PERTAMBANGAN YANG TERDAFTAR
DI BURSA EFEK INDONESIA
Oleh
CAHYO WIDODO
H24104071
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PERTAMBANGAN YANG TERDAFTAR
DI BURSA EFEK INDONESIA
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
SARJANA EKONOMI
pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen
Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
CAHYO WIDODO
H24104071
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
i
RINGKASAN
CAHYO WIDODO. H24104071. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Struktur Modal Perusahaan Sektor Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dibimbing oleh FARIDA RATNA DEWI.
Keputusan pendanaan merupakan salah satu faktor penting dalam mencapai peningkatan nilai perusahaan. Struktur modal didefinisikan sebagai proporsi hutang jangka panjang dan ekuitas yang ditetapkan perusahaan (Mardiyanto, 2009). Keputusan mengenai penetapan struktur modal harus mempertimbangkan perimbangan antara tingkat risiko dan pengembalian. Kesalahan dalam menentukan struktur modal akan menimbulkan biaya modal yang berlebihan sehingga dapat menurunkan nilai perusahaan bahkan menyebabkan kebangkrutan. Sektor pertambangan di Indonesia merupakan salah satu tujuan investasi yang masih terus berkembang. Hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya data statistik nilai realisasi investasi, baik oleh PMA maupun PMDN. Selain itu, di pasar bursa saham, sektor pertambangan memiliki jumlah emiten yang terus meningkat setiap tahunnya dengan nilai kapitalisasi pasar yang dapat mempengaruhi pergerakan IHSG mencapai porsi rata-rata 12,83% dari tahun 2006-2012. Disisi lain, berdasarkan data keuangan, perusahaan sektor pertambangan memiliki tingkat struktur modal yang cukup bervariasi. Oleh sebab itu, pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pengambilan keputusan tingkat struktur modal wajib diketahui oleh pengelola keuangan perusahaan sektor pertambangan. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam menetapkan tingkat struktur modal yang optimal sesuai dengan kemampuan dan kodisi masing-masing perusahaan.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh antara ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) terhadap struktur modal (LDER) baik secara simultan maupun parsial. Metode analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda dengan tingkat signifikansi sebesar 5%. Perhitungan serta uji statistik dibantu dengan menggunakan software IBM SPSS Statistics 20.0.
DI BURSA EFEK INDONESIA
Cahyo Widodo
Alumni Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Istitut Pertanian Bogor
c.widodo.9001@gmail.com
Farida Ratna Dewi
Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
ABSTRACT
The level of capital structure that is part of the funding decision is one important factor in increasing the value of the company. Decisions regarding the optimal capital structure should consider the balance between risk and benefit levels. The purpose of this study was to analyze the effect of firm size (SIZE), asset growth (GROWTH), the structure of assets (STR_A), profitability (ROA) and sales growth (SALES) the capital structure (LDER) either simultaneously or partially on mining companies . The sample used in this study is a mining company listed on the Indonesia Stock Exchange in the period 2007 to 2011. Samples were taken using a sampling method porpose. The analytical method used is linear regression with error tolerance level α of 5%. The results of the study states that the SIZE, GROWTH, STR_A, ROA and SALES simultaneously affect LDER with Adjusted R2 of 37.1%. Partial results of the study indicate that the variable SIZE, ROA and SALES individually has negative and significant effect of the LDER, GROWTH has a positive and significant effect of the LDER while STR_A has a negative influence but no significant effect on LDER.
Keywords: Capital Structure, Laverage, Long Term Debt, Equity, Mining
ABSTRAK
berpengaruh terhadap LDER dengan Adjusted R2 sebesar 37,1%. Hasil penelitian secara parsial menunjukkan bahwa variabel SIZE, ROA dan SALES masing-masing berpengaruh negatif dan signifikan terhadap LDER, variabel GROWTH berpengaruh positif dan signifikan terhadap LDER sedangkan variabel STR_A memiliki arah hubungan yang negatif tetapi tidak berpengaruh signifikan terhadap LDER.
ii
Judul Skripsi: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Sektor Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Nama : Cahyo Widodo
NIM : H24104071
Disetujui oleh:
Dosen Pembimbing
Farida Ratna Dewi, S.E., M.M. NIP 19710307 200501 2 001
Diketahui oleh:
Ketua Departemen
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc. NIP. 19610123 198601 1 002
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pati pada tanggal 06 Maret 1988 sebagai anak dari
Bapak Darmaji Dwiyanto dan Ibu Dwi Susilorini. Penulis adalah putra pertama
dari dua bersaudara. Masa pendidikan penulis dimulai dari Taman Kanak-kanak
Kemala Bhayangkari 42 Pati, kemudian melanjutkan di Sekolah Dasar (SD)
Negeri Taman Sari 02 Pati dan lulus pada tahun 2000, pada tahun yang sama
penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 03
Pati. Pada tahun 2003, penulis melanjutkan di Sekolah Menengah Atas (SMA)
Negeri 02 Pati. Penulis lulus SMA tahun 2006 dan diterima melanjutkan
pendidikan di Direktorat Program Diploma Institut Pertanian Bogor pada Program
Keahlian Akuntansi melalui jalur PMDK dan berhasil lulus pada tahun 2009.
Pada tahun 2009 penulis sempat bekerja di perusahaan rekanan PT
Pertamina sebagai staf keuangan hingga tahun 2012. Tahun 2010 penulis
melanjutkan jenjang pendidikan di Program Sarjana Alih Jenis Manajemen,
Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor. Di luar aktivitas perkuliahan, pada tahun 2012 penulis dilibatkan sebagai
tenaga survey dan sosialisasi sensus pajak nasional yang merupakan program
tahunan Direktorat Jenderal Pajak dalam kurun waktu enam bulan. Selain itu,
penulis juga telah mengikuti beberapa training yang berhubungan dengan
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
membuat segala sesuatu indah tepat pada waktunya dan yang telah melimpahkan
rahmat, kasih dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Sektor Pertambangan yang Terdaftar
di Bursa Efek Indonesia”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa baik dalam pengungkapan, penyajian dan
pemilihan kata-kata maupun pembahasan materi dalam skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu dengan penuh kerendahan hati penulis mengharapkan
saran, kritik dan segala bentuk pengarahan yang bersifat membangun dari semua
pihak yang dapat ditujukan untuk perbaikan skripsi ini. Penulis berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang membacanya serta mampu
berkontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang
manajemen keuangan.
Bogor, Juli 2013
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini penulis mendapat
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan apabila dalam
kesempatan ini, penulis dengan segala kerendahan hati ingin menyampaikan
ucapan terima kasih yang tidak terhingga atas segala doa, bimbingan serta
dukungan yang telah diberikan, kepada:
1. Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc., selaku Kepala Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB.
2. Farida Ratna Dewi, S.E., M.M., sebagai dosen pembimbing yang telah
bersedia meluangkan banyak waktu dan pikiran untuk dapat memberikan
bimbingan, arahan, serta motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
3. Dr. Ir. Ma’mun Sarma, M.S., M.Ec., selaku dosen wali penulis selama
menempuh pendidikan sebagai mahasiswa di Program Sarjana Alih Jenis
Manajemen IPB.
4. Dr. Ir. Anggraini Sukmawati, M.Si., dan Yusrina Permatasari, S.Sos., M.E.,
selaku dosen penguji, terima kasih atas waktu, penilaian, saran, nasihat serta
kesediaannya dalam menghadiri ujian sidang skripsi.
5. Hardiana Widyastuti, S.Hut., M.M., sebagai moderator dalam sesi seminar
penelitian penulis serta sebagai dosen QC skripsi yang bersedia meluangkan
waktu serta saran dalam proses penulisan skripsi.
6. Ayahanda Darmaji Dwiyanto dan Ibunda Dwi Susilorini tercinta yang telah
melahirkan, merawat dan membesarkan aku dengan setiap tetes peluh atas
kerja keras dan untaian doa serta harapan yang tak pernah sedikitpun padam
dalam hidupku. Terima kasih Ayah, Ibu.
7. Novita Sintya Dewi, adikku tersayang, yang selalu menjadi motivasi bagi
setiap kami dalam keluarga untuk selalu berusaha dan berjuang untuk
memberikan yang terbaik. I’m proud of youmy little sister.
