• Tidak ada hasil yang ditemukan

Korelasi Konsentrasi Hara N, P, K, Ca dan Fe pada Jaringan Tanaman dengan Pertumbuhan dan Produksi Metabolit Torbangun (Coleus amboinicus Lour) secara Organik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Korelasi Konsentrasi Hara N, P, K, Ca dan Fe pada Jaringan Tanaman dengan Pertumbuhan dan Produksi Metabolit Torbangun (Coleus amboinicus Lour) secara Organik"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

KORELASI KONSENTRASI HARA N, P, K, Ca DAN Fe

PADA JARINGAN TANAMAN DENGAN PERTUMBUHAN

DAN PRODUKSI METABOLIT TORBANGUN

(

Coleus amboinicus

Lour.) SECARA ORGANIK

ERIK MULYANA

A252124051

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Korelasi Konsentrasi Hara N, P, K, Ca dan Fe pada Jaringan Tanaman dengan Pertumbuhan dan Produksi Metabolit Torbangun (Coleus amboinicus Lour.) secara Organik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Erik Mulyana

(4)

RINGKASAN

ERIK MULYANA. Korelasi Konsentrasi Hara N, P, K, Ca dan Fe pada Jaringan Tanaman dengan Pertumbuhan dan Produksi Metabolit Torbangun (Coleus amboinicus Lour.) secara Organik. Dibimbing oleh SANDRA ARIFIN AZIZ, SYARIFAH IIS AISYAH dan M RIZAL MARTUA DAMANIK.

Torbangun (Coleus amboinicus Lour.) merupakan tanaman yang berasal dari daerah tropis termasuk dalam famili Lamiaceae yang daunnya memiliki aroma yang khas dan sebagai pangan fungsional dari sayuran yang mempunyai khasiat obat. Masyarakat etnis Batak di Sumatera Utara, Indonesia khususnya para wanita yang menyusui, mengkonsumsi daun torbangun setelah melahirkan untuk meningkatkan produksi ASI (Lactagogue), anti fungal dan/atau anti bakterial, analgesik, mengurangi kolesterol, dan membersihkan daerah rahim. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi konsentrasi N, P, K, Ca dan Fe daun dengan pertumbuhan dan produksi metabolit torbangun serta mengetahui pengaruh pupuk organik dengan pertumbuhan dan produksi metabolit torbangun.

Percobaan di lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan, Desa Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat dengan pemberian paranet intensitas naungan 55% dan terdiri atas dua percobaan. Percobaan pertama dilaksanakan mulai bulan Januari hingga Maret 2014, sedangkan percobaan ke-dua dilaksanakan mulai bulan Maret hingga Mei 2014. Percobaan pertama untuk mengetahui korelasi konsentrasi N, P, K, Ca dan Fe dengan pertumbuhan dan produksi metabolit torbangun. Percobaan pertama menggunakan tiga ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji t-student dan uji korelasi linier sederhana. Percobaan ke-dua untuk mengetahui pengaruh pupuk organik dengan pertumbuhan dan produksi metabolit torbangun. Percobaan ke-dua menggunakan rancangan penelitian yaitu Rancangan Acak kelompok (RAK) satu faktor dengan empat perlakuan. Setiap perlakuan diulang empat kali sehingga terdapat 16 satuan percobaan. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan pada pengaruh yang berbeda nyata, dilakukan uji Duncan (Duncan MultipleRange Test) pada taraf nyata 5%. Perlakuan pada percobaan ke-dua menggunakan tiga jenis pupuk organik yaitu pupuk kandang ayam (PK), pupuk guano (PG), dan abu sekam (AS) (dosis per hektar masing-masing untuk perlakuan: 15 ton PK; 15 ton PK + 2 ton PG; 15 ton PK + 5.5 ton AS; 15 ton PK + 2 ton PG + 5.5 ton AS).

Hasil percobaan menunjukkan (1) Jaringan tanaman yang terbaik untuk dijadikan sampel penetapan kebutuhan hara N, P, K, Ca dan Fe adalah posisi daun ke-3 umur 5 bulan. Terdapat korelasi positif antara konsentrasi hara K dengan bobot kering daun, Ca dengan aktivitas PAL, dan Fe dengan total saponin pada posisi daun ke-3 umur 5 bulan, (2) Secara umum, pemberian kombinasi pemupukan organik tidak mempengaruhi rata-rata laju tumbuh relatif (LTR) dan laju asimilasi bersih (LAB), komponen pertumbuhan, komponen biomassa, dan komponen produksi pucuk. Pemberian kombinasi pupuk (15 ton ha-1 pupuk kandang ayam + 5.5 ton ha-1 abu sekam) menghasilkan konsentrasi hara pucuk yang paling baik. Pemberian kombinasi pupuk (15 ton ha-1 pupuk kandang ayam + 2 ton ha-1 pupuk guano + 5.5 ton ha-1 abu sekam) menghasilkan konsentrasi dan produksi metabolit sekunder saponin yang paling baik pada torbangun.

(5)

SUMMARY

ERIK MULYANA. Correlation of N, P, K, Ca and Fe Nutrient Concentrations in Plant Tissue with Growth and Metabolite Production on Torbangun (Coleus

amboinicus Lour.) of Organically. Supervised by SANDRA ARIFIN AZIZ,

SYARIFAH IIS AISYAH and M RIZAL MARTUA DAMANIK.

Torbangun (Coleus amboinicus Lour.) is a tropical plant from the

Lamiaceae family, with leaves that have a distinctive aroma and as a functional food from vegetable are used more as a medicinal plant. Bataknese lactating women in North Sumatra, Indonesia traditionally consumed torbangun leaves after giving birth with beliefs it could increase their breast milk production (a lactagogue), anti-fungal and/or anti-bacterial, analgesic, to reduce cholesterol, and to clean the uterus. The purpose of this study was to determine the correlation of N, P, K, Ca, and Fe leaf nutrient with growth and metabolite production torbangun and determine the effect of organic fertilizer with growth and metabolites production on torbangun. The trials were conducted at the experimental field, in Mulyaharja Village, South Bogor District, Bogor, West Java by using paranet with shade intensity of 55% and consists of two trials. First trial were conducted from January to March 2014, while the second trials were conducted from March to May 2014. The first trials to determine the correlation of N, P, K, Ca and Fe leaf nutrient with growth and metabolites production on torbangun. It had three replication. The data were analyzed using t-test and simple linear correlation test. The second trials were to determine the effect of organic fertilizer with growth and metabolites production on torbangun. This research used group randomized design one factor with four treatments. Each treatment was repeated four times so that there were 16 units of the experiment. The data were analyzed using analysis of variance and the significantly different effect using Duncan Multiple Range Test at 5% significance level. The trials was using three kinds of organic fertilizer i.e. chicken manure, guano fertilizer, and rice-hull ash (dose per hectare respectively for the treatment: 15 tons ha-1 chicken manure; 15 tons ha-1 chicken manure + 2 tons ha-1 guano fertilizer; 15 tons ha-1 chicken manure + 5.5 tons ha-1 rice-hull ash; 15 tons ha-1 chicken manure + 2 tons ha-1 guano fertilizer + 5.5 tons ha-1 rice-hull ash).

The results showed that: (1) the best leaf position and leaf age to determine of the need of N, P, K, Ca and Fe nutrients are on the 3rd leaf position of 5 months-old plant. There is positive correlation between nutrient concentrations of K with shoot dry weight, Ca with PAL activity, and Fe with total saponins on the 3rd leaf position of 5 months-old plant; (2) In general, the combination of organic fertilization were not affected the average of relative growth rate and net assimilation rate, the growth components, the biomass components and crop production components torbangun. The combination of (15 tons ha-1 chicken manure + 5.5 tons ha-1 rice-hull ash) increased leaf nutrient concentrations. The combination of (15 tons ha-1 chicken manure + 2 tons ha-1 guano fertilizer + 5.5 tons ha-1 rice-hull ash) increased concentrations and metabolite production torbangun especially in saponins on torbangun.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agronomi dan Hortikultura

KORELASI KONSENTRASI HARA N, P, K, Ca DAN Fe

PADA JARINGAN TANAMAN DENGAN PERTUMBUHAN

DAN PRODUKSI METABOLIT TORBANGUN

(

Coleus amboinicus

Lour.) SECARA ORGANIK

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)

Judul Tesis : Korelasi Konsentrasi Hara N, P, K, Ca dan Fe pada Jaringan Tanaman dengan Pertumbuhan dan Produksi Metabolit Torbangun (Coleus amboinicus Lour.) secara Organik

Nama : Erik Mulyana NIM : A252124051

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Sandra Arifin Aziz, MS Ketua

Dr Ir Syarifah Iis Aisyah, MScAgr Anggota

Prof Drh M Rizal Martua Damanik, MRepSc, PhD Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura

Dr Ir Maya Melati, MS, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah konsentrasi hara, metabolit sekunder dan pemupukan organik, dengan judul Korelasi Konsentrasi Hara N, P, K, Ca dan Fe pada Jaringan Tanaman dengan Pertumbuhan dan Produksi Metabolit Torbangun (Coleus amboinicus Lour.) secara Organik.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Sandra Arifin Aziz, MS., Dr Ir Syarifah Iis Aisyah, MScAgr., dan Prof Drh M Rizal Martua Damanik, MRepSc, PhD. selaku komisi pembimbing yang telah berkenan memberikan arahan dan bimbingan, dosen penguji luar komisi Dr Ir Maya Melati, MS, MSc. yang telah memberikan banyak saran dan masukannya serta Dr Dewi Sukma, SP, MSi yang telah berkenan menjadi wakil dari Program Studi Agronomi dan Hortikultura.

Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada semua pihak dari berbagai institusi yang telah membantu terutama kepada Yayasan Bakrie Center (Bakrie Centre Foundation) melalui program beasiswa Bakrie Graduate Fellowship

periode 2014/2015. Selain itu, kepada Yayasan Uni Eropa (Erasmus Mundus Scholarship) melalui program EXPERTS III 2nd-Cohort yang telah memberikan pengalaman belajar di Spanyol selama 10 bulan. Serta kepada Managing Editor

Journal of Tropical Crop Science yaitu Dr Ir Krisantini, MSc. yang telah memberikan masukan dan arahan terkait penerbitan jurnal penelitian Vol. 2 No 2 Tahun 2015.

Penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada petinggi dan staff Fakultas Pertanian IPB yaitu Dr Ir Ernan Rustiadi, M.Agr., Prof Dr Ir Dadang, M.Sc., Dr Ir Nurhayati HS Arifin, MSc., dan Dr Ir Ahmad Junaedi, Msi atas atensinya selama ini. Selain itu, terima kasih yang tulus kepada mereka yang telah memberikan pertemanan, pengertian, dan kesabaran selama ini: Wahyu Fikrinda, Annisa Hasanah, Aria Muslim, Lily Handayani, Lutfia Nursetya Fuadina, Indri Hapsari, Eka Novita Sari, Hafith Furqoni, Titistyas Gusti, Moch. Rifqi Wijaya, Rifky Hatta Ghani, Dina Silvia Dewi serta Rina Ekawati, Bayuanggara Cahya, Eny Tagotrop dan Dia Hasanudin atas konsultasi dan sharing penelitian selama ini. To my USC´s Lectures and staff, International Friends Kataryna Dreval, Jascha Lackner, Fabrizio Gentilcore, Spanish and Mexican Students, My roommate in 207 4B thanks for everything.

Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada penanggung jawab Laboratorium Terpadu Departemen Agronomi dan Hortikultura (Pak Bambang Hermawan, Pak Yudi, dan Mbak Ismi) yang telah mengizinkan penulis untuk bekerja di laboratorium tersebut dan kepada staff Komisi Pendidikan Program Studi Agronomi dan Hortikultura (Bu Neng, Bu Mimin dan Pak Udin) yang telah memberikan kemudahan dalam proses administrasi selama ini. Atas dukungan dari teman-teman Sekolah Pascasarjana Program Studi Agronomi dan Hortikultura angkatan 2012 dan 2013, PPI Spanyol, Awardee Erasmus angkatan 2014, AGH 44 Bersatu, IAAS Alumni, dan lainnya penulis ucapkan terima kasih.

Akhirnya, penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak, Ibu, Kakak serta seluruh Keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya yang tulus dan tiada hentinya memberikan dukungan siang dan malam agar penulis dapat mewujudkan mimpi menjadi lulusan yang rendah hati dan bermanfaat bagi bangsa dan negara.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(11)
(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Hipotesis Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

TINJAUAN PUSTAKA 5

Identifikasi Tanaman Torbangun 5

Pupuk Organik 9

Pupuk Kandang 9

Pupuk Guano 10

Abu Sekam 11

KORELASI KONSENTRASI N, P, K, Ca DAN Fe DAUN DENGAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI METABOLIT TORBANGUN (Coleus amboinicus Lour.)

Pendahuluan 13

Bahan dan Metode 14

Hasil dan Pembahasan 18

Simpulan 34

PENGARUH PEMUPUKAN ORGANIK DENGAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI METABOLIT TORBANGUN (Coleus amboinicus Lour.)

Pendahuluan 37

Bahan dan Metode 38

Hasil dan Pembahasan 42

Simpulan 58

PEMBAHASAN UMUM 59

SIMPULAN DAN SARAN 63

Simpulan 63

Saran 63

DAFTAR PUSTAKA 64

LAMPIRAN 71

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Komposisi zat gizi daun torbangun dan katuk 7

2. Kandungan unsur hara dari pupuk kandang ayam dan pupuk kandang lain 9

3. Curah hujan bulanan (mm) 18

4. Rata-rata laju tumbuh relatif dan laju asimilasi bersih tanaman torbangun pada umur 2.5-5 bulan

19 5. Rata-rata umur tanaman terhadap pertumbuhan tanaman torbangun pada

umur 2.5-5 bulan

19 6. Rata-rata umur tanaman terhadap biomassa tanaman torbangun pada umur

2.5-5 bulan

20 7. Pengaruh jumlah daun pada posisi daun ke-1, ke-3, atau ke-5 umur 3-5

bulan tanaman torbangun

20 8. Pengaruh bobot basah daun pada posisi daun ke-1, ke-3, atau ke-5 umur

3-5 bulan tanaman torbangun

21 9. Pengaruh bobot kering daun pada posisi daun ke-1, ke-3, atau ke-5 umur

3-5 bulan tanaman torbangun

21 10. Korelasi (r) antar konsentrasi hara N, P, K, Ca dan Fe daun dengan bobot

kering daun, dan produksi metabolit pada umur 3-5 bulan

27 11. Korelasi (r) antar konsentrasi hara N, P, K, Ca dan Fe daun posisi ke-1, 3,

5 dengan bobot kering daun, dan produksi metabolit tanaman torbangun umur 5 bulan

28

12. Kombinasi perlakuan pupuk organik 39

13. Kadar hara tanah tanaman torbangun dengan pemupukan organik 42 14. pH dan C-organik tanah tanaman torbangun dengan pemupukan organik 43 15. Laju tumbuh relatif tanaman torbangun dengan pemupukan organik umur

5.5-7 bulan

43 16. Laju asimilasi bersih tanaman torbangun dengan pemupukan organik umur

5.5-7 bulan

44 17. Tinggi dan pertambahan tinggi tanaman torbangun dengan pemupukan

organik umur 5.5-7 bulan

44 18. Jumlah dan pertambahan jumlah cabang tanaman torbangun dengan

pemupukan organik umur 5.5-7 bulan 22. Bobot kering tanaman torbangun dengan pemupukan organik umur 5.5-7

bulan

47 23. Jumlah pucuk torbangun dengan pemupukan organik umur 6 dan 7 bulan 47 24. Bobot basah pucuk torbangun dengan pemupukan organik umur 6 dan 7

bulan

48 25. Bobot kering pucuk torbangun dengan pemupukan organik umur 6 dan 7

bulan

48 26. Produksi pucuk total torbangun dengan pemupukan organik 49 27. Konsentrasi N torbangun dengan pemupukan organik umur 6 dan 7 bulan 49 28. Konsentrasi P torbangun dengan pemupukan organik umur 6 dan 7 bulan 50

(14)

29. Konsentrasi K torbangun dengan pemupukan organik umur 6 dan 7 bulan 50 30. Konsentrasi Ca torbangun dengan pemupukan organik umur 6 dan 7 bulan 51 31. Konsentrasi Fe torbangun dengan pemupukan organik umur 6 dan 7 bulan 51 32. Aktivitas PAL torbangun dengan pemupukan organik umur 6 dan 7 bulan 52 33. Konsentrasi total flavonoid, antosianin, total saponin torbangun dengan

pemupukan organik umur 6 bulan

52 34. Konsentrasi total flavonoid, antosianin, total saponin torbangun dengan

pemupukan organik umur 7 bulan

53 35. Produksi total flavonoid, antosianin, total saponin torbangun dengan

pemupukan organik umur 6 bulan

53 36. Produksi total flavonoid, antosianin, total saponin torbangun dengan

pemupukan organik umur 7 bulan

54 37. Produksi aktivitas PAL, total flavonoid, antosianin, total saponin torbangun

dengan pemupukan organik

54 38. Informasi nilai gizi daun torbangun, katuk dan tomat per takaran saji 62

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Bagan alir penelitian korelasi konsentrasi hara N, P, K, Ca dan Fe pada

jaringan tanaman, pertumbuhan dan produksi metabolit torbangun dengan pemupukan organik

4

2. Morfologi torbangun; a. Tangkai, b. Batang, c. Daun, d. Bunga 5

3. Posisi Daun ke-1, ke-3 dan ke-5 15 7. Pengaruh konsentrasi Ca pada posisi daun ke-1, ke-3, atau ke-5 umur 3-5

bulan tanaman torbangun

24 8. Pengaruh konsentrasi Fe pada posisi daun ke-1, ke-3, atau ke-5 umur 3-5

bulan tanaman torbangun

24 9. Pengaruh aktivitas PAL pada posisi daun ke-1, ke-3, atau ke-5 umur 3-5

bulan tanaman torbangun

25 10. Pengaruh antosianin pada posisi daun ke-1, ke-3, atau ke-5 umur 3-5 bulan

tanaman torbangun

25 11. Pengaruh flavonoid pada posisi daun ke-1, ke-3, atau ke-5 umur 3-5 bulan

tanaman torbangun

26 12. Pengaruh saponin pada posisi daun ke-1, ke-3, atau ke-5 umur 3-5 bulan

tanaman torbangun

26 13. Kaitan aktivitas PAL pada pemanenan umur 3-5 bulan 29 14. Kaitan antosianin pada pemanenan umur 3-5 bulan 29 15. Kaitan flavonoid pada pemanenan umur 3-5 bulan 30 16. Kaitan saponin pada pemanenan umur 3-5 bulan 30 17. Skema sederhana lintasan biosintesis metabolit primer dan sekunder pada

tumbuhan. (Modifikasi dari Cseke et al. 2006)

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Persiapan contoh untuk analisis protein dan aktivitas enzim (Dangcham et

al. 2008)

72

2. Analisis protein (metode Waterborg 2002) 72

3. Analisis aktivitas PAL (Dangcham et al. 2008) 72 4. Analisis konsentrasi antosianin (Sims & Gamon 2002) 72 5. Persiapan contoh untuk analisis konsentrasi total flavonoid 72 6. Analisis konsentrasi total flavonoid (metode aluminium chloride

colorimetric, Chang et al. (2002) dengan sedikit modifikasi)

73 7. Analisis konsentrasi total saponin menurut metode Fathonah & Sugiyarto

(2009) yang telah dimodifikasi

73 8 Analisis konsentrasi N-tot menurut metode Kjehdal 74 9 Analisis konsentrasi P dan K menurut metode pengabuan kering 75 10. Analisis konsentrasi kalsium (Ca) menurut metode Atomic Absorbsion

