UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
PENGARUH PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN
TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA MEDAN
SKRIPSI
DIAJUKAN OLEH:
JUNIOR NORRIS MARPAUNG 050501023
EKONOMI PEMBANGUNAN
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
The growth of a region can bee seen from how big it’s Regional Real Income. If it’s showed an increase trend from year to another year, that region has had a good regional financial system. Regional real income consist of regional taxes, regional retribution, regional firm interest and other of valid regional real income. Hotel Tax (PH) and Restaurant Tax (PR) are parts of regional tax.
The objective of this research is to analyze the influence of hotel tax and restaurant tax to regional real income in Medan during 2003-2007 and used interpolation formula.
Depends of estimation result using E.Views 5.0, hotel tax gives a negatif impact to regional real income in Medan during 2003-2007. It’s shown by coefficient regression from hotel tax about – 0,456. Restaurant tax has a postive impact to reginal real income in Medan during 2003-2007. It’s shown by coefficient regression from restaurant tax about 1,425.
From coefficient determination result or R-Square is about 0,996 or 99,6% which means hotel tax dan restaurant tax in the same time were significant to regional real income in Medan about 99,6% and the other 0,4% coming from another variable which not included in estimation model.
Medan hotel tax and Medan retaurant tax has had significant impact to reginal real income in Medan during 2003-2007.
ABSTRAK
Perkembangan suatu daerah bisa dilihat dari besarnya jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dimiliki daerah tersebut. Jika pendapatan asli daerah menunjukkan trend yang meningkat dari tahun ke tahun maka daerah tersebut memiliki sistem keuangan yang baik. Pendapatan asli daerah terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, laba perusahaan daerah dan pendapatan asli daerah lainnya yang sah. Pajak Hotel dan Pajak Restoran merupakan salah satu bagian dari pajak daerah.
Tujuan dari tulisan ini adalah untuk menganalisis Pengaruh Pajak Hotel (PH) dan Pajak Restoran (PR) terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan selama kurun waktu 2003-2007 dengan menggunakan rumus interpolasi.
Berdasarkan hasil estimasi dengan menggunakan E.Views 5.0, didapat hasil bahwa Pajak Hotel memiliki pengaruh negatif terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan selama kurun waktu 2003-2007. Hal ini ditunjukkan koefisien regresi dari Pajak Hotel sebesar – 0,456. Pajak Restoran memiliki pengaruh yang positif terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan selama kurun waktu 2003-2007. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien regresi dari Pajak Restoran sebesar 1,425.
Dari nilai koefisien determinasi atau R-Square yaitu sebesar 0,996 atau 99,6% yang berarti bahwa Pajak Hotel dan Pajak Restoran secara bersama-sama berpengaruh nyata pada Pendapatan Asli Daerah Kota Medan sebesar 99,6% dan sisanya sebesar 0,4% merupakan variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi.
Pajak Hotel dan Pajak Restoran Kota Medan berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan selama kurun waktu 2003-2007.
KATA PENGANTAR
Dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan Puji dan Syukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNya, sejak masa perkuliahan
sampai dengan selesainya penulisan skripsi yang berjudul “ Pengaruh Pajak
Hotel dan Pajak Restoran Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan”
dimana isi dan materi skripsi ini didasarkan pada studi literatur dengan
menganalisis data-data sekunder yang diperoleh dari instansi yang terkait.
Dalam berbagai sisi, penulis menyadari skripsi ini tidaklah sempurna, hal
ini tidak terlepas dari kurangnya pengalaman dan terbatasnya ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
mencapai kesempurnaan tulisan ini pada masa yang akan datang.
Salah satu bagian yang paling menggembirakan dalam penulisan skripsi
ini adalah kesempatan untuk menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah mendukung, membantu, memberikan bimbingan, saran, dan dorongan
moril baik selama masa perkuliahan maupun dalam penyusunan skripsi, antara
lain :
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec., selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec., selaku Ketua Departemen
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara
3. Bapak DR. Irsyad Lubis, MSoc, Sc, Phd, selaku Sekretaris Departemen
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara
4. Bapak Drs. Karel S. Manik, MSi, selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah meluangkan waktu dalam memberikan masukan, saran, dan
bimbingan yang baik mulai dari awal penulisan hingga selesainya skripsi
5. Bapak Drs. Rahmat Sumanjaya, C. A. E, MSi., selaku dosen penguji I
yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam rangka
penyempurnaan skripsi ini.
6. Ibu Ilyda Sudardjat, S.Si, MSi., selaku dosen penguji II yang telah
memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam rangka
penyempurnaan skripsi ini.
7. Bapak Paidi Hidayat, SE, MSi., selaku dosen wali yang telah memberikan
selama masa perkuliahan.
8. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.
9. Seluruh staf pegawai Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan
dan Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan yang telah banyak membantu
dalam memperoleh data yang berhubungan dengan skripsi ini.
10.Teristimewa kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Juanda Nelson
Marpaung dan Ibunda Nurshinta br. Sihite yang telah mengasuh,
mendidik, dan memberikan nasihat serta motivasi baik moril maupun
materi.
11.Kepada Adik penulis, Nita Prishela Christanti br. Marpaung serta seluruh
anggota keluarga besar Marpaung dan Sihite yang tak pernah berhenti
memberi dukungan doa dan semangat.
12.Kepada sahabat-sahabat penulis EP05: Andre, Benny, Christoffel, Eko,
Irson, Luhut, Manchon, Marnov, Rizal, Rudi, Sonder dan Will terima
kasih buat senyum, semangat, kerjasama dan kebersamaan kita selama ini.
13.Terima kasih juga buat teman-teman EP 2005, Manajemen 2005,
Akuntansi 2005, Sekretaris 2005 dan Keuangan 2005 yang tiada henti
berdoa dan melangkah bersama, biarlah kasih Tuhan yang senantiasa
menyertai kita.
14.Terima kasih juga buat teman-teman Satuan Mahasiswa Pemuda Pancasila
15.Terima kasih saya ucapkan kepada Ninta, Lidya, Astrid, Dinda, Marsha,
Yossie, Gita,Tarry, Natia, Ayanq, Ivana, Elsa, Eva, Gabriella dan Rina
atas dukungan yang telah diberikan selama ini.
Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan
mahasiswa dan bagi para pembaca sekalian. Terima kasih.
Medan, 22 Juni2009
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT...i
ABSTRAK...ii
KATA PENGANTAR...iii
DAFTAR ISI...vi
DAFTAR TABEL...xi
DAFTAR GAMBAR...xii
BAB I PENDAHULUAN...1
1.1Latar Belakang...1
1.2Perumusan Masalah...6
1.3Hipotesis...7
1.4Tujuan Penelitian...7
1.5Manfaat Penelitian...7
BAB II URAIAN TEORITIS...9
2.1 Dasar Teori...9
2.1.2 Teori Pembangunan Ekonomi Daerah...15
2.1.3 Keuangan Daerah...17
2.1.4 Pendapatan Asli Daerah (PAD)...19
2.1.4.1 Landasan Teori...19
2.1.4.2 Metode Analisis Perhitungan Pendapatan Asli Daerah...20
2.1.5 Pajak...21
2.1.5.1 Pengertian Pajak...21
2.1.5.2 Fungsi Pajak...23
2.1.5.3 Asas-asas Pemungutan Pajak...30
2.1.5.4 Teori Perpajakan...32
2.1.5.4.1 Teori Asuransi...32
2.1.5.4.2 Teori Kepentingan...34
2.1.5.4.3 Daya Pikul...35
2.1.5.4.4 Daya Beli...36
2.1.6 Pajak Daerah...36
2.1.6.1 Pajak Hotel...37
2.2 Hypothesa...43
BAB III METODE PENELITIAN...44
3.1 Ruang Lingkup Penelitian...44
3.2 Jenis dan Sumber Data...44
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data...45
3.4 Pengolahan Data...46
3.5 Model Analisis Data...46
3.6 Test Goodness of Fit (Uji Kesesuaian)...48
3.6.1 Uji Koefisien Determinasi (R-Square)...48
3.6.2 Uji T-Statistik (Uji Parsial)...49
3.6.3 Uji F-Statistik (Uji Keseluruhan)...50
3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik...52
3.7.1 Multikolinearity...52
3.7.2 Autocorrelation...53
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...56
4.1 Data Penelitian...56
4.1.1 Gambaran Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan...56
4.1.2 Pajak Hotel Kota Medan...58
4.1.3 Pajak Restoran Kota Medan...59
4.1.4 Pendapatan Asli Daerah...61
4.2 Hasil Penelitian...62
4.2.1 Analisis Regresi Pengaruh Pajak Hotel dan Pajak Restoran Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan...62
4.2.2 Koefisien Determinan (R2)...64
4.2.3 Uji T-Statistik (Uji Parsial)...65
4.2.4 Uji F-Statistik (Uji Keseluruhan)...68
4.2.5 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik...69
4.2.5.1 Uji Multikolineartiy...69
4.2.5.2 Autocorrelation/Serial Correlation...71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...73
5.2 Saran...74
DAFTAR PUSTAKA...76
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Hal
4.1 Target dan Realisasi Pajak Hotel Kota Medan Tahun
2003-2007...59
4.2 Target dan Realisasi Pajak Restoran Kota Medan Tahun
2003-2007...60
4.3 Target dan Realisasi PAD Kota Medan Tahun 2003-2007....61
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Hal
2.1 Kurva Penduduk Optimum...10
3.1 Kurva Uji T-Statistik...50
3.2 Kurva Uji F-Statistik...52
3.3 Kurva Uji DW Statistik...54
4.1 Uji T-Statistik Variabel Pajak Hotel...66
4.2 Uji T-Statistik Variabel Pajak Restoran...67
4.3 Uji F-Statistik...68
ABSTRACT
The growth of a region can bee seen from how big it’s Regional Real Income. If it’s showed an increase trend from year to another year, that region has had a good regional financial system. Regional real income consist of regional taxes, regional retribution, regional firm interest and other of valid regional real income. Hotel Tax (PH) and Restaurant Tax (PR) are parts of regional tax.