8. Spesial untuk Dyas Semiartya Kristi, yang selalu memberikan semangat,
motivasi, keyakinan, serta jalan keluar dalam proses menyelesaikan masa
vi
ternilai dalam hidup ini, baik suka maupun duka. Selalu ada dan akan tetap
ada. Let’s enjoy our time together.
9. Keluarga besar Ayah dan Ibuku serta keluarga besar Dyas Semiartya Kristi
terima kasih atas dukungan baik moral maupun materi selama ini.
10. Teman satu bimbingan, Chinderaka Yulandita, Sri Rahayu, dan Irvan Sandy
atas bantuan serta dukungannya dalam setiap proses meraih kelulusan.
11. Abed Ago, Aira, Andi Pebriananta, Choirul Azis, Condro Yas, Dian
Puspitaning, Dhenta, Dicky Wisnu, Erick, Lek Anto, Mbak Endah, Onoth
Tono, Ook, Pewe, Proboniscoyotiwi, Ragil, Rhieno, Tia, Reza Ramadhany
(teman bergadang dan diskusi selama proses penulisan skripsi), Pras, serta
seluruh teman-teman seperjuangan mahasiswa Program Sarjana Alih Jenis
Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen
IPB.
12. Seluruh dosen, staf dan pengurus Program Sarjana Alih Jenis Manajemen
IPB.
13. Warga maupun alumni kost Cidangiang 21 serta semua pihak yang telah
membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata, hanya doa dan ucapan syukur yang dapat penulis panjatkan
semoga Allah berkenan membalas semua kebaikan Bapak, Ibu, Saudara, Sahabat
vii
2.4.1 Teori Modigliani dan Miller (MM) ... 15
2.4.2 Agency Theory ... 17
2.4.3 Trade Off Theory ... 21
2.4.4 Asymmetric Information Theory ... 25
2.4.5 Signaling Theory ... 26
2.4.6 Pecking Order Theory ... 27
2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal ... 30
2.6. Penelitian Terdahulu ... 35
III. METODE PENELITIAN ... 41
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 41
3.2. Hipotesis ... 41
3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 43
3.4. Jenis dan Sumber Data ... 45
3.10.1 Uji Hipotesis Secara Simultan (Uji F) ... 53
3.10.2 Uji Hipotesis Secara Parsial (Uji t) ... 54
viii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 56
4.2. Analisis Data Deskriptif ... 56
4.3. Uji Asumsi Klasik ... 58
4.3.1 Uji Normalitas ... 58
4.3.2 Uji Multikolinieritas ... 59
4.3.3 Uji Autokorelasi ... 60
4.3.4 Uji Heteroskedastisitas ... 60
4.4. Uji Hipotesis ... 61
4.4.1 Uji F (Uji Simultan) ... 61
4.4.2 Koefisien Determinasi ... 62
4.4.3 Uji t (Uji Parsial) ... 62
4.4.4 Analisisi Regresi Berganda ... 64
4.5. Pembahasan Uji Hipotesis... 65
4.5.1 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Pertama ... 65
4.5.2 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Kedua ... 66
4.5.3 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Ketiga ... 68
4.5.4 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Keempat ... 69
4.5.5 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Kelima ... 71
4.5.6 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Keenam ... 72
4.6. Keterbatasan Penelitian ... 73
KESIMPULAN DAN SARAN ... 74
1. Kesimpulan ... 74
2. Saran... 75
DAFTAR PUSTAKA ... 77
ix
DAFTAR TABEL
1. Penelitian terdahulu ... 36
2. Daftar nama perusahaan sektor pertambangan periode 2007-2011 ... 56
3. Deskripsi statistik variabel ... 57
4. One-SampleKolmogorov-Smirnov Test... 58
5. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test (tanpa data outlier) ... 59
6. Hasil uji Multikolinieritas ... 59
7. Hasil uji Durbin Watson ... 60
8. Hasil uji F (uji simultan) ... 62
9. Koefisien determinasi ... 62
10. Hasil uji t (uji parsial) ... 63
x
DAFTAR GAMBAR
1. Nilai realisasi investasi PMDN & PMA sektor pertambangan ... 2
2. Rata-rata tingkat struktur modal perusahaan sektor pertambangan ... 3
3. Kerangka pemikiran penelitian ... 41
xi
DAFTAR LAMPIRAN
1. One-Sample-Kolmogorov-Smirnov (tanpa outlier) ... 81
2. Histogram ... 82
3. P-P Plot ... 83
4. F Test (ANOVA) ... 84
5. Deteminasi yang disesuaikan (Adjusted R Square)... 85
6. t Test (Parsial) ... 86
7. Beta Coefficients ... 87
8. Hasil perhitungan ukuran perusahaan (SIZE) ... 88
9. Hasil perhitungan pertumbuhan aktiva (GROWTH) ... 89
10. Hasil perhitungan struktur aktiva (STR_A) ... 90
11. Hasil perhitungan profitabilitas (ROA)... 91
12. Hasil perhitungan pertumbuhan penjualan (SALES)... 92
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Persaingan di dalam dunia usaha dan ekonomi yang semakin ketat seiring
kemajuan fungsi manajemen dalam mengelola perusahaan memaksa pemilik
maupun pihak manajemen perusahaan untuk lebih bekerja keras dalam
meningkatkan nilai perusahaan. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya iklim
persaingan yang kompetitif dibidang usaha baik di sektor industri maupun jasa.
Persaingan usaha merupakan tantangan bagi perusahaan untuk selalu berusaha
menerapkan tata kelola perusahaan yang baik demi mencapai tujuan utama
perusahaan yaitu peningkatan nilai perusahaan yang mencerminkan peningkatan
kekayaan pemegang saham.
Manajemen keuangan merupakan salah satu fungsi manajemen yang
berperan penting dalam mengelola suatu perusahaan, diantaranya adalah
menyangkut ketersediaan modal yang berkaitan dengan keputusan pendanaan.
Kebutuhan dana untuk mendukung semua aktivitas fungsi manajemen akan terus
mengalami peningkatan seiring berkembangnya suatu perusahaan. Manajemen
perusahaan harus cermat dan teliti dalam mencari sumber dana yang digunakan
untuk membiayai investasi perusahaan. Pentingnya penentuan sumber dana yang
tepat dikarenakan masing-masing sumber dana memiliki konsekuensi langsung
bagi perusahaan berupa biaya modal.
Struktur modal didefinisikan sebagai proporsi hutang jangka panjang dan
ekuitas yang ditetapkan perusahaan (Mardiyanto, 2009). Keputusan mengenai
penetapan struktur modal harus mempertimbangkan perimbangan antara tingkat
pengembalian dan biaya modal yang timbul akibat dari keputusan pendanaan
tersebut sehingga tercapai tingkat struktur modal yang optimal. Kesalahan dalam
keputusan pendanaan akan mengakibatkan timbulnya biaya modal yang
berlebihan sehingga dapat menurunkan nilai perusahaan bahkan dapat
menyebabkan risiko kebangkrutan bagi perusahaan. Sebaliknya, tingkat struktur
modal yang optimal akan memberikan pengembalian yang maksimum berupa
Sektor pertambangan merupakan salah satu sektor industri yang mampu
menarik minat investor, baik dalam negeri maupun luar negeri untuk berinvestasi
di Indonesia. Potensi alam Indonesia yang kaya akan sumber daya mineral
menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara terkemuka di dunia dalam hal
produksi serta peranannya dalam mencukupi kebutuhan komoditas pertambangan
di dunia. Selain itu, dalam tiga tahun terakhir, nilai realisasi investasi sektor
pertambangan terus mengalami peningkatan baik oleh Penanam Modal Asing
(PMA) maupun Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) yang ditunjukan oleh
Gambar 1.
