• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Keawetan Empat Jenis Kayu Tanaman Dengan Standar SNI 01.7207-2006: Tinjauan Terhadap Lama Waktu Pengujian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengujian Keawetan Empat Jenis Kayu Tanaman Dengan Standar SNI 01.7207-2006: Tinjauan Terhadap Lama Waktu Pengujian"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

RINGKASAN

Wenny Nur Pritasari. E24060200. Pengujian Keawetan Empat Jenis Kayu Tanaman Dengan Standar SNI 01.7207-2006: Tinjauan Terhadap Lama Waktu Pengujian. Di bawah bimbingan Arinana, S.Hut, M.Si dan Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr

Penggunaan kayu semakin lama semakin meningkat seiring dengan laju pertambahan penduduk dan kemajuan teknologi. Salah satu sifat kayu adalah keawetan. Pentingnya mengetahui keawetan kayu sehingga perlu dilakukan pengujian terhadap keawetan kayu secara benar. Standar pengujian keawetan kayu yang dimiliki Indonesia adalah SNI 01.7207-2006. Pada standar SNI 01.7207-2006, lamanya waktu pengujian dirasa kurang efisien yaitu 6 minggu. Untuk itu perlu dikaji kembali agar mendapatkan lama pengujian yang akurat dan akuntabel. Selain itu, pada standar pengujian SNI 01.7207-2006 juga tidak ditentukan jenis kayu yang digunakan sebagai kontrol. Untuk itu pada penelitian ini dilakukan pengujian terhadap 4 jenis kayu yang nantinya bisa dijadikan acuan sebagai kayu kontrol, diantaranya kayu karet, kayu sengon, kayu pinus, dan kayu akasia.

Penelitian ini menggunakan kayu karet (Hevea brasiliensis), kayu pinus (Pinus merkusii), kayu sengon (Paraserianthes falcataria), kayu akasia (Acacia mangium) sebagai kayu uji, serta rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren sebagai organisme penguji. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui keawetan empat jenis kayu (karet, pinus, akasia, dan sengon) terhadap serangan rayap tanah C. curvignathus skala laboratorium dalam SNI 01.7207-2006, ditinjau dari lama waktu pengujian dan mengetahui jenis kayu terbaik yang bisa digunakan sebagai kontrol pengujian. Parameter yang dilihat adalah nilai kehilangan berat, mortalitas, dan feeeding rate.

Pada penelitian ini dilakukan pengumpanan dengan beberapa lama waktu, yaitu 3 minggu, 4 minggu, 5 minggu dan 6 minggu. Dari hasil pengujian yang sudah dilakukan diketahui bahwa kehilangan berat untuk lamanya waktu pengumpanan 3 dan 4 minggu tidak berbeda nyata, begitu pula dengan lamanya waktu pengumpanan 4 dan 5 minggu, sedangkan untuk pengumpanan selama 6 minggu berbeda nyata dengan yang lainnya. Berdasarkan pengujian diketahui bahwa kayu yang paling banyak kehilangan beratnya adalah kayu sengon dan termasuk ke dalam kelas awet V. Dilanjutkan oleh kayu karet yang masuk kelas awet IV, kayu akasia kelas awet IV, dan kayu pinus kelas awet IV. Dari hasil ini diketahui bahwa waktu pengumpanan 4 minggu merupakan waktu yang paling efektif dan kayu yang berpotensi digunakan sebagai kayu kontrol adalah kayu sengon. Nilai mortalitas pada semua jenis kayu cenderung tinggi. Hal ini diduga karena faktor lingkungan, khususnya kelembaban dan suhu. Perubahan kelembaban sangat mempengaruhi aktivitas rayap. Nilai rata-rata feeding rate tertinggi pada minggu ketiga, keempat, kelima, dan keenam terdapat pada kayu karet dan nilai feeding rate terendah pada minggu ketiga, keempat, kelima, dan keenam adalah pada kayu sengon.

(2)

ABSTRACT

Durability Testing Of Four Woods From Plantation With Standard SNI. 7207-2006:

Review Of Testing Period by

Wenny Nur Pritasari1, Arinana2, Yusuf Sudo Hadi2

INTRODUCTION : The use of wood is increasing as human population and technology advancement nowadays. Wood durability is one of wood characteristic. In term of wood durability information, proper wood durabulity testing methode is also important. So a standard of wood durability testing is needed. Wood durability standard available in Indonesia is SNI 01. 7207- 2006. On this standard, the term of testing is tend to be less efficient, which is 6 weeks. So, it is necessary to study furthermore to get more acurate and accountable on testing time. Besides, SNI 01. 7207- 2006 standard does not certainly imlpy the species of wood as a control. This research used four species of wood which are rubber wood, sengon, pine and mangium, and expected to be a species references as a wood control species later.

MATERIAL AND METHOD : This reseach used rubber wood (Hevea brasiliensis), pine wood (Pinus merkusii), sengon wood (Paraserianthes falcataria), mangium wood (Acacia mangium) and termites (Coptotermes curvignathus Holmgren). The objective is to evaluate wood durability testing methode of termite attack on SNI 01. 7207- 2006 standard, specific on testing time and the best species of wood as a control. The indicator on this research are weight loss, termites mortality and feeding rate.

RESULT AND DISCUSSION : The feeding time was executed by 3 weeks, 4 weeks, 5 weeks and 6 weeks. The result shows that weight loss for 3 and 4 weeks rather similar, and also for 4 and 5 weeks feeding time. Whereas, for 6 weeks feeding time quite different with others. Sengon is the bigest rate of weight loss based on the result, which include in level V of durability. Followed by rubber wood in level IV, mangium in level IV and so with pine wood in level IV. From the results it is known that the feeding time of 4 weeks is the most effective time and the wood that could potentially be used as a control timber is wood sengon. Mortality value for all species is high. This is estimated by environment factor, mostly humidity and temperature. The humidity changes affecting on termites activity. The highest feeding rate on third, fourth, fifth and sixth week found in rubber wood species, the lowest feeding rate found in sengon wood species.

KEYWORDS : wood durability, Coptotermes curvignathus, SNI 01. 7207-2006, rubber wood, sengon, pine, mangium

1

Student of Forest Products Department, Faculty of Forestry, IPB

2

Lecturer of Forest Products Department, Faculty of Forestry, IPB

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kayu merupakan bahan alami yang berasal dari pohon yang tumbuh di hutan, taman, ladang, atau kebun. Kayu dalam bentuk aslinya merupakan bagian penting dari alam hayati dan bagian dari lingkungan hidup. Penggunaan kayu semakin lama semakin meningkat bersama laju pertambahan penduduk dan kemajuan teknologi. Salah satu sifat kayu adalah keawetan. Keawetan kayu adalah sifat ketahanan kayu terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang sesuai bagi organisme yang bersangkutan. Keawetan kayu penting untuk diketahui karena berhubungan erat dengan pemakaiannya.

Pengetahuan keawetan kayu sangat penting sehingga perlu dilakukan pengujian secara benar terhadap keawetan kayu. Keawetan kayu merupakan indikator penting dalam penentuan penggunaan kayu nantinya. Oleh karena itu diperlukan standar pengujian untuk mengetahui sifat-sifat kayu tersebut. Ketika melakukan pengujian keawetan kayu perlu adanya kontrol sebagai indikasi apakah pengujian yang dilakukan sudah dilakukan dengan benar sehingga hasil pengujiannya pun benar. Nilai keawetan bukanlah suatu nilai yang mutlak sama untuk kayu-kayu sejenis, oleh karena itu pengujian keawetan harus dilakukan berdasarkan standar agar data yang diperoleh dapat mewakili kondisi sebenarnya.

Standar pengujian keawetan kayu yang dimiliki Indonesia adalah SNI 01.7207-2006. Pada standar SNI 01.7207-2006, lamanya waktu pengujian dirasa kurang efisien yaitu 6 minggu. Untuk itu perlu dikaji kembali agar mendapatkan lama pengujian yang akurat dan akuntabel.

Selain itu pada standar pengujian SNI 01.7207-2006 juga tidak adanya jenis kayu yang digunakan sebagai kontrol. Untuk itu pada penelitian kali ini dilakukan pengujian terhadap 4 jenis kayu yang nantinya bisa dijadikan acuan sebagai kayu kontrol, diantaranya kayu karet, kayu sengon, kayu pinus, dan kayu mangium.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui keawetan empat jenis kayu (karet, pinus, mangium, dan sengon) terhadap serangan rayap tanah Coptotermes curvignathus

(4)

3. Mengetahui jenis kayu terbaik yang bisa digunakan sebagai kontrol pengujian.

1.3 Manfaat Penelitian

1. Memberikan saran dan rekomendasi kepada pihak terkait sehubungan dengan kualitas standar pengujian keawetan kayu terhadap serangan rayap tanah C. curvignathus.