The objective of this research is to analyze the influence of hotel tax and restaurant tax to regional real income in Medan during 2003-2007 and used interpolation formula.
Depends of estimation result using E.Views 5.0, hotel tax gives a negatif impact to regional real income in Medan during 2003-2007. It’s shown by coefficient regression from hotel tax about – 0,456. Restaurant tax has a postive impact to reginal real income in Medan during 2003-2007. It’s shown by coefficient regression from restaurant tax about 1,425.
From coefficient determination result or R-Square is about 0,996 or 99,6% which means hotel tax dan restaurant tax in the same time were significant to regional real income in Medan about 99,6% and the other 0,4% coming from another variable which not included in estimation model.
Medan hotel tax and Medan retaurant tax has had significant impact to reginal real income in Medan during 2003-2007.
ABSTRAK
Perkembangan suatu daerah bisa dilihat dari besarnya jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dimiliki daerah tersebut. Jika pendapatan asli daerah menunjukkan trend yang meningkat dari tahun ke tahun maka daerah tersebut memiliki sistem keuangan yang baik. Pendapatan asli daerah terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, laba perusahaan daerah dan pendapatan asli daerah lainnya yang sah. Pajak Hotel dan Pajak Restoran merupakan salah satu bagian dari pajak daerah.
Tujuan dari tulisan ini adalah untuk menganalisis Pengaruh Pajak Hotel (PH) dan Pajak Restoran (PR) terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan selama kurun waktu 2003-2007 dengan menggunakan rumus interpolasi.
Berdasarkan hasil estimasi dengan menggunakan E.Views 5.0, didapat hasil bahwa Pajak Hotel memiliki pengaruh negatif terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan selama kurun waktu 2003-2007. Hal ini ditunjukkan koefisien regresi dari Pajak Hotel sebesar – 0,456. Pajak Restoran memiliki pengaruh yang positif terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan selama kurun waktu 2003-2007. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien regresi dari Pajak Restoran sebesar 1,425.
Dari nilai koefisien determinasi atau R-Square yaitu sebesar 0,996 atau 99,6% yang berarti bahwa Pajak Hotel dan Pajak Restoran secara bersama-sama berpengaruh nyata pada Pendapatan Asli Daerah Kota Medan sebesar 99,6% dan sisanya sebesar 0,4% merupakan variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi.
Pajak Hotel dan Pajak Restoran Kota Medan berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan selama kurun waktu 2003-2007.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, keadaan perekonomian di negara maju dan negara
berkembang sedang teruji kematangannya. Hal ini disebabkan oleh krisis global
yang sedang melanda seluruh kalangan negara di dunia, baik negara berkembang
maupun negara maju. Seperti biasa, negara berkembang hanya dapat merasakan
dampak dari negara maju. Krisis ekonomi yang mulanya hanya melanda negara
super power yakni Amerika Serikat, akhirnya menjalar ke seluruh mesin
perekonomian di setiap negara.
Setiap negara berlomba-lomba untuk menyelamatkan keadaan
perekonomiannya dari bencana tersebut. Baik dengan mengeluarkan
kebijakan perekonomian sampai dengan mengoptimalkan kembali
kebijakan-kebijakan yang dianggap mampu dan dapat membantu mempercepat pulihnya
keadaan perekonomian.
Tidak hanya pemerintah pusat yang bekerja keras untuk menanggulangi
permasalahan yang pelik tersebut, namun semua perangkat pemerintahan dari
pusat sampai ke daerah berusaha memberikan kontribusi yang bermanfaat. Pasal
18 Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi, “Pemerintahan Daerah dibentuk atas
susunannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan
mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan
hak-hak, asal-usul dalam daerah yang bersifat istimewa”, mencerminkan bahwa
desentralisasi yang digambarkan melalui otonomi daerah memberikan peluang
yang besar bagi daerah untuk mengeksplorasi kawasannya masing-masing.
Otonomi daerah dipandang sebagai suatu proses yang memberikan
kemampuan profesional kepada pemerintah daerah untuk menyelenggarakan
pemenuhan terhadap kebutuhan publik pada skala lokal dan regional. Terdapat
beberapa pemindahan kekuasaan yang sangat drastis diantaranya, kewenangan
diserahkan ke daerah, penerapan sistem sentralisasi yang kemudian digantikan
dengan desentralisasi, dan pendekatan top-down yang berubah menjadi bottom-up.
Ada beberapa komponen pembiayaan pembangunan Pemerintahan Kota Medan,
diantaranya pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain
sebagainya.
Pendapatan asli daerah sangat berperan besar dalam penigkatan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Ada beberapa komponen dalam
Pendapatan Asli Daerah, diantaranya adalah pajak daerah, retribusi daerah, bagian
laba BUMD, penerimaan dinas-dinas dan penerimaan lain-lain. Pajak daerah salah
satunya. Pajak daerah termasuk dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang
sangat mempengaruhi penerimaan daerah.
Jadi pajak dapat diartikan sebagai biaya yang harus dikeluarkan seseorang
ketersediaan berbagai sarana dan prasarana publik yang dinikmati semua orang
tidak mungkin ada tanpa adanya biaya yang dikeluarkan dalam bentuk iuran
tersebut. Pajak dipungut berdasarkan norma-norma hukum untuk menutupi biaya
produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk pencapaian kepentingan umum.
Pajak merupakan pungutan yang bersifat memaksa berdasarkan
perundang-undangan yang berlaku.
Dalam rangka penyederhanaan jenis pajak, Undang-Undang Nomor 18
Tahun 1997 menetapkan jenis-jenis pajak yang dapat meningkatkan penerimaan
daerah dari sumber pajak, mengingat penetapan pajak yang dapat dipungut daerah
berdasarkan undang-undang ini didasarkan antara lain pada potensinya yang
cukup besar. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 lahir sebagai upaya untuk
mengubah sistem perpajakan daerah yang berlangsung di Indonesia. Pajak
memiliki dua fungsi yaitu pajak untuk meningkatkan kas negara dan pajak untuk
meningkatkan kas daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000,
pajak daerah dibagi menjadi beberapa jenis yaitu:
1. Pajak Hotel
2. Pajak Restoran
3. Pajak Reklame
4. Pajak Penerangan Jalan
5. Pajak Hiburan
6. Pajak Parkir
Namun seiring berjalannya waktu terdapat berbagai penyesuaian terhadap
undang-undang tersebut, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 digantikan oleh
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Daerah Kota Medan, yang
berisi tentang:
1. Pajak Hotel
2. Pajak Restoran
3. Pajak Reklame
4. Pajak Penerangan Jalan
5. Pajak Hiburan
6. Pajak Parkir
Pajak Hotel dan Pajak Restoran memberikan kontribusi yang nyata
terhadap nilai Pajak Daerah dimana Pajak daerah merupakan salah satu sumber
Penerimaan Asli Daerah (PAD) yang memberikan kontribusi terbesar
dibandingkan dengan jenis pendapatan yang berasal dari Retribusi, Bagian Laba
Perusahaan Daerah dan Pendapatan Asli Daerah lainnya. Pajak daerah adalah
sumber pendapatan yang sangat menjanjikan bagi daerah di era otonomi daerah.
