• Tidak ada hasil yang ditemukan

Epidermolisis Bulosa Pada Anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Epidermolisis Bulosa Pada Anak"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

EPIDERMOLISIS BULOSA

PADA ANAK

OLEH

IMAM BUDI PUTRA

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP. H. ADAM MALIK

MEDAN

(2)

EPIDERMOLISIS BULOSA

PADA ANAK

PENDAHULUAN

Epidermolisis bulosa (EB) merupakan kelainan genetik berupa gangguan/ketidakmampuan kulit dan epitel lain melekat pada jaringan konektif di bawahnya dengan manifestasi tendensi terbentuknya bula dan vesikel setelah terkena trauma atau gesekan ringan.1,2

Beberapa penulis mendefinisikan EB sebagai suatu kelompok penyakit herediter yang ditandai dengan terbentuknya bula pada kulit dan mukosa terutama mukosa mulut dan esofagus. Bula dapat terbentuk karena geseka, trauma mekanik ringan maupun terjadi secara spontan. Penyakit ini sering disebut mechanobullous.2-7

Penyakiti ni pertama kali dikemukakan oleh Koebner pada tahun1886 sebagai epidermolisis bulosa herediter.1-7 Berdasarkan atas letaknya bula, tejadi jaringan parut atau tidak, serta diturunkan secara genetik, maka EB dibagi menjadi 3 kelompok mayor yaitu EB simpleks, EB junctional dan EB distrofik serta bentuk EB yang didapat.3-6 Masing-masing kelompok mayor tersebut beberapa varian.l-5

(3)

KLASIFIKASI

Mula-mula klasifikasi di buat berdasarkan jaringan parut yang terbentuk kemudian yaitu E.B nondistrofik (bula terletak diatas stratum basal) dan distrofik (bula terletak di bawah stratum basal). Dengan perkembangan imunologi dan pemeriksaan imunohistokimia, klasifikasi lebih rinci di sesuaikan dengan letak bula terhadap taut dermo-epidermal, yaitu epidermolisis bulosa simpleks (E.B.S.),E.B. distrofik, dan E.B. junitional, masing-masing memiliki bentuk variasi (subtipe)1-4

E.B. simplek

Bentuk yang sering dijumpai, yaitu:

1. E.B.S. lokalisata pada tangan dan kaki (Weber Cockayne) 2. E.B.S. generalisata (Kobner)

3. E.B.S. herpetiformis (Dowling-Meara) Bentuk E.B.S. yang jarang dijumpai, yaitu:

1. E.B.S. yang disertai atrofi otot 2. E.B.S. superfiasial

3. Sindrom Kallin

4. E.B.S disertai pigmentasi “mottled” 5. E.B.S. resesif autosom yang fatal

E.B. junctional

Bentuk varian yang sering dijumpai : 1. Bentuk letal (gravis,Herlitz) 2. Nonletal (mitis, non-Herlitz) 3. E.B. inversa

E.B. distrofik

(4)

PATOGENESIS

Sampai sekarang etiologi dan patogenesis EB belum semuanya diketahui. Beberapa penulis mengemukakan berbagai dugaan patogenesis.1-4,10

1. E.B.S diduga terjadi akibat:

a. Pembentukan enzim sitolitik dan pembentukan protein abnormal yang sensitif terhadap perubahan suhu. Diduga defisiensi enzim

golactosylhidroxylysyl-glocosyltrans dan gelatinase (enzim degradase kolagen) menyebabkan EBS.

b. Selain di turunkan secara genetika utosom, diperkirakan 50 % terjadi akibat mutasi pada gen pembentukan keratin terutama keratin 5 (K5) dan 14 (K14) yang terdapat di lapisan epidermis.

c. Mutasi juga dapat terjadi gen plectin (plektin). Plektin adalah protein yang terdapat di membran basal pada attachment plague/hemidesmosom yang berfungsi sebagai penghubung filamen intermediet ke memberan plasma.

(5)

rusaknya struktur jaringan filamen keratin interseluler yang menyebabkan keratinosit basal rapuh sehingga mudah terjadi bula intradermal karena trauma. Tidak semua pasien EBS mengalami mutasi pada keratin 5 atau 14 namun dapat saja terjadi pada keratin 15 dan 17 yang terdapat juga di basal keratin. Dengan adanya mutasi pada gen keratin menyebabkan terbentuknya struktur filamen keratin interseluler yang tidak stabil yang mudah rusak karena trauma ringan pada kulit. Sitolisis keratinosit dan bula inhadermal terjadi karena abnormalitas keratin.2

Pada pasien EBS with muscular dystrophy didapatkan mutasi terjadi pada kode genetik plectin (PLEC 1) atau HD l, plectin sendiri adalah protein dengan berat molekul lebih dari 500 kDa yang terdapat dalam cytoskeleton membran plasma yang terletak pada lapisan dalam hemidesmosom inner plague dan sarkolema serta sarkomer dari otot.4

