• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur vegetasi mangrove di Kepulauan Sangihe dan Talaud Sulawesi Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Struktur vegetasi mangrove di Kepulauan Sangihe dan Talaud Sulawesi Utara"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

FAKHRURROZY

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

STRUKTUR VEGETASI MANGROVE

DI KEPULAUAN SANGIHE DAN TALAUD

SULAWESI UTARA

FAKHRURROZY 109095000048

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

FAKHRURROZY 109095000048

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(4)
(5)
(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN

Jakarta, Maret 2015

(7)

i

Sulawesi Utara. Skripsi. Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. 2015. Dibawah bimbingan: Budi Irawan, M. Si. dan Priyanti, M. Si.

Vegetasi mangrove merupakan tumbuhan ekosistem pesisir yang hidup di daerah tropis dan subtropis. Mangrove memiliki fungsi ekologi sebagai daerah penyangga dari intrusi air laut, memijah ikan serta memiliki fungsi ekonomi diantaranya sebagai kawasan wisata. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur vegetasi dan zonasi mangrove di Kepulauan Sangihe dan Talaud. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Juni 2013 di empat stasiun pengamatan, yaitu Talengen, Kaluwatu, Binebas (Kep.Sangihe) dan Tarohan (Kep.Talaud). Analisis struktur vegetasi mangrove dilakukan menggunakan metode survei dengan sampling menggunakan metode transek garis berplot ukuran 2x2 m, 5x5 m, dan 10x10 m. Pada Stasiun Talengen, Kaluwatu dan Binebas dibuat sebanyak 8-10 petak pengamatan, sedangkan pada Stasiun Tarohan dibuat 3 petak pengamatan. Berdasarkan hasil penelitian, mangrove yang teridentifikasi sebanyak 11 jenis dari 4 famili. Komposisi individu tertinggi dimiliki oleh jenis Rhizophora apiculata 55,14%, sedangkan komposisi terendah dimiliki oleh jenis Aegiceras floridium 0,14% dari seluruh individu mangrove yang ditemukan. Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi pada Stasiun Talengen dan Kaluwatu dimiliki oleh R. apiculata pada berbagai tingkat pertumbuhan, pada Stasiun Binebas INP tertinggi dimiliki oleh R. mucronata dan pada Stasiun Tarohan INP tertinggi dimiliki oleh S. alba. Indeks keanekaragaman (H’) dengan nilai tertinggi sebesar 1,498 (keanekaragaman sedang) dimiliki oleh Stasiun Binebas, sedangkan nilai terendah sebesar 0 (keanekaragaman rendah) dimiliki oleh Stasiun Talengen dan Kaluwatu. Jumlah zonasi mangrove terlengkap dimiliki oleh Stasiun Binebas sebanyak 5 zona, terkecil pada Stasiun Kaluwatu sebanyak 2 zona. Panjang zonasi mangrove tertinggi di Stasiun Kaluwatu yaitu berkisar 50-250 m, sedangkan panjang zonasi mangrove terpendek di Stasiun Tarohan yaitu berkisar 10-30 m.

(8)

ii ABSTRACT

Fakhrurrozy. Mangrove Vegetation in the Sangihe and Talaud Islands North Sulawesi. Undergraduate Thesis. Department of Biology, Faculty of Science and Technology. Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2015. Advisors: Budi Irawan, M.Si and Priyanti, M.Si

Mangrove is vegetation lives in the coastal ecosystem of the tropics and subtropics area. It has an ecological function as buffer zone from the saltwater intrusion, fish spawning and an economical function such as ecotourism area. The research was aimed to describe mangrove vegetation structure and mangrove zoning of the Sangihe and Talaud islands. It was conducted from March–June 2013 at four observation stations. They were Talengen, Kaluwatu, Binebas (Sangihe Islands) and Tarohan (Talaud Islands). The analysis of mangrove used survey method with line transects method sizes 2x2 m, 5x5 m, and 10x10 m for sampling. On the Talengen, Kaluwatu and Binebas Stations, there were 8-10 observation plots, while in the Tarohan Station there are 3 observation plots. Based on the result, 11 mangrove species from 4 families were identified. The highest composition of the individual mangrove species was belong to Rhizopora Apiculata 55.14%, while the lowest composition belong to Aegiceras floridum

0.14%. The highest IVI (Important Value Index) on the Talengen and Kaluwatu belong to R. apiculata in a various growth rate. While on the Binebas, the highest IVI belong to R. mucronata and on the Tarohan the highest IVI belong to

Sonneratia alba. The highest diversity index with 1.498, belong to Binebas, while the lowest index with 0 belong to Talengen and Kaluwatu. The highest amount of mangrove zoning was belong to Binebas with 5 zones, while the lowest amount of mangrove zoning belong to Kaluwatu with only 2 zones. The longest mangrove zoning was found on Kaluwatu for about 50-250 m, while the shortest was found on Tarohan for only about 10-30 m.

(9)

iii

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. atas nikmat dan karunia yang telah diberikan sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi besar Muhammad SAW. beserta keluarga dan para sahabatnya.

Skripsi ini berjudul: “Struktur Vegetasi Mangrove di Kepulauan Sangihe dan Talaud”, yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi gelar Sarjana Sains di Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini berkat dukungan dan partisipasi dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada orang-orang dibawah ini:

1. Dosen Pembimbing Budi Irawan, M.Si dan Priyanti, M.Si yang telah membimbing penulis dengan sabar dan memberikan kritik, saran serta masukannya dalam pembuatan skripsi ini hingga terselesaikan.

2. Dr. Dasumiati, M.Si selaku ketua Jurusan Biologi dan Dr. Agus Salim, M.Si, selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi.

3. Kedua orangtua (Ibu Suherti dan Alm. Bapak Sugiri), Adik (Dali Sya’bandi dan Ratu Tania) untuk semangat dan dukungan sehingga penulis dapat termotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

(10)

iv

saya sebutkan semua namun tidak mengurangi rasa terima kasih saya atas bantuan tenaga dan pikirannya dalam menyelesaikan penelitian ini.

5. Teman-teman Biologi Cakra 2009 Firda Puspita Daeng Matta, Dinda Nurul Maulida, Wahyudin, Rio Hadi Wandana dan yang lainnya namun tidak mengurangi rasa terima kasih saya atas dukungan semangat dan tenaganya kepada penulis sampai selesainya skripsi ini.

6. KPP Tarsius Ka Angga, Ka Tyo, Ka Mutia, Ka Tari, Ka Antos, Putri Qurota, Lia, Dara dan Sinta yang selalu memberikan motivasi dan semangatnya. 7. Tim Paradisonesia : Ryan, Lape, Sanny, Bang Eddy, Bang Andy, Bang Sakol,

Bang Awa, Bang Jamal, dan Bang Rambo.

8. Teman Kutsut: Rama, Riyadi, Hilal, Hady, Njah, Ka Fitri, Yayah dan Feby yang selalu memberikan semangat dan dukungannya.

