• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterkaitan Kegiatan Keramba Jaring Apung (KJA) Dengan Tingkat Kesuburan di Waduk Cirata, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keterkaitan Kegiatan Keramba Jaring Apung (KJA) Dengan Tingkat Kesuburan di Waduk Cirata, Jawa Barat"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

KETERKAITAN KEGIATAN

KERAMBA JARING APUNG (KJA) DENGAN TINGKAT

KESUBURAN DI WADUK CIRATA, JAWA BARAT

NUGRAHA BAGOES SOEGESTY

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keterkaitan Kegiatan Keramba Jaring Apung (KJA) Dengan Tingkat Kesuburan di Waduk Cirata, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Nugraha Bagoes Soegesty

(4)

ABSTRAK

NUGRAHA BAGOES SOEGESTY. Keterkaitan Kegiatan Keramba Jaring Apung (KJA) Dengan Tingkat Kesuburan di Waduk Cirata, Jawa Barat. Dibimbing oleh NIKEN T M PRATIWI dan SIGID HARIYADI.

Pemantauan tingkat kesuburan perairan Waduk Cirata merupakan hal yang penting dalam upaya pengelolaan perairan yang berkelanjutan untuk kegiatan PLTA maupun KJA. Tujuan dari penelitian ini menganalisis tingkat kesuburan perairan berdasarkan parameter kualitas air fisika, kimia, dan biologi menggunakan beberapa indeks berkaitan dengan keberadaan KJA di Waduk Cirata. Penentuan tingkat kesuburan perairan dilakukan melalui pendekatan indeks, yaitu indeks Nygaard (In), Trophic State Index (TSI), Trophic Index

(TRIX), Trophic Level Index (TLI), dan Metode Delphi (R[DM]). Berdasarkan analisis clustering dan analisis komponen utama menunjukkan bahwa kelompok stasiun terbagi atas Stasiun KJA yang dipengaruhi oleh parameter DO, suhu, kecerahan, dan klorofil-a dan Stasiun inlet S. Citarum yang dipengaruhi oleh parameter TDS dan total fosfat. Berdasarkan hasil perhitungan In, TSI, TRIX, TLI dan R[DM] Stasiun KJA dan inlet S. Citarum tergolong hipereutrofik. Keseluruhan indeks tersebut masih relevan untuk menggambarkan status kesuburan Waduk Cirata saat ini.

Kata kunci: Indeks kesuburan, KJA, dan Waduk Cirata.

ABSTRACT

NUGRAHA BAGOES SOEGESTY. Influence Activity Floating Net Cage Activity Against Trophic Level in Cirata Reservoir, West Java. Supervised by NIKEN T M PRATIWI and SIGID HARIYADI.

Trophic states monitoring in Cirata Reservoir is an important thing in sustainable management for hydropower plan and floating net cage. The purpose of this research is to analyze trophic states of Cirata Reservoir based on physical, chemical, and biological parameters using some index related to existence of floating net cage in Cirata Reservoir. Trophic states were calculated by some index which is index Nygaard (In), Trophic State Index (TSI), Trophic Index (TRIX), Trophic Level Index (TLI), and Delphi Method (R[DM]). Cluster analysis and principal component analysis indicated that the station group consist of Station KJA that influenced by dissolved oxygen, temperature, Secchi disk depth, and chlorophyll-a, and Station inlet of Citarum River that influenced by total dissolved solid and total phosphate. The results show that the values of In, TSI, TRIX, TLI and R[DM] of Station KJA and inlet of Citarum River are indicated as hypereutrofic. All of the indexs are still relevant to describe the trophic states of Cirata Reservoir.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

KETERKAITAN KEGIATAN

KERAMBA JARING APUNG (KJA) DENGAN TINGKAT

KESUBURAN DI WADUK CIRATA, JAWA BARAT

NUGRAHA BAGOES SOEGESTY

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Keterkaitan Kegiatan Keramba Jaring Apung (KJA) Dengan Tingkat Kesuburan di Waduk Cirata, Jawa Barat

Nama : Nugraha Bagoes Soegesty NIM : C24080081

Disetujui oleh

Dr Ir Niken T M Pratiwi, MSi. Pembimbing I

Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc. Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc. Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2012 ini ialah kesuburan perairan, dengan judul Keterkaitan Kegiatan Keramba Jaring Apung (KJA) Dengan Tingkat Kesuburan di Waduk Cirata, Jawa Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Niken TM Pratiwi, Msi. dan Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc. selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Yaya Hudaya, ST. dan seluruh staf Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC) serta staf Pusat Peneliti Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PPSDAL). Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

METODE ... 2

Waktu dan Lokasi Penelitian ... 2

Pengumpulan data ... 2

Pelaksanaan Penelitian ... 3

Penentuan Stasiun ... 3

Pengambilan, penanganan, dan analisis contoh kualitas air ... 4

Analisis Data ... 5

Pengelompokan Stasiun (Clustering) ... 5

Analisis Komponen Utama (AKU) ... 5

Indeks Pendugaan Produktivitas Perairan ... 5

Pendugaan Kesuburan Perairan ... 6

IndeksNygaard (In) ... 6

Trophic State Index (TSI) ... 7

Trophic index (TRIX) ... 8

Trophic Level Index (TLI) ... 8

Metode Delphi (R[DM]) ... 9

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 10

Hasil ... 10

Keadaan umum Waduk Cirata, Jawa Barat ... 10

Kualitas Air di Waduk Cirata ... 11

Fitoplankton ... 13

Kelimpahan fitoplankton ... 13

Pembahasan ... 15

Implementasi pengelolaan ... 19

KESIMPULAN ... 20

DAFTAR PUSTAKA ... 20

RIWAYAT HIDUP ... 23

(10)

DAFTAR TABEL

1 Koordinat lokasi pengambilan contoh ... 4

2 Alat dan metode yang digunakan pada pengukuran parameter fisika, kimia, dan biologi (Eaton et. al. 1989; Eaton et. al. 2005) ... 4

3 Matriks parameter indeks ... 6

4 Tingkat kesuburan perairan berdasarkan hasil perhitungan In (Nygaard 1949 in Rawson 1956) ... 7

5 Status kesuburan perairan berdasarkan TSI (Carlson 1977) ... 7

6 Kriteria perairan berdasarkan hasil perhitungan TRIX (Vollenwieder et al. 1998) ... 9

7 Tingkat kesuburan perairan berdasarkan hasil perhitungan TLI (Burns et al. 2005) ... 9

8 Status kesuburan perairan dengan menggunakan metode Delphi (Kaiblinger 2009 in Parpavov et al. 2010) ... 9

9 Tingkat kesuburan perairan berdasarkan hasil perhitungan indeks Nygaard, TRIX, TSI, TLI, dan metode Delphi ... 16

10 Hasil perhitungan TSI, TLI, dan R[DM] tahun 2008-2012 ... 19

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir pendekatan masalah ... 2

2 Peta Waduk Cirata dan stasiun pengambilan contoh ... 3

3 Pertumbuhan unit KJA di Waduk Cirata ... 11

4 Jumlah spesies fitoplankton di seluruh stasiun ... 14

5 Jumlah kelimpahan fitoplankton di seluruh stasiun ... 14

6 Kelimpahan Kelas plankton di seluruh stasiun ... . 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Lokasi pengambilan air contoh ... 24

2 Kondisi fisika, kimia dan biologi perairan . ... 25

3 Sebaran vertikal suhu di seluruh stasiun ... 26

4 Sebaran vertikal kekeruhan di seluruh stasiun ... 26

5 Kecerahan di seluruh stasiun ... 27

6 Sebaran vertikal TN di seluruh stasiun ... 27

7 Sebaran vertikal TP di seluruh stasiun ... 28

8 Sebaran vertikal TDS di seluruh stasiun ... 28

9 Sebaran vertikal nitrat di seluruh stasiun ... 29

10 Sebaran vertikal nitrit di seluruh stasiun ... 29

11 Sebaran vertikal DO di seluruh stasiun ... 30

12 Sebaran vertikal ammonia di seluruh stasiun ... 30

(11)

14 Konsentrasi klorofil-a di seluruh stasiun ... 31 15 Komposisi jenis dan kelimpahan fitoplankton ... 32 16 Dendrogram hasil analisis clustering parameter fisika,

kimia dan biologi ... 33 17 Biplot hasil analisis PCA menggunakan parameter

fisika, kimia dan biologi ... 33 18 Hasil perhitungan MEI dan produksi ... 34 19 Hasil perhitungan status kesuburan di seluruh stasiun

berdasarkan indeks Nygaard ... 34 20 Hasil perhitungan status kesuburan di seluruh stasiun

berdasarkan TSI ... 34 21 Hasil perhitungan status kesuburan di seluruh stasiun

berdasarkan TLI ... 34 22 Hasil perhitungan status kesuburan di seluruh stasiun

(12)
(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Waduk Cirata merupakan waduk yang dibangun dengan membendung Sungai Citarum yang terletak di Jawa Barat. Waduk mulai dioperasikan pada tahun 1987 dengan tujuan utamanya PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air). Tahun 1988 perairan waduk mulai dikembangkan untuk kegiatan akuakultur dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA) yang diperuntukkan bagi masyarakat yang lahannya terkena dampak pembangunan waduk.

