ANALISIS PENYERAPAN TENAGAKERJA SEKTOR
PERTANIAN DAN SEKTOR JASA PASCAKEBIJAKAN UPAH
MINIMUM DI PROVINSI BANTEN
OVILLA MARSHAFENI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skipsi saya berjudul Analisis Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian dan Sektor Jasa Pascakebijakan Upah Minimum di Provinsi Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan manapun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
.
Bogor, Mei 2013
Ovilla Marshafeni
NIM. H14090040
ABSTRAK
OVILLA MARSHAFENI. Analisis Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian dan Sektor Jasa Pascakebijakan Upah Minimum di Provinsi Banten . Dibimbing oleh Dr. MUHAMMAD FINDI A, M.E.
Kebijakan penetapan upah minimum yang disatu sisi melindungi para pekerja manufaktur dari pemberian upah rendah, namun di sisi lain berdampak pada masalah penyerapan tenagakerja di sektor manufaktur. Hal tersebut menyebabkan pekerja manufaktur beralih untuk bekerja di sektor-sektor lain. Tingkat pengagguran di Provinsi Banten adalah yang tertinggi dibandingkan Provinsi lainnya di Pulau Jawa. Sektor pertanian dan sektor jasa merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi PDRB terbesar namun belum memiliki laju penyerapan tenagakerja yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kondisi ketenagakerjaan dan faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenagakerja di kedua sektor tersebut. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis kondisi penyerapan tenagakerja kedua sektor di Provinsi Banten. Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenagakeja kedua sektor dengan pendekatan regresi data panel. Data yang digunakan adalah data time series dan cross section di Provinsi Banten. Berdasarkan hasil estimasi, variabel UMK, konsumsi, investasi, dan PDRB berpengaruh nyata terhadap penyerapan di kedua sektor.
Kata Kunci : Banten, jasa, panel, pertanian ABSTRACT
OVILLA MARSHAFENI. The Analyze of Demand Labor in Agricultural Sector and Service Sector After The Minimum Wage Policy in Banten Province. Supervised by Dr. MUHAMMAD FINDI A, M.E.
The aim of minimum wage policy is to protect the labour from low wage distribution. But on the other side, it also make problem on labour demand on manufacture sector. The impact is the labor of manufacture who move to another sectors. The Province of Banten has the highest unemployment rate among the other province in Java Island. Agricultural sector and service sector have the highest contribution of Gross Domestic Regional Bruto (GDRP) but these sectors don’t have a good rate of demand labour. The aim of this research is to ananlyze the condition of demand labour and the factors which have influence to labor demand in both sectors. Descriptive methode was used to analyze the condition of demand labour in both sectors. Quantitative methode using panel data regression, was used to analyze the factors which have influence to labor demand in both sectors. The data is time series and cross section in Banten Province. Based on estimation result, all of the independent variable which are minimum wage, consumption, investment, and GDRP, have significant effect to labor demand in both sectors.
Keyword : Banten, service, panel, agricultural
Sektor Jasa Pascakebijakan Upah Minimum di Provinsi Banten . Dibimbing oleh Dr. MUHAMMAD FINDI A, M.E.
Kebijakan penetapan upah minimum yang disatu sisi melindungi para pekerja manufaktur dari pemberian upah rendah, namun di sisi lain berdampak pada masalah penyerapan tenagakerja di sektor manufaktur. Hal tersebut menyebabkan pekerja manufaktur beralih untuk bekerja di sektor-sektor lain. Tingkat pengagguran di Provinsi Banten adalah yang tertinggi dibandingkan Provinsi lainnya di Pulau Jawa. Sektor pertanian dan sektor jasa merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi PDRB terbesar namun belum memiliki laju penyerapan tenagakerja yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kondisi ketenagakerjaan dan faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenagakerja di kedua sektor tersebut. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis kondisi penyerapan tenagakerja kedua sektor di Provinsi Banten. Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenagakeja kedua sektor dengan pendekatan regresi data panel. Data yang digunakan adalah data time series dan cross section di Provinsi
Banten. Berdasarkan hasil estimasi, variabel UMK, konsumsi, investasi, dan PDRB berpengaruh nyata terhadap penyerapan di kedua sektor.
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
OVILLA MARSHAFENI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
ANALISIS PENYERAPAN TENAGAKERJA SEKTOR
PERTANIAN DAN SEKTOR JASA PASCAKEBIJAKAN UPAH
MINIMUM DI PROVINSI BANTEN
Judul Skripsi : Analisis Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian dan Sektor Jasa Pascakebijakan Upah Minimum di Provinsi Banten Nama : Ovilla Marshafeni
NIM : H14090040
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Dr. Muhammad Findi A, M.E. Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. Ketua Departemen
Tanggal Kelulusan :
PRAKARTA
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah tenagakerja, dengan judul Analisis Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian dan Sektor Jasa Pascakebijakan Upah Minimum di Provinsi Banten.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungannya selama proses pengerjaan skripsi ini. Ucapan terima kasih ini penulis tujukan kepada:
1. Dr. Muhammad Findi A, M.E. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahannya selama proses penelitian dan penyusunan skripsi.
2. Dr. Ir. Sri Mulatsih selaku dosen penguji utama dan Widyastutik, M.Si selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah berkenan memberikan saran, masukan, dan koreksi dalam perbaikan skripsi.
3. Para dosen dan pegawai Departemen Ilmu Ekonomi yang telah memberikan pengajaran dan pelayanan terbaiknya selama penulis duduk di bangku kuliah.
4. Instansi dan para pegawai dari BPS, BKPM, KEMEKAERTRANS dan Perpustakaan LSI IPB yang telah memudahkan penulis dalam mencari sumber data dan literatur penelitian.
5. Kedua orang tua penulis, bapak Udin Saefudin dan ibu Elsa, adik, serta seluruh keluarga besar tercinta atas segenap dukungan, motivasi, dan doanya
6. Teman-teman sebimbingan Tamiyah, Karlina, Syafira, Meutia, dan Aim yang telah banyak membantu penelitian ini.
7. Teman-temanku Desy, Aci, Mala, Stannia, Tami, Iwi, Tata dan teman-teman Ilmu Ekonomi 46 yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam penelitian ini serta atas doa, motivasi dan kasih sayangnya.