Gambar 1. Nilai realisasi investasi PMDN & PMA sektor pertambangan
Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat jumlah emiten perusahaan yang
termasuk ke dalam sektor pertambangan sepanjang tahun 2007 hingga tahun 2011
terus mengalami peningkatan. Emiten perusahaan sektor pertambangan pada
tahun 2007 berjumlah 10 perusahaan dan terus mengalami pertumbuhan hingga
mencapai 31 perusahaan pada tahun 2012. Hal ini mengindikasikan bahwa
perusahaan sektor pertambangan semakin memiliki pengaruh yang besar terhadap
pergerakan pasar bursa saham BEI. Selain itu, saham perusahaan sektor
pertambangan juga memiliki nilai kapitalisasi pasar yang cukup mendominasi
terhadap pembentukan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tahun 2006
sampai dengan 2012 dengan porsi rata-rata mencapai 12,83 % setiap tahunnya.
Peningkatan nilai realisasi investasi, jumlah perusahaan serta besarnya nilai
memiliki peluang besar sebagai salah satu sektor usaha yang akan terus
berkembang di masa yang akan datang.
Gambar 2. Rata-rata tingkat struktur modal perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di BEI periode 2007-2011
Gambar 2 menyatakan bahwa tingkat rata-rata struktur modal pada
perusahaan pertambangan yang menjadi sampel dalam penelitian ini sangat
bervariasi. Semakin tinggi tingkat struktur modal perusahaan berarti semakin
tinggi penggunaan hutang jangka panjang oleh perusahaan. Perusahaan sektor
pertambangan yang memiliki tingkat struktur modal paling tinggi adalah PT Bumi
Resources Tbk (BUMI) dengan tingkat struktur modal sebesar 2,485 yang berarti
bahwa perusahaan lebih mengutamakan pendanaan dengan hutang jangka
panjang. PT Radian Utama Interinsco Tbk (RUIS) memiliki tingkat struktur
modal sebesar 0,949 yang berarti bahwa perusahaan hampir menyeimbangkan
proporsi antara penggunaan hutang jangka panjang dan ekuitas dalam mencukupi
kebutuhan pendanaan perusahaan. Perusahaan yang memiliki tingkat struktur
modal paling rendah dimiliki oleh PT Timah (Persero) Tbk (TINS) dengan tingkat
struktur modal sebesar 0,098 yang berarti perusahaan cenderung untuk mencukupi
sebagian besar kebutuhan modalnya dari ekuitas dibanding dari penggunaan
hutang jangka panjang.
Variasi tingkat struktur modal pada perusahaan sektor pertambangan
menunjukkan bahwa masing-masing perusahaan memiliki strategi dan
pertimbangan tertentu yang menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang
dan Houston (2001) berpendapat bahwa penentuan tingkat struktur modal optimal
bukan merupakan ilmu pasti, bersifat dinamis serta tidak bisa ditentukan secara
tepat. Karena itu meskipun perusahaan-perusahaan berada dalam industri yang
sama, seringkali mempunyai struktur modal yang sangat berbeda.
Potensi pertumbuhan investasi pada perusahaan sektor pertambangan yang
cukup baik serta karakteristik struktur modal yang dinamis dan bervariasi pada
perusahaan sektor pertambangan menjadi dasar pemikiran peneliti untuk
melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan Sektor Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu para manajer untuk memahami terjadinya tingkat struktur modal
perusahaan sektor pertambangan yang bervariasi serta dalam memahami
faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan tingkat struktur modal
yang optimal bagi perusahaan sektor pertambangan.
1.2. Rumusan Masalah
Tingkat struktur modal suatu perusahaan sangat memungkinkan berubah
atau dinamis sesuai dengan kondisi internal maupun eksternal perusahaan. oleh
sebab itu, pada umumnya tingkat struktur modal yang dimiliki perusahaan satu
berbeda dengan perusahaan yang lainnya. Salah satu hal penting dalam proses
pencapaian keputusan struktur modal yang optimal adalah pengetahuan mengenai
teori dan faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal, dimana menurut
Weston (1996) rasio hutang jangka panjang dan modal sendiri (LDER) dapat
menggambarkan tingkat struktur modal suatu perusahaan. Berdasarkan latar
belakang tersebut, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana secara bersama-sama (simultan) pengaruh ukuran perusahaan
(SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A),
profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) terhadap struktur
modal (LDER) pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia?
2. Bagaimana secara individu (parsial) pengaruh ukuran perusahaan (SIZE),
(ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) terhadap struktur modal
(LDER) pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia?
1.3. Tujuan
Sesuai dengan perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini, maka
tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis secara bersama-sama (simultan) pengaruh ukuran perusahaan
(SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A),
profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) terhadap struktur
modal (LDER) pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia.
2. Menganalisis secara individu (parsial) pengaruh ukuran perusahaan (SIZE),
pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas
(ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) terhadap struktur modal
(LDER) pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat, yaitu:
1. Bagi perusahaan dan manajemen sebagai masukan yang dapat dijadikan
tolok ukur pemikiran dalam mengambil keputusan keuangan khususnya
mengenai struktur modal berdasarkan perimbangan antara biaya dan
manfaat dengan tujuan dapat meningkatkan nilai perusahaan.
2. Memberikan referensi bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk
meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal perusahaan,
khususnya sektor pertambangan.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Menurut Brigham dan Houston (2001) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi keputusan struktur modal perusahaan, antara lain: stabilitas
penjualan, struktur aktiva, leverage operasi, tingkat pertumbuhan, profitabilitas,
pajak, pengawasan, sifat manajemen, sikap kreditur dan konsultan, kondisi pasar,
menambahkan bahwa faktor-faktor utama yang mempengaruhi struktur modal
adalah tingkat bunga, stabilitas laba, susunan aktiva, kadar risiko aktiva, jumlah
modal yang dibutuhkan, keadaan pasar modal, sifat manajemen dan besarnya
perusahaan. Namun dalam penelitian ini tidak membahas semua faktor yang
diduga mempengaruhi struktur modal perusahaan. Beberapa faktor yang akan
dibahas dalam penelitian ini adalah: ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan
aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas (ROA) dan
pertumbuhan penjualan (SALES) serta pengaruhnya terhadap struktur modal pada
perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Keuangan
Riyanto (2001) mendefinisikan manajemen keuangan sebagai keseluruhan
aktivitas yang berkaitan dengan usaha untuk mendapatkan dana dan menggunakan
atau mengalokasikan dana tersebut. Manajemen keuangan menyangkut kegiatan
perencanaan, analisis dan kegiatan pengendalian kegiatan keuangan. Secara
spesifik, manajemen keuangan dalam suatu perusahaan berbeda dengan
perusahaan lain biasanya sesuai dengan karakteristik suatu perusahaan. Walaupun
demikian, secara umum manajemen keuangan memiliki tujuan yang sama yaitu
menciptakan stabilitas finansial perusahaan dan memaksimalkan kekayaan
pemegang saham.
Menurut Husnan (2000), manajemen keuangan dalam kegiatannya harus
mengambil beberapa keputusan penting yang sering disebut dengan fungsi
keputusan manajemen keuangan, yaitu :
1. Penggunaan dana, disebut keputusan investasi (investment decision)
2. Memperoleh dana, disebut keputusan pendanaan (financial decision)
3. Pembagian laba, disebut kebijakan deviden (earning decision)
Keputusan investasi tercermin dalam sisi aktiva neraca perusahaan.
Sebaliknya keputusan pendanaan dan dividen tercermin dalam sisi pasiva neraca
perusahaan. Keputusan pendanaan dan dividen mempengaruhi besarnya proporsi
struktur modal perusahaan. Aktiva-aktiva yang dimiliki perusahaan menunjukkan
penggunaan bersih dari dana, sedangkan hutang dan modal sendiri mencerminkan
sumber dananya. Keputusan yang diambil oleh manajer keuangan akan tercermin
pada nilai perusahaan. Keputusan investasi akan mempengaruhi struktur kekayaan
perusahaan, yaitu perbandingan antara aktiva lancar dan aktiva tetap. Sedangkan
keputusan pendanaan dan kebijakan dividen akan mempengaruhi struktur modal.
Secara umum perbandingan dana yang tertanam dalam jangka waktu lama disebut
sebagai struktur modal (Husnan, 2000). Keputusan yang diambil oleh manajer
keuangan akan sangat menentukan nilai suatu perusahaan.
