RANCANG BANGUN SISTEM DINAMIS
PENGAMBILAN KEPUTUSAN KOMPLEKS
PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI GULA TEBU
MUHAMMAD ARIEF BINTORO DIBYOSEPUTRO
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Rancang Bangun Sistem Dinamis Pengambilan Keputusan Kompleks Pengembangan Agroindusustri Gula Tebu adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Februari 2012
complex decision making for the development of sugar cane agroindstry, under supervision of IRAWADI JAMARAN, MACHFUD, MARIMIN, BUNASOR SANIM, and YANDRA ARKEMAN.
The modeling outlined in this research is an initiative to find approaches to the development of sugar cane agroindustry and its related complex decision making processes. The model is expected to be used for optimizing added values and to better evaluating the impact of relevant decisions associated with information available across the components. The entirely model consists of (i) system dynamic model, for mapping entirely system, decision making purposes and learning through simulation process, (ii) interpretive structural modeling to visualize vision, generate ideas, and compose unstructured ideas into structural and operational steps of actions, (iii) analytical network process as an approach to make decisions and policies by accommodating complexity of internal and external criteria, and (iv) Bayesian believe network as an approach to look at the likelihood of realization under specific scenarios. The simulation indicates that demand for sugar is relatively stable and predictable. In the other hand the supply is relatively volatile due to productivity level, land use competition with other crops, climatic factor, market sentiment caused by economic factor, trade and socio-politico factors. The development of sugar cane agroindustry requires multidimensional facets and inter-organizational decision making along the process of adding values to sugar cane plantation, sugar production, trading (export-import), and distribution to final consumers. The simulation shows that the improvement of productivity and manufacturing can be achieved by mainly improving better cane seed, larger cane field, good planting and estate management practice, and betterment of machineries. The trade-distribution management requires timely scheduling and precise calculation for importation of raw sugar, white sugar or refined sugar. The majority of stakeholders suggest in order to develop the performance of sugar cane agroindustry, there should be attempts to innovate product alternatives aside from conventional products, e.g ethanol as alternative energy source, liquefied sugar.
MUHAMMAD ARIEF BINTORO DIBYOSEPUTRO, Rancang Bangun Sistem Dinamis Pengambilan Keputusan Kompleks Pengembangan Agroindustri Gula Tebu. Dibimbing oleh IRAWADI JAMARAN, MACHFUD, MARIMIN, BUNASOR SANIM, dan YANDRA ARKEMAN.
Agroindustri gula tebu merupakan industri dengan karakter sistem dinamis yang kompleks (complex dynamic system), bercirikan adanya hubungan terus menerus antar pelaku atau anggota sistem. Penggunaan pendekatan sistem dinamis dapat diterapkan dalam rangka melakukan kajian agroindustri gula tebu seperti pada kajian proses pegambilan keputusan untuk tujuan pengembangan.
Pasokan produksi gula tebu nasional lebih rendah jumlahnya dari pada permintaan, sehingga terjadi defisit pasokan gula. Hingga saat ini persoalan defisit pasokan belum dapat teratasi dengan baik. Kompleksitas permasalahan dimulai ketika tingkat produktifitas pertanian tebu dan pabrik gula masih rendah. Rendahnya produktifitas pertanian tebu ditengarai terjadi karena penurunan luas lahan tanam, pergeseran lahan dari lahan basah ke lahan kering yang disebabkan karena persaingan penggunaan lahan tanam oleh berbagai jenis tanaman lainya serta meningkatnya alih fungsi lahan bagi keperluan lain di luar pertanian. Penurunan produktifitas pabrik gula disebabkan karena semakin tua usia mesin yang kurang diimbangi oleh peremajaan mesin baru yang lebih produktif.
Permasalahan non teknis pertanian masih sering timbul, seperti terjadi ketidaktepatan pelaksanaan kebijakan importasi gula yang dilakukan pada saat tingkat persediaan gula dalam negeri masih tinggi dan mencukupi. Persediaan gula yang berlebih ini dapat mengakibatkan penurunan harga. Permasalahan inilah yang secara perlahan telah mengurangi daya mampu petani tebu dan pabrik gula sehingga produktifitas menurun, pasok bahan baku tebu menurun, efisiensi pabrik menurun dan peremajaan pabrik terlantar hingga gejolak harga gula sewaktu-waktu dapat terjadi secara tinggi.
Pemodelan sistem dinamis ini terdiri dari beberapa model yaitu: (1) sub-model perkebunan tebu, (2) sub-sub-model pabrik gula, (3) sub-sub-model permintaan konsumen dan distribusi, dan (3) sub-model kebijakan. Keseluruhan sub-model ini dirangkum menjadi satu hingga terbentuk model sistem dinamis pengambilan keputusan kompleks bagi pengembangan agroindustri gula tebu.
Hasil simulasi menunjukan bahwa peningkatan produktifitas secara global dapat tercapai bila pemangku penentu kebijakan mengambil keputusan kebijakan Pengembangan Produk Alternatif, lalu diikuti keputusan Dukungan Kebijakan Moneter, dan terakhir kebijakan Penentuan Tarif Bea Masuk.
Dengan mengikuti pola pemeringkatan kebijakan di atas, maka diharapkan pada tahun 2014 dapat dicapai swa sembada gula dengan tingkat produksi gula nasional yang terdiri dari kontribusi pabrik gula Kristal putih dibawah naungan BUMN dan swasta serta pabrik gula rafinasi sebesar 5,700,000 ton. Dari jumlah ini diharapkan kontribusi produksi gula tebu dari kelompok pabrik gula di bawah naungan BUMN sebesar 2,075,984 ton dengan tambahan lahan tanam sehingga mencapai luasan sebesar 308,789 hektar dan tambahan pembangunan pabrik gula kristal putih sebanyak 16 unit. Rencana kegiatan ini merupakan peluang usaha yang besar karena dapat menumbuhkan peluang penciptaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi yang tersebar di berbagai kawasan dan peluang pertumbuhan industri pendukung lain seperti industri pupuk serta sarana produksi lain seperti herbisida, pestisida dan industri transportasi.
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang‐undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Mengutip hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
RANCANG BANGUN SISTEM DINAMIS
PENGAMBILAN KEPUTUSAN KOMPLEKS
PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI GULA TEBU
MUHAMMAD ARIEF BINTORO DIBYOSEPUTRO
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Ujian Tertutup
Penguji Luar Komisi: 1. Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA 2. Dr. Ir.Sukardi, MS
Ujian Terbuka
Penguji Luar Komisi: 1. Prof. Dr. Ir. A. Aziz Darwis, MSc.
Pengambilan Keputusan Kompleks Pengembangan Agroindustri Gula Tebu
Nama Mahasiswa : M.A. Bintoro Dibyoseputro
Nomor Pokok : 995025
Program Studi : Teknologi Industri Pertanian
Menyetujui:
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Irawadi Jamaran Ketua Komisi
Dr. Ir. Machfud, MS. Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc.
Anggota Anggota
Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, M.Sc. Dr. Ir. Yandra Arkeman, M.Eng.
Anggota Anggota
Mengetahui:
Ketua Program Studi Dekan
Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Machfud, MS. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas segala karuniaNYA sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan kurun waktu 2007 - 2011 ini ialah manajemen strategi dalam rangka pengembangan suatu agroindustri, dengan judul Rancang Bangun Sistem Dinamis Pengambilan Keputusan Kompleks Pengembangan Agroindustri Gula Tebu.
Perkenankan penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang dalam disertai pemohonan kepada Allah SWT kiranya berkenan menjadikan budi baik dan ketulusan yang telah mereka berikan kepada kami menjadi amal jariyah yang tak terputus selamanya, kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irawadi Jamaran, ketua komisi pembimbing, beserta keluarga
besar, terutama Ibu Prof. Dr. Ir. Tun Teja Irawadi, MS yang telah menghantarkan
kami hingga dapat menyelesaikan program doktoral ini, dan telah menyediakan
segala fasilitasdikediamanbeliaubagi kami semua sebagai anak bimbingan. Penulis
akan selalu mengenang wejangan filosofis tentang program doktoral ini yang telah
banyak diutarakan oleh beliau selama masa pembingingan, agar kami selanjutnya
terbebas dari rasa malas dan takut untuk berfikir.