Skripsi ini jauh dari kata sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk skripsi ini menjadi lebih baik. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan pengetahuan baru khususnya bagi penulis sendiri.

Jakarta, Maret 2015

(11)

v 2.1. Definisi dan Ruang Lingkup Mangrove ... 5

2.2. Faktor-Faktor Lingkungan Mangrove ... 6

2.3. Pengelompokan Vegetasi Mangrove ... 7

2.4. Zonasi Mangrove ... 7

2.5. Karakteristik Vegetasi Mangrove ... 9

2.6. Fungsi dan Manfaat Mangrove ... 12

2.7. Kabupaten Kepulauan Sangihe ... 12

2.8. Kabupaten Kepulauan Talaud ... 14

BAB III METODO PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 16

3.2. Alat dan Bahan ... 17

3.3. Metode Pengambilan Data ... 17

3.3.1. Penentuan Stasiun Pengamatan ... 17

3.3.2. Penentuan Transek dan Plot Pengamatan ... 19

3.3.3. Koleksi Data Tumbuhan ... 20

3.3.4. Identifikasi Mangrove ... 20

3.4. Analisis Data ... 21

3.4.1. Struktur Vegetasi Mangrove ... 21

(12)

vi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Struktur Vegetasi Mangrove ... 25

4.1.1. Komposisi dan Jenis Mangrove di Kep. Sangihe dan Talaud . 25 4.1.2. Indeks Nilai Penting (INP) mangrove di Kep. Sangihe dan Talaud ... 29

4.1.3. Indeks Keanekaragaman mangrove di Kep. Sangihe dan Talaud ... 34

4.2. Zonasi Vegetasi Mangrove ... 35

4.2.1. Stasiun Talengen ... 36

4.2.2. Stasiun Kaluwatu ... 37

4.2.3. Stasiun Binebas ... 38

4.2.4. Stasiun Tarohan ... 39

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 41

5.2. Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(13)

vii

(14)

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Bagan kerangka berfikir ... 4

Gambar 2. Salah satu tipe zonasi mangrove ... 8

Gambar 3. Bentuk perakaran mangrove ... 11

Gambar 4. Lokasi Kep. Sangihe dan Talaud ... 15

Gambar 5. Lokasi penelitian di Kep. Sangihe ... 16

Gambar 6. Lokasi penelitian di Kep. Talaud ... 17

Gambar 7. Transek pengamatan ... 19

Gambar 8. Pengukuran dbh ... 20

Gambar 9. Sketsa zonasi vegetasi mangrove Stasiun Talengen ... 36

Gambar 10. Sketsa zonasi vegetasi mangrove Stasiun Kaluwatu ... 37

Gambar 11. Sketsa zonasi vegetasi mangrove Stasiun Binebas ... 39

(15)

ix

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mangrove adalah hutan rawa payau yang tumbuh di daerah pesisir tropis dan subtropis, kawasan ini akan tergenang air laut pada saat pasang dan terpapar udara pada saat surut. Mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir yang memiliki berbagai macam fungsi ekonomi, sosial, dan lingkungan (Wantasen, 2002). Mangrove berperan sebagai pencegah abrasi pantai, daerah penyangga dari intrusi air laut, tempat memijah ikan, serta tempat berkembang biak burung laut. Mangrove juga memiliki nilai ekonomis seperti penghasil kayu, penyedia bibit ikan, pariwisata serta pendidikan (Romadhon, 2008).

Kepulauan (Kep.) Sangihe dan Talaud terletak di Provinsi Sulawesi Utara yang berbatasan langsung dengan Filipina. Suatu kawasan yang tersusun atas pulau-pulau kecil di ujung utara Indonesia, menjadikan Kep. Sangihe dan Talaud memiliki berbagai keanekaragaman kawasan pesisir yang khas. Kep. Sangihe dan Talaud terletak di garis Wallacea yang memiliki peranan penting dalam penyebaran keanekaragaman hayati. Kawasan di sekitar garis Wallacea

merupakan tempat transisi penyebaran flora dan fauna antara wilayah Asia, Indo-Malaya dan Australia (Hsuan, 1978).

(17)

ekosistem mangrove di Kep. Sangihe dan Talaud. Pemanfaatan kawasan mangrove berupa hasil kayu yang berlebihan, serta pembukaan lahan untuk reklamasi maupun pembangunan pelabuhan menjadikan ekosistem mangrove di Kep. Sangihe dan Talaud rentan terhadap kerusakan. Menurut Lukman (Komunikasi Pribadi dengan Kepala Dinas Kehutanan Kab. Sangihe, 2013), belum ada penelitian mengenai vegetasi mangrove yang melakukan perizinan di lokasi ini. Untuk itu penelitian mengenai struktur vegetasi mangrove di lokasi ini penting untuk dilakukan.

Penelitian yang dilakukan meliputi struktur vegetasi dan zonasi vegetasi mangrove. Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai data awal penelitian lebih lanjut mengenai ekosistem mangrove dan memberikan informasi bagi pemerintah setempat dalam memberikan kebijakan yang komprehensif di kawasan pesisir. Hal ini dimaksud sebagai upaya perlindungan serta pelestarian ekosistem mangrove, sehingga dalam pemanfaatannya tetap diiringi dengan upaya perlindungan dan pelestarian.

1.2. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

a. Bagaimana struktur vegetasi mangrove yang ada di Kep. Sangihe dan Talaud meliputi: keanekaragaman jenis, komposisi, indeks nilai penting dan indeks keanekaragaman jenis ?

(18)

3

1.3. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :

a. Struktur vegetasi mangrove di Kep. Sangihe dan Talaud yang meliputi: keanekaragaman jenis, komposisi, indeks nilai penting dan indeks keanekaragaman jenis.

b. Zonasi mangrove yang ada di Kep. Sangihe dan Talaud.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapakan:

a. Sebagai acuan bagi pemerintah daerah setempat untuk menentukan kebijakan bagi kawasan mangrove secara komprehensif.

(19)

1.5. Kerangka Berfikir

Mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir

Memiliki fungsi ekologis dan ekonomis

Kep. Sangihe dan Talaud merupakan salah satu habitat mangrove

Kurangnya data dan gangguan manusia menjadikan mangrove di Kep. Sangihe dan Talaud rentan terhadap kerusakan

Diperlukan data ekologsi tentang struktur komunitas, zonasi dan ada tidaknya pengaruh manusia pada ekosistem mangrove

(20)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi dan Ruang Lingkup Mangrove

Mangrove berasal dari kata mangue (Portugis) yang berarti bakau dan kata

grove (Inggris) yang berarti belukar (Macnae, 1968 dalam Noor dkk., 1999). Kata mangrove berasal juga dari bahasa Melayu kuno yaitu “mangi-mangi” yang digunakan untuk menerangkan marga Avicennia dan masih digunakan sampai saat ini di Indonesia bagian timur (Mastaller 1997 dalam Noor dkk., 1999). Mangrove adalah komunitas tumbuhan yang hidup di daerah pasang surut (Tomlinson, 1986

dalam Noor, 1995). Mangrove juga didefinisikan sebagai formasi tumbuhan daerah litoral yang khas di pantai daerah tropis dan subtropis yang terlindung (Saenger dkk., 1983 dalam Noor dkk., 1999).

