ANALISIS FINANSIAL DAN PEMASARAN ROTAN SEEL
(
Daemonorops melanochaetes Bl.
) DI KECAMATAN
SIMANGAMBAT KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA
SKRIPSI
Oleh:
HAFNITA MISRAWATI HARAHAP 091201005/MANAJEMEN HUTAN
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
ABSTRAK
HAFNITA MISRAWATI HARAHAP. Analisis Finansial dan Pemasaran Rotan Seel (Daemonorops melanochaetes Bl.) di Kecamatann Simangmbat Kabupaten
Padang Lawas Utara. Dibawah bimbingan AGUS PURWOKO dan YUNUS
AFIFUDDIN.
Rotan merupakan salah satu tanaman hasil hutan bukan kayu. Hampir semua bagiannya dapat dimanfaatkan, salah satu adalah batang yang diolah menjadi pakkat. Namun, saat ini sangat terbatas informasi mengenai nilai
ekonomi dari pakkat, sehingga masyarakat kurang tertarik untuk
mengusahakannya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan finansial dan alur pemasaran dari pakkat. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Simangambat, Kabupaten Padang Lawas Utara. Responden dari penelitian ini adalah pelaku usaha pakkat dan pelaku usaha penjualan
pakkat.Metode analisis data yang digunakan adalah analisis finansial dan analisis pemasaran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha pakkat ini layak untuk diusahakan karena nilai R/C Ratio lebih dari satu yaitu 2,4 dengan BEP volume produksi sebanyak 490 unit dan BEP harga sebesar Rp. 245,22 serta jangka waktu kembali modal adalah setelah 1,22 kali produksi. saluran pemasaran pakkat
dimulai dari petani, pengumpul, pengecer, dan sampai kepada konsumen.
ii
ABSTRACT
HAFNITA MISRAWATI HARAHAP. Financial Analysis and Marketing Rotan Seel (Daemonorops melanochaetes Bl.) in Kecamatan Simangmbat, Kabupaten North Padang Lawas.Under Academic Supervisionof AGUS PURWOKO and YUNUS AFIFUDDIN.
Rattan is one plant timber forest products. Almost all parts can be used, one of the which is processed into pakka. Today, information of pakkat economic value is limitted, so that people were uninterested in process it. Therefore, this study aimed to analyze the financial feasibility and marketing of pakkat groove. The research was conducted in the Kecamatan Simangambat, Kabupaten Padang LawasUtara. Respondents of this study ispakkat businesses and entrepreneurs pakkat sales. Data analysis methods used are financial analysis and marketing analysis.
The Results showed that the effort is worth it for cultivated pakkat because the value of R / C ratio of more than one volume is 2.4 with BEP production by 490 units and BEP price of Rp. 245.22, and the period after the return of capital is 1.22 times the production. Pakkat marketing groove starts from farmers, collectors, retailers, and through to consumers. There are 2 lines with margin value from broom Rp. 900,00.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Gunungtua, Kecamatan Padang Bolak, Kabupaten
Padang Lawas Utara, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 11April 1991 sebagai
anak pertama dari tiga bersaudara dari ayahanda Raja Sahnan Harahap dan ibu
Masriani Siregar. Pendidikan formal penulis dimulai dari SD Negeri 1 Gunungtua
pada tahun 1997 – 2003, kemudian dilanjutkan di SMP N 3 Padang Bolak pada
tahun 2003 – 2006, lalu dilanjutkan di SMA N 2 Plus Sipirok pada tahun 2006 –
2009. Pada tahun 2009, penulis diterima di program studi Kehutanan, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur PMP.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mengikuti Praktek
Pengenalan dan Pengolahan Ekosistem Hutan pada tahun 2011 di di Taman Hutan
Raya (Tahura). Pada bulan Februari – Maret 2013 penulis melaksanakan Praktik
Kerja Lapang (PKL) di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Perum Perhutani
Banyuwangi Utara.Pada tahun yang sama penulis melaksanakan penelitian
dengan judul : Analisis Finansial dan Pemasaran Rotan Seel (Daemonorops
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan hasil penelitianyang
berjudul “Analisis Finansial dan Pemasaran Rotan Seel (Daemonorops
melanochaetes Bl.) di Kecamatan Simangambat, Kabupaten Padang Lawas
Utara”. Hasil penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk dapat
melaksanakan seminar hasil penelitian di Program Studi Kehutanan, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepadakedua
orang tuapenulis yang telah mendidik penulis selamai ni.Penulis juga
menyampaikan terima kasih kepada Dr. Agus Purwoko, S. Hut., M. Si. dan
Yunus Afifuddin S.Hut., M.Si. selaku ketua dan anggota komisi pembimbing
yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan hasil penelitian ini. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di
Program Studi Kehutanan serta semua rekan mahasiswa yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan hasil penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan hasil penelitian ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
PENDAHULUAN
Metode Pengumpulan Data ... 16
Metode Analisis Data ... 17
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik responden... 24
Deskripsi usaha rotan muda (pakkat) ... 25
Proses produksi rotan muda (pakkat) ... 27
Analisis kelayakan finansial usaha rotan muda atau pakkat ... 29
Biaya produksi dan pendapatan ... 30
Revenue cost ratio (R/C) ... 33
vi
Analisis pemasaran ... 35
Analisis margin pemasaran dan margin keuntungan pakkat ... 37
Efesiensi Pemasaran ... 41
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 43
Saran ... 43
DAFTAR PUSTAKA ... 44
DAFTAR TABEL
No. Halaman.
1.Rekapitulasi karakteristik responden menurut karakteristik umur ... 24
2.Rekapitulasi karakteristik responden menurut tingkat pendidikan ... 25
3.Biaya penyusutan peralatan usaha pakkat dalam sekali produksi ... 30
4.Biaya variabel usaha pakkat dalam sekali produksi ... 31
5.Biaya total usaha pakkat dalam sebulan ... 31
6.Penerimaan total dari usaha pakkat dalam sekali produksi ... 31
7.Keuntungan dari usaha pakkat dalam sekali produksi ... 32
8.Hasil perhitungan R/C Ratio dari usaha pakkat ... 33
9.Nilai BEP unit produksi dan rupiah dari usaha pakkat ... 34
10.Hasil rekapitulasi nilai BEP dari usaha pakkat ... 34
11.Payback period dari usaha pengolahan pakkat ... 35
12.Analisis Margin Keuntungan Distribusi Pakkat (Saluran I)... 39
13.Analisis Margin Pemasaran Distribusi Pakkat (Saluran I) ... 39
14.Analisis Margin Keuntungan Distribusi Pakkat (Saluran II) ... 40
15.Analisis Margin Pemasaran Distribusi Pakkat (Saluran II) ... 40
viii
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman.
1.Area pengambilan rotan muda (pakkat) ... 26
2.Pembersihan lokasi pengambilan... 27
3.Pemilihan batang yang berumur 2-3 tahun... 28
4.Proses pembersihan pelepah berduri ... 28
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman.
1.Kuesioner responden/petani pakkat ... 48
2.Kuesioner responden/penjual pakkat ... 50
3.Analisis biaya produksi pakkat dalam sekali produksi (1 minggu) di Kecamatan
Simangambat Kabupaten Padang Lawas Utara ... 52
4.Perhitungan analisis biaya dan pendapatan, R/C ratio, break event point
(BEP) dan payback period ... 54
5.Rekapitulasi biaya tataniaga pakkat saluran I ... 55
ABSTRAK
HAFNITA MISRAWATI HARAHAP. Analisis Finansial dan Pemasaran Rotan Seel (Daemonorops melanochaetes Bl.) di Kecamatann Simangmbat Kabupaten
Padang Lawas Utara. Dibawah bimbingan AGUS PURWOKO dan YUNUS
AFIFUDDIN.
Rotan merupakan salah satu tanaman hasil hutan bukan kayu. Hampir semua bagiannya dapat dimanfaatkan, salah satu adalah batang yang diolah menjadi pakkat. Namun, saat ini sangat terbatas informasi mengenai nilai
ekonomi dari pakkat, sehingga masyarakat kurang tertarik untuk
mengusahakannya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan finansial dan alur pemasaran dari pakkat. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Simangambat, Kabupaten Padang Lawas Utara. Responden dari penelitian ini adalah pelaku usaha pakkat dan pelaku usaha penjualan
pakkat.Metode analisis data yang digunakan adalah analisis finansial dan analisis pemasaran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha pakkat ini layak untuk diusahakan karena nilai R/C Ratio lebih dari satu yaitu 2,4 dengan BEP volume produksi sebanyak 490 unit dan BEP harga sebesar Rp. 245,22 serta jangka waktu kembali modal adalah setelah 1,22 kali produksi. saluran pemasaran pakkat
dimulai dari petani, pengumpul, pengecer, dan sampai kepada konsumen.
