• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis usahatani padi jenis ketan putih (Oryza Sativa Glutinosa (Studi Kasus Desa Jatimulya, Kecamatan Compreng, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis usahatani padi jenis ketan putih (Oryza Sativa Glutinosa (Studi Kasus Desa Jatimulya, Kecamatan Compreng, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat)"

Copied!
169
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS USAHATANI PADI JENIS

PADI KETAN PUTIH(

Oryza Sativa Glutinosa)

(Studi Kasus Desa Jatimulya, Kecamatan Compreng,

Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat)

SKRIPSI

AA AHMAD ANSHORI H34076001

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

RINGKASAN

AA AHMAD ANSHORI. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Ketan Putih Studi Kasus Desa Jatimulya, Kecamatan Compreng, Kabupaten Subang,

Propinsi Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan

Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah Bimbingan TINTIN SARIANTI)

Padi merupakan salah satu komoditi yang mempunyai potensi ekonomis untuk menambah pendapatan para petani. Hal tersebut dapat memberi motivasi tersendiri bagi petani untuk lebih mengembangkan dan meningkatkan produksinya dengan harapan agar pada saat panen, memperoleh hasil penjualan tinggi guna memenuhi kebutuhannya. Seiring dengan berjalannya pertumbuhan penduduk di Indonesia pemerintah harus dapat memenuhi kebutuhan cadangan pangan dan menjaga cadangan pangan nasional, oleh karena itu peningkatkan produksi perlu dilakukan. Padi ketan putih di Indonesia perlu dikembangkan walaupun penggunaannya masih terbatas untuk makanan tradisional, kue-kue dan minuman beralkohol. Karena persediaannya yang terbatas, Indonesia harus mengimpor beras ketan dari Thailand. Pada tahun 2009, pemerintah telah mengimpor beras ketan sebesar 102 ribu ton, sementara data impor tahun 2005-2008 rata-rata 90 ribu ton ketan putih. Indonesia mengimpor beras ketan dari Thailand, sedangkan daerah sentra produksi beras ketan di Indonesia hanya ada di tiga daerah, yaitu di Subang (Jabar), Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kebutuhan konsumsi beras ketan di Indonesia belum diketahui, namun kemungkinannya hampir sama dengan kebutuhan impor, kebutuhan impor setiap tahun rata-rata sebesar 90 ribu ton, sehingga kebutuhan konsumsi sama dengan kebutuhan impor.

(3)

ketan putih di Desa Jatimulya.Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Melihat keragaan usahatani padi ketan putih di Desa Jatimulya (2) Menganalisis tingkat pendapatan usahatani padi ketan putih di Desa Jatimulya dan (3) Rekomendasi kebijakan bagi usahatani padi ketan putih di Desa Jatimulya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum kegiatan usahatani padi ketan putih dan usahatani padi non ketan dari mulai kegiatan pengolahan tanah hingga panen keduanya hampir sama, namun perbedaan terletak pada kegiatan budidaya yang lebih banyak pada usahatani padi ketan putih, seperti kegiatan pemberian pupuk dan pestisida yang lebih sering dilakukan daripada pada usahatani padi non ketan. Berdasarkan hasil analisis menunjukan bahwa penerimaan yang diperoleh dari usahatani padi ketan putih pertahunnya adalah Rp 36.109.880/ha, sedangkan untuk usahatani padi non ketan di peroleh sebesar Rp 29.549.346/ha. Hal ini dikarenakan perbedaan harga dan jumlah produksi antara padi ketan putih dan padi non ketan, diketahui jumlah produksi untuk padi ketan putih per tahunnya 9.424 Kg/ha dengan harga Rp 3.875 /Kg, sedangkan untuk padi non ketan 8.686 kg/ha dengan harga Rp 3.420/kg.

Adapun biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani padi ketan putih adalah Rp 8.867.420/ha pertahunnya atau sekitar 37.91 persen dari jumlah total biaya dan Rp 14.523.312/ha atau sekitar 62.09 persen untuk biaya diperhitungkan, sedangkan petani padi non ketan adalah Rp 6.465.513/Ha pertahunnya atau sekitar 30.92 persen dari jumlah total biayaRp14.444.149/Ha. Besarnya biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani padi ketan putih disebabkan oleh jumlah sumberdaya yang dimiliki dan cara petani tersebut melakukan kegiatan usahataninya tidak sama, hal ini dikarenakan setiap kegiatan usahatani padi ketan putih membutuhkan tenaga yang lebih dibandingkan dengan padi non ketan, sebagai contoh kegiatan pemupukan dan penyemprotan yang membutuhkan lebih banyak dari padi non ketan. Berdasarkan antara pendapatan atas biaya yang dikeluarkan dapat diketahui efisiensi dari kedua usahatani tersebut yang terlihat pada nilai R/C Ratio atas biaya total masing – masing untuk petani padi ketan putih 1.54, sedangkan untuk petani padi non 1.41, hal ini menunjukkan usahatani padi ketan putih lebih efisien dibandingkan usahatani padi non ketan.

(4)

ANALISIS USAHATANI PADI JENIS

PADI KETAN PUTIH

(Oryza Sativa Glutinosa)

(Studi Kasus Desa Jatimulya, Kecamatan Compreng,

Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat)

AA AHMAD ANSHORI H34076001

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Analisis Usahatani Padi Jenis Padi Ketan Putih (Oryza Sativa Glutinosa (Studi Kasus Desa Jatimulya, Kecamatan Compreng,

Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat) Nama : Aa Ahmad Anshori

NIM : H34076001

Meyetujui, Pembimbing

Tintin Sarianti, SP, MM

NIP. 19750316 200501 2 001

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

NIP.19580908 198403 1 002

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Usahatani Padi Jenis Padi Ketan Putih (Oryza Sativa Glutinosa) (Studi Kasus Desa Jatimulya, Kecamatan Compreng, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat) adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang di terbitkan maupun tidak di terbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka dibagian akhir skripsi.

Bogor, Agustus 2011

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Subang, Jawa Barat pada tanggal 5 Nopember 1985. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak H. Casnita SE dan Ibunda Hj. Wiwi Trismi.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Mulyasari Subang pada tahun 1998 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTP Islam Cipasung Tasikmalaya. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMU Al Ma’soem Sumedang pada tahun 2004.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan

karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis Usahatani Padi Jenis Padi Ketan Putih (Oryza Sativa Glutinosa)(Studi

Kasus Desa Jatimulya, Kecamatan Compreng, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat)”.

Penelitian ini bertujuan untuk Melihat keragaan usahatani padi ketan di Desa Jatimulya, Menganalisis tingkat pendapatan usahatani padi ketan putih di Desa Jatimulya dan Rekomendasi bagi usahatani padi ketan di Desa Jatimulya

Skripsi ini sangat bermanfaat bagi penulis sebagai salah satu mahasiswa yang sedang menyelesaikan tugas akhir pada Program Sarjana Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini merupakan hasil maksimal yang dapat diselesaikan oleh penulis selama mengikuti kegiatan pembelajaran dalam kegiatan kuliah maupun tugas akhir ini. Penulis menyadari bahwa masih terdapat keterbatasan dan kendala yang dihadapi dalam skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memang membutuhkan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaiaan skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

(9)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu selaku bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Tintin Sarianti, SP. MM selaku dosen pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan, saran dan pengarahan, dengan penuh kesabaran selama proses penyusunan skripsi ini. Ditengah kesibukan yang luar biasa, beliau selalu menyempatkan diri untuk membagikan ilmunya kepada penulis. 2. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku penguji utama dan Dra. Yusalina, M.Si selaku penguji akademis. Terima kasih atas saran dan masukan yang telah diberikan untuk penelitian ini.

3. Ir. Narni Farmayanti, M.Si selaku dosen evaluator pada kolokium yang telah memberikan masukan dan saran demi perbaikan penelitian ini.

4. Ir. Burhanuddin, MM selaku pembimbing akademik. Terima kasih telah memberikan bimbingan dan pengarahan semasa berjalannya perkuliahan. 5. Ayahanda tercinta atas segala didikan dan nasehatnya kepada penulis serta

Ibunda atas perhatian, kepercayaan, kasih sayang dan doa tulus yang selalu membuat penulis menjadi lebih baik. Terima kasih kepada Istriku Indria Susilowati dan anakku Lafinsha Ainia Anshori yang selalu memberikan dukungan dan selaku penyemangat bagi peneliti, adikku tersayang Wildan Agus Maulana, Lulu Nurbaeti dan Soleha Rahayu. Semoga ini menjadi salah satu persembahan terbaik.

6. Keluarga Besar H. Syukur. Terima kasih atas dorongan – dorongan yang telah diberikan baik materil atau pun non materil.

7. Edwin Suryadi selaku pembahas dalam seminar skripsi. Terima kasih atas ketersediaannya menjadi pembahas dan terimakasih atas saran dan masukkannya.