Patogenesis terbentuknya bula pada pasien EBS belum diketahui secaca pasti namun kemungkinan karena adanya kelainan enzimatik struktural, biokimia dan fungsional serta defek antigenik. Pada umumnya EBS mengalami eksaserbasi pada musim panas, hal ini kemungkinan terjadi karena mutasi filamen keratin menyebabkan peningkatan termolabilitas.2-4

2. E.B. letasis Herlitz terjadi akibat :1

a. Berkurangnya jumlah hemidesmosom sehingga attachmen plague tidak berfungsi dengan baik.

b. PEARSON dan SCACHNER menduga akibat membran abnormal sel pecah dan mengeluarkan enzim proteolitik sehingga terbentuk celah di lamina lusida.

c. Mutasi dapat terjadi pada gen yang mengkode laminin S, komponen

anchoring filamen,yaitu protein polipeptida.

(6)

e. Selain itu, mutasi gen pengkode antigen pemfigoid bulosa-2 (bollous pemphgoid antogen/BPA-2) dijumpai pada EB junctional ringan yang disertai atrofi.

3. Sindrom BART mungkin terjadi akibat perlekatan kulit fetus dengan amnion yang disebut pita sinomart.

4. E.B. distrolik diduga terjadi akibat :1

a. Berkurangnya archoring fibril.

b. Bertambahnya aktivitas kolagenase pada E.B. yang diturunkan secara RA. c. Terjadi mutasi pada gen kolagen VII (COL74l), komponen utama

anchoring f ibrils, sehingga fungsinya terganggu.

Epidermolisis Bulosa Distrofik (EBD) merupakan salah satu (EB) yaitu suatu kelompok kelainan kulit herediter dengan manifestasi tendensi terbentuknya vesikel atau bula pada kulit dan mokosa setelah terkena trauma ringan. Karakteristik klinis EBD adalah blister, skar dan distrofi kuku. Penyakit ini diwariskan baik secara autosomal dominan (EBD dominan) maupun resesif (EBD resesif). Pada EBD dominan blister umumnya relatif lebih ringan dibanding blister pada EBD resesif. Beberapa penderita EBD dominan menunjukan papul dermal keputihan sehingga disebut lesi albopapuloid (AP). Berdasarkan ada atau tidaknya lesi AP tersebut EBD dominan dibedakan menjadi varian pasini (EBDD-P) dan Cockaine-Tourine (EBDD-CT). EBD dominan terjadi karena mutasi gen penyandi kologen tipe VII yang berperan penting dalam pelekatan epidermis pada zona membrana basalis.2-8

Epidermis bulosa distrofik resesif (varian Hallopeau Siemens) adalah salah satu bentuk epidermolisis bulosa yang berat. Bula yang tersebar secara luas meninggalkan jaringan parut dan milia. Awitan penyakit ini sejak lahir. Dan biasanya melibatkan daerah akral disertai jaringan parut atrofik pada permukaan sendi dan distrofi kuku, tetapi sedikit sekali mengenai mukosa.

(7)

archoring fibril dan jaringan kolagen mempunyai peranan yang penting. Pada epidermolisis bulosa distrofik resesif terjadi peningkatan aktifitas kolagenase, sedangkan pada yang dominan umumnya tidak terjadi.1,2,4

GEJALA KLNIS1-1O

Kunci utama diagnosis EB secara klinis didasarkan lokalisasi bula yang terbentuk yaitu ditempat yang mudah mengalami trauma walaupun trauma yang ringan, misalnya trauma dijalan lahir. Bula yang terbentuk biasanya jernih, kadang-kadang hemoragik, pada penyembuhan perlu diperhatikan, apakah meninggalkan bekas jaringan parut. Selain kulit, biasanya mukosa ikut terkena, demikian pula kuku dapat distrofik. Pada tipe distrofik resesif dapat disertai retardasi mental dan pertumbuhan, kontraktur, dan pelekatan (fusi) jari-jari tangan.

Epidermolisis bulosa simplels lokalisata pada tangan dan kaki (tipe

Weber-Cockayne)

Meskipun dinamakan tipe Weber-Cockayne sebenamya EBS tipe ini telah dikemukakan oleh Elliott tahun l875. Penyakit ini diturunkan secara otosomal dominan namun pernah dilaporkan beberapa kasus EBS tipe Weber-Cockayne diturunan secara otosomal resesf.

Tipe ini paling sering dijumpai diantara varian EBS. Onset EBS tipe Weber-Cockayne terjadi awal kehidupan. Umumnya bula timbul pertama kali sekitar usia 3-12 bulan awal kehidupan sampai usia 2 tahun. Hal ini berhubungan dengan aktifitas motorik anak jarang pada usia yang lebih tua atau dewasa. Penelitian Horn dan Tindan pada tahun 1999 di Inggris dari 130 pasien EBS didapat 53% EBS tipe Weber-Cockayne dengan onset pada usia rata-rata 7bulan sampai 2 tahun kehidupan.