ABSTRACT
HAFNITA MISRAWATI HARAHAP. Financial Analysis and Marketing Rotan Seel (Daemonorops melanochaetes Bl.) in Kecamatan Simangmbat, Kabupaten North Padang Lawas.Under Academic Supervisionof AGUS PURWOKO and YUNUS AFIFUDDIN.
Rattan is one plant timber forest products. Almost all parts can be used, one of the which is processed into pakka. Today, information of pakkat economic value is limitted, so that people were uninterested in process it. Therefore, this study aimed to analyze the financial feasibility and marketing of pakkat groove. The research was conducted in the Kecamatan Simangambat, Kabupaten Padang LawasUtara. Respondents of this study ispakkat businesses and entrepreneurs pakkat sales. Data analysis methods used are financial analysis and marketing analysis.
The Results showed that the effort is worth it for cultivated pakkat because the value of R / C ratio of more than one volume is 2.4 with BEP production by 490 units and BEP price of Rp. 245.22, and the period after the return of capital is 1.22 times the production. Pakkat marketing groove starts from farmers, collectors, retailers, and through to consumers. There are 2 lines with margin value from broom Rp. 900,00.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rotan merupakan komoditas utama hasil hutan bukan kayu, karena
memiliki nilai jual yang tinggi dan pasaran yang luas terutama pasar ekspor. Pada
awal perdagangan rotan, Indonesia mengekspor rotan asalan, rotan mentah dalam
bentuk rotan bulat di samping ekspor dalam bentuk produk barang setengah jadi
dan produk barang jadi. Sejak itu, Indonesia dikenal sebagai penghasil rotan
terbesar di dunia karena dalam pasaran internasional Indonesia mampu
menyediakan sekitar 80 % kebutuhan rotan di dunia.
Rotan merupakan tumbuhan khas daerah tropis dengan penyebaran
terbanyak di Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, dan Irian Jaya. Hasil inventarisasi
rotan menunjukkan bahwa rotan sebagai tumbuhan bawah terdapat pada areal
hutan seluas kurang lebih 39 juta hektar, sedangkan areal hutan yang berpotensi
rotan seluas kurang lebih 9,369 juta hektar, dengan potensi rotan tiap hektar
adalah antara 98 kg sampai 3850 kg berat kering dengan rata-rata 970 kg (Rombe,
1986). Penyebaran dan potensi rotan di Indonesia hasil inventarisasi tahun 2006,
tidak tersebar secara merata di seluruh nusantara. Penyebaran rotan di Indonesia
meliputi 20 provinsi dengan total areal hutan yang ditumbuhi rotan seluas 9,9 juta
hektar. Potensi produksi terbanyak terdapat di Sulawesi Tenggara 6,5 ton/ha,
Kalimantan Barat 3,85 ton/ha, Sulawesi Selatan 1,95 ton/ha, Irian Jaya 1,8 ton/ha,
dan Kalimantan Timur 1,21 ton/ha.
Pemanenan rotan semuanya dilakukan oleh masyarakat lokal yang
pemanen rotan merupakan unsur utama dalam perdagangan rotan, karena tanpa
pemanenan rotan tidak ada rotan yang diperdagangkan. Kegiatan pemanenan
rotan oleh masyarakat lokal biasanya dilakukan sebagai kerja sampingan, sebagai
upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Namun, ada juga kelompok
pemanen rotan yang menjadikan pemanenan rotan sebagai usaha pokok.
Anakan (tunas rotan) atau biasa disebut pokrol rotan dijadikan sebagai
bahan untuk sayur bagi masyarakat di dalam dan di sekitar hutan. Jenis rotan yang
dimanfaatkan pokrolnya sebagai sayur adalah rotan berdiameter besar seperti
Daemonorops dan beberapa jenis Calamus. Selain pokrol rotan, juga dikenal
umbut rotan yaitu bagian pucuk sepanjang kurang lebih 100 cm dari batang rotan
dewasa dapat digunakan sebagai sayur oleh masyarakat Aceh, sedangkan
masyarakat Tapanuli mengenal dengan nama pakkat.
Kecamatan Simangambat merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten
Padang Lawas Utara yang berpotensi menghasilkan pakkat. Rotan yang diolah
menjadi pakkat sangat diminati oleh masyarakat terutama pada bulan-bulan
tertentu misalnya pada bulan Ramadhan. Oleh karena itu, kebanyakan industri
pakkat hanya mengolah ini pada bulan Ramadhan karena pada saat itu
permintaan dan nilai rotan muda atau pakkat sangat tinggi. Berbeda pada
bulan-bulan biasa permintaan pakkat pun sedikit dan secara otomatis masyarakat yang
mengolah rotan muda atau pakkat juga akan berkurang.
Tanaman rotan yang menghasilkan pakkat kurang diminati untuk diolah
karena masyarakat sekitar menganggap bahwa pakkat memiliki nilai jual yang
rendah. Oleh karena itu, perlu diketahui nilai finansial dari pakkat tersebut agar
3
berguna untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Disamping itu, nilai
kelayakan usaha yang dijalankan oleh produsen yang mengusahakan pengolahan
pakkat ini juga perlu dinilai agar dapat diketahui apakah usaha pakkat tersebut
layak untuk dijalankan atau tidak. Sehingga hasil penelitian ini akan menjadi
informasi bagi masyarakat yang ingin menjadi petani pakkat ini.
Hasil pakkat yang diolah menjadi makanan memiliki nilai jual yang dapat
dipasarkan di pasaran. Selain itu pemahaman dan informasi tentang pemasaran
pakkat masih menjadi salah satu faktor yang menyebabkan minimnya kesediaan
masyarakat untuk mengolah pakkat. Dengan menganalisis pemasaran pakkat ini,
diharapkan dapat diketahui bagaimana tingkat pemasaran pakkat di Kecamatan
Simangambat. Selama dipasarkan, apakah pakkat hanya dikonsumsi setiap
individu atau adakah pakkat yang diolah kedalam bentuk lain sehingga dapat
meningkatkan nilai ekonomi dari pakkat ini. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu
penelitian tentang “Analisis Finansial dan Pemasaran Rotan Seel (Daemonorops
melanochaeates Bl.) di Kecamatan Simangambat, Kabupaten Padang Lawas
Utara”.
Permasalahan
Masalah pokok penelitian ini adalah dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana kelayakan finansial dari usaha pakkat di Kecamatan
Simangambat?
2. Bagaimana alur pemasaran dari pakkat yang diusahakan oleh masyarakat
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Analisis kelayakan finansial dari usaha pakkat di Kecamatan Simangambat.
2. Analisisalur pemasaran dari pakkat yang diusahakan oleh masyarakat
Kecamatan Simangambat.
Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi tentang analisis kelayakan finansial usaha pakkat di
Kecamatan Simangambat.
2. Memberikan informasi tentang alur pemasaran pakkat di Kecamatan
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Rotan Botani Rotan
Tellu (2005) menyatakan bahwa kelompok jenis-jenis rotan didasarkan
atas persamaan ciri-ciri karakteristik morfologi organ tanaman, yaitu: akar,
batang, daun, bunga, buah dan alat-alat tambahan. Dalam ilmu taksonomi
tumbuhan, rotan di klasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Ordo : Aracales
Famili : Aracaceae
Subfamili : Calamoideae
Genus : Daemonorops
Spesies : Daemonorops melanochaetes Bl. (rotan seel) merupakan salah
satu contoh spesies genus Daemonorops (Plantamor, 2008).
Bentuk batang rotan umumnya silindris dan terdiri dari ruas-ruas yang
panjangnya berkisar antara 10-60cm. Sedangkan diameter rotan berkisar antara
2-50 mm, tergantung pada jenisnya. Ruas satu dengan yang lain dibatasi oleh buku
tetapi buku ini hanya ada dibagian luar batang, tidak membentuk sekat seperti
pada bambu. Pada beberapa jenis tampak adanya tonjolan dan lekukan pada sisi
yang berlawanan sepanjang ruas. Tonjolan dan lekukan ini tampak lebih jelas
pada buku yang berasal dari jejak daun, yaitu ikatan pembuluh yang menuju ke
Batang tanaman rotan merupakan bagian yang terpenting karena nilai
ekonomi tanaman terletakpada batangnya. Ciri umum batang tanaman rotan
adalah sebagai berikut (Januminro. 2000):
- Batang tanaman rotan berbentuk memanjang dan bulat seperti silinder atau
segitiga, tetapi selalu bersifat aktinomorf, yakni bila dibagi dua akan
menjadi bagian yang setangkup.
- Batang tanaman rotan terbagi menjadi ruas-ruas yangs setiap ruas dibatasi
oleh buku-buku. Pelepah dan tangkai daun tanaman rotan melekat pada
buku-buku tersebut.
- Batang tanaman rotan selalu tumbuh keatas menuju sinar matahari
(fototrop atau heliotrop).
- Ujung batang tanaman rotam akan selalu bertambah panjang.
Batang rotan tidak bertambah besar diameternya meskipun bertambah tua.
