• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1 Metode Penelitian

4.1 Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1 Gambaran Sejarah dan Perkembangan Perusahaan JIFFest

Yayasan Masyarakat Mandiri Film Indonesia adalah sebuah lembaga nirlaba yang didirikan di Jakarta pada awal tahun 1999 ini oleh beberapa praktisi muda industri film Indonesia dan individu-individu & JIFFest (Jakarta International Film Festival) dari berbagai latar belakang yang peduli terhadap masa depan perfilman nasional. Dari awal pembentukannya Yayasan ini dimaksudkan untuk Ikut terlibat aktif dalam upaya-upaya mewujudkan industri film Indonesia yang sehat. Ikut serta dalam upaya-upaya pengenalan dan pemahaman film sebagai bentuk ekspresi kesenian. Ikut serta dalam upaya mensosialisasikan film sebagai media komunikasi yang demokratis dalam kehidupan multikultur Indonesia. Ikut serta dalam upaya-upaya mengumpulkan, memelihara dan mempublikasikan berbagai data dan dokumentasi perfilman.

Menyelenggarakan kegiatan Jakarta International Film Festival (JIFFest) secara berkala. Kualitas festival dari tahun ke tahun akan menjadi perhatian khusus dalam rangka meningkatkan kredibilitas festival serta kemungkinan pengembangan festival menjadi bersifat kompetitif dan tercatat dalam agenda festival film internasional yang berwibawa. Mengadakan serangkaian kegiatan pendidikan atau pelatihan, workshop atau seminar dalam rangka pengembangan sumberdaya manusia pendukung industri film Indonesia. Menjadi fasilitator

dalam upaya-upaya memperkenalkan film-film Indonesia di mancanegara melalui kegiatan festival maupun eksebisi. Melakukan berbagai kajian ataupun penelitian tentang perkembangan film Indonesia dalam perspektif multidisiplin. Secara bertahap mewujudkan Pusat Informasi Film Indonesia yang akan mempublikasikan informasi perfilman dalam bentuk media cetak maupun elektronik.

Dalam menjalankan kegiatannya Yayasan ini sangat independen serta terbuka terhadap kemungkinan kerjasama dengan banyak pihak (baik institusi pemerintah, swasta ataupun perorangan) selama memiliki kesamaan tujuan serta memegang teguh prinsip kesetaraan ataupun kemitraan sebagai landasan utama kerjasama tersebut. setelah jatuhnya Orde Baru (Mei 1998), semangat perubahan masih hangat terasa. Bagi pecinta film seperti Shanty Harmayn dan Natacha Devillers yang saat itu bekerja sama di Salto Films dan bermukim di Jakarta, dan saat ini selaku pihak yang mendirikan JIFFEST ada pertanyaan besar yang mengusik: “Kapan saatnya Jakarta memiliki festival film berskala Internasional?” Saat itu Singapore International Film Festival (SIFF) telah beSetahunrusia 12 tahun, sementara Pusan International Film Festival (Korea) meski baru berusia tiga tahun mulai menarik perhatian kalangan perfilman Asia dan dunia. Thailand dan Filipina juga sudah meluncurkan festival film internasional mereka Bangkok International Film Festival.

Shanty Harmayn dan Natacha Devillers pun memutuskan untuk mewujudkan Jakarta International Film Festival (JIFFEST) di bulan November tahun 1999. Selama delapan hari (20-28 November 1999), JIFFEST menghadirkan 65 judul

film dari beragam negara, termasuk Indonesia. Film Indonesia yang masuk dalam nominasi JIFFest bermacam- macam genre, mulai dari horor, komedi sampai drama. Film horor yang masuk dalam nominasi antara lain:

1. Suster Keramas, film yang dibintangi artis yang berasal dari Jepang. 2. Hantu Ambulan, Filmyang dibuat berdasarkan kisah nyata.

3. Tali Pocong Perawan dan sebagainya. Untuk genre drama paling banyak, yaitu :

1. Saus Kacang, Diperankan oleh Ashraf Sinclair dan Bunga Citra Lestari. 2. Cintapucinno, sebuah film drama percintaan yang diperankan Sissy

Prisilya.

3. Ada Apa Dengan Cinta, drama remaja produksi Miles.

4. Tiga Hari Untuk Selamanya, diperankan oleh Nicholas Saputra. 5. Opera Jawa, Sebuah film arahan Garin Nugroho.

6. Pasir Berbisik, Film yang di sutradarai oleh Nan. T. Achnas.

7. Sebuah Pertanyaan Untuk Cinta, diperankan oleh Artis lokal Jawa Barat. 8. Impian Kemarau, diperankan oleh Christin Hakim.

9. Perempuan Punya Cerita, film yang dibintangi model iklan sabun LUX yaitu Dian Sastro, Luna Maya, Tamara Blezenski.

10.Naga Bonar (Jadi Dua), lanjutan dari film Naga Bonar yang diperankan Deddy Mizwar.

