• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Pekarangan Ekologis di Hulu DAS Kalibekasi, Kabupaten Bogor.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Pekarangan Ekologis di Hulu DAS Kalibekasi, Kabupaten Bogor."

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

DI HULU DAS KALIBEKASI, KABUPATEN BOGOR

FINNURIL ILMY

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

(2)
(3)

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Model Pekarangan Ekologis di HULU DAS Kalibekasi Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

(4)

FINNURIL ILMY. Model Pekarangan Ekologis di Hulu DAS Kalibekasi, Kabupaten Bogor. Dibawah bimbingan HADI SUSILO ARIFIN.

Pengelolaan terpadu lanskap daerah aliran sungai (DAS) dibutuhkan dari hulu sampai hilir suatu daerah aliran sungai untuk menjaga ekosistem yang berkelanjutan di DAS Kalibekasi. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi karakteristik pekarangan di hulu DAS Kalibekasi dan membuat rekomendasi model pekarangan ekologis. Penelitian ini menggunakan pendekatan indikator pekarangan ekologis.

Pada pekarangan kecil dan sedang, tanaman hias sering ditemukan. Sementara itu pada pekarangan besar dan sangat besar, tanaman non-hias sering ditemukan. Hal ini disebabkan oleh area yang cukup besar jika ingin menanam tanaman non-hias. Semakin besar pekarangan, maka semakin banyak fungsi dari pekarangan tersebut karena banyaknya keragaman fungsi tanaman pada pekarangan. Fungsi estetika di pekarangan sering ditemukan pada pekarangan kecil dan sedang karena banyaknya tanaman hias di pekarangan tersebut. Sementara itu, fungsi ekonomi lebih banyak ditemukan di pekarangan besar dan sangat besar karena tanaman produksi yang banyak berada pada pekarangan akan memberikan pendapatan tambahan. Halaman depan pekarangan digunakan untuk bersosialisasi. Halaman samping digunakan untuk area pelayanan. Kemudian halaman belakang digunakan untuk area privat. Model pekarangan dibuat berdasarkan indikator pekarangan ekologis.

Kata kunci: critical minimum size, keragaman fungsi tanaman, keragaman strata tanaman, perubahan tataguna lahan, ukuran pekarangan, zonasi pekarangan.

ABSTRACT

FINNURIL ILMY. Ecological ‘Pekarangan’ Model in the Upperstream of Kalibekasi Watershed, Bogor District. Under supervised by HADI SUSILO ARIFIN.

Integrated watershed landscape management is needed from the upperstream to the downstream watershed to keep the sustainable watershed ecosystem in Kalibekasi watershed area. Research objectives are to identify the characteristics of pekarangan in Kalibekasi upperstream watershed area and to create some recommendation of ecologic pekarangan models. This research use ecological pekarangan indicator approach.

(5)

and the extra large pekarangan. Productive plant species will give more additional income. Front yard of pekarangan is usually used for socializing. Side yard usually is used for service area. The backyard is usually used for private area. Pekarangan model made based on ecological pekarangan indicators.

(6)
(7)

DI HULU DAS KALIBEKASI, KABUPATEN BOGOR

FINNURIL ILMY

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

(8)
(9)

KALIBEKASI, KABUPATEN BOGOR Nama : Finnuril Ilmy

NRP : A44070070

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.S. Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA Ketua Departemen

(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Model Pekarangan Ekologis Di Hulu DAS Kalibekasi, Kabupaten Bogor” ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program sarjana pada Program Studi Arsitektur Lanskap Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini memaparkan tentang pengelolaan hulu Daerah Aliran Sungai Kalibekasi dengan pemanfaatan lahan melalui praktek agroforestri pekarangan ekologis.

Terima kasih disampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.S. sebagai dosen pembimbing skripsi yang memberikan dorongan, arahan dan masukan serta nasehat sejak persiapan penelitian di lapang dan penyusunan skripsi ini. Selain itu penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir Tati Budiarti, selaku pembimbing akademik.

2. Asiska, teman-teman satu dosen bimbingan, dan semua sahabat di Departemen Arsitektur Lanskap angkatan 43, 44, dan 45 yang telah memberi saran dan motivasi.

3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam membantu dalam penulisan skripsi ini.

4. Kepada keluarga tercinta: Bapak Nurwiyoto, Ibu Mulyaningrum, dan adik Syafiq yang selalu memberikan doa, semangat, dukungan, dan nasehat selama ini. Skripsi ini untuk kalian.

Pada akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi pembaca dan menjadi referensi bagi penelitian di masa yang akan datang, khususnya tentang pekarangan. Terima kasih.

Bogor, Juli 2013

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR ii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 3

Pekarangan Ekologis 3

METODE 5

Lokasi dan Waktu 5

Bahan dan Alat 6

Metode 6

HASIL 7

Analisis Situasional 7

Sampel Pekarangan Kecil 15

Sampel Pekarangan Sedang 18

Sampel Pekarangan Besar 23

Sampel Pekarangan Sangat Besar 28

Analisis Pekarangan Ekologis 34

PEMBAHASAN 39

Sampel Pekarangan Kecil 39

Sampel Pekarangan Sedang 41

Sampel Pekarangan Besar 42

Sampel Pekarangan Sangat Besar 44

Analisis Pekarangan Ekologis 45

Rekomendasi Model Pekarangan Ekologis 50

SIMPULAN DAN SARAN 63

Simpulan 63

Saran 64

DAFTAR PUSTAKA 64

(12)

DAFTAR TABEL

1 Pendekatan indikator pekarangan ekologis 6

2 Lokasi sampel penelitian 6

3 Metode survai lapang 7

4 Data curah hujan Kecamatan Babakan Madang tahun 2010 10

5 Data suhu dan kelembaban lokasi penelitian tahun 2011 10

6 Data tanah dan kemiringan lahan 11

7 Jumlah ternak di Kecamatan Babakan Madang 12

8 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin 14

9 Jumlah rumah tangga menurut jenis pekerjaan utama 14

10 Tabel hasil klasifikasi pekarangan pada hulu DAS Kalibekasi 35

11 Data pengelompokan ukuran sampel pekarangan 36

12 Tabel keragaman vegetasi 37

13 Data keragaman fungsi vegetasi 38

14 Data keragaman strata vegetasi 38

15 Tabel zonasi sampel pekarangan 39

16 Standar model pekarangan ekologis 51

17 Daftar rekomendasi tanaman pekarangan ekologis kecil 54

18 Daftar rekomendasi tanaman pekarangan ekologis sedang 56

19 Daftar rekomendasi tanaman pekarangan ekologis besar 59

20 Daftar rekomendasi tanaman pekarangan ekologis sangat besar 62

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir penelitian 2

2 Pembagian secara umum tata ruang terbuka pekarangan 4

3 Peta lokasi penelitian 5

4 Peta lokasi sampel penelitian 9

5 Beberapa kandang kambing yang berada di rumah penduduk 12

6 Beberapa kolam ikan yang berada di lokasi penelitian 13

7 Denah pekarangan K1 15

8 Kondisi eksisting pekarangan K1 15

9 Denah pekarangan K2 16

10 Kondisi eksisting pekarangan K2 17

11 Denah pekarangan K3 17

12 Kondisi eksisting pekarangan K3 18

13 Denah pekarangan S1 19

14 Kondisi eksisting pekarangan S1 19

15 Denah pekarangan S2 21

16 Kondisi eksisting pekarangan S2 21

17 Denah pekarangan S3 22

18 Kondisi eksisting pekarangan S3 23

19 Denah pekarangan B1 24

20 Kondisi eksisting pekarangan B1 24

21 Denah pekarangan B2 25

22 Kondisi eksisting pekarangan B2 26

23 Denah pekarangan B3 27

(13)

25 Denah pekarangan E1 28

26 Kondisi eksisting pekarangan E1 29

27 Denah pekarangan E2 31

28 Kondisi eksisting pekarangan E2 31

29 Denah pekarangan E3 33

30 Kondisi eksisting pekarangan E3 34

31 Rasio jumlah tanaman hias dan tanaman non-hias 38

32 Penggolongan zonasi pekarangan pada lokasi penelitian 50

33 Model pekarangan ekologis kecil 52

34 Site plan model pekarangan ekologis kecil 52

35 Model pekarangan ekologis sedang 55

36 Site plan model pekarangan ekologis sedang 55

37 Model pekarangan ekologis besar 57

38 Site plan pekarangan ekologis besar 58

39 Model pekarangan ekologis sangat besar 60

(14)
(15)
(16)
(17)

Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai (DAS) Kalibekasi merupakan salah satu DAS yang berada dalam kawasan DAS Citarum-Ciliwung. DAS Kalibekasi memiliki hulu di kawasan Kabupaten Bogor Kecamatan Babakan Madang dan hilir berada di Cakung Kabupaten Bekasi. Penduduk Kecamatan Babakan Madang bertambah dari 86 257 jiwa dengan kepadatan penduduk 874 jiwa/km2 pada tahun 2008 menjadi 98 467 jiwa dengan kepadatan penduduk 998 jiwa/km2 pada tahun 2010 (BPS 2009, BPS 2011). Pertambahan penduduk mengakibatkan kebutuhan akan pemukiman semakin meningkat. Dalam kurun waktu 10 tahun (1996-2006) terjadi peningkatan luas pemikiman dari semula 4.4% menjadi 23.6% dari luas DAS Kalibekasi. Perubahan penggunaan lahan memberikan kontribusi terhadap kenaikan aliran limpasan Kalibekasi (BPDAS 2007). Pertambahan penduduk di kawasan hulu menyebabkan perubahan penggunaan lahan dari lahan hutan atau pertanian menjadi perumahan. Dapat mengakibatkan banjir di kawasan hilir. Banjir tersebut disebabkan oleh berkurangnya daerah resapan air di kawasan hulu sehingga mengakibatkan banjir di kawasan hilir (Dephut 2007).