Rotan pada tingkat semai pada mulanya diameter batangnya tumbuh berkembang
dan bertambah panjang. Pada fase pertumbuhan awal tersebut akan menentukan
diameter batang di atas tanah, akan tetapi ada beberapa variasi diameter sepanjang
batang. Diameter batang bagian bawah lebih besar dan makin kecil diameternya.
Jika mahkota mencapai tajuk hutan, atau rotan secara reproduktif sudah dewasa,
maka diameter batang rotan mulai mencapai ukuran sebenarnya atau mencapai
maksimum (Dransfield dan Manokaran, 1994).
Panjang batang dari pangkal hingga ujung dapat mencapai kurang lebih
250 meter, terutama bagi jenis tertentu seperti rotan manau (Calamus manan Mig)
dengan diameter lebih dari 25 mm. Rotan yang berdiameter kecil pada umumnya
7
mempunyai suatu lapisan asam kersik dibagian luar batangnya. Hal ini dapat
diketahui karena dengan melengkungkan atau membengkokkan sebatang rotan,
lapisan asam kersik ini akan retak dan rontok. Dengan rontoknya lapisan asam
kersik ini disebut runti. Proses penghilangan lapisan kersik disebut merunti.
Rotan berdaun majemuk, setiap daun terdiri atas anak-anak daun yang
tersusun menyirip dengan duduk daun yang berselang-seling antar 1-2 helai anak
daun. Ukuran panjang daun dan anak daun setiap jenis rotan berbeda-beda. Warna
daun hijau dan mengkilap (leavis) atau agak kasar (glaber) karena berbulu halus.
Bagian tengah daun melebar sedangkan bagian ujungnya meruncing (acutus).
Setiap lembar pelepah daun terdapat duri atau sirus (cirrus) dengan jumlah yang
berbeda-beda (6-8) menghadap kebawah di mana duri tersebut akan mengkait
pada tanaman lain secara kuat. Selain duri tersebut, rotan juga dilengkapi dengan
sulur panjat (Sumarna, 1990).
Musim berbunga dan berbuah dari setiap jenis rotan disetiap tempat
tumbuh berbeda-beda tergantung keadaan lingkungan tempat tumbuhnya.
Umumnya rotan berbuah pada bulan Oktober dan Nopember, sehingga sangat
dianjurkan pengumpulan buah rotan pada bulan tersebut. Buah rotan umumnya
berbiji satu, namun ada juga yang berbiji dua atau tiga seperti yang terdapat pada
buah Calamus koordersianus Becc. Semua jenis rotan memiliki buah yang
Syarat Tumbuh
Rotan merupakan salah satu tumbuhan khas di daerah tropis yang secara
alami tumbuh pada hutan primer maupun hutan sekunder, termasuk pada daerah
perladangan berpindah dan belukar. Secara umum rotan dapat tumbuh pada
berbagai keadaan seperti : di rawa, tanah kering, dataran rendah, pegunungan
tanah kering berpasir, tanah liat berpasir yang secara periodik digenangi air atau
sama sekali bebas dari genangan air. Jenis tanah yang dapat ditumbuhi rotan
adalah tanah luvial, dan regosol. Pertumbuhan terbaik pada daerah-daerah lereng
bukit yang cukup lembab dengan ketinggian antara 0-2900 m di atas permukaan
laut, memiliki iklim basah sampai kering (Rombe, 1986).
Secara ekologis rotan dapat tumbuh di wilayah dataran rendah, perbukitan,
lembah, rawa sampai pegunungan, dengan kondisi mulai dari batu berkapur, hutan
keranggas, rawa gambut, tanah al-luvial di pinggir sungai, tanah kering berpasir,
tanah liat berpasir yang secara periodik digenangi air. Ketebalan humus minimal
20 – 30 cm. Persyaratan iklim dari rotan berbeda-beda dans ecara umum rotan
menghendaki wilayah hujan tropika dengan tipe hujan A, B, C, dan D menurut
klasifikasi Schimidt & Ferguson, dengan kelembaban kurang lebih 60 % dan
curah hujan antara 2000 – 4000 mm per tahun dan intensitas cahaya cukup tinggi
(Sinaga, 1997).
Penyebaran Rotan
Jenis rotan terbanyak dan terbanyak dan tersebar luas adalah dari marga
Calamus yang menyebar dari Afrika Barat sampai Kepulauan Fiji, dan dari Cina
9
banyak ditemuakan diantara rotan marga lainnya dari suku Palmae. Pusat
keragaman jenis rotan ditemukandi Semenanjung Malaya, yaitu pada pusat daerah
beriklim basah di Paparan Sunda (Dransfield,1974).
Rotan sebagaimana asalnya merupakan tumbuhan yang tergolong dalam
kelompok palem-paleman yang hidupnya merambat. Golongan ini termasuk
dalam sub-famili calamoideae yang mempunyai 13 marga dan sekitar 600 jenis
dan hidup pada kawasan hutan tropis di Asia Tenggara. Kelompok rotan pada
umumnya tumbuh dan dijumpai pada daerah yang beriklim basah. Di Indonesia,
jenis ini dapat ditemui di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan beberapa
kepulauan lainnya. Bebebrapa laporan menyebutkan bahwa di Jawa dapat
dijumpaisekitar 25 jenis, Sumatera 75 jenis, Kalimantan 100 jenis, Sulawesi
mencapai 25 jenis. Dari lebih 50 jenis yang sudah dimanfaatkan dan
diperdagangkan di Indonesia, ternyata baru sebagian kecil yang di ekspor; antara
lain rotan manau, rotan tohiti, rotan irit, rotan sega, rotan semambu, rota pulut
putih, rotan pulut merah yang kesemuanya ini termasuk dalam kelompok
calamus(Erwinsyah, 1999).
Perubahan, perkembangan dan penyebaran tumbuhan di muka bumi ini
seirama dengan perubahan dan perkembangan faktor intern dan ekstern.
Faktor-faktor biologi sebagai Faktor-faktor dalam (intern) meliputi perkawinan silang, mutasi,
dan modifikasi genetika dari tumbuhan tersebut faktor geografik sebagai faktor
luar (ekstern) meliputi perubahan iklim, tanah, aktivitas vulkan, dan kerak bumi
(Syafe’i, 1990).
Dalam pengobatan tradisional, akar jenis rotan selian (Calamus ornatus
B1) telah lama dimanfaatkan sebagai obat untuk mengurangi rasa sakit ibu yang
melahirkan. Daging buah jenis rotan Daemonoropdan Calamus selain enak
dikonsumsi dapat dijadikan sebagai bumbu masak juga dapat dipakai untuk
mencegah diare. Getah rotan yang didapat dari pengolahan jernang merupakan
bahan baku industri pewarna, industri farmasi, serbuk pembuatan pasta gigi,
ekstrak trannin dan sebagainya (Januminro, 2000).
Buah rotan biasanya dikonsumsi dalam pembuatan rujak. Selain itu, buah
rotan biasanya dikonsumsi oleh wanita yang sedang mengandung. Rasa buah
rotan yang asam menurut masyarakat dapat mengurangi rasa mual bagi wanita
hamil yang sedang mengidam (Affandi dan Patana, 2004).
Masyarakat lokal memungut rotan untuk keperluan sendiri sebagai
pengikat dalam pembuatan rumah atau gubuk kerja. Gubuk yang dibangun di
kebun atau sawah semuanya menggunakan rotan sebagai pengikat tiang, lantai
kerangka atap, dan daun rotan juga dijadikan sebagai atap. Rotan juga
dimanfaatkan sebagai tali jemuran, tali pengikat ternak, pembuatan keranjang dan
tikar (Achmad, 2008).
Analisis Kelayakan
Analisis kelayakan usaha digunakan untuk mengevaluasi apakah suatu
usaha layak untuk dilaksanakan dilihat dari sudut pandang badan-badan,
orang-orang yang menanamkan modalnya ataupun orang-orang yang berkepentingan langsung
dengan usaha tersebut. Suatu usaha dikatakan layak apabila usaha tersebut
mendatangkan keuntungan. Dalam rangka mencari ukuran menyeluruh tentang
11
indeks yang disebut kriteria investasi. Setiap indeks dapat menggunakan
presentvalue (PV) yang didiskon dari arus manfaat ataupun biaya selama umur
suatu kegiatan usaha (Kadariah et al, 1999).
Zubir (2006) mengatakan jika permintaan terhadap produk yang ada serta
prospeknya dimasa yang akan datang lebih kecil daripada penawarannya maka
pembangunan proyek akan menghasilkan produk yang sama dan teknologi yang
sama dengan perusahaan yang sudah ada di pasar tidak layak untuk dilaksanakan.
Sebaliknya jika tersedia market space, maka perlu diperhitungkan apakah pasar
yang tersedia dan perkembangannya akan mampu menampung produksi proyek
tersebut.
