• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Metode Penyuluhan Terhadap Peningkatan Pengetahuan Dan Sikap Dokter Kecil Dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah (PSN-DBD) Di Kecamatan Helvetia Tahun 2007

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Metode Penyuluhan Terhadap Peningkatan Pengetahuan Dan Sikap Dokter Kecil Dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah (PSN-DBD) Di Kecamatan Helvetia Tahun 2007"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH METODE PENYULUHAN TERHADAP

PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP

DOKTER KECIL DALAM PEMBERANTASAN

SARANG NYAMUK DEMAM BERDARAH

(PSN-DBD) DI KECAMATAN

HELVETIA TAHUN 2007

TESIS

Oleh

RUMONDANG PULUNGAN

057023016/AKK

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH METODE PENYULUHAN TERHADAP

PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP

DOKTER KECIL DALAM PEMBERANTASAN

SARANG NYAMUK DEMAM BERDARAH

(PSN-DBD) DI KECAMATAN

HELVETIA TAHUN 2007

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

RUMONDANG PULUNGAN

057023016/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PENGARUH METODE PENYULUHAN TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DOKTER KECIL DALAM PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK DEMAM

BERDARAH DENGUE (PSN-DBD) DI KECAMATAN HELVETIA TAHUN 2007

Nama Mahasiswa : Rumondang Pulungan

Nomor Pokok : 057023016

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing:

(Prof. Dr. Dra. Ida Justina, M.Si)

Ketua

(Ir. Indra Cahaya, M.Si) Anggota

Ketua Program Studi,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS)

Direktur,

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)

(4)

Telah diuji

Pada tanggal 25 Agustus 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si

Anggota : 1. Ir. Indra Cahaya, M.Si

2. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH METODE PENYULUHAN TERHADAP

PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP

DOKTER KECIL DALAM PEMBERANTASAN

SARANG NYAMUK DEMAM BERDARAH

DENGUE (PSN-DBD) DI KECAMATAN

HELVETIA TAHUN 2007

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2008

(6)

ABSTRAK

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) hingga saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Di wilayah Sumatera Utara, Kota Medan merupakan penyumbang kasus terbesar. Berbagai upaya penanggulangan telah dilakukan, satu diantaranya adalah dalam bentuk penyuluhan terhadap murid sekolah dasar, sebagai bagian dari kegiatan pemberantasan sarang nyamuk DBD (PSN-DBD). Penyuluhan di sekolah dilakukan dalam bentuk pelatihan kader sekolah (dokter kecil) yang terdapat dalam kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Namun demikian, hingga saat ini kegiatan penyuluhan tersebut belum menunjukkan hasil yang optimal.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh metode penyuluhan yang dilakukan terhadap dokter kecil, baik dalam bentuk ceramah dengan leaflet maupun ceramah dengan film. Melalui penelitian ini ingin diketahui perubahan tingkat pengetahuan dan sikap dokter kecil terhadap PSN-DBD dan menganalisis perbedaan di antara keduanya.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu (quasi-experiment) dengan rancangan pretest-posttest group design. Penelitian dilakukan di Kecamatan Helvetia dengan melibatkan 51 sekolah dasar negeri dan swasta yang memiliki dokter kecil. Populasi penelitian adalah seluruh dokter kecil yang terdapat pada semua sekolah tersebut, yang berjumlah 219 orang. Penentuan sampel dilakukan secara purposive sampling yang hasilnya berjumlah 120 orang dan seluruhnya ditetapkan sebagai sampel. Sampel dibagi ke dalam dua kelompok yaitu kelompok ceramah dengan leaflet dan kelompok ceramah dengan film yang jumlahnya masing-masing 60 orang. Untuk analisis data sebelum dan sesudah penyuluhan dilakukan dengan uji T-test.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan dan sikap kedua kelompok dokter kecil sebelum diberikan penyuluhan baik dengan metode ceramah dan leaflet maupun dengan metode ceramah dan film adalah mayoritas setara yaitu berpengetahuan sedang dan bersikap negatif. Sesudah pemberian penyuluhan terjadi peningkatan pengetahuan dan sikap yang bermakna. Hal tersebut dapat dilihat dari perbandingan rerata nilai pengetahuan dan sikap responden sebelum dan sesudah penyuluhan yang menunjukkan peningkatan signifikan. Penyuluhan dengan menggunakan metode ceramah dan film lebih bermakna dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap dokter kecil tentang PSN-DBD dibandingkan dengan penyuluhan metode ceramah dan leaflet.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penyuluhan dengan kedua metode tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap dokter kecil. Metode ceramah dan film dapat dijadikan sebagai satu alternatif dalam pelaksanaan penyuluhan di sekolah dasar.

(7)

ABSTRACT

The dengue hemorhagic fever (DHF) remains as a serious problem of public health in Indonesia. In the region of North Sumatera, city of Medan is the highest rate of DHF cases. Many efforts has been executed to overcome the problem, one of them was carried out in form of public counseling to primary school students, as a part of PSN-DBD (exterminator of dengue mosquito’s nest) activity. Counseling in schools is conducted in form of school cadre (kiddy doctor) training that already exist in the UKS (school health effort) activity. However, up to now the effect of the counseling activity has not showing an optimal result yet.

This research aims to analyze the influence of such counceling method that has been carried out to kiddy doctor, both in the form of training with leaflet and training with film. Thorugh this study, it is intended to know change on level of knowledge and attitude of the kiddy doctor to PSN-DBD, and also to analyze the difference between the two methods.

This study adopted a quasi-experiment with pretest-post test group design. The research was conducted in Kecamatan Helvetia which involves 51 primary schools both state and private own schools where kiddy doctor are available. The population of this study is the entire kiddy doctors found in the schools, which amount of 219 people. Sample was determined by purposive sampling approach that results 120 people and all of them are included as sample. The sample was divided into two groups i.e. training with leaflet and training with film which is a group consists of 60 students respectively. The test adopted T-test for data analysis both before and after counseling.

The result of this research indicated that knowledge and attitude of the two groups of the kiddy doctors before attending the counseling both training with leaflet and training with film are majority similar i.e. they have moderate knowledge and negative attitude concerning PSN-DBD. After attending the counseling, the two groups experienced an improvement on their knowledge and meaningful attitude. This can be seen through the average comparative rate of their knowledge and attitude both before and after counseling that showed significant rising. The counseling using training with film is considered more meaningful in improving knowledge of the kiddy doctors compared to training with leaflet.

Based on the result of this research, it can be concluded that counseling using the two methods has significant influence in increasing the knowledge and attitude of the kiddy doctors. Training with film may be used as an alternative in carrying out counseling in primary schools.

(8)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas

rahmat dan karuniaNya maka penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Dalam penulisan

tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan dorongan.

Untuk itu penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, Sp.A(K), selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Ketua Program Studi Administrasi dan

Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku komisi pembimbing dan juga

Sekretaris Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulisan tesis ini, yang

selalu menyediakan waktu ditengah kesibukannya serta membimbing penulis

dengan penuh kesabaran.

5. Ibu Ir. Indra Cahaya, M.Si selaku komisi pembimbing yang telah banyak

(9)

6. Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM, Ir Evi Naria, M.Kes selaku dosen

penguji yang juga telah memberikan bimbingan, masukan dan saran untuk

perbaikan tesis.

7. Bapak dr. Umar Zein, DTM&H, SpPD, KPTI selaku Kepala Dinas Kesehatan

Kota Medan dan Ibu dr. Anjeli selaku Kepala Puskesmas Helvetia yang telah

memberikan bantuan dan fasilitas dalam pelaksanaan di lapangan.

8. Seluruh Kepala Sekolah Dasar di Kecamatan Helvetia yang tidak dapat saya

sebutkan satu persatu di mana telah menerima penulis dalam pelaksanaan

penelitian.

9. Seluruh teman-teman yang juga tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas

bantuan dan semangat yang diberikan dalam penyusunan tesis ini.

10.Kedua orang tuaku yang selalu mendoakan, suami tercinta Drs. A. Ridwan

Siregar, SH, M.Lib dan anak- anak tersayang Rizqi Arini Siregar, Habib Fauzi

Siregar dan Alfi Hasanah Siregar serta seluruh keluarga yang senantiasa

mendoakan, menghibur, mendampingi dan memberikan dorongan moril maupun

materil yang sangat berarti selama penulis pendidikan dan menyelesaikan tugas

ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih banyak kekurangan

sehingga dengan penuh kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran demi

kesempurnaan tesis ini.