Pemanfaatan lanskap oleh manusia menghasilkan karakter yang bervariasi pada kawasan daerah aliran sungai (DAS). Pada kawasan hulu DAS, karakter lanskap didominasi oleh perdesaan yang memiliki kondisi sosial yang homogen dan jauh dari pengaruh urbanisasi. Semakin ke hilir pada umumnya pengaruh urbanisasi semakin kuat. Kondisi lanskap dan aktivitas masyarakat di kawasan hulu akan mempengaruhi kondisi ekologis kawasan hilir. Sebaliknya perkembangan perkotaan di kawasan hilir akan mempengaruhi kawasan hulu. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan kawasan DAS secara terintegrasi dari kawasan hulu sampai hilir untuk menjaga keberlanjutan ekosistem DAS tersebut (Arifin 2009).

Keterkaitan antara kawasan hulu dan hilir DAS Kalibekasi mengakibatkan perubahan penggunaan lahan pada kawasan hulu akan mempengaruhi kondisi kawasan hilir. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu dilakukan sebuah usaha mengelola lanskap secara berkelanjutan di kawasan hulu DAS Kalibekasi. Salah satu cara untuk mengelola lanskap yang berkelanjutan adalah dengan konsep agroforestri pekarangan. Agroforestri pekarangan mampu mengkonservasi ekologi kawasan hulu sekaligus dapat memberikan fungsi sosial dan ekonomi untuk mendukung keamanan, kenyamanan, dan jasa lingkungan bagi penduduk. Oleh karena itu, model agroforestri pekarangan dalam berbagai ukuran luas perlu dibuat untuk menjadi rekomendasi bagi penduduk hulu DAS Kalibekasi dalam penerapan pekarangan ekologis.

Perumusan Masalah

(18)

lahan pemukiman. Perubahan fungsi lahan ini tentunya akan mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan, mengancam keanekaragaman hayati di hulu DAS Kalibekasi, dan menimbulkan dampak negatif di kawasan hilir. Oleh karena itu, hulu DAS Kalibekasi memerlukan suatu sistem pemanfaatan lahan yang maksimal dengan mempertimbangkan fungsi ekologis, sosial, dan ekonomi. Agroforestri pekarangan adalah salah satu bentuk pemanfaatan lahan yang mampu mengakomodasi fungsi tersebut. Pekarangan dapat diimplementasikan pada area pemukiman yang ada di hulu DAS Kalibekasi. Agroforestri pekarangan dalam bentuk tersebut mampu mengkonservasi keanekaragaman hayati, mendatangkan fungsi sosial, dan fungsi ekonomi. Penduduk hulu DAS Kalibekasi perlu rekomendasi model pekarangan ekologis sehingga mereka dapat menerapkannya pada pekarangan mereka. Bentuk model pekarangan ini akan dibuat dalam model dengan empat ukuran yang berbeda yaitu, pekarangan kecil, sedang, besar, dan sangat besar (Gambar 1).

Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. menginventarisasi potensi lahan pekarangan penduduk kawasan hulu DAS Kalibekasi.

2. menganalisis pola dan struktur pekarangan di rumah penduduk hulu DAS Kalibekasi.

(19)

Manfaat Penelitian

Rekomendasi pekarangan ekologis ini dapat dijadikan model alternatif bagi penduduk di hulu DAS Kalibekasi dalam menerapkan sistem agroforestri pekarangan secara berkelanjutan pada halaman rumah mereka.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan sampai pada tahapan menyusun rekomendasi model pekarangan ekologis. Model pekarangan ekologis dibuat berdasarkan indikator pekarangan ekologis yaitu: ukuran, zonasi, keragaman strata tanaman, keragaman fungsi tanaman, dan critical minimum size. Perancangan model pekarangan ekologis berupa denah pekarangan dengan empat ukuran yaitu pekarangan kecil, pekarangan sedang, pekarangan besar, dan pekarangan sangat besar. Kemudian model tersebut disertai dengan gambar-gambar pendukung untuk detail desain seperti site plan dan desain penanaman.

TINJAUAN PUSTAKA

Pekarangan Ekologis

Pekarangan adalah sebidang tanah sekitar rumah yang ditanami dengan berbagai jenis tumbuhan kecuali tumbuhan liar yang sebagian dari tumbuhan tersebut dimanfaatkan oleh penduduk untuk sayur, obat, atau keperluan lain. Pada pekarangan dipelihara pula berbagai macam hewan ternak. Pekarangan merupakan suatu sistem dimana manusia dan hewan merupakan bagian integral sistem tersebut (Soemarwoto 1975 disitasi oleh Winanti 1987).

Pekarangan adalah lahan yang berada di sekitar rumah yang di dalamnya ditanami perpaduan tegakan pohon dan tanaman semusim. Pemeliharaan ternak dan kolam ikan kadang-kadang juga terdapat di dalam pekarangan. Pengelolaan pekarangan dilakukan secara intensif oleh pemilik lahan (Arifin 2009).

Istilah ekologi berasal dari bahasa yunani, yaiti Oikos yang berarti rumah dan Logos yang berarti ilmu. Ekologi secara harfiah diartikan sebagai ilmu tentang makhluk hidup dan rumahnya atau dapat diartikan sebagai ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup. Definisi tersebut telah disempurnakan sehingga definisi ekologi adalah ilmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya (Soemarwoto 2004).

(20)

Pekarangan ekologis mempunyai indikator yaitu:

1. Critical minimum size. Ukuran luas minimal dari sebuah pekarangan agar dapat mengakomodasi semua keragaman strata yang terdiri dari lima strata ketinggian tanaman dan keragaman horizontal yang terdiri dari delapan fungsi tanaman. Ukuran luas minimal ini adalah 100 m2 (Arifin 1997).

2. Ukuran pekarangan. Ukuran luas lahan pekarangan dapat dikategorikan menjadi empat kategori yaitu pekarangan kecil dengan luas lahan 120m2, pekarangan sedang dengan luas lahan 120-400m2, pekarangan besar dengan luas lahan 400-1000m2, dan pekarangan sangat besar dengan luas lahan > 1000m2 (Arifin 1998).

3. Zonasi. Zonasi dalam pekarangan terbagi atas tiga ruang yaitu halaman depan, halaman samping, dan halaman belakang (Arifin 1998) (Gambar 2).

Gambar 2. Pembagian secara umum tata ruang terbuka pekarangan. (Sumber: Arifin 1998)

4. Keragaman strata. Keragaman strata tanaman menunjukan keragaman jenis tanaman secara vertikal dengan mengukur tinggi tanaman. Keragaman strata dibagi kedalam lima strata ketinggian. Strata I merupakan tanaman dengan ketinggian yang kurang dari 1 m seperti rumput dan herba, strata II merupakan tanaman dengan ketinggian antara 1-2 m seperti semak, strata III adalah tanaman yang memiliki ketinggian antara 2-5 m seperti perdu dan pohon kecil, tanaman dengan strata IV memiliki ketinggian 5-10 m seperti pohon sedang, dan pohon tinggi dengan ketinggian di atas 10 m dikelompokan dalam strata V (Arifin 1998).

(21)

Kelima indikator pekarangan ekologis tersebut harus terpenuhi semuanya agar fungsi ekologis dari pekarangan dapat dioptimalkan dan memberikan manfaat bagi keberlanjutan pekarangan.

Pekarangan ekologis memiliki fungsi sebagai berikut: 1. sumber pangan, sandang, dan papan

2. sumber plasma nutfah dan keragaman hayati 3. habitat berbagai jenis satwa

4. pengendali iklim mikro yang dapat memberikan kenyamanan 5. penyerap karbon

6. daerah resapan air untuk pengelolaan air 7. konservasi tanah

8. sumber pendapatan keluarga 9. estetika (Arifin 2009).

METODE

Lokasi dan waktu

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor Jawa Barat sebagai lokasi hulu DAS Kalibekasi (Gambar 3). Sampel diambil di tiga lokasi yaitu Kampung Cimandala, Landeuh, dan Leuwijambe untuk mewakili hulu atas, tengah, dan bawah DAS Kalibekasi. Pada tiap lokasi ditentukan sampel pekarangan ukuran kecil, sedang, besar, dan sangat besar sehingga terdapat 12 sampel pekarangan. Semua lokasi tersebut terdapat pada Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor. Lokasi tersebut dipilih karena dilintasi oleh aliran sungai yang sama sehingga data yang didapatkan diharapkan dapat menggambarkan kondisi hulu DAS dan lokasi yang mudah di akses. Penelitian ini dilakukan selama lima bulan dari bulan Maret hingga bulan Juli 2012.

Gambar 3 . Peta Lokasi Penelitian (Sumber: PKSPL IPB 2009, Pemkab Bogor 2008, Bakosurtanal 2010)

Tanpa Skala

(22)

Bahan dan alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey sheet, peta, data fisik, data biofisik, data sosial, dan data dari hasil laporan terdahulu yang terkait dengan penelitian ini. Alat yang diperlukan dalam penelitian ini kamera digital, meteran, abney level, kompas, GPS, alat tulis, alat gambar, dan komputer. Perangkat lunak yang digunakan untuk mengolah data atau gambar adalah Auto CAD, Adobe Photoshop, Adobe Illustrator, Microsoft Office.

Metode

Pendekatan Pekarangan Ekologis

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan pekarangan ekologis untuk menganalisis karakteristik pekarangan dan menentukan model pekarangan ekologis di hulu DAS Kalibekasi (Tabel 1).

