Perbandingan Antara Substitusi Keluih
(Artocarpus Communis
)
dan sukun
(Artocarpus Altilis)
Terhadap Kualitas Abon Sapi
Comparison Between Keluih (Artocarpus Communis)
and Bread- Fruit(Artocarpus Altilis) to Quality of abon cow
Tri Hesti Wahyuni, Joharnomi Rifai, dan Prissa Negara Sibarani
Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan 20155
Abstract: The objective of this experiment was to study The Comparison Between Keluih (Artocarpus communis) and Bread-Fruit (Artocarpus altilis) To Quality of Abon Cow.
This research conducted in Laboratorium Teknologi Food, Technological Majors of Agriculture, Faculty of Agriculture, University North Sumatra, Medan. The objective of this research was to know substitution materials type and comparison of correct substitution level to quality of cow abon.
This research is conducted by using completely randomized design method (CRD) which consist of 2 factor such as first factor is S (substitution materials) where S0 = meat of
cow + keluih, and S1 = meat of cow + bread-fruit. The second factor is L (comparison of
substitution level) where L0 = 100%: 0%, L1 = 75%: 25%, L2 = 50%: 50% and L3 = 25%: 75%,
treatment combination counted 2 x 4 by 3 replication.
The result of research that different substitution materials were increasing to masture (%) (10.03 and 11.00, respectively), to crude protein (%) (28.68 and 30.77, respectively),and was decreasing to taste (numerik) (2.78 and 2.41, respectively), colour (numerik) (2.87 and 2.51, respectively) and texture (numerik) (2.72 and 2.28, respectively) but non significant (P>0.05) with fat rate.
Comparison of different substitution level was decreasing to masture (%) (12.70, 11.83, 10.17 and 7.67, respectively), to crude protein (%) (38.65, 35.15, 29.05 and 16.03, respectively), to taste (numerik) (3.01, 2.92, 2.40 and 2.05, respectively), to colour (numerik) (2.87, 2.83, 2.69 and 2.36, respectively), and to texture (numerik) (2.94, 2.68, 2.33 and 2.06, respectively), but was increasing to fat rate (%) (18.25, 20.86, 25.74 and 28.45, respectively).
Interaction between substitution materials and comparison of different substitution level was decreasing to crude protein (%) (38.40, 34.50, 25.75, 16.53 / 38.90, 35.80, 32.83 and 15.53, respectively), to taste (numerik) (3.13, 2.97, 2.58, 2.44 / 2.89, 2.86, 2.22 and 1.66, respectively), to colour (numerik) (3.02, 2.97, 2.80, 2.69 / 2.72, 2.69, 2.58 and 2.03, respectively), and to texture (numerik) (3.13, 2.72, 2.52, 2.50 / 2.75, 2.63, 2.13 and 1.61, respectively), but non significant (P>0.05) to masture and fat rate.
Keluih can be used as substitution materials because owning more compared to excellence is bread-fruit with best substitution level is 25%.
Key words: keluih, bread-fruit, abon and crude protein
Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji perbandingan antara keluih (Artocarpus communis) dan sukun (Artocarpus altilis) terhadap kualitas abon sapi. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis bahan substitusi dan perbandingan level substitusi yang tepat terhadap kualitas abon sapi.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL)
yang terdiri dari 2 faktor yaitu faktor S (bahan substitusi) di mana S0 = keluih dan S1 =
sukun dan faktor L (perbandingan level substitusi) di mana L0 = 100%: 0%, L1 = 75%: 25%,
Hasil penelitian diperoleh bahwa bahan substitusi yang berbeda berpengaruh nyata
(P<0.05) terhadap kadar air dan berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap kadar
protein, rasa, warna, dan tekstur, tetapi tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan kadar
lemak sedangkan perbandingan level substitusi yang berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, kadar protein, kadar lemak, rasa, warna, dan tekstur. Interaksi antara bahan substitusi dan perbandingan level substitusi yang berbeda berpengaruh nyata terhadap kadar protein, rasa, warna, dan tekstur tetapi tidak berbeda nyata terhadap kadar air dan kadar lemak. Keluih dapat digunakan sebagai bahan substitusi karena memiliki keunggulan yang lebih dibandingkan dengan sukun dengan level substitusi yang terbaik adalah 25%.
Kata kunci: keluih, sukun, abon, dan protein kasar.