Spectrophotometry (AAS) (Apriyantono et al. 1989)

76 11. Analisis konsentrasi zat besi (Fe) menurut metode Atomic Absorbsion

Spectrophotometry (AAS) (Apriyantono et al. 1989)

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Torbangun (Coleus amboinicus Lour.) merupakan tanaman yang berasal dari daerah tropis termasuk dalam famili Lamiaceae yang daunnya memiliki aroma yang khas dan sebagai pangan fungsional dari sayuran yang mempunyai khasiat obat (Ekawati et al. 2013). Saat ini, torbangun terbatas baru dikelola oleh masyarakat etnis Batak di Sumatera Utara, Indonesia khususnya para wanita yang menyusui, mengkonsumsi daun torbangun setelah melahirkan untuk meningkatkan produksi ASI (Lactagogue) (Damanik et al.2001; Damanik et al. 2004; Damanik

et al. 2006; Damanik 2009). Selain itu fungsi daun torbangun yang sudah dilaporkan termasuk sebagai anti-fungal dan/atau anti-bakterial (Khattak et al. 2013; Khattak et al. 2013a), analgesik (Devi et al. 2010; Pramadya et al. 2010), mengurangi kolesterol (Andriani et al. 2012), dan membersihkan daerah rahim (Damanik et al. 2001; Damanik et al. 2004; Damanik 2009). Potensi sebagai laktagogum ditunjukkan oleh daun torbangun yang mengandung saponin, flavonoid, polifenol serta dapat meningkatkan hormon-hormon menyusui, seperti prolaktin dan oksitosin. Ditemukan pula bahwa konsumsi daun torbangun berpengaruh nyata terhadap peningkatan konsentrasi beberapa mineral seperti zat besi, kalium, seng dan magnesium dalam air susu ibu (ASI) (Damanik 2005; Damanik et al. 2006). Mengingat khasiatnya sebagai lactagogue sudah dibuktikan secara ilmiah maka tanaman ini perlu diproduksi dan disebarkan tidak hanya dikalangan masyarakat etnis Batak, akan tetapi perlu disebarluaskan dikalangan masyarakat seluruh etnis di Indonesia.

Bagian tanaman torbangun yang paling banyak dimanfaatkan adalah daunnya (Damanik 2009). Menurut Mahmud et al. (1990), dalam 100 g daun torbangun mengandung 279 mg kalsium, 13.6 mg besi dan 13.288 mkg karotin total. Kalsium dan zat besi sangat diperlukan untuk tubuh manusia. Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat didalam tubuh, yaitu 1.5 – 2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1.3 kg. Fungsi kalsium di dalam tubuh antara lain berperan dalam pembentukan tulang dan gigi, mengatur pembekuan darah, katalisator reaksi biologik dan berperan dalam kontraksi otot (Almatsier 2001). Kalsium juga berperan dalam pembentukan trombin dan proses penggumpalan darah dan diperlukan dalam proses penyerapan vitamin B serta bermanfaat dalam struktur dan fungsi membran (Winarno 1997). Zat besi di dalam tubuh mempunyai jumlah yang sedikit (3-5 g) namun mempunyai peranan yang sangat besar. Peran penting zat besi didalam tubuh adalah untuk membentuk hemoglobin dan membantu berbagai proses metabolisme tubuh. Metabolisme tersebut di antaranya mengubah pro-vitamin A menjadi vitamin A aktif, transpor oksigen, pembentukan DNA/RNA, sintesis karnitin untuk transportasi asam lemak, sintesa kolagen, dan sintesis neurotransmiter (Agus 2005; Beard et al. 2006).

(18)

2

status hara optimasi. Uji korelasi konsentrasi hara daun bertujuan untuk mendapatkan hubungan yang paling baik dari konsentrasi suatu unsur dalam daun pada umur tertentu (Marschner 1995). Beberapa unsur hara makro (seperti N, P, dan K) secara fisiologis merupakan unsur hara yang memiliki fungsi dalam tumbuhan yakni fungsi elektro kimia, fungsi struktur dan fungsi katalik, sedangkan unsur hara mikro hanya berperan dalam fungsi katalik (Anggorowati et al. 2001). Untuk memenuhi kebutuhan unsur hara makro dan mikro tanaman torbangun yang optimal untuk pertumbuhan dan produktivitas tanaman salah satunya dapat ditentukan oleh ketersediaan hara di dalam tanah dengan cara pemupukan. Pemupukan bertujuan untuk memberikan tambahan hara yang tidak tersedia di dalam tanah sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik (Hardjowigeno 2003). Pupuk organik merupakan sumber nitrogen tanah yang utama, selain itu peranannya cukup besar terhadap perbaikan sifat fisik, kimia, biologi tanah serta lingkungan. Pupuk organik yang ditambahkan ke dalam tanah akan mengalami beberapa fase perombakan oleh mikroorganisme tanah untuk menjadi humus atau bahan organik tanah (Suriadikarta & Simanungkalit 2006).

Penelitian sebelumnya menunjukkan adanya pengaruh pupuk organik terhadap tanaman obat. Hasil penelitian Urnemi (2002) menunjukkan bahwa pemupukan mulai berpengaruh positif terhadap bobot kering basah dan bobot kering tanaman daun jinten pada naungan 50% dengan dosis pupuk P 50 kg ha-1 dan 0.03 kg m-2. Hasil penelitian Susanti et al. (2008), yaitu pupuk kandang ayam dengan dosis 15 ton ha-1 merupakan dosis terbaik yang menghasilkan produksi biomassa tertinggi yaitu 10.73 g bobot kering daun dan 6.36 g bobot kering umbi per tanaman kolesom. Hasil penelitian Farchany (2011) menunjukkan bahwa pemberian kombinasi pupuk organik 5.3 ton ha-1 pupuk kandang sapi + 138.1 kg ha-1 guano + 8.2 ton ha-1 abu sekam dapat meningkatkan bobot pucuk layak jual kolesom sampai dengan 25.67% dari pemberian pupuk anorganik. Mualim (2012) menyatakan bahwa kolesom dengan pupuk organik di musim kemarau memberikan produksi pucuk 37% lebih tinggi dari kolesom yang diberi pupuk inorganik. Hasil penelitian Ekawati et al. (2013) menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik meningkatkan konsentrasi hara jaringan tanaman torbangun yang lebih tinggi dibandingkan tanpa pupuk. Pemberian kombinasi pupuk lengkap (12.3 ton ha-1 pupuk kandang sapi + 1.5 ton ha-1 rock phosphate + 5.5 ton ha-1 abu sekam) menghasilkan produksi bobot kering ha-1 (57.33%) sampai dengan umur 5 bulan dan menghasilkan produksi metabolit ha-1 (Total fenolik 12.06%, antosianin 41.73%) yang lebih tinggi dibandingkan tanpa pupuk. Selanjutnya, Munawaroh (2013) menambahkan bahwa pemupukan organik (12.3 ton ha-1 pupuk kandang sapi + 1.5 ton ha-1rock phosphate + 5.5 ton ha-1 abu sekam) sampai dengan umur 5 bulan dapat meningkatkan bobot basah pucuk 125.21% dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemupukan.

(19)

3

Perumusan Masalah

Torbangun merupakan tanaman yang berasal dari daerah tropis, namun banyak dikembangkan di daerah sub tropis dan dimanfaatkan untuk berbagai macam tujuan. Saat ini, torbangun terbatas baru dikelola oleh masyarakat etnis Batak di Sumatera Utara, Indonesia khususnya para wanita yang menyusui, mengkonsumsi daun torbangun setelah melahirkan untuk meningkatkan produksi ASI (Lactagogue)(Damanik et al.2001; Damanik et al. 2004; Damanik et al. 2006; Damanik 2009). Selain itu fungsi daun torbangun yang sudah dilaporkan termasuk sebagai anti-fungal dan/atau anti-bakterial (Khattak et al. 2013; Khattak et al. 2013a), analgesik (Devi et al. 2010; Pramadya et al. 2010), mengurangi kolesterol (Andriani et al. 2012), dan membersihkan daerah rahim (Damanik et al. 2001; Damanik et al. 2004; Damanik 2009). Potensi sebagai laktagogum ditunjukkan oleh daun torbangun yang mengandung saponin, flavonoid, polifenol serta dapat meningkatkan hormon-hormon menyusui, seperti prolaktin dan oksitosin. Ditemukan pula bahwa konsumsi daun torbangun berpengaruh nyata terhadap peningkatan konsentrasi beberapa mineral seperti zat besi, kalium, seng dan magnesium dalam air susu ibu (ASI) (Damanik 2005; Damanik et al. 2006). Mengingat khasiatnya sebagai lactagogue sudah dibuktikan secara ilmiah maka tanaman ini perlu diproduksi dan disebarkan tidak hanya dikalangan masyarakat etnis Batak, akan tetapi perlu disebarluaskan dikalangan masyarakat etnis di seluruh Indonesia. Torbangun termasuk tanaman pangan fungsional dari sayuran yang mempunyai khasiat obat. Tanaman berkhasiat obat karena mengandung senyawa metabolit primer dan sekunder.

Pertumbuhan dan produksi metabolit torbangun dapat ditingkatkan melalui kegiatan percobaan mengenai korelasi konsentrasi hara N, P, K, Ca dan Fe pada jaringan tanaman dan pemupukan organik. Korelasi konsentrasi hara jaringan tanaman pada berbagai posisi daun dilakukan untuk mendapatkan rekomendasi pemilihan posisi daun yang tepat sedangkan pemupukan secara organik dalam kegiatan budidaya tanaman obat sangat diperlukan. Pupuk organik dapat meningkatkan ketersediaan hara didalam tanah dan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Belum banyak sumber penelitian yang memberikan informasi mengenai korelasi konsentrasi hara N, P, K, Ca dan Fe pada jaringan tanaman dan pemupukan organik dengan pertumbuhan dan produksi metabolit torbangun. Penelitian yang akan dilakukan diharapkan dapat membantu meningkatkan pertumbuhan dan produksi metabolit torbangun.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui korelasi konsentrasi N, P, K, Ca dan Fe daun dengan pertumbuhan dan produksi metabolit torbangun.