Nilai perusahaan secara normatif merupakan harga yang bersedia dibayar
menyebutkan bahwa nilai perusahaan pada dasarnya sama dengan nilai pasar
saham ditambah nilai pasar hutang. Apabila besarnya nilai hutang konstan maka
setiap peningkatan nilai saham dengan sendirinya akan meningkatkan nilai
perusahaan. Namun, bila nilai hutang berubah, maka struktur modal akan berubah
pula. Perubahan dalam struktur modal akan menguntungkan bagi pemegang
saham jika nilai perusahaan meningkat. Setiap fungsi manajemen keuangan harus
mempertimbangkan tujuan perusahaan yaitu dengan mengoptimalkan kombinasi
tiga kebijakan keuangan yang mampu meningkatkan nilai kekayaan bagi para
pemegang saham.
Beberapa pandangan, diantaranya Brigham dan Houston (2001), Brealey at
al. (2008), Horne dan Wachowicz (1998), dan Husnan (2000) menyatakan bahwa peningkatan nilai kekayaan bagi pemegang saham dapat direfleksikan oleh
peningkatan harga saham. Secara mendasar tujuan pemaksimalan kekayaan para
pemegang saham secara rasional yaitu mampu menunjukkan operasi bisnis
perusahaan melalui alokasi sumber daya secara efisien, dengan asumsi bahwa
manajemen keuangan harus melalui pertimbangan kebijakan keuangan sesuai
perencanaan dan pengendalian secara efektif dan efisien (costefectiveness),
dengan tetap mencermati kondisi ekonomi secara makro mengarah pada
pemaksimalan kekayaan para pemegang saham.
2.2. Struktur Modal
Struktur modal merupakan salah satu keputusan keuangan yang kompleks
karena berhubungan dengan variabel keputusan keuangan yang lainnya. Manajer
keuangan harus dapat menilai struktur modal perusahaan dan memahami
hubungannya dengan risiko, pengembalian dan nilai perusahaan. Kesalahan dalam
membuat keputusan struktur modal dapat menimbulkan biaya modal yang cukup
besar bagi perusahaan. Sebaliknya, keputusan struktur modal yang efektif dapat
meminimisasi biaya modal sehingga mampu berkontribusi dalam meningkatkan
nilai perusahaan dan meningkatkan porsi laba bagi pemilik perusahaan.
Neraca perusahaan (balance sheet) terdiri dari dua sisi yaitu sisi aktiva yang
mencerminkan struktur kekayaan dan sisi pasiva sebagai struktur keuangan.
Struktur modal didefinisikan sebagai komposisi dan proporsi hutang jangka
perusahaan. Sehingga, apabila struktur keuangan tercermin pada keseluruhan
pasiva dalam neraca, maka struktur modal hanya tercermin pada hutang jangka
panjang dan unsur-unsur modal sendiri, dimana kedua golongan tersebut
merupakan dana permanen atau dana jangka panjang. Margaretha (2006) juga
menyatakan bahwa terminologi modal hanya menunjukkan modal jangka panjang
pada suatu perusahaan. Modal jangka panjang meliputi semua komponen di sisi
pasiva pada neraca perusahaan kecuali hutang lancar. Dengan demikian, maka
struktur modal hanya merupakan sebagian saja dari struktur keuangan
(Mardiyanto, 2009).
Weston (1996) mengemukakan bahwarasio hutang jangka panjang terhadap
modal sendiri (long term debt to equity ratio) menggambarkan struktur modal
perusahan. Menurut Abor dan Biekpe (2009) struktur modal merupakan
kombinasi antara hutang jangka panjang dan modal sendiri yang digunakan oleh
perusahaan untuk mendanai pengoperasiannya. Sedangkan, Brigham dan Houston
(2001) menyatakan bahwa struktur modal merupakan campuran atau kumpulan
dari hutang jangka panjang, saham preferen dan saham sendiri yang digunakan
untuk menggalang modal. Kebijakan struktur modal melibatkan adanya suatu
perimbangan (trade-off) antara resiko dan tingkat pengembalian, penggunaan
lebih banyak hutang akan meningkatkan resiko yang ditanggung oleh para
pemegang saham. Namun, penggunaan hutang yang lebih besar biasanya akan
menyebabkan terjadinya ekspektasi tingkat pengembalian atas ekuitas yang lebih
tinggi.
Keputusan pemenuhan dana mencakup berbagai pertimbangan apakah
perusahaan akan menggunakan sumber internal maupun sumber eksternal yang
berasal dari hutang atau emisi saham baru. Manajer harus mampu menghimpun
dana baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar perusahaan secara efisien,
dalam arti keputusan pendanaan tersebut mampu meminimalkan biaya modal
yang harus ditanggung perusahaan. Tidak ada ukuran yang pasti mengenai jumlah
dan komposisi modal dari tiap-tiap perusahaan, tetapi pada dasarnya pengaturan
terhadap struktur modal dalam perusahaan harus berorientasi pada perimbangan
antara risiko dan tingkat pengembalian yang diperoleh perusahaan demi
Sundjaja et al. (2007) menyatakan bahwa terminologi modal menunjukkan
modal jangka panjang pada suatu perusahaan. Modal jangka panjang meliputi
semua komponen pada posisi pasiva neraca perusahaan kecuali hutang lancar.
Modal terdiri dari modal hutang dan modal sendiri / ekuitas yang dijelaskan
sebagai berikut:
1. Modal Hutang
Modal hutang merupakan semua pinjaman jangka panjang yang
diperoleh perusahaan baik dengan cara negosiasi dengan lembaga keuangan
maupun dengan menjual obligasi. Biaya modal pinjaman jangka panjang
relatif lebih rendah apabila dibandingkan dengan pendanaan dengan
penerbitan saham. Hal ini disebabkan karena kreditur memperoleh risiko
yang paling kecil atas segala jenis modal jangka panjang, seperti:
a. Pemegang pinjaman memiliki prioritas terhadap pembayaran bunga
atas pinjaman atau terhadap aset yang akan dijual untuk membayar
hutang.
b. Pemegang modal pinjaman memiliki kekuatan hokum atas
pembayaran hutang dibanding dengan pemegang saham preferen dan
pemegang saham biasa.
c. Bunga pinjaman merupakan biaya yang dapat mengurangi pajak,
sehingga biaya modal pinjaman yang sebenarnya secara subtansial
menjadi lebih rendah.
Pembiayaan jangka panjang dapat diperoleh dalam beberapa bentuk
pinjaman berjangka sebagai berikut:
a. Pinjaman berjangka
Pinjaman berjangka adalah suatu pinjaman yang diberikan oleh
lembaga keuangan kepada perusahaan dengan suatu perjanjian formal
yang jatuh temponya lebih dari satu tahun. Pinjaman berjangka biasa
digunakan untuk membiayai kebutuhan modal kerja permanen, untuk
melunasi hutang lain atau membeli mesin dan peralatan.
b. Obligasi perusahaan
Obligasi perusahaan merupakan instrument hutang jangka
suatu lembaga atau perorangan dan berjanji akan membayar kembali
di masa yang akan datang dengan aturan-aturan yang jelas. Beberapa
jenis obligasi yang umum dijumpai diantaranya adalah:
i. Obligasi tanpa jaminan yaitu obligasi yang dijual tanpa
mensyaratkan adanya suatu agunan bagi pemegang obligasi.
Hanya perusahaan terpercaya yang dapat menerbitkan obligasi
tanpa jaminan.
ii. Obligasi pendapatan yaitu obligasi yang bunganya hanya
dibayarkan jika perusahaan membukukan laba bersih, tetapi
hutang pokok harus dibayar pada waktunya
iii. Obligasi hipotik yaitu obligasi yang dijamin dengan aset berupa
properti.
iv. Obligasi dengan jaminan saham dan (atau) obligasi yaitu
obligasi yang dijamin dengan saham dan (atau) obligasi yang
dimiliki oleh penerbit. Nilai jaminan umumnya antara 25%
sampai 30% lebih besar dari nilai obligasi.
Modal hutang jangka panjang merupakan sumber dana bagi
perusahaan yang harus dibayar kembali dalam jangka waktu tertentu.
Semakin lama jangka waktu, maka semakin ringan syarat-syarat
pembayaran kembali hutang tersebut sehingga akan mempermudah bagi
perusahaan untuk mendayagunakan hutang jangka panjang tersebut.
