IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
(CSR) TERHADAP MASYARAKAT LINGKUNGAN PTPN IV
(STUDI PADA UNIT KEBUN DOLOK ILIR
KABUPATEN SIMALUNGUN)
TESIS
Oleh
EDI SYAHPUTRA
067005088/HK
S
E K O L AH
P A
S C
A S A R JA NA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
(CSR) TERHADAP MASYARAKAT LINGKUNGAN PTPN IV
(STUDI PADA UNIT KEBUN DOLOK ILIR
KABUPATEN SIMALUNGUN)
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora
dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
EDI SYAHPUTRA
067005088/HK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL
RESPONSIBILITY (CSR) TERHADAP MASYARAKAT
LINGKUNGAN PTPN IV (STUDI PADA UNIT KEBUN DOLOK ILIR KABUPATEN SIMALUNGUN)
Nama Mahasiswa : Edi Syahputra
Nomor Pokok : 067005088
Program Studi : Ilmu Hukum
Menyetujui Komisi Pembimbing
( Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH ) K e t u a
(Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH) ( Dr. Sunarmi, SH, M.Hum ) A n g g o t a A n g g o t a
Ketua Program Studi D i r e k t u r
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B.,MSc)
Telah diuji pada
Tanggal 03 Desember 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua
:
Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH
Anggota
:
1. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH
2. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum
ABSTRACT
The term Corporate Social Responsibility (CSR) can be found in State Owned Company or BUMN Act no.19/2003, and in Limited Liability Company Or PT Act no.40/2007. The detailed rules of CSR implementation on environmental partnership and sponsorship program are spelled out in Ministry of BUMN Decree no.KEP.236/MBU/2003. By having the regulations, the rules of game for CSR of BUMN is already clear.
As it is implied in its name, BUMN has both public and private dimensions. The problem of development is an urgent thing to do in this country, and it is impossible to hand it wholely to government. Therefore, as agent of development, BUMN must take part in the effort of accomplishing the development.
Related to it, the problem in this thesis is about the rules of Corporate Social Responsibility in BUMN environment, the implementation of CSR to society of PTPN IV estate unit Dolok Ilir Simalungun district environment, and the impact of CSR implementation.
The method used is this study is normative yuridical, that is by studying the rules of the law about the implementation of CSR, the related documents, and making interview.
The result of the study reveals that the regulation of CSR in BUMN environment is still in the form of Minister Decree. Eventhough there is an enforcement, it has not had any sanction. The implementation of CSR done by PTPN IV is still charitable instead of philanthropic, and it has not given significant impact to the society. Therefore, it is suggested that as the manifestation of Act no.40/2007, the regulations should be put into effect soon and the implementation of CSR is done based on the continuity for the society. In the future, the impact of CSR implementation should be done seriously in order to endeavor the social economy based on the usefulness and the justice.
ABSTRAK
Dalam undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, dan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas kita mengenal istilah, Ttanggungjawab sosial peusahaan. Aturan secara rinci tentang pelaksanaan tanggung jawab sosial mengenai tanggung jawab sosial perusahaan ini terdapat dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep.236/MBU/2003, tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan. Dengan aturan-aturan tersebut tanggung jawab sosial perusahaan BUMN telah jelas aturan mainnya.
Sebagai Badan Usaha Milik Negara, terdapat dimensi publik dan privat, yang melekat padanya. Masalah pembangunan adalah masalah yang urgen dalam negara ini, dan tidak mungkin menyerahkan ”pembangunan ” sepenuhnya kepada Negara. Untuk itu BUMN sebagai agent of development, harus turut serta dalam usaha mencapai pembangunan.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, permasalahan yang dibahas dalam tesis ini adalah tentang, pengaturan Corporate Social Responsibility di lingkungan BUMN, Implementasi Corporate Social Responsibility terhadap masyarakat lingkungan PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir di Kabupaten Simalungun dan dampak Implementasi Corporate Social Responsibility.
Metode yang dipergunakan dalam penelilitian ini dengan pendekatan yuridis normatif, yaitu dengan mengkaji peraturan-peraturan hukum mengenai Implementasi CSR terhadap masyarakat lingkungan PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir. Dengan melakukan studi dokumen, wawancara dengan informan untuk mengetahui lebih mendalam dan rinci tentang hal-hal yang diteliti.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pengaturan Tentang CSR dil ingkungan BUMN, secara rinci masih dalam bentuk Keputusan Menteri, dengan demikian kekuatan memaksa ada namun belum terdapatnya sanksinya, Implementasi CSR oleh PTPN IV masih bersifat karitas ketimbang filantropis, dampak implementasi CSR belum memberikan dampak yang baik. Maka disarankan hendaklah PP yang merupakan manifestasi dari UU Nomor 40 Tahun 2007 dapat segera diberlakukan, implementasi CSR hendaknya berdasarkan kesinambungan bagi masyarakat, selanjutnya dampak implemntasi hendaknya benar-benar terwujud dalam kerangka pemberdayaan ekonomi masyarakat berdasarkan kemanfaatan dan keadilan.
KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT Yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
tesis ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan karena bantuan dari
berbagai pihak, baik yang sifatnya bantuan materil maupun moril. Oleh karena itu
pada kesempatan inikami mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof.Chairuddin P.Lubis,DTM&H, Sp.A (K),
atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan program magister;
2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof.Dr.Ir.T.Chairun
Nisa,B.,MSc, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti
dan menyelesaikan pendidikan program magister;
3. Ketua Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara, Prof.Dr.Bismar Nasution, SH, MH atas segala pengarahan, motovasi, ilmu
pengetahuan yang diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu pengetahuan
pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara;
4. Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis
ucapkan kepada Prof.Dr.Bismar Nasution, SH, MH selaku Ketua Komisi
Anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian telah memberikan
bimbingan, arahan petunjuk dan ide-ide yang terbaik serta kritik dan saran yang
konstruktif demi tercapainya hasil yang terbaik dalam penulisan tesis ini;
5. Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis
ucapkan kepada Dr.Mahmul Siregar, SH, M.Hum dan Bapak Syafruddin
S.Hasibuan, SH,MH selaku penguji tesis penulis.
6. Alm.Prof.Dr.Mustafa Siregar, SH, (Guru Besar Fakultas Hukum USU) sebagai
sosok yang selalu memberi motivasi dan dedikasi kepada penulis semenjak
mengikuti pendidikan S.1 hingga saat ini.
7. Prof.Abduh, SH (Guru Besar Fakultas Hukum USU) sebagai sosok yang
berdedikasi tinggi, yang selalu penulis hargai atas arahan dan nasehatnya.
8. Ucapan terima kasih penulis kepada Bapak Ir.Muchsin Nasution Bapak, Efendi
Pohan, SE asisten SDM dan Umum Unit Kebun Dolok Ilir, Bapak Nando, dan
seluruh pihak di lingkungan PTPN IV.
9. Bapak/ibu masyarakat di Kabupaten Simalungun yang telah bersedia menjadi
informan untuk kesempurnaan tesis ini.
10.Seluruh Dosen/staff pengajar, yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan
motivasi dalam setiap perkuliahan Program Studi Ilmu Hukum Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
11.Seluruh staff administrasi, Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana
12.Seluruh sahabat kuliah penulis pada Program Studi Ilmu Hukum Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Sembah Sujud ananda haturkan kepada Orang Tua Penulis, Alm.Lamiran,
Ibunda Ngatemi, Ayahanda Misno Ibunda Kasmini atas segala keizinan, upaya, do`a
dan keikhlasan yang tak terhingga yang diberikan kepada penulis hingga dapat
menyelesaikan program Magister Ilmu Hukum, buat matahari dan rembulanku Eni
Sri Rahayu, Amk Ananda tersanyang buah hatiku Anas Dhiratadra Alam, buah cipta
ayahanda semoga dapat memotivasi diri untuk meraih cita-cita yang tinggi, semoga
keberhasilan bersamamu buah hatiku Amin. Seluruh orang tua penulis abangda,
Suwito kakanda Magdalena Siregar, Astuty adinda Ayu Valentin, Winda Mustika
Sari, Buat Rizky Evrindo Velawi, Finka Yulianda Velawi, Dimas seluruh keluarga
penulis terima kasih atas curahan kasih sayang yang telah diberikan semoga Allah
selalu memberikan limpahan rahmat, hidayah dan karunia-Nya kepada kita
semua Amin.
