• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian pengelolaan perikanan alami sebagai komplemen dalam pemanfaatan waduk untuk perikanan keramba jaring apung (studi kasus Waduk Cirata, Jawa Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian pengelolaan perikanan alami sebagai komplemen dalam pemanfaatan waduk untuk perikanan keramba jaring apung (studi kasus Waduk Cirata, Jawa Barat)"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PENGELOLAAN PERIKANAN ALAMI SEBAGAI KOMPLEMEN DALAM PEMANFAATAN WADUK UNTUK

PERIKANAN KERAMBA JARING APUNG ( STUDI KASUS WADUK CIRATA, JAWA BARAT)

WAHYUNI SAFITRI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Pengelolaan Perikanan Alami Sebagai Komplemen Dalam Pemanfaatan Waduk Untuk Perikanan Keramba Jaring Apung (Studi Kasus Waduk Cirata, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

WAHYUNI SAFITRI. Kajian Pengelolaan Perikanan Alami Sebagai Komplemen Dalam Pemanfaatan Waduk Untuk Perikanan Keramba Jaring Apung (Studi Kasus Waduk Cirata, Jawa Barat). Dibimbing oleh KADARWAN SOEWARDI dan ACHMAD FAHRUDIN.

Keberadaan keramba jaring apung di Waduk Cirata sangat mempengaruhi segala aktivitas di sekitarnya, baik dari segi ekologi, maupun ekonomi masyarakat yang berada di waduk. Keramba jaring apung adalah suatu bentuk budidaya ikan yang memberikan kemudahan bagi masyarakat yang ingin membudidayakan ikan tanpa harus mempunyai lahan. Diantara kemudahan tersebut terdapat sederetan efek yang ditimbulkan oleh keramba jaring apung jika tidak ditangani dengan baik. Diantaranya jumlah yang melampaui daya dukung kapasitas perairan, kualitas perairan yang menurun akan mempengaruhi daya tampung ikan yang berada di luar keramba jaring apung akan menyebabkan terjadinya pendangkalan akibat sisa pakan yang mengendap di dasar perairan.

Penelitian ini ditujukan untuk mengkaji berapa daya dukung perairan alami akibat pengaruh keberadaan keramba jaring apung, sehingga dapat diketahui berapa besar biomassa ikan yang dapat ditampung untuk kondisi keramba jaring apung yang sudah ada di Waduk Cirata, sehingga pertumbuhan ikan alami dapat maksimal bahkan bisa ditingkatkan untuk perekonomian masyarakat yang perprofesi sebagai nelayan perikanan alami.

Hasil parfish didapatkan bahwa daya dukung Waduk Cirata yaitu 5.550 ton/ tahun. Daya dukung setelah dilakukan restorasi yaitu yaitu 7.777 ton/tahun, sehingga daya dukung waduk dapat ditingkatkan menjadi 2227 ton ikan/tahun sebagai pemanfaatan kapasitas daya dukung yang masih memenuhi untuk peningkatan ekonomi masyarakat.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap nelayan perikanan alami, terdapat sekitar 75.7% orang nelayan yang menggunakan perahu mesin sebagai transportasinya, 20.9 % orang nelayan dengan menggunakan rakit dan 3.1% orang yang menggunakan perahu kayuh. Diantara responden tersebut terdapat 69.4% menggunakan alat tangkap jaring, 27.2 % dengan jala, dan 3.1 % dengan rawai serta sekitar 66 % berprofesi sebagai nelayan tetap dan 34% sebagai nelayan sampingan. Berdasarkan hasil analisis ekonomi, tingkat pendapatan nelayan sebelum dilakukan daya dukung yaitu Rp 797.881/bulan, bagi nelayan yang berprofesi tetap jika dibandingkan dengan Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Cianjur pada 2013 sekitar Rp 970.000 (Kemenko Perekonomian, RI 2013) keuntungan yang diperoleh dari usaha tersebut berada di bawah batas UMR, belum memenuhi kesejerahteraan. Namun setelah dilakukan restorasi estimasi pendapatan nelayan meningkat menjadi 1.356.916/bulan. Hari hasil tersebut dinyatakan bahwa restorasi dapat meningkatkan taraf hidup dan pendapatan nelayan.