Tabel 1. Pendekatan indikator pekarangan ekologis

No Variabel Indikator industri, lain-lain (kayu bakar, peneduh, kerajinan tangan, konstruksi bangunan, makanan ternak, konservasi air dan tanah (Arifin 1998))

5 Critical Minimum Size Ukuran luas minimal pekarangan untuk mengakomodasi semua

keragaman strata dan keragaman fungsi adalah 100m2 (Arifin 1997)

Pengambilan Sampel

Sampel penelitian dipilih berdasarkan pemilihan purposif. Lokasi kampung dipilih berdasarkan pembagian hulu yaitu hulu atas, tengah, dan bawah. Setiap lokasi diambil empat sampel sesuai dengan ukuran pekarangan ekologis. Sehingga terdapat 12 sampel pada penelitian kali ini (Tabel 2).

Tabel 2. Lokasi sampel penelitian

N o

Lokasi Kampung Sampel Pekarangan

(23)

Survai Lapang

Survai lapang diperlukan untuk mengetahui indikator dari variabel pekarangan ekologis. Untuk mengetahui indikator dari setiap variabel pada sampel pekarangan digunakan metode yang berbeda (Tabel 3).

Tabel 3. Metode survai lapang

No Variabel Metode

1 Ukuran Ukuran luas pekarangan diperoleh dari nilai selisih antara luas total lahan dikurangi dengan luas area terbangun. Pada penelitian sampel pekarangan dikelompokan berdasarkan ukuran pekarangan ekologis. Ukuran luas pekarangan pada model didapat dari rataan ukuran pekarangan sampel tersebut. Model akan dibuat empat model sesuai dengan klasifikasi ukuran pekarangan.

2 Zonasi Zonasi pekarangan dilihat dari ketersediaan halaman pekarangan pada sampel, yaitu halaman depan, halaman belakang, dan halaman samping kiri dan kanan. 3 Keragaman

Strata

Keragaman vertikal dilihat melalui strata tinggi tanaman. Strata tanaman dilihat dengan mengukur ketinggian tanaman pada sampel pekarangan dengan menggunakan abney level. Kemudian disesuaikan dengan literatur yang ada mengenai ketinggian tanaman.

4 Keragaman Fungsi

Keragaman horizontal dapat dilihat melalui keanekaragaman fungsi tanaman. Keragaman horizontal ini didapat dari hasil survai sampel pekarangan. Keragaman horizontal juga didapat dari wawancara pemilik sampel pekarangan dan studi literatur mengenai fungsi tanaman yang ada pada sampel pekarangan.

5 Critical

Minimum Size

Untuk mengakomodasi semua struktur dan fungsi vegetasi, luas minimum sebuah pekarangan adalah 100m2. Critical minimum size diukur berdasarkan hasil analisis ukuran luas pekarangan pada tiap sampel pekarangan.

Analisis Data

Semua data variabel tiap sampel yang telah dikumpulkan akan dibuat rata-rata untuk setiap ukuran luas pekarangan. Rataan tiap variabel tersebut akan dijadikan bahan analisis karakteristik pekarangan. Ukuran model pekarangan ekologis dibuat berdasarkan rataan dari sampel tiap ukuran. Model pekarangan ekologis dibuat berupa denah pekarangan, desain penanaman, dan site plan.

HASIL

Analisis Situasional

Letak Geografis dan Administratif

(24)

Penelitian ini dilakukan di salah satu kecamatan yang terdapat di hulu DAS Kalibekasi yaitu Kecamatan Babakan Madang. Kecamatan Babakan Madang mempunyai luas sebesar 98.71 km2. Kecamatan Babakan Madang memiliki Sembilan desa, yaitu Desa Cijayanti, Bojong Koneng, Karang Tengah, Sumur Batu, Babakan Madang, Citaringgul, Cipamban, Kadungmangu, dan Sentul. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Babakan Madang karena kecamatan ini memiliki area konservasi yang sangat penting dalam menjaga keberlanjutan lanskap DAS Kalibekasi yaitu konservasi hutan pinus Gunung Pancar. Konservasi hutan pinus Gunung Pancar mempunyai luas 1.994 hektar dan terletak di ketinggian 808 mdpl. Pada lokasi tersebut terdapat beberapa mata air yang dapat menjadi sumber air bagi DAS Kalibekasi (BPDAS 2007).

Fokus penelitian ini adalah pada hulu DAS Kalibekasi dengan ketinggian antara 175 mdpl sampai 600 mdpl. Penelitian ini diadakan di Kampung Cimandala yang berada pada ketinggian 520-600 mdpl sebagai sampel hulu atas, Kampung Landeuh yang berada pada ketinggian 260-280 mdpl sebagai sampel hulu tengah, dan Kampung Leuwijambe yang berada pada ketinggian 220-265 mdpl sebagai sampel hulu bawah. Kampung Cimandala dan Kampung Landeuh berada di Desa Karang Tengah sedangkan Kampung Leuwijambe berada di Desa Kadungmangu. Lokasi tersebut dipilih karena dilintasi oleh aliran sungai yang sama sehingga data yang didapatkan dapat menggambarkan kondisi hulu DAS dan lokasi ini merupakan lokasi yang mudah di akses (Gambar 4).

Desa Karang Tengah berada di 060 33’ 30’’ sampai 060 38’30’’ Lintang Selatan dan 1060 53’05’’ sampai 1060 58’35’’. Desa yang mempunyai luas daerah 2 859 hektar ini berbatasan dengan Desa Hambalang Kecamatan Citeureup di sebelah utara, Desa Cibadak Kecamatan Sukamakmur di sebelah timur, Desa Bojong Koneng Kecamatan Babakan Madang di sebelah selatan, dan Desa Sumur Batu Kecamatan Babakan Madang di sebelah barat. Desa Karang Tengah mempunyai 18 kampung yaitu Kampung Karang Tengah, Landeuh, Ciburial, Balong Dukuh, Gelewer, Babakan, Sukamantri, Sinapel, Leuwi Goong, Cimandala, Cilaya, Pasir Gobang, Babakan Ngantai, Wangun Landeuh, Wangun 1, Wangun 2, Wangun Depang, dan Wangun Cileungsi (BPS 2011). Kampung Cimandala yang menjadi sampel hulu atas pada penelitian ini terletak di bagian barat desa berdekatan dengan Taman Wisata Alam Gunung Pancar sehingga menjadi bagian penting dalam pelestarian keberlanjutan hulu DAS Kalibekasi. Pada Kampung Cimandala terdapat lokasi sampel K1, S1, B1, dan E1. Kampung Landeuh yang menjadi sampel hulu tengah penelitian ini sudah terjadi laju pembangunan perumahan yang tinggi sehingga menjadi berpengaruh pada pelestarian keberlanjutan DAS Kalibekasi. Sampel K2, S2, B2, dan E2 terdapat di Kampung Landeuh (Gambar 4).

(25)

Gambar 4. Peta lokasi sampel penelitian (Sumber: Bakosurtanal 2010)

Iklim

Hulu DAS Kalibekasi berada pada iklim tropis. Iklim tropis memiliki temperatur tinggi dan relatif konstan, kelembaban tinggi, curah hujan lebat, angin bertiup sepoi-sepoi namun ada resiko mengalami angin topan dan badai, penutupan vegetasi mulai dari jarang sampai hutan belantara, intensitas penyinaran matahari yang tinggi, banyak spesies serangga serta rawan permasalahan jamur (Simond 2006). Ciri tersebut akan berpengaruh terhadap karakter lanskap seperti penutupan lahan, iklim mikro, dan keberadaan sumber air pada tiap lokasi penelitian (Tabel 4).

(26)

Tabel 4. Data curah hujan Kecamatan Babakan Madang Tahun 2006

Iklim juga dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban. Rataan suhu bulanan di lokasi penelitian menunjukan suhu yang relatif tidak jauh berbeda. Rataan kelembaban tahunan pada lokasi penelitian menunjukan angka yang berbeda antara tiap desa. Dengan rataan suhu bulanan dan rataan kelembaban tahunan tersebut maka lokasi penelitian cocok untuk penanaman vegetasi (Tabel 5).

Tabel 5. Data suhu dan kelembaban lokasi penelitian tahun 2011

Lokasi Rataan suhu bulanan(Oc) Rataan kelembaban tahunan (%)

Sumber Data: TWA Gunung Pancar dan BMG Stasiun Klimatologi Dramaga 2011

Pada lokasi penelitian dapat dilakukan kegiatan pertanian sepanjang tahun dan juga membutuhkan modifikasi iklim mikro. Pekarangan tentunya dapat mengakomodasi semua kebutuhan ini dengan keragaman strata vegetasinya sebagai vegetasi peneduh dan keragaman fungsi tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber pertanian di lokasi penelitian.

Tanah dan Topografi

(27)

dan bersifat asam dengan pH antara 6 dan 7. Karena bentuknya yang granular halus, maka tanah ini cukup baik dalam merangsang drainase. Tanah ini banyak mengandung zat besi dan alumunium. Tanah ini cocok untuk tanaman palawija, padi, kelapa, karet, kopi, cokelat, sayur-sayuran, buah-buahan, cengkeh, dan kelapa sawit. Jenis tanah ini banyak terdapat di Jawa, Kalimantan, Sumatra, dan Papua (Supardi 1983).

Tanah latosol yang ada di hulu DAS Kalibekasi umumnya latosol merah cokelat yang merupakan tanah paling tua dan memiliki sifat fisika paling baik. Pada Desa Karang Tengah lahan banyak digunakan untuk ladang dan hutan. Sementara pada Desa Kadungmangu lahan banyak digunakan untuk pemukiman dan ladang (Tabel 6).

Tabel 6. Data tanah dan kemiringan lahan

Lokasi Jenis Tanah Kemiringan Lahan

KKL kelas VI. Tanah tidak sesuai untuk tanaman semusim dan sensitif terhadap erosi. Sebaiknya untuk daerah konservasi keanekaragaman tanaman dan tanaman penutup tanah untuk mengurangi erosi. tipis, berdrainase buruk, dan permeabilitas agak cepat. Usaha pertanian dapat dilakukan namun perlu perlakuan khusus seperti penanaman teras dan usaha pertanian namun perlu perlakuan ringan seperti pergiliran tanaman dan penanaman tanaman penutup tanah.

