• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laju Infiltrasi pada Berbagai Jenis Penggunaan Lahan Di DAS Ciambulawung, Kampung Lebakpicung, Lebak-Banten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Laju Infiltrasi pada Berbagai Jenis Penggunaan Lahan Di DAS Ciambulawung, Kampung Lebakpicung, Lebak-Banten"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

LAJU INFILTRASI PADA BERBAGAI JENIS PENGGUNAAN

LAHAN DI DAS CIAMBULAWUNG, KAMPUNG

LEBAKPICUNG, LEBAK-BANTEN

Oleh :

Deuis Nurpadilah F

A14070044

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

(2)

RINGKASAN

Deuis Nurpadilah F. Laju Infiltrasi pada Berbagai Jenis Penggunaan Lahan Di DAS Ciambulawung, Kampung Lebakpicung, Lebak-Banten. Di bawah

bimbingan SURIA DARMA TARIGAN dan BAMBANG H.

TRISASONGKO.

Air merupakan sumberdaya yang begitu penting karena sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup. Air dan tanah memiliki hubungan yang sangat erat satu sama lain. Salah satu bentuk hubungan tersebut ditunjukkan dengan proses penyediaan air dalam tanah yang dibutuhkan makhluk hidup. Hal ini tidak terlepas dari peran infiltrasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui laju infiltrasi tanah di DAS Ciambulawung, Kp. Lebakpicung, Banten. Selain itu, penelitian ini juga menelaah pengaruh faktor penggunaan lahan dan sifat-sifat tanah terhadap besar kecilnya laju infiltrasi di lokasi penelitian. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan pengukuran infiltrasi secara in-situ menggunakan infiltrometer ring ganda.

Penelitian ini dilakukan di kawasan TNGHS dan Lab. Fisika Tanah, Balittan, Bogor pada rentang waktu Februari-Juli 2011. Penentuan sampel titik pengamatan dilakukan dengan menggunakan metode stratified random sampling

dengan memperhatikan faktor penggunaan lahan dan sifat fisik tanah, sedangkan analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis korelasi, regresi, dan regresi stepwise.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju infiltrasi tanah di daerah penelitian berkisar pada kelas sedang sampai cepat. Penggunaan lahan yang berbeda berimplikasi pada jenis vegetasi, sifat-sifat tanah dan tingkat pengolahan yang berbeda. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya laju infiltrasi yang berbeda. Berdasarkan hasil pengukuran lapang, didapatkan laju infiltrasi rata-rata pada lahan hutan adalah 51,5 cm/jam (sangat cepat), pada lahan sengon sebesar 15 cm/jam (cepat), pada lahan kebun campuran yaitu 5 cm/jam (agak cepat), dan pada lahan sawah yaitu 2,75 cm/jam (sedang).

Analisis statistik menunjukkan hasil bahwa peubah mengalami multikolinearitas. Penggunaan lahan yang direpresentasikan oleh nilai NDVI menunjukkan bahwa NDVI tidak berpengaruh nyata terhadap laju infiltrasi. Hal ini berarti nilai NDVI kurang sesuai digunakan untuk menduga parameter penggunaan lahan. Sedangkan diantara sifat-sifat fisik tanah yang dianalisis yaitu kadar air, bobot isi, particle density, ruang pori total, pori drainase cepat/lambat, air tersedia dan permeabilitas hanya pori drainase cepat,bobot isi, particle density, dan permeabilitas yang mempunyai pengaruh nyata dengan laju infiltrasi.

(3)

SUMMARY

Deuis Nurpadilah F. Infiltration rate in various land use types in Ciambulawung watershed, Lebakpicung village, Lebak-Banten. Under supervision of SURIA DARMA TARIGAN and BAMBANG H. TRISASONGKO.

Water is one of important resources to all living entities. Nonetheless, available water decreases by time. Water has been known having a close relation to soil. One was important factor on water availability is the infiltration. In this study, the relationship of land use and soil physical properties to infiltration rate ware studied. To achive the goal, infiltration was measured using double ring infiltrometer.

The research took place in TNGHS area and the soil physics laboratory, Balittan, Bogor from February until July 2011. Samples were determined using stratified radom sampling method, based on land use and soil physical properties. Meanwhile, statistical analysis involved correlation analysis, and regression, especially stepwise regression.

The result showed that soil infiltration rate ranged from moderate up to rapid. It was found that land use types tend to have a relationship with infiltration rate, as well as soil physical properties. Based on field measurements, infiltration rate in the forest area was about 51,5 cm/hours (very rapid), while in sengon

plantation was 15 cm/ hours (rapid). It appears that mixed garden achieved fairly rapid infiltration (5 cm/ hours), which was quite similar to agricultural fields (2,75 cm/ hours; middle).

(4)

LAJU INFILTRASI PADA BERBAGAI JENIS PENGGUNAAN

LAHAN DI DAS CIAMBULAWUNG, KAMPUNG

LEBAKPICUNG, LEBAK-BANTEN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

oleh

Deuis Nurpadilah F

A14070044

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc Ir. Bambang H. Trisasongko, M.Sc NIP. 19581121 1986031 1 003 NIP. 19700903 200812 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc NIP. 19621113 198703 1 003

Tanggal lulus :

Judul : Laju Infiltrasi pada Berbagai Jenis Penggunaan Lahan Di DAS Ciambulawung, Kampung Lebakpicung, Lebak-Banten. Nama : Deuis Nurpadilah F.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 2 Maret 1989 sebagai putri dari pasangan Bapak Sudrajat dan Ibu Sumiyati. Merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Pada tahun 2000 penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SDN Tanjungsari 2. Kemudian pada tahun yang sama melanjutkan studi ke MTsN Cariu dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di MAN Pacet-Cianjur pada tahun 2007. Sebagai pandidikan informal, penulis mendapat pendidikan di pondok pesantren dari tahun 2001-2007. Selama di pondok pesantren penulis aktif dalam organisasi santri pondok pesantren baik sebagai anggota maupun sebagai pengurus. Pada tahun 2007 penulis diterima sebagai Mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Cianjur pada tahun pertama di IPB. Pada tahun selanjutnya, penulis juga pernah aktif di dewan gedung asrama TPB-IPB, BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Faperta, Forces (Forum Of Scientis), dan Agrifarma. Penulis juga pernah terjun sebagai kelompok tani Faperta di tahun kedua IPB. Selama masa perkuliahan, penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Sistem Informasi Geografi, Asisten Fisika Tanah (2010/2011), Asisten Pengantar Ilmu Tanah dan Asisten Morfologi dan Klasifikasi Tanah (2011/ 2012). Penulis adalah penerima beasiswa BBM (2009/2010) dan Karya Salemba Empat (2010-2012).

(7)

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah berkat rahmat Allah SWT penulis telah dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “ Laju Infiltrasi pada Berbagai Penggunaan Lahan Di DAS Ciambulawung, Kampung Lebakpicung, Lebak-Banten” yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sholawat serta salam semoga senantiasa terbingkiskan ke insan paripurna alam Nabi Muhammad SAW.

Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan rasa terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada Yang Terhormat Bapak Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc. selaku pembimbing pertama dan Bapak Ir. Bambang H. Trisasongko, M.Sc selaku pembimbing kedua, atas segala dorongan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Serta tidak lupa saya ucapkan terimakasih banyak kepada Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc selaku dosen penguji atas arahan dan masukan dalam skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Penghargaan dan rasa terimakasih yang tulus disampaikan kepada:

1. Ayahanda dan Ibunda tercinta atas dukungan moril maupun materil dan doa yang sangat berarti. Neng Sari dan Dik Rasyid yang menjadi penyemangat penulis untuk terus berjuang. Terimakasih.

2. Keluarga besar Ponpes Al-ihya Darmaga : Ust. E. Hidayat dan keluarga juga Ust. Abdurrahman dan keluarga, santri-santriyat atas persaudaraan kita selama ini. Al-ihya sebagai tempat penulis diterpa ilmu dan nasihat. Menjadikan penulis selalu merasa kesejukan disela kesibukan kuliah.

“ tiada hari tanpa mengaji dan mengejar rido illahi”.

3. PPLH IPB yang memfasilitasi penelitian ini, Dr. Ir. Boedi Tjahjono, MSc, Ir. Bambang H. Trisasongko, M.Sc, dan Prof. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S.

4. Tim “ekspedisi coklat” Lebakpicung: Herdian, Reyna, Ika, dan Bang

(8)

5. Pak Misjaya, Ibu Umi, Teh Yuyun, Kak Tovan, Kak Hidi, Pak Juwari, dan Pak Ata, terimakasih atas bantuannya selama di lokasi penelitian. 6. Kak Firdaus Hamdani Akbar, S.Stat yang sangat membantu dalam

pengolahan data dan selalu siap „diganggu‟ waktunya. Terimakasih atas doa dan motivasinya.

7. Laboran Balai Penelitian Tanah: Pak Misja dan Pak Sutono. Terimakasih banyak atas bantuan analisis tanahnya.

8. Sahabat-sahabatku di Alihya : Heni, Kholis, Leni, Nurus, Umi, Atin, Dewi, dan Laita. Terimakasih atas semangat yang ditularkan dan bantuannya.

9. Sahabat terdekatku selama masa perkuliahan: Melin, Devi, dan Melda

thank you for this beautiful friendship”.

10.Kakak dan sahabatku yang selalu siap memotivasi penulis: Th Itoz, Th Mala, Th Nin, Bong, Ema, Adit, Sandi, dan Heru.

11.Soiler 44, Viva Soil !!?.

12.Serta pihak-pihak lain yang telah mendukung dan membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi.

Saran dan kritik yang membangun penulis harapkan sebagai masukan untuk menulis yang lebih baik. Skripsi ini didedikasikan kepada mereka yang berkarya dan karyanya telah memberikan inspirasi terbaik untuk berbuat yang terbaik dalam hidup.

Bogor, 10 Februari 2012

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Siklus Hidrologi ... 4

2.2 Infiltrasi ... 5

2.3 Multikolinearitas ... 6

2.4 Analisis Korelasi ... 7

2.5 Analisis Regresi... 7

2.6 Analisis Regresi Stepwise ... 7

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 8

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 8

3.2 Alat dan Bahan ... 9

3.3 Metode Penelitian ... 9

3.3.1 Penentuan Titik Lapang ... 9

3.3.2 Pengukuran laju infiltrasi di lapang ... 11

3.3.3 Analisis Sifat Fisik Tanah ... 11

3.3.4 Pengolahan Data ... 12

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14

4.1 Hubungan Laju Infiltrasi Dengan Penggunaan Lahan ... 14

4.2 Keterkaitan Antar Peubah ... 20

4.2.1 Analisis Korelasi ... 20

4.2.2. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Laju Infiltrasi ... 24

4.2.3. Perbaikan Model ... 26

4.3 Variabilitas NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) Pada Berbagai Penggunaan Lahan ... 28

BAB V KESIMPULAN ... 29

5.1 Kesimpulan... 29

5.2 Saran ... 29

BAB VI DAFTAR PUSTAKA ... 31

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Laju Infiltrasi pada berbagai penggunaan lahan dan lereng ... 16 2. Korelasi antara penggunaan lahan, lereng, dan sifat fisik terhadap

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Peta lokasi penelitian... 8

2. Peta Satuan Lahan di Lokasi Penelitian ... 10

3. Double ring infiltrometer ... 11

4. A. Hutan; B. Kebun Campuran; C. Sengon; D. Sawah... 14

5. Pola tutupan lahan dengan laju infiltrasi ... 19

6. Regresi antara laju infiltrasi dengan peubah bebas ... 27

Lampiran 1. Korelasi antar laju infiltrasi dengan penggunaan lahan, lereng, dan sifat- sifat fisik tanah ... 34

2. Data sifat fisik tanah dengan laju infiltrasi ... 35

3. Regresi laju dengan BD, PD, PDC, dan PM ... 35

4. Regresi laju versus land use ... 35

5. Regresi laju versus lereng ... 36

6. Regresi laju versus kadar air ... 36

7. Regresi laju versus bulk density ... 36

8. Regresi laju versus PD ... 36

9. Regresi laju versus pF1 ... 37

10.Regresi laju versus pF2 ... 37

11.Regresi. laju versus pF 2,54 ... 37

12.Regresi laju versus pF 4,2 ... 38

13.Regresi laju versus ruang pori total ... 38

14.Regresi laju versus pori drainase cepat ... 38

15.Regresi laju versus pori drainase lambat ... 39

16.Regresi laju versus air tersedia ... 39

(12)

18. Regresi stepwise antar laju infiltrasi, penggunaan lahan, lereng, dan sifat-

sifat fisik tanah ... 39

19. Regresi stepwise antara laju dengan KA ... 40

20. Regresi stepwise antara laju dengan pF 2.54 ... 40

21. Regresi stepwise antara laju dengan pF4,2 ... 40

22 .Regresi stepwise antara laju dengan RPT ... 41

23. Regresi stepwise antara laju dengan PDC ... 41

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanah dan air memiliki hubungan yang sangat erat satu sama lain. Salah satu bentuk hubungan itu ditunjukkan oleh proses penyediaan air di dalam tanah yang dibutuhkan makhluk hidup. Jumlah sumberdaya air tidak berubah tetapi jumlah air yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup semakin terbatas baik ditinjau dari segi kuantitas, kualitas maupun waktu ketersediaannya.

Kebutuhan makhluk hidup terhadap air begitu penting dan disadari atau tidak, ketersediaan air semakin berkurang. Jika air hujan jatuh ke permukaan tanah maka pergerakan air akan diteruskan ke dua arah, yaitu air limpasan atau aliran permukaan secara horisontal (run-off) dan air yang bergerak secara vertikal yang disebut air infiltrasi (Arsyad, 2006).

Tersedianya air di dalam tanah tidak terlepas dari adanya peranan laju infiltrasi. Infiltrasi menyebabkan air merembes masuk ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Dimana interaksinya kompleks antara intensitas hujan, karakteristik, dan kondisi permukaan tanah (Dairah dan Rachman, 2006). Air hujan yang jatuh di permukaan tanah terbuka tanpa adanya tanaman penutup sebagian akan meresap ke dalam tanah, sedangkan sebagian lagi akan mengisi cekungan-cekungan pada permukaan tanah dan sisanya merupakan lapisan air pada permukaan tanah yang akan menjadi aliran air (Arsyad, 2006).

(14)

dilakukan. Pengukuran infiltrasi di lapangan merupakan salah satu indikator biofisik yang penting untuk DAS.

Proses infiltrasi pada umumnya terjadi cepat pada awalnya, yang kemudian melambat dan disusul oleh kondisi yang konstan. Dengan demikian dapat diduga seberapa besar kebutuhan air yang diperlukan oleh suatu jenis tanah pada suatu luasan tertentu untuk membasahinya dari kondisi kering lapang hingga keadaan kelembaban airnya menjadi konstan.

Pengujian laju infiltrasi in situ ini dimaksudkan untuk mengetahui berapa kecepatan dan besaran masuknya atau meresapnya air secara vertikal ke dalam tubuh tanah. Dengan mengamati atau menguji sifat ini diharapkan mampu memberikan gambaran tentang kebutuhan air irigasi yang diperlukan bagi suatu jenis tanah untuk jenis tanaman tertentu pada suatu saat. Data laju infiltrasi ini juga dapat digunakan untuk menduga kapan suatu run-off akan terjadi bila suatu jenis tanah telah menerima sejumlah air tertentu baik melalui curah hujan ataupun irigasi dari suatu tandon air di permukaan tanah.

Infiltrasi sebagai salah satu fase dari sirkulasi hidrologi penting untuk diketahui karena akan berpengaruh terhadap limpasan permukaan, banjir, erosi, ketersediaan air untuk tanaman, air tanah, dan ketersediaan aliran sungai di musim kemarau. Pada konsepnya, limpasan permukaan adalah aliran air yang terjadi setelah turunnya hujan dan mengalir di atas pemukaan tanah. Secara singkat ketika terjadi proses presipitasi, air akan menuju daratan dan lautan. Sebagian air hujan tertampung di danau/rawa (depression storage), sebagian mengalir di darat yang kemudian disebut overlandflow, sebagian lagi akan membentuk aliran permukaan (surface runoff /direct run off), lalu sebagai bagian dari aliran sungai (stream flow), dan sebagian lagi terserap ke dalam tanah (infiltrasi) di daerah

recharge (penyimpanan) yang akan menjadi air tanah (Vieux, 2005).

(15)

bagi perancangan dan penentuan kegiatan irigasi dan pemilihan berbagai jenis komoditas yang akan ditanam di suatu lahan.

1.2 Tujuan

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi merupakan perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali ke laut yang terjadi secara terus menerus. Air akan tertahan sementara di sungai, danau/waduk, dan dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya. Dalam daur hidrologi, masukan berupa curah hujan akan didistribusikan melalui beberapa cara yaitu air lolos, aliran batang, dan air hujan yang langsung sampai ke permukaan tanah untuk kemudian terbagi menjadi air larian, evaporasi, dan air infiltrasi (Asdak, 2006).

Davie (2008) mengemukakan bahwa skala terkecil dalam melihat siklus hidrologi pada konsep yang lebih dalam memberikan pemahaman bahwa bergeraknya air di bawah permukaan tanah tidak terlepas dari peran proses infiltrasi tanah. Hidrologi memberi pemahaman tentang bagaimana air bergerak dibawah dan di atas permukaan tanah. Infiltrasi merupakan salah satu fase dalam hidrologi. Jika fase ini terganggu, maka fluktuasi antara suplai air pada musim penghujan dan pada musim kemarau menjadi besar (Arsyad, 2006).

Informasi tentang sifat-sifat hidrologi tanah dalam hubungannya dengan jenis penggunaan lahan yang berbeda pada umumnya cukup terbatas. Berubahnya kapasitas infiltrasi akan berpengaruh secara langsung terhadap aliran permukaan dan siklus hidrologi pada suatu DAS (Yimer et al., 2008). Dari siklus hidrologi ini, air hujan yang jatuh di permukaan tanah sebagian akan meresap ke dalam tanah menjadi air tanah, dan sebagian akan mengisi cekungan permukaan dan sisanya merupakan overland flow. Hal ini tergantung dari besar kecilnya intensitas curah hujan terhadap infiltrasi.

(17)

bagi perancangan dan penentuan kegiatan irigasi dan pemilihan berbagai jenis komoditas yang akan ditanam di suatu lahan (Purwanto dan Ngaloken, 1995).

2.2 Infiltrasi

Infiltrasi adalah proses meresapnya air dari permukaan tanah melalui pori-pori tanah. Umumnya air yang terinfiltrasi berasal dari curah hujan yang mencapai permukaan tanah. Davie (2008) berpendapat bahwa dengan mengetahui jumlah curah hujan pada suatu area dan estimasi jumlah evaporasi, maka dapat diketahui air simpanan.

Banyaknya air yang masuk ke dalam tanah per satuan waktu tertentu dikenal dengan istilah laju infiltrasi. Laju infiltrasi yang tinggi tidak hanya meningkatkan jumlah air yang tersimpan dalam tanah untuk pertumbuhan tanaman, tetapi juga mengurangi besarnya erosi dan banjir yang diaktifkan oleh

run off. Adanya laju infiltrasi di dalam tanah akan sangat menentukan jumlah air hujan yang diinfiltrasikan dan jumlah run-off yang dialirkan.

Menurut Soetoto dan Aryono (1980), infiltrasi air hujan biasanya diikuti genangan air di permukaan tanah. Banyaknya air yang terinfiltrasi dalam satu hari hanya beberapa sentimeter dan jarang sampai membuat tanah pada lapisan yang dalam menjadi jenuh semua. Ketika hujan berhenti, air gravitasi yang tersisa di dalam tanah terus bergerak ke bawah dan waktu tersebut air diambil di dalam ruang pori secara kapiler. Hal ini dikuatkan oleh Asdak (2002) yang menyatakan bahwa proses terjadinya infiltrasi disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi bumi dan gaya kapiler tanah. Laju air infiltrasi dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan dibatasi oleh diameter pori tanah. Di bawah pengaruh gaya gravitasi, air hujan mengalir tegak lurus ke dalam tanah melalui profil tanah. Gaya kapiler bersifat mengalirkan air tersebut tegak lurus ke atas, ke bawah, dan ke arah horisontal. Pada tanah dengan pori-pori berdiameter besar, gaya ini dapat diabaikan pengaruhnya dan air mengalir ke tanah yang lebih dalam yang dipengaruhi gaya gravitasi. Dalam perjalanannya, air mengalami penyebaran ke arah lateral akibat gaya tarik kapiler tanah, terutama ke arah pori-pori yang lebih sempit.

(18)

prakteknya kelembaban tanah volumetrik dapat mencapai nilai porositas jika gaya gravitasi mencapai batas drainase dengan kecepatan tinggi dan kelembaban berada di bawah batas porositas (Davie, 2008).

2.3 Multikolinearitas

Kolinieritas ganda (Multicollinearity) terjadi jika suatu peubah bebas berkorelasi dengan satu atau lebih peubah bebas lainnya. Dalam hal ini, berkorelasi sempurna ataupun mendekati sempurna, dimana koefisien-koefisiennya sama dengan satu atau mendekati satu. Namun demikian, hubungan korelasi yang tinggi belum tentu berimplikasi terhadap masalah multikolinearitas. Kita dapat melihat indikasi multikolinearitas, dapat dilihat dengan tolerance value

(TOL), eigenvalue, dan yang paling umum digunakan adalah variance inflation factor (VIF) (Ghani et al., 2010).

Conklin (2001) mengemukakan bahwa multikolinear mempunyai beberapa efek merugikan dalam analisa ukuran variabel individu. Dengan adanya multikolinearitas, estimasi parameter akan menjadi sangat beragam dengan adanya perubahan pada sampel. Multikolinearitas menyebabkan argumen statistik menjadi lemah terutama untuk mendeteksi kemampuan uji statistik dalam kebenaran perbedaan pada suatu populasi.

Uji statistik bertujuan untuk mencapai selang kepercayaan yang lebih luas pada suatu koefisien dan dapat menentukan jika satu parameter lebih tinggi daripada yang lain. Selain itu, multikolinearitas dapat menimbulkan kesalahan identifikasi sehingga data menjadi suatu hal yang tidak penting. Menurut Conklin, efek model regresi berasal dari efek langsung hasil analisis koefisien regresi square dan efek tidak langsung yang merupakan hasil kombinasi dari korelasi terhadap variabel lain. Conklin (2001) mengemukakan bahwa efek negatif multikolinearitas adalah sulit dalam menginterpretasikan data.

(19)

masalah multikolinearitas. Tiga metode tersebut yaitu Regresi Stepwise, Best

Subset Regression, dan Fraksi. Hasilnya menunjukkan bahwa jika

dipertimbangkan masalah kolinearitas maka model regresi stepwise sebenarnya yang terbaik karena memiliki kecenderungan kolinearitas yang jauh lebih kecil dari model dengan Best Subset Regression dan Fraksi.

2.4 Analisis Korelasi

Analisis korelasi merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara peubah sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam melihat ada atau tidaknya hubungan sebab-akibat antar peubah tersebut. Di dalam analisis korelasi sederhana, sifat keeratan hubungan antara dua peubah akan ditunjukan apakah berkorelasi positif, negatif atau tidak berkorelasi. Dua peubah akan berkorelasi positif jika mempunyai kecenderungan yang searah, misalnya kenaikan peubah x yang diikuti oleh kenaikan peubah y. Korelasi negatif terjadi jika perubahannya cenderung berlawanan. Sedangkan jika perubahan peubah tidak mempengaruhi peubah y dan sebaliknya, maka keduanya dinyatakan tidak berkorelasi.

2.5 Analisis Regresi

Ghani et al. (2010) mengemukakan bahwa regresi adalah metode statistik yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara satu peubah respon (dependent variable) dengan dua atau lebih peubah bebas (independent variables). Penggunaan regresi dibatasi oleh beberapa asumsi tegas tentang data yang diberi.

2.6 Analisis Regresi Stepwise

Regresi stepwise adalah bagian dari multiple linear regressions setelah

(20)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Tanah, Balai Penelitian Tanah, Bogor untuk menganalisis sifat fisik tanah. Pengukuran lapang dilakukan di luar dan di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), tepatnya di Kampung Lebakpicung, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Kampung Lebakpicung berada di wilayah SubDAS Ciambulawung yang bermuara di Samudera Hindia. Penelitian ini dimulai bulan Februari dan berakhir pada Juli 2011. Lokasi penelitian ditampilkan pada Gambar 1.

(21)

3.2 Alat dan Bahan

Pada penelitian ini digunakan berbagai peralatan. Perangkat yang digunakan di lapangan adalah peta lokasi penelitian dan perangkat navigasi

Global Position System (GPS), abney level, double ring infiltrometer, ring sampel, plastik, penggaris, lakban bening, label, stopwatch, alat tulis, jeriken, air, gayung, gunting, papan kayu, palu, dan alat-alat laboratorium untuk menetapkan sifat fisik tanah. Analisis data dilakukan dengan memanfaatkan perangkat lunak sistem informasi geografis (ENVI 4.5+IDL, ArcView, dan ArcGIS) dan perangkat lunak analisis statistika (minitab 14), serta microsoft office excel 2007.

3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Penentuan Titik Lapang

Penentuan titik lapang dilakukan setelah pengumpulan data sekunder (peta topografi, peta lereng dan peta penggunaan lahan) dilakukan. Pada penelitian ini, data penggunaan lahan didekati dari data radiansi (radiance) AVNIR-2 dengan menggunakan persamaan NDVI (Normalized Difference Vegetation Index). sebagai berikut :

NIR - R

NIR + R

Dimana:

R = Band Merah

NIR = Band Infra Merah Dekat

dari keseluruhan data spasial yang diperoleh, analisis pertama yang dilakukan adalah membuat peta satuan lahan homogen (Gambar 2). Titik-titik sasaran ditentukan pada peta satuan lahan tersebut, namun demikian pada aktual di lapangan, titik sasaran ini akan disesuaikan dengan kondisi lapang. Lokasi koordinat titik lapangan final direkam dengan menggunakan perangkat GPS.

(22)

Gambar 2. Peta Satuan Lahan Lokasi Penelitian

Pengambilan sampel yang dilakukan adalah dengan metode stratified random sampling. Metode ini mengarahkan bahwa dalam penetapan titik lokasi pengukuran infiltrasi dilakukan langsung ketika di lapang sehingga disesuaikan dengan kondisi lapang. Stratified random sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang ditarik dengan memisahkan elemen-elemen populasi dalam kelas-kelas yang disebut strata kemudian memilih sampel secara random dari setiap strata. Pembagian populasi ke dalam kelas-kelas memudahkan metode untuk menunjukkan homogenitas yang lebih nyata di dalam masing-masing kelas dan memberikan heterogenitas yang nyata antar kelas.

(23)

12 titik dari empat jenis penggunaan lahan. Pengulangan dilakukan tiga kali dan dua kali pengukuran di setiap titik yang diambil secara komposit.

3.3.2 Pengukuran laju infiltrasi di lapang

Infiltrometer silinder ganda dipasang dengan hati-hati di atas permukaan tanah. Ring yang berdiameter kecil (ring dalam) terlebih dahulu dimasukkan ke permukaan tanah dengan kedalaman 3-5 cm, kemudian ring luar dipasang secara konsentris terhadap ring dalam. Selanjutnya, penggaris berskala diletakkan menempel pada dinding ring dalam, lalu dimasukkan rumput-rumput/ kertas pada ring dalam untuk menahan permukaan tanah ketika diberikan air agar tidak rusak oleh kucuran air. Lalu air dimasukkan terlebih dahulu pada ring besar dan dilanjutkan kedalam ring dalam.

Penurunan permukaan air dalam ring dibaca pada penggaris, pembacaan turunnya air dicatat dengan stopwatch pada setiap selang waktu yang telah ditetapkan dengan waktu yang sama. Air ditambahkan ke dalam ring besar secara berkala agar infiltrasi selalu berlangsung. Pengukuran laju infiltrasi dilakukan selama 1-3 jam tergantung nilai konstan yang didapatkan sampai 3-5 kali sehingga nilai akhir yang didapatkan adalah laju infiltrasi konstan. Pengukuran dilakukan 3 kali ulangan di setiap penggunaan lahan.

Gambar 3. Double ring infiltrometer

3.3.3 Analisis Sifat Fisik Tanah

(24)

sifat tanah tersebut mencakup kadar air, bobot isi, ruang pori total, distribusi ukuran pori pada pF, pori drainase, air tersedia, dan permeabilitas. Pengambilan contoh tanah utuh untuk penetapan bobot isi, ruang pori total, dan distribusi ukuran pori dilakukan harus hati-hati sehingga dapat terhindar dari guncangan-guncangan yang dapat merusak struktur tanah.

Tahapan yang dilakukan dalam pengambilan contoh tanah utuh yaitu dengan terlebih dahulu membersihkan dan meratakan lapisan tanah yang akan diambil kemudian ring ditekan sampai tiga perempat bagiannya masuk kedalam tanah. Ring lain (kedua) diletakkan diatasnya kemudian ditekan kembali sehingga bagian bawah ring kedua masuk sekitar 1 cm kedalam tanah. Ring pertama diambil dengan digali kemudian memisahkan kedua ring dengan memotong kelebihan tanah sehingga rata dengan pinggir ring. Tutup ring dipasang rapat dan ring diletakkan dalam koper sampel.

3.3.4 Pengolahan Data

Pengolahan data dianalisis menggunakan model korelasi, regresi, dan regresi stepwise. Data dikorelasikan untuk mengetahui hubungan antara laju infiltrasi dengan berbagai jenis penggunaan lahan, kemiringan lereng, dan beberapa sifat fisik tanah. Hasil korelasi ini dapat dijadikan pertimbangan untuk membuat regresi karena pada umumnya apabila nilai korelasinya nyata maka peubah tersebut akan memberikan pengaruh nyata pula pada hasil regresi.

Regresi dilakukan antara laju infiltrasi dengan berbagai jenis penggunaan lahan, kemiringan lereng, dan beberapa sifat fisik tanah yang berkorelasi nyata secara simultan (bersama-sama). Lebih jauh dari korelasi, regresi dilakukan untuk mengetahui pengaruh satu peubah terhadap peubah yang lainnya.

Analisis lanjutan dilakukan dengan metode regresi stepwise. Metode ini dilakukan untuk menangani data yang mengalamimultikolinearitas dan metode ini berjalan untuk mencari peubah yang tepat melalui pereduksian peubah dengan cara melibatkan seluruh peubah bebas untuk diregresikan dengan peubah respon.

(25)

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peubah respon pada step yang lebih lanjut. Langkah tersebut di ulang-ulang hingga didapatkan regresi terbaik yang mengandung peubah-peubah yang dianggap memiliki pengaruh yang nyata terhadap peubah respon. Peubah-peubah yang digunakan untuk analisis data pada penelitian ini adalah:

Laju = laju infitrasi (cm/jam) Land = landuse (bentuk nilai NDVI) LRG = kemiringan lereng (%) KA = kadar air (% vol)

BD = bulk density/bobot isi (g/cc) PD = particle density (g/cc)

KA pada pF1, pF2, pF2,54, pF 4,2 (% vol) RPT = ruang pori total (% vol)

PDC = pori drainase cepat (% vol) PDL = pori drainase lambat (%vol) AT = air tersedia (% vol)

PM = permeabilitas (cm/jam)

(26)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hubungan Laju Infiltrasi Dengan Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan hutan menempati tingkat yang paling dominan di lokasi penelitian. Sebagian besar termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Hutan yang berada di Kampung Lebakpicung merupakan hutan sekunder dan hutan tanaman. Hutan tanaman sebagian besar berada di dalam kawasan TNGHS, sedangkan hutan sekunder berada di dalam dan di luar kawasan TNGHS (Handini, 2010). Tanaman yang tumbuh diantaranya yaitu harendong kota, puspa, pisang hutan, dan pohon sobsi. Selain pohon-pohonan tersebut, terdapat juga tumbuh-tumbuhan lain seperti semak, rumput-rumputan, lumut, dan jenis tumbuhan lainnya. Gambar secara visual berbagai jenis penggunaan lahan pada lokasi penelitian ditampilkan pada Gambar 4

A B

C D

(27)

Kebun campuran di lokasi penelitian ditanami oleh tanaman tahunan dan tanaman musiman yaitu pohon lame, sobsi, tebu, dan turubuk. Sedangkan lahan yang didominasi oleh pohon sengon dikategorikan termasuk ke dalam penggunaan lahan sengon untuk dilakukan pengukuran infiltrasi.

Sawah merupakan jenis penggunaan lahan cukup luas di lokasi penelitian. Luas sawah di luar kawasan taman nasional lebih besar dibandingkan di dalam kawasan. Lahan sawah sudah ada sebelum adanya kawasan taman nasional dan merupakan mata pencaharian utama di Kampung Lebakpicung sehingga lahan sawah di dalam taman nasional cukup luas. Keadaan penggunaan lahan sawah ketika pengukuran sedang diberakan karena belum masuk masa tanam (di musim penghujan).

Penyusun geologi di lokasi penelitian terdisi dari Formasi Cikotok, Formasi Napal, dan Formasi Cimapag. Formasi Cikotok mengandung batuan yang mengalami alterasi dan pola kelurusan struktur yang berpotongan. Formasi Napal merupakan formasi yang didominasi oleh napal dengan sedikit batugamping dan batupasir. Pada beberapa tempat batuan ini terpropolitkan dan terkersikan dengan piritisasi yang kadang-kadang telah berubah menjadi limonit (Sugeng, 2005).

Formasi Cimapag merupakan formasi yang berumur miosen awal. Bagian atas terdiri dari lapisan basal breksi dan konglomerat polimik yang mengandung fragmen yang lebih tua. Batuan vulkanik yang berkomposisi andesitik, kadang-kadang berselingan dengan konglomerat, batupasir, batuapung, dan batugamping. Formasi Cimapag diduga sebagai penyebab mineralisasi di daerah ini (Sutisna et al., 1994). Formasi Citorek dan Cimapag berada pada satuan breksi gunungapi 3.

(28)

Tabel 1. Laju infiltrasi pada berbagai penggunan lahan dan lereng

Landuse Lereng

(%) Laju infiltrasi (cm/jam) Laju infiltrasi rata-rata Kelas laju infiltrasi

Hutan 26 60

51,5 sangat cepat

Hutan 25 66

Hutan 24 28,5

Sengon 35 6

15 cepat

Sengon 27 33

Sengon 34 6

keb cam 27 7,5

5 agak cepat

keb cam 30 4,5

keb cam 34 3

Sawah 27 5,4

2,75 sedang

Sawah 33 0,2

Sawah 22 2,65

Laju infiltrasi pada lahan hutan di titik pertama sebesar 60 cm/jam. Nilai ini didapatkan dari hasil pembacaan mistar pada ring kecil dari ring infiltrometer. Pembacaan dilakukan pada awal waktu yang telah ditetapkan dan dibaca kembali pada setiap 30 detik pengukuran sehingga didapatkan jarak per-30 detik pembacaan. Kemudian penurunan tersebut dikonversikan dari detik ke dalam satuan per-jam. Pengukuran dihentikan ketika penurunan dengan jarak yang telah terlihat konstan tiga sampai lima kali, maka didapatkan nilai konstan laju infiltrasi pada titik tersebut yaitu 60 cm/jam. Nilai ini adalah hasil rata-rata dari dua pengukuran yang dilakukan komposit pada setiap titik.

Waktu selama 30 detik ditetapkan berdasarkan kecepatan penurunan air yang terlihat secara visual dan dapat berbeda di setiap titik pengukuran. Hal ini berkaitan dengan kemampuan tanah dalam meresapkan air. Semakin besar kemampuan tanah dalam meresapkan air, semakin cepat penurunan air dan semakin pendek waktu yang ditetapkan. Sebaliknya, semakin lambat penurunan air, maka waktu ditetapkan lebih lama bahkan dapat berbeda satuan waktu (detik atau menit).

(29)

bahwa kelas laju infiltrasi yang paling cepat pada lahan hutan. Sedangkan kelas laju infiltrasi yang paling rendah berada pada lahan sawah. Kondisi ini menunjukkan bahwa laju infiltrasi berbeda pada setiap penggunaan lahan.

Kemiringan lereng terlihat tidak mempunyai perbedaan yang signifikan pada setiap titik pengukuran. Hal ini bertolak belakang dengan teori yang diungkapkan oleh Nordwijk et al. (2009) yang menyatakan bahwa semakin besar kemiringan lereng, peresapan air hujan ke dalam tanah menjadi lebih kecil sehingga limpasan permukaan menjadi lebih besar. Adanya perbedaan ini, dimungkinkan karena metode pengukuran yang tidak sama antara pengukuran yang dilakukan Nordwijk et al. (2009) dan pengukuran infiltrasi pada penelitian ini. Nordwijk et al. (2009) mengukur langsung peresapan air ke dalam tanah melalui hujan yang dilihat pada suatu topografi sehingga kemiringan lereng menjadi faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya peresapan air ke dalam tanah. Sedangkan penelitian ini mengukur peresapan air ke dalam tanah melalui pengukuran infiltrasi menggunakan double ring infiltrometer. Pengukuran ini dilakukan in-situ pada suatu titik yang menjadikan peresapan air lebih dikendalikan oleh ring.

Selain itu, perbedaan ini dikarenakan adanya faktor-faktor lain yang pengaruhnya lebih besar terhadap laju infiltrasi daripada kemiringan lereng. Misalnya faktor tutupan lahan, kondisi sifat fisik tanah, sistem perakaran tanaman, dan panjang lereng. Panjang lereng merupakan jarak dari titik awal aliran sampai titik dimana mulai ada pengendapan atau aliran permukaan masuk ke saluran. Sinukaban (1986) menyatakan bahwa semakin panjang lereng permukaan suatu tanah, semakin rendah infiltrasi karena akumulasi air aliran permukaan semakin tinggi.

Panjang lereng tidak diperhitungkan pada penelitian ini karena kondisi lapang yang sulit dalam mengamati panjang lereng. Selain itu, walaupun sudah ada peta kontur, namun ternyata tidak bagus untuk disesuaikan dengan kondisi di lapang.

(30)

dengan lahan lainnya. Hal ini karena pada lahan hutan mempunyai vegetasi sebagai penutup permukaan tanahnya berupa pohon keras yang akar dari pepohonan tersebut mampu menembus tanah dan membentuk pori-pori antara butir tanah sehingga menyebabkan air lebih mudah terinfiltrasi ke dalam tanah. Selain itu, serasah yang terbentuk cukup tebal melindungi permukaan tanah sehingga air tertahan dan mempunyai waktu lebih lama untuk meresap ke dalam tanah juga menjadikan fauna tanah yang berada di dalamnya mendapatkan makanan yang cukup sehingga tanah menjadi gembur.

Menurut beberapa penelitian, tanah berstruktur remah/gembur mempunyai pori-pori diantara agregat yang lebih banyak daripada yang berstruktur gumpal sehingga perembesan airnya lebih cepat. Oleh karena itu terjadinya aliran permukaan diperkecil pada tanah dengan pori-pori yang besar dan struktur yang baik sehingga memiliki kecepatan infiltrasi yang besar.

Pada penggunaan lahan sengon diperoleh laju infiltrasi rata-rata sebesar 15 cm/jam dan termasuk kelas cepat. Lahan ini didominasi oleh sengon yang mempunyai akar yang dalam sehingga pori-pori tanah yang dibentuk oleh akar menjadi besar dan memberikan banyak ruang untuk perjalanan air meresap ke dalam tanah. Partikel tanah terdiri dari butir-butir yang berbeda dalam hal susunan kimia, mineral, ukuran butir, bentuk, dan arah penyebarannya. Distribusi ukuran zarah tanah merupakan sifat dasar yang sangat penting karena dapat menentukan jumlah dan distribusi ukuran pori tanah sehingga akan menentukan kemampuan menahan dan mengalirkan air.

Pada lahan kebun campuran, laju infiltrasi rata-rata yaitu 5 cm/jam (agak cepat). Sedangkan laju infiltrasi pada lahan sawah termasuk ke dalam kelas sedang yaitu sebesar 2,75 cm/jam. Sawah merupakan lahan yang telah dijenuhi air dalam waktu yang lama sehingga laju relatif cepat untuk mencapai konstan. Bahkan ketika dilapang, pengukuran infiltrasi harus dilakukan berulangkali karena beberapa titik mengalami kendala dengan lamanya penurunan air yang terbaca di mistar dalam ring. Lahan sawah memiliki laju infiltrasi paling kecil atau mempunyai kemampuan meresapkan air yang tergolong lambat.

(31)

Disamping itu, sawah mempunyai kelembaban tanah yang relatif lebih tinggi karena sering diairi sehingga kadar air dalam tanah lebih tinggi. Vegetasi yang berupa tanaman kecil seperti padi, palawija, dan rumput, memberikan pengaruh terhadap daya serap air ke dalam tanah. Tajuk yang dominan pendek membuat laju infiltrasi lambat dan lebih banyak terjadi aliran permukaan.

Pada proses pengukuran di lapang, laju infiltrasi semakin berkurang dengan semakin bertambahnya waktu. Hal ini karena secara teoritis pada saat tanah belum mencapai jenuh, terdapat gaya hisapan matrik dan gaya gravitasi yang bekerja. Akibatnya laju infiltrasi berkurang dengan bertambahnya waktu hingga mencapai minimum dan konstan.

Menurut Hardjowigeno (2003) semakin banyak perakaran tanaman semakin tinggi porositas tanah sehingga air lebih banyak mengalami infiltrasi ke dalam tanah. Secara umum tanah yang ditutupi tanaman mempunyai laju infiltrasi lebih besar daripada permukaan tanah terbuka. Selain itu, dikuatkan oleh Winanti (1996) pengaruh vegetasi terhadap infiltrasi ditentukan oleh sistem perakaran yang berbeda antara tanaman berakar pendek, sedang, dan dalam.

Vagetasi menjadi faktor penentu besar kecilnya infiltrasi, yaitu semakin banyak dan lebat vagetasi, laju infiltrasi semakin cepat (Stothoff, 1999). Vegetasi secara efektif dapat mengabsorpsi air hujan dan mempertahankan laju infiltrasi (Foth, 1984), meningkatkan laju infiltrasi (Hardjowigeno, 2003), dan kemampuan dalam menahan air. Resapan air lebih efektif pada lahan yang ditumbuhi vegetasi, karena vegetasi dapat meningkatkan kapasitas infiltrasi (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).

(32)

Pengukuran laju infiltrasi pada berbagai jenis pola tutupan lahan yaitu hutan (H), sengon (Sg), kebun campuran (KC), dan sawah (S) pada Gambar 5 di atas merupakan rentang nilai laju infiltrasi pada masing-masing tutupan lahan. Pola ini merupakan penggabungan dari hasil pengukuran tiga titik sampel. Pola nilai yang paling tinggi dengan box tebal yaitu pada lahan hutan 28,5 cm/jam sampai 66 cm/jam. Sedangkan nilai yang paling rendah dengan box tipis adalah pada lahan sawah 0,2 cm/jam sampai 5,4 cm/jam. Tinggi-rendahnya nilai dan tebal-tipisnya box mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan nilai laju untuk mencapai konstan. Nilai tinggi dan box tebal berarti nilai konstan yang dicapai ketika pengukuran adalah tinggi pada setiap titiknya. Demikian sebaliknya, nilai rendah dan box tipis berarti nilai konstan yang dicapai ketika pengukuran adalah rendah pada setiap titiknya.

Hasil ini menggambarkan bahwa semakin banyak/lebat vegetasi maka semakin cepat laju infiltrasi. Semakin jarang vegetasi dan tegakan suatu lahan maka laju infiltrasi semakin lambat. Lahan yang jarang dengan penutupan lahannya menjadikan air permukaan lebih berpotensi untuk terjadi daripada air infiltrasi.

Menurut Soetoto dan Aryono (1980) laju infiltrasi pada tanah dengan tumbuh-tumbuhan hutan lebih tinggi daripada tanah telanjang (bare soils). Akar tanaman melonggarkan dan menciptakan pembuluh dimana air dapat masuk ke dalam tanah dengan lebih mudah. Daun dan sampah di atas permukaan mengurangi percikan hujan yang jatuh sehingga aliran permukaan dapat berkurang.

4.2 Keterkaitan Antar Peubah

4.2.1 Analisis Korelasi

(33)

pF1-pF2, pF1-pF2,54, pF1-PDC, pF2-pF2,54, pF2-pF4,2, pF2-PDC, pF2- pF2,54, pF2-pF4,2, pF2,54-pF4,2, pF2,54-PDC, pF2,54-PM, AT-PM, dan AT-PDC.

Keterkaitan ini dikuatkan oleh hasil penelitian terdahulu dan teori yang menyebutkan bahwa terdapat keterkaitan antara pori tanah dengan bobot isi. Drainase memiliki hubungan yang erat dengan perakaran tanaman/penggunaan lahan (Sarief, 1985). Hasil penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa ketersediaan air dipengaruhi jenis tanaman (Sinukaban, 1986).

Hasil perbandingan peubah-peubah yang berkorelasi terhadap laju infiltrasi disajikan pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Korelasi antara penggunaan lahan, lereng, dan sifat fisik terhadap laju infiltrasi

Land LRG KA BD PD Pf1 Pf2

Laju 0,262 -0,053 -0,565 -0,643 -0,608 -0,349 -0,118

p-value 0,411 0,870 0,056 0,024 0,036 0,266 0,715

Pf2,54 Pf4,2 RPT PDC PDL AT PM

Laju -0,515 -0,476 0,266 0,783 0,129 0,004 0,762

p-value 0,086 0,118 0,403 0,003 0,689 0,991 0,004

Keterangan :

- Land : landuse (nilai NDVI) - LRG : kemiringan lereng - KA : kadar air - BD : bulk density /bobot isi - PD : particle density - RPT : ruang pori total - PDC : pori drainase cepat - PDL : pori drainase lambat - AT : air tersedia - PM : permeabilitas - P : nilai signifikansi statistik

Nilai p menunjukkan seberapa ekstrim data yang ditemui di lapang secara aktual dalam bandingannya dengan selang kepercayaan. Selain itu, p-value juga menunjukkan letak hasil penelitian pada area distribusi dan hanya bisa diketahui setelah uji statistik (Fisher, 1955). Fisher menggunakan nilai p untuk menunjukkan uji signifikansi dan inferensi induktif. Suatu inferensi disebut induktif jika bertolak dari pengamatan dan eksperimen. Umumnya inferensi induktif digunakan untuk penelitian empiris. Dalam logika induktif, kesimpulan yang didapatkan tidak pernah seratus persen yakin akan kebenarannya.

(34)

p-value = 0,036), pori drainase cepat (p-value = 0,003), dan permeabilitas (p-value = 0,004).

Bobot isi tanah merupakan perbandingan antara massa partikel padat tanah atau tanah kering dengan volume tanah total (Hardjowigeno, 2003). Berat tanah merupakan suatu sifat tanah yang menggambarkan taraf kemampatan tanah. Tanah dengan kemampatan tinggi dapat mempersulit perkembangan perakaran tanaman, pori makro terbatas dan penetrasi air terhambat (Darmawijaya, 1997) sehingga kondisi ini menentukan tinggi rendahnya peresapan air ke dalam tanah.

Peubah particle density ditemukan berkorelasi nyata terhadap infiltrasi. Hasil uji regresi ini sesuai dengan pendapat Marshal (1988) yang menyatakan bahwa bobot partikel tanah merupakan sifat dasar yang sangat penting karena dapat menentukan jumlah dan distribusi ukuran pori tanah sehingga akan menentukan kemampuan menahan dan mengalirkan air. Kerapatan jenis butir tanah (particle density) adalah perbandingan antara massa partikel padat tanah dengan volume partikel padat tanah (Hardjowigeno, 2003). Oleh karena itu, adanya hubungan antara particle density dengan infiltrasi dipengaruhi oleh kerapatan butir tanah pada titik pengukuran. Particle density terdiri dari butir-butir yang berbeda dalam hal susunan kimia, mineral, ukuran butir-butir, bentuk, dan arah penyebarannya.

Pori drainase cepat merupakan perbandingan volume pori tanah yang berukuran > 100 m dengan volume total (Koorevaar, et al. 1983). Kajian empirik yang dilakukan oleh Rohmat dan Soekarno (2006) membuktikan bahwa kandungan pori drainase cepat bergantung pada nilai permeabilitas tanah sedangkan nilai permeabilitas berbanding lurus dengan infiltrasi. Infiltrasi menjadi besar jika nilai permeabilitas juga besar serta pori drainase cepatnya besar.

(35)

maka selisih potensial kapiler akan menjadi kecil. Pada waktu yang bersamaan kapasitas infiltrasi pada permulaan curah hujan akan berkurang tiba-tiba yang disebabkan oleh pengembangan bagian koloidal tanah.

Kadar air tidak mempunyai korelasi nyata pada hasil regresi dengan p-value >0,05. Hal ini dimungkinkan karena sebenarnya kadar air yang berpengaruh terhadap infiltrasi adalah kadar air kondisi lapang yang di ukur secara langsung. Sedangkan nilai kadar air hasil penelitian ini adalah hasil analisis laboratorium. Asdak (2002) menyatakan bahwa berkurangnya laju infiltrasi dapat terjadi karena bertambahnya kadar air sehingga menyebabkan butiran tanah berkembang dengan demikian menutup pori-pori tanah. Kadar air yang dimaksudkan Asdak (2002) adalah kadar air kondisi lapang.

Ruang pori total merupakan perbandingan antara volume pori tanah terhadap volume tanah total (Sunggono, 1984). Hasil analisis menunjukkan bahwa ruang pori total tidak berkorelasi nyata terhadap laju infiltrasi. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa jika suatu tanah mengandung banyak pori total maka nilai infiltrasi akan besar karena banyaknya ruang pori akan mampu melewatkan air dengan cepat dan dikuatkan dengan hasil penelitian Mbagwu (1997) yang menyebutkan bahwa laju infiltrasi berkorelasi positif terhadap porositas. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh pori pada porositas total berukuran mikro karena pori yang ditelaah oleh Mbagwu (1997) tersebut adalah pori yang berukuran lebih dari 15 m, yang mempunyai peranan besar untuk menginfiltrasikan air ke dalam tanah. Selain itu, menurut Baver (1972) pori tanah yang berukuran makro lebih berperan dalam proses pertukaran air dan udara dalam tanah dibandingkan dengan tanah yang berukuran mikro.

(36)

juga mempengaruhi proses masuknya air ke dalam tanah. Pori yang mampu meloloskan air adalah pori yang berada di antara butir tanah yang berhubungan satu dengan yang lainnya. Sedangkan jika pori tersebut tidak saling berhubungan (sekalipun persentasenya besar), maka tanah tersebut dapat dikatakan kedap air sehingga tidak dapat meloloskan air.

Demikian juga dengan air tersedia yang ditemukan tidak mempunyai pengaruh nyata terhadap laju infiltrasi. Hasil penelitian ini cukup berbeda dengan kajian empirik yang dilakukan Rohmat dan Soekarno (2006) yang menyatakan bahwa air tersedia diduga berpengaruh terhadap permeabilitas tanah yang berkorelasi positif terhadap infiltrasi. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh adanya pengaruh kadar air tanah di lokasi penelitian yang ternyata tidak mempunyai pengaruh nyata pula terhadap infiltrasi. Selain itu, juga dimungkinkan adanya kesalahan dalam pengaturan air ketika pengukuran infiltrasi yang dilakukan secara in-situ.

4.2.2. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Laju Infiltrasi

Analisis regresi secara simultan yang melibatkan semua peubah ditemukan tidak memunculkan hasil. Hal ini disebabkan karena terdapat multikolinearitas antar peubah bebas yang menjadikan data tidak memberikan hasil yang sama dibandingkan dangan pendekatan parsial. Demikian juga jika analisis hanya mengujikan peubah-peubah yang telah berkorelasi nyata pada uji korelasi. Hasil analisis regresi simultan disajikan pada Tabel 3 berikut:

Tabel 3. Regresi laju dengan BD, PD, PDC, dan PM.

Prediktor Coef SE Coef T P

BD PD

-49,75 13,26

52,36 45,99

-0,95 0,29

0,374 0,782 PDC 2,948 2,422 1,22 0,263 PM 3,163 2,809 0,83 0,434 S = 15,6768 R-Sq = 70,9% R-Sq(adj) = 54,3%

(37)

partikel, pori drainase cepat, dan permeabilitas tidak mempengaruhi secara nyata pada laju infiltrasi.

Yanrilla (2001) menyatakan bahwa proses terjadinya infiltrasi disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi bumi dan gaya kapiler tanah. Laju air infiltrasi dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan dibatasi oleh diameter pori tanah. Di bawah pengaruh gaya gravitasi, air hujan mengalir tegak lurus ke dalam tanah melalui profil tanah. Gaya kapiler bersifat mengalirkan air tersebut tegak lurus ke atas, ke bawah, dan ke arah horisontal. Pada tanah dengan pori-pori berdiameter besar gaya ini dapat diabaikan pengaruhnya dan air mengalir ke tanah yang lebih dalam yang dipengaruhi gaya gravitasi. Dalam perjalanannya air mengalami penyebaran ke arah lateral akibat gaya tarik kapiler tanah, terutama ke arah tanah dengan pori-pori yang lebih sempit.

[image:37.595.103.495.458.704.2]

Untuk memahami lebih lanjut keterkaitan antar peubah terhadap laju infiltrasi, maka penelitian ini juga menelaah melalui analisis regresi parsial. Hasil analisis regresi secara parsial antara laju infiltrasi dengan masing-masing penggunaan lahan, kemiringan lereng, dan sifat fisik tanah disajikan pada tabel di bawah ini:

Tabel 4. Pengaruh laju infiltrasi dengan peubah-peubah bebas

Prediktor P Persamaan regresi

LANDUSE 0,411 1. laju = - 5,1 + 44,3 LANDUSE LRG 0,870 2. laju = 26,5 - 0,27 LRG KA 0,056 3. laju = 178 - 5,51 KA BD 0,024* 3. laju = 142 - 132 BD PD 0,036* 4. laju = 187 - 75,2 PD pF 1 0,276 5. laju = 131 - 3,43 pF1 pF 2 0,715 6. laju = 34,2 - 0,57 pF 2 pF 2,54 0,086 7. laju = 118 - 4,02 pF 2,54 pF 4,2 0,118 8. laju = 78,7 - 3,93 pF 4,2 RPT 0,403 9. laju = - 56,7 + 1,30 RPT PDC 0,003* 10. laju = - 38,9 + 5,30 PDC PDL 0,689 11. laju = - 20,4 + 10,6 PDL AT 0,989 12. laju = 18,1 + 0,05 AT PM 0,004* 13. laju = - 1,90 + 6,60 PM Keterangan= *: nyata pada selang kepercayaan 95%

(38)

p-value > 0,05. Sementara itu, terdapat tiga peubah yang berpengaruh nyata terhadap laju infiltrasi yang ditandai dengan p-value < 0,05. Peubah tersebut adalah bobot isi, particle density, pori drainase cepat, dan permeabilitas.

Hasil regresi ini lengkap bersama persamaannya masing-masing baik peubah yang mempunyai hubungan positif maupun peubah yang mempunyai hubungan negatif.

4.2.3. Perbaikan Model

Analisis statistika awal menunjukkan bahwa data ini mengalami multikolinearitas. Kendala seperti ini dapat dikurangi melalui teknik analisis secara bertahap dan seleksi peubah bebas yaitu metode regresi stepwise (Wardiana dan Izza, 2009). Stepwise dimaksudkan untuk menganalisis hubungan dengan melibatkan semua peubah bebas yang diujikan terhadap peubah respon. Analisis dilakukan secara simultan antara peubah respon dengan peubah bebas dan menghasilkan model sebagai berikut:

Tabel 5. Regresi antar laju infiltrasi, penggunaan lahan, lereng, dan sifat-sifat fisik tanah

Respon laju infiltrasi

pada 14 prediktor dengan 12 sampel Step 1 2

Constant -38,11 -125,96 PDC 5,3 7,2 T-Value 3,98 5,54 P-Value 0,003 0,000 Alternatif terbaik

PM 0,004

BD 0,024

PD 0,036

(39)

dan partcle density yang ditunjukkan dengan p-value < 0,05. Sedangkan hasil analisis regresi stepwise secara parsial disajikan pada diagram berikut:

Gambar 6. Regresi antara laju infiltrasi dengan peubah bebas. Hasil analisis regresi stepwise secara parsial (Gambar 6) menunjukkan hasil bahwa terdapat tujuh peubah bebas yang dapat dianalisis. Sedangkan peubah yang mempunyai pengaruh nyata dengan laju infiltrasi yaitu pori drainase cepat, permeabilitas, bobot isi, dan particle density. Peubah lain yang tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan yang digunakan adalah kadar air, pF 2,54, dan pF 4,2.

Dalam hubungannya pada proses infiltrasi, pori tanah mempunyai pengaruh besar terutama dalam proses penyerapan air menuju konstan. Pori yang berperan dalam menentukan tinggi rendahnya serapan air ke dalam tanah adalah pori yang berukuran lebih dari 100 m. Pori drainase cepat merupakan perbandingan volume pori tanah yang berukuran >100 m dengan volume total (Koorevaar, et al. 1983). Oleh karena itu, pori drainase cepat termasuk peubah yang paling berpengaruh terhadap laju infiltrasi.

(40)

4.3 Variabilitas NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) Pada Berbagai Penggunaan Lahan

Beberapa peubah yang diketahui tidak mempunyai korelasi nyata terhadap laju infiltrasi diantaranya adalah NDVI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai NDVI belum dapat menunjukkan variasi yang signifikan pada setiap titik pengukuran dan setiap titik penggunaan lahan. Hal ini dimungkinkan karena beberapa sebab, diantaranya yaitu pengambilan potret lapang oleh citra dengan waktu pengamatan lapang ketika pengukuran dilakukan pada waktu yang berbeda sehingga mungkin saja kondisi lahannya berbeda. Selain itu, citra ALOS AVNIR-2 yang digunakan untuk aplikasi analisis NDVI mempunyai kekurangan resolusi spasial. Penelitian ini juga menemukan bahwa resolusi spasial citra 10 meter belum cukup menjelaskan variasi lapangan pada sub DAS yang relatif kecil. Nilai NDVI dapat dilihat pada tabel 6 berikut:

Tabel 6. Nilai NDVI pada setiap penggunaan lahan

NO Titik koordinat Laju NDVI

X Y

S1 650772 9249972 5,4 0,487

S2 650851 9250016 0,2 0,681

S3 650469 9249650 2,65 0,418

H1 650657 9249917 60 0,690

H2 650967 9250891 66 0,544

H3 651491 9249993 28,5 0,595

KC1 650592 9250050 7,5 0,345

KC2 650833 9249860 4,5 0,622

KC3 651180 9249903 3 0,629

Sg1 650947 9250920 6 0,647

Sg2 651137 9250548 33 0,567

Sg3 650987 9250458 6 0,284

(41)

BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Beberapa hal yang diperoleh dalam analisis data ini adalah :

1. Pengklasifikasian laju infiltrasi menunjukkan hasil bahwa terdapat perbedaan laju infiltrasi di setiap penggunaan lahan. Klasifikasi laju infiltrasi dari yang tertinggi sampai terendah yaitu penggunaan lahan hutan > kebun campuran > sengon > sawah.

2. Hasil analisis korelasi, regresi dan regresi stepwise menunjukkan bahwa terdapat empat peubah bebas yang berkorelasi nyata terhadap laju infiltrasi sebagai peubah respon. Keempat peubah tersebut yaitu pori drainase cepat, bobot isi, partcle density dan permeabilitas. Maka dapat dikatakan bahwa tinggi-rendahnya laju infiltrasi cenderung dipengaruhi oleh perubahan keempat peubah tersebut.

3. Nilai NDVI kurang sesuai untuk menduga parameter penggunaan lahan dalam menjelaskan kaitannya terhadap laju infiltrasi. Hal ini karena NDVI mempunyai kekurangan resolusi spasial. Selain itu, adanya perbedaan waktu antara pengambilan data oleh citra dengan penetapan di lapang.

5.2 Saran

1. Data masih lemah karena jumlah sampel pengukuran infiltrasi masih minim sehingga untuk penelitian selanjutya titik sampel harus ditambah. Semakin banyak sampel yang ditetapkan, semakin sedikit error yang didapatkan.

(42)

3. Metode penyelesaian data yang mengalami multikolinieritas adalah stepwise. Mencoba metode Best Subset Regression atau ridge analysis

adalah lebih baik sehingga hasilnya dapat dibandingkan metode mana yang terbaik.

4. Menggunakan sifat fisik tanah yang lebih tepat pengaruhnya terhadap infiltrasi.

(43)

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2006. Konservasi tanah dan air. IPB press. Bogor.

Asdak, C. 2002. Hidrologi dan pengelolaan daerah aliran sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Baver, L. D.1972. Soil Physics. John Willey & Sons. New York.

Conklin, W.M. 2001. Multiobjective regression modifications for collinearity.

Computers & Operations Research 28: 1333-1345.

Dairah, A., dan Rachman, A. 2006. Pengukuran Infiltrasi. Di dalam: Kurnia, U., Agus, F., Adimihardja, A., dan Dairah, A., editor. Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya Bogor: Balittanah. Hlm 239-250.

Darmawijaya, M. I. 1997. Klasifikasi Tanah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Davie, T. 2008. Fundamentals of hidrology. Routledge. London and New York.

Fisher, R. 1955. Statistical methods and scientific induction. Journal of the Royal Statistical Society 17: 69–78.

Foth, H.D. 1984. Fundamental of Soil Science. John Willey and Sons. New York. Ghani, I.M.M., Ahmad S. 2010. Regresi stepwise multiple regression method to

forecast fish landing. Procedia Social and Behavioral Sciences 8: 549–554. Handini, M.E. 2010. Analisis perubahan penutupan dan pola pemanfaatan lahan di

taman nasional gunung halimun salak menggunakan sistem informasi geografi (studi kasus: kampung adat lebak picung).[Skripsi]. Departemen konservasi sumberdaya hutan dan ekowisata Fakultas Kehutanan.Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hanum, H. 2011. Perbandingan metode regresi stepwise, best subset regression, dan fraksi dalam pemilihan model regresi berganda terbaik. Jurnal penelitian sains 2(14): 1-6.

Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.

Hulugalle, N.R., Weaver, T.B., and Finlay, L.A. 2010. Soil water storage and drainage under cotton-based cropping systems in a furrow-irrigated Vertisol.

Agricultural Water Management 97: 1703-1710.

Kohnke, H. 1968. Soil Conservation. McGraw-Hill Book Company. Inc. New York Koorevaar, P., Menelik, G., and Dirksen, C. 1983. Element of Soil Physics.

Departement of Soil Science and Plant Nutrition, Agricultural University of Wageningen, The Netherlands.

Mbagwu, J.S.C. 2007. Quasi-steady infiltration rates of highly permeable tropical moist Savannah soils in relation to landuse and pore size distribution.

(44)

Noorwijk, M.V., Rahayu, S.,Widodo, R.H., Suriadi, I., dan Verbist B. 2009. Monitoring air di daerah aliran sungai. World Agroforestry Center. Bogor. Purwanto, I., dan Ngaloken. 1995. Pengaruh berbagai jenis vegetasi terhadap kapasitas

infiltrasi tanah di Cijambu, Sumedang, Jawa Barat. Bul. Pen. Hutan 573: 13-16.

Rohmat, D., dan Soekarno, I. 2006. Formulasi sifat fisik tanah terhadap permeabilitas dan suction head tanah (kajian empirik untuk meningkatkan laju infiltrasi).

Jurnal Bionatura 8 (1): 1-9.

Sarief, S. 1985. Konservasi tanah dan Air. Pustaka Buana. Bandung.

Sinukaban, N. 1986.Dasar-dasar Konservasi Tanah dan Perencanaan Pertanian Konservasi. IPB press. Bogor.

Soetoto, dan Aryono. 1980. Mekanika tanah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Jakarta.

Sosrodarsono, S. dan Takeda, K. 2003. Hidrologi Untuk Pengairan. Pradnya Paramita. Stothoff, S.A. 1999. The effect of vegetation on infiltration in shallow soil underlain

by fissure bedrock. Jurnal Hydrology 218:169-190.

Sugeng, R. 2005. Kajian analisis kelurusan struktur dengan citra landsat digital untuk eksplorasi mineralisasi emas di daerah Bayah, Kabupaten lebak, Jawa Barat.Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV. Yogyakarta.

Sunggono, K. 1984. Mekanika Tanah. Nova. Bandung.

Sutisna, D.T., Pudjosujarwo, Wahyono, H., dan Soeharto, S. 1994. Eksplorasi Logam Mulia Di Daerah Jampang (Kab. Sukabumi-Cianjur) dan Bayah (Kab.Lebak) Jawa Barat. Bandung.

Vieux, B.E. 2005. Distributed Hydrologic Modeling Using GIS. Water Science and Technology 48: 11-14.

Wardiana, E.R., dan Izza, N.K. 2009. Korelasi dan analisis lintasan beberapa karakter penting koi plasma nutfah PIRETRUM (Chrysanthemum cinerariaefolium Trev.) Di Kebun Percobaan Gunung Putri. Sukabumi. Jurnal Litri 15(1) :1-8.

Winanti, T. 1996. Pekarangan sebagai media peresapan air hujan dalam upaya pengelolaan sumberdaya air. Universitas Udayana. Denpasar, Bali.

Yanrilla, R. 2001. Laju Infiltrasi Pada Berbagai Jenis Penutupan Lahan Hutan di RPH Tenjowaringin, BKPH Singaparna, KPH Tasikmalaya Perum Perhutani Unit III Jawa Barat.[skripsi]. Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor.

Yimer, E., Messing, I., Ledin S., Abdelkadir, A. 2008. Effects of different land use

types on infiltration capacity in a catchment in the highlands of ethiopia. Soil

(45)
(46)
[image:46.842.90.725.128.499.2]

Tabel 1. Korelasi antar laju infiltrasi dengan penggunaan lahan, lereng, dan sifat- sifat fisik tanah

Laju Land LRG KA BD PD Pf1 Pf2 Pf2,54 Pf4,2 RPT PDC PDL AT

PD -0,608 -0,349 -0,327 0,681 0,405 0,036* 0,266 0,299 0,015* 0,192

Pf1 -0,349 -0,278 -0,271 0,516 0,096 0,680 0,266 0,381 0,394 0,086 0,766 0,015*

Pf2 -0,118 -0,659 -0,420 0,172 0,148 0,454 0,620 0,715 0,020* 0,174 0,592 0,647 0,138 0,032*

Pf2,54 -0,515 -0,560 -0,381 0,471 0,152 0,763 0,890 0,633 0,086 0,058 0,221 0,122 0,636 0,040* 0,000* 0,027*

Pf4,2 -0,476 -0,106 -0,623 0,365 0,601 0,794 0,448 0,754 0,752

0,118 0,743 0,030* 0,243 0,039* 0,002* 0,144 0,005* 0,005*

RPT 0,266 -0,083 -0,073 -0,097 -0,791 0,237 0,372 0,148 0,364 0,035 0,403 0,798 0,823 0,765 0,002* 0,458 0,233 0,647 0,245 0,914

PDC 0,783 0,640 0,201 -0,596 -0,549 -0,728 -0,684 -0,854 -0,851 -0,645 0,079 0,003* 0,025* 0,531 0,041* 0,065 0,007* 0,014* 0,051 0,000* 0,024 0,806

PM 0,762 0,357 0,389 -0,783 -0,562 -0,823 -0,492 -0,390 -0,674 -0,645 0,079 -0,639 0,034 0,801 0,004* 0,255 0,211 0,003* 0,057 0,001* 0,104 0,210 0,016* 0,024 0,806 0,025* 0,916 0,002*

(47)
[image:47.595.95.493.78.814.2]

Tabel 2. Data sifat fisik tanah dengan laju infiltrasi

Laju Konstan

KA (%) BD

(g/cc) PD (g/cc) Pf1 (%) pF2 (%) pF2,54 (%) pF4,2 (%) RPT (%) PDC (%) PDL (%) AT (%) PM (cm/jam)

S1 5,4 27,5 0,88 2,13 30,8 27,8 24,0 14,5 58,7 11,3 3,7 9,5 1,4

S2 0,3 29,9 0,91 2,25 32,0 15,4 24,5 15,1 59,6 11,6 3,6 9,4 2,9

S3 2,7 30,5 1,08 2,31 35,5 32,6 29,3 21,3 53,2 5,3 3,3 8,0 0,3

H1 60 29,5 0,80 2,19 31,8 26,1 22,4 14,9 63,5 15,8 3,7 7,5 4,0

H2 66 23,7 0,71 1,81 31,1 25,6 21,9 11,5 60,8 16,2 3,6 10,5 10,2

H3 28,5 27,8 0,9 2,3 35,6 30,7 26,8 15,5 60,9 10,2 3,9 11,3 3,6

KC1 7,5 29,6 0,91 2,63 35,8 33,7 29,8 17,2 65,4 7,4 3,9 12,6 0,5

KC2 4,5 27,8 0,96 2,25 32,7 28,0 24,6 15,2 57,3 10,9 3,4 6,0 3,6

KC3 3,0 33,7 0,98 2,35 36,6 29,9 26,9 19,3 58,3 8,7 3,1 7,6 1,2

Sg1 6,0 28,4 1,06 2,18 31,3 25,7 21,7 14,2 51,4 11,4 4,0 7,5 4,4

Sg2 33 28,8 1,09 2,15 29,4 24,2 20,5 12,9 49,3 14,2 3,7 7,6 3,9

Sg3 6,0 30,7 0,99 2,29 32,2 29,6 25,6 12,3 56,8 6,9 4,0 13,3 1,2

Tabel 3. Regresi laju dengan BD, PD, PDC, dan PM. Persamaan regresi

laju = - 6 - 49,8 BD + 13,3 PD + 2,95 PDC + 3,16 PM

Prediktor Coef SE Coef T P

Constant -6,1 137,7 -0,04 0,966

BD PD -49,75 13,26 52,36 45,99 -0,95 0,29 0,374 0,782

PDC 2,948 2,422 1,22 0,263

PM 3,163 3,809 0,83 0,434

S = 15,6768 R-Sq = 70,9% R-Sq(adj) = 54,3%

Analisis perbedaan

Source DF SS MS F P

Regression 4 4195,9 1049,0 4,27 0,046

Residual Error 7 1720,3 245,8

Total 11 5916,2

Source DF Seq SS

BD PD 1 1 2446,2 855,1

PDC 1 725,0

PM 1 169,5

Tabel 4. Regresi laju versus land use

Prediktor Coef SE Coef T P

Constant -5,05 28,36 -0,18 0,862

LANDUSE 44,27 51,64 -0,86 0,411

[image:47.595.96.533.102.322.2]
(48)
[image:48.595.104.482.84.719.2]

Tabel 5. Regresi laju versus lereng

Prediktor Coef SE Coef T P

Constant 26,47 47,66 0,56 0,591

LRG -0,268 1,598 -0,17 0,870

S = 24,2890 R-Sq = 0,3% R-Sq(adj) = 0,0%

Analisis perbedaan

Source DF SS MS F P

Regression 1 16,6 16,6 0,03 0,870

Residual Error 10 5899,6 590,0

Total 11 5916,2

Tabel 6. Regresi laju versus kadar air

Prediktor Coef SE Coef T P

Constant 179,21 73,96 2,41 0,037

KA -5,507 2,543 -2,17 0,056

S = 20,0700 R-Sq = 31,9% R-Sq(adj) = 25,1%

Analisis perbedaan

Source DF SS MS F P

Regression 1 1888,1 1888,1 4,69 0,056

Residual Error 10 4028,0 402,8

Total 11 5916,2

Tabel 7. Regresi laju versus bulk density

Prediktor Coef SE Coef T P

Constant 142,49 46,98 3,03 0,013

BD -131,95 49,70 -2,66 0,024

S = 18,6279 R-Sq = 41,3% R-Sq(adj) = 35,5%

Analisis perbedaan

Source DF SS MS F P

Regression 1 2446,2 2446,2 7,05 0,024

Residual Error 10 3470,0 347,0

Total 11 5916,2

Tabel 8. Regresi laju versus PD

Prediktor Coef SE Coef T P

Constant 186,77 69,71 2,68 0,023

PD -75,20 31,07 -2,42 0,036

(49)

Analisis perbedaan

Source DF SS MS F P

Regression 1 2185,7 2185,7 5,86 0,036

Residual Error 10 3730,4 373,0

[image:49.595.101.476.46.808.2]

Total 11 5916,2

Tabel 9. Regresi laju versus pF1

Prediktor Coef SE Coef T P

Constant 129,56 96,49 1,34 0,209

Gambar

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Gambar 2. Peta Satuan Lahan Lokasi Penelitian
Gambar 4. A. Hutan; B. Kebun Campuran; C. Sengon; D. Sawah
Tabel 1.   Laju infiltrasi pada berbagai penggunan lahan dan lereng
+7

Referensi

Dokumen terkait

Aktivitas fisik tidak ada hubungan dengan kejadian osteoarthritis genu di Rumah Sakit Islam Surabaya dengan nilai odds ratio untuk aktivitas fisik adalah 0,71 yang berarti bahwa

Analisis regresi linear merupakan model statistika yang digunakan untuk menganalisis hubungan linier antara satu variabel atau lebih variabel bebas ( dengan

Tujuan penulis dalam membuat tugas akhir dengan judul Perancangan Kampanye Sosial Meningkatkan Kesadaran Penilaian Pria Terhadap Cara Berpakaian Wanita agar dapat

© 2011 Bali Botanic Garden, Indonesian Institute of Sciences, Baturiti, Tabanan, Bali, Indonesia – 82191 available at http://www.krbali.lipi.go.id. Nepenthes ampularia

MORE GANDHI MEMORIAL INTERNATIONAL SCHOOL SS0167 RAHADYAN ILHAM SEKOLAH GLOBAL MANDIRI CIBUBUR SS0163 HERMANTO KENJI NORTH JAKARTA INTERNATIONAL SCHOOL We would

Nilai rerata indikator ini adalah 2,3 yang termasuk dalam kriteria kurang; (3) Keaktifan dan perhatian siswa pada saat guru menyampaikan materi, pada pratindakan untuk

1. Mengelola sumber daya alam, baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui melalui penerapan teknologi ramah lingkungan dengan memperhatikan daya dukung dan

Sebanyak enam virus yang berhasil dianalisis menunjukkan bahwa hasil analisis genetika pada gen HA1 memperlihatkan bahwa virus AI tahun 2009 mempunyai mutasi asam amino yang