Medan, Juli 2008

(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Rumondang Pulungan

Tempat/Tanggal lahir : Bandar Bajambu/10 Desember 1961

Alamat : Jalan Tridharma No. 148 Kompleks USU Medan

Riwayat Pendidikan : - SD Negeri X Padang Sidimpuan selesai tahun 1973

- SMP Negeri I Padang Sidimpuan tahun selesai tahun 1976

- SMA Negeri IV Medan selesai tahun 1980

- Fakultas Kedokteran USU selesai tahun 1986

Riwayat Pekerjaan : - Puskesmas Pembantu Brayan Bengkel tahun 1987-1991

- Puskesmas Pembantu Tanjung Sari tahun 1991-1995

- Puskesmas Medan Sunggal tahun 1995-2004

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I. PENDAHULUAN... 1

1.1.Latar Belakang... 1

1.2.Permasalahan... 7

1.3.Tujuan Penelitian... 7

1.4.Hipotesis... 8

1.5.Manfaat Penelitian... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1. Demam Berdarah Dengue... 9

2.2. Pemberantasan Sarang Nyamuk... 12

2.3. Usaha Kesehatan Sekolah ... 13

2.4. Dokter Kecil……… 15

2.5. Promosi Kesehatan……….. 18

2.6. Penyuluhan……….. 19

2.7. Pengetahuan………. 26

2.8. Sikap……… 28

2.9. Landasan Teori……… 30

(12)

BAB III. METODE PENELITIAN... 33

3.1. Jenis Penelitian... 33

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian... 34

3.2.1. Lokasi Penelitian... 34

3.2.2. Waktu Penelitian... 34

3.3. Populasi dan Sampel... 35

3.3.1. Populasi... 35

3.3.2. Sampel... 35

3.4. Metode pengumpulan data... 37

3.4.1. Pengumpulan Data... 37

3.4.2. Prosedur Pengumpulan Data………... 39

3.5. Variabel dan Definisi Operasional...40

3.5.1. Variabel... 40

3.5.2. Definisi Operasional... 40

3.6. Metode Pengukuran... 41

3.7. Metode Analisa Data... 41

BAB IV. HASIL PENELITIAN...42

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 42

4.2. Karakteristik Responden... 43

4.2.1. Karakteristik Responden Menurut Umur... 43

4.2.2. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin...43

4.2.3. Pengetahuan Sebelum Diberi Penyuluhan... 44

4.2.4. Sikap Sebelum Diberi Penyuluhan...44

4.2.5. Pengetahuan Sesudah Diberi Penyuluhan...45

4.2.6. Sikap Sesudah Diberi Penyuluhan... 45

4.3. Analisa Data... 4.3.1. Perbandingan Rerata Nilai Pengetahuan Responden Sebelum dan Sesudah Penyuluhan dengan Metode Ceramah dan Leaflet... 46

4.3.2. Perbandingan Rerata Nilai Sikap Responden Sebelum dan Sesudah Penyuluhan dengan Metode Ceramah dan Leaflet... 47

4.3.3. Perbandingan Rerata Nilai Pengetahuan Responden Sebelum dan Sesudah Penyuluhan dengan Metode Ceramah dan Film... 49

4.3.4. Perbandingan Rerata Nilai Sikap Responden Sebelum dan Sesudah Penyuluhan dengan Metode Ceramah dan Film... 50

4.3.5. Perbandingan Rerata Nilai Pengetahuan Responden Sesudah Penyuluhan Menurut Metode Penyuluhan... 51

(13)

BAB V. PEMBAHASAN... 54

5.1. Pengetahuan dan Sikap Sebelum dan Sesudah Penyuluhan... 54

5.2. Perbandingan Rerata Nilai Pengetahuan dan Sikap Dokter Kecil Sesudah Penyuluhan Berdasarkan Metode Penyuluhan... 59

5.3. Keterbatasan Penelitian... 61

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 62

6.1. Kesimpulan ... ... 62

6.2. Saran... 63

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Distribusi Sampel Berdasarkan Lokasi Sekolah...……… 36

2. Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Kuesioner...……... 38

3. Metode Pengukuran Variabel Independent dan Dependent... 41

4. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur... 43

5. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin... 43

6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Sebelum Pemberian Penyuluhan ... 44

7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Sebelum Pemberian Penyuluhan ... 45

8. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Sesudah Pemberian Penyuluhan ... 45

9. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Sesudah Pemberian Penyuluhan ... 46

10. Perbandingan Rerata Nilai Pengetahuan Responden Sebelum dan Sesudah Penyuluhan dengan Metode Ceramah - Leaflet ... 46

11. Perbandingan Rerata Nilai Sikap Responden Sebelum dan Sesudah Penyuluhan dengan Metode Ceramah - Leaflet ... 48

12. Perbandingan Rerata Nilai Pengetahuan Responden Sebelum dan Sesudah Pemberian Penyuluhan dengan Metode Ceramah – Film... 49

13. Perbandingan Rerata Nilai Sikap Responden Sebelum dan Sesudah Pemberian Penyuluhan dengan Metode Ceramah - Film... 50

(15)

15. Perbandingan Rerata Nilai Sikap Responden Sesudah

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Landasan Teori ... 30

2. Kerangka Konsep... 32

3. Perbandingan Rerata Nilai Pengetahuan Responden Sebelum dan Sesudah Pemberian Penyuluhan dengan Metode Ceramah dan

Leaflet……... 47

4. Perbandingan Rerata Nilai Sikap Responden Sebelum dan Sesudah

Pemberian Penyuluhan dengan Metode Ceramah dan Leaflet………. 48

5. Perbandingan Rerata Pengetahuan Responden Sebelum dan Sesudah

Pemberian Penyuluhan dengan Metode Ceramah dan Film... 50

6. Perbandingan Rerata Nilai Sikap Responden Sebelum dan Sesudah

Pemberian Penyuluhan dengan Metode Ceramah dan Film... 51

7. Perbandingan Rerata Nilai Pengetahuan Responden Sesudah

Pemberian Penyuluhan Berdasarkan Metode Penyuluhan ... 52

8. Perbandingan Rerata Nilai Sikap Responden Sesudah Pemberian

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Materi Penyuluhan... 69

2 Kuesioner Penelitian... 79

3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas... 83

4 Hasil Output ... 86

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Acuan pembangunan kesehatan pada saat ini adalah konsep "Paradigma

Sehat", yaitu pembangunan kesehatan yang memberikan prioritas utama pada upaya

pelayanan peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif)

dibandingkan upaya pelayanan penyembuhan/pengobatan (kuratif) dan pemulihan

(rehabilitatif) secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda

(double burden), di mana penyakit infeksi menular masih memerlukan perhatian

besar sementara itu telah terjadi peningkatan penyakit-penyakit tidak menular seperti

penyakit degenaratif. Selanjutnya berbagai penyakit baru (new emerging disease)

ditemukan, serta kecenderungan meningkatnya kembali beberapa penyakit yang

selama ini sudah berhasil dikendalikan (re-emerging disease)(Depkes RI, 2003).

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu penyakit menular

yang sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang

menimbulkan dampak sosial dan ekonomi serta berkaitan dengan perilaku

masyarakat. Penyakit DBD ini disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh

nyamuk Aedes aegypty, muncul pertama kali pada tahun 1953 di Filipina dan

selanjutnya menyebar ke banyak negara dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia,

(19)

yang kemudian menyebar ke berbagai daerah dengan jumlah kasus dan kematian

yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Keadaan ini erat kaitannya dengan

peningkatan mobilitas penduduk sejalan dengan semakin lancarnya hubungan

transportasi serta tersebar luasnya virus dengue dan nyamuk penularnya di berbagai

wilayah di Indonesia (Depkes RI, 2004).

Provinsi Sumatera Utara terdiri dari 25 kabupaten/kota, delapan diantaranya

merupakan daerah endemis dan tetap terjadi peningkatan kasus setiap tahunnya.

Penyumbang tertinggi kasus DBD di Provinsi Sumatera Utara adalah Kota Medan

yang merupakan pusat pemerintahan, pendidikan, kebudayaan, dan perdagangan

dengan mobilitas penduduk yang tinggi (Dinkes Provinsi Sumut, 2005).

Kecamatan yang ada di Kota Medan semuanya sudah merupakan daerah

endemis DBD. Kecamatan Medan Helvetia, Medan Sunggal, Medan Baru, Medan

Denai dan Medan Selayang merupakan lima kecamatan yang paling tinggi kasusnya.