Berdasarkan sensus Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC) tahun 2011 jumlah KJA yang berada di Waduk Cirata berjumlah 53.031 unit. Kegiatan akuakultur melalui sistem KJA yang sudah melebihi daya dukung lingkungan telah menyebabkan peningkatan bahan organik di perairan yang berasal dari sisa pakan dan hasil metabolisme organisme ikan (Purnamaningtyas & Tjahjo 2008). Pakan ikan buatan untuk kegiatan budidaya kaya akan nitrogen dan fosfor. Pakan tersebut tidak seluruhnya termanfaatkan dan menjadi penyebab peningkatan nutrien di perairan yang mengakibatkan peningkatan kesuburan perairan. Hal tersebut tentunya akan menyebabkan kualitas air mengalami perubahan baik secara fisika, kimia, dan biologi (Zhou et al. 2011).

Tingkat kesuburan perairan dapat ditentukan dengan menganalisis parameter fisika, kimia, dan biologi melalui pendekatan indeks kesuburan. Tingkat kesuburan (trophic state) digambarkan dalam dua tingkat yakni oligotrofik dan eutrofik (Vollenwider & Kerekes 1980). Indeks status kesuburan yang pertama diperkenalkan oleh Nygaard pada tahun 1946. Indeks Nygaard (In) menggunakan jumlah Kelas fitoplankton untuk menggambarkan status trofik perairan. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan penentuan status kesuburan perairan cenderung mengalami perubahan dari pendekatan kondisi biologi perairan menjadi pendekatan kondisi fisika dan kimia perairan. Indeks-indeks tersebut adalah Trophic State Index (Carlson 1977), Trophic Index

(Vollenweider et al. 1998), Trophic Level Index (Burns et al. 2005), dan metode Delphi (Kaiblinger 2009 in Paparov 2010). Pemantauan tingkat kesuburan perairan merupakan hal yang penting dalam upaya pengelolaan perairan yang berkelanjutan karena tingkat kesuburan akan menggambarkan baik buruknya suatu perairan yang diperuntukkan bagi bermacam-macam kegiatan di Waduk Cirata.

Perumusan Masalah

(14)

2

Kondisi fisika, kimia dan biologi

Keterkaitan KJA dengan tingkat kesuburan Waduk Cirata

- Area bebas KJA - Area padat KJA - Muara Sungai Citarum

organik tersebut akan terurai, dan menyebabkan perubahan terhadap parameter fisika, kimia, dan biologi di perairan yang mengakibatkan perubahan tingkat kesuburan perairan Waduk Cirata.

Gambar 1. Diagram alir pendekatan masalah

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kesuburan perairan berdasarkan parameter kualitas air fisika, kimia, dan biologi menggunakan beberapa indeks berkaitan dengan keberadaan KJA di Waduk Cirata.

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitiaan ini dilakukan di Waduk Cirata, Jawa Barat. Pengambilan contoh air dilakukan pada bulan September 2011-Mei 2012. Kegiatan penelitian ini dibagi ke dalam dua tahap kegiatan. Tahap pertama meliputi kegiatan di lapang yang terdiri dari survei dan kegiatan pengambilan contoh air untuk dianalisis di laboratorium. Kemudian tahap kedua adalah kegiatan analisis air contoh yang meliputi, parameter fisika, kimia, dan biologi yang dilakukan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan dan Biologi Mikro I Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, dan di Laboratorium Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PPSDAL), Universitas Pajajaran, Bandung.

Pengumpulan data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dari dua kali pengambilan contoh dan satu data sekunder hasil kegiatan monitoring kualitas air Waduk Cirata yang dilakukan oleh Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC). Seluruh data terdiri parameter fisika, kimia, dan biologi perairan

.

Data primer

Beban masukan bahan

(15)

3 diperoleh melalui survei lapang dan pengambilan air contoh secara langsung bersama tim BPWC dan konsultan lingkungan dari PPSDAL pada Bulan Februari dan Mei 2012. Data sekunder diperoleh dari hasil pemantauan kualitas air periode kedua pada bulan September 2011 oleh BPWC dan beberapa penelitian sebelumnya mengenai kesuburan yang telah dilakukan di Waduk Cirata oleh Insan (2009) dan Sudrajat et al. (2010). Terhadap data tersebut dilakukan analisis tingkat kesuburan menggunakan indeks kesuburan perairan.

Pelaksanaan Penelitian

Penentuan Stasiun

Lokasi stasiun pengamatan dan pengambilan contoh ditentukan dengan mempertimbangkan kegiatan di sekitar waduk yang memiliki pengaruh terhadap kesuburan. Pengambilan contoh dilakukan secara spasial menggunakan metode pengambilan contoh acak berlapis (stratified random sampling) dengan titik vertikal dan horizontal. Pengambilan contoh secara vertikal dilakukan pada tiga titik kedalaman, yaitu kedalaman permukaan (0,2 m) untuk melihat kondisi kualitas di lapisan eufotik. Kemudian kedalaman 5 m merupakan kedalaman yang menggambarkan kondisi kualitas air di kedalaman maksimal KJA. Kedalaman 1-3 m dari dasar bertujuan untuk melihat kondisi di dasar perairan yang mengalami pengendapan bahan-bahan organik. Pengambilan contoh secara horizontal dilakukan pada empat stasiun dengan karakteristik yang berbeda. Stasiun Steril KJA mewakili zona bebas KJA, Stasiun padat KJA mewakili zona pemanfaatan KJA, Stasiun tengah waduk mewakili daerah tengah waduk, dan Stasiun Muara S. Citarum mewakili muara Sungai Citarum (Tabel 1, Gambar 2, dan Lampiran 1)

(16)

4

Pengambilan, penanganan, dan analisis contoh kualitas air

Alat dan bahan yang digunakan dalam pengambilan air contoh adalah Van Dorn water sampler, Secchi disk, dan plakton net (mesh size 0,053 mm). Penanganan air contoh untuk analisis fisika dan kimia menggunakan pendinginan dengan es dan untuk analisis fitoplankton menggunakan larutan Lugol 1%.

Seluruh parameter fisika, kimia, dan biologi dianalisis menggunakan metode Standard Method For Examination Water and Wastewater (Eaton et. al.

1989) dan Standard Method For Examination Water and Wastewater (Eaton et. al.

2005) yang tertera pada Tabel 2. Pencacahan sel fitoplankton dilakukan dengan metode strip menggunakan Sedgwick-Rafter Counting Chamber (SRC) berukuran 50x20x1 mm3 (Wetzel & Likens 1991). Kemudian spesies fitoplankton diidentifikasi menggunakan buku identifikasi fitoplankton (Belcher & Swale 1978, 1979; Mizuno 1979; Prescot 1970).