(5)

SUMMARY

WAHYUNI SAFITRI. Study Of Natural Fisheries Management as Complement of Reservoir Utilization For Cage Aquaculture (Case Study Cirata Reservoir)

guided by KADARWAN SOEWARDI dan ACHMAD FAHRUDIN.

The existence of floating cages in Cirata greatly affect all the activities around it, both in terms of ecology, economy and society that is in the reservoir. Floating net fish farming is a form that makes it easy for people who want to breed fish without having to have the land. Among the amenities are a series of effects of floating cages if not handled properly, such amounts exceed the carrying capacity of water, declining water quality and affect the capacity of fish that are out floating cages caused by siltation due to residual feed that settles in the bottom waters .

This study seeks to examine how the carrying capacity of natural waters due to the influence of the presence of floating cages, so that it can be seen how much fish biomass that can be accommodated for floating cages conditions existing in Cirata, so that the maximum growth of natural fish can even be upgraded to economy perprofesi fishing communities as natural fisheries.

From the results obtained parfish Cirata that carrying capacity is 5.550 tons/year. And carrying capacity after the restoration of the 7.777 tons/year, so that the carrying capacity of the reservoir can be increased to 2.227 tonnes of fish/year as bearing capacity utilization is still fulfilling for the economic improvement of society .

Based on interviews with experienced fishermen fishery, there were approximately 75.7 % of fishermen who use boats as a transport machine, 20.9 % of people with fisherman using a raft and 3.1 % of people who use the paddle boat. Among the respondents there are 69.4 % using fishing nets, 27.2 % with nets, and 3, and 1 % to about 66 % longline fishermen keep fishing and 34 % as a sideline. Based on the results of the economic analysis, the level of income of fishermen prior to the carrying capacity of Rp 797.881/month, for the fisherman who is still when compared to local minimum wage (UMR) in 2013 Cianjur around Rp 970.000 (Indonesia’s Head minister of economic, 2013) the benefits of the business is under the minimum wage limit. However, after the restoration of fishermen's income increased to 1.356.916/month. From the results stated that restoration could improve the lives and incomes of fishermen

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

KAJIAN PENGELOLAAN PERIKANAN ALAMI SEBAGAI KOMPLEMEN DALAM PEMANFAATAN WADUK UNTUK

PERIKANAN KERAMBA JARING APUNG ( STUDI KASUS WADUK CIRATA, JAWA BARAT)

DEPARTEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

(8)
(9)

Judul Tesis : Kajian Pengelolaan Perikanan Alami Sebagai Komplemen Dalam Pemanfaatan Waduk Untuk Perikanan Keramba Jaring Apung (Studi Kasus Waduk Cirata, Jawa Barat)

Nama : Wahyuni Safitri NIM : C251110081

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Ketua

Prof Dr Ir Kadarwan Soewardi

Anggota

Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Perairan

Dr Ir Enan M. Adiwilaga

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah Pengelolaan, dengan judul Kajian Pengelolaan Perikanan Alami Sebagai Komplemen Dalam Pemanfaatan Waduk Untuk Perikanan Keramba Jaring Apung (Studi Kasus Waduk Cirata, Jawa Barat)