(8)

pergelangan kaki dan kaki. Bula timbul berulang karena adanya trauma mekanik seperti gesekan antara kaki dengan sandal atau sepatu. Bula berukuran sampai dengan diameter 2cm, umumnya tegang kadang-kadang terdapat bula hemoragi dan daerah sekeliling bula tampak halo eritematosa. Bula yang pecah akan menyebabkan erosi yang dapat disertai infeksi sekunder. Lesi menjadi lebih sering terjadi pada musim panas. Umumnya lesi kulit membaik tanpa meninggalkan jaringan parut ataupun atrofi, hanya terdapat kurang-lebih 10% lesi kulit yang meninggalkan jaringan parut.

Hiperhidrosis pada telapak tangan dan kaki serta hiperkeratosis dijumpai pada pasien EBS tipe Weber-Cockayne. Berat-ringannya hiperkeratosis terlihat ditempat bula rekuren. Kelainan kulit berupa distrofi, kelainan gigi dan mukosa mulut sangat jarang di jumpai pada pasien ini.

Epidermolisis bulosa simpleks generalisata (tipe Koebner)

Penyakit ini timbul lebih awal pada periode perinatal atau beberapa bulan pertama kehidupan, tidak jarang di jumpai pada saat lahir. Penelitian Horn dan Tidman pada 69 orang pasien EBS tipe Koebner di Inggris tahun 1999, didapatkan onset rata-rata pada usia l-6 bulan.

Pada periode perinatal, bula dan erosi terjadi hampir seluruh tubuh yang terkena trauma. Lesi kulit cepat membaik tanpa jaringan parut dan lesi baru timbul pada daerah yang sering terkena gesekan terutama napkin area. Saat anak mulai merangkak dan berjalan lesi timbul pada daerah bokong, lutut pergelangan kaki, kaki, siku dan tangan serta daerah yang sering terkena gesekan karena pakaian, sedangkan pada anak yang lebih besar lesi sering terjadi pada tangan dan kaki. Pada usia yang lebih tua lesi dapat timbul di daerah mana saja yang terkena trauma.

Bula berisi cairan serosa tampak tegang dan tanda Nikolsky negatif, Bula sering timbul pada cuaca panas dan bila tidak disertai infeksi sekunder lesi cepat menyembuh tanpa meninggalkan jaringan parut.

(9)

dijumpai sekitar 20% pasien berupa distrofi kuku. Kadang disertai bula subungual, umumnya kuku dapat tumbuh kembali normal. Lesioral atau membran mukosa jarang terjadi atau bersifat oral atau membran mokosa jarang terjadi atau bersifat ringan. Sedangkan pertumbuhan gigi dan rambut normal.

Epidermolisis bulosa simpleks herpetiformis (tipe Dowling-Meara)

Dowling-Meara melaporkan pertama kali penyakit ini tahun 1945 yang diderita oleh 4 anak berursia antara 3-7½ tahun dengan gambaran klinis bula yang timbul berhubungan dengan trauma dan menyerupai dermatitis herpetiformis juvenilis. Sekitar tahun 1970, dengan pemeriksaan mikroskop elektron ditemukan adanya abnormalitas pada keratinosit basal, yaitu adanya sitolosis sel basal dan menyatunya tonofilamen. Sejak itu kelainan tersebut dikenal sebagai EBS herpetiformis Dowling-Meara (dikutip dari).

Tipe ini jamng terjadi namun cukup berat dan sering menimbulkan kematian oleh karena luasnya daerah erosit pada masa neonatus. Awitan tipe ini pada saat lahir sampai awal masa anak-anak. Mc Grath dan kawan-kawan tahun 1991 pada penelitiannya terhadap 22 orang pasien EBS Dowling-Meara, didapatkan 12 orang penderita penyakit ini untuk pertama kali pada saat lahir dan sisanya antara l-5 hari kehidupan.Sedangkan pada 7 orang pasien EBS Dowling-Meara yang di laaporkan oleh Hom dan Tidman pada tahun l999, terdapat 4 orang yang mempunyai awitan penyakit saat lahir dan sisanya antara 1-7 hari.

Predileksi EBS Dowling-Meara terutama pada tangan, kaki, muka dan leher. Bula cenderung tersusun herpetiformis, kadang tersusun sirsiner, anular dan arsinar, berukuran besar dan kadang-kadang dijumpai bula hemoragik atau serosanguinus, disertai tepi lesi yang tampak eritem.