Medan, Desember 2008 Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Edi Syahputra
Tempat/Tanggal Lahir : Bah Gunung, 12 April 1976
Jenis Kelamin : Laki-laki
A g a m a : Islam
S t a t u s : Menikah
Pendidikan : - Sekolah Dasar Al-Washliyah Kab.Simalungun 1989
- Sekolah Menengah Tingkat Pertama Negeri 1 Serbelawan Kabupaten Simalungun 1992
- Sekolah Menengah Tingkat Atas Negeri 1 Serbelawan Kabupaten Simalungun 1995
- Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Swadaya Medan 2001
DAFTAR ISI
BAB II PENGATURAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DI LINGKUNGAN BUMN …… ... 31
A. Corporate Social Responsibility dan Etika Bisnis ... 31
B. Hubungan CSR dan Good Corporate Governance ... 36
C. Landasan Hukum ... 41
BAB III IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) TERHADAP MASYARAKAT LINGKUNGAN PTPN IV (STUDI PADA UNIT KEBUN DOLOK ILIR) ... 51
A. Gambaran Umum PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir ... 51
B. Struktur Organisasi ... 54
D. Implementasi Corporate Social Responsibility Pada PTPN IV
Unit Kebun Dolok Ilir ... 61
1. Program Kemitraan ... 64
2. Program Bina Lingkungan ... 83
BAB IV DAMPAK IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP MASYARAKAT LINGKUNGAN PTPN IV UNIT KEBUN DOLOK ILIR ... 90
A. Dampak CSR Bagi Perusahaan (Internal) ... 90
B. Dampak Bagi Masyarakat (Ekternal)... 94
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 98
A. Kesimpulan ... 98
B. Saran ... 99
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
1. Struktur Organisasi PT.Perkebunan Nusantara IV (Persero) Kebun
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan peradaban modern eksistensi suatu perusahaan atau dunia usaha
terus menjadi sorotan. Salah satu isu penting yang masih terus menjadi perhatian
dunia usaha hingga saat ini adalah soal tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate
Social Responsibility) yang selanjutnya dalam penulisan ini disingkat CSR. Sebagai
bagian dari konfigurasi hubungan antara dunia bisnis dan masyarakat, persoalan
tanggung jawab sosial perusahaan mengalami rumusan konseptual yang terus
berubah, sejalan dengan perkembangan yang dialami oleh dunia usaha itu sendiri.
Pada awalnya dan untuk waktu yang sangat panjang, dunia usaha barang kali tidak
perlu atau tidak pernah berfikir mengenai tanggung jawab sosial. Hal ini karena
proposi teori klasik, sebagaimana dirumuskan oleh Adam Smith tugas korporasi
diletakkan semata-mata mencari keuntungan, “the only duty of the corporation is to
make profit.1 Motivasi utama setiap perusahaan atau industri atau bisnis adalah
meningkatkan keuntungan.
Secara perlahan ideologi “ the only duty of the corporation is to make profit”
yang dianut oleh korporasi telah berubah dengan munculnya kesadaran kolektif
bahwa kontiunitas pertumbuhan dunia usaha tidak akan terjadi tanpa dukungan
yang memadai dari stakeholder yang melingkupinya seperti, manajer, konsumen,
1
buruh dan anggota masyarakat. Inti dari pandangan ini adalah bahwa dunia usaha
tidak akan sejahtera jika stakeholdernya juga tidak sejahtera.2
Perusahaan itu sesungguhnya tidak hanya memiliki sisi tangung jawab
ekonomis kepada para shareholders seperti bagaimana memperoleh profit dan
menaikkan harga saham atau tanggung jawab legal kepada pemerintah, seperti
membayar pajak, memenuhi persyaratan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan), dan ketentuan lainnya. Namun, jika perusahaan ingin eksis dan
ekseptabel, harus disertakan pula tanggung jawab yang bersifat sosial.3
CSR pertama kali muncul dalam diskursus resmi-akademik sejak hadirnya
tulisan Howard Bowen, Social Responsibility of the Businessmen tahun 1953 (Harper
and Row, New York). CSR yang dimaksudkan Bowen mengacu kewajiban pelaku
bisnis untuk membuat dan melaksanakan kebijakan, keputusan, dan berbagai tindakan
yang harus mengikuti tujuan dan nilai-nilai dalam suatu masyarakat. Singkatnya,
konsep CSR mengandung makna, perusahaan atau pelaku bisnis umumnya memiliki
tanggung jawab yang meliputi tanggung jawab legal, ekonomi, etis, dan lingkungan.
Lebih khusus lagi, CSR menekankan aspek etis dan sosial dari perilaku korporasi,
seperti etika bisnis, kepatuhan pada hukum, pencegahan penyalahgunaan kekuasaan
dan pencaplokan hak milik masyarakat, praktik tenaga kerja yang manusiawi, hak
2
Eddie Riyadi, Tanggung Jawab Bisnis Terhadap Ham, (diakses tanggal 16 Januari 2008, http://www.elsam.or.id.
3
asasi manusia, keamanan dan kesehatan, perlindungan konsumen, sumbangan sosial,
standar-standar pelimpahan kerja dan barang, serta operasi antar negara.4
Wacana CSR semakin terasa dengan diterbitkannya buku ”Silent Spring”
karangan Rachel Carson yang membahas pertama kalinya tentang persoalan
lingkungan dalam tataran global. Karyanya menyadarkan bahwa tingkah laku
korporasi mesti dicermati sebelum berdampak menuju kehancuran.Sejak itu,
perhatian terhadap permasalahan lingkungan semakin berkembang dan mendapat
perhatian kian luas.Pemikiran korporasi yang lebih manusiawi juga muncul dalam
The future Capitalism yang ditulis Lester Thurow tahun 1966. Menurutnya,
kapitalisme-yang menjadi mainstream saat itu tidak hanya berkutat pada masalah
ekonomi, namun juga memasukkan unsur sosial dan lingkungan yang menjadi basis
apa yang nantinya disebut sustainable society. 5
Di era 1970 an CSR dianggap sebagai isu marjinal tetapi kemudian para
pebisnis dan pemimpin pemerintahan menyadari sepenuhnya bahwa mustahil
membebankan seluruh pemecahan masalah kemiskinan dan kerusakan lingkungan
dipundak pemerintah, sementara di lain sisi, pihak perusahaan punya kekuatan yang
hampir sama dengan pemerintah karena kemampuan ekonominya.6
Di Indonesia kesadaran para pelaku bisnis dalam menerapkan CSR relatif baru,
yaitu awal 1990. Adanya anggapan para pelaku bisnis di Indonesia bahwa tanggung
4
Eddie Riyadi, op.cit .,
5
Yusuf Wibisono, op.cit., hal. 5.
6
jawab sosial dipandang sebagai aktivitas yang bersifat buang-buang biaya. Padahal
program CSR justru memberikan banyak keuntungan pada perusahaan.7
Secara perlahan dalam dunia usaha di Indonesia mulai muncul spektrum baru
berkaitan dengan pentingnya dunia usaha mempertajam kesadaran mereka tentang
tanggung jawab sosial perusahaan. Korporasi harus memandang bahwa tanggung
jawab sosial perusahaan perlu diupayakan di lingkungan internal dan eksternal
perusahaan. Dalam lingkup internal perusahaan, implementasi CSR merupakan
keputusan strategis perusahaan yang secara sadar di desain sejak awal untuk
menerapkan lingkungan kerja yang sehat, kesejahteraan karyawan, aspek bahan baku
dan limbah yang ramah lingkungan, serta semua aspek dalam menjalankan usaha
dijamin tidak menerapkan praktek-praktek jahat. Dalam lingkup eksternal
implementasi CSR harus dapat memperbaiki dalam aspek sosial dan ekonomi pada
lingkungan sekitar perusahaan pada khususnya serta lingkungan masyarakat pada
umumnya. Tanggung jawab eksternal ini menjadi kewajiban bersama antar entitas
bisnis untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat lewat pembangunan yang
berkelanjutan. Maka tidak berlebihan seperti judul dalam konperensi CSR,
bahwa dalam sebuah entitas bisnis, responsible business is good business. 8
Pembangunan industri sebenarnya memiliki dampak positif dapat
menyerap tenaga kerja, meningkatkan produktifitas ekonomi, dan dapat menjadi
aset pembangunan nasional maupun daerah. Namun kenyataan selama puluhan
7
http://www.masyarakatmandiri.org, (diakses tanggal, 11 September 2008)
8
tahun praktik bisnis dan industri korporasi Indonesia cenderung memarginalkan
masyarakat sekitar, tetap tidak bisa ditampik. Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009, mengenai permasalahan dan agenda
pembangunan, menegaskan bahwa telah terjadi ekses negatif dari pembangunan,
yaitu kesenjangan antar golongan pendapatan, antar wilayah dan antar kelompok
masyarakat.9
Masyarakat yang sejak awal telah miskin, kenyataannya semakin
termarginalkan dengan kehadiran berbagai jenis korporasi. Korporasi tidak
melaksanakan CSR secara baik terhadap masyarakat. Alih-alih melibatkan dan
memberdayakan masyarakat sekitar dengan melakukan community
development,10 korporasi cenderung membuat jarak dengan masyarakat sekitar. Jika
pun ada program yang dilakukan oleh korporasi, biasanya bersifat charity, seperti
memberi sumbangan, santunan, sembako, dan lain-lain. Program charity ini menjadi
dalih bahwa mereka juga memiliki kepedulian sosial. Dengan konsep charity,
kapasitas dan akses masyarakat tidak beranjak dari kondisi semula, tetap marginal.