Ekosistem mangrove, menurut Saenger dkk. (1981) dalam Anwar dkk. (1984), harus mencakup hal-hal berikut :

a. Satu atau lebih jenis pohon mangrove yang khas (mangrove sejati).

b. Setiap jenis yang tidak khas (mangrove ikutan) tumbuh bersama jenis yang khas.

c. Biota yang hidup di dalamnya seperti hewan darat atau laut, lumut kerak, cendawan, ganggang, bakteri dan lainnya, baik yang menetap, sementara, sesekali, biasa, kebetulan atau khusus hidup di daerah tersebut.

(21)

2.2. Faktor-faktor Lingkungan Mangrove

Mangrove merupakan tumbuhan yang sangat tergantung dengan kondisi lingkungan. Salah satu parameter yang mempengaruhi pertumbuhan mangrove diantaranya topografi pantai, iklim, salinitas, dan lokasi yang terproteksi.

Topografi pantai merupakan faktor penting yang mempengaruhi karakteristik struktur mangrove, khususnya komposisi spesies, distribusi spesies, ukuran serta luas hutan mangrove. Karakteristik pantai berhubungan dengan penggenangan pasang (tidal inundation), sedimentasi, dan karakteristik sedimen. Semakin datar pantai dan besar pasang surut, maka semakin lebar hutan mangrove yang tumbuh (Chapman, 1976).

Iklim di sebagian besar daerah pantai Indonesia dicirikan dengan kelembapan, angin musim, curah hujan dan temperatur yang tinggi. Hal ini menyebabkan pencegahan akumulasi garam-garam tanah, sehingga hutan mangrove tumbuh subur dan berkembang dengan baik. Mangrove umumnya tumbuh baik pada daerah dengan curah hujan rata-rata 1500-3000 mm/tahun.

Salinitas air dan salinitas tanah rembesan merupakan faktor penting dalam pertumbuhan, daya tahan, dan zonasi spesies mangrove. Mangrove tumbuh subur pada daerah estuaria dengan salinitas 10-30 ppt. Mangrove merupakan vegetasi bersifat salt-tolerant bukan salt-demanding, sehingga dapat tumbuh secara baik di habitat air tawar (Chapman, 1976).

(22)

7

hutan mangrove mengandung garam, sedikit oksigen dan kaya bahan organik. Susunan spesies dan kerapatan pada hutan mangrove sangat dipengaruhi oleh susunan tekstur tanah dan konsentrasi ion tanah yang bersangkutan (Chapman, 1976). Mangrove tumbuh dengan baik pada daerah pesisir yang terlindung dari gelombang kuat. Daerah yang dimaksud adalah laguna, estuaria, dan delta (Chapman, 1976 ; Bengen, 2002).

2.3. Pengelompokan Vegetasi Mangrove

Chapman (1976) mengelompokkan vegetasi mangrove ke dalam dua kategori, yaitu :

a. Mangrove inti, yaitu tumbuhan mangrove yang mempunyai peran ekologi utama dalam formasi mangrove. Contohnya adalah Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Avicennia, Nypa, dan

Xylocarpus.

b. Mangrove perifheral (pinggiran), yaitu tumbuhan mangrove yang secara ekologi berperan dalam formasi mangrove, tetapi berperan penting juga dalam formasi hutan lain. Contohnya antara lain jenis Excoecaria agallocha, Acrostichum aureum, Cerbera manghas, Heritiera littorelis,

dan Hibiscus tiliaceus.

2.4. Zonasi Mangrove

(23)
(24)

9

d. Mangrove daratan, berada di zona perairan payau atau hampir tawar yaitu di belakang jalur hijau mangrove inti. Jenis yang umum ditemukan Ficus, Nypa, Xylocarpus,dan Lumnitzera.

Faktor yang mengontrol zonasi, menurut Macnae (1968) dalam Saenger (1982), antara lain : 1. pasang surut, 2. tipe tanah, menentukan tingkat aerasi tanah, tinggi muka air dan drainase, 3. salinitas, berkaitan dengan toleransi spesies terhadap kadar garam, 4. intensitas cahaya, berpengaruh pada pertumbuhan

anakan spesies intoleran seperti Rhizophora, Avicennia dan Sonneratia, 5. asupan air tawar.

Zonasi mangrove tergantung pada keadaan tempat tumbuh spesifik yang berbeda dari satu tempat ke tempat yang lain. Zonasi juga menggambarkan tahapan suksesi yang terjadi sejalan dengan perubahan tempat tumbuh. Daya adaptasi dari tiap spesies tumbuhan mangrove terhadap keadaan tempat tumbuh akan menentukan komposisi spesies yang menyusun suatu hutan mangrove. Setiap zonasi diidentifikasi berdasarkan individu spesies atau kelompok dan dinamakan sesuai dengan spesies yang dominan (Macnae, 1968 dalam Saenger, 1982).

2.5. Karakteristik Vegetasi Mangrove

(25)

Aegialitis, Acanthus, Laguncularia dan Rhizophora (Jennings, 1968 dalam Saenger, 1982).

Tumbuhan mangrove mampu menyerap air tetapi mencegah masuknya garam, melalui saringan (ultra filter) yang terdapat pada akar. Mekanisme ini dilakukan oleh Rhizophora, Ceriops, Sonneratia, Avicennia, Osbornia, Bruguiera, Excoecaria, Aegiceras, Aegalitis, dan Acrostichum (Rains dan Eipstein, 1967 ; Scholander, 1968 dalam Saenger, 1982).

Akumulasi garam (salt accumulation) dapat terjadi pada bagian kulit kayu, akar dan daun yang lebih tua. Daun penyimpan garam umumnya sekulen dan pengguguran daun sekulen ini diperkirakan merupakan mekanisme pengeluaran kelebihan garam yang dapat menghambat pertumbuhan dan pembentukan buah. Mekanisme adaptasi akumulasi garam ini terdapat pada Excoecaria, Lumnitzera, Avicennia, Osbornia, Rhizophora, Sonneratia, dan Xylocarpus (Jennings, 1968

dalam Saenger, 1982).

(26)
(27)

e. Akar gantung (aerial root)

Akar yang tidak bercabang, yang muncul dari batang atau cabang bagian bawah tetapi biasanya tidak mencapai substrat. Terdapat pada Rhizophora, Avicennia, dan Acanthus.

2.6. Fungsi dan Manfaat Mangrove

Menurut Bengen (2002), mangrove memiliki fungsi dan manfaat sebagai: peredam gelombang dan angin badai; pelindung dari abrasi; penahan lumpur dan perangkap sedimen; penghasil sejumlah detritus dari daun dan dahan pohon mangrove; daerah asuhan (nursery grounds), daerah mencari makanan (feeding grounds), dan daerah pemijahan (spawning grounds) berbagai jenis ikan, udang, dan biota laut lainnya; penghasil kayu untuk bahan konstruksi; kayu bakar; bahan baku arang; bahan baku kertas (pulp); sebagai tempat pariwisata. Selain itu mangrove berpotensi mengakumulasi logam berat tembaga (Cu), mangan (Mn), dan seng (Zn).