Adapun angka kejadian DBD dalam lima tahun terakhir dapat diuraikan sebagai

berikut, pada tahun 2002 terjadi 212 kasus dengan kematian 2 kasus, tahun 2003

terjadi 594 kasus dengan kematian 9 kasus, tahun 2004 terjadi 742 kasus dengan

kematian 14 kasus, tahun 2005 terjadi 1960 kasus dengan kematian 24 kasus dan

tahun 2006 terjadi 1376 kasus dengan kematian 20 kasus. Bila dilihat dari kelompok

umur penderita DBD, usia anak sekolah 5- 14 tahun mencapai ± 29, 17 % termasuk

kelompok kedua terbesar setelah usia dewasa (Dinkes Kota Medan, 2006a). Hal ini

(20)

yang rentan terhadap penyakit DBD merupakan tempat yang potensial untuk

terjadinya penularan penyakit ini (Depkes RI, 2005).

Berdasarkan uraian di atas dapat kita lihat bahwa setiap tahunnya tetap terjadi

kenaikan kasus, walaupun selama ini berbagai upaya pencegahan dan

penanggulangan telah dilakukan. Upaya-upaya tersebut antara lain berupa kegiatan

pemutusan rantai penularan DBD dengan melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk

DBD (PSN-DBD) melalui gerakan 3M (menguras, menutup, mengubur),

Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB), abatisasi selektif, foging atau pengasapan pada

semua lokasi kasus terjangkit. Pemerintah Kota Medan juga memberikan pengobatan

secara gratis terhadap penderita DBD yang dirawat di Rumah Sakit Umum

dr Pirngadi Medan.

Selain upaya-upaya yang disebutkan di atas, penyuluhan juga merupakan

suatu kegiatan yang sudah dilakukan, di mana bertujuan untuk merubah perilaku

masyarakat. Sebagaimana diketahui penyuluhan itu adalah suatu upaya untuk

memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan,

kelompok dan masyarakat mencakup peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku

(Depkes RI, 1997). Penyuluhan pada dasarnya merupakan proses komunikasi dan

proses perubahan perilaku melalui pendidikan. Agar kegiatan penyuluhan dapat

mencapai hasil yang maksimal, maka metode dan media penyuluhan perlu mendapat

perhatian yang besar dan harus disesuaikan dengan sasaran. Penggunaan kombinasi

berbagai media akan sangat membantu dalam proses penyuluhan kesehatan. Pada

(21)

hubungan yang bermakna dalam peningkatan pengetahuan. Penelitian Sriyono (2001)

juga memperlihatkan bahwa penggunaan audiovisual dikombinasikan dengan diskusi

kelompok cukup efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap kader posyandu

dalam menemukan tersangaka penderita tuberkulosis. Metode penyuluhan kesehatan

dapat dibagi berdasarkan jumlah sasaran (perorangan, kelompok, massa) dan cara

penyampaian (langsung dan tidak langsung). Ceramah merupakan metode

penyuluhan yang sering digunakan pada kelompok yang pesertanya lebih dari 15

orang. Ceramah akan berhasil bila penyuluh menguasai materi yang akan

diceramahkan. Leaflet dan film adalah merupakan media penyuluhan yang fungsinya

untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat.

Keberhasilan suatu penyuluhan dapat dilihat dari adanya peningkatan pengetahuan

dan sikap yang mendukung terjadinya perubahan perilaku tersebut.

Penyuluhan tentang DBD berkaitan erat dengan peran serta masyarakat dalam

upaya pencegahan dan penanggulangan DBD yang dapat dilakukan seperti kegiatan

PSN-DBD. Masyarakat seharusnya memahami bahwa PSN-DBD adalah cara yang

paling utama, efektif dan sederhana, karena vaksin untuk mencegah dan obat untuk

membasmi virusnya belum tersedia. Kegiatan PSN-DBD ini harus didukung oleh

peran serta masyarakat secara terus menerus dan berkesinambungan mengingat

nyamuk ini telah tersebar luas di seluruh tempat baik di rumah-rumah, sekolah dan

tempat-tempat umum.

Di Kota Medan kegiatan penyuluhan ini sudah dilakukan pada kelompok-

(22)

dan diskusi maupun melalui media seperti lembar balik, leaflet, poster, pertunjukan

slides (melalui overhead projector, komputer & dan film yang diputar melalui LCD

projector). Kegiatan penyuluhan juga sudah dilakukan kepada murid sekolah dasar

melalui pelatihan kader sekolah yang diwujudkan dan dikembangkan melalui

kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) untuk menanamkan sikap dan perilaku

sehat kepada siswa agar rumah dan sekolah bebas dari nyamuk penular DBD.

Pengetahuan dan penerapan sehari-hari tentang PSN-DBD di sekolah dilaksanakan

secara terus menerus oleh guru kepada siswa melalui kegiatan belajar mengajar

(Depkes RI, 1993).

UKS adalah segala usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kesehatan anak

usia sekolah pada setiap jalur, jenis dan jenjang pendidikan mulai dari TK hingga

SMA. Tujuan UKS salah satunya adalah untuk meningkatkan pengetahuan,

kemampuan dan membentuk perilaku hidup sehat yang pada gilirannya menghasilkan

derajat kesehatan yang optimal. Pelatihan kader kesehatan sekolah atau dokter kecil

merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan berdasarkan pendekatan dari

anak untuk anak dengan fokus latihan diantaranya pada keterampilan mengamati dan

memelihara kesehatan lingkungan. Pelatihan dapat dilaksanakan untuk anak dari

setiap kelas dengan catatan memperhatikan kondisi atau tingkat kemampuan anak

menurut tahapan proses tumbuh kembang. Masa anak sekolah dasar umur 6-12 tahun

adalah merupakan periode intelektual. Menurut Meumann (cit, Kartono, 2007) yang

mengamati perkembangan menyatakan bahwa anak seusia dokter kecil yaitu pada

(23)

Kota Medan mempunyai jumlah sekolah dasar (SD) mencapai 835 unit,

dengan jumlah siswa sebanyak 263.927 orang (Profil DKK Medan, 2006). Hal ini

merupakan potensi yang besar jika dapat diberdayakan dalam melaksanakan PSN-

DBD di lingkungan rumahnya masing-masing. Apabila seluruh murid mempunyai

pengetahuan yang baik dan sikap yang positif dapat melaksanakan kegiatan PSN-

DBD di rumah masing-masing maka diharapkan akan terjadi peningkatan Angka

Bebas Jentik (ABJ) yang dihubungkan dengan penurunan kasus DBD di Kota Medan.

Hal ini juga didukung oleh penelitian Lagiono taun 2000 yang mengemukakan bahwa

ada keterpaduan dokter kecil dan ibu rumah tangga dalam kebiasaan menguras,

menutup dan mengubur secara periodik seminggu sekali di rumah.

Sampai saat ini penyuluhan itu belum menampakkan hasil yang optimal,

dapat dilihat dari peran serta masyarakat dalam kegiatan PSN-DBD yang masih

rendah (Suhardiono, 2005), partisipasi orang tua atau wali murid khususnya ibu

dalam kegiatan PSN-DBD di rumah juga masih sangat rendah (Hasanah, 2005) dan

juga terbukti dari ABJ kota Medan sebesar 89% yang masih berada di bawah

indikator Depkes yaitu sebesar 95% (Dinkes Kota Medan, 2006a).

Berdasarkan uraian di atas maka dipandang perlu dilakukan penelitian

mengenai pengaruh metode penyuluhan yang diberikan kepada dokter kecil untuk

dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap sehingga mempunyai dampak pada

(24)

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan

adalah belum optimalnya penyuluhan-penyuluhan DBD yang dilakukan selama ini

serta melihat potensi yang besar dari dokter kecil, maka perlu diteliti pengaruh

metode penyuluhan untuk meningkatan pengetahuan dan sikap dari dokter kecil agar

dapat berperan melakukan kegiatan PSN-DBD dalam upaya pencegahan dan

penanggulangan DBD di Kota Medan.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang merupakan tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis pengaruh metode penyuluhan terhadap peningkatan

pengetahuan dokter kecil terhadap PSN-DBD.

2. Untuk menganalisis pengaruh metode penyuluhan terhadap peningkatan

sikap dokter kecil terhadap PSN-DBD.

3. Untuk menganalisis perbedaan tingkat pengetahuan dokter kecil sebelum dan

setelah mendapat penyuluhan dengan metode ceramah dan leaflet serta

metode ceramah dan film melalui LCD.

4. Untuk menganalisis perbedaan sikap dokter kecil sebelum dan setelah

mendapat penyuluhan dengan metode ceramah dan leaflet serta metode

ceramah dan film melalui LCD.

5. Untuk menganalisis metode yang paling efektif untuk dapat diterapkan kepada

(25)

1.4. Hipotesis

1. Ada pengaruh metode penyuluhan terhadap peningkatan pengetahuan dokter

kecil terhadap PSN-DBD.