(10)

Pada masa bayi, bula tetap timbul tangan dan kaki serta periungual, kemudian mulai meluas ke daerah lain seperti proksimal ekstremitas, leher, dagu dan aksila. Bula mulai tersusun berkelompok, herpetiformis disertai vesikel, bula hemoragik yang terjadi sesudah trauma maupun terjadi secara spontan didasar kulit yang eritem maupun kulit sehat. Erosi yang luas sering tampak di daerah telapak tangan dan kaki. Pada masa anak-anak, lesi mulai tampak lebih tersusun herpetiformis dan letak lesi lebih proksimal, sering kali mengenai bada, paha dan lengan atas. Bula mulai berkurang di telapak tangan dan kaki. Kelompok bula menyembuh dibagian tengah dan timbul kembali bula yang baru di tepi daerah yang menyembuh tersebut, seringkali bula rekuren pada tempat yang sama.

Dimasa dewasa, bula jarang terjadi secara spontan sebagian besar bula terjadi karena trauma. Vesikel dan bula hemoragik berkelompok lebih sedikit dan lebih cepat sembuh. Bula yang pecah menimbulkan daerah erosi yang luas dan seperti EBS yang lain dapat terjadi infeksi sekunder. Lesi kulit yang menyembuh biasanya meninggalkan makula hipo atau hiperpigmentasi, jarang menimbulkan jaringan parut dan milia.

Pada EBS Dowling-Meara, cuaca yang panas dapat mengurangi terjadinya bula. Pasien EBS Dowling-Meara yang sedang demam tinggi mengalami perbaikan lesi, namun pada penelitian Mc Grath dan kawan-kawan tahun l99l, hanya 4 dari 14 orang pasien EBS Dowling-Meara yang membaik pada cuaca panas.

Hiperkeratosis palmoplantar mulai terjadi sekitar usia 1-3 tahun dan makin menjadi nyata setelah usia 6-7 tahun. Umumnya asimptomatik. Kadang-kadang menimbulkan rasa seperti terbakar dan sakit bila disertai bula pada daerah hiperkeratosis tersebut. Hiperkeratosis ini sangat berat sehingga dapat menimbulkan deformitas dan hilangnya fungsi fleksi jari tangan.

Kelainan kuku pada EBS Dowling-Meara umumnya terjadi pada masa monatal, berupa distrofi disertai penebalan kuku iregular, yang akan tumbuh kembali normal.

(11)

sehingga sering menyebabkan terjadinya aspirasi makanan dan refluks gastroesofagus. Suara tangis yang lemah serta meringik (hoarseness voice) dapat dijumpai pada kasus berat yang mengenai mukosa laring.

Tipe EBS lain yaitu:

1. Epidermolysis bullosa simplex with muscular dystropy

Type ini jarang dijumpai. Pada beberapa kepustakaan dikenal sebagai

autosomsl recessive epidermolysis bullosa simplex with associated neunomuscular disorders, dan pseudojunctioal. Sesuai namany, EBS tipe ini disertai kelainan neuromuscular, dapat berupa otot atau miastenia gravis kongential dan sering dihubungkan dengan EBS letalis karena rnempunyai resiko kematian yang tinggi pada masa anak-anak.

Bula tampak pada saat lahir dan awitan terjadinya kelainan otot dimulai sekitar usia 2 tahun sampai dekade ke-4 kehidupan. Gambaran klinis EBS tipe ini mirip EB junctional disertai bula periungual, kuku distrofi atau hilangnya kuku, terdapat jaringan parut atrofi yang dapat mengenai kulit kepala dan terdapat hipoplasia enamel gigi.

2. Sindrom kalin

Sindrom ini diturunkan secara otosomal resesif dengan awitan pada usia 3 bulan sampai 1 tahun. Gambaran klinis sindrom ini hampir sama dengan EBS tipe Weber-Cockayne. Butelar dapat pada tangan dan kaki, sering berupa bula hemoragik terutama timbul pada musim panas. Kadang kala pada anak-anak disertai hipodontia yang berhubungan dengan displasia enamel gigi. Kelainan kuku yang menyertai berupa penebalan kuku atau lekukan kuku bertambah. Pada pasien ini dijumpai pula alopesia parsial tanpa disertai jaringan parut dan rambut yang mudah rontok.

3. Epidermolisis bulosa simplela superfisialis

(12)

kadang hanya diiumpai erosi yang superfisial dan krusta pada hampir seluruh tubuh, serta hipopigmentasi atau hiperpigmentasi pasca inflamasi. Kelainan yang dapat menyertai EBS tipe ini adalah milia, jaringan parut atrofi, distrofi kuku, lesi pada mukosa oral dan konjungtiva.

4. Edermolysis bullosa simpleks (EBS) with mottled pidmentotion

Bentuk lain dari EBS yang jarang dijumpai adalah EBS with mottle pignenttation, dan bentuk ini dapat disertai dengan keratoderma. Tipe ini diturunan secara otosomal dominan dengan awitan saat lahir atau awal masa anak-anak. Gambaran klinisnya mirip EBS tipe koebner, lesi kulit dapat mengenai seluruh tubuh dan sembuh tanpa jaringan parut atau atrofi. Bula akan berkurang dengan bertambahnya usia. Kelainan pigmentasi dapat berupa hiper atau hipopigmetasi yang tidak teratur atau bercorak, berbentuk retikuler dan tampk kotor, kadang-kadang gambarnya menyerupai poikiloderma atau inkontinensiapigmenti. Makula hipo-hiperpigmentasi ini berukuran diampigmenti. Mokula hipo-hiperpigmetasi ini berukuran diameter 2-5 mm yang menyebar terutama di badan dan ekstemitas. Timbul pada awal kehidupan dan bukan merupakan akibat dari terbentuk bula.