8. Drs. H. Ali Syarifin selaku kepala Desa Jatimulya yang telah memberikan ijin peneliti melakukan penelitian di Desa Jatimulya.

(10)

10. Seluruh staf Dinas pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Subang dan BPP (Badan penyuluh Pertanian) Kecamatan Compreng, Kabupaten Subang yang telah memberikan data dan informasi dalam penelitian ini.

11. Asriani Mulyaningsih, SE dan Rina Choerningrum, SE yang telah banyak membantu dalam pembuatan sekripsi ini.

12. Teman – teman yang ada di Beta Hoz Public Benri, Husein, Wilmar, Saud, Mugi, Dana, Dwi, Didit, Irwan, Eko, Budi terimakasih atas dukungannya dan persahabatan selama ini.

13. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan ... 5

1.4. Manfaat ... 5

II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 11

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 11

3.1.1. Konsep Usahatani ... 11

3.1.2. Penerimaan Usahatani ... ... 12

3.1.3. Pengeluaran Usahatani ... ... 12

3.1.4. Pendapatan Usahatani ... ... 13

3.1.5. Rasio Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C) Ratio ... 14

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 14

IV METODE PENELITIAN ... 17

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17

4.2. Jenis dan Sumber data ... 17

4.3. Metode Pengumpulan Data ... 18

4.4. Metode Analisis Data ... 18

4.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani ... 18

4.4.2. Analisis Efisiensi (R/C) Ratio ... 20

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 21

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 21

5.1.1. Lokasi dan Kondisi Geografis ... 21

5.1.2. Keadaan Alam ... 22

5.1.3. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian ... 23

5.2. Karakteristik Responden ... 24

5.2.1. Umur Petani ... 24

5.2.2. Tingkat Pendidikan ... 25

5.2.3. Luas Lahan ... 26

(12)

5.2.5. Status Usahatani ... 28

5.3. Gambaran Umum Usahatani ... 30

5.3.1. Pengolahan lahan ... 30

5.3.2. Pembenihan ... 32

5.3.3. Pengairan (Irigasi) ... 33

5.3.4. Penanaman (Tandur) ... 35

5.3.5. Penyulaman dan Penyiangan ... 36

5.3.6. Pemupukan ... 37

5.3.7. Pengendalian Hama dan Penyakit ... 38

5.3.8. Panen dan Pasca Panen ... 49

VI HASIL dan PEMBAHASAN ... 42

6.1. Penggunaan Input Usahatani ... 42

6.2. Output Usahatani ... 56

6.3. Analisis Pendapatan Usahatani Padi ... 57

6.4. Rekomendasi Kebijakan Bagi Usahatani Padi Ketan ... 65

VII KESIMPULAN dan SARAN ... 66

7.1. Kesimpulan ... 66

7.2. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Luas Panen, Produksi dan Produktifitas Tanaman Padi di Indonesia Tahun 2010 ... 2

2. Luas Panen, Produksi dan produktifitas Padi Kecamatan Compreng Tahun 2010 ... 3

3. Luas Wilayah Desa Jatimulya Menurut Penggunaannya

Tahun 2010 ... 21

4. Komposisi Penduduk di Desa Jatimulya berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2010 ... 23

5. Jumlah dan Persentase Petani Responden Padi Ketan Putih dan Padi Non Ketan menurut Golongan Umur di Desa

Jatimulya Tahun 2010 ... 25

6. Karakteristik Responden Petani Padi Ketan Putih dan Padi Non Ketan Berdasarkan Pendidikan di Desa Jatimulya Tahun

2010 ... 26

7. Karakteristik Responden Petani Padi Ketan Putih dan Padi Non Ketan Berdasarkan Luas Lahan di Desa Jatimulya Tahun

2010 ... 27

8. Karakteristik Responden Petani Padi Ketan Putih dan Padi Non Ketan Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan di Desa

Jatimulya Tahun 2010 ... 28

9. Karakteristik Responden Petani Padi Ketan Putih dan Padi Non Ketan Berdasarkan Status Usaha di Desa Jatimulya

Tahun 2010 ... 29

10.Kebutuhan Benih Padi/Tahun (Ha) Pada Usahatani Padi di

(14)

11.Penggunaan Pupuk Pada Usahatani Padi Ketan

Putih/Tahun/Ha di Desa Jatimulya Tahun 2010 ... 46

12.Penggunaan Pupuk Pada Usahatani Padi Non Ketan/Tahun/Ha

di Desa Jatimulya Tahun 2010 ... 47

13.Penggunaan Pestisida Petani Padi Ketan Putih per Tahun/Ha

di Desa Jatimulya Tahun 2010 ... 49

14.Penggunaan Pestisida Petani Padi Non Ketan per Tahun/Ha di

Desa Jatimulya Tahun 2010 ... 49

15.Penggunaan Tenaga Kerja (HOK)/Tahun/Ha pada Usahatani

Padi Ketan di Desa Jatimulya Tahun 2010 ... 55

16.Penggunaan Tenaga Kerja (HOK)/Tahun/Ha pada Usahatani

Padi Non Ketan di Desa Jatimulya Tahun 2010 ... 55

17.Penerimaan Usahatani Padi Ketan Putih dan Usahatani Padi

non Ketan per Tahun di Desa Jatimulya Tahun 2010 ... 58

18.Biaya Usahatani Padi Ketan Putih dan per Tahun di Desa

Jatimulya Tahun 2010 ... 59

19.Biaya Usahatani Padi Non Ketan per Tahun di Desa Jatimulya ... 61

20.Rata-rata pendapatan da R/C Rasio per Tahun Usahatani Padi

Ketan Putih Pada Tahun 2010 ... 62

21.Rata-rata Pendapatan dan R/C Rasio per Tahun

Usahatani Padi non Ketan pada Tahun 2010 ... 63

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ... 16

2. Peta Desa Jatimulya Tahun 2010 ... 22

3. Kegiatan Pengolahan Lahan di Desa Jatimula Tahun 2010 ... 31

4. Tempat Pembenihan/Penaburan Benih Desa Jatimulya Tahun

2010 ... 32

5. Irigasi Pertanian di Desa Jatimula Tahun 2010 ... 34

6. Kegiatan Penanaman (Tandur) di Desa Jatimula Tahun 2010 .. 35

7. Kegiatan Penyulaman di Desa Jatimula Tahun 2010 ... 36

8. Kegiatan pemupukan di Desa Jatimula Tahun 2010 ... 38

9. Kegiatan Pengendalian Hama dan Penyakit di Desa Jatimula

Tahun 2010 ... 39

10.Kegiatan Panen di Desa Jatimula Tahun 2010 ... 40

11.Pasca Panen di Desa Jatimulya Tahun 2010 ... 41

12.Benih Padi: Padi Ketan Putih (Kanan) Dan Padi Non Ketan

(Kiri) di Desa Jatimulya Tahun 2010 ... 42

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

(17)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat potensial untuk dikembangkan dan dimanfaatkan, karena berperan dalam peningkatkan perekonomian nasional terutama dalam rangka menyukseskan swasembada komoditas pertanian. Hal ini ditunjukan dari banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup dan bekerja pada sektor pertanian. Sasaran utama pembangunan pertanian pada masa ini adalah dengan meningkatkan produksi pertanian dan pendapatan petani, oleh karena itu kegiatan disektor pertanian diusahakan agar dapat berjalan lancar seiring dengan peningkatan produk pangan pertanian yang diharapkan dapat memperbaiki taraf hidup petani. Selain itu, dapat memperluas lapangan pekerjaan bagi golongan masyarakat yang masih tergantung pada sektor pertanian.

Bagi bangsa Indonesia padi merupakan sumber penghasilan. Padi tidak hanya berperan penting sebagai makanan pokok dan makanan olahan, tetapi juga merupakan sumber perekonomian sebagaian besar masyarakat di pedesaan. Kekurangan produksi berpengaruh terhadap berbagai jenis aspek kehidupan termasuk sosial, ekonomi, bahkan politik. Karena itu, dalam upaya peningkatan produksi padi untuk memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk tentu perlu mendapat perhatian utama dalam pembangunan pertanian.

(18)

Potensi pertanian di Indonesia dapat terlihat dan luas panen, produktivitas dan produksi tanaman padi di beberapa Provinsi yang ada di Indonesia. Berdasarkan luas panen tanaman padi sekitar 13.244.184 (Ha), Indonesia dapat menghasilkan produksi sebesar 66.411.469 (Ton) padi dengan produktifitas 50,14 (Ku/Ha), pertanian di Indonesia saat ini masih memegang peranan yang cukup besar dan kedepan diharapkan dapat berjalan dengan baik (Tabel 1).