Sumber: (Suripin 2002; BPDAS 2007)

Untuk mengetahui kelas kesesuaian lahan berdasarkan sifat dan faktor lain yang berpengaruh pada penggunaan suatu lahan diperlukan klasifikasi kemampuan lahan yang dijelaskan dalam Kelas Kemampuan Lahan (KKL). KKL dikelompokan menjadi delapan kelas intensitas faktor pembatas; keterbatasan yang berkaitan dengan erosi, kebasahan, zona perakaran, dan iklim. Ancaman kerusakan atau keterbatasan penggunaan lahan meningkat berturut-turut dari kelas I sampai kelas VIII (Suripin 2002).

Ternak dan Sumber Air Pekarangan

(28)

kepemilikan hewan ternak. Semakin tinggi tingkat kesejahteraan masyarakat, maka semakin tinggi kemampuan mereka untuk memelihara hewan ternak. Penduduk Hulu DAS Kalibekasi banyak yang memelihara ayam, kambing, dan domba. Hewan lain seperti kelinci, anjing, sapi kerbau, dan itik tidak terlalu banyak dipelihara oleh penduduk (Tabel 7).

Tabel 7. Jumlah ternak di Kecamatan Babakan Madang

Kambing Domba Anjing Kelinci Sapi Kerbau Ayam Itik Jumlah 8686 4015 76 18 1570 60 108 033 148 122 606 Sumber: BPDAS 2007

Hewan ternak ayam, kambing, dan domba menjadi ternak yang terbanyak dipelihara masyarakat di Kecamatan Babakan Madang. Penduduk memelihara hewan ternak dengan membangun kandang hewan ternak tersebut pada pekarangan mereka sehingga mudah dipantau perkembangannya (Gambar 5).

Gambar 5. Beberapa kandang ternak yang berada di rumah penduduk: kandang kambing (kiri atas), kandang kelinci (kanan atas), kandang ayam (kiri bawah), kandang bebek (kanan bawah)

Tidak terdapat data resmi mengenai hewan ikan karena tidak banyak masyarakat yang memelihara ikan untuk produksi di pekarangan. Luas lahan pekarangan juga mempengaruhi pengambilan keputusan untuk hewan peliharaan yang akan dipelihara di pekarangan. Untuk memelihara ikan dibutuhkan lahan yang lebih luas untuk membangun kolam baik kolam terpal atau permanen (Gambar 6).

(29)

mata air tidak ditemukan di kawasan hulu tengah dan bawah DAS Kalibekasi. Permasalahan sumber air di kawasan ini adalah pasokan sumber air dari sumur yang fluktuatif sehingga menyulitkan warga jika memerlukan air. Kejadian ini semakin parah ketika musim kemarau. Pada musim kemarau ketinggian air pada sumur akan menurun sehingga warga harus menggali sumur lebih dalam lagi untuk mendapatkan air bersih. Perlu sebuah sistem penyerapan air pada musim hujan agar tidak terjadi banjir dan penyimpanan air pada musim kemarau agar tetap ada cadangan air. Pekarangan dapat mengkonservasi air sehingga dapat mencegah banjir dan menyimpan cadangan air.

Gambar 6. Beberapa kolam ikan yang berada di Hulu DAS Kalibekasi: kolam ikan permanen dengan perkerasan (kiri atas), kolam ikan dari terpal (kanan atas), kolam ikan permanen tanpa perkerasan (bawah)

Sosial dan Kependudukan

Desa Karang Tengah dan Desa Kadungmangu memiliki jumlah populasi penduduk sebanyak 29 731 jiwa (Tabel 8). Jenis pekerjaan yang menjadi andalan mata pencaharian bagi penduduk adalah pertanian dan konstruksi (Tabel 9).

(30)

mengatasi permasalahan tersebut. Selain manfaat ekologis, pekarangan dapat menjadi sumber pendapatan ekonomi, dan tempat beraktivitas masyarakat seperti berkumpul dan tempat bermain anak-anak bagi masyarakat di Desa Karang Tengah.

Tabel 8. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin

No Desa Jumlah Penduduk Kepadatan jiwa/km2

Laki-Laki Perempuan Jumlah

1 Karang Tengah 8046 7444 15 490 542

2 Kadungmangu 7283 6958 14 241 3473

Sumber: BPS 2011

Tabel 9. Jumlah rumah tangga menurut jenis pekerjaan utama

N

Keterangan:A:Pertanian; B:Pertambangan; C:Industri; D:Listrik,Gas,Air; E:Konstruksi; F:Perdagangan, Hotel, Restauran; G:Angkutan; H:Lembaga Keuangan; I:Jasa; J:Lainnya

Sedangkan pada Desa Kadungmangu terdapat variasi pekerjaan utama rumah tangga masyarakatnya seperti industri, perdagangan, dan jasa. Mata pencaharian pertanian tidak menjadi mayoritas sumber pekerjaan utama dapat disebabkan oleh berkurangnya lahan pertanian. Jika tidak ada lahan pertanian, maka kegiatan pertanian tidak dapat dilangsungkan. Masyarakat Desa Kadungmangu mengandalkan jasa, industri, dan perdagangan seiring dengan urbanisasi yang terjadi di daerah tersebut. Desa Kadungmangu merupakan salah satu desa yang berada dekat pada kawasan pemukiman Sentul City. Masyarakat Desa Kadungmangu memilih untuk menyediakan jasa dan perdagangan bagi masyarakat desa lain pada umumnya dan masyarakat Sentul City pada khususnya. Pada pekarangan mereka jarang ditemukan tanaman produksi, namun lebih banyak tanaman hias. Biasanya pekarangan mereka hanya digunakan untuk berkumpul warga atau dekorasi untuk rumah mereka. Urbanisasi ini tentunya akan membawa perubahan tataguna lahan di Desa Kadungmangu. Perubahan tataguna lahan ini dapat menyebabkan dampak lingkungan yang negatif.

Vegetasi

(31)

Sampel Pekarangan Kecil

Sampel Pekarangan K1

Pekarangan ini merupakan milik Ibu Oom yang berada di Kampung Cimandala RT 01. Pekarangan ini memiliki luas 202.40 m2 dengan luas rumah 85.73 m2. Luas pekarangan ini adalah 116.67 m2. Rumah pada sampel ini berhadapan dengan rumah kerabatnya di sebelah barat dari rumah ini (Gambar 7). Elemen pekarangan pada pekarangan ini adalah jemuran, WC luar, dan dua buah kolam ikan yang sudah tidak dimanfaatkan pada halaman samping kanan. Selain itu juga terdapat tumpukan pasir pada halaman depan yang dapat dimanfaatkan sewaktu-waktu jika ingin membangun atau memperluas rumah. Pada halaman samping kanan juga terdapat kandang kelinci. Kelinci diternakan untuk dijual kembali kepada penadah. Hasil penjualan kelinci dimanfaatkan sebagai tambahan penghasilan. Pekarangan ini sering dijadikan tempat warga melintas jika ingin menuju ke tempat lain (Gambar 8).

Gambar 7. Denah pekarangan K1

Gambar 8. Kondisi eksisting pekarangan K1: rumah sampel pekarangan (kiri), kandang kambing dan kandang kelinci (kanan)

(32)

Pemilik pekarangan menggunakan pekarangannya sebagai tempat untuk bersosialisasi dengan kerabat dan tetangga. Selain itu setiap pagi pemilik pekarangan menjual sayuran di pekarangannya kepada para tetangga untuk menambah penghasilan. Pemilik juga membuka warung kecil di samping kanan pekarangan. Pemilik pekarangan berharap pekarangannya dapat lebih indah dan lebih bermanfaat terutama sebagai tambahan penghasilan.

Sampel Pekarangan K2

Pekarangan ini milik Ibu Lelah di RT 02 Kampung Landeuh. Luas lahan ini adalah 110.67 m2 dengan luas rumah 60.70 m2. Pekarangan ini memiliki ukuran 49.97 m2. Rumah pada pekarangan ini menghadap jalan. Pekarangan ini memiliki elemen berupa composting area di halaman samping kanan (Gambar 9).

Gambar 9. Denah pekarangan K2

Pekarangan ini memiliki zonasi ruang halaman depan, belakang, dan samping kanan. Pekarangan ini memiliki keragaman strata dari strata I hingga strata IV tetapi tidak memiliki strata V. Tidak terdapat penutup tanah berupa hamparan rumput pada pekarangan ini. pekarangan ini mempunyai 15 spesies tanaman dan 61 individu tanaman. Pekarangan ini memiliki keragaman fungsi tanaman dengan fungsi tanaman hias, buah, sayur, bumbu, dan obat, tetapi tidak memiliki fungsi tanaman pati, industri, dan fungsi lain-lain.

(33)

Gambar 10. Kondisi eksisting pekarangan K2: vegetasi pembatas pekarangan (kiri atas), halaman samping kanan (kanan atas), rumah sampel pekarangan (bawah).

Sampel Pekarangan K3

Pekarangan ini adalah milik Ibu Anah di Kampung Leuwijambe RT 02 yang mempunyai luas lahan 176.40 m2 dan luas rumah 57.27 m2. Luas pekarangan ini adalah 119.13 m2. Rumah pada pekarangan ini menghadap jalan. Pekarangan ini memiliki elemen berupa kandang ayam, dua buah kolam ikan dari terpal berukuran 2m x 1m, tempat jemuran, dan composting area. Elemen tersebut berada di halaman belakang rumah. Kandang ayam dan kolam ikan tersebut digunakan untuk beternak. Hasil dari ternak itu sebagian besar dijual dan ada yang dimanfaatkan sendiri oleh pemilik pekarangan. Ketika pengamatan dilakukan, kolam ikan sedang tidak dioperasikan karena sedang musim kemarau. Pemilik pekarangan mengaku jika musim kemarau air akan sulit didapat sehingga akan sulit untuk memelihara ikan. Selain itu juga terdapat warung sembako di bagian depan rumah. Warung ini merupakan sumber pendapatan tambahan bagi pemilik pekarangan (Gambar 11).