Terima kasih penulis ucapkan Allah SWT. Yang telah memberikan semangat hidup dan kesempatan untuk dapat melanjutkan dan menyelesaikan tugas akhir. Terima kasih juga disampaikan kepada ayah dan ibu tercinta, serta seluruh keluarga atas segala doa, kasih sayang, dan semangat yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan tesisi. Kepada suami tercinta, Ridha fahmi yang telah memberi semangat dan doa, kepada Bapak Prof Dr Ir Kadarwan Soewardi dan Bapak Dr Ir Achmad Fahrudin MSi selaku pembimbing, Bapak Ali Mahsyar yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada BPWC, Dinas Perikanan Cianjur, kepada masyarakat yang ada di Waduk Cirata yang berada di Maleber, Jangari telah banyak membantu dalam pengumpulan data terkait dengan penelitian. Serta kepada bu Anna beserta staf di laboratorium Pengujian Produktivitas dan Lingkungan Perairan Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB yang telah banyak membantu dalam menganalisis sampel kualitas air. Kepada bang kafi dan teman-teman SDP 2011 yang telah banyak memberikan semangat dan saran-saran dalam penyelesaian tesis ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Perairan Waduk 4

Daya dukung Perairan 5

Kualitas perairan 5

Participatory fiah stock assessment (Parfish) 10

3 METODE 11 Waktu dan Lokasi Penelitian 11

Metode Penelitian 11

Prosedur Analisis Data 13

Analisis Produktivitas primer 13

Analisis Potensi dan daya dukung perikanan alami 14

Estimasi Potensi daya dukung setelah restorasi 15

Estimasi Pendugaan daya dukung berdasarkan parfish 15

Aspek ekonomi 16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 17 Keadaan Umum Perairan Waduk Cirata 17 Kualitas Perairan Waduk Cirata 17

Daya dukung berdasarkan produktifitas Perairan 21

Estimasi pendugaan biomassa berdasarkan Parfish 21

Daya dukung setelah retorasi 22

Aspek Ekonomi 23

5 KESIMPULAN DAN SARAN 29

Kesimpulan 29

Saran 29

DAFTAR PUSTAKA 30

LAMPIRAN

(12)

DAFTAR TABEL

1. Klasifikasi tingkat kesuburan perairan berdasarkan

unsur hara dan biomassa fitoplankton (chlorofil-a) 10 2. Lokasi Pengambilan sampel Penelitian 12

3. Parameter Biofisik yang diukur 13

4. Konversi biomassa ikan 14

5. Kualitas perairan Waduk Cirata 17

6. Kondisi fisik Waduk Cirata 22

7. Hasil tangkapan menggunakan Gillnet 23

8. Hasil tangkapan menggunakan jala 23

9. Hasil tangkapan menggunakan rawai 24

10.Persentase Penggunaan Alat tangkap 25 11.Rataan total investasi yang dibutuhkan nelayan 26

12.Rataan analisis biaya tetap 26

13.Rataan analisis biaya tidak tetap 27

14.Rataan analisis biaya untuk nelayan perikanan alami 28 15.Asumsi analisis biaya setelah restorasi 28

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran 3

2 Prinsip-prinsip P yang hilang ke perairan pada KJA intensif 8 3 Estimasi loading P pada KJA, dengan asumsi FCR 2,0 : 1 8 4 Lokasi penelitian (Waduk Cirata) 12

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar belakang

Waduk Cirata merupakan waduk yang dibangun dengan membendung Sungai Citarum yang terletak di Jawa Barat. Waduk mulai dioperasikan pada tahun 1987 dengan tujuan utamanya untuk PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air). Dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1988 perairan waduk mulai dikembangkan untuk lahan budidaya perikanan dengan sistem KJA (Keramba Jaring Apung) khususnya diperuntukkan bagi masyarakat sekitar waduk yang lahannya terkena dampak pembangunan waduk.

Budidaya ikan sistem KJA di waduk, termasuk salah satu sistem produksi perikanan budidaya perairan tawar yang terus berkembang karena terdapat sejumlah kemudahan dibandingkan dengan sistem budidaya lainnya. Keuntungan budidaya ikan dalam KJA yaitu keramba jaring apung konstruksinya sederhana dan mudah dibuat, mudah dikelola, ikan yang ditebar mudah dipantau, proses pemanenan tidak sulit dan dapat dengan mudah menambah jumlah unit keramba pada saat ingin mengembangkannya (Sudradjat et al. 2010).