Tabel 1. Luas Panen, Produksi dan Produktifitas Tanaman Padi di Indonesia

Tahun 2010

Provinsi Luas Panen(Ha) Produksi (Ton) Produktivitas(Ku/Ha) Indonesia 13.244.184 66.411.469 50,14

Sumatera Utara 754.659 3.582.432 47,47 Sumatera barat 460.497 2.211.248 48,02 Sumatera Selatan 769 478 3.272.451 42,53 Lampung 590.609 2.807.791 47,54 Jawa Barat 2.037.763 11.737.683 57,60 Jawa Tengah 1.801.397 10.110.830 56,13 Jawa Timur 1.963.983 11.643.773 59,29 Banten 406.411 2.048.047 50,39 Kalimantan Selatan 471.166 1.842.089 39,10 Sulawesi Selatan 885.823 4.374.432 49,38

Padi ketan putih di Indonesia perlu dikembangkan selain karena penggunaannya untuk makanan olahan treadisional, tetapi sekarang padi ketan putih sudah memasuki industri – industri pengolahan makanan yang terbuat dari ketan putih diantaranya Kabupaten Kuningan, Kabupaten Garut dan Kabupaten Sukabumi. Karena persediaannya yang terbatas, Indonesia harus mengimpor beras ketan dari Thailand. Pada tahun 2010, pemerintah telah mengimpor beras ketan sebesar 80 ribu ton, kemudian menambah 40 ribu ton beras ketan, guna memenuhi kebutuhan pada September hingga Desember.

(19)

Kebutuhan konsumsi beras ketan di Indonesia belum diketahui, namun kemungkinannya hampir sama dengan kebutuhan impor. Kebutuhan impor setiap tahun rata-rata sebesar 90 ribu ton, sehingga kebutuhan konsumsi sama dengan kebutuhan impor1. Data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jabar dan Asosisasi Pedagang Komoditas Agro (APKA) Jabar, menyebutkan, sentra produksi beras ketan mayoritas dihasilkan dari kuningan, Garut, Subang dan Indramayu. Namun sejauh ini, masih sulit terdata berapa jumlah produksi beras ketan per bulannya.

Kecamatan Compreng terdiri dari beberapa Desa yang salah satunya adalah Desa Jatimulya. Desa Jatimulya merupakan daerah penghasil padi kedua terbanyak di Kecamatan Compreng tetapi penghasil utama dalam padi ketan putih. Hal ini dikarenakan Desa Jatimulya memiliki luas panen yang cukup luas 1.719 (Ha) dan potensial serta di dukung dengan penduduknya yang mayoritas berpenghasilan dari sektor pertanian khususnya padi ketan putih. Tiap-tiap Desa umumnya mempunyai produk padi utama yang berbeda-beda dalam melakukan kegiatan usahatani padi, sehingga menjadi keunggulan-keunggulan bagi Desa tersebut dan mengguntungkan pada saat datang musim panen.

Tabel 2. Luas Panen, Produksi dan Produktifitas Padi Kecamatan Compreng Tahun 2010

Desa Luas panen (Ha) Produksi (Ton) Produktifitas (Ku/Ha)

Compreng 1.113 7.604 68.32

Mekarjaya 1.363 9.354 68.63

Kalensari 1.845 12.727 68.98

Jatireja 973 6.624 68.08

Kiarasari 1.173 8.024 68.41

Sukatani 1.109 7.576 68.31

Sukadana 1.429 9.816 68.69

Jatimulya 1.719 11.846 68.91

Total 10.724 73.571 68.60

Sumber: BPPKP Kecamatan Compreng, 2010

Dilihat dari luas tanam dan luas panen, 80 persen petani menanam padi ketan putih dengan jumlah produksi 9.476,8 (Ton), IR 42 sebanyak 10 persen, IR 64 sebanyak lima persen, Ciherang sebanyak tiga persen dan dua persen untuk

1

(20)

varietas padi yang lainnya, dari segi harga padi ketan putih relatif lebih tinggi dan memberikan keuntungan ekonomis dibandingkan varietas padi yang lain, dari segi produktivitas, padi ketan umumnya di atas 6,5 ton gabah kering pungut (GKP), dibandingkan beras biasa yang rata-rata 5,2 ton GKP. Ini disebabkan bulir padi dan gabah beras ketan putih lebih besar dibandingkan padi biasa, sedangkan untuk penanganan pascapanen padi ketan putih ralatif lebih mudah karena bulir padi mudah lepas dari dahannya saat pemanenan (hasil wawancara para petani di Desa Jatimulya dan data BPPKP Kecamatan Compreng tahun 2010). Pemilihan tempat penelitian di Desa Jatimulya Kecamatan Compreng karena wilayah ini berpotensi dalam memproduksi padi ketan putih selain Kecamatan Binong yang merupakan sentra padi ketan putih khususnya di Kabupaten Subang dan umumnya di Provinsi Jawa Barat.

1.2. Perumusan Masalah

Desa Jatimulya sebagai penghasil padi ketan putih juga memiliki beberapa kendala didalam usahatani padi, diantaranya masih rendahnya pengetahuan petani untuk menerapkan pola usahatani berwawasan agribisnis, padi ketan putih merupakan produk yang sangat potensial untuk di usahakan oleh karena itu dalam mengusahakan padi ketan putih petani harus sangat diperhatikan antara lain penggunaan bibit yang berkualitas rendah, penggunaan pupuk yang tidak sesuai dengan dosis pemakaian, pengendalian berbagai hama dan penyakit yang masih kurang, sehingga ketergantungan terhadap pestisida kimia masih cukup tinggi yang dapat menurunkan kualitas kesuburan tanah, hal ini dapat menyebabkan pendapatan petani menjadi menurun dan berdampak pada penurunan kesejahteraan.

(21)

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu:

1. Bagaimana keragaan usahatani padi ketan putih di Desa Jatimulya?

2. Bagaimana tingkat pendapatan dan efisiensi usahatani padi ketan putih di Desa Jatimulya?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengkaji keragaan usahatani padi ketan putih di Desa Jatimulya.

2. Menganalisis tingkat pendapatan dan efisiensi usahatani padi ketan putih di Desa Jatimulya.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai:

1. Bahan masukan dan memberikan informasi bagi petani atau masyarakat umumnya di Desa Jatimulya

2. Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk melakukan usahatani padi ketan dengan tujuan meningkatkan produksi dan pendapatan. 3. Bagi peneliti sendiri hasil penelitian ini digunakan sebagai sarana untuk

(22)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian tentang analisis pendapatan usahatani padi, peneliti mengambil beberapa penelitian yang terkait dengan topik penelitian, dengan mengkaji dan melihat alat analisis yang digunakan dalam penelitian terdahulu. Hal ini bertujuan untuk melihat perbandingan antara penelitian terdahulu dan dengan penelitian ini, sehingga dapat menunjukan adanya persamaan, keunggulan, dan kelemahan dalam penelitian ini.

Gilda. F (2008) menganalisis tentang pendapatan usahatani padi sawah menurut system mina padi dan non mina padi (Kasus Pada Desa Tapos 1, Tapos 2 dan Tapos 3 di Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor). Tujuan penelitian ini adalah ingin mengkaji keragaan usahatani padi sawah, menganalisis pendapatan usahatani padi, dan menganalisis perbandingan antara pendapatan usahatani dan biaya usahatani system mina padi dan non mina padi (R/C). Alat analisis yang digunakan adalah analisis biaya, analisis pendapatan usahatani, analisis profitabilitas.

Hasilnya adalah sistem usahatani padi sawah Tapos 1 secara umum hampir sama yaitu cenderung ke mina padi pembibitan karena hasil panen cenderung dijadikan bibit bagi usaha perikanan. Irigasi yang melimpah petani padi sawah minimal dalam penanamannya satu kali dalam setahun, jika air melimpah dan stabil maka petani akan memelihara ikan disawah. Benih yang digunakan adalah IR 64 dinilai memiliki karakteristik benih yang baik disawah karena produktifitasnya tinggi, pemanenan yang relatif cepat dan tahan terhadap serangan hama. Benih padi varietas ciherang menempati urutan kedua dalam produktifitasnya, dengan berkonsentrasi pada varietas tersebut pemerintah dapat meningkatkan kuantitas padi dengan masa tanam yang relatif singkat, jika penggunaan bibit dibarengi dengan penerapan sistem dengan baik maka dapat lebih memperkuat ketahanan pangan dimasa yang akan datang.

(23)

Dengan produktifitas yang rendah padi sawah mina padi bias lebih memaksimalkkan dibanding petani non mina padi dengan pendapatan kotornya Rp 3.209.500,31 dan pendapatan bersihnya Rp 2.361.899,20 sedangkkan petani non mina padi pendapatan kotornya Rp 3.816.557,36 dan pendapatan bersihnya Rp 2.799.186,57, untuk kedua sistem pengusahaan padi terjadi penurunan namun untuk sistem mina padi penurunan pendapatannya derastis dibandingkan non mina padi.

