang diberikan oleh matahari
diangkasa dan emas sebagai kekayaan bumi. Kuning adalah warna cerah
karena itu sering dilambangkan jantung dan roh, maka kuning adalah
Kuning memaknakan kemuliaan, cinta yang mendalam dalam hubungan
antar manusia.
7. Putih
Warna putih memiliki karakter positif, merangsang, cemerlang, ringan
dan sederhana. Putih melambangkan kesucian, polos, jujur dan murni.
Putih juga melambangkan kekuatan yang Maha Tinggi, lambang cahaya
dan kemenangan yang mengalahkan kegelapan.
Warna putih juga mengimajinasikan kebalikan dari warna hitam,
seperti pada ungkapan “hati yang putih” yang berarti menandakan
bersihnya hati dari segala iri dan dengki. Ada juga yang disebut “ilmu
putih” sebgai kebalikan dari ilmu hitam. Bila ilmu hitam dimaksud akan
mencelakakan seseorang maka ilmu putih dimaksud untuk menangkal dan
membersihkan seseorang dari pengaruh ilmu hitam.
8. Abu-abu
Berbagai macam warna abu-abu dengan berbagai tingkatan
melambangkan ketenangan, sopan, dan sederhana. Karena itu warna
abu-abu sering melambangkan orang yang berumur dengan kepasifannya,
sabar dan rendah hati. Warna ini juga melambangkan intelegensia, tapi
juga mempunyai lambang negative yaitu keragu-raguan serta tidak dapat
membedakan mana yang penting dan mana yang kurang penting, Karena
sifatnya netral, warna abu-abu sering melambangkan sebagai penengah
9. Hitam
Warna hitam melambangkan kegelapan dan ketidakhadiran cahaya.
Hitam menandakan kekuatan yang gelap, lambang misteri, warna malam
dan selalu diindikasikan sebagai warna kebalikan dari warna putih atau
berlawanan dengan cahaya terang. Warna ini sering dilambangkan dengan
warna kehancuran atau kekeliruan. Umumnya warna hitam diasosiasikan
dengan sifat negative. Ungkapan-ungkapan seperti kambing hitam, ilmu
hitam, dafar hitam, pasar gelap (black market) atau daerah hitam yang
menunjukkan perlambangan negative dari warna ini. Walaupun demikian,
warna hitam juga melambangkan warna positif seperti sikap tegas, formal,
elegan, elit, mempesona dan struktur yang kuat.
Dari uraian perlambangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa warna
memiliki arti perlambangan yang tidak dapat dikesampingkan dalam
hubungannya dengan penggunaannya. Dalam kehidupan modern dewasa
ini, lambang-lambang yang menggunakan warna tetap dipergunakan,
bahkan kadang bergeser dalam nilai simbolisnya (Darmaprawira,
2002:49).
2.2.1 Feminisme
Feminisme atau yang sering dikenal dengan sebutan emansipasi berasal dari
bahasa latin femina yang berarti memiliki sifat keperempuanan (Hubies dalam
diartikan sebagai gerakan perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya
antara kaum perempuan dan laki-laki. Menurut Kamla Bhasin dan Nighat Said
Khan, feminisme adalah suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan
terhadap perempuan dalam masyarakat, di tempat kerja dan dalam keluarga, serta
tindakan sadar perempuan maupun lelaki untuk mengubah keadaan tersebut.
Ada tiga ciri feminisme, yaitu :
1. Menyadari akan adanya ketidakadilan gender
2. Memaknai bahwa gender bukan sebagai sifat kodrati
3. Memperjuangkan adanya persamaan hak.
Feminisme diawali oleh persepsi tentang ketimpangan posisi perempuan
dibandingkan dengan laki-laki di masyarakat. Timbul berbagai upaya untuk
mengkaji penyebab ketimpangan tersebut untuk mengeliminasi dan menemukan
formula kesetaraan hak perempuan dan laki-laki dalam segala bidang sesuai
dengan potensi mereka. Upaya pembebasan diri kaum perempuan dari berbagai
ketimpangan perlakuan dalam segala aspek kehidupan disebut gerakan feminisme
(Sumiarni, 2004:58).