2. Bapak Dr. Ir. Machfud, MS, selaku anggota komisi pembimbing dan selaku ketua
program studi, yang tanpa henti selalu mendorong agar penyelesaian program ini dapat terlaksana dan selalu mengingatkan agar dalam penulisan memperhatikan formulasi matematis sebagai kesempurnaan disertasi.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Marimin, MSc., selaku anggota komisi pembimbing yangsecara berkalabeliauselalu memantau kemajuan kami, memberikan kemudahan akses pada
sumber-sumber rujukan serta selalu mendorong agar program ini dapat selesai dengan baik, hingga upaya beliau menjadikan ruang kerja sebagai tempat kami belajar, dan berdiskusi.
4. Bapak Dr. Ir. Yandra Arkeman, MEng. selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak membantu penulis ketika mengalami kesulitan dalam pemrograman komputer, sedemikian rupa beliau memperhatikan kemajuan kami hingga kami selalu
dipantau melalui presentasi yang harus kami lakukan di depan mahasiswa S3 TIP
yang sedang mengikuti mata kuliah yang dibawakan oleh beliau.
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, MSc selaku anggota komisi pembimbing yang banyak membantu menyempurnakan pengetahuan penulis tentang kebijakan publik dan ekonomi kelembagaan, serta telah memberi waktu kepada penulis di sela-sela kesibukan beliau.
6. Ibu Prof. Dr. Ir. Ani Suryani dan Bapak Dr. Ir. Sukardi yang telah berkenan menjadi Penguji Luar pada saat Ujian Tertutup dan telah memberikan masukanyang sangat
bermanfaat bagi kesempurnaan disertasi kami.
7. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Aziz Darwis,MSc dan Bapak Prof. Dr. Ir. I Wayan Rusastra,
APU yang telah berkenan sebagai Penguji Luar pada saat Ujian Terbuka. Beliau
berdua telah memberikan masukan yang penting pada kesempurnaan disertasi kami
berupa apresiasi terhadap kreatifitas metodologi dan perlunya menambahkan ekonomi kelembagaan.
8. Penulis mohon perkenan melalui media yang terbatas ini ingin mengucapkan
9. Penulis ingin sekali menyampaikan ucapan terimakasih yang tinggi kepada para sahabat dan kolega penulis yang bekerja di Fakultas Teknik Pertanian, dan para sahabat yang bertugas di Sekolah Pascasarjana, semoga kita tetap disatukan dalam semangat kebersamaan untuk mencari dan member yang terbaik bagi kehidupan.
10. Pada kesempatan ini penulis ingin sekali menyapa para teman sejawat selama menjadi mahasiswa baik yang seangkatan maupun yang tidak seangkatan. Mudah-mudahan terbatasnya media ini untuk mengungkapkan rasa terimakasih dan rasa rindu tidak mengurangi semangat silaturahim kita sampai kapanpun dan dimanapun.
11. Penulisingin sekali mengucapkan terimakasih kepada para sahabat, nara sumber dan
kolega saat penulismelakukan penelitian. Mereka telah banyak sekali membarikan pencerahan pengetahuanmengenai agrindustri gula tebu hingga ilmu kehidupanyang lebih luas. Penulis memohon maaf tidak mampu untuk menuliskan satu persatu, penulis memohon dicukupkan berkomunikasi melalui media lain untuk meneruskan
persaudaraan ini dapat berkelanjutan,insya Allah.
Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada istri penulis, dokter. Detty Hasanah Dibyoseputro yang selalu sabar dan membantu menjaga kesehatan penulis. Ucapan yang sama akan penulis sampaikan kepada kedua anak Yusufa Ramadhani Dibyoseputro dan Elyasa Ramadhani Dibyoseputro atas dukungan yang tidak pernah putus, sejak si bungsu belum bersekolah hingga si sulung telah kuliah, mengingat penulis terlalu lama menyita waktu untuk menyelesaikan penelitian ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dirahmati oleh Allah SWT menjadi ilmu yang amaliah dan amal yang ilmiah, amien.
Penulis dilahirkan di Yogyakarta, pada hari Senin, tanggal 22 Februari 1960, sebagai anak pertama di antara tiga bersaudara, dari keluarga almarhum Bapak H. Djam’an Dibyoseputro dan Ibu Hj. Sri Sudaryati Dibyoseputro.
Penulis menyelesaiakan pendidikan sarjana S1 di Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Gadjahmada pada tahun 1986. Dua tahun berselang, 1988, penulis memperoleh Bea Siswa dari Asian Development Bank untuk meneruskan studi di Asian Institute of Management, Philippines dan lulus sebagai Master of Business Administration pada tahun 1990. Pada tahun 1999 penulis melanjutkan sekolah pasca sarjana IPB Program Doktor Program Studi Sosial & Ekonomi Fakultas Pertanian IPB. Atas perkenan Sekolah Pascasarjana IPB, penulis pindah jurusan ke Program Studi Teknologi Industri Pertanian hingga akhir program.
Pengalaman kerja mandiri penulis pada awalnya dimotivasi untuk mempraktekan dan memelihara hasil studi S1 sebagai akuntan dan pada tahun 1995 atas dukungan teman-teman, penulis ikut mendirikan dan sebagai salah satu pemegang saham perusahaan konsultan Management Accounting and Advisory Services yang berkembang hingga saat ini. Pada pertengahan 1996, penulis mendukung ajakan beberapa teman untuk mendirikan dan sebagai pemegang saham perusahaan Agrakom Para Relatika sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pemasaran dan komunikasi publik
Penulis merintis usaha mandiri berikutnya dengan upaya menerapkan thesis S2 berupa studi kelayakan bank syariah. Pada tahun 1992 bersama-sama sejawat alumni FE UGM penulis ikut mendirikan dan sebagai salah satu pemegang saham BPRS Harta Insan Karimah yang hingga kini telah berkembang menjadi beberapa cabang.
Pengalaman managerial bidang keuangan global telah penulis peroleh ketika berkesempatan bekerja di Bankers Trust, sebagai Country Manager Correspondence Banking. Penulis banyak menimba pengalaman business ketika bekerja di Kelompok Usaha Sinar Mas selama hampir 12 tahun hingga keluar sebagai Senior Manager Business Development.
Pada tahun 2000 penulis menerima tawaran para sejawat untuk ikut bergabung mengelola Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah yang baru saja berdiri. Di FEIS UIN inilah penulis sempat menjadi Wakil Dekan Bidang Administrasi dan Keuangan. Penulis mulai mengembangkan jejaring keuangan syariah hingga suatu saat dapat menjalin hubungan kerja dengan Islamic Development Bank/ Islamic Cooperation for the Development of Private Sector (ICD). Penulis menekuni profesi konsultan keuangan umum dan khususnya keuangan syariah hingga saat ini.
Sejalan dengan kegiatan istri penulis yang berprofesi sebagai dokter dan pegiat kesehatan, penulis menerima ajakan teman-teman sejawat untuk berkarya di bidang layanan kesehatan. Dalam waktu dekat insya Allah kegiatan bersama ini akan berbuah menjadi salah satu rumah sakit yang dikelola dengan standar kualitas amat tinggi demi memberikan layanan yang baik bagi pengguna layanan kesehatan yang selama ini terpaksa harus mencari layanan dari negara tetangga.
