• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Process of Decision Making of Migration and Adaptation of Circular Migrants Working As Moving Vendors in Pamulang Sub-district, Tangerang Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Process of Decision Making of Migration and Adaptation of Circular Migrants Working As Moving Vendors in Pamulang Sub-district, Tangerang Selatan"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

DAN ADAPTASI MIGRAN SIRKULER PEDAGANG KAKI LIMA

DI KECAMATAN PAMULANG KOTA TANGERANG SELATAN

Sumartono

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ii

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul

Proses Pengambilan

Keputusan Migrasi dan Adaptasi Migran Sirkuler Pedagang Kaki Lima di

Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan

adalah merupakan karya saya

dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun ke

perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Nopember 2012

(3)

iii

.

The Process of Decision Making of Migration and Adaptation of

Circular Migrants Working As Moving Vendors in Pamulang Sub-district,

Tangerang Selatan

.

Advised by

EKAWATI SRI WAHYUNI

and

SAID RUSLI.

The research is intended to study (1) the process of decision making of circular

migrants; (2) the process of adaptation of the circular migrants; and (3) the change of

social-economic and cultural aspects of circular migrant households. The research

shows some factors that significantly influence the process of decision making to

migrate in accord with the theory developed by Lee, i.e. (1) the factor originate from

the migrants homeland as the pushing ones; (2) the factor of the migration

destination as the pulling ones; (3) the aspect of obstruction; and (4) the personal

factor. In addition to the four factors, this study shows a new aspect accelerates the

migration process, i.e. the power of social network among migrants comprising of the

earlier migrants who have succeeded in their migration. However, the economic

motive and personal decision are two factors which could not be abandoned. The

accomplishment of the adaptation is generally induced by personal characters: strong

personality, durability, persistence and gallantry to live a difficult life. The external

factor strengthening the process of adaptation of the migrants in their new milieu is

the availability of the people originally from the same homeland. The success of the

circular migrants is also influenced by their ability to maintain and develop certain

institutions. They are comprising of (1) entrepreneurial institutions with their

networks; (2) the system of remittent transfer; (3) saving and loaning institutions; and

(4) social security system. The circular migrants working as moving vendors (PKL)

are generally getting additional values as the better change of their social, economic

and cultural household aspects. The change is known through several indicators: (1)

the improved quality or quantity of their dwellings in their homeland; (2) the increase

of their properties or jewelries; (3) the trend of self-ownership among the moving

vendors businesses; (4) the trend of business income of the moving vendors; (5) the

trend of the average of remittent nominal; (6) the trend of marital status of the moving

vendors; and (7) the change of the behavioral aspects of the circular migrants from

traditional pattern into the more modern one.

(4)

iv

. Proses Pengambilan Keputusan Migrasi dan Adaptasi Migran

Sirkuler Pedagang Kaki Lima di Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang

Selatan. Dibimbing oleh EKAWATI SRI WAHYUNI dan SAID RUSLI

Gerakan atau perpindahan penduduk dari desa ke kota sesungguhnya sudah

terjadi sejak lama. Perpindahan penduduk tersebut ada yang bersifat permanen dan

ada yang bersifat sementara atau non permanen disebut migrasi sirkuler. Dijelaskan

oleh Hugo (1986), bahwa perbedaan antara permanen dan non permanen terletak pada

tujuan pergerakannya. Apabila seorang migran bertujuan untuk pindah tempat tinggal

secara tetap, maka dapat dikategorikan sebagai migran permanen. Jika tidak ada niat

untuk tinggal menetap di daerah tujuan, maka disebut sebagai migran non permanen

atau migran sirkuler. Migran sirkuler yang meskipun bekerja di daerah tujuan tetapi

umumnya keluarga masih tetap tinggal di daerah asal. Mereka meninggalkan daerah

asal hanya untuk mencari nafkah. Mereka menganggap dan merasa tempat tinggal

permanen mereka di daerah asal dimana terdapat keluarganya (Jellinek, 1986).

Migrasi sirkuler banyak dilakukan dari desa ke kota. Menurut Ram (1989),

migrasi sirkuler sesungguhnya merupakan salah satu reaksi spontan rasional

penduduk miskin di

daerah perdesaan terhadap kesenjangan peluang bekerja dan

berusaha serta penghasilan di desa dan di kota. Kota dianggap sebagai daerah tujuan

yang menyimpan berbagai kelebihan termasuk besarnya kesempatan kerja di sektor

informal. Migran sirkuler umumnya meyakini bahwa salah satu cara untuk

meningkatkan kesejahteraannya, orang harus pergi meninggalkan desa untuk

sementara waktu bekerja di kota. Hal ini dikuatkan oleh Hugo (1986), yang

melakukan penelitian di beberapa desa yang terletak di Propinsi Jawa Barat (14 desa)

pada tahun 1973. Selain itu, juga melakukan penelitian terhadap kegiatan kerja para

migran di kota tujuan, yaitu Bandung dan Jakarta. Sebagian besar migran sirkuler

pada waktu mereka berada di kota bekerja di sektor informal. Ada dua alasan

mengapa para migran sirkuler bekerja di sektor informal, yaitu: (1) Sektor informal

mempunyai daya serap yang tinggi terhadap tenaga kerja, sehingga tenaga kerja

menganggap lebih mudah untuk masuk sektor ini dan (2) Migran sirkuler yang

bekerja di sektor informal bebas menentukan hari dan jam kerja. Kebebasan waktu

inilah yang dibutuhkan para migran untuk melakukan sirkulasi secara pulang pergi

dari/ke desa-kota. Fleksibilitas waktu dan sarana lalu lintas dan angkutan yang relatif

murah dan mudah memungkinkan migran sirkuler melakukan perjalanan pergi dan

(5)

v

atau barang sebagai bentuk dari tanggung jawab dan ikatan kekeluargaan yang kuat

dengan daerah asal. Menurut Hidayat (1991), salah satu dampak positif yang

ditimbulkan dari kebiasaan mengirimkan uang atau barang-barang berharga (remiten)

kepada keluarga di desa adalah meningkatnya status sosial ekonomi keluarga tersebut.

Tingginya penduduk desa yang melakukan migrasi sirkuler dan memiliki hubungan

yang kuat dengan daerah asal, terbukti mereka dapat berperan sebagai agen

pembaharuan di daerah asal mereka (Ram, 1989).

Meskipun berbagai penelitian tentang migrasi sudah banyak dilakukan, namun

hal itu masih merupakan isu yang menarik karena menyangkut dinamika kehidupan

masyarakat. Oleh karena itu, penelitian yang dilaksanakan di kecamatan Pamulang,

Kota Tangerang Selatan ini bertujuan mengkaji tentang berbagai masalah berkaitan

dengan migrasi sirkuler. (1) proses pengambilan keputusan migrasi, (2) proses

adaptasi migran sirkuler, dan (3) perubahan status sosial ekonomi migran sirkuler.

Penelitian ini menggunakan kombinasi pendekatan yaitu pendekatan survai

kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Hal ini dimaksudkan agar memperoleh

tambahan informasi kualitatif pada data kuantitatif (Singarimbun, 1989).

Informasi/data kuantitatif dikumpulkan menggunakan kuesioner dari hasil wawancara

terhadap 60 responden. Untuk memperoleh informasi bersifat kualitatif, peneliti

melakukan wawancara secara bebas dan mendalam pada informan yang sudah

ditentukan. Responden adalah individu yang mempunyai karakteristik sebagai migran

sirkuler yang merupakan kelompok masyarakat yang mempunyai kegiatan usaha

sektor informal perkotaan sebagai pedagang kaki lima (PKL) yang melakukan

usahanya di wilayah kecamatan Pamulang.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi pengambilan keputusan migrasi, sesuai teori yang dikembangkan oleh

Lee, yaitu (1) Faktor yang terdapat di daerah asal migran sebagai faktor pendorong,

(2) Faktor yang terdapat di daerah tujuan migran sebagai faktor penarik, (3) Faktor

penghalang/rintangan dan (4) Faktor Pribadi. Selain empat faktor tersebut, kajian ini

menunjukkan bahwa ada temuan baru yang berperan sebagai akselerator proses

migrasi yaitu kekuatan jejaring sosial migran yang terdiri dari para migran yang sudah

terlebih dahulu berhasil. Migran yang sudah lebih dahulu berhasil terbukti merupakan

faktor yang paling berpengaruh untuk dapat mengajak saudara atau teman se daerah

(6)

vi

ditentukan oleh keputusan pribadi/individu.

Proses adaptasi migran sirkuler dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.

Keberhasilan proses adaptasi migran sirkuler ditentukan oleh sifat-sifat internal yaitu

kepribadian yang kuat, tahan uji, ulet dan berani menghadapi tantangan hidup prihatin

sekalipun. Faktor eksternal yang menguatkan proses adaptasi migran terhadap tempat

tinggal adalah bahwa di lingkungan tempat tinggalnya cukup banyak warga migran

yang berasal dari satu daerah asal. Adaptasi di lingkungan pekerjaan cenderung lebih

mudah. Pengalaman berganti-ganti lokasi dan jenis pekerjaan serta lamanya menekuni

pekerjaan, merupakan faktor yang menunjang keberhasilan proses adaptasi terhadap

pekerjaan. Untuk menjaga keharmonisan kehidupan rumah tangga migran, remiten

menjadi salah satu yang amat penting, selain frekuensi pulang kampung migran itu

sendiri. Maraknya penggunaan handphone dapat memperlancar komunikasi dengan

keluarganya dan hal ini mampu mengurangi frekuensi migran untuk pulang ke

kampungnya.