Fitria (2007) analisis pendapatan dan efisiensi produksi usahatani padi sawah (Studi Kasus di Desa Purwodadi, Kecamatan Trimurjo, Kecamatan Lampung). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat pendapatan dan efisiensi, menganalisis penggunaan faktor-faktor produksi, menganalisis dan menentukan kombinasi optimal penggunaan faktor-faktor produksi yang dapat memberikan keuntungan maksimal pada usahatani padi sawah. Alat analisis yang digunakan diantaranya analisis pendapatan usahatani, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Ratio), analisis fungsi produksi cobb-douglas dan analisis efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi.

Berdasarkan hasil pendapatan usahatani padi sawah, petani memperoleh nilai R/C rasio atas biaya tunai sebesar 2,89 dan nilai R/C rasio atas biaya total sebesar 1,70. Uji-t student terlihat bahwa faktor-faktor produksi luas lahan (X1)

dan jumlah benih (X2) berpengaruh nyata terhadap produksi pada tingkat

kepercayaan 85 persen, pupuk urea (X3) berpengaruh nyata pada tingkat

kepercayaan 90 persen, dan faktor produksi tenaga kerja (X8) berpengaruh nyata

terhadap produksi pada tingkat kepercayaan 95 persen. Sedangkan pupuk SP-36 (X4), pupuk KCL (X5), pupuk ZA (X6), serta pestisida (X7) tidak berpengaruh

(24)

Penelitian yang dilakukan oleh Sudrajat (2007) pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi ladang di Kabupaten Purwakarta(Studi Kasus: Kelompok Tani Jaya Desa Sukatani, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat). Penelitian ini bertujuan untuk (1). Menganalisis apakah usahatani padi ladang masih menguntungkan bagi petani indonesia. (2). Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi ladang, (3). Menganalisis efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi pada cabang usahatani padi ladang.

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio), pendekatan fungsi coob-douglas dan analisis efisiensi ekonomi dan rasio Nilai Produksi Marjin (NPM) dan biaya Biaya Korbanan Marjinal (BKM). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program microsoft exel dan mini tab 14 for windows. Hasil penelitian menunjukan bahwa analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio, diperoleh nilai R/C rasio atas biaya total sebesar 1,19 dan rasio R/C atas biaya tunai sebesar 2,07. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi padi ladang adalah tenaga kerja dari luar keluarga, benih dan pupuk urea. Ketiga faktor tersebut signifikan pada tarap kepercayaan 90 persen. Faktor produksi pestisida, pupuk TSP dan pupuk kandang tidak berpengaruh nyata pada tarap kepercayaan yang telah ditetapkan, pengguinaan faktor produksi yang efisien secara ekonomis dicapai pada saat penggunaan faktor tenaga kerja dari luar keluarga sebesar 183,22 HOK.

(25)

Hasil penelitian usahatani padi hibrida yang dilaksanakan oleh petani padi kecamatan cibuaya, kabupaten karawang, jawa barat pada musi rendeng 2006/2007 memberikan keuntungan yang lebih kecil dari pada padi inbrida pada waktu yang sama. Pendapatan atas biaya dibayarkan usahatani inbrida dan padi hibrida adalah Rp 6.152.080,57 dan rp 4.384.536,55. Hasil analisis regresi logistik untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi benih padi hibrida menunjukan bahwa ada empat variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap penerapan benih padi hibrida di Kecamatan Cibuaya yaitu luas lahan, status lahan, rasio pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan total dan umur.

Penelitian lainnya yang membahas tentang pendapatan usahatani padi dilakukan oleh Maryono (2008) dengan judul analisis efisiensi teknis dan pendapatan usahatani padi program benih bersertifikat: pendekatan stockhastic production frontier (Studi Kasus Di Desa Pasirtalaga, Kecamatan Talagasari, Kabupaten Karawang. Bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan teknologi baru dalam program benih bersertifikat, menganalisis efisiensi teknis petani sebelum dan setelah program dan menganalisis struktur biaya dan pendapatan usahatani padi sebelum program dan setelah program. Alat analisis yang digunakan diantaranya analisis efisiensi menggunakan fungsi produksi stochastic frontier dan analisis pendapatan usahatani. Berdasarkan hasil penelitian program benih sertifikat menyebabkan perubahan penggunaan input dan penghematan biaya usahatani sehingga berdampak positif terhadap penurunan biaya riil petani

Kajian penelitian-penelitian terdahulu berguna sebagai acuan bagi peneliti terutama dalam pemetaan permasalahan yang menjadi latar belakang permasalahan dalam topik penelitian usahatani. Persamaan antara penelitian ini dengan yang terdahulu adalah membahas pendapatan dan efisiensi di suatu daerah.

(26)

menggunakan fungsi produksi stochastic frontier. Sedangkan untuk produk penelitian yang pada umumnya meneliti usahatani padi SRI (System Rice Intensifikation) atau padi Hibrida dan yang lainnya, tetapi dalam penelitian ini

(27)

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Konsep Usahatani

Usahatani (wholefarm) adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih dan pestisida) dengan efektif, efisien dan kontinu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatan usahataninya meningkat. (Rahim dan Hastuti, 2007). Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seorang mengusahakan dan mengkordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan dan mengkoordinasikan pengguna factor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin. Pada dasarnya usahatani berkembang terus dari awal hanya bertujuan menghasilkan bahan pangan untuk kebutuhan keluarga sehingga hanya merupakan usahatani-swasembada atau subsistence.

Oleh karena sistem pengelolaan yang lebih baik maka dihasilkan produk berlebih dan dapat dipasarkan sehingga bercorak usahatani keuangan. Pada akhirnya karena berorientasi pada pasar maka menjadi usahatani niaga. Usahatani pada mulanya hanya mengelola tanaman pangan kemudian berkembang meliputi berbagai komoditi sehingga bukan usahatani murni tetapi menjadi usahatani campuran (mixed farming). Usahatani campuran (mixed farming) meliputi berbagai macam komoditas, antara lain tanaman pangan, hortikultura (sayuran, buah-buahan dan tanaman hias), tanaman perkebunan, perikanan dan peternakan. Secara garis besar ada dua bentuk usahatani yang telah dikenal yaitu usahatani keluarga (family farming) dan perusahaan pertanian (plantation, estate, enterprise). Pada umumnya yang dimaksud dengan usahatani adalah usaha

(28)

3.1.2 Penerimaan Usahatani

Penerimaan tunai usahatani dapat didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani (Soekartawi, 1986). Pinjaman dalam usahatani tidak termasuk kedalam penerimaan tunai begitu pula dengan bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok tidak termasuk ke dalam pengeluaran tunai usahatani. Penerimaan usahatani secara teknis merupakan hasil perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual (Soekartawi, 1995).

Penerimaan usahatani yang didapat akan mendorong petani untuk dapat mengalokasikannya dalam berbagai kegunaan atau keperluan petani itu sendiri seperti untuk biaya prduksi periode berikutnya, tabungan dan pengeluaran lain untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

3.1.3 Pengeluaran Usahatani

Pengeluaran usahatani secara umum meliputi pengeluaran tunai dan tidak tunai atau biaya diperhitungkan. Terdapat pula pengeluaran usahatani total yang terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Perhitungan kedua biaya tersebut harus dipisahkan dalam perhitungannya hal ini akan berkaitan dengan kegiatan produksi pada waktu saat dan produksi yang akan datang.

Pengeluaran tunai atau biaya tunai usahatani merupakan sejumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani baik secara tunai ataupun kredit, sedangkan pengeluaran tidak tunai atau biaya diperhitungkan ialah pengeluaran berupa nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda, seperti halnya jika usahatani menggunakan mesin – mesin maka nilai penyusutan dari mesin tersebut harus dimasukan kedalam biaya pengeluaran tidak tunai dan digunakan untuk menghitung pendapatan kerja petani jika bunga modal dan nilai tenaga kerja keluarga diperhitungkan.

(29)

besar kecilnya produksi yang diperoleh. Sedangkan pengeluaran total usahatani dapat didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi kecuali biaya tenaga kerja keluarga petani.

3.1.4 Pendapatan Usahatani

Kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai dapat diukur oleh adanya pendapatan tunai usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan tunai usahatani dengan pengeluaran usahatani atau pendapatan usahatani meliputi pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor usahatani merupakan ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani sedangkan pendapatan bersih merupakan selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani (Soekartawi, 1986).

Pendapatan kotor usahatani dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan kotor tunai dan pendapatan kotor tidak tunai. Pendapatan kotor tunai didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani yang tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani yang berbentuk benda dan yang dikonsumsi. Sedangkan pendapatan kotor tidak tunai merupakan pendapatan bukan dalam bentuk uang, seperti hasil panen yang dikonsumsi atau pembayaran yang dilakukan dalam bentuk benda.Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan total pengeluaran usahatani disebut pendapatan bersih usahatani.