2.7. Kabupaten Kepulauan Sangihe

(28)

13

Secara keseluruhan luas wilayah Kep. Sangihe mencapai 11.863,58 km2 yang terdiri dari daratan seluas 736,98 km2 (60% daratan, 40% lereng) dan lautan seluas 11.126,61 km2 (Sangihe Dalam Angka, 2012). Secara geografis jika dilihat berdasarkan batas wilayahnya sebelah utara berbatasan dengan Filipina dan Kep. Talaud, sebelah selatan berbatasan dengan Kep. Sitaro, sebelah timur berbatasan dengan Samudra Pasifik dan Laut Maluku serta sebelah barat berbatasan dengan Laut Sulawesi (Gambar 4.).

Suhu di Kep. Sangihe mempunyai kisaran 26,1 – 27,9 0C, kelembapan udara berkisar antara 80 – 87 %, dengan tingkat curah hujan berkisar 151 – 786 mm/tahun (Sangihe Dalam Angka, 2012). Iklim sangat dipengaruhi oleh angin muson yaitu angin muson barat dan timur. Angin barat yang kering ditandai dengan kurangnya curah hujan terjadi sekitar bulan Oktober – April. Angin timur yang banyak membawa uap air ditandai dengan tingginya curah hujan terjadi sekitar bulan April – Oktober (BMKG, 2014).

Kep. Sangihe memiliki beberapa satwa endemik yang khas diantaranya

(29)

2.8. Kabupaten Kepulauan Talaud

Kabupaten Kep. Talaud merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi Utara dengan Ibukota Melonguane yang berjarak 271 mil laut dari Manado. Secara geografis terletak antara 3038’ 00” – 50 33’ 00” LU dan 126038’ 00” – 1270 10’ 00” BT. Sebelah utara berbatasan dengan Pulau Mindanau (Republik Filipina). Sebelah timur berbatasan dengan Laut Pasifik. Sebelah selatan berbatasan dengan Kep. Sangihe. Sebelah barat berbatasan dengan Laut Sulawesi (Talaud Dalam Angka, 2012).

Kep. Talaud merupakan daerah bahari dengan luas lautnya + 37.800 km2 dan luas wilayah daratannya 1.251,02 km2. Terdapat tiga pulau utama di Kep. Talaud, yaitu Pulau Karakelang, Salibabu, dan Kabaruan. Kep. Talaud terdiri dari 19 Kecamatan, dimana kecamatan terluas adalah Kecamatan Beo Utara (144,85 km2) dan kecamatan terkecil adalah Kecamatan Miangas seluas 2,39 km2 (Talaud Dalam Angka, 2012).

Suhu di Kep. Talaud mempunyai kisaran 26,1 – 27,90C, kelembapan udara berkisar antara 80 – 87%, dengan tingkat curah hujan berkisar 151 – 786 mm/tahun (Talaud Dalam Angka, 2012). Hampir sama dengan Kep. Sangihe, di Kep. Talaud iklim dipengaruhi oleh angin muson yaitu angin muson barat dan timur (BMKG, 2014).

(30)

15

dapat ditemukan di Pulau Salibabu (IUCN, 2008). Populasi hewan ini sangat sedikit dan jumlahnya semakin menurun beberapa tahun terakhir, sehingga IUCN (2008) menetapkan status konservasi Kuse dalam kategori Critically Endangered.

(31)

16 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret-Juni 2013. Lokasi penelitian bertempat di Kep. Sangihe dengan stasiun pengamatan yaitu di Desa Talengen (A), Kaluwatu (B), Binebas (C) (Gambar 5.) dan Kep. Talaud dengan lokasi stasiunnya di Desa Tarohan (D) (Gambar 6.).

(32)

17

Gambar 6. Lokasi penelitian di Kep. Talaud 3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri buku panduan pengenalan mangrove (Noor, dkk., 2006), Global Position System (GPS), gunting dahan, jam tangan digital, kamera digital, kertas koran, kompas, kantong plastik (ukuran: 40x60 cm), label gantung, phi-band, dan rol meter. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah alkohol 70% dan tumbuhan mangrove.

3.3. Metode Pengambilan Data 3.3.1 Penentuan Stasiun Pengamatan

(33)

sekitar. Kep. Sangihe didapatkan tiga stasiun pengamatan yaitu Talengen, Kaluwatu dan Binebas dan di Kep. Talaud didapatkan satu stasiun pengamatan yaitu Tarohan.

Berikut deskripsi lokasi setiap Stasiun Pengamatan:

a. Stasiun Talengen memiliki luas mangrove 16,58 ha, merupakan kawasan teluk dengan daerah muara bagi beberapa sungai kecil dan tergolong ke dalam zona mangrove tengah (Noor, dkk., 2006). Mangrove di kawasan ini memiliki substrat berupa lumpur halus dengan sedikit ditumbuhi karang masif. Lumpur berwarna abu-abu kecoklatan sampai kehitaman yang merupakan campuran endapan material organik, tanah aluvium dan pecahan karang.

b. Stasiun Kaluwatu memiliki luas mangrove 82 ha, merupakan kawasan teluk dan tergolong zona mangrove tengah (Noor, dkk., 2006). Substrat di stasiun ini berupa lumpur aluvium berwarna kecoklatan. Stasiun ini merupakan muara bagi beberapa sungai kecil yang debit airnya sangat dipengaruhi oleh cuaca. Kawasan ini dekat dengan pertambangan emas yang dilakukan secara tradisional oleh masyarakat sekitar.

(34)

19

A

B C

d. Stasiun Tarohan memiliki luas mangrove 9 ha, terletak di sebelah barat Pulau Karakelang dan tergolong zona mangrove terbuka (Noor, dkk., 2006). Substrat pertumbuhan berupa pantai berkarang dan terdapat beberapa titik sumber mata air tawar dan menjadi muara bagi sungai Tarohan.

3.3.2 Penentuan Transek dan Plot Pengamatan

Pada setiap stasiun pengamatan dibuat transek garis dari laut ke darat di daerah intertidal (Gambar 7). Panjang transek yang digunakan mengikuti panjang stasiun pengamatan (Bengen, 2002).

Gambar 7. Transek pengamatan (Sumber: Bengen, 2002 dan Onrizal, 2008). Keterangan: A. pohon 10x10 m, B. pancang 5x5 m dan C. semai 2x2 m.