2. Ada pengaruh metode penyuluhan terhadap peningkatan sikap dokter kecil

terhadap PSN-DBD.

3. Ada perbedaan tingkat pengetahuan setelah mendapat penyuluhan dengan

metode ceramah dengan leaflet.

4. Ada perbedaan sikap setelah mendapat penyuluhan dengan metode ceramah

dengan leaflet.

5. Ada perbedaan tingkat pengetahuan setelah mendapat penyuluhan dengan

metode ceramah dengan film.

6. Ada perbedaan sikap setelah mendapat penyuluhan dengan metode ceramah

dengan film.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan agar dapat sebagai bahan acuan (model)

untuk program pencegahan dan pemberantasan DBD melalui pemberdayaan

anak sekolah dasar pada program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).

2. Bagi Dinas Pendidikan Kota Medan agar dapat memberdayakan siswa

sekolah dasar sebagai potensi yang besar untuk ikut berperan dalam

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Demam Berdarah Dengue

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan

oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes terutama Aedes aegypti yang

sering menimbulkan wabah dan kematian. Menemukan kasus DBD secara dini

bukanlah hal yang mudah, karena pada awal perjalanan penyakit gejala dan tandanya

tidak spesifik, sehingga sulit dibedakan dengan penyakit infeksi lainnya. Penegakan

diagnosis DBD (secara klinis) sesuai dengan kriteria World Health Organization

(WHO), sekurang-kurangnya memerlukan pemeriksaan laboratorium, yaitu

pemeriksaan trombosit dan hematokrit secara berkala (Depkes RI, 2004).

Sampai sekarang dikenal ada empat tipe virus dengue sebagai penyebab DBD

ini yaitu tipe 1, 2, 3 dan 4, virus ini termasuk dalam group B Arthropod Borne Virus.

Keempat tipe virus ini ada di berbagai daerah Indonesia. Hasil penelitian

menunjukkan virus dengue tipe 3 merupakan serotype yang dominan untuk

menyebabkan kasus yang berat (Depkes RI, 2005).

Penyakit DBD pada umumnya menyerang anak-anak, tetapi dalam dekade

terakhir ini terlihat adanya kecendrungan kenaikan proporsi pada kelompok dewasa.

Masa inkubasi DBD biasanya berkisar antara 4-7 hari. Prognosis DBD sulit

(27)

virus dengue belum ada. Prinsip dasar pengobatan penderita DBD adalah penggantian

cairan tubuh yang hilang karena kebocoran plasma (Depkes RI, 2005).

2.1.1. Diagnosa Klinis

Diagnosa DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut World

Health Organization (WHO), terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris (Depkes RI,

2005).

Kriteria Klinis:

1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus 2-7 hari.

2. Terdapat manifest perdarahan ditandai sekurang-kurangnya uji torniquet positif.

Perdarahan spontan berbentuk perdarahan bawah kulit (peteki, purpura,

ekimosis), mimisan (epistaksis), perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna

(hematemesis dan melena).

3. Disertai atau tanpa pembesaran hati.

4. Syok ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi <20 mm Hg

atau nadi tidak teraba, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak

gelisah.

Kriteria Laboratoris:

1. Trombositopenia (100.000/µl atau kurang).

2. Hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau

(28)

2.1.2. Diagnosis Laboratoris DBD

Pemeriksaan serologis didasarkan pada timbulnya antibodi setelah infeksi

(Depkes RI, 2005). Cara yang dilakukan adalah pemeriksaan HI (Haemaglutination

Inhibition) dan uji antibodi IgM dan IgG (ELISA).

1. Deteksi Antigen PCR (Polymerase Chain Reaction).

2. Isolasi Virus.

2.1.3. Klasifikasi Kasus DBD (Depkes RI, 2005)

2.1.3.1. Kasus Tersangka DBD

Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus

selama 2-7 hari disertai manifestasi perdarahan (sekurang-kurangnya uji torniquet

positif) dan/atau tromositopenia (≤100.000/µl).

2.1.3.2.Kasus Demam Dengue (DD)

Gejala demam tinggi mendadak, kadang-kadang bifasik, nyeri kepala hebat,

nyeri belakang bola mata, nyeri otot, tulang dan sendi, mual, muntah dan timbulnya

ruam atau hasil Ig M positif.

2.1.3.3. Kasus DBD

Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus

selama 2-7 hari disertai manifestasi perdarahan (sekurang-kurangnya uji Torniquet

positif), trombositopenia, hemokonsentrasi atau hasil pemeriksaan serologis positif.

2.1.3.4. Kasus Dengue Shock Syndrome (DSS)

(29)

2.2. Pemberantasan Sarang Nyamuk

Sebagaimana diketahui cara pencegahan dan pemberantasan DBD yang dapat

dilakukan saat ini adalah memberantas vektor yaitu nyamuk penular Aedes aegypti

dan juga pemberantasan terhadap jentik-jentiknya. Hal ini disebabkan karena vaksin

untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum tersedia. Cara

pencegahan yang dianggap paling tepat adalah Pemberantasan Sarang Nyamuk

Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) yang harus didukung oleh peran serta

masyarakat. Apabila PSN-DBD dilaksanakan oleh seluruh masyarakat maka populasi

nyamuk Aedes aegypti akan dapat ditekan serendah-rendahnya, sehingga penularan

DBD tidak terjadi lagi. Upaya penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat harus

dilakukan secara berkesinambungan dan terus-menerus, karena keberadaan jentik

nyamuk berkaitan erat dengan perilaku masyarakat (Depkes RI, 2005).

Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue dapat dilakukan

dengan cara, antara lain:

1. Fisik

Cara ini dikenal dengan ”3M” yaitu:

a. Menguras (dan menyikat) bak mandi, bak WC dan lain- lain.

b. Menutup tempat penampungan air rumah tangga (tempayan, drum, dan lain-lain).

c. Mengubur, menyingkirkan atau memusnahkan barang-barang bekas (seperti

(30)

2. Kimia

Cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan menggunakan insektisida

pembasmi jentik yang dikenal dengan istilah larvasidasi. Larvasida yang biasa

digunakan adalah temephos di mana formulasi yang digunakan adalah dalam bentuk

granule (sand granules), dengan dosis 1 ppm atau 10 gram (± 1 sendok makan rata)

untuk setiap 100 liter air. Larvasida dengan temophos ini mempunyai efek residu 3

bulan. Larvasida yang lain yang dapat digunakan adalah golongan insect growth

regulator.

3. Biologi

Pemberantasan jentik Aedes aegypti dengan cara biologi adalah dengan

memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang/tempalo

dan lain-lain).

2.3. Usaha Kesehatan Sekolah

Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) adalah suatu wahana untuk meningkatkan

kemampuan hidup sehat dan selanjutnya membentuk perilaku hidup sehat, yang pada

gilirannya menghasilkan derajat kesehatan yang optimal (Depkes RI, 1986). Usaha

Kesehatan Sekolah (UKS) ini juga merupakan upaya terpadu lintas program dan

lintas sektoral. Apabila ditinjau dari sudut pembangunan di bidang kesehatan, UKS

adalah salah satu strategi untuk mencapai kemandirian masyarakat khususnya peserta

(31)

kesehatan yang selanjutnya akan menghasilkan derajat kesehatan yang optimal

(Depkes RI, 1995).

Ruang lingkup UKS tercermin dalam Tri Program UKS (dikenal dengan

istilah TRIAS UKS) diselenggarakan berupa paket program yang meliputi:

1. Penyelenggaraan Pendidikan Kesehatan,

2. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan,

3. Pembinaan Lingkungan Kehidupan Sekolah Sehat.

Pembinaan dan pengembangan UKS dilaksanakan secara terpadu,

menyeluruh, serta berdaya guna dan berhasil guna, yang melibatkan 4 (empat)

Departemen yaitu Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Agama,

Departemen Kesehatan dan Departemen Dalam Negeri.

Dasar hukum keterpaduan dan penyelenggaraan upaya pembinaan dan

pengembangan UKS adalah Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan, Menteri Kesehatan, Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri

Republik Indonesia: Nomor 1408a/U/1984, Nomor 319/Menkes/SKB/VI/1984,

Nomor 74/Th/1984, Nomor 60 Tahun 1984 tentang Pokok Kebijaksanaan Pembinaan

dan Pengembangan Usaha Kesehatan Sekolah dan telah diperbaharui pada tahun

2003 dengan Nomor 1/U/SKB: Nomor 1067/Menkes/SKB/VII/2003, Nomor 26

Tahun 2003 tanggal 23 Juli 2003 tentang Pembinaan dan Pengembangan UKS. Pada

tahun 1989 ada juga Surat Keputusan Nomor 0372a/P/1989, Nomor 390a/Menkes/

SKB/VI/1989, Nomor 140A/Tahun 1989 dan Nomor 30A Tahun 1989 tentang Tim

(32)

Berdasarkan SKB 4 Menteri tersebut di atas, dibentuklah Tim Pembina UKS

baik di tingkat pusat maupun daerah, yang akan melaksanakan pembinaan dan

pengembangan UKS di seluruh Indonesia.