Tabel 1. Koordinat lokasi pengambilan contoh

Tabel 2. Alat dan metode yang digunakan pada pengukuran parameter fisika, kimia, dan biologi (Eaton et. al. 1989; Eaton et. al. 2005)

3 TDS mg/L Timbangan analitik/Gravimetrik Ex situ

4 Kekeruhan NTU Turbidimeter (WQC)/Nephelometrik Ex situ

Kimia

5 pH pH meter (WQC)/Potensiometrik In situ

6 DO mg/L Titrasi/Modifikasi Winkler dan WQC In situ

7 Nitrat mg/L Spectrofotometer/Sulfanilamid Ex situ

9 Nitrit mg/L Spectrofotometer/Brucine Ex situ

10 Ammonia mg/L Spectrofotometer/Phenate Ex situ

11 Total fosfat mg/L Spectrofotometer/Digestion Ex situ

12 Total Nitrogen mg/L Spectrofotometer/Digestion Ex situ

Biologi

13 Klorofil-a mg/m3 Spectrofotometer/Aceton Ex situ

14 Fitoplankton Ind/L Mikroskop elektrik binokuler/sapuan Ex situ

(17)

5 Analisis Data

Pengelompokan Stasiun (Clustering)

Clustering memiliki bermacam-macam metode dalam mengelompokkan data, salah satunya adalah hierarchical clustering (Wahyono 2009). Pada metode

hierarchical clustering, sebelum dilakukan pengelompokan, setiap data yang ada diasumsikan sebagai cluster. Hal ini jika terdapat jumlah data sebanyak n, dan k dianggap sebagai jumlah cluster, maka besarnya n=k. Kemudian, dihitung jarak antar clusternya dengan menggunakan Euclidian distance berdasarkan jarak rata-rata antar objek. Selanjutnya, dari hasil perhitungan tadi dipilih jarak yang paling minimal dan digabungkan sehingga besarnya n=n-1. Hal ini akan terus dilakukan dan akan berhenti jika memenuhi kondisi jumlah k=1. Pada akhir tahap

hierarchical clustering ini akan diperoleh sebuah gambar dendrogram yang menunjukkan urutan pengelompokan masing-masing anggota dalam cluster

(Alfina et al. 2012).

Analisis Komponen Utama (AKU)

Pada dasarnya Analisis Komponen Utama (AKU) adalah suatu metode untuk mengekspresikan kembali data multivariat. Jika dalam suatu penelitian terdapat sejumlah besar variabel dengan AKU dapat dilakukan orientasi variabel terhadap data yang dikumpulkan sehingga bisa diperoleh dimensi yang lebih sedikit namun memberikan informasi sebesar-besarnya dari data aslinya (Soedibjo 2008). Misalkan dalam sebuah penelitian diperoleh variabel X1, X2,..., Xp (stasiun atau faktor lingkungan). Berdasarkan variabel ini kita dapat membangun kombinasi linear untuk menghasilkan variabel baru sebagai berikut.

Z1 = a11X1 + a12X2+ … + a1pXp

Z2 = a21X1 + a22X2+ … + a2pXp

Zp = ap1X1 + ap2X2+ … + appXp

Keterangan:

Z1: Komponen utama pertama

Z2: Komponen utama kedua

Zp: Komponen utama ke p

Indeks Pendugaan Produktivitas Perairan

(18)

6

Keterangan:

MEI = Morphoedaphic index

Z = Kedalaman rata-rata TDS = Total Dissolved Solid

Produksi ikan (yield) dapat diketahui berdasarkan hasil analisis produktivitas dengan menggunakan MEI melalui rumus yang dikemukakan oleh Henderson & Welcome (1974). Rumus perhitungan yield disajikan sebagai berikut.

Keterangan:

Y = produksi ikan (kg/ha) MEI = Morphoedaphic index

Pendugaan Kesuburan Perairan

Penentuan tingkat kesuburan perairan dilakukan berdasarkan kondisi fisika, kimia, dan biologi perairan melalui indeks Nygaard (In), Trophic State Index

(TSI), Trophic Index (TRIX), Trophic Level Index (TLI), dan Metode Delphi (R[DM]). Indeks-indeks tersebut menggunakan parameter yang berbeda-beda dalam perhitungannya (Tabel 3).

IndeksNygaard (In)

Indeks Nygaard (In) merupakan indeks penentu status kesuburan yang menggunakan parameter biologi, yaitu fitoplankton (Nygaard 1946 in Rawson 1956). Status kesuburan perairan hasil perhitungan In disajikan pada Tabel 4. Rumus perhitungan In disajikan sebagai berikut.

Keterangan : Myxophiceae = Cyanophyceae

Tabel 3. Matriks parameter indeks

Indeks Parameter

TP TN Kecerahan Klorofil-a %DO Fitoplankton

Indeks Nygaard - - -

TSI - - -

TRIX - -

TLI - -

(19)

7 Tabel 4. Tingkat kesuburan perairan berdasarkan hasil perhitungan In (Nygaard

1949 in Rawson 1956)

Trophic State Index (TSI)

Trophic State Index (TSI) merupakan analisis dari tiga parameter utama kesuburan, yaitu kedalaman Secchi disk, konsentrasi total fosfat (TP), dan kandungan klorofil-a di perairan. Hasil perhitungan TSI disajikan pada Tabel 5 (Carlson 1977). Rumus untuk perhitungan TSI-SD, TSI-TP, dan TSI-Chl disajikan sebagai berikut.

Keterangan:

TSI (SD) = Nilai TSI untuk Secchi disk

TSI (TP) = Nilai TSI untuk total fosfat TSI (Chl) = Nilai TSI untuk klorofil-a SD = Secchi disk (m)

TP = Total fosfat (mg/m3) Chl = Klorofil-a (mg/m3)

Tabel 5. Status kesuburan perairan berdasarkan TSI (Carlson 1977)

TSI Status

(20)

8

Trophic index (TRIX)

Trophic Index (TRIX) merupakan metode yang digunakan untuk menentukan tingkat kesuburan perairan dengan menggunakan empat parameter, yaitu klorofil-a, persentase oksigen terlarut jenuh (%DO), dan nutrien (N, P) (Vollenweider et a 1998). Kriteria perairan dari hasil perhitungan TRIX disajikan pada Tabel 6. Rumus perhitungan TRIX disajikan sebagai berikut.

Keterangan:

k = faktor skala (10) L = nilai minimum parameter U = nilai maksimum parameter M = nilai median parameter

n = jumlah parameter yang dianalisis (4)

Trophic Level Index (TLI)

Trophic Level Index merupakan indeks yang dikembangkan oleh Burns et al.

(2005). Pada dasarnya TLI merupakan pengembangan dari TSI, namun TLI mengikutsertakan parameter total nitrogen dalam perhitungannya. Nilai kisaran TLI rata-rata Tabel 7. Secara matematis nilai TLI dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut.

Keterangan:

TLIChl = Nilai TLI untuk klorofil-a

TLIS = Nilai TLI untuk kedalaman Secchi disk

TLITP = Nilai TLI untuk total fosfat

TLITN = Nilai TLI untuk total nitrogen

(21)

9 Metode Delphi (R[DM])

Metode Delphi menggunakan rating 0<R<100 untuk menggambarkan tingakat kesuburan perairan (Kaiblinger 2009 in Paparov et al. 2010). Metode Delphi merupakan gabungan perhitungan dari metode TLI. Nilai hasil perhitungan metode Delphi yang menunjukkan kualitas dan status kesuburan perairan disajikan pada Tabel 8. Rumus untuk memperoleh rating menggunakan Metode Delphi disajikan sebagai berikut.

Keterangan:

R = Rating Metode Delphi (0 <R<100) TLI = Trophic Level Index

Tabel 6. Kriteria perairan berdasarkan hasil perhitungan TRIX (Vollenwieder et al.

1998)

5-6 Mesotrofik ke Eutrofik

6-8 Eutrofik

Tabel 7. Tingkat kesuburan perairan berdasarkan hasil perhitungan TLI (Burns et al. 2005)

Trophic Level Index (TLI) Kondisi perairan <2

(22)

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil pengamatan yang dilakukan di Waduk Cirata terdiri dari keadaan umum Waduk Cirata dan kualitas air yang dilihat dari kondisi fisika, kimia, dan biologi. Hasil pengamatan tersebut digunakan untuk menduga status kesuburan perairan Waduk Cirata dengan menggunakan In, TSI, TRIX, TLI, dan R[DM].

Keadaan umum Waduk Cirata, Jawa Barat

Waduk Cirata terletak pada ketinggian 225 m dpl dengan kedalaman maksimal 106 m (rata-rata 34 m). Waduk Cirata mencakup tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Purwakarta, Cianjur, dan Bandung Barat. Inlet utama Waduk Cirata berasal dari Sungai Citarum dan 14 sungai lainnya yang mengairi waduk, yaitu Sungai Cisokan, Cibalagung, Cikundul, Gado Bangkong, Cilangkap, Cicendo, Cilandak, Cibakon, Cinangsi, Cimareuwah, Cimeta, Cihujang, Cihea, dan Cibodas (Permana 2012).