Biaya produksi adalah sebagai kompensasi yang diterima oleh para
pemilik faktor-faktor produksi, atau biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani
dalam proses produksi, baik secara tunai maupun tidak tunai. Biaya tetap adalah
jenis biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi,
misalnya sewa atau bunga tanah yang berupa uang. Sedangkan biaya variabel
adalah biaya yang besar kecilnya berhubungan langsung dengan besarnya
produksi, misalnya pengeluaran-pengeluaran untuk bibit, pupuk, dan sebagainya
(Daniel, 2004).
Pemasaran
Pemasaran adalah sebagai suatu proses sosial dan manejerial yang
membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka dan inginkan
lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain.
oleh para pengusaha dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya, untuk berkembang, dan mendapatkan laba (Kotler, 2000).
Secara umum pemasaran dianggap sebagai proses aliran barang yang
terjadi dalam pasar. Dalam pemasaran ini barang mengalir dari produsen sampai
kepada konsumen akhir yang disertai penambahan guna bentuk melalui proses
pengolahan, guna tempat melalui proses pengangkutan dan guna waktu melalui
proses penyimpanan (Sudiyono, 2004).
Kegiatan-kegiatan dalam usaha pemasaran tidak hanya kegiatan
memindahkan barang /jasa dari tangan produsen ke tangan konsumen saja dengan
sistem penjualan, tetapi banyak kegiatan lain yang juga dijalankan dalam kegiatan
pemasaran. Penjualan hanyalah salah satu dari berbagai fungsi pemasaran.
Apabila pemasar melakukan pekerjaan dengan baik untuk mengidentifikasi
kebutuhan konsumen, mengembangkan produk dan menetapkan harga yang tepat,
mendistribusikan dan mempromosikannya secara efektif, maka akan sangat
mudah menjual barang-barang tersebut (Riana dan Baladina, 2008).
Panjang pendeknya saluran pemasaran yang dilalui oleh suatu produk
bergantumg pada jarak antara produsen dan konsumen, cepat tidaknya produk
rusak, skala produksi, keuangan pengusahaan dan lain-lain. Sebagian produsen
bekerja sama dengan perantara pemasaran untuk membawa produk mereka ke
pasar. Perantara pemasaran tersebut membentuk suatu saluran pemasaran (disebut
juga saluran distribusi atau saluran perdagangan) (Salaka, 2010).
Sistem distribusi barang (termasuk hasil hutan) dari produsen ke
konsumen bisa dilakukan dengan melalui cara langsng maupun tidak langsung.
13
berjalan disebut dengan “One time strategic decision”. Sistem distribusi dikatakan
optimal adalah jika pada sistem dimaksud (yaitu : sistem tata niagayang sedang
berjalan), harga sama denga biaya marjinal (necessary condition). Pada kondisi
tersebut, tercapai tingkat efisiensi dari biaya distribusi barang dari produsen ke
konsumen (Awang, 2002).
Dasarnya tujuan akhir seorang pengusaha adalah membuat keuntungan.
Oleh karena itu, maka ia harus mampu menjual barang yang dihasilkan dengan
harga yang lebih tinggi daripada biaya yang di keluarkan. Dalam hubungnnya
dengan masalah inilah, maka pasar menjadi relevan. Luas pasar ditentukan tiga
unsur, yaitu: jumlah penduduk, pendapatan per kapita dan distribusi pendapatan.
Disamping unsur tersebut, ada pula beberapa hal yang mempengaruhi suatu pasar.
Pertama adalah berakitan dengan biaya angkutan, dengan biaya angkutan yang
cenderung makin rendah maka industri makin bebas untuk menetukan lokasi.
Keadaan ini mengakibatkan daerah perkotaan dengan pasarnya yang luas makin
menarik sebagai lokasi industri dan perusahaan. Pasar mempengaruhi lokasi
menyangkut tentang biaya distribusi. Lokasi yang kurang tepat dapat menambah
biaya distribusi yang tercermin dalam biaya yang relatif cukup tinggi
dibandingkan dengan biaya produksi (Djojodipuro, 1992).
Efisiensi pemasaran
Menurut Mubyarto (1982) dalam Awang, dkk (2002) pemasaran suatu
komoditi dikatakan efisien apabila memenuhi beberapa syarat yaitu: a) mampu
mentransfer produk yang diperdagangkan dari produsen awal ke konsumen akhir
adil dari harga yang dibayar konsumen terhadap semua lembaga tataniaga yang
ikut terlibat.
Efisiensi sistem pemasaran suatu komoditi adalah sangat penting karena
dapat meningkatkan pendapatan produsen (petani hutan rakyat) dan secara agregat
kelak bisa memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional.
Disamping itu, informasi tentang efisiensi pemasaran sangat membantu para pihak
dan penentu kebijakan yang lebih adil sebagai dampak adanya proses distribusi
barang dari produsen ke konsumen tersebut (Awang, dkk, 2002).
Kondisi Umum Lokasi Penelitian a. Letak dan luas wilayah
Penelitian dilakukan di Kecamatan Simangambat yang terletak di wilayah
Kabupaten Padang Lawas Utara, berjarak 60 Km dari Kantor Bupati.Perjalanan ke
Kecamatan Simangambat itu kurang lebih 120 menit dari Kota Gunungtua ibukota
kabupaten Padang Lawas Utara. Kecamatan Simangambat memiliki jumlah
penduduk sebanyak 11.250 KK atau 46.813 jiwa dengan luas adalah 69904 Ha (
Sumber Kantor Kecamatan Simangambat).
Kecamatan Simangambat terletak pada 01027′43″ - LU dan 99053′55″ BT
dengan batas batas berikut:
1. Sebelah Utara : Kabupaten Labuhan Batu
2. Sebelah Selatan : Kabupaten Padang Lawas
3. Sebelah Barat : Kabupaten Labuhan Batu Selatan
4. Sebelah Timur : Kecamatan Halongonan
15
b. Keadaan sosial budaya dan ekonomi
Penduduk Kecamatan Simangambat adalah mayoritas Suku Batak Angkola,
namun tidak hanya suku Angkola saja yang mendiami Kecamatan Simangamnbat,
melainkan terdapat suku Tapanuli, Jawa dengan masyarakat mayoritas beragama
Islam dan Kristen Protestan.
Kecamatan Simangambat merupakan daerah yang memiliki tingkat
mobilitas penduduk yang tinggi karena ketersediaan akomodasi jalan yang cukup
memadai. Beberapa infrastruktur yang sudah terdapat di Kecamatan Simangambat
adalah sarana pendidikan seperti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah
Dasar, Madrasah Tsanawiah, Madrasah Aliyah; Sarana kesehatan, seperti
puskesmas, posyandu dan sarana ibadah seperti mesjid dan gereja.
Perekonomian masyarakat Kecamatan Simangambat berasal dari hasil
pertanian dan perkebunan. Hal ini dikarenakan hampir seluruh masyarakat
Simangambat berprofesi sebagai petani turun temurun. Masyarakat Simangambat
biasanya menanam padi pada lahan sawah, sedangkan pada lahan ladang ditanami
dengan cabe, kacang tanah, dan pada lahan kebun ditanam dengan karet, sawit,
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2013.
Penelitian ini dilakukan pada masyarakat di Kecamatan Simangambat, Kabupaten
Padang Lawas Utara, Sumatera Utara.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kamera digital
dan lembar kuesioner.
Prosedur Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui hasil observasi lapangan, kuisioner, dan
wawancara terhadap petani pakkat secara rutin. Data sekunder diperoleh melalui
sumber resmi dan instansi terkait (Tabel 1):
No. Uraian Data Sumber Data Bentuk Data Keterangan
1. Karakteristik Keluarga
Petani pakkat Data primer Kuesioner
2. Jumlah penduduk Instansi
Pemerintah/Kecamatan
Data sekunder Hardcopy
3. Sosial ekonomi Instansi
Pemerintah/Kecamatan
Data sekunder Hardcopy
4. Peta Administrasi Instansi
Pemerintah/Kecamatan
Data sekunder Hardcopy
5. Gambaran umum
wilayah penelitian
Instansi
Pemerintah/Kecamatan
17
Penentuan sempel responden dilakukan dengan metode purposive
sampling yaitu sampel yang diambil adalah masyarakat yang mengusahakan
pakkat secara rutin yaitu sebanyak 27 KK. Teknik pengambilan sampel ini adalah
teknik pengambilan sampel berdasarkan tujuan tertentu. Penelitian ini juga akan
dilakukan pada pelaku usaha penjualan pakkat dimulai dari petani, pengumpul,
penyalur hingga ke konsumen.Pemilihan sampel dilakukan dengan metode
snowball sampling.
Metode Analisis Data
Data analisis dengan menggunakan data produksi dalam jangka waktu
sekali produksi. Analisis yang dilakukan berupa analisis finansial dan analisis
pemasaran.
1. Analisis Finansial
Analisis finansial dilakukan dengan menggunakan analisis biaya dan
pendapatan, Revenue Cost Ratio, Pendekatan Break Event Point (BEP) dan
Payback Period.
a. Analisis biaya dan pendapatan
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang
diperoleh dari usaha yang dilakukan. Menurut Aziz (2003), rumus perhitungan
biaya produksi, penerimaan dan keuntungan adalah sebagai berikut.
Biaya produksi: TC = TFC + TVC
Keterangan:
TC = Total Cost (Biaya Total per bulan)
Penerimaan : TR = P x Q
Keterangan:
TR = Total Revenue (Penerimaan Total per bulan)
P = Price per Unit (Harga jual per unit per bulan)
Q = Quantity (Jumlah Produksi per bulan)
Keuntungan: I = TR – TC
Keterangan:
I = Income (Pendapatan Bersih atau Keuntungan per bulan)
TR = Total Revenue (Penerimaan Total per bulan)
TC = Total Cost (Biaya Total per bulan)
b. Revenue Cost Ratio (R/C)
Revenue cost ratio merupakan perbandingan antara penerimaan total dan
biaya total, yang menunjukkan nilai penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah
yang dikeluarkan. Menurut Kuswadi (2007) Revenue cost ratio dapat dirumuskan
sebagai berikut:
R/C = TC TR
Keterangan:
TR = Total Revenue
TC = Total Cost
Kriteria penilaian R/C
R/C < 1 = usaha pengolahan rotan muda mengalami kerugian
R/C > 1 = usaha pengolahan rotan muda memperoleh keuntungan
19
c. Pendekatan Break Event Point
Pendekatan Break Even Point adalah suatu analisis yang bertujuan untuk
menemukan satu titik, menunjukkan biaya sama dengan pendapatan. Menurut
Alamsyah (2005), perhitungan BEP (konsep titik impas) yang dilakukan atas
dasar unit produksi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
BEP (Q) = TFC
Biaya tidak tetap per unit (VC) dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut.
VC/unit =
Jumlah Produksi Biaya Variabel Total
Perhitungan BEP atas dasar unit rupiah dapat dilakukan dengan rumus:
BEP (Rp) = Y TC
Keterangan:
BEP (Rp) = titik impas dalam rupiah
TC = biaya produksi total (Rp)
Kriteria penilaian BEP
Apabila produksi rotan muda melebihi produksi pada saat titik impas
(dalam satuan unit produksi) maka usaha pakkat mendatangkan keuntungan.
Sedangkan jika harga jual rotan muda melebihi harga jual pada saat titik impas
(atas dasar unit rupiah) maka usaha pakkattersebut juga akan mendatangkan
keuntungan.
d. Payback Period
Analisis ini digunakan untuk mengetahui berapa lama usaha atau proyek
yang dikerjakan baru dapat mengembalikan investasi. Semakin cepat dalam
pengembalian biaya investasi sebuah proyek, maka semakin baik proyek tersebut
karena semakin lancar perputaran modal. Menurut Adalina (2008) bahwa masa
pembayaran kembali atau payback period (PP) dari suatu investasi
menggambarkan lamanya waktu yang diperlukan agar dana yang tertanam pada
suatu investasi dapat diperoleh kembali seluruhnya. Rumus yang digunakan
adalah sebagai berikut:
Payback Period = x 1 tahun
Jika masa pengembalian investasi (payback periode) lebih singkat
daripada umur proyek yang ditentukan, maka proyek tersebut layak dilaksanakan.
Pada dasarnya semakin cepat payback periode menunjukkan semakin kecil resiko
21
2. Analisis Pemasaran
a. Metode pengumpulan data
Data-data yang dihasilkan dari wawancara dan penyebaran kuisioner
dikumpulkan dan dihitung dengan menggunakan rumus margin pemasaran dan
margin keuntungan.
b. Analisis data
Secara sistematis nilai margin pemasaran, marjin keuntungan dan efisiensi
operasional dirumuskan sebagai berikut (Awang, 2002):
MP = Pr-Pf atau MP = ∑ Bi + ∑ Ki
Keterangan:
- MP = Marjin Pemasaran
- Pr = Harga Tingkat konsumen
- Pf = Harga tingkat Produsen
Besarnya bagian harga yang diterima petani/masyarakat (Sp) dari harga
yang dibayarkan konsumen bisa diketahui dengan menggunakan formula sebagai
berikut:
Sp = x 100%
Keterangan:
- Sp = Harga yang diterima petani
- Pf = Harga pembelian pemasaran ditingkat produsen
Untuk mengetahui jumlah keuntungan yang diperoleh masing-masing
lembaga pemasaran, digunakan rumus sebagai berikut:
П = M – Bp
Keterangan:
- П = Keuntungan lembaga pemasaran
- M = Margin pemasaran
- Bp = Biaya penjualan
(Adiwilaga, 1996).
Sedangkan persen margin keuntungan dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
%II = 1 + x 100%
Keterangan:
- %II = Persentase margin
- II = Margin keuntungan
- Hp = Harga penjualan
3. Efisiensi pemasaran
Menurut Mubyarto (1983) yaitu analisis untuk mengetahui tingkat
efisiensi operasional (atau efisiensi teknis, yaitu tingkat kemampuan
menyampaikan/mendistribusikan barang dalam sistem tata niaga yang berjalan
dengan biaya minimum). Dapat diformulasikan sebagai berikut:
1. Mark up on cost = x 100 %
23
2. Mark up on selling = x 100%
Besarnya nilai efisiensi pemasaran akan menentukan tingkat efisiensi
operasional sistem tataniaga yang berjalan. Nilai efisiensi pemasaran diukur
dalam persen (%). Nilai efisiensi pemasaran yang makin rendah (kecil)
menunjukkan bahwa, tingkat efisiensi tataniaga suatu komoditi makin tinggi dan
jika nilai tersebut semakin besar (tinggi) maka dikatakan sistem tata niaga yang
sedang berjalan memiliki tingkat efisiensi operasional yang semakin rendah.
Strategi yang dapat dilakukan oleh produsen dan lembaga pemasaran untuk
meningkatkan efisiensi pemasaran adalah dengan memperluas pasar dan
memperkecil marjin pemasaran.Strategi memperluas pasar dapat ditempuh dengan
memperbesar permintaan konsumen dan pelaksanaan pemasaran tertata.
Pemasaran dianggap efisien bila memenuhi dua syarat yaitu :
- Mampu menyampaikan hasil produksi dari produsen kepada konsumen
dengan biaya semurah-murahnya
- Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang
dibayarkan konsumen akhir kepada semua pihak yang terkait dalam kegiatan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Responden di Kecamatan Simangambat adalah petani atau masyarakat
secara keseluruhan yang mengusahakan pakkat. Responden lain adalah pedagang
pengumpul yang mengumpulkan di daerah tersebut. Dalam menunjang saluran
pemasaran, pedagang pengumpul berperan penting dalam mendistribusikan suatu
barang sampai akhirnya pada konsumen. Hasil rekapitulasi kuesioner responden
baik itu petani maupun pedagang atau pengumpul menurut karakteristik umur
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rekapitulasi karakteristik responden menurut karakteristik umur
No. Kelompok Umur
(Tahun)
Frekuensi
(orang) Proporsi (%) Keterangan
1. 31 – 40 11 40,74 petani, pengecer
2. 41 – 50 7 25,93 petani, pengecer
3. > 50 9 33,33 petani, pengumpul
Jumlah 27 100
Berdasarkan hasil data kuisioner dilapangan diperoleh responden sebanyak
27 orang. Dimana menurut karakteristik umur, kelompok umur responden antara
31-40 memiliki distribusi yang paling tinggi sebanyak 11 orang dengan proporsi
40,74 %, dan kelompok umur responden 41-50 tahun memiliki distribusi
sebanyak 7 orang dengan proporsi 25,93 % serta responden dengan umur>50
tahun memiliki ditribusi sebanyak 9 orang dengan proporsi 33,33 %. Baik petani
maupun penjual banyak terdapat pada usia produktif yaitu 30 – 50 tahun yaitu
berjumlah 18 orang dengan jumlah proporsi adalah sebesar 66,67 %. Hal ini
menunjukkan bahwa umur merupakan salah satu faktor faktor penting dalam
46
proses berjalannya kegiatan seperti semakin lambat dalam bekerja, dan sebaliknya
semakin muda umur maka akan lebih mudah dan cekatan dalam bekerja.
Rekapitulasi karakteristik responden dari petani maupun pengecer atau
pengumpul menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rekapitulasi karakteristik responden menurut tingkat pendidikan
No. Tingkat Pendidikan Frekuensi
(orang) Proporsi (%) Keterangan
1. SD 20 74,08 petani, pengecer,
pengumpul
2. SMP 6 22,22 petani
3. SMA 1 3,33 petani, pengecer
Jumlah 27 100
Selain berdasarkan umur karakteristik responden dapat dikategorikan
berdasarkan tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan dari masing-masing
responden juga berbeda. Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa tingkat
pendidikan didominasi pada tingkat SD sebanyak 20 orang dengan proporsi
74,08 %. Tingginya angka pada tingkat SD ini disebabkan para responden
dahulunya memiliki latar belakang ekonomi kurang mampu, sehingga tidak
mempu untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
Deskripsi Usaha Pakkat
Usaha pakkat ini terdapat di Desa Tanjung Botung, Ulok Tano, Pagaran
Tonga, Tanjung Maria, di Kecamatan Simangambat. Lahan yang dijadikan lokasi
pengambilan pakkat ini merupakan perkebunan karet dan sawit. Dulunya lahan
perkebunan ini merupakan hutan alam yang dikonversi oleh masyarakat secara
turun-temurun. Luas area untuk pengambilan pakkat ini berbeda-beda antara desa
Ha, Pagaran Tonga 10 Ha, Tanjung Maria 2 Ha. Pemilik Lahan ini adalah
masyarakat masing-masing desa.
Tumbuhan rotan ini tidak ada perawatan khusus yang dilakukan terhadap
tanaman rotan ini. Masyarakat beranggapan mereka tidak perlu merawat, karena
ketika mereka telah memanen pakkat, pada akhirnya pakkat akan tumbuh sendiri,
dan rotan tumbuh dengan cepat sehingga tidak perlu menanam kembali.
Umumnya rotan yang dipanen adalah rotan muda yang disebut dengan pakkat,
dimana umur rotan muda (pakkat) yang bisa dipanen tersebut kurang lebih 2-3
bulan. Rotan muda (pakkat) yang dipanen adalah bagian ujung dari batang kurang
lebih ukurannya 1 meter. Biasanya rotan muda (pakkat) digunakan masyarakat
simangambat sebagai sayuran dan bagi masyarakat Simangambat pakkat
merupakan makanan khas.
Area untuk pengambilan pakkat dapat dilihat pada Gambar 1.
48
Proses produksi pakkat
1. Persiapan peralatan
Persiapan peralatan merupakanhal yang paling penting dalam pemanenan
pakkat, dimana dalam pemanenan harus berhati-hati karena rotan memiliki duri
yang tajam. Peralatan yang digunakan dalam memanen pakkat adalah parang,
sarung tangan, dan sepatu bot.
2. Pembersihan lokasi pengambilan
Biasanya di area pengambilan pakkat banyak ditumbuhi ilalang dan
tumbuhan lain. Maka sebelum mengambil pakkat, petani membersihkan lokasi
terlebih dahulu untuk mempermudah pengambilan pakkat tersebut (Gambar 3).
Gambar 2. Pembersihan lokasi pengambilan
3. Memilih batang yang bisa dipanen
Dalam pemilihan batang yang dapat dipanen adalah rotan yang berumur
2-3 bulan dan panjangnya sudah mencapai 3m seperti pada gambar 3. Rotan
Gambar 3. Pemilihan batang berumur 2-3 bulan
4. Pembersihan pelepah yang berduri
Setelah Bagian ujung batang pakkat yang sudah dipotong sepanjang 1
meter. Kemudian pelepah yang berduri dibersihkan dengan parang dan harus
berhati-hati agar tidak terkena duri. Proses pembersihan pelepah dapat dilihat pada
Gambar 4.
50
5. Pengangkutan pakkat
Setelah rotan di panen hampir 300 batang/hari, kemudian pengangkutan
dari lahan ke rumah dengan berjalan kaki dan membuat tumpukan rotan di kepala.
Petani menjunjung tumpukan pakkat tersebut dari tempat pengambilan pakkat ke
rumah kurang lebih 2 km (Gambar 5).
Gambar 5. Pengangkutan pakkat
Analisis Finansial Usaha Pakkat
Analisis finansial digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha
pakkat di Kecamatan Simangambat ini apakah usaha tersebut baik dan layak
untuk dilakukan. Pada penelitian ini analisis finansial yang digunakan adalah
analisis biaya dan pendapatan, analisis R/C ratio, analisis break even point, dan
Biaya produksi dan pendapatan usaha
Perhitungan biaya produksi dilakukan untuk mengetahui besarnya biaya
yang dikeluarkan oleh petani dan dilakukan selama satu periode produksi yaitu
dalam waktu satu minggu.Biaya produksi terdiri atas biaya tidak tetap dan biaya
tetap. Menurut Daniel (2004), biaya tetap adalah jenis biaya yang besar kecilnya
tidak tergantung pada besar kecilnya produksi. Sedangkan biaya variabel adalah
biaya yang besar kecilnya berhubungan langsung dengan besarnya produksi.
Berdasarkan penelitian ini, yang termasuk kedalam biaya tetap adalah
biaya penyusutan peralatan yang dikeluarkan setiap dilakukannya pemanenan
pakkat. Jenis-jenis peralatan yang digunakan dalam pemanenan dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Biaya penyusutan peralatan usaha pakkat dalam satu kali produksi (seminggu)
No Jenis Peralatan Harga Beli
(Rp)
Biaya variabel merupakan biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh
produksi yang diperoleh atau biaya yang akan berubah seiring dengan
bertambahnya jumlah produk yang akan diproduksi.Biaya yang termasuk biaya
variabel adalah rincian biaya yang digunakan dalam satu kali produksi adalah
52
Tabel 4. Biaya variabel usaha pakkat dalam satu kali produksi (semingu)
No Jenis Pemakaian Satuan Harga
satuan(Rp) Jumlah (Rp)
1. Transportasi 6L Liter 6.000 36.000
Biaya total diperoleh dari penjumlahan biaya tetap total dan biaya variabel
total dalam jangka waktu satu kali produksi. Rincian biayanya dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5. Biaya total usaha pakkat dalam satu kalii produksi (seminggu)
Uraian Nilai Per Produksi (Rp) Persentase (%)
Biaya Tetap Total
Biaya Produksi Total 294.270,83 100
Biaya produksi total dalam satu kali produksi dari usaha pakkat di
Kecamatan Simangambat Kabupaten adang Lawas Utara adaalah sebesar
Rp. 294.270,83. Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa biaya variabel total mendominasi
dalam struktur biaya total dalam usaha pakkat yaitu sebesar 98,89 % sementara
biaya tetap total adalah 1 %. Hal ini disebabkan biaya tetap total hanya biaya
penyusutan peralatan setiap kali produksi sementara biaya variabel total adalah
biaya yang dikeluarkan setiap produksi berlanjut.
Penerimaan total diperoleh dari hasil perkalian antara harga jual per unit
dengan jumlah produksi pakkat dalam satu kali produksi. Rincian biayanya dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Penerimaan total dari usaha pakkat dalam satu kali produksi (seminggu)
Uraian Satuan Nilai Per Produksi
Penerimaan Total Rupiah 720.000,00
Penerimaan total dalam satu kali produksi yang diterima oleh petani
adalah sebesar Rp. 720.000,00. Penerimaan total dipengaruhi oleh harga jual per
unit dan jumlah produksi. Pada saat penelitian, harga jual per unit dari pakkat
adalah Rp. 600,00 dan jumlah produksi yang dihasilkan dalam satu kali produksi
adalah 1200 batang.
Harga jual per unit dan jumlah produksi dipengaruhi oleh permintaan
pasar. Semakin tinggi permintaan pasar maka harga jual per unit dan jumlah
produksi akan meningkat. Biasanya terjadi ketika bulan Ramadhan dimana
permintaan pasar meningkat. Sebelum bulan Ramadhan atau hari biasa, harga
pakkat per batang dijual dengan harga antara Rp. 500,00 sampai dengan
Rp. 600,00. Ketika bulan Ramadhan harganya bisa mencapai Rp. 1.000,00 sampai
Rp. 1.200,00 per batang. Setelah Ramadhan, harga pakkat turun kembali ke
kisaran harga Rp. 500,00 sampai dengan Rp. 600,00.
Pendapatan bersih atau keuntungan diperoleh dari penerimaan total dalam
sekali produksi dikurangi dengan biaya total produksi dalam satu kali produksi.
Rincian biayanya dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Keuntungan dari usaha pakkat dalam sekali produksi
Uraian Nilai Per Produksi (Rp)
Penerimaan Total Biaya Produksi Total
720.000,00 294.270,83
Keuntungan 425.729,17
Perhitungan pendapatan bersih atau keuntungan dimaksudkan untuk
mengetahui berapa besar pendapatan bersih atau keuntungan yang diperoleh
petani pakkat dalam setiap produksinya. Keuntungan yang diperoleh petani pakkat
54
produksi adalah sebesar Rp. 425.729,17 dengan penerimaan total sebesar
Rp. 720.000,00 per sekali produksi dan biaya produksi total sebesar Rp.
294.270,83 per sekali produksi.
Ananlisis Revenue cost ratio (R/C)
Analisis R/C ratio ini diperoleh dari hasil perbandingan penerimaan total
dengan biaya total. Analisis ini gunakan untuk mengetahui apakah usaha biaya
yang dikeluarkan dalamusaha pakkat dalam 1 minggu menguntungkan atau
tidak.Analisis R/C Ratio dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 8. Hasil perhitungan R/C ratio dari usahapakkat
Uraian Satuan Nilai
Penerimaan Total Biaya Produksi Total
Rupiah Rupiah
720.000,00 294.270,83
R/C Ratio 2,4
Berdasarkan Tabel 8 diperoleh hasil bahwa besarnya nilai Revenue Cost
Ratio pakkat selama 1 minggu adalah sebesar 2,4. Hal ini menunjukkan bahwa
usaha pakkat di Kecamatan Simangambat Kabupaten Padang Lawas Utara
mengalami keuntungan. Hal ini sesuai dengan kriteria penilaian dari analisis R/C
Ratio adalah jika R/C Ratio < 1 maka usaha pengolahan mengalami kerugian, jika
R/C Ratio > 1 maka usaha pengolahan mengalami keuntungan, dan jika R/C Ratio
= 1 maka usaha pengolahan mencapai titik impas.
Analisis Pendekatan break even point (BEP)
Analisis Break Even Point (BEP) diperlukan dalam studi kelayakan adalah
untuk menunjukkan besarnya titik impas dimana usaha tidak rugi dan tidak
dengan pendapatan. Perhitungan BEP berdasarkan biaya produksi dan harga
produksi dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Nilai BEP unit produksi dan rupiah dari usaha pakkat
Uraian Satuan Nilai
Biaya Produksi Total Biaya Variabel Total Harga Jual per Unit Jumlah Produksi BEP Unit Produksi
BEP Unit Rupiah
unit Rupiah
490,00 245,22
Hasil rekapitulasi nilai BEP yang dihasilkan dari usaha pakkat dalam satu
kali produksi berupa nilai BEP atas dasar unit produksi dan atas dasar unit rupiah
dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 10. Hasil rekapitulasi nilai BEP dari usaha pakkat
No. BEP Satuan Nilai Produksi Selisih
1 Unit Produksi Batang 490,00 1200 710,00
2 Unit Rupiah Rupiah 245,22 600 354,78
Hasil perhitungan BEP Biaya Produksi dan BEP harga produksi dari usaha
pakkat di Kecamatan Simangambat diketahui bahwa nilai BEP adalah 490 batang.
Artinya, usaha ini tidak akan mengalami kerugian ataupun keuntungan jika
memproduksi pakkat sebanyak 490 batang. Dari penelitian yang dilakukan bahwa
petani mampu memproduksi sebanyak 1200 batang dalam satu kali produksi. Hal
ini menunjukkan bahwa usaha pakkat mendatangkan keuntungan.
Perhitungan nilai BEP atas dasar unit rupiah dari usaha pakkat adalah
mendapat nilai sebesar Rp. 245,22 dalam satu kali produksi. Artinya, usaha ini
tidak mengalami kerugian ataupun keuntungan jika menjual pakkat seharga
Rp. 245,22 per batang dalam satu kali produksi. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan bahwa petani mampu menjual pakkat seharga Rp. 600,00 per batang.
56
pengusaha karena harga jual pakkat lebih tinggi dari harga titik impas yang
dihasilkan.Hal ini sesuai dengan pernyataan Alamsyah (2005) yang menyatakan
bahwaapabila produksi pakkat melebihi produksi pada saat titik impas (dalam
satuan unit produksi) maka usaha pakkat mendatangkan keuntungan.
Analisis Payback Period
Analisis ini digunakan untuk mengetahui berapa lama usaha atau proyek
yang dikerjakan baru dapat mengembalikan investasi. Semakin cepat dalam
pengembalian biaya investasi sebuah proyek, maka semakin baik proyek tersebut
karena semakin lancar perputaran modal. Analisis ini menggunakan perbandingan
antara investasi dengan keuntungan bersih dikalikan satu kali produksi. Adapun
hasil analisisnya dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Payback period dari usaha rotan muda atau pakkat
Uraian Satuan Nilai
Payback Period Produksi 1,22
Hasil perhitungan payback period dari usaha rotan muda pakkat di
Kecamatan Simangmbat adalah selama 1,22 kali produksi. Artinya, dengan
investasi sebesar Rp. 488.000,00 dan keuntungan bersih sebesar Rp. 425.729,17
selama satu kali produksi akan dapat dikembalikan dalam jangka waktu 1,22 kali
produksi. Pengembalian modal usaha pakkat tergolong cepat, dikarenakan biaya
tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan oleh petani rendah. Sehingga tidak
terlalu berpengaruh pada jumlah pendapatan petani dalam satu kali produksi.
Analisis Pemasaran
hingga kepada konsumen.Pemasaran rotan muda atau pakkat yang ada di
Kecamatan Simangambat biasanya dijual langsung di pasar, tetapi ada juga dijual
kepada pengumpul. Dari hasil wawancara, pasar terdekat berada di Kecamatan
Simangambat yang berjarak 15 Km yaitu terdapat di Desa Ulok Tano atau Poken
Minggu.
Saluran pemasaran hasil pakkat di Kecamatan Simangambat terdapat 4
pelaku pasar, yaitu :
1. Petani (Produsen)
Petani merupakan orang yang menyediakan hasil pakkat yang berada di
kecamatan tersebut. Hasil pakkat tersebut yang akan dijual kepada
konsumen dan kepada para agen atau pengumpul.
2. Pengumpul (Agen)
Pengumpul atau agen merupakan pengumpul yang datang dari dalam atau
luar kecamatan Simangambat yang secara langsung datang kerumah para
petani untuk membeli pakkat. Selanjutnya pengumpul akan menjual
kepada para pedagang ataupun para agen yang menjual secara eceran
tergantung permintaan.
3. Pedagang atau pengecer
Pedagang merupakan penjual yang secara langsung menjual kepada
konsumen dipasar. Pedagang ada yang bersifat secara langsung dipasar ada
juga yang menjual pakkat dengan cara berkeliling desa atau disebut juga
dengan paralong-along.
58
Konsumen akhir dalam penelitian ini adalah pemakai hasil pakkat.
Konsumen umumnya rumah tangga ataupun rumah makan dan kosumen
membeli dari pedagang baik eceran maupun dalam jumlah banyak.
Saluran pemasaran hasil pakkat di Kecamatan Simangambat tidak terlalu
banyak melibatkan lembaga atau pelaku pasar. Umumnyasaluran pemasaran hasil
pakkat di Kecamatan Simangambat melibatkan petani pakkat, pengumpul,
pengecer dan konsumen. saluran pemasaran hasil rotan muda atau pakkat yang
dilakukan responden (petani) di Kecamatan Simangambat terdapat duasaluran
pemasaran, yaitu:
1. Saluran 1 ini, petani (produsen) menjual pakkat ke pengumpul, dimana
pengumpul mendatangi rumah petani. Kemudian dari pengumpul tersebut
dipasarkan ke konsumen secara langsung. Konsumen biasanya adalah
rumah makan atau masyarakat antar desa, kecamatan, kabupaten. Jika
digambarkan dalam bagan alir yaitu:
2. Saluran 2 ini, petani (produsen) menjual pakkat ke pengumpul, kemudian
dari pengumpul rotan muda atau pakkat tersebut dijual ke pedagang atau
pengecer, selanjutnya pengecer rotan muda atau pakkat dipasarkan ke
konsumen akhir. Konsumen akhir biasanya rumah makan atau masyarakat
yang berasal dari luar kecamatan dan luar kabupaten.Jika digambarkan
dalam bagan alir yaitu:
Petani Pengumpul Pengecer Konsumen
Analisis margin pemasaran dan margin keuntungan pakkat
Berdasarkan data wawancara dan kuesioner yang diperoleh dari lapangan
bahwa terdapat harga jual masing-masing saluran pemasaran. Harga jual tiap alur
berbeda mulai dari harga jual petani sampai harga jual pedagang besar antar kota,
sehingga didapat selisih dan angka marjin pemasaran.
Saluran I
Pelaku pemasaran pakkat diketahui bahwa tiap pelaku mendapatkan
keuntungan yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan dalam memasarkan pakkat
menggunakan harga jual dan biaya pemasaran yang berbeda. Berdasarkan Tabel
12, dapat dilihat bahwa bagian yang diterima petani pakkat (farmer share) sebesar
40% yang diperoleh dari pembagian antara harga jual dari petani dengan harga
jual pada konsumen. Berdasarkan nilai farmer share tersebut maka dapat dilihat
keterkaitan pemasaran antara petani dengan konsumen, dengan nilai 40% dengan
margin pemasaran Rp. 900, sehingga bagi petani hal ini kurang efisien.