Meskipun demikian, hutang harus dibayar pada waktu yang sudah
ditetapkan tanpa memperhatikan kondisi finansial perusahaan pada saat itu
dan harus sudah disertai dengan bunga yang sudah diperhitungkan
sebelumnya, dengan demikian seandainya perusahaan tidak mampu
membayar kembali hutang dan bunga, maka kreditur dapat memaksa
perusahaan dengan menjual asset yang dijadikan jaminannya. Oleh karena
itu, kegagalan membayar hutang atau bunganya akan mengakibatkan
perusahaan kehilangan kontrol terhadap perusahaannya seperti halnya
sebagian atau keseluruhan modal yang ditanamkan dalam perusahaan,
keseluruhan dana pinjaman dan bunganya, karena segala macam bentuk
yang ditanamkan dalam perusahaan selalu dihadapkan pada risiko kerugian.
Semakin besar proporsi modal hutang jangka panjang dalam struktur
modal perusahaan akan semakin besar pula risiko kemungkinan terjadinya
ketidakmampuan untuk membayar kembali hutang jangka panjang beserta
bunga pada saat jatuh tempo. Oleh sebab itu, kemungkinan kerugian
terhadap dana yang kreditur tanamkan dalam perusahaan sebagai akibat
gagal bayar juga semakin besar.
2. Modal sendiri / ekuitas
Modal sendiri adalah modal jangka panjang yang diperoleh dari
pemilik perusahaan atau pemegang saham. Modal sendiri diharapkan tetap
berada dalm perusahaan untuk jangka waktu yang tidak terbatas, sedangkan
modal hutang memiliki jatuh tempo.
Komponen modal sendiri / ekuitas terdiri dari:
a. Modal saham (eksternal)
Saham adalah tanda bukti kepemilikan suatu perseroan terbatas
(P.T.) yang terdiri dari:
i. Saham biasa (common stock)
Pemegang saham biasa merupakan pemilik perusahaan
yang menginvestasikan uangnya dengan harapan mendapat
pengembalian di masa yang akan datang. Pemegang saham biasa
sering disebut sebagai pemilik residual karena pemegang saham
biasa hanya menerima sisa setelah seluruh tuntutan atas
pendapatan dan aset telah dipenuhi dan tidak memperoleh
penggantian dividen yang tidak terbayarkan pada tahun-tahun
sebelumnya.
ii. Saham preferen (preferred stock)
Saham preferen bentuk komponen surat berharga modal
jangka panjang yang memiliki karakteristik campuran antara
saham biasa dan hutang jangka panjang. Saham preferen
memberikan para pemegangnya beberapa hak istimewa yang
biasa. Hak istimewa adalah mempunyai prioritas dalam
pendapatan untuk menuntut aset saat likuidasi atau hak prioritas
baik dalam pendapatan maupun aset lebih dulu daripada saham
biasa.
b. Laba ditahan (internal)
Laba ditahan adalah sisa laba bersih yang tidak dibayarkan
sebagai deviden.
Komponen modal sendiri ini merupakan modal perusahan yang
dipetaruhkan untuk segala risiko, baik risiko usaha maupun risiko-risiko
lainnya. Modal sendiri ini tidak memerlukan jaminan atau keharusan untuk
pembayaran kembali dalam setiap keadaan serta tidak memiliki kepastian
mengenai jangka waktu pembayaran kembali modal sendiri. Setiap
perusahaan harus mempunyai jumlah minimum modal yang diperlukan
untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan.
Modal sendiri yang bersifat permanen akan tetap tertanam dalam
perusahaan dan dapat diperhitungkan setiap saat untuk memelihara
kelangsungan hidup dan melindungi perusahan dari risiko kebangkrutan.
Modal sendiri merupakan sumber dana perusahaan yang paling tepat untuk
diinvestasikan pada aktiva tetap yang bersifat permanen dan
investasi-investasi yang menghadapi risiko kerugian yang relatif kecil, karena suatu
kerugian atau kegagalan dari investasi tersebut dengan alasan apapun
merupakan tindakan membahayakan bagi kontinuitas kelangsungan hidup
perusahaan.
2.3. Struktur Modal Optimal
Struktur modal yang optimal adalah struktur modal yang meminimumkan
biaya modal dan memaksimumkan nilai perusahaan. Bagi perusahaan yang sudah
go public, struktur modal mempengaruhi nilai perusahaan yang tercatat di bursa
saham. Perusahaan harus menetapkan sumber dana jangka panjang mana yang
akan dipilih dan memperhitungkannya dengan matang agar diperoleh kombinasi
struktur modal yang optimal. Perusahaan yang mempunyai struktur modal optimal
akan menghasilkan tingkat pengembalian yang optimal pula, sehingga nilai
Struktur modal yang tidak optimal akan menimbulkan biaya modal yang
terlalu besar. Semakin besar penggunaan hutang dalam struktur modal maka akan
menimbulkan biaya hutang yang besar pula. Perusahaan yang memenuhi
kebutuhan dananya dengan mengutamakan sumber dana yang berasal dari dalam
perusahaan atau sumber internal akan dapat mengurangi ketergantungannya
kepada pihak luar. Namun, bila kebutuhan dana perusahaan semakin meningkat
karena faktor seperti pertumbuhan perusahaan dan semua sumber dana internal
sudah digunakan, maka perusahaan tidak mempunyai pilihan lain selain
menggunakan dana yang berasal dari luar perusahaan baik dari hutang (debt
financing) atau dapat juga dengan mengeluarkan saham baru (external equity
financing).
Ang (1997) berpendapat bahwa setelah struktur modal ditentukan, maka
perusahaan akan menggunakan dana yang diperoleh tersebut untuk mendanai
aktivitas investasi perusahaan. Aktivitas investasi perusahaan dikatakan
menguntungkan jika return yang diperoleh dari hasil investasi tersebut lebih besar
daripada biaya modal (cost of capital), dimana biaya modal ini merupakan
rata-rata tertimbang dari biaya pendanaan (cost of funds) yang terdiri dari biaya
(bunga) pinjaman dan biaya modal sendiri. Biaya modal sendiri terdiri dari
dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham biasa dan saham preferen.
Sedangkan biaya pinjaman merupakan biaya bunga bersih (setelah dikurangi tarif
pajak). Besarnya biaya modal itulah yang perlu dipertimbangkan oleh manajemen
dalam menentukan komposisi hutang dan modal sendiri yang akan digunakan oleh
perusahaan.
2.4. Teori Struktur Modal
Weston dan Brigham (1996) menyatakan bahwa teori struktur modal adalah
teori yang menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan struktur modal terhadap
nilai perusahaan, kalau keputusan investasi dan kebijakan dividen dipegang
konstan. Nilai perusahaan adalah harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli
apabila perusahaan tersebut dijual (Husnan, 2000). Teori struktur modal telah
banyak dikemukakan oleh para peneliti terdahulu, berikut ini akan diuraikan
2.4.1 Teori Modigliani dan Miller (MM)
Teori mengenai struktur modal bermula pada tahun 1958, ketika
Profesor Franco Modigliani dan Profesor Merton Miller (yang selanjutnya
disebut MM) mempublikasikan artikel keuangan yang paling berpengaruh yang pernah ditulis yaitu “The Cost of capital, Corporation Finance, and
The Theory of Invesment”. MM membuktikan bahwa nilai suatu perusahaan
tidak dipengaruhi oleh struktur modalnya (Brigham dan Houston, 2001).
MM berpendapat bahwa dalam keadaan pasar sempurna maka penggunaan
hutang adalah tidak relevan dengan nilai perusahaan. Namun, studi MM
didasarkan pada sejumlah asumsi yang tidak realistis, antara lain (Brigham
dan Houston, 2001);
1. Tidak ada biaya broker (pialang).
2. Tidak ada pajak.
3. Tidak ada biaya kebangkrutan.
4. Para investor dapat meminjam dengan tingkat suku bunga yang sama
dengan perseroan.
5. Semua investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen
mengenai peluang investasi perusahaan pada masa mendatang .