Pendahuluan
Daging adalah salah satu bahan pangan yang mempunyai kadar protein yang tinggi. Masalahnya daging mempunyai sifat
yang mudah rusak (perishable food) dan
tingkat kerusakan sekitar 5-10%. Oleh karena itu diperlukan penanganan yang tepat dan cepat berupa pengawetan dan pengolahan. Tujuannya adalah untuk memperpanjang waktu penyimpanan, mempertahankan nilai gizi, serta memberi peluang penganekaragaman jenis olahan makanan (Dinas Peternakan, 1998).
Salah satu bahan makanan asal daging yang mempunyai nilai gizi tinggi dan bervariasi cara pengolahannya adalah abon. Masalahnya abon daging sapi mahal harganya namun peminatnya tetap banyak. Untuk menekan harga agar terjangkau oleh masyarakat menengah ke bawah, maka produk abon dapat dibuat dari bahan hewani yang dikombinasi dengan bahan nabati.
Pada penelitian ini penulis
menambahkan keluih (Artocarpus
communis) dan sukun (Artocarpus altilis)
dalam pembuatan abon untuk memperkecil biaya dengan mengurangi pemakaian daging sehingga daya jual abon murah dan dapat dijangkau masyarakat tetapi tetap mempertahankan mutu dan palatabilitasnya. Selain itu bahan yang digunakan juga mudah diperoleh, cara pembuatan yang mudah, dan biayanya tidak terlalu mahal.
Keluih (Artocarpus communis)
dipilih karena mempunyai serat yang hampir menyerupai daging, sedangkan sukun
(Artocarpus altilis) dipilih karena satu bangsa dengan keluih meskipun seratnya tidak sama. Keunggulan dari produk abon keluih adalah berasa enak (khas), memiliki tampilan (tekstur) yang sama dengan abon daging murni, dan tahan disimpan lama.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis bahan substitusi abon dan perbandingan level substitusi yang tepat terhadap kualitas kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan organoleptik abon sapi.
Bahan dan Metode Penelitian
Lokasi dan waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Jln. Prof. A. Sofyan no. 3, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Februari 2005 – Maret 2005.
Bahan dan Alat • Bahan
- Sendok penggoreng
- Pisau
Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri atas 2 faktor yaitu:
1. Faktor substitusi (S)
S0 = daging sapi + keluih
S1 = daging sapi + sukun
2. Faktor level perbandingan (L)
L0 = 100%: 0%
L1 = 75%: 25%
L2 = 50%: 50%
L3 = 25%: 75%
Banyak ulangan yang diperoleh sebanyak 3 ulangan.
Model Rancangan
Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut:
Υijk= µ + αi +βj + (αβ) ij + ∈ijk
Parameter Penelitian
a. Kadar Air
b. Kadar Protein
c. Kadar Lemak
d. Uji organoleptik (rasa, warna, dan
tekstur)
Prosedur Penelitian
1. Daging direbus sampai sampai lunak,
sewaktu merebus dimasukkan potongan pepaya muda agar daging mudah lunak.
2. Keluih dan sukun dikupas,
dibersihkan, lalu diparut.
3. Daging ditumbuk kemudian
dicabik-cabik, ditumbuk lagi, lalu disuir-suir.
4. Bumbu dihaluskan, santan diperas
langsung tanpa air (1kg daging: 1 butir kelapa).
5. Campurkan bumbu, keluih atau
sukun, daging, dan santan diaduk sampai santan kering.
6. Goreng dengan minyak panas sambil
terus diaduk sampai daging berwarna coklat, kemudian tiriskan dan peras minyak berlebihan dengan peniris sentrifugal.
Hasil dan Pembahasan
Rekapitulasi hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. berikut ini.
Tabel 1.
Rekapitulasi hasil penelitian
Perlakuan Kadar air
Kadar protein
Kadar
lemak Rasa Warna Tekstur
S0 10.03a 28.68a 23.30tn 2.78a 2.87a 2.72a
Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5%.
tn = tidak nyata
1. Kadar air
Semakin tinggi level keluih atau sukun, kadar airnya semakin menurun. Hal ini disebabkan keluih dan sukun lebih mudah kering selama proses pemanasan dibandingkan dengan daging sapi, dan juga sifat protein daging sapi yang mampu menahan airnya selama proses pemanasan berlangsung. Penurunan ini menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap kadar air.