Keberhasilan migran sirkuler dalam mempertahankan dan mengembangkan

eksistensinya dilakukan dengan membangun kelembagaan yang berfungsi untuk

mengamankannya. Kelembagaan tersebut antara lain (1) Lembaga Bisnis, salah

satunya dengan mengembangkan jaringan usahanya, (2) Sistem Pengiriman Dana

Remiten, (3) Lembaga simpan pinjam, dan (4) Sistem Keamanan Sosial, misalnya

membangun kemitraan dengan preman. Migran sirkuler sektor pedagang kaki lima

(PKL), umumnya mendapatkan nilai tambah berupa perubahan status sosial ekonomi

dan budaya dalam rumah tangga migran yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan

itu ditandai dengan berbagai hal: (1) semakin baiknya kondisi bangunan rumah

tinggal mereka di daerah asal, (2) peningkatan kepemilikan barang berharga, (3) trend

perubahan kepemilikan modal usaha PKL pada kepemilikan usaha mandiri, (4) trend

peningkatan pendapatan PKL, (5) trend peningkatan rata-rata dana remiten, (6) trend

perubahan status perkawinan dan (7) perubahan perilaku/kebiasaan PKL dari yang

tradisional ke yang lebih modern. Selain itu, indikasi adanya peningkatan ekonomi

rumah tangga migran, diperlihatkan oleh selisih skor Indeks Peningkatan Ekonomi

(7)

vii

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB.

(8)

viii

!"# $% &" ' () (" #%!"%

*" " *" )"%#%!" % ' (& *" !" !'" '%&%#" *%' +" #")" "#(& " !' ) ")" !" ! & ")"

,- ./ 012

rto

34

567 87

9 6:;< ;89;= ;>9 ;? @9A;B;?C D?@EF6GH 6B I=6>J 6=;BF;7 ? 6B9 ;8D7K ;L; K B I<B ;G9? @L89 I78I=I<8K6L 67;;D

!" # )(*% %& !% *""

' &" M

"+""N" "

% )%) () )" % " $!

(9)
(10)

|„|uƒ | x } {v | z x v‚€ y v uy „|{ |z{ |€  } | „ y…|}

A

ƒ

A

z u

A

}‚€

A

z { w ƒ

A

ƒ

A

z{y v |z { xy €

A

ƒ

A

z

†‡ˆ ‡ t ‰mˆ ‡Š‹ ŒŒ

†Ž  t ‘’‘ “”““•–

ŠŒ—Š ‡ˆ‰‹mn s t ‰ ŒrsŒoŒ—s qnqr‡‡

˜ srq‹m™m s

,

„ š

.

.

y › œ œžŸx šŸ œ¡ ¢£ ¤ Ÿ

,

} x š

.

xœŸ

d

v£¥¦Ÿ

,

}

A

§q‹m‡ ¨——Œ‹ ‡

˜ s©q‹‡ªm s

,

§q‹m‡ŠŒ—Š‡ˆ‰‹mn s ˜q© ‡

‰ ŒrsŒoŒ—s qnqr‡‡ 

(

‰ ˜« ‰q© Œo‡ª‡r¬ ‡r‡ Š™‡ ‡­

„š

.

. A

š¢œ®œ¯Ÿ„ ¡ œ š°œ œ¤

,

}

.

x

c.A

±š² „ š

.

 š

.

„œ¡š£ ¦x¢œ¡
(11)

·

i

P

½¾ ¿ ÀÁÂ Ã

y

½ Ľ Å ÆÇ Â½È ¿ à ÆÁ ¾ ÁÉ ÄÁ  ÄÇ ÊÁÀ ¿ÅÁ É ËÈÈÁ Ê

SWT., atas berkat, rahmat

dan karunia-Nya

, sehi

ÂÌÌ

tesis yan

a

Ì

berjudul

ÍÎÏÐÑ ÒÑ ÎÒÓ ÔÕ Ö× ØÙÕÓ ÚÒÛ Ü ÝÜ ÑÕÓ

ÞØÔÏÕ Ñ Ø ß ÕÓ àß ÕÛÝÕ ÑØ ÞØÔÏÕÓ áØÏ â ÜÙÒÏ ÎÒß ÕÔÕÓ Ô ÚÕ â Ø ã ØÖÕ ß Ø ÚÒäÕ ÖÕ ÝÕÓ ÎÕ ÖÜ ÙÕÓ ÔÚÐ ÝÕåÕÓ Ô ÒÏ ÕÓ ÔáÒÙÕ ÝÕÓæ

telah dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini, ucapan terimakasih yan

Ì

tulus dan pe

har

an yan

seti

-tin

ÂÌÌ

i

ÌÌ

inya penulis sampaikan kepada:

1. Dr

. Ir. Ekawati Sri Wahyuni, MS, selaku ketua komisi pembimbi

dan Ir

. Said

Rusli, MA selak

u an

ÌÌ

ota komisi pembimbi

ÂÌ

, yan

Ì

telah memberikan

bimbi

ÂÌ

an den

Ì

an tulus sejak proses penyusunan proposal hi

selesainya

penyusunan tesis ini. Bahkan lebih dari itu,

selain memberikan saran dan

masukan -masukan yan

Ì

beliau berdua tersebut dapat

kritis,

memban

Ì

kitkan

sema

ÂÌÁ

t dan motivasi penulis sehi

ÂÌÌ

a terpacu untuk menyelesaikan tesis ini.

Sem

çÌ

a amal dan kebaikan beliau berduaditerima oleh Allah SWT dan

mendapatkan imbalan ya

ÂÌ

setimpal;

2. Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc.A

Ì

r, selaku dosen pen

ar komisi ujian

Ì

uji lu

sida

ÂÌ

tesis.Selaku dosen pe

ÂÌ

uji dari luar komisi, beliau telah memberikan

saran

danmasukan -masukan ya

ÂÌ

kritis demi penyempurnaan tesis ini. Sem

a amal

kebaikan beliau mendapatkan imb

alan yan

Ì

sesuai dari Allah SWT;

3. Ibu dan Bapak dosen di Pr

çÌ

ram Studi Sosiol

çÌ

i Pedesaan IPB, yan telah

memberikan kepemilikan seba

Ì

ian ilmunya dan menanamkan tradisi berfikir

secara kritis terhadap setiap persoalan melalui pertemuan perkulia

han ataupun

lainnya, sehin

ÌÌ

a penulis menjadi termotivasi dan ter

tantan

Ì

untuk menyelesaikan

studi ini;

4. Pimpinan Pr

çÌ

ram Studi Sosiol

çÌ

i Pedesaan Sekolah Pascasarjana IPB, Dr. Ir.

Arya Hadi Dharmawan, M.Sc.A

Ì

r dan Dr. Ir. Rilus A. Kinse

, MA s

elaku

ÂÌ

pimpinan pr

çÌ

ram studi, beliau telah de

ÂÌÁ

n serius memberikan perhatian

,

motivasi dan pe

ÂÌÁ

rahan dalam menyusun rencana strate

Ì

i penyelesaian tesis

melalui pertemuan

-pertemuan yan

Ì

dilakukan secara berkala;

5. RektorUniversitas Terbuka

Prof. Dr. Tian Belawati, M.Ed;

Pembantu Rektor I

Universitas Terbuka

Dr. Yuni Tri Hewindati;

Dekan FMIPA Universitas Terbuka

Dr.Nuraini Sol

eiman, M.Ed;

Pembantu Dekan I FMIPA Universitas Terbuka Dr.

(12)

è

ii

Universitas Terbu

ka Ir. H. Edi Rusdiyanto, M.Si; Ketua PSDM Universitas

Terbuka Dr. LinaWar

lina, M.Ed;

yan

ï

telah memberikan kesempatan dan

d

ðñðòï

an baik moril maupun materiil kepada penulis untuk mela

njutkan studi S

-2

di IPB Bo

ï

or;

6. Mi

ï

ran sirkuler peda

òï

kaki lima dan

ï

a

ó ôõö÷ øùúû÷ü

lainnya di wilayah

Pamula

, yan

òï ï

telah bersedia terlibat dan

membantu memberikan informasi

seputar permasalahan proses pen

ï

ambilan keputusan mi rasi dan adaptasi mi ran

sirkuler dan perubahan

statussosial ekonomi mi

uleruntuk mendukun

ï

ran sirk

ï

penulisan tesis ini;

7. Teman

-teman sean

ï

katan di Pr

ýï

ram Studi Sosiol

IPB a

òï

katan

ýï

i Pedesaan

2009/2010, Nur Isiyana Wianti, Mahmudi Siwi, Fatriyandi Nur Priyatna dan

Bamban

ï

Capricoren, atas kebersamaan dalam diskusi

-diskusi kritisnya

yan

ï

bermanfaat ba

ï

i perkuliahan kita. Semo

ïê

soliditas dan solidaritas tetap terus

terja

ï

a dan

terban

ï

un diantara kita;

8. Isteri tercinta Sri Eny Nurwidayati

, S.Pd dan anak kami Aria Surya Chandra

, SE

dan Aria Santya Irawanatas d

ðñðòïê

n, pen

ï

ertian,

keikhlasan, pen

ï

orbanan dan

do anya. Sem

ýïê

karya tesis ini bermakna ba

ïî

kehidupan keluar

dan

kami

dapat memberi motivasi belajar pada anak

-anak kami.

9. Bapak

dan ibu mertua Drs. H. Supriyo danHj.

Suparni serta saudara

-saudaraku H.

Gunarso dan keluar

, Drs. Mujadidan keluar

ïê

, Ir.H. Bamban

ï

a

ï

S

ðï

en

ï

Ismanta, MBA dan keluar

, Ir. Lilis Suryanin

ï

a

dan keluar

ïþî

h, MM.

, dan Etik

ï

a

Ipda Riyani, SE.Akt dan keluar

yan

ïïê

telah memberikan motivasi

, doa dan

d

ðñðòï

annya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis in

i masih banyak kekuran

ï

an dan

kelemahan karena faktor keterbatasan kemampuan penulis. O

y

þêÿêò ñÿî îñ êò êþ ðñêòþêòïêòðîþ êÿêñêò îñþ ðÿòêêò þîþ îòî ìêþ

þïêê ýê ðñðòïêò êò ÿêîêò êÿî þðê îêñ òð îþ êòê

y

îþê

òïðêñêò ÿîêñêþî êò òïêðÿñêò òïê ÿïêêò

y

êòï þ îòïïî îòïïîò

y

êì

S

ýïê êí

WT

ê êþþðêñ êîñêòê êñ

I

ð êòþêð êÿ êþ ðêì

ý ïýÿ éý ÿ

(13)

iii

! " #$ %&' (( ) %* &+% ) )!% ,%&% -. *" , /%$%' % 0 $ (" ,%12%' , ( & ( -("3% & %* 4!' $ . %5( -

y

% +%&'%2%) %'% --%67%&'89:;) %& (& % - '%

y

% - 1& %$% <

.