Dalam prakteknya gerakan ini menghasilkan beberapa istilah feminisme
seperti feminisme liberal, feminisme radikal, feminisme sosialis dan feminisme
marxisme (Sumiarni, 2004:58). Dan sejumulah aliran feminisme lain, seperti
feminisme psikoanalisis dan gender, eksistensialis, anarkis, postmodern,
Semua aliran feminisme yang berbeda mempunyai perhatian yang sama yaitu
ketimpangan posisi perempuan.
2.2.1.1 Feminisme Liberal
Aliran feminisme liberal berasal dari filsafat liberalisme yang memiliki konsep
bahwa kebebasan merupakan hak setiap individu sehingga dia harus diberi
kebebasan untuk memih tanpa terkekang oleh pendapat umum dan hokum.
Ketidaksetaraan dalam masyarakat terjadi, karena ada pelanggaran terhadap
kebebasan individu yang terjadi melalui proses sosialisasi peran atau dasar sexs.
Oleh karena itu, kesetaraan hanya bisa dicapai melalui pembaruan peraturan atau
hukum, dan proses pendidikan.
Akar teori ini bertumpu pada kebebasan dan kesetaraan rasionalitas.
Perempuan adalah makhluk rasional, kemampuannya sama dengan laki-laki
sehingga harus diberi hak yang sama juga dengan laki-laki. Oleh karena itu,
mereka menuntut persamaan kesempatan dibidang pendidikan, politik, sosial,
ekonomi, maupun personal. Dalam konteks Indonesia, reformasi hukum melalui
desakan 30% kuota bagi perempuan dalam parlemen adalah kontribusi para
feminis liberal.
Teori ini dicetus oleh Naomi Wolf, menyatakan bahwa "Feminisme
Kekuatan" merupakan solusi. Kini perempuan telah mempunyai kekuatan dari
haknya serta saatnya kini perempuan bebas berkehendak tanpa tergantung pada
lelaki (Sumiarni, 2004:62-64).
2.2.1.2 Feminisme Radikal
Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat sistem patriarki (sistem yang berpusat pada laki-laki). Mereka
memandang bahwa patriarki merupakan sistem kekuasaan, yang menganggap
laki-laki memiliki superioritas atas perempuan. Kelemahan di hadapan laki-laki
adalah karena struktur biologis fisiknya, dimana perempuan harus mengalami
haid, menopause, hamil, sakit haid dan melahirkan, menyusui, mengasuh anak,
dan sebagainya. Semua itu membuat perempuan tergantungt pada laki-laki.
Perbedaan fungsi reproduksi inilah yang menyebabkan pembagian kerja atas
dasar seks yang terjadi di masyarakat. Feminisme radikal mempermasalahkan,
antara lain, tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas (termasuk lesbianisme),
seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki. Mereka berjuang agar
perbedaan-perbedaan seksual laki-laki dan perempuan dihapuskan. Bentuknya dapat berupa
pemberian kesempatan pada perempuan untuk memilih melahirkan sendiri, atau
melahirkan anak secara buatan, atau bahkan tidak melahirkan sama sekali.
Begitu juga ketergantungan anak kepada ibunya, dan sebaliknya harus diganti
dengan ketergantungan singkat terhadap sekelompok orang dari kedua jenis
kelamin.Aliran ini berupaya menghancurkan sistem patriarki, yang fokusnya
menghalalkan aborsi, menyerukan lesbianisme, dan revolusi seks. Bagi para
feminis radikal, menjadi seorang istri sama saja dengan disandera. Tinggal
bersama suami dianggap sama dengan musuh (Sumiarni, 2004:73-76).
2.2.2 Dominasi
Dominasi menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah penguasaan oleh pihak yang lebih kuat terhadap yang lebih lemah (pada bidang politik, militer,
ekonomi, perdagangan, olahraga, dan sebagainya). Dominasi dapat juga diartikan
berupa penguasaan, mayoritas, menjadi faktor dominan semisal dalam
perbincangan atau rapat kita menguasai dengan kuasa, pemikiran, tindakan dari
kita.