Namun dengan pola budidaya yang mudah diterapkan dan menambah unit keramba, dilain pihak telah muncul beberapa permasalahan seperti terjadinya kematian masal ikan, berjangkitnya penyakit ikan dan bahkan turunnya produksi ikan budidaya. Hasil penelitian menunjukkan produksi ikan di Waduk Cirata pada tahun 1995 sekitar 2300 kg per KJA, namun pada tahun 2002 produksi turun sekitar 400 kg per KJA (Aberry et al. 2005). Selain itu saat ini waduk Cirata juga telah mengalami degradasi yang sangat serius. Luasan waduk semakin menyempit dan kedalaman air semakin berkurang disertai meningkatnya pencemaran (Garno, 1999).

Kondisi tersebut menyebabkan status kualitas air Cirata mengalami penurunan terutama pencemaran air yang disebabkan oleh pemberian pakan yang berlebihan sehingga kandungan fosfor dalam pakan dapat menimbulkan pencemaran perairan di kawasan tersebut (Basmi, 1999). Limbah pakan juga menyebabkan eutrofikasi. Pakan yang berkualitas buruk mengakibatkan limbah hara N dan P yang dibuang ke air pemeliharaan akan tinggi sehingga air memburuk dan akan mengakibatkan produktivitas menurun. Unsur hara berupa N dan P di perairan dapat berasal dari hasil metabolisme ikan dan dekomposisi dari sisa pakan ikan (Assad et al. 2010)

(14)

2

bahwa hasil penelitian menunjukkan terjadinya sedimentasi bahan organik total rataan perwilayah antara 152,5–188,6 mg berat kering sedimen.

Di sisi lain banyaknya di perairan jumlah pakan yang tidak termakan oleh ikan yang berada di KJA dapat dimanfaatkan kembali oleh ikan dan organisme yang berada di luar KJA seperti ikan-ikan nila, dan ikan patin yang dalam pertumbuhannya memanfaatkan sumber makanan dari alam. Keberadaan ikan alami sangat membantu untuk mengestimasi pengeluaran sisa pakan yang berasal dari KJA, hal tersebut diduga akan mampu memperkecil tingkat pencemaran akibat pakan yang berlebih. Sehingga dilakukan kajian mengenai berapa total loading P yang terbuang dari kegiatan KJA dan biomassa optimum saat sekarang agar daya dukung perikanan dapat secara maksimal dimanfaatkan oleh ikan yang berada di luar KJA.

Dengan pola sistem seperti ini maka akan dapat mengurangi limbah pakan yang terbuang secara percuma dan dapat meningkatkan hasil budidaya perikanan alami yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar luar KJA. Selain itu daya dukung perikanan alami juga akan semakin meningkat jika seandainya Waduk Cirata dilakukan restorasi, yaitu simulasi pengembalian waduk dalam kondisi ideal. Dengan meningkatnya daya dukung perikanan alami diharapkan akan meningkatkan pula hasil tangkapan nelayan, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut maka perlu diketahui kajian daya dukung perikanan alami sebagai landasan pengelolaan waduk sebagai komplemen bagi sistem keramba jaring apung di Waduk Cirata, Jawa Barat, sehingga pemanfaatan perikanan alami yang optimal dapat dicapai dan pengelolaan usaha perikanan dapat berkelanjutan serta meningkatkan kesejahteraan nelayan.