Secara umum kondisi lingkungan Waduk Cirata berbeda-beda di setiap sisinya. Daerah utara merupakan daerah genangan yang berbatasan dengan bukit kapur, yang terlarang untuk kegiatan KJA karena terdapat intake mesin pembangkit untuk menggerakkan Kelastor. Daerah Barat dan Timur merupakan daerah yang banyak dimanfaatkan untuk kegiatan KJA dan pertanian, serta reboisasi hutan di catchmen area yang dikelola oleh Pembangkit Jawa Bali Badan Pengelola Waduk Cirata (PJB BPWC). Bagian Selatan Waduk Cirata merupakan

inlet dari Sungai Citarum dan Cibalagung yang tercemar oleh sampah plastik dan didominasi tanaman eceng gondok. BPWC memasang penghalang sampah untuk mencegah masuknya sampah dan eceng gondok ke Waduk Cirata karena dapat membahayakan kegiatan operasi PLTA.

Kegiatan utama masyarakat Waduk Cirata adalah KJA. Jumlah petak KJA pada tahun 2011 sebanyak 53.031 unit, sedangkan batas maksimal jumlah petak untuk kegiatan KJA sebanyak 12.000 berdasarkan SK Gub. Jawa Barat No. 41 Tahun 2002. Petak KJA di Waduk Cirata mengalami peningkatan setiap tahunnya (Gambar 3) dengan rata-rata peningkatan sebesar 2.302 petak/tahun. Pada tahun 1988-1995 jumlah KJA di Waduk Cirata masih di bawah jumlah maksimum yang dianjurkan pemerintah Jawa Barat, namun mengalami peningkatan melebihi jumlah yang ditetapkan pemerintah Jawa Barat pada tahun berikutnya. Pada tahun 1997-1998 jumlah KJA mengalami penurunan jumlah akibat krisis moneter yang dialami Indonesia. Pasca krisis moneter mulai dari tahun 2000 jumlah KJA terus mengalami peningkatan hingga mencapai 53.031 KJA di tahun 2011 (Permana 2012).

(23)

11

Tahun

1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2003 2004 2007 2011

Ju

Jumlah KJA yang diizinkan (Unit) Produksi (Kg)

Gambar 3. Pertumbuhan unit KJA di Waduk Cirata

Dampak yang ditimbulkan akibat tingginya kegiatan KJA, antara lain meningkatkan beban bahan organik yang masuk ke perairan Waduk Cirata, peningkatan proses sedimentasi yang akan menimbulkan permasalah ekologis, yaitu eutrofikasi dan akumulasi senyawa toksik yang menyebabkan kematian ikan (Komarawidjaja et al. 2005).

Kualitas Air di Waduk Cirata

Analisis kualitas air di seluruh stasiun meliputi parameter fisika, kimia, dan biologi. Seluruh parameter tersebut digunakan dalam perhitungan indeks status kesuburan perairan (Lampiran 2).

Suhu di seluruh stasiun pengamatan menunjukkan nilai yang bervariasi dengan kisaran antara 26-30 (±1,48) oC. Suhu mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya kedalaman (Lampiran 3), disebabkan radiasi sinar matahari lebih dominan di lapisan permukaan (Wetzel 2001).

(24)

12

muara S. Citarum (Lampiran 5), diduga karena di Stasiun steril KJA tidak dipengaruhi oleh partikel tersuspensi dari sisa pakan di KJA dan vegetasi tanaman eceng gondok yang mengganggu penetrasi cahaya di perairan.

Kegiatan KJA yang dilakukan secara intesnif menyebabkan akumulasi nitrogen dan fosfat di dasar perairan, yang berasal dari sisa pakan yang menyebabkan peningkatan nutrien di perairan (Zhou et al. 2011). Konsentrasi total nitrogen (TN) dan total fosfat (TP) mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya kedalaman (Lampiran 6 dan 7). Konsentrasi TN di seluruh stasiun berkisar 0,53-1,46 (±0,32) mg/L. Konsentrasi terbesar TN berada di Stasiun padat KJA dan Stasiun muara S. Citarum. Kemudian konsentrasi TP di seluruh stasiun berkisar 0,31-0,63 (±0,1) mg/L. Konsentrasi TP tertinggi berada di Stasiun tengah waduk dan Stasiun muara S. Citarum. Peningkatan konsentrasi nitrogen dan fosfat di Waduk Cirata disebabkan oleh masukan bahan organik yang berasal dari sisa pakan ikan di KJA dan masukan dari Sungai Citarum (Garno 2002).

Bahan organik yang mengalami proses dekomposisi menghasilkan senyawa fosfat dan nitrogen (Diaz et al. 2012). Senyawa hasil dekomposisi, di antaranya nitrat, nitrit dan ammonia, menyebabkan peningkatan terhadap nilai TDS. Kisaran nilai TDS di seluruh stasiun sebesar 106,67-208,70 (±33,10) mg/L. Nilai TDS tertinggi berada di Stasiun muara S. Citarum (Lampiran 8), diduga akibat pengaruh dari masukan Sungai Citarum.

Konsentrasi nitrat hasil pengukuran di seluruh stasiun berkisar 0,43-1,08 (±0,21) mg/L. Konsentrasi nitrat mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya kedalaman (Lampiran 9). Konsentrasi nitrat di Stasiun muara S. Citarum lebih rendah di lapisan permukaan dibandingkan di dasar perairan, diduga akibat nitrat di lapisan permukaan sebagian besar diasimilasi oleh tanaman eceng gondok karena sifatnya bioavailable (Wetzel 2001).

Nitrit merupakan salah satu bentuk senyawa nitrogen di perairan yang tidak stabil karena merupakan senyawa intermediet yang dihasilkan melalui proses nitrifikasi serta keberadaannya sangat dipengaruhi oleh konsentrasi DO (Goldman & Horne 1983). Konsentrasi nitrit mengalami peningkatan di kedalaman 5 meter (Lampiran 10), karena konsentrasi DO yang lebih rendah dibandingkan di lapisan permukaan. Kondisi ini akibat proses dekomposisi bahan organik yang tinggi serta rendahnya suplai oksigen. Semakin rendah konsentrasi DO, semakin tinggi konsentrasi nitrat yang direduksi menjadi nitrit (Molot & Dillon 1993).

Konsentrasi DO di seluruh stasiun berkisar 0,96-6,65 (±2,1) mg/L. Konsentrasi DO terendah berada di Stasiun padat KJA (Lampiran 11) yang disebabkan oleh penguraian bahan organik yang berasal dari kegiatan KJA sehingga kandungan oksigen hasil fotosintesis lebih rendah dari oksigen yang dimanfaatkan untuk respirasi (Tjahjo & Purnamanigtyas 2010).

Amonia merupakan senyawa utama hasil dekomposisi protein dari bahan organik (Ruttner 1973). Konsentrasi amonia berfluktuasi di seluruh stasiun (Lampiran 12) yang berkisar 0,002-0,04 (±0,01) mg/L. Di Stasiun steril KJA dan Stasiun muara S. Citarum konsentrasi amonia cenderung rendah di dasar perairan dan tinggi di lapisan permukaan, diduga karena ammonia di dasar perairan mengalami penyerapan oleh partikel sedimen (Wetzel 2001).

(25)

13 dalam kondisi perairan yang memiliki basa. Kondisi pH di Waduk Cirata tergolong dalam kondisi basa (Purnamaningtyas & Tjahjo 2008). Grafik sebaran pH di seluruh stasiun disajikan pada Lampiran 13.

Konsentrasi klorofil-a bervariasi di seluruh stasiun, disebabkan oleh komposisi fitoplankton, ketersediaan nutrien, grazing, dan pergerakan massa air yang bervariasi di setiap stasiun. Secara umum konsentrasi klorofil-a terbesar berada pada Stasiun tengah waduk dan muara S. Citarum (Lampiran 14) yang terjadi karena Stasiun muara S. Citarum memiliki kelimpahan kelompok Chlorophyceae tertinggi. Chlorophyceae memiliki kandungan klorofil terbesar di antara kelompok alga lainnya (Bold & Wynne 1985).