Pada akhirnya penulis berharap agar karya ini bisa memberikan manfaat bagi penulis pribadi khususnya dan seluruh pihak umumnya yang memerlukan
Bogor, Mei 2013
Ovilla Marshafeni
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 6
Manfaat Penelitian 7
Ruang Lingkup Penelitian 7
Hipotesis Penelitian 7
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 8
Definisi dan Ruang Lingkup Sektor Pertanian dan Sektor Jasa 8
Ketenagakerjaan 9
Penyerapan Tenagakerja 10
Kesempatan Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi 13
Penelitian Terdahulu 14
Kerangka Pemikiran 15
METODE PENELITIAN 18
Jenis dan Sumber Data 18
Metode Analisis 18
Uji Statistika dan Ekonometrika 23
Model Penelitian 24
Definisi Operasional 25
GAMBARAN UMUM 26
Kependudukan dan Tenagakerja 26
Upah Minimum 29
Konsumsi 30
Investasi 31
PDRB Sektor Pertanian dan Sektor Jasa 33
HASIL DAN PEMBAHASAN 36
Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian dan Sektor Jasa 36
Hasil Analisis Model Regresi Data Panel 40
Hasil Estimasi Model Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian 41
Hasil Estimasi Model Penyerapan Tenagakerja Sektor Jasa 44
SIMPULAN DAN SARAN 47
Simpulan 47
Saran 48
DAFTAR PUSTAKA 49
LAMPIRAN 51
DAFTAR TABEL
1 Jumlah Penduduk Usia di atas 15 Tahun, Jumlah Angkatan Kerja, dan
Jumlah Pengangguran di Indonesia 1
2 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi di Pulau Jawa 3
3 Upah Minimum Provinsi (UMP) Di Pulau Jawa 4
4 Selang Nilai Statistik Durbin-Watson dan Keputusannya 24
5 Luas Wilayah dan Pembagian Daerah Administratif Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten tahun 2011 27
6 Demografi Provinsi Banten tahun 2000 dan 2010 28
7 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Provinsi Banten 28
8 Upah Minimum Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten 29
9 Pengeluaran Per Kapita Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten 30
10 Kontribusi Investasi Sektor Pertanian dan Sektor Jasa dalam Pembentukan Investasi di Provinsi Banten 32
11 Laju Pertumbuhan Sektor Pertanian Pada Masing-Masing Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten 33
12 Kontribusi PDRB Sektor Pertanian pada Masing-Masing Kabupaten dan Kota di Provinsi 34
13 Laju Pertumbuhan Sektor Jasa Pada Masing-Masing Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten 35
14 Kontribusi PDRB Sektor Jasa pada Masing-Masing Kabupaten dan Kota di Provinsi 36
15 Hasil Estimasi Model Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertaninan di Provinsi Banten Periode 2001-2011 42
16 Hasil Estimasi Model Penyerapan Tenagakerja Sektor Jasa di Provinsi Banten Periode 2001-2011 45
DAFTAR GAMBAR
1 Rata-Rata Kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangang Usaha Atas Harga Dasar Konstan 2000
di Provinsi Banten Periode 2001-2011 5
2 Rata-Rata Laju Penyerapan Tenagakerja Berdasarkan Lapangan Usaha di Provinsi Banten Periode 2001-2011 6
3 Tingkat Upah dan Tingkat Penggunaan Tenagakerja 11
4 Kurva Hukum Okun 14
5 Kerangka Konseptual Penelitian 17
6 Realisasi Investasi Provinsi Banten tahun 2007-2011 31
7 Total Realisasi Investasi pada Masing-Masing Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten tahun 2007-2011 32
8 Kontribusi Penyerapan Tenagakerja Berdasarkan Lapangan Usaha di Provinsi Banten 38
9 Kontribusi Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian pada Masing- Masing Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten 39
10 Kontribusi Penyerapan Tenagakerja Sektor Jasa pada Masing-Masing Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten 40
DAFTAR LAMPIRAN 1 Data Sektor Pertanian 52
2 Data Sektor Jasa 54
3 Uji Chow dan Uji Haussman Model Sektor Pertanian 56
4 Uji Normalitas Model Sektor Pertanian 56
5 Uji Chow dan Uji Haussman Model Sektor Jasa 57
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ketenagakerjaan merupakan salahsatu hal penting yang perlu diperhatikan dalam masalah pembangunan. Penyerapan tenagakerja diperlukan dalam distribusi pendapatan yang nantinya akan berdampak pada pembagunan. Pendapatan yang diperoleh masyarakat, hampir seluruhnya berasal dari upah yang diberikan di lapangan pekerjaan. Jumlah pendapatan yang diterima tenagakerja tersebut menentukan besarnya kemakmuran dari suatu masyarakat. Semakin tinggi pendapatan per kapita suatu masyarakat, maka menggambarkan semakin tinggi tingkat kemakmurannya. Suatu proses pembangunan melakukan perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakt, dan institusi nasional yang juga tetap memperhatikan pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 2000). Dalam proses pembangunan suatu negara berkembang, masalah pengangguran menjadi hal wajar yang dialami negara tersebut. Masalah pengangguran umumnya disebabkan karena tidak seimbangnya kondisi permintaan dan penawaran tenagakerja yang ada. Peningkatan jumlah penduduk dari waktu ke waktu akan berdampak pada pertambahan jumlah angkatan kerja. Akan tetapi, pertambahan angkatan kerja tersebut tidak dapat diimbangi dengan perluasan lapangan pekerjaan sehingga berdampak pada meningkatnya masalah pengangguran.
Tabel 1. Jumlah penduduk usia di atas 15 tahun, jumlah angkatan kerja, dan jumlah pengangguran di Indonesia (jiwa)
Tahun Usia 15+ Angkatan Kerja Pengagguran
2003 152.649.981 100.316.007 9.531.090
2004 153.948.922 103.973.387 10.251.351
2005 158.491.396 105.857.653 11.899.266
2006 160.811.498 106.388.935 10.932.000
2007 164.118.323 109.941.359 10.011.142
2008 166.641.050 111.947.265 9.394.515
2009 169.328.208 113.833.280 8.962.617
2010 172.070.339 116.527.546 8.319.779
2011 171.756.077 117.370.485 7.700.086
Sumber: BPS RI, 2003-2011.
peningkatan dari 9,5 juta jiwa menjadi 11,89 juta jiwa. Pada tahun 2006 hingga 2011, jumlah pengangguran mengalami penurunan dari 10,9 juta jiwa menjadi 7,7 juta jiwa. Penurunan ini disebabkan karena besarnya kesempatan kerja di sektor informal membuat orang lebih memilih bekerja dibanding menganggur meskipun dengan jam kerja dan pendapatan yang rendah (Harfina, 2009). Selain sebab tersebut,alasan lain penurunan jumlah pengangguran ini adalahadanya perubahan pada kriteria kelompok bekerja, yaitu dari minimal 35 jam per minggu melakukan kegiatan ekonomi menjadi hanya dua hari per minggu (BPS, 2007).
Tujuan pembangunan yang merata di segala aspek, terutama ketenagakerjaan, menuntut pemerintah untuk mampu menyediakan lapangan kerja dengan jumlah dan kualitas yang sesuai. Kebijakan-kebijakan telah dikeluarkan pemerintah untuk dapat menjamin taraf kehidupan yang layak bagi tenagakerja diantaranya melalui tingkat upah. Dunia ketenagakerjaan tidak terlepas dari masalah upah. Definisi upah menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ada pasal 1 ayat 30 tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi “upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari perusahaan aau pemebri kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanijian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan atau/jasa yang telah atau akan dilakukan”. Salahsatu upaya yang dilakukan pemerintah adalah mengeluarkan kebijakan mengenai upah minimum. Tingkat upah minimum ditetapkan secara sektoral dan regional. Peraturan Menteri Tenagakerja No. PER03/MEN/1997 tentang Upah Minimum Regional Bab I Pasal 1 ayat (a) menyebutkan bahwa Upah Minimum Regional (UMR) adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap di wilayah tertentu dalam suatu propinsi. Tingkat UMR dibagi menjadi tingkat Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota (UMK).
Kebijakan upah minimum hanya dikenakan pada pekerja unskill atau buruh khusunya pada sektor manufaktur. Pada dasarnya, penetapan kebijakanj ini bertujuan untuk melindungi pekerja agar upahnya tidak dibayarkan lebih rendah dari tingkat upah minimum yang ditetapkan sehingga menjamin kemakmuran bagi tenagakerja. Selain itu, upah minimum juga bertujuan untuk meningkatkan produktivitas. Tenagakerja ini umumnya adalah para buruh dengan pendidikan dan keterampilan rendah. Dengan penetapan tingkat upah ini, akan mendorong para buruh untuk mengikuti program-program yang dapat mengasah keterampilan dan pengetahuannya sehingga meningkatkan produktivitas.
untuk mengurangi jumlah permintaan tenagakerja dan menggantikannya dengan teknologi padat modal, seperti mesin dan lainnya, untuk proses yang lebih efisien. Hal ini menyebabkan penurunan jumlah tenagakerja yang dibutuhkan karena tenagakerja digantikan oleh penggunaan mesin.
Penawaran tenagakerja yang semakin meningkat karena kenaikan tingkat upah ini tidak diimbangi dengan kemampuan perusahaan manufaktur untuk menyerap tenagakerja sehingga banyak tenagakerja yang mencari pekerjaan di sektor lain. Kebijkan pemerintah mengenai upah minimum yang pada awalnya bertujuan meningkatan kesejahteraan pekerja di sektor manufaktur, ternyata memiliki dampak lain yaitu penurunan penyerapan tenagakerja pada sektor tersebut. Penurunan penyerapan tenagakerja ini nantinya akan berdampak pada beralihnya pekerja-pekerja tersebut ke sektor lain.
Perumusan Masalah
Pulau Jawa merupakan pulau yang memiliki jumlah penduduk terbesar dibandingkan pulau-pulau lain yang ada di Indonesia. Jumlah penduduk Pulau Jawa pada tahun 2010 mencapai 136.610.590 jiwa, sedangkan Pulau Sumatera hanya sebesar 50.630.931 jiwa (BPS, 2010). Besarnya jumlah penduduk ini akan berdampak pada masalah pengagguran. Permasalahan tingginya jumlah pengangguran dialami oleh daerah otonom di Pulau Jawa, yaitu Provinsi Banten. Tabel 2 menunjukan bahwa tingkat pengangguran di Provinsi Banten merupakan yang tertinggi dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa. Tingkat pengangguran di Provinsi Banten pada tahun 2008 hingga 2010 mencapai 15,18 persen dan menurun hingga 13,06 persen. Mesikipun mengalami penurunan, tingkat pengagguran Provinsi Banten tetap menempati posisi pertama di Pulau Jawa.
Tabel 2. Tingkat pengangguran terbuka menurut provinsi di Pulau Jawa (persen)
Sumber: BPS RI, 2008-2011.
Pembentukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian di revisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, merupakan salahsatu upaya pemerintah pusat untuk memberikan wewenang kepada pemerintah daerah agar dapat mengelola pemerintahnnya sendiri. Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah tahun 2001, pemerintah
Provinsi Tahun 2008 2009 2010 2011
Banten 15,18 14.97 13,68 13,06
Jakarta 12,16 12,15 11,05 10,80
Jawa Barat 12,08 10.96 10,33 9,83
Jawa Timur 6,42 5,08 4,25 4,16
Jawa Tengah 7,35 7,33 6,21 5,93
mengeluarkan kebijakan mengenai tingkat upah minimum yang kewenangannya dialihkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah. Hal ini berdampak pada kenaikan tingkat upah minimum yang mengalami peningkatan di tiap propinsi dari tahun ke tahun, seperti yang ditunjukan pada tabel 3. Selama periode 2008 hingga 2011, seluruh provinsi yang ada di Pulau Jawa menetapkan UMP yang cenderung meningkat. Peningkatan upah ini juga disebabkan oleh penyesuaian dengan tingkat inflasi sehingga pekerja tidak mengalami penurunan kesejahteraan.
Tabel 3. Jumlah upah minimum provinsi di Pulau Jawa (rupiah)
Provinsi Tahun 2008 2009 2010 2011
DKI Jakarta 972.604 1.069.865 1.118.009 1.290.000
Banten 837.000 917.500 955.300 1.000.000
Jawa Timur 586.000 570.000 630.000 705.000 Jawa Barat 568.193 628.191 671.500 732.000 Jawa Tengah 547.000 575.000 660.000 675.000
Yogyakarta 586.000 700.000 745.695 808.000
Sumber: Kemenakertrans RI, 2008-2011.
Provinsi Banten merupakan daerah yang memiliki pertumbuhan tertinggi di Pulau Jawa. Tingkat pertumbuhan tahunan Provinsi Banten dari tahun 2006 hingga 2010 mencapai 11,1 persen (BPS, 2011). Presentase ini merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan provinsi lainnya di Pulau Jawa. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini seharusnya menunjukan bahwa lapangan kerja yang ada mampu mamapu memperluas kesempatan kerjanya sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran yang masih tinggi di Provinsi Banten. Pada kenyataannya, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak menjamin pengurangan jumlah pengangguran yang ada. Kurangnya kemampuan daya serap masing-masing sektor perekonomian, menjadi hal yang menyebabkan timbulnya masalah pengangguran.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis penelitian ini akan menjadi bahan pembelajaran mengenai keadaan ketenagakerjaan suatu wilayah.
2. Menjadi sumber informasi untuk dapat dijadikan bahan penelitian selanjutnya.
3. Menjadi bahan pertimbangan bagi perumusan strategi untuk mengurangi tingkat pengangguran.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini akan membahas mengenai kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Banten dan faktor-faktor yang dapat memengaruhi penyerapan tenagakerja. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah PDRB, Upah Minimum Kabupaten (UMK), Investasi, dan Konsumsi. Objek dari penelitian ini adalah Provinsi Banten dengan kurun waktu yang digunakan data penelitian ini adalah 2001-2011.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. PDRB Riil berpengaruh positif terhadap penyerapan tenagakerja sektor pertanian dan sektor jasa. Hal ini berarti meningkatnya PDRB akan meningkatkan jumlah permintaan tenagakerja di sektor pertanian dan sektor jasa.
2. Upah Minimum Kabupaten berpengaruh positif terhadap penyerapan tenagakerja sektor pertanian dan sektor jasa. Hal ini berarti meningkatnya tingkat UMK akan meningkatkan jumlah permintaan tenagakerja di sektor pertanian dan sektor jasa.
3. Investasi berpengaruh positif terhadap penyerapan tenagakerja sektor pertanian dan sektor jasa. Hal ini berarti meningkatnya nilai investasi akan meningkatkan jumlah permintaan tenagakerja di sektor pertanian dan sektor jasa.
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Definisi dan Ruang Lingkup Sektor Pertanian dan Sektor Jasa
Menurut BPS (2003) pertanian adalah semua kegiatan yang meliputi penyediaan komoditi tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan yang dilakukan secara sederhana yang masih menggunakan peralatan tradisional. Sektor pertanian memiliki lima macam sub sektor, yaitu seub sektor tanaman pangan, sub sektor tanaman perkebuan, sub sektor peternakan dan hasilnya, dan sub sektor perikanan.
Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam hal menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB). Sektor pertanian memiliki peranan penting bagi pertumbuhan sektor ekonomi lainnya. Peranan penting ini tidak sejalan dengan laju pertumbuhan nilai PDB sektor pertanian yang semakin menurun sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Sektor ini juga memiliki peranan penting dalam hal penyerapan tenaga keja. Sebagian besar penduduk Indonesia yang tinggal di pedesaan, masih mengandalkan sektor pertanian sebagai lapangan usaha utamanya.
Menurut Baharsyah (1987) dalam Erdina (2006), kontribusi sektor pertanian dibagi menjadi empat, yaitu:
1. Kontribusi produk yang berarti pertanian merupakan penyedia pangan untuk seluruh bangsa dan bahan baku yang berkesinambungan bagi sektor hilir.
2. Kontribusi devisa artinya pertambahan penerimaan devisa karena terjadinya peningkatan penerimaan ekspor atau melaui penghematan penerimaan devisa yang disebabkan peningkatan produksi komoditi pertanian sebagai subsidi impor.
3. Kontribusi pasar dapat terlihat dari sumbangan sektor pertanian terhadap produk domestik bruto.
4. Kontribusi faktor produksi di wujudkan melalui dua bentuk yaitu pembentukan modal dan tenagakerja.
Ketenagakerjaan
Penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenagakerja dan bukan tenagakerja. Penduduk yang termasuk golongan tenagakerja adalah penduduk yang berumur di dalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda di tiap negara. Batasan usia kerja di Indonesia adalah minimum 10 tahun, tanpa batas umur maksimum (Dumairy, 1996). Jadi, setiap orang atau semua penduduk yang telah berusia 10 tahun tergolong sebagai tenagakerja. UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 1 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa, yang dimaksud tenagakerja adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilakan barang dan jasa. Batas usia tenagakerja di Indonesia adalah 10 tahun.
Menurut Kemenakertrans (2009), tenagakerja dibagi menjadi dua kelompok, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun atau lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran yang aktif mencari pekerjaan. Bukan angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun atau lebih) yang masih sekolah, mengurus rumah tangga atau melaksanakan kegiatan lainnya.
Angkatan kerja kemudian dibedakan menjadi dua sub kelompok, yaitu bekerja dan penganggur terbuka. Menurut Kemenakertrans (2009) yang dimaksud dengan bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling seditkit 1 jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu. Sedangkan penganggur terbuka adalah mereka yang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan, sudah mendapatkan pekerjaan tapi belum mulai bekerja. Pengangguran terbagi menjadi beberapa jenis, diantaranya adalah sebagai berikut (Sukirno, 2006):
1. Pengangguran friksional adalah pengangguran yang terjadi akibat kesenjangan waktu, informasi, maupun kondisi geografis antara pencari kerja dan lowongan kerja.
2. Pengangguran struktural adalah pengangguran yang terjadi karena pencari kerja tidak memenuhi persyaratan yang dibutuhkan untuk lowongan pekerjaan yang ada.
3. Pemgmgguran musiman adalah pengangguran yang terjadi karena pergantian musim. Pengangguran berkaitan dengan fluktuasi kegiatan ekonomi jangka pendek, terutama terjadi di sektor pertanian.
angakatan kerja yang terus bertambah setiap tahunnya. Hal ini akan mencegah meningkatnya angka pengangguran.
Penyerapan Tenagakerja
Penyerapan tenagakerja adalah lowongan pekerjaan yang diisi oleh pencari kerja dan pekerja yang sudah ada pada setiap unit usaha atau lapangan pekerjaan (Kemenakertrans, 2009). Banyak nya tenagakerja akan terserap apabila jumlah unit usaha atau lapangan pekerjaan mencukupi dengan banyaknya tenagakerja yang ada. Lapangan pekerjaan itu sendiri merupakan bidang kegiatan dari pekerjaan/usaha/perusahaan/kantor tempat orang bekerja (Kemenakertrans, 2009). Setiap sektor perekonomian atau lapangan pekerjaan memiliki daya serap tenagakerja dan laju pertumbuhan yang berbeda-beda. Perbedaan ini menyebabkan terdapat perbedaan laju peningkatan produktivitas kerja serta terjadinya perubahan sektoral, baik dalam penyerapan tenagakerja maupun perannya dalam pendapatan nasional (Simanjutak, 1998).