(20)

4

Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Terdapat korelasi antara konsentrasi N, P, K, Ca dan Fe daun dengan

pertumbuhan dan produksi metabolit torbangun.

2. Terdapat perlakuan pemupukan organik terbaik yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi metabolit torbangun.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan informasi awal dalam penyusunan

standard operating procedure (SOP) budidaya tanaman torbangun melalui penelitian korelasi antara konsentrasi N, P, K, Ca dan Fe daun dengan pertumbuhan dan produksi metabolit torbangun. Selain itu, juga memberikan informasi tentang pertumbuhan dan produksi metabolit torbangun dengan pemupukan organik.

Ruang Lingkup Penelitian

Tujuan penelitian dan hipotesis dapat dijawab dengan melakukan kegiatan percobaan (Gambar 1). Percobaan pertama untuk mengetahui korelasi konsentrasi N, P, K, Ca dan Fe daun dengan pertumbuhan dan produksi metabolit torbangun. Percobaan ke-dua untuk mengetahui pengaruh pupuk organik dengan pertumbuhan dan produksi metabolit torbangun.

(21)

5

TINJAUAN PUSTAKA

Identifikasi Tanaman Torbangun

Botani

Klasifikasi taksonomi torbangun adalah sebagai berikut: Plantae (Kingdom), Phanerogamae (Divisi), Spermatophyta (Subdivisi), Angiospermae (Kelas), Tubiflorae (Order), Lamiaceae (Famili), Oscimoidae (Sub Famili), Coleus (Genus),

Coleus amboinicus Lour. (Spesies).

Tanaman torbangun adalah terna sekuler tahunan atau agak menyerupai semak, tidak berumbi, percabangan agak berbentuk galah, berbulu halus pada saat muda, dan lokos jika tua. Daun berhadapan, tunggal, tebal, berdaging, bundar telur melebar, agak bundar atau berbentuk seperti jantung, dengan luas 5-7 cm x 4-6 cm, permukaan atas berbulu halus tersebar dan pada bagian pertulangan daunnya berambut panjang, tepi daun beringgit kasat sampai bergigi kecuali pada bagian pangkal. Panjang tangkai daun 2-4.5 cm dan berbulu halus (Siagian & Rahayu 2000). Helaian daun pada keadaan segar tebal, sangat berdaging dan berair, tulang daun bercabang-cabang dan menonjol sehingga membentuk bangunan menyerupai jala, permukaan atas berbingkul-bingkul, berwarna hijau muda, 3.5 cm permukaan atas dan bawah berambut halus berwarna putih. Helaian daun pada keadaan kering tipis dan sangat berkerut, permukaan atas kasar, warna coklat sampai coklat tua, permukaan bawah berwarna lebih muda dari permukaan atas, tulang daun kurang menonjol pada kedua permukaan terdapat rambut halus berwarna putih (Burkill 1935; Quisumbing 1951; Heyne 1987).

Gambar 2 Morfologi torbangun; a. Tangkai, b. Batang, c. Daun, d. Bunga Rangkaian bunga terdiri atas 10-20 bunga yang tersusun rapat dalam suatu gelungan menyerupai bulir, panjang rakis 10-20 cm, berdaging, dan berbulu halus. Daun pelindung bundar telur melebar, panjang 3-4 cm dan ujung meruncing. Daun kelopak berbentuk lonceng, panjang 2-4 mm, berbulu panjang dan berkelenjar, berukuran tidak sama, bergigi 5; gigi atas bundar telur melebar, tumpul; gigi lateral dan bawah meruncing. Daun mahkota biru, melengkung, panjang 8-12 mm, panjang tabung 3-4 mm, menyerupai terompet; labium atas pendek, tegak, berbulu sangat halus; labium bawah panjang dan cekung. Tangkai sari bersatu di bagian bawah membentuk tabung dan mengelilingi putik. Berbiji satu coklat pucat,

(22)

6

permukaannya licin, agak bulat, pipih dan berukuran 0.7 x 0.5 mm (Siagian & Rahayu 2000). Morfologi torbangun ditunjukkan pada Gambar 2.

Tanaman torbangun dikenal sebagai terna tahunan daerah tropis, dengan batang-batang yang pada kakinya seringkali agak seperti kayu, penyebarannya di jawa dari dataran rendah hingga mencapai 1.100 m di atas permukaan laut, tinggi terna mencapai 30-90 cm, daun tebal berdaging, mudah pecah, bunga lembayung muda sampai putih. Merupakan terna yang ditanam di taman-taman dan juga tumbuh menjadi liar, jarang berbunga, namun mudah sekali dapat dibiakkan dengan stek, cepat berakar di dalam tanah. Daunnya berbentuk jantung, sangat berdaging dan harum baunya (De Padua et al. 1999).

Penyebaran di Indonesia

Coleus amboinicus Lour. merupakan nama universal tanaman torbangun. Tanaman ini biasanya diramu menjadi bahan pembuat obat tradisional atau dikonsumsi oleh ibu yang sedang hamil dan menyusui sebagai sayuran yang dimasak maupun lalapan. Tanaman ini dapat dijumpai hampir di seluruh wilayah Indonesia dengan berbagai nama. Masyarakat di daerah Sumatera, Torbangun dikenal dengan nama Bangun-bangun atau Tarbangun (Damanik et al. 2001; Damanik et al. 2004; Damanik 2009), sedangkan di daerah Jawa atau daerah lainnya, daun Torbangun dikenal dengan nama Ajeran, Acerang, daun Kucing, daun Kambing, dan Majha Nereng (Madura). Masyarakat di daerah sekitar Nusa Tenggara, dikenal dengan nama Iwak dan Kumu Etu (Gembong 2004).

Fitokimia

Komposisi kandungan kimia secara ilmiah belum banyak diketahui pada tanaman torbangun. Menurut Mardisiswojo & Rajakmangunsudarso (1985) ditemukan bahwa dalam daun torbangun banyak mengandung kalium (6.46% dari berat kering pada K2O) dan minyak atsiri (0.043% pada daun yang segar atau 0.2% pada daun kering). Heyne (1987) dan Wijayakusuma et al. (1998) mendapatkan bahwa dari 120 kg terna segar kira-kira terdapat 25 ml minyak atsiri yang mengandung carvacrol, phenol (isopropyl-o-kresol), fenol dan sineol dan atas dasar tersebut menyatakan sebagai antisepticum yang bernilai tinggi. Menurut Vasquez

et al. (2000), minyak atsiri dari daun torbangun juga mempunyai aktivitas tinggi melawan infeksi cacing. Selain itu menurut Mardisiswojo & Rajakmangunsudarso (1985) daun dan buahnya mengandung zat lemak dan protein. Daun bangun-bangun mengandung saponin, flavonoida, polifenol dan minyak atsiri (Depkes RI 2000).

Fitonutrien

(23)

7 Tabel 1 Komposisi zat gizi daun torbangun dan katuk

Komposisi Zat Gizi per 100 g Daun Torbangun Katuk

Energi (kal) 27 59

Karotin Total (mkg) 13288 10020

Vitamin A 0 0 percaya bahwa sayur sop daun torbangun dapat meningkatkan produksi air susu ibu (ASI) (Damanik et al. 2001 dan 2004). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Damanik et al. (2006), pada saat minggu ke-dua (hari ke-14 hingga ke-28 setelah suplementasi sayur sop daun torbangun), wanita yang telah mengkonsumsi daun sop torbangun tetap mengalami peningkatan kuantitas dan kualitas ASI. Daun torbangun mampu meningkatkan kesehatan wanita pasca melahirkan, berperan sebagai uterus cleansing agent, dan dalam bentuk sop, daun torbangun dapat menggantikan energi yang hilang selama proses melahirkan. Damanik (2005) dan Warsiki et al. (2009) menyatakan bahwa dengan mengkonsumsi daun torbangun dapat meningkatkan mineral dalam air susu, seperti zat besi, kalium, seng dan magnesium serta meningkatkan berat badan bayi. Tanaman tersebut mengandung unsur mineral mikro antara lain Cu dan Zn yang berperan penting dalam penyusunan struktur tubuh dan dalam proses fisiologis ternak, baik untuk pertumbuhan maupun pemeliharaan kesehatan.

(24)

8

Manfaat lain dari daun torbangun selain dimasak sebagai sayur juga kadang-kadang untuk lalapan. Oleh masyarakat di pulau Jawa, daun dipakai untuk memberi aroma tajam masakan daging kambing. Selain itu menurut Heyne (1987) terna ini bermanfaat sebagai penyembuh luka dengan cara digerus kemudian ditempelkan pada daerah luka atau dibuat jamu penurun panas atau langsung dikunyah untuk obat sariawan.

Torbangun digunakan sebagai obat: difteria, sembelit, stomakikum, reumatik, tetanus, trakoma, penawar racun ular, penawar racun serangga, dan penawar racun makanan. Selain itu juga digunakan untuk mengobati penyakit telinga, batuk, kejang perut, demam, dan lain-lain. Sedangkan buah dan bijinya digunakan untuk obat : cacar, anti-emetik, liver, ayan, sipilis (raja singa), radang selaput lendir hidung, batuk rejan, panu, influenza dan lain-lain (PT. Eisai 1995).