Pemerintah daerah memegang peran terbesar dalam hal perpajakan, khususnya
pajak daerah. Sumber pendapatan daerah dari pajak nasional memang tidak
sepenuhnya dialokasikan ke daerah. Penentuan tarif pajak telah ditetapkan oleh
pemerintah pusat, pemerintah daerah tidak diperbolehkan menentukan tarif pajak
diatas nilai yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Daerah hanya
diperbolehkan menentukan tarif maksimum pajak daerah agar seragam bagi
Dengan demikian, setiap daerah dapat berkompetisi untuk memungut wajib pajak
sebanyak mungkin jika ada daerah yang mampu menekan tarif di bawah yang
ditetapkan undang-undang.
Dengan ditetapkannya Pajak Hotel dan Pajak Retoran sebesar 10%, maka
setiap hotel dan restoran akan memberikan 10% dari pendapatan atas jasa hotel
dan pelayanan restoran kepada para konsumen yang menikmatinya. Pajak Hotel
dan Pajak Restoran adalah salah satu sumber PAD yang sangat potensial di Kota
Medan dan memberikan kontribusi yang cukup besar bila dilihat dari komponen
pajak daerah, karena Kota Medan merupakan pintu gerbang dalam menerima arus
kunjungan wisatawan lokal dan wisatawan asing untuk berkunjung ke daerah
tujuan wisata (DTW) Sumatera Utara. Dari kunjungan wisatawan inilah yang
dapat memberikan kontribusi kepada daerah slah satunya berupa Pajak Hotel dan
Pajak Restoran, selain itu Kota Medan merupakan salah satu Kota Metropolitan di
Indonesia yang mengalami pembangunan yang sangat pesat terutama di bidang
perhotelan dengan semakin banyak berdirinya hotel-hotel berbintang.
Kota Medan merupakan kote terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta
dan Surabaya. Selain disebut sebagai Kota Metropolitan, Kota Medan juga
menjadi sentral segala kegiatan terutama kegiatan bisnis mengingat letaknya yang
tidak terlalu jauh dari negara Malaysia dan Singapura. Oleh karena itu, pemerintah
Kota Medan dan pihak swasta bekerja sama untuk selalu meningkatkan kualitas
kotanya dengan menyediakan sarana publik seperti perhotelan dan restoran agar
Dengan seiring berkembangnya Kota Medan, maka daya tarik Kota Medan
sebagai salah satu kota yang menjadi Daerah Tujuan Wisata (DTW) akan semakin
terlihat jelas. Penggunaan jasa pelayanan hotel dan pelayanan restoran pun akan
semakin meningkat, maka pendapatan pemerintah daerah dari sektor Pajak Hotel
dan Pajak Restoran pun akan semakin bertambah. Pengelolaan Pajak Hotel dan
Pajak Restoran secara efisien dan efektif yang disertai dengan strategi pencapaian
tujuan yang tepat maka diharapkan dapat meningkatkan kontribusi Pajak Hotel
dan Pajak Restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan.
Berdasarkan keterangan dan uraian diatas, maka penulis merasa tertarik
untuk melakukan penelitian dan membuat penulisan skripsi dengan judul,
“Pengaruh Pajak Hotel dan Pajak Restoran Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan.”
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
permasalahan yang akan dikaji oleh penulis adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh Pajak Hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah
Kota Medan?
2. Bagaimana pengaruh Pajak Restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah
1.3 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara atas permasalahan yang menjadi
objek penelitian, dimana tingkat kebenarannya masih perlu diuji. Berdasarkan
perumusan masalah diatas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut:
1. Pajak Hotel berpengaruh positif terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota
Medan.
2. Pajak Restoran berpengaruh positif terhadap Pendapatan Asli Daerah
Kota Medan.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh Pajak Hotel dan Pajak Restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota
Medan.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah:
1. Sebagai pemenuhan kewajiban bagi penulis dalam rangka memperoleh
gelar sarjana ekonomi dari Universitas Sumatera Utara.
2. Sebagai tambahan wawasan ilmiah penulis dalam disiplin penerapan
3. Sebagai bahan pembelajaran dan tambahan ilmu pengetahuan bagi
mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, khususnya
Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian
di bidang Pajak Hotel dan Restoran diwaktu yang akan datang.
4. Sebagai masukan bagi kalangan akademisi dan peneliti yang tertarik
untuk membahas mengenai pengaruh Pajak Hotel dan Pajak Restoran
terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan.
5. Sebagai penambah, pelengkap sekaligus pembanding hasil-hasil
BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi
A. Teori Klasik
Adam Smith mengatakan bahwa output akan berkembang sejalan
dengan perkembangan penduduk. Bertambahnya jumlah penduduk
dipercaya akan meningkatkan produk nasional. Namun hal ini juga yang
membuat hukum the law of diminishing returns berlaku, karena semakin
bertambahnya jumlah penduduk tidak diiringi bertambahnya jumlah lahan
untuk digarap.
Teori Pertumbuhan Klasik juga memiliki Teori Penduduk Optimum
yang menyinggung mengenai pendapatan per kapita dan jumlah penduduk.
Teori ini mengemukakan beberapa hal, yaitu:
1. Pada saat produksi marginal lebih tinggi daripada pendapatan per
kapita, jumlah penduduk masih sedikit dan tenaga kerja masih
terbatas. Maka pertumbuhan penduduk akan menambah tenaga kerja
dan menaikkan pertumbuhan ekonomi.
2. Pada saat produksi marginal semakin menurun, pendapatan nasional
pertambahan penduduk akan menambah jumlah tenaga kerja, tetapi
pendapatan perkapita turun dan pertumbuhan ekonomi masih ada
meskipun jumlahnya semakin kecil.
3. Pada saat produksi marginal nilainya sama dengan pendapatan per
kapita, artinya nilai pendapatan perkapita mencapai maksimum dan
jumlah penduduk optimal (jumlah penduduk yang sesuai dengan
keadaan suatu negara yang ditandai dengan pendapatan perkapita
mencapai maksimum). Sehingga pertambahan penduduk akan
membawa pengaruh yang tidak baik terhadap pertumbuhan ekonomi.
Berlakunya hukum the law of deminishing returns berarti tidak semua
penduduk dapat terlibat dalam proses produksi. Tetapi pertumbuhan
tenaga kerja diikuti dengan pertumbuhan produk akan terjadi apabila
pertumbuhan tenaga kerja diikuti dengan pertumbuhan modal.
Keterangan:
1. Kurva TP1 menunjukkan adanya hubungan antara jumlah
tenaga kerja dengan tingkat output nasional. Kondisi yang
optiimal akan tercapai jika jumlah tenaga kerja yang terlibat
dalam proses produksi adalah Tk1, dan jumlah produk nasional
Q1. Jika jumlah tenaga kerja ditambah menjadi Tk2, produk
nasional tidak bertambah justru berkurang menjadi Q2.
2. Pertumbuhan jumlah tenaga kerja menjadi Tk2 dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi bila diikuti dengan
pertumbuhan barang modal sehingga produk nasional dapat
mencapai titik Q3.
B. Teori Neo Klasik
Teori Neo Klasik ini dipelopori oleh Robert Solow yang menyatakan
bahwa:
1. Fluktuatif perkembangan produk nasional akan ditentukan oleh
pertumbuhan dua jenis input yaitu pertumbuhan modal dan
pertumbuhan tenaga kerja. Perhatian terhadap dua input tersebut
sangat besar karena proses pertumbuhan ekonomi memerlukan
beberapa hal, yakni:
2. Terdapatnya intensifikasi modal, yaitu suatu proses jumlah modal
3. Adanya kenaikan tingkat upah yang dibayarkan kepada para
pekerja pada saat intensifikasi modal terjadi. Sehingga masyarakat
memiliki daya beli tinggi, trend konsumsi meningkat. Hal ini akan
mendorong pertumbuhan produk.