Keratoderma pada telapak tangan dan kaki, yang menyertainya berbentuk pungtata berukuran diameter 2-5 mm. Kelainan ini disebut juga warty palmoplantar keratoses.

5. ‘Lethal’ arilosonul recessive epidentmlysis bullosa simplex

Kelainan ini ditemukan pada keluarga kebangsaan sudan dan diturunkan secara otosomal resesif. Awitan timbulnya bula tidak lama setelah pasien lahir. Lesi generalisata terutama pada daerah distal ekstremitas dan sembuh tanpa disertai jaringan parut atau milia serta tidak dijumpai kelainan kuku, gigi, dan rambut. Anemia sering menyertai EBS tipe ini. Kematian sering terjadi pada masa anak-anak usia 2 tahun umumnya disebabkan oleh adanya lesi pada laring yang menyebabkan obstruksi jalan nafas.

(13)

E.B. tipe junitional adalah tipe E.B. yang pembentukan bula terjadi di lamina lusida di taut dermoepidermal,merupakan tipe E.B. yang paling berat serta mengancam kehidupan.Semua tipe di turunkan secara resesif autosom. Imunoperoksidase memperlihatkan bula terdapat di atas kologen tipe IV. Pemeriksaan dengan antibodi monoklonal lainya ditujukan terhadap laminin-5 (rantai 3β3γ2), intigrin β4, BPAG-2, dapat dilakukan sesuai kebutuhan.

Herlitz adalah bentuk yang paling berat diantara tipe junctionali ditandai bula besar-besar terutama di bokong badan dan kepala, tanpa meninggalkan sikatriks dan milia kecuali bila diikuti infeksi sekunder.Meskipun hampir 50% pasien meninggal sebelum usia 2 tahun, namun sebagian dapat hidup sampai dewasa. Oleh karena itu pendapat bahwa merupakan E.B. tipe letalis tidak lagi dipertahankan. Pada bentu Herlitz biasanya tangan dan kaki tdak tidak terkena, mukosa dapat terkena dan dapat terjadi afesia pilorik. Di perioral dapat terbentuk bula, sedangkan bibir tidak terkena. Pada perkebanganya pita suara serta laring dapat terkena kemudian. Demikian pula kuku dapat terkena serta terlepas dan disertai paronikia. Tanda khas lainnya adalatr displasia gigi serta permukaannya berbenjol-benjol (coblestone appearance). Pada bentuk Herlitz terjadi detardasi mental dan anami rekalsitan. Penyebab kematian tidak di ketahui. Dengan pemeriksaan mikroskop biasa tampak celah di atas membran basal, dengan mikroskop elektron terlihat bula terbentuk di lamina lusida disertai berkurangnya jumlah dan berubahnya struktur hemidosmosom. Namun sampai sekarang patogenesis belum semuanya diketahui.

(14)

E.B. juntionaltipe inversa tejadi pada saat lahir atau pada masa neonatal, klinis mirip pioderma generalisata, kemudian pembentukan bula lebih banyak di aksila, leher, inguinal, dan perianal (inversa), kuku mengalami distrofik, gigi displasia, laring dapat terkena demikian juga pita suara (suara menjadi kasar).1-3

Umumnya pada E.B. bentuk dominan, bayi yang terkena sehat dan tumbuh normal,rambut dan kuku tidak terganggu. Pada bentuk desesif dapat pertumbuhan dan perkembangan tidak terganggu, gigi tumbuh abnormal, rambut berkurang sampai alopesia. Gambaran histopatologi menunjukkan bula di taut dermoepidermal (subepidermal),terjadi fragmentasi bundel kolagean, ifiltrat polimorfonuklear disertai ekstravasasi eritrosit. Pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron terlihat celah di bawah lamina basal, disertai berkurangnya atau tidak adanya anchoring fibrils yang pada bentuk resesif meayebabkan kerusakan atau rupturnya integritas struktur taut dermoepidermal sehingga terbentuk celah atau bula. Berkurang atau ketidakadaan anchoring frbrilsI dapat terlihat baik pada kulit dengan atau tanpa bula. Hal tersebut berbeda dengan bentuk EB distrofik dominan, ada laporan yang menyatakan anchoring fibrils

tampak normal, baik pada kulit dengan ataupun tanpa bula.

Pada bentuk EB distrofik terjadi kerusakan pada kologen tipe VII yang berkaitan dengan berkurangnya fungsi onchoring fibrils.