Charity menjadi program yang tidak tepat sasaran karena tidak bisa memutus rantai
kemiskinan.11
9
Oky Syaiful R.Harahap, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, http: //www. sarwono. net/ artikel.php?id (diakses pada tanggal, 18 Januari 2008)
10
Baca Bambang Rudito dan Melia Famiola, Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial,
Perusahaan di Indonesia, (Bandung: Rekayasa Sains, 2007) hal.234 bahwa Arif Bidimanta
menyatakan Community Development adalah kegiatan pembangunan komunitas yang dilakukan secara sistematis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar akses komunitas guna tercapai kondisi sosial, ekonomi dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kegiatan pembangunan sosial sebelumnya.
11
Hukum sebagai perangkat norma-norma kehidupan dalam bermasyarakat
merupakan salah satu instrumen terciptanya aktivitas bisnis yang lebih baik. Para
pelaku bisnis (perusahaan) dan masyarakat hendaknya tercipta hubungan yang
harmonis. Untuk itulah perusahaan dan masyarakat harus dapat bersinergi, dalam hal
ini perusahaan harus mampu menghapus segala kemungkinan kesenjangan yang
terjadi. Perusahaan merupakan badan usaha yang berbadan hukum yang merupakan
subjek hukum dengan demikian perusahaan mempunyai hak dan tanggung jawab
hukum juga mempunyai tanggung jawab moral, dimana tanggung jawab moral ini
dapat menjadi cerminan dari perusahaan tersebut.12
Dipandang dari segi moral hakikat manusia maupun hakikat kegiatan bisnis itu
sendiri, diyakini bahwa tidak benar kalau para manajer perusahaan hanya punya
tanggung jawab dan kewajiban moral kepada pemegang saham. Para manajer
perusahaan sebagai manusia dan sebagai manajer sekaligus mempunyai tanggung
jawab dan kewajiban moral kepada orang banyak dan pihak lain yang berkaitan
dengan kegiatan operasi bisnis perusahaan yang dipimpinnya. Para manajer
perusahaan mempunyai tanggung jawab dan kewajiban moral untuk memperhatikan
hak dan kepentingan karyawan, konsumen, pemasok, penyalur masyarakat setempat
dan seterusnya.Singkatnya, tanggung jawab dan kewajiban moral para manajer
12
I Nyoman Tjager, et al, Corporate Governance (Tantangan dan Kesempatan bagi Komunitas
perusahaan tidak hanya tertuju kepada shareholders (pemegang saham) tetapi juga
kepada stakeholders pada umumnya.13
Selain itu perusahaan sebagai subjek hukum seyogyanya juga menjadi mahluk
sosial yang pemperhatikan lingkungan sosialnya sehingga perusahaan itu tidak
dirasakan sebagai sesuatu yang asing di lingkungannya. Hal ini sangat penting,
terutama jika kita berbicara tentang perusahaan raksasa yang terkadang merupakan
“negara dalam negara” karena besarnya. Banyak perusahaan raksasa yang justru
berprilaku sebagai penguasa daerah dan mendikte pemerintah daerah. Satu dan lain
hal karena pemerintahan daerah sangat bergantung pada perusahaan raksasa tersebut,
baik itu pajak, retribusi, lapangan kerja, realisasi maupun pembangunan masyarakat
(Community Development).14
Mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial di dalam pengertian
good governance, yang subtansi dan pelaksanaanya menunjang pembangunan yang
stabil dengan syarat yang utama efisiensi dan pemerataan. Dalam pelaksanaannya,
good governance mengandalkan rule of law terutama yang mencakup bidang
ekonomi dan politik, penentuan kebijakan yang transparan, pelaksanaan kebijakan
yang accountable, birokrasi yang berkualitas dan juga masyarakat yang capable.15
13
Erni R. Ernawan, Business Ethics : Etika Bisnis, (Bandung : CV. Alfabeta, 2007), hal.28
14
Todung Mulia Lubis, Corporate Responsibility, http://www.com.id.org, (diakses pada tanggal, 18 Januari 2008)
15
Mochtar Kusumaatmadja mencatat bahwa hukum sebagai sarana pembangunan
bisa berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam arti penyalur
arah kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki oleh pembangunan atau pembaruan.
Dalam konteks perusahaan, berarti hukum berperan penting tidak hanya terhadap
pemegang saham (shareholders), tapi juga mengatur berbagai pihak (stakeholders)
dalam kegiatan korporasi agar berjalan sesuai dengan koridor keadilan sosial, selain
untuk menjamin bahwa perubahan itu terjadi secara teratur.16
Harapan adanya peraturan yang baik serta dijalankannya law enforcement.
Peraturan yang baik berarti peraturan yang memenuhi nilai-nilai yang hidup dan
berkembang di masyarakat (living law). Bukan saja masyarakat sekitar lokasi
perusahaan, melainkan juga masyarakat dunia usaha itu sendiri. Beberapa korporasi
mulai sadar akan pentingnya menjalankan tanggung jawab sosial terhadap
masyarakat, tapi lebih banyak lagi korporasi yang mangkir dari kewajibannya itu.
Karena itu perlu suatu peraturan perundang-undangan yang mengatur konsep dan
jenis CSR dalam rangka law enforcement dan peningkatan ekonomi lokal dan
nasional. 17
Kebijakan pemerintah Indonesia mengenai CSR diatur dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Sebagai pengganti
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas. Dalam Undang-Undang-undang
PT Nomor 40 Tahun 2007, pasal 74 ayat (1) menyatakan perseroan yang
16
Oky Syaiful R. Harahap, op.cit.
17
menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya
alam wajib melaksanakan tangung jawab sosial dan lingkungannya. Ayat (2)
berbunyi tanggung jawab sosial dan lingkungan itu merupakan kewajiban perseroan
yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya
dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Ayat (3) menyatakan
perseroan yang tidak melaksanaan kewajiban sebagaimana Pasal 1 dikenai sanksi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (4) berbunyi ketentuan
lebih lanjut mengenai tanggung jawab dan lingkungan diatur dengan peraturan
pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa CSR, sangat dipandang perlu dan
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari korporasi.
Diundangkannya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas ini, mengisyaratkan bahwa CSR awalnya bersifat sukarela menjadi sebuah
tanggung jawab yang diwajibkan. Namun Undang-undang Perseroan Terbatas secara
eksplisit tidak mengatur berapa jumlah nominal dan atau berapa besaran persen laba
bersih dari suatu perusahaan yang harus disumbangkan. Karena, pengaturan lebih
lanjut merupakan domain daripada Peraturan Pemerintah (PP) sebagai manifestasi
dari Undang-undang, dan saat ini Peraturan Pemerintah tersebut masih dibahas oleh
pemerintah.18
Jauh Sebelum Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Perseroan
Terbatas ini diundangkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sudah menerapkan
18
CSR yang diwajibkan oleh Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN,
lewat Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Sebagai manipestasinya
telah dikeluarkannya Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-236/MBU/2003
tanggal 17 Juni 2003 dan Surat Edaran Menteri BUMN Nomor SE-433/MBU/2003
tanggal 16 September 2003. Dengan demikian BUMN dapat dikatakan telah jelas
aturan mainnya karena sudah ada Undang-undang tersendiri. BUMN merupakan
perusahaan yang dimiliki oleh negara, bahkan pola CSR mereka sudah rinci aturan
pelaksananya.