Penyerapan tenagakerja diturunkan dari fungsi produksi suatu aktivitas ekonomi. Produksi adalah suatu transformasi dari input (faktor produksi) menjadi output. Jika diasumsikan bahwa suatu proses produksi pada sektor pertanian maupun sektor jasa hanya menggunakan dua jenis faktor produksi yaitu tenagakerja (L) dan modal (K) maka fungsi produksinya adalah (Nicholson, 2002):
Qt = f ( Lt, Kt )...(1) sedangkan persamaan keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan menurut Model Neoklasik adalah sebagai berikut :
πt = TR – TC...(2)
dimana :
TR = pt . Qt...(3)
Dalam menganalisa penentuan penyerapan tenagakerja, diasumsikan bahwahanya ada dua input yang digunakan, yaitu Kapital (K) dan Tenagakerja (L). Tenagakerja (L) diukur dengan tingkat upah yang diberikan kepada pekerja (w) sedangkan untuk Kapital (K) diukur dengan tingkat suku bunga (r).
TC = rt Kt + wt Lt...(4)
dengan mensubstitusikan persamaan (1), (3), (4) ke persamaan (2) maka diperoleh :
πt = pt . Qt - rt Kt – wt Lt...(5)
Jika ingin mendapatkan keuntungan maksimum, maka turunan pertama fungsi
keuntungan di atas harus sama dengan nol(π’=0), sehingga didapatkan : wt Lt = pt . f(Lt,Kt) – rt Kt...(6)
Lt . , – ...(7)
dimana :
Lt = Permintaan Tenagakerja wt = Upah Tenagakerja
pt = Harga jual barang per unit Kt = Kapital ( Investasi)
Qt = Output (PDRB)
Berdasarkan pada persamaan di atas, dapat diketahui bahwa penyerapan tenagakerja (Lt) merupakan fungsi dari kapital (investasi), output (pendapatan), tingkat suku bunga (r) dan tingkat upah (w). Teori neoklasik menyatakan bahwa dalam rangka memaksimumkan keuntungan, tiap-tiap perusahaan menggunakan faktor produksi sedemikian rupa sehingga tiap faktor produksi yang digunakan menerima imbalan sebesar nilai pertamabhan hasil marjinal dari faktor produski tersebut. Menurut Simanjuntak (1996) dalam Silalahi (2008), hal ini berarti perusahaan mempekerjakan sejumlah pekerja sedemikian rupa sehingga nilai pertambahan hasil marjinal seseorang sama dengan upah yang diterima orang tersebut). Jadi, upah yang dibayarkan perusahaan adalah:
W = VMPL = MPL. P...(8) dimana:
W = tingkat upah (dalam arti labour cost) yang dibayarkan perusahaan kepada pekerja;
P = harga jual barang (hasil produksi) dalam rupiah per unit barang; MPL = marginal product of labour atau pertambahan hasil marjinal pekerja,
diukur dalam unit barang per unit waktu;
VMPL = value of marginal product of labour atau nilai pertambahan hasil marjinal pekerja atau karyawan.
Pada gambar 3 terlihat bahwa perusahaan hanya dapat menambah penggunaan tenagakerja hingga titik ON dan pada titik tersebut perusahaan mencapai laba maksimum. Jika tenagakerja ditambah dengan jumlah yang lebih besar dari ON yaitu sebesar ON2 maka keuntungan perusahaan akan berkurang.
Kondisi tersebut dikarenakan perusahaan membayar upah dalam tingkat yang berlaku padahal VMPL yang diperoleh lebih kecil dari W yaitu hanya sebesar W2.
Penambahan jumlah tenagakerja dengan jumlah yang lebih besar dari ON dapat dilakukan apabila perusahaan dapat membayar upah di bawah W dan perusahaan mampu menaikkan harga jual barang.
Gambar 3. Tingkat upah dan tingkat penggunaan tenagakerja Sumber: Simanjuntak, 1996.
W1 w
W2
N1 N N2
VMPL
O N
Pada dasarnya semakin rendah upah tenagakerja maka akan semakin banyak permintaan tenagakerja yang akan meningkatkan penyerapan tenagakerja (Ehrenberg dan Smith, 2009). Perusahaan akan mengurangi jumlah tenagakerja yang dimintanya atau mencari pekerja yang memiliki upah rendah apabila upah yang diminta terlalu tinggi. Hal ini disebabkan karena upah merupakan biaya yang harus dikeluarkan perusahaan nantinya. Apabila upah yang diminta tenagakerja tinggi maka akan meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan dan akan mengurangi tingkat keuntungan perusahaan. Apabila upah naik maka perusahaan ada yang lebih suka menggunakan teknologi padat modal untuk proses produksi dan menggantikan kebutuhan akan tenagakerja dengan kebutuhan akan barang-barang modal seperti mesin dan lainnya. Hal ini menyebabkan penurunan jumlah tenagakerja yang dibutuhkan karena tenagakerja digantikan oleh penggunaan mesin.
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenagakerja No. PER-01/MEN/1999, upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap, sedangkan UMP adalah upah yang berlaku untuk seluruh kabupaten/kota di suatu provinsi. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan pekerja yang diharapkan dapat menigkatkan produktivitas dari pekerja nantinya. Penetapan upah minimum akan meningkatkan biaya perusahaan yang akhirnya berdampak pada kenaikan harga per unit barang yang di produksi. Kenaikan harga barang ini akan mengurangi permintaan atau konsumsi barang. Akibatnya banyak barang yang tidak terjual, dan produsen terpaksa menurunkan jumlah produksinya.
PDRB menjadi salahsatu faktor lain yang memengaruhi penyerapan tenagakerja. Terjadinya peningkatan pada nilai PDRB menunjukan terjadinya pertumbuhan ekonomi. Hal ini terjadi dikarenakan meningkatnya produksi barang dan jasa. Tenagakerja dibutuhkan untuk dapat memproduksi barang dan jasa tersebut. Faktor lainnya adalah investasi. Menurut Mankiw (2007), investasi terdiri dari barang-barang yang dibeli untuk penggunaan masa depan. Menurut undang No. 6 Tahun 1968 yang telah disempurnakan menjadi Undang-undang No. 12 Tahun 1970, penanaman modal dalam negeri (PMDN) adalah bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk hak-hak dan benda-benda baik yang dimiliki oleh negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia, yang disisihkan/disediakan guna menjalankan usaha. Penanaman Modal Asing berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1967 yang telah disempurnakan menjadi Undang-undang No.11 Tahun 1970 adalah alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan pemerintah digunakan untuk membiayai perusahaan di Indonesia. Para pemilik modal asing melaksanakan investasi di Indonesia bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dari usaha yang dilaksanakan tersebut. Investasi memiliki peran yang penting dalam hal penyerapan tenagakerja.
a. Pembelanjaan pokok berbagai jenis barang modal yaitu mesin dan peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan.
b. Pembelanjaan penunjang untuk membangun rumah tempat tinggal, bangunan kantor, bangunan pabrik dan lainnya.
Investasi dapat dijadikan modal untuk membangun atau menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam membangun atau mengembangkan lapangan pekerjaan. Selain itu, investasi juga akan memberikan pengaruh pada pertumbuhan nasional karena investasi merupakan salahsatu komponen dari pembentukan pendapatan nasional atau PDB, yaitu Y=C+I+G+NX.
Selain investasi, konsumsi juga menjadi komponen dalam pendapatan nasional. Teori Harrord-Domar menyatakan pembentukan modal dipandang sebagai pengeluaran yang akan menambah kesanggupan suatu perekonomian untuk menghasilkan barang, maupun sebagai pengeluaran yang akan menambah permintaan efektif suatu masyarakat. Teori ini mengaggap bahwa pertambahan dalam kesanggupan memproduksi dan pendapatan nasional bukan ditentukan oleh pertambahan dalam kapasitas memproduksi, tetapi oleh kenaikan pengeluaran masyarakat. Hal ini berarti, kenaikan pengeluaran masyarakat akan berdampak pada meningkatnya permintaan produksi (Sukirno, 2006).