11.Mereka Bilang, Saya Monyet!, film yang berdasarkan dari novel dengan judul yang sama.

13.Jamila dan Sang Presiden, film yang dibintangi Atika Hasiholan. 14.Laskar Pelangi, film yang dibintangi Lukman Sardi dan Cut Mini.

15.Drupadi, film yang disutradarai Garin Nugroho dan dibintangi Dian Sastro Wardoyo.

16.Jakarta Under Cover, film yang dibintangi Luna Maya, Fachri Albar dan Gerry Ishkak.

Dan masih adan puluhan film indonesia lagi yang sudah menjadi nominasinya. Film pendek yang berdurasi sekitar 10 menitan juga sering dilikut sertakan dalam festival. Dan sejarah JIFFEST pun mencatat, pada tahun perdana kehadirannya tak kurang dari 18 ribu penonton menyaksikan film-film pilihan dari 25 negara. Di JiFFest 2008 terdapat beberapa film berkualitas yang sudah didaftarkan (official film submission) untuk kategori film asing terbaik di Academy Awards. Film itu adalah My Magic (Singapura), Dunya and Desie (Belanda), Captain Abu Raed (Jordania), dan Worlds Apart (Denmark). Untuk film Indonesia, diputar tiga film baru, yakni Under the Tree (Garin Nugroho), film pendek Drupadi (Riri Riza), dan film dokumenter Pertaruhan (Ani Ema Susanti, Iwan Setiawan dan M Ichsan, Lucky Kuswandi, serta Ucu Agustin).

Tidak hanya film produksi dalam negri yang diikutsertakan dalam festival ini, beberapa film produksi luar negeri juga menjadi nominasi. Berikut beberapa film- film tersebut:

1. No Country For Old Man, film yang diproduksi untuk menyambut hari buruh sedunia.

2. Into The Wild, film yang berdasarkan kisah nyata tentang petualangan seorang remaja.

3. Balibo, film dokumenter tentang konflik yang merenggut nyawa beberapa jurnalis asing.

4. Attonement, film yang berkisah drama percintaan klasik tahun 40an. 5. Little Miss Sunshine, yang berkisah drama keluarga.

6. Burn After Reading, yang diperankan oleh George Clooney, Brat Pitt. 7. Dunya and Desie, menggambarkan persahabatan kental di Belanda. JIFFEST sendiri tidak hanya sekedar menampilkan festival film seluruh negara, melainkan ada juga workshop, diskusi tentang film antar sineas. Penonton JiFFest juga dapat menyaksikan pameran foto Behind-the-Scene, yang memperlihatkan proses pembuatan film-film Indonesia terbaru.

4.1.2 Para Pendiri Dan Anggota Pengurus Jiffest

Menjelang tahun ke dua belas keberhasilan JIFFest, tidak lepas dari peranan penting para pemrakarsa. Sampai saat ini telah banyak film dari berbagai negara yang mengikuti festival ini. Puluhan bahkan ratusan film pertahunnya yang diikut sertakan dalam festival bergengsi ini. JIFFest juga banyak menciptakan para sineas muda yang handal dan mengharumkan nama bangsa di mancanegara. Ditangan Natacha Devillers dan Shanty Harmayn yang mencetuskan Jakarta International film festival atau yang sering disebut dengan JIFFest. JIFFest melangkah sangat pesat menyaingi festifal film serupa di negara lain, bahkan

JIFFest merupakan ajang festival perfilman international terbesar di Asia Tenggara. Tidak hanya itu, Christine Hakim yang sering dikenal sebagai aktris papan atas Indonesia juga merupakan salah satu keluarga besar JIFFest yang turut serta membesarkan festival ini.

Selain itu ada Lalu Roisamri, belajar Ilmu Komunikasi di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, dan berlanjut dengan menekuni Analisa Film di Kajian Media, Institut Kesenian Jakarta dan saat ini menjabat sebagai Direktur Festival. Nauval Yazid Meraih gelar Bachelor of Arts dari National University of Singapore pada tahun 2002 dari jurusan English Language (Linguistik) dan Ilmu Teater yang menjabat sebagai Manajer Festival. Varadila Meraih gelar sarjana dari jurusan Komunikasi Massa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia Selain di JiFFest, beliau juga aktif terlibat sebagai Manajer Program Minikino, sebuah komunitas film pendek Indonesia, saat ini menjabat Manajer Program. Teddy Satrio W lulus dari Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik jurusan Kriminologi. Kemudian ia melanjutkan studinya ke School of Communications and Arts, Edith Cowan University Perth,dan saat ini menjabat sebagai website officer. Felia Salim, Chandra Tanzil, Goenawan Mohamad, Lorna Tee selaku penasehat.