Daun torbangun mengandung kalium yang dapat membersihkan darah, mencegah infeksi, mengurangi rasa nyeri, menimbulkan rasa tenang, dan dapat menciutkan selaput lendir. Rasa tenang yang dihasilkan oleh daun ini dapat mengurangi stres yang timbul akibat cuaca panas. Cuaca panas dapat menimbulkan stres sehingga menurunkan nafsu makan, sekresi air susu, dan bobot badan (Mepham 1987). Daun torbangun juga dapat memberikan manfaat bagi kesehatan dan pertumbuhan bayi yang ibunya mengkonsumsi daun torbangun karena daun ini dapat meningkatkan sekresi air susu ibu. Peningkatan volume air susu terjadi karena adanya peningkatan aktivitas sel epitel yang ditandai dengan meningkatnya DNA dan RNA kelenjar mammae (Damanik et al. 2006).

Oleh masyarakat di daerah China Peninsula juice daun torbangun diberikan untuk obat batuk anak-anak dengan ditambah gula. Oleh masyarakat di Indo China dipakai sebagai obat asthma dan bronkitis (Burkill 1935; Jain & Lata 1996). Oleh masyarakat di Malaysia daun torbangun juga dimanfaatkan untuk jamu-jamuan yang direbus dan diberikan setelah melahirkan (Burkill 1935). Mengingat kekayaan alam dan ragam budaya/etnik di Indonesia, termasuk kebiasaan etnis batak mengkonsumsi sayur torbangun untuk memperlancar dan meningkatkan produksi ASI, maka kebiasaan tersebut perlu digali dan dikembangkan lebih lanjut untuk diwariskan ke generasi selanjutnya. Dengan demikian turut serta dalam program pemerintah untuk menggali, meneliti, menguji, mengembangkan, memanfaatkan dan melestarikan salah satu kekayaan alam Indonesia.

(25)

9

Pupuk Organik

Pemupukan organik bertujuan untuk memberikan tambahan hara yang tidak tersedia di dalam tanah sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik (Hardjowigeno 2003). Pupuk organik merupakan sumber nitrogen tanah yang utama, selain itu peranannya cukup besar terhadap perbaikan sifat fisik, kimia, biologi tanah serta lingkungan. Pupuk organik yang ditambahkan ke dalam tanah akan mengalami beberapa fase perombakan oleh mikroorganisme tanah untuk menjadi humus atau bahan organik tanah (Suriadikarta & Simanungkalit 2006).

Senyawa atau unsur-unsur organik yang merupakan kandungan utama pupuk organik dapat dimanfaatkan oleh tanaman setelah melalui proses dekomposisi di dalam tanah, sehingga cara aplikasi yang efektif pupuk organik adalah dengan memasukkannya ke dalam tanah (Marsono & Sigit 2001). Hanya saja penggunaan pupuk organik memerlukan jumlah yang sangat banyak untuk memenuhi kebutuhan unsur hara dari suatu pertanaman, bersifat ruah baik dalam pengangkutan dan penggunaannya di lapangan serta kemungkinan akan menimbulkan kekahatan unsur hara apabila bahan organik yang diberikan belum cukup matang (Sutanto 2002). Pupuk organik mampu menggemburkan lapisan permukaan tanah, meningkatkan populasi jasad renik, mempertinggi daya serap dan daya simpan air yang menyebabkan kesuburan tanah meningkat (Yuliarti 2009).

Pupuk Kandang

Pupuk kandang adalah sisa proses pencernaan makanan dalam tubuh hewan bersama dengan sampah kandang yang terutama berasal dari sisa ransum yang tidak termakan yang di digunakan kembali, dengan cara dikembalikan ke dalam tanah (Bockman & Kaarstad 1999). Peranan pupuk kandang terhadap tanah adalah: (1). Memperbaiki kemampuan tanah menyimpan air, (2). Mempengaruhi kemantapan agregat tanah, (3) memperbaiki struktur tanah, (4). Mempertinggi nilai tukar kation, (5) menyediakan unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman, (6) menghasilkan banyak CO2 dan asam-asam organik yang membantu mineralisasi, (7) menaikkan suhu tanah. Pupuk kandang yang berasal dari kotoran sapi atau ayam merupakan pupuk organik yang umum digunakan dan merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik dibanding bahan pembenah lainnya dalam pemupukan organik, tetapi hanya mampu memberikan unsur hara dalam jumlah terbatas (Sutanto 2002). Kandungan unsur hara dari berbagai jenis pupuk kandang dilihat di Tabel 2. Tabel 2 Kandungan unsur hara dari pupuk kandang ayam dan pupuk kandang lain

(26)

10

Penelitian pada kolesom didapatkan bahwa dengan pemberian pupuk kandang ayam sebanyak 7.5-10 ton ha-1 menghasilkan jumlah daun yang tertinggi (Ibeawuchi et al. 2006). Pemberian pupuk kandang ayam sebanyak 15 ton ha-1 memberikan produksi biomassa tertinggi (10.73 g bobot kering daun dan 6.36 g bobot kering umbi per tanaman). Akan tetapi, kandungan senyawa bioaktif daun dan umbi menurun oleh peningkatan dosis pupuk kandang ayam. Oleh karena itu, dosis pupuk kandang ayam yang disarankan adalah 5 ton/ha sebagai pupuk dasar (Susanti et al. 2008). Hal ini juga untuk menghindari terjadinya serangan

Pseudomonas sp. yang menyebabkan penyakit layu bakteri pada kolesom akibat kondisi media sekitar perakaran yang lebih lembab (Mualim et al. 2009). Hasil penelitian Ekawati et al. (2013) menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik meningkatkan konsentrasi hara jaringan tanaman torbangun yang lebih tinggi dibandingkan tanpa pupuk. Pemberian kombinasi pupuk lengkap (12.3 ton ha-1 pupuk kandang sapi + 1.5 ton ha-1 rock phosphate + 5.5 ton ha-1 abu sekam) menghasilkan produksi bobot kering ha-1 (57.33%) sampai dengan umur 5 bulan dan menghasilkan produksi metabolit ha-1 (Total fenolik 12.06%, antosianin 41.73%) yang lebih tinggi dibandingkan tanpa pupuk. Selanjutnya, Munawaroh (2013) menambahkan bahwa pemupukan organik (12.3 ton ha-1 pupuk kandang sapi + 1.5 ton ha-1rock phosphate + 5.5 ton ha-1 abu sekam) sampai dengan umur 5 bulan dapat meningkatkan bobot basah pucuk 125.21% dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemupukan.

Pupuk Guano

Pupuk guano adalah pupuk yang berasal dari kotoran kelelawar dan sudah mengendap lama di dalam gua dan telah bercampur dengan tanah dan bakteri pengurai. Fosfat guano merupakan hasil akumulasi sekresi burung pemakan ikan dan sekresi kelelawar yang terlarut dan bereaksi dengan batu gamping karena pengaruh air hujan dan air tanah. Berdasarkan tempatnya, endapan fosfat guano terdiri dari endapan permukaan dan bawah gua (Yusuf 2010).

Guano yang berasal dari kotoran kelelawar dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar berdasarkan rasio NPK, yaitu (1) guano dengan kandungan fosfor tinggi (3:13:44:30:4) yang berasal dari frugivorous bat dan (2) guano dengan kandungan nitrogen tinggi (8:4:1-13:3:3) yang berasal dari insectivorous bat

(Sridhar et al. 2006). Berdasarkan proses pembentukannya fosfat alam dapat dibagi menjadi tiga jenis (Kasno et al. 2006): (1) Guano, terbentuk dari hasil akumulasi sekresi burung pemakan ikan dan kelelawar yang terlarut dan bereaksi dengan batu gamping akibat pengaruh air hujan dan air tanah; (2) Fosfat primer, terbentuk dari pembekuan magma alkali yang mengandung mineral fosfat apatit, terutama fluor apatite [Ca5(PO4)3F]. Apatit dapat dibedakan atas chlorapatite [3Ca3(PO4)2CaCl2] dan fluor apatite [3Ca3(PO4)2CaF2]; (3) Fosfat sedimenter (marin), merupakan endapan fosfat sedimen yang terendapkan di laut dalam, pada lingkungan alkali dan tenang. Fosfat alam ini terbentuk di laut dalam bentuk kalsium fosfat yang disebut fosforit.

(27)

11 mengandung banyak nutrisi, guano juga berperan sebagai sumber dari berbagai bakteri yang berperan sebagai agen hayati untuk menekan terjadinya hama dan penyakit pada tanaman. Pupuk organik guano lama berada dalam tanah, meningkatkan produktivitas tanah dan menyediakan unsur hara bagi tanaman lebih lama daripada pupuk kimia buatan (Endrizal & Bobihoe 2000). Sekitar 1.000 gua di Indonesia diprediksi berpotensi sebagai tempat deposit guano, sehingga guano menjadi salah satu solusi atas masalah kelangkaan pupuk (Kristanto et al. 2009). Penelitian Rahadi (2008) menunjukkan pemberian guano sebanyak 216 kg ha-1 yang dikombinasikan dengan pupuk kandang sapi 1.5 ton ha-1 menghasilkan produksi kedelai tertinggi sebesar 5.90 kg 10-1 m2 (5.90 ton ha-1). Pemberian guano pada tanaman sebagai pupuk organik telah banyak dilakukan. Namun, publikasi yang terkait dengan pengaruh guano dengan pertumbuhan dan produksi tanaman masih jarang ditemukan. Pengaruh guano terhadap kandungan fitokimia dan antioksidan torbangun juga belum banyak diteliti.

Abu Sekam

Menurut Harsono (2002) sekam padi adalah bagian terluar dari bulir padi, yang merupakan hasil sampingan saat proses penggilingan padi dilakukan. Sekitar 20% dari bobot padi adalah sekam padi dan kurang lebih 15% dari komposisi sekam adalah abu sekam yang selalu dihasilkan setiap kali sekam dibakar. Sutanto (2002) menambahkan bahwa sekam padi secara nyata mempengaruhi sifat kimia, fisik, dan biologi tanah.