6. EBIT tidak dipengaruhi oleh penggunaan hutang.
Penggunaan asumsi-asumsi tersebut membuat teori ini dianggap tidak
relevan, karena pada kenyataannya asumsi-asumsi tersebut hampir tidak
mungkin dapat dipenuhi. Pada tahun 1963, MM menerbitkan makalah lanjutan yang berjudul “Corporate Income Taxes and The Cost of Capital: A
Correction” yang melemahkan asumsi tidak ada pajak perseroan. Peraturan
perpajakan memperbolehkan pengurangan pembayaran bunga sebagai beban
(corporate tax shield), tetapi pembayaran deviden kepada pemegang saham
tidak dapat dikurangkan. Dalam keadaan pasar sempurna dan ada pajak,
pada umumnya bunga yang dibayarkan akibat penggunaan hutang dapat
dipergunakan untuk mengurangi penghasilan yang dikenakan pajak atau
kata lain bersifat tax deductible. Dengan demikian, apabila ada dua
perusahaan yang memperoleh laba operasi yang sama tetapi perusahaan
yang lain tidak, maka perusahaan yang membayar bunga akan membayar
pajak penghasilan yang lebih kecil. Karena menghemat membayar pajak
merupakan manfaat bagi pemilik perusahaan, maka nilai perusahaan yang
menggunakan hutang akan lebih besar dari nilai perusahaan yang tidak
menggunakan hutang.
Perlakuan yang berbeda ini mendorong perusahaan untuk
menggunakan hutang dalam struktur modalnya. MM menjelaskan bahwa
apabila semua asumsi yang lain berlaku dan bunga atas hutang diakui
sebagai pengurang dalam perhitungan pajak, maka nilai perusahaaan
meningkat sejalan dengan makin besarnya jumlah hutang dan nilainya akan
mencapai titik maksimum bila seluruhnya dibiayai dengan hutang (Brigham
dan Houston, 2001).
Namun pendapat Modigliani dan Miller (1963) yang menunjukkan
bahwa perusahaan dapat meningkatkan nilainya bila menggunakan hutang
sebesar-besarnya (dalam keadaan ada pajak) ini mengundang kritik dan
keberatan dari para praktisi. Keberatan tersebut disebabkan oleh asumsi
yang dipergunakan oleh Modigliani dan Miller dalam analisis mereka, yaitu
pasar modal adalah sempurna. Adanya ketidaksempurnaan pasar modal
menyebabkan pemilik perusahaan atau pemegang saham mungkin keberatan
untuk menggunakan leverage yang ekstrim karena akan menurunkan nilai
perusahaan (Husnan, 2000). Bahkan pasar modal yang tidak sempurna
memungkinkan munculnya biaya kebangkrutan, biaya keagenan atau adanya
informasi asimetris.
Pendekatan MM juga mengasumsikan bahwa tidak adanya biaya
transaksi, dengan kata lain diasumsikan proses arbitrase dilakukan tanpa
biaya, namun dalam kenyataannya bahwa komisi untuk para broker cukup
tinggi. Pandangan tidak relevan lainnya ditujukan terhadap asumsi MM
yang menyatakan investor dan perusahaan memiliki akses yang sama
terhadap lembaga keuangan. Kenyataannya, para investor besar lebih
dimungkinkan memperoleh hutang dengan bunga yang lebih rendah
sedangkan investor individu mungkin harus meminjam dengan tingkat
Hasil studi MM lainnya yang tidak realistis juga terdapat pada asumsi
yang menyatakan bahwa tidak ada biaya kebangkrutan. Namun, dalam
prakteknya, biaya kebangkrutan bisa sangat mahal. Perusahaan yang
bangkrut mempunyai biaya hukum dan akuntansi yang sangat tinggi untuk
proses likuidasi aktivanya, serta sulit menahan pelanggan, pemasok dan
karyawan. Masalah yang terkait kebangkrutan cenderung muncul apabila
perusahaan menggunakan lebih banyak hutang dalam struktur modalnya
(Brigham dan Houston, 2001). Apabila biaya kebangkrutan semakin besar,
biaya modal hutang juga akan semakin tinggi karena pemberi pinjaman akan
membebankan bunga yang tinggi serta syarat-syarat yang lebih ketat pada
kontrak pinjaman sebagai kompensasi kenaikan risiko kebangkrutan. Oleh
karena itu, dijelaskan dalam teori yang selanjutnya bahwa perusahaan akan
terus menggunakan hutang apabila manfaat hutang (penghematan pajak dari
hutang) masih lebih besar dibandingkan dengan biaya kebangkrutan. Jika
biaya kebangkrutan lebih besar dibandingkan dengan penghematan pajak
dari hutang, perusahaan akan menurunkan tingkat hutangnya. Dengan
demikian, struktur modal yang optimal terjadi pada saat tambahan
penghematan pajak sama dengan tambahan biaya kebangkrutan.
2.4.2 Agency Theory
Teori ini dikemukakan oleh Jensen dan Meckling pada tahun 1976
(Horne dan Wachowicz, 1998), Teori keagenan (agency theory) membahas
tentang adanya hubungan keagenan antara prinsipal dan agen. Hubungan
keagenan adalah sebuah kontrak di mana satu atau lebih prinsipal menyewa
orang lain (agen) untuk melakukan beberapa jasa untuk kepentingan mereka
yang biasanya berkaitan dengan pendelegasian beberapa wewenang dalam
pembuatan keputusan kepada agen. Prinsipal adalah pihak yang
memberikan mandat kepada agen, dalam hal ini yaitu pemegang saham
(pemilik perusahaan). Sedangkan yang disebut agen adalah pihak yang
mengerjakan mandat dari prinsipal, yaitu manajemen yang mengelola
perusahaan.
Para pemegang saham berharap agen akan bertindak atas kepentingan
melakukan fungsinya dengan baik, manajemen harus diberikan insentif dan
perlu adanya suatu mekanisme pengawasan untuk meminimumkan konflik
kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Pengawasan dapat
dilakukan melalui cara-cara seperti pengikatan agen, pemeriksaan laporan
keuangan, dan pembatasan terhadap keputusan yang dapat diambil
manajemen. Kegiatan pengawasan tentu saja membutuhkan biaya yang
disebut dengan biaya agensi. Biaya agensi menurut Horne dan Wachowicz
(1998) adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan
manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten
sesuai dengan perjanjian kontraktual perusahaan dengan kreditur dan
pemegang saham.
Menurut Horne dan Wachowicz (1998), salah satu pendapat dalam
teori agensi adalah siapapun yang menimbulkan biaya pengawasan, biaya
yang timbul pasti merupakan tanggungan pemegang saham. Sebagai misal,
pemegang obligasi, mengantisipasi biaya pengawasan, membebankan bunga
yang lebih tinggi. Semakin besar peluang timbulnya pengawasan, semakin
tinggi tingkat bunga, dan semakin rendah nilai perusahaan bagi pemegang
saham. Biaya pengawasan berfungsi sebagai diisensif dalam penerbitan
obligasi, terutama dalam jumlah besar. Jumlah pengawasan yang diminta
oleh pemegang obligasi akan meningkat seiring dengan meningkatnya
jumlah obligasi yang beredar.
Teori keagenan berusaha untuk menjawab masalah keagenan yang
terjadi yang disebabkan karena pihak-pihak yang saling bekerjasama
memiliki tujuan yang berbeda dan adanya informasi yang tidak asimetris
serta kondisi ketidakpastian. Teori keagenan (agency theory) ditekankan
untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat terjadi dalam hubungan
keagenan. Pertama, adalah masalah keagenan yang timbul pada saat
keinginan-keinginan atau tujuan-tujuan prinsipal dan agen saling
berlawanan dan merupakan hal yang sulit bagi prinsipal untuk melakukan
verifikasi apakah agen telah melakukan sesuatu secara tepat. Kedua, adalah
masalah pembagian dalam menanggung resiko yang timbul dimana
hubungan keagenan adalah bahwa di dalam hubungan keagenan tersebut
terdapat adanya pemisahan antara kepemilikan (pihak prinsipal) yaitu para
pemegang saham dengan pengendalian (pihak agen) yaitu manajer yang
mengelola perusahaan.
Perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dan fungsi
kepemilikan akan mengakibatkan munculnya perbedaan kepentingan antara
manajer dengan pemegang saham. Perbedaan kepentingan antara manajer
dengan pemegang saham ini dapat terjadi disebabkan karena manajer tidak
perlu mananggung resiko sebagai akibat adanya pengambilan keputusan
yang salah, begitu pula jika mereka tidak dapat meningkatkan nilai
perusahaan. Resiko tersebut sepenuhnya ditanggung oleh para pemilik yaitu
pemegang saham. Karena pihak manajemen ini tidak ikut menanggung
resiko, maka manajemen cenderung membuat keputusan yang
mementingkan kepentingan sendiri. Selain itu, keuntungan yang diperoleh
perusahaan tidak dapat sepenuhnya dinikmati oleh manajer, sehingga
membuat para manajer tidak hanya berkonsentrasi pada maksimalisasi nilai
dalam pengambilan keputusan pendanaan untuk peningkatan kemakmuran
pemegang saham melainkan cenderung bertindak untuk mengejar
kepentingan dirinya sendiri. Para manajer mempunyai kecenderungan untuk
memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan biaya pihak lain.
Perilaku ini yang biasa disebut sebagai keterbatasan rasional (bounded
rationality) dan manajer juga cenderung tidak menyukai resiko (risk
aversion). Teori keagenan (agency theory) dilandasi oleh beberapa asumsi
(Eisenhardt, 1989) yaitu:
a. Asumsi tentang sifat manusia.
Asumsi sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki
sifat mementingkan dirinya sendiri (self interest), memiliki
keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan tidak menyukai
b. Asumsi keorganisasian.
Asumsi keorganisasian menekankan bahwa adanya konflik antar
anggota organisasi dan adanya asimetri informasi antara prinsipal dan
agen.
c. Asumsi informasi.
Asumsi informasi menekankan bahwa informasi sebagai barang
komoditi yang bisa diperjualbelikan.
Jensen dan Meckling (1976) menyebutkan ada tiga jenis biaya
keagenan yaitu:
a. Monitoring cost
Monitoring cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh
prinsipal untuk memonitor perilaku agen, yaitu untuk mengukur,
mengamati, dan mengontrol perilaku agen. Contohnya adalah biaya
audit dan biaya untuk menetapkan rencana kompensasi manajer,
pembatasan anggaran, dan aturan-aturan operasi.
b. Bonding cost
Bonding cost adalah biaya yang ditanggung oleh agen untuk
menetapkan dan mamatuhi mekanisme yang menjamin bahwa agen
akan bertindak untuk kepentingan prinsipal. Contohnya adalah biaya
yang dikeluarkan oleh manajer untuk menyediakan laporan keuangan
kepada pemegang saham.
c. Residual loses
Residual loses timbul dari kenyataan bahwa tindakan agen
kadang kala berbeda dari tindakan yang memaksimumkan
kepentingan prinsipal.
Menurut Wahidahwati (2002) dalam Dewani (2010), ada beberapa
alternatif untuk mengurangi agency cost yaitu :
a. Meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen dan
selain itu manajer merasakan langsung manfaat dari keputusan yang
diambil dan juga apabila ada kerugian yang timbul sebagai
b. Meningkatkan dividend payout ratio, dengan demikian tidak tersedia
cukup banyak free cash flow dan manajemen terpaksa mencari
pendanaan dari luar untuk membiayai investasinya.
c. Meningkatkan pendanaan dengan hutang. Peningkatan hutang akan
menurunkan besarnya excess cash flow yang ada di dalam perusahaan
sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan yang dilakukan oleh
manajemen.
d. Institutional investor sebagai monitoring agents. Distribusi saham
antara pemegang saham dari luar yaitu institusional investor dan
shareholdersdispersion dapat mengurangi agency cost. Hal ini karena
kepemilikan mewakili suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan
untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen.
2.4.3 Trade Off Theory
Teori trade off menjelaskan adanya hubungan antara pajak, resiko
kebangkrutan dan penggunaan hutang yang disebabkan keputusan struktur
modal yang diambil perusahaan (Brealey et al. 2008). Pada intinya tujuan
dari trade off theory adalah menyeimbangkan antara manfaat dan
pengorbanan yang timbul sebagai akibat penggunaan hutang (Myers, 1984).
Oleh sebab itu, teori ini juga sering disebut sebagai balancing theory. Model
trade-off mengansumsikan bahwa struktur modal perusahaan merupakan
hasil trade-off dari keuntungan pajak dengan menggunakan hutang dan
biaya yang akan timbul sebagai akibat penggunaan hutang tersebut
(Brigham dan Houston, 2001). Sejauh manfaat lebih besar, tambahan hutang
masih diperkenankan. Namun, apabila pengorbanan karena penggunaan
hutang sudah lebih besar, maka tambahan hutang sudah tidak
diperbolehkan. Pengorbanan karena menggunakan hutang tersebut bisa
dalam bentuk biaya kebangkrutan (bankruptcy cost) dan biaya keagenan
(agency cost). Berdasarkan makalah Modilgliani-Miller (1963), harga
saham perusahaan akan dimaksimumkan jika menggunakan hutang 100
persen. Tetapi pada kenyataannya, sangat jarang ada perusahaan yang
membatasi penggunaan hutang untuk menekan biaya-biaya yang berkaitan
dengan kebangrutan (Bringham dan Houston, 2001).
Pendapat Modilgliani-Miller mengenai penggunakan hutang seratus
persen dalam membiayai perusahaan ditentang oleh trade off theory. Teori
Modigliani dan Miller (1963) berpendapat bahwa semakin besar hutang
yang digunakan, semakin tinggi nilai perusahaan. Hal ini dikarenakan
hutang memberikan manfaat perlindungan pajak sehingga penggunaan
hutang meningkatkan porsi laba operasi perusahaan (EBIT) yang mengalir
ke investor. Model Modilgliani dan Miller mengabaikan faktor biaya
kebangrutan dan biaya keagenan. Kenyataannya, semakin banyak hutang,
semakin tinggi beban yang harus ditanggung perusahaan.
Biaya kebangkrutan antara lain terdiri dari legal fee yaitu biaya yang
harus dibayar kepada ahli hukum untuk menyelesaikan klaim dan distress
price yaitu kekayaan perusahaan yang terpaksa dijual dengan harga murah
sewaktu perusahaan dianggap bangkrut. Semakin besar kemungkinan terjadi
kebangkrutan akan memperbesar biaya modal bagi perusahaan. Sebagai
akibatnya, meskipun memperoleh manfaat penghematan pajak dari
penggunaan hutang yang besar, biaya modal perusahaan akan terus
meningkat dan berakhir pada penurunan nilai perusahaan. Oleh sebab itu,
perusahaan akan cenderung melakukan kontrol dan membatasi penggunakan
hutang serta menurunkan tingkat laverage perusahaan.
DeAngelo dan Masulis (1980) juga membahas mengenai biaya
kebangkrutan saat membuktikan dampak perubahan komposisi hutang
terhadap harga saham. Hasil penelitian mereka menyatakan bahwa
abnormal returns pada hari pengumuman dari perusahaan–perusahaan yang
meningkatkan proporsi penggunaan hutang, ternyata positif. Sedangkan
perusahaan yang menurunkan leverage ternyata memperoleh abnormal
returns yang negatif pada hari pengumuman dan sehari setelahnya.
Abnormal returns yang positif berarti bahwa keuntungan yang diperoleh
para pemodal lebih besar dari keuntungan yang seharusnya. Abnormal
returns yang positif bagi perusahaan yang meningkatkan proporsi
dinilai memberikan manfaat bagi pemodal dalam bentuk penghematan
pajak. Disamping itu, mereka juga menunjukkan bahwa nampaknya manfaat
dari penghematan pajak lebih dari kerugian karena kemungkinan munculnya
biaya kebangkrutan (Husnan, 2000).