Tujuan umum program UKS adalah meningkatkan kemampuan hidup sehat

dan derajat kesehatan peserta didik/siswa serta menciptakan lingkungan yang sehat,

sehingga memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan yang harmonis dan

optimal dalam rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya. Tujuan khusus

program UKS adalah memupuk kebiasaan hidup sehat dan mempertinggi derajat

kesehatan peserta didik yang di dalamnya mencakup memiliki pengetahuan, sikap,

dan ketrampilan untuk melaksanakan prinsip hidup sehat, serta berpartisipasi aktif

di dalam usaha peningkatan kesehatan di sekolah dan sekolah agama, di rumah

tangga maupun di lingkungan masyarakat (Depkes, 1986).

2.4. Dokter kecil

Salah satu strategi operasional UKS adalah mengembangkan kemampuan

peserta didik untuk berperan serta aktif dalam pelayanan kesehatan, melalui kegiatan

pelatihan kader kesehatan sekolah yang disebut dengan dokter kecil. Dokter kecil

adalah siswa yang memenuhi kriteria dan telah dilatih untuk ikut melaksanakan

sebahagian usaha pemeliharaan dan peningkatan kesehatan terhadap diri sendiri,

teman, keluarga dan lingkungannya. Dengan adanya pelatihan ini diharapkan siswa

(33)

di sekolah, di rumah dan lingkungannya, serta dapat menolong dirinya sendiri, antar

siswa dan orang lain untuk hidup sehat (Depkes RI, 1995).

Pelatihan dokter kecil merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan

berdasarkan pendekatan dari anak untuk anak (pendekatan sebaya atau peer group

approach). Pendekatan ini memanfaatkan norma-norma dan tekanan dalam kelompok

(group pressure) serta kesetiakawanan antar kelompok untuk membentuk perilaku

hidup sehat. Dokter kecil yang sudah terlatih merupakan potensi untuk menjadi

penggerak hidup sehat bagi kelompoknya secara khusus dan semua anak sekolah

tersebut pada umumnya (Depkes RI, 1991).

Beberapa kriteria untuk dapat dilatih menjadi Dokter Kecil (Depkes, 1995)

seperti:

1. Telah menduduki kelas 4 Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah.

2. Siswa kelas 5 dan 6 yang belum pernah mendapat pelatihan Dokter Kecil.

3. Berprestasi di sekolah.

4. Berbadan sehat.

5. Berwatak pemimpin dan bertanggung jawab.

6. Berpenampilan bersih dan berperilaku sehat.

7. Berbudi pekerti baik dan suka menolong.

8. Diizinkan orang tua.

Pelatihan sebenarnya dapat dilaksanakan untuk anak dari setiap kelas dengan

(34)

tumbuh kembang. Dalam perkembangan jiwani anak, pengamatan menduduki tempat

yang sangat penting (Depkes RI, 1995).

Menurut Meumann (cit, Kartono, 2007) pada pengamatan perkembangan anak

menerangkan bahwa anak usia 8-12 tahun mulai memahami benda-benda dan

peristiwa serta tumbuh wawasan akal budinya atau insight. Pendapat serupa juga

dikemukakan oleh Kroh (cit, Kartono, 1996) bahwa anak usia 10 sampai 12 tahun

bersifat realisme dan kritis. Anak sudah bisa mengadakan sintesa logis, karena

munculnya pengertian, wawasan (insight) dan akal yang sudah mencapai taraf

kematangan.

Anak sekolah dasar mulai memandang semua peristiwa dengan obyektif.

Semua kejadian ingin diselidiki dengan tekun dan penuh minat. Dalam keadaan

normal, pikiran anak usia sekolah dasar berkembang secara berangsur-angsur dan

secara tenang serta pengetahuannya bertambah secara pesat. Anak pada usia ini

sangat aktif dinamis. Banyak ketrampilan mulai dikuasai, dan kebiasaan-kebiasaan

tertentu mulai dikembangkannya. Di samping keluarga, sekolah memberikan

pengaruh yang sistematis terhadap pembentukan akal budi anak. Ingatan anak pada

usia 8-12 tahun ini mencapai intensitas paling besar dan paling kuat, anak mampu

(35)

2.5. Promosi Kesehatan

Istilah dan pengertian promosi kesehatan adalah merupakan pengembangan

dari istilah pengertian yang sudah dikenal selama ini, seperti: Pendidikan Kesehatan,

Penyuluhan Kesehatan, KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi).

Promosi kesehatan dapat diartikan sebagai upaya menyebarluaskan,

mengenalkan atau menjual pesan-pesan kesehatan sehingga masyarakat menerima

atau membeli pesan-pesan kesehatan tersebut dan akhirnya masyarakat mau

berperilaku hidup sehat (Notoatmodjo, 2005).

Menurut Green (cit, Notoatmodjo, 2005) menyebutkan bahwa promosi

kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang

terkait dengan ekonomi, politik, dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan

perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan.

Green juga mengemukakan bahwa perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama,

yaitu:

1. Faktor predisposisi (predisposing factors), yang meliputi pengetahuan dan sikap

dari seseorang.

2. Faktor pemungkin (enabling factors), yang meliputi sarana, prasarana, dan

fasilitas yang mendukung terjadinya perubahan perilaku.

3. Faktor penguat (reinforcing factors) merupakan faktor penguat bagi seseorang

untuk mengubah perilaku seperti tokoh masyarakat, undang-undang, peraturan-

(36)

2.6. Penyuluhan

Salah satu kegiatan promosi kesehatan adalah pemberian informasi atau pesan

kesehatan berupa penyuluhan kesehatan untuk memberikan atau meningkatkan

pengetahuan dan sikap tentang kesehatan agar memudahkan terjadinya perilaku sehat

(Notoatmidjo, 2005).

Penyuluhan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan

seseorang melalui teknik praktik belajar atau instruksi dengan tujuan mengubah atau

mempengaruhi perilaku manusia baik secara individu, kelompok maupun masyarakat

untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat (Herawani, 2001).

2.6.1. Metode Penyuluhan

Menurut Mardikanto (1993), bahwa penyuluhan pada dasarnya merupakan

proses komunikasi dan proses perubahan perilaku melalui pendidikan.

Bertolak dari pemahaman tentang pengertian seperti hal di atas maka

pemilihan metode penyuluhan dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan-

pendekatan seperti berikut:

2.6.1.1.Metode Penyuluhan dan Proses Komunikasi

Untuk memilih metode yang efektif dalam berkomunikasi dan penyuluhan,

dapat didasarkan pada tiga cara pendekatan, yaitu:

1. Metode penyuluhan menurut media yang digunakan di mana dapat dibedakan

(37)

a. Media lisan, baik yang disampaikan secara langsung (melalui percakapan,

tatap muka) maupun tidak langsung (lewat radio, telefon).

b. Media cetak, baik berupa gambar, tulisan, foto, selebaran, poster, dan lain-

lain, yang dibagikan atau dipasang pada tempat-tempat strategis seperti

di jalan dan pasar.

c. Media terproyeksi, berupa gambar atau tulisan lewat slide, pertunjukan film,

dan lain-lain.

2. Metode penyuluhan menurut hubungan penyuluh dan sasarannya, di mana

dibedakan atas 2 (dua) macam, yaitu:

a. Komunikasi langsung baik melalui percakapan tatap muka atau telefon yang

mana komuniasi dapat secara langsung dalam waktu relatif singkat.

b. Komunikasi tidak langsung seperti lewat surat, perantaraan orang lain,

di mana komunikasi tidak dapat dalam waktu singkat.

3. Metode penyuluhan menurut keadaan psikososial sasarannya, di mana dibedakan

dalam 3 (tiga) hal, yaitu:

a. Pendekatan perorangan di mana penyuluh berkomunikasi secara orang

perorang, seperti melalui kunjungan rumah ataupun kunjungan di tempat

kegiatan sasaran.

b. Pendekatan kelompok, dalam hal ini penyuluh berkomunikasi dengan

(38)

c. Pendekatan massal jika penyuluh berkomunikasi secara tidak langsung atau

langsung dengan sejumlah sasaran yang sangat banyak bahkan mungkin

tersebar tempat tinggalnya, seperti penyuluhan lewat televisi.