#($ (! +%&'( ) % #) $ %*= %) % ' %* 89;: 2 ! $ +%* ) -% # & >

y

?

i

) %

u

rw

%

y

ti

" #=

d

) %

n

d

+%

i

ru

n

i

%

i

) %

o

r

%

n

g

% %

k

l

%

k

i

-

%+

y

% ' @& %#&

y

%A*%)&%

,

#>) %@& %#%'

y

%4& %. %=

) ) +%B(&$%

y

% -2&%*) '$2*( *2 !

y

% '# +(%*3%! %&

(

#3

)

?

eg

eri

C%' "#7?

eg

eri

8D %' ! "#7@?

eg

eri

8D %' ! = ) ) +%' -+%'! %&E % % #

-

8 ) 2&(* ) %& C&!% ,2 ) ) +% )% 3$( -&%B

,

F%+'% ! G (-&%B

,

H I&! '%! G%)E%* 7%)% 2%)% ' %* 89; 6= %)% '%* JKK9" 2 ! $ %E '+% 2 ) ) +% 2%) % 2& ( -&%$$ %!'& ) & (-&%$ # ' ) #(! ((- )! %%

(

# 3

),

4!' ' ' &'% %L( -(&

.

0%* 89; M

-89; N" 2 ! 1 +&E% $ E%) !'%B 0 % -% O%& % P2%!

(

0OP

)

2%) % ,%' (& 3 & +'(&%' 0%'%G% 0% %*3 ' E =@-&%& %

,

32%&' $ 3% %$

?

eg

eri

= 0%*

89;Q

-

89;9

%.%

,

2 ! 1 +&E % !1% -% %-- -E%.%1 3 !'& 1! ) % $ %! %& % &1 '% 7%E %* < (%

,

) 1%. %* %-% 5%% ! %

y

?!%

n

t

%

r

% C%+%&' %

.

0%* 89;9

-

899; 1 +&E% !1% -% # ' %B 0 % -% -%E%& F 7 4@ H I& ! ' %! 0&1+%

y

%- ) 2&1%'+% ) ! %' -E % H I & ! ' %! 0 &1+%

.

0%* 899;

-

JKKN ) 2&1%' +%! 1% -% ,2% %#7 3*%&$%, %&

y

%H I& ! '%!0&1+%

.

0 %*JKKQ

-!+%& % -

,

1 +&E %!1% -% !' %B) +%' B) &( -& %$# ') -$1% -%D %%*

y

, (' % ) % P -+ -% F 7 4@ H I& ! ' %! 0&1+%

.

# 1%-% '-%! '%$1%*% 2%) % '%* JKKQ

-

JKK9" 2 ! $ ) %2%' %$%%* )%& ,' % L%)% -& ! 5%

y

%!% $1 % H I&! '%!0&1+ %!1% -% # '%BL ) % - ) ) +%)

y

%

y

% ! %' &!1'

.

(14)

xiv

Halaman

ABSTRACT

...

iii

RINGKASAN

.

iv

PRAKATA

..

xi

RIWAYAT HIDUP

.

xiii

DAFTAR ISI

...

xiv

DAFTAR TABEL

...

xvi

DAFTAR GAMBAR

..

xix

DAFTAR LAMPIRAN

..

xx

BAB I

PENDAHULUAN

1

1.1. Latar Belakang

.

1

1.2. Rumusan Masalah

3

1.3. Tujuan Penelitian

..

5

1.4. Kegunaan Penelitian

.

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

7

2.1. Pengertian Proses Migrasi

7

2.2. Teori Migrasi dan Migrasi Sirkuler

..

8

2.3. Teori Adaptasi

..

14

2.4. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Pengarah

..

18

2.4.1. Kerangka Pemikiran

...

18

2.4.2. Hipotesis Pengarah

.

19

2.5. Definisi Konseptual dan Operasional

.

..

19

BAB III

METODE PENELITIAN

..

25

3.1. Pendekatan Studi

..

25

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

25

3.3. Populasi, Sampel dan Unit Analisis

.

26

3.4. Pengolahan dan Analisa Data

...

27

BAB IV

GAMBARAN UMUM KEADAAN WILAYAH DAN PENDUDUK

MIGRAN DI KECAMATAN PAMULANG

...

29

4.1. Lingkungan Fisik dan Geografis

...

...

29

4.2. Lingkungan Sosial Masyarakat

32

4.3. Lingkungan Budaya Masyarakat

.

33

4.4. Data Penduduk Migran di Pamulang ..

.

35

BAB V

KARAKTERISTIK MIGRAN DAN PROSES PENGAMBILAN

KEPUTUSAN MENJADI MIGRAN SIRKULER

.

41

5.1. Karakteristik Migran

41

5.2. Strategi Nafkah dan Mata Pencaharian Migran ..

45

5.3. Daerah Asal Migran Sirkuler

....

48

5.4. Motivasi dan Pandangan Responden Terhadap Migran Sirkuler.

49

5.5. Jejaring Sosial Sebagai Pelengkap Teori Migrasi Lee

.

52

5.6. Proses Pengambilan Keputusan Menjadi Migran Sirkuler

..

53

BAB VI

PROSES ADAPTASI MIGRAN SIRKULER ..

.

57

6.1. Proses Adaptasi Migran

...

57

(15)

xv

6.4. Proses Adaptasi Migran Pada Lingkungan Tempat Tinggal

..

61

6.5. Proses Adaptasi Migran Pada Lingkungan Pekerjaan

64

6.6. Proses Adaptasi Migran Dalam Kehidupan Rumah Tangga

.

71

6.7. Jaringan Sosial Dalam Komunitas Migran

.

74

6.8. Adaptasi Migran Pada Kebijakan Pemerintah

77

6.9. Prospek Migran .

.

80

6.10. Strategi Bertahan Hidup Migran Sirkuler

81

BAB VII PERUBAHAN

STATUS

SOSIAL

EKONOMI

RUMAH

TANGGA MIGRAN SIRKULER

85

7.1. Perubahan Status Sosial Ekonomi Rumah Tangga Migran

...

86

7.1.1. Indikator Bangunan Rumah

.

87

7.1.2. Indikator Kepemilikan Barang

.

91

7.1.3. Kepemilikan Modal Usaha, Tingkat Pendapatan dan

Dana Remiten

..

93

7.1.4. Indikator Pendidikan, Status Perkawinan dan Status

Dalam RumahTangga

..

97

7.2. Perubahan Gaya Hidup dan Kebiasaan Dalam Rumah Tangga

Migran Sirkuler

103

7.3. Indeks Peningkatan Ekonomi Rumah Tangga Migran

..

107

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

.

111

8.1. Kesimpulan

.

111

8.2. Saran dan Kebijakan

...

113

DAFTAR PUSTAKA

115

(16)

xvi

a bc bd be

fbghcijkj lhmghnbbebeobmbpbqrbmbsbolhmn hqbbenbelh mst obbeuuuuuj kv

fbghcwjkj xbdgbmbe ydzd lhen zn zs

(

o{nbs o hmdbqzs d{|mbe q {mszchm

)

}t ob

fbe|hmbe|~hc bobei €k €uuu uuuuuuuuuuuuuuj 

fbghcwjij ‚bƒobm lhen zn zs p{ |mbe „bmz …be| pbqzs sh † {c brb‡ }bczmb‡be n {} hˆbdbobelbdzc be|lbqˆbabm{‰brbŠn zc‹{ om{fb‡ zei €kkujjj v

fbghcwjj ‚bob lhen zn zs p{ |mbe ~{ mszchm …be| pbqzs †{c brb‡ }bczmb‡be lbdzc be| „bmbo }hˆb d bobe lbdzcbe| } t ob fbe|hmbe| ~ hc bobe

fb‡ zei €kkuuuuu uuuuuuuuuuuuuuuuujj Œ

fbghcjkj lhmqheobqh p{|mbe „hmnbqbmsbe „ hqbmerb lhenbŽbobe nbe ~ obozq

lhmsb {ebelbnb~bbo{e{uuuuuuuuuuuuuuuuuj ww

fbghcjij lhmqheobqh p{ |mbe „ hmnbqbmsbe bd berb phe‘bn { p{|mbe nbe ‹mhsz heq{lhm |beo {be’he{qlhshm‘bbei €kiuu uuuuuuuu wv

fbghcjj lherhgbmbe ‰hqŽten he p{|mbe ~{mszch m „ hmnbqbmsbe ‚bhmb‡ “qbc nbe’he{qlhshm‘bbe‰ hq Žten hefb‡ zei €kiuu uuuuuuujj wŒ

fbghcjwj lhmqheobqh ‰ hqŽten he „hmnbqbmsbe }hŽhd{c{ sbe zbq b‡be lhmobe{be~bb‡n {‚bhmb‡“qbcp{|mbei €kiu uuuuuuujjj ”

fbghc”jkj fhdŽbo f{e||bc ‰hqŽten he lhmobdb }bc{ f{e||bc n { } t ob fz‘ zbe p{ |mbe

(

† {c brb‡lbdzcbe|

),

fb‡ zei €kiuuu uuuuuuu jj ”

fbghc”jij azgze|be “eobmb ydzm lhshm‘b p{ |mbe ~{mszchm ‚he|be

} hŽhd{c{ sbeptnbcyqb‡buuuuuuuuuuuuuuuujj ””

fbghc”jj lhm{tn hnbe‹mhsz heq{}ze‘ ze|bep{ |mbesh‰ zdb‡n {‚bhmb‡“qbc

fb‡ zei €kiuuuuu uuuuuuuuuuuuuuuuujj v

fbghc”jwj lhmqheobqh p{ |mbe ~{ mszchm lhnb|be| }bs{ {db „hmnbqbmsbe lhmeb‡f{nbserb‚{|zq zmtch‡lhdnb~hohdŽbo i €kiuuuuujjj v•

fbghc”jj ~{sbŽp{ |mbefhm‡bnbŽlhmerbobbe„b‡ bphe‘bn { p{ |mbe~ {mszchm lhnb|be|}bs{{d bp he{e|sbo sbe} hqh‘b‡ ohmb b ei €kiuuuujj Œ €

fbghc”j”j lhd beƒbbobe ~hgb|{be lhenbŽbobe p{|mbe ~{mszchm yeozs

} hgzoz‡be~hszen h mi €ki uuuuuuuuuuuuuuuuj Œk

fbghcvjkj lhmgben {e|be beob{ ‰ zdb‡ p{|mbe n { ‚bhmb‡ “qbc ~ hghczd nbe ~hqznb‡phe‘bn {p{|mbe~{mszchmfb‡ zei €kiu uuuuuuujj Œv