E.B. distrofik dominan secara klinis terlihat bula terutama di bagian

dorsal ekstremitas dan meninggalkan bekas sikatrik, disertai pembentukan milia. Bentuk ini lebih berat dibandingkan E.B.S. tetapi lebih ringan daripada bentuk E.B.distropik resesif. Terjadi pada saat lahir atau segera setelah lahir, pada 20 % kasus mukosa terkena, kongyungtiva dan kornea dapat juga terkena. Kuku terkena pada 80% kasus, terjadi distrofik atau hancur. Gigi dan rambut tidak terkena.

(15)

E.B distrofik resesif terbagi atas bentuk ringan lokalisata (mitis), berat (gravis, Hallopea Siemens), atau bentuk varian inversa. Pada umumnya bentuk E.B. distrofik resesif berat terjadi pembentukan bula diikuti pembentukan sikatrik, mukosa mengalami gangguan yang berat. Erosi segera tampak pada saat lahir, bula spontan terjadi terutama ditempat yang mengalami trauma, misalnya di tangan, kaki, bokong, skapula, muka, oksiput, siku dan lutut. Bula steril besar- besear serta dapat hemoragik, erosi dan rasa nyeri, mirip pada bentuk E.B. etal. Tanda Nikolski positif. Bayi mudah mengalami infeksi sekunder dan sepsis. Penyembuhan bula disertai sikatriks, hipopigmentasi dan atau hiperpigmentasi, disertai milia. Sikatriks yang atrofi mirip kertas sigaret. Pada bula berulang, lama kelamaan kulit menjadi sikatriks hiprsofi. Bila jari-jari tangan yang luka jarang digerakan untuk waktu yang lama, dapat terjadi perlekatan satu dengan yang lain sehingga pada penyembuhan dapat mengalami fusi mirip pseudosindaktili, atau mirip sarung tinju tangan. Posisi tangan dan pergelangan berubah menjadi fleksi dan kontraktur. Kuku mengalami kerusakan parah degenerasi atau hilang sama sekali. Mata terkena berupa bleparitis, simbleparon, konyingtivitis, vesikal dan menjadi opak dan atau keratitis. Suara kasar sampai tidak terdengar, sulit menelan sehingga kekurangan nutrisi dan dapat meninggal. Bila bayi bertahan dan tumbuh, berat penyakit makin berkurang, selanjutnya di anjurkan untuk menghindari makanan yang panas, keras, ukuran besar, apapun yang memungkinkan pembentukan bula di mulut, faring maupun osefagus. Erupsi gigi biasanya terlambat dan tumbuh dengan bentuk abnormal. Rambut tumbuh normal, alopesia terjadi akibat sikatrik. Kematian dapat terjadi saat neonatus atau anak akibat kurang nutrisi, kehilangan cairan, infeksi bakteri dan sepsis, ataau pneumonia.1-6 TAUT DERMAL-EPIDERMAL

(16)

pengikat yang paralel terhadap struktur dalam membran plasma. Tonofilamen berjalan tegak lurus terhadap plak pengikat.11

Di bawahnya terdapat lamina lusida yang electron lucent. Pada bagian atas lamina lusida terdapat struktur linear padat di bawah tiap-tiap hemidesmosom, disebut sub-basal dense plpgues. Pada membran plasma keluar anchoring filament menyeberangi sub-basal dence plagues dan mengait pada lamina basalis,

Anchoring flament paling banyak terdapat pada daerah hemidesmosom.12

Lamina densa adalah lapisan yang electron-funse dan merupakan membran yang sebenarnya (true membrane). Dengan pembesaran tinggi tampak gambaran granular-fibrosa. Komponen protein utama lamina densa adalah kolagen tipe IV yang tampak sebagai filamen dengan berbagai ketebalan.l3

Heparin sulfat proteoglikan terdapat pada permukaan serat kolagen. Laminin juga berhubungan dengan serat kolagen dan tampak sebagai garis-garis halus bergelombang. Bagian non kolagen antigen EBA juga terdapat pada lamina densa.12

Sub-lamina densa mengandung beberapa struktur, misalnya anchoring fibril, bgian kolagen antigen EBA, milaofibril, dan serat kolagen tunggal. Bagian distal anchoring fibril berinsersi ke dalam lamina densa, sedangkan bagian proksimal mempunyai terminal pada papila dermis atau melengkung kembali dan bersatu dalam lamina densa.13 Dengan mekanisme ini anchoring fibril menjerat molekul matriks ekstraseluler papiladennis, misalnya serat kolagen interseluler dan selanjutnya akan menjadi hubungan yang lebih luas lagi dengan komponen dermis lainnya. Sebagian besar anchoring fibril lamina densa akan berinsersi pada materi amorf yang disebut anchoring plaques. Adapula anchoring fibril tambahan yang menghubungkan dua buah anchoring plaques.11,12