2.6.1.2.Metode Penyuluhan dalam Pendidikan Non Formal

Yang merupakan ciri utama dalam metode ini adalah penyuluhan dapat

dilakukan kapan saja, di mana saja dan program penyuluhan sesuai dengan kebutuhan

sasarannya.

2.6.1.3.Metode Penyuluhan dalam Pendidikan Orang Dewasa

Pemilihan metode penyuluhan dalam pendidikan orang dewasa ini harus

selalu mempertimbangkan:

a. Waktu penyelenggaraan yang tidak terlalu mengganggu kegiatan/pekerjaan

pokoknya.

b. Waktu penyelenggaraan sesingkat mungkin.

c. Lebih banyak menggunakan alat peraga.

Hal lain yang juga harus diperhatikan adalah bahwa program penyuluhan

harus lebih banyak mengacu kepada pemecahan masalah yang sedang dan akan

dihadapi.

Menurut Notoatmidjo (2005), faktor metode penyuluhan merupakan salah

satu faktor yang mempengaruhi tercapainya suatu hasil penyuluhan secara optimal.

Ada beberapa metode yang dikemukakan antara lain:

1. Metode penyuluhan perorangan, termasuk di dalamnya bimbingan dan

(39)

2. Metode penyuluhan kelompok, dalam metode ini harus diingat besarnya

kelompok dan tingkat pendidikan sasaran. Metode ini mencakup:

a. Kelompok besar, yaitu apabila peserta penyuluhan itu lebih dari 15 orang.

Metode yang baik untuk kelompok besar ini adalah ceramah dan seminar.

b. Kelompok kecil, yaitu apabila peserta penyuluhan kurang dari 15 orang.

Metode yang cocok untuk kelompok kecil adalah diskusi kelompok, curah

pendapat, bola salju (snow balling), permainan simulasi, memainkan peran,

dan lain-lain.

3. Metode penyuluhan massa.

Dalam metode ini penyampaian informasi ditujukan kepada masyarakat yang

sifatnya massa atau publik. Beberapa contoh dari metode ini adalah seperti ceramah

umum (public speaking), pidato-pidato melalui media elektronik, tulisan-tulisan

dimajalah atau koran serta Bill Board.

2.6.2 Alat Bantu Penyuluhan

Alat bantu penyuluhan adalah alat-alat yang digunakan penyuluh dalam

penyampaian informasi. Alat bantu ini disusun berdasarkan prinsip bahwa

pengetahuan yang ada pada setiap manusia diterima atau ditangkap melalui panca

indera. Semakin banyak indera yang digunakan untuk menerima sesuatu maka

semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian/pengetahuan yang diperoleh.

Elgar Dale (cit, Notoatmidjo, 2005), membagi alat peraga tersebut atas sebelas

(40)

sebuah kerucut. Secara berurut dari intensitas yang paling kecil sampai yang paling

besar alat tersebut adalah sebagai berikut: 1). Kata-kata; 2). Tulisan; 3). Rekaman,

radio; 4) Film; 5) Televisi; 6). Pameran; 7). Fieldtrip; 8). Demonstrasi; 9). Sandiwara;

10). Benda Tiruan; 11). Benda Asli.

Alat bantu akan sangat membantu di dalam melakukan penyuluhan agar

pesan-pesan kesehatan dapat disampaikan lebih jelas dan tepat.

Ada beberapa macam alat bantu antara lain:

a. Alat bantu lihat, misalnya slide, film, gambar, dan lain-lain.

b. Alat bantu dengar, misalnya radio, piring hitam, dan lain-lain.

c. Alat bantu lihat-dengar misalnya, televisi, video cassette.

Menurut pembuatan dan penggunaannya alat bantu ini dapat dikelompokkan

menjadi:

a. Alat bantu yang rumit (complicated) seperti film, film strip, slide yang

memerlukan alat untuk mengoperasikannya.

b. Alat bantu yang sederhana seperti leaflet, buku bergambar, benda-benda yang

nyata, poster, spanduk, flanel graph, dan sebagainya

2.6.3. Media Penyuluhan

Media penyuluhan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan

atau informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik itu melalui media

(41)

pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat berubah perilakunya kearah positif

terhadap kesehatan (Notoatmidjo, 2005).

Berdasarkan penggolongannya media penyuluhan ini dapat ditinjau dari

berbagai pihak, seperti:

1. Menurut bentuk umum penggunaannya

Penggolongan media penyuluhan berdasarkan penggunaannya, dapat

dibedakan menjadi:

a. Bahan bacaan: modul, buku rujukan/bacaan, folder, leaflet, majalah, dan lain

sebagainya.

b. Bahan peragaan: poster tungal, poster seri.

2. Menurut cara produksi

Berdasarkan cara produksi, media penyuluhan dapat dikelompokkan menjadi

beberapa, yaitu:

a. Media cetak

Media ini mengutamakan pesan-pesan visual, biasanya terdiri dari gambaran

sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna. Yang termasuk dalam media ini

adalah: poster, leaflet, brosur, majalah, surat kabar, lembar balik, sticker dan pamflet.

Ada beberapa kelebihan media cetak ini antara lain: tahan lama, mencakup

banyak orang, biaya rendah, dapat dibawa kemana-mana, tidak perlu listrik,

mempermudah pemahaman dan dapat meningkatkan gairah belajar. Tetapi media ini

juga memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menstimulir efek gerak dan efek suara,

(42)

b. Media elektronika

Media ini merupakan media yang bergerak dan dinamis, dapat dilihat dan

didengar dan penyampaiannya melalui alat bantu elektronika. Yang termasuk dalam

madia ini adalah: televisi, radio, film, video film, CD dan VCD. Seperti halnya media

cetak, media elektronik ini juga memiliki kelebihan antara lain: lebih mudah

dipahami, lebih menarik, sudah dikenal masyarakat, bertatap muka, mengikut

sertakan seluruh panca indera, penyajian dapat dikendalikan dan diulang-ulang, serta

jangkauannya relatif besar. Kelemahan dari media ini adalah: biaya lebih tinggi,

sedikit rumit, perlu listrik dan alat, perlu persiapan, perlu penyimpanan dan perlu

keterampilan untuk mengoperasikannya.

c. Media luar ruang

Media ini menyampaikan pesannya di luar ruang, bisa melalui media cetak

maupun elektronik, misalnya: papan reklame, spanduk, pameran, banner dan televisi

layar lebar. Kelebihan dari media ini adalah lebih mudah dipahami, lebih menarik,

sebagai informasi umum dan hiburan, bertatap muka, mengikut sertakan seluruh

panca indera, penyajian dapat dikendalikan dan jangkauannya relatif besar.

Kelemahan dari media ini antara lain: biaya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu listrik

dan alat, perlu persiapan, perlu penyimpanan dan perlu keterampilan untuk

(43)

2.7. Pengetahuan

Dalam pemahaman umum pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran,

gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan

isinya termasuk manusia dan kehidupannya (Keraf, 2001). Pengetahuan adalah segala

sesuatu yang diketahui. Manusia memiliki rasa ingin tahu, lalu ia mencari, hasilnya

ia tahu sesuatu. Sesuatu itulah yang dinamakan pengetahuan (Tafsir, 2004).

Notoatmidjo (2005), berpendapat bahwa pengetahuan adalah hasil tahu

seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya dan dipengaruhi oleh

intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek. Pengetahuan seseorang terhadap

obyek mempunyai intensitas dan tingkat yang berbeda-beda, yang secara garis besar

dapat dibagi dalam enam tingkat pengetahuan, yaitu:

1. Tahu (know)

Merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah, termasuk dalam

tingkatan ini adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami (comprehension)

Pada tingkatan ini orang sudah paham dan dapat menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara

benar juga.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

(44)

4. Analisis (analysis)

Pada tingkatan ini sudah ada kemampuan untuk menjabarkan materi yang

telah dipelajari dalam komponen-komponen yang berkaitan satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis merupakan kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang ada dengan cara meletakkan atau menghubungkan bagian-

bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian

terhadap suatu materi atau objek, di mana penilaian berdasarkan pada kriteria yang

dibuat sendiri atau pada kriteria yang sudah ada.