(17)

xvii

¬ ™«¦¡—¨©™  ­—¡¢©¢ £Ÿ— ¬¢ Ÿ®¦š ™Ÿ

,

–—¨¦ ¯°±¯² ²²²²²²²œœ ³´

–—˜™š›œµœ ž™Ÿ¦ ˜—¨—  ¶ ™ ·¦ ® ¥¦§ —¨ ©¢ £Ÿ—  ¡¢ ¤— ™ Ÿ—¨ ª «— š ¬ ™˜™š¦§ ¡—  ¬ ™«¦¡—¨©™  ­—¡¢©¢ £Ÿ— ¬¢ Ÿ®¦ š™Ÿ¸–—¨¦ ¯°±¯² ²²²²²²²œœ ´ °

–—˜™š›œ¹œ ž™§ — º——·—  ¬ ™˜—£¢—  ž™ ¡—»—· —  ©¢£Ÿ—  ¬ ™š—¢   ¼ · ¦ ® ¶¢—½— ž™ ¡¢ ¡¢ ®— ¶™Ÿ¡ — «— Ÿ®— ¾—§— ½—©¢£Ÿ— «¢¸–—¨¦ ¯°±¯²²²²² ´ ±

–—˜™š›œ¿œ ž™Ÿ˜— ¡¢ £—  À¦§ š—¨ Á™»™§¢š¢®—  ¬ ™»™¡— ©Â·ÂŸ ¥¦§—¨ –—  ££— ©¢£Ÿ— ª · — Ÿ—¬ ™˜™š¦§¡— ¬ ™«¦¡—¨©¢ £Ÿ— «¢¸¯° ±¯²²²²²²œœ ´ ¯

–—˜™š›œ›œ –Ÿ™ ¡ ž™ Ÿ £™«™ Ÿ—  Á ™»™§¢ š¢ ®—  ©Â¡—š ¼ «—¨— ž™¡—£— £ Á—®¢ ¾¢§— ©¢£Ÿ— ¬¢Ÿ®¦ š ™Ÿ¡¢ž —§ ¦ š—  £¸–—¨¦ ¯°±¯²² ²²²² ²²²²œœ ´

–—˜™š›œ³œ –¢  £®—· ž™ ¡ — »—·—  ©¢£Ÿ—  ž™Ÿ ¶¦ š—  ¶ ™Ÿ¡ — «—Ÿ®—  Á™šÂ§»Â® ¾—§— ½—©™  ­ —¡¢©¢ £Ÿ—  ¬¢ Ÿ®¦ š™Ÿ¡¢Á™Ã —§—·— ž —§ ¦ š—  £¸¯°±¯² ´µ

–—˜™š›œ´œ ¶™«—Ÿ ½— ¤ — — ¥™§¢ · ™  ¥¦§—¨ –— ££— ©¢ £Ÿ—  ¶™Ÿ¡ —«— Ÿ®—  ¾—§— ½—©™  ­ —¡¢©¢ £Ÿ—  ¬¢ Ÿ®¦ š™ Ÿ¸–—¨¦ ¯°±¯²²²²²²²² ´¿

–—˜™š›œ ±°œ žŸÂ»ÂŸ«¢ ¥™« »Â ¡ ™  ¶™Ÿ¡ —«— Ÿ® —  ª¡ — –¢¡ — ®  ½— ž ™®™ Ÿ­—— 

¬—§ »¢   £—  ¸–—¨¦ ¯°±¯²²²²²²²²²²²²²²²²²œ ´›

–—˜™š›œ ±±œ ž™Ÿ˜— ¡¢  £—  –¢ £®—· ž™ ¡¢¡¢ ®—  ©¢£Ÿ—  ¬ ™˜™š¦§ ¡—  ¬ ™«¦¡—¨ ©™  ­—¡¢©¢ £Ÿ— ¬¢ Ÿ®¦ š™Ÿ¡¢ž —§ ¦ š —  £¸–—¨¦ ¯°± ¯²²²² ²²œœ ´³

–—˜™š›œ ±¯œ ¶™«— Ÿ ½— ©¢£Ÿ—  ė £ ©™ ££¦ — ®—  ¡—  –¢ ¡ — ® ©™ ££¦  — ®—  ¬ ™˜— £¢— ž™ ¡—»—· —  ½—¼ · ¦ ® ¶¢— ½—ž™ ¡¢¡¢®—  Á™š¦— Ÿ £— ©¢ £Ÿ— 

¬¢Ÿ®¦ š ™Ÿ¸–—¨¦ ¯°±¯² ²²²² ²²²²²²²²²²²²²œœ ´´

–—˜™š›œ ±œ žŸÂ»ÂŸ«¢ ©¢ £Ÿ—  ¶ ™Ÿ¡— «— Ÿ®—  –¢ £®—· ž™ ¡¢¡¢®—  –™Ÿ— ®¨¢ Ÿ ©¢£Ÿ—   ¡—  –¢ £®—· ž™ ¡¢ ¡¢ ®—  ª ££Â· — Á™š¦— Ÿ £— Ä —   £ ¤¢˜¢—½—¢ š™¨

©¢ £Ÿ— ¬¢Ÿ®¦ š™ Ÿ¸¯°±¯²²²²²²²²²²²²²²²²²² ±°°

–—˜™š›œ ±µœ ž™Ÿ¦ ˜—¨—  ¬·—·¦ « ž™Ÿ®— Å¢  —  ©¢ £Ÿ—  ¬——· ž™Ÿ· —§ — Á—š¢ ©™  ­—¡¢ ©¢ £Ÿ—  ¡—  ¬ ™«¦¡ —¨ ©™  ­—¡¢ ©¢ £Ÿ—  ¬¢ Ÿ®¦ š™Ÿ ¡¢ ž —§ ¦ š—  £¸ · —¨¦ 

¯°±¯²²²œœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœœ ±°±

–—˜™š›œ ±¹œ ž™Ÿ¦ ˜—¨—  ¬· —·¦ « ©¢£Ÿ—  ¤ — š—§ ¥¦§—¨ –— ££—¬——· ž™Ÿ·—§ —Á— š¢ ©™  ­—¡¢ ©¢ £Ÿ—  ¡ —  ¬ ™«¦¡—¨ ©™  ­—¡¢ ©¢£Ÿ—  ¬¢Ÿ®¦ š ™Ÿ ¡¢

ž —§¦ š—  £¸–—¨¦ ¯° ±¯²²²²²²²²²²²²²²²²²œœœ ±°¯

–—˜™š›œ ±¿œ ž™Ÿ˜— ¡¢  £—  ž™ ££¦ — —  ª š— « –¢ ¡¦ Ÿ ©¢£Ÿ—  ¡¢ ¤— ™Ÿ—¨ ª« — š

¬ ™˜™š¦§¡— ¬™«¦¡—¨© ™  ­—¡¢©¢ £Ÿ— ¬¢ Ÿ®¦ š ™Ÿ¸– —¨¦ ¯°±¯²²œœœ ±°µ

–—˜™š›œ ±›œ ž™  ££¦ — —  ¶—¨—   ¶— ®— Ÿ ¥¦§ —¨ –— ££— ©¢£Ÿ—  ¡¢ ¤—™Ÿ—¨ ª«— š

(18)

xviii

ÞÇ ÉÐ ÇÒß ÝÇÊÕÉÈÉÊÑà×ÇÓÕÉÝÑ×Ç ÒÖÉÓáÇ×ØÖØ ÔÐ ÇÓÕ ØÐ ÜÑÊÉÐâÆÇ ÒÑ Ó

ãäÍ ãååååååååååååååååååååååååå Í äæ

ÆÇÈÉÊËÌÍçÌ ÕÜèÐéÓ×ÉÜÝêÜèÓèàØë ÑàÇ ÒÆÇÓÔÔÇÖØÔÐÇ ÓÕ Ø ÐÜ ÑÊ ÉÐÕ ÉÈÉÊ Ñà×Ç Ó

(19)

ì

i

ì

õö÷öøö ù

úöøûöüý

.

þÿ ü üö

(

ü

.

)

ÿÿÿ þþ

úöøûöüýÿýÿ öö ù üöùö øüö ùü üö ü ÷ü ÿ ý

úöøûöüÿþÿ ö ö öø ö ö ùöø÷ ö ùý þý ÿÿÿÿÿÿÿ

úöøûöüÿþÿ ö öüö ö øü üö ù ü ÷ü öö öö üö ü öøö

ü öøöùööø÷ö ùö ùöüö ù öùý þý ÿ ý

úöøûöüÿýÿ ùö ù öùüö ù ü÷ü öùý þý

úöøûöüÿ ÿ ö üöùö ù üöù ü ÷ü öùý þý ÿÿ

úöøûöüÿ ÿ ö öüö ö ùöö ö ù üö ù ü÷ü ü ööüö ù ÷ø

öø ö ùöùöüöù öùý þý

úöøûöüÿ ÿ !÷ öö ù ø ö ö ùö üö ù ø÷ õöü ùùö÷ö ù

D

öüö!ö÷ùöù ùö üöù ü ÷ü öùý þýÿÿÿÿÿ

úöøûöüÿ "ÿ !÷ öö ù øö ö ùö üö ù ø÷ ö ö ù ùö

øö ! ö ö öù öö ö ö ùööüö ù ûöö

üöù ü ÷üÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ý

úöøûöüÿ #ÿ ùöøû÷ ö ù ü öö üö ù ùö üö ù

ü÷ü ÿÿÿ

úöøûöüÿ $ÿ üü öö öö üö ù ö öö ü

D

ö÷ö ø ûüö ÷ ö ù

ùöüö ù ü ÷ü%÷öööø÷ö ù

úöøûöü"ÿþÿ &ù üöö ù'üö ù ö üöù ü ÷ü

(

öüööö÷

)