Praktik CSR oleh BUMN ini menarik untuk dikaji disebabkan oleh faktor
pembeda yang secara normatif mendukung kegiatan kedermawanan sosial BUMN
ini seharusnya dapat berkembang, Pertama, karena sifat dan statusnya sebagai
perusahaan milik negara, BUMN tidak terkendala oleh motif pengurangan pajak (tax
deduction) sebagaimana menjadi pengharapan perusahaan-perusahaan swasta.
Kendati pajak tetap merupakan kewajiban bagi BUMN, kewajiban ini tidak serta
merta mempengaruhi kelancaran kegiatan atau operasi BUMN.Kedua, terdapat
instrumen ”pemaksa” berupa kebijakan pemerintah; dimana melalui Kepmen BUMN
Nomor: Kep-236/MBU/2003, perusahaan BUMN menjalankan Program Bina
dimungkinkan bahwa potensi rata-rata sumbangan sosial perusahaan-perusahaan
BUMN lebih besar dari perusahaan-perusahaan swasta.19
BUMN merupakan salah satu elemen utama kebijakan ekonomi strategis
negara-negara berkembang. Keberadaan BUMN mempunyai pengaruh utama dalam
pembangunan negara-negara dunia ketiga. Setidaknya, BUMN diperlukan dalam
pengaturan infrastruktur dan public utilities, dan menempatkan dirinya untuk
berperan pada hampir seluruh sektor aktivitas ekonomi. 20
Berdasarkan uraian-uraian diatas penulis tertarik menganalisis Implementasi
Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap masyarakat di lingkungan PTPN
IV (Studi pada Unit Kebun Dolok Ilir di Kabupaten Simalungun).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaturan Corporate Social Responsibility di lingkungan
BUMN?
2. Bagaimanakah implementasi Corporate Social Responsibility yang dilaksanakan
PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir Kabupaten Simalungun?
3. Bagaimanakah dampak implementasi Corporate Social Responsibility terhadap
masyarakat lingkungan PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir Kabupaten Simalungun?
19
Fajar Nussahid, Praktik Kedermawanan Sosial BUMN : Analisis terhadap Model
Kedermawanan PT.Krakatau Steel, PT.Pertamina dan PT.Telekomunikasi Indonesia, Jurnal Galang
Vol.1 No.2, Januari 2006 hal.5
20
C. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan hasil penelitian yang telah dilakukan
penulis, penelitian mengenai Implementasi Corporate Social Responsibility terhadap
masyarakat lingkungan PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir belum pernah dilakukan.
Namun penelitian yang membahas tentang Corporate Social Responsibility sudah
pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya. Adapun yang membedakan penelitian
penulis dengan peneliti sebelumya, adalah sebagai berikut :
1. Corporate Social Responsibility yang dianalisa dari Undang-undang Perseroan
Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, selanjutnya:
2. Corporate Social Responsibility, dengan landasan hukum Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007, Tentang Penanaman Modal.
Secara subtansial yang membedakan penelitian penulis dengan peneliti
terdahulu adalah sebagai berikut :
1. penelitian ini difokuskan pada BUMN, dengan landasan yuridis
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003, Tentang Badan Usaha Milik Negara dan
Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep.236/MBU/2003, tentang Program
Kemitraan dan Bina Lingkungan yang wajib dilaksanakan oleh BUMN.
2. penelitian menitik beratkan pada aspek implementasi
Dengan demikian penelitian ini merupakan hal yang baru dan asli karena sesuai
dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, obyektif dan terbuka. Sehingga
untuk kritikan-kritikan yang sifatnya membangun terkait dengan topik dan
permasalahan dalam penelitian ini.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian tesis ini adalah:
1. Untuk mengetahui peraturan-peraturan mengenai Corporate Social Responsibility
yang berlaku pada BUMN.
2. Untuk mengetahui implementasi Corporate Social Responsibility dalam
permberdayaan ekonomi masyarakat dan bina lingkungan PTPN IV Unit Kebun
Dolok Ilir Kabupaten Simalungun.
3. Untuk mengetahui dampak implementasi Corporate Social Responsibility pada
masyarakat dan lingkungan PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir di Kabupaten
Simalungun.
E. Manfaat Penelitian
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmu
pengetahuan, khususnya hukum perusahaan dan hukum bisnis di Indonesia.
Diharapkan juga penelitian ini dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan
perangkat peraturan mengenai CSR khususnya badan usaha yang berbentuk BUMN,
Secara praktis, penelitian ini ditujukan kepada kalangan pelaku bisnis di semua
sektor usaha untuk dapat lebih membuka cakrawala berpikir berkaitan dengan CSR
dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat dan bina lingkungan.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
Dunia bisnis, selama setengah abad terakhir, telah menjelma menjadi institusi
yang dominan di masyarakat dan harus mengambil tanggung jawab untuk
kepentingan bersama, setiap keputusan yang dibuat. Setiap tindakan yang diambil
haruslah dilihat dalam kerangka tanggung jawab tersebut… demikian ungkapan Dr.
David C. korten penulis Buku laris berjudul When Corporations Rule the World. Apa
yang ditandaskan Korten itu melukiskan betapa nyata tindakan yang diambil
korporasi membawa dampak terhadap kualitas kehidupan manusia, terhadap individu,
masyarakat dan seluruh kehidupan di bumi ini. Fenomena ini kemudian bisa
menjadikan wacana dan warna CSR.21
Kerangka teori tesis ini mengunakan teori utilitas (utilitarisme) yang
dipelopori oleh Jeremy Bentham dan selanjutnya dikembangkan oleh John Stuart
Mill. Utilitarisme disebut lagi suatu teleologis (dari kata Yunani telos= tujuan), sebab
menurut teori ini kualitas etis suatu perbuatan diperoleh dengan dicapainya tujuan
perbuatan. Perbuatan yang memang bermaksud baik tetapi tidak menghasilkan
apa-apa, menurut utilitarisme tidak pantas disebut baik.22 Teori utilitas merupakan
21
http://www.bi.go.id (diakses pada tanggal 18 Januari 2008)
22
pengambilan keputusan etika dengan pertimbangan manfaat terbesar bagi banyak
pihak sebagai hasil akhirnya (the greatest good for the greatestnumber). Artinya,
bahwa hal ini benar didefinisikan sebagai hal yang memaksimalisasi apa yang baik
atau meminimalisir apa yang berbahaya bagi kebanyakan orang. Semakin bermanfaat
pada semakin banyak orang, perbuatan itu semakin etis. Dasar moral dari perbuatan
hukum ini bertahan paling lama dan relatif paling banyak digunakan. Utilitarianism
(dari kata utilis berarti manfaat) sering disebut pula dengan aliran konsekuensialisme
karena sangat berpotensi pada hasil perbuatan.23
Utilitarisme sangat menekankan pentingnya konsekuensi perbuatan dalam
meniali baik buruknya. Kualitas moral suatu perbuatan-baik buruknya-tergantung
pada konsekuensi atau akibat yang dibawakan olehnya. Jika suatu perbuatan
mengakibatkan manfaat paling besar, artinya paling memajukan kemakmuran,
kesejahteraan, dan kebahagiaan masyarakat, maka perbuatan itu adalah baik.
Sebaliknya, jika perbuatan membawa lebih banyak kerugian dari pada manfaat,
perbuatan itu harus dinilai buruk. Konsekuensi perbuatan disini memang menentukan
seluruh kualitas moralnya.24
Menurut teori ini suatu adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu
harus menyangkut bukan hanya satu dua orang melainkan masyarakat sebagai
keseluruhan. Jadi, utilitarisme ini tidak boleh dimengerti dengan cara egoistis. Dalam
rangka pemikiran ini kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan
23
Erni R. Ernawan, op.cit., hal.93
24
adalah kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar. Perbuatan yang
mengakibatkan paling banyak orang yang merasa senang dan puas adalah perbuatan
yang terbaik. Mengapa melestarikan lingkungan hidup, misalnya merupakan
tanggung jawab moril individu atau korporasi? Utilitarisme menjawab: karena hal itu
membawa manfaat paling besar bagi umat manusia sebagai keseluruhan. Korporasi
atau perusahaan tentu bisa meraih banyak manfaat dengan menguras kekayaan alam
melalui teknologi dan industri, hingga sumber daya alam rusak atau habis sama
sekali. Karena itu, menurut utilitarisme upaya pembangunan berkelanjutan
(sustainable development) menjadi tanggung jawab moral individu atau
perusahaan. 25
Persoalannya adalah apakah perusahaan dengan sukarela atau dengan
ikhlas menciptakan perubahan dalam lingkungan masyarakat di tempat
perusahaan itu berada. Karena pada dasarnya dunia usaha memegang teguh
adagium-bahwa tugas pokok pebisnis adalah mencari untung sebesar-besarnya.