Konsumsi dapat dijadikan salahsatu faktor yang dapat memengaruhi penyerapan tenagakerja. Menurut (Simanjuntak, 1998) kenaikan permintaan barang dan jasa atau konsumsi oleh masyarakat membuat permintaan akan tenagakerja oleh unit usaha atau perusahaan semakin meningkat (derived
demand), dalam hal ini terjadi peningkatan dalam penyerapan tenagakerja dan
memberikan kesempatan kerja baru. Oleh karena itu, kenaikkan permintaan perusahaan terhadap tenagakerja tergantung dari kenaikkan konsumsi masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut secara langsung juga akan mendorong tumbuhnya kesempatan kerja secara luas.
Kesempatan Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi
Hukum Okun menyatakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara tingkat pengangguran dengan Gross Domestic Bruto (GDP). Tingkat pengangguran dengan GDP riil memiliki hubungan yang negatif (Mankiw, 2007). Berdasarkan pada pernyataan tersebut, dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kesempatan kerja dengan GDP riil. Semakin tinggi GDP riil, akan semakin memperluas kesempatan kerja yang ada. Pada gambar 4 menunjukan bahwa perubahan tingkat pengangguran dari tahun ke tahun sangat berhubungan dengan perubahan GDP riil.
Teori Harrord Domar menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat menciptakan lapangan pekerjaan dengan mengutamakan sektor-sektor ekonomi yang padat karya. Teori ini menyatakan bahwa pertumbuhan output (Y) dikurangi dengan tingkat pertumbuhan produktivitas tenagakerja (Y/L) sama dengan pertumbuhan kesempatan kerja (L). Secara matematis hubungan-hungan tersebut dirumuskan sebagai berikut:
∆ - ∆
/ = ∆
Gambar 4. Kurva Hukum Okun Sumber: Mankiw, 2007.
Apabila pertumbuhan ekonomi dilihat dari pertambahan output dalam bentuk GDP konstan, maka dapat disimpulkan bahwa PDRB dapat dijadikan sebagai tolak ukur pertumbuhan ekonomi suatu daerah. PDRB dapat menggambarkan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya dan faktor-faktor produksinya.
Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian sebelumnya telah membahas mengenai faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenagakerja baik di sektor primer, skunder, amupun tersier. Kemudian juga membahas mengenai dampak setelah diberlakukannya upah minimum pada penyerapan tenagakerja. Oleh karena itu, penelitian ini lebih membahas pada:
1. Faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenagakerja untuk sektor pertanian dan sektor jasa di Provinsi Banten dengan menambah variabel konsumsi.
2. Lingkupnya hanya pada sektor pertanian dan sektor jasa yang ada di Provinsi Banten.
Mahyuddin dan Majdah (2010) dalam tulisannya yang berjudul Elastisitas Permintaan Tenagakerja dan Kekakuan Upah Riil Sektoral di Sulawesi Selatan.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat elatisitas permintaan tenagakerja sektoral dan mengukur tingkat kekauan upah riil sektoral di Sulawesi Selatan dengan periode penelitian tahun1998-2000. Metode penelitian yang digunakan adalah metode Ordinary Least Square untuk melihat elastistas permintaan tenagakerjanya. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa perubahan upah berpengaruh kecil pada permintaan tenagakerja. Impor berpengaruh negatif pada permintaan tenagakerja. Sedangkan sumber pertumbuhan lainnya terutama ekspor dan investasi dangat berpengaruh positif terhadap permintaan tenagakerja.
Siregar dan Sukwika (2007) dalam tulisannya yang berjudul Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Pasar Tenagakerja dan Implikasi Kebijakannya
Perubahan Presentase GDP riil
Terhadap Sektor Pertanian di Kabupaten Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kinerja pasar tenagakerja, yang antara lain meliputi angkatan kerja, penyerapan tenagakerja, penagguran, produktivitas tenagakerja dam upah di Kabupaten Bogor dengan periode penelitian tahun 1998-2001. Metode penelitian yang digunakan adalah regresi data panel. Hasil penelitian menyimpulkan penyerapan tenagakerja terdidik di sektor pertanian, sektor industri dan sektor jasa umumnya dipengaruhi oleh investasi dan PDRB. Sedangkan penyerapan tenagakerja tidak terdidik pada ketiga sektor tersebut umumnya dipengaruhi oleh investasi, PDRB dan pendapatan rumah tangga.
Sitanggang dan Nachrowi (2004) dalam tulisannya yang berjudul Pengaruh Struktur Ekonomi dan Penyerapan Tenagakerja Sektoral: Analisis Model
Demometrik di 30 Propinsi pada 9 Sektor di Indonesia. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi jumlah penyerapan tenagakerja sektoral di 30 propinsi di Indonesia dengan periode penelitian tahun 1980-2000. Penelitian ini menggunakan metode Pooled Least Square (PLS) terboboti. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa jumlah penyerapan tenagakerja dipengaruhi oleh populasi, net migration, output, dan upah.
Dimas dan Woyanti (2009) dalam tulisannya yang berjudul Penyerapan
Tenagakerja di DKI Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui
pengaruh PDRB, investasi, dan upah terhadap penyerapan tenagakerja di DKI Jakarta dengan periode penelitian tahun 1990-2004. Metode penelitian yang digunakan adalah OLS. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa PDRB, investasi dan upah berpengaruh secara signifikan terhadap penyerapan tenagakerja di DKI Jakarta.
Sidik (2011) dalam tulisannya yang berjudul Dampak Kebijakan Upah Minimum Terhadap Penyerapan Teanag Kerja Sektor Industri dan Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran di Pulau Jawa pada Era Otonomi Daerah.
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi peneyrapan tenagakerja sektor industri serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran dengan periode penelitian tahun 2001-2010. Metode penelitian yang digunakan adalah regresi panel data. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa upah minimum, PDRB dan Penanaman Modal Asing (PMA) berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenagakerja di kedua sektor. Sedangkan Penanaman Modal Dalam Negri (PMDN) hanya berpengaruh signifikan di sektor perdagangan, hotel, dan restoran.
Kerangka Pemikiran
menyebabkan kenaikan biaya yang harus dikeluarkan pada perusahaan manufaktur. Akibatnya perusahaan manufaktur harus mengurangi biaya tersebut dengan jalan mengurangi jumlah tenagakerja untuk menghindari kerugian karena meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan. Kebijkan pemerintah mengenai upah minimum yang pada awalnya bertujuan meningkatan kesejahteraan pekerja di sektor manufaktur, ternyata memiliki dampak lain yaitu penurunan penyerapan tenagakerja pada sektor tersebut. Penurunan penyerapan tenagakerja ini nantinya akan berdampak pada beralihnya pekerja-pekerja tersebut ke sektor lain.
Permasalahan tingginya jumlah pengangguran dialami oleh salahsatu daerah otonom, yaitu Provinsi Banten. Tingkat pengangguran di Provinsi Banten adalah yang tertinggi dibandingkan Provinsi lainnya di Pulau Jawa. Tingkat pengangguran di Provinsi Banten pada 2010, mencapai 13,06 persen. Provinsi Banten merupakan daerah yang memiliki pertumbuhan tertinggi di Pulau Jawa. Tingkat pertumbuhan tahunan Provinsi Banten dari tahun 2006 sampai 2010 mencapai 11,1 persen. Namun, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak menjamin pengurangan pada jumlah pengangguran yang ada.
Gambar 5. Kerangka konseptual penelitian
Pembangunan Sumber Daya Manusia
Penetapan Upah Minimum
Beralihnya Pekerja Sektor Manufaktur ke Sektor-Sektor Lain
Penyerapan Tenagakerja Sektor Pertanian dan
Sektor Jasa
Gambaran Kondisi Penyerapan Tenagakerja
Sektor Pertanian dan Sektor Jasa
Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenagakerja Sektor
Pertanian dan Sektor Jasa
Upah Minimum
Regresi Data Panel Konsumsi
Investasi PDRB
Riil
Implikasi Kebijakan
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data cross section
delapan kabupaten/kota di Provinsi Banten yaitu: Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kota Tangerang, Kota Cilegon, Kota Serang, dan Kota Tangerang Selatan, dan data time series
selama sepuluh tahun dari tahun 2001-2011. Adapun data-data yang digunakan sebagai variabel dalam pemodelan yaitu jumlah tenagakerja di sektor pertanian dan jumlah tenagakerja di sektor jasa, Upah Minimimum Kabupaten (UMK), PDRB, Pengeluaran per Kapita, Investasi.
Data tersebut diperoleh dari berbagai sumber, diantaranya Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Kementrian Tenagakerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), perpustakaan IPB, sedangkan informasi yang lain bersumber dari jurnal ilmiah dan buku teks.