(30)

3.1.5 Rasio Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio)

Pendapatan usahatani yang besar bukanlah suatu petunjuk bahwa usahatani tersebut efisien. Suatu usahatani dapat dikatakan layak apabila memiliki tingkat efisiensi penerimaan yang diperoleh atas biaya yang dikeluarkan hingga mencapai perbandingan tertentu (Soeharjao dan Patong dalam Ridwan, 2008). Kriteria kelayakan usahatani dapat diukur dengan menggunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Ratio) yang didasari pada perhitungan secara finansial.

Ratio imbangan penerimaan dan biaya merupakan perbandingan antara penerimaan (revenue) dan biaya (cost). Analisis ini menunjukan berapa rupiah penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani tersebut. Semakin besar nilai R/C Ratio maka semakin besar pula penerimaan usahatani yang akan diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Hal ini dapat dikatakan bahwa usahatani menguntungkan untuk dilaksanakan.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Kecamatan Compreng terdiri dari beberapa Desa salah satunya adalah Desa Jatimulya. Desa Jatimulya merupakan daerah penghasil padi ketan putih terbanyak dibandingkan desa lainnya yang ada di Kecamatan Compreng. Akan tetapi, dalam penerapan pola usahatani, teknik penanaman, penanggulangan serangan hama dan penyakit serta penggunaan teknologi pascapanen yang mengakibatkan produksi padi menjadi menurun dan biaya produksi menjadi lebih besar, menurut Badan Pelaksana Penyuluh dan Ketahanan Pangan Kecamatan Compreng umumnya produksi padi ketan putih 6,5 Ton/Ha.

(31)
(32)
[image:32.595.122.551.81.570.2]

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional Rekomendasi

 Desa Jatimulya merupakan sentra produksi padi ketan di Kecamatan Compreng  Kemampuan produksi rendah yang

umumnya 6,5 ton/hektar

Analisis Usahatani Kondisi Usahatani Padi Ketan

dan Padi non Ketan

Desa Jatimulya

Menguntungkan Atau Tidak Menguntungkan Usahatani Padi Ketan

(33)

IV.

METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Jatimulya, Kecamatan Compreng, Kabupaten. Subang. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Kabupaten Subang merupakan salah satu sentra padi ketan putih di Provinsi Jawa Barat, Kecamatan Compreng merupakan penyangga sentra produksi padi ketan putih Kabupaten Subang, dan Desa Jatimulya terpilih karena potensial dan memiliki wilayah kedua paling luas di Kecamatan Compreng. Penelitian lapang dilakukan pada bulan April sampai dengan bulan Mei Tahun 2010 untuk pengumpulan dan analisis data.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani yang mengusahakan padi ketan putih dan petani padi non ketan. Teknik wawancara yang digunakan kepada para petani ialah menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah disediakan guna mendapatkan informasi – informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini di antaranya keragaan usahatanin, penerimaan usahatani dan biaya usahatani.

Data sekunder diperoleh dengan cara mempelajari buku-buku yang relevan dengan topik yang diteliti. Pengambilan data skunder juga diperoleh dari literature-literatur, baik yang diperoleh dari perpustakaan, skripsi hasil penelitian terdahulu, catatan responden maupun maupun tempat lain berupa hasil penelitian terdahulu mengenai analisis pendapatan, artikel dari media cetak (majalah, koran dan sebagainya) dan media elektronik (internet).

4.3. Metode Pengumpulan Data

(34)

Jumlah petani responden yang dijadikan sebagai sample pada penelitian ini berjumlah 60 responden. Terdiri dari 30 responden petani yang mengusahakan padi ketan putih dan 30 responden petani padi non ketan sebagai pembanding, responden merupakan petani pemilik, petani penggarap, petani pemilik-penggarap, petani penyewa dan menggunakan fasilitas jaringan irigasi teknis. Pemilihan responden dilakukan secara sengaja (purposive sampling ) dipilih dengan pertimbangan bahwa kondisi usahatani padi di Desa Jatimulya seragam atau homogen dalam teknik budidayanya.

4.4. Metode Analisis Data.

Data yang diolah dan dianalisis dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif untuk digunakan mengenai bagaimana karakteristik patani mengenai informasi yang berkaitan dengan aspek-aspek usahatani padi dan keragaan usahatani padi diwilayah penelitian yang dianalisis secara deskriptif.

Data kuantitatif meliputi analisis sistem usahatani, analisis pendapatan usahatani dan analisis efisiensi usahatani. Data yang telah dikumpulkan kemudian dilakukan proses pengeditan, pengolahan dan penyusunan dalam bentuk dalam bentuk tabulasi sehingga data tersebut siap untuk dianalisis. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsof Exel 2007.

4.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani

(35)

TR = Q x P

Dimana: TR = Penerimaan usahatani (Rp) Q = Hasil produksi (Kg)

P = Harga jual produk per unit (Rp/Kg)

Biaya pada usahatani dapat dibedakan menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai merupakan biaya – biaya yang dibayarkan dengan uang yaitu pembelian sarana produksi dan biaya tenaga kerja di luar keluarga sedangkan biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung pendapatan kerja petani jika penggunaan benih sendiri dari hasil produksi, sewa lahan atas kepemilikan sendiri, nilai tenaga kerja dalam keluarga dan penyusutan alat diperhitungkan. Biaya penyusutan alat diperoleh dengan membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang ditafsirkan dibagi umur ekonomi dari alat tersebut. Adapun rumusan matematisnya adalah sebagai berikut :

Biaya penyusutan = Nb – Ns N

Keterangan : Nb : Nilai pembelian (Rp) Ns : Nilai sisa (Rp) n : umur ekonomi alat

(36)

π kotor = TR – BT

π bersih = TR – (BT + BD)

Dimana : π = Pendapatan usahatani (Rp) TR = Penerimaan total (Rp) BT = Biaya diperhitungkan (Rp)

4.4.2. Analisis Efisiensi (R/C Ratio)

Analisis efisiensi usahatani merupakan suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui efisiensi dari kegiatan usahatani, yang dapat diketahui dari hasil perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya dalam satu kali periode produksi usahatani. Adapun rumus untuk analisis efisiensi adalah:

Total Revenue R/C Ratio =

Total Cost

Keterangan: TR = Total Revenue (Total Penerimaan Usahatani(Rp)) TC = Total Cost (Biaya Total Usahatani (Rp))

Sumber: Suratiyah, 2009

(37)

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

5.1.1 Lokasi dan Kondisi Geografi

Desa Jatimulya, Kecamatan Compreng, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat merupakan daerah dataran rendah, terdiri dari beberapa perkampungan Diantaranya Kampng Tanjungsalep, Kampung Jatimulya, Kampung Rancamulya dan Kampung Poncol. Batas - batas wilayahnya adalah sebagai berikut, sebelah utara adalah Desa Tambakdahan Kec. Tambakdahan, sebelah selatan adalah Desa Sukadana Kec. Compreng, sebelah timur adalah Desa Sukadana Kec. Compreng dan sebelah barat adalah Desa Binong Kec. Binong.

Tabel 3. Luas Wilayah Desa Jatimulya Menurut Penggunaannya Tahun 2010

No Penggunaan Luasan (Ha) Persentase (%)

1 Sawah 816.354 89.09

2 Pekarangan 91.551 9.99

3 Fasilitas Umum 8.400 0.92

Jumlah 916.305 100.00

Sumber: Data Monografi Desa Jatimulya 2010

(38)

5.1.2 Keadaan Alam

[image:38.595.112.510.102.563.2]

Wilayah Kabupaten Subang terbagi menjadi tiga bagian wilayah diantaranya bagian selatan wilayah Kabupaten Subang terdiri atas dataran tinggi/pegunungan, merupakan daerah perkebunan. bagian tengah wilayah kabupaten Subang berupa dataran, berkembang perkebunan karet dan pabrik-pabrik dibidang Industri, selain perumahan dan pusat pemerintahan serta instalasi militer. sedangkan bagian Utara merupakan dataran rendah merupakan daerah sawah berpengairan teknis dan tambak serta pantai.

Gambar 2. Peta Desa Jatimulya tahun 2010

Sumber : : Laporan Data Monografi Desa Jatimulya 2010

(39)

5.1.3 Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian

Jumlah penduduk Desa Jatimulya pada tahun 2010 adalah 4123 jiwa yang terdiri dari 2.019 orang laki-laki dan 2.104 orang perempuan dengan 1.172 jumlah kepala keluarga dan 1.230 orang angkatan kerja antara usia 15 – 40 tahun atau sekitar 30.53 persen dari total jumlah penduduk. Tingginya persentase jumlah angkatan kerja menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Desa Jatimulya termasuk ke dalam kategori usia produktif. Sedangkan jumlah usia produktif lebih banyak yang melakukan urbanisasi untuk mencari pekerjaan ke kota - kota besar seperti Jakarta, Bandung dan menjadi TKI ke luar negeri.

Tabel 4. Komposisi Penduduk di Desa Jatimulya Berdasarkan Mata Pencaharian

Tahun 2010

No Mata Pencaharian Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 Petani 1.306 43.16

2 Buruh Tani 1.525 50.40

3 Buruh Swasta 72 2.38

4 Pegawai Negeri 27 0.89

5 Buruh Pengrajin 13 0.43

6 Pedagang 83 2.74

Jumlah 3.026 100.00

Sumber : Laporan Data Monografi Desa Jatimulya, 2010

(40)

dari petani satu ke petani yang lainnya dan petani buruh serabutan artinya petani itu bekerja berpindah – pindah dari petani satu ke petani yang lainnya.

5.2 Karekteristik Responden

Karakteristik petani terdiri dari responden usahatani padi ketan putih dan usahatani padi non ketan, responden memiliki berbagai karakteristik yang berbeda-beda seperti perbedaan umur, pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan, status usaha dan kepemilikan lahan. Di Desa Jatimulya usahatani padi dijadikan sebagai suatu usaha pokok, hal ini dikarenakan usahatani padi dianggap masih menguntungkan dan menjanjikan.

Pada umumnya kegiatan usahatani di Desa Jatimulya sebagian besar petaninya mengusahakan tanaman pangan terutama padi. Dalam setahun biasanya petani menanam padi selama dua kali musim tanam pada musim hujan dan musim kemarau atau musim katiga dan rendeng. Kehidupan bertani sebagian besar masyarakat sudah dapat dikatakan modern, dimana pada proses pengolahan tanahnya telah menggunakan hand traktor dengan sistem sewa. Adapun karakteristik yang dapat diuraikan adalah sebagai berikut :

5.2.1 Umur Petani

Dari hasil wawancara pada 60 petani responden terdiri dari masing – masing 30 orang responden padi ketan putih dan petani padi non ketan yang tersebar di Desa Jatimulya, diperoleh data yang menunjukan bahwa sebaran umur petani untuk responden yang melakukan usahatani padi ketan putih antara 20 sampai 60 tahun dengan dominasi usia antara 20 - 40 tahun sebanyak 17 orang (56.67 persen). Sedangkan untuk petani responden yang melakukan usahatani padi non ketan sama dengan padi ketan putih yaitu di dominasi oleh kelompok usia 20 – 40 tahun, hanya berbeda jumlah dengan selisih dua orang petani (50.00 persen).

(41)

Banyaknya responden yang memilih untuk melakukan kegiatan usahatani padi ketan putih menegaskan bahwa usahatani padi ketan putih memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan usahatani padi non ketan.

Tabel 5. Jumlah dan Persentase Petani Responden Padi Ketan Putih dan Padi Non Ketan Menurut Golongan Umur di Desa Jatimulya Tahun 2010

Umur (Thn)

Padi ketan putih Padi Non Ketan

Jumlah (Org) Persentase (%) Jumlah (Org) Persentase %

20 – 40 17 56.67 15 50.00 40 – 60 11 36.67 13 43.33

60 – 80 2 6.67 2 6.67

Jumlah 30 100.00 30 100.00

Dari Tabel 5 juga terlihat bahwa usahatani padi dikembangkan oleh sebagian besar petani tanpa memandang usia. Artinya bahwa petani yang mengusahakan padi di Desa Jatimulya mulai dari petani yang berusia antara 20 - 40 tahun sampai petani yang berusia 60 - 80 tahun. Perbedaan usia petani dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dalam berusahatani, diantaranya perbedaan pengalaman bertani antara petani yang berusia muda dan petani yang berusia tua, selain itu juga perbedaan semangat dan kemampuan untuk bekerja serta daya tangkap dan daya ingat juga akan semakin berbeda.

Usahatani yang dikembangkan petani di Desa Jatimulya merupakan usahatani komersil dilihat dari input yang di gunakan dan sudah banyak menggunakan teknologi pertanian, selain itu kegiatan usahatani di Desa Jatimulya merupakan kegiatan usahatani yang turun menurun karena sudah dari sejak kecil petani tersebut dikenalkan dengan teknik bertani.

5.2.2 Tingkat Pendidikan

(42)

rendah diantaranya masih banyak responden yang hanya menyelesaikan pendidikannya di tingkat sekolah dasar.

Tabel 6. Karakteristik Responden Petani Padi ketan putih dan Padi Non

KetanBerdasarkan Pendidikan di Desa Jatimulya Tahun 2010

Pendidikan Padi ketan putih (%) Padi Non Ketan (%) Jumlah (Org) Persentase (%) Jumlah (Org) Persentase (%)

SD 13 43.33 11 36.67

SMP 6 20.00 5 16.67

SMA 5 16.67 12 40.00

DIPLOMA 1 3.33 0 0.00

SARJANA 5 16.67 2 6.67

Jumlah 30 100.00 30 100.00

Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa persentase terbesar tingkat pendidikan petani responden di Desa Jatimulya adalah tamat SD atau sederajat yaitu sebanyak 43.33 persen untuk responden petani padi ketan putih, sedangkan responden petani padi non ketan sebanyak 36.67 persen. Dari tingkatan pendidikan sekolah dasar dan sarjana responden padi ketan putih lebih mendominasi dibandingkan dengan usahatani padi non ketan, ini dikarenakan banyaknya responden yang mengusahakan padi ketan putih sebagai kegiatan usahatani yang lebih menguntungkan.

Petani yang memiliki tingkat pendidikan dasar akan mengalami kesulitan dalam transfer teknologi dan lebih mengandalkan pengalaman bertaninya, sehingga menyulitkan penyuluh pertanian untuk memberitahukan dan mengaplikasikan pengetahuan dalam segala kegiatan pertanian, sehingga terjadinya pemutusan informasi dari penyuluh pertanian dengan petani.

5.2.3 Luas lahan

(43)

Pada Tabel 10 diketahui bahwa hampir sebagian besar petani padi padi ketan putih (80.00 persen) dan petani padi non ketan (96.67 persen) memiliki luas lahan garapan berkisar antara 0,35 - 3 ha, ini menerangkan bahwa persentase petani padi yang mempunyai lahan di bawah tiga hektar lebih banyak dari petani yang memiliki luas lahan diatas tiga hektar, petani padi non ketan memiliki jumlah persentase yang tinggi dibandingkan dengan petani padi ketan putih, ini menunjukan bahwa petani padi non ketan termasuk petani sedang yang orientasi usahataninya semi komersil.

Tabel 7. Karakteristik Responden Petani Padi Ketan Putih dan Padi Non

Ketan Berdasarkan Luas Lahan di Desa Jatimulya Tahun 2010

Luas Lahan (Ha)

Padi Ketan Putih (%) Padi Non Ketan (%) Jumlah (Org) Persentase (%) Jumlah (Org) Persentase (%) 0.37 – 3 24 80.00 29 96.67

3 – 6 4 13.33 1 3.33

6 – 10 2 6.67 0 0.00

Jumlah 30 100.00 30 100.00

Petani yang memiliki luas lahan lebih dari 3 - 6 ha untuk petani padi ketan putih sebanyak 13.33 persen dan petani padi non ketan 3.33 persen dan persentase jumlah petani yang memiliki luas lahan lebih dari enam hektar sebanyak dua orang petani responden hanya untuk petani padi ketan putih dengan persentase (6.67 persen). Tingginya persentase jumlah petani padi ketan putih dibandingkan petani padi non ketan untuk kepemilikan luas lahan lebih dari tiga hektar, menunjukkan bahwa petani padi ketan putih termasuk petani yang orientasi dari usahataninya komersil.

5.2.4 Status Kepemilikan Lahan

(44)

sedangkan petani pemilik biaya sewa yang dimasukan ke dalam biaya yang diperhitungkan.

Tabel 8. Karakteristik Responden Petani Padi Ketan Putih dan Padi Non Ketan Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan di Desa Jatimulya Tahun 2010

Kepemilikan Padi Ketan Putih (%) Padi Non Ketan (%) Jumlah (Org) Persentase (%) Jumlah (Org) Persentase (%)

Sendiri 26 86.67 26 86.67

Sewa 4 13.33 4 13.33

Jumlah 30 100.00 30 100.00

Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa seluruh petani responden yang mengembangkan usahatani padi dengan persentase untuk responden petani padi ketan putih dengan status kepemilikan lahan sendiri/pemilik penggarap sebanyak 26 atau 86.67 persen dan petani responden dengan status kepemilikan petani penggarap dengan sistim sewa sebanyak empat orang atau 13.33 persen, sedangkan untuk responden petani padi non ketan setatus kepemilikan lahan sama atau tidak berbeda jumlah petani respondennya dengan responden petani padi ketan putih. Ini menunjukan bahwa dalam kepemilikan lahan antara petani padi ketan putih dan petani padi non ketan lebih di dominasi oleh kepemilikan lahan sendiri dalam kegiatan usahataninya dan hanya sebagian petani responden yang menyewa. Berdasarkan hal tersebut petani dengan kepemilikan lahan sendiri lebih mudah dalam memutuskan untuk melakukan usahataninya karena tidak terbebani dengan biaya sewa lahan dibandingkan petani padi penyewa, ini di pengaruhi karena besarnya biaya yang harus di keluarkan oleh petani penyewa yang harus membatasi biaya produksi untuk menggarap dan kemudian mengembalikan biaya sewanya.

5.2.5 Status Usahatani

(45)

Pada Tabel 12 diketahui bahwa sebagian besar petani padi mengusahakan usahatani padi sebagai usaha pokok/utama yaitu dimana kegiatan usahatani merupakan kegiatan utama dibandingkan dengan yang lainnya dalam memperoleh penghasilan atau keuntungannya, sedangkan petani responden yang usahataninya sebagai sampingan karena penghasilan utamanya lebih besar dari kegiatan usahatani padi.

Tabel 9. Karakteristik Responden Petani Padi Ketan Putih dan Padi Non Ketan

Berdasarkan Status Usaha di Desa Jatimulya Tahun 2010

Status Usaha Padi Ketan Putih (%) Padi Non Ketan (%) Jumlah (Org) Persentase (%) Jumlah (Org) Persentase (%)

Utama 27 90.00 26 86.67

Sampingan 3 10.00 4 13.33

Jumlah 30 100.00 30 100.00

Persentase jumlah petani yang mengusahakan padi sebagai usahatani pokok adalah untuk responden petani padi ketan putih 90.00 persen dan petani padi non ketan 86.67 persen, sedangkan persentase jumlah petani yang mengusahakan usahatani padi sebagai sampingan sebanyak 10.00 persen untuk petani padi ketan putih dan 13.33 persen untuk petani padi non ketan

(46)

5.3 Gambaran Umum Usahatani

Teknik bercocok tanam yang baik sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan. Hal ini harus dimulai dari awal, yaitu sejak dilakukan persemaian sampai tanaman itu bisa dipanen. Dalam proses pertumbuhan tanaman hingga berbuah ini harus dipelihara yang baik, terutama harus diusahakan agar tanaman terhindar dari serangan hama dan penyakit yang sering kali menurunkan produksi. Gambaran umum usahatani padi di Desa Jatimulya pada umumnya sebagian besar mengusahakan tanaman pangan terutama padi.

Dalam setahun biasanya petani menanam padi selama dua kali musim tanam. Kehidupan dan cara bertani sebagian besar masyarakat sudah dapat dikatakan modern, dimana pada proses pengolahan tanahnya telah menggunakan traktor dengan sistem sewa. Usahatani di Desa Jatimulya di bedakan antara petani pengusaha padi ketan putih dan petani pengusaha padi non ketan, perbedaan tersebut hanya di bedakan dari umur bibit yang ditanam, sedangkan dilihat dari keseluruhan kegiatan pertanian yang dilakukan antara padi ketan putih dan non ketan hampir sama.

5.3.1 Pengolahan Lahan

(47)

Pengolahan tanah dilakukan dengan dengan menggunakan mesin traktor. Sebelum dibajak, tanah sawah digenangi air agar gembur, lama penggenangan sawah dipengaruhi oleh kondisi tanah dan persiapan tanam. Pembajakan dilakukan empat kali dalam satu musim.

[image:47.595.108.509.149.685.2]

Dengan pembajakan ini diharapkan gumpalan–gumpalan tanah terpecah menjadi kecil–kecil dan rumput – rumput atau tanaman yang ada di lahan menjadi hancur dan busuk sehingga tidak mengganggu kegiatan usahatani. Gumpalan tanah tersebut kemudian dihancurkan dengan garu sehingga menjadi lumpur halus yang rata, setelah itu kemudian lahan diratakan. Keuntungan tanah yang telah diolah tersebut yaitu air irigasi dapat merata, pengangkatan unsur hara yang di bagian bawah naik ke atas sehingga penggunaanya maksimal.

Gambar 3. Kegiatan Pengolahan Lahan di Desa Jatimulya Tahun 2010

Sumber: Dokumentasi

(48)

Kegiatan tersebut bertujuan agar dapat memperlancar arus air serta menekan jumlah biji gulma yang terbawa masuk ke dalam petakan sehingga mengganggu pertumbuhan dan proses penyerapan nutrisi untuk tanaman dan mengurangi tempat tinggal atau persembunyian hama diantaranya tikus dan keong emas. Sisa jerami dan sisa tanaman pada lahan dibersihkan sebelum tanah diolah, jerami tersebut kemudian dibakar dan pembersihan sisa–sisa tanaman dikerjakan dengan tangan dan cangkul.

5.3.2 Pembenihan

[image:48.595.102.512.184.776.2]

Membuat persemaian merupakan langkah awal bertanam padi. Pembuatan persemaian memerlukan suatu persiapan yang sebaik-baiknya, sebab benih di persemaian ini akan menentukan pertumbuhan padi di sawah, oleh karena itu persemian harus benar-benar mendapat perhatian, agar harapan untuk mendapatkan bibit padi yang sehat dan subur dapat tercapai. Lahan untuk persemaian yang dilakukan petani padi di Desa Jatimulya sebelumnya diolah terlebih dahulu, pengolahan lahan untuk persemaian ini dilakukan dengan cara pencangkulan hingga tanah menjadi lumpur dan tidak lagi terdapat bongkahan tanah.

Gambar 4. Tempat Pembenihan/Penaburan Benih Desa Jatimulya Tahun 2010

(49)

Lahan yang sudah halus lumpurnya ini kemudian dipetak-petak dan antara petak-petak tersebut dibuat parit untuk mempernudah pengaturan air. Pembenihan yang dilakukan petani padi di Desa Jatimulya dilakukan dengan menggunakan benih padi sendiri yaitu dengan cara menyisihkan benih dari hasil panen atau membeli dari petani lain. Benih yang dibutuhkan untuk ditanam pada lahan seluas 1 ha sebanyak rata – rata 13 Kg. Benih yang hendak disemai sebelumnya harus direndam terlebih dahulu secara sempurna sekitar 2 x 24 jam, dalam ember atau wadah lainnya. Hal ini dilakukan agar benih dapat mengisap air yang dibutuhkan untuk perkecambahannya. Benih yang sudah direndam selama 2 x 24 jam kemudian diangkat dari rendaman dan diperam selama 2 x 24 jam, pada hari pertama proses pemeraman benih padi di siram dengan air panas hal ini bertujuan untuk mempercepat proses perkecambahan, setelah benih berkecambah kemudian benih ditebar dipersemaian secara hati-hati dan merata, hal ini didimaksudkan agar benih yang tumbuh tidak saling bertumpukan.

Tempat persemaian benih jangan sampai terdapat banyak genangan air, karena pada saat penaburan benih ditempat persemaian benih yang disebar dan masuk ke genangan air akan busuk. Selain itu benih juga tidak harus terbenam kedalam tanah karena dapat menyebabkan kecambah terinfeksi pathogen (penyebab penyakit tanaman) yang dapat menyebabkan busuknya kecambah. Persemaian dilakukan 25 hari sebelum masa tanam, persemaian dilakukan pada lahan yang sama atau berdekatan dengan petakan sawah yang akan ditanami, hal ini dilakukan agar bibit yang sudah siap dipindah, waktu dicabut dan akan ditanam mudah diangkut dan tetap segar. Bila lokasi jauh maka bibit yang diangkut dapat stress bahkan jika terlalu lama menunggu akan mati.

5.3.3 Pengairan (Irigasi)

(50)
[image:50.595.114.510.267.468.2]

Pengairan yang dilakukan oleh petani padi adalah pada pengairan sawah sebelum dibajak bertujuan untuk mempermudah pembajakan karena saat basah tanah menjadi lembek dan saat penanam (tandur) lahan dalam kondisi tidak terlalu tergenang (macak – macak), hal ini berguna dalam mengoptimalkan pertumbuhan akar. Kemudian pada umur padi 7 – 10 hari hingga umur 45 – 50 kondisi lahan tetap macak – macak terkecuali jika akan dilakukan penyiangan kondisi lahan harus tergenang, hal ini dilakukan untuk memudahkan penyiangan agar tanah lebih berstruktur dan munculnya tunas – tunas baru tiap rumpunnya.

Gambar 5. Irigasi Pertanian di Desa Jatimulya Tahun 2010

Sumber: Dokumentasi

(51)

5.3.4 Penanaman (Tandur)

[image:51.595.110.511.240.511.2]

Penanaman atau tandur yang di lakukan petani di Desa Jatimulya dilakukan ketika benih berumur 20 – 25 hari baik benih padi ketan putih maupun benih padi non ketan, ini dikarenakan bibit yang siap ditanam ialah bibit yang telah mencapai umur yang optimal untuk dipindahkan ke lahan. Daerah yang mempunyai ketinggian tertentu seperti daerah pegunungan akan memerlikan jarakn tanam yang lebih rapat dari pada jarak tanam didataran rendah, hal ini berhubungan erat dengan penyediaan air. Tanaman padi varietas unggul memerlukan jarak tanam 20 x 20 cm pada musim kemarau, dan 25 x 25 cm pada musim hujan.