4. Terdapatnya faktor perkembangan teknologi. Menurut Solow,
yang paling penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
adalah kemajuan teknologi dan peningkatan keahlian serta
keterampilan para pekerja dalam menggunakan teknologi.
C. Teori Rostow
Menurut Rostow pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses dari
berbagai perubahan yaitu sebagai berikut:
1. Perubahan reorientasi organisasi ekonomi.
2. Perubahan pandangan masyarakat
3. Perubahan cara menabung atau menanam modal
4. Perubahan pandangan terhadap faktor alam.
Rostow juga mengemukakan tahap-tahap dalam pertumbuhan ekonomi
antara lain:
1. The Traditional Society (Masyarakat Tradisional), artinya suatu
kehidupan ekonomi masyarakat yang berkembang secara
tradisional dan belum didasarkan pada perkembangan teknologi
dan ilmu pengetahuan serta memiliki cara berpikir yang masih
2. The Precondition For Take Off (Persyaratan Tinggal Landas),
artinya merupakan masa transisi masyarakat untuk mempersiapkan
dirinya untuk menerima teknik-teknik baru dari luar kehidupan
mereka.
3. The Take Off (Tinggal Landas), artinya terjadi perubahan yang
sangat drastis dalam terciptanya kemajuan yang sangat pesat dalam
inovasi berproduksi dan lain sebagainya. Tahap ini merupakan
salah satu tahap terpenting dalam teori Rostow, karena dari tahap
inilah semua struktur dapat berubah ke arah yang jauh lebih baik
dari sebelumnya.
4. The Drive To Maturity (Menuju Kematangan), artinya masyarakat
secara efektif telah menggunakan teknologi modern pada sebagian
besar faktor-faktor produksi dan kekayaan alam.
5. The Age Of High Mass Consumption (Konsumsi Tinggi), artinya
perhatian masyarakat lebih menekankan pada masalah
kesejahteraan dan upaya masyarakat tertuju untuk menciptakan
welfare state, yaitu kemakmuran yang lebih merata kepada
penduduknya dengan cara mengusahakan distribusi pendapatan
melalui sistem perpajakan yang bersifat progresif. Hal ini
dilakukan semata-mata agar tidak terjadi ketimpangan dalam
masyarakat. Masyarakat tidak mempermasalahkan kebutuhan
pokok lagi, tapi konsumsi lebih tinggi terhadap barang tahan lama
D. Teori Schumpeter
Teori yang dicetuskan oleh Schumpeter ini lebih menekankan pada
peran pengusaha, baik pengusaha kecil maupun pengusaha besar dalam
pembangunan, karena kemajuan perekonomian sangat ditentukan oleh
adanya enterpreneur. Ciri-ciri enterpreneur yang baik yaitu orang yang
memiliki inisiatif yang tinggi, motivasi dan keberanian mengaplikasikan
inovasi-inovasi baru dalam kegiatan berproduksi. Para enterpreneur akan
menciptakan hal-hal yang baru seperti menciptakan barang baru,
menggunakan cara-cara yang baru dalam berproduksi, memperluas pasar
ke daerah baru, mengembangkan sumber bahan mentah yang baru,
reorganisasi dan restrukturisasi dalam perusahaan industri agar usahanya
dapat lebih maju dibandingkan kompetitor lainnya.
E. Teori Keynesian
Keynes menyatakan bahwa dalam jangka pendek output nasional dan
kesempatan kerja utama ditentukan oleh permintaan agregate, mereka
yakin bahwa kebijakan moneter maupun kebijakan fiskal harus digunakan
untuk mengatasi pengangguran dan menurunkan laju inflasi serta peranan
pemerintah sangat besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Perekonomian pasar sepertinya sulit untuk menjamin ketersediaan barang
yang dibutuhkan masyarakat dan bahkan sering menimbulkan instability,
inequity dan inefisiensi. Bila perekonomian sering diharapkan pada
menghambat terjadinya pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, hal
tersebutlah yang sangat dihindari oleh kaum Keynesian.
F. Teori Harrod-Domar
Investasi merupakan syarat utama yang harus dipenuhi agar suatu
perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang tangguh atau steady
growth dalam jangka panjang. Menurut Harrod-Domar, untuk
menciptakan investasi perlu adanya peningkatkan tabungan. Oleh sebab itu
setiap pelaku ekonomi selalu berusaha untuk menyimpan sebagian
pendapatannya untuk meningkatkan tabungan. Harrod-Domar pun tetap
mengutamakan peran pemerintah dalam merencanakan pertumbuhan
ekonomi suatu negara dan dalam menghimpun dana untuk keperluan
investasi agar pertumbuhan ekonomi dapat meningkat ke arah yang lebih
baik.
2.1.2. Teori Pembangunan Ekonomi Daerah
Teori pembangunan tidak dapat dijelaskan secara komprehensif, namun
ada beberapa teori yang dapat membantu menjelaskan arti dari pembangunan
ekonomi daerah yakni:
1. Metode dalam menganalisis perekonomian daerah, dan
2. Teori yang membahas tentang faktor-faktor yang menentukan
Namun di pihak lain harus diakui, menganalisis perekonomian daerah
sangat sulit karena:
1. Data tentang daerah sangat terbatas terutama jika daerah dibedakan
berdasarkan pengertian daerah modal.
2. Data yang tersedia pada umumnya tidak sesuai dengan data yang
dibutuhkan untuk analisis daerah, karena data yang terkumpul
biasanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan analisis perekonomian
secara nasional.
3. Data tentang perekonomian daerah sangat sulit untuk dikumpulkan,
sebab perekonomian daerah lebih terbuka dibandingkan dengan
perekonomian nasional.
4. Bagi Negara Sedang Berkembang (NSB), data yang ada sangat
terbatas dan sulit untuk dipercaya, sehingga menimbulkan kesulitan
untuk melakukan analisis yang memadai tentang keadaan
perekonomian suatu daerah. Biasanya antara sumber data yang satu
dengan sumber data yang lainnya terdapat beberapa perbedaan.
Teori-teori tersebut dapat disajikan sebagai berikut:
Pembangunan Daerah : f (sumber alam, tenaga kerja, investasi,
enterpreneurship, transportasi, komunikasi,
komposisi industri, teknologi, luas daerah, pasar
pemerintah daerah, pengeluaran pemerintah pusat
dan bantuan-bantuan pembangunan).
Teori Tempat Sentral
Teori Tempat Sentral (central place theory) menganggap bahwa ada
hirarki tempat (hierarchy of places). Setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah
tempat atau daerah penyokong yang lebih kecil yang menyediakan sumber daya
(industri dan bahan baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman
yang menyediakan barang dan jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya.
Teori tempat sentral ini bisa diterapkan pada pembangunan ekonomi, baik di
daerah perkotaan maupun di pedesaan. Misalnya, diadakannya pembedaan fungsi
antara daerah-daerah yang bertetangga (berbatasan). Beberapa daerah bisa
menjadi wilayah penyedia jasa sedangkan lainnya hanya sebagai daerah
pemukiman. Seorang ahli pembangunan ekonomi daerah dapat membantu
masyarakat untuk mengembangkan peranan fungsional mereka dalam sistem
ekonomi daerah. Dengan begitu peran daerah akan lebih terfokus dan terlihat jelas
fungsinya.
2.1.3 Keuangan Daerah
Keuangan dan anggaran daerah merupakan alat fiskal pemerintah daerah,
pembangunan sekaligus menciptakan stabilitas ekonomi di setiap daerah,
sehingga peran keuangan dan anggaran daerah akan semakin penting disamping
keterbatasan pendapatan daerah dalam mengimbangi perolehan dana yang
diberikan dari pemerintah pusat, tetapi juga dikarenakan semakin kompleksnya
permasalahan yang dihadapi daerah dalam mengakomodi potensi serta pemecahan
permasalahannya, yang membutuhkan peran aktif masyarakat daerah secara
keseluruhan. Untuk itu guna mendukung pencapaian tujuan dan sasaran anggaran
daerah yang telah ditetapkan, maka terdapat 5 (lima) kebijakan yang harus
dipedomani, yaitu:
1. Kebijakan dibidang keuangan : mengupayakan peningkatan PAD bagi
perimbangan pendapatan daerah
2. Kebijakan dibidang pengeluaran : diarahkan untuk mewujudkan
program serta penguatan institusi bagi memperkuat basis
perekonomian rakyat;
3. Kebijakan bidang kelembagaan : penekanan pada upaya penignkatan
kemampuan manajerial serta ketrampilan teknis dalam mengemban
tugas sesuai visi, misi dan program strategis yang telah ditetapkan;
4. Kebijakan bidang pengawasan : bagaimana meningkatkan efisiensi dan
efektifitas pengelolaan anggaran, agar mencerminkan suatu
manajemen yang kapabel dan akuntabel;
5. Kebijakan dalam mendorong keikutsertaan pihak swasta dalam
2.1.4 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
2.1.4.1 Landasan Teori
Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan daerah yang berasal dari
sumber-sumber keuangan daerah seperti pajak daerah, retribusi daerah, bagian
laba BUMD, penerimaan dinas-dinas dan penerimaan lain-lain (Kaho, 1998:129).