Fitoplankton

Selama penelitian ditemukan delapan kelompok fitoplankton, yaitu Bacillarophyceae, Chlorophyceae, Cyanophyceae, Euglenaphyceae, Dinophyceae, Zygnemataphyceae, Trebouxiophyceae, dan Zygnemataceae (Lampiran 15). Terdapat tiga kelas fitoplankton yang mendominasi di seluruh stasiun, yaitu Bacillarophyceae, Chlorophyceae, dan Cyanophyceae. Secara khusus dominasi kelas disetiap stasiun berbeda-beda (Gambar 4). Stasiun steril KJA didominasi oleh Kelas Chlorophyceae, dan Cyanophycea. Kemudian untuk Stasiun padat KJA kelas yang mendominasi adalah Chlorophyceae. Stasiun tengah waduk dan Stasiun muara S. Citarum didominasi oleh kelas Bacillarophycea.

Kelimpahan fitoplankton

Organisme fitoplankton merespon perubahan parameter fisika, dan kimia perairan melalui fluktuasi populasi (Goldman & Horne 1983). Berdasarkan hasil pengamatan kelimpahan fitoplankton terbesar terdapat di Stasiun tengah waduk (Gambar 5), disebabkan karena tingginya nutrien di Stasiun tengah waduk yang berasal dari pengaruh kegiatan KJA. Kelimpahan fitoplankton yang paling rendah berada di Stasiun muara S. Citarum, diduga karena adanya pengaruh dari bahan organik dan limbah industri yang berasal dari kegiatan di sepanjang DAS Citarum yang menyebabkan sebagian kecil fitoplankton dapat bertahan hidup. Daerah aliran Sungai Citarum beroperasi 394 buah industri yang sebagian besar belum memiliki instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) (Garno 2001).

Secara umum jumlah kelimpahan Kelas fitoplankton tertinggi dan mendominasi di seluruh Stasiun adalah Cyanophyceae kemudian disusul dengan Chlorophyceae dan Bacillarophycea (Gambar 4). Genus yang memiliki kelipahan tertinggi, yaitu Oscillatoria sp.,sedangkan di Stasiun muara S. Citarum spesies fitoplankton yang mendominasi adalah Pediastrum sp.

Dominasi genus Oscillatoria sp. diduga akibat tingginya konsentrasi bahan organik di Waduk Cirata. Oscillatoria sp. merupakan jenis alga yang sangat toleran terhadap pencemaran bahan organik. Cyanophyceae merupakan alga biru yang melimpah keberadaannya pada perairan yang kaya akan nutrien (Fogg et al.

(26)

14

sepanjang DAS Citarum. Pediastrum sp. merupakan alga yang toleran terhadap berbagai limbah industri dan organik (Tseng & Wang 1983).

Kelompok fitoplankton

Gambar 4. Jumlah spesies fitoplankton di seluruh stasiun

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

K

(27)

15

Gambar 6. Kelimpahan Kelas plankton di seluruh stasiun

Pembahasan

Waduk Cirata merupakan satu kesatuan dari waduk kaskade Sungai Citarum, yang memiliki berbagai potensi di bidang sosial dan ekonomi di antaranya, sumber air minum, media kegiatan budidaya, kegiatan pariwisata, dan sarana perhubungan (Insan 2009). Kulitas air di Waduk Cirata sangat dipengaruhi oleh pengelolaan lingkungan perairan Sungai Citarum dan Waduk Saguling yang terletak di bagian hulu (Tjahjo & Purnamaningtyas 2008).

Berdasarkan analisis cluster dan AKU menggunakan parameter fisika, kimia, dan biologi menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 75% terdapat dua kelompok besar (Lampiran 16 dan 17). Kelompok pertama terdiri dari Stasiun steril KJA, Stasiun padat KJA dan Stasiun tengah waduk yang disebut dengan Stasiun KJA. Stasiun KJA dipengaruhi oleh parameter DO, suhu, kecerahan, dan klorofil-a berdasarkan AKU. Kemudian kelompok kedua terdiri dari Stasiun muara Sungai Citarum yang disebut dengan Stasiun inlet S. Citarum. Stasiun inlet

S. Citarum dipengaruhi oleh parameter TDS dan total fosfat. Hasil analisis cluster

digunakan dalam perhitungan status kesuburan.

(28)

16

Tabel 9. Tingkat kesuburan perairan berdasarkan hasil perhitungan indeks Nygaard, TRIX, TSI, TLI, dan metode Delphi

Indeks Kelompok stasiun Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan TSI, TLI, dan (R[DM]), seluruh stasiun pengamatan tergolong hipereutrofik atau supereutrofik. Kemudian hasil perhitungan dengan menggunakan In dan TRIX menunjukkan bahwa status trofik di seluruh stasiun pengamatan tergolong eutrofik. Meskipun berada pada status eutrof, nilai perhitungan yang diperoleh jauh melebihi nilai kriteria eutrofik kedua indeks tersebut. Dengan demikian dapat diduga bahwa stastus kesuburan berdasarkan kedua indeks tersebut adalah hipereutrofik.

Nilai masing-masing indeks di setiap kelompok stasiun menunjukkan besaran nilai yang berbeda-beda, disebabkan oleh perbedaan pengaruh lingkungan dan kegiatan antropogenik yang mempengaruhi kualitas air di setiap stasiun. Secara umum status trofik Waduk Cirata yang tergolong hipereutrofik, terlihat dari kondisi fisika, kimia, dan biologi di Waduk Cirata (Tabel 9). Berdasarkan konsentrasi klorofil-a, total fosfat, dan nitrogen Waduk Cirata termasuk ke dalam katagori eutrofik (Insan 2009).

Nilai terbesar perhitungan TSI, TRIX, dan TLI berada di Stasiun inlet S. Citarum (Tabel 9). Hal ini mengindikasikan bahwa masukan bahan organik yang berasal dari Sungai Citarum lebih besar dibandingkan dengan kegiatan di KJA. Sebagian besar DAS Citarum telah tercemar berat oleh limbah dari berbagai aktivitas, di antaranya, pertanian, peternakan, dan pemukiman penduduk (Garno 2002).

Kegiatan KJA merupakan salah satu penyebab utama terjadinya eutrofikasi di Waduk Cirata karena kegiatan tersebut menyumbangkan bahan organik ke perairan yang menyebabkan peningkatan konsentrasi nitrogen dan fosfat (Insan 2009). Dalam kurun waktu satu tahun Waduk Cirata menerima limbah bahan organik sebesar 145.334.000 kg/tahun dari kegiatan KJA. Bahan organik tersebut akan menjadi sumber makanan bagi organisme heterotropik untuk hidup dan berkembang biak setelah mengalami proses dekomposisi (Garno 2002).

(29)

17 kelompok fitoplankton yang keberedaannya mencirikan kondisi perairan eutrofik (Brook 1965).

Dominasi kelompok Myxophyceae terjadi karena kemampuannya dalam memfiksasi nitrogen langsung dari atmosfir, kemudian kelompok Myxophyceae juga memiliki sifat luxury consumption of phosphorous sehingga mampu berkembang biak secara cepat pada kondisi perairan yang kaya akan bahan organik (Irianto & Triweko 2011). Kondisi tersebut juga berlaku pada kelompok Chlorococcales, jumlah Kelas dari kelompok Chlorococcales yang mendominasi diakibatkan oleh tingginya bahan organik di perairan (Mentere & Heinonen 1982). Hasil pengamatan fitoplankton berdasarkan In menemukan kelompok fitoplankton Euglenaphyceae yang merupakan indikator perairan eutrofik karena sifatnya yang sangat resisten terhadap limbah bahan organik (Staker et al. 1974). Keberadaan kelompok Desmidiaceae dan centric diatom yang sedikit jumlahnya merupakan indikator perairan yang mengalami kondisi eutrofik karena sifatnya yang tidak toleran terhadap kondisi perairan yang tinggi akan bahan organik (Brook 1965;Mentere & Heinonen 1982). Secara keseluruhan nilai In di Stasiun KJA Stasiun inlet S. Citarum. Kondisi ini memperlihatkan bahwa tingkat eutrofikasi di Stasiun inlet S. Citarum lebih tinggi dibandingkan Stasiun KJA. Kisaran nilai TSI, TLI, dan R[DM] rata-rata di seluruh stasiun pengamatan yang tergolong hipereutrofik didukung oleh nilai hasil perhitungan TP, TN, Chl-a, dan SD yang berada pada kisaran hipereutrofik (Lampiran 20, 21, dan 22). Kisaran tersebut menggambarkan perairan dengan kondisi yang didominasi oleh fitoplankton dari kelompok Cyanophyceae, produktivitas fitoplankton tinggi, dan berpotensi terjadi

blooming (Carlson 1977).