Distribusi marjin pemasaran di tiap tingkat tidak merata dan keuntungan
tertinggi dinikmati oleh pengumpul yaitu sebesar 51,26%. Jika membandingkan
biaya keuntungan antara petani dan pengumpul, sudah sewajarnya pengumpul
memperoleh marjin keuntungan yang tinggi dibandingkan dengan petanikarena
pengumpul menanggung biaya yang tertinggi, sehingga pakkat yang dipasarkan
dari pengumpul hingga kepada konsumen mengalami peningkatan yang
tinggi.Berikut rincian margin keuntungan dan marjin pemasaran pada
60
Tabel 12. Analisis Margin Keuntungan Distribusi Pakkat (Saluran I)
Pelaku pasar Jenis Harga Biaya (Rp.) Share (%)
Persen margin keuntungan 51,26
Konsumen Harga beli 1500
Total margin keuntungan 768,9
Tabel 13. Analisis Margin Pemasaran Distribusi Pakkat (Saluran I)
Pelaku pasar Jenis harga Nilai per unit Persentase
Petani Harga jual 600 40
Pengumpul Harga jual 1500
Margin pemasaran 900
Berdasarkan Tabel 13, dapat dilihat nilai margin pemasaran yang diterima
saluran pemasaran I sebesar 900. Nilai margin pemasaran pakkat ini besar karena
mendekati harga yang diterima konsumen, hal ini dikarenakan terdapat
peningkatan harga pada pelaku pasar yaitu pada pengumpul disebabkan pada
pengumpul terdapat proses produksi sehingga harga jual mengalami
peningkatan.
Saluran II
Saluran II, bagian farmer share yang diterima petani pakkat sama seperti
saluran I yaitu memiliki nilai sebesar 40%. nilai margin keuntungan terbesar
diterima oleh pengecer yaitu sebesar Rp. 590. hal ini sama seperti saluran I yaitu
dalam memasarkan pakkat menggunakan harga jual dan biaya pemasaran yang
Tabel 14. Analisis Margin Keuntungan Distribusi Pakkat (Saluran II)
Persen margin keuntungan 18,76
Pengecer Harga beli 900 -
Harga jual 1500 -
Biaya pemasaran 10 -
Margin keuntungan 590 -
Persen margin keuntungan 39,33
Konsumen Harga beli 1500
Total margin keuntungan 758,9
Tabel 15. Analisis Margin Pemasaran Distribusi Pakkat (Saluran II)
Pelaku pasar Jenis harga Nilai per unit persentase
Petani Harga jual 600 40
Pengumpul Harga jual 900 60
Pengecer Harga jual 1500 100
Margin pemasaran 900
Berdasarkan Tabel 15. dapat dilihat nilai margin pemasaran yang diterima
saluran pemasaran II sama seperti saluran pemasaran I Rp.900. Nilai margin
pemasaran pakkat ini besar karena mendekati harga yang diterima konsumen, hal
ini dikarenakan terdapat peningkatan harga pada pelaku pasar yaitu pada
pengumpul disebabkan pada pengumpul terdapat proses produksi sehingga harga
jual mengalami peningkatan.
Berdasarkan data margin pemasaran dan margin keuntungan di atas, usaha
ini memperoleh keuntungan yang berbeda pada tiap-tiap lembaga pemasaran.
Perbedaan harga yang terjadi antara petani dengan pengumpul ataupun pengecer
disebabkan karena banyak faktor, salah satunya adalah transportasi dan selisih
62
Logistik (1996) perbedaan harga yang diterima produsen dengan harga yang
dibayar konsumen disebut margin pemasaran. Margin pemasaran terdiri dari biaya
pemasaran dan keuntungan yang diambil pedagang. Tinggi rendahnya biaya
mencerminkan seberapa besar layanan pasar yang diberikan serta kerusakan atau
penyusutan komoditas yang dipasarkan. Sedangkan keuntungan yang diperoleh
pedagang merupakan selisih antara penerimaan yang diperoleh dan biaya yang
dikeluarkan. Penerimaan itu sendiri dikeluarkan oleh harga jual dan volume
penjualan.
Efisensi pemasaran
Efisiensi pemasaran adalah kemampuan jasa-jasa pemasaran untuk dapat
menyampaikan suatu produk dari produsen ke konsumen secara adil dengan
memberikan kepuasan pada semua pihak yang terlibat untuk suatu produk yang
sama. Dalam penelitian ini untuk mengetahui efesiensi pemasaran dilakukan
dengan parameter mark up on selling digunakan untuk mengetahui tingkat
efesiensi operasional suatu sistem tata niaga yang sedang berjalan. Nilai efesiensi
tersebut adalah untuk menentukan tingkat kemampuan menyampaikan/
mendistribusikan barang dalam sistem tataniaga yang berjalan dengan biaya
minimum.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terdapat dua saluran pemasaran,
dengan dua saluran pemasaran ini maka dapat dilihat tingkat efesiensi dari
masing-masing saluran. Besarnya nilai efesiensi pemasaran dapat dilihat pada
Tabel. 16 Nilai Mack up on selling pada Masing-Masing Saluran Pemasaran
Pelaku pasar Saluran (%)
I II
Pengumpul 33 33
Pengecer 40 40
Berdasarkan hasil di atas, saluran pemasaran I dan II dikatakan efisien
karena memiliki nilai mark up on selling <50%. Namun saluran pemasaran yang
paling efisien adalah bagian dari pengumpul, karena nilai mark up on selling nya
lebih rendah dari pengecer. Disebut efisien karena biaya yang ditanggung
konsumen adalah 33 %. Hal ini sesuai dengan pernyataan Awang, dkk (2002)
yang menyatakan pemasaran suatu komoditi dikatakan efisien apabila memenuhi
beberapa syarat yaitu: mampu mentransfer produk yang diperdagangkan dari
produsen awal ke konsumen akhir dengan biaya minimal dan mampu
menciptakan distribusi pendapatan yang adil dari harga yang dibayar konsumen
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Usaha rotan muda atau pakkat layak untuk dijalankan karena nilai RC
rationya lebih dari 1 yaitu 2,4 dengan titik impas 490 unit dan titik impas
harga sebesar Rp. 245,22, serta payback period adalah setelah 1,22 kali
produksi.
2. Terdapat duasaluran pemasaran pakkat di Kecamatan Simangambat. Margin
pemasaran dari pakkat ini adalah sebesar Rp.900,00.
3. Semua saluran pemasaran pakkat di Kecamatan Simangambat efesien,
dikatakan efesien karena memiliki nilai mark up on selling dibawah 50 %.
Saran
Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah:
1. Usaha pakkat penting diperhatikan dan didukung, termasuk perhatian `dari
pemerintah, termasuk dalam hal penyediaan pasar untuk pakkat yang
dihasilkan petani karena dapat meningkatkan pendapatan lokal.
2. Diharapkan kepada petani yang memanfaatkan pakkat agar lebih melestarikan
atau membudidayakan pakkat.
3. Sebaiknya masyarakat membudidayakan pakkat dilahan masing-masing,
DAFTAR PUSTAKA
Achmad. 2008. Norma Adat Seko Lodang dalam Pemanfaatan Sumber Daya Hutan dan Lahan. Buletin Penelitian Vol. 7. No 1. Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin
Adalina, Y. 2008. Analisis Finansial Usaha Lebah Madu Apis mellifera L. Pusat Litbang Konservasi Alam. Bogor
Adiwilaga. 1996. Ilmu Usaha Tani. Penerbit Alumni Bandung. Bandung
Affandi, O. dan P. Patana. 2004. Perhitungan Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan Non-Marketable oleh Masyarakat Desa Sekitar Hutan (Studi Kasus Cagar Alam Dolok Sibual-Buali Kecamatan Sipirok Tapanuli Selatan). USU Digital Library. Medan. tanggal 23 September 2012).
Alamsyah, I. 2005. Analisis Nilai Tambah dan Pendapatan Usaha Industri Kemplang Rumah Tangga Berbahan Baku Utama Sagu dan Ikan. Jurnal Pembangunan Manusia. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Palembang.
Awang, S dkk. 2002. Hutan Rakyat, Sosial Ekonomi dan Pemasaran. BPFE. Yogyakarta Hal. 69-81.
Aziz, N. 2003. Pengantar Mikro Ekonomi. Bayumedia. Malang.
Badan Urusan Logistik. 1996. Studi Analisis Keterpaduan Pasar Pada Sistem Pemasaran Komoditas Pangan Strategis. Lembaga Penelitian IPB. Bogor.
Daniel, M. 2001. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta.
Dransfield, J. 1974. A Note on the Genius Cornera (Palmae: Lepidocaryoideae). The Malaysian Forester.
and N. Manokaran. 1994. Rattans, Plants Resources of South-East Asia 6. PROSEA.
Erwinsyah. 1999. Kebijakan Pemerintah Dan Pengaruhnya Terhadap Pengusahaan Rotan Di Indonesia. Enviromental Policy and Instituonal Strengtheining IQC. Jakarta.