Dalam menganalisis kemampuan daerah, perlu diperhatikan ketentuan
dasar mengenai sumber pengahasilan dan pembiayaan daerah berdasarkan UU
No. 22 dan 25 tahun 1999. Pasal 79 UU No. 22 Tahun 1999 menyebutkan
sumber-sumber pendapatan daerah terdiri dari atas :
1. Pendapatan Asli Daerah, yang terdiri dari :
a. Pajak daerah
b. Retribusi daerah
c. Hasil dari perusahan milik daerah dan hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
d. Lain-lain PAD yang sah.
2. Dana perimbangan
3. Pinjaman daerah, dan
4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Dalam Pasal 3 UU No. 25 Tahun 1999 menyebutkan sumber-sumber
penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi adalah :
2. Dana Perimbangan
3. Pinjaman Daerah
4. Lain-lain penerimaan yang sah
Berdasarkan UU No. 34 Tahun 2000 tentang perubahan UU No. 18 Tahun
1999 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 1 (6) menyebutkan Pajak
Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilaksanakan
oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang
seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelanggaran pemerintahan
dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografis, jumlah
penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah, sehingga perbedaan
antara daerah yang maju dengan daerah yang belum berkembang dapat diperkecil.
Dana Alokasi Khusus bertujuan untuk membantu membiayai
kebutuhan-kebutuhan khusus daerah. Disamping itu untuk menanggulangi keadaan mendesak
seperti bencana alam, kepada daerah dapat dialokasikan dana darurat.
Undang-undang ini selain memberikan landasan pengaturan pembagian keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah, juga memberikan landasan bagi perimbangan
keuangan antar daerah agar tidak terjadi tumpang tindih dan ketimpangan.
2.1.4.2 Metode Analisis Perhitungan Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah
Untuk menghitung laju pertumbuhan pendapatan daerah, khususnya
Δ RPAD = PADt – PAD(t-1) x 100% PAD(t-1)
Dimana:
Δ RPAD = Laju pertumbuhan PAD
PADt = Realisasi penerimaan PAD tahun ke t
PAD(t-1) = Realisasi penerimaan PAD tahun sebelumnya
2.1.5 Pajak
2.1.5.1 Pengertian Pajak
Menurut R. Santoso Brotodiharjo dan Rochmat Soemitro (Soemitro,
1987 dan Brotodiharjo, 1989), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa
timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.
Sementara itu menurut Mangkoesoebroto (2001) menjelaskan bahwa
pajak adalah suatu pungutan yang merupakan hak prerogatif pemerintah,
pungutan tersebut didasarkan pada undang-undang, pemungutannya dapat
dipaksakan kepada subyek pajak untuk mana tidak ada balas jasa yang langsung
dapat ditunjukkan penggunaanya.
MJH. Smeets mengatakan, pajak adalah prestasi pemerintahan yang
kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya
adalah membiayai pengeluran pemerintah.
Selanjutnya menurut S.I. Djajadiningrat, pajak sebagai suatu kewajiban
menyerahkan sebagian daripada kekayaan kepada negara disebabkan suatu
keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi
bukan sebagai suatu hukuman, menurut peraturan-peraturan yang telah ditetapkan
pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara
langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum.
Dan menurut PJA. Adriani, pajak adalah iuran pada negara (yang dapat
dipaksakan) yang terutang oleh wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan
dengan tidak dapat prestasi kembali langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya
adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas
pemerintahan.
Dari pengertian-pengertian pajak yang telah dijelaskan oleh para ahli
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik pajak adalah:
1. Pajak dipungut oleh negara berdasarkan kekuatan undang-undang serta
aturan pelaksanaannya.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra
prestasi individual oleh pemerintah.
3. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran pembayaran pemerintah, bila
membiayai public investment, sehingga tujuan utama dari pemungutan
pajak adalah sebagai sumber keuangan negara ataupun daerah.
4. Pajak dipungut disebabkan karena suatu keadaan, kejadian dan
perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu pada seseorang.
5. Pajak merupakan kewajiban masyarakat yang apabila diabaikan akan
terkena sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
2.1.5.2 Fungsi Pajak
Dari segi ekonomi, pemerintah mempunyai tiga fungsi utama, yaitu
mengatasi masalah inefisiensi dalam mengalokasikan sumber-sumber ekonomi,
mendistribusikan penghasilan dan kekayaan kepada masyarakat sehingga tercapai
masyarakat yang adil dan makmur. Selain itu, pemerintah juga berfungsi untuk
mengatasi masalah-masalah yang timbul sebagai akibat dari fluktuasi
perekonomian dan menjaga atau menjamin tersedianya lapangan kerja
(memperkecil tingkat pengangguran) serta penjaga stabilitas harga. Fungsi
tersebut oleh Musgrave dan Musgrave (1989) disebut sebagai Fiscal Function.
Secara lebih rinci fungsi kebijakan fiskal yang dijalankan oleh pemerintah adalah
sebagai berikut:
1. Fungsi Alokasi
Apabila semua penyediaan barang dan jasa diserahkan pada
ekonomi pasar, penyediaan barang dan jasa dan besarnya harga
penghasilannya), serta kepentingan produsen untuk meraup
keuntungan. Jika hal ini terjadi, maka sudah dapat dipastikan akan
ada barang-barang (atau jasa) tertentu yang tidak tersedia di pasar.
Alasan utama pasar atau swasta tidak mau memproduksinya adalah
karena pertimbangan inefisiensi. Pembuatan jalan-jalan umum,
misalnya membutuhkan biaya yang tidak sedikit, sementara hasil
atau keuntungannya mungkin baru bisa diperoleh setelah puluhan
tahun. Inilah salah satu contoh dari kegagalan pasar (market
failure). Jika pasar tidak mau memproduksi, pada saat itulah
seharusnya pemerintah melakukan intervensi. Fungsi inilah yang
disebut fungsi alokasi. Fungsi alokasi dalam kebijaksanaan fiskal
pada dasarnya berupa penetapan alokasi penggunaan sumber daya
ekonomis nasional untuk tujuan penyediaan barang-barang publik.
Kebijakan fiskal telah memenuhi fungsi alokasi sumber daya
ekonomis dalam masyarakat.
2. Fungsi Distribusi
Selain masalah alokasi, pemerintah juga mempunyai
tanggung jawab untuk mendistribusikan pendapatan dan
kesejahteraan dalam masyarakat secara adil dan merata, khususnya
bagi golongan menengah kebawah yang jumlahnya sangat
berbanding terbalik dengan golongan menengah keatas.. Ketidak
sempurnaan pasar dapat menyebabkan penumpukan kekayaan pada
penumpukan kekayaan ini juga terjadi karena adanya monopoli.
Akibatnya, kesenjangan antargolongan akan semakin melebar.
Konsep pemerataan hasil pembangunan merupakan dasar dari
fungsi ini. Hal ini didasari karena terdapatnya perbedaan
kemampuan untuk menghasilkan pendapatan antara satu orang
dengan orang lainnya.
Jika hal ini dibiarkan, maka tingkat kecemburuan sosial
akan mudah bertumbuh dan sangat efektif untuk menimbulkan
anarki karena perbedaan taraf hidup yang sangat berbeda. Hanya
negara yang bisa memaksa golongan masyarakat menengah keatas
untuk menyisihkan penghasilannya dengan mewajibkan mereka
membayar pajak sesuai dengan kemampuannya (ability to pay).