Halaman
2.5 Langkah-langkah rancang bangun system dinamis 10 2.6 Rantai kegiatan agroindustri gula tebu 12 2.7 Rangkaian permintaan dan penawaran 12
2.8 Desain kebijakan 13
2.9 Tinjauan studi sebelumnya 13
3 LANDASAN TEORI
3.1 Sistem dinamis 15
3.2 Struktur dan aspek operasional dalam sistem dinamis 16
3.2.1 Thinking 16
3.2.2 Communicating 17
3.2.3 Learning 17
3.3 Elemen kebijakan agroindustri 18
3.3.1 Kebijakan proteksi 18
3.3.2 Kebijakan fiscal dan moneter 19
3.4 Interpretive Structural Modeling 19
5.1 Penjelasan pelaku agroindustri gula tebu 42
5.2 Kinerja agroindustri gula tebu 45
5.3 Distribusi dan perdagangan agroindustri gula tebu 46 5.4 Aspek supply-demand dan pasar gula tebu 47
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Ekspor gula Indonesia periode 1823 – 1940 2
2. Perusahaan multinasional di didang produksi dan
perdagangan gula dunia (2006) 4
3. Permintaan, produksi, dan impor gula nasional 5
4. Ringkasan referensi studi terkait 14
5. Karakteristik dan lingkup permasalahan manjemen 15
6. Jenis-jenis sistem 16
7. Rincian benefit cost opportunity risk 22
8. Rincian struktur jejaring keyakinan Bayesian 26
9. Kebutuhan sistem dan potensi konflik pelaku agroindus tri 31
gula tebu Indonesia
10.Rencana aksi pabrik gula BUMN 72
Halaman
1. Tahapan Constructing dalam pemodelan sistem dinamis 17
2. Tahapan Communicating dalam pemodelan sistem dinamis 17
3. Tahapan Learning dalam Pemodelan Sistem Dinamis 18
4. Struktur ANP, Benefit Cost Opportunity Risk 22
5. Struktur umum jejaring keyakinan Bayesian 25
6. Tahapan penelitian rancang bangun model dinamis 29
7. Tahapan penggunaan alat bantu software 30
8. Kerangka konseptual supply-demand agroindustri gula tebu 33
9. Model supply-demand gula tebu 37
10.Interface model simulasi sistem dinamis 40
11.Kebijakan dana talangan 46
12.Mekanisme kebijakan cadangan penyangga 47
13.Importasi gula tebu 2005 – 2010 48
14.Strategi generik kebijakan impor-ekspor 49
15.Diagram model sistem dinamis agroindustri gula tebu 50
16.Tahapan pendekatan sistem 52
17.Diagram sebab akibat menggunakan software Netica 55
18.Diagram input output sistem dinamis 56
19.Model matematis sistem dinamis 57
20.Tampilan interface model sistem dinamis 59
21.Penentuan pertanyaan, konteks, dan relasi ISM 61
22.Sebelas ide utama para pemangku kepentingan 61
23.Contoh laman voting penentuan prioritas 61
26.Hasil laporan utama proses simulasi jejaring keyaninan 64
Bayesian
27.Hasil simulasi model jejaring keyakinan Bayesian 64
28.Interface model ANP penentuan kebijakan 65
29.Hasil ANP level strategis management puncak 65
30.Hasil simulasi peringkat kebijakan pada elemen Benefit 66
31.Hasil simulasi peringkat kebijakan pada elemen Cost 66
32.Hasil simulasi peringkat kebijakan pada elemen Opportunity 67
33.Hasil simulasi peringkat kebijakan pada elemen Risk 67
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Hasil pengolahan model analytical network process 79 2. Hasil pengolahan jejaring keyakinan Bayesian 94 3. Hasil pengolahan interpretive structural modeling 98
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kompleksitas dinamis merupakan salah satu ciri yang terjadi pada ranah
agroindustri saat ini. Fenomena ini merupakan akibat yang disebabkan
sekurang-kurangnya oleh tiga hal: 1) terjadi inovasi di berbagai bidang teknologi terutama
teknologi informasi dan komunikasi, 2) perubahan dinamis pada supply-demand di
tiga bidang utama yaitu makanan, energi, dan air (food, energy, and water), dan 3)
pemanfaatan produk pertanian serta produk terbarukan lainya untuk keperluan energy
(Yandra, et. al. 2007).
Pada agroindustri gula tebu, perubahan kompleksitas dinamis merupakan
permasalahan yang mencakup semakin banyaknya peubah yang saling terkait, peubah
yang mengandung probabilitas, dan peubah yang berbeda sesuai perubahan waktu.
Beberapa contoh kompleksitas agroindustri gula tebu dapat ditemukan pada
pengelolaan sinkronisasi antar elemen dan pengelolaan unsur resiko. Berkenaan
dengan resiko yang dihadapi oleh agroindustri gula, salah satu contoh adalah resiko
dinamika perubahan biaya atau harga. Bila penyerapan biaya produksi mengalami
perubahan dinamis sehingga biaya mendekati nilai tambah yang diciptakan, maka
margin atau laba yang diciptakan menjadi semakin tipis sehingga perusahaan
berpotensi rugi dan menanggung konsekuensi ikutan yang dapat lebih buruk (Boehlje,
1999).
Sejalan dengan problematika kompleksitas, pendekatan sistem dinamis diakui
oleh para peneliti dan praktisi sebagai metoda yang mampu memberikan pemahaman
dan membantu penyelesaian masalah dalam semesta sistem yang kompleks dengan
lebih baik (Richmond, 2004). Oleh karena itu penelitian ini akan menggunakan
pendekatan sistem dinamis untuk membangun model. Adapun sebagai obyek kajian
utama, penelitian ini akan membahas agroindustri gula tebu sebagai fokus kajian dan
upaya pengembanganya. Agroindustri gula tebu memiliki karakteristik unsur
dinamika perubahan dan kompleksitas permasalahan yang tinggi di banyak sisi.
Secara konseptual, pendekatan sistem dinamis mampu menggambarkan secara
lebih jelas mengenai hubungan antar elemen dan perilakunya. Dengan demikian
diharapkan bagi para pengambil keputusan akan terbantu pada saat menghadapi
evaluasi hasil proses pengambilan keputusan dan kaitanya dengan pengelolaan arus
informasi dari tiap-tiap komponen atau agent yang menjadi bagian integral dalam
rangkaian keseluruhan sistem (Bryceson, et.al. 2008).
Merujuk pada sejarah perkembangan agroindustri gula tebu dari masa ke
masa, penelitian ini diharapkan dapat menangkap kerumitan pengelolaan agroindustri
gula tebu dengan persoalan yang berciri multidimensional. Selama masa pendudukan
pihak asing pada rentang waktu tahun 1823 sampai dengan sebelum kemerdekaan,
Indonesia tercatat sebagai produsen gula terbesar kedua setelah Cuba, seperti pada
Tabel 1.
Pada kurun waktu tersebut, meskipun tingkat produktifitas gula tinggi, namun
fakta agroindustri gula tebu di Indonesia diwarnai oleh munculnya para pihak
pemangku kepentingan (petani dan pemilik lahan) yang amat dirugikan oleh
pemangku kepentingan lain yang lebih berkuasa. Sebaliknya ada sedikit pihak tertentu
yang amat diuntungkan, seperti para pihak pemilik modal.
Tabel 1 Ekspor gula Indonesia periode 1823 - 1940
Di balik kinerja yang amat mengesankan dari tabel di atas ternyata mekanisme
produksi gula dilaksanakan dengan kebijakan yang amat bertentangan dengan kaidah
kemanusiaan. Sejarah mencatat adanya distribusi pendapatan yang amat tidak adil,
seperti praktek Kebijakan Tanam Paksa yang penuh dengan pelanggaran dan Tahun Vol (Ton) Harga (Guilder/ ton) Nilai (1,000 Guilder)
1823 3,291 204 671
penyalahgunaan kekuasaan sehingga menghalangi praktek-praktek pengelolaan
industri yang baik dan adil.
Selama periode Kebijakan Tanam Paksa telah diterapkan secara sistemik pola
kebijakan integratif mikro-makro yang pada tingkat operasional diwujudkan dalam
bentuk: 1) tanam paksa di bidang budidaya, 2) monopoli di bidang industri
pengolahan, 3) monopsoni di bidang industri perdagangan, dan 4) integrasi vertikal
dalam organisasi industri secara menyeluruh (Khudori, 2005). Kebijakan Tanam
Paksa pada intinya merupakan mekanisme pengerdilan hak petani sebagai salah satu
pelaku dalam agroindustri gula tebu, yaitu berupa penghapusan paksa pendapatan
tenaga kerja dan pendapatan sewa lahan.
Pada masa setelah kemerdekaan, keprihatinan dan penderitaan petani tebu
yang merupakan salah satu mata rantai penting dalam agroindustri gula tebu, ternyata
belum sepenuhnya membaik, walaupun keprihatinan tersebut berwujud dalam bentuk
lain yaitu seperti menurunya efisiensi di berbagai lini yang berakhir pada menurunya
pendapatan.
Pada dekade 1990, ditengarai penyebab menurunya efisiensi dalam
agroindustri gula tebu disebabkan karena terjadinya penurunan produktifitas dan
rendemen (Djojosubroto, 1995). Dalam hasil penelitian yang sama, penurunan
produktifitas disebabkan karena: 1) pergeseran lahan tanam dari areal sawah ke lahan
kering, 2) pergeseran lahan tanam tidak diikuti oleh inovasi dan penerapan teknologi
budidaya tebu pada lahan kering, dan 3) meningkatnya biaya produksi khususnya di
Jawa. Sedangkan penurunan tingkat rendemen disebabkan karena: 1) semakin
panjangnya hari giling sehingga berakibat buruk terhadap kemasakan tebu yang
optimal, 2) berkurangnya pasokan tebu, dan 3) hilang bobot pada rantai proses.