(35)
(36)

21

3.4. Analisis Data

3.4.1 Struktur Vegetasi Mangrove

Strukutur vegetasi mangrove pada setiap stasiun pengamatan dianalisa secara deskriptif yang meliputi komposisi, kerapatan relatif, frekuensi relatif, dominansi relatif, Indeks Nilai Penting (INP), dan indeks keanekaragaman.: a. Komposisi

Komposisi merupakan persentase jumlah individu suatu jenis mangrove di semua lokasi pengamatan berdasarkan total seluruh individu. Komposisi tumbuhan dapat diartikan sebagai variasi jenis flora yang menyusun suatu komunitas (Dachlan, 2013). Perhitungan nilai komposisi ini berdasarkan rumus:

b. Frekuensi

Frekuensi menunjukkan kehadiran atau keberadaan suatu jenis dalam titik sampling. Nilai ini menyatakan penyebaran suatu jenis dalam suatu komunitas. Frekuensi dihitung dengan menggunakan rumus (Muller-Dombois dan Ellenberg, 1974) :

(37)

c. Kerapatan

Kerapatan merupakan parameter yang menunjukkan jumlah individu dalam suatu area tertentu atau individu suatu jenis per satuan luas. Jenis yang ada di plot dicatat dan dihitung jumlah individu dari masing-masing jenis yang ditemukan per satuan luas. Kerapatan dihitung dengan menggunakan rumus (Muller-Dombois dan Ellenberg, 1974) :

d. Dominansi

Dominansi dihitung untuk menggambarkan penutupan satu jenis tumbuhan pada suatu wilayah. Semakin besar penutupan suatu jenis tumbuhan semakin tinggi nilai dominansinya. Dominansi dihitung dengan menggunakan rumus (Muller-Dombois dan Ellenberg, 1974) :

Keterangan : BA (rata-rata basal area tiap jenis) BA = πr²

e. Indeks Nilai Penting (INP)

(38)

23

signifikan pada distribusi tumbuhan dibandingkan dominan absolut (Muller-Dombois dan Ellenberg, 1974).

Nilai penting suatu jenis berkisar antara 0 – 300. Jenis tumbuhan yang memiliki INP tinggi menunjukkan bahwa spesies tersebut lebih dominan dibandingkan dengan spesies lain. Nilai penting ini memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis dalam komunitas. Nilai penting ini dapat juga menunjukkan tingkat kemampuan suatu spesies untuk mempertahankan hidupnya di area tertentu (Bengen, 2002).

f. Indeks Keanekaragaman

Indeks keanekaragaman (H’) adalah nilai yang menyatakan kelimpahan spesies dalam suatu komunitas. Perhitungan indeks keanekaragaman menggunakan metode Shannon-Wiener (Muller-Dombois dan Ellenberg, 1974):

H’ : Indeks keanekaan Shannon-Wiener ni : jumlah individu suatu jenis

N : jumlah individu seluruh jenis

Nilai H’ berkisar antara 0 - ∞, dengan kriteria sebagai berikut:

H’ < 1 : Keanekaragaman populasi rendah

1 < H’ < 3 : Keanekaragaman populasi sedang

(39)

3.4.2 Zonasi Vegetasi Mangrove

(40)

25 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Struktur Vegetasi Mangrove

4.1.1 Komposisi dan Jenis Mangrove di Kep. Sangihe dan Talaud

Berdasarkan pengamatan dan identifikasi jenis-jenis mangrove di Kep. Sangihe dan Talaud (Tabel 1.), diperoleh 11 jenis mangrove (Lampiran 1) yang termasuk ke dalam empat famili yaitu Rhizophoraceae, Sonneratiaceae, Myrsinaceae, dan Avicenniaceae. Mangrove dari famili Rhizophoraceae memiliki jumlah terbanyak yaitu enam jenis, sedangkan mangrove dari famili

Avicenniaceae memiliki jumlah jenis terkecil yaitu hanya satu jenis. Untuk tingkatan genus, Rhizophora dan Bruguiera masing-masing memiliki jumlah terbanyak yaitu tiga jenis, sedangkan genus dengan jumlah terkecil yaitu

Avicennia hanya satu jenis.

Tabel 1. Komposisi mangrove di Kep. Sangihe dan Talaud

No. Famili Nama Ilmiah Komposisi (%)

4. Bruguiera gymnorhiza 9,86

5. B. sexangula 5,57

6. B. parviflora 3,29

7.

Sonneratiaceae Sonneratia caseolaris 1,14

8. S. alba 13,86

9.

Myrsinaceae Aegiceras corniculatum 4,43

10. Ae. floridum 0,14

11 Avicenniaceae Avicenniamarina 1,71

(41)

Berdasarkan komposisi total di semua lokasi pengamatan, diketahui bahwa

R. apiculata memiliki nilai komposisi tertinggi sebesar 55,14%. Mangrove jenis inimemiliki tingkat dominasi hingga 90% dari vegetasi mangrove yang tumbuh di suatu lokasi dan tersebar melimpah di seluruh kawasan Indonesia (Noor dkk., 2006). Ae. floridum merupakan mangrove dengan nilai komposisi yang paling rendah 0,14%. Ae. floridum sangat jarang ditemui di Indonesia, sehingga informasi mengenai mangrove jenis ini sangat terbatas (Noor dkk., 2006).

Diketahui bahwa mangrove yang ada di Sulawesi sebanyak 32 jenis (Tomlinson 1986 dalam Irawan, 2005), sedangkan mangrove yang ada di Kep. Sangihe dan Talaud sebanyak 11 jenis (Tabel 1.). Oleh karena itu, 34% mangrove Sulawesi dapat ditemukan di Kep. Sangihe dan Talaud.

Tabel 2. Perbandingan jumlah jenis mangrove di Indonesia

No Peneliti Instansi Tahun Lokasi Jumlah jenis mangrove

(42)

27

jumlah jenis mangrove di Kep. Sangihe dan Talaud lebih banyak. Perbedaan jumlah jenis vegetasi mangrove ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti iklim, topografi pantai, salinitas serta kondisi lokasi yang terlindung dari ombak atau tidak (Chapman, 1976).

Terdapat 14 jenis mangrove yang tidak ditemukan di Kep. Sangihe dan Talaud, namun ditemukan di lokasi lain (Tabel 2.) yaitu Acanthus ilicifolius, Achrosticum aureum, Av. lanata, Av. officinalis, Ceriops decandra, C. tagal,

Exoecaria agallocha, Heritiera globosa, Lumnitzera littorea, Pemphis acidula,

Sarcolobus globosa, Scyhiphora hydrophyllaceae, Xylocarpus granatum, dan X. moluccensis. Jenis mangrove yang ditemukan di Kep. Sangihe dan Talaud,

namun tidak ditemukan di lokasi lain (Tabel 2.) yaitu R. stylosa dan

Ae. corniculatum.

(43)

Tabel 3. Keanekaragaman jenis mangrove Kep. Sangihe dan Talaud

(44)

29

(VU) maupun Near Threatened (NT) setelah dilakukan evaluasi (IUCN, 2012). Kategori NT diberikan kepada suatu taksa yang tidak termasuk ke dalam kategori CR, EN atau VU setalah dilakukan evaluasi, namun sangat berpotensi menjadi terancam dalam waktu dekat (IUCN, 2012).

4.1.2 Indeks Nilai Penting (INP) Mangrove di Kep. Sangihe dan Talaud a. Mangrove Tingkat Semai

Berdasarkan Tabel 4., mangrove tingkat semaidengan INP tertinggi yaitu

R. apiculata pada ketiga stasiun: Talengen (200,00), Kaluwatu (200,00) dan Binebas (110,66). Pada Stasiun Tarohan berbeda dengan ketiga stasiun yang lain, jenis yang memiliki INP tertinggi yaitu S. alba (84,43). Hal ini menandakan bahwa R. apiculata pada Stasiun Talengen, Kaluwatu dan Binebas, serta S. alba

pada Stasiun Tarohan memiliki potensi regenerasi yang tinggi dibandingkan mangrove lain di masing-masing stasiun penelitian.

(45)

Perbedaan jenis mangrove yang memiliki INP tertinggi pada Stasiun Tarohan dengan ketiga Stasiun yang lain, dapat dikarenakan oleh beberapa faktor lingkungan pendukung pertumbuhan mangrove yang berbeda pada setiap jenisnya. S. alba yang dapat tumbuh baik pada Stasiun Tarohan karena didukung oleh kondisi substrat lokasi ini yang memiliki batuan karang dan salinitas tinggi.

S. alba merupakan jenis pionir yang tidak toleran terhadap air tawar dalam periode yang lama serta menyukai substrat batuan karang ataupun berpasir (Noor dkk., 2006). R. apiculata dapat tumbuh baik pada Stasiun Talengen, Kaluwatu dan Binebas karena didukung oleh kondisi substrat yang berlumpur halus dan merupakan muara bagi beberapa sungai. R. apiculata dapat tumbuh baik pada substrat dengan lumpur halus dan selalu mendapatkan asupan air tawar (Noor dkk., 2006).

b. Mangrove Tingkat Pancang

Berdasarkan Tabel 5., mangrove pada tingkat pancang dengan INP tertinggi yaitu R. apiculata yangterdapat di Stasiun Talengen (286,36), Kaluwatu (228,96) dan Binebas (208,45). Pada Stasiun Tarohan, mangrove yang memiliki INP tertinggi yaitu S. alba (168,69). Hal ini menandakan bahwa R. apiculata pada Stasiun Talengen, Kaluwatu dan Binebas serta S. alba pada Stasiun Tarohan mendominasi pertumbuhan tingkat pancang.

(46)

31

peningkatan seiring dengan pertambahan umur tingkat permudaannya (Alik, dkk., 2013).

Tabel 5. INP mangrove tingkat pancang di Kep. Sangihe dan Talaud

(47)

c. Mangrove Tingkat Pohon

Tabel 6. INP mangrove tingkat pohon di Kep. Sangihe dan Talaud

Jenis Mangrove FR (%) KR (%) DR (%) INP

(48)

33

Kaluwatu menandakan bahwa, R. apiculata memiliki pengaruh dan peranan yang tinggi di lokasi tersebut (Bengen, 2002).

INP tertinggi pada Stasiun Binebas dimiliki oleh jenis R. mucronata

(103,96). Jenis R. mucronata memiliki nilai DR melebihi 50% pada tingkat pohon, sedangkan pada tingkat semai dan pancang nilai DR jenis ini kurang dari 50%. Hal ini menandakan bahwa R. mucronata pada tingkat pohon memiliki daya adaptasi yang lebih tinggi dibandingkan pada tingkat semai dan pancang.

R. apiculata yang memiliki INP tertinggi pada tingkat semai dan pancang, namun pada tingkat pohon INP tertinggi justru dimiliki oleh R. mucronata. Pada dasarnya

R. mucronata dan R. apiculata termasuk kedalam satu genus Rhizopora dan memiliki karakteristik habitat ekologi yang hampir sama, namun R. mucronata

lebih toleran terhadap substrat yang lebih keras dan berpasir (Noor dkk., 2006). Pada Stasiun Tarohan tingkat pertumbuhan pohon, mangrove dengan INP tertinggi yaitu S. alba (219,70). Hal ini didukung oleh kondisi habitat Stasiun Tarohan yang sesuai dengan pertumbuhan S. alba yaitu substrat karang berpasir dan berhadapan langsung dengan laut lepas. S. alba hidup pada habitat dengan salinitas tinggi dan tidak toleran terhadap air tawar dalam periode yang lama (Noor dkk., 2006). R. apiculata ditemukan dengan INP terkecil 17,98, jenis ini tidak ditemukan sebelumnya pada tingkat semai dan pancang. Hal ini menandakan bahwa semakin tinggi umur mangrove, maka tingkat adaptasi terhadap lingkungan akan semakin bertambah (Alik dkk., 2013). Rendahnya INP

(49)

4.1.3 Indeks Keanekaragaman Mangrove di Kep. Sangihe dan Talaud Hasil perhitungan nilai indeks keanekaragaman (H’) mangrove pada setiap stasiun pengamatan disajikan pada Tabel 7. Nilai H’ tertinggi untuk tingkat pertumbuhan pohon terdapat di Stasiun Binebas (1,498). Hal ini menunjukan bahwa pembagian jumlah individu dan jumlah jenis untuk tingkat pertumbuhan pohon pada Stasiun Binebas lebih merata dibandingkan dengan stasiun penelitian lainnya. Jumlah individu dan jumlah jenis untuk tingkat pertumbuhan pohon di Stasiun Binebas dapat dikatakan lebih proporsional jika dibandingkan dengan stasiun penelitian yang lain. Nilai H’ untuk tingkat pertumbuhan pohon di Stasiun Binebas sebesar 1,498, menandakan bahwa keanekaragaman vegetasi mangrove untuk tingkat pertumbuhan pohon di Stasiun Binebas termasuk dalam kategori sedang (Muller dan Ellenberg, 1974).

Tabel 7. Nilai indeks keanekaragaman Mangrove di Kep. Sangihe dan Talaud

Stasiun H’

Stasiun Tarohan mempunyai nilai H’ tertinggi untuk tingkat pertumbuhan

(50)

35

Nilai H’ terendah untuk tingkat pertumbuhan pohon dimiliki oleh Stasiun Tarohan (0,673). Nilai H’ terendah untuk tingkat pertumbuhan pancang dimiliki oleh Stasiun Kaluwatu (0,656). Hal ini menunjukan bahwa pembagian jumlah individu dan jumlah jenis tingkat pertumbuhan pohon di Stasiun Tarohan dan tingkat pancang di Stasiun Kaluwatu paling tidak merata jika dibandingkan dengan stasiun yang lain. Berdasarkan nilai H’ untuk tingkat pertumbuhan pohon di Stasiun Tarohan dan pancang di Stasiun Kaluwatu, masing-masing tergolong dalam kategori keanekaragaman rendah (Muller dan Ellenberg, 1974).