"#

úöøûöü"ÿ ýÿ öüùö & ø ÷ö ö ù ü ø ö ö ùö üö ù ü÷ü ü

÷ öù (ö ù

D

öö

D

üøöù ù ÷öü ö öøù

öùý þý ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ #ý

úöøûöü"ÿÿ ùü ûö ù %÷öö ö ö ùüö ù ÷ö öù ÷ !öüö

(20)

4565758

957 :;<58=> ? @A<B5<;5C D 6? A E ;56F@A 8A7;GH75 IJ58KK5L;K< 58? DCD 6H7

L; K<5 E ;MMMMMM MMMMMMMMM MMMMMMM N

957 :;<58O> ? @A<B 5< ;5CD 6 ? A E ;56F@A8A7 ;GH75 I J58 KK5 L; K<58? D EH P5 I

L; K<5 E ;MMMMMM MMMMMMMMM MMMMMMM Q

(21)

Z[\]X^_` _X\ abab cded fg

e

l

d hd i

g

jklmn mo mpmq rklr s otmu m o r kotqtqn tmls t kvm n k n wp m v kv q oxxqu o

y

m v qtmu pklymt s vkymn zm { m| }klr sotmum o r kotqtqn p klvk~ qp mtm

y

m ox ~klv smp r kl{moko tm o mtm

y

m ox ~ klvs mp vk{k op mlm mp mq owo rkl{m ok o t svk~qp {sxlmv s v slnqz kl | € kr k lp s umzo

y

m t s ykz mv nm o wz ku qxw

(1986), bahwa migrasi dapat dibedakan menjadi dua

kategori, yaitu permanen dan non permanen. Perbedaannya terletak pada tujuan

pergerakannya. Apabila seorang migran bertujuan untuk pindah tempat tinggal secara

tetap, maka dapat dikategorikan sebagai migran permanen. Sebaliknya, jika tidak ada

niat untuk tinggal menetap di daerah tujuan, maka disebut sebagai migran non

permanen atau migran sirkuler. Berbeda dengan migrasi permanen yang memboyong

seluruh anggota keluarganya untuk menetap di daerah tujuan, migrasi sirkuler yang

meskipun bekerja di daerah tujuan tetapi umumnya keluarga masih tetap tinggal di

daerah asal. Migran sirkuler adalah migran yang meninggalkan daerah asal hanya

untuk mencari nafkah, tetapi mereka menganggap dan merasa tempat tinggal

permanen mereka di daerah asal tempat keluarganya berada/tinggal (Jellinek, 1986).

Migrasi sirkuler banyak dilakukan dari desa ke kota. Menurut Ram (1989),

migrasi sirkuler sesungguhnya merupakan salah satu reaksi spontan rasional penduduk

miskin di daerah perdesaan terhadap kesenjangan peluang bekerja dan berusaha serta

penghasilan di desa dan di kota. Kemiskinan masyarakat di perdesaan disebabkan oleh

adanya berbagai keterbatasan, antara lain bagi petani di Jawa dengan semakin

menyempitnya rata-rata luas pemilikan tanah dari pembagian warisan, mengakibatkan

pendapatan rata-rata petani menjadi semakin turun, disamping peluang kerja dan

berusaha di luar sektor pertanian yang juga terbatas.

Sementara, kota dianggap

sebagai daerah tujuan yang menyimpan berbagai kelebihan termasuk besarnya

kesempatan kerja terutama di sektor informal.

(22)

kebersamaan sesama migran sirkuler dari satu desa/daerah, memperkuat motivasi

(Ram, 1986). Bentuk keprihatinan migran sirkuler, ditunjukkan pada tukang becak di

Yogyakarta asal Klaten bahwa untuk menghindari biaya rumah tinggal, mereka tidur

malam di becak mereka sendiri (Mantra, 1995).

Pelaku migran sirkuler pada umumnya meyakini bahwa salah satu cara untuk

meningkatkan kesejahteraan keluarga, orang harus pergi meninggalkan desa untuk

sementara waktu bekerja mencari tambahan penghasilan di kota. Hal ini dikuatkan

oleh Hugo (1981), yang melakukan penelitian di Jawa Barat, disamping melakukan

penelitian terhadap beberapa desa yang terletak di Propinsi Jawa Barat (14 desa) juga

melakukan penelitian terhadap kegiatan kerja para migran di kota tujuan, yaitu

Bandung dan Jakarta. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sebagian terbesar dari

migran sirkuler pada waktu mereka berada di kota melakukan pekerjaan di sektor

informal. Ada dua alasan mengapa para migran sirkuler bekerja di sektor informal,

yaitu (1) sektor informal mempunyai daya serap yang tinggi terhadap tenaga kerja,

sehingga tenaga kerja menganggap lebih mudah untuk masuk sektor ini dan (2)

migran sirkuler yang bekerja di sektor informal bebas (fleksibel) menentukan hari dan

jam kerja. Adanya kebebasan waktu inilah yang dibutuhkan oleh para migran untuk

melakukan sirkulasi secara pulang pergi dari/ke desa-kota.

Lebih lanjut, pilihan hidup menjadi migran sirkuler sangat dimungkinkan,

karena didukung oleh sarana lalu lintas dan angkutan yang relatif murah dan memadai,

sehingga migran sirkuler dapat melakukan perjalanan pergi dan pulang ke/dari kota

dengan mudah dan sewaktu-waktu. Pada saat pulang ke desa seperti itulah, para

migran membawa sebagian dari penghasilannya baik berupa uang atau barang sebagai

bentuk dari tanggung jawab dan ikatan kekeluargaan yang kuat dengan daerah asal.

Menurut Hidayat (1991), salah satu dampak positif yang ditimbulkan dari kebiasaan

mengirimkan uang atau barang-barang berharga kepada keluarga di desa adalah

meningkatnya status sosial ekonomi keluarga tersebut. Hasil penelitian Abustam

(1987) melaporkan bahwa ternyata sumbangan uang yang diberikan kepada rumah

tangga di desa asal oleh migran sirkuler lebih besar daripada migran permanen.

Tingginya penduduk desa yang melakukan migrasi sirkuler dan memiliki hubungan

yang kuat dengan daerah asal, terbukti mereka dapat berperan sebagai agen

pembaharuan di daerah asal mereka (Ram, 1989).

(23)

Berbagai upaya yang dilakukan oleh migran sirkuler sehingga berhasil secara ekonomi

dan sosial, tentu banyak pula rintangan dan tantangan yang dihadapinya.

Permasalahan yang berkaitan dengan proses pengambilan keputusan untuk menjadi

migran sirkuler dan proses adaptasi menjadi migran sirkuler, dipastikan membutuhkan

pertimbangan, pemikiran, persiapan dan perjuangan yang sangat serius. Oleh karena

itu, penelitian ini dimaksudkan untuk melengkapi hasil-hasil penelitian terdahulu

dengan mengkaji masalah yang berkaitan dengan proses pengambilan keputusan

migrasi dan adaptasi migran sirkuler.

Penelitian ini dilakukan di wilayah kecamatan Pamulang, Kota Tangerang

Selatan. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti sejak tahun 1990 hingga saat ini, di

wilayah ini telah terjadi pertumbuhan jumlah pedagang kaki lima yang amat pesat.

Pedagang kaki lima pada umumnya para pencari nafkah yang berasal dari daerah di

luar kecamatan Pamulang dan sebagian besar berasal dari masyarakat perdesaan di

Jawa Barat dan Jawa Tengah. Pedagang kaki lima pada umumnya menjalani

kehidupannya sebagai migran sirkuler. Indikasi banyaknya migran sirkuler di wilayah

kecamatan Pamulang inilah yang kemudian mendorong peneliti untuk melakukan

penelitian tentang migrasi sirkuler di wilayah ini. Di samping itu, berdasarkan

pengamatan peneliti sampai saat ini penelitian tentang migrasi sirkuler di wilayah

Kecamatan Pamulang belum pernah dilakukan.

‚ƒ„ƒ …

u

m

u

† ‡ˆ‰‡†‡Š ‡‹

Di bagian latar belakang telah diuraikan berdasarkan hasil dari berbagai

penelitian terdahulu tentang migrasi sirkuler. Nampaknya motif ekonomi menjadi

faktor yang sangat menentukan apakah seseorang kemudian akan melakukan migrasi

atau tidak. Mengingat migrasi sirkuler banyak dilakukan dari desa-kota, maka

penjelasan ini mengindikasikan bahwa terjadi kesenjangan ekonomi antara masyarakat

di perdesaan dan perkotaan.

(24)

Faktor yang memotivasi terhadap keputusan seseorang untuk melakukan

migrasi yang terdapat di daerah asal disebut faktor pendorong, sedangkan di daerah

tujuan disebut sebagai faktor penarik. Faktor pendorong di daerah asal merupakan

faktor yang bersifat negatif, artinya sebagai faktor yang menyebabkan seseorang ingin

meninggalkan daerah asal tersebut. Misalnya: sulitnya mencari nafkah di perdesaan.

Sebaliknya faktor penarik di daerah tujuan merupakan faktor yang menyebabkan

seseorang tertarik ingin pindah ke daerah tujuan tersebut. Misalnya: mudahnya

mencari nafkah di perkotaan. Oleh karena itu, kecenderungan migrasi sirkuler

merupakan perpindahan penduduk secara sirkuler dari desa ke kota. Meskipun

demikian, faktor pribadi atau individu masih merupakan faktor yang sangat

menentukan apakah kemudian seseorang mengambil keputusan untuk menjadi migran

sirkuler atau tidak, walaupun seringkali keputusan pribadi dipengaruhi oleh

pertimbangan-pertimbangan yang berasal dari anggota rumah tangganya.

Migrasi sirkuler dari desa ke kota, secara sosiologis tidak sekedar gerak

penduduk berkenaan dengan melintasi batas-batas wilayah administrasi atau geografi,

melainkan juga melintasi batas-batas sosial-budaya pedesaan yang tradisional menuju

sosial-budaya perkotaan yang lebih modern. Perbedaan kondisi sosial, ekonomi dan

budaya antara di perdesaan dan perkotaan inilah yang kemudian seringkali menjadi

tantangan sekaligus hambatan bagi berhasil tidaknya seorang migran. Oleh karena itu,

untuk mencapai suatu keberhasilan dalam arti capaian yang baik pada aspek sosial,

ekonomi dan budaya pada seorang migran, dibutuhkan suatu proses adaptasi yang

harus diperjuangkan. Adaptasi adalah suatu proses untuk mencapai keseimbangan

dengan lingkungannya. Lebih lanjut, sebagai migran sirkuler yang sifatnya tinggal

sementara di kota tetapi sesungguhnya lebih banyak waktunya dipergunakan untuk

tinggal di kota tersebut, mempunyai implikasi permasalahan baik secara sosial,

ekonomi dan budaya terhadap migran itu sendiri maupun keluarga rumah tangga

migran yang ditinggalkan di daerah asalnya. Meskipun demikian, banyak rumah

tangga migran yang diduga merasakan manfaat dan keberhasilan dalam peningkatan

kesejahteraan setelah menjadi migran sirkuler.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka dirumuskan masalah

penelitian sebagai berikut :

(25)

3. Bagaimana perubahan status sosial ekonomi yang terjadi pada rumah tangga

migran?

ŒŽ 

u

ju

‘’

e

n

e

liti

‘

Berdasarkan uraian tentang latar belakang penelitian dan mengacu pada

rumusan masalah penelitian, maka tujuan penelitian adalah:

1. Mengkaji proses pengambilan keputusan menjadi migran sirkuler;

2. Mengkaji proses adaptasi menjadi migran sirkuler;

3. Mengkaji perubahan status sosial ekonomi rumah tangga migran.

Œ“ ”

e

g

u

n

‘’ •‘

n

e

liti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai

dinamika kehidupan rumah tangga masyarakat migran khususnya migran sirkuler

yang berasal dari masyarakat perdesaan yang kemudian mencari mata pencaharian

sebagai sumber penghidupan di wilayah perkotaan. Dengan demikian penelitian ini

dapat dimanfaatkan untuk memberikan masukan baik kepada pemerintah maupun

masyarakat bahwa migrasi sirkuler sebagai suatu bentuk tindakan positif dalam rangka

usaha meningkatkan kesejahteraan keluarga dalam rumah tangga dan masyarakat

perdesaan pada umumnya. Perbedaan karakteristik masyarakat perdesaan pada

umumnya akan berpengaruh pada adanya perbedaan jenis kegiatan usaha sebagai

sumber penghidupan ketika berstatus sebagai migran sirkuler di perkotaan. Perbedaan

karakteristik migran tersebut, dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi

Pemerintah Daerah untuk mengambil suatu model kebijakan yang tepat khususnya

yang berkaitan dengan kebijakan kependudukan.

Secara praktis hasil penelitian ini

diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat dijadikan bahan masukan bagi

Pemerintah Kota Tangerang Selatan dalam rangka mengambil kebijakan di bidang

ketenagakerjaan yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat.

Dari aspek pengembangan keilmuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan suatu tambahan wawasan mengenai dinamika kehidupan rumah tangga

migran sirkuler dari perdesaan ke perkotaan yang mempunyai kegiatan usaha di sektor

informal pedagang kaki lima.

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat

dipergunakan sebagai referensi atau pembanding bagi penelitian berikutnya serta dapat

memberikan landasan untuk penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan yang

(26)
(27)

– —–˜ ˜

™˜š›—œ—š œž™—Ÿ—

 ¡¢¡ £

e

n

g

er

ti

¤¥ £

s

r

o

se

¦

ig

r

¤§ ¨

Semenjak hidup menetap, persepsi manusia terhadap lahan mengalami pergeseran.

Semula manusia hanya menganggap lahan sebagai jalur yang dilewati ketika hidup

secara berpindah dan hanya beberapa lama didiami. Akan tetapi dalam

perkembangannya lahan memiliki makna penting, tidak lagi sebagai tempat singgah

sementara, tetapi sebagai tempat hidup. Ketika konsep pertanian dikenal, manusia

mulai memanfaatkan lahan sebagai sumber produksi untuk bertahan hidup. Mulai saat

inilah konsep lahan menjadi bagian yang penting dalam kehidupan manusia, terutama

pada masyarakat agraris.

Perdesaan Jawa sebagian besar merupakan wilayah agraris yang masyarakatnya

memandang lahan sebagai aset penting dalam kehidupan. Hal ini dikarenakan lahan

merupakan sumberdaya alam yang diolah untuk menghasilkan bahan yang dibutuhkan

manusia. Lahan bagi masyarakat agraris berfungsi sebagai aset produksi untuk dapat

menghasilkan komoditas hasil pertanian, baik untuk tanaman pangan ataupun tanaman

perdagangan. Dengan kata lain keberlangsungan hidup masyarakat petani di perdesaan

sangat tergantung pada lahan yang merupakan bagian dari faktor alam. Ketika faktor

alam sudah tidak mampu lagi memenuhi tuntutan kebutuhan untuk mensejahterakan

masyarakat, maka yang terjadi adalah kemiskinan.

Kemiskinan merupakan salah satu masalah pelik yang dihadapi oleh sebagian

masyarakat Indonesia. Pada saat ini, kemiskinan bukanlah istilah baru dalam kamus

pembangunan ekonomi Indonesia. Hampir seluruh lapisan masyarakat mengakui

kenyataan bahwa adanya kemiskinan pada sebagian masyarakat di negara Indonesia.

Kemiskinan merupakan persoalan yang mengandung banyak dimensi dan menuntut

pemecahan dengan ragam pendekatan. Salah satu pendekatan dalam memahami

kemiskinan adalah melalui

su

st

©ª «© ¬­® ­ª

v

® ­ª ¯°°±

, yaitu pendekatan yang tidak hanya

berbicara mengenai pendapatan dan pekerjaan tetapi lebih pada memahami bagaimana

kehidupan orang miskin, apa prioritas hidup mereka dan strategi apa yang dapat

membantu mereka (Widiyanto, 2009:5).

(28)

kebutuhan minimum. Kemiskinan relatif adalah kondisi pendapatannya berada pada

posisi di atas garis kemiskinan, namun relatif lebih rendah dibanding pendapatan

masyarakat sekitarnya. Kemiskinan kultural karena mengacu pada persoalan sikap

seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau

berusaha untuk memperbaiki kehidupannya, malas, pemboros, dan atau tidak kreatif.

Kemiskinan struktural adalah kondisi atau situasi miskin karena pengaruh kebijakan

pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat sehingga menyebabkan

ketimpangan pada pendapatan

.

Berdasarkan pengalaman petani di perdesaan, terutama petani pemilik dan

penggarap bahwa proses kemiskinan atau penurunan kesejahteraan sangat mungkin

dan sering terjadi, terutama bila produktivitas usaha tani mengalami penurunan,

misalnya terjadi gagal panen, dan penurunan harga-harga hasil usaha tani. Oleh sebab

itu, para petani menggambarkan kesejahteraan mereka bagaikan sebuah gelombang di

lautan, kadang-kadang naik dan kadang-kadang turun (Fajar, 2009:214). Gambaran ini

menunjukkan bahwa pemiskinan karena produktivitas yang rendah dan pengaruh

tekanan harga hasil usaha tani. Dalam hal menghadapi kemiskinan, banyak petani

Jawa yang kemudian banting setir menjadi migran ke kota dan berupaya

meningkatkan kehidupan di sana

(

Saifuddin, 2005). Migrasi penduduk dari desa ke

kota sudah terjadi sejak lama. Sampai pada saat ini, proses migrasi desa-kota tersebut

masih tetap terjadi sebagai akibat dari suatu realitas ketenagakerjaan, yaitu kurangnya

minat angkatan kerja muda untuk bekerja di sektor pertanian perdesaan (Tarigan,

2004). Motif ekonomi diduga menjadi faktor pemicu utama terjadinya proses migrasi.

Meskipun demikian, jika dikaji lebih mendalam sesungguhnya banyak faktor

yang ikut mempengaruhi seseorang melakukan proses migrasi. Proses migrasi

sesungguhnya merupakan serentetan peristiwa yang dilakukan oleh seseorang

semenjak akan memutuskan menjadi migran hingga menjadi migran. Oleh karena itu

proses migrasi juga mencakup ketika calon migran tersebut melakukan proses

pengambilan keputusan

dengan mempertimbangkan berbagai

faktor

yang

mempengaruhinya dan proses adaptasi menjadi migran di daerah tujuan.

²³²³ ´

e

o

r

i

µ

ig

r

¶·¸ ¶¹

d

µ

ig

r

¶·¸º

ir

k

u

le

r

(29)

migrasi adalah suatu bentuk gerak penduduk geografis, spasial atau teritorial antara

unit-unit geografis yang melibatkan perubahan tempat tinggal yaitu dari tempat asal ke

tempat tujuan. Oleh karena migrasi bersifat permanen dan bertujuan menetap, maka

secara umum bermakna sebagai migrasi jangka panjang, sedangkan sirkulasi dan

komutasi karena bersifat non permanen, maka secara umum bermakna sebagai gerak

penduduk yang berciri jangka pendek.

Wirosuhadjo

1

(1981:116) mendefinisikan

migrasi sebagai perpindahan

penduduk dengan tujuan untuk menetap dari satu tempat ke tempat lain melampaui

batas politik/Negara ataupun batas administratif/batas bagian Negara. Selanjutnya

Wirosuhardjo mengatakan bahwa apabila seseorang tidak bermaksud menetap di

daerah yang didatangi dan telah tinggal di daerah itu kurang dari tiga bulan, maka

orang tersebut dapat digolongkan dalam migrasi sirkuler. Mantra (1988), menyatakan

bahwa batasan tempat dan waktu tersebut lebih banyak ditentukan berdasarkan

kesepakatan. Dalam berbagai penelitian lainnya, seperti oleh Tarigan (2004), Hidayat

(1991), Hugo (1973), memahami istilah sirkulasi juga sebagai migrasi sirkuler.