Gambar 11. Denah pekarangan K3

(34)

Keragaman fungsi tanaman yang dimiliki oleh pekarangan ini adalah fungsi tanaman hias, buah, bumbu, pati, dan industri. Pekarangan ini tidak memiliki keragaman fungsi tanaman sayur, obat, dan fungsi tanaman lain-lain.

Dengan adanya warung sembako di halaman depan rumah, maka banyak orang yang datang tidak hanya untuk membeli barang tetapi juga bercengkrama. Oleh karena itu, fungsi sosial pada pekarangan dapat berfungsi. Pemilik pekarangan ini adalah seorang buruh bangunan. Beliau bersama istrinya senang sekali untuk menghias pekarangan. Hal ini terlihat dari adanya jalan setapak di halaman belakang rumah dan bentuk penanaman yang menarik di halaman samping kanan. Hal tersebut dapat meningkatkan nilai estetika yang ada di pekarangan ini. Harapan dari pemilik sampel pekarangan adalah agar pekarangannya dapat lebih indah dan bermanfaat (Gambar 12).

Gambar 12. Kondisi eksisting pekarangan K3: warung kecil di halaman depan pekarangan (kiri), tanaman di halaman samping kanan (tengah), pavement pada pekarangan sudah tertata baik (kanan).

Sampel Pekarangan Sedang

Sampel Pekarangan S1

Pekarangan ini milik Ibu Masitoh di Kampung Cimandala RT 03. Luas lahan adalah 272.52 m2 dan luas rumah adalah 132.00 m2. Sehingga luas pekarangan ini adalah 140.52 m2. Rumah pada pekarangan ini menghadap ke jalan. Pekarangan ini memiliki elemen berupa jemuran di halaman samping kiri. Pemilik pekarangan ini memelihara kambing yang kandangnya berada di depan rumah mereka. Namun kambing beserta kandang kambing dan lahan tempat kandang kambing tersebut bukanlah milik mereka, jadi mereka hanyalah pengelola saja (Gambar 13). Kandang kambing tersebut tidak berada pada pekarangan, namun berada pada lahan milik orang lain. Pada halaman samping kiri terdapat tebing yang tidak terlalu curam yang membatasi pekarangan mereka dengan sungai kecil dan jalan kampung. Sungai ini berada lebih rendah daripada pekarangan S1 akibat adanya perbedaan elevasi.

(35)

Gambar 13. Denah pekarangan S1

Gambar 14. Kondisi eksisting pekarangan S1: tempat duduk pada pekarangan (kiri atas), vegetasi (kanan atas), penanaman yang tertata (kiri bawah dan kanan bawah)

(36)

kelola sehingga mereka bisa mendapatkan penghasilan tambahan selain dari pekerjaan kepala keluarga. Sayang sekali pada pekarangan ini terdapat tumpukan sampah yang berada pada samping kiri pekarangan. Pemilik pekarangan biasa membuang sampah ke sungai dengan alasan lebih mudah dan sampah dapat langsung terbawa aliran sungai. Namun karena telah menumpuk akhirnya aliran sungai tidak dapat sehingga membawa sampah yang mereka buang dan terjadilah tumpukan sampah ini.

Sampel Pekarangan S2

Pekarangan milik Pak Ajid berada Kampung Landeuh RT 04. Luas lahan milik Pak Ajid adalah 281.00 m2 dan luas rumah adalah 36.96 m2. Pekarangan S2 memiliki luas 244.04 m2. Orientasi rumah pada pekarangan S2 menghadap ke jalan. Pada pekarangan ini juga dijadikan sebagai jalan akses ke tempat lain oleh penduduk sekitar. Elemen yang ada pada pekarangan ini adalah kandang ayam, kandang kambing, kolam ikan, tempat jemuran, saung, dan composting area. Ayam yang dipelihara di pekarangan akan dijual atau dikonsumsi sendiri sesuai dengan kebutuhan pemilik pekarangan. Kambing yang dipelihara pada pekarangan ini seluruhnya akan dijual terutama ketika Idul Adha dimana banyak orang yang memerlukan hewan kurban berupa kambing. Kolam yang berada pada pekarangan belum dimanfaatkan secara intensif karena pemilik belum memiliki cukup modal untuk memelihara ikan secara khusus di kolam tersebut. Hal yang menarik adalah penempatan kandang kambing yang berada di atas kolam ikan. Pemilik pekarangan sengaja melakukan itu untuk menghemat lahan dan menggunakan kotoran kambing sebagai pakan ikan. Penghematan lahan dimaksudkan agar dengan lahan yang ada dapat mengakomodasi lebih banyak elemen sehingga dapat mendatangkan lebih banyak manfaaat. Hal ini sesuai dengan prinsip pertanian terpadu karena dari sisa kotoran kambing dapat dimanfaatkan sebagai pakan ikan yang ada di kolam sehingga tidak perlu membeli pakan ikan (Gambar 15). Pada samping kanan pekarangan berbatasan dengan sungai. Sungai ini sering membawa sampah. Sampah itu membuat keadaan tidak nyaman.

Pekarangan S2 terdiri dari halaman depan, belakang, samping kanan, dan samping kiri. Pekarangan S2 memiliki 19 spesies tanaman dengan total 62 individu tanaman. Keragaman fungsi tanaman yang terdapat pada S2 adalah fungsi tanaman hias, buah, sayur, obat, dan industri. Sedangkan fungsi tanaman lain-lain, pati, dan bumbu tidak terdapat pada pekarangan ini. Strata tanaman yang terdapat pada pekarangan ini adalah strata I sampai strata V. Tidak ditemukan penutup tanah berupa rumput pada pekarangan ini.

(37)

Gambar 15. Denah pekarangan S2

(38)

Sampel Pekarangan S3

Pekarangan ini adalah milik Ibu Aan Aeni yang berada di Kampung Leuwijambe RT 05. Luas lahan milik Ibu Aan Aeni adalah 591.96 m2 dan luas rumah adalah 196.64 m2. Pekarangan S3 mempunyai luas 395.32 m2. Pekarangan S3 sering digunakan oleh penduduk sekitar untuk akses ke tempat lain. Rumah pada pekarangan S3 menghadap ke jalan. Pekarangan S3 memiliki elemen kandang bebek dan jemuran yang terletak pada halaman samping kanan, kandang ayam pada halaman depan, dan tempat penyimpanan bahan bangunan pada halaman samping kiri. Bebek dan ayam yang dipelihara oleh pemilik nantinya akan dijual dan sebagian lagi akan dikonsumsi sendiri. Pada halaman depan terdapat tandon penyimpanan air. Menurut pemilik pekarangan, hal ini dilakukan untuk menyimpan cadangan air pada saat musim kering.

Pekarangan S3 mempunyai zonasi halaman depan, belakang, samping kiri, dan samping kanan. Spesies tanaman yang ada pada pekarangan S3 berjumlah 16 spesies. Sedangkan jumlah individu tanaman pada pekarangan ini sebanyak 322 individu. Pekarangan S3 memiliki keragaman strata tanaman lengkap dari strata I sampai strata V. Pekarangan S3 memiliki keragaman fungsi tanaman yaitu fungsi tanaman hias, buah, bumbu, obat, dan industri. Namun pekarangan S3 tidak memiliki tanaman dengan fungsi sayur, lain-lain, dan pati (Gambar 17).

Pemilik pekarangan juga menggunakan pekarangannya untuk bercengkrama dengan tetangga. Hal ini disebabkan oleh adanya penduduk yang sering melewati pekarangan. Pemilik sampel pekarangan menginginkan bahwa pekarangannya dapat lebih bermanfaat untuk dirinya sendiri dan penduduk sekitar (Gambar 18).

(39)

Gambar 18. Kondisi eksisting pekarangan S3: rumah pada pekarangan (kiri atas), kandang ayam (kanan atas), kandang bebek (kiri bawah), halaman samping (kanan bawah)

Sampel Pekarangan Besar

Sampel Pekarangan B1

Pekarangan milik Ibu Mis ini berada di Kampung Cimandala RT 01. Lahan milik Ibu Mis ini berukuran 454.42 m2 dengan luas rumah 53.08 m2. Luas pekarangan B1 adalah 401.34 m2. Rumah pada pekarangan ini menghadap ke jalan. Pekarangan ini memiliki akses terhadap air yang tidak terbatas karena dekat sekali dengan mata air. Penduduk sekitar sering melintasi area pekarangan ini sehingga terbentuk jalan setapak di halaman depan rumah sebagai tempat penduduk yang melintas. Pekarangan B1 memiliki elemen jemuran di halaman samping kanan, kandang kambing dan kandang kelinci di halaman samping kiri, dan WC luar di halaman belakang. Ternak yang ada dalam pekarangan B1 akan dijual kembali. Kambing yang ada dalam pekarangan B1 bukanlah milik pemilik pekarangan, tetapi milik orang lain. Sedangkan kelinci yang diternakan di pekarangan ini adalah milik pemilik pekarangan sendiri. WC luar selain dimanfaatkan oleh pemilik pekarangan juga dapat dimanfaatkan oleh penduduk sekitar. Menurut pemilik pekarangan, air yang terdapat pada WC luar tersebut berasal dari mata air di gunung dan tidak terbatas sehingga boleh dimanfaatkan siapa saja yang membutuhkan (Gambar 19).