Menurut Piter Senge (cit. Soejito 2001), proses pembelajaran terjadi bila ada

pertukaran pengetahuan (sharing knowlage) dalam mengembangkan kemampuan

untuk bertindak. Belajar adalah proses seumur hidup yang tidak terbatas pada

pendidikan formal saja. Ada dua jenis proses belajar yaitu, 1) secara generatif

(generatif learning) ini dilakukan untuk mengembangkan kemampuan dan bersifat

kreatif; 2) cara adaptif (adaptive learning) untuk bereaksi dan beradaptasi terhadap

perubahan lingkungan. Pengetahuan mencakup penalaran, penjelasan, dan

(45)

2.8. Sikap

Sikap (attitude) menurut Sarwono (2003), adalah kesiapan atau kesediaan

seseorang untuk bertingkah laku atau merespons sesuatu baik terhadap rangsangan

positif maupun rangsangan negatif dari suatu objek rangsangan. Teori yang sering

dipakai berupa teori rangsang balas (stimulus-response theory) atau teori penguat

(reinforcement-theory) ini dapat digunakan untuk menerangkan berbagai gejala

tingkah laku sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi

merupakan faktor predisposisi bagi seseorang untuk berperilaku.

Allen, Guy dan Edgley (cit. Azwar, 2005), mengatakan bahwa sikap adalah

suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk

menyesuaikan diri dalam situasi sosial atau secara sederhana. Sikap merupakan

respons terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.

Struktur sikap terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang yaitu

komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (affective) dan komponen konatif

(conative). Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh

individu pemilik sikap mengenai apa yang berlaku atau yang benar bagi obyek sikap.

Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional subjektif

seseorang terhadap suatu obyek sikap. Komponen konatif merupakan aspek

kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang.

Interaksi antara ketiga komponen adalah selaras dan konsisten, dikarenakan apabila

dihadapkan dengan suatu obyek sikap yang sama maka ketiga komponen itu harus

(46)

komponen sikap tidak konsisten dengan yang lain, maka akan terjadi ketidak

selarasan yang menyebabkan timbulnya mekanisme perubahan sikap sedemikian rupa

sehingga konsistensi itu tercapai kembali (Azwar, 2005).

Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami individu,

dalam interaksi sosial terjadi hubungan sebagai individu maupun anggota kelompok

sosial yang saling mempengaruhi. Interaksi sosial ini meliputi hubungan antara

individu dengan lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan biologis

yang ada di sekelilingnya. Faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah

pengalaman pribadi, kebudayaan, orang yang berpengaruh, media massa, institusi

pendidikan maupun lembaga agama. Dengan perkataan lain, sikap merupakan

perubahan yang meniru perilaku orang lain karena orang lain tersebut dianggap sesuai

dengan dirinya (Azwar, 2005).

Sikap mempunyai arah artinya sikap terpilah pada dua arah kesetujuan yaitu

setuju atau tidak setuju. Orang yang setuju terhadap suatu obyek maka arahya positif

dan sebaliknya orang yang tidak setuju maka arahnya negatif. Sikap memiliki

intensitas artinya kekuatan sikap terhadap sesuatu belum tentu sama walaupun

arahnya mungin tidak berbeda. Dua orang yang sama memiliki sikap yang berarah

negatif belum tentu memiliki sikap negatif yang sama intensitasnya. Sikap juga

memiliki konsistensi, maksudnya adalah kesesuaian antara pernyataan sikap yang

(47)

2.9. Landasan Teori

Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan teori perilaku model Green yang dikenal dengan mode PRECEDE

(Predisposing, Reinforcing and Enabling cause in Educational diagnostic and

Evaluating) seperti Gambar 1.

Faktor predisposisi: Pengetahuan

Keyakinan

Nilai-nilai kehidupan Sikap

Kepercayaan

Faktor pendukung:

Ketersediaan sarana Kemudahan sarana Masyarakat/pemerintah Perundang-undangan Prioritas kesehatan Keterampilan petugas

Faktor penguat: Keluarga

Teman Sebaya Guru

Tokoh Masyarakat Pelayanan Kesehatan Pengambil kebijakan

Keturunan

Lingkungan Perilaku individu/ masyarakat

[image:47.612.113.513.248.658.2]

Kesehatan

(48)

Pada model tersebut dijelaskan bahwa kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor

yaitu:

1. Faktor genetik atau keturunan,

2. Faktor perilaku seseorang atau masyarakat,

3. Faktor lingkungan.

Faktor genetik, perilaku, dan lingkungan itu mempunyai hubungan yang

timbal balik di mana ketiga faktor tersebut dapat saling mempengaruhi.

Selanjutnya faktor perilaku itu sendiri terbentuk dari tiga unsur yang meliputi:

a. Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam lingkungan

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai kehidupan dan

sebagainya. Selain mempengaruhi perilaku faktor ini juga mempunyai

hubungan timbal balik dengan faktor penguat.

b. Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik,

tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan. Selain

mempengaruhi perilaku faktor ini juga mempengaruhi faktor predisposisi.

c. Faktor penguat (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku

kelompok referensi dari masyarakat. Pada gambar terlihat bahwa faktor ini

saling mempengaruhi dengan perilaku itu sendiri, juga dapat mempengaruhi

faktor pendukung, mempunyai hubungan timbal balik dengan faktor

predisposisi. Terlihat juga faktor ini dipengaruhi oleh lingkungan.

Kesimpulan dari penjelasan di atas adalah bahwa perilaku seseorang atau

(49)

peningkatan kedua hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan

penyuluhan-penyuluhan tentang kesehatan dengan mempergunakan metode yang tepat.

2.10. Kerangka Konsep Penelitian

Adapun yang merupakan kerangka konsep penelitian ini adalah seperti yang

tercantum pada Gambar 2.

Penyuluhan kesehatan

- Metode penyuluhan ceramah dan leaflet. - Metode penyuluhan

ceramah dan film.

- Pengetahuan

[image:49.612.128.495.254.422.2]

- Sikap

Gambar 2. Kerangka Konsep

Konsep utama penelitian adalah untuk melihat pengaruh metode penyuluhan

ceramah dan leaflet maupun ceramah dan film terhadap peningkatan pengetahuan dan

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu (quasi-experiment)

dengan rancangan pretest-posttest group design (Pratomo, 1986). Rancangan ini

digunakan dengan pertimbangan bahwa penelitian lapangan untuk memenuhi kriteria

randomisasi dari true experiment design sangat sulit dan biayanya mahal. Di samping

itu rancangan ini sangat baik digunakan untuk evaluasi program pendidikan

kesehatan atau pelatihan-pelatihan lainnya (Notoatmodjo, 2005). Penelitian ini

menggunakan dua kelompok, yaitu kelompok yang diberi perlakuan penyuluhan

dengan metode ceramah dengan leaflet dan kelompok yang diberi perlakuan

penyuluhan dengan metode ceramah dengan film melalui LCD.

Adapun desain penelitian adalah sebagai berikut:

O1 X1 O2

O3 X2 O4

O1 dan O3 Pre-test untuk menilai pengetahuan dan sikap sebelum dilakukan

perlakuan penyuluhan metode ceramah dan leaflet dan penyuluhan metode ceramah

dan film melalui LCD.

X1 dan X2 untuk perlakuan penyuluhan metode ceramah dan leaflet dan

(51)

O2 dan O4 Post test untuk menilai pengetahuan dan sikap sesudah dilakukan

perlakuan penyuluhan metode ceramah dan leaflet dan penyuluhan metode ceramah

dan film melalui LCD.

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Helvetia dengan melibatkan sekolah dasar

negeri dan sekolah dasar swasta yang mempunyai dokter kecil. Pemilihan lokasi

penelitian ini berdasarkan pertimbangan bahwa kecamatan ini merupakan daerah

endemis DBD, juga merupakan kecamatan yang tertinggi kasusnya setiap tahun serta

memiliki banyak sekolah dasar yaitu 24 unit sekolah dasar negeri dan 27 unit sekolah

dasar swasta.

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dimulai dengan pengusulan judul penelitian, penelusuran

daftar pustaka, persiapan proposal penelitian, merancang kuesioner, membuat modul

penyuluhan, konsultasi dengan pembimbing, pelaksanaan penelitian sampai dengan

penyusunan laporan akhir yang dimulai dari bulan Juli 2007 dan diharapkan selesai

(52)

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh dokter kecil yang ada di semua

sekolah dasar Kecamatan Medan Helvetia meliputi 24 unit sekolah dasar negeri dan

27 unit sekolah dasar swasta yang berjumlah 219 orang (Dinkes Kota Medan, 2006b).

3.3.2. Sampel

Metode pengambilan sampel yang disebut sebagai respoden dalam penelitian

ini adalah secara purposive sampling yaitu pemilihan sampel berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan tertentu (Singarimbun dan Effendi, 1995).