Di sinilah pentingnya moralitas dalam kegiatan ekonomi menurut Adam
Smith dalam bukunya “Theory of Moral Sentiments”, mengungkapkan bahwa
kegiatan ekonomi yang bersinggungan dengan kepentingan masyarakat, maka
perusahaan harus dapat mengimplementasikan nilai keadilan dalam
25
kebijakan perusahaan karena negara hanya berlaku sebagai ” impartial
spectator”.26
Dalam hal mewujudkan keadilan, Adam Smith, Guru Besar dalam bidang
Filsafat moral dan sebagai ahli teori hukum dari Glasgow University pada tahun
1750,27 telah melahirkan ajaran mengenai keadilan (justice), Smith mengatakan
bahwa” tujuan keadilan adalah untuk melindungi diri dari kerugian” (the end of
justice to secure from injury).28 Prinsip keadilan adalah prinsip dari kebijaksanaan
yang masuk akal dan diberlakukan bagi suatu konsepsi kesejahteraan bersama.29
Menurut pandangan kolektivitas melihat pada sifat kolektif perusahaan yang
bertahan pada moralitas sasaran, strategi, prosedur dan pengendalian perusahaan.
Paham ini menolak melihat bagaimana seluruh organisasi ditunjang oleh manusia,
yaitu individu-individu yang mampu memutuskan bagi dirinya sendiri apakah dan
bagaimanakah mematuhi persyaratan kolektif. Sebuah perusahaan lebih dari sekedar
26
Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Dalam Ilmu Hukum Ekonomi Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan 17 April 2004, hal 11, menerangkan bahwa Adam Smith sekaligus sebagai ahli teori hukum “Bapak Ekonomi Modern” telah melahirkan ajaran mengenai keadilan
(justice).Dalam Prolog dari Neil Mac Cormick ”Adam Smith On Law”, bahwa yang dimakud
“impartial Spectator” adalah bahwa peran Negara atau Pemerintah itu hanya sebatas fungsinya sebagai “penonton”
27
Ibid, hal.4-5.
28
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Sebagaimana dikutif dari D.W. Proh, “A. text-book of
Jurisprudence”, London: Sweet & Mazwell, 1966 hal 221, (Bandung : Citra Aditya Bakti, Cetakan
ke-V , 2000
29
akumulasi bagian-bagiannya. Organisasi kolektif selalu ada karena manusia mau dan
dapat membantu mencapai sasaran kolektif.30
Keberadaan suatu perusahaan akan selalu berinteraksi dengan masyarakat
sekitar yang kemudian menimbulkan kepentingan-kepentingan yang kadang saling
bertentangan. Dalam konteks pertentangan kepentingan masyarakat, ini akan
menimbulkan persoalan wajar tidak wajar, patut tidak patut, yang pada akhirnya
pertentangan kepentingan ini dapat melanggar hak anggota masyarakat.31
Pelanggaran-pelanggaran hak masyarakat dalam kegiatan sosial dan kegiatan
ekonomi perusahaan dapat terjadi karenanya hukum diperlukan untuk melindungi hak
masyarakat tersebut. Roscoe Pound menyatakan bahwa tugas pokok pemikiran
modern adalah “rekayasa sosial”. Untuk memudahkan dan menguatkan tugas
rekayasa sosial, Roscoe Pound menggolongkan kepentingan-kepentingan sosial,
untuk kesinambungan hukum yang berkembang melalui daftar kepentingan yang
mengalami perkembangan, sehingga tiga kepentingan harus dilindungi, yaitu,
kepentingan umum, kepentingan sosial dan kepentingan pribadi.32
Apabila kehidupan bisnis ingin berlangsung lama dan dalam jangka panjang
bisnis harus memberi jawaban kepada kebutuhan masyarakat dan memberi
masyarakat itu apa saja yang dibutuhkan. Kesadaran sosial ini adalah suatu akibat
30
Peter Pratley, Etika Bisnis (The Essence of Business Ethic), diterjemahkan oleh Gunawan Prasetio, (Yogyakarta : Penerbit Andi Bekerjasama dengan Simon & Schuster (Asia) Pte.Ltd, 2007) hal. 114
31
Bismar Nasution, Diktat Hukum Perusahaan, Program Magister Ilmu Hukum, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, hal.1
32
dari suksesnya suatu masyarakat di dalam memecahkan masalah ekonomi yang besar,
yang bertitik dari kelaparan, penyakit dan kemiskinan. Untuk itu harus diberi definisi
dari suatu hubungan baru antara dunia bisnis dan masyarakat untuk membawa
kegiatan usaha lebih dekat pada keinginan sosial sehingga mencapai suatu kehidupan
yang lebih bermutu. Manfaat keterlibatan bisnis dalam masalah sosial menghasilkan
kondisi lingkungan serta memberi hal yang positif bagi pengelola bisnis.33 Adanya
konsep tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu bentuk nyata perusahaan
untuk memberi kesenangan dan kebahagiaan bagi masyarakat dan juga merupakan
perbuatan etis. Hubungan masyarakat diartikan mempunyai hubungan sosial dan
bukan hubungan bisnis. Fenomena sosial tersebut menuntut perusahaan memiliki
tanggung jawab sosial atau CSR.34
CSR adalah tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat di luar tanggung
jawab ekonomis. Jika berbicara tanggung jawab sosial perusahaan, yang dimaksud
adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan demi suatu tujuan sosial dengan
tidak memperhitungkan untung atau rugi.35
Konsep CSR sebenarnya relatif baru. Bahkan dalam teori korporasi klasik,
akar konsep CSR sulit ditemukan. Namun demikian persoalan CSR jika dicari
33
O.P.Simorangkir, Etika : Bisnis, Jabatan dan Perbankan, (Jakarta : Rineka Cipta, September 2003), hal.55
34
Apoan Simorangkir, Pengamatan Legislatif Terhadap Konsep dan Wujud Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan di Wilayah Kabupaten Deliserdang, Disampaikan dalam rangka Focused Group
Discussion (FGD) Corporate Social Responsibility (CSR) berbasis HAM, oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel Medan, hal.1
35
akar teoritisnya, konsep CSR mendapat pijakan yang relatif kuat karena dua
perkembangan berikut ini:
Pertama, dalam realitasnya agen pemerintah tidak selamanya bisa menjalankan
kesejahteraan masyarakat secara memuaskan. Kedua, pasar terkadang gagal
mengalokasikan sumber daya secara efisien.36 Hal itu terjadi apabila, salah satu
tindakan agen pasar, ternyata menimbulkan dampak bagi kesejahteraan atau kondisi
pihak lainnya. Sayangnya, dampak ini terkadang tidak diperhatikan oleh agen yang
bersangkutan. Kegiatan ekonomi atau perusahaan seyogyanya dapat memberikan
dampak positif bagi perubahan masyarakat di lingkungan perusahaan itu sendiri.
Perubahan tersebut tentunya dilandasi oleh kemauan yang tulus yang lahir dari
dalam diri pelaku usaha/perusahaan. Hal ini tentunya bertujuan pengelolaan sumber
daya ekonomi dan sosial dalam pelaksanaanya menunjang pembangunan yang stabil
dengan syarat utama yaitu efisien dan pemerataan.37
Dalam Pengertian yang luas, CSR dipahami sebagai konsep yang lebih
“manusiawi” dimana suatu organisasi dipandang sebagai agen moral. Oleh karena
itu, dengan atau tanpa aturan hukum, sebuah organisasi bisnis, harus menjunjung
tinggi moralitas.38
Untuk itu terdapat tiga pilar penting dalam merangsang pertumbuhan CSR
yang mampu mendorong pembangunan ekonomi berkelanjutan. Yang pertama adalah
mencari bentuk CSR yang efektif untuk mencapai tujuan yang diharapkan (unsur
36
Sofyan Djalil, op.cit., hal.4.