Pada dekade 2000, kondisi agroindustri gula tebu masih belum membaik,
ditandai oleh perselisihan penentuan rendemen yang tak kunjung usai antara para
pihak pabrik gula, petani tebu dan pihak terkait pada level produksi. Para pemain
penting ini tak kunjung selaras dalam memecahkan masalah kesepakatan penentuan
rendemen (Lembaga Penelitian IPB, 2002).
Pada tahun 2003, ditemukan disparitas rendemen sebesar 2,45% yaitu
perbedaan antara rendemen pabrik guala swasta, PT. Gunung Madu Plantation yang
mencapai rata-rata 9,66% dan rendemen rata-rata 58 pabrik gula BUMN sebesar
dari total tebu yang digiling sebanyak 23 juta ton tebu pada tahun 2003. Dalam satuan
rupiah, potensi kerugian saat itu mencapai kurang lebih Rp 2 triliun (Ismail, 2005).
Praktek monopoli dalam produksi masih berlangsung, meskipun mengalami
perubahan bentuk namun tetap sebagai pemegang kekuatan pasar produksi. Dua
kelompok produsen besar yaitu satu kelompok di bawah naungan perusahaan negara
(kelompok PT.Perkebutan Negara, PTPN) dan satu kelompok di bawah kelompok
perusahaan swasta masih memegang kendali terbesar agroindustri gula tebu saat ini.
Monopsoni dalam perdagangan masih amat kuat pengaruhnya, meski warna
dan ciri mereka sedikit berubah namun ciri khas monopsoni atau kartel tetap ada. Hal
ini terjadi di wilayah domestik maupun internasional. Perdagangan gula dunia
dikontrol oleh tujuh perusahaan pemain yang menguasi 83.4% pangsa pasar dunia,
secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Perusahaan multinasional produsen dan pedagang gula dunia tahun 2005
Sisi permintaan gula domestik menunjukan peningkatan searah dengan jumlah
penduduk, yaitu semakin bertambahnya kebutuhan fundamental kelompok konsumen
rumah tangga dan industri. Sekitar 95% hasil panen tebu yang dihasilkan oleh petani
tebu di Indonesia akan diproses sebagai bahan baku industri gula. Atas hasil produksi
domestik ini, sejumlah 66,8% akan dikonsumsi oleh konsumen rumah tangga.
Sisi pasokan gula domestik menunjukan penurunan tajam rata-rata sebesar
36% selama periode 1999 – 2009. Hal ini disebabkan karena beberapa hal: penurunan
areal tebu rata-rataterjadi sebesar 22% selama kurun tersebut, penurunan produktifitas
sebesar 10%, dan selama periode 8 tahun terakhir ada 13 pabrik gula yang terpaksa
harus ditutup (sumber: diolah dari data DGI)
Nama Perusahaan Juta Ton (Raw Value)
Total Ekspor 7 Perusahaan 29.1 83.4%
Lain-lain 5.8 16.6%
Total Ekspor Gula Dunia 34.9 100%
Ketimpangan antara supply-demand yang amat signifikan mulai terjadi pada
Keadaan timpang supply-demand agroindustri gula tebu mengakibatkan
timbulnya dorongan sementara golongan untuk melakukan tindak penyelundupan.
Sebagai gambaran disparitas harga gula, pada tahun 2009 harga gula impor termasuk
di dalamnya komponen biaya lain mencapai Rp 4.150 per kilo, jauh lebih rendah dari
pada harga gula pasar domestik yang mencapai Rp 9.500 per kilo. Kondisi ini
berlangsung terus hingga tahun 2010.
Tabel 3 Permintaan, produksi, dan impor gula nasional
Perbedaan harga dan selisih difisit pasokan gula domestik inilah yang
mendorong penyelundupan gula. Kondisi ini diperburuk oleh munculnya implikasi
negatif dari ketidak tepatan pelaksanaan kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah
(mis-match policy), lemahnya aparat pengendali perdagangan dan lemahnya prosedur
administrasi pengelolaan impor gula. Implikasi pelaksanaan kebijakan bea masuk
sebesar 25% bagi gula impor perlu dikaji ulang. Hal ini mengingat bahwa menurut
data dari Dewan Gula Indonesia, posisi Indonesia sejak tahun 2004 tercatat sebagai
importir besar dengan bea masuk rendah secara berurutan setelah negara Mesir 30%,
Sri Langka 66%, Philippines 133%, USA 155%, dan Bangladesh 200% (DGI, 2004).
Semua fenomena yang terjadi pada agroindustri gula tebu pada dekade 2000 di atas
mencerminkan sedang berlangsungnya dinamika proses menuju kondisi
keseimbangan nasional, regional, dan internasional (Abidin, 2000).
Bila dilihat dari sisi dinamika supply-demand dan rangkaian proses
transformasi produksi tebu sejak ditanam, diproses di pabrik, diperdagangkan dan Uraian 2007 2008 2009 2010
1. Permintaan 2,729,295 3,000,000 3,100,000 3,200,000 2. Produksi 1,496,027 1,750,000 1,498,000 1,880,000 3. Difisit (1,233,268) (1,250,000) (1,602,000) (1,320,000) 4. Impor 972,985 2,187,133 1,556,688 1,284,791
Surplus/ (defisit) (260,283) 937,133 (45,312) (35,209)
dikonsumsi oleh pengguna produk, maka agroindustri gula tebu memiliki ciri
kompleksitas dalam pengelolaan dan pengembangan. Telaah historis agroindustri
gula tebu menunjukan persoalan yang relatif sama dan terjadi pada periode waktu
yang relatif amat panjang, namun demikian pemecahan persoalan tidak kunjung
memberikan hasil yang diharapkan.
Penelitan ini memandang perlu berfikir sistem dinamis (system dynamic
thinking) untuk digunakan sebagai pendekatan yang diharapkan akan membantu
menguraikan permasalahan secara lebih integratif dari elemen-elemen yang saling
terpisah dan mandiri. Bila dalam penelitian sebelumnya ada yang belum memasukan
mekanisme pembelajaran ke dalam sistem, maka penerapan sistem dinamis dalam
penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan pentingnya kaidah mekanisme
feedback dalam rangka pengambilan keputusan kompleks. Dengan demikian
penelitian ini diharapkan dapat mencapai solusi yang optimal dan dapat diterima
secara baik oleh para pemangku kepentingan.
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk merancangbangun sebuah model yang
berbasis sistem dinamis untuk membantu pengambilan keputusan kompleks dalam
rangka pengembangan agroindustri gula tebu.
1.3 Ruang lingkup
1.3.1 Ruang lingkup rancang bangun model
Ruang lingkup penelitian meliputi identifikasi elemen-elemen yang
berpengaruh dalam pelaksanaan dan tata kelola agroindustri gula tebu. Secara lebih
rinci lingkup penelitian meliputi elemen yang dapat digunakan untuk optimalisasi
pengambilan keputusan serta simulasi model secara menyeluruh yang terdiri dari
beberapa model sub-sistem, sebagai berikut:
1. Pemodelan sub-sistem dinamis produksi tebu, meliputi pengelolaan
perkebunan dan pola perilaku kegiatan petani sebagai pihak/ agent produsen
bahan baku tebu.
2. Pemodelan sub-sistem dinamis produksi gula, meliputi fungsi produksi yang
terkait dengan produksi gula oleh pabrik gula.
3. Pemodelan sub-sistem konsumsi gula tebu, meliputi fungsi saluran distribusi
4. Pemodelan sub-sistem kebijakan pemerintah, meliputi kebijakan fiskal dan
kebijakan moneter yang terkait dengan agroindustri gula tebu.
1.3.2 Ruang lingkup management
Penelitian ini membatasi diri pada lingkup managemen tingkatan strategis.
Bila penelitian ini melakukan analisis pada tingkat praktis, hal ini ditujukan untuk
mendukung keputusan-keputusan strategis secara makro. Dengan demikian
diharapkan hasil penelitian ini berada pada ranah managemen strategis.
1.3.3 Lokasi penelitiandan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengundang para pemangku kepentingan
dalam pertemuan Focused Group Discussion yang dilakukan di Jakarta dan Surabaya.