Abu sekam yang berasal dari sekam padi merupakan bahan berligno-selulosa seperti biomassa lainnya namun mengandung silika yang tinggi. Kandungan kimia sekam padi terdiri atas 50 % selulosa, 25-30 % lignin, dan 15-20 % silika (Bakri 2009). Sekam padi saat ini telah dikembangkan sebagai bahan baku untuk menghasilkan abu yang dikenal sebagai RHA (rice-hull ash). Abu sekam padi yang dihasilkan dari pembakaran sekam padi pada suhu 400-500 °C akan menjadi silika amorphous dan pada suhu yang lebih besar dari 1000 °C akan menjadi silika kristalin. Penggunaan abu sekam pada lahan pertanian selain sebagai sumber silikat juga merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi pencemaran lingkungan oleh limbah pertanian di sekitar lokasi penggilingan padi dan sekaligus sebagai upaya pengembalian sisa panen ke areal pertanian. Pemberian abu sekam sebagai sumber silikat pada tanah Andisol dan Oxisol dapat melepaskan fosfor terjerap (Ilyas et al. 2000).

(28)

12

KORELASI KONSENTRASI N, P, K, Ca DAN Fe DAUN DENGAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI METABOLIT TORBANGUN

(Coleus amboinicus Lour.)

ABSTRAK

Torbangun (Coleus amboinicus Lour.) merupakan tanaman yang berasal dari daerah tropis termasuk ke dalam famili Lamiaceae yang daunnya memiliki aroma yang khas dan sebagai pangan fungsional dari sayuran yang mempunyai khasiat obat. Saat ini belum banyak informasi mengenai studi ekologi dan terbatasnya bukti ilmiah pada uji korelasi konsentrasi hara daun dengan pertumbuhan dan produksi metabolit tanaman torbangun. Penelitian ini dilakukan untuk: (1) menentukan hara N, P, K, Ca dan Fe daun pada bagian jaringan daun dan umur daun yang tepat sebagai alat diagnosa kandungan metabolit sekunder torbangun, dan (2) menentukan hubungan konsentrasi hara N, P, K, Ca dan Fe daun dengan produksi metabolit sekunder torbangun. Penelitian di lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan, Desa Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat dengan pemberian paranet intensitas naungan 55%. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari hingga Maret 2014. Penelitian ini menggunakan tiga ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji t-student dan uji korelasi linier sederhana. Hasil penelitian menunjukkan (1) Jaringan tanaman yang terbaik untuk dijadikan sampel penetapan kebutuhan hara N, P, K, Ca dan Fe adalah daun posisi ke-3 umur 5 bulan, (2) Terdapat korelasi positif antara konsentrasi hara K dengan bobot kering pucuk, Ca dengan aktivitas PAL, dan Fe dengan total saponin pada daun posisi ke-3 umur 5 bulan.

Kata kunci: Coleus amboinicus Lour., torbangun, hara, uji korelasi, metabolit sekunder

CORRELATION OF LEAF N, P, K, Ca AND Fe LEAF WITH THE GROWTH AND METABOLITE PRODUCTION OF TORBANGUN

(Coleus amboinicus Lour.)

ABSTRACT

Torbangun (Coleus amboinicus Lour.) is a tropical plant from the Lamiaceae

(29)

13 (1) the best leaf position and leaf ages to determine of the need of N, P, K, Ca and Fe nutrients are on the 3rd leaf positions of 5 months-old plant (2) There is positive correlation between nutrient concentrations of K with shoot dry weight, Ca with PAL activity, and Fe with total saponins on the 3rd leaf positions of 5 months-old plant.

Keywords: Coleus amboinicus Lour., torbangun, nutrient, correlation test, secondary metabolites.

PENDAHULUAN

Status hara dalam tanaman merupakan hasil interaksi dari beberapa faktor yang terjadi selama pertumbuhan tanaman dengan tingkat kesuburan tanah dan lingkungan tumbuh, hal ini menyangkut efisiensi serapan dan translokasi. Oleh karena itu, beberapa hal perlu diperhatikan dalam pemupukan tanaman torbangun seperti pemilihan jenis pupuk, dosis, cara dan waktu aplikasi. Kondisi hara yang diperlukan oleh tanah juga perlu diketahui. Dosis pemupukan dapat diketahui dengan berbagai cara antara lain menganalisis tanah, memperhatikan tanda-tanda yang diperlihatkan oleh tanaman, analisis tanaman dan melakukan percobaan pemupukan (Hermanto 2012).

Metabolit sekunder merupakan proses sintesis yang menghasilkan senyawa yang digolongkan menjadi lima kelompok yaitu glikosida, terpenoid, fenol, flavonoid dan alkaloid. Kandungan metabolit torbangun terbagi menjadi beberapa golongan yakni flavonoid, terpenoid khususnya saponin, polifenol dan minyak atsiri (Depkes RI 2000). Flavonoid merupakan salah satu kelompok dari kelompok senyawa fenolik (Mualim 2012). Saponin merupakan salah satu kelompok dari kelompok senyawa terpene dengan lemak disintesis dari metabolit primer Acetyl CoA melalui jalur lintasan Asam Mevalonat (MAP) atau intermediet dasar glikolisis melalui lintasan Methylerythritol Phosphate (MEP). Tiga molekul Acetyl CoA digabung untuk membentuk asam mevalonat. Senyawa intermediet 6 karbon ini kemudian mengalami pyrophosphorilasi, karboxylasi dan dehidrasi membentuk Isopentenyl pyrophosphate (IPP). IPP adalah senyawa pembentuk (prekusor) blok 5 C terpene. IPP juga dapat dibentuk dari intermediet glikolisis atau siklus reduksi karbon pada proses fotosintesis (Taiz & Zeiger 2002). Saponin ialah senyawa glikosida yang berfungsi sebagai detergen alami. Secara kimia, saponin merupakan steroid (C-27) atau triterpena glikosida (C-30). Biasanya saponin memiliki satu atau lebih monosakarida dan banyak terdistribusi dalam tanaman dan hewan laut (Rao 1996).

(30)

14

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Januari hingga Maret 2014 bertempat di kebun percobaan, Desa Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat dengan pemberian paranet intensitas naungan 55%. Analisis konsentrasi metabolit dan hara daun dilakukan di laboratorium Plant Analysis and Chromatography,

Spectrophotometry, Post-Harvest, Departemen Agronomi dan Hortikultura

Fakultas Pertanian IPB. Analisis kimia tanah dan analisis pupuk dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya lahan Fakultas Pertanian IPB.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain adalah tanaman torbangun aksesi RD berumur 2 bulan, pupuk kandang ayam 15 ton ha-1, dan bahan untuk analisis kimia yang digunakan adalah metanol, pereaksi folin-ciocalteu, kalium asetat, asam asetat, asam sulfat, buffer protein, aquades dan saponin produksi Merck Co. (Jerman). Semua bahan kimia yang digunakan dalam analisis kimia memiliki kualitas pro analysis (analytical grade).

Alat

Peralatan yang digunakan antara lain adalah timbangan, oven, sprayer, kamera, alat-alat laboratorium untuk analisis kimia meliputi Shimadzu UV-1800

Spectrophotometer (Japan) yang dihubungkan dengan UVprobe 2.34 untuk analisis spektofotometer, Centrifuge heraeus labofuge-400R, Eyela waterbath SB-24 untuk inkubasi larutan campuran ekstrak, dan alat penunjang lainnya.

Metodologi Penelitian

(31)

15 pupuk dilakukan pada saat sebelum perlakuan. Sampel tanah yang digunakan adalah komposit dari tiga ulangan.

Perhitungan produksi metabolit sekunder dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Produksi metabolit = bobot kering daun (g tan-1) x konsentrasi metabolit (%) Uji korelasi sederhana dilakukan masing-masing antar peubah pengamatan pada (a) konsentrasi hara (N, P, K, Ca dan Fe) di daun pada umur tanaman 3, 4, dan 5 bulan dengan produksi metabolit sekunder; (b) konsentrasi hara (N, P, K, Ca dan Fe) pada posisi daun ke-1, ke-3, atau ke-5 dengan produksi metabolit sekunder. Model korelasi linear sederhana yang digunakan adalah:

Y = a + bX

Sebagai contoh penerapan uji korelasi antara konsentrasi hara K posisi daun ke-3 dengan produksi metabolit sekunder, sebagai berikut :

Y = Produksi metabolit sekunder yang dihasilkan dari torbangun (produksi) pada konsentrasi hara K posisi daun ke-3.

a = harga Y ketika harga X = 0 (intercept).

b = angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan ataupun penurunan variabel dependen (Y) yang didasarkan pada perubahan variabel independen (X). Jika positip (+) arah garis naik, dan bila negatip (-) maka arah garis turun.

X = konsentrasi hara K posisi daun ke-3.

Gambar 3 Posisi daun ke-1, ke-3, dan ke-5

(32)

16

dengan produksi metabolit torbangun dilakukan dengan analisis korelasi linier sederhana. Berdasarkan uji korelasi, maka konsentrasi hara N, P, K, Ca dan Fe daun yang mempunyai nilai korelasi positif tinggi dan paling konsisten diposisi daun pada umur yang sama akan ditetapkan sebagai daun sampel untuk tanaman torbangun. Analisis korelasi linier sederhana adalah sebagai berikut:

n∑Xi Yi – (∑Xi)( ∑Y)i

rxy = --- √[n∑ Xi2- (∑2][ n∑Y] i2- ( Yi)2

Nilai korelasi (r) menunjukkan kekuatan hubungan linear yang berada pada interval -1≤ r ≤ 1. Tanda – dan + menunjukkan tanda arah hubungan positif dan negatif.

Pengamatan Komponen Pertumbuhan

Tinggi tanaman (cm). Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan cara mengukur dari pangkal sampai titik tumbuh yang terletak di ujung batang utama.

Jumlah cabang. Perhitungan jumlah cabang dilakukan dengan cara menghitung jumlah cabang yang keluar dari batang.

Lebar tajuk (cm). Pengukuran lebar tajuk dilakukan dengan cara mengukur lebar tajuk tanaman yang terlebar.