2. Kadar protein
Semakin tinggi level daging sapi semakin tinggi kadar protein abon yang dihasilkan, hal ini disebabkan oleh karena protein daging sapi lebih tinggi daripada keluih dan sukun. Jika dilihat dari komposisi daging sapi kadar proteinnya mencapai 18.8% (Direktoratgizi,1981).
3. Kadar lemak
4. Rasa
Abon keluih mempunyai karakteristik serat yang hampir menyerupai daging bila dibanding dengan sukun sehingga rasanya lebih disukai panelis. Hal ini didukung oleh Pitojo (2005) yang menyatakan abon keluih mempunyai rasa yang khas dan penampilan (tekstur) yang sama dengan abon daging sapi seratus persen.
5. Warna
Warna abon dengan substitusi keluih memiliki warna coklat kemerahan sehingga lebih disukai panelis daripada warna abon yang disustitusi sukun mempunyai warna coklat pucat. Warna coklat ini merupakan hasil reaksi pencoklatan (reaksi Maillard) yang diinginkan pada waktu penggorengan. Warna ini dapat dijadikan sebagai petunjuk mutu abon seperti yang dikemukakan Pamencak (1982) yang menyatakan bahwa semakin coklat warna abon biasanya mutunya akan semakin baik. Sebaliknya abon yang berwarna muda biasanya dalam proses pembuatannya dicampur bahan lain.
6. Tekstur
Keluih mempunyai karakteristik serat yang hampir menyerupai daging sapi bila dibanding dengan sukun, sehingga tekstur lebih disukai panelis. Abon keluih yang dihasilkan seperti serat-serat kapas yang hampir mendekati tekstur abon daging. Hal ini didukung oleh Pitojo (2005) bahwa abon kluwih mempunyai tampilan (tekstur) yang hampir menyerupai abon daging sapi.
Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
1. Bahan substitusi yang berbeda
berpengaruh menurunkan kadar air dan berpengaruh menaikkan kadar protein, rasa, warna, dan tekstur tetapi tidak berbeda nyata terhadap kadar lemak.
2. Perbandingan level substitusi yang
berbeda berpengaruh menurunkan kadar air, kadar protein, rasa, warna, dan tekstur, serta berpengaruh menaikkan kadar lemak.
3. Interaksi antara bahan substitusi
yang berbeda berpengaruh menurunkan kadar protein, rasa, warna, dan tekstur, tetapi tidak
berbeda nyata terhadap kadar air dan kadar lemak.
Saran
Disarankan agar menggunakan keluih sebagai bahan substitusi daging pada abon sapi dengan level 25%.
Daftar Pustaka
Astawan, M. W. dan M. Astawan. 1989.
Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. Jakarta: Akademical Pressindo.
Baliwati, Y. F., Khomsan, A., C. M. Dwiriani.
2004. Pengantar Pangan dan Gizi.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Dinas Peternakan. 1998. Petunjuk Teknis
Pengolahan Hasil Peternakan.
Medan: Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara.
Facruddin, L. 1997. Membuat Aneka Abon
Teknologi Tepat Guna. Yogyakarta: Kanisius.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi
Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press.
Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging.
Penerjemah A. Parakkasi. Jakarta: UI Press.
Margono, T. Suryati, D. dan Hartinah S.
2004. Tentang Pengolahan Pangan. [www.document]URL
http://www.iptek.net.id/warintek/ pengolahan_pangan.idx.php.
Moehyi, S. 1992. Penyelenggaraan Makanan
Institusi dan Jasa Boga. Jakarta: Bharatara.
Muchtadi, D. 2000. Sayur-Sayuran (Sumber
Serat dan Antioksidan: Mencegah Penyakit Degenaratif).
Pamentjak. 1982. Pedoman Industri Kecil
Rakyat. Jakarta: Jasa Guna.
Pitojo, S.1992. Budidaya Sukun. Yogyakarta:
Kanisius.
Pitojo, S. 2005. Budidaya Keluih.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Edisi ke-2. Yogyakarta: UGM Press.
Sunarjono, H. H. 2003. Prospek Berkebun
Buah. Jakarta: Penebar Swadaya.
Tabloid Nova. 2002. [www. document] URL http//www.sedap_sekejap.com/arti kel/2002/edisi4/files/teknoind.htm
Tarwotjo, C. S. 1998. Dasar-Dasar Gizi
Kuliner. Jakarta: Gramedia Widia Sarana Indonesia.
Winarno, F.G. 1993. Pangan, Gizi,