(40)

Gambar 19. Denah pekarangan B1

(41)

Tanaman yang ada di pekarangan B1 dimanfaatkan sebagai tambahan penghasilan pemilik pekarangan. Kemudian pemilik pekarangan juga memanfaatkan pekarangannya sebagai tempat untuk berbincang-bincang dengan kerabat. Pemilik pekarangan berharap jika pekarangannya dapat lebih bermanfaat terutama untuk penghasilan tambahan keluarga tersebut.

Sampel Pekarangan B2

Pekarangan yang berada di Kampung Landeuh RT 02 adalah milik Ibu Cicih. Luas lahan milik Ibu Cicih adalah 630,62 m2 dengan luas rumah 205,17 m2. Pekarangan B2 memiliki luas 425,45 m2. Rumah pada pekarangan ini menghadap ke rumah kerabat. Pekarangan B2 memiliki elemen yaitu WC luar, kolam ikan yang sudah tidak terpakai lagi, dan dua buah kandang ayam pada halaman belakang serta tempat penyimpanan bahan bangunan yang berada di halaman samping kiri dan depan. Pada tempat penyimpanan bahan bangunan ini terdapat bahan bangunan seperti genteng, kayu, pasir, dan batu yang disiapkan oleh pemilik lahan untuk membangun atau merenovasi rumah ketika dibutuhkan. Pekarangan ini terlihat tidak tertata dengan baik, sehingga banyak sampah yang sengaja dibuang di dalam pekarangan namun tempat pembuangan tersebut bukan merupakan composting area (Gambar 21).

(42)

Pekarangan ini memiliki zonasi halaman depan, belakang, samping kanan, dan samping kiri. Keragaman strata tanaman yang terdapat pada pekarangan ini adalah strata III, IV, dan V. Sedangkan strata I dan II tidak terdapat pada pekarangan B2. Tidak ditemukan penutup tanah berupa rumput pada pekarangan ini. Pekarangan ini memiliki 9 jenis spesies dengan 36 individu tanaman. Pekarangan B2 memiliki keragaman fungsi tanaman yaitu tanaman buah, pati, dan industri. Pekarangan B2 tidak memiliki fungsi tanaman hias, sayur, bumbu, obat, dan fungsi lain-lain.

Pemilik pekarangan menggunakan pekarangannya sebagai tempat menjemur pakaian, menjemur hasil pertanian, menyimpan bahan bangunan, dan berkumpul dengan kerabatnya. Pemilik pekarangan menginginkan pekarangan mereka menjadi lebih indah dan tertata (Gambar 22).

Gambar 22. Kondisi eksisting pekarangan B2: tempat penyimpanan bahan bangunan (kiri atas), rumah pada pekarangan (kanan atas), tumpukan pasir untuk membangun rumah (kiri bawah), WC luar (kanan bawah)

Sampel Pekarangan B3

Pekarangan ini milik Pak Ombi yang berada di Kampung Leuwijambe RT 04. Luas lahan milik Pak Ombi adalah 728.45 m2 dengan luas rumah 160.82 m2. Pekarangan B3 memiliki luas 567.63 m2. Rumah pada pekarangan ini menghadap ke rumah tetangga. Pekarangan B3 memiliki elemen pekarangan berupa tempat penyimpanan bahan bangunan dan kandang kambing. Bahan bangunan yang disimpan adalah kayu, batu, dan pasir yang sewaktu-waktu dapat digunakan untuk membangun atau merenovasi rumah jika diperlukan. Kambing yang dipelihara pada pekarangan merupakan satu-satunya penghasilan bagi pemilik pekarangan karena mereka tidak memiliki pekerjaan tetap (Gambar 23).

(43)

Gambar 23. Denah pekarangan B3

Gambar 24. Kondisi eksisting pekarangan B3: halaman samping kiri (kiri atas), halaman samping tanpa tanaman penutup tanah (kanan atas dan kanan bawah), rumah sampel pekarangan (kiri bawah)

(44)

keluarganya. Oleh karena itu, pemilik pekarangan mengharapkan pekarangannya dapat menghasilkan manfaat ekonomi yang tinggi sehingga dapat menopang kehidupannya.

Sampel Pekarangan Sangat Besar

Sampel Pekarangan E1

Pekarangan milik Pak Haji Syamri ini berada di Kampung Cimandala RT 02. Lahan ini memiliki luas 1270,66 m2 dengan luas rumah 184 m2. Pekarangan ini memiliki luas 1086,66 m2. Rumah pada sampel pekarangan ini menghadap ke rumah kerabat (Gambar 25).

(45)

Pekarangan E1 memiliki dua buah kandang ayam, kolam ikan, tempat jemuran, dan tempat penyimpanan bahan bangunan. Semua elemen pekarangan tersebut berada di halaman samping kanan. Tempat penyimpanan bahan bangunan ini digunakan untuk menyimpan kayu. Ayam yang dipelihara di pekarangan ini digunakan pemilik pekarangan untuk memenuhi kebutuhannya. Kolam ikan yang ada di pekarangan E1 ini tidak digunakan secara maksimal karena tidak diisi ikan secara khusus. Hal tersebut disebabkan oleh keadaan cuaca yang kering ketika pengamatan sehingga kurang baik untuk mengusahakan ikan walaupun sumber air berada tidak jauh dari pekarangan. Pada halaman samping kanan pekarangan terdapat pondasi bangunan. Pondasi ini semula akan dibangun mushola untuk pengajian penduduk sekitar, tetapi pembangunan tidak jadi dilakukan sehingga tetap berupa pondasi. Pada halaman samping kiri terdapat tebing yang merupakan pembatas antara lahan pemilik pekarangan dengan lahan milik orang lain. Kondisi tebing tersebut rawan longsor sehingga sangat membahayakan. Pada halaman depan terdapat rumah pengurus kebun pemilik sampel. Pengurus kebun mengurus kebun pemilik sampel yang berada jauh dari pekarangannya. Pengurus kebun juga mencarikan makanan bagi hewan ternak pemilik sampel pekarangan dan membantu mengurus pekarangan (Gambar 26).

Gambar 26. Kondisi eksisting pekarangan E1: kandang ayam (kiri atas), kolam ikan (kanan atas), tebing rawan longsor (kiri bawah), rumah sampel pekarangan (kanan bawah)

(46)

Pemilik pekarangan menginginkan pekarangannya dapat lebih bermanfaat terutama ketika ada kegiatan keagamaan. Anak cucu pemilik pekarangan sering datang dan bermain di pekarangan. Hal ini menyebabkan pemilik pekarangan menginginkan pekarangannya juga nyaman sebagai tempat bermain anak-anak.

Sampel Pekarangan E2

Pekarangan milik Pak Tabroni ini berada di Kampung Landeuh RT 02. Luas lahan adalah 1219.32 m2 dengan luas rumah 142.94 m2. Pekarangan ini memiliki luas 1076.38 m2. Rumah pada pekarangan ini menghadap ke arah kebun milik Pak Tabroni sendiri. Rumah pemilik pekarangan berbatasan dengan rumah anaknya di sebelah kiri. Pada pekarangan ini terdapat kandang kambing dan tempat penjemuran aci. Pemilik pekarangan ini adalah seorang pengusaha aci sehingga pada pekarangannya terdapat tempat pembuatan aci beserta temat penjemurannya. Namun karena satu dan lain hal, perusahaan aci beliau tidak beroperasi lagi. Kambing yang berada di pekarangan ini digunakan oleh pemilik sebagai investasi. Ketika kambing sudah cukup umur, maka kambing akan dijual dan kemudian membeli kambing baru untuk dipelihara. Pada halaman samping kanan terdapat beberapa pohon besar untuk dipanen kayunya. Halaman depan terdapat area bercocok tanam sederhana. Pemilik biasa menanam sayuran di area tersebut. Namun karena pengamatan penelitian ini dilakukan pada musim kemarau, maka pemilik pekarangan tidak menanam sayuran pada area tersebut. Tidak jauh dari area tersebut, terdapat sungai yang digunakan sebagai sumber air untuk pekarangan. Namun sayang, ketika pengamatan ini dilakukan, ada pekerjaan proyek pembangunan suatu area rekreasi air yang berbatasan langsung dengan halaman depan sampel pekarangan ini. Proyek tersebut mencemari sungai sehingga air sungai tidak dapat digunakan secara maksimal lagi. Penduduk sekitar dapat melintas di bagian tengah pekarangan sehingga terbentuk jalan setapak (Gambar 27).

Pekarangan E2 mempunyai 23 spesies tanaman dengan jumlah individu sebanyak 192 individu tanaman. Zonasi ruang pada pekarangan E2 ini hanya terdapat halaman depan dan halaman samping kanan. Keragaman strata tanaman dari strata I hingga strata V terdapat pada pekarangan ini. Tidak ditemukan penutup tanah berupa rumput pada pekarangan ini. Fungsi tanaman yang ada pada pekarangan ini adalah fungsi tanaman hias, buah, sayur, bumbu, dan industri. Fungsi tanaman lain-lain, obat, dan pati tidak terdapat pada pekarangan ini.

Para kerabat dan tetangga seringkali berkunjung ke rumah pemilik pekarangan. Mereka bercengkrama di teras rumah atau pekarangan. Pemilik pekarangan berharap jika pekarangannya bisa lebih bermanfaat sehingga mendatangkan keuntungan yang lebih banyak (Gambar 28).