Metode Analisis
Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan analisis regresi data panel. Analisis perkembangan kondisi ketenagakerjaan di sektor pertanian dan sektor jasa dengan menggunakan analisis deskriptif. Selain itu, juga dibahas mengenai variabel-variabel yang memengaruhinya. Sedangkan untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenagakerja sektor pertanian dan sektor jasa di Provinsi Banten digunakan analisis regresi data panel. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Eviews 6.1 dan Microsoft Excel 2007.
Analisi Deskriptif
Analisis deskriptif yang dilakukan dalam penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan dengan memberikan penjelasan dalam bentuk tabel, grafik, dan diagram. Analisis deskriptif ini digunakan untuk menjelaskan dan menggambarkan situasi ketenagakerjaan sektor pertanian dan sektor jasa di Provinsi Banten secara umum. Kemudian akan dibahas mengenai deskripsi variabel-variabel yang memengaruhi penyerapan tenagakerja yaitu PDRB, upah riil, investasi dan pengeluaran per kapita.
Analisis Regresi Data Panel
Data panel merupakan gabungan antara data cross section dan data time
series. Data cross section merupakan data yang dikumpulkan dalam satu waktu
Menurut Baltagi (2005), keunggulan dari menggunakan analisis data panel antara lain sebagai berikut:
1. Analisis data panel dapat mengontrol heterogenitas data individual dalam suatu periode waktu.
2. Analisis data panel dapat memberikan informasi yang lebih luas, mengurangi kolinearitas di antara variabel, memperbesar derajat bebas, dan lebih efisien.
3. Analisis data panel lebih tepat untuk menentukan perubahan dinamis
(dynamic of adjusment).
4. Analisis data panel lebih baik untuk mengidentifikasi dan mengukur pengaruh-pengaruh yang secara sederhana tidak dapat terdeteksi dalam data cross section dan time series saja.
5. Model analisinya dapat digunakan untuk membuat dan mnguji model perilaku yang lebih kompleks dibandingkan analisis data cross section
atau time series murni.
6. Analisis data panel dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregasi individu karena unit data yang digunankan lebih banyak.
Keunggulan data panel di atas menunjukan bahwa data panel membuat peneliti lebih fleksibel dalam memodelkan perbedaan sifat tiap data pengamatan dibandingkan dengan metode cross section maupun time series lainnya.
Dalam model data panel menggunakan data time series adalah:
Yt= β0 + β1 Xt + μt ; t= 1,2,..,T………...(1)
Dimana T adalah banyaknya data time series. Sedangkan model data panel menggunakan data cross section adalah:
Yi= β0 + β1 Xi + μi ; i= 1,2,..,N………...(2)
Dimana N adalah banyaknya data cross section
Data panel merupakan gabungan dari data time series dan cross section,
maka model panel data dapat ditulis sebagai berikut:
Yit= β0 + β1 Xit + μit...(3) Model Regresi Panel Data
Analisis data panel dapat diestimasi menggunakan metode Ordinary Least
Square (OLS) jika memenuhi syarat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator)
atau dengan menggunakan Generalized Least Square (GLS) jika syarat BLUE tidak dipenuhi. Analisis model data panel terdapatl tiga macam metode yang terdiri dari metode yang terdiri model kuadrat terkecil (pooled least square), model efek tetap (fixed effect), dan model efek acak (random effect) (Gujarati, 2003). Ketiga pendekatan yang dilakukan dalam analisis data panel tersebut akan dijelaskan pada bagian berikut ini:
Model Kuadrat Kecil (Pooled Least Square)
pendugaan (pooling) seluruh observasi sebanyak N.T, maka model dari pooled
least square (PLS) yaitu:
Yit = α + Xit βj + it untuk i,j = 1,2, ..., N dan t = 1, 2, ..., T
Pada metode ini diasumsikan bahwa nilai intercept masing-masing variabel adalah sama, kemudian metode ini juga mengasumsikan bahwa slope koefisien dari dua variabel adalah sama untuk semua unit cross section. Nilai intecept dan
slope yang dianggap konstan ini akan berakibat pada hasil dimana terdapat T
persamaan yang sama (individu sama, waktu berbeda) dan terdapat N persamaan yang sama untuk setiap T observasi (periode waktu sama, individu berbeda). Model Efek Tetap (Fixed Effect Model)
Masalah terbesar yang terjadi dalam pendekatan model kuadrat terkecil adalah asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar individu maupun antar waktu yang mungkin kurang beralasan. Untuk mengatasi masalah tersebut peneliti dapat menggunakan Model Fixed Effect.
Fixed Effect Model yaitu model yang didapatkan dengan mempertimbangkan
bahwa peubah-peubah yang dihilangkan dapat mengakibatkan perubahan dalam intersep-intersep cross section dan time series. Peubah dummy dapat ditambahkan ke dalam model untuk memungkinkan perubahan-perubahan intersep ini lalu model diduga menggunakan OLS, yaitu:
Yit = αiDi + βXit + it dimana:
Yi = Variabel endogen Xi = Variabel eksogen
αi = Intersep model yang berubah-ubah antar cross section unit
D = Variabel dummy β = parameter
i = Individu ke - i, t = Periode waktu ke-t
= error/simpangan
Model Efek Acak (Random Effect Model)
Model ini digunakan untuk mengatasi kelemahan Fixed Effect Model (FEM) yang menggunakan dummy variable. Penggunaan dummy variabel ini dapat mengurangi banyaknya degree of freedom. Random Effect Model (REM) memasukan parameter yang berbeda antar individu dan antar waktu ke dalam
error. Bentuk model nya dapat dijelaskan dengan persamaan berikut:
Yit = α + β Xit + vi + it dimana :
vi ~ N(0, v2)
i = individu ke-i, t = periode waktu ke-t
Menurut Firdaus (2011), ada bebrapa asumsi yang harus dipenuhi dalam REM, yaitu:
it ~ N(0, u2)
E ( it) = E(vi)= 0; E( it, vj) = 0 ; E(vi, Xit)= E (uit, Xit)= 0 E ( it, js)= 0 dimana t ≠ s dan i ≠ j
Asumsinya adalah error secara individual juga tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya. REM dapat menghemat pemakaian
degree of freedom, maka dapat menghemat pemakaian degree of freedom dan
tidak mengurangi jumlahnya seperti yang terjadi dalam FEM. Hal ini berdampak pada parameter hasil estimasi yang menjadi semakin efisien.
Pengujian Kesesuaian Model Data Panel
Keputusan untuk memilih jenis model yang digunakan dalam analisis data panel didasarkan pada dua uji, yaitu uji Chow dan uji Haussman. Uji Chow
digunakan untuk menentukan apakan menggunakan PLS atau FEM. Sedangkan untuk memutuskan apakah menggunakan FEM atau REM ditentukan oleh uji
Haussman.
Uji Chow (Chow Test)
Uji Chow (uji F-statistik) adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan PLS dtau FEM. Dalam pengujian ini hipotesisnya adalah:
H0 : α1 = α2 = … = αi (intercept sama)
H1 : sekurang-kurangnya ada 1 intercept yang berbeda
F statistik yang digunakan dengan menggunakan rumus berikut:
/ N
/ N N dimana
RRSS = Residual Sum Square hasil pendugaan model pooled least square
URSS = Residual Sum Square hasil pendugaan model fixed effect
N = Jumlah data cross section
T = Jumlah data time series
K = Jumlah variabel penjelas
Pengujian ini mengikuti distribusi F-statistik yaitu F(N-1, NT-N-K). Jika nilai Chow Statistic (F-stat) hasil pengujian lebih besar dari F tabel atau p-value <
α, maka cukup bukti untuk penolakan terhadap H0 sehingga model yang
digunakan adalah FEM, begitu juga sebaliknya. Uji Haussman (Haussman Test)
Uji Haussman adalah pengujian untuk memilih apakah model yang
digunakan FEM atau REM. Dalam pengujian ini hipotesisnya adalah:
H0 : E(τi | xit) = 0 atau REM adalah model yang tepat
H1 : E(τi | xit) ≠ 0 atau FEM adalah model yang tepat
Sebagai dasar penolakan H0 maka digunakan statistic Hausman dan
membandingkan dengan Chi-square statistic Hausman dirumuskan dengan:
М=(β-b)(M0-M1)-1(β-b)χ2 (K) dimana:
β = vektor untuk statistic variabel fixed effect, b = vektor statistik variabel random effect
M0 = matriks kovarians untuk dugaan random effects
Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari Chi-square (χ2 )–tabel atau atau p-value < α, maka cukup bukti untuk penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah FEM, begitu juga sebaliknya.
Pengujian parameter Persamaan Regresi
Untuk mendapatkan model terbaik, perlu dilakukan pengujian-pengujian sebagai berikut:
Uji F-statistic
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah semua variabel independen dalam model secara bersamaan berpengaruh terhadap variabel dependen. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan distribusi F dengan membandingkan antara nilai kritis F dengan nilai F-hitung yang terdapat pada hasil analisis.
Perumusan hipotesis
H0 : β1 = β2 = β3 = βk = 0, variabel independen secara simultan tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen
H1 : β1 ≠ β2 ≠ ... ≠ βn ≠ 0 ,variabel independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen
Uji statistik yang digunakan:
/ k 1
1 / n k
dimana :
e2 = jumlah kuadrat regresi
(1- e2) = jumlah kuadrat sisa
n = jumlah pengamatan k = jumlah parameter Kriteria uji:
Jika probabilitas F-Stat > Fα (k-1) (nT-n-k) atau nilai signifikan F < α, maka cukup bukti untuk penolakan terhadap Ho yang artinya ada pengarauh yang
signifikan dari variabel independen terhapan variabel dependen, begitu juga sebaliknya.
Uji Statistik t
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen memberikan pengaruh signifikan terhadap variabel dependennya atau tidak.
Perumusan hipotesis:
Ho : β1 = 0 ,masing-masing variabel independen tidak berpengaruh signifikan
terhadap variabel dependen.
H1: β1 ≠ 0 ,masing-masing variabel independen berpengaruh signifikan
terhadap variabel dependen Uji statistik yang digunakan:
^
dimana:
β^ koefisien regresi ke-i,
Se β^ = standar error dari koefisien regresi ke-i.
Dalam penelitian ini tingkat signifikansi (α) yang digunakan adalah 5persen dan 1 persen artinya resiko kesalahan mengambil keputusan sebesar 5persen dan 1persen
Kriteria uji:
Jika probabilitas t-hit < α atau t-stat > t α/2(nT-n-k), maka cukup bukti untuk penolakan terhadap Ho yang artinya ada pengarauh yang signifikan dari
variabel independen terhapan variabel dependen, begitu juga sebaliknya. Koefisien Determinasi (R²)
Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa besar total variasi variabel dependen yang mampu dijelaskan oleh model. R² menunjukan besarnya pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen.
R RSSTSS
dimana :
RSS = Jumlah kuadrat regresi TSS = Jumlah kuadrat total
Nilai koefisien determinasi yang digunakan adalah 0 ≤ R2 ≤ 1. Jika R2 = 1 berarti 100 persen keragaman dalam variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independennya. Sedangkan R2 = 0 berarti tidak satupun variabel dependen tidak dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independennya.
Uji Pelanggaran Asumsi
Terdapat tiga asumsi yang harus diuji dalam analisis regresi, yaitu multikoleniaritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Selain itu, ada uji normalitas untuk melihat apakah error term menyebar normal atau tidak.
Uji Multikoleniaritas
Multikoleniaritas adalah hubungan linear yang kuat antara variabel-variabel independen di dalam persamaan regresi. Pelanggaran asumsi ini akan menyebabkan kesulitan untuk menduga model yang diinginkan. Uji masalah multikolinier dilakukan dengan melihat hasil estimasi. Jika hasil estimasi memiliki nilai R² dan Adjusted R² yang tinggi tetapi memiliki banyak nilai t-stat
yang tidak signifikan sementara hasil F-stat nya signifikan, maka hal ini mengindikasikan adanya multikolinearitas. Salahsatu cara mengatasi masalah ini adalah dengan menggabungkan data cross section dengan data time series atau data panel (Juanda, 2009).
Uji Heteroskedastisitas
heteroskedastisitas dapat ditunjukan dengan menggunakan metode General Least
Square (Cross section Weights) yaitu dengan membandingkan sum square Resid
pada Weighted Statistics dengan sum square Resid unweighted Statistics. Jika sum
square Resid pada Weighted Statistics lebih kecil dari sum square Resid
unweighted Statistics, maka terjadi heteroskedastisitas. Untuk mengatasi masalah
heteroskedastisitas, dilakukan dengan mengestimasi GLS menggunakan white-heteroscedasticity.
Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah adanya korelasi antara serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu. Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi, maka dilakukan dengan membandingkan Durbin Watson (DW) statistiknya dengan Dw-tabel. Korelasi serial terjadi jika error dari periode waktu yang berbeda saling berkorelasi, yang menyebabkan model menjasi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Salahsatu cara untuk mengatasi ini adalah dengan menggunakan metode GLS dalam estimasi model (Gujarati, 2004).\
Tabel 4. Selang nilai statistik Durbin-Watson dan keputusannya
Nilai DW Hasil
4- dl<DW<4 Tolak H0, korelasi serial negatif
4- du <DW<4- dl Hasil tidak dapat ditentukan
2<DW<4- du Terima H0, tidak ada korelasi serial
du <DW<2 Terima H0, tidak ada korelasi serial
dl<DW< du Hasil tidak dapat ditentukan
0<DW< dl Tolak H0, korelasi serial positif
Sumber: Juanda, 2009.
Uji Normalitas
Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah error term mengikuti distribusi normal. Pengujian dilakukan dengan uji Jarque Bera atau dengan melihat plot dari sisaan. Hipotesis dalam pengujian ini adalah:
H0 : error term mengikuti distribusi normal H1 : error term tidak mengikuti distribusi normal.
Keputusan diambil dengan membandingkan nilai probabilitas Jarque Bera
dengan taraf nyata α=0,05. Jika nilai probabilitas Jarque Bera lebih dari α=0,05 maka dapat disimpulkan bahwa error term terdistribusi dengan normal.
Model Penelitian
sebagai unit time series sehingga dihasilkan 80 unit observasi. Penelitian ini menggunakan empat variabel independen (PDRB, upah minimum, investasi, dan konsumsi), dengan variabel dependennya adalah penyerapan tenagakerja. Variabel-variabel ini dikembangkan dari hasil penelitian Mahyuddin dan Majdah M.Zain (2010) yang dipublikasikan dalam jurnal dengan judul Elastisitas Permintaan Tenagakerja dan Kekakuan Upah Riil Sektoral di Sulawesi Selatan.
Adapun data yang diperoleh pada variabel-variabel tersebut di-logaritmanatural-kan. Hal ini dilakukan agar hasil regresi yang diperoleh akan lebih efisien dan mudah untuk diinterpretasikan.
Model yang disusun dalam penelitan adalah sebagai berikut: TK_Xit = α0 + β1 UMK + β2 KON + β3 INV + β4 PDRB_Xit + εit
dimana :
α0 = Intersep
β1,2,3,4 = Konstanta masing-masing variabel
TK_Xit = Jumlah penyerapan tengakerja sektor X kabupaten/kota i tahun ke-t (jiwa)
UMK = UMK kabupaten/kota i tahun ke-t (rupiah)
KON = Konsumsi kabupaten/kota i tahun ke-t (ribu rupiah) INV = Investasi kabupaten/kota i tahun ke-t (juta rupiah)
PDRB_Xit = PDRB sektor X kabupaten/kota i tahun ke t (juta rupiah) Kemudian model tersebut diubah ke dalam bentuk logaritma natural menjadi: LnTK_Xit = α0 + β1 lnUMK + β2 lnKON + β3 lnINV + β4 lnPDRB_Xit + εit
dimana :
α0 = Intersep
β1,2,3,4 = Konstanta masing-masing variabel
TK_Xit = Jumlah penyerapan tengakerja sektor X kabupaten/kota i tahun ke-t (persen)
UMK = UMK kabupaten/kota i tahun ke-t (persen) KON = Konsumsi kabupaten/kota i tahun ke-t (persen) INV = Investasi kabupaten/kota i tahun ke-t (persen) PDRB_Xit = PDRB sektor X kabupaten/kota i tahun ke t (persen) Tanda koefisien yang diharapkan adalah :
β1 > 0 ; β2 > 0 ; β3 > 0 ; dan β4 > 0
Definisi Operasional
Pada bab sebelumnya telah dijelaskan beberapa ukuran yang relevan digunakan dalam penelitian, diantaranya permintaan tenagakerja dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Berikut ini adalah beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian:
dan perempuan, kota dan desa) untuk sektor X, Kabupaten/kota (i) dan dalam satu tahun (t) tertentu.
2. PDRB riil sektor X adalah PDRB yang dinyatakan Atas Dasar Harga Konstan 2000 (ADHK 2000) di sektor X, Kabupaten/kota (i) dan dalam satu tahun (t) tertentu.
