1.1. Latar Belakang
Salah satu tujuan pembangunan ekonomi secara makro adalah
meningkatkan pertumbuhan ekonomi disamping dua tujuan lainnya yaitu
pemerataan dan stabilitas. Indikator ini penting dalam melakukan analisis tentang
pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara, karena dapat memberikan
gambaran makro atas kebijakan yang telah dilaksanakan, khususnya dalam bidang
ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi merupakan pertumbuhan output yang dibentuk oleh
berbagai sektor ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana kemajuan
atau kemunduran yang telah dicapai oleh sektor ekonomi tersebut pada suatu
waktu tertentu. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauhmana aktivitas
perekonomian akan menghasilkan pendapatan masyarakat pada suatu periode
tertentu, karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu proses
penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output. Proses ini
selanjutnya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi
yang dimiliki oleh masyarakat sebagai pemilik faktor produksi juga akan turut
meningkat.
Pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh akumulasi investasi bukan
dengan pertumbuhan kapital dan tenaga kerja, berarti tidak terdapat sisa output
yang bebas dan bisa dibagikan untuk peningkatan return to capital (reinvestasi)
yang dapat membuka kesempatan kerja baru dan atau peningkatan pendapatan
tenagakerja. Sebaliknya, bila pertumbuhan output lebih besar dari pertumbuhan
kapital dan tenagakerja, berarti masih ada sisa output setelah dikurangi kapital dan
tenagakerja. Sisa output ini bisa untuk peningkatan gaji karyawan, peningkatan
return to capital atau reinvestasi dan penjamin secara akumulatif berlanjutnya
pertumbuhan ekonomi (Hananto, 1982).
Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi mengakibatkan peningkatan
jumlah penduduk dan diikuti pula dengan peningkatan jumlah penduduk usia
kerja. Peningkatan tersebut tidak selalu disertai dengan peningkatan dayaserap
tenagakerja oleh lapangan pekerjaan. Hal ini, tentunya akan menimbulkan
ketidakseimbangan antara jumlah tenagakerja dengan kemampuan lapangan
pekerjaan untuk menyerap tenagakerja tersebut. Ketimpangan ini merupakan salah
satu masalah utama dalam bidang ketenagakerjaan dan salah satu jalan untuk
mengatasinya adalah dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Pada tahun 2010, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi
Kalimantan Timur memberikan kontribusi terhadap pembentukan Produk
Domestik Bruto (PDB) Nasional sebesar 6,11 persen. Sedangkan, besarnya PDRB
Kalimantan Timur secara nasional menduduki peringkat keenam setelah Provinsi
DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Riau. Dibandingkan
dengan provinsi lain di luar Pulau Jawa dan Sumatera, PDRB Kalimantan Timur
dengan provinsi lain di Pulau Kalimantan, maka Provinsi Kalimantan Timur tetap
mempunyai tingkat PDRB tertinggi.
Provinsi Kalimantan Timur dengan laju pertumbuhan penduduk yang
cukup tinggi yaitu 3,82 persen selama periode tahun 2000-2010 (Hasil Sensus
Penduduk Propinsi Kalimantan Timur tahun 2000 dan 2010), menghadapi
permasalahan yang sama, yaitu ketidakseimbangan antara jumlah tenagakerja
dengan ketersediaan lapangan pekerjaan. Sebagian penduduk Kalimantan Timur
menggantungkan kehidupannya dari sektor pertanian (30-40 persen). Tetapi, suatu
saat kemampuan penyerapan tenagakerja sektor pertanian (Agriculture) akan
mencapai puncaknya dan mulai mengalami pergeseran ke sektor yang lain. Oleh
karena itu, diperlukan perluasan lapangan pekerjaan di sektor lain yaitu industri
(Manufacture) dan jasa-jasa (Services). Hal ini, hanya mungkin terjadi bila
struktur perekonomian yang baik dan lebih mengarah pada industrialisasi dan
jasa-jasa mampu memberikan dukungan yang baik. Situasi tersebut memerlukan
suatu laju pertumbuhan pendapatan regional yang cepat.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dapat diidentifikasi
permasalahan, yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana terjadinya pergeseran penyerapan tenagakerja dari Sektor
Pertanian menuju Sektor Industri dan Sektor Jasa-jasa di Kalimantan Timur
2. Bagaimana elastisitas penyerapan tenagakerja di Kalimantan Timur selama
periode waktu 2003-2010?
1.3. Tujuan Penelitian
Pembangunan telah menyebabkan terjadinya pergeseran peranan dari
Sektor Pertanian menuju Sektor Industri dan Jasa-jasa. Peranan Sektor Industri
dan Jasa-jasa biasanya meningkat seiring dengan turunnya peranan Sektor
Pertanian.
Atas dasar hal-hal tersebut maka penulis bermaksud :
1. Mempelajari gambaran umum ketenagakerjaan di Provinsi Kalimantan Timur
pada tahun 2003-2010.
2. Mengkaji pergeseran penyerapan tenagakerja secara sektoral (Pertanian,
Industri dan Jasa-jasa).
3. Menganalisis hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan penciptaan
kesempatan kerja.
1.4. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis
sendiri maupun bagi pihak lain.
1. Bagi pembaca khususnya para pengambil kebijakan di lingkungan pemerintah
daerah Provinsi Kalimantan Timur diharapkan penelitian ini dapat digunakan
sebagai dasar dalam menyusun perencanaan kegiatan pembangunan
khususnya di bidang ketenagakerjaan dan perekonomian di masa yang akan
2. Bagi penulis yaitu meningkatkan pengetahuan dan memberikan pemahaman
yang cukup mendalam dalam hal ketenagakerjaan dan perekonomian di
Provinsi Kalimantan Timur.
3. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai acuan, bahan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Masalah Ketenagakerjaan
Pada dasarnya pengangguran merupakan penduduk usia produktif yang
tidak mendapatkan kesempatan bekerja dengan berbagai sebab. Dinamika pasar
tenagakerja menunjukkan bahwa peningkatan penawaran tenagakerja tidak selalu
diikuti peningkatan yang seimbang pada permintaan tenagakerja. Hal ini,
disebabkan oleh laju pertumbuhan ekonomi yang diperoleh suatu wilayah belum
tentu diikuti pula dengan laju pertumbuhan penyerapan tenagakerja
(Tjiptoherijanto, 1998).
Pada mulanya Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan pengangguran
terbuka sebagai penduduk berusia 15 tahun ke atas yang dalam kondisi tidak
bekerja dan sedang mencari pekerjaan. Kegiatan mencari pekerjaan dapat
dilakukan oleh mereka yang sama sekali belum pernah bekerja atau mereka yang
pernah bekerja, karena suatu hal berhenti atau diberhentikan. Usaha mencari
pekerjaan tidak terbatas pada periode seminggu sebelum pencacahan, mereka
yang berusaha mendapatkan pekerjaan dan permohonannya telah dikirim lebih
dari satu minggu yang lalu tetap dianggap sebagai mencari pekerjaan.
Sejak tahun 2001 definisi pengangguran terbuka diperluas mengikuti
rekomendasi International Labour Organization (ILO). Menurut konsep ILO,
1. Mereka yang mencari pekerjaan.
2. Mereka yang mempersiapkan usaha.
3. Mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin
mendapatkan pekerjaan.
4. Mereka yang sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.
Mempersiapkan usaha adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
dalam rangka mempersiapkan usaha atau pekerjaan yang “baru” yang bertujuan
untuk memperoleh penghasilan atau keuntungan atas resiko sendiri. Dikategorikan
sebagai mempersiapkan usaha apabila “tindakannya nyata” seperti
mengumpulkan modal atau perlengkapan, mencari lokasi atau tempat usaha,
mengurus surat ijin usaha dan sebagainya. Mempersiapkan usaha tidak termasuk
yang baru merencanakan, berniat, dan baru mengikuti kursus atau pelatihan dalam
rangka membuka usaha. Kegiatan mempersiapkan suatu usaha atau pekerjaan
tidak terbatas dalam jangka waktu seminggu yang lalu saja, tetapi dapat dilakukan
beberapa waktu yang lalu asalkan seminggu yang lalu masih berusaha untuk
mempersiapkan suatu kegiatan usaha.
2.2. Struktur Perekonomian
Pertumbuhan ekonomi dari suatu daerah akan dapat dilihat dari
pertumbuhan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dimana untuk
menghitung pertumbuhannya dipakai atas dasar harga konstan. Pertumbuhan atau
pergerakan yang terjadi pada nilai PDRB akan turut mempengaruhi secara positif
PDRB suatu daerah bisa diharapkan akan meningkatkan permintaan tenagakerja
di daerah tersebut.
Adanya pemikiran yang cenderung mengkaitkan pertumbuhan kesempatan
kerja dengan pertumbuhan ekonomi, karena didasarkan pada suatu asumsi bahwa
dari pertambahan pertumbuhan ekonomi yang meningkat diharapkan dapat
membuka pertambahan kesempatan kerja yang lebih luas. Kenyataan yang terjadi
tidak seluruhnya demikian, karena pertambahan pertumbuhan ekonomi yang
meningkat tidak selalu menjamin pertambahan kesempatan kerja yang lebih luas.
Menurut Manning (1984), lapangan pekerjaan utama bagi penduduk yang
bekerja sering dianalisis dengan membedakannya dalam tiga sektor utama yaitu,
Sektor Pertanian (Agriculture = A) yang meliputi pertanian, kehutanan,
peternakan, perburuan dan perikanan, Sektor Industri (Manufacture = M) yang
meliputi pertambangan, industri, listrik/air dan bangunan, Sektor Jasa-jasa
(Services = S) yang meliputi perdagangan, angkutan, keuangan, jasa dan lainnya.
Biasanya analisis data mengenai kegiatan penduduk menitikberatkan pada
alokasi kesempatan kerja menurut sektor, pola perpindahan dari sektor pertanian
(A) ke sektor lainnya, dan penyebab perpindahan serta implikasi kebijakannya.
Proses pembangunan ekonomi biasanya disertai dengan perpindahan tenagakerja
Sektor A ke Sektor M dan S. Perpindahan tenagakerja dari Sektor Pertanian (A)
ke Sektor Industri (M) atau Jasa-jasa (S) banyak disoroti oleh ekonom untuk
menghitung peningkatan produktivitas tenagakerja, penyerapan tenagakerja dan
2.3. Penelitian Terdahulu
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Badan Pusat
Statistik (BPS) dan United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun
2001 melakukan penelitian tentang Laporan Pembangunan Manusia Indonesia
tahun 2001, khususnya dalam rangka menuju konsensus baru demokrasi dan
pembangunan manusia di Indonesia.
Dari penelitian itu dapat diketahui bahwa meskipun telah terjadi
pergeseran menuju industri pengolahan dan industri padatkarya, namun dilihat
dari segi penyerapan tenagakerja, pertanian tetap menjadi sumber penting.
Sepanjang dekade 1980-an, pertanian terus mempekerjakan lebih dari 50 persen
dari total penduduk yang bekerja. Pada akhir 1980-an, peningkatan industri
pengolahan padatkarya mulai menurunkan proporsi penyerapan tenagakerja di
sektor pertanian dari 55 persen pada tahun 1985 menjadi 50 persen pada tahun
1990 dan menjadi 44 persen pada akhir dekade 1990-an. Tetapi hingga saat
penelitian itu dilakukan, sekitar 35 juta orang Indonesia masih bekerja di sektor
pertanian, dengan 17 juta lainnya bekerja di bidang perdagangan dan restoran.
Pergeseran ini mencerminkan penurunan pertumbuhan pekerja di sektor
pertanian dari empat persen per tahun pada periode 1980-1985, menjadi di bawah
satu persen pada periode 1985-1990 dan menjadi minus dua persen pada dekade
1990-an. Sedangkan pertumbuhan pekerja di sektor industri mengalami
percepatan dari lima persen menjadi tujuh persen dari awal hingga akhir dekade
1990-an, hanya turun menjadi enam persen paruh pertama dekade 1990-an.
persen selama dekade 1980-an, dan meningkat menjadi sekitar lima persen pada
tahun 1990-an.
Kariyasa (2002), melakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat
perubahan struktural yang terjadi dalam perekonomian Indonesia pada tahun
1995-2001, khususnya dinamika perubahan struktural ekonomi dan kesempatan
kerja dengan menggunakan metode analisis deskriptif.
Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa telah terjadinya perubahan
struktur ekonomi yang tidak diikuti oleh perubahan struktur penyerapan
tenagakerja secara proporsional dan bahkan cenderung struktur penyerapan
tenagakerja tidak berubah. Sehingga akan menyebabkan terjadinya penumpukan
tenagakerja pada satu sektor. Fenomena ini akan menyebabkan semakin
timpangnya produktivitas yang dihasilkan. Selanjutnya hal ini akan berdampak
pada semakin timpangnya pendapatan antara pekerja di sektor pertanian dan
industri.
Badan Pusat Statistik (2006) melakukan penelitian tentang analisis
pengangguran terdidik di Indonesia tahun 2001-2005, dimana di dalamnya juga
diteliti mengenai pergeseran struktur ketenagakerjaan dari primer menuju
sekunder dan tersier dengan metode analisis deskriptif. Selain itu juga diteliti
hubungan antara kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi dengan analisis
elastisitas kesempatan kerja.
Hasil dari penelitian ini apabila dilihat dari sisi ketenagakerjaan yaitu
selama periode tahun 2001 sampai tahun 2005, jumlah penduduk usia kerja
angkatan kerja bergerak dari 98,81 juta jiwa pada tahun 2001 menjadi 105,86 juta
jiwa pada November 2005. Namun demikian, secara keseluruhan perkembangan
partisipasi penduduk usiakerja dalam kegiatan perekonomian mengalami
penurunan, terlihat dari menurunnya indikator Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) dari 68,6 persen pada tahun 2001 menjadi 66,8 persen pada tahun 2005.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi selama periode 2001-2005 belum
diikuti peningkatan penyerapan tenagakerja. Dengan interval pertumbuhan
ekonomi tiga persen hingga lima persen pada periode 2001-2005, rata-rata
penyerapan tenagakerja akibat pertumbuhan ekonomi setiap satu persennya
berada pada kisaran sekitar 200 ribu jiwa sampai dengan 300 ribu jiwa.
Rendahnya tingkat penyerapan tenagakerja ini juga tercermin dari menurunnya
perubahan indikator Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) dari 91,9 persen pada
tahun 2001 menjadi 88,76 persen pada tahun 2005.
2.4. Kerangka Pemikiran
Pembangunan ekonomi di Provinsi Kalimantan Timur memiliki peran
yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. Hal ini bisa dilihat dari
posisi Kalimantan Timur pada tahun 2010 dimana Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) Provinsi Kalimantan Timur memberikan kontribusi terhadap
pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional sebesar 6,11 persen.
Sedangkan, besarnya PDRB Kalimantan Timur secara nasional menduduki
peringkat keenam setelah Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa
Sumatera, PDRB Kalimantan Timur menduduki peringkat pertama. Begitu juga,
jika secara regional dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Kalimantan, maka
Provinsi Kalimantan Timur tetap mempunyai tingkat PDRB tertinggi.
Studi ini dilakukan untuk menganalisa bagaimana pergeseran struktur
ketenagakerjaan di Kalimantan Timur dengan metode analisis deskriptif. Selain
itu, ingin diteliti juga mengenai hubungan antara kesempatan kerja dan
pertumbuhan ekonomi dengan metode analisis elastisitas kesempatan kerja.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Implikasi Kebijakan Proses Pembangunan di Kalimantan Timur
PDRB Kalimantan Timur tahun 2010 tinggi
Pergeseran struktur ekonomi
Analisis Deskriptif
Hubungan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja
2.5. Hipotesis
Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini, maka hipotesis yang diajukan
adalah sebagai berikut :
1. Terjadi perubahan penyerapan tenagakerja dari sektor pertanian menuju sektor
industri dan sektor jasa-jasa.
2. Setiap kenaikan satu persen pertumbuhan ekonomi maka akan diikuti pula
3.1. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam studi ini terdiri dari data sekunder. Sumber
data utama yang digunakan adalah data ketenagakerjaan dan pendapatan regional
dalam bentuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Data pendapatan
regional dirinci menurut lapangan usaha utama (sektor) dengan menggunakan
pendekatan Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Atas Dasar Harga Konstan
(ADHK) tahun 2000.
Data sekunder ketenagakerjaan diperoleh dari data Survei Angkatan Kerja
Nasional (Sakernas) tahun 2003 sampai tahun 2010. Data pendapatan regional
diperoleh dari publikasi BPS Provinsi Kalimantan Timur mengenai PDRB
Kalimantan Timur menurut lapangan usaha tahun 2003-2010.
3.2. Metode Analisis 3.2.1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif bersifat eksploratif walaupun data yang diperoleh sama
tetapi cara menginterpretasikan data atau mengambil kesimpulan bisa berbeda.
Analisis deskriptif mudah dipahami semua pihak tanpa membedakan latar
rangkuman statistik, indikator ketenagakerjaan, analisis tabel silang dan analisis
gambar atau grafik.
Bentuk analisis deskriptif yang digunakan adalah analisis diferensiasi yang
merupakan pengamatan terhadap dua nilai atau dua karakteristik yang cenderung
kontras, seperti laki-laki dan perempuan, kota dan desa. Ukuran yang digunakan
adalah angka absolut dan juga persentase dari peubah yang diterangkan.
3.2.2. Elastisitas Kesempatan Kerja
Dalam menganalisis daya serap masing-masing sektor atau lapangan usaha
terhadap pekerja, beberapa ekonom telah mencoba mengkaitkan angka laju
pertumbuhan jumlah pekerja dengan laju pertumbuhan nilai tambah Produk
Domestik Bruto (masing-masing menurut lapangan usaha).
Alat analisis yang digunakan untuk menghubungkan antara kesempatan
kerja dan pertumbuhan ekonomi adalah angka elastisitas kesempatan kerja. Angka
ini menunjukkan berapa persen kesempatan kerja akan bertambah untuk setiap
satu persen kenaikan pertumbuhan ekonomi.
Asumsi yang dipakai dalam penghitungan angka elastisitas ini adalah
pertumbuhan pekerja di suatu sektor adalah akibat dari pertumbuhan nilai
produksi nyata di sektor tersebut.
Ananta dan Tjiptoherijanto (1985) mengemukakan bahwa dalam angka
elastisitas (koefisien) jumlah pekerja terhadap nilai tambah PDRB sebenarnya
tersirat suatu asumsi bahwa pertumbuhan jumlah pekerja di suatu sektor adalah
pemikiran seandainya yang terjadi adalah bahwa pertumbuhan jumlah pekerja di
satu sektor menyebabkan adanya pertumbuhan nilai produksi nyata di sektor
tersebut. Dalam versi dari produksi ke pekerja, koefisien sebesar 0,5 berarti bahwa
pertumbuhan nilai produk nyata sebesar satu persen menyebabkan pertumbuhan
pekerja sebesar setengah persen. Dalam pemikiran seperti ini, akan dapat ditarik
kesimpulan bahwa berapa banyak pekerja yang akan dapat diserap oleh lapangan
pekerjaan yang ada akibat adanya pertumbuhan ekonomi sebesar satu persen.
Dimana :
= Elastisitas kesempatan kerja
L = Kesempatan kerja
= Persentase perubahan kesempatan kerja
Q = Output
= Persentase perubahan output
3.3. Konsep dan Definisi
Dalam memanfaatkan data dari berbagai sumber dan untuk memahami
informasi yang disajikan dalam analisis, maka diperlukan adanya satu macam
konsep dan definisi. Konsep dan definisi yang merupakan batasan istilah yang
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah sejumlah nilai tambah (value added) yang timbul dari semua unit produksi di dalam suatu
wilayah dalam jangka waktu tertentu. Hal tersebut ditinjau dari segi
pendapatan yang ditimbulkan oleh faktor-faktor produksi.
2. Nilai Tambah Bruto (NTB) diperoleh dari nilai produksi (output) dikurangi biaya antara.
Output merupakan nilai dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu kegiatan produksi dalam satu periode tertentu.
Biaya Antara adalah nilai barang dan jasa yang digunakan dalam proses kegiatan produksi yang sedang berjalan dimana barang-barang tersebut
merupakan barang tidak tahan lama yang biasanya habis dalam sekali
pakai atau mempunyai umur penggunaan kurang dari satu tahun.
3. Penghitungan atas dasar harga konstan maksudnya adalah suatu perhitungan nilai produksi maupun biaya-biaya setiap tahun dinilai atas
dasar harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar. Penghitungan atas
dasar harga konstan ini penting terutama untuk mengetahui laju
pertumbuhan ekonomi yang sebenarnya, dimana faktor inflasi sudah
diperhitungkan.
4. Penduduk usia kerja adalah penduduk yang berumur 15 tahun ke atas.
5. Penduduk yang termasuk angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara
6. Penduduk yang termasuk bukan angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang masih sekolah, mengurus rumahtangga
atau melaksanakan kegiatan lainnya selain kegiatan pribadi.
7. Bekerja didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh
pendapatan atau keuntungan baik berupa uang atau barang lainnya dan
lamanya bekerja paling sedikit satu jam secara terus menerus dalam
seminggu yang lalu.
Termasuk dalam kategori bekerja adalah mereka yang bekerja sebagai
pekerja tak dibayar yang membantu dalam suatu usaha atau kegiatan
ekonomi.
8. Penganggur terbuka, terdiridari :
a. Mereka yang tak punya pekerjaan dan mencari pekerjaan.
b. Mereka yang tak punya pekerjaan dan mempersiapkan usaha.
c. Mereka yang tak punya pekerjaan dan tidak mencari pekerjaan, karena
merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.
d. Mereka yang sudah punya pekerjaan, tetapi belum mulai bekerja.
Mencari pekerjaan adalah kegiatan seseorang yang pada saat survei orang tersebut sedang mencari pekerjaan, seperti mereka :
a. Yang belum pernah bekerja dan sedang berusaha mendapatkan
b. Yang sudah pernah bekerja, karena sesuatu hal berhenti atau
diberhentikan dan sedang berusaha untuk mendapatkan
pekerjaan.
c. Yang bekerja atau mempunyai pekerjaan, tetapi karena sesuatu
hal masih berusaha untuk mendapatkan pekerjaan lain.
Usaha mencari pekerjaan ini tidak terbatas pada seminggu sebelum
pencacahan, jadi mereka yang sedang berusaha mendapatkan
pekerjaan dan yang permohonannya telah dikirim lebih dari satu
minggu yang lalu tetap dianggap sebagai mencari pekerjaan
asalkan seminggu yang lalu masih mengharapkan pekerjaan yang
dicari. Mereka yang sedang bekerja dan berusaha untuk
mendapatkan pekerjaan yang lain tidak dapat disebut sebagai
penganggur terbuka.
Mempersiapkan suatu usaha adalah suatu kegiatan yang
dilakukan seseorang dalam rangka mempersiapkan suatu
usaha/pekerjaan yang “baru”, yang bertujuan untuk memperoleh
penghasilan/keuntungan atas resiko sendiri, baik dengan atau tanpa
mempekerjakan buruh/pekerja dibayar maupun tidak dibayar.
Mempersiapkan usaha yang dimaksud adalah apabila “tindakannya
nyata”, seperti : mengumpulkan modal atau perlengkapan/alat,
mencari lokasi/tempat, mengurus surat ijin usaha dan sebagainya,
Mempersiapkan usaha tidak termasuk yang baru merencanakan,
berniat, dan baru mengikuti kursus/pelatihan dalam rangka
membuka usaha.
Mempersiapkan suatu usaha yang nantinya cenderung pada
pekerjaan sebagai berusaha sendiri (own account worker) atau
sebagai berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tak dibayar atau
sebagai berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar.
9. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja.
10.Sekolah adalah kegiatan seseorang untuk bersekolah di sekolah formal, mulai dari pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi selama
seminggu yang lalu sebelum pencacahan. Tidak termasuk yang sedang
libur sekolah.
11.Mengurus rumahtangga adalah kegiatan seseorang yang mengurus rumahtangga tanpa mendapatkan upah, misalnya : ibu-ibu rumahtangga
dan anaknya yang membantu mengurus rumahtangga. Sebaliknya
pembantu rumahtangga yang mendapatkan upah walaupun pekerjaannya
mengurus rumahtangga dianggap bekerja.
12.Kegiatan lainnya adalah kegiatan seseorang selain disebut di atas, yakni mereka yang sudah pensiun, orang-orang yang cacat jasmani (buta, bisu dan
sebagainya) yang tidak melakukan sesuatu pekerjaan seminggu yang lalu.
suatu tingkatan sekolah sampai akhir dengan mendapatkan tanda tamat
berupa ijasah (baik sekolah negeri maupun swasta).
14.Jumlah jam kerja seluruh pekerjaan adalah lamanya waktu dalam jam yang digunakan untuk bekerja dari seluruh pekerjaan, tidak termasuk jam
kerja istirahat resmi dan jam kerja yang digunakan untuk hal-hal di luar
pekerjaan selama seminggu yang lalu.
Bagi pedagang keliling, jumlah jam kerja dihitung mulai berangkat dari
rumah sampai tiba kembali di rumah dikurangi waktu yang tidak
merupakan jam kerja, seperti mampir ke rumah famili/kawan dan
sebagainya.
15.Lapangan usaha adalah bidang kegiatan dari pekerjaan atau tempat bekerja atau perusahaan atau kantor dimana seseorang bekerja.
Lapangan usaha ini dibedakan menjadi sembilan sektor ekonomi yang
telah mengacu pada klasifikasi International Standard Industrial
Classification of All Economic Activities (ISIC) sebagaimana yang
direkomendasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Lapangan usaha di Indonesia dibagi menjadi sembilan sektor :
1. Pertanian, Kehutanan, Perburuan, dan Perikanan.
2. Pertambangan dan Penggalian.
3. Industri Pengolahan.
4. Listrik, Air dan Gas.
5. Bangunan.
7. Angkutan, Pergudangan dan Komunikasi.
8. Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, dan Jasa
Perusahaan.
9. Jasa Kemasyarakatan, Sosial, Perorangan.
Dari sektor-sektor di atas kemudian dapat dikelompokkan dalam tiga
sektor besar, yaitu sektor pertanian (Agriculture) meliputi lapangan usaha
pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan; sektor industri manufaktur
(Manufacture) meliputi sektor-sektor pertambangan dan penggalian;
industri pengolahan; listrik, air dan gas, serta sektor bangunan, dan sektor
pelayanan dan jasa (Service) yang mencakup sektor perdagangan besar dan
eceran serta rumah makan dan hotel; angkutan, pergudangan dan
komunikasi; keuangan, asuransi, dan sebagainya; serta sektor jasa-jasa dan
sektor lainnya.
16.Upah atau gaji bersih adalah imbalan yang diterima selama sebulan oleh buruh/karyawan baik berupa uang atau barang yang dibayarkan
perusahaan/kantor/majikan. Imbalan dalam bentuk barang dinilai dengan
harga setempat. Upah/gaji bersih yang dimaksud tersebut adalah setelah
dikurangi dengan potongan-potongan iuran wajib, pajak penghasilan dan
sebagainya.
17.Status pekerjaan utama adalah kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan di suatu unit usaha/kegiatan, meliputi pekerjaan yang berusaha
sendiri (tanpa bantuan orang lain); berusaha dengan bantuan orang
buruh tetap (dibayar); sebagai karyawan/buruh; dan sebagai pekerja tidak
dibayar atau pekerja keluarga.
Mulai tahun 2001 status pekerjaan dibedakan menjadi 7 kategori yaitu :
a. Berusaha sendiri, adalah bekerja atau berusaha dengan menanggung
risiko secara ekonomis, yaitu dengan tidak kembalinya ongkos produksi
yang telah dikeluarkan dalam rangka usahanya tersebut, serta tidak
menggunakan pekerja dibayar maupun pekerja tak dibayar, termasuk
yang sifat pekerjaannya memerlukan teknologi atau keahlian khusus.
Contoh :
Tukang becak yang membawa becaknya atas resiko sendiri
Sopir taksi yang membawa mobil atas resiko sendiri.
Kuli di pasar, stasiun atau tempat lainnya yang tidak mempunyai
majikan tertentu.
b. Berusaha dengan dibantu anggota rumahtangga atau buruh tidak tetap,
adalah mereka yang dalam mengusahakan usahanya dibantu oleh
anggota rumahtangga atau buruh tidak tetap.
Contoh :
Pengusaha warung yang dibantu oleh anggota rumahtangganya
atau orang lain yang diberi upah tidak tetap.
Penjaja keliling yang dibantu anggota rumahtangganya atau
seseorang yang diberi upah hanya pada saat dia membantu saja.
Petani yang mengusahakan tanah pertaniannya dengan dibantu
petani memberi sebagian panennya (paro, bawon, dan sebagainya).
Membantu panenan tidak dianggap sebagai buruh tetap sehingga
petani digolongkan sebagai berusaha dengan bantuan anggota
rumahtangga atau buruh tidak tetap.
c. Berusaha dengan buruh tetap, adalah mereka yang melakukan usahanya
dengan mempekerjakan buruh tetap yang dibayar.
Contoh :
Pemilik toko mempekerjakan satu atau lebih buruh tetap.
Pengusaha sepatu yang memakai buruh tetap.
d. Buruh/Karyawan/Pegawai negeri, adalah seseorang yang bekerja pada
orang lain atau instansi/kantor/perusahaan secara tetap dengan
menerima upah/gaji baik berupa uang maupun barang. Buruh yang tidak
mempunyai majikan tetap, tidak digolongkan sebagai buruh/karyawan,
tetapi sebagai pekerja bebas. Seseorang dianggap memiliki majikan tetap
jika memiliki satu majikan (orang/rumahtangga) yang sama dalam
sebulan terakhir, khusus pada sektor bangunan batasannya tiga bulan.
Apabila majikannya instansi/lembaga, boleh lebih dari satu.
e. Pekerja bebas di pertanian, adalah seseorang yang bekerja pada orang
lain/majikan/institusi yang tidak tetap (lebih dari satu majikan dalam
sebulan terakhir) di usaha pertanian baik berupa usaha rumahtangga
maupun bukan usaha rumahtangga atas dasar balas jasa dengan
menerima upah atau imbalan baik berupa uang maupun barang, dan baik
meliputi : pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan,
peternakan, perikanan dan perburuan, termasuk juga jasa pertanian.
Majikan adalah orang atau pihak yang memberikan pekerjaan dengan pembayaran yang disepakati.
f. Pekerja bebas di nonpertanian adalah seseorang yang bekerja pada
orang lain/majikan/institusi yang tidak tetap (lebih dari satu majikan
dalam sebulan terakhir), di usaha nonpertanian dengan menerima upah
atau imbalan baik berupa uang maupun barang dan baik dengan sistem
pembayaran harian maupun borongan.
Usaha nonpertanian meliputi : usaha di sektor pertambangan, industri,
listrik, gas dan air, sektor konstruksi/bangunan, sektor perdagangan,
sektor angkutan, pergudangan dan komunikasi, sektor keuangan, asuransi,
usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan, sektor jasa
kemasyarakatan, sosial dan perorangan.
Huruf e dan f yang dikembangkan mulai pada publikasi 2001, pada
tahun 2000 dan sebelumnya dikategorikan pada huruf d dan a (huruf e
termasuk dalam d dan huruf f termasuk dalam a).
g. Pekerja keluarga/tak dibayar adalah seseorang yang bekerja membantu
orang lain yang berusaha dengan tidak mendapat upah/gaji, baik berupa
Pekerja tak dibayar tersebut dapat terdiri dari :
1. Anggota rumahtangga dari orang yang dibantunya, seperti
istri/anak yang membantu suaminya/ayahnya bekerja di sawah dan
tidak dibayar.
2. Bukan anggota rumahtangga tetapi keluarga dari orang yang
dibantunya, seperti famili yang membantu melayani penjualan di
warung dan tidak dibayar.
3. Bukan anggota rumahtangga dan bukan keluarga dari orang yang
dibantunya, seperti orang yang membantu menganyam topi pada
industri rumahtangga tetangganya dan tidak dibayar.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur
Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113044’-119000’ BT dan 4024’ LU-2025’ LS. Kalimantan Timur merupakan provinsi terluas kedua di Indonesia setelah Papua, dengan luas wilayah daratan kurang lebih 198, 441 ribu km2 dan
luas pengelolaan laut 10,216 ribu km2 atau sekitar satu setengah kali Pulau Jawa
dan Madura. Batas wilayah Provinsi Kalimantan Timur adalah sebelah utara
berbatasan dengan Negara Bagian Sabah dan Serawak (Malaysia Timur), sebelah
timur dengan Laut Sulawesi dan Selat Makasar, sebelah selatan dengan
Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat, dan sebelah barat berbatasan dengan
Kalimantan Tengah dan Malaysia.
Kalimantan Timur memiliki sumberdaya alam yang melimpah seperti
batubara, minyak dan gas bumi maupun hasil-hasil hutan dan perikanan. Selain
itu, daerah Kalimantan Timur memiliki lahan kering yang tingkat kesuburannya
sangat baik untuk pengembangan usaha perkebunan, seperti perkebunan kelapa,
coklat, karet, kelapa sawit, dan lada. Perkembangan sektor kelautan dan perikanan
menjadi sektor unggulan bagi pertumbuhan ekonomi dengan potensi sumberdaya
ikan yang cukup besar.
Secara administratif, Provinsi Kalimantan Timur terbagi menjadi 10
Kalimantan Timur berjumlah 3,553 juta jiwa pada tahun 2010. Perkembangan
jumlah penduduk Kalimantan Timur hingga tahun 2010 menunjukkan
pertumbuhan yang dikategorikan tinggi yaitu 3,82 persen dibandingkan tahun
2000. Kondisi ini tidak terlepas adanya penduduk migran yang masuk ke daerah
ini sebagai konsekuensi dari era otonomi, dimana daerah yang menjanjikan
peluang kerja dan pendapatan akan menjadi tujuan migran.
4.2. Keadaan Perekonomian Kalimantan Timur Tahun 2003-2010
4.2.1. Peranan Masing-masing Sektor dalam Pembentukan PDRB ADHB
Sejalan dengan berlanjutnya pemulihan ekonomi global, berbagai
indikator ekonomi dunia menunjukkan pergerakan positif. Situasi ini secara
langsung memengaruhi pergerakan ekonomi nasional dan domestik. Provinsi
Kalimantan Timur sebagai salah satu daerah yang mengandalkan kinerja
komoditas ekspor primer khususnya ekspor batubara dan migas, ikut terkena
dampak dari situasi eksternal tersebut. Hal ini dapat dilihat dari penciptaan nilai
PDRB Kalimantan Timur yang terus meningkat. Pada periode tahun 2010,
besaran PDRB Kalimantan Timur berada pada level 320,9 triliun rupiah, lebih
tinggi dari capaian tahun-tahun sebelumnya.
Pembangunan sektor pertanian melalui berbagai usaha intensifikasi dan
usaha lain seperti ekstensifikasi, diversifikasi, rehabilitasi pembangunan pengairan
serta perbaikan prasarana fisik telah memberikan hasil yang memuaskan. Nilai
Sektor Pertanian cenderung berfluktuatif dalam pembentukan PDRB dari tahun ke
tahun selama periode 2003-2010 (Lihat Tabel 1).
Tabel 1. Persentase PDRB Kalimantan Timur ADHB menurut Lapangan Usaha di Kalimantan Timur Tahun 2003-2010
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur, 2011.
Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa kontribusi Sektor Agriculture sebesar
6,99 persen dengan nilai nominal sebesar 7,44 triliun rupiah pada tahun 2003,
sedangkan tahun 2010 peranan Sektor Agriculture mengalami penurunan menjadi
sebesar 5,86 persen dengan nilai nominal sebesar 18,81 triliun rupiah. Sektor yang
memegang peranan yang paling dominan adalah Sektor Manufacture, yaitu
sebesar 77,76 persen pada tahun 2003 dan pada tahun 2010 sebesar 75,68 persen.
Pada peringkat kedua adalah Sektor Services yaitu sebesar 15,25 persen pada
tahun 2003 dan peranannya naik menjadi 18,46 persen pada tahun 2010. Pada
Sektor Manufacture subsektor yang paling dominan peranannya adalah Subsektor
Berdasarkan data PDRB menurut lapangan usaha utama, perekonomian
Kalimantan Timur telah mengalami perubahan struktural yang sangat berarti.
Pada awal tahun 2003, Sektor Pertanian mempunyai peranan yang sangat besar
dalam pembentukan PDRB. Namun pada tahun 2010 peranan Sektor Pertanian
mulai bergeser pada Sektor Industri dan Sektor Jasa-jasa. Selama periode tahun
2003-2010, penurunan peranan Sektor Pertanian disertai peningkatan Sektor
Nonpertanian dalam pembentukan PDRB. Penurunan peranan Sektor Pertanian
bukan berarti bahwa Sektor Pertanian tidak mengalami pertumbuhan, tetapi lebih
disebabkan karena adanya pertumbuhan yang tinggi dari Sektor Nonpertanian.
Hal ini, menunjukkan bahwa pembangunan yang telah dilaksanakan selama ini
oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah menunjukkan kearah
industrialisasi yang cukup nyata.
4.2.2. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto
Laju pertumbuhan PDRB Kalimantan Timur selama periode tahun
2003-2010 mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu sebesar 7,44 persen
pada tahun 2003 dan meningkat menjadi sebesar 10,79 persen pada tahun 2010.
Rata-rata pertumbuhan PDRB tanpa migas atas dasar harga konstan tahun 2000
pada tahun 2003-2010 mencapai sebesar 8,87 persen per tahun dan pertumbuhan
Tabel 2. Laju Pertumbuhan PDRB Kalimantan Timur ADHK 2000 menurut Lapangan Usaha di
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur, 2011.
Pada periode ini pertumbuhan Sektor Pertanian mengalami fluktuasi
kenaikan yang tidak begitu besar, yaitu mempunyai rata-rata pertumbuhan sebesar
2,58 persen per tahun. Sedangkan, pertumbuhan yang cukup baik diberikan oleh
Sektor Jasa yaitu sebesar 8,52 persen per tahun. Pertumbuhan terbesar terjadi pada
tahun 2005-2006 yaitu sebesar 12,62 persen dan pertumbuhan terkecil terjadi pada
tahun 2007-2008. Pertumbuhan dan peranan Sektor Jasa dalam perekonomian
daerah yang tinggi diharapkan dapat meningkatkan tingkat pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat serta dapat membuka lapangan pekerjaan baru.
Laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi selama periode 2003-2010 sangat
dipengaruhi oleh pertumbuhan di Sektor Jasa. Sedangkan, Sektor Jasa itu sendiri
sangat dipengaruhi oleh Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dengan
rata-rata pertumbuhannya sebesar 10,20 persen per tahun dan pertumbuhan
tertinggi pada tahun 2006-2007 sebesar 15,72 persen dan laju pertumbuhan
Banyak kalangan menilai, penurunan NTB Sektor Pertanian sebagai bukti
gagalnya pembangunan Sektor A. Namun sebenarnya itu bukan merupakan
masalah yang serius, karena dibalik pangsa NTB Sektor Pertanian yang semakin
menurun itu, ternyata secara signifikan telah berhasil diimbangi oleh
meningkatnya pangsa NTB pada sektor lain. Ternyata peranan Sektor Pertanian
sangat nyata mendukung pertumbuhan Sektor Nonpertanian seperti Subsektor
Industri Pengolahan yang memanfaatkan dan mengolah hasil pertanian dan juga
Subsektor Perdagangan untuk komoditi hasil pertanian.
Secara absolut maupun relatif, peningkatan laju Sektor Nonpertanian yaitu
Sektor Jasa-jasa yang disertai penurunan pada Sektor Pertanian merupakan suatu
bukti bahwa telah terjadi proses transformasi (pergeseran) secara struktural dalam
perekonomian. Dalam hal ini Sektor Pertanian yang pada awalnya berperan
sebagai sektor sentral dalam ekonomi secara bertahap kedudukannya mulai
bergeser menjadi penopang pertumbuhan sektor lainnya dalam proses
pertumbuhan ekonomi.
4.3. Keadaan dan Pertumbuhan Angkatan Kerja di Kalimantan Timur 4.3.1. Keadaan Angkatan Kerja menurut Jenis Kelamin dan Tempat Tinggal
Tabel 3 memberikan gambaran umum keadaan angkatan kerja di daerah
perdesaan dan perkotaan di Kalimantan Timur selama periode tahun 2003-2010.
Dari Tabel 3 tersebut menunjukkan bahwa distribusi relatif angkatan kerja di
perdesaan dan perkotaan mencerminkan distribusi penduduk usia kerja di
angkatan kerja terkonsentrasi di daerah perdesaan yaitu sebesar 618,99 ribu orang
(50,63 persen), sedangkan pada tahun 2010 proporsi angkatan kerja yang berada
di daerah perdesaan menurun menjadi sebesar 46,79 persen, dan secara absolut
jumlah angkatan kerja di desa mengalami penurunan menjadi 771,31 ribu orang.
Tabel 3. Persentase Angkatan Kerja menurut Jenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal di Kalimantan Timur Tahun 2003-2010
Tahun
Jenis Kelamin Daerah Tempat Tinggal Jumlah
Angkatan
Sumber : BPS Kalimantan Timur, 2011.
Angkatan kerja di daerah perkotaan cenderung mengalami kenaikan secara
proporsional selama periode 2003-2010. Kenaikan ini mungkin disebabkan karena
sebagian dari program pemerintah memberikan kesempatan kerja di Sektor
Nonpertanian yang menjadi penekanan dalam proses pembangunan.
Bersamaan dengan proses pembangunan akan terjadi pemindahan
tenagakerja dari Sektor Pertanian menuju Sektor Nonpertanian. Dengan
pembangunan lebih lanjut di Sektor Jasa-jasa akan mengakibatkan terjadinya
perpindahan penduduk yang terus menerus dari perdesaan ke perkotaan untuk
mencari pekerjaan di Sektor Nonpertanian yang dianggap lebih menberikan
Dari pola perubahan yang terjadi selama ini pada masa-masa selanjutnya
diperkirakan akan terjadi penambahan angkatan kerja yang cukup besar di daerah
perkotaan. Hal ini merupakan masalah yang cukup serius dipandang dari sudut
perencanaan pembangunan di masa mendatang.
Menurut jenis kelamin, pada tahun 2003 sebanyak 1,2 juta orang dari
penduduk usia kerja laki-laki sebanyak 849,97 ribu orang (69,50 persen)
tergolong angkatan kerja. Sedangkan, pada tahun 2010 jumlah penduduk laki-laki
yang tergolong angkatan kerja sebanyak 1,13 juta (68,43 persen) orang dari 1,65
juta penduduk usia kerja. Dengan demikian jumlah dari angkatan kerja laki-laki
mengalami kenaikan selama periode tahun 2003-2010 walaupun secara proporsi
mengalami penuruan. Sedangkan, untuk penduduk usia kerja perempuan pada
tahun 2003 sebesar 372,89 ribu orang (30,50 persen) tergolong angkatan kerja dari
1,22 juta penduduk usia kerja dan meningkat menjadi 520,42 ribu orang (31,57
persen) dari 1,65 juta orang pada tahun 2010.
Rasio jenis kelamin penduduk usia 15 tahun ke atas yang termasuk
angkatan kerja berada pada interval 200-275 yang berarti bahwa ada sekitar 200
sampai 275 laki-laki pada setiap 100 perempuan dalam angkatan kerja. Hal ini
menunjukkan dominasi laki-laki dalam angkatan kerja. Terutama terjadi pada
tahun 2004 dimana rasio jenis kelaminnya sebesar 271 sehingga setiap 100 wanita
yang ada dalam angkatan kerja akan terdapat sebanyak 271 orang laki-laki dalam
angkatan kerja. Rendahnya tingkat partisipasi wanita dalam angkatan kerja pada
batas tertentu mungkin disebabkan oleh bias dari definisi wanita bekerja. Definisi
dibayar, pada sektor tradisional lebih cenderung diklasifikasina sebagai pengurus
rumahtangga bukan masuk dalam angkatan kerja. Pengklasifikasian ini terjadi
terutama di daerah perdesaan.
4.3.2. Keadaan Angkatan Kerja yang Bekerja menurut Status Pekerjaan
Seperti halnya klasifikasi lapangan pekerjaan, maka klasifikasi status
pekerjaan utama mempunyai hubungan dekat dengan pembangunan suatu daerah.
Tabel 4 menunjukkan distribusi angkatan kerja yang bekerja menurut status
pekerjaan utama di Kalimantan Timur pada tahun 2003 dan 2010. Dalam Tabel 4
menunjukkan bahwa jumlah laki-laki yang berstatus sebagai
buruh/karyawan/pegawai negeri sipil lebih besar daripada jumlah perempuan pada
status yang sama. Sedangkan, bila dilihat dari daerah tempat tinggal, maka
proporsi yang berstatus buruh di perkotaan lebih besar daripada di perdesaan. Hal
ini, karena daerah perkotaan menjadi pusat pabrik dan industri sehingga banyak
memerlukan tambahan tenagakerja. Akibatnya banyak angkatan kerja yang pindah
dari perdesaan untuk bekerja di perkotaan.
Oberai (1978), mengamati bahwa proporsi buruh yang dianggap mewakili
angkatan kerja dalam kegiatan modern akan meningkat sejalan peningkatan proses
pembangunan dan industrialisasi di wilayah tersebut. Dengan perkataan lain
bahwa wilayah yang proporsi buruhnya relatif tinggi, maka di wilayah itu telah
terjadi suatu proses industrialisasi. Sebaliknya, rendahnya proporsi buruh di suatu
wilayah akan dapat menunjukkan ketertinggalan dalam pembangunan ekonomi.
39,86 persen untuk laki-laki dan 26,52 persen untuk perempuan. Pada tahun 2010
proporsi buruh mengalami kenaikan, untuk laki-laki menjadi 49,79 persen
sedangkan untuk perempuan menjadi 40,87 persen.
Tabel 4. Persentase Penduduk yang bekerja menurut status pekerjaan utama, jenis kelamin dan daerah tempat tinggal di Kalimantan Timur tahun 2003-2010
Status pekerjaan utama
Daerah Tempat Tinggal Jenis Kelamin
Kota Desa Laki-laki Perempuan
2003 2010 2003 2010 2003 2010 2003 2010
Sumber : BPS Kalimantan Timur, 2011.
Tingginya proporsi status buruh di suatu wilayah juga berkaitan erat
dengan Sektor Industri. Sektor Industri dianggap sebagai sektor modern yang
memiliki produktivitas yang tinggi, sehingga penghasilan yang diterima juga lebih
tinggi daripada Sektor Pertanian. Karena kegiatan Sektor Industri terpusat di
daerah perkotaan, maka proporsi buruh laki-laki atau perempuan di perkotaan
akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang berada di daerah perdesaan.
Proporsi angkatan kerja yang bekerja sendiri di Kalimantan Timur cukup
besar dan selama periode 2003-2010 mengalami kenaikan. Proporsi laki-laki lebih
besar daripada perempuan. Hal ini berkaitan dengan angkatan kerja yang
tergolong sebagai pekerja keluarga yang tak dibayar. Proporsi pekerja keluarga
keluarga perempuan sangat dipengaruhi kegiatan ibu rumahtangga dan anaknya
dalam membantu pekerjaan ayahnya menggarap lahan di persawahan. Selain itu,
juga disumbang oleh subsektor perdagangan.
Pembangunan yang dilaksanakan selama ini dan masa yang akan datang
diharapkan dapat meningkatkan proporsi angkatan kerja yang berstatus buruh,
sedangkan proporsi angkatan kerja yang bekerja sendiri tanpa bantuan orang lain
dan proporsi pekerja keluarga akan semakin berkurang. Dengan demikian,
diharapkan akan terjadi perubahan-perubahan pada pola tradisional yang ada di
daerah perkotaan maupun di perdesaan, terutama perempuan pada status yang
sama di daerah perdesaan.
4.3.3. Tingkat Pendidikan Angkatan Kerja
Tabel 5a dan 5b memberikan keterangan tentang pendidikan tertinggi yang
ditamatkan oleh angkatan kerja dan berdasarkan jenis kelamin selama periode
tahun 2003-2010. Tabel tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar angkatan
kerja berada pada pendidikan menengah yaitu Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
(SLTA), baik laki-laki maupun perempuan. Untuk laki-laki pada tahun 2003
proporsi yang bekerja dengan kelulusan SLTA sebesar 28,68 persen dan pada
tahun 2010 naik menjadi 37,01 persen. Sedangkan, untuk angkatan kerja
perempuan yang lulus SLTA pada tahun 2003 sebesar 15,87 persen dan pada
Tabel 5a. Persentase Penduduk Usia Kerja menurut Jenis Kelamin dan Jenis Kegiatan Seminggu yang lalu di Kalimantan Timur Tahun 2003-2010
Laki-laki
Sumber : BPS Kalimantan Timur, 2011.
Perkembangan pendidikan ini menunjukkan bahwa telah terjadi
keberhasilan dari Dinas Pendidikan Kalimantan Timur dengan program
pendidikan dasar sembilan, yaitu wajib mempunyai pendidikan minimal tamat
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Sebelumnya Dinas Pendidikan
menerapkan program pendidikan dasar enam tahun, dimana penduduk wajib
berpendidikan minimal sampai Sekolah Dasar (SD).
Tabel 5b. Persentase Penduduk Usia Kerja menurut Jenis Kelamin dan Jenis Kegiatan Seminggu yang lalu di Kalimantan Timur Tahun 2003-2010
Perempuan
Dampak langsung dari rendahnya tingkat pendidikan adalah berhubungan
dengan kualitas dan kecakapan dari angkatan kerja. Namun, tendensi penurunan
secara umum partisipasi angkatan kerja yang tidak berpendidikan, baik laki-laki
maupun perempuan memberikan gambaran yang cukup baik di masa depan.
Banyaknya perempuan yang kurang berpendidikan juga menjadi sebab sulitnya
angkatan kerja perempuan masuk ke dalam sektor modern di perkotaan. Sehingga,
kebanyakan masuk pada sektor tradisional di perdesaan.
4.4. Pergeseran Penyerapan Tenagakerja secara Sektoral
4.4.1. Peranan Sektor Pertanian, Industri, dan Jasa-jasa dalam Penyerapan Tenagakerja
Tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah angkatan kerja yang terserap dalam
lapangan pekerjaan utama mengalami peningkatan selama periode tahun
2003-2010. Pada tahun 2003 jumlah angkatan kerja yang terserap sebesar 1,1 juta orang
dari seluruh angkatan kerja dan meningkat menjadi 1,48 juta orang pada tahun
2010. Lebih sepertiga dari seluruh angkatan kerja yang terserap itu tertampung
pada Sektor Pertanian yaitu sebesar 40,37 persen pada tahun 2003 dan menurun
menjadi 30,80 persen pada tahun 2010.
Hal ini, menunjukkan bahwa Kalimantan Timur masih termasuk daerah
agraris, yaitu nampak dari besarnya penduduk yang bekerja di Sektor Pertanian.
Sebenarnya Sektor Jasa-jasa yang paling banyak menyerap tenagakerja yaitu
42,51 persen pada tahun 2003 dan meningkat menjadi 49,38 persen pada tahun
banyak menyerap tenagakerja adalah Subsektor Perdagangan, Hotel dan
Restauran yaitu sebesar 18,20 persen pada tahun 2003 dan meningkat menjadi
22,09 persen pada tahun 2010.
Tabel 6. Persentase penyerapan tenagakerja menurut lapangan pekerjaan utama di Kalimantan Timur tahun 2003-2010
Kesempatan Kerja (Ribuan) 1104,16 1041,49 1078,09 1146,88 1091,63 1259,59 1302,77 1481,90
Sumber : BPS Kalimantan Timur, 2011.
Sektor Industri yang paling dominan dalam pembentukan PDRB (Lihat
Tabel 1), hanya mampu menyerap tenagakerja yang lebih kecil dari Sektor
Pertanian maupun Sektor Jasa-jasa yaitu sebesar 17,12 persen pada tahun 2003
dan meningkat menjadi 19,82 persen pada tahun 2010 dari seluruh angkatan kerja.
Sedangkan Subsektor Pertambangan dan Penggalian yang menjadi andalan dalam
membentuk Sektor Industri hanya mampu menyerap tenagakerja 4,29 persen pada
tahun 2003 dan meningkat menjadi 7,82 persen pada tahun 2010. Hal ini terjadi
karena biasanya Subsektor Pertambangan dan Penggalian membutuhkan
Pembangunan yang terus berlangsung diharapkan akan membuat
penyerapan tenagakerja di Sektor Pertanian mengalami penurunan. Sedangkan,
penyerapan tenagakerja di Sektor Nonpertanian diharapkan lebih berkembang,
terutama Subsektor Industri Pengolahan dan Subsektor Perdagangan, karena
Sektor Nonpertanian ini lebih berperan dalam pembentukan PDRB. Disamping
itu, penyerapan tenagakerja di Sektor Industri di daerah perkotaan diharapkan
lebih baik perkembangannya daripada di perdesaan. Sedangkan, penyerapan
tenagakerja di Sektor Jasa-jasa akan sedikit berkurang sebagai akibat dari proses
pembangunan yang terus berlangsung.
4.4.2. Laju Pertumbuhan Kesempatan Kerja di Sektor Pertanian, Industri dan Jasa-jasa
Penyerapan tenagakerja yang mengalami pertumbuhan terbesar selama
periode tahun 2003-2010 terjadi pada Subsektor Pertambangan, Penggalian,
Listrik dan Air Bersih yaitu sebesar 126,94 persen. Pertumbuhan terbesar terjadi
pada tahun 2005-2006 sebesar 53,63 persen. Sedangkan, yang mengalami
penurunan terbesar terjadi pada Subsektor Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan yaitu sebesar 12,37 persen selama periode 2003-2010 dengan
penurunan terbesar terjadi pada tahun 2004-2005 yaitu sebesar 57,01 persen.
Sektor Pertanian pertumbuhannya mengalami fluktuasi yang cukup besar
dimana pada tahun 2003-2004, tahun 2006-2007 dan tahun 2008-2009
pertumbuhannya negatif, masing-masing sebesar 27,86 persen, 9,71 persen dan
drastis terjadi pada tahun 2003-2004, hal ini berkaitan mulai diberlakukannya
moratorium pelarangan penebangan kayu oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan
Timur. Sedangkan, Sektor Industri pertumbuhannya menunjukkan keanehan pada
tahun 2004-2005 dan tahun 2006-2007 dimana pada tahun tersebut mengalami
pertumbuhan yang negatif sebesar 5,58 persen dan 5,48 persen, sedangkan pada
tahun lainnya mengalami pertumbuhan yang positif. Sektor Jasa-jasa justru
mempunyai pertumbuhan penyerapan tenagakerja yang lebih baik karena hanya
pada tahun 2006-2007 saja yang mengalami pertumbuhan negatif, selebihnya
pertumbuhannya positif.
Tabel 7. Tingkat pertumbuhan penyerapan tenagakerja menurut lapangan pekerjaan utama di Kalimantan Timur Tahun 2003-2010
Lapangan pekerjaan utama 2003-2004 2004-2005 2005-2006 2006-2007 2007-2008 2008-2009 2009-2010
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan -16,00 -57,01 35,75 -47,69 -7,26 2,95 76,89
Jasa-Jasa -16,18 6,63 -6,31 7,62 14,85 14,46 26,16
Services 2,94 0,37 4,24 -0,55 11,79 7,58 21,02
Total -5,68 3,51 6,38 -4,82 15,39 3,43 13,75
Sumber : BPS Kalimantan Timur Tahun, 2011.
Sektor Pertanian mengalami kenaikan penyerapan tenagakerja sebesar
11,65 persen selama periode 2003-2010, akan tetapi struktur penyerapan
tenagakerjanya turun sebesar 9,56 persen (Tabel 6). Sedangkan, Subsektor
Pertambangan dan Penggalian yang mengalami kenaikan penyerapan tenagakerja
mengalami kenaikan sebesar 3,96 persen. Hal ini terjadi karena biasanya
Subsektor Pertambangan dan Penggalian membutuhkan tenagakerja dengan
tingkat pendidikan dan ketrampilan yang tinggi.
Peningkatan yang terjadi di Kalimantan Timur selama periode tahun
2003-2010 pada Sektor Jasa-jasa lebih tinggi bila dibandingkan peningkatan Sektor
Industri. Oleh Squire (1981) lebih lanjut dikatakan bahwa kecilnya proporsi
angkatan kerja di Sektor Industri seringkali diperkirakan sebagai suatu kegagalan
di dalam proses pembangunan ekonomi. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa
Sektor Pertanian dan Sektor Jasa-jasa pada umumnya mempunyai produktivitas
yang rendah. Dalam keadaan jumlah pengangguran yang meningkat dengan
disertai produktivitas tenagakerja yang rendah (karena keterbatasan pendidikan
dan ketrampilan), maka tenagakerja yang berlebih tidak akan tertampung dalam
sektor modern (Sektor Industri). Sektor informal pada Sektor Jasa-jasa menjadi
pilihan utama dalam penyerapan tenagakerja karena tidak terlalu mementingkan
pendidikan dan ketrampilan selain kemudahannya untuk keluar masuk pada sektor
informal.
4.4.3. Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dan Penciptaan Kesempatan Kerja
Gambaran penyerapan tenagakerja antar sektor yang terjadi selama periode
tahun 2003-2010 akan lebih jelas terlihat menggunakan koefisien kesempatan
rasio antara persentase perubahan kesempatan kerja dengan persentase perubahan
output PDRB.
Koefisien elastisitas penyerapan tenagakerja bisa bernilai positif maupun
negatif. Jika bernilai positif, maka terjadi hubungan yang sebanding yaitu
kenaikan dari pertumbuhan nilai produk nyata akan diikuti oleh kenaikan dalam
penyerapan tenagakerja. Namun, juga bisa terjadi sebaliknya yaitu penurunan nilai
produk nyata yang diikuti oleh penurunan dalam penyerapan tenagakerja.
Sedangkan bila bernilai negatif, maka terjadi hubungan yang terbalik antara
pertumbuhan nilai produk nyata dan pertumbuhan kesempatan kerja. Yaitu,
kenaikan nilai produk nyata justru diikuti oleh penurunan dalam penyerapan
tenagakerja, bisa juga sebaliknya penurunan nilai produk nyata akan diikuti oleh
kenaikan dalam penyerapan tenagakerja.
Tabel 8. Koefisien penyerapan tenagakerja menurut lapangan pekerjaan utama
Lapangan pekerjaan utama 2003-2004 2004-2005 2005-2006 2006-2007 2007-2008 2008-2009 2009-2010
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
Tabel 8 menggambarkan hasil perhitungan elastistitas kesempatan kerja
selama periode tahun 2003-2010. Selama periode ini terlihat bahwa elastisitas
pada tahun 2004 sebesar minus 1,63 dan pada tahun 2010 meningkat menjadi
1,83. Hal ini, menunjukkan bahwa setiap kenaikan nilai tambah yang
digambarkan oleh nilai PDRB sebesar satu persen maka kesempatan kerja akan
berkurang sebesar 1,62 persen pada tahun 2004 dan meningkat sebesar 1,83
persen pada tahun 2010. Bisa dikatakan bahwa pada tahun 2004 dengan kenaikan
nilai tambah sebesar satu persen akan mampu menampung tambahan angkatan
kerja sebesar 3,45 persen.
Koefisien penyerapan tenagakerja secara agregat bernilai positif, yang
berarti penambahan nilai tambah akan diikuti dengan penambahan kesempatan
kerja. Namun, pada tahun 2003-2004 dan tahun 2006-2007 nilai koefisiennya
bertanda negatif sebesar 1,62 persen dan 1,03 persen yang berarti penambahan
nilai tambah satu persen dibarengi dengan pengurangan kesempatan kerja sebesar
1,62 persen dan 1,03 persen. Hal ini, mungkin dikarenakan pada periode tahun
2003-2004 dan tahun 2006-2007 penambahan nilai tambah dikarenakan
penambahan modal berupa investasi atau penerapan teknologi, bukan semata-mata
karena penambahan tenagakerja. Sehingga, dalam pelaksanaannya tidak menyerap
tambahan tenagakerja yang baru masuk pada pasar tenagakerja.
Sektor Industri yang dianggap mewakili sebagai sektor modern pada
periode 2004-2005 dan 2006-2007 menunjukkan bahwa peningkatan nilai tambah
sebesar satu persen akan menurunkan kesempatan kerja sebesar 1,02 persen dan
0,44 persen. Hal ini, dimungkinkan terjadi karena dalam pengembangan Sektor
Sektor yang cukup baik dalam proses penyerapan tenagakerja adalah
Sektor Jasa-jasa, karena koefisien elastistitasnya positif yang menunjukkan bahwa
kenaikan nilai tambah akan diikuti dengan penambahan kesempatan kerja,
walaupun penambahannya tidak terlalu besar. Pada tahun 2004 penambahan nilai
tambah sebesar satu persen diikuti dengan penambahan penyerapan tenagakerja
sebesar 0,26 persen, tapi pada tahun 2010 dengan meningkatkan nilai tambah satu
persen akan dibarengi dengan penambahan penyerapan tenagakerja sebesar 2,29
persen.
Dengan memperhatikan peranan masing-masing sektor utama dalam
pembentukan nilai PDRB (Tabel 1), laju pertumbuhan nilai NTB untuk setiap
sektor (Tabel 2) dan juga peranan masing-masing sektor dalam penyerapan
tenagakerja, maka untuk Kalimantan Timur pada periode 2003-2010 mulai terjadi
pergeseran penyerapan tenagakerja dari Sektor Pertanian menuju Sektor Industri
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan yang diuraikan di atas, dapat ditarik
beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Selama periode tahun 2003-2010 bersamaan dengan menurunnya peranan
Sektor Pertanian, peranan Sektor Nonpertanian dalam pembentukan PDRB
meningkat. Penurunan peranan Sektor Pertanian dalam pembentukan PDRB
juga diikuti dengan penurunan Sektor Pertanian dalam penyerapan
tenagakerja. Hal ini, disebabkan karena adanya pertumbuhan yang meningkat
pada Sektor Nonpertanian. Kenaikan peranan diluar Sektor Pertanian dalam
pembentukan PDRB dan kenaikan sektor diluar Sektor Pertanian dalam
penyerapan tenagakerja semakin menunjukkan bahwa arah proses
pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan selama ini menunjukkan
hasil yang nyata.
2. Angkatan kerja di Kalimantan Timur lebih terkonsentrasi di daerah
perdesaan. Namun, lambat laun seiring dengan pembangunan yang
dilaksanakan persentase angkatan kerja di daerah perdesaan dan perkotaan
menjadi hampir seimbang. Banyaknya angkatan kerja di perdesaan
disebabkan oleh keadaan geografis Kalimantan Timur yang sebagian besar
banyak menyerap tenagakerja di perdesaan. Selain itu, klasifikasi daerah di
Kalimantan Timur untuk klasifikasi desa lebih banyak daripada daerah kota.
3. Pertumbuhan angkatan kerja yang cukup tinggi terutama di daerah perkotaan,
disebabkan oleh faktor-faktor seperti : urbanisasi yang cukup pesat akibat
daya tarik perkembangan kota dan makin sempitnya kesempatan kerja di
Sektor Pertanian. Dengan pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi, maka
permasalahan yang berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang
baru harus segera dicari penyelesaiannya. Sedangkan, untuk daerah perdesaan
mempunyai pertumbuhan yang minus. Hal ini juga berkaitan dengan adanya
pembangunan yang selama ini dilakukan oleh Pemerintah Provinsi
Kalimantan Timur dimana untuk pembangunan lebih banyak dilakukan di
daerah perkotaan sehingga angkatan kerja di perdesaan pindah ke perkotaan.
4. Di Provinsi Kalimantan Timur selama periode tahun 2003-2010 mulai terjadi
pergeseran penyerapan tenagakerja dari Sektor Pertanian menuju Sektor
Industri dan Sektor Jasa-jasa (terutama Sektor Jasa-jasa). Hal ini disebabkan
karena Sektor Pertanian telah mengalami puncaknya dalam penyerapan
tenagakerja. Pembangunan yang telah dilaksanakan selama ini juga telah
mempercepat perubahan Kalimantan Timur sebagai daerah industrialisasi.
5. Dari koefisien penyerapan tenagakerja ternyata untuk Sektor Jasa-jasa lebih
memberikan harapan yang baik, karena dalam nilai koefisien ini terkandung
makna bahwa peningkatan nilai tambah akan meningkatkan penyerapan
memasuki lapangan pekerjaan pada Sektor Jasa-jasa bila pertumbuhannya
bisa dinaikkan lebih tinggi.
5.2. Saran
1. Pergeseran ekonomi dari Sektor Pertanian ke Sektor Nonpertanian yang
terjadi di Kalimantan Timur selama ini akan menyebabkan urbanisasi yang
berlebihan. Supaya hal itu tidak terjadi, maka harus diusahakan relokasi
dalam pengembangan Sektor Nonpertanian sampai ke perdesaan. Sehingga
pembangunan Sektor Nonpertanian tidak menumpuk di daerah perkotaan,
namun juga perlu diupayakan menyebar ke perdesaan.
2. Tingkat pendidikan yang bekerja pada Sektor Pertanian di Kalimantan Timur
masih relatif rendah dan ketrampilan yang dimiliki juga masih ketrampilan
petani tradisional. Maka, usaha Nonpertanian yang diusahakan harus yang
berskala kecil, menggunakan teknologi perdesaan. Dimana dalam jangka
panjang bisa menjadi media latihan ketrampilan untuk usaha yang relatif
maju lagi, misalnya : jasa perbengkelan, jasa perdagangan, usaha
rumahtangga, maupun jasa perseorangan.
3. Ada suatu anggapan bahwa dengan pengembangan kemampuan Sumberdaya
Manusia (SdM), akan terjadi pengembangan atau peningkatan produktivitas
sebagai konsekuensi logisnya. Oleh sebab itu, kebijakan yang diambil dalam
pemecahan masalah ketenagakerjaan harus dilihat hubungan antara Sektor
4. Sektor Industri dan Sektor Jasa-jasa merupakan sektor yang mempunyai
hubungan positif yang besar diantara pertumbuhan nilai tambah dengan
pertumbuhan penyerapan tenagakerja. Dengan demikian perlu diteliti lebih
lanjut subsektor ataupun kegiatan apa yang paling tepat dikembangkan di
daerah Kalimantan Timur. Dengan pemilihan kegiatan yang tepat ini
(PERIODE TAHUN 2003-2010)
OLEH
NOEROEL FITRIANI
H14114014
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Ananta dan Tjiptoherijanto. 1985. Masalah Penyerapan Tenaga Kerja. Sinar Harapan dan FEUI, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2006. Analisis Pengangguran Terdidik. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2004. Keadaan Angkatan Kerja Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2003. BPS Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda.
_________________. 2005. Keadaan Angkatan Kerja Provinsi Kalimantan Timur
Tahun 2004. BPS Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda.
_________________. 2006. Keadaan Angkatan Kerja Provinsi Kalimantan Timur
Tahun 2005. BPS Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda.
_________________. 2007. Keadaan Angkatan Kerja Provinsi Kalimantan Timur
Tahun 2006. BPS Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda.
_________________. 2008. Keadaan Angkatan Kerja Provinsi Kalimantan Timur
Tahun 2007. BPS Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda.
_________________. 2009. Keadaan Angkatan Kerja Provinsi Kalimantan Timur
Tahun 2008. BPS Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda.
_________________. 2010. Keadaan Angkatan Kerja Provinsi Kalimantan Timur
Tahun 2009. BPS Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda.
_________________. 2011. Keadaan Angkatan Kerja Provinsi Kalimantan Timur
Tahun 2010. BPS Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda.
Badan Pusat Statistik. 2011. Provinsi Kalimantan Timur Dalam Angka Tahun 2011. BPS Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda.
Badan Pusat Statistik dan Bappenas. 2001. Laporan Pembangunan Manusia 2001. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Bakir dan Manning. 1984. Partisipasi Angkatan Kerja, Kesempatan Kerja dan Pengangguran di Indonesia 1984. Universitas Gajahmada, Yogyakarta.