Berdasarkan hasil perhitungan TLI dapat diketahui juga nutrien yang menjadi faktor pembatas di perairan (Lampiran 21). Selisih TLI-TP, dan TLI-TN bernilai positif di seluruh kelompok stasiun. Hal tersebut menjelaskan bahwa nutrien yang menjadi pembatas di seluruh stasiun pengamatan adalah fosfat (Burns et al. 2005). Kondisi ini terlihat dari total limbah organik nitrogen lebih besar dibandingkan dengan fosfat yang masuk ke perairan Waduk Cirata, yaitu sebesar 2.063 ton P/tahun dan 13.393 ton N/tahun (Garno 2002).

Berdasarkan hasil perhitungan TRIX seluruh kelompok stasiun yang tergolong eutrofik mengindikasikan bahwa seluruh kelompok stasiun memiliki produktivitas dan intensivitas produksi yang tinggi. Kondisi ini terlihat berdasarkan konsentrasi klorofil-a yang tergolong eutrofik (OECD 1982 in

Henderson-Sellers & Markland1987). Intensitas produktivitas dapat diketahui melalui %DO saturasi permukaan yang berkisar 38-96%. Kondisi ini didukung oleh ketersediaan unsur hara fosfat dan nitrogen yang tinggi di seluruh kelompok stasiun.

(30)

18

tidak menggambarkan tingginya produktivitas di stasiun tersebut. Hal ini diduga karena sebagian besar DO dimanfaatkan untuk proses dekomposisi dan repirasi oleh ikan yang dipelihara di KJA. Beban bahan organik dari sisa pakan di KJA akan mengalami proses pengendapan dan dekomposisi di dasar perairan yang turut menekan konsentrasi DO di kelompok stasiun KJA (Garno 2002).

Status kesuburan Waduk Cirata mengalami perubahan dari waktu ke waktu terkait dengan dinamika kondisi fisika, kimia, dan biologi perairan yang dipengaruhi oleh musim, dan beban pencemaran yang berubah sepanjang tahun (Suryono et al. 2008). Selama lima tahun terakhir status kesuburan Waduk Cirata tergolong hipereutrof berdasarkan perhitungan TSI, TLI, dan R[DM] (Tabel 10).

Nilai TSI, TLI, dan R[DM] rata-rata pada tahun 2008-2010 mengalami penurunan, kemudian mulai dari tahun 2010-2012 kembali mengalami peningkatan (Tabel 10). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa tingkat eutrofikasi terburuk berada di tahun 2008, diduga akibat tingginya produksi perikanan KJA pada tahun 2008 sehingga menyebabkan jumlah input bahan organik dari sisa pakan juga mengalami peningkatan. Pada tahun 2004 jumlah produksi ikan di KJA sebesar 13.629 ton kemudian mengalami penurunan hingga tahun 2011 sebesar 5.441 ton (Sholeh 2012). Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa peningkatan jumlah petak KJA diiringi dengan produksi perikanan yang cenderung mengalami penurunan. Hal tersebut disebabkan kondisi perairan yang melebihi daya dukung lingkungan (Insan 2009).

Nilai TSI, TLI, dan R[DM] rata-rata yang mengalami penurunan di tahun 2010 diduga akibat bencana banjir besar yang terjadi di Kota Bandung dan sekitarnya yang disebabkan oleh curah hujan dan intensitas hujan yang tinggi. Intensitas curah hujan yang terjadi pada awal tahun 2010 merupakan curah hujan tertinggi dari yang sebelumnya pernah terjadi pada tahun 1952 dan 1966 (Hanifah & Endarwin 2011). Kondisi tersebut menyebabkan volume waduk kaskade Sungai Citarum, termasuk Waduk Cirata, mengalami peningkatan volume dan mengakibatkan beban pencemaran bahan organik mengalami pengenceran.

Keseluruhan indeks menghasilkan kisaran yang berbeda-beda untuk merepresentasikan status kesuburan di Waduk Cirata. Pada awal perkembangannya status kesuburan ditentukan dengan menggunakan parameter biologi, yakni kelompok fitoplankton, melalui indeks Nygaard (Nygaard 1949 in

Rawson 1956). Pada tahun-tahun berikutnya Calrson (1977) mengembangkan

Trophic State Index (TSI) untuk menentukan status trophik perairan. Carlson menggunakan pendekatan kimia dan fisika dalam menganalisis tingkat kesuburan, yaitu parameter total fosfat, kecerahan, dan klorofil-a.

(31)

19 Tabel 10. Hasil perhitungan TSI, TLI, dan R[DM] tahun 2008-2012

Secara umum, berdasarkan hasil pengamatan status kesuburan perairan Waduk Cirata dengan menggunakan kelima indeks diperoleh kondisi yang hipereutrofik. Hal tersebut menunjukkan bahwa seluruh indeks yang dikembangkan dari waktu ke waktu masih relevan digunakan dengan kondisi perairan yang ada pada saat ini untuk menggambarkan status kesuburan perairan di Waduk Cirata.

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan kelima indeks, diperoleh hasil bahwa metode Delphi merupakan indeks yang paling bagus untuk menentukan status kesuburan. Metode Delphi dikembangkan pada tahun 2009 (Kaiblinger et al. 2009). Metode ini menggunakan dua tahap analisis untuk memperoleh kisaran status kesuburan di perairan. Tahapan pertama memperoleh nilai TLI dan tahapan kedua menganalisis nilai TLI untuk menentukan rating kualitas air dan status kesuburan perairan. Metode Delphi memiliki batas rentang nilai mutlak yang jelas, mulai dari 0-100 untuk memberikan skor terhadap status kesuburan perairan, sedangkan keempat indeks lainnya memiliki rentang nilai yang tidak mutlak sehingga tidak ada batasan nilai minimal dan maksimal untuk menggambarkan status kesuburan perairan.

Implementasi pengelolaan

Status kesuburan Waduk Cirata yang tergolong hipereutrofik merupakan masalah serius dalam pemanfaatannya sebagai PLTA dan kegiatan perikanan. Kondisi tersebut menimbulkan dampak yang merugikan seperti kematian massal ikan dan mempercepat korosi pada turbin pembangkit sehingga meningkatkan biaya operasional PLTA (Garno 2001).

Kualitas air untuk pemanfaatan PLTA dan KJA seharusnya dalam kondisi yang rendah bahan organik agar tidak menghasilkan senyawa-senyawa dari hasil dekomposisi yang menyebabkan korosi pada mesin pembangkit (Irianto & Triweko 2011). Salah satu penyebab utama eutrofikasi di Waduk Cirata adalah kegiatan KJA yang menghasilkan bahan organik sehingga perlu diterapkan peraturan yang dapat mengurangi masukan bahan organik ke perairan.

Salah satu peraturan yang bisa diterapkan adalah memberikan jadwal tebar ikan berdasarkan zona KJA yang berada di Waduk Cirata, yaitu Zona Bandung, Zona Purwakarta, dan Zona Cianjur, misalkan jadwal tebar Zona Bandung pada bulan Januari–April, kemudian jadwal tebar Zona Purwakarta pada bulan Mei-Agustus dan jadwal tebar Zona Cianjur pada bulan September–Desember sebagai upaya mengurangi masukan bahan organik dan memperbaiki kondisi perairan di Waduk Cirata. Penerapan peraturan tersebut tentunya perlu kerjasama antar pihak terkait terutama stakeholder, baik dari pihak pembudidaya maupun pemerintahan,

Tahun TSI rata-rata

TLI rata-rata

R[DM]

rata-rata Status Sumber

2008 81,9 7.2 0 Hipereutrof Insan (2009)

(32)

20

seperti, kelompok tani pembudidaya, pengusaha, Dinas Perikanan, Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD), dan BPWC agar peraturan yang ditetapkan bisa diterima oleh semua pihak dan memberikan keuntungan bersama.