Melalui pemungutan pajak, negara bisa menyediakan
pelayanan kesehatan yang murah dan pendidikan yang terjangkau
untuk seluruh lapisan masyarakat. Negara juga bisa memberikan
subsidi atas pengadaan rumah murah dan barang-barang kebutuhan
pokok lainnya. Inilah yang disebut dengan fungsi distribusi, sesuai
dengan apa yang dikatakan oleh Musgrave yaitu, “Adjustment of
the distribution of income and wealth to ensure conformance with
what society considers a fair or just state of distribution...”
Kebijakan fiskal yang diterapkan pemerintah akan selalu
diusahakan untuk mencapai pemerataan hasil pembangunan secara
pemerataan hasil pembangunan akan dapat dilaksanakan dan
pemilihan jenis pajak yang dipungut merupakan cara jitu untuk
lebih meningkatkan pemerataan.
3. Fungsi Stabilisasi
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu dari tujuan
dari pembangunan disamping pemerataan. Pemerintah akan selalu
berusaha untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tertentu dari tahun
ke tahun. Disamping itu, penyediaan lapangan kerja yang cukup
juga merupakan sisi lain dari pembangunan ekonomi. Masalah
pengangguran, inflasi, pertumbuhan ekonomi, suplai dana, nilai
tukar dan masih banyak aspek makro ekonomi lainnya
(Macroeconomics Problems) tidak bisa diselesaikan oleh pasar
secara otomatis sehingga pemerintahlah yang harus menangani
hal-hal tersebut. Inilah Fungsi Stabilisasi pemerintah.
4. Fungsi Regulasi
Sering kali produsen tidak sepenuhnya menanggung
biaya-biaya yang timbul akibat limbah pabrik yang berbahaya, yang
merupakan ekses proses produksi suatu barang. Dalam beberapa
kasus, masyarakat yang menanggung biaya atau efek sampingan
tersebut. Jika hal tersebut terjadi, pemerintah juga yang harus
bertanggung jawab untuk menanggulangi hal tersbut. Misalnya,
jika suatu daerah terkontaminasi limbah kimia beracun (LAPINDO
di laut banyak yang mati akibat terkena limbah beracun, mau tidak
mau pemerintah yang harus turun tangan untuk menangani bencana
tersebut.
Pasar tidak menangani masalah sekompleks itu dan pasar
tidak mempunyai otoritas untuk membatasi dampak buruk tersebut
dan menghukum setiap orang atau badan yang melakukannya. Hal
ini dikategorikan kegagalan pasar karena faktor eksternalitas.
Musgrave mendefinisikan externalitas sebagai, “situations where consumption benefits are shared and cannot be limited to
particular consumers, or where economic activity results in social
costs which are not paid for the producer or the consumer who
causes them.”
Oleh karena itulah, negaralah yang harus berfungsi sebagai
regulator, antara lain dengan mengharuskan pengusaha membuat
analisis mengenai dampak lingkungan, membuat pembuangan
limbah atau dengan melalui pemungutan pajak. Pajak yang
dipungut untuk mengoreksi efek ekternalitas negatif disebut dengan
Pajak Pivogian sesuai dengan penggagas pertamnya, Arthur Pigou
(1877 – 1959). Dalam mengatasi eksternalitas negatif, para ekonom
umumnya lebih menganjurkan instrumen pemungutan pajak karena
dianggap lebih efisien untuk mengurangi polusi dibandingkan jika
Eksternalitas tidak selalu berkonotasi negatif. Ada juga
yang bersifat positif. Contohnya, meski tidak pernah mngeluarkan
biaya satu sen pun untuk membiayai penelitian, Thomas A.
Edison, namun negara lainnya ikut menikmati hasil penemuan bola
lampu dan pengembangan produknya. Dalam penemuan suatu
teknologi atau inovasi, perusahaan lain dapat dengan cepat
mengadopsi (atau bahkan mengimitasi) teknologi tersebut padahal
tidak mengeluarkan biaya satu sen pun untuk penelitian atau
pengembangan inovasi tersebut. Oleh karena itu, negara atau
pemerintah harus melakukan intervensi. Itulah Fungsi Regulasi
yang harus diterapkan.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak mempunyai peranan
yang sangat penting dalam pelaksanaan fungsi negara atau pemerintah, baik dalam
fungsi alokasi, distribusi, stabilisasi dan regulasi maupun kombinasi dari
keempatnya. Dari beberapa contoh diatas, dapat disimpulkan bahwa pada
hakikatnya fungsi pajak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi budgetair dan
fungsi regulerend.
1. Fungsi Budgetair
Fungsi pajak yang paling utama adalah untuk mengisi kas
negara (to raise government’s revenue). Fungsi ini disebut dengan
fungsi budgetair atau fungsi penerimaan (revenue function). Oleh
karena itu, suatu pemungutan pajak yang baik sudah seharusnya
penerimaan negara yang bersifat berkesinambungan, teratur, dan terus
mengalami peningkatan paralel dengan tuntutan kenaikan jumlah
kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu juga, dalam menentukan
kebijakan pajak, berlaku second best theory. Jika suatu pajak sulit
untuk dipungut, padahal potensinya signifikan maka mungkin saja
pemerintah lebih mengedepankan asas simplicity or ease of
administration daripada asas equality, misalnya dengan menetapkan
schedular taxation.
2. Fungsi Regulerend
Fungsi Regulerend merupakan fungsi mengatur dalam arti
sluas-luasnya, termasuk terciptanya keadilan, melindungi,
mengarahkan, mendorong, mendidik, kepastian pemerataan bagi
pencapaian tujuan pokok politik pembangunan, dan mengurangi laju
inflasi (Hyman, 1987). Pada kenyataannya, pajak bukan hanya
berfungsi untuk mengisi kas negara. Pajak juga digunakan oleh
pemerintah sebagai instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu
yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pajak, seperti custom
duties/tariff (bea masuk), digunakan untuk mendorong atau
melindungi (memproteksi) produksi dalam negeri, khususnya untuk
melindungi infant industry dan atau industri-industri yang dinilai
strategis oleh pemerintah. Selain itu, pajak juga dapat digunakan
justru untuk menghambat suatu kegiatan perdagangan. Namun,
ekonomi yang harus dilaksanakan oleh negara (economicc
government).
2.1.5.3 Asas-Asas Pemungutan Pajak
Umumnya tujuan dari hukum adalah menciptakan ketertiban dan keadilan
pada masyarakat, demikina halnya dengan hukum pajak. Adapun untuk dapat
mencapai keadilan dalam pemungutan pajak harus diusahakan dasar pemungutan
pajak yang dapat dilaksanakan secara umum dan merata.
Pada tahun 1776 Adam Smith memperkenalkan empat asas kriteria
pemungutan pajak agar pemungutan pajak dapat dilaksanakan dengan merata,
asas tersebut disebut dengan “The Canons of Taxation” yang disebut juga “The
Four Maxims” (Sommerfeld, 1969).
1. Asas Keadilan (Eguity)
Asas ini menghendaki adanya keseimbangan beban pajak
diantara masing-masing subyek pajak, seimbang dengan
penghasilan dan dapat dinikmati masing-masing wajib pajak di
bawah perlindungan pemerintah. Asas ini tidak memperbolehkan
suatu negara mengadakan diskriminasi diantara wajib pajak, dalam
kondisi yang sama wajib pajak harus dibebani pajak yang sama.
2. Asas Kepastian (Certaintly)
Asas ini menghendaki adanya suatu kepastian mengenai
dibayar, serta ketentuan mengenai waktu pembayaran. Dalam
prakteknya, untuk menciptakan kepastian dalam pemungutan
pajak, oleh pemerintah diterbitkan petunjuk aturan pelaksanaanya
untuk membantu para wajib pajak.
3. Asas Ketetapan (Convenciency)
Asas ini menghendaki agar pajak dipungut pada saat yang
paling baik bagi wajib pajak, saat sedekat-dekatnya dengan detik
diterimanya penghasilan yang bersangkutan, agar wajib pajak
tidak merasa terbebani oleh pembayaran pajak yang dikenakan.
4. Asas Keefisienan (Effisiency)
Asas ini menghendaki agar pemungutan atau penagihan
pajak dilakukan sehemat-hematnya atau dengan kata lain,
pemasukan pajak harus lebih besar dari biaya pemungutannya.
Dalam buku mengenai hukum pajak (Soemitro, 1987 dan
Brotodihardjo,1989) mengemukakan adanya empat asas yang harus dipenuhi
dalam setiap pemungutan pajak, yaitu :
1. Asas Hukum
Asas hukum dalam pemungutan pajak harus mengacu pada
keadilan dan yang mencakup salah satunya adalah Maxims milik
Adam Smith.