PEMERIKSAAN PENUNJANG

LABORATORITJM

(17)

lain EBS, anemia jarang di jumpai, dan bila didapatkan anemia biasanya berhubungan dengan adanya gangguan pertumbuhan dan malabsorsi. Pada anemia berat sering dissertai penurunan kadar seng dalam serum ringan sampai sedang.8

PATOLOGI ANATOMI

Tehnik biopsi jaringan pasien EBS sangat penting biobsi sebaiknya diambil dari tepi bula yang baru. Jika biobsi diambil dari bula yang lama maka kemungkinan letak bula telah berubah karena regenerasi keratinosit pada dasar bula atau karena degenerasi keratinosit di atas bula.14

Bula baru dapat diinduksi dengan cara menggesek-gesek kulit dengan jari atau karet beberapa menit sebelum biopsi. Lebih baik digunakan teknik biopsi

shave atau elips. Biopsi shave lebih baik untuk mendapatkan bahan pemeriksaan karena sedikit artepak. fiksasinya cepat dan penyembuhan baik. Biopsi plong tidak direkomendasikan karena sering kali menyebabkan terpisahnya jaringan epidermis.14

Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya, mikroskop elektron serta pemeriksaan imunohistokimia. Pemeriksaan rutin dengan mikroskop cahaya tidak direkomendasikan untuk diagnostik. Sebagai baku emas diagnostik EB di gunakan mikroskop elektron. Selain dengan pewamaan hematoksilin eosin (HE) dapat juga dilakukan pewarnaan sediaan dengan PAS (periodic acid schiff) untuk melihat membran basalis.

Pada EBD biopsi kulit menunjukkan bula sublamina densa dan dengan pemeriksaan mikroskop elektron menunjukan penurunan atau tidak didapatkan

anchoring fibril / kolagen tipe VII pada tempat bula terjadi, sedangkan pada tempat non bula anchoring fibril normal. Diagnosis lain dapat di tegakan dengan monoklonal dan poliklonal antibodi menggunakan antibodi LH7:2 atau AF1/AF2 juga analisis DNA menggunakan metode PCR.

DIAGNOSIS BANDING 3,6

(18)

1. Inkontinensia pigmenti; adalah kelainan multisistem terutama banyak diderita oleh wanita, diturunkan secara X-linkeddominant. Gambaran klinis pada kulit sangat khas terdiri dari 4 stadium yaitu vesikuler, verukosa, hiperpigmentasi dan atrofi kulit. Lesi dapat berbentuk linier sepanjang ekstremitas dan mengelilingi badan. Bula menyembuh dalam beberapa minggu dan dapat timbul kembali. Gambaran klinisnya pada stadium vesikuler sangat mirip pada lesi awal EBS.3

2. Pemfigus neonatorum : adalah pemfigus pada masa neonatal yang terjadi karena adanya subtansi otoantibodi interseluler dari ibu melalui transplasenta. Gambaran klinis timbul pada saat lahir berupa bula, vesikel disertai erosi pada kulit, namun membran mukosa jarang terkena. Pada pemeriksaan histopatologi dengan imunoflouresensi langsung ditemukan deposit interseluler Ig G dan C3 pada kulit.10

3. Pemfigoid gestationes : gejala klinisnya terjadi saat lahir atau sekitar usia 3 hari. Lesi berupa eritem atau papul eritem pada hampir seluruh tubuh. Bula berukuran diameter 34 cm kadang tersusun setengah lingkaran, tanda Nikolski negatif, dan dasar bulan tanpa eritem. Gambaran histopatologi temukan bula subepidermal disertai serbukan sel eosinofil dan pada pemeriksaan imunoflouresensi langsung didapatkan deposit Ig G dan C3 pada membran basalis.10

PERAWATAN DAN PENGOBATAN 1-10

Perawatan kulit

(19)

atau salap antibiotik. Kerja sama dengan ahli fisioterapi dapat di tingkatkan. Cegah terjadinya fusi dan kontraktur dengan mengatur posisi jari dan sendi.

Makanan.

Sebaiknya di berikan makanan tinggi kalori tinggi protein dalam bentuk yang lembut atau cair sehingga mudah ditelan terutama bila terdapat luka di mukosa mulut. Hindari penggunaan dot pada bayi. Perlu dipertimbangkan setiap tindakan sewaktu pemberian makanan dapat merupakan trauma.

Pengobatan medikamentosa

Pengobatan yang ideal dan memuaskan sampai saat ini belum ada, umumnya terapi di lakukan secara paliatif. Beberapa hal perlu di pertimbangkan mengingat penyakit ini berlangsung kronik sampai dewasa. Sebagai pengobatan topikal dapat digunakan kortikosteroid potensi sedang dan anti biotik bila terdapat infeksi sekunder. Pemberian kortikosteroid sistemik yang bermanfaat pada kasus yang berat dan fatal. Vitamin E dapat menghambat aktivitas kolagenase atau merangsang produksi enzim lain yang dapat merusak kolagenase. Dosis efektif 600-2000 iu/hari. Pengobatan lain adalah difenilhidantoin 2,5-5,0 mg/kg BB/hari, dosis maksimal 30 mg/hari.