Peserta FGD terdiri dari para wakil petani tebu, pabrik gula kristal putih, pabrik gula
kristal rafinasi, kementerian terkait (Pertanian, Perindustrian, Perdagangan, BUMN,
Keungan), para Asosiasi, dan pusat-pusat pengembangan dan penelitian, serta pemuka
masyarakat. Penelitian lapangan khusus pabrik gula dilakukan di Pabrik Gula dan
Spritus Madu Kismo, Yogyakarta, Pabrik Gula Gondang Madu, Pabrik Gula Mojo
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agroindustri gula tebu
Pelaku utama agroindustri gula tebu Indonesia adalah pabrik gula kristal putih
yang terdiri dari 51 pabrik di bawah kepemilikan BUMN dan 9 pabrik gula swasta
negeri. Oleh karena itu pabrik gula kristal rafinasi dalam penelitian ini tidak dilibatkan
dalam kajian secara rinci, mengingat ada terputusnya satu rantai sub-sistem
perkebunan tebu.
Menurut data tahun 2010 luas lahan tanam tebu nasional mencapai total
436,504 Ha. Produksi gula tebu nasional mencapai 2,56 juta ton pada tahun yang
sama, dan dari total produksi ini kontribusi pabrik gula BUMN mencapai 1,38 juta ton
atau sekitar 54% dari total produksi. Produksi ini dihasilkan dari luas lahan pabrik
gula BUMN sekitar 286,579 Ha atau sekitar 66% dari luas lahan total (Revitalisasi
Industri Gula BUMN 2010-2014).
Angka ini menunjukan bahwa ada berbedaan produktifitas yang signifikan
antara pabrik gula BUMN (51 pabrik) dan pabrik gula swasta (9 pabrik). Penggunaan
luas lahan 66% oleh pabrik gula BUMN dari total lahan menghasilkan 54% produk
dari total produksi gula nasional. Sebaliknya penggunaan luas lahan pabrik gula
swasta sebesar 34% dapat menghasilkan 46% dari total produksi gula nasional.
Permasalahan kesenjangan produktifitas yang dialami oleh pabrik gula BUMN
secara umum disebabkan karena: 1) kesulitan pengembangan lahan tanam, karena
persaingan penggunaan lahan oleh komoditas lain dan alih fungsi lahan. Hal ini di
alami oleh mayoritas pabrik gula BUMN yang terletak di pulau Jawa, 2) faktor usia
pabrik gula yang menua dan belum disertai dengan revitalisasi investasi mesin dan
pembaruan teknologi.
Gambaran keadaan di atas merupakan fenomena lapangan yang ada pada saat
ini, dan penelitian ini berupaya untuk mencapai produktifitas yang distandarkan
sebagai sasaran tolok ukur seperti kinerja pada dekade 1980, yaitu pencapaian
2.2 Sistem dinamis: kompleksitas detail (Detail Complexity System)
Bila membahas sistem kompleks dalam kaitan dengan pengambilan keputusan,
maka pada umumnya yang muncul pertama adalah mengaitkan kompleksitas dengan
unsur banyaknya komponen peubah dalam sistem, atau banyaknya kombinasi bagi
pengambil keputusan yang harus diperhitungkan. Kompleksitas sistem semacam ini
termasuk kategori detail complexity system yaitu sistem kompleks yang ditandai
banyaknya hal-hal rinci dan atau banyaknya probabilitas kombinasi solusi. Teladan
sederhana yang dapat ditemui sehari-hari adalah sistem penentuan jadwal
penerbangan di suatu bandar udara yang sangat sibuk (Sterman, 1989).
2.3 Sistem dinamis: kompleksitas dinamis (Dinamic Complexity System)
Demikian sebaliknya suatu sistem kompleks dapat terjadi pada kondisi yang
kurang detail, tidak terlalu rinci, dan berpeluang kombinasi solusi yang tidak terlalu
tinggi. Dalam sistem seperti ini ciri kompleksitas terletak pada eksistensi interaksi
yang terus menerus antara para agen/ pihak yang terkait. Sitem kompleks ini disebut
dynamic complexity sistem. Teladan standar dapat dilihat pada kasus perusahaan
minuman The Beer Distribution Game (Sterman, 1989) yang menggambarkan proses
produksi dan distribusi produk barang konsumsi, dengan kompleksitas tiap-tiap lini
sejak proses pengadaan bahan baku, proses produksi di pabrik hingga distribusi ke
konsumen. Teladan ini menggambarkan sebuah sistem yang tidak kompleks bila
dilihat pada sisi banyaknya komponen, namun sangat kompleks bila ditelaah sisi
interaksi yang tanpa henti dari para pihak terkait.
Penelitian ini akan menggunakan kedua buah pendekatan di atas, dengan
penekanan lebih terfokus pada pendekatan dynamic complexity system untuk
menjawab persoalan penyelarasan, sinkronisasi, dan interaksi antar pelaku pada
agroindustri gula tebu. Teladan dapat dilihat pada sensitifitas akibat dan pengaruh
keterlambatan kebijakan (time delay) terhadap produktifitas tebu, perubahan harga,
dan perubahan supply-demand secara keseluruhan.
2.4 Resistensi perubahan
Ketidaktepatan waktu (time delay) pengambilan keputusan suatu kebijakan yang
terkait dengan persaratan berjalanya sebuah sistem merupakan kejadian yang sering
yang diharapkan menghadapi tingkat resistensi tinggi, sehingga akan menyulitkan
suksesnya suatu kebijakan (Richmond, 2005).
Dalam dynamic complexity system, bila terjadi time delay maka akan
menyebabkan gejala disequilibrium, berupa kondisi ketidakseimbangan yang terus
menerus melingkar-lingkar. Sementara di sisi lain ada aktivitas dalam rangkaian
sistem yang tidak bisa diputar ulang (irreversible consequences), seperti contoh
kejadian bila petani tebu sudah memutuskan untuk menanam tebu dan terjadi
kebijakan yang kontra produktif yang tidak tepat waktu (misal: penurunan mendadak
tarif impor gula) maka petani tebu akan berada pada posisi lemah. Mereka tidak dapat
segera memutuskan mengganti tanaman tebu, sehingga mereka hanya menunggu
realisasi akibat negatif di kemudian hari berupa kerugian usaha.
Persoalan seperti di atas yang mengakibatkan resistensi perubahan bagi
tiap-tiap agen dalam rangkaian sistem. Masalah irreversible consequences merupakan
tantangan besar yang harus dipecahkan dalam pengambilan keputusan kompleks.
Oleh karena itu penelitian ini akan menggunakan pendekatan sistem dinamis sebagai
upaya mengatasi persoalan tersebut.
Resistensi perubahan dapat terjadi pada level pabrik gula khususnya yang
dibawah naungan BUMN. Meskipun hal ini bukan merupakan fokus penelitian,
namun dalam telaah lapangan ditemukan salah satu penyebab resistensi perubahan
yaitu berupa kondisi lingkungan kerja nyaman (comfort zone) yang tidak memberikan
insentif bagi adanya perubahan yang baik.
2.5 Model sistem dinamis virtual
Suatu model virtual merupakan representasi dunia nyata yang dituangkan ke
dalam model sedemikian rupa sehingga dapat memberikan peluang bagi pengambil
keputusan untuk mempelajari perilaku realitas, umpan balik dan pengaruhnya, serta
menyegarkan kembali keputusan yang pernah diambil melalui proses simulasi.
Kelebihan model virtual antara lain adalah biaya yang rendah. Konsekuensi
hubungan antar keputusan yang diambil dan hasil yang beresiko tinggi dapat ditekan
melalui penggunaan model virtual. Pengaruh irreversible consequence dapat segera
diketahui dan bila berdampak negatif dapat segera dihentikan sehingga ada peluang
untuk merubah keputusan alternatif lain yang lebih baik.
Model virtual dapat menghasilkan umpan balik yang berkualitas. Hal ini dapat
baik. Di samping itu dengan model virtual dapat sedikit demi sedikit membuka ”black
box phenomena” yang selalu tertutup di dalam dunia nyata. Manfaat lain adalah
berupa proses waktu simulasi yang singkat dapat menggambarkan perjalanan kegiatan
dunia nyata yang amat panjang dimensi waktunya.
Model virtual di atas akan semakin memberikan manfaat yang tinggi ketika
model ini bersifat reflektif sehingga mampu mengulang proses pemikiran, reflective
thought (Schon, 1992). Model virtual tidak terlepas dari keterbatasan, yaitu dapat
terabaikanya prinsip-prinsip metodologi ilmiah. Namun demikian dengan
diterapkanya sistem dinamis kompleks yang fokus pada dynamic complexity sistem,
maka peneliti berpeluang lebar untuk melakukan komunikasi dua arah dan langsung
dengan dunia nyata yang sedang ditelitinya. Kondisi inilah yang dimaksudkan
sebagai model virtual reflektif.