Perumusan Masalah

Masalah utama pada budidaya ikan di Waduk Cirata adalah masuknya nutrien ke perairan alami akibat pakan atau input yang berlebih baik yang berasal dari keramba jaring apung, sisa pakan yang tidak termakan, feses ikan, aktivitas pertanian yang berada di sekitar waduk, kegiatan rumah tangga yang berada langsung di Waduk Cirata. Pengkayaan nutrient tersebut berdampak pada kualitas perairan Waduk Cirata. Sehingga secara tidak langsung akan berdampak pada perikanan alami. Organisme yang hidup secara alami memperoleh energi dan asupan nutrisi dari alam, tanpa bantuan dari manusia. Pakan yang tidak terurai secara tidak langsung akan dimanfaatkan oleh organisme alami dalam bentuk lain. Baik berupa pellet atau sisa-sisa yang telah dimanfaatkan oleh organisme lain. Kondisi tersebut memungkinkan adanya rantai makanan terhadap ikan yang berada di keramba jaring apung dengan ikan-ikan yang terdapat di alam.

(15)

3 dampak ekologi yang lebih luas. Aspek sosial ekonomi merupakan faktor pendorong terjadinya tekanan lingkungan yang menitik beratkan pada pencapaian hasil budidaya ikan yang berada di luar keramba jaring apung. Karena itu pola optimalisasi pemanfaatan lahan harus didasarkan pada daya dukung dan kemampuan lingkungan perairan tersebut.

Perairan alami juga memberikan pengaruh terhadap ekonomi masyarakat sekitar yang berprofesi sebagai nelayan tangkap. Berdasarkan kelompok nelayan tangkap di Cirata terdapat lebih kurang 357 nelayan yang tergabung dalam kelompok nelayan tangkap (UPTD 2012). Umumnya mereka menggunakan alat tangkap jala, rawai, jaring serta pancing. Nelayan melakukan penangkapan pada pagi dan sore hari, namun untuk beberapa alat tangkap terlebih dahulu dilakukan pemasangan alat tangkap pada malam hari dan akan diambil pada pagi harinya, serta pada sore hari yang akan diambil hasilnya pada malam hari tergantung pada banyaknya ikan yang tertangkap pada jaring tersebut. Kegiatan tersebut berlangsung setiap hari sehingga apabila kondisi perairan buruk akan berdampak pada hasil tangkapan nelayan.

Kegiatan Penebaran benih yang telah dikembangkan setiap tahun hingga saat ini, tidak mengacu pada standar dan kriteria teknis kapasitas daya dukung perairan waduk, untuk mentolelir hasil produksi benih yang ditebarkan menggunakan pendekatan perkiraan. Sehingga kemungkinan terjadi adalah biomassa yang tidak sesuai dengan kapasitas daya dukung lingkungan tersebut. Penebaran benih terlampau sedikit akan mempengaruhi jumlah hasil tangkapan. Demikian pula jumlah benih terlampau banyak dan tidak sesuai kapasitas perairan akan mengalami kerugian (kematian benih) karena ketersediaan pakan alami, dan produktivitas perairan.

Pengelolaan area perairan Waduk Cirata untuk kedua kegiatan usaha pengembangan perikanan alami dan pemanfaatan budidaya (KJA), dibutuhkan peran pemerintah daerah bersama masyarakat sekitar dalam menata pemanfaatan area perairan, yang didasarkan atas kajian daya dukung perairan (carrying capacity), sehingga tercipta pengelolaan lingkungan perairan yang seimbang dan berkelanjutan.

Gambar 1 kerangka pemikiran. Jumlah KJA

Limbah Pakan

Perairan

Pemanfaatan

Pendugaan Ikan Di peraian Alami

Kesejahteraan Nelayan Kajian pendugaan biomassa

perikanan alami

(16)

4

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah: Mengetahui daya dukung perairan alami pada saat sekarang dan setelah restorasi dalam pengelolaan perikanan sistem Keramba Jaring Apung. Mengetahui tingkat keuntungan nelayan berdasarkan hasil tangkapan ikan di sekitar Waduk Cirata.