Komponen Biomassa

Luas daun. Pengamatan menentukan luas daun menggunakan metode gravimetri,

yaitu menggambar daun di kertas kemudian dihitung dengan rumus

Luas daun = bobot replika kertas (g) x luas kertas total (cm2) bobot kertas total (g)

Bobot basah tanaman (g). Pengukuran bobot basah tanaman dilakukan dengan cara menimbang hasil pangkasan yang dipanen berupa akar, batang, dan daun dengan menggunakan timbangan.

Bobot kering tanaman (g). Pengukuran bobot kering tanaman dilakukan dengan cara menimbang bobot kering hasil pangkasan yang dipanen berupa akar, batang, dan daun yang telah dioven pada suhu 105oC selama 2 hari.

Rata-rata laju tumbuh relatif (LTR), menunjukkan peningkatan bobot kering dalam suatu interval waktu, dalam hubungannya dengan bobot asal. Perhitungan rata-rata laju tumbuh relatif dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

ln W2 – ln W1

LTR = t2 - t1 (g hari-1)

(33)

17

Rata-rata laju asimilasi bersih (LAB), menunjukkan hasil bersih dari hasil asimilasi per satuan luas daun dan waktu. Perhitungan Rata-rata laju asimilasi bersih dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

W2– W1 ln A2 - ln A1

LAB = A2 – A1 X t2 – t1 (g cm-2 hari-1) W1 dan W2 = masing-masing bobot kering tanaman pada waktu t1 dan t2 , dan A1 dan A2 = masing-masing luas daun total pada waktu t1 dan t2 yang diamati secara periodik (Sitompul & Guritno 1995).

Komponen Konsentrasi Metabolit dan Hara Daun ke-1, ke-3, dan ke-5

Jumlah daun. Penghitungan jumlah daun dilakukan dengan cara menghitung masing-masing banyaknya daun yang dipanen pada daun ke-1, ke-3, dan ke-5 per pucuk tanaman yang dihasilkan.

Bobot basah daun (g). Pengukuran bobot basah daun dilakukan dengan cara menimbang masing-masing bobot basah daun yang dipanen pada daun ke-1, ke-3, dan ke-5 per pucuk tanaman yang di hasilkan.

Bobot kering daun (g). Pengukuran bobot kering daun dilakukan dengan cara menimbang masing-masing bobot kering daun yang dipanen pada daun ke-1, ke-3, dan ke-5 per pucuk tanaman yang di hasilkan yang telah dioven pada suhu 60oC selama 3 hari.

Analisis konsentrasi metabolit yang dilakukan merupakan analisis kuantitatif. Analisis konsentrasi metabolit seperti aktivitas phenylalanine ammonia lyase (PAL) menurut metode Dangcham et al. (2008) (Lampiran 1, 2, dan 3), antosianin (Sims & Gamon 2002) (Lampiran 4), total flavonoid menurut metode Chang et al. (2002) (Lampiran 5 dan 6), dan total saponin menurut metode Fathonah & Sugiyarto (2009) yang telah dimodifikasi (Lampiran 7). Analisis hara daun yang dilakukan meliputi konsentrasi N menurut metode Kjeldahl (Lampiran 8), P menurut metode spektrofotometer (Lampiran 9), dan K (Lampiran 9), Ca dan Fe menurut metode Atomic Absorbtion Spectrophotometry (AAS) (Apriyantono et al.

1989) (Lampiran 10 dan 11).

(34)

18

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Kondisi umum

Curah hujan

Data curah hujan selama percobaan pertama berlangsung (bulan Januari hingga Maret 2014) menunjukkan bahwa percobaan pertama berada pada kondisi musim hujan (Tabel 3). Curah hujan bulanan tertinggi terjadi pada bulan Januari yang menyebabkan kelembaban meningkat. Kondisi curah hujan pada bulan Februari dan Maret juga masih tergolong tinggi dan kondisi langit yang mendung sehingga penyinaran berlangsung sangat singkat.

Tabel 3 Curah hujan bulanan (mm)

Bulan Satuan curah hujan (mm)

Januari 843

Februari 527

Maret 419

Data diambil dari Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor khusus untuk wilayah Empang, Bogor (2014).

Pertumbuhan dan biomassa tanaman

Rata-rata laju tumbuh relatif (LTR) dan laju asimilasi bersih (LAB)

(35)

19 Tabel 4 Rata-rata laju tumbuh relatif dan laju asimilasi bersih tanaman torbangun

pada umur 2.5-5 bulan

Rata-rata pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, jumlah cabang dan lebar tajuk) semakin meningkat dengan semakin bertambahnya umur tanaman hingga umur 5 bulan (Tabel 5). Kondisi ini sejalan dengan pola pertumbuhan vegetatif tanaman torbangun yang membentuk cabang dalam jumlah yang banyak. Pada setiap cabang dapat membentuk tumbuhan baru hingga sangat rimbun sehingga seperti tanaman perdu.

Tabel 5 Rata-rata umur tanaman terhadap pertumbuhan tanaman torbangun pada umur 2.5-5 bulan

Jumlah cabang Lebar tajuk (cm)

(36)

20

Tabel 6 Rata-rata umur tanaman terhadap biomassa tanaman torbangun pada umur 2.5-5 bulan

Produksi daun torbangun pada posisi daun ke-1, ke-3 atau ke-5 setiap umur tanaman

Jumlah daun

Jumlah daun mempengaruhi posisi daun pada umur 3 hingga 5 bulan. Pada umur 3 hingga 5 bulan, jumlah daun per pucuk tanaman menunjukkan posisi daun ke-1 memiliki jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan posisi daun ke-3 dan ke-5. Jumlah daun tertinggi pada posisi daun ke-1 terdapat pada umur 5 bulan yakni 14 dan nyata lebih tinggi dengan daun ke-3 dan ke-5 yakni secara berurutan 8 dan 4. Jumlah daun posisi daun ke-1 nyata lebih tinggi dengan daun ke-3 dan ke-5 pada umur 3 dan 4 bulan (Tabel 7).

Keterangan: *,**=terdapat hubungan yang nyata, tn=terdapat hubungan yang tidak nyata menurut uji t-student pada taraf nyata (α) 5% (P > 0.05).

Bobot basah daun

(37)

21 meskipun tidak berbeda nyata dengan daun ke-3 dan ke-5 yakni secara berurutan 14.25 dan 10.86 g tanaman-1 (Tabel 8).

Tabel 8 Pengaruh bobot basah daun pada posisi daun ke-1, ke-3, atau ke-5 umur 3-5 bulan tanaman torbangun

Keterangan: *,**=terdapat hubungan yang nyata, tn=terdapat hubungan yang tidak nyata menurut uji t-student pada taraf nyata (α) 5% (P > 0.05).

Bobot kering daun

Bobot kering daun mempengaruhi posisi daun pada umur 3 dan 5 bulan. Pada umur 3 bulan, bobot kering daun menunjukkan posisi daun ke-3 memiliki jumlah yang nyata lebih tinggi dengan posisi daun ke-1 dan ke-5. Bobot kering daun tertinggi pada posisi daun ke-1 terdapat pada umur 4 bulan yakni 1.13 g tanaman-1, meskipun tidak berbeda nyata dengan daun ke-3 dan ke-5 yakni secara berurutan 1.03 dan 0.85 g tanaman-1 (Tabel 9).

Tabel 9 Pengaruh bobot kering daun pada posisi daun ke-1, ke-3, atau ke-5 umur 3-5 bulan tanaman torbangun

Umur tanaman (bulan)

Bobot kering daun (g tanaman-1)

Daun ke-1 Daun ke-3 Daun ke-5 Pr > |t|

(38)

22

Konsentrasi hara N, P, K, Ca dan Fe pada posisi daun ke-1, ke-3 atau ke-5 setiap umur tanaman

Posisi daun dan umur tanaman merupakan dua komponen utama dalam menentukan status hara tanaman pada daun. Secara berurutan daun pada posisi ke-5 lebih tua umurnya dari daun pada posisi ke-3 dan ke-1. Pada tanaman torbangun konsentrasi hara N, P, K, Ca dan Fe menunjukkan perbedaan posisi daun 1, ke-3 dan ke-5 yang nyata seperti terlihat pada (Gambar 4, 5, 6, 7 dan 8). Umur daun perlu diperhatikan untuk daun sampel, karena hal ini terkait dengan perubahan fungsi daun sebagai sink atau source. Daun-daun muda berfungsi sebagai sink, sehingga harus mengimpor hara-hara mineral dan fotosintat dari organ lain yang berfungsi sebagai source untuk pertumbuhan dan perkembangan dalam jumlah yang banyak. Daun dewasa berfungsi sebagai source sehingga dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan mengekspor hara-hara mineral dan fotosintat ke organ-organ lain yang membutuhkan sink (Marschner 1995).

Nitrogen (N)

Konsentrasi kandungan N daun mempengaruhi posisi daun pada umur 3 hingga 5 bulan (Gambar 4). Pada umur 3 hingga 5 bulan, nilai kandungan N daun menunjukkan posisi daun ke-1 memiliki konsentrasi N yang lebih tinggi dibandingkan dengan posisi daun ke-3 dan ke-5. Konsentrasi N tertinggi pada posisi daun ke-1 terdapat pada umur 3-5 bulan dan nyata lebih tinggi dengan konsentrasi N daun ke-5 yakni 0.50, 0.79, dan 1.04% N.Konsentrasi N daun ke-1 nyata lebih tinggi dengan daun ke-3 yakni 0.54% pada umur 4 bulan. Konsentrasi N daun ke-3 nyata lebih tinggi dengan daun ke-5 yakni 0.50 dan 0.78% pada umur 3 dan 5 bulan.

Gambar 4 Pengaruh konsentrasi N pada posisi daun ke-1, ke-3, atau ke-5 umur 3-5 bulan tanaman torbangun

Fosfor (P)

(39)

23 P daun ke-5 yakni 0.10, 0.15, dan 0.18% P. Konsentrasi P daun ke-1 nyata lebih tinggi dengan daun ke-3 yakni 0.15 dan 0.08% pada umur 4 dan 5 bulan. Konsentrasi P daun ke-3 nyata lebih tinggi dengan daun ke-5 yakni 0.10% pada umur 5 bulan.