Kegiatan pemodelan sistem dinamis virtual belumlah mencukupi kesempurnaan
pengambilan keputusan kompleks. Hal ini kemungkinan besar disebabkan karena
pembuat model menentukan batas-batas yang terlalu sempit pada elemen temporal
dan spatial bila dibandingkan dengan realitas yang ada. Lain dari pada itu ada 4
penyebab yang mengurangi kualitas pemodelan sistem dinamis, seperti: 1)
kecenderungan negatif pemodel yang kurang memperhatikan kelengkapan feedback
yang terlalu lambat jalanya karena time delay, 2) pemahaman yang kurang
komprehensif tentang seluk beluk industri itu sendiri, 3) reaksi pemodel yang
cenderung defensif, dan 4) dampak negatif akibat biaya penelitian yang tinggi.
Sistem dinamis didesain untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan sehingga
menghasilkan gambaran yang lebih riel dari dunia nyata. Forester (1987) mengatakan
bahwa simulasi akan berhasil dengan baik bila pengembangan model dilakukan
dengan asumsi realistis mengenai perilaku para pelakunya (human behaviour), diramu
dengan studi lapangan yang lengkap, dan pemanfaatan data-data primer yang optimal
untuk melengkapi dan menyempurnakan data-data sekunder.
Simulasi merupakan cara yang praktis untuk menguji kehandalan model atau
hasil rancang bangun ini. Tanpa simulasi pengujian terhadap suatu model tidak dapat
dilakukan. Peningkatan kinerja model hanya dapat dilakukan dengan baik bila ada
pembelajaran feedback dari representasi dunia nyata. Penelitian ini akan
mensimulasikan faktor-faktor utama yang berpengaruh dalam sistem secara
Hasil kajian tentang sistem yang sudah diverifikasi dan divalidasi ditambah
dengan hipotesa dinamis akan menghasilkan model simulasi. Berdasarkan model
simulasi ini akan dilakukan simulasi “what-if” dari unsur pembentuk sistem utama
seperti unsur dari input, output, dan proses. Atas hasil simulasi diharapkan rekayasa
model lebih lanjut dapat dihasilkan berupa rancang bangun model dinamis yang
sejalan dengan model yang diharapkan.
Dalam penelitian ini simulasi akan dilakukan sesuai dengan kondisi riel
sehingga diperlukan perumusan yang utuh mengenai persamaan-persamaan,
parameter, dan kondisi tertentu dari variabel yang diperlukan. Formalisasi model
simulasi akan dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Stella. Dalam program
simulasi diharapkan dapat memunculkan berbagai alternative strategi dan kebijakan.
2.6 Rantai kegiatan agroindustri gula tebu
Tahapan kegiatan agroindustri gula tebu dimulai dari kegiatan perkebunan
tebu yang menghasilkan produk tebu sebagai bahan baku, dilanjutkan dengan
pengolahan hasil tebu oleh pabrik gula, selanjutnya produk gula dilelang, dijual dan
didistribusikan ke pasar untuk memenuhi permintaan konsumen langsung segmen
rumah tangga dan konsumen tidak langsung segmen industri besar dan industri
menengah/ kecil. Di luar tahapan tersebut ada satu kegiatan lain berupa tata niaga
impor sebagai kegiatan pemenuhan defisit supply produksi dalam negeri.
Menurut Keat dan Young (2002), tiap-tiap tahapan produksi di atas
menciptakan pasar input dan output masing-masing, dengan kata lain setiap tahap
kegiatan mengakibatkan fungsi permintaan input yang dapat diturunkan (derived
demand) dari fungsi permintaan outputnya. Berdasarkan hubungan inilah model
sistem dinamis akan dibangun.
2.7 Rangkaian permintaan dan penawaran
Dalam rangkaian permintaan dan penawaran ini dapat terlihat proses
permintaan input dan penawaran output yang membentuk beberapa sub-sistem, seperti
yang terjadi pada tingkatan perkebunan tebu dan pabrik gula. Perilaku pada tingkatan
ini adalah bahwa produsen yang rasional akan melakukan optimasi keuntungan
melalui minimalisasi biaya (input) dengan kendala teknologi dan pasar yang akan
Konsekuensi pemahaman perilaku produsen tebu di atas akan menajamkan
pemahaman perilaku lanjutan bahwa produsen dalam rantai agroindustri gula tebu
yang rasional hanya akan melakukan kegiatan pembiayaan input bila produsen
mengetahui prediksi jumlah output besaran manfaat yang akan diterima di masa
depan. Pada saat terjadi hubungan antara pasar output dan pasar input inilah dapat
diturunkan fungsi permintaan yang disebut derived demand sehingga pada tahapan
lanjutan permintaan gula secara agregat dapat diprediksi jumlahnya.
Berdasarkan rasionalitas di atas, analisis strategi dan kebijakan dapat
dilakukan melalui telaah biaya input, modal kerja, tenaga kerja dan input lain yang
digunakan dalam proses produksi sejak dari produksi tebu sampai dengan hasil
agroindustri gula tebu.
Bila timbul kesenjangan informasi (asymetric information) antar pelaku pasar,
maka dapat mengakibatkan perbedaan negatif atas harapan bagi pengambil keputusan
pada tingkat petani atau produsen gula, hal mana dapat mengakibatkan penurunan
motifasi untuk melakukan tanam tebu atau produksi gula. Kondisi informasi yang
melingkar ini selayaknya dijadikan pertimbangan utama dalam penentuan kebijakan
yang integratif, sehingga dapat menjamin berjalanya sistem secara saling mendukung
ke arah tujuan (re-inforcing) dan bukan sebaliknya.
2.8 Desain kebijakan
Bila struktur dan perilaku model sudah stabil dan meyakinkan, maka model
dapat digunakan sebagai alat untuk membuat dan melakukan evaluasi atas kebijakan
yang telah berjalan maupun untuk mendesain kebijakan pada masa depan.Keragaan
kebijakan dan sensitivitas terhadap ketidakpastian dalam parameter model harus
dinilai, termasuk pengetesan atas model yang mengakomodir pilihan skenario
kebijakan.
2.9 Tinjauan studi sebelumnya
Studi yang pernah dilakukan sebelumnya tentang pemodelan integratif merupakan
sumber referensi yang digunakan pada penelitian ini, seperti seperti yang dilakukan
oleh: (1) Sterman, Modeling the Formation of Expectations. (2) Senge, P. and J.
Sterman, Systems thinking and organizational learning (3) Coyle, R., The practice of
Sistem Dinamiss: Milestones, lessons and ideas from 30 years experiences. (4)
Khudori, Gula Rasa Neoliberalisme. (6) Nur Mahmudi Ismail, Restrukturisasi Industri
Gula Nasional. (7) Zainal Abidin, Dampak Lineralisasi Perdagangan (8) Victor
Siagian, Analisis Efisiensi Biaya Produksi Gula (9) Wayan R. Susila dan Bonar M.
Sinaga, 2005 berjudul Pengembangan Industri Gula Indonesia yang Kompetitif pada
Situasi Persaingan yang Adil, dikeluarkan oleh Lembaga Riset Perkebunan Indonesia,
Bogor. Referensi di atas dirinci lebih lanjut mengenai metodologi yang digunakan,
Tabel 4 Ringkasan referensi studi terkait
No Nama Judul Metodologi Isi Utama Relevansi dg Disertasi
1 Sterman, John D.
3 LANDASAN TEORI
3.1 Sistem dinamis
Pada dasarnya sistem dinamis menggunakan landasan teori dinamika non-linier
dan pengendalian umpan balik (feedback control) seperti yang diterapkan dalam ilmu
matematika dan fisika. Selanjutnya sistem dinamis menerapkan konsep dasar di atas
ke dalam ranah perilaku manusia sama seperti yang terjadi pada ranah sistem fisika
dan sistem teknik lainya. Dengan demikian sistem dinamis dapat diterapkan secara
baik di ranah lain seperti management, kehidupan sosial, kegiatan ekonomi, dan
ilmu-ilmu sosial lainya.
Sehubungan dengan pengembangan agroindustri gula tebu, berbagai alternatif
strategi pengembangan adalah merupakan hasil keputusan managemen puncak, yaitu
barupa arahan-arahan strategis yang bersifat direktif. Lingkup strategi pengembangan
meliputi rentang waktu yang berjangka panjang, masuk pada level lingkungan
dinamis dengan berbagai faktor yang saling mempengaruhi dan memiliki cirri khas
ketidakpastian yang tinggi, seperti diuraikan pada Tabel 5.