Biaya lain yang timbul adalah biaya keagenan yaitu biaya yang
muncul kerena perusahaan menggunakan hutang dan melibatkan hubungan
antara pemilik perusahaan (pemegang saham) dan kreditor. Sangat
memungkinkan pemilik perusahaan yang menggunakan hutang melakukan
tindakan yang merugikan bagi kreditor, sebagai misal perusahaan
melakukan investasi pada proyek-proyek beresiko tinggi. Biaya keagenan
ini antara lain berupa pembatasan kewenangan pemegang saham dan
manajer dengan tujuan mengatasi kondisi yang dapat merugikan pihak
kreditor. Misalnya kreditor dapat melindungi diri dengan memperketat
syarat-syarat pada saat memberikan kredit, pembebanan denda apabila ada
pelanggaran perjanjian dan pembatasan besarnya dividen yang boleh
dibagikan. Selain itu, kreditor juga memonitor perusahaan debitor untuk
menjamin perusahaan tidak melakukan wanprestasi terhadap perjanjian
yang dibebankan pada perusahaan dalam bentuk bunga hutang yang lebih
tinggi (Mardiyanto, 2009).
Perusahaan seharusnya membatasi penggunaan hutang untuk menekan
biaya-biaya yang berkaitan dengan kebangkrutan dan keagenan.
Penggunaan hutang yang semakin besar akan meningkatkan keuntungan
dari penggunaan hutang tersebut, disisi lain akan diikuti oleh biaya
kebangkrutan dan biaya keagenan yang bahkan bisa lebih besar. Model ini
secara implisit menyatakan bahwa perusahaan yang sama sekali tidak
menggunakan pinjaman dan perusahaan yang menggunakan pembiayaan
investasinya dengan pinjaman seluruhnya adalah buruk. Keputusan terbaik
adalah keputusan yang moderat dengan mempertimbangkan kedua intrumen
pembiayaan. Oleh karena itu, teori ini menyatakan bahwa struktur modal
optimal tercapai pada saat terjadi keseimbangan antara manfaat dan
Dengan memasukkan pertimbangan biaya kebangkrutan dan biaya
keagenan ke dalam model Modigliani dan Miller dengan pajak, disimpulkan
bahwa penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan tetapi hanya
pada sampai titik tertentu. Setelah titik tersebut, penggunaan hutang justru
menurunkan nilai perusahaan karena kenaikan keuntungan dari penggunaan
hutang tidak sebanding dengan kenaikan biaya financial distress dan agency
problem (Brigham dan Houston, 2001). Titik balik tersebut biasa disebut
sebagai struktur modal yang optimal. the trade off model memang tidak
dapat digunakan untuk menentukan modal yang optimal secara akurat dari
suatu perusahaan. Tapi melalui model ini memungkinkan dibuat tiga
kesimpulan tentang penggunaan leverage (Brealey et al. 2008), yaitu:
a. Perusahaan dengan resiko usaha yang lebih rendah dapat meminjam
lebih besar tanpa harus dibebani oleh expected cost of financial
distress sehingga diperoleh keuntungan pajak karena penggunaan
yang hutang lebih besar.
b. Perusahaan yang memiliki tangible asset dan marketable assets
seperti real estate seharusnya dapat menggunakan hutang yang lebih
besar daripada perusahaan yang memiliki nilai terutama dari
intangible assets seperti patent dan goodwill. Hal ini disebabkan
karena intangible assets lebih mudah umtuk kehilangan nilai apabila
terjadi financial distress, dibandingkan standart assets dan tangible
assets.
c. Perusahaan-perusahaan di negara yang tingkat pajaknya tinggi
seharusnya memuat hutang yang lebih besar dalam struktur modalnya
daripada perusahaan yang membayar pajak pada tingkat yang lebih
rendah, karena bunga yang dibayar diakui pemerintah sebagai biaya
sehingga mengurangi pajak penghasilan yang berdampak pada
peningkatan porsi laba bersih perusahaan.
Trade off theory telah mempertimbangkan berbagai faktor seperti
corporate tax, biaya kebangkrutan, dan biaya keagenan dalam menjelaskan
mengapa suatu perusahaan memilih struktur modal tertentu (Husnan, 2000).
berbeban bunga memiliki keuntungan dan kelemahan bagi perusahaan.
Keuntungan penggunaan hutang adalah biaya bunga mengurangi
penghasilan kena pajak sehingga biaya hutang relatif menjadi lebih rendah,
kreditor hanya mendapat biaya bunga yang relatif bersifat tetap. Sehingga
kelebihan maupun keuntungan penerimaan merupakan klaim bagi pemilik
perusahaan. Weston dan Brigham (1996) mengatakan bahwa kelemahan
penggunaan hutang adalah karena semakin tinggi penggunaan hutang akan
meningkatkan technical insolvency, sehingga bila bisnis perusahaan tidak
dalam keadaan yang baik, pendapatan operasi menjadi rendah dan tidak
cukup untuk menutup biaya bunga sehingga kekayaan pemilik perusahaan
berkurang. Pada kondisi yang sangat ekstrim, perusahaan akan terancam
kebangkrutan.
2.4.4 Asymmetric Information Theory
Model asymmetric information ini menjelaskan bahwa terjadi
perbedaan tingkat informasi antara pihak manajemen (insiders) dan pihak
pemodal (outsiders) yaitu pihak manajemen mempunyai informasi yang
lebih banyak daripada pihak pemodal sehingga insiders bertindak sebagai
penyampai informasi mengenai nilai perusahaan pada outsiders. Asymmetric
information atau ketidaksamaan informasi menurut Brigham dan Houston
(2001) dan (Husnan, 2000) adalah situasi dimana manajer memiliki
informasi yang berbeda (lebih baik) mengenai prospek perusahaan daripada
yang dimiliki investor. Dengan demikian, pihak manajemen mungkin
berpikir bahwa harga saham saat ini sedang overvalue (terlalu mahal).
Dalam situasi ini, maka manajemen tentu akan berpikir untuk lebih baik
menawarkan saham baru sehingga saham dapat dijual dengan harga yang
lebih mahal dari yang seharusnya yang tentunya akan memberikan
pengembalian yang lebih besar daripada biasanya. Tetapi pemodal akan
menafsirkan kalau perusahaan menawarkan saham baru, salah satu
kemungkinannya adalah harga saham saat ini sedang terlalu mahal yaitu
sesuai dengan persepsi pihak manajemen. Sebagai akibatnya, para pemodal
akan menawar harga saham baru tersebut dengan harga yang lebih rendah.
2.4.5 Signaling Theory
Pada awal 1977, Ross membangun signaling theory berdasarkan
adanya asymmetric information. Teori ini berdasarkan pemikiran bahwa
manajer akan mengumumkan kepada investor luar ketika mendapat
informasi yang baik. Ini bertujuan untuk menaikkan nilai perusahaan,
namun investor tidak akan mempercayai informasi tersebut karena manajer
merupakan interest party. Solusinya, perusahaan akan berusaha melakukan
signaling pada financial policy mereka. Tindakan ini membutuhkan biaya
yang besar dan hanya dilakukan oleh perusahaan besar sehingga tidak dapat
ditiru oleh perusahaan kecil. Signal adalah proses yang membutuhkan biaya
dengan tujuan untuk meyakinkan investor luar tentang nilai perusahaan.
Signal yang baik adalah yang tidak dapat ditiru oleh perusahaan lain karena
faktor biaya.
Ross (1977) menyatakan bahwa peningkatan leverage memuat
informasi yang positif berkaitan dengan kapasitas perusahaan untuk
menyediakan hutang dalam jumlah yang lebih besar. Sebaliknya penurunan
leverage memberikan signal informasi yang negatif. Salah satu contoh yang
diberikan Ross (1977) adalah perusahaan besar akan membuat insentif yang
mendorong mereka mengambil leverage tinggi. Hal ini tidak akan dapat
diikuti oleh perusahaan yang lebih kecil, karena mereka akan lebih rentan
mengalami kebangkrutan. Hal ini menciptakan separating equilibrium yaitu
dimana perusahaan yang memiliki nilai perusahaan lebih tinggi akan
menggunakan lebih banyak hutang dan perusahaan yang memiliki nilai
perusahaan lebih rendah akan menggunan lebih banyak equity.
Brigham dan Houston (2001) mengemukakan bahwa perusahaan
dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan
saham dan mengusahakan setiap modal baru yang di perlukan dengan
cara-cara lain, termasuk penggunaan hutang yang melebihi target struktur modal
yang normal. Sedangkan perusahaan dengan prospek yang kurang
menguntungkan akan cenderung untuk menjual sahamnya, yang berarti
mencari investor baru untuk berbagi kerugian. Dengan kata lain,