37
Ibid
38
lokalitas), yang kedua mengkakulasi kapasitas SDM dan institusi untuk merangsang
pelaksanaan CSR (masyarakat, pembuat UU, pekerja, pelaku bisnis), dan yang ketiga
adalah peraturan dan perundangan serta kode etik dalam dunia usaha. Pada akhirnya
tiga pilar ini tidak akan mampu bekerja dengan baik tanpa dukungan sektor publik
untuk menjamin bahwa pelaksanaan CSR oleh perusahaan sejalan dan seiring dengan
strategi pengembangan dan pembangunan sektor publik.39
Dalam konteks inilah CSR berusaha bagaimana korporasi sebagai agen
ekonomi selalu patuh terhadap hukum dan peraturan, peduli terhadap persoalan sosial
di sekitarnya, peduli terhadap perlindungan lingkungan hidup, kesehatan kerja dan
sebagainya. Korporasi harus meminimalkan eksternalitas negatif yang harus
ditanggung masyarakat. Dan korporasi harus bertindak sebagai good corporate
citizenship.40
Konsep CSR di Indonesia sebenarnya bukan hal yang baru karena CSR sudah
dikenal dan dipraktekkan di Indonesia sekitar tahun 1970-an. Dalam pengertiannya
yang kelasik CSR masih dipersepsikan sebagai idiologi yang bersifat amal (charity)
dari pihak pengusaha kepada masyarakat di sekitar tempat beroperasinya perusahaan.
Disamping itu masih banyak pihak yang mengidentikkan CSR dengan Community
Development (CD). CSR tidak dapat disederhanakan hanya sebatas Community
Development (CD) karena sesungguhnya secara historis keberadaan Community
Development (CD) dan CSR sangat berbeda. Community Development (CD)
39
Dyah Pitaloka, Memperkuat CSR, Memberantas Kemiskinan, http:// www. suaramerdeka. com/ harian/0708/02/opi04.htm (diakses pada tangal 18 Januari 2008)
40
merupakan kerelaan perusahaan untuk memberikan berbentuk benefit bagi
masyarakat di sekitar lokasi perusahaan, sedangkan CSR muncul sebagai sebuah
reaksi atas tuntutan masyarakat yang didasarkan pemikiran bahwa keberadaan
perusahaan di suatu tempat akan dan niscaya mengurangi hak-hak masyarakat
setempat. CSR mensyaratkan sesuatu yang lebih dalam dari sekedar memberikan
berbagai bantuan kepada masyarakat di sekitar lokasi usaha.41
Definisi CSR secara etimoligi di Indonesia kerap diterjemahkan sebagai
tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam konteks lain, CSR Madang juga disebut
sebagai tanggung jawab sosial korporasi atau tanggung jawab sosial dunia usa.
Namun apabila disebut salah satunya darinya, konotasinya pastilah kembali kepada
CSR. Kendati tidak mempunyai definisi tunggal, konsep ini menawarkan sebuah
kesamaan, yaitu kesinambungan antara perhatian terhadap aspek ekonomis dan
perhatian terhadap aspek sosial serta lingkungan, (konsep economic, sustainability,
environment sustainability dan social sustainability) . 42
Pandangan lebih komprehensif mengenai CSR dikemukakan oleh Carrol yang
mengemukakan teori Piramida CSR. Menurutnya, tangung jawab perusahaan dapat
dilihat berdasarkan empat jenjang (ekonomis, hukum, etis dan filantrofis) yang
merupakan satu kesatuan.43
41
Ditulis dalam Kerangka Acuan Focused Group Discussion (FGD) Corporate Social
Responsibility (CSR) berbasis HAM, dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) oleh Sub komisi
Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel Medan, hal.1-2
42
Yusuf Wibisono, op.cit., hal.8
43
Selanjutnya Weeden dan Svendsen menyatakan bahwa CSR berkembang
menjadi konsep yang mengandung gagasan tanggung jawab dunia usaha, yang
mengenal kinerja etis, ramah lingkungan, berjiwa sosial bisnis, dan mengutamakan
hubungan baik dengan semua stakeholders.44
Implementasi CSR merupakan salah satu penerapan prinsip Good Corporate
Governance (GCG) yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan kepada
publik.45 Intinya GCG merupakan suatu sistem, dan seperangkat peraturan yang
mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan. Terutama dalam arti
sempit, yakni hubungan antara pemegang saham dan dewan komisaris serta dewan
direksi demi tercapainya tujuan korporasi (perusahaan). Dan dalam arti luas, yaitu
mengatur hubungan seluruh kepentingan stakeholders agar dapat diakomodir secara
proporsional. GCG juga, dimaksudkan untuk memastikan bahwa kesalahan-kesalahan
dalam strategi korporasi yang terjadi dapat diperbaiki dengan segera.
Di Indonesia lebih dari sepuluh tahun terakhir hubungan antara perusahaan
dengan masyarakat sekitar telah dipertanyakan. Terutama dalam konteks kontribusi
dan peranannya dalam membantu penyelesaian masalah sosial masyarakat seperti
kemiskinan, keterbelakangan dan ketidakadilan. Hal ini didasari oleh sejumlah fakta
berkenaan dengan banyaknya konflik antara perusahaan dan masyarakat, baik dalam
44
Badaruddin, Corporate Social Responsibility : Tinjauan Konseptual dan Implementasi, disampaikan dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) Corporate Social Responsibility (CSR)
berbasis HAM oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel
Medan, hal.2
45
soal hak-hak sumber daya, kesempatan kerja maupun ketimpangan sosial ekonomi.
Dalam teori realitis (teori organ) yang menganggap bahwa keberadaan suatu
perusahaan yang berbadan hukum dalam suatu tata hukum, sama saja layaknya
dengan keberadaan manusia selaku subjek hukum. Jadi badan hukum bukanlah hanya
hanyalan semata dari hukum sebagaimana diajarkan dalam teori fiksi akan tetapi
benar adanya dalam kehidupan hukum. Dalam hal ini badan hukum tersebut
bentindak lewat organ-organnya.46
Lebih jauh, Garriga dan Mele memetakan teori-teori dan konsep-konsep
mengenai CSR. Dalam kesimpulannya, Garriga dan Mele menjelaskan CSR
mempunyai fokus pada empat aspek utama, yakni mencapai tujuan untuk
mendapatkan keuntungan yang berkelanjutan, kedua menggunakan kekuatan bisnis
secara bertanggungjawab, ketiga, mengintegrasikan kebutuhan-kebutuhan sosial,
keempat, berkontribusi ke dalam masyarakat dengan melakukan hal-hal yang
beretika. secara praktis dapat dikelompokkan kedalam empat kelompok teori yang
berdimensi profit, politis, sosial, dan nilai-nilai etis. 47
Dalam pembukaan Undang-undang Dasar Republik Indonesia yang
menyatakan: “Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
serta mewujudkan keadilan sosial ….” Selanjutnya juga tercermin dalam Pasal 33
46
Munir Fuady, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law, Eksistensinya di dalam Hukum
Indonesia,, ( Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hal,4.
47
ayat (3) UUD 1945, menyatakan, “ Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”.
Lebih lanjut peran sosial BUMN dapat dilihat dari dimensi ganda yang melekat
padanya. Menurut hasil diskusi Kelompok Tangiier pada 1981, sebuah institusi
digambarkan sebagai BUMN jika mempunyai dua dimensi: dimensi publik (public
dimension) dan dimensi badan usaha. Dimensi publik, BUMN mengsyaratkan bukan
saja pemilikan dan pengawasan oleh publik, tetapi juga menggambarkan konsep
mengenai public purpose (bertujuan publik, masyarakat). Sementara dimensi badan
usaha bertautan dengan konsep komersial (bidang usaha).48
Sejalan dengan hal tersebut landasan hukum telah diterbitkan oleh Kementerian
BUMN yaitu : Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-236/MBU/ 2003 tanggal 17
Juni 2003 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Pelaksanaan
Bina Lingkungan. Dana dari program kemitraan ini diambilkan dari penyisihan
1-3 persen laba bersih yang diperoleh BUMN. Kita berharap agar kebijakan tersebut
menyesuaikan dengan perkembangan ekonomi dan kondisi lingkungan sosial
masyarakat sekitar BUMN berdomisili. 49
Selanjutnya berdasarkan Lampiran Surat Edaran Menteri BUMN Nomor
SE-433/MBU/ 2003 tanggal 16 September 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Program
Kemitraan BUMN dengan usaha kecil dan program bina lingkungan antara lain
48
Fajar Fajar Nussahid, op.cit., hal.8
49
diatur mengenai pembentukan Unit PKBL yang merupakan bagian dari
organisasi perusahaan secara keseluruhan. Fungsi PKBL adalah melakukan
pembinaan berupa evaluasi, penyaluran, penagihan, pelatihan, monitoring, promosi,
dan fungsi administrasi dan keuangan. Masalah koordinasi telah diatur dalam
Pasal 11 ayat (1) butir b keputusan Menteri BUMN tersebut, minimal dalam bentuk
menyampaikan daftar calon mitra binaan yang akan diberikan dana
pinjaman kepada BUMN koordinator untuk menghindari duplikasi
pinjaman.