Bila dilihat dari sisi karakteristik komponen sistem agroindustri gula tebu di
Indonesia, pemberlakuan suatu strategi pengembangan & kebijakan dapat
mempengaruhi dan dapat diterapkan pada komponen input, proses, maupun output.
Tabel 5 Karakteristik dan linkgup permasalah manajemen
Sumber: Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk (Marimin, 2004)
Ditinjau dari karakteristik atau jenis sistem berdasarkan sifat komponen, maka
kajian strategi pengembangan dan kebijakan dapat berubah-ubah secara fleksibel dari
satu jenis sistem ke jenis sistem lainya. Kajian kebijakan dapat berada pada sistem
analis, sistem desain, maupun sistem kontrol seperti pada Tabel 6.
Jangka Lingkungan Sifat
Direktif Panjang Dinamis & probabilistic
Arahan-arahan Strategis,
Operasional Pendek Dianggap static & tidak mempengaruhi faktor-2
Tabel 6 Jenis-jenis sistem
Sistem Dinamis merupakan suatu metoda untuk meningkatkan kemampuan
pembelajaran dalam suatu sistem yang amat kompleks (Sterman, 2004). Sistem
dinamis mengembangkan mekanisme feedback melalui metoda simulasi sehingga
dapat membantu mengatasi kompleksitas suatu permasalahan, memahami
sumber-sumber resistensi suatu penerepan kebijakan, dan membantu desain kebijakan yang
lebih efektif.
3.2 Struktur dan aspek operasional dalam pemodelan sistem dinamis
Perilaku suatu sistem muncul dari struktur sistemnya. Struktur sistem terdiri
dari feedback loops, stocks, danflows, serta kondisi hubungan non-linearitas akibat
interaksi yang terjadi antara struktur fisik sistem dan proses pengambilan keputusan
para pelakunya (Richmond, 2002).
Salah satu aspek perilaku penting dalam sistem dinamis adalah struktur feed
back yang dihasilkan oleh sistem tersebut. Bila feedback berakibat positif, maka jenis
perilakunya disebut jenis growth atau tumbuh. Bila feedback berakibat negatif, maka
sistem dikatakan teridentifikasi sebagai goal seeking. Bila ada pengaruh time lag/
time delay dari feedback yang ditimbulkan, maka sistem dapat diidentifikasi sebagi
oscillations, limit cycles, atau chaos. Aspek operasional dalam sistem dinamis terdiri
dari thinking, communicating, dan learning.
3.2.1 Thinking
Dalam langkah pertama berupa eksplorasi pemikiran atau Thinking, terdiri dari
dua kegiatan utama yaitu: membuat konstruksi model dan melakukan simulasi untuk
mengambil kesimpulan. Model adalah penyederhanaan kondisi nyata berupa
representasi yang dapat menangkap karakteristik keadaan realitas keadaan nyata, yang
secara simbol sistem dinamis diuraikan pada Gambar 1.
Sistem Input Proses Output
Analis Diketahui Diketahui Direkayasa/diatur
Desain Diketahui Direkayasa/diatur Diketahui
Kontrol Direkayasa/diatur Diketahui Diketahui
Gambar 1 Tahapan constructing dalam pemodelan sistem dinamis
3.2.2 Communicating
Output dari kegiatan eksplorasi pemikiran atau Thinking merupakan bahan
pokok bagi kegiatan selanjutnya, yaitu communicating. Ada tiga bahan pokok dalam
kegiatan communicating yaitu berupa: mental model, hasil simulasi, dan kesimpulan.
Secara garis besar kegiatan communicating dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Tahapan communicating dalam pemodelan sistem dinamis
3.2.3 Learning
Kegiatan selanjutnya adalah merupakan kegiatan pembelajaran atau Learning.
Ada dua macam learning, yaitu:Self Relfective LearningdanOther Inspired Learning
Self-reflective learning merupakan hasil simulasi yang dihasilkan dari mental model
Other Inspired learning merupakan gabungan hasil dari self reflective learning dan
Gambar 3 Tahapan Learning dalam pemodelansistem dinamis
3.3 Elemen kebijakan agroindustri
3.3.1 Kebijakan fiskal dan moneter
Kebijakan fiskal meliputi kebijakan yang langsung terkait dengan pendapatan
dan biaya suatu produk atau jasa, seperti pajak dan berbagai kebijakan sektor riel
lainya. Kebijakan fiskal berkaitan dengan kegitan operasional sektor riel, oleh karena
itu kebijakan ini mencakup rentang wilayah seluas keterkaitan dengan kegiatan
operasional sektor riel itu sendiri. Subyek penentu kebijakan fiskal dapat dilakukan
oleh berbagai pihak otoritas yang relefan dengan obyek yang diatur.
Kebijakan Moneter secara garis besar terkait dengan pengendalian suku bunga
pinjaman, tingkat inflasi dan nilai tukar mata uang asing (Houck, 1986). Kebijakan
moneter dilakukan oleh otoritas utama yaitu Bank Indonesia sebagai bank sentral.
Kedua instrumen kebijakan tersebut dapat bersifat protektif maupun terbuka.
Negara Indonesia yang mengimpor gula, dapat melakukan proteksi diri dari ekspansi
pasokan gula internasional melalui mekanisme kebijakan tarif dan atau kuota.
Disamping itu, negara importir dapat melindungi dan menjaga kesejahteraan produsen
dengan menerapkan instrumen kebijakan fiskal. Dalam pelaksanaanya dapat pula
secara langsung bagi produsen dalam negeri. Kebijakan lain yang dapat dilakukan
oleh negara importir adalah berupa subsidi konsumsi dan atau subsidi impor.
Bila penelitian ini dikaitkan dengan praktek perdagangan internasional, maka
terlepas dari argumentasi teoritis tentang bermanfaatnya perdagangan bebas, namun
kebijakan perdagangan bebas akan menghadapi resistensi kuat dari para pihak tertentu
(Houck, 1986). Beberapa alasan utama yang mendukung penolakan perdagangan
bebas atau berpihak pada kebijakan proteksi adalah:
• Melindungi agroindustri yang lemah
• Melindungi keamanan dan ketahanan nasional
• Melindungi kesejahteraan nasional
• Melindungi praktek perdagangan yang tidak adil
• Melindungi program nasional yang sedang digalakan
• Melindungi posisi neraca pembayaran
3.3.2 Kebijakan pengembangan produk alternatif
Kebijakan ini sesungguhnya merupakan kategori kebijakan fiskal, namun
demikian mengingat pentingnya penekanan pada aspek pengembangan produk
alternatif berbasis bahan baku tebu, maka secara khusus disebutkan kebijakan
pengembangan produk alternatif berbasis tebu selain untuk diproses menjadi gula
tebu.
Adapun contoh produk alternatif dalam penelitian ini adalah ethanol, gula cair,
dan produk alternatif lainya. Penelitian ini mengakomodir keingingan para peserta
Focused Group Discussion yang mengharapkan dibentuknya kelompok kerja untuk
memikirkan secara khusus tentang peluang alternatif produk berbasis tebu.
3.4 Interpretive Structural Modelling
Dalam kaitan dengan pengumpulan pendapat berupa identifikasi aktivitas
setiap bidang dan hubungan kepentingan antar pelaku, penelitian ini menggunakan
hasil diskusi kelompok (Focused Group Discussion) yang pesertanya antara lain
adalah semua para pemangku kepentingan dalam rangkaian kegiatan agroindustri
gula tebu.
Berkaitan dengan elemen aktivitas sub-sistem agroindustri gula tebu,
penelitian ini merencanakan akan membahas elemen aktivitas:
b. Bidang produksi pabrik gula pengolah tebu
c. Bidang distribusi ke konsumen dan trend permintaan
d. Bidang penentuan kebijakan
Hasil akhir dari teknik ISM adalah elemen kunci dan diagram struktur.
Meskipun demikian dalam penelitan ini tidak akan membahas secara khusus matrix
Driver Power Dependence (DPD) bagi elemen-elemen aktivitas di atas, dengan
demikian peneliatian ini tidak sampai pada analisis klasifikasi sub-elemen berikut:
a. weak driver - weak dependent variable (autonomous)
b. weak driver – strongly dependent variable (dependent)
c. strong driver – strongly dependent variable (linkage)
d. strong driver – weak dependent variables (independent)
3.5 Analytical Hierarchy Process dan Analytical Network Process
Analytical Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty
(Saaty,1982) menjadi salah satu alat bantu pengambilan keputusan yang melibatkan
elemen-elemen keputusan yang sulit dikuantifikasikan dan belum jelas strukturnya.