2. Asas Yuridis
Adanya jaminan hukum yang tegas baik untuk negara
pajak harus didasarkan pada undang-undang. Dengan demikian
adanya ketegasan hak dan kewajiban wajib pajak. Disamping itu
asas yuridis juga mengisyaratkan adanya ketentuan yang tegas dan
jelas tentang terjaminnya rahasia wajib pajak dan asas yuridis ini
dapat dikaitkan dengan asas kepastian dalam Maxims milik Adam
Smith.
3. Asas Ekonomi
Asas ekonomi berkaitan dengan fungsi mengatur dalam
perpajakan, artinya pemungutan pajak harus mendorong
pertumbuhan ekonomi (tidak menghambat kelancaran produksi
dan perdagangan).
4. Asas Finasial
Asas finansial dalam pemungutan pajak berkaitan dengan
fungsi budgeter dari pajak tersebut. Dalam kaitan ini penghitungan
biaya manfaat dalam pemungutan perlu diperhatikan. Asas
finansial ini dapat dikatakan hampir sama dengan asas ketepatan
dan keefisienan Maxims milik Adam Smith.
2.1.5.4 Teori Perpajakan
2.1.5.4.1 Teori Asuransi
Kegiatan asuransi adalah merupakan sebuah kontrak hukum dan diatur
pertimbangan-pertimbangan tertentu apabila tertanggung menderita kerugian sebagaimana yang
dijamin dalam perjanjian tersebut dan dengan kondisi perjanjian tersebut. Dengan
demikian, yang disebut dengan “Asuransi” adalah suatu kontrak hukum antara
dua pihak, yaitu pihak yang sanggup menanggung resiko dengan berhak
memungut premi dan pihak yang ditanggung dengan membayar premi. Apabila
terjadi peristiwa yang menyebabkan tertanggung menderita kerugian dalam
peristiwa yang menyebabkan tertanggung menderita kerugian dalam peristiwa
yang terjadi tersebut sesuai dengan yang disepakati maka penanggung
asuransimembayar sejumlah uang yang ada yang telah disepakati bersama. Bila
tidak terjadi peristiwa yang disepakati maka premi tersebut menjadi milik yang
menanggung, kecuali asuransi jiwa. Apabila sampai batas waktu yang ditentukan
tidak terjadi peristiwa yang disepakati maka uang dikembalikan kepada pihak
yang ditanggung. Atau dengan kata lain, kerugian yang diderita oleh mereka yang
tidak melakukan perjanjian asuransi tidak akan memperoleh pemberian santunan.
Timbulnya hak negara memungut pajak berdasarkan teori asuransi ini,
negara disamakan dalam perusahaan asuransi. Oleh karena negara berkewajiban
memberikan santunan kepada rakyat maka wajar melakukan pemungutan pajak
dari rakyatnya. Sebaliknya bagi rakyat, karena menerima santunan dari negara,
atau menerima prestasi dari negara maka wajar rakyat wajib membayar pajak
kepada negara, sebagaimana tertanggung membayar premi asuransi.
Teori asuransi ini bila dikaitkan dengan imbalan yang diberikan oleh
pemerintah tidak sama dengan imbalan yang diberikan perusahaan asuransi
kepada masyarakat pembayar pajak (wajib pajak), sedangkan imbalan yang
diberikan oleh perusahaan asuransi terbatas kepada tertanggung (pembayar
premi). Inilah yang merupakan kelemahan teori asuransi yang dikaitkan dengan
kewajaran masyarakat membayar pajak. Oleh karena itu, timbul teori kepentingan
mutlak.
2.1.5.4.2 Teori Kepentingan
Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) menegaskan “berhasilnya
pembangunan nasional sebagai perwujudan pengamalan Pancasila tergantung
pada partisipasi seluruh rakyat serta pada sikap mental, tekad dan semangat,
ketaatan dan disiplin para penyelenggara negara serta seluruh rakyat Indonesia”.
Bab tersebut menegaskan bahwa pemerintah dan rakyat yang sama-sama
berkepentingan harus satu gerak untuk mensukseskan pencapaian tujuan
sebagaimana diamanatkan oleh rakyat. Rakyat yang berkepentingan atas jasa
negara, naka rakyat harus menyampaikan partisipasinya sesuai kemampuannya.
Bagi rakyat yang telah memperoleh tambahan penghasilan sebagai akibat dari
hasil pembangunan maka sewajarnya mereka itu menyampaikan iuran berupa
pembayaran pajak. Demikian pula dengan pemerintah yang telah menerima
partisipasi dari rakyat berupa pembayaran pajak, wajib menggunakan dana
tersebut seefisien mungkin.
Teori kepentingan bila ditafsirkan secara sempit dapat merancukan
pada tingkat balas jasa oleh negara. Bila balas jasa dilakukan secara langsung
kepada pembayarannya adalah retribusi.
Teori ini harus diartikan secara luas bahwa hak pemerintah memungut
disini meliputi Pajak, Retribusi dan Sumbangan. Dengan demikian maka
kewajaran dalam teori ini dapat dipertanggungjawabkan, baik ditinjau dari hak
pemerintah maupun hak rakyat untuk memperoleh pelayanan. Oleh karena itu
diharapkan dapat terjadi simbiosis mutualisme antara pemerintah maupun
masyrakat luas.
2.1.5.4.3 Daya Pikul
Tingkat kepentingan terhadap jasa negara dipengaruhi oleh tingkat
kemampuan, semakin tinggi tingkat kemampuannya dalam memiliki kekayaan,
semakin tinggi tingkat kepentingannya atas jasa negara. Oleh karena itu agar
pemungutan pajak mencapai sasaran yang adil dan merata, maka besarnya beban
pajak harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan seseorang dalam
kepemilikaan kekayaannya. Atau dengan kata lain, besarnya beban pajak orang
dengan status sosial menengah keatas lebih besar daripada orang yang tidak
mampu. Bagi seseorang tingkat daya pikulnya dapat diukur melalui tingkat beban
keluarga. Semakin banyak keluarga yang ditanggung kehidupannya semakin
2.1.5.4.4 Daya Beli
Menurut teori ini, fungsi dari pemungutan pajak dapat disamakan dengan
pompa, yaitu mengambil daya beli dari rumah-rumah tangga dalam masyarakat
dan mengarahkannya pada tujuan tertentu. Karena tidak memperhatikan asal-usul
kemampuan untuk membeli maka asas daya beli banyak diterapkan pada
jenis-jenis pajak kebendaan lainnya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa wajar bila negara memungut
pajak dari rakyat, dan rakyat wajar membayar pajak kepada negara, yang
keduanya didasarkan kepada adanya kepentingan, baik pada negara maupun
rakyat. Meskipun timbulnya hak negara memungut pajak atas dasar adanya
kepentingan, namun pelaksanaan pemungutannya tidak dapat disamaratakan.
Untuk mencapai pemgumutan pajak yang adil dan merata, maka pemungutan
pajak atas mereka yang mampu harus lebih besar daripada yang kurang mampu.
Demikian pula dengan pajak kebendaan, dikenakan kepada mereka yang mampu
membeli, semakin mampu melaksanakan pembelian yang relatif lebih mahal
dikenakan pajak lebih besar dibandingkan yang kurang mampu membeli.
2.1.6 Pajak Daerah
Pajak daerah merupakan pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sesuai dengan pasal 1
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan Undang-Undang
wajib yang dilakukan oleh pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan
langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
2.1.6.1 Pajak Hotel
Pajak Hotel adalah pajak atau pungutan atas pelayanan yang disediakan
dengan pembayaran di hotel. Pengertian hotel disini termasuk juga rumah
penginapan yang memungut bayaran. Pembahasan mengenai pajak hotel
didasarkan pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
34 Tahun 2000; Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 Tentang Pajak
Daerah , khususnya pasal 38-42 dan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 12
Tahun 2003.
1. Sejarah Perkembangan
Pajak Hotel pada mulanya berasal dari Pajak Pembangunan I.
Demikian juga dasar hukum yang melandasi diberlakukannya
Undang-Undang Pajak Pembangunan I adalah Undang-Undang-undang No.14 tahun 1947.
Berdasarkan Undang-Undang Pajak I 1947 peraturan ini kemudian
disesuaikan dengan perkembangan daerah.