Menurut Zelinsky dalam Rusli (1989), sirkulasi yang sering disebut migrasi

sirkuler, secara umum bermakna: berbagai macam gerak yang biasanya berciri jangka

pendek, repetitif, atau siklikal dimana punya kesamaan dalam hal tak nampak niat

yang jelas untuk merubah tempat tinggal yang permanen. Dengan demikian ciri pokok

sirkulasi atau migrasi sirkuler adalah proses perpindahan tempat tinggal tetapi tidak

bermaksud menetap di tempat tujuan. Migran sikuler biasanya adalah orang yang

masih mempunyai keluarga atau ikatan dengan tempat asalnya seperti tukang becak,

kuli bangunan, dan pengusaha warung tegal, yang sehari-harinya mencari nafkah di

kota dan pulang ke kampungnya dalam waktu tertentu atau beberapa bulan sekali.

Hadisupadmo (1991) menambahkan bahwa ciri selanjutnya migran sirkuler adalah

masih tercatat sebagai penduduk daerah asal secara resmi, bukan sebagai penduduk

daerah tujuan. Alat bukti yang kuat adalah kepemilikan Kartu Tanda Penduduk yang

tercatat di daerah asal bagi seorang migran sirkuler.

Dalam penelitian ini, migran sirkuler adalah mereka yang bekerja di sektor

informal, khususnya pedagang kaki lima. Kehidupan migran sirkuler menurut Mantra

(1978) dalam istilah Jawa sebagai boro atau pengembara. Dijelaskan dalam Wariso,

1989, bahwa boro merupakan bentuk usaha mencari keuntungan, mengandung

unsur-______________________

1

diunduh pada tanggal 10 September 2012 dari

»

ttp

¼

//robir08.student.ipb.ac.id/2010/06/19/pengaruh

(30)

unsur (1) pergi ke daerah lain; (2) atas kemauan sendiri; (3) memiliki tempat tujuan;

(4) tujuannya mencari nafkah; (5) penghasilannya dibawa pulang untuk mencukupi

kebutuhan hidup keluarganya.

Secara teori, migrasi dan migrasi sirkuler karena menyangkut aspek-aspek

kehidupan sosial ekonomi manusia, maka faktor-faktor yang mempengaruhi dan

permasalahannya menjadi kompleks. Menurut teori yang dikembamgkan oleh Lee,

1980, seperti telah disebutkan sebelumnya, ada empat faktor yang mempengaruhi

orang mengambil keputusan untuk melakukan migrasi, yaitu: (1). faktor-faktor yang

terdapat di daerah asal, (2). faktor-faktor yang terdapat di daerah tujuan (3).

rintangan-rintangan yang menghambat (4). faktor-faktor pribadi/individu.

Di daerah asal maupun daerah tujuan terdapat faktor-faktor positif (+), faktor

negatif (-) dan faktor netral (o). Faktor positif adalah faktor yang memberikan

keuntungan apabila bertempat tinggal di daerah tersebut. Faktor negatif adalah faktor

yang memberikan nilai negatif pada daerah tersebut yang menjadikan alasan untuk

pergi dari daerah tersebut. Sedangkan yang dimaksud faktor netral adalah faktor yang

ada pada daerah asal dan daerah tujuan namun tidak mempengaruhi individu untuk

berada di daerah tersebut. Berdasarkan teori migrasi yang dikembangkan oleh Lee,

faktor terpenting setiap individu dalam melakukan migrasi adalah faktor individu itu

sendiri. Faktor individu memberikan penilaian apakah suatu daerah dapat memenuhi

kebutuhannya atau tidak. Rintangan antara dapat berupa biaya pindah yang tinggi,

topografi daerah dan juga sarana transportasi. Namun demikian, alasan yang paling

kuat mengapa seseorang individu melakukan migrasi adalah faktor ekonomi.

(31)
[image:31.595.92.521.64.678.2]

Gambar 2.1. Teori Migrasi (Everett S. Lee)

(Sumber: Lee, 1980)

Daerah tujuan, dalam teori migrasi merupakan daerah yang dianggap

mempunyai daya tarik bagi calon migran apabila bertempat tinggal di daerah tersebut.

Faktor-faktor yang memberikan daya tarik yang umum disebut sebagai

pull factor

merupakan faktor positif, antara lain (1) adanya harapan akan memperoleh

kesempatan untuk memperbaiki taraf hidup, (2) adanya kesempatan memperoleh

pendidikan yang lebih baik, (3) keadaan lingkungan hidup yang indah dan

menyenangkan, misalnya adanya taman, perumahan yang rapih, dsb (4) adanya

fasilitas dan aktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat kebudayaan sebagai

daya tarik bagi orang-orang daerah.

Menurut Robert Norris dalam Puspitasari (2010), gambar yang dibuat Lee perlu

ditambah dengan tiga komponen yaitu migrasi kembali, kesempatan antara dan

migrasi paksaan. Norris berpendapat bahwa faktor terpenting dalam terjadinya migrasi

adalah daerah asal. Kesempatan antara merupakan kota-kota kecil atau sedang yang

terletak antara desa pengirim migran dan kota tujuan migrasi. Migrasi kembali adalah

proses migrasi migran kembali ke daerah asal karena berbagai alasan, umpamanya

karena migran tersebut sudah sukses di daerah tujuan dan karena daerah asal

merupakan rumah pertama bagi mereka maka mereka ingin menghabiskan masa

hidupnya kembali di daerah asal. Alasan lainnya misalnya karena migran tersebut

tidak dapat menyesuaikan dan mendapatkan apa yang dia inginkan di kota tujuan

maka migran tersebut akan kembali ke daerah asal. Yang dimaksud dengan migrasi

terpaksa adalah migrasi yang dilakukan karena keadaan darurat misalnya terjadinya

perang, wabah penyakit ataupun bencana alam.

Todaro (1992) menyatakan migrasi merupakan suatu proses yang sangat

selektif yang mempengaruhi setiap individu dengan ciri-ciri ekonomi, sosial,

pendidikan dan demografi tertentu, maka pengaruhnya terhadap faktor-faktor ekonomi

3

4

2

1

+ o - + o - o

+ - + o - + o+

o - + o - o +

o + - o + - o

O - + o + o O +

- (1)

O

ooooooooo+==

=_

+ o - + o - o

+ o o - - + o - o

o + + + o+

-+ o - -+ o - o

+ - + o - + + o

O - + o + o O +

(32)

dan non ekonomi dari masing-masing individu juga bervariasi. Beberapa faktor non

ekonomis yang mempengaruhi keinginan seseorang melakukan migrasi adalah: (1)

faktor-faktor sosial, termasuk keinginan para migran untuk melepaskan dari

kendala-kendala tradisional yang terkandung dalam organisasi-organisasi sosial yang

sebelumnya mengekang mereka. Ada kecenderungan bahwa orang tidak menyukai

dengan adanya pengekangan, (2) faktor-faktor fisik, termasuk pengaruh iklim dan

bencana meteorologis, seperti banjir dan kekeringan. Keberhasilan kaum migran

kadangkala dipacu oleh kondisi fisik alam yang telah menempanya di daerah asal.

Motivasi untuk memperoleh kesuksesan secara ekonomi dan sosial di daerah tujuan

migrasi seringkali muncul akibat tekanan sosial ekonomi yang sangat berat. Bahkan

ada semacam semboyan kalau belum sukses di rantau belum berani pulang ke daerah

asalnya , (3) faktor-faktor demografi, termasuk penurunan tingkat kematian yang

kemudian mempercepat laju pertumbuhan penduduk suatu tempat. Laju pertumbuhan

penduduk yang tinggi di suatu daerah tanpa diimbangi adanya daya dukung ekonomis,

menyebabkan rendahnya tingkat pemenuhan kesejahteraan penduduknya, (4)

faktor-faktor kultural, termasuk pembinaan kelestarian hubungan keluarga besar yang berada

pada tempat tujuan migrasi. Hubungan keluarga besar di daerah tujuan migrasi

mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap tingkat migrasi. Keberhasilan di

daerah tujuan migrasi yang disosialisasikan oleh keluarga besar migran merupakan

suatu daya tarik bagi penduduk daerah asal migran, (5) faktor-faktor komunikasi,

termasuk kualitas seluruh sarana transportasi, sistem pendidikan yang cenderung

berorientasi pada kehidupan kota dan dampak-dampak modernisasi yang ditimbulkan

oleh media massa atau media elektronik. Media komunikasi mempunyai kekuatan

yang luar biasa sebagai corong yang berfungsi untuk memberikan informasi yang

menarik tentang keadaan perkotaan.

(33)

artinya (a) adanya arus migrasi yang terarah, dan (b) adanya migrasi dari desa-kota

kecil-kota besar. Migrasi bertahap memberikan penjelasan bahwa secara terstruktur

lebih banyak penduduk perdesaan yang melakukan migrasi ke kota-kota kecil, dan

penduduk di kota-kota kecil akan bermigrasi ke kota-kota yang lebih besar. Migrasi

penduduk perdesaan yang langsung ke kota-kota besar pada umumnya lebih sedikit,

(3) Arus dan Arus Balik, artinya setiap arus migrasi utama akan menimbulkan arus

balik penggantiannya. Meskipun migrasi desa-kota mendominasi arus migrasi, namun

selalu ada arus balik pada arah yang berlawanan sehingga migrasi neto dari kedua titik

migrasi selalu lebih kecil dari migrasi kotornya, (4) Perbedaan antara desa dan kota

mengenai kecenderungan melakukan migrasi. Penduduk kota kurang berminat untuk

bermigrasi dibandingkan orang dari desa. Bahkan orang dari daerah yang bermigrasi

ke kota kemudian di kota tidak memperoleh keberhasilan di bidang ekonomipun pada

umumnya enggan migrasi kembali ke daerah asalnya, (5) Wanita melakukan migrasi

pada jarak yang dekat dibandingkan pria. Tingkat keberanian, mental rata-rata kaum

laki-laki pada umumnya jauh lebih tinggi dari pada kaum perempuan. Kaum laki-laki

pada umumnya mempunyai keberanian migrasi yang lebih jauh, meskipun pada saat

ini perlu dilakukan penelitian apakah benar demikian, karena tidak sedikit tenaga kerja

wanita migran yang bekerja di luar negeri, (6) Teknologi, komunikasi dan migrasi.