Sampel pada penelitian ini ditetapkan dengan kriteria inklusi, yaitu:

1. Dokter kecil yang duduk dikelas lima, bertujuan untuk persamaan karakteristik

responden dan juga karena pada usia ini ingatan anak mempunyai intensitas

paling besar dan paling kuat, anak mampu memuat jumlah materi ingatan paling

banyak (Kartono, 2007).

2. Belum pernah mendapatkan penyuluhan DBD secara khusus, bertujuan untuk

memperkecil bias informasi.

Dari seluruh populasi dokter kecil yang memenuhi kriteria inklusi tersebut

berjumlah 120 orang yang berasal dari 15 unit sekolah dasar negeri dan 17 unit

sekolah dasar swasta. Seluruhnya ditetapkan sebagai sampel dan dibagi menjadi 2

(53)

1. Kelompok I terdiri dari dokter kecil berasal dari sekolah yang lokasinya dekat

dengan Puskesmas berjumlah 60 orang, diberi penyuluhan dengan metode

ceramah dan leaflet.

2. Kelompok II terdiri dari dokter kecil berasal dari sekolah yang lokasinya jauh

dengan Puskesmas berjumlah 60 orang, diberi penyuluhan dengan metode

ceramah dan film melalui LCD.

Penyuluhan pada Kelompok I dan kelompok II diberikan pada hari yang

[image:53.612.122.527.355.688.2]

berbeda untuk menghindari bias informasi. Untuk lebih jelasnya lihat Tabel 1.

Tabel 1. Distribusi Sampel Berdasarkan Lokasi Sekolah

No Nama Sekolah Jumlah Sampel Kelompok

1 SD 066046 4 1

2 SD Persiapan 2 1

3 SD 064981 5 1

4 SD 064982 4 1

5 SD Al Wasliyah 1 1

6 SD Santo Thomas 6 1

8 SD 064021 3 1

9 SD 064983 5 1

10 SD Kartika 1-1 4 1

11 SD Kartika 1-2 4 1

12 SD 066047 3 1

13 SD Free Methodist 2 1

14 SD Free Methodist 1 2 1

15 SD Kartika Jaya 3 1

16 SD Methodist 6 4 1

17 SD 066045 5 1

18 SD 067093 3 1

20 SD Markus 5 2

21 SD 066652 4 2

22 SD Santo Thomas 2 4 2

23 SD Yonzipur 4 2

24 SD 066653 5 2

25 SD 064985 5 2

26 SD 060903 3 2

27 SD Katholik Mariana 4 2

28 SD 064984 6 2

29 SD 066046 6 2

30 SD Teladan 4 2

31 SD Muhamadiyah 12 5 2

(54)

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dari:

1. Data primer melalui kuesioner yang disusun secara terstruktur di mana responden

diminta untuk memilih jawaban yang paling benar dan sesuai menurut responden.

Kuesioner pada penelitian ini merupakan modifikasi dari kuesioner penelitian

sebelumnya (Hasanah, 2005) dan juga disusun sendiri oleh peneliti di mana

kuesioner itu meliputi karakteriktik responden, pertanyaan pengetahuan dan

pertanyaan sikap.

Uji coba dilakukan terhadap kuesioner tersebut kepada 30 orang responden yang

memiliki karakteristik yang sama dengan subjek penelitian (Singarimbun, 1989)

yaitu dilakukan kepada dokter kecil yang ada di Kecamatan Medan Petisah pada

tanggal 5 Februari 2008. Untuk mengetahui validitas kuesioner dilakukan dengan

cara melakukan korelasi antara skor masing-masing variabel dengan skor totalnya

(Sutanto, 2001). Suatu variabel dikatakan valid bila skor tersebut berkorelasi

secara signifikan dengan skor totalnya. Tehnik korelasi yang digunakan adalah

Korelasi Pearson Product Moment (r). Keputusan uji bila r hitung > r tabel maka

Ho ditolak artinya variabel valid, sedangkan bila r hitung < r tabel maka Ho gagal

ditolak artinya variabel tidak valid. Pengukuran reabilitas dilakukan dengan cara

One Shot atau diukur sekali saja. Setelah semua pertanyaan valid analisis

(55)

dengan r hasil yang dalam hal ini disebut Alpha Cronbach’s. Keputusan uji bila

nilai Alpha Cronbach’s > r tabel maka pertanyaan tersebut reliabel.

Ada 14 pertanyaan variabel pengetahuan yang diuji validitas dan reliabilitasnya

di mana nilai r hasil antara 0,388 sampai 0,779 dan nilai Alpha Cronbach’s

sebesar 0,867. Sedangkan 7 pertanyaan lainnya sudah pernah diuji sebelumnya

oleh Hasanah (2006). Sedangkan variabel sikap ada 19 pertanyaan yang diuji dan

nilai rhasil antara 0,671 sampai 0,917 sedangkan nilai Alpha Cronbach’s sebesar

0,977. Berdasarkan tabel r dengan taraf signifikan 5% dengan menggunakan

rumus df = N-2 di mana N = 30, df = 28, maka nilai r tabel adalah 0,361. Hal ini

bermakna bahwa pertanyaan-pertanyaan dalam instrumen penelitian valid dan

reliabel. Pengolahan data uji coba kuesioner tersebut menghasilkan nilai r hasil

dan nilai Alpha Cronbach’s lebih besar dari nilai r tabel. Hal ini dapat dilihat

[image:55.612.115.529.500.613.2]

pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Nilai r hasil Nilai Alpha Cronbach’s No. Instrumen

min max min max total r tabel

=5%

df=N-2

1. Pengetahuan 0,388 0,779 0,845 0,864 0,867

2. Sikap 0,671 0,917 0,974 0,977 0,977 0,361

2. Data sekunder diperoleh dari pencatatan dan dokumen yang ada pada sekolah,

(56)

3.4.2. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data pada kegiatan penelitian yang dilakukan meliputi

dua tahapan, yaitu:

1. Tahap persiapan

Mempersiapkan sarana dan prasarana yang akan mendukung kegiatan ini seperti

izin penelitian, koordinasi dengan Puskesmas Helvetia dan sekolah, gedung

tempat kegiatan, modul, leaflet, film dan petugas yang akan membantu.

2. Tahap pelaksanaan

a. Kegiatan penyuluhan dilaksanakan pada tanggal 4 Maret 2008 untuk

kelompok I dan 6 Maret 2008 untuk kelompok II bertempat di Puskesmas

Helvetia yang dimulai pada pukul 09.30 WIB.

b. Sebelum dilakukan penyuluhan seluruh responden di aula untuk diberi arahan

tentang tatacara kegiatan ini, kemudian dilanjutkan dengan pre-test selama 30

menit.

c. Setelah itu dilakukan pemberian materi penyuluhan oleh peneliti sendiri

dengan metode ceramah selama 45 menit dan diskusi selama 15 menit. Materi

penyuluhan yang diberikan sesuai dengan modul yang sudah disusun

sebelumnya. Setelah selesai ceramah diikuti pembagian leaflet untuk

kelompok I dan pemutaran film untuk kelompok II. Selanjutnya dilaksanakan

(57)

Gambar

Gambar 1. Landasan Teori (Green, 2005)
Gambar 2. Kerangka Konsep
Tabel 1. Distribusi Sampel Berdasarkan Lokasi Sekolah
Tabel 2. Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
+7

Referensi

Dokumen terkait

Uji validitas pada variabel kualitas produk dilakukan pada 30 pelanggan yang berada di warung sate kambing Pak Syamsuri dengan jumlah butir pernyataan sebanyak 14

Adapun data (hasil) yang diperoleh melalui penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) pengawasan yang dilakukan dalam kegiatan supervisi menerapkan tiga model

Virley D, Hadingham SJ, Roberts JC, Farnfield B, Elliott H, Whelan G, Golder J, David C, Parsons AA, Hunter AJ (2004) A new primate model of focal stroke: endothe- lin-1-induced

Based on the remarkable result of the periodontal treatment and supported by literature reviews in case reported, it is concluded that a correlation oral focal infection,

Desain modifikasi ovate pontic dengan menggunakan bahan methacrylate-based composite resin secara direk merupakan pilihan tepat untuk mendapatkan hasil estetik

Hasil uji BNJ 5% pengaruh perbandingan variasi proporsi daging ikan dan tapioka terhadap kekerasan kerupuk keriting ikan gabus .... Hasil uji BNJ 5% pengaruh daya

Kromatografi gas mempunyai prinsip yang sama dengan kromatografi lainnya, tapi memiliki beberapa perbedaan misalnya proses pemisahan campuran dilakukan antara

MK berpendapat bahwa Pasal 43 ayat (1) UUP bertentangan dengan UUD NRI 1945, yaitu Pasal 28b ayat (2) yang menyatakan setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,