Sampel Pekarangan E3

(47)

Gambar 27. Denah pekarangan E2

(48)

Pada pekarangan E3 terdapat beberapa elemen pekarangan seperti pendopo, dua buah saung kecil, jemuran, WC umum yang agak besar, komposting, kandang ayam, dan kandang bebek. Karena ukuran pekarangan ini sangat luas, maka banyak elemen yang dapat berada di dalamnya. Pemilik pekarangan ini adalah cucu dari ulama tekemuka di lokasi penelitian. Makam ulama tersebut ada di samping pekarangan ini. Pendopo dan WC umum digunakan untuk mengakomodasi kegiatan para peziarah. Pemilik pekarangan jarang datang ke pekarangannya karena beliau beraktivitas rutin di Jakarta. Oleh karena itu pemilik membutuhkan jasa orang lain untuk mengurus pekarangannya yang tinggal di rumah tambahan yang berada di pekarangan itu. Ayam dan bebek yang dipelihara di pekarangan E3 digunakan untuk keperluan pribadi pemilik pekarangan, namun jika ada kelebihan jumlah maka hewan tersebut akan diberikan kepada pengurus pekarangan atau penduduk sekitar. Pada pekarangan ini terdapat tandon penyimpanan air. Tandon ini digunakan untuk menyimpan air ketika musim kemarau datang. Pengelola pekarangan mengatakan bahwa ketika musim kemarau datang, maka sumur gali mereka akan surut sehingga kesulitan mendapatkan air. Oleh karena itu mereka menampung air terlebih dahulu di dalam tandon ketika air mudah didapat. Banyaknya tanaman yang ada pada pekarangan ini menyebabkan banyak pula sampah dedaunan. Pengelola pekarangan mengumpulkan dedaunan ini kedalam suatu composting area. Namun pemanfaatan composting area belumlah maksimal karena pengelola tidak mengetahui cara membuat kompos dengan baik sehingga mereka hanya membakarnya.

Pekarangan E3 sangat tertata rapi dan menarik. Pengunjung yang datang berziarah dapat merasa nyaman. Pekarangan ini juga menjadi salah satu objek penelitian bagi mahasiswa karena memiliki pekarangan yang sangat luas, banyak tanaman, dan desain yang berbeda dari pekarangan yang ada di sekitarnya. Tanaman pada pekarangan E3 sudah diberikan papan informasi sederhana yang berisikan informasi mengenai tanaman tersebut berupa nama latin, nama lokal, fungsi tanaman, dan cara mengembangbiakan tanaman. Dengan adanya papan informasi tersebut, maka pengunjung dapat mengetahui lebih banyak mengenai suatu tanaman (Gambar 29).

(49)

3

3

(50)

Gambar 30. Kondisi eksisting pekarangan E3: rumah utama pekarangan (kiri atas), pendopo (kanan atas), WC luar (kiri tengah), stepping stone pada pekarangan (kanan tengah), perkerasan untuk kendaraan (kiri bawah), halaman samping kanan (kanan bawah)

Analisis Pekarangan Ekologis

(51)

yang jumlahnya paling sedikit ketimbang faktor yang lain (Supardi, 1983). Oleh karena itu jika dalam klasifikasi pekarangan sampel ini ada satu indikator yang tidak sesuai dengan indikator pekarangan ekologis, maka sampel pekarangan tersebut tidak dapat digolongkan menjadi pekarangan ekologis.

Tabel 10. Tabel hasil klasifikasi pekarangan pada hulu DAS Kalibekasi

Sam

K1:Sampel Pekarangan Kecil 1; K2:Sampel Pekarangan Kecil 2; K3:Sampel Pekarangan Kecil 3; S1:Sampel Pekarangan Sedang 1; S2:Sampel Pekarangan Sedang 2; S3:Sampel Pekarangan Sedang 3; B1:Sampel Pekarangan Besar 1; B2:Sampel Pekarangan Besar 2; B3:Sampel Pekarangan Besar 3; E1:Sampel Pekarangan Sangat Besar 1; E2:Sampel Pekarangan Sangat Besar 2; E3:Sampel Pekarangan Sangat Besar 3.

(52)

Ukuran Pekarangan

Berdasarkan rataan luas pekarangan pada sampel, maka didapat nilai rataan ukuran pekarangan (Tabel 11). Rataan luas pekarangan ini didapat dari pengelompokan seluruh sampel pekarangan ke dalam empat tipe ukuran pekarangan. Rataan luas pekarangan ini yang akan dijadikan luas pada model yang akan dibuat. Rataan luas dari tiap sampel memperlihatkan hasil yang sesuai dengan kriteria klasifikasi luas pekarangan ekologis kecuali sampel pekarangan sempit. Rataan sampel pekarangan sempit tidak memenuhi critical minimum size dari sebuah pekarangan.

Tabel 11. Data pengelompokan ukuran sampel pekarangan

Sampel

Pekarangan ekologis haruslah dapat mengakomodasi semua keragaman vertikal vegetasi yang terdiri dari lima strata tanaman dan keragaman horizontal vegetasi yang terdiri dari delapan fungsi tanaman. Untuk mengakomodasi keragaman fungsi dan strata vegetasi tersebut dibutuhkan ukuran minimal sebuah pekarangan ekologis. Ukuran luas minimal ini adalah 100 m2. Hal tersebut yang dinamakan critical minimum size pekarangan ekologis (Arifin 1998).

(53)

Keragaman Vegetasi

Keragaman vegetasi pekarangan ekologis mencakup keragaman strata dan fungsi. Keragaman vegetasi dikelompokan sesuai dengan jumlah individu tanaman yang termasuk kedalam keragaman strata dan fungsi (Tabel 12).

Tabel 12. Tabel keragaman vegetasi

Pekarangan Kecil Pekarangan Sedang Pekarangan Besar Pekarangan Sangat Besar

K1 K2 K3 S1 S2 S3 B1 B2 B3 E1 E2 E3 a) hias; b)buah; c) sayur; d) bumbu; e) obat; f) penghasil pati; g) industry; h) lainnya (Arifin 1998)

Keragaman Fungsi Vegetasi

Keragaman fungsi vegetasi pada lokasi penelitian diklasifikasi menjadi dua kategori yaitu tanaman hias dan tanaman non-hias. Tanaman hias yaitu tanaman yang berfungsi sebagai penambah estetika pada pekarangan. Tanaman non-hias yaitu tanaman yang berfungsi sebagai tanaman produksi yang dapat diambil manfaatnya untuk kegiatan pemilik pekarangan seperti tanaman buah, sayur, bumbu, penghasil pati, industri, dan lain-lain. Jumlah tanaman hias dan non-hias kemudian rasio tanaman tersebut dibuat grafik (Gambar 31).

Spesies tanaman dikelompokan ke delapan fungsi tanaman. Fungsi tanaman buah mendominasi di sampel pekarangan (Tabel 13).

Keragaman Strata Vegetasi

(54)

Tanaman Hias tanaman ornamental

Tanaman Non-hias: Buah, sayur, bumbu, obat, pati, industri, lain-lain

Gambar 31. Rasio jumlah tanaman hias dan tanaman non-hias

Tabel 13. Data keragaman fungsi vegetasi

Keragaman fungsi vegetasi

Hias (a) Kucai, teh-tehan, kaktus, puring, adam hawa, melati, anthurium, palem merah, kacang hias, daun bahagia, hanjuang, patah tulang, lidah mertua, caladium,

Buah (b) Pisang, rambutan, nangka, jeruk bali, mangga, asem, jambu, jeruk, belimbing, sawo, lengkeng, salak, duku, jambu biji, jambu air, ceremei, durian, kemang, sirsak, alpukat, alkesa, leci, menteng, kecapi, lobi-lobi, papaya, manggis, delima, mengkudu, bisbul, jambu mede, jambu batu, wuni, kedondong, sukun

Sayur ( c) Melinjo, terong, petai, jengkol, Bumbu (d) Pandan, salam, cabai rawit, lengkuas, Obat (e) Lidah buaya, petai cina,

Pati (f) Singkong, talas, tebu

Industri (g) Kopi, sengon, cokelat, kelapa, jati, kapuk randu, Lain-lain (h) -

Tabel 14. Data keragaman strata vegetasi

Keragaman strata vegetasi Strata V

(>10 m)

Asem, sawo, lengkeng, duku, durian, kemang, alpukat, menteng, kecapi, lobi-lobi, wuni, petai, jengkol, salam, petai cina, sengon, jati, sukun, kedondong, kapuk randu,

Strata IV (5 – 10 m)

Palem merah, Pisang, rambutan, nangka, jeruk bali, mangga, jambu, jeruk, belimbing, jambu biji, jambu air, ceremei, alkesa, leci, papaya, manggis, delima, mengkudu, bisbul, jambu mede, jambu batu, melinjo, kopi, kelapa,

Strata III (2 – 5 m)

Teh-tehan, puring, melati, hanjuang, salak, sirsak, singkong, cokelat, patah tulang, tebu,

Strata II (1 – 2 m)

Kaktus, anthurium, pandan, talas, lidah mertua,

Strata I (<1 m)

(55)

Zonasi Pekarangan

Zonasi pekarangan dipengaruhi oleh orientasi rumah pada pekarangan. Orientasi rumah pada tiap sampel pekarangan berbeda. Mayoritas rumah pada pekarangan menghadap ke jalan kampung. Namun ada juga yang tidak menghadap ke jalan. Sampel pekarangan mempunyai zonasi halaman yaitu halaman depan, samping kiri, samping kanan, dan belakang. Dari seluruh sampel pekarangan ditentukan zonasi halaman tersebut berdasarkan orientasi pintu depan rumah pada pekarangan (Tabel 15).

Tabel 15. Tabel zonasi sampel pekarangan

Sampel Pekarangan Zonasi Orientasi Rumah

K1 Dpn,Skn,Skr,--- Rumah Tetangga

K2 Dpn,Skn,Skr,Blk Jalan

B2 Dpn,Skn,Skr,Blk Rumah Tetangga

B3 Dpn,Skn,Skr,Blk Rumah Tetangga

Rataan Dpn,Skn,Skr,Blk -

-

E1 Dpn,Skn,Skr,Blk Rumah Tetangga

E2 Dpn,Skn,---,--- Kebun

E3 Dpn,---,Skr,--- Jalan

Rataan Dpn,Skn,Skr,Blk -

-

Keterangan: : memenuhi indikator pekarangan ekologis ; x: tidak memenuhi indikator

pekarangan ekologis. Zonasi mping kanan; Skr: samping kiri

PEMBAHASAN

Sampel Pekarangan Kecil

(56)

strata dan delapan keragaman fungsi vegetasi. Oleh karena itu dibutuhkan luas pekarangan >100 m2 untuk mengakomodasi semua indikator pekarangan ekologis (Arifin 1997). Rataan zonasi yang ada pada ketiga sampel pekarangan kecil ini adalah halaman depan, belakang, samping kiri, dan samping kanan. Hal ini mengindikasikan bahwa dari segi rataan zonasi sampel pekarangan kecil ini telah memenuhi indikator zonasi pekarangan ekologis. Orientasi sampel K1 menghadap ke rumah tetangga. Sampel K2 dan K3 menghadap ke jalan. Elemen yang hampir selalu ada pada ketiga sampel ini adalah jemuran, area komposting, dan kolam ikan. WC luar hanya ada pada sampel K1 tetapi tidak ada di sampel K2 dan K3. Hal ini dapat disebabkan karena keberadaan air yang melimpah di sampel K1 sehingga pemilik pekarangan memperbolehkan penduduk lain memanfaatkan WC luar yang dimilikinya. Keterbatasan akses terhadap air mengakibatkan kedua sampel lainnya tidak mempunyai WC luar. Kolam ikan ada pada sampel K1 dan K3. Namun ada perbedaan jenis kolam antara kedua sampel. Sampel K1 mempunyai kolam permanen. Sedangkan sampel K3 mempunyai kolam terpal. K2 tidak mempunyai kolam. Akses air yang melimpah pada K1 menjadikan sampel tersebut mudah mendapatkan sumber air untuk kolam. Sedangkan pada K3 akses air terbatas sehingga hanya mampu membuat kolam terpal saja. Kandang ayam hanya ada di sampel K3 tetapi tidak ada di kedua sampel lainnya. Pemilik sampel K3 termasuk dalam golongan ekonomi yang mampu sehingga memiliki modal untuk membuat kandang ayam dan memelihara ayam. Keterbatasan lahan mampu diatasi pada sampel K3 dengan menata sedemikian rupa elemen pekarangan sehingga lebih banyak elemen yang berada di dalamnya (Tabel 10).

Rataan strata pada ketiga sampel ini sesuai dengan indikator pekarangan ekologis yaitu dari strata I hingga strata V. Seluruh sampel memiliki strata vegetasi yang lengkap dari strata I hingga strata V kecuali sampel K2. Hal ini dapat disebabkan oleh keterbatasan lahan sampel pekarangan K2. Tanaman dengan strata yang tinggi seperti strata IV dan V membutuhkan lahan yang lebih luas. Hal ini disebabkan oleh bentuk morfologi tajuk dan batang tanaman tersebut membutuhkan lahan yang lebih luas. Keterbatasan lahan pekarangan menyebabkan tidak adanya tanaman dengan strata V pada pekarangan dengan ukuran yang lebih kecil (Arifin 1998).

(57)

Seluruh sampel pekarangan digunakan untuk bersosialisasi dengan tetangga sekitar atau kerabat oleh pemiliknya. Selain untuk hal tersebut, pada K2 dan K3, pemilik juga menggunakan fungsi estetika dari pekarangan untuk menghias rumahnya. Sampel K2 dan K3 tidak memanfaatkan pekaranganya untuk menjemur hasil pertanian. Hal itu menyebabkan sampel K2 dan K3 dinaungi oleh tanaman strata IV dan V. Sampel K1 lebih memanfaatkan pekarangannya sebagai tempat penjemuran hasil kebun pemilik pekarangan. Hal itu menyebabkan sampel K1 memiliki area terbuka yang bebas dari naungan tanaman dan langsung terkena sinar matahari untuk menjemur hasil kebun. Pemanfaatan pekarangan untuk penjemuran baik penjemuran pakaian atau hasil pertanian membutuhkan area terbuka yang bebas dari naungan tanaman sehingga matahari dapat masuk langsung dan membuat kering sesuatu yang dijemur. Harapan semua pemilik sampel cukup seragam yaitu mengharapkan pekarangan mereka lebih indah dan bermanfaat untuk kegiatan bercocok tanam.

Pekarangan Sedang

Pengamatan sampel pekarangan sedang dari sampel S1, S2, dan S3 adalah sebagai berikut. Rataan ukuran sampel pekarangan adalah 259,96 m2. Rataan ukuran sampel pekarangan sedang memiliki ukuran yang sesuai dengan kriteria pekarangan ekologis sedang yaitu 120-400 m2 . Semua sampel memiliki zonasi sesuai dengan kriteria pekarangan ekologis yaitu halaman depan, belakang, samping kiri, dan samping kanan. Orientasi rumah pada sampel S1 dan S3 menghadap ke jalan dan sampel S2 menghadap ke rumah tetangga. Elemen yang dominan muncul pada sampel pekarangan sedang adalah tempat jemuran yang muncul pada sampel S1 dan S3 serta kandang ayam dan tempat penyimpanan bahan bangunan yang muncul pada sampel S2 dan S3. Sedangkan WC luar dan kolam ikan hanya muncul pada sampel S2 dan kandang bebek hanya muncul pada sampel S3.

(58)

pekarangan dengan ukuran yang paling luas memiliki 16 spesies dan 322 individu tanaman. Namun jika dibandingkan dengan sampel S2 yang memiliki ukuran yang terluas kedua memiliki 19 spesies dan 62 individu tanaman. Hal ini dapat disebabkan sampel S3 mempunyai banyak individu tanaman dengan jumlah tanaman yang banyak per spesiesnya tetapi dengan spesies yang sedikit. Sampel S2 mempunyai jumlah individu yang lebih sedikit daripada S3 namun memiliki spesies yang lebih beragam daripada S3. Hal ini disebabkan sampel S2 mempunyai banyak keragaman hayati tanaman namun dengan jumlah individu yang sedikit per spesiesnya. Begitu juga dengan sampel S1 dan S2. Sampel S1 memiliki jumlah individu yang lebih banyak namun dengan spesies yang lebih sedikit daripada sampel S2. Anomali tersebut disebabkan oleh elemen pekarangan yang ada pada pekarangan sampel. Sampel S2 memiliki elemen kolam ikan, kandang ayam, dan tempat penyimpanan bahan bangunan. Elemen tersebut memerlukan area yang lebih luas sehingga mengurangi area ruang terbuka yang dapat digunakan untuk area penanaman tanaman. Keberadaan elemen pekarangan akan mengurangi keragaman hayati tanaman baik jumlah spesies maupun jumlah individu (Arifin 1997). Oleh karena itu sampel S2 yang memiliki ukuran lebih luas daripada sampel S1 tetapi tidak memiliki keragaman hayati tanaman sebanyak sampel S1 karena area ruang terbuka sampel S2 dipergunakan untuk elemen pekarangan.

Semua pemilik ketiga sampel pekarangan sedang menggunakan pekarangannya sebagai tempat bersosialisasi dengan tetangga dan kerabatnya. Sampel S1 dan S2 tidak digunakan pemilik sampel untuk menjemur hasil tanaman. Sampel S3 kadang kala digunakan untuk menjemur hasil tanaman, namu tidak mempunyai tempat khusus. Pemilik sampel S3 menjemurnya di jalan kampung yang berada di dalam pekarangan. Sejalan dengan hal tersebut, pemilik juga mengharapkan pekaranannya lebih tertata dan bermanfaat. Pemilik sampel S3 mengharapkan pekarangannya lebih indah sehingga enak dipandang sedangkan pemilik sampel S1 ingin mempunyai kandang kambing pada pekarangannya.

Pekarangan Besar

(59)

Gambar

Gambar 7. Denah pekarangan K1
Gambar 9. Denah pekarangan K2
Gambar 10. Kondisi eksisting pekarangan K2: vegetasi pembatas pekarangan (kiri atas), halaman samping kanan (kanan atas), rumah sampel pekarangan (bawah)
Gambar 13. Denah pekarangan S1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berarti jelas bahwa dalam hal pemberian keterangan alat bukti oleh saksi yang memiliki hubungan darah tentunya haruslah dikuatkan dengan penjelasan bahwa

5) Layanan Jurnal On-line Universitas Negeri Gorontalo berbasis Web. Jurnal ini dapat diakses melalui internet pada alamat: http://e- journal.ung.ac.id. Dalam

Dan pada tanggal 8 Juli 2011, ORI mengeluarkan Rekomendasi yang meminta Walikota Bogor mencabut Keputusan Walikota Bogor tanggal 11 Maret 2011 tersebut dengan

Model 2 dengan perkuatan geotekstil yang diletakkan di bawah tampang beton aspal yang terletak di tengah-tengah lapisan binder mempunyai modulus elastisitas dan modulus

Vitamin C sebagai pembanding atau kontrol positif termasuk antioksidan yang lebih kuat jika dibandingkan dengan ekstrak daun kelor yang digunakan sebagai sampel

Saat ini Dinas Peternakan Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan sudah mengikuti aturan dari Kementerian Pertanian melalui Pusat Data dan Informasi Pertanian (PUSDATIN),

Parfum Laundry Aceh Besar Beli di Toko, Agen, Distributor Surga Pewangi Laundry Terdekat/ Dikirim dari Pabrik BERIKUT INI JENIS PRODUK NYA:.. Kimia Untuk Keperluan Laundry

Sementara jilbab merupakan kewajiban furu’iyyah (cabang-cabang agama) sehingga pemakaian jilbab harus juga terlaksana ibadah mahdah dan ghairu mahdah nya. Dalam