Dominasi bisa terjadi karena beberapa hal, antara lain :
1. Kadang umur juga menjadi faktor dominan seseorang, orang yang lebih
tua lebih banyak memberikan ide-ide tanpa adanya balasan dari yang
muda. Seperti halnya orang tua terhadap anaknya, kakak terhadap adiknya,
senior kepada juniornya, kadang berlebihan juga sikap dominan yang
dilakukan.
2. Pengalaman, bisa dilihat dari tingkatan jabatan, tingkat pendidikan,
pelatihan, maupun pengalaman yang telah lama diterima seseorang.
Berdasar pengalaman juga semakin banyak hal yang diketahui sehingga
bisa saja faktor dominan. Bisa juga pengalaman berdasarkan tingkat umur
seseorang.
3. Modernisasi sedikit semi sedikit mempengaruhi pola berpikir
mendominasi (www.rics.org diakses 11 maret 15.30).
Dalam hal yang berhubungan dengan gender, dominasi terhadap laki-laki dan
perempuan adalah yang berkenaan tentang kekuasaan (power). Menurut Wareing
(1997:79) perbedaan kekuasaan perempuan dan laki-laki yang menyebabkan
munculnya dominasi (Santoso, 2009:33). Dominasi yang dilakukan perempuan
terhadap laki-laki salah satunya adalah kekerasan dalam rumah tangga atau yang
terkenal dengan istilah KDRT. Kekerasan yang dilakukan laki-laki (suami)
terhadap perempuan (istri) atau sebaliknya tanpa memandang siapa yang menjadi
sebab dan siapa yang menjadi akibat. Istilah itu jarang dipergunakan ketika
seorang perempuan melakukan kekerasan kepada laki-laki. Bahkan suami akan
ketakutan apabila dilaporkan istrinya kepada yang berwajib dengan alasan KDRT.
Istilah KDRT sudah menjadi wacana perempuan untuk selanjutnya menjadi
instrumen perjuangan ke arah kesetaraan, bahkan dalam jangka panjang berupa
perjuangan ke arah persamaan seperti yang dilakukan oleh gerakan feminis
Women Liberation (Women Lib) di Amerika Serikat (Santoso, 2009:143).
Pola-pola kekerasan selalu berada dalam ruang kekuasan, keduanya tidak
dapat dipisahkan. Kehadiran kekeuasaan mengandaikan mekanisme kekusaan
tertentu. Interaksi kekeuasaan untuk mendapatkan dominasi membutuhkan
mekanisme objektif agar dapat diterima oleh individu atau kelompok yang
sehingga yang dikuasai tidak sadar, patuh, dan menerima begitu saja. Mekanisme
seperti ini yang disebut kekerasan simbolik. Kekerasan simbolik bekerja dengan
menyembunyikan pemaksaan dominasi untuk menjadi sesuatu yang diterima
(Fashri dalam Anang Santoso). Inilah yang kemudian membuat mereka yang
terdominasi menjadi tidak keberatan untuk dikuasai dan masuk dalam lingkaran
dominasi (Santoso, 2009:146-147).
2.2.3 Perempuan
Menurut definisi dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan, perempuan
adalah orang (manusia) yang mempunyai vagina, dapat menstruasi, hamil,
melahirkan anak dan menyusui. Perempuan adalah satu dari dua jenis kelamin
manusia. Satunya lagi adalah pria atau laki-laki. Berbeda dengan wanita, istilah
“perempuan” dapat merujuk pada orang yang telah dewasa ataupun anak-anak.
Dalam banyak hal, kaum perempuan dihadapkan pada situasi yang sulit.
Disatu sisi perempuan memiliki keinginan untuk maju dalam edukasi dan karir.
Demikian pula perempuan banyak dituntut untuk menjaga serta mengurusi sector
domestic. Pada saat dia meraih semua itu (sukses non domestik), maka ada
semacam invisible hand yang “mewajibkan” perempuan itu kembali mengurusi
sektor domestik. Inilah yang membuat kaum hawa ini menjadi plin-plan, ragu dan
selalu cemas. (http:www. dunia perempuan.com diakses 11 Maret 2010, 15.15).