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keawetan Kayu

Keawetan alami kayu adalah suatu ketahanan kayu secara alamiah terhadap serangan organisme perusak yang datang dari luar, seperti misalnya jamur, serangga, marine borer, dan lain-lain. Karena sifat kayu yang sangat beragam, maka tingkat ketahanan kayu tersebut sangat beragam pula. Ada jenis-jenis kayu yang sangat rentan terhadap serangan organisme, ada pula yang ketahanannya sedang, dan ada beberapa jenis kayu yang sangat tahan terhadap faktor perusak tersebut, seperti misalnya kayu ulin, kayu jati, kayu hitam, dan beberapa jenis kayu lain. Keawetan kayu berhubungan erat dengan pemakaiannya. Kayu dikatakan awet bila mempunyai umur pakai yang lama. Kayu berumur pakai lama bila mampu menahan bermacam-macam faktor perusak kayu. Kayu diselidiki keawetannya pada bagian terasnya, sedangkan kayu gubalnya kurang diperhatikan. Pemakaian kayu menentukan pula umur pakainya (Rowell 1984).

Keawetan alami kayu terutama dipengaruhi oleh kadar ekstraktifnya. Meskipun tidak semua ekstraktif beracun bagi organisme perusak kayu, umumnya terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi kadar ekstraktif, keawetan alami kayu cenderung meningkat pula (Wistara 2002).

(6)

Tabel 1 Penggolongan Kelas Awet Kayu

Kelas Awet Umur Pakai (Tahun)

I > 8

II 5-8

III 3-5

IV 1-3

V <1

Sumber: Nandika et al. 1996 2.2 Kayu Karet

Kayu karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) termasuk Famili Euphorbiaceae, dikenal dengan nama perdagangan karet dan sering disebut kayu getah (Kurniawan dan Pandit 2008).

Ciri umum dari kayu karet adalah kayu terasnya berwarna putih kekuning-kuningan pucat, kadang agak merah jambu jika segar, lambat laun menjadi kuning jerami atau coklat pucat, tidak tegas batasnya dengan kayu gubal. Tekstur kayu karet agak kasar tetapi rata, arah seratnya lurus sampai agak berpadu. Berat jenis kayu ini berkisar antara 0,55-0,70 termasuk kelas awet V dan kelas kuat II-III (Mandang dan Pandit 1997). Variasi berat jenis

ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain perbedaan genetik, tempat

tumbuh, dan contoh yang dianalisis (Boerhendy 2006).

Kayu karet memiliki potensi yang sangat besar bagi perekonomian Indonesia. Kayu karet pada perkebunan besar masih banyak yang dimanfaatkan sebagai kayu bakar (energi) dalam proses pengolahan lateks. Kayu karet juga dapat dimanfaatkan untuk membuat berbagai macam produk, antara lain kayu gergajian, moulding dan panel kayu.

2.3 Kayu Mangium

Kayu mangium (Acacia mangium Willd) termasuk Famili Fabaceae. Sebaran alaminya di Irian Jaya dan Kepulauan Maluku. Tumbuh pada ketinggian 500-1400 mdpl dengan curah hujan di atas 1920 mm/th. Toleran terhadap tanah asam, miskin hara dan drainase jelek (Nurhasybi et al. 2000).

(7)

kemampuannya untuk tumbuh dengan baik pada tanah terkikis, batuan, tanah miskin mineral dan juga pada tanah alluvial (Dulsalam 1987). Sementara itu kayu mangium potensial untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan pulp dan kertas, kayu gergajian, moulding, mebel, vinir, perkakas rumah tangga, rangka pintu dan jendela (Anonim 1983).

Ciri umum dari kayu mangium adalah kayu terasnya berwarna coklat pucat sampai coklat tua, kadang coklat zaitun sampai coklat kelabu, batasnya tegas dengan gubal yang berwarna kuning pucat sampai kuning jerami. Tekstur kayu mangium halus sampai agak kasar dan merata, arah serat lurus, kadang-kadang berpadu, permukaan agak mengkilap, licin. Berat jenis kayu ini berkisar antara 0,43-0,66 dan termasuk ke dalam kelas awet III, kelas kuat II-III (Mandang dan Pandit 1997).

2.4 Kayu Pinus

Pinus mempunyai nama ilmiah Pinus merkusii Jungh. et de Vriese yang diklasifikasikan ke dalam Famili Pinaceae. Pinus memiliki nama lokal : Tusam (Indonesia.); Son song bai (Thai); Merkus pine (perdagangan); Mindoro pine (Philipina); Tenasserim pine (Inggris). Sebaran alaminya di Aceh, Sumatera Utara dan Jambi. Tumbuh pada ketinggian 800-1600 mdpl dengan curah hujan 2400-3600 mm/th. Tumbuh pada tanah berdrainase baik (Nurhasybi et al. 2000).

Ciri umum dari kayu pinus adalah kayu terasnya sukar dibedakan dengan gubalnya kecuali pada pohon berumur tua. Terasnya berwarna kuning kemerahan sedangkan gubalnya berwarna putih krem. Tekstur kayu pinus agak kasar dan serat lurus tapi tidak rata. Berat jenis kayu ini berkisar antara 0,40-0,75 dan termasuk ke dalam kelas awet IV, kelas kuat III (Mandang dan Pandit 1997). Kayu pinus banyak digunakan untuk pembuatan korek api,

(8)

2.5 Kayu Sengon

Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) termasuk Famili Fabaceae, dikenal dengan nama perdagangan sengon atau jeungjing. Tumbuh pada ketinggian 0-1200 mdpl dengan curah hujan 2400-4800 mm/th. Jenis ini tumbuh pada tanah berlapisan dalam, drainase baik. Tumbuh baik di tempat-tempat yang mempunyai iklim basah sampai agak kering. (Nurhasybi et al.

2000).

Kayu sengon termasuk ringan dan cocok untuk konstruksi ringan, mebel, bahan korek api, alat musik, alat-alat dapur, papan partikel dan untuk bahan pembuat kertas. Kayu sengon tidak tahan lama dan mudah terserang serangga dan jamur. Ciri umum kayu sengon adalah kayu terasnya berwarna hampir putih atau coklat muda pucat (seperti daging), warna kayu gubal umumnya tidak berbeda dengan kayu teras. Teksturnya agak kasar dan merata dengan arah serat lurus, bergelombang lebar atau berpadu. Permukaan kayu agak licin atau licin dan agak mengkilap. Kayu yang masih segar berbau petai, tetapi bau tersebut lambat laun hilang jika kayunya menjadi kering. Kayu sengon termasuk kelas awet IV-V dan kelas kuat IV-V dengan berat jenis 0,24-0,49. Kayunya mudah digergaji, tetapi tidak semudah kayu meranti merah dan dapat dikeringkan dengan cepat tanpa cacat yang berarti (Martawijaya dan Kartasujana 1977).

2.6 Rayap

Menurut Nandika et al. (2003), rayap adalah serangga sosial yang hidup dalam suatu komunitas yang disebut koloni. Mereka tidak memiliki kemampuan untuk hidup lebih lama bila tidak berada dalam koloninya. Komunitas tersebut bertambah efisien dengan adanya spesialisasi (kasta) dimana masing-masing kasta mempunyai bentuk dan peran yang berbeda dalam kehidupannya. Dalam setiap koloni rayap pada umumnya terdapat tiga kasta yang dinamai menurut fungsinya masing-masing yaitu kasta pekerja, kasta prajurit dan kasta reproduktif yang terdiri dari kasta primer (raja dan ratu ) serta kasta reproduktif suplementer.

(9)

kepala hipognat tanpa mata faset. Fungsi dari kasta ini adalah mencari makan, merawat telur serta membuat dan memelihara sarang. Mereka mengatur efektivitas koloni dengan jalan membunuh dan memakan individu-individu yang lemah atau mati untuk menghemat energi dalam koloninya. Sifat kanibalisme seperti ini umum pada setiap jenis rayap.

Kasta reproduktif primer terdiri dari serangga-serangga dewasa yang bersayap dan menjadi pendiri koloni (raja dan ratu). Fungsi kasta ini adalah menghasilkan telur, sedangkan makannya dilayani oleh para pekerja. Seekor ratu dapat hidup antara 6 sampai 20 tahun, bahkan sampai berpuluh-puluh tahun. Apabila reproduktif primer mati atau koloni memerlukan penambahan reproduktif bagi perluasan koloninya maka akan dibentuk reproduktif sekunder (neoten). Neoten juga akan terbentuk jika sebagian koloni terpisah dari sarang utamanya, sehingga suatu koloni baru akan terbentuk. Kasta ini dapat terbentuk beberapa kali dalam jumlah yang besar sesuai dengan perkembangan koloni.

Kasta prajurit mudah dikenal karena bentuk kepalanya besar dengan penebalan kulit yang nyata. Anggota-anggota kasta ini mempunyai rahang yang besar dan kuat. Berdasarkan bentuk dari kasta prajuritnya, rayap dibedakan atas dua kelompok yaitu tipe mandibulate dan tipe nasuti. Pada tipe-tipe mandibulate prajurit-prajurit mempunyai rahang yang kuat dan besar tanpa rostum, sedangkan tipe nasuti mempunyai rostum yang panjang tapi rahangnya kecil. Fungsi kasta prajurit adalah melindungi koloni terhadap gangguan dari luar.

Menurut Tambunan dan Nandika (1989), di dalam hidupnya rayap mempunyai 4 sifat yang khas, yaitu:

1. Trophalaksis, yaitu sifat rayap untuk saling menjilat dan melakukan pertukaran makanan melalui anus dan mulut.

2. Cryptobiotic, yaitu sifat menyembunyikan diri, menjauhkan diri dari cahaya dan gangguan. Sifat ini tidak berlaku pada rayap yang bersayap.

3. Cannibalism, yaitu sifat rayap untuk memakan sesamanya yang telah lemah atau sakit. Sifat ini menonjol dalam kedaan kekurangan makanan.

(10)

Rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) merupakan golongan rayap yang banyak menyebabkan kerusakan. Rayap ini bersarang di dalam tanah dan membangun liang-liang kembara yang menghubungkan sarang dengan benda yang diserangnya (Nandika et al. 1996). Karena sifatnya yang cryptobiotic dan membutuhkan air untuk melembabkan kayu, liang kembara biasanya tertutup dengan bahan-bahan tanah. Sistematika jenis rayap ini adalah:

Kelas : Insekta Ordo : Isoptera

Famili : Rhinotermitidae Subfamili : Coptotermitinae Genus : Coptotermes

Spesies : Coptothermes curvignathus Holmgren

(11)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2011, bertempat di Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi Kayu, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor (PPSDHB-IPB).

3.2 Metode SNI 01.7202-2006

A. Bahan

a. Metode SNI 01.7202-2006 tidak memberikan rekomendasi mengenai jenis kayu yang bisa digunakan sebagai kontrol. Untuk itu pada penelitian ini dilakukan pengujian terhadap 4 jenis kayu, yaitu kayu karet (Hevea brasiliensis), kayu pinus (Pinus merkusii), kayu sengon (Paraserianthes falcataria), dan kayu mangium (Acacia mangium).

b. Rayap tanah yang digunakan dalam metode SNI 01.7202-2006 tidak ada ketentuan komposisinya. Metode SNI 01.7202-2006 hanya menyebutkan bahwa rayap yang digunakan adalah rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren yang sehat dan aktif sebanyak 200 ekor. Pada penelitian ini, rayap yang digunakan adalah kasta pekerja sebanyak 200 ekor per botol uji.

c. Banyaknya pasir yang digunakan dalam metode SNI 01.7202-2006 sudah ditentukan yaitu sebanyak 200 gram per botol uji.

d. Botol kaca yang digunakan ditutup oleh alumunium foil agar rayap yang terdapat di dalam botol tidak keluar.

e. Air mineral

Dalam metode SNI 01.7202-2006 kententuan komposisi air yang digunakan adalah 7% di bawah kapasitas menahan air (water holding capacity). Pada penelitian ini air yang digunakan per botol uji sebanyak 50 ml.

B. Alat

(12)

mengukur kadar air contoh uji, dan laminar flow yang digunakan untuk mensterilkan botol kaca, media pasir, dan contoh uji yang akan digunakan. C. Persiapan

Contoh uji berupa kayu karet, pinus, sengon, dan mangium dibuat dengan ukuran 2,5 cm x 2,5 cm x 0,5 cm dengan ulangan sebanyak 3 kali. Contoh uji kayu dioven selama 48 jam dengan suhu 60 ± 2o C untuk mendapatkan nilai berat kayu sebelum pengujian (W1) serta dilakukan pengovenan dan penyinaran dengan

sinar UV pada botol uji dan pasir yang akan digunakan agar steril.

D. Prosedur Kerja

a. Contoh uji dimasukkan kedalam botol uji kaca, dengan posisi berdiri dan disandarkan sehingga salah satu bidang terlebar menyentuh dinding botol uji (Gambar 1);

b. Ke dalam botol uji dimasukkan 200 gr pasir dan ditambahkan air sebanyak 50 ml dari sisi bersebelahan dengan kayu;

c. Sebanyak 200 ekor rayap tanah dari kasta pekerja ditambahkan ke dalam botol, kemudian botol uji ditutup dengan aluminium foil dan ditaruh ditempat gelap selama 3, 4, 5, dan 6 minggu;

d. Setiap minggu aktivitas rayap dalam botol uji diamati. Jika kadar air mulai menurun, maka ke dalam botol uji ditambahkan air secukupnya sehingga kadar airnya kembali seperti semula (25%);

e. Setelah 3, 4, 5, dan 6 minggu botol uji dibongkar, dilakukan penghitungan rayap yang masih hidup. Sedangkan contoh uji kayu dicuci, dioven selama 48 jam dengan suhu 60 ± 2o C, dan ditimbang (W2).

Gambar 1 Pengujian contoh uji kayu terhadap serangan rayap tanah yang

(13)

E. Pernyataan Hasil

a. Hasil dinyatakan berdasarkan penurunan berat dan dihitung dengan menggunakan persamaan:

dengan pengertian:

WL = kehilangan berat contoh uji kayu (%)

W1 = berat kering oven kayu sebelum diumpankan (g)

W2 = berat kering oven kayu setelah diumpankan (g)

b. Penentuan ketahanan kayu berdasarkan Tabel 2.

Tabel 2 Klasifikasi Ketahanan Kayu terhadap Rayap Tanah Berdasarkan Penurunan Berat

Kelas Ketahanan Penurunan Berat (%)

I Sangat Tahan < 3,52

II Tahan 3,52 – 7,50

III Sedang 7,50 – 10,96

IV Buruk 10,96 – 18,94

V Sangat Buruk 18,94 – 31,89 Sumber: (SNI 01.7207-2006 )

c. Hasil merupakan nilai rata-rata dari keseluruhan contoh uji.

Dalam standar SNI 01.7202-2006 tidak dilakukan pengamatan terhadap mortalitas rayap. Namun, pada penelitian ini dilakukan pengamatan mortalitas rayap agar dapat dilihat pengaruh waktu terhadap mortalitas yang dihasilkan. Dengan mengadopsi rumus yang ada di JIS K 1571-2004 maka mortalitas rayap dihitung dengan menggunakan rumus:

(14)

MR = mortalitas rayap (%)

D = jumlah rayap yang mati (ekor)

200 = jumlah rayap pada awal pengujian (ekor)

Pada penelitian ini dilakukan juga perhitungan feeding rate, yang menggambarkan kemampuan makan rayap per harinya. Hal ini dihitung dengan menggunakan rumus :

Keterangan :

FR = feeding rate (µg/ekor/hari)

ΔW = kehilangan berat kayu (µg)

R1 = jumlah rayap pekerja awal yang digunakan (ekor)

R2 = jumlah rayap pekerja pada akhir pengujian yang masih

hidup (ekor)

T = lama waktu pengujian (hari)

3.3 Analisis Data

Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS 17.0 for Windows Evaluation Version. Untuk mengetahui pengaruh jenis kayu dan lamanya waktu pengumpanan terhadap kehilangan berat contoh uji, dilakukan analisis statistik dengan rancangan acak lengkap.

Model untuk rancangan percobaan untuk mengetahui pengaruh jenis kayu, arah serat, lamanya waktu pengumpanan dan jenis rayap terhadap kehilangan berat contoh uji adalah :

Yijk = + i + j + ()i j +

ijk

Keterangan :

Yijk = nilai pengamatan pada jenis kayu ke-i, lamanya waktu ke-j,

dan ulangan ke-k

 = nilai rata-rata umum

i = pengaruh utama jenis kayu ke-i

(15)

()ij = pengaruh interaksi jenis kayu dan lamanya waktu

ijk = pengaruh acak yang menyebar normal

Jika berdasarkan hasil analisis ragam ditemukan faktor yang berpengaruh nyata terhadap kehilangan berat contoh uji, maka dilakukan analisis lanjutan dengan menggunakan analisis perbandingan berganda Duncan.

(16)

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kehilangan Berat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata persentase kehilangan berat paling besar untuk lama waktu pengumpanan 3 minggu adalah pada kayu karet 15,8%, sedangkan untuk waktu pengumpanan 4 dan 5 minggu terdapat pada kayu sengon yaitu 21,8% dan 24,9%, dan untuk lama waktu pengumpanan 6 minggu terdapat pada kayu mangium yaitu 32,1%. Sementara itu persentase nilai kehilangan berat setiap jenis kayu meningkat seiring dengan lamanya waktu pengujian. Persentase kehilangan berat kayu sengon pada minggu ketiga sebesar 13,5%, keempat 21,8%, kelima 24,9%, dan keenam 29,3%. Untuk kayu karet persentase kehilangan berat pada minggu ketiga sebesar 15,8%, keempat sebesar 17,3%, kelima sebesar 18,8%, dan keenam sebesar 24,0%. Pada kayu mangium persentase kehilangan berat dari minggu ketiga sampai keenam sebesar 10,4%; 15,4%; 23,1% dan 32,1%, sedangkan untuk kayu pinus persentase kehilangan berat untuk setiap minggunya adalah 8,6%; 11,1%; 15,1%; dan 18,0%. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu pengumpanan maka semakin banyak contoh uji yang bisa dimakan. Secara rinci data persentase kehilangan berat dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Nilai rata-rata kehilangan berat pada masing-masing minggu. 0,0

10,0 20,0 30,0 40,0

3 Minggu 4 Minggu 5 Minggu 6 Minggu Sengon 13,5 21,8 24,9 29,3

Karet 15,8 17,3 18,8 24,0

Mangium 10,4 15,4 23,1 32,1

Pinus 8,6 11,1 15,1 18,0

(17)

Untuk mengetahui pengaruh jenis kayu dan lamanya waktu pengumpanan terhadap kehilangan berat contoh uji pada pengujian SNI 01.7207-2006 skala laboratorium dilakukan analisis sidik ragam. Hasil dari analisis ragam terhadap nilai kehilangan berat contoh uji kayu dengan faktor jenis kayu dan lamanya waktu pengumpunan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil pengujian statistik dengan dua faktor untuk respon kehilangan berat

Sumber Keragaman JK DB KT F Sig.

Jenis Kayu 558,88 3 186,29 4,86 0,00

Lama Waktu 1244,98 3 414,99 10,83 0,00

Jenis Kayu * Lama Waktu 236,90 9 26,32 0,69 0,72

Eror 1225,92 32 38,31

Hasil analisis ragam nilai kehilangan berat contoh uji kayu terhadap faktor jenis kayu dan lamaya waktu pengumpanan menunjukkan berpengaruh nyata. Hal ini berarti jenis kayu dan lamanya waktu pengumpanan berpengaruh nyata terhadap kehilangan berat contoh uji. Hal ini diduga terjadi karena jenis kayu yang digunakan mempunyai tingkat keawetan dan karakteristik sifat anatomi, fisik dan kimia kayu yang berbeda-beda sehingga kehilangan beratnya pun beragam. Sedangkan interaksi antara jenis kayu dan lamanya waktu pengumpanan tidak berpengaruh nyata terhadap kehilangan berat contoh uji. Dari hasil uji lanjut Duncan diketahui bahwa kayu karet, mangium dan sengon mempunyai kehilangan berat yang tidak berbeda nyata sedangkan kayu pinus mempunyai kehilangan berat yang berbeda nyata dengan ketiga jenis kayu lainnya

Tabel 4 Hasil uji lanjut Duncan kehilangan berat untuk jenis kayu

Jenis Kayu N Subset

1 2

Pinus 12 13,17

Karet 12 18,96

Mangium 12 20,26

Sengon 12 22,38

(18)

Selain karena pengaruh jenis kayu yang digunakan, lamanya waktu pengumpanan juga berpengaruh nyata, hal tersebut diduga karena semakin lamanya waktu pengumpanan maka lebih banyak area yang bisa dikonsumsi oleh rayap sehingga kehilangan beratnya pun menjadi besar. Berdasarkan uji lanjut Duncan lamanya waktu pengumpanan 3 dan 4 minggu tidak berbeda nyata begitu pun untuk lamanya waktu pengumpanan 4 dan 5 minggu, sedangkan untuk waktu pengumpanan 3, 4 dan 5 minggu berbeda nyata dengan pengumpanan 6 minggu.

Tabel 5 Hasil uji lanjut Duncan kehilangan berat untuk lamanya waktu

Lamanya Waktu N Subset

1 2

3 Minggu 12 12,05

4 Minggu 12 16,40 16,40

5 Minggu 12 20,46

6 Minggu 12 25,86

Sig. 0,09 0,12 1,00

4.2. Mortalitas Rayap

Selain kehilangan berat, indikator lain yang digunakan untuk mengukur tingkat ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah C.curvignathus adalah besarnya mortalitas rayap. Nilai mortalitas rayap ditentukan berdasarkan jumlah rayap yang mati selama proses pengumpanan contoh uji. Semakin banyak jumlah rayap yang mati maka semakin tinggi nilai mortalitasnya.

(19)

Gambar 3 Nilai rata-rata mortalitas pada masing-masing minggu.

Nilai rata-rata mortalitas rayap tanah C. curvignathus paling tinggi pada minggu ketiga dan keempat terdapat pada kayu sengon yaitu sebesar 83,8% dan 95,5%, sedangkan untuk minggu kelima dan keenam pada kayu karet yaitu 100%. Nilai rata-rata mortalitas pada masing-masing kayu tidak terlalu berbeda jauh satu sama lain. Nilai mortalitas yang didapatkan ini cenderung tinggi. Tingginya nilai mortalitas rayap ini diduga karena faktor lingkungan, khususnya kelembaban dan suhu. Perubahan kelembaban sangat mempengaruhi aktivitas rayap. Apabila kelembapannya rendah maka akan menyebabkan banyak rayap yang mati sehingga mortalitasnya menjadi tinggi. Suhu juga merupakan faktor penting yang mempengaruhi kehidupan rayap, baik terhadap perkembangan maupun aktivitasnya. Hasil analisis ragam terhadap nilai mortalitas rayap dengan faktor jenis kayu dan lamanya waktu pengumpanan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil pengujian statistik dengan dua faktor untuk respon mortalitas

Sumber Keragaman JK DB KT F Sig.

Jenis Kayu 277,69 3 92,56 2,81 0,06

Lama Waktu 3639,27 3 1213,09 36,88 0,00 Jenis Kayu * Lama Waktu 644,02 9 71,56 2,18 0,05

Eror 1052,50 32 32,89

0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0

3 Minggu 4 Minggu 5 Minggu 6 Minggu Sengon 83,8 95,5 98,0 100,0

Karet 66,3 95,0 100,0 100,0

Mangium 78,8 88,7 92,3 98,0

Pinus 76,3 83,3 93,2 98,3

(20)

Dari hasil pengujian analisis ragam diketahui bahwa jenis kayu tidak berpengaruh nyata terhadap mortalitas. Hal ini dikarenakan nilai mortalitas untuk setiap kayu tidak terlalu berbeda jauh satu sama lainnya. Selain pengaruh jenis kayu, lamanya waktu pengumpanan mempunyai pengaruh nyata terhadap mortalitas. Hal tersebut diakibatkan karena semakin lamanya waktu pengumpanan makanan yang bisa dikonsumsi pada minggu keempat, kelima dan keenam semakin berkurang sehingga mortalitas rayap meningkat. Interaksi antara jenis kayu dan lamanya waktu pengumpanan pun berpengaruh nyata terhadap mortalitas rayap. Ini berarti semakin lama suatu jenis kayu diumpankan maka akan mempengaruhi nilai mortalitasnya. Berdasarkan uji lanjut Duncan nilai mortalitas pada minggu ketiga, keempat, dan kelima berbeda nyata, sedangkan nilai mortalitas pada minggu kelima dan keenam tidak berbeda nyata.

Tabel 7 Hasil uji lanjut Duncan mortalitas untuk lamanya waktu

Lamanya Waktu N Subset

1 2

3 Minggu 12 76,33

4 Minggu 12 90,63

5 Minggu 12 95,88

6 Minggu 12 99,08

Sig. 1,00 1,00 0,18

(21)

makanan dan air rayap akan memakan individu-individu yang lemah agar keseimbangan kehidupan koloninya terjaga.

4.3 Kemampuan Makan Rayap (Feeding Rate)

Menurut Sornnuwat (1996), parameter yang dapat dijadikan sebagai dasar penentuan keefektifan aktivitas rayap adalah kehilangan berat contoh uji kayu, mortalitas rayap, dan kemampuan makan rayap (feeding rate). Penghitungan kemampuan makan tersebut dilakukan berdasarkan penelitian Arinana et al.

(2010), hal tersebut dilakukan karena pada standar SNI 01.7207-2006 tidak terdapat perhitungan mengenai kemampuan makan rayap. Nilai rata-rata kemampuan makan rayap dari hasil pengujian disajikan dalam Gambar 4.

Gambar 4 Nilai rata-rata feeding rate pada masing-masing minggu.

Nilai rata-rata feeding rate tertinggi pada minggu ketiga, keempat, kelima, dan keenam adalah kayu karet dan nilai feeding rate terendah pada kayu sengon. Hal ini diduga karena kayu karet mengandung senyawa amirin dalam bentuk lateks (getah) yang bersifat mengundang organisme perusak yang menyebabkan kayu ini rawan diserang (Fengel dan Wegener 1985). Untuk mengetahui pengaruh jenis kayu dan lamanya waktu pengumpanan terhadap feeding rate maka dilakukan analisis sidik ragam pada Tabel 8.

0,0 50,0 100,0 150,0

3 Minggu 4 Minggu 5 Minggu 6 Minggu Sengon 51,3 62,2 58,7 57,9

Karet 120,9 118,2 107,6 132,5

Mangium 60,8 72,4 94,5 106,0

Pinus 63,7 65,5 88,6 78,8

(22)

Tabel 8 Hasil analisis sidik ragam feeding rate pada masing-masing minggu

Sumber Keragaman JK DB KT F Sig.

Jenis Kayu 24986,65 3 8328,88 13,91 0,00

Lama Waktu 2678,31 3 892,77 1,49 0,24

Jenis Kayu * Lama Waktu 3495,76 9 388,42 0,65 0,75

Eror 19166,73 32 598,96

Hasil pengujian menunjukkan bahwa faktor jenis kayu berpengaruh nyata terhadap respon feeding rate, sedangkan lamanya waktu dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata. Berdasarkan hasil ini maka dilakukan uji lanjut untuk faktor jenis kayu. Dari hasil uji lanjut diketahui bahwa nilai feeding rate kayu sengon dan pinus tidak berbeda nyata, begitupun nilai feeding rate kayu pinus dan mangium. Sedangkan nilai feeding rate kayu karet berbeda nyata dengan ketiga jenis kayu lainnya, seperti tertera pada Tabel 9.

Tabel 9 Hasil uji lanjut Duncan feeding rate untuk faktor jenis kayu terhadap respon feeding rate

Jenis Kayu N Subset

1 2 3

Sengon 12 57,53

Pinus 12 74,14 74,14

Mangium 12 83,40

Karet 12 119,84

Sig. 0,11 0,36 1,00

4.4 Penentuan Kelas Awet Berdasarkan Standar SNI 01.7207-2006

(23)

dan 5 minggu. Nilai kehilangan berat pada minggu keempat untuk masing-masing kayu dapat dilihat pada Gambar 5 .

Gambar 5 Nilai kehilangan berat pada minggu keempat.

Berdasarkan pengujian diketahui bahwa kayu yang paling banyak kehilangan berat adalah kayu sengon dan termasuk ke dalam kelas awet V. Dilanjutkan oleh kayu karet yang masuk kelas awet IV, kayu mangium kelas awet IV, dan kayu pinus kelas awet IV. Nilai kehilangan berat kayu mangium dan karet tidak sesuai dengan pernyataan Mandang dan Pandit (1997) yang menyatakan bahwa kelas awet kayu mangium termasuk ke dalam kelas awet III dan Karet

termasuk ke dalam kelas awet V. Menurut Supriana (1983) satu jenis kayu mungkin sangat peka terhadap satu jenis rayap dan menimbulkan respon relatif kuat dibandingkan dengan jenis kayu lainnya karena adanya karakteristik sifat anatomi, fisik dan kimia kayu.

0 5 10 15 20 25

sengon karet mangium pinus 21,83

17,30

15,43

(24)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Kelas keawetan kayu sengon adalah V, sedangkan kayu karet, mangium dan pinus termasuk ke dalam kelas awet IV.

2. Lama waktu pengujian 4 minggu merupakan yang paling efektif dibandingkan pengujian 3, 5, dan 6 minggu.

3. Berdasarkan nilai kehilangan berat, kayu sengon berpotensi digunakan sebagai kontrol pada pengujian keawetan kayu skala laboratorium terhadap serangan rayap tanah C. curvignathus, selanjutnya kayu karet dan mangium.

5.2 SARAN

1. Dalam proses pengujian perlu diperhatikan dengan baik KA media pasir yang digunakan pada pebgujian.

2. Perlu dilakukan pengontrolan lingkungan agar kelembaban dan suhu tetap stabil karena itu akan berpengaruh pada mortalitas yang didapatkan. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pola konsumsi makan per

(25)

PENGUJIAN KEAWETAN EMPAT JENIS KAYU TANAMAN

DENGAN STANDAR SNI 01.7207-2006:

Tinjauan Terhadap Lama Waktu Pengujian

WENNY NUR PRITASARI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1983. Mangium and Other Fast Growing Acacias for The Humid Tropics. National Academy Press. Washington, D. C.

Arinana, Simamora L, Tsunoda K, Hadi YS, Herliyana EN. 2010. Comparison of Indonesian and Japanese Standarized Tests Using Subterranean Termites in the Laboratory. Proceedings the 2nd International Symposium of IwoRS, 12-13 November 2010, p. 601-606.

Boerhendy I, Agustina DS. 2006. Potensi Pemanfaatan Kayu Karet untuk Mendukung Peremajaan Perkebunan Karet Rakyat. Balai Penelitian Sembawa. Palembang.

Dulsalam. 1987. Catatan Singkat Tentang Acacia mangium Willd. Sylva Tropika Vol. 2. No.2.

Fengel D, Wegener G. 1985. Kayu : Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Fakultas Kehutanan Uniersitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Inward D, Beccaloni G, Eggleton P. 2007. Death of an Order: A Comprehensive Molecular Phylogenetic Study Comfirms That Termites are Eusocial Cockroaches. Journal Biology Letters Vol 3 : 331-335. London.

[JIS] Japanese Industrial Standard. 2004. Test Methods for Determining The Effectiveness of Wood Preservatives and their Performance Requirement. JIS K 1571-2004.

Kurniawan D, Pandit IKN. 2008. Anatomi Kayu: Struktur Kayu, Kayu Sebagai Bahan Baku dan Ciri Diagnostik Kayu Perdagangan Indonesia. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Mandang YI, Pandit IKN. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan.

Yayasan Prosea. Bogor.

Martawijaya A, Kartasujana I. 1977. Ciri Umum, Sifat dan Kegunaan Jenis-Jenis Kayu Indonesia. Publikasi Khusus No. 41. LPHH, Bogor.

Nandika D. 1984. Pengendalian Rayap Sebagai Suatu Sistem. Forum Diskusi Pengendalian Rayap. Jakarta.

Nandika D, Soenaryo, Saragih A. 1996. Kayu dan Pengawetan Kayu. Jakarta: Dinas Kehutanan DKI Jakarta.

(27)

Nurhasybi, Dien H, Zanzibar M, Sudrajat DJ, Pramono AA, Burhaman, Sudrajat, Suhariyanto. 2000. Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor.

Padlinurjaji IM. 1977. Rendaman Dingin Larutan Wolmanit CB Terhadap Lima Jenis Kayu pada Berbagai Tingkat Konsentrasi dan waktu Rendam. Fakultas Kehutanan. Bogor : IPB.

Rowell RM. 1984. The Chemistry of Solid Wood. American Chemical Society. Washington.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2006. Uji Ketahanan Kayu dan Produk Kayu Terhadap Organisme Perusak Kayu. Badan Standarisasi Nasional. SNI 01. 7207-2006. Jakarta

Sornnuwat Y. 1996. Studies of Damage of Construction Caused by Subterranean Termites and Control in Thailand. [Kumpulan Tesis].

Supriana N. 1983. Hubungan antara Aktivitas Makan pada Rayap dengan Sifat-sifat Kayu. Prosiding Pertemuan Ilmiah Pengawetan Kayu (Jakarta, 12-13 Oktober 1983). Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Jakarta.

Tambunan B, Nandika D. 1989. Detiriorasi Kayu oleh Faktor Boilogis. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Bogor: IPB.

(28)

PENGUJIAN KEAWETAN EMPAT JENIS KAYU TANAMAN

DENGAN STANDAR SNI 01.7207-2006:

Tinjauan Terhadap Lama Waktu Pengujian

WENNY NUR PRITASARI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(29)

PENGUJIAN KEAWETAN EMPAT JENIS KAYU TANAMAN DENGAN STANDAR SNI 01.7207-2006:

Tinjauan Terhadap Lama Waktu Pengujian

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

WENNY NUR PRITASARI

E24060200

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(30)

RINGKASAN

Wenny Nur Pritasari. E24060200. Pengujian Keawetan Empat Jenis Kayu Tanaman Dengan Standar SNI 01.7207-2006: Tinjauan Terhadap Lama Waktu Pengujian. Di bawah bimbingan Arinana, S.Hut, M.Si dan Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr

Penggunaan kayu semakin lama semakin meningkat seiring dengan laju pertambahan penduduk dan kemajuan teknologi. Salah satu sifat kayu adalah keawetan. Pentingnya mengetahui keawetan kayu sehingga perlu dilakukan pengujian terhadap keawetan kayu secara benar. Standar pengujian keawetan kayu yang dimiliki Indonesia adalah SNI 01.7207-2006. Pada standar SNI 01.7207-2006, lamanya waktu pengujian dirasa kurang efisien yaitu 6 minggu. Untuk itu perlu dikaji kembali agar mendapatkan lama pengujian yang akurat dan akuntabel. Selain itu, pada standar pengujian SNI 01.7207-2006 juga tidak ditentukan jenis kayu yang digunakan sebagai kontrol. Untuk itu pada penelitian ini dilakukan pengujian terhadap 4 jenis kayu yang nantinya bisa dijadikan acuan sebagai kayu kontrol, diantaranya kayu karet, kayu sengon, kayu pinus, dan kayu akasia.

Penelitian ini menggunakan kayu karet (Hevea brasiliensis), kayu pinus (Pinus merkusii), kayu sengon (Paraserianthes falcataria), kayu akasia (Acacia mangium) sebagai kayu uji, serta rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren sebagai organisme penguji. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui keawetan empat jenis kayu (karet, pinus, akasia, dan sengon) terhadap serangan rayap tanah C. curvignathus skala laboratorium dalam SNI 01.7207-2006, ditinjau dari lama waktu pengujian dan mengetahui jenis kayu terbaik yang bisa digunakan sebagai kontrol pengujian. Parameter yang dilihat adalah nilai kehilangan berat, mortalitas, dan feeeding rate.

Pada penelitian ini dilakukan pengumpanan dengan beberapa lama waktu, yaitu 3 minggu, 4 minggu, 5 minggu dan 6 minggu. Dari hasil pengujian yang sudah dilakukan diketahui bahwa kehilangan berat untuk lamanya waktu pengumpanan 3 dan 4 minggu tidak berbeda nyata, begitu pula dengan lamanya waktu pengumpanan 4 dan 5 minggu, sedangkan untuk pengumpanan selama 6 minggu berbeda nyata dengan yang lainnya. Berdasarkan pengujian diketahui bahwa kayu yang paling banyak kehilangan beratnya adalah kayu sengon dan termasuk ke dalam kelas awet V. Dilanjutkan oleh kayu karet yang masuk kelas awet IV, kayu akasia kelas awet IV, dan kayu pinus kelas awet IV. Dari hasil ini diketahui bahwa waktu pengumpanan 4 minggu merupakan waktu yang paling efektif dan kayu yang berpotensi digunakan sebagai kayu kontrol adalah kayu sengon. Nilai mortalitas pada semua jenis kayu cenderung tinggi. Hal ini diduga karena faktor lingkungan, khususnya kelembaban dan suhu. Perubahan kelembaban sangat mempengaruhi aktivitas rayap. Nilai rata-rata feeding rate tertinggi pada minggu ketiga, keempat, kelima, dan keenam terdapat pada kayu karet dan nilai feeding rate terendah pada minggu ketiga, keempat, kelima, dan keenam adalah pada kayu sengon.

(31)

ABSTRACT

Durability Testing Of Four Woods From Plantation With Standard SNI. 7207-2006:

Review Of Testing Period by

Wenny Nur Pritasari1, Arinana2, Yusuf Sudo Hadi2

INTRODUCTION : The use of wood is increasing as human population and technology advancement nowadays. Wood durability is one of wood characteristic. In term of wood durability information, proper wood durabulity testing methode is also important. So a standard of wood durability testing is needed. Wood durability standard available in Indonesia is SNI 01. 7207- 2006. On this standard, the term of testing is tend to be less efficient, which is 6 weeks. So, it is necessary to study furthermore to get more acurate and accountable on testing time. Besides, SNI 01. 7207- 2006 standard does not certainly imlpy the species of wood as a control. This research used four species of wood which are rubber wood, sengon, pine and mangium, and expected to be a species references as a wood control species later.

MATERIAL AND METHOD : This reseach used rubber wood (Hevea brasiliensis), pine wood (Pinus merkusii), sengon wood (Paraserianthes falcataria), mangium wood (Acacia mangium) and termites (Coptotermes curvignathus Holmgren). The objective is to evaluate wood durability testing methode of termite attack on SNI 01. 7207- 2006 standard, specific on testing time and the best species of wood as a control. The indicator on this research are weight loss, termites mortality and feeding rate.

RESULT AND DISCUSSION : The feeding time was executed by 3 weeks, 4 weeks, 5 weeks and 6 weeks. The result shows that weight loss for 3 and 4 weeks rather similar, and also for 4 and 5 weeks feeding time. Whereas, for 6 weeks feeding time quite different with others. Sengon is the bigest rate of weight loss based on the result, which include in level V of durability. Followed by rubber wood in level IV, mangium in level IV and so with pine wood in level IV. From the results it is known that the feeding time of 4 weeks is the most effective time and the wood that could potentially be used as a control timber is wood sengon. Mortality value for all species is high. This is estimated by environment factor, mostly humidity and temperature. The humidity changes affecting on termites activity. The highest feeding rate on third, fourth, fifth and sixth week found in rubber wood species, the lowest feeding rate found in sengon wood species.

KEYWORDS : wood durability, Coptotermes curvignathus, SNI 01. 7207-2006, rubber wood, sengon, pine, mangium

1

Student of Forest Products Department, Faculty of Forestry, IPB

2

Lecturer of Forest Products Department, Faculty of Forestry, IPB

(32)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengujian

Keawetan Empat Jenis Kayu Tanaman Dengan Standar SNI 01.7207-2006: Tinjauan Terhadap Lama Waktu Pengujian” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen Arinana, S.Hut, M.Si dan Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan manapun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2011

(33)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pengujian Keawetan Empat Jenis Kayu Tanaman Dengan Standar SNI 01.7207-2006: Tinjauan Terhadap Lama Waktu Pengujian

Nama : Wenny Nur Pritasari NRP : E24060200

Menyetujui: Komisi Pembimbing,

Ketua, Anggota,

Arinana, S.Hut, M.Si Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr

NIP. 19740101 200604 2 014 NIP. 19521113 197803 1 002

Mengetahui:

Ketua Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc. NIP.19660212 199103 1 002

(34)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 19 April 1988 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Abbas Basuni dan Henny Gusmalia, S.Pd. Penulis memulai jenjang pendidikan formal di Taman Kanak-kanak Dahrul Ihya dan melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar Negeri Taman Pagelaran dan Ciherang Inpres 01. Kemudian dilanjutkan di SMP Negeri 1 Dramaga dan melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 10 Bogor.

Pada tahun 2006 penulis lulus Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Institut Pertanian Bogor dan memilih Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan. Sementara itu, penulis memilih bidang keahlian bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu.

Selama menuntut ilmu di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di organisasi mahasiswa, sebagai anggota divisi Kewirausahaan HIMASILTAN (Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan) Fakultas Kehutanan untuk periode 2009-2010.

Penulis juga mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Pangandaran dan Gunung Sawal pada tahun 2009, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi tahun 2010 serta Praktek Kerja Lapang di Perum Perhutani Unit 3 Jawa Barat-Banten tahun 2011.

(35)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa atas rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul

Pengujian Keawetan Empat Jenis Kayu Tanaman Dengan Standar SNI 01. 7207-2006: Tinjauan Terhadap Lama Waktu Pengujian. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan karya ini. Akhirnya semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, Desember 2011

(36)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini dapat diselesaikan atas kerja keras dan bantuan serta dukungan dari semua pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Orangtua tercinta (Bapak Abbas Basuni dan Ibu Henny Gusmalia), almarhumah nenekku dan segenap keluarga penulis atas kasih sayang, cinta, doa, dan dukungan yang telah diberikan baik moril maupun spiritual.

2. Ibu Arinana, S.Hut, M.Si dan Bapak Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr. selaku dosen pembimbing atas kesabaran dan keikhlasannya dalam memberikan bimbingan ilmu, nasehat, dan motivasi kepada penulis selama penelitian dan penysunan skripsi.

3. Ibu Siti Fatimah dan Bapak Anhari Selaku Laboran di Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi Kayu, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor (PPSDHB-IPB).

4. Teman-teman Happy Familly : Zulhijah Basalamah, Dita Ismartanti, Meiyana wahyuni, Devi Nurmala, Anjar Aria, Murtini Ari Rahmawati, Yenovasari, Dian Mudmainah dan teman teman THH 43 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu terimakasih atas perhatian, dukungan, kasih sayang, dan kesetiakawanan yang selalu kalian berikan.

5. Seluruh staf, laboran, dan bibi di Departermen Hasil Hutan atas segala perhatian dan bantuannya.

6. Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan dan penyusunan tugas akhir ini.

Bogor, Desember 2011

(37)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI ... i DAFTAR GAMBAR ... ii DAFTAR TABEL ... iii DATAR LAMPIRAN ... iv BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 2 1.3 Manfaat ... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3 2.1 Keawetan Alami Kayu ... 3 2.2 Kayu Karet (Hevea brasiliensis) ...4 2.3 Kayu Mangium (Acacia mangium) ... 4 2.4 Kayu Pinus (Pinus merkusii) ... 5 2.5 Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria) ... 6 2.6 Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) ... 6 BAB III METODOLOGI ... 9

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 9 3.2 Metode SNI 01.7202-2006 ... 9 3.3 Analisis Data ... 12 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14 4.1 Kehilangan Berat ... 14 4.2 Mortalitas ... 16 4.3 Feeding Rate ... 19 4.4 Penentuan Kelas Awet Berdasarkan Standar

(38)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

(39)

DAFTAR TABEL

No. Halaman 1. Penggolongan Kelas Awet Kayu... 4 2. Klasifikasi Ketahanan Kayu Terhadap Serangan Rayap Tanah...11 3. Hasil Pengujian Statistik dengan Dua Faktor untuk Respon

Kehilangan Berat ... 15 4. Hasil Uji Lanjut Duncan Kehilangan Berat untuk Jenis Kayu ... 15 5. Hasil Uji Lanjut Duncan Kehilangan Berat untuk Lamanya

Waktu ... 16 6. Hasil Pengujian Statistik dengan Dua Faktor untuk Respon

Mortalitas ... 17 7. Hasil Uji Lanjut Duncan Mortalitas untuk Lamanya Waktu ... 18 8. Hasil Analisis Sidik Ragam Feeding Rate pada Masing-masing

Minggu ... 20 9. Hasil Uji Lanjut Duncan untuk Faktor Jenis Kayu Terhadap

(40)

DAFTAR LAMPIRAN

(41)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kayu merupakan bahan alami yang berasal dari pohon yang tumbuh di hutan, taman, ladang, atau kebun. Kayu dalam bentuk aslinya merupakan bagian penting dari alam hayati dan bagian dari lingkungan hidup. Penggunaan kayu semakin lama semakin meningkat bersama laju pertambahan penduduk dan kemajuan teknologi. Salah satu sifat kayu adalah keawetan. Keawetan kayu adalah sifat ketahanan kayu terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang sesuai bagi organisme yang bersangkutan. Keawetan kayu penting untuk diketahui karena berhubungan erat dengan pemakaiannya.

Pengetahuan keawetan kayu sangat penting sehingga perlu dilakukan pengujian secara benar terhadap keawetan kayu. Keawetan kayu merupakan indikator penting dalam penentuan penggunaan kayu nantinya. Oleh karena itu diperlukan standar pengujian untuk mengetahui sifat-sifat kayu tersebut. Ketika melakukan pengujian keawetan kayu perlu adanya kontrol sebagai indikasi apakah pengujian yang dilakukan sudah dilakukan dengan benar sehingga hasil pengujiannya pun benar. Nilai keawetan bukanlah suatu nilai yang mutlak sama untuk kayu-kayu sejenis, oleh karena itu pengujian keawetan harus dilakukan berdasarkan standar agar data yang diperoleh dapat mewakili kondisi sebenarnya.

Standar pengujian keawetan kayu yang dimiliki Indonesia adalah SNI 01.7207-2006. Pada standar SNI 01.7207-2006, lamanya waktu pengujian dirasa kurang efisien yaitu 6 minggu. Untuk itu perlu dikaji kembali agar mendapatkan lama pengujian yang akurat dan akuntabel.

Selain itu pada standar pengujian SNI 01.7207-2006 juga tidak adanya jenis kayu yang digunakan sebagai kontrol. Untuk itu pada penelitian kali ini dilakukan pengujian terhadap 4 jenis kayu yang nantinya bisa dijadikan acuan sebagai kayu kontrol, diantaranya kayu karet, kayu sengon, kayu pinus, dan kayu mangium.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui keawetan empat jenis kayu (karet, pinus, mangium, dan sengon) terhadap serangan rayap tanah Coptotermes curvignathus

(42)

3. Mengetahui jenis kayu terbaik yang bisa digunakan sebagai kontrol pengujian.

1.3 Manfaat Penelitian

1. Memberikan saran dan rekomendasi kepada pihak terkait sehubungan dengan kualitas standar pengujian keawetan kayu terhadap serangan rayap tanah C. curvignathus.

(43)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keawetan Kayu

Keawetan alami kayu adalah suatu ketahanan kayu secara alamiah terhadap serangan organisme perusak yang datang dari luar, seperti misalnya jamur, serangga, marine borer, dan lain-lain. Karena sifat kayu yang sangat beragam, maka tingkat ketahanan kayu tersebut sangat beragam pula. Ada jenis-jenis kayu yang sangat rentan terhadap serangan organisme, ada pula yang ketahanannya sedang, dan ada beberapa jenis kayu yang sangat tahan terhadap faktor perusak tersebut, seperti misalnya kayu ulin, kayu jati, kayu hitam, dan beberapa jenis kayu lain. Keawetan kayu berhubungan erat dengan pemakaiannya. Kayu dikatakan awet bila mempunyai umur pakai yang lama. Kayu berumur pakai lama bila mampu menahan bermacam-macam faktor perusak kayu. Kayu diselidiki keawetannya pada bagian terasnya, sedangkan kayu gubalnya kurang diperhatikan. Pemakaian kayu menentukan pula umur pakainya (Rowell 1984).

Keawetan alami kayu terutama dipengaruhi oleh kadar ekstraktifnya. Meskipun tidak semua ekstraktif beracun bagi organisme perusak kayu, umumnya terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi kadar ekstraktif, keawetan alami kayu cenderung meningkat pula (Wistara 2002).

(44)
[image:44.595.121.473.102.214.2]

Tabel 1 Penggolongan Kelas Awet Kayu

Kelas Awet Umur Pakai (Tahun)

I > 8

II 5-8

III 3-5

IV 1-3

V <1

Sumber: Nandika et al. 1996 2.2 Kayu Karet

Kayu karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) termasuk Famili Euphorbiaceae, dikenal dengan nama perdagangan karet dan sering disebut kayu getah (Kurniawan dan Pandit 2008).

Ciri umum dari kayu karet adalah kayu terasnya berwarna putih kekuning-kuningan pucat, kadang agak merah jambu jika segar, lambat laun menjadi kuning jerami atau coklat pucat, tidak tegas batasnya dengan kayu gubal. Tekstur kayu karet agak kasar tetapi rata, arah seratnya lurus sampai agak berpadu. Berat jenis kayu ini berkisar antara 0,55-0,70 termasuk kelas awet V dan kelas kuat II-III (Mandang dan Pandit 1997). Variasi berat jenis

ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain perbedaan genetik, tempat

tumbuh, dan contoh yang dianalisis (Boerhendy 2006).

Kayu karet memiliki potensi yang sangat besar bagi perekonomian Indonesia. Kayu karet pada perkebunan besar masih banyak yang dimanfaatkan sebagai kayu bakar (energi) dalam proses pengolahan lateks. Kayu karet juga dapat dimanfaatkan untuk membuat berbagai macam produk, antara lain kayu gergajian, moulding dan panel kayu.

2.3 Kayu Mangium

Kayu mangium (Acacia mangium Willd) termasuk Famili Fabaceae. Sebaran alaminya di Irian Jaya dan Kepulauan Maluku. Tumbuh pada ketinggian 500-1400 mdpl dengan curah hujan di atas 1920 mm/th. Toleran terhadap tanah asam, miskin hara dan drainase jelek (Nurhasybi et al. 2000).

(45)

kemampuannya untuk tumbuh dengan baik pada tanah terkikis, batuan, tanah miskin mineral dan juga pada tanah alluvial (Dulsalam 1987). Sementara itu kayu mangium potensial untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan pulp dan kertas, kayu gergajian, moulding, mebel, vinir, perkakas rumah tangga, rangka pintu dan jendela (Anonim 1983).

Ciri umum dari kayu mangium adalah kayu terasnya berwarna coklat pucat sampai coklat tua, kadang coklat zaitun sampai coklat kelabu, batasnya tegas dengan gubal yang berwarna kuning pucat sampai kuning jerami. Tekstur kayu mangium halus sampai agak kasar dan merata, arah serat lurus, kadang-kadang berpadu, permukaan agak mengkilap, licin. Berat jenis kayu ini berkisar antara 0,43-0,66 dan termasuk ke dalam kelas awet III, kelas kuat II-III (Mandang dan Pandit 1997).

2.4 Kayu Pinus

Pinus mempunyai nama ilmiah Pinus merkusii Jungh. et de Vriese yang diklasifikasikan ke dalam Famili Pinaceae. Pinus memiliki nama lokal : Tusam (Indonesia.); Son song bai (Thai); Merkus pine (perdagangan); Mindoro pine (Philipina); Tenasserim pine (Inggris). Sebaran alaminya di Aceh, Sumatera Utara dan Jambi. Tumbuh pada ketinggian 800-1600 mdpl dengan curah hujan 2400-3600 mm/th. Tumbuh pada tanah berdrainase baik (Nurhasybi et al. 2000).

Ciri umum dari kayu pinus adalah kayu terasnya sukar dibedakan dengan gubalnya kecuali pada pohon berumur tua. Terasnya berwarna kuning kemerahan sedangkan gubalnya berwarna putih krem. Tekstur kayu pinus agak kasar dan serat lurus tapi tidak rata. Berat jenis kayu ini berkisar antara 0,40-0,75 dan termasuk ke dalam kelas awet IV, kelas kuat III (Mandang dan Pandit 1997). Kayu pinus banyak digunakan untuk pembuatan korek api,

(46)

2.5 Kayu Sengon

Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) termasuk Famili Fabaceae, dikenal dengan nama perdagangan sengon atau jeungjing. Tumbuh pada ketinggian 0-1200 mdpl dengan curah hujan 2400-4800 mm/th. Jenis ini tumbuh pada tanah berlapisan dalam, drainase baik. Tumbuh baik di tempat-tempat yang mempunyai iklim basah sampai agak kering. (Nurhasybi et al.

2000).

Kayu sengon termasuk ringan dan cocok untuk konstruksi ringan, mebel, bahan korek api, alat musik, alat-alat dapur, papan partikel dan untuk bahan pembuat kertas. Kayu sengon tidak tahan lama dan mudah terserang serangga dan jamur. Ciri umum kayu sengon adalah kayu terasnya berwarna hampir putih atau coklat muda pucat (seperti daging), warna kayu gubal umumnya tidak berbeda dengan kayu teras. Teksturnya agak kasar dan merata dengan arah serat lurus, bergelombang lebar atau berpadu. Permukaan kayu agak licin atau licin dan agak mengkilap. Kayu yang masih segar berbau petai, tetapi bau tersebut lambat laun hilang jika kayunya menjadi kering. Kayu sengon termasuk kelas awet IV-V dan kelas kuat IV-V dengan berat jenis 0,24-0,49. Kayunya mudah digergaji, tetapi tidak semudah kayu meranti merah dan dapat dikeringkan dengan cepat tanpa cacat yang berarti (Martawijaya dan Kartasujana 1977).

2.6 Rayap

Menurut Nandika et al. (2003), rayap adalah serangga sosial yang hidup dalam suatu komunitas yang disebut koloni. Mereka tidak memiliki kemampuan untuk hidup lebih lama bila tidak berada dalam koloninya. Komunitas tersebut bertambah efisien dengan adanya spesialisasi (kasta) dimana masing-masing kasta mempunyai bentuk dan peran yang berbeda dalam kehidupannya. Dalam setiap koloni rayap pada umumnya terdapat tiga kasta yang dinamai menurut fungsinya masing-masing yaitu kasta pekerja, kasta prajurit dan kasta reproduktif yang terdiri dari kasta primer (raja dan ratu ) serta kasta reproduktif suplementer.

(47)

kepala hipognat tanpa mata faset. Fungsi dari kasta ini adalah mencari makan, merawat telur serta membuat dan memelihara sarang. Mereka mengatur efektivitas koloni dengan jalan membunuh dan memakan individu-individu yang lemah atau mati untuk menghemat energi dalam koloninya. Sifat kanibalisme seperti ini umum pada setiap jenis rayap.

Kasta reproduktif primer terdiri dari serangga-serangga dewasa yang bersayap dan menjadi pendiri koloni (raja dan ratu). Fungsi kasta ini adalah menghasilkan telur, sedangkan makannya dilayani oleh para pekerja. Seekor ratu dapat hidup antara 6 sampai 20 tahun, bahkan sampai berpuluh-puluh tahun. Apabila reproduktif primer mati atau koloni memerlukan penambahan reproduktif bagi perluasan koloninya maka akan dibentuk reproduktif sekunder (neoten). Neoten juga akan terbentuk jika sebagian koloni terpisah dari sarang utamanya, sehingga suatu koloni baru akan terbentuk. Kasta ini dapat terbentuk beberapa kali dalam jumlah yang besar sesuai dengan perkembangan koloni.

Kasta prajurit mudah dikenal karena bentuk kepalanya besar dengan penebalan kulit yang nyata. Anggota-anggota kasta ini mempunyai rahang yang besar dan kuat. Berdasarkan bentuk dari kasta prajuritnya, rayap dibedakan atas dua kelompok yaitu tipe mandibulate dan tipe nasuti. Pada tipe-tipe mandibulate prajurit-prajurit mempunyai rahang yang kuat dan besar tanpa rostum, sedangkan tipe nasuti mempunyai rostum yang panjang tapi rahangnya kecil. Fungsi kasta prajurit adalah melindungi koloni terhadap gangguan dari luar.

Menurut Tambunan dan Nandika (1989), di dalam hidupnya rayap mempunyai 4 sifat yang khas, yaitu:

1. Trophalaksis, yaitu sifat rayap untuk saling menjilat dan melakukan pertukaran makanan melalui anus dan mulut.

2. Cryptobiotic, yaitu sifat menyembunyikan diri, menjauhkan diri dari cahaya dan gangguan. Sifat ini tidak berlaku pada rayap yang bersayap.

3. Cannibalism, yaitu sifat rayap untuk memakan sesamanya yang telah lemah atau sakit. Sifat ini menonjol dalam kedaan kekurangan makanan.

(48)

Rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) merupakan golongan rayap yang banyak menyebabkan kerusakan. Rayap ini bersarang di dalam tanah dan membangun liang-liang kembara yang menghubungkan sarang dengan benda yang diserangnya (Nandika et al. 1996). Karena sifatnya yang cryptobiotic dan membutuhkan air untuk melembabkan kayu, liang kembara biasanya tertutup dengan bahan-bahan tanah. Sistematika jenis rayap ini adalah:

Kelas : Insekta Ordo : Isoptera

Famili : Rhinotermitidae Subfamili : Coptotermitinae Genus : Coptotermes

Spesies : Coptothermes curvignathus Holmgren

(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2011, bertempat di Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi Kayu, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor (PPSDHB-IPB).

3.2 Metode SNI 01.7202-2006

A. Bahan

a. Metode SNI 01.7202-2006 tidak memberikan rekomendasi mengenai jenis kayu yang bisa digunakan sebagai kontrol. Untuk itu pada penelitian ini dilakukan pengujian terhadap 4 jenis kayu, yaitu kayu karet (Hevea brasiliensis), kayu pinus (Pinus merkusii), kayu sengon (Paraserianthes falcataria), dan kayu mangium (Acacia mangium).

b. Rayap tanah yang digunakan dalam metode SNI 01.7202-2006 tidak ada ketentuan komposisinya. Metode SNI 01.7202-2006 hanya menyebutkan bahwa rayap yang digunakan adalah rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren yang sehat dan aktif sebanyak 200 ekor. Pada penelitian ini, rayap yang digunakan adalah kasta pekerja sebanyak 200 ekor per botol uji.

c. Banyaknya pasir yang digunakan dalam metode SNI 01.7202-2006 sudah ditentukan yaitu sebanyak 200 gram per botol uji.

d. Botol kaca yang digunakan ditutup oleh alumunium foil agar rayap yang terdapat di dalam botol tidak keluar.

e. Air mineral

Dalam metode SNI 01.7202-2006 kententuan komposisi air yang digunakan adalah 7% di bawah kapasitas menahan air (water holding capacity). Pada penelitian ini air yang digunakan per botol uji sebanyak 50 ml.

B. Alat

(50)

mengukur kadar air contoh uji, dan laminar flow yang digunakan untuk mensterilkan botol kaca, media pasir, dan contoh uji yang akan digunakan. C. Persiapan

Contoh uji berupa kayu karet, pinus, sengon, dan mangium dibuat dengan ukuran 2,5 cm x 2,5 cm x 0,5 cm dengan ulangan sebanyak 3 kali. Contoh uji kayu dioven selama 48 jam dengan suhu 60 ± 2o C untuk mendapatkan nilai berat kayu sebelum pengujian (W1) serta dilakukan pengovenan dan penyinaran dengan

sinar UV pada botol uji dan pasir yang akan digunakan agar steril.

D. Prosedur Kerja

a. Contoh uji dimasukkan kedalam botol uji kaca, dengan posisi berdiri dan disandarkan sehingga salah satu bidang terlebar menyentuh dinding botol uji (Gambar 1);

b. Ke dalam botol uji dimasukkan 200 gr pasir dan ditambahkan air sebanyak 50 ml dari sisi bersebelahan dengan kayu;

c. Sebanyak 200 ekor rayap tanah dari kasta pekerja ditambahkan ke dalam botol, kemudian botol uji ditutup dengan aluminium foil dan ditaruh ditempat gelap selama 3, 4, 5, dan 6 minggu;

d. Setiap minggu aktivitas rayap dalam botol uji diamati. Jika kadar air mulai menurun, maka ke dalam botol uji ditambahkan air secukupnya sehingga kadar airnya kembali seperti semula (25%);

e. Setelah 3, 4, 5, dan 6 minggu botol uji dibongkar, dilakukan penghitungan rayap yang masih hidup. Sedangkan contoh uji kayu dicuci, dioven selama 48 jam dengan suhu 60 ± 2o C, dan ditimbang (W2).

Gambar 1 Pengujian contoh uji kayu terhadap serangan rayap tanah yang

(51)

E. Pernyataan Hasil

a. Hasil dinyatakan berdasarkan penurunan berat dan dihitung dengan menggunakan persamaan:

dengan pengertian:

WL = kehilangan berat contoh uji kayu (%)

W1 = berat kering oven kayu sebelum diumpankan (g)

W2 = berat kering oven kayu setelah diumpankan (g)

[image:51.595.174.484.359.477.2]

b. Penentuan ketahanan kayu berdasarkan Tabel 2.

Tabel 2 Klasifikasi Ketahanan Kayu terhadap Rayap Tanah Berdasarkan Penurunan Berat

Kelas Ketahanan Penurunan Berat (%)

I Sangat Tahan < 3,52

II Tahan 3,52 – 7,50

III Sedang 7,50 – 10,96

IV Buruk 10,96 – 18,94

V Sangat Buruk 18,94 – 31,89 Sumber: (SNI 01.7207-2006 )

c. Hasil merupakan nilai rata-rata dari keseluruhan contoh uji.

Dalam standar SNI 01.7202-2006 tidak dilakukan pengamatan terhadap mortalitas rayap. Namun, pada penelitian ini dilakukan pengamatan mortalitas rayap agar dapat dilihat pengaruh waktu terhadap mortalitas yang dihasilkan. Dengan mengadopsi rumus yang ada di JIS K 1571-2004 maka mortalitas rayap dihitung dengan menggunakan rumus:

(52)

MR = mortalitas rayap (%)

D = jumlah rayap yang mati (ekor)

200 = jumlah rayap pada awal pengujian (ekor)

Pada penelitian ini dilakukan juga perhitungan feeding rate, yang menggambarkan kemampuan makan rayap per harinya. Hal ini dihitung dengan menggunakan rumus :

Keterangan :

FR = feeding rate (µg/ekor/hari)

ΔW = kehilangan berat kayu (µg)

R1 = jumlah rayap pekerja awal yang digunakan (ekor)

R2 = jumlah rayap pekerja pada akhir pengujian yang masih

hidup (ekor)

T = lama waktu pengujian (hari)

3.3 Analisis Data

Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS 17.0 for Windows Evaluation Version. Untuk mengetahui pengaruh jenis kayu dan lamanya waktu pengumpanan terhadap kehilangan berat contoh uji, dilakukan a

Gambar

Tabel 2  Klasifikasi Ketahanan Kayu terhadap Rayap Tanah Berdasarkan Penurunan Berat
Gambar 2 Nilai rata-rata kehilangan berat pada masing-masing minggu.
Gambar 3 Nilai rata-rata mortalitas pada masing-masing minggu.
Gambar 4 Nilai rata-rata feeding rate pada masing-masing minggu.
+7

Referensi

Dokumen terkait