Arus migrasi mempunyai kecenderungan meningkat sepanjang waktu akibat

meningkatnya sarana komunikasi, perhubungan dan akibat perkembangan industri

serta perdagangan, (7) Motif ekonomi merupakan dorongan utama orang melakukan

migrasi. Dorongan untuk memperbaiki kehidupan ekonomi senantiasa lebih dominan

dari pada faktor lainnya dalam mengambil keputusan migrasi.

Mabogunje dalam Mantra (2000), menyebutkan bahwa hubungan migran

dengan desa asal dapat dilihat dari materi informasi yang mengalir dari kota atau

daerah tujuan ke desa asal. Jenis informasi itu bersifat positif dan negatif. Informasi

positif biasanya datang dari para migran yang berhasil. Informasi yang positif dapat

mempengaruhi hal-hal sebagai berikut : (a) Stimulus untuk pindah semakin kuat di

kalangan migran potensial di desa, (b) Pranata sosial yang mengontrol mengalirnya

warga desa ke luar semakin longgar, (c) Arah pergerakan penduduk tertuju ke

kota-kota atau daerah tertentu, (d) Perubahan pola investasi dan pemilikan tanah di desa

karena tanah mulai dilihat sebagai suatu komoditi pasar.

(34)

besar migran yang gagal memiliki gengsi yang besar ketika harus mengatakan mereka

gagal di daerah perantauan, sehingga informasi positif lebih mudah menyebar

daripada informasi negatif. Mabogunje melihat bahwa kontribusi migran terdahulu di

kota sangat besar dalam membantu migran baru yang berasal dari desa atau daerah

yang sama dengan mereka, terutama pada tahap-tahap awal dari mekanisme

penyesuaian diri di daerah tujuan. Hal ini menyebabkan lapangan pekerjaan tertentu di

suatu kota atau daerah sering didominasi oleh migran yang berasal dari desa atau

daerah tertentu pula karena proses mencari pekerjaan itu biasanya berkisar antar relasi

migran se daerah juga.

Dari keseluruhan yang digambarkan dalam teori migrasi dapat dijelaskan

dengan menggunakan teori Rasionalitas oleh Weber bahwa migrasi yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah merupakan tindakan bersifat rasional. Weber menyatakan

bahwa tindakan sosial berkaitan dengan interaksi sosial. Sesuatu tidak akan dikatakan

sebagai tindakan sosial jika individu tersebut tidak mempunyai tujuan dalam

melakukan tindakan tersebut. Weber menggunakan konsep rasionalitas dalam

klasifikasinya mengenai tipe-tipe tindakan sosial. Tindakan rasional menurut Weber

atas pertimbangan sadar dan pilihan bahwa tindakan itu dinyatakan/dilakukan

(Lawang, 1986).

½¾¿¾À

e

o

r

i

Á

d

ÂÃ

t

ÂÄ Å

Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan suatu ketenangan dan kebahagiaan

dalam hidupnya. Untuk dapat memenuhi apa yang menjadi keinginan atau harapan

setiap manusia tersebut, maka banyak cara atau strategi yang dapat dilakukannya. Cara

yang harus dilakukan manusia diantaranya bagaimana cara mengadaptasi diri dengan

lingkungannya dimana berada. Misalnya bagaimana beradaptasi dengan masyarakat di

lingkungan tempat tinggal, atau lingkungan pekerjaan. Tjitrajaya (1981) menjelaskan

bahwa strategi adaptasi merupakan cara atau pola tingkah laku yang direncanakan

untuk mencapai sesuatu yang diinginkan. Untuk melihat salah satu bentuk dan ukuran

adaptasi seorang migran misalnya, Pelly (1998) mengatakan bahwa strategi adaptasi

adalah cara-cara yang digunakan oleh perantau (istilah lain dari migran) untuk

mengatasi rintangan-rintangan yang mereka hadapi dan untuk memperoleh suatu

keseimbangan positif dengan kondisi-kondisi latar belakang perantau.

(35)

melangsungkan hidupnya.

Dijelaskan agar dapat dan tetap melangsungkan

kehidupannya, maka menurutnya ada tiga syarat utama yang harus dipenuhinya yaitu

(1) syarat-syarat dasar alamiah-biologis (manusia harus makan, minum, menjaga

kestabilan temperatur tubuhnya, menjaga tetap berfungsinya organ-organ tubuh

lainnya), (2) syarat-syarat kejiwaan (manusia membutuhkan perasaan tenang yang

jauh dari perasaan takut, keterkucilan, gelisah dan berbagai masalah kejiwaan

lainnya), (3) syarat-syarat dasar dasar sosial (membutuhkan hubungan dengan orang

lain untuk dapat melangsungkan keturunan, agar merasa tidak terkucil, untuk dapat

belajar mengenai kebudayaan, untuk mempertahankan diri dari serangan musuh dan

sebagainya).

Dengan demikian, adaptasi adalah kemampuan atau kecenderungan makhluk

hidup dalam proses menyesuaikan diri dengan lingkungan baru untuk dapat tetap

hidup dengan baik. Adaptasi dapat dilihat sebagai usaha untuk memelihara kondisi

kehidupan dalam menghadapi perubahan. Oleh karena itu adaptasi tersebut kemudian

berkaitan erat dengan tingkat pengukuran yang dihubungkan dengan tingkat

keberhasilannya agar dapat bertahan hidup.

Gerungan (2004), menjelaskan bahwa adaptasi merupakan suatu proses untuk

mencapai keseimbangan dengan lingkungan. Secara luas keseimbangan itu bisa

dicapai dengan dua cara. Cara pertama adalah cara pasif, yakni dengan mengubah

diri sesuai dengan lingkungan. Proses ini dikenal dengan istilah

Æ

p

Ç Æ

u

to

st

È

s

. Ada dua

alasan utama orang melakukan adaptasi

ÆÇ Æ

u

to

p

È

st

s

yaitu adanya kesadaran bahwa orang

lain atau lingkungan bisa memberi informasi yang bermanfaat dan upaya agar diterima

secara sosial sehingga terhindar dari celaan. Cara kedua adalah cara aktif, yakni

dengan mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan atau kebutuhan dirinya sendiri,

baik terhadap lingkungan psikis misalnya bagaimana cara orang bergaul, terhadap

lingkungan alamiah, maupun lingkungan rokhaiah misalnya migran dapat saja

mempengaruhi dan mengubah taraf pengetahuan dan cara berfikir masyarakat di

lingkungan barunya. Proses adaptasi seperti ini disebut menyesuaikan diri secara

aloplastis dengan lingkungannya, dimana lingkungan yang diubah oleh dirinya. Setiap

perubahan dalam lingkungan kehidupan orang dalam arti yang luas menyebabkan

manusia harus menyesuaikan diri dengan lingkungan tersebut.

(36)

keluarga, (3) kemasyarakatan yang dapat tercermin dalam hubungan sosial atau

organisasi sosial untuk menunjang hidupnya, (4) mengembangkan cara hidup yang

memungkinkan mereka dapat mempertahankan hidupnya secara lebih baik.

Bagi migran sirkuler dari daerah perdesaan ke perkotaan, salah satu yang

menjadi hambatan dan tantangan adalah bagaimana mengatasi permasalahan

terjadinya perbedaan cara hidup, kebiasaan dan perilaku sewaktu di lingkungan

perdesaan kemudian harus merubah dengan cara hidup, kebiasaan dan perilaku di

lingkungan perkotaan yang sama sekali berbeda. Dalam proses migrasi sirkuler dari

desa ke kota, berarti terjadi peristiwa kontak sosial antara migran sebagai warga

pendatang dengan lingkungan masyarakat yang sudah ada di daerah tujuan. Cara

bergaul, cara hidup dan cara berinteraksi dengan lingkungan yang dibawa oleh migran

sirkuler berbeda dengan yang dimiliki oleh masyarakat kota. Migran dituntut untuk

melakukan adaptasi dengan lingkungannya. Oleh karena itu karakteristik manusia

akan sangat menentukan apakah kemudian mereka mampu bertahan menjadi migran

atau tidak, karena sebagai individu, manusia mempunyai kemampuan yang berbeda

dan akan memberi tanggapan yang berbeda pula terhadap lingkungannya tergantung

dari pemahaman, persepsi dan idea atau gagasan mereka.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa pada dasarnya setiap lingkungan sosial

masyarakat mempunyai tatanan budaya masing-masing. Antara lingkungan satu dan

yang lainnya, apalagi antara masyarakat desa dengan kota tentu memiliki budaya

berbeda-beda. Perbedaan antara lingkungan sosial budaya masyarakat pedesaan dan

perkotaan dapat dijelaskan sebagai berikut. Menurut Landis

1

É

desa dicirikan dengan

(37)

Gambar

GAMBARAN UMUM KEADAAN WILAYAH DAN PENDUDUK
Gambar 2.1. Teori Migrasi (Everett S. Lee)
Gambar 4.1. menunjukkan bahwa wilayah kecamatan Pamulang merupakan wilayah
Tabel 4.3.Data Penduduk Migran Sirkuler Yang Masuk di Wilayah Kelurahan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hal tersebut, Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat - Kemenristekdikti bekerjasama dengan Universitas Hang Tuah Surabaya mengundang Saudara untuk

Lansekap Jalan Bebas Hambatan (dalam uraian ini selanjutnya disebut sebagai jalan) adalah wajah dari karakter lahan atau tapak yang terbentuk dari elemen alamiah

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin

hak pemegang rekening Efek atas manfaat tertentu berkaitan dengan Efek yang dicatat dalam Penitipan Kolektif dalam rekening Efek pada Perusahaan Efek, Bank Kustodian atau

De- ngan demikian diketahui dari hasil studi bahwa kelimpahan paku cakar ayam se- makin meningkat seiring dengan semakin masuknya plot sampel ke arah interior hutan

rendah 6,24% dari delay TCP namun packet loss TCP Vegas 8,24% lebih tinggi. Packet loss TCP Vegas cenderung stabil

Solusi terhadap suatu masalah, seringkali inovasi terjadi karena adanya masalah yang berulang-ulang terhadap suatu produk, kemudian dengan proses kreatif akan menemukan inovasi

Saran pada penelitian yaitu meningkat- kan pengetahuan dan fungsi keluarga untuk pendampingan dan fasilitator bagi perempuan penderita HIV/AIDS, Perlu meningkatkan keterlibatan