Sebuah hasil survei menunjukkan 59,6% perempuan Indonesia menganggap
prosentase itu ternyata lebih tinggi dibanding rekan-rekan mereka di Australia dan
Singapura. Angka-angka itu diperoleh melalui survei "MasterCard Worldwide
Index of Women`s Advancement" yang keenam kalinya dilakukan Mastercard
(www.gatra.com diakses 11 Maret, 15.00).
Laki-laki dan perempuan kini mempunyai peran dan status yang tidak
berbeda. Bila dalam zaman yang panjang, paradigma terhadap perempuan
hanyalah sebagai “objek”, maka di era modernisasi semua streotipe bahwa
perempuan sebagai kaum yang lemah sudah tidak bisa di pertahankan lagi (dalam
jurnal Angelina Sondakh).
Dalam masyarakat perkotaan, cara pandang bahwa perempuan hanya berkutat
pada wilyah domestik tanpa memikirkan karir tersebut nyaris sudah usang alias
tidak terpakai lagi. Suami yang mencari nafkah, dan istri yang membesarkan anak
di rumah perlahan telah hilang. Sebaliknya, pasangan suami istri di kota justru
bahu membahu bekerja sama menafkahi keluarga. Peran istri dan suami di
perkotaan nyaris sama dan tidak ada perbedaannya saat di luar rumah. Nilai-nilai
inilah yang harus di apreseasi dan di kembangkan sebagai model kemitraan
positif. Tapi jangan sampai hak-hak azasi yang menjadi tolak ukur kaum
perempuan memperoleh kebebasan, salah ditafsirkan menjadi nilai-nilai baru yang
melampaui kodrat perempuan. Dalam organ perempuan, kasih, sayang dan
2.2.4 Dominasi Perempuan di Era Modernisasi
Perempuan dan keberadaannya dalam struktur sosial, ekonomi dalam
masyarakat selalu menarik untuk dikupas. Perempuan yang selalu identik dengan
masalah domestik kini mempunyai kedudukan yang setara dengan kaum laki-laki.
Salah satu akibat yang sering untuk dibicarakan adalah, modernisasi telah
melanggengkan pendominasian terhadap perempuan (Fakih, 2001:50).
Modernisasi mengikis sedikit demi sedikit ideologi stereotip patriarki yang ada
dalam masyarakat. Pariarki sendiri merupakan ideologi kelelakian di mana
laki-laki dianggap memiliki kekuasaan superior (Fakih,2001:151). Suatu sifat yang
melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksikan secara
sosial maupun kultural. Misalnya bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut
cantik, emosional, atau keibuan sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan
perkasa.
Ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan,
artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut keibuan sementara ada juga
perempuan yang kuat dan rasional, perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat itu
dapat terjadi dri waktu ke waktu, dari suatu tempat ke tempat yang lain (Fakih,
2001).
Dominasi perempuan juga berawal dari kesadaran tentang kekuasaan
domestik, selanjutnya ditunjukan melalui penguasaan dan dominasi kaum istri
atas suami dalam rumah tangga. Pendominasian perempuan mencakup dalam
segala hal baik wilayah domestik, atau yang lebih sering disebut dapur, kasur dan
globalisasi dihubungkan langsung dengan kebebasan perempuan (Ahyar Anwar,
2009).
Perempuan dapat menjadi superior dan laki-laki dapat menjadi
tersubordiansi dalam berbagai situasi dan konteks (Ayu utami dalam Ahyar
Anwar 2009). Kemandirian perempuan dalam bekerja diluar dan wilayah
domestik merupakan salah satu konsep kesetaraan gender. Hal ini yang membuat
perempuan disebut sebagai perebut dominasi atas kekuasaan laki-laki (Anwar,
2009:134).
2.2.5 Kerangka Berpikir
Pada penelitian ini ingin mengetahui Bagaimana Representasi Perempuan Dalam Iklan JIFFEST Jakarta International Film Festival. Pada dasarnya setiap
individu mempunyai latar belakang yang berbeda-beda dalam memahami suatu
peristiwa obyek. Hal ini dikarenakan adanya latar belakang pengalaman (field of
experience) dan pengetahuan (frame of reference) yang berbeda-beda pada setiap
individu, begitu juga penelitian dalam memahami tanda dan lambang dalam obyek
yang berdasarkan pengalaman dan pengetahuan peneliti.
Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat
diketahui bahwa untuk memahami dan mengerti makna pesan dari iklan Jiffest, ini
kemudian oleh peneliti dimaknai dan diinterpretasikan dengan pendekatan
semiotik. Pendekatan semiotik yang digunakan adalah dari Charles Sanders Pierce
yang mana mengkategorikan tanda ke dalam ikon, indeks dan simbol. Dengan
berbentuk gambar, sehingga diperoleh hasil dari interpretasi data mengenai
representasi perempuan dalam iklan JIFFEST Jakarta International Film Festival.
Dalam penelitian ini peneliti melakukan pemahaman terhadap tanda dan
lambang dalam iklan Jiffest. Tanda-tanda yang terdapat dalam setiap
penggambaran iklan secara keseluruhan tersebut dikaji berdasarkan teori yang
sesuai dengan peristiwa yang melatarbelakangi pembuatan iklan Jiffest, yang
dijabarkan secara terperinci dalam pemilihan gambar dan kata-kata. Peneliti
menggunakan metode semiotik dari Charles S. Pierce, yaitu teori tentang segitiga
makna (triangle meaning), yang terdiri dari tanda, obyek dan interpretan. Tanda
merujuk pada sesuatu yang dirujuk tanda sementara interpretan adalah tanda yang
dalam benak seseorang tentang obyek yang dirujuk oleh sebuah tanda. Pierce
membagi tanda kedalam tiga kategori yaitu ikon, indeks dan simbol. Dengan
metode tersebut maka dapat diperoleh suatu hasil representasi perempuan dalam
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian
kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati
(Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 2008: 4).
Menurut Furchan (1992: 21-22) penelitian kualitatif adalah prosedur
penelitian yang menghasilkan daftar deskriptif, yaitu ucapan atau tulisan dan
perilaku yang dapat diamati dari subyek. Dengan metode ini kita bisa mengenal
subyek dan melihatnya serta mengembangkan definisi dari subyek itu sendiri,
adapun digunakan metode diskriptif kualitatif karena metode diskriptif kualitatif
lebih mudah menyesuaikan dalam penelitian ditemukan kenyataan ganda,
kemudian metode diskriptif kualitatif menyajikan secara langsung hubungan
antara peneliti dengan obyek yang diteliti, serta metode kualitatif lebih peka dan
dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh terhadap pola-pola nilai yang
dihadapi.
Untuk menginterpretasikan penggambaran dominasi perempuan dalam iklan
Jiffest Jakarta International Film Festival ini, maka perlu diketahui terlebih dahulu
sistem tanda pada gambar iklan yang menjadi korpus (sample) dalam penelitian
ini. Kemudian peneliti menggunakan pendekatan semiotik untuk menganalisis dan
menginterpretasikan makna yang terdapat dalam iklan tersebut.
3.2 Kerangka Konseptual 3.2.1 Dominasi Perempuan
Perempuan yang selalu identik dengan masalah domestik kini mempunyai kedudukan yang setara dengan kaum laki-laki. Misalnya bahwa perempuan yang
dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan sementara laki-laki
dianggap kuat, rasional, jantan perkasa (Fakih, 2001). Ciri dari sifat itu sendiri
merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan, artinya ada laki-laki yang
emosional, lemah lembut, keibuan sementara ada juga perempuan yang kuat dan
rasional, perkasa (Fakih, 2001). Urusan wilayah domestik yang identik dengan
kaum permpuan kini sudah tidak lagi menjadi keharusan.
Dominasi perempuan berawal dari kesadaran tentang kekuasaan domestik
(Ahyar Anwar, 2009). Dominasi yang dilakukan oleh perempuan meliputi
beberapa hal, baik dalam wilayah domestik, maupun dalam hal karir..