Konseling genetik

Konseling genetik dianjurkan bila telah jelas ada penurunan genetiknya, sehingga dapat di beritahukan besarnya resiko penyakit pada setiap kelahiran. Pemeriksaan untuk menentukan diagnosis prenatal dapat dilakukan dengan fetoskopi, namun hal tersebut saat ini masih dalam penelitian.

PROGNOSIS

(20)

DAFTAR PUSTAKA

1. Boodiardja SA. Epidemolisis bulsa Dalam : Djuanda A, Hamzah M, Boediardjo SA, editor. Ilmu penyrkit Kulit dan Kelamin; edisi ke-3. Jakarta: Bali Penerbit FKUI, 2002,200-7.

2. Hurwitz S. Bullous disorders of childhoood. Clinical pediatric dcrmatology, a textbook of skin disordes of Childhood and alolennsceence. Edisi ke-2 Philadelphia, W.B. Sauders. Co 1993 : 432-5,439-41.

3. Atherton DJ. Epidermolysis Bullosa, Dalam : Harper J. Oranje A, Prose N, editor Texbook of Peditric Dermatology London : Blackwell, Scicnce Ltd. 2000,1075-80.

4. Marinhovich Herroon GS. Khavari PA. Bauer EA. Hereditary epidarmolysis bullosa Dalam: Fredbeerg IM. Eisen AZ Wolff K, Austen KF , Goldsmith LA. Katz SI et al .. editor Fitzpatrick's dermotolody in general medicine, .. Edisi ke-5 New York. Mc Graw – Hill, Inc, 1999:690-701.

5. Pey R.J Bullous eruptions. Dalam Champion RH. BURTON JL, Ebling FJG, editor. Textbook of dermatolofy. Edisi ke-5. London; Blackwell Scien tific Publ. 1992-1635-6.

6. Arnold HL. Odom BR. James WD. Andrews’ diseases of the skin, clinical dermatology. Edisi ke-8 Philadelphia WB. Saunders Co,. 1990:646-50.

7. Habif TP Chinical dermatology, a color guide to diagnosis and therapy. Edisi ke-3. St. louse: Mosby-Year. Inc 1996:521.

8. Fine JD.Bullous diseases. Dalam: Mosechella, Hurley HJ, editor. Dermatology. Edisi ke-3 Philadelphis: W.B. Sounders Co. 1992:681-9

9. Tidman MJ. Horn HM. The chinical speetrum of epidermolysis bullous simplex. Br. J. Detmatol 2000:142-72

10.Karniawati Y, Diana JA, Rahmatdinatai Epidermolosis Bullous Simolex-bullous Dermato-Venelogical Indonesia 2002:29/3 ; 145-152.

(21)

12.Burgeson RE. Basement membranes. Dalam Futzpatrick IB. Eisen AZ, Wolff K, Freedberg IM, Austen KF, editor. Dermatology in general medicine; edisi ke-4 New York: Mc Graw-Hill Inc. 1993:329-39

13.Murphy GF. Histology of the skin. Dalam Elder D, Lever’s Hidtophatology of the skin; edisi ke-8 Philadelphia: Lippincott-Reven, 1997:5-17

Referensi

Dokumen terkait

Posisi awal pasien duduk ongkang-ongkang terapis berdiri didepan pasien, tangan kiri terapis memfleksasi bagian atas lutut, tangan kanan terapis memegang ankel atau pergelangan

Kondisi kerja sebelum menggunakan kursi kerja ergonomis membuat operator mengeluhkan rasa sakit dan sangat sakit yang sangat dominan pada bagian paha, lutut, betis, pergelangan

kategori sangat sakit di bagian leher atas dan bawah, punggung, pinggang, pergelangan tangan kanan, lutut kiri dan kanan, betis kiri dan kanan, pergelangan kaki kiri dan kanan

Dari hasil analisis data, dapat disimpulkan bahwa fleksibilitas lutut dan pergelangan kaki wanita usila yang mengikuti SSI lebih tinggi secara bermakna daripada yang

Bagian pada sikap kerja yang diamati meliputi pergerakan tubuh dari bagian punggung, bahu, tangan, dan kaki (termasuk paha, lutut, pergelangan kaki). Hasil

Diaper dermatitis adalah suatu keadaan dimana kulit mengalami peradangan di daerah yang tertutup diaper, biasanya daerah yang terkena diaper ini adalah daerah bokong,

Sendi yang sering mengalami cedera ringan pada atlet beladiri yaitu engkel, lutut, panggul, pergelangan tangan, siku, dan bahu3. Seperti yang diuraikan

Letak sungsang sendiri dapat dibagi menjadi letak bokon murni (frank breech), letak bokong kaki (Complete breech), letak lutut dan kaki (Incomplete breech