KESIMPULAN

Penentuan status kesuburan di Waduk Cirata dengan menggunakan indeks In, TSI, TRIX, TLI dan R[DM] menunjukkan bahwa Stasiun KJA dan inlet S. Citarum tergolong hipereutrofik. Keseluruhan indeks tersebut masih relevan untuk menggambarkan status kesuburan Waduk Cirata saat ini. Analisis clustering dan analisis komponen utama menunjukkan bahwa kelompok stasiun terbagi atas Stasiun KJA yang dipengaruhi oleh parameter DO, suhu, kecerahan, dan klorofil-a dan Stasiun inlet S. Citarum yang dipengaruhi oleh parameter TDS dan total fosfat.

DAFTAR PUSTAKA

Alfina T, Santoso B, Barakbah AR. 2012. Analisa Perbandingan Metode Hierarchical Clustering, K-means dan Gabungan Keduanya dalam Cluster Data (Studi kasus : Problem Kerja Praktek Jurusan Teknik Industri ITS). Jurnal Teknik ITS. 1(1):2301-9271.

Bold HC, Wyne MJ. 1985. Introduction to the algae: Structure and reproduction. Prentice-Hall (Englewood Cliffs, N.J.). England. 720 p.

Burns N, McIntosh J, Scholes P. 2005. Strategies for managing the lakes of the Rotura district, New Zealand. Lake and Reservoir Management. 21(1): 61-72.

Brook AJ. 1965. Palnktonic algae as indicator of lake types, with special reference to the Desmidiaceae. Trans. Roy. Soc Edinburg. 10(3): 403-411.

BPWC. 2011. Laporan akhir pemantauan kualitas air Waduk Cirata 2011. Badan Pengelola Waduk Cirata. Bandung.

BPWC. 2011. Laporan sensus keramba jaring apung PT Cikal. Badan Pengelola Waduk Cirata. Bandung.

Carlson RE. 1975. More Complications in The Chlorophyll-Secchi Disk Relationship. Limnol Oceanography. 25(2): 379-382

Carlson RE. 1977. A trophic state index for lakes. Limnology and Oceanography. 22(2): 361-369.

Eaton AD, Clesceri LS, Greenberg AE. 1989. Standar methods for the examination of water and waste water. 17th ed. American Public Health Association,

Washington DC. 1.268 p.

Eaton AD, Clesceri LS, Greenberg AE. 2005. Standar methods for the examination of water and waste water. 19th ed. APHA, AWWA (American Water Work

(33)

21 D.CGoldman CR & Horne AJ. 1983. Limnology. McGraw-Hill Book Company. New York, USA.xvi, 464 p.

Fogg GE, Stewart WDP, Fay P, Walsby AE. The blue-green algae. Academic Press. London. 459p.

Garno YS. 2001. Status dan Karakteristik Pencemaran di Waduk Kaskade Citarum. Jurnal Teknologi Lingkungan. 2(2): 207-213.

Garno YS. 2002. Beban pencemaran limbah perikanan budidaya dan yutrofikasi di perairan waduk pada DAS Citarum. Jurnal Teknologi Lingkungan. 2(3): 112-120.

Goldman CR, Horne AJ. 1983. Limnology. McGraw-Hil Inc. United State of America. 464 p.

Hamilton D, Parparov A. 2010. Comparative Assessment of Water Quality with the Trophic Level Index and the Delphi Method in Lakes Rotoiti and Rotorua, New Zealand. Water Qual. Res. J. Can. 45(4): 479-489

Hanifah A, Endarwin. 2011. Analisis Intensitas Curah Hujan Wilayah Bandung Pada Awal 2010. Jurnal Meteorologi dan Geofisika. 12(2): 145-149.

Henderson HF, Welcome RL. 1974. The Relantionship of Yield to Morphoedhapic Index and Numbers of Fisherman in African Inland Fisheries. CIFA Occasional Paper. 1.

Henderson-Sellers B, Markland HR. 1987. Decaying Lake the Origin and Control of Cultural Eutrophycation. Jhon Wiley & Sons ltd. Chichester. NY. 254 p. Insan I. 2009. Status Trofik dan Daya Dukung Keramba Jaring Apung di Waduk

Cirata [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. 97 hlm.

Irianto EW & Triweko RW. 2011. Eutrofikasi Waduk dan Danau: Permasalahan, Pemodelan dan Upaya Pengendalian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementrian Pekerjaan Umum. Jakarta. 90 p.

Grzetic I, Camprag N. 2010. The Evolution of the Trophic State of the Palić Lake (Serbia). J. Serb. Chem. Soc. 75(5) 717-732.

Komarawidjaja W, Sukimin S, Aman E. Status Kualitas Air Waduk Cirata dan Dampaknya Terhadap Pertumbuhan Ikan Budidaya. Jurnal Teknologi Lingkungan. 6(1): 268-273.

Permana A. 2012. Tingkat Pencemaran Perairan Waduk Cirata, Jawa Barat: Pengaruh Sungai dan Keramba Jaring Apung (KJA) [skripsi]. Bogor (ID) Institut Pertanian Bogor. Bogor. 54 hlm.

Purnamaningtyas SE, Tjahyo DWH. 2008. Pengamatan Kualitas Air Untuk Mendukung Perikanan di Waduk Cirata, Jawa Barat. J. Lit. Perikanan. Ind. 14(2): 173-180.

Rawson DS. 1956. Algal Indicator of Trophic Lake Type. Univ. Of Saskatchewan. 1(1): 18-25

Ruttner F. 1973. Fundamental of Lymnology. University of Toronto Press. Canada. 295p.

Ryder RA. 1982. The Morphoedaphic Index Use, Abuse, and Fundamental Concepts. The American Fisheries Society. 111: 154-164.

Santoso DA, 2008. Studi Penentuan Produktivitas Danau Buatan Dengan MEI (Morphoedhapic Index) Analysis. Jurnal Hidrosfir Indonesia. 3(2): 81-86. Soedibjo BS. 2008. Analisis Komponen Utama Dalam Kajian Ekologi. Oseana.

(34)

22

Sholeh G. 2012. Pemanasan Global Pengaruhi Produktivitas Waduk Cirata [terhubung berkala]. http://www.antaranews.com/ pemanasan-global-pengaruhi-produktivitas-waduk-cirata.htm [7 Sep 2012].

Sudrajat A, Supriyadi H, Saputra A. 2010. Evaluasi Perairan Waduk Cirata Sebagi Kawasan Budidaya Ikan Dalam Mendukung Peningkatan Ketahanan Pangan [Laporan kegiatan]. Badan Peneliti dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan., Pusat Peneliti dan Pengembangan Perikanan Budidaya. 22 hlm. Suryono T, Nomosatryo S, Mulyana E. 2008. Tingkat Kesuburan Danau-Danau

Sumatra Barat dan Bali. Limnotek. 15(2): 9-111.

Staker RD, Hoshaw RW, Everell LG. 1974. Phytoplankton Distribution And Water Quality Indices For Lake Mead (Clorado River). Phycol. 10:323-331. Tjahjo DWH, Purnamaningtyas SE. 2010. Bio-limnologi Waduk Kaskade Sungai

Citarum, Jawa Barat. Limnotek. 17(2): 147-157.

Tseng I, Wang CS. 1982. Pediastrum Species in Cheng-ching Lake. National Science Council, Republic of Chnia. 5:13-18

Vollenweider RA, Giovanardi F, Montanari G, Rinaldi A. 1998. Characterization Of The Trophic Condition Marine Costal Waters With Special Reference To The Nw Adriatic Sea: Proposal For A Trophic Scale, Turbidity And Kelaslized Water Quality Index. Environmetrics. 9: 329-357.

Wetzel RG. 2001. Limnology: Lake and River Ecosystems. 3rd ed. Academic Press. San Diego, Ma. 1006 p.

Wetzel RG, Linkens GE. 1991. Limnological analyses. 2nd ed. Thomson Press. New Delhi. p. 139-149.

Wahyono, T. 2009. 25 Model Statistik dengan SPSS 17. Elex Media Komputindo Jakarta. P. 229-242

(35)

23

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Idi, Aceh Timur pada tanggal 20 April 1990 dan merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan suami istri Untung Putra Setyono dan Trimawati. Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis, yaitu SDN Centre 060870, Medan (2000-2002). Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMP PGRI 5 Bogor (2002-2005) dan SMU Negeri 7 Bogor (2005-2008). Pada tahun 2008, penulis melanjutkan pendidikannya di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN.