Manfaat Penelitian

Secara ilmiah penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu lingkungan dalam pengelolaan Waduk Cirata. Dan manfaat praktis yang diberikan adalah hasil kondisi daya dukung perairan sebagai landasan dalam pengelolaan Waduk Cirata yang berwawasan lingkungan pada masa kini dan akan datang.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Perairan waduk

Straskraba dan Tundisi (1999) yang menyatakan bahwa waduk dibuat dan diciptakan oleh manusia untuk tujuan tertentu. Waduk telah memberikan banyak keuntungan dan kontribusi yang sangat besar untuk manusia karena bisa dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik, irigasi, pertanian dan air minum. Namun peruntukan yang paling banyak adalah sebagai sumber pembangkit tenaga listrik.

Kondisi lingkungan waduk sangat dipengaruhi oleh 2 faktor. Faktor pertama adalah faktor dari alam, yaitu semakin lama umur waduk akan mengalami pendangkalan tentunya akan berpengaruh terhadap volume air, kandungan oksigen, plankton-plankton yang pada akhirnya berpengaruh terhadap hasil budidaya ikan KJA. Hal ini dapat dilihat dari semakin menurunnya persentase hasil panen, dan dalam kondisi yang tidak menunjang seperi banyaknya serangan hama penyakit, faktor kedua adalah faktor manusia juga mendapat peran yang sangat penting dalam memburuknya kondisi lingkungan waduk (Krismono 1999). Penumpukan limbah yang makin hari makin bertambah banyak baik itu limbah yang diakibatkan dari sisa KJA, dan banyaknya drum-drum bekas yang tenggelam dan lain-lain yang pada akhirnya akan mengakibatkan terjadinya proses pencemaran lingkungan. ditambah lagi limbah yang diakibatkan proses budidaya seperti pakan yang tidak termakan yang tenggelam ke dasar waduk, kotoran yang dihasilkan oleh ikan, bahkan di musim serangan penyakit, banyak bangkai ikan yang dibuang di waduk, yang tentunya selain mencemari lingkungan juga sangat tidak baik untuk kesehatan.

(17)

5 penyediaan lapangan kerja dan penyediaan ikan kosumsi. Ikan mas dan ikan nila merupakan jenis ikan yang banyak dikosumsi oleh masyarakat disekitar waduk dan pemenuhan kebutuhan yang sebagian besar dipenuhi dari budidaya ikan di waduk.

Waduk Cirata memiliki daerah draw-down (dorodon) yang luas sekitar 581,0 Ha. Adanya daerah dorodon yang luas ini, maka lingkungan perairan cenderung akan menjadi subur, akibat adanya akumulasi bahan organik yang berasal dari tumbuhan air yang mati terendam pada saat elevasi muka air naik. Selain itu kegiatan budidaya perikanan yang berlangsung di badan air pada Waduk Cirata akan berdampak langsung terhadap penurunan kualitas air waduk tersebut. Sisa pakan yang tidak termanfaatkan dari kegiatan budidaya ikan secara intensif ini akan memacu perubahan ekosistem waduk menjadi eutrofikasi (Kartamihardja et al. 1999). Masukan zat hara secara kontinu ke perairan waduk akan senantiasa menimbulkan dan mempercepat pencemaran air (Garno 2002; Santoso 2007).

Daya dukung Perairan

Daya dukung suatu perairan untuk kegiatan budidaya ikan didefinisikan sebagai tingkat maksimum produksi ikan yang dapat didukung sehingga dapat menjamin keberlangsungan produksinya (Beveridge 1987). Daya dukung juga dapat didefinisikan sebagai batasan untuk banyaknya biota hidup atau biomassa yang dapat didukung oleh suatu habitat. Dalam kegiatan budidaya ikan baik secara intensif maupun tradisional selalu menghasilkan sejumlah limbah yang dapat mempengaruhi kualitas lingkungan budidaya. Pada jumlah yang melampaui batas tertentu, limbah tersebut akