• Tidak ada hasil yang ditemukan

Differential Item Functioning (DIF) Administrasi Tes pada Aitem Big Five Inventory (BFI) versi Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Differential Item Functioning (DIF) Administrasi Tes pada Aitem Big Five Inventory (BFI) versi Indonesia"

Copied!
366
0
0

Teks penuh

(1)

TES PADA AITEM

BIG FIVE INVENTORY

(BFI) VERSI

INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

UTAMI NURHAFSARI PUTRI

091301050

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

i

SKRIPSI

DIFFERENTIAL ITEM FUNCTIONING

(DIF) ADMINISTRASI

TES PADA AITEM

BIG FIVE INVENTORY

(BFI) VERSI

INDONESIA

Dipersiapkan dan disusun oleh:

UTAMI NURHAFSARI PUTRI

091301050

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

Pada tanggal 11 Juli 2013

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Psikologi

Prof. Dr. Irmawati, psikolog

NIP. 19530131 198003 2 001

Tim Penguji Departemen Psikologi Umum dan Eksperimen

1.

Dina Nazriani, MA

Penguji I/ Dosen

NIK: 841005 1104 2001

Pembimbing

2.

Etty Rahmawati, M. Si

Penguji II

NIP : 19810725 200801 2 013

3.

Juliana I. Saragih, M. Psi, psikolog Penguji III

NIP : 19800722 200502 2 001

(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan dengan

sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:

Differential Item Functioning

(DIF) Administrasi Tes pada Aitem

Big

Five Inventory

(BFI) versi Indonesia

adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar

kesarjanaan disuatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip

dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan

norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam skripsi ini,

saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademis yang saya sandang dan

sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Oktober 2013

Utami Nurhafsari Putri

(4)

iii

Inventory

(BFI) versi Indonesia

Utami Nurhafsari Putri

1

dan Dina Nazriani

2

.

ABSTRAK

Perkembangan teknologi dimasa ini memunculkan administrasi tes baru,

yaitu administrasi tes

online

, yang sebelumnya hanya menggunakan metode

paper-and-pencil

atau bisa disebut dengan administrasi tes manual.

Perkembangan metode pelaksanaan tes ini memunculkan tantangan baru berkaitan

dengan evaluasi karakteristik psikometris alat tes, salah satunya adalah pengujian

DIF. DIF merupakan konsep pengukuran bias yang berpengaruh pada validitas.

DIF bertujuan untuk melihat keadilan aitem suatu alat tes pada dua kelompok

yang berbeda. Penelitian ini menggunakan Big Five Inventory (BFI) versi

Indonesia yang diadaptasi oleh Mariyanti dan Rahmawati (2011). Penelitian ini

bertujuan untuk melihat apakah BFI versi Indonesia adil dan bisa digunakan baik

saat diadministrasikan secara manual maupun

online.

Hasil penelitian ini

menemukan terdapat DIF administrasi tes pada tiga aitem BFI versi Indonesia

yang berasal dari aspek

Extraversion

dan

Openness

, dengan

effect size

yang tidak

signifikan (

negligible

). Hal ini menunjukkan bahwa secara umum, alat tes BFI

versi Indonesia dapat dipergunakan dan disajikan baik pada administrasi tes

manual maupun

online

.

Kata Kunci

:

Differential Item Functioning

(DIF)

,

Administrasi Tes

,

BFI,

Big Five

1

Mahasiswa Fakutas Psikologi Universitas Sumatera Utara

2Dosen Departemen Umum dan Eksperimen Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

(5)

Inventory

(BFI) Indonesian Version

Utami Nurhafsari Putri

1

and Dina Nazriani

2

.

ABSTRACT

The development of technology in this era emerges the new test

administration, namely online test administration, which previously only using

paper-and-pencil

or can be called with the manual test administration. The

development of this method emerges new challenges relating to the evaluation of

psychometrics characteristic of the test, one of which is testing DIF. DIF is a

concept of bias measurement that can be affecting validity. The purpose of DIF is

checking the item fairness of the test for two different groups. This research is

using Big Five Inventory (BFI) Indonesian version which is already adapted by

Mariyanti and Rahmawati (2011). The purpose of this research is checking

whether BFI Indonesian version is fair and can be used for both online and

manual test administration. The result of this research found that there was DIF

test administration on three items of BFI Indonesian version that belongs to

Extraversion and Openness

aspect, with negligible effect size. This fact shows

that in common, this BFI Indonesian version test can be used and administered

both online and manual test administration.

Keywords

: Differential Item Functioning

(DIF)

,

Test Administration

,

BFI,

Big

Five

1

The Student of Psychology Faculty, University of Sumatera Utara

(6)

v

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT beserta

junjungan nabi besar Muhammad SAW karena berkat karunia-Nya membuat

Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “

Differential Item Functioning

(DIF) Administrasi Tes pada Aitem

Big Five Inventory

(BFI) versi Indonesia”.

Penulisan skripsi ini dilaksanakan untuk memenuhi persyaratan sarjana.

Selain itu, Penulis juga berharap skripsi ini dapat memperluas wawasan dan

menambah pengetahuan para pembaca sebagai mahasiswa, praktisi psikologi

eksperimen dan para praktisi psikometri, dan bagi setiap orang yang meminati

dunia Psikologi Umum dan Eksperimen, khususnya yang berkaitan dengan

karakteristik psikometri suatu alat ukur.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1.

Seluruh keluarga, bapak, mama, dan adik yang selalu memberi

dukungan dalam kehidupan saya.

2.

Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog., selaku Dekan Fakultas Psikologi

USU

3.

Kak Dina Nazriani, MA, selaku dosen pembimbing dan mentor

penulis, beserta Ibu Etty Rahmawati, M.Si., Kak Juliana Saragih,

M.Psi, psikolog., sebagai dosen penguji penulis yang telah banyak

membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

4.

Pak Ferry Novliadi, M. Si., Kak Arliza Lubis, M.Psi, psikolog., Bang

Tarmidi, M.Psi, psikolog., Pak Ari Widiyanta, M.Si, psikolog., Kak

(7)

Masitah, M.Si., dan semua dosen terutama dosen Departemen

UMEKS yang secara langsung ataupun tidak langsung memberikan

bantuan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5.

Teman-teman saudara seminar saya di Dept. UMEKS, wulan, rahmi,

bang Hitler, bang Armen, dan juga bang Agus yang telah banyak

membantu memberikan waktu, masukan, inspirasi, semangat, dan juga

meminjamkan buku kepada penulis.

6.

Kakak, Adik, Teman-teman di Psikologi dan di luar Psikologi,

terutama wina, dian wulan, dicky, dkk., yang selalu ada dan selalu

memberikan bantuan serta semangat buat penulis. Para partisipan

penelitian, serta semua pihak yang telah memberikan dukungan

kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan,

untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi

perbaikan di masa yang akan datang. Penulis juga meminta maaf jika terdapat

kesalahan dalam proses penyelesaian penelitian ini. Akhir kata penulis berharap

kiranya hasil dari penelitan ini nantinya dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Oktober 2013

(8)

vii

LEMBAR PENGESAHAN... i

LEMBAR PERNYATAAN... ii

ABSTRAK... iii

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang... 1

B.

Rumusan Masalah... 9

C.

Tujuan Penelitian... 9

D.

Manfaat Penelitian... 9

E.

Sistematika Penulisan... 10

BAB II LANDASAN TEORI

A.

Big Five

... 12

1.

Sejarah

Big Five

... 12

2.

Tipe Kepribadian

Big Five

... 14

3.

Big Five Inventory

... 17

B.

Differential Item Functioning

(DIF)…

... 21

1.

Definisi

Differential Item Functioning

(DIF)... 23

(9)

2.

Sumber

Differential Item Functioning

(DIF)... 24

3.

Jenis

Differential Item Functioning

(DIF)... 26

4.

Metode Analisis DIF... 27

C.

Administrasi Tes………....…

... 29

1.

Definisi Administ

rasi Tes…

... 29

2.

Hal-hal yang Berkaitan dengan Administrasi Tes... 30

a.

Persiapan Tester... 30

b.

Kondisi Tes... 31

c.

Perkenalan Tes:

Rapport

dan Orientasi tes... 33

D.

Differential Item Functioning

Administrasi Tes pada Aitem

Big Five

Inventory

versi Indonesia... 35

BAB III METODE PENELITIAN

A.

Data yang Digunakan ... 44

B.

Subjek Penelitian... 44

C.

Instrumen Penelitian... 45

D.

Prosedur Pelaksanaan Penelitian... 46

1.

Persiapan Penelitian... 46

2.

Pelaksanaan Penelitian... 47

3.

Pengolahan Data Penelitian... 49

(10)

ix

5.

Kesimpulan dan Saran... 50

E.

Metode Analisis Data... 50

1.

Reliabilitas ... 51

2.

Regresi Logistik (Ordinal) ... 52

F.

Program Komputer yang Digunakan... 54

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Analisa Data Penelitian... 56

1.

Gambaran Subjek Penelitian... 56

2.

Hasil Analisis... 58

a.

Reliabilitas Komposit... 58

b.

Differential Item Functioning

(DIF) ... 59

B.

Pembahasan... 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A.

Kesimpulan... 70

B.

Saran... 70

DAFTAR PUSTAKA... 73

LAMPIRAN... 76

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.

Sub Faktor pada

trait

dalam model

Big Five..

... 17

Tabel 2.

Pengelompokan Aitem-Aitem pada BFI versi Indonesia... 21

Tabel 3.

Blueprint

berdasarkan definisi BFI versi Indonesia... 46

Tabel 4.

Gambaran Subjek penelitian Kelompok Manual dan

Online

Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia... 56

Tabel 5.

Reliabilitas Skor Komposit Manual dan

Online

... 58

Tabel 6.

Hasil Analisis Regresi Logistik Ordinal per Aitem BFI versi

Indonesia... 59

(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.

BFI versi Indonesia... 76

Lampiran 2.

Output

SPSS Uji Normalitas... 79

Lampiran 3.

Output

SPSS (

Pearson-Product Moment

) Korelasi Antar

Aspek BFI... 80

Lampiran 4.

Output

SPSS Reliabilitas (

alpha cronbach

) setiap Aspek

BFI dan Koefisien Standar Deviasi setiap Aspek

BFI... 82

Lampiran 5.

SPSS

SYNTAX Regresi Logistik Ordinal... 85

Lampiran 6.

Output

SPSS Regresi Logistik Ordinal... 92

(13)

Inventory

(BFI) versi Indonesia

Utami Nurhafsari Putri

1

dan Dina Nazriani

2

.

ABSTRAK

Perkembangan teknologi dimasa ini memunculkan administrasi tes baru,

yaitu administrasi tes

online

, yang sebelumnya hanya menggunakan metode

paper-and-pencil

atau bisa disebut dengan administrasi tes manual.

Perkembangan metode pelaksanaan tes ini memunculkan tantangan baru berkaitan

dengan evaluasi karakteristik psikometris alat tes, salah satunya adalah pengujian

DIF. DIF merupakan konsep pengukuran bias yang berpengaruh pada validitas.

DIF bertujuan untuk melihat keadilan aitem suatu alat tes pada dua kelompok

yang berbeda. Penelitian ini menggunakan Big Five Inventory (BFI) versi

Indonesia yang diadaptasi oleh Mariyanti dan Rahmawati (2011). Penelitian ini

bertujuan untuk melihat apakah BFI versi Indonesia adil dan bisa digunakan baik

saat diadministrasikan secara manual maupun

online.

Hasil penelitian ini

menemukan terdapat DIF administrasi tes pada tiga aitem BFI versi Indonesia

yang berasal dari aspek

Extraversion

dan

Openness

, dengan

effect size

yang tidak

signifikan (

negligible

). Hal ini menunjukkan bahwa secara umum, alat tes BFI

versi Indonesia dapat dipergunakan dan disajikan baik pada administrasi tes

manual maupun

online

.

Kata Kunci

:

Differential Item Functioning

(DIF)

,

Administrasi Tes

,

BFI,

Big Five

1

Mahasiswa Fakutas Psikologi Universitas Sumatera Utara

(14)

iv

Inventory

(BFI) Indonesian Version

Utami Nurhafsari Putri

1

and Dina Nazriani

2

.

ABSTRACT

The development of technology in this era emerges the new test

administration, namely online test administration, which previously only using

paper-and-pencil

or can be called with the manual test administration. The

development of this method emerges new challenges relating to the evaluation of

psychometrics characteristic of the test, one of which is testing DIF. DIF is a

concept of bias measurement that can be affecting validity. The purpose of DIF is

checking the item fairness of the test for two different groups. This research is

using Big Five Inventory (BFI) Indonesian version which is already adapted by

Mariyanti and Rahmawati (2011). The purpose of this research is checking

whether BFI Indonesian version is fair and can be used for both online and

manual test administration. The result of this research found that there was DIF

test administration on three items of BFI Indonesian version that belongs to

Extraversion and Openness

aspect, with negligible effect size. This fact shows

that in common, this BFI Indonesian version test can be used and administered

both online and manual test administration.

Keywords

: Differential Item Functioning

(DIF)

,

Test Administration

,

BFI,

Big

Five

1

The Student of Psychology Faculty, University of Sumatera Utara

2The Lecturer of General and Experiment Department of Psychology Faculty, University of Sumatera Utara

(15)

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Psikologi adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia.

Terdapat banyak cara untuk mempelajari perilaku manusia, salah satunya adalah

dengan menggunakan alat tes psikologi. Tujuan penggunaan alat tes psikologi

bergantung pada apa yang ingin dilihat, baik itu intelegensi, struktur kepribadian,

maupun minat dan bakat individu.

Tes psikologi adalah alat ukur yang berisikan sekumpulan aitem

berstandar objektif yang dapat digunakan secara luas, yang dapat membedakan

ataupun memprediksi karakteristik individu baik secara psikologis ataupun

perilakunya (Anastasi & Urbina, 1997; Kaplan & Sacuzzo, 2005). Tes psikologi

akan menghasilkan skor berdasarkan respon yang diberikan dari individu, yang

kemudian memberikan informasi mengenai seberapa baik individu dalam bidang

tertentu, bisa dalam pekerjaan ataupun mengetahui karakter seseorang, tergantung

dari tujuan tes psikologi dan tiga fungsi utamanya, yaitu pada konteks pendidikan,

pekerjaan, dan klinis (Anastasi dan Urbina, 1997; Aslam, 2011).

Menurut Kaplan dan Saccuzo (2005), terdapat dua jenis tes psikologi,

yaitu tes kepribadian (

personality test

) dan tes kemampuan (

ablility test

),

termasuk tes intelegensi. Tes kepribadian digunakan untuk melihat struktur

kepribadian individu, seperti BFI, 16PF, MMPI, dan sebagainya. Sedangkan tes

kemampuan digunakan untuk melihat keterampilan individu terhadap suatu hal,

(16)

Alat tes kemampuan umumnya hanya menggunakan satu jenis alat tes

dalam serangkaian tes psikotest (misalnya IST saja, CFIT, atau APM saja),

sedangkan alat tes kepribadian memiliki beragam alat tes. Beberapa alat tes yang

sering digunakan adalah EPPS, Papikostick, Kraepelin, dan PAULI (Juliana,

komunikasi personal tanggal 19 Oktober 2012 pukul 12.30 WIB). Selain keempat

tes kepribadian diatas, terdapat pula DISC, dan juga tes Grafis yang umumnya

juga digunakan di biro psikologi (Tarmidi, komunikasi personal tanggal 24 April

2013 pukul 09.00 WIB).

Biasanya tes kepribadian yang dipergunakan tidak terlalu berbeda dan

bervariasi antara biro yang satu dengan yang lain (Ari, komunikasi personal

tanggal 24 April 2013 pukul 09.30 WIB). Hal ini tergantung dari permintaan

user

mengenai hal apa saja yang perlu untuk diungkap. Untuk menambah informasi,

dapat dilakukan pula

self-report

yang dibuat langsung oleh psikolog dan juga

adanya wawancara untuk melihat aspek non-verbal peserta tes (Ferry, komunikasi

personal tanggal 24 April 2013 pukul 11.00 WIB).

Berdasarkan hasil wawancara dan fenomena yang ditemukan oleh peneliti,

didapatkan informasi bahwa penggunaan alat tes kepribadian lebih banyak

variasinya dibandingkan untuk tes kemampuan, yang sudah pasti memiliki usaha

lebih banyak baik dari segi waktu maupun jumlah aitem. Sedangkan secara

praktis, alat tes tidak dibenarkan memakan banyak waktu karena dapat

menimbulkan kelelahan dan kebosanan (Burisch, dalam John, O. P., Naumann, L.

P., & Soto, C. J., 2008; John & Srivastava, 1999). Salah satu alat tes dengan aitem

sedikit sehingga memiliki efisiensi waktu dan tenaga adalah alat tes kepribadian

(17)

Big Five Inventory

(BFI) yang disusun oleh John, Donahue dan Kentle pada tahun

1991 dengan menggunakan teori kepribadian

Big Five

.

Saat ini banyak ahli psikologi berkeyakinan bahwa gambaran yang paling

baik mengenai struktur

trait

dimiliki oleh

Big Five

yang juga dikenal dengan

istilah

Five Factor Model

(Mastuti, 2005)

,

karena luasnya level abstraksi yang

dimiliki. Luasnya level abstraksi yang dimaksudkan adalah meski sudah banyak

ahli teori yang membentuk berbagai macam

trait,

pada dasarnya adalah kelima hal

tersebut. Adanya kesamaan antara sebagian besar sistem yang ada pada ciri-ciri

kepribadian memberikan model deskriptif integratif untuk penelitian. Dengan

demikian, struktur

Big Five

tidak berarti bahwa

trait

kepribadian dapat dikurangi

menjadi hanya lima dimensi. Sebaliknya, lima dimensi ini mewakili kepribadian

pada tingkat abstraksi luas, dan masing-masing dimensi merangkum sejumlah hal

berbeda, dengan karakteristik kepribadian yang lebih spesifik (John & Srivastava,

1999; McCrae & Costa, 2003; dalam Pervin, 2005). Selain itu, teori

big five

juga

terbukti memiliki konsistensi meski diterapkan di tempat berbeda, termasuk

Indonesia (Widhiarso, 2004).

Banyaknya penelitian dan hasil riset yang dilakukan oleh para ahli

kepribadian, termasuk diantaranya Eysenck, Cattell, dan Costa dan McCrae,

dimana kemudian munculnya kesepakatan bahwa kepribadian individu terdiri dari

(18)

komunikasi personal tanggal 16 Mei 2013). Bahkan terlihat peningkatan publikasi

penelitian-penelitian yang berkaitan dengan

Big Five

sejak terbentuknya konsep

tersebut. Tercatat pada tahun 2005-2009 jumlah penelitian yang dipublikasikan

mencapai lebih dari 1500an jika dibandingkan pada tahun awal terbentuknya

konsep

Big Five

, yaitu awal tahun 1990an yang hanya berkisar 250an (John, O. P.,

Naumann, L. P., & Soto, C. J., 2008).

Penelitian yang dilakukan oleh Schmitt, dkk (2007) menghasilkan bahwa

BFI sepenuhnya dapat digeneralisasikan dalam budaya yang beragam, dimensi

kepribadian

big five

dapat diukur dengan reliabel pada manusia dengan budaya

yang berbeda. Tak heran jika

Big Five Inventory

(BFI) sudah banyak mengalami

adaptasi ke dalam berbagai bahasa, seperti bahasa Italia, Jerman, Cina, Spanyol,

Portugis,

Swedia,

Belanda,

Ibrani,

dan

Lithuania

(http://www.ocf.berkeley.edu/~johnlab/bfi.htm). Pengadaptasian bahasa ini tidak

terkecuali kedalam bahasa Indonesia yang dilakukan oleh Mariyanti dan

Rahmawati yang merupakan peneliti yang berasal dari Universitas Sumatera

Utara, pada tahun 2011.

BFI yang sudah diadaptasi tersebut berisi empat puluh empat aitem

sehingga tidak menimbulkan kelelahan, waktunya lebih singkat, serta dapat

diberikan secara berkelompok. Selain itu, reliabilitas dan validitas konstraknya

juga sudah diuji oleh Mariyanti dan Rahmawati (2011) dalam proses

pengadaptasiannya ke dalam bahasa Indonesia, sehingga layak untuk

dipergunakan demi alasan pengembangan alat ukur BFI.

(19)

Pada dasarnya semua pelaksanaan tes (baik tes kepribadian maupun tes

kemampuan) berawal dari tes

paper-and-pencil

atau bisa disebut administrasi tes

secara manual, namun administrasi tes menggunakan komputer semakin dirasa

lumrah

saat ini. Fenomena ini muncul seiring dengan berkembangnya zaman

dimana perkembangan teknologi baik itu sistem komputerisasi ataupun dunia

internet, semakin tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Kemajuan

teknologi ini memudahkan individu untuk mengakses berbagai informasi dan

memberikan revolusi baru pada dunia alat tes, termasuk pada variasi alat tes

kepribadian yang dapat diakses melalui internet (Kaplan & Sacuzzo, 2005),

sehingga memunculkan administrasi baru yaitu administrasi tes secara

online

.

Fenomena alat tes dengan sistem komputerisasi mulai menjamur dan

sudah banyak pula alat tes yang bisa diakses secara

online.

Seperti halnya pada

alat tes BFI, individu tidak perlu datang ke suatu biro psikologi untuk

mengerjakan tes tersebut karena sudah bisa dikerjakan secara

online

. Meskipun

terkadang menghasilkan kecemasan tersendiri dan tidak ada interaksi langsung

(Kaplan & Sacuzzo, 2005), terdapat beberapa keunggulan yang diberikan ketika

menggunakan komputer yaitu efisiensi waktu, memudahkan dalam proses

pengadministrasian baik dari pihak peserta maupun administrator tes ( Anastasi &

Urbina, 1997).

Perbedaan administrasi tes ini memunculkan tantangan baru berkaitan

dengan karakteristik psikometris alat tes. Salah satu karakteristik psikometris yang

(20)

(administrasi tes secara manual ataupun

online

), dimana setiap individu pada

kedua kelompok memiliki

latent trait

yang sama, yaitu memiliki OCEAN.

DIF

merupakan hal penting yang berkaitan dengan validitas, yang menjadi hal

fundamental bagi alat tes (American Educational Research Association, dkk.,

dalam Osterlind, 2010).

Konsep DIF berkaitan dengan apakah kelompok yang satu dengan yang

lain, yang memiliki

latent trait

yang sama, memberikan respon yang sama ketika

diberikan aitem yang sama (keadilan antara kelompok yang satu dengan yang

lain). DIF menjadi penting untuk diuji jika terdapat keraguan dua kelompok tidak

akan mendapatkan perlakuan yang adil meski mendapat stimulus yaitu berupa

aitem yang sama. Sama halnya dalam konteks perbedaan administrasi tes yaitu

manual dan

online

, perlu diperhatikan keadilan aitem pada alat tes yang diberikan

pada kedua kelompok.

Pengadministrasian tes sejak awal dibuat untuk diadministrasikan secara

manual, yang kemudian ditransformasi dan dibentuk dalam

form digital

yang

dapat diakses melalui komputer dan jaringan internet yang kemudian dikenal

dengan adminitrasi tes

online

. Administrasi tes

online

mungkin memberikan

keunggulan tersendiri, namun terlepas dari itu, pada awalnya setiap tes

diadministrasikan secara manual, termasuk BFI. BFI dikonstruk awalnya untuk

diberikan secara manual kepada peserta tes, meskipun sekarang sudah bisa

ditemui pengerjaannya secara

online.

Pada dasarnya alat tes harus bisa berfungsi

sebaik pengadministrasian dasarnya, yaitu administrasi manual. Namun adanya

fenomena administrasi tes

online

, memunculkan pertanyaan sejauh mana kedua

(21)

administrasi ini dapat berfungsi sama, yaitu mampu memberikan respons yang

sama dari kedua kelompok yang mendapat pengadministrasian yang berbeda,

terhadap aitem yang sama dari alat tes BFI.

Penelitian oleh Aslam (2011) yang berkaitan dengan standarisasi instruksi

pada pengadministrasian tes juga menghasilkan kesimpulan secara umum bahwa

terdapat pengaruh instruksi yang terstandar dan yang tidak terstandar

dalam

pengadministrasian

Big Five Inventory

terhadap hasil

Big Five Inventory

. Hasil

penelitian ini cukup memberikan bukti bahwa metode pengadministrasian yang

sama (administrasi manual), namun dengan instruksi yang berbeda (tidak standar)

saja bisa memberikan pengaruh pada hasil tes, terlebih lagi jika metode

pengadministrasiannya secara keseluruhan sudah jelas berbeda seperti halnya

pada administrasi tes manual dan

online

.

Penggunaan komputer sebagai alat bantu dalam mendapatkan informasi

selain dari EPPS, Papikostik, dan tes grafis sudah diaplikasikan. Namun,

penggunaan komputer dianggap masih terbatas dan tidak dijadikan pedoman

utama dalam mendiagnosa individu. Hal ini dikarenakan, keterbatasan informasi

yang bisa didapat dari tes dengan program komputer, terlebih lagi ketika tes

tersebut digunakan oleh yang bukan berlatar belakang psikologi. Penggunaan

sistem komputer dirasa unggul dalam efisiensi waktu, namun dianggap tidak

memberikan esensi dari psikologis itu sendiri karena hanya sedikit informasi yang

bisa didapat atau digali. Berbeda dengan manual dimana

skill

psikolog akan

berperan didalamnya. Tidak menutup mata bahwa perkembangan zaman harus

(22)

sistem komputerisasi kemudian diaplikasikan. Namun, tetap ada yang harus

dipertimbangkan dimana penggunaannya harus disesuaikan dengan situasi yang

ada (Ari, komunikasi personal 24 April 2013).

Kemajuan teknologi mungkin mempermudah dan meringankan kinerja

individu, namun tetap tidak bisa menggantikan secara penuh keutamaan yang bisa

dilakukan individu itu sendiri. Sama halnya dengan administrasi tes

online

yang

merupakan “anak baru”

yang masih perlu diajarkan banyak hal (pengujian) jika

dibandingkan dengan administrasi tes manual. Hal ini karena administrasi tes

manual merupakan

setting-

an asli yang menjadi awal mula, dasar, dan acuan

dalam hal pengadministrasian tes. Inilah alasan mengapa administrasi tes manual

dianggap menjadi kelompok referensi (

reference group

)

sedangkan administrasi

tes

online

dianggap sebagai kelompok yang menjadi kelompok fokal (

focal

group

), sesuai dengan istilah penamaan dua kelompok yang dibandingkan pada

konsep DIF. Perlu adanya pengujian untuk melihat apakah ada perbedaan respon

antara kedua kelompok yang memiliki

latent trait

yang sama sudah jelas

mendapat cara pengadministrasian tes berbeda, sehingga uji DIF menjadi hal yang

penting dalam penelitian ini.

Konsep DIF pada kedua kelompok tersebut kemudian diterapkan pada

penggunaan alat tes BFI versi Indonesia yang telah diadaptasi oleh Mariyanti dan

Rahmawati pada tahun 2011. Dengan pengujian DIF administrasi tes, akan teruji

pula keadilan aitem pada alat tes BFI versi Indonesia baik saat diadministrasikan

secara manual maupun

online

.

Dengan adanya pengujian DIF, dapat dilihat

apakah BFI dengan administrasi tes

online

sama baiknya dengan penyajian BFI

(23)

pada administrasi tes secara manual.

Dengan demikian, BFI versi Indonesia akan

teruji DIF administrasi tesnya sebagai alat tes yang adil atau tidak, pada kelompok

manual dan

online.

Penelitian ini juga diharapkan dapat melengkapi karakteristik

psikometri pada BFI versi Indonesia dari segi DIF administrasi tes, sehingga BFI

versi Indonesia ini dapat digunakan dikemudian hari sebagai variasi baru dalam

alat tes kepribadian di Indonesia.

B.

Rumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan

penelitian yaitu, apakah terdapat DIF administrasi tes

pada aitem-aitem BFI versi

Indonesia?

C.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat DIF administrasi

tes pada aitem-aitem dalam alat tes BFI

versi Indonesia, sehingga akan teruji

apakah penggunaan BFI versi Indonesia adil ketika diadministrasikan secara

manual maupun

online

.

D.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaaat teoritis maupun

praktis, sebagai berikut:

1.

Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah manfaat keilmuan dalam

(24)

Inventory

versi Indonesia ditinjau dari

differential item functioning

administrasi

tes

.

2.

Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengguna

Big

Five Inventory

agar memperhatikan pengaruh perbedaan administrasi tes,

terutama secara manual dan

online.

Penelitian ini juga diharapkan dapat

melengkapi karakteristik psikometri pada BFI yang telah diadaptasi oleh

Mariyanti dan Rahmawati (2011) ke dalam bahasa Indonesia dari segi DIF

administrasi tesnya, sehingga BFI ini dapat digunakan dikemudian hari sebagai

variasi baru dalam alat tes kepribadian agar bisa dipergunakan di Indonesia.

E.

Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam

pembahasan penelitian ini. Teori yang digunakan adalah teori

Big Five

Personality, Big Five Inventory,

Administrasi Tes, Karakteristik

Psikometri, dan teori

Differential Item Functioning

(DIF).

(25)

BAB III: METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang jenis penelitian, data yang digunakan, subjek

penelitian, instrument penelitian, prosedur penelitian dan metode analisis

data.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan tentang hasil yang didapatkan dari penelitian, disertai

dengan pembahasan mengenai hasil penelitian.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dari hasil penelitian disertai

(26)

12

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Big Five

1.

Sejarah

Big Five

Kepribadian menurut Allport (dalam Schultz, 2005) didefinisikan sebagai

suatu organisasi dinamik dalam diri individu yang merupakan sistem

psychophysical

yang menentukan karakteristik perilaku dan pikiran individu.

Dalam usaha mempelajari kepribadian manusia muncul pertanyaan mengenai

perbandingan antara individu yang satu dan lainnya. Misalnya: seseorang

mungkin saja mengalami depresi, namun sejauh mana tingkat depresi yang

dialaminya? Para ahli sepakat bahwa cara untuk menjawab pertanyaan itu adalah

dengan mengkategorisasikan individu kedalam kelompok tinggi, sedang atau

rendah. Untuk melakukan hal itu maka kepribadian harus diuraikan menjadi

beberapa tipe. Hal ini mengundang perdebatan mengenai jumlah dimensi dasar

dari kepribadian. Berkaitan dengan hal ini, Allport pada tahun 1937 dan para ahli

kepribadian lain, seperti Eysenck, Cattell, dan Costa dan McCrae melakukan

pembahasan. Mereka kemudian membuat kesepakatan bahwa kepribadian terdiri

dari

trait

(Coaley, 2010; John & Srivastava, 1999; McCrae & Costa, 2003; dalam

Pervin, 2005).

Sejak kemunculan metode yang bernama analisis faktor, untuk

mengidentifikasi dimensi atau faktor dari sekian banyaknya

trait

ditahun 1980an,

maka mulailah banyak konsep mengenai

trait

yang bermunculan, termasuk

konsep dimensi yang dibuat oleh Eysenck (3 dimensi utama) dan Cattell (16

(27)

dimensi utama) terhadap kepribadian. Tupes, Chrystal, dan Goldberg pada tahun

1981 (dalam Coaley, 2010), adalah peneliti pertama yang menemukan bahwa

kepribadian bisa dikecilkan menjadi hanya 5 (lima) komponen. Kelima faktor

yang ditemukan tersebut dibentuk dengan metode yang sederhana, yaitu mencoba

menemukan unit dasar dari kepribadian dengan menganalisis kata-kata yang

orang-orang biasa (tidak hanya psikolog) gunakan sehari-hari, untuk

mendeskripsikan

kepribadian

seseorang.

Hasilnya

kemudian

diurutkan

menggunakan analisis faktor untuk melihat

trait

yang mana yang bisa berjalan

secara bersamaan (Goldberg, dalam John, O. P., Naumann, L. P., & Soto, C. J.,

2008; Pervin, 2005; Coaley, 2010).

Costa dan McCrae pada tahun 1985, 1992, adalah para peneliti yang

paling terkenal dalam menemukan kelima faktor tersebut melalui analisis faktor

(Coaley, 2010). McCrae & Costa.Jr (dalam Pervin, 2005) menyatakan bahwa pada

trait

kepribadian digambarkan dalam bentuk lima dimensi dasar. Lima faktor

tersebut terdiri dari

Opennes, Conscientiousness, Extraversion, Agreeableness,

dan

Neuroticism

, yang biasa disebut OCEAN untuk mempermudah

penghafalannya (John dalam Pervin, 2005).

Penamaan

trait

mungkin berbeda pada setiap teoris dan dari alat ukur yang

ada, namun ide dan kontennya tetap sama. Hal ini kemudian mengundang

persetujuan bahwa data yang ada mengarah pada kesimpulan bahwa yang

terbentuk adalah kelima faktor tersebut. Dengan kata lain, deskripsi kepribadian

(28)

yang luar biasa, yang dikenal sebagai

Big Five

(John & Srivastava, 1999; McCrae

& Costa, 2003; dalam Pervin, 2005; Coaley 2010).

Konsep

Big Five

banyak dilibatkan dalam berbagai penelitian oleh ahli

kepribadian di berbagai negara, dan tetap menghasilkan gambaran 5 dimensi dasar

kepribadian. Fakta ini mendukung munculnya kesepakatan yang menyatakan

bahwa konsep

Big Five

stabil. (Coaley, 2010; Pervin, 2005). Bahkan terlihat

peningkatan publikasi penelitian-penelitian yang berkaitan dengan

Big Five

atau

istilah lainnya adalah

Five Factor Model

(FFM) sejak terbentuknya konsep

tersebut. Tercatat pada tahun 2005-2009 jumlah publikasi mencapai lebih dari

1500an jika dibandingkan pada tahun awal terbentuknya konsep

Big Five

, yaitu

awal tahun 1990an yang hanya berkisar 250an publikasi (John, O. P., Naumann,

L. P., & Soto, C. J., 2008).

2.

Tipe Kepribadian

Big Five

Berdasarkan penjelasan mengenai sejarah

Big Five

, maka dapat

disimpulkan bahwa

Big Five Personality

adalah suatu pendekatan dalam dunia

psikologi untuk melihat kepribadian manusia dengan menggunakan konsep FFM,

yaitu

trait

yang tersusun dalam lima buah domain kepribadian yang telah dibentuk

dengan menggunakan analisis faktor. Berikut ini adalah

trait-trait

dalam

domain-domain dari

Big Five Personality

Costa & McCrae (dalam Pervin, 2005), yaitu:

a.

Openness (O)

Openness

yang dimaksudkan adalah

openness to experience,

dimana

trait

ini mengidentifikasikan kepribadian individu dari sudut pandang keaktifan dalam

mencari dan mengapresiasi pengalaman hidup, toleransinya terhadap hal-hal yang

(29)

baru dan tidak biasa. Orang dengan skor tinggi merupakan orang yang memiliki

rasa ingin tahu, ketertarikan yang luas, kreatif,

original

, imajinatif, dan menyukai

hal yang bervariasi (tidak tradisional). Sedangkan orang dengan skor rendah

memiliki pemikiran yang konvensional,

down-to-earth

, ketertarikannya hanya

pada hal tertentu, tidak artistik, dan tidak analitis.

b.

Conscientiousness (C)

Trait ini mengidentifikasikan kepribadian individu dari sudut pandang

derajat kemampuan individu terhadap pengorganisasian, daya tahan dan motivasi

berperilaku dalam meraih tujuan, tidak bergantung, tidak tahan dengan orang yang

ceroboh dan tidak bersemangat. Orang dengan skor tinggi dapat dipercaya,

terorganisir dan teratur, pekerja keras, disiplin dan tepat waktu, teliti, rapi,

ambisius, dan gigih. Sedangkan orang dengan skor rendah terlihat tanpa tujuan

dan terlihat tidak perduli akan sesuatu, malas, sulit diandalkan, sembrono dan

tidak teratur, mudah menyerah, dan suka bersenang-senang (

hedonis

).

c.

Extraversion (E)

Trait

ini mengidentifikasikan kepribadian individu dari segi kuantitas dan

intensitas interaksi interpersonal, level aktivitas, kebutuhan untuk menstimulasi,

kapasitas untuk memberi kesenangan. Orang dengan skor tinggi merupakan orang

(30)

d.

Agreeableness (A)

Trait

ini mengidentifikasikan kepribadian individu dari segi kualitas

pikiran, perasaan, dan tindakan, terhadap orientasi interpersonal dalam kontinum

(rentang)

compassion

hingga

antagonism

. Orang dengan skor tinggi berhati

lembut,

good-nature,

percaya pada orang lain, pemaaf, penolong, polos dan

terang-terangan/blak-blakan. Sedangkan orang dengan skor rendah lebih kasar,

curiga, sinis, kurang kooperatif, memiliki lebih mungkin dalam menyimpan

dendam, menyebalkan dan terkesan kejam, mementingkan kepentingan sendiri,

serta manipulatif.

e.

Neuroticism (N)

Trait

ini mengidentifikasi kepribadian individu pada sudut pandang

kestabilan emosi, yang berkaitan dengan

distress

psikologis, ide yang tidak

realistis, harapan atau dorongan yang berlebihan, dan

coping respon

yang

maladaptif. Orang dengan skor tinggi akan memiliki rasa khawatir, cemas,

emosional, merasa tidak aman, merasa ada yang kurang, dan perasaan sedih atas

dirinya. Sedangkan orang dengan skor rendah mempunyai bawaan santai, tenang

,

tidak emosional, lebih stabil, merasa lebih aman dan merasa puas akan dirinya.

Kelima domain

trait

pada model

Big Five

tersebut dibagi kedalam enam

subfaktor oleh Costa & McCrae (dalam Pervin, 2005; John & Srivastava, 1999),

yaitu:

(31)

Tabel 1.

Sub Faktor pada

trait

dalam model

Big Five

Positive Emotions (emosi yang positif) Warmth (kehangatan)

Agreeableness

Straightforwardness (berterusterang) Trust (kepercayaan)

Altruism (mendahulukan kepentingan orang lain) Modesty (rendah hati)

3.

Big five Inventory

(BFI)

Ada beberapa alat tes yang dibentuk dengan menggunakan konsep

Big

Five,

antara lain yaitu

Big Five Inventory

(BFI), NEO PI-R,

International Item

Pool

(IPIP), PCI, dan HPI. Mastuti (2005) menyatakan bahwa di Indonesia

penggunaan alat ukur kepribadian

Big Five

maupun pengembangan alatnya masih

belum begitu populer. Padahal banyak hal yang mampu diprediksi dengan

(32)

John, Donahue, dan Kentle menyadari akan kebutuhan suatu instrumen

yang efisien, fleksibel, dan berlaku universal, dalam kepentingannya untuk

mengukur kepribadian individu dengan menggunakan konsep

big five

. Kemudian,

pada tahun 1991, John, Donahue, dan Kentle menyusun suatu alat ukur yang

kemudian dinamakan

Big Five Inventory

.

Big Five Inventory

(BFI) ini terdiri atas

44 (empat puluh empat) aitem, yang dapat direspon dalam waktu 5 (lima) menit,

dan dapat menghasilkan kelima dimensi

Big Five

yang dibentuk oleh Costa dan

McCrae (John, O. P., Naumann, L. P., & Soto, C. J., 2008; Rammstedt & John,

2006).

Burisch (dalam John, O. P., Naumann, L. P., & Soto, C. J., 2008; John &

Srivastava, 1999) mengatakan, skala pendek tidak hanya menghemat waktu

pengujian, tetapi juga menghindari kebosanan dan kelelahan subjek, karena akan

ada subyek yang tidak memberi respon sesuai harapan jika tes terlihat terlalu

lama.

Big Five Inventory

(BFI) menggunakan frase pendek berdasarkan kata sifat

yang dikenal sebagai inti dari

Big Five

. Selanjutnya ditambahkan kata-kata yang

berfungsi sebagai tambahan informasi atau untuk memperjelas kata inti.

Big Five

Inventory

(BFI) dengan frase kata sifatnya juga memiliki keuntungan dalam

mencegah ambiguitas atau

multiple meanings

(John, O. P., Naumann, L. P., &

Soto, C. J., 2008).

Banyak penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan

Big Five

Inventory

(BFI) ini, termasuk di Indonesia, di mana salah satunya adalah

penelitian yang dilakukan oleh Mariyanti dan Rahmawati pada tahun 2011.

Mariyanti dan Rahmawati (2011) melakukan penelitian yang bertujuan untuk

(33)

melihat kualitas BFI versi adaptasi Bahasa Indonesia dengan melihat karakteristik

psikometrisnya.

BFI versi Indonesia ini terdiri dari 44 aitem

favourable

dan

unfavourable

yang terdiri dari kalimat pernyataan. Kalimat pernyataan tersebut direspon dengan

memilih angka 1 hingga 5 dan menuliskannya ditempat yang telah disediakan

pada setiap pernyataan.

Makna angka “1” adalah “sangat tidak setuju”, “2” adalah

“tidak setuju”, “3” adalah “netral”, “4” adalah “setuju”, dan “5” bermakna “sangat

setuju”. Aitem

favourable

akan diberi nilai dari angka 1 sampai 5 pada jawaban

STS sampai SS, sedangkan aitem

unfavourable

akan diberi nilai sebaliknya. BFI

yang sudah diadaptasi oleh Mariyanti dan Rahmawati (2011) ke dalam bahasa

Indonesia ini memiliki reliabilitas yang baik yaitu 0.70 dan juga memiliki

validitas konstruk yang memuaskan dengan nilai loading rata-rata diatas 0.30 dan

varian yang dapat dijelaskan sebesar 41.45%.

Berdasarkan hasil dari penelitian Mariyanti dan Rahmawati pada tahun

2011, terjadi pergeseran definisi dari kelima faktor dalam teori

Big Five

pada BFI

versi adaptasi Bahasa Indonesia, yaitu :

a.

Openness

(O)

adalah faktor yang melihat keterbukaan individu untuk

mencari tantangan dan hal-hal baru. Seseorang dikatakan

open to

experience

ketika individu tersebut cerdas dan suka berpikir, memiliki

ide-ide inovatif, percaya diri, mampu mempertimbangkan dan membuat suatu

rencana dan menjalankannya serta memiliki rasa ingin tahu yang besar.

b.

Neuroticism

(N)

adalah faktor yang mengidentifikasi individu yang rentan

(34)

dan cemas berlebihan, memiliki dorongan berlebihan, memiliki

coping

respon maladptif. Selain itu juga terlihat dalam bentuk perilaku mudah

tersinggung (

irritability

) dan pemarah (

hostile

). Seseorang dikatakan

neurotis ketika individu tersebut mudah merasa tertekan dan sedih, tidak

mampu menghadapi situasi stress dengan baik, pencemas, suasana hati

mudah berubah, labil, pemalu dan perhatiannya mudah terganggu.

c.

Conscientiousness

(C)

adalah faktor yang melihat kesadaran diri, motivasi

dan kemampuan mengorganisasikan sesuatu dalam mencapai suatu tujuan.

Seseorang dikategorikan dalam faktor

Conscientiousness

ketika individu

tersebut teliti, terorganisir, tidak pemalas, menyukai suatu pekerjaan yang

rutin serta mampu bertahan dan mengerjakan suatu tugas hingga selesai.

d.

Extraversion

(E)

adalah faktor yang melihat level aktivitas dan

kemampuan melakukan hubungan interpersonal individu. Seseorang

dikatakan

extrovert

apabila individu tersebut suka mengobrol, tidak

pendiam, santai, mudah bergaul dan senang bekerjasama dengan orang

lain.

e.

Agreeableness

(A)

adalah faktor yang melihat kualitas

trust

dan seni

individu. Seseorang dikategorikan dalam faktor

Agreeableness

ketika

individu tersebut senang membantu dan tidak egois, mudah memaafkan

dan mempercayai orang lain, dan memiliki apresiasi terhadap seni, musik

atau sastra.

(35)

Tabel 2.

Pengelompokan Aitem-Aitem pada BFI versi Indonesia

No. Faktor Nomor Butir Aitem Jumlah

Aitem Persentasi

1 Faktor 1

(Opennes)

5, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 20, 25, 26,

33, 38, 40 13 29,55%

2 Faktor 2

(Neuroticism) 4, 9, 14, 19, 24, 29, 31, 34, 37, 39, 43 11 25%

3 Faktor 3

(Conscientiousness) 2, 3, 8, 18, 23, 28, 35 7

15.91%

4 Faktor 4

(Extraversion) 1, 6, 21, 27, 36, 42 6

13.63%

5 Faktor 5

(Agreeableness) 7, 17, 22, 30, 32, 41, 44 7

15.91%

TOTAL 44 100%

B.

Differential Item Functioning

(DIF)

Analisis aitem merupakan langkah awal yang krusial dalam

pengembangan alat tes, yang meliputi berbagai jenis prosedur evaluasi. Ketika

dilakukan pengembangan, perlu dilakukan pengamatan berkaitan dengan

karakteristik yang diukur. Untuk mengetahui kualitas alat tes, dapat dilihat

karakteristik psikometrisnya, yaitu validitas dan reliabilitas. Kedua hal ini berjalan

beriringan, yaitu tes tidak akan valid jika tidak teruji bahwa tes tersebut reliabel,

akan tetapi hal ini tidak berlaku sebaliknya. Meski demikian, para ilmuan

psikologi menyadari bahwa validitas lebih penting dibandingkan reliabilitas. Hal

ini karena, reliabilitas berfokus pada akurasi hasil tes, sedangkan validitas

berfokus pada

nature

dari konstruk yang diukur (Coaley, 2010).

Reliabilitas merupakan konsep yang digunakan untuk menyatakan

(36)

mengacu pada sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam

melakukan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan

maksud dan tujuan dilakukannya pengukuran tersebut, sehingga berguna untuk

melakukan pengambilan keputusan yang bertujuan untuk pengukuran aspek

mental (Azwar, 2012; American Educational Research Association, dalam

Osterlind, 2010; Coaley, 2010).

Analisis aitem memiliki beberapa istilah, yaitu

item impact

, DIF, dan juga

bias aitem (Zumbo, 1999). Pada sudut pandang psikometri, perbedaan konsistensi

intrapersonal maupun interpersonal merupakan hal yang krusial terhadap

karakteristik psikometrisnya, yaitu validitas dan reliabilitas (Anastasi & Urbina,

1997). Untuk mendapatkan reliabilitas yang baik, maka eror harus diminimalisir.

Reliabilitas dipengaruhi secara langsung pada

random error

(kesalahan yang

berasal dari individu peserta tes), sedangkan kesalahan sistematik (

systematic

error

)

merupakan kesalahan yg berasal atas keanggotaan suatu kelompok

(Osterlind, 2010), sehingga berkaitan dengan bias yang terjadi pada tes, yang juga

dapat merusak validitasnya (Coaley, 2010; Osterlind, 2010).

DIF merupakan salah satu konsep dalam pengukuran bias (Sheppard, dkk.,

2006) yang termasuk kesalahan sistematik (

systematic error

)

dan dapat

berpengaruh pada validitas. Meskipun DIF merupakan kesalahan sistematik

yang

berpengaruh terhadap validitas, namun didalam kelompok juga terdiri dari

individu yang dapat memberikan kontribusi kesalahan, sehingga akan dapat

berpengaruh pada reliabilitas dimana individu dalam kelompok merespons pada

aitem yang terjangkit DIF tersebut. Selain itu, dalam pemahaman berdasarkan

(37)

Osterlind (2010), DIF termasuk dalam sumber bukti validitas berdasarkan struktur

internal.

1.

Definisi

Differential Item Functioning

(DIF)

DIF berbeda dengan bias aitem. Bias aitem terjadi ketika individu dari satu kelompok cenderung

untuk menyetujui pernyataan pada aitem tertentu dibandingkan peserta individu dari kelompok lainnya, karena

beberapa karakteristik dari aitem yang dipakai dalam mengukur atau situasi pengukuran yang tidak relevan

dengan tujuan tes. Sedangkan DIF adalah sebuah kondisi dimana individu dari kelompok yang berbeda,

memiliki kemungkinan/probabilitas berbeda dalam merespon setuju pada suatu pernyataan dalam sebuah

aitem, setelah level atribut/latent trait yang diukur dikondisikan setara (Zumbo, 1999; Widhiarso, 2004;

Osterlind, 2010).

Kamata dan Vaughn pada tahun 2004 mengatakan bahwa DIF

terjadi

jika suatu kelompok yang berbeda dengan kemampuan/

latent trait

yang sama

mendapat skor harapan yang berbeda pada aitem yang sama. Millsap dan Everson

mengungkapkan bahwa DIF adalah karakteristik tes yang berbeda secara statistik

pada kelompok yang berbeda yang memiliki kemampuan/

latent trait

yang sama

pada variabel yang ingin diukur (dalam Rahmawati, 2010).

2.

Sumber

Differential Item Functioning

(DIF)

DIF berhubungan dengan suatu keanggotaan tertentu, seperti perbedaan

antar kelompok, etnis, jenis kelamin, dan juga perbedaan kelas sosial, umur,

(38)

membandingkan dua kelompok yang ada, yang disebut dengan kelompok

referensi (

reference group

) dan kelompok fokal (

focal

group)

(Hortensius, L.,

2012). Kelompok referensi juga memiliki istilah lain yaitu kelompok mayoritas

atau dapat juga dikenal sebagai kelompok pembanding yang juga disebut dengan

kelompok yang diuntungkan jika berkaitan dengan tes kognitif, sedangkan

kelompok fokal memiliki istilah lain yaitu kelompok minoritas ataupun kelompok

yang menjadi fokus, yang juga dikenal sebagai kelompok yang tidak diuntungkan

jika berkaitan dengan tes kognitif. Terdapat banyak kelompok referensi demikian

halnya pada kelompok fokal, di mana individu mungkin terlibat pada satu atau

lebih. Misalnya saja pada wanita kulit putih, yang memiliki kemungkinan lebih

untuk masuk dalam kelompok referensi

pada konteks tertentu, dan masuk

kedalam kelompok fokal pada konteks lainnya atau dengan kata lain dapat ditukar

(Camilli dan Shepard dalam Rahmawati, 2010; Jodoin, M.G. & Gierl, J., 1999).

Penelitian Sacco, dkk. (2010) menemukan bukti bahwa DIF berkaitan

dengan

gender,

ras/etnis, termasuk usia. Pada penelitian Sacco, dkk., pada

kelompok wanita dewasa dan wanita muda, salah satu kelompok mendapat nilai

tinggi sedangkan kelompok lain mendapat nilai yang rendah. Adapun penelitian

dari Greer pada tahun 2004 menemukan bahwa DIF berkaitan dengan spesifikasi

demografi, seperti pria-wanita dengan kemampuan yang sama, orang asia dan

orang Eropa, dan seterusnya (dalam Acar, 2012).

Perbedaan metode pengadministrasian tes juga dapat mempengaruhi hasil

tes (Lang, dkk). Beberapa bukti menunjukkan bahwa peserta tes lebih nyaman dan

menyukai interaksi dengan komputer dibandingkan dengan tes

paper-and-pencil

(39)

yang juga bisa disebut dengan administrasi tes manual

,

termasuk diantaranya tes

manual yang kemudian dirancang menjadi versi administrasi tes

online

(Rosenfeld, Doherty, Vicino, Kantor, dkk., 1989; Buchanan & Smith, 1999;

Cronk & West, 2002; dalam Kaplan & Sacuzzon, 2005). Individu menjadi lebih

nyaman dan terbuka (

disclose

) dalam merespons aitem ketika berinteraksi dengan

komputer (Davis, 1999; dalam Kaplan & Sacuzzo, 2005), lebih jujur, dan tidak

memunculkan efek

social desirability

ketika dihadapkan pada situasi pelaksanaan

tes tanpa prosedur yang mengharuskan

face-to-face

(Kaplan & Sacuzzo, 2005).

Penelitian oleh Locke & Gilbert pada tahun 1995 (dalam Kaplan & Sacuzzo,

2005) menyatakan bahwa peserta tes memberikan pengalaman positif dengan

komputer. Terdapat beberapa keunggulan yang diberikan ketika menggunakan

komputer baik administrasi, skoring, dan interpretasi (Britton & Tidwell, 1995;

dalam Kaplan & Sacuzzo, 2005; Anastasi & Urbina,1997), serta eror dalam

pendataan (Pettit, 2002; Miller, dkk., 2002; dalam Kaplan & Sacuzzo, 2005).

Kemajuan teknologi mungkin mempermudah dan meringankan kinerja

individu, namun tetap tidak bisa menggantikan secara penuh keutamaan yang bisa

dilakukan individu itu sendiri. Administrasi tes

online

memiliki

keuntungan-keuntungan tersendiri, namun masih perlu banyaknya pengujian agar memiliki

cukup bukti untuk dikatakan sama baiknya dengan administrasi tes secara manual

yang merupakan merupakan

setting-

an asli yang menjadi awal mula, dasar, dan

acuan dalam hal pengadministrasian tes. Inilah alasan mengapa administrasi tes

(40)

administrasi tes

online

dianggap sebagai kelompok yang menjadi kelompok fokal

(menjadi fokus).

Guler dan Penfield pada tahun 2009 (dalam Hortensius, L., 2012),

mengatakan bahwa salah satu isu dalam deteksi DIF adalah adanya dampak

(

impact

). Ketika kelompok fokal dan kelompok referensi

berbeda dalam distribusi

kemampuan/

latent trait

yang mendasarinya, yaitu ketika satu kelompok memiliki

kemampuan yang rata-rata lebih tinggi daripada kelompok lain, hal ini disebut

dengan

impact

. Kehadiran

impact

akan mempersulit pendeteksian DIF karena

dapat memunculkan kesalahan tipe I (

type I error

atau

false positive

)

yaitu

kesalahan dalam mengidentifikasi DIF pada aitem, padahal kenyataannya aitem

tersebut tidak mengandung DIF (Guler dan Penfield , 2009; dalam Hortensius, L.,

2012; Jodoin, M.G. & Gierl, J., 1999).

3.

Jenis

Differential Item Functioning

(DIF)

Terdapat dua kategori DIF, yaitu DIF seragam (

uniform

DIF) dan DIF

tidak seragam (

nonuniform

DIF) (Mellenbergh, 1982; dalam Hortensius, L., 2012;

Rahmawati, 2010). DIF seragam (

Uniform

DIF atau

consistent DIF

)

terjadi ketika

item characteristic curves

atau ICC (persinggungan performansi setiap individu

dalam merespons aitem yang sama pada dua kelompok yang berbeda),

berbeda

namun tidak berpotongan atau bersinggungan. Dalam hal ini aitem cenderung

direspons setuju atau tidak setuju pada suatu kelompok tertentu dibanding

kelompok lain setelah seluruh kemampuan disetarakan/

latent trait

sama, sehingga

terdapat perbedaan respons dari kelompok yang berbeda dengan

latent trait

yang

sama. Sedangkan DIF tidak seragam (

Nonuniform

DIF atau

inconsistent

DIF)

(41)

terjadi jika ICCs kedua kelompok berbeda, namun ada persinggungan atau adanya

garis yang memotong pada beberapa poin skala

θ (Camilli & Shepard, 1994;

Kristjanson, dkk., 2005; dalam Rahmawati, 2010; Zumbo, 1999; Widhiarso, 2012;

Jodoin, M.G. & Gierl, J., 1999).

DIF dapat memberi keseimbangan atau justru malah tidak, pada

masing-masing kelompok pada tingkat tertentu. Singkatnya, hal ini terjadi jika terdapat

interaksi antara tingkat kemampuan dengan identitas kelompok (keanggotaannya),

sehingga aitem akan menjadi sulit pada satu kelompok dengan tingkat

kemampuan yang lebih rendah dan menjadi lebih sulit pada kelompok lain dengan

tingkat kemampuan yang lebih tinggi, atau aitem menjadi cenderung direspons

setuju atau tidak setuju pada kelompok tertentu (Camilli & Shepard, 1994;

Kristjanson, dkk., 2005; dalam Rahmawati, 2010; Hortensius, L., 2012).

4.

Metode Analisis DIF

Gierl, Khaliq, dan Boughton pada tahun 1999 (dalam Acar, 2012)

mengatakan bahwa terdapat beberapa metode untuk mengidentifikasi DIF.

Beberapa Metode berkaitan dengan Classical Test Theory

(CTT), yaitu

Mantel-Haenszel Procedure, Regresi Logistik, dan Simultaneous Bias Test

(SIBTEST)

,

dan metode Item Respons Theory

yang biasa disebut dengan IRT (Camili &

Shepard, 1994; Ogretmen, 1995; dalam Acar, 2012; Osterlind, 2010).

Regresi logistik adalah analisis yang didasarkan pada model statistik

terhadap kemungkinan untuk merespon benar/merespon setuju ataupun tidak

setuju terhadap suatu aitem, dilihat dari keanggotaannya dan kriteria atau variabel

Gambar

Tabel 1. Sub Faktor pada trait dalam model Big Five
Tabel 2. Pengelompokan Aitem-Aitem pada BFI versi Indonesia
Tabel 3. Blueprint berdasarkan definisi BFI versi Indonesia
Tabel 4. Gambaran Subjek Penelitian kelompok manual dan  online berdasarkan jenis kelamin dan usia
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tidak adanya gangguan penggunaan tepung kulit buah markisa terhadap nafsu makan ternak menunjukkan bahwa bahan makanan ini cukup palatabel. Hal ini mungkin disebabkan aroma

Lain halnya jika pembatalan jual beli bawang merah berpanjar tersebut, dilakukan oleh petani karena adanya anggota keluarga yang tidak setuju atas transaksaksi jual beli

Jepang masuk ke Pulau Lakkang pada awal Tahun 1944 bersama dengan Heiho tentara pemuda pribumi bentukan Jepang angkatan ke-2 yang menyelesaikan pendidikannya pada

Dengan adanya serangan NSK maka biaya produksi kentang akan meningkat akibat penggunaan nematisida yang intensif, sedangkan produksi kentang yang dihasilkan menjadi menurun,

Dalam perkembangan bisnis yang semakin pesat, telah banyak produk Sirup yang ditawarkan oleh perusahaan, sehingga perusahaan dituntut untuk dapat menghasilkan produk yang terbaik

Talempong creations are traditional Minangkabau music that has been modified both in the tuning system , forms of presentation and musical instruments are used ,

Dengan penelitian ini diharapkan akan memberikan gambaran kebutuhan berprestasi seorang dosen akuntansi dipengaruhi oleh tiga teori kebutuhan profesionalisme yang disampaikan

“Hampir sama dengan disiplin ya mas, sebagai seorang pelatih, tentu kami selalu mengajarkan serta mengingatkan peserta didik untuk selalu bertanggung jawab