Gambar 6. Kegiatan Penanaman (Tandur) di Desa Jatimulya Tahun 2010

Sumber: Dokumentasi

(52)

Benih ditanam dengan cara dipindahkan dari bedengan persemaian ke petakan sawah, dengan cara benih dicabut dari bedengan persemaian dengan menjaga agar bagian akarnya terbawa semua dan tidak rusak. Setelah itu bibit dikumpulkan dalam ikatan-ikatan lalu ditaruh disawah dengan sebagian akar terbenam ke air. Sebelum benih ditanam, lahan dibuat pola jarak tanam dengan menggunakan alat caplakan. Menaplak lahan dilakukan dua kali dengan arah yang berlawanan (vertikal – horizontal) sehingga terbentuk pola tanam dengan jarak tanam yang ukurannya telah ditentukan pada caplakan, hal ini untuk mempermudah pemeliharaan, baik penyiangan maupun pemupukan dan memungkinkan setiap tanaman memperoleh sinar matahari yang cukup dan zat – zat makanan secara merata. Bibit ditanam dengan posisi tegak dengan jarak tanam padi 25 x 25 cm

5.3.5 Penyulaman dan Penyiangan

Setiap hari setelah penanaman, tanaman padi harus selalu dilihat, apabila kelihatan ada tanaman yang mati harus segera diganti dengan benih yang baru (disulam). Penyulaman dalam usahatani padi di Desa Jatimulya dilakukan dengan melihat terlebih dahulu kondisi tanaman, apakah tumbuh dengan baik atau tidak.

(53)
[image:53.595.115.505.85.259.2]

Gambar 7. Kegiatan Penyulaman di Desa Jatimulya Tahun 2010

Sumber: Dokumentasi

Kegiatan penyiangan ini dilakukan dengan cara manual dengan menggunakan tangan sering disebut ngarambet. Ngarambet dilakukan disekitar rumpun padi, kemudian dibenamkan kelumpur atau dibuang ke pematang sawah. Rata – rata penyiangan dilkukan sebanyak dua kali dalam satu kali musim tanam, penyiangan pertama dilakukan ketika padi berumur tiga minggu dan yang ke dua setelah padi ber umur enam minggu.

5.3.6 Pemupukan

Takaran pupuk yang digunakan untuk memupuk satu jenis tanaman akan berbeda untuk masing-masing jenis tanah, hal ini dapat dipahami karena setiap jenis tanah memiliki karakteristik dan susunan kimia tanah yang berbeda. Ada beberapa hal penting yang perlu diketahui untuk mendapatkan efisiensi dalam pemupukan, diantaranya jenis pupuk yang digunakan, sifat dari pupuk itu sendiri, waktu pemupukan dan syarat pemberian pupuk serta cara atau metode pemupukan. Setiap pemupukan selalu bertujuan untuk menambah zat – zat dan unsur – unsur makanan yang di butuhkan tumbuh – tumbuhan didalam tanah.

(54)
[image:54.595.106.520.147.369.2]

kebutuhan makanan yang berperan sangat penting bagi tanaman baik dalam proses pertumbuhan / produksi.

Gambar 8. Kegiatan pemupukan di di Desa Jatimulya Tahun 2010

Sumber: Dokumentasi

Pemupukan yang dilakukan oleh petani di Desa Jatimulya keseluruhannya menggunakan pupuk kimia buatan pabrik yaitu pupuk UREA berpungsi sebagai menyuburkan tanah, mempercepat tumbuhnya tanaman dan anakan, Phonska berfungsi sebagai ketahanan tanaman terhadap penyakit dan mempercepat pembuatan zat pati dan TSP berpungsi mempercepat tumbuhnya tanaman, merangsang pembungaan dan pembentukan buah dan mempercepat pemanenan, pemupukan dilakukan dua kali dalam satu kali musim tanam diantaranya 13 persen ketika padi di semai berumur 15 hari atau dua minggu setelah tanam dan 97 persen ketika benih telah di tanam umur 35 hari.

5.3.7 Pengendalian Hama dan Penyakit

(55)

Pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan petani padi ketan putih atau padi non ketan di Desa Jatimulya umumnya menggunakan pestisida kimia, cara ini di anggap paling efektif untuk mengendalikan hama dan penyakit karena mengandung racun yang langsung kontak dengan hama atau meracuni hama secara sistemik.

Gambar 9: Kegiatan Pengendalian Hama dan Penyakit di Desa Jatimulya

Tahun 2010

Sumber: Dokumentasi

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan hand sprayer dengan menyemprotkan langsung ke tanaman. Pengendalian hama dilakukan ketika tanaman terserang hama dan penyakit atau sebelum terserang hama dan penyakit sebagai antisipasi atau perawatan tanaman.

5.3.8 Panen dan Pasca Panen

(56)
[image:56.595.108.511.130.541.2]

Waktu panen tersebut berpengaruh terhadap jumlah produksi, mutu gabah, dan mutu beras yang akan dihasilkan. Keterlambatan panen menyebabkan produksi menurun karena gabah banyak yang kering dan rontok.

Gambar 10. Kegiatan Panen di Desa Jatimulya Tahun 2010

Sumber: Dokumentasi

Waktu panen yang terlalu awal menyebabkan mutu gabah rendah, banyak beras yang pecah saat digiling, berbutir hijau, serta berbutir kapur. Panen dapat dilakukan setelah bulir padi sebagian besar telah menguning (90 %) dan bernas. Kegiatan pemanenan di Desa Jatimulya masih dilakukan secara tradisional atau sederhana yaitu dengan cara memotong padi menggunakan pisau khusus untuk pemanenan (sabit/arit).

(57)
[image:57.595.114.505.82.290.2]

Gambar 11. Pasca Panen di Desa Jatimulya Tahun 2010

Sumber: Dokumentasi

(58)

VI. HASIL dan PEMBAHASAN

6.1Penggunaan Input Usahatani

6.1.1 Benih

[image:58.595.98.511.77.777.2]

Benih memiliki peran strategis sebagai sarana pembawa teknologi baru, berupa keunggulan yang dimiliki varietas dengan berbagai spesifikasi keunggulan diantaranya daya hasil tinggi, tahan terhadap hama dan penyakit yang mendukung sistem pola tanam dan pengendalian hama terpadu serta umur pertumbuhan yang lebih cepat untuk meningkatkan indeks pertanaman (IP) dan keunggulan mutu hasil panen sehingga sesuai dengan keinginan konsumen. Tetapi untuk memafaatkan inovasi teknologi yang dhasilkan belum semua pengguna memanfaatkan, hal ini disebabkan antara lain teknologi yang dihasilkan masih memerlukan peran pihak lain memproduksinya secara massal dengan fasilitas khusus.

Gambar 12. Benih Padi: Padi Ketan Putih (Kanan) Dan Padi Non Ketan (Kiri)

di Desa Jatimulya Tahun 2010

(59)

Pembenihan di Desa Jatimulya dilakukan dengan c

Gambar

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional
Gambar 2. Peta Desa Jatimulya tahun 2010
Gambar 3. Kegiatan Pengolahan Lahan di Desa Jatimulya Tahun 2010
Gambar 4. Tempat Pembenihan/Penaburan Benih Desa Jatimulya Tahun 2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

Besarnya R/C usahatani penangkaran benih padi (Oryza sativa L .) Varietas Ciherang per hektar per musim tanam di Desa Purwajaya Kecamatan Purwadadi Kabupaten Ciamis

dengan judul EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI PADI ORGANIK (Kasus Desa Kebonagung dan Desa Selopamioro, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul). Skripsi

Hasil evaluasi sediaan krim ekstrak bekatul padi ketan merah dan hitam menunjukkan bahwa secara fisik sediaan krim relatif stabil selama 8 minggu penyimpanan,

Kuesioner ini digunakan sebagai bahan penyusunan skripsi “ Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Sistem Non Mina Padi (Kasus Desa Tapos 1,

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Tanaman Padi di Desa Perangai Kecamatan Merapi Selatan Kabupaten Lahat, diperoleh berbagai macam spesies

Berdasarkan Tabel 4 ekstrak etanol ketan hitam relatif stabil untuk digunakan sebagai indikator titrasi asam kuat oleh basa kuat, terlihat dari persen kesalahan titrasi

Pada penelitian ini diperoleh kadar etanol pada fermentasi ketan putih dengan menggunakan Saccharomyces cerevisiae murni selama 96 jam berturut-turut adalah 9,84; 13,06; dan 11,84 %v/v

Dari hasil eksplorasi diperoleh padi hitam lokal Jawa Barat sebanyak 9 kultivar padi hitam dari 6 kabupaten yang merupakan sentra padi hitam di Jawa Barat, yaitu dari Tasik, Garut,