Dalam iklan Jiffest Jakarta International Film Festival Kali ini iklan Jiffest
menampilkan sosok suami istri yang sedang bertengkar di pekarangan rumahnya
dan banyak orang yang menyaksikan aksi pertengkaran tersebut bahkan orang
yang menyaksikan cenderung menikmati tontonan tersebut sambil membawa
makanan dan minuman ringan. Istri diperlihatkan akan memukul suaminya
menggunakan sandal jepit yang ada di tangan kirinya.
3.2.2 Korpus Penelitian
Dalam penelitian kualitatif diperlukan adanya suatu pembahasan masalah
ditentukan pada perkembangannya oleh analisa dengan semacam kesemenaan.
Korpus haruslah cukup luas untuk memberikan harapan yang beralasan bahwa
unsur-unsurrnya akan memelihara sebuah sistem kemirirpan dan perbadaan yang
lengkap. Korpus juga bersifat sehomogen mungkin, baik dalam homogen
substansi maupun homogen pada taraf waktu (Kurniawan, 2001 : 70). Sehingga
korpus dalam penelitian ini adalah iklan Jiffest Jakata International Film
Festival.
3.2.3 Unit Analisis
Unit analisa dari penelitian ini adalah semua tanda yang berupa gambar,
tulisan dan warna-warna yang menjadi latar belakang dalam iklan Jiffest Jakarta
International Film Festival kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan ikon
(icon), indeks (index), simbol (symbol).
3.2.3.1 Ikon
Ikon adalah suatu tanda yang berubungan antara penanda dan petandanya
bersifat bersama alamiah, atau dengan kata lain ikon adalah hubungan antara
tanda dan objek atau acuan kemiripan, misalnya pada peta Madura atau seorang
merupakan ikon pada orang yang ada di foto tersebut (Sobur, 2003:41). Ikon
dalam iklan Jiffest Jakarta International Film Festival perempuan berambut
sebahu yang akan melakukan pemukulan kepada suami dengan menggunakan
3.2.3.2 Indeks
Indeks adalah tanda yang menunjukana adanya hubungan alamiah antara
tanda dan petanda yang bersifat hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung
mengacu pada kenyataan. Setipa asap sebagai indeks adanya api atau bersin
sebagai indeks adanya flu (Sobur, 2003:41). Indeks dalam iklan Jiffest kali ini
adalah tulisan “ haus tontonan“ .
3.2.3.3 Simbol
Simbol adalah tanda yang menunjukkan adanya penanda dan patanda yang
bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian
masyarakat) (Sobur, 2003:42). Simbol dalam iklan Jiffest Jakarta International
Film Festival adalah semua gambar yang ada dalam iklan Jiffest pada majalah.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini di dapatkan dari dua jenis data, yaitu :
1. Data Primer, yaitu data yang di dapatkan dari korpus penelitian berupa
objek visual yang kemudian akan dianalisa menggunakan analisis semiotik
Charles. S Pierce.
2. Data Sekunder, yaitu data yang di dapat dari referensi buku, jurnal online,
artikel internet dan referensi lain yang berhubungan dengan penelitian dan
3.4 Teknik Analisis Data
Teknik analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
deskriptif kualitatif. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan
warna. Hal ini disebabkan adanya penerapan metode kualitatif menjadi kunci
jawaban terhadap apa yang diteliti.
Penelitian yang digunakan peneliti ini merupakan penelitian dengan
mengunakan metode semiotik. Dengan studi semiotik peneliti dapat memaknai
gambar dan pesan yang terdapat pada iklan Jiffest Jakarta International Film
Festival, dan akan diinterpretasikan dengan cara mengidenifikasi tanda-tanda yang
terdapat dalam setiap bentuk penggambaran iklan tersebut.
Tanda dan gambar pada iklan Jiffest yang ada di majalah adalah korpus.
Dalam penelitian ini tanda dan gambar yang ada dalam iklan ini dimaknai
menggunakan model semiotik Charles.S. Pierce, dimana dikategoikan menjadi
tiga yaitu ikon (icon), indeks (index), simbol (Symbol). Data yang diperoleh akan
diinterpretasikan dan dianalisis berdasarkan kajian dan konsep-konsep teoritis