Gambar 5 Pengaruh konsentrasi P pada posisi daun ke-1, ke-3, atau ke-5 umur 3-5 bulan tanaman torbangun

Kalium (K)

Konsentrasi kandungan K daun mempengaruhi posisi daun pada umur 3 bulan (Gambar 6). Pada umur 3 bulan, konsentrasi K daun menunjukkan posisi daun ke-1 nyata lebih tinggi dibandingkan dengan posisi daun ke-5 yakni 0.97% K.

Gambar 6 Pengaruh konsentrasi K pada posisi daun ke-1, ke-3, atau ke-5 umur 3-5 bulan tanaman torbangun

Kalsium (Ca)

(40)

24

lebih tinggi dengan daun ke-1 yakni 22.66 dan 47.57 ppm pada umur 3 dan 5 bulan. Konsentrasi Ca daun ke-3 nyata lebih tinggi dengan daun ke-1 yakni 11.8 dan 40.31 ppm pada umur 3 dan 5 bulan. Konsentrasi Ca daun ke-5 nyata lebih tinggi dengan daun ke-3 yakni 10.86 ppm pada umur 3 bulan.

Gambar 7 Pengaruh konsentrasi Ca pada posisi daun ke-1, ke-3, atau ke-5 umur 3-5 bulan tanaman torbangun

Besi (Fe)

Konsentrasi kandungan Fe daun tidak mempengaruhi posisi daun pada umur 3 hingga 5 bulan (Gambar 8). Pada umur 3-5 bulan, konsentrasi Fe tertinggi pada posisi daun ke-5 dibandingkan dengan posisi daun ke-1 dan ke-3.

(41)

25

Konsentrasi metabolit sekunder pada posisi daun ke-1, ke-3 atau ke-5 setiap umur tanaman

Aktivitas PAL

Aktivitas PAL mempengaruhi posisi daun pada umur 5 bulan (Gambar 9). Pada umur 5 bulan, nilai aktivitas PAL menunjukkan posisi daun ke-5 lebih tinggi dibandingkan dengan posisi daun ke-3 yakni 0.45 mg SAS g-1 protein.

Gambar 9 Pengaruh aktivitas PAL pada posisi daun ke-1, ke-3, atau ke-5 umur 3-5 bulan tanaman torbangun

Antosianin

Antosianin tidak mempengaruhi posisi daun pada umur 3 hingga 5 bulan (Gambar 10). Konsentrasi antosianin pada umur 3-5 bulan meningkatkan posisi daun ke-1, ke-3 dan ke-5. Konsentrasi antosianin tertinggi pada posisi daun ke-3 terdapat pada umur 5 bulan yakni 0.49 mol 100 g-1 BB, meskipun tidak berbeda nyata dengan konsentrasi antosianin daun ke-1 dan ke-5 yakni secara berurutan 0.02 dan 0.09 mol 100 g-1 BB.

(42)

26

Flavonoid

Flavonoid tidak mempengaruhi posisi daun pada umur 3 hingga 5 bulan (Gambar 11). Konsentrasi total flavonoid pada umur 3-5 bulan meningkatkan posisi daun 1, 3 dan 5. Konsentrasi total flavonoid tertinggi pada posisi daun ke-3 terdapat pada umur 5 bulan, meskipun tidak berbeda nyata dengan konsentrasi total flavonoid daun ke-1 dan ke-5 yakni secara berurutan 0.57 dan 4.94 mg SK g-1 BK.

Gambar 11 Pengaruh flavonoid pada posisi daun ke-1, ke-3, atau ke-5 umur 3-5 bulan tanaman torbangun

Saponin

Saponin tidak mempengaruhi posisi daun pada umur 3 hingga 5 bulan (Gambar 12). Konsentrasi total saponin pada umur 3-5 bulan meningkatkan posisi daun ke-1, ke-3 dan ke-5. Konsentrasi total saponin tertinggi pada posisi daun ke-1 terdapat pada umur 4 bulan, meskipun tidak berbeda nyata dengan konsentrasi total saponin daun ke-3 dan ke-5 yakni secara berurutan 14.23 dan 12.52 mg saponin g -1 BK.

(43)

27

Korelasi konsentrasi hara N, P, K, Ca dan Fe daun dengan bobot kering daun dan produksi metabolit sekunder umur 3-5 bulan

Dalam penentuan sampel daun dengan posisi yang tepat untuk analisis tanaman perlu memperhatikan nilai koefisien korelasi (r) antar konsentrasi hara N, P, K, Ca dan Fe daun dengan bobot kering daun dan produksi metabolit sekunder. Saat tanaman berumur 4 bulan terdapat hubungan r yang nyata dan negatif antara konsentrasi P dan K dengan aktivitas PAL, konsentrasi Ca dengan bobot kering daun. Saat tanaman berumur 5 bulan terdapat hubungan r yang nyata dan positif antara konsentrasi K dan bobot kering daun (Tabel 10). Posisi daun yang memberikan nilai korelasi positif secara konsisten antara konsentrasi hara N, P, K, Ca dan Fe daun terhadap bobot kering daun dan produksi metabolit sekunder terdapat pada umur 5 bulan.

Tabel 10 Korelasi (r) antar konsentrasi hara N, P, K, Ca dan Fe daun dengan bobot kering daun, dan produksi metabolit pada umur 3-5 bulan

Umur

Keterangan: * = terdapat hubungan yang nyata, +/- = tanda arah hubungan positif dan negatif.

(44)

28

Tabel 11 Korelasi (r) antar konsentrasi hara N, P, K, Ca dan Fe daun posisi ke -1, 3, 5 dengan bobot kering daun, dan produksi metabolit tanaman

Keterangan: * = terdapat hubungan yang nyata, +/- = tanda arah hubungan positif dan negatif

Secara umum melihat konsistensi dan keeratan korelasi antar status hara N, P, K, Ca dan Fe daun dengan bobot kering pucuk dan produksi metabolit sekunder serta pertimbangan efisiensi aplikasinya, maka jaringan tanaman yang terbaik untuk dijadikan bahan diagnostik penetapan sampel adalah pada posisi daun ke-3 umur 5 bulan.

Kaitan pertambahan umur tanaman dengan aktivitas PAL, antosianin, flavonoid dan saponin

(45)

29

Aktivitas PAL

Aktivitas PAL meningkat pada pemanenan umur 4 dan 5 bulan (Gambar 13). Bertambahnya umur tanaman mengakibatkan peningkatan aktivitas PAL pada daun ke-3 yakni 1.51 mg SAS g-1 protein umur 4 bulan dan daun ke-5 yakni 1.81 mg SAS g-1 protein umur 5 bulan.

Gambar 13 Kaitan aktivitas PAL pada pemanenan umur 3-5 bulan tanaman torbangun.

Antosianin

Antosianin meningkat pada pemanenan umur 4 dan 5 bulan (Gambar 14). Bertambahnya umur tanaman mengakibatkan peningkatan antosianin pada daun ke-5 yakni 0.12 µmol 100 g-1 BB umur 4 bulan dan daun ke-3 0.49 µmol 100 g-1 BB umur 5 bulan.

(46)

30

Flavonoid

Flavonoid meningkat pada pemanenan umur 4 dan 5 bulan (Gambar 15). Bertambahnya umur tanaman mengakibatkan peningkatan flavonoid pada daun ke-5 yakni 19.9ke-5 mg SK g-1 BK umur 4 bulan dan daun ke-3 yakni 21.69 mg SK g-1 BK umur 5 bulan.

Gambar 15 Kaitan flavonoid pada pemanenan umur 3-5 bulan tanaman torbangun

Saponin

Saponin meningkat pada pemanenan umur 4 dan 5 bulan (Gambar 16). Bertambahnya umur tanaman mengakibatkan peningkatan saponin pada daun ke-1 yakni 55.72 mg saponin g-1 BK umur 4 bulan dan daun ke-5 yakni 53.14 mg saponin g-1 BK umur 5 bulan.

Gambar

Gambar 1 Bagan alir penelitian korelasi konsentrasi hara N, P, K, Ca dan Fe pada
Gambar 2 Morfologi torbangun; a. Tangkai, b. Batang, c. Daun, d. Bunga
Tabel 1 Komposisi zat gizi daun torbangun dan katuk
Gambar 3 Posisi daun ke-1, ke-3, dan ke-5
+7

Referensi

Dokumen terkait

Para pengasuh memiliki rasa tanggung jawab dalam mengasuh setiap anak agar anak-anak mendapatkan pengawasan, perhatian serta kebutuhan yang dibutuhkan dengan baik,

Dalam perencanaan tersebut hal yang perlu diperhatikan adalah jumlah titik lampu dalam suatu ruangan, jumlah stopkontak dalam suatu ruangan, sistem penangkal petir, sistem

Judgement sampling (purposive sampling) adalah teknik penarikan sampel yang dilakukan berdasarkan karakteristik yang ditetapkan terhadap elemen populasi target yang

Berdasarkan hasil analisis statistik untuk komponen produksi menunjukkan bahwa galur mutan padi DT15/11/ KU mempunyai prospek untuk sebagai varietas baru padi gogo

stabilitas hasil tanaman ratun genotipe padi pada tiga lingkungan yang berbeda di lahan pasang surut.. Percobaan dirancang menurut acak kelompok yang diulang

(1) Informan kunci, yaitu seseorang yang benar- benar memahami permasalahan yang diteliti. Adapun yang dimaksud informan kunci dalam penelitiaan ini adalah ketua Rumah

karya jurnalistik tentang Kegiatan Konservasi Alam & Pariwisata Alam  Partisipasi dalam diskusi  Kemampuan menjelaskan tahapan dan cara peliputan Kegiatan

Berdasarkan permasalahan yang akan diteliti, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu “Untuk mengetahui pengaruh layanan bimbingan kelompok untuk