AHP menggunakan asumsi bahwa reaksi logis manusia ketika menghadapi
pengambilan keputusan yang kompleks cenderung mengelompokan elemen penentu
keputusan sesuai dengan karakteristik umum yang berlaku.
Proses sistemik AHP meliputi penyusunan secara hirarkhis guna memilahkan
elemen dalam suatu sistem dalam berbagai tingkat yang berbeda dan mengelompokan
elemen serupa dalam tiap tingkat. Tingkat puncak yang disebut fokus atau goal
adalah sasaran keseluruhan yang liputannya luas. Di bawahnya ditempatkan level
kriteria sebagai tolok ukur dalam melakukan pemeringkatan. Selebihnya adalah level
alternatif dari berbagai pilihan yang dihadapi yang berdasarkan kriteria harus dipilih
dan ditentukan prioritasnya.
Analytical Network Process (ANP) merupakan bentuk yang lebih umum dari
AHP dan dapat digunakan untuk menampilkan kerangka umum bagi pengambilan
keputusan tanpa harus membuat asumsi elemen-elemen yang terikat oleh aturan
hirarkhis. Elemen-elemen ANP dapat saling berdiri sendiri tanpa mengikuti aturan
peringkat seperti pada AHP. Keunggulan ANP yang paling menonjol terletak pada
kemudahan menggabungkan elemen yang saling terkait dan kemampuan
mengakomodasikan mekanisme feedback ke dalam jejaring pengambilan keputusan
Dalam penelitian ini akan menggunakan ANP berbasis kriteria Benefit Cost
Opportunity Risk (BCOR). Kaidah BCOR memiliki kesamaan makna dengan urutan
pada analisis Strenght Weakness Opportunity Threat (SWOT), sehingga BCOR dapat
memetakan kondisi lapangan dan dapat membantu secara mudah untuk mengarahkan
strategi ke depan sesuai dengan yang diinginkan.
Adapun alternatif pilihan kebijakan yang akan diuji dan diurutkan prioritasnya
dengan menggunakan model BCOR adalah Kebijakan Moneter, Kebijakan Fiskal, dan
Gambar 4 Struktur ANP berbasis benefit cost opportunity risk
Secara narasi yang lebih rinci, model BCOR akan menggunakan kriteria
kontrol yang terdiri dari tiga faktor, yaitu ekonomi, politik dan sosia. Kemudian
diikuti oleh Klaster pada masing-masing faktor kriteria kontrol dan pada
penghujungnya diikuti elemen masing-masing, seperti terlihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Rincian elemen benefit cost opportunity risk
Co
3.6 Jejaring keyakinan Bayesian (Bayesian Belief Network)
3.6.1 Model umum jejaring keyakinan Bayesian
Model Jejaring Keyakinan Bayesian (JKB) merupakan cabang dari teori
probabilitas matematika yang dapat memodelkan ketidakpastian fenomena atau
realitas kehidupan keseharian. Pemodelan ketidakpastian ini dilakukan dengan cara
menggabungkan penalaran yang logis dan bukti-bukti kenyataan yang diperoleh
melalui observasi, dengan cara memasukan unsur peluang atau probabilitas atas suatu
Jejaring Keyakinan Bayesian akan digunakan untuk mendukung analisis
fenomena agroindustri yang mengandung unsur probalilitas pada peubahnya.
Tiap-tiap agen/ sub-sistem yang digambarkan oleh pemodelan sistem dinamis memiliki
probabilitas masing-masing. Persepsi atas arus informasi dari satu sub-sistem akan
mengalir ke sub-sistem yang lain sehingga akan mempengaruhi tingkat keyakinan,
persepsi, belief sub-sistem lain dalam merespon informasi tersebut. Sebagai contoh
peubah harga produk, kondisi cuaca, persepsi pemasaran produk dan peubah lainya,
dapat mempengaruhi keputusan para pelaku sub-sistem. Dengan pendekatan model
Jejaring Keyakinan Bayesian diharapkan dapat menyempurnakan proses pengambilan
keputusan.
Jejaring Keyakinan Bayesian merupakan alat yang tangguh untuk membuat
model yang melibatkan keyakinan/ probabilitas hubungan sebab-akibat antar variabel.
Jejaring ini berisikan berbagai tingkat probabilitas variable yang disertai dengan
hubungan historis antar variable tersebut. Jejaring Keyakinan Bayesian merupakan
alat yang efektif untuk membuat model dengan kekhasan adanya informasi yang
sudah diketahui, bersamaan dengan hadirnya data yang berkarakter tidak menentu
serta data yang secara parsial tidak lengkap. Hal inilah yang membedakan antara
Jejaring Keyakinan Bayesian dan Sistem Pakar (expert sistem, ruled-based sistem).
Pada Sistem Pakar, ketidak-tentuan atau ketidak-tersediaan data akan mengakibatkan
ketidak-efektifan atau ketidak-akuratan penjelasan yang logis (reasonings) atas suatu
fenomena. Sebaliknya dengan menggunakan Jejaring Keyakinan Bayesian,
ketidak-lengkapan data dapat diatasi sehingga ketersediaan data yang tidak sempurna tetap
dapat digunakan untuk memodelkan fenomena yang menuntut penjelasan logis secara
cepat waktu.
Ketidak-tentuan dapat muncul dalam berbagai situasi. Bahkan sumber pakar
dapat menyatakan ketidak-tentuan atau ketidak-akuratan atas kondisi informasi pada
suatu model. Dalam kondisi seperti ini, Jejaring Keyajinan Bayesian bermanfaat
untuk menghadapi kondisi yang samar, tidak menentu, tidak utuh, dan saling
bertentangan (vague, uncertain, incomplete, and conflicting).
Bentuk umum JKB terdiri dari tiga elemen utama, yaitu :
1. Elemen nodes yang merupakan representasi variable dalam sistem. Tiap-tiap
node bersifat mutually exclusive dan node dapat bermakna sebagai variable.
3. Elemen probabilities, yang melekat pada node dan menunjukan tingkat
keyakinan atau probabilitas sutau node sehubungan dengan sebab-akibat
dengan node yang lainya.
3.6.2 Struktur umum jejaring keyakinan bayesian
Model Jejaring Keyakinan Bayesian dapat disusun dengan mengikuti kaedah
struktur umum dengan alur seperti pada Gambar 5 yang terdiri dari 6 (enam) kategori
variable seagai berikut:
1. Tujuan Model
2. Faktor-faktor Pengendali
3. Faktor-faktor Intermediasi
4. Intervensi Tindakan
5. Faktor-faktor Implementasi
6. Dampak-dampak ikutan
Gambar 5 Struktur umum jejaring keyakinan Bayesian
Dalam pengaplikasian pada model, faktor-faktor implementasi akan
berhubungan langsung dengan elemen-elemen pada intervensi tindakan. Pada saat
faktor-faktor antara. Contoh pengembangan struktur model jejaring keyakinan
Bayesian dapat dilihat pada Tabel 8.
Pada saat memulai membangun Jejaring Keyakinan Bayesian, pemodel perlu
mendahulukan logika dasar dari model sistem yang akan dibangun. Kemudian diikuti
oleh ide-ide penting yang paling relevan dan perlu ditampilkan dalam model sehingga
model Jejaring Keyakinan Bayesian menjadi efektif dan efisien.
Tabel 8 Rincian struktur jejaring keyakinan Bayesian
Kategori Penjelasan Contoh
Tujuan Suatu hal yang ingin dicapai dan dipengaruhi oleh tata kelola model pengembangan agroindustri gula tebu.
• Tingkat produktifitas hasil panen gula tebu
• Kontinuitas sumber daya alam • Kontinuitas agroindustri gula
tebu secara umum
Intervensi Tindakan
Hal-hal yang ingin diimplemen- tasikan guna mencapai tujuan. Hal ini dapat berupa pilihan-pilihan tindakan
• Pelatihan kemampuan SDM
Faktor-faktor
Faktor-faktor yang tidak dapat dirubah dengan Intervensi Tindakan namun faktor-faktor ini turut mengendalikan lingkungan sistem.
• Jumlah penduduk • Tingkat curah hujan • Kecocokan sifat tanah dan
tanaman tebu.
• Pengelolaan pupuk yang sesuai dengan sarat kebutuhan tanaman tebu
• Pengelolaan Hama & Penyakit Tanaman Tebu