Selama masa perkuliahan penulis aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan, kepanitian. Penulis pernah menjabat sebagai anggota divisi Advokasi Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumber Daya Perairan (Himasper) periode 2010-2011. Kemudian penulis juga berpartisipasi dalam World Model United Nations Singapore pada tahun 2011. Lalu pada tahun 2012 penulis juga berkesempatan menjadi panitia dalam acara Green Living and Youth Creativity Kompas Kampus dan Tupperware serta menjadi peserta dalam kegiatan Youth for Climate Camp

oleh Dewan Nasional Perubahan Iklim serta berkesempatan juga menjadi pengajar inspiratif IPB Mengajar. Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul “Keterkaitan Kegiatan Keramba Jaring Apung (KJA) Dengan Tingkat Kesuburan di

(36)

24

LAMPIRAN

Lampiran 1. Lokasi pengambilan air contoh

Stasiun 1 Stasiun 2

(37)

25

Lampiran 2. Kondisi fisika, kimia dan biologi perairan.

No. Parameter

Steril KJA Padat KJA Tengah Waduk Muara Citarum

Kedalaman Kedalaman Kedalaman Kedalaman

0,2 m 5 m 77 m 0,2 m 6 m 64 m 0,2 m 6 m 61 m 0,2 m 6 m 40 m

Fisika

1 Suhu 30,1±0.92 28,5±0,59 26,8±0,97 30,3±0,55 28,4±0,7 26,6±0,36 29,8±0,75 28,2±0,55 26,7±0,20 30,7±0,98 28,5±0,52 27,1±0,45

2 Kecerahan 1±0,18 0,95±0,1 0,87±0,15 0,83±0,02

3 TDS 112,4±21,55 115,9+22,26 140,8±10,45 110±18,08 113,3±21,22 147,7±14,57 107±15,71 106,7±16,07 153,3±11,23 109,23±18,17 178,53±62,98 208,70±45,74

4 Kekeruhan 3,68±2,61 5,91±3,87 13,68±10,24 4,0±1,97 4,37±2,22 15,07±11,41 3,28±1,04 3,29±1,61 8,67±4,7 4,73±1,6 4,10±1,98 7,1±2,91 Kimia

5 pH 8,3±0,37 7,63±0,15 6,7±0,13 7,28±0,1 7,01±0,12 6,58±0,13 7,68±0,27 7,14±0,11 6,55±0,07 8,36±0,26 7,29±0,46 7,19±0,41 6 DO 6.56±0,67 4.1±2,35 1.06±0,4 4,27±1,45 2,17±1,24 1,5±1,3 5,47±1,93 1,94±1,44 0.,97±0,37 5,97±0,23 1,87±1,34 1,3±0,75

7 Nitrat 0,58±0,37 0,48±0,3 0,55±0,35 0,68±0,47 0,47±0,23 0,53±0,1 1,02±0,29 0,8±0,20 0,44±0,28 0,65±0,28 0,88±0,51 1.08±0,85 8 Nitrit 0,005±0,002 0,008±0,01 0,017±0,01 0,04±0,03 0,023±0,01 0,008±0,003 0,023±0,01 0,027±0,013 0.0093±0,001 0.028±0,019 0,17±0,01 0,11±0,09

9 Ammonia 0,036±0,02 0,027±0,03 0,011±0.006 0,0047±0,02 0,0023±0,001 0,0147±0,01 0,017±0,006 0,002±0,0001 0,018±0,0009 0,048±0,026 0,038±0,015 0,0357±0,027 10 TP 0,31±0,09 0,34±0,13 0,36±0,14 0,34±0,15 0,34±0,25 0,47±0,4 0,32±0,12 0,35±0,17 0,63±0,25 0,50±0,11 0,53±0,21 0,54±0,18

11 TN 0,53±0,49 0,56±0,30 1,32±1,01 0,70±0,45 0,77±0,23 1,461±0,03 0,81±0,21 0,91±0,63 1.31±0,33 0,78±0,25 1.07±2,0 1,30±0,08

12 klorofil-a 0,13±0,02 0,14±0,01 0,16±0,03 0,15±0,01

(38)

26 Lampiran 3. Sebaran vertikal suhu di seluruh stasiun

(39)

27 Lampiran 5. Kecerahan di seluruh stasiun

(40)

28

TDS (mg/L)

100 120 140 160 180 200 220

K

0,30 0,35 0,40 0,45 0,50 0,55 0,60 0,65

K

Lampiran 7. Sebaran vertikal TP di seluruh stasiun

(41)

29

0,00 0,02 0,04 0,06 0,08 0,10 0,12 0,14 0,16 0,18

K

Lampiran 9. Sebaran vertikal nitrat di seluruh stasiun

(42)

30

0,00 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06

K

Lampiran 11. Sebaran vertikal DO di seluruh stasiun

(43)

31

Lampiran 13. Sebaran vertikal pH di seluruh stasiun

Lampiran 14. Konsentrasi klorofil-a di seluruh stasiun

(44)

32

Lampiran 15. Komposisi jenis dan kelimpahan fitoplankton

Kelas dan spesies

Sirogonium sp. 4889 15278 63556 2444 Trebouxiophyceae

Mougeotiopsis sp. 611 0 1222 0 Micractinium sp. 385 0 0 0

Sirogonium sp. 0 1833 611 0 Desmidiceae

Zygogonium sp. 611 4278 12833 16500 Cosmarium sp. 0 0 0 1222

(45)

33

Lampiran 16. Dendrogram hasil analisis clustering parameter fisika, kimia dan biologi

Lampiran 17. Biplot hasil analisis PCA menggunakan parameter fisika, kimia dan biologi

(46)

34

Lampiran 18. Hasil perhitungan MEI dan produksi

Lampiran 19. Hasil perhitungan status kesuburan di seluruh stasiun berdasarkan indeks Nygaard

Jenis Plankton Kelompok Stasiun

Status

Lampiran 20. Hasil perhitungan status kesuburan di seluruh stasiun berdasarkan TSI

TSI rata-rata 76.8 79.0 Hipereutrof

Lampiran 21. Hasil perhitungan status kesuburan di seluruh stasiun berdasarkan TLI

TLIRata-rata 6.5 6.7 Supereutrof

TLI-TP – TLI-TN 2.5 2.7

MEI rata-rata 3,9

Produksi rata-rata

(47)

35 Lampiran 22. Hasil perhitungan status kesuburan di seluruh stasiun berdasarkan

metode Delphi

R[DM]

Kelompok stasiun

Status KJA inlet S. Citarum

R[Chl-a] -13.7 -14.8

R[SD] 36.9 34.3

R[TP] -16.7 -24.5

R[TN] 33.4 30.2

Gambar

Gambar 2. Peta Waduk Cirata dan stasiun pengambilan contoh
Tabel 1. Koordinat lokasi pengambilan contoh
Tabel 4. Tingkat kesuburan perairan berdasarkan hasil perhitungan In (Nygaard 1949 in Rawson 1956)
Gambar 3. Pertumbuhan unit KJA di Waduk Cirata
+5

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

Dari Sedangkan data primer hasil penelitian didapatkan bahwa kualitas air (berbeda dgn kalimat sebelumnya?) dan sedimen di kawasan KJA yang melebihi baku mutu PP No.

Penentuan status kesuburan berdasarkan perhitungan Carlson Indeks Status Trofik (Trophic State Index (TSI)) yang menggunakan perwakilan parameter fisika, kimia, dan

Gambar 1 memperlihatkan atribut aspek ekologi yang sensitif terhadap kinerja pengelolaan waduk berkelanjutan yaitu frekuensi kejadian up well- ing , tingkat kematian ikan,

Waduk Kedung Ombo tergolong pada perairan dengan kesuburan tinggi (eutrofik), hal ini dapat dilihat dari beberapa nilai parameter kualitas air dan nilai tropical index (TRIX)

Berdasarkan hasil penelitian status kualitas perairan Waduk Cengklik berdasarkan parameter fisika dan kimia (metode STORET), serta parameter biologi (indeks

Dampak lain dari kegiatan budidaya KJA secara intensif dapat merubah tingkat trofik perairan waduk (eutrofikasi) akibat bertambahnya bahan organik atau hara yang masuk