Nilai H’ terendah untuk tingkat semai dimiliki oleh Stasiun Talengen dan Kaluwatu (0,000). Hal ini menandakan bahwa jumlah individu dan jumlah jenis tingkat pertumbuhan semai yang ada di kedua stasiun paling tidak merata jika dibandingkan dengan stasiun yang lain. H’ pada Stasiun Talengen dan Kaluwatu bernilai 0,000 karena hanya ada satu jenis mangrove yang teridentifkasi yaitu R. apiculata. Berdasarkan nilai H’ untuk tingkat pertumbuhan semai di Stasiun

Talengen dan Kaluwatu, masing-masing tergolong dalam kategori keanekaragaman rendah (Muller dan Ellenberg, 1974).

4.2. Zonasi Vegetasi Mangrove

(51)
(52)
(53)

Panjang zonasi mangrove pada Stasiun Kaluwatu berkisar antara 50-250 m, dihitung dari pertumbuhan mangrove terluar (laut) ke arah darat. Panjang zonasi yang ada pada kawasan mangrove sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, diantaranya tinggi pasang surut air laut (Chapman, 1976). Tingginya intervensi manusia di suatu kawasan mangrove dapat menyebabkan penurunan kualitas mangrove seperti panjang zonasi, keanekaragaman jenis dan kerapatan mangrove. Intervensi manusia berupa limbah penambangan emas, menyebabkan air di sekitar stasiun ini menjadi keruh (Lampiran 3).

4.2.3 Stasiun Binebas

Stasiun Binebas mempunyai lima lapisan zonasi dari laut ke darat dengan urutan sebagai berikut: zona Rhizophora - zona Bruguiera - zona Sonneratia

(54)
(55)
(56)

41 BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1) Jenis - jenis mangrove yang ditemukan di Kep. Sangihe dan Talaud ada 11 jenis dari 4 famili. R. apiculata memilik komposisi mangrove dengan nilai terbaik (55,14%), sedangkan Ae. floridum memiliki komposisi dengan nilai terburuk (0,14%). R. apiculata mempunyai INP terbaik di Stasiun Talengen, Kaluwatu dan Binebas pada berbagai tingkat pertumbuhan, kecuali pada tingkat pohon di Stasiun Binebas INP terbaik dimiliki oleh R. mucronata. S. alba mempunyai INP terbaik pada Stasiun Tarohan diberbagai tingkat pertumbuhan. Indeks keanekaragaman terbaik dimiliki oleh Stasiun Binebas dengan kategori keanekaragaman sedang pada tingkat pohon (1,498) dan Indeks keanekaragaman yang paling tidak baik dimiliki oleh Stasiun Talengen (0,000) dan kaluwatu (0,000) dengan kategori keanekaragaman rendah pada tingkat semai.

(57)

5.2 Saran

(58)

43

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhaji. 2001. Problem of Issues Affecting Biodiversity in Indonesia Situation Analysis Paper. Presented in Wrokshop on Trainning Net Assessment for Biodiversity Conservation in Indonesia. Bogor, Indonesia.

Alik, T. S. D., Umar R., dan Priosambodo D. 2013. Analisis Vegetasi Mangrove di Pesisir Pantai Mara Bombang. Kab. Pinrang. Makassar: Universitas Hassanudin.

Arofi, O. I. K. 2008. Analisis Vegetasi Hutan Mangrove Di Suaka Margasatwa Pulau Rambut Kepulauan Seribu. Skripsi. Universitas Islam Negeri Jakarta. Bengen, D. G. 2002. Pedoman Teknis : Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem

Mangrove. Bogor: Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan - Institut Pertanian Bogor.

BMKG. Klimatologi. www.bmkg.go.id (Diakses Februari 2014)

Chapman, V. J. 1976. Mangrove Vegetation. University of California: J. Cramer. Dachlan, R. 2013. Struktur Vegetasi Mangrove di Kampung Iseren Pulau

Rumberpon Pada Kawasan Taman Nasional Teluk Cendrawasih. Papua. Universitas Negeri Papua.

Dittopad, 2013. Peta Sulawesi. Jakarta. Direktorat Topografi Angkatan Darat. Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara.

Hsuan, K. 1978. Orders and Families of Malayan Seed Plants. Singapore University Press.

Jamili, Setiadi, D., Qayim, I., dan Guhardja, E. 2009. Ilmu Kelautan. Struktur dan Komposisi Mangrove di Pulau Keledupa Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Vol. 14 (4): 36-45.

Irawan, B. 2005. Kondisi Vegetasi Mangrove di Luwuk-Banggai Sulawesi Tengah. Bandung:FMIPA - Universitas Padjajaran.

IUCN Redlist. 2008. http://www.iucnredlist.org(Diakses Februari 2015).

IUCN. 2012. IUCN Red List Categories and Criteria: Version 3.1. Second edition.United Kingdom: Gland, Switzerland and Cambridge.

Kaunang, T. D., dan Kimbal, J. D. 2009. Agritek. Komposisi dan Struktur Vegetasi Hutan Mangrove di Taman Nasional Bunaken Sulawesi Utara.

(59)

Maluku. Vol. 2 (7).

Loket Pelayanan Informasi Peta Kementrian Pekerjaan Umum Indonesia http://loketpeta.pu.go.id/peta/wilayah-sungai-provinsi-sulawesi-utara/

Mehta, A. 1999. Buku Panduan Lapangan Bunaken. Taman Nasional Bunaken: EPIQ.

Muller- Dombois, D., dan H. Ellenberg. 1974. Aims and Methods of Vegetation Ecology. Canada: John Wiley and Sons Inc.

Noor, Y. R., M. Khazali, dan I. N. N. Suryadipura. 2006. Wetland International.

Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor. Indonesia Programme. Noor, Y. R., M. Khazali, dan I. N. N. Suryadipura. 1999. Wetland International.

Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor: Indonesia Programme. Noor, Y. R.1995. Mangrove Indonesia, Pelabuhan bagi Keanekaragaman Hayati: Evaluasi Keberadaannya Saat Ini. Prosiding Seminar V Ekosistem Mangrove. 299-309.

Onrizal. 2003. Jenis-jenis Mangrove di Teluk Bintuni, Papua. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dan PT Bintuni Utama Murni Wood Industries.

Onrizal. 2008. Panduan Pengenalan dan Analisis Vegetasi Hutan Mangrove. Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Romadhon, A. 2008. Kajian nilai ekologi melalui Inventarisasi dan Nilai Indeks

Penting (INP) mangrove terhadap perlindungan Lingkungan kepulauan kangean. Embryo Vol. 5 (1): 82-97.

Romimohtarto, K., dan Sri Juwana. 2007. BIOLOGI LAUT Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut. Jakarta: Djambatan.

Sangihe Dalam Angka. 2012. Kepulauan Sangihe. Badan Pusat Statistik (BPS). Saenger, P. 1982. Morphological, Anatomical and Reproductive Adaptations of

Australian Mangroves. In B.F. Clough (ed): Mangrove Ecosystem in Australia Structure, Function and Management. Australian Institute of Marine Science. Canberra: Australian National University Press.

(60)

45

Sofyarita, S. 2006. Kondisi dan Struktur Vegetasi Mangrove di Wilayah Pesisir Teluk Tomini Selatan, Sulawesi Tengah. Skripsi. Universitas Padjajaran. Syah Candra. 2003. Pengaruh Penebangan Terhadap Suksesi Hutan ALam

Mangrove di Provinsi Kalimantan Barat. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Syahril, A. R. 1995. Studi Pola Sebaran Mangrove Berdasarkan Salinitas di Pantai

Malili, Kab. Lulu. Skripsi. Universitas Hassanudin.

Talaud Dalam Angka. 2012. Kepulauan Talaud. Badan Pusat Statistik (BPS). Talib, M. F. 2008. Struktur dan Pola Zonasi (Sebaran) Mangrove serta

Makrozoobenthos yang Berkoeksistensi, di Desa Tanah Merah dan Oebelo Kecil Kabupaetn Kupang. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

(61)

Lampiran 1. Jenis-jenis mangrove yang ditemukan di Kep. Sangihe dan Kep. Talaud

Rhizophora apiculata Rhizophora mucronata Rhizophora stylosa

Bruguiera gymnorhiza Bruguiera parviflora Bruguiera sexangula

Sonneratia caseolaris Avicennia marina Sonneratia alba

(62)

47

Lampiran 2. Hasil analisis vegetasi mangrove

Hasil analisis vegetasi mangrove di Stasiun Talengen Petak 10x10 (Pohon)

No Jenis FM KM DM FR (%) KR (%) DR (%) INP

1 R. apiculata 0.889 0.050 753.786 61.54 59.21 78.09 198.84

2 S. caseolaris 0.111 0.004 6.119 7.69 5.26 0.63 13.59

3 B. gymnorhiza 0.444 0.030 205.314 30.77 35.53 21.27 87.57

Total 1.444 0.084 965.219 100.00 100.00 100.00 300.00 Petak 5x5 (Pancang)

No Jenis FM KM DM FR (%) KR (%) DR (%) INP

1 R. apiculata 0.889 0.044 58.763 88.89 97.56 99.91 286.36

2 S. caseolaris 0.111 0.001 0.051 11.11 2.44 0.09 13.64

Total 1 0.046 58.814 1 1 1 3

Petak 2x2 (Semai)

No Jenis FM KM DM FR (%) KR (%) DR (%) INP

1 R. apiculata 0.111 0.006 - 100 100 - 200

(63)

Lanjutan ...

Hasil analisis vegetasi mangrove di Stasiun Kaluwatu

Petak 10x10 (Pohon)

No Jenis FM KM DM FR (%) KR (%) DR (%) INP

1 R. apiculata 0.875 0.061 1391.408 53.85 59.76 69.59 183.19

2 B. gymnorhiza 0.375 0.031 490.707 23.08 30.49 24.54 78.11

3 B. sexangula 0.375 0.01 117.376 23.08 9.76 5.87 38.70

Total 1.625 0.103 1999.491 100 100 100 300 Petak 5x5 (Pancang)

No Jenis FM KM DM FR (%) KR (%) DR (%) INP

1 R. apiculata 0.875 0.05875 28.496 58.33 77.05 93.57 228.96

2 B. sexangula 0.125 0.00125 0.073 8.33 1.64 0.24 10.21

3 B. gymnorhiza 0.375 0.015 1.865 25.00 19.67 6.12 50.80

4 B. parviflora 0.125 0.00125 0.020 8.33 1.64 0.06 10.04

Total 1.500 0.07625 30.454 100 100 100 30

Petak 2x2 (Semai)

No Jenis FM KM DM FR (%) KR (%) DR (%) INP

1 R. apiculata 0.625 0.115 - 100 100 - 200

(64)

49

Lanjutan ...

Hasil analisis vegetasi mangrove di Stasiun Binebas

(65)

Lanjutan ...

Hasil analisis vegetasi mangrove di Stasiun Binebas Petak 10x10

No Jenis FM KM DM FR (%) KR (%) DR (%) INP

1 S. alba 1.000 0.15 3320.556 42.86 80.36 96.49 219.70

2 Ae. corniculatum 0.333 0.023 113.7524 14.29 12.50 3.31 30.09

3 R. apiculata 0.333 0.006 4.187 14.29 3.57 0.12 17.98

4 R. stylosa 0.667 0.006 3.025 28.57 3.57 0.09 32.23

Total 2.333 0.187 3441.520 100 100 100 300

Petak 5x5

No Jenis FM KM DM FR (%) KR (%) DR (%) INP

1 S. alba 1.000 0.03 5.658 42.86 50 75.84 168.69

2 Ae. corniculatum 0.667 0.01 0.168 28.57 16.67 2.24 47.48

3 R. stylosa 0.667 0.02 1.635 28.57 33.33 21.92 83.82

Total 2.333 0.060 7.461 100 100 100 300

Petak 2x2

No Jenis FM KM DM FR (%) KR (%) DR (%) INP

1 S. alba 1.000 0.143 - 30.00 54.43 - 84.43

2 Ae. corniculatum 1.000 0.08 - 30.00 30.38 - 60.38

3 Av. marina 1.000 0.037 - 30.00 13.92 - 43.92

3 R. stylosa 0.333 0.003 - 10.00 1.27 - 11.27

(66)

Gambar

Tabel 7. Nilai indeks keanekaragaman mangrove di Kep. Sangihe dan
Gambar 1. Bagan kerangka berfikir
Gambar 4. Lokasi Kep. Sangihe dan Talaud (Sumber: Loketpetapu.go.id, 2014)
Gambar 5. Lokasi penelitian di Kep. Sangihe
+7

Referensi

Dokumen terkait

Di samping itu, wilayah Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud kembali dimekarkan dengan dibentuknya Kabupaten Siau Tagulandang Biaro berdasarkan Undang-Undang Nomor 15

Hasil analisis vegetasi menunjukkan bahwa pada hutan alam memiliki jumlah jenis dan nilai indeks keanekaragaman yang lebih tinggi untuk tingkat pohon dan

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa vegetasi di kawasan Hutan Sekunder Universitas Riau memiliki tingkat keanekaragaman yang sedang dan stabil, ditunjukkan dari nilai

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa vegetasi di kawasan Hutan Sekunder Universitas Riau memiliki tingkat keanekaragaman yang sedang dan stabil, ditunjukkan dari nilai

Hasil perhitungan yang terlihat pada Tabel 6 menunjukan bahwa, nilai frekuensi relatif tertinggi (FR) distasiun I yaitu jenis Rhizophora mucronata untuk kategori pohon,

Sonneratia alba menjadi vegetasi penyusun utama dan paling dominan pada tingkat pohon, sedangkan pada tingkat tiang dan pancang dikuasai oleh Rhizophora apiculata

nilai indeks keanekaragaman (H’) di keempat stasiun dapat dikategorikan keanekaragaman sedang (tercemar ringan) dengan nilai indeks keseragaman (E) yang menggambarkan

Struktur vegetasi mangrove bedasarkan distribusi diameter pohon per transek Gambar 2 menunjukkan bahwa distribusi tinggi pohon mangrove memiliki tinggi rata-rata yang mendominasi, yaitu