Apabila program ini dapat di implementasikan dengan sebaik mungkin dan
dikelola secara optimal, maka keberadaan program kemitraan dapat menjangkau
pengusaha kecil (mitra binaan) secara lebih luas, sehingga multiplier effect-nya
dapat dinikmati secara nasional. Sudah saatnya perusahaan meningkatkan
kepedulian terhadap masyarakat sekitar sebagai bentuk tanggung jawab sosial
perusahaan terhadap publik, sehingga perusahaan dapat mempertahankan
sustainable company. Akhirnya semoga program CSR tersebut dapat dikelola
secara profesional dan transparan sehingga CSR benar-benar bermanfaat
bagi pemberdayaan ekonomi masyarakat disekitar lokasi perusahaan.
Yang pada akhirnya akan memberikan kemanfaatan bagi masyarakat
G. Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Sesuai dengan judul penelitian yaitu Implementasi Corporate Social
Responsibility (CSR), pada masyarakat di Lingkungan PTPN IV, maka lokasi
penelitian dilakukan di Unit Kebun Dolok Ilir yang berada di Kabupaten
Simalungun. Dasar dari penelitian pada PTPN IV ini adalah bahwa PTPN VI adalah
salah satu BUMN yang merupakan salah satu elemen utama kebijakan ekonomi
strategis negara berkembang. Pemilihan lokasi ini didasarkan kepada keberadaan Unit
Kebun Dolok Ilir merupakan salah satu unit terbesar dari PTPN IV. Dekatnya jarak
dengan objek penelitian, tepatnya di Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera
Utara.
2. Spesifikasi Penelitian
Yang dimaksud dengan spesifikasi dalam penelitian ini adalah jenis, sifat dan
pendekatan penelitian yang digunakan. Spesifikasi penelitian ini bersifat deskriptif
analisis, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan
(menggambarkan) secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap populasi tertentu
atau daerah tertentu, mengenai sifat-sifat atau faktor-faktor tertentu,50
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif. Metode
yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengkaji
peraturan-peraturan hukum mengenai Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR),
50
terhadap masyarakat lingkungan PTPN IV (studi pada Unit Kebun Dolok Ilir di
Kabupaten Simalungun).
Penelitian tentang Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR), pada
masyarakat dan Lingkungan PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir di Kabupaten
Simalungun, ini bersifat deskriptif analisis karena akan menggambarkan dan
menerangkan permasalahan hukum yang berkaitan dengan Implementasi CSR,
kemudian akan dianalisis secara cermat apa saja yang menjadi dampak atau akibat
yang timbul dari implementasi CSR terhadap masyarakat dan lingkungan pada PTPN
IV Unit Kebun Dolok Ilir di Kabupaten Simalungun.
Menurut Hillway dalam bukunya introduction to Research, penelitian tidak lain
dari suatu metode studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati
dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat
terhadap masalah tersebut.51
3. Sumber Data
Sumber Utama diperoleh dari data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder dan bahan hukum tertier.
1. Bahan hukum primer, terdiri dari : Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang
BUMN, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas dan
Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep.236/MBU/2003, tentang Program
Kemitraan dan Bina Lingkungan.
51
2. Bahan hukum sekunder, seperti: hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel,
hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini.
3. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang
memberi petunjuk mapun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder,
seperti kamus umum, kamus hukum, majalah dan jurnal ilmiah, serta
bahan-bahan primer, sekunder dan tersier penunjang di luar bidang hukum, misalnya
yang berasal dari bidang ekonomi, filsafat dan lainnya yang dipergunakan untuk
melengkapi atau menunjang data penelitian.
Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan selanjutnya dipilih guna
memperoleh pasal-pasal, teori-teori yang berisi tentang uraian-uraian tentang
kaedah-kaedah hukum yang mengatur masalah CSR BUMN dalam Program Kemitraan dan
Bina Lingkungan, selanjutnya disistematiskan sehingga menghasilkan klasifikasi
yang selaras dengan permasalahan yang ditelaah dalam tesis ini.
Sebagai data penunjang dalam penelitian ini juga didukung dengan penelitian
lapangan field research untuk mendapatkan data primer guna akurasi terhadap hasil
yang dipaparkan, yang dapat berupa pendapat dari informan, laporan-laporan
perusahaan, dan lain-lain yang relevan dengan objek telaah penelitian ini.52
Selain itu peneliti juga melakukan observasi langsung, ke lokasi tempat
dilaksanakannya CSR di PTPN IV Unit kebun Dolok Ilir.
52
Dalam penelitian ini nantinya mungkin saja akan bersinggungan dengan disiplin
ilmu lainnya, namun penelitian ini tetap merupakan penelitian hukum, karena
persfektif disiplin lainnya hanya merupakan ilmu pembantu.
4. Alat Pengumpulan data
Adapun alat yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan studi dokumen, dan wawancara. Kegiatan wawancara
dilakukan terhadap narasumber atau informan untuk mengetahui lebih mendalam dan
rinci tentang hal-hal yang tidak mungkin dijelaskan. Sehingga dengan adanya
wawancara diharapkan dapat memperoleh data yang lebih luas dan akurat tentang
masalah yang diteliti.
5. Analisis Data
Setelah data sekunder diperoleh, maka dilakukan pengeditan data, sehingga
keakuratan data dapat diperiksa dan bila ada kesalahan dapat diperbaiki dengan jalan
menjajaki kembali sumber datanya yang didukung oleh data primer dari beberapa
informan.
Setelah proses pengeditan data selesai dilaksanakan, maka proses selanjutnya
pengolahan data baik primer maupun sekunder dianalisis dengan mempergunakan
metode induktif melalui pendekatan kualitatif dengan mempelajari seluruh jawaban
yang ada dalam penelitian ini .
BAB II
PENGATURAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DI LINGKUNGAN BUMN
A. Corporate Social Responsibility dan Etika Bisnis
Perusahaan mempunyai arti yang sangat penting bagi pemerintah sebab
perusahaan betapapun kecilnya adalah merupakan bagian kekuatan ekonomi yang
menghasilkan barang atau jasa untuk mememenuhi kebutuhan masyarakat dan
merupakan salah satu sumber dan sarana yang efektif untuk menjalankan
kebijaksanaan pembagian pendapatan nasional. Oleh karena itu pemerintah
mempunyai kepentingan dan ikut bertanggung jawab atas kelangsungan dan
keberhasilan setiap perusahaan.53
Tanggung jawab sosial perusahaan terdiri atas empat dimensi tanggung jawab
yaitu, ekonomi, hukum, etika dan philanthropis. Dari persfektif ekonomi, semua
perusahaan harus bertanggung jawab kepada shareholder, karyawan dan masyarakat
sekelilingnya dalam hal pendapatan karyawan dan tersedianya pekerjaan. Tanggung
jawab hukum adalah perusahaan harus tunduk dan mematuhi peraturan yang berlaku.
Kedua tanggung jawab disebutkan di atas merupakan tanggung jawab etika dan
kegiatan philantrophis. 54
Tanggung jawab etika merupakan perbuatan yang diterima publik, peraturan
pemerintah, competitor, kelompok-kelompok masyarakat, maupun oleh perusahaan
53
Sendjun H.Manullang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, (Jakarta : Rineika Cipta, 2001), hal. 139
54
itu sendiri. Etika bisnis mempunyai pengaruh yang lebih luas daripada peraturan
formal. Melanggar etika merupakan masalah etika akan menghancurkan
kepercayaan. Perusahaan yang melakukan empat tingkat piramida tanggung jawab
sosial akan tenang dalam berbisnis melalui komitmen karyawan, pelanggan loyal,
profit yang memadai, dan didukung oleh masyarakat dan negaranya, serta
mempunyai budaya perusahaan.
CSR dalam pengertian terbatas dipahami sebagai upaya untuk tunduk dan
memenuhi hukum dan aturan main yang ada. Perusahaan tidak bertanggungjawab
untuk memahami ”apa yang ada”, (konteks) di sekitar aturan tersebut, karena
perusahaan mungkin saja mengeinterpretasikan secara kreatif aturan-aturan hukum
untuk kepentingan mereka, terutama ketika aturan tersebut tidak cukup spesifik
mengatur apa yang legal dan tidak legal, atau prilaku apa yang diperbolehkan untuk
mengantisipasi hal itu. Oleh karena itu, menurut pengusung konsep terbatas ini hanya
satu dan hanya satu tanggungjawab sosial bisnis, yaitu menggunakan seluruh
sumberdayanya untuk aktivitas yang mengabdi pada akumulasi laba.55 Perusahaan
dalam pandangan Friedman adalah alat dari para pemegang saham (pemilik
perusahaan). Maka apabila perusahaan akan memberikan sumbangan sosial, hal ini
akan dilakukan oleh individu pemilik, atau lebih luas lagi, individu para pekerjanya,
bukan oleh perusahaan itu sendiri.56
55
Friedman, dalam Jones Gareth R, Organizational Theory, ( New Jersey, USA: Prentice-Hall,Inc, 2001) hal. 151
56
Friedman dalam Michael E Porter dan Mark R Kramer, The Competitive Advantage of
CSR dalam pengertian yang luas dipahami sebagai konsep yang lebih
manusiawi dimana suatu organisasi dipandang sebagai agen moral. Oleh karena itu,
dengan atau tanpa aturan hukum, sebuah organisasi bisnis, harus menjunjung tinggi
moralitas. Dengan demikian, kendati tidak ada aturan hukum atau etika masyarakat
yang mengatur, tanggung jawab sosial dapat dilakukan dalam berbagai situasi
dengan mempertimbangkan hasil terbaik atau yang paling sedikit merugikan
stakeholder-nya. 57
Berdasarkan pandangan ini, sebuah organisasi bisnis dapat memutuskan
tindakan atau prilaku mana yang paling etis dalam situasi tertentu dengan
menerapkan prinsip-prinsip moral. Salah satunya adalah penerapan prinsip “ golden
rule” yang mengajarkan seseorang atau satu pihak agar memperlakukan orang lain
sama seperti mereka ingin diperlakukan. Para penganut konsep ini juga percaya
bahwa “the right action produces a greatest benefit for the most people”.58 Artinya,
tindakan tepat yang dilakukan oleh suatu perusahaan berdasarkan prinsip moral
dengan sendirinya akan memberikan manfaat terbesar bagi masyarakat.
Pandangan lebih komprehensip mengenai CSR, dikemukakan oleh Caroll yang
mengemukakan teori piramida Corporate Social Responsibility. Menurutnya,
Tanggung jawab sosial perusahaan dapat dilihat berdasarkan empat jenjang
(ekonomis, hukum etis dan fhilantropis) yang merupakan satu kesatuan.. Untuk
memenuhi tanggung jawab ekonomis perusahaan harus menghasilkan laba sebagai
57
Fajar Nussahid, op.cit., hal.5
58
fondasi untuk dapat mempertahankan eksistensinya dan berkembang. Tanggung
jawab ekonomis ini merupakan hasrat paling natural dan primitif dari perusahaan
sebagai organisasi bisnis untuk mendapatkan keuntungan. Namun demikian dalam
mencapai tujuan mencapai laba sebuah perusahaan juga bertanggungjawab secara
hukum dengan mentaati ketentuan hukum yang berlaku.59
Upaya melanggar hukum demi memperoleh laba harus ditentang sehingga
perusahaan tidak menggunakan atau menghalalkan segala cara. Perusahaan juga
harus bertanggungjawab secara etis. Ini berarti sebuah perusahaan berkewajiban
mempraktekkan hal-hal yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai etis. Oleh
karena itu, nilai-nilai dan norma-norma masyarakat, harus menjadi rujukan bagi
perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya sehari-hari. Lebih dari itu,
perusahaan juga mempunyai tanggung jawab philantropis yang mensyaratkan agar
perusahaan memberikan kontribusi kepada masyarakat, agar kualitas hidup
masyarakat meningkat sejalan dengan operasi bisnis sebuah perusahaan.60
Steiner mengemukakan tiga alasan penting mengapa kalangan bisnis perlu
merespon dan mengembangkan isu tanggung jawab sosial sejalan dengan operasi
usahanya. Yang pertama, perusahaan adalah ”makhluk” masyarakat dan oleh
karenanya harus merespon permintaan masyarakat. Ketika harapan masyarakat
terhadap fungsi perusahaan berubah, maka perusahaan juga harus melakukan aksi
yang sama. Perusahaan menyadari bahwa mereka beroperasi dalam suatu tatanan
59
Fajar Nursahid, loc.cit., hal 7
60
ekonomi, politik budaya dan teknologi yang ”memaksa”. Secara instingtif,
perusahaan akan melakukan aksi konformitas terhadap terjadinya
perubahan-perubahan atas ekspektasi masyarakat tersebut.
Kedua, kepentingan bisnis dalam jangka panjang ditopang oleh semangat
tanggung jawab sosial itu sendiri. Hal ini disebabkan karena bisnis dan masyarakat
memiliki hubungan yang bersifat simbiotik. Dalam jangka panjang, kelangsungan
hidup perusahaan tergantung pada upayanya untuk bertanggung jawab terhadap
masyarakat sebagai bagian dari aktivitas bisnisnya. Sebaliknya, kesejahteraan
masyarakat tergantung pula terhadap keuntungan yang dihasilkan dan tanggung
jawab bisnis perusahaan.
Ketiga, kegiatan tanggung jawab sosial merupakan salah satu cara untuk
mengurangi atau menghindari kritik masyarakat, dan pada akhirnya akan sampai
kepada upaya mempengaruhi peraturan pemerintah. Jika sebuah perusahaan
menghindari peraturan pemerintah dengan cara merespon suatu tuntutan sosial (social
demands), sama halnya diyakini bahwa adanya peraturan-peraturan pemerintah secara
umum membuat biaya-biaya lebih mahal dan menekan fleksibilitas perusahaan dalam
beroperasi.61
CSR adalah bagian dari corporate ethics. Di dalam konsep corporate ethics
salah satu aspek yang penting adalah menegakkan etika bisnis di lingkungan bisnis
(business environment). Pengembangan etika bisnis dengan lingkungan tersebut
61
sangat penting dalam kerangka menegakkan kelangsungan bisnis itu sendiri.62 Sebab
tidak mungkin sebuah korporasi tidak berinteraksi dalam jangka panjang, dengan
lingkungan usahanya.
B. Hubungan CSR dan Good Corporate Governance
Bagi banyak pelaku dunia usaha negara berkembang, seperti Indonesia, konsep
good corporate governance merupakan sesuatu yang baru. Konsep good corporate
governance muncul di era kini, yang sebelumnya mungkin belum pernah di dengar
istilah tersebut. Hal ini tentunya disebabkan oleh dominasi investor institusional,
maka terjadi pergeseran pengendalian perusahaan publik dari pemilik menuju ke
tangan profesional fund manajer.63 Dari sudut pandang isu global berarti bahwa
masalah good corporate governance sudah menjadi suatu kebutuhan jika suatu
negara atau perushaan ingin masuk dalam bisnis internasional. Seorang investor akan
mau membeli saham dengan harga tinggi, dengan salah satu indikatornya yaitu
apakah perusahaan menerapkan prinsip good corporate governance secara baik
atau tidak. Dengan demikian prinsip ini sekarang menjadi sesuatu yang sangat
penting bagi keberhasilan pengelolaan perusahaan.64
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mendefiniskan
Corporate Governance sebagai berikut:
62
AB Susanto, Mengembangkan Corporate Social Responsibility di Indonesia, Jurnal Reformasi Ekonomi Vo.4, No.1 Januari Desember 2003, hal. 9
63
Emmy Yuhassanie, Conflict of Interst dalam Praktik Perusahaan dan Profesional, (Jakarta : Pelika 18, 2002) hal.11
64
Nindyo Pramono, Dalam Makalah Independesi Direksi dan Komisaris dalam Rangka