Instruksi Presiden No.3 tahun 1983 sebagai implementasi
ini diberikan keringanan pajak dan retribusi izin membangun Hotel di
Daerah Tujuan Wisata. Keringanan pajak yang dimaksud adalah 50% dari
pajak terutang, dan keringanan retribusi adalah dalam pengertian
keringanan dalam jumlah pungutan retribusi untuk pengusaha yang
membangun hotel di daerah tujuan wisata, setinggi-tingginya Rp. 50 juta.
a. Pengertian Hotel
Hotel adalah suatu bentuk usaha yang menggunakan suatu
bangunan atau sebagian daripadanya yang khusus disediakan ,
dimana setiap orang dapat menginap dan makan serta
memperoleh pelayanan dan fasilitas-fasilitas lainnya dengan
pembayaran. Termasuk dalam pengertian hotel adalah :
1. Gubug Pariwisata (Cottage)
2. Motel
3. Losmen
4. Wisma Pariwisata
5. Pesanggrahan (Hostel)
6. Penginapan Remaja (Youth Hostel)
7. Pondok Pariwisata (Home Stay)
b. Sistem Self Assesment
Pada azasnya Pajak Pembangunan I menganut self
assessment system. Dengan demikian Pajak Hotel juga
menganut sistem self assessment, sistem ini menganjurkan
menyetor, melunasi dan melaporkan pajaknya sendiri
berdasarkan kesadaran dari wajib pajak. Sistem self assessment
ini diwujudkan dalam bentuk sistem setor tunai.
Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah, maka untuk melaksanakan
Otonomi Daerah yang nyata, luas dan bertanggung jawab perlu
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, agar mampu
membiayai dirinya sendiri.
Dengan berlakunya Undang-undang No.34 tahun 2000
tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia
No.18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
Pajak Hotel dan Restoran dipisahkan menjadi Pajak Hotel dan
Pajak Restoran.
c. Obyek, Subyek dan Wajib Pajak
Obyek Pajak adalah setiap pelayanan yang disediakan
dengan pembayaran di hotel. Yang termasuk kedalam obyek
ialah sebagai berikut :
1. Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek
atau jangka panjangtermasuk tempat kost, wisma,
pondok wisata dan gedung pertemuan.
2. Pelayanan penunjang sebagai sebagai kelengkapan
jangka panjang yang sifatnya memberikan kemudahan
dan kenyamanan.
Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang
bayaran atas pelayanan hotel.
Wajib Pajak adalah pengusaha hotel yang
bertanggungjawab sepenuhnya untuk menyetor pajak yang
seharusnya terutang.
2.1.6.2 Pajak Restoran
Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan restoran. Pembahasan
mengenai Pajak Restoran didasarakan pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun
1997 tentang Pajak Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2000; Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001tentang
Pajak Daerah, khususnya pasal 43-47 dan berdasarkan atas Peraturan Daerah Kota
Medan Nomor 12 Tahun 2003.
1. Sejarah Perkembangan
Pada mulanya yang melandasi keberadaan Pajak Restoran berasal
dari Pajak Pembangunan I. Sedangkan dasar hukum yang melandasi
diberlakukannya Undang Pajak Pembangunan I adalah
Pada mulanya Pajak Pembangunan I bukanlah jenis pajak, tetapi
merupakan sumbangan dari banyak pihak untuk menunjang para pejuang
pada tahun-tahun setelah kemerdekaan. Mulai diadakan pada tahun 1947,
melalui Undang-Undang Darurat dengan nama Fonds Kemerdekaan atau
Pot Kemerdekaan ini tidak lagi terkendalikan, sehingga lahirlah
Undang-undang yang menyatakan bahwa Fonds Kemerdekaan perlu diganti
namanya dengan Pajak Pembangunan I. Setelah namanya berganti menjadi
Pajak Pembangunan I, dalam perkembangannya pajak tersebut mengalami
kemajuan pesat. Pajak Pembangunan I ini berlaku secara nasional.
Pengertian rumah makan diperluas, sehingga dengan demikian
perusahaan yang melakukan usaha melayani pesanan makanan (catering
service) termasuk di dalam. Penetapan pajak yang ditetapkan dalam
‘kohir’ ditentukan untuk masa paling lama 3 bulan, mengingat bahwa
obyek golongan ini pemiliknya tidak tetap, begitu juga tempat usahanya
pun tidak menetap. Sehingga untuk memudahkan Wajib Pajak menyetor
serta memudahkan pengawasan dari pihak petugas, maka cara memungut
pajak diatur dengan menggunakan Materai Pembangunan yang dapat
disetor/diangsur seminggu sekali.
1. Sistem Self Assesment
Pada azasnya Pajak Pembangunan 1 menganut Self
Assessment System. Sistem Self Assessment itu sendiri
menganjurkan wajib pajak agar dapat menghitung pajak,
sendiri berdasarkan kesadaran dari wajib pajak. Sistem ini
diwujudkan dalam bentuk sistem setor tunai.
2. Obyek, Subyek dan Wajib Pajak
Dengan nama Pajak Restoran dipungut atas setiap
pembayaran dan pelayanan di restoran baik itu dalam bentuk
makanan ataupun minuman.
Obyek Pajak adalah setiap pelayanan yang disediakan
dengan pembayaran di restoran. Termasuk didalamnya Rumah
Makan, Warung Makan, Kafe, Bar dan atau usaha lain yang
sejenis yang disertai dengan fasilitas penyantapannya atau
disantap ditempat lain.
Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang
melakukan pembayaran atas pelayanan penjualan makanan dan
minuman di restoran.
Wajib Pajak adalah Pengusaha Restoran termasuk
didalamnya Pengusaha Rumah Makan, Warung Makan, Kafe,
Bar dan usaha lain yang sejenis yang disertai dengan fasilitas
penyantapannya atau disantap ditempat lain. Pengusaha sebagai
penanggung Pajak Restoran bertanggung jawab sepenuhnya
untuk menyetor pajak yang seharusnya terutang sesuai dengan
persentase yang telah ditetapkan oleh pemerintah di
2.2 Hypothesa
Artinya apabila Pajak Hotel (PH) mengalami kenaikan,
maka Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan mengalami
kenaikan, ceteris paribus.
Artinya apabila Pajak Restoran (PR) mengalami kenaikan,
maka Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan mengalami
kenaikan, ceteris paribus.
Pajak Hotel punya pengaruh yang signifikan terhadap Pendapatan Asli
Daerah Kota Medan, hal ini dapat dilihat dari pengaruh yang diberikan Pajak
Hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan bernilai positif dan selalu
menunjukkan trend yang meningkat dari tahun ke tahun sepanjang tahun
2003-2007.
Pajak Restoran berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Kota
Medan, hal ini dapat dilihat dari pengaruh yang diberikan Pajak Restoran terhadap
Pendapatan Asli Daerah Kota Medan bernilai positif dan selalu menunjukkan
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan
dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna menyelesaikan atau
memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian.
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian mencakup pada Pajak Hotel dan Pajak Restoran
Kota Medan serta pengaruhnya terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan
selama periode 2003-2007.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat
kuantitatif dengan sumber data adalah data sekunder dan bersifat time series yaitu
data-data yang menggunakan angka-angka dalam bentuk berkala. Sumber data
diperoleh dari data-data yang terdapat di Dinas Pendapatan Daerah (DISPENDA)
Kota Medan pada kurun waktu 2003-2007 yang kemudian diolah dalam bentuk
ilmiah, laporan-laporan penelitian, jurnal serta website yang berkaitan dengan
penelitian ini.
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan
data dengan melakukan penelitian langsung ke badan-badan ataupun instansi yang
terkait (riset) serta penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang
dilakukan dengan mengumpulkan data-data melalui bahan-bahan kepustakaan
berupa tulisan-tulisan ilmiah, jurnal, laporan-laporan penelitian, artikel dan
data-data elektronik yang bersifat online (internet), yang berhubungan dengan topik
yang diteliti. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan melakukan
pencatatan langsung berupa data time series dalam kurun waktu 2003-2007,
dimana data tersebut telah dirubah dalam bentuk data kuartal yang didapatkan
melalui proses interpolasi sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah
20 buah. Adapun proses interpolasi didapat melalui rumus sebagai berikut:
Q1=1/4 {Yt - 4,5/12 (Yt - Yt-1)}
Q2=1/4 {Yt - 1,5/12 (Yt - Yt-1)}
Q3=1/4 {Yt + 1,5/12 (Yt - Yt-1)}