3. Upah Minimum Kabupaten adalah upah minimum pada masing-masing kabupaten/kota (i) dan dalam satu tahun (t) tertentu.
4. Investasi adalah total realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negri (PMDN), Kabupaten/kota (i) dan dalam satu tahun (t) tertentu.
5. Konsumsi adalah pengeluaran per kapita kabuapten/kota (i) dan dalam satu tahun (t) tertentu.
GAMBARAN UMUM
Kependudukan dan Tenagakerja
Provinsi Banten mempunyai luas daerah sebesar 9.018,64 Km2. Daerah Provinsi Banten berada pada batas astronomis 105.01’11”-106.07’12’BT dan 5.07’50”-7.01’1”LS. Posisi nya berada pada daerah strategis dimana terletak pada lintas perdagangan nasional. Batas-batas daerah Provinsi Banten adalah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Sunda
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Provinsi Jawa Barat
Provinsi ini secara administratif dibagi menjadi empat kabupaten dan empat kota dan terdiri dari 154 kecamatan, 285 kelurahan, dan 1273 desa. Empat kabupaten tersebut adalah Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak. Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Serang. Sedangkan empat kota tersebut adalah Kota Tangerang, Kota Cilegon, Kota Serang, dan Kota Tangerang Selatan. Kota Serang merupakan daerah otonomo yang baru terbentuk setelah dilakukan pemekeran dari Kabupaten serang pada tanggal 2 November 2007. Kota Tangerang Selatan adalah kota otonom baru kedua setelah Kota Serang. Kota Tangerang Selatan merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Tangerang pada tanggal 29 Oktober 2008.
Tabel 5. Luas wilayah dan pembagian daerah administratif kabupaten dan kota di Provinsi Banten tahun 2011
Kabupaten/Kota Luas Wilayah (km2)
Jumlah Kecamatan
Jumlah Kelurahan
Jumlah Desa
Kab. Pandeglang 2.746,90 35 13 322
Kab. Lebak 3.044,72 28 28 340
Kab. Tangerang 1.110 29 28 246
Kab. Serang 1.467,39 28 0 314
Kota Tangerang 164,54 13 104 0
Kota Cilegon 175 8 43 0
Kota Serang 266,74 6 20 46
Kota Tangerang Selatan
147,19 7 49 5
Sumber: Kemendagri, 2011.
Informasi kependudukan diperlukan bagi perencanaan dan evaluasi pembagunan. Jumlah penduduk dari suatu daerah dapat dijadikan suatu potensi yang besar bagi pembangunan suatu daerah apabila penduduk tersebut berkualitas. Pembagunan dapat berjalan apabila ada sumber daya manusia yang mampu menggerakan pembangunan tersebut. Tabel 6 menunjukan jumlah penduduk Provinsi Banten tahun 2000 tercatat sebesar 8.098.277 jiwa. Hingga pada tahun 2010 pertambahan jumlah penduduk Provinsi Banten kurang lebih sebesar dua juta jiwa sehingga banyaknya penduduk mencapai 10.632.166 jiwa. Kabupaten Tangerang merupakan kabupaten yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di Provinsi Banten sedangkan Kota Serang memiliki jumlah penduduk paling sedikit di Provinsi Banten.
Tabel 6. Demografi Provinsi Banten tahun 2000 dan 2010 Kabupaten/Kota Penduduk (jiwa) Kepadatan
(jiwa/km2)
Laju
Pertumbuhan Penduduk, 2000-2010 (persen)
2000 2010 2000 2010
Kab. Pandeglang 1.011.843 1.149.610 368 419 1,30 Kab. Lebak 1.030.245 1.204.095 301 351 1,58 Kab. Tangerang 1.958.215 2.834.376 1.935 2.801 3,80 Kab. Serang 1.216.972 1.402.818 702 809 1,44 Kota Tangerang 1.326.117 1.798.601 8.615 11.685 3,12 Kota Cilegon 294.995 374.559 1.681 2.134 2,44 Kota Serang 436.122 577.785 1.635 2.166 2,88 Kota Tangerang
Selatan
823.768 1.290.322 5.597 8.766 4,63
Provinsi Banten 8.098.277 10.632.166 838 1.100 2,78 Sumber: BPS Banten, 2011.
Pertumbuhan ekonomi sangat erat kaitannya dengan penyediaan lapangan pekerjaan. Pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi menunjukan semakin banyaknya kegiatan perekonomian yang berlangsung. Banyaknya kegiatan perekonomian tersebut membutuhkan tenagakerja dalam pelaksanaannya. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) memberikan gambaran mengenai besarnya penduduk yang berpartisipasi dalam pasar tenagakerja (pekerja atau mencari pekerjaan). TPAK Provinsi Banten cenderung meningkat dari tahun 2008 hingga 2011 seperti yang disajikan tabel 7. Pada tahun 2011, TPAK Provinsi Banten mencapai 67,79 persen. Presentase ini meningkat dari tahun 2010 yang hanya sebesar 65,34 persen. Sepanjang tahun 2008 sampai 2011, Kota Tangerang merupakan kota yang memiliki TPAK tertinggi di Provinsi Banten. TPAK Kota Tangerang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2011, TPAK Kota Tangrang mencapai 70,31 persen lebih tinggi dibandingkan dengan TPAK Provinsi Banten secara keseluruhan. Sedangkan Kabupaten Lebak menjadi daerah dengan TPAK terendah pada tahun 2011 dengan presentase 63,60 persen.
Tabel 7. Tingkat partisipasi angkatan kerja di Provinsi Banten (persen) Kabupaten/Kota Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
2008 2009 2010 2011
Kab. Pandeglang 65,44 63,52 63,76 64,28
Kab. Lebak 67,62 67,69 63,76 63,60
Kab. Tangerang 65,89 62,12 65,90 69,46
Kab. Serang 60,14 60,78 65,68 64,74
Kota Tangerang 66,00 68,51 69,17 70,31 Kota Cilegon 59,99 60,09 65,60 70,00
Kota Serang 0,00 60,51 67,64 68,60
Kota Tangerang Selatan
0,00 0,00 60,00 69,64
Upah Minimum
Menurut Sumarsono (2003) dalam Putra (2012), upah diartikan sebagai sejumlah dana yang dikeluarkan perusahaan untuk membayar tenagakerja karena telah melakukan pekerjaannya yaitu menghasilkan produk. Upah yang terus meningkat, secara langsung akan membawa dampak pada penawaran tenagakerja. Salahsatu upaya pemerintah untuk melindungi pekerja adalah melalui kebijakan upah minimum. Kebijakan upah minimum dibuat pemerintah dengan tujuan untuk melindungi taraf kesejahteraan pekerja dan meningkatkan produktivitas pekerja. Upah minimum ditetapkan berdasarkan Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) yang merupakan kebutuhan pokok hidup sesorang yang telah disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi yang terjadi.
Tabel 8. Upah minimum kabupaten dan kota di Provinsi Banten (rupiah)
Sumber: Kemenakertrans Banten, 2007-2011.
Nilai upah minimum Provinsi Banten yang meningkat dari tahun ke tahun seperti yang ditunjukan tabel 8. Pada tahun 2011, upah minimum Provinsi Banten mencapai Rp 1.000.000. Kota Tangerang Selatan merupakan kota yang memiliki upah minimim tertinggi dibandingkan denga kabupaten dan kota lainnya. Pada tahun 2011, nilai upah minimum Kota Tangerang Selatan mencapai Rp 1.527.000. Hal ini menunjukan kebutuhan biaya hidup di Kota Tangerang Selatan lebih tinggi dibandingkan dengan kabupaten dan kota lainnya di Provinsi Banten. Kabupaten Lebak memiliki upah minimum terendah di Provinsi Banten dengan upah minimum sebesar Rp 1.00.7500. Kabupaten Lebak merupakan daerah yang basis perekonomiaannya pertanian, sehingga biaya kehidupannya termasuk rendah dan juga upah yang diterima pekerja tergolong rendah.
Kabupaten/Kota Tahun
2007 2008 2009 2010 2011
Kab. Pandeglang 792.750 840.000 918.950 964.500 1.015.000
Kab. Lebak 786.000 842.000 918.000 959.500 1.007.500
Kab. Tangerang 882.500 953.850 1.055.000 1.117.245 1.285.000
Kab. Serang 869.000 927.500 1.030.000 1.101.000 1.189.600
Kota Tangerang 882.500 958.782 1.064.500 1.118.009 1.290.000
Kota Cilegon 905.000 971.400 1.099.000 1.174.000 1.224.000
Kota Serang 0,00 927.500 1.030.000 1.050.000 1.156.000
Kota Tangerang
Selatan 0,00 0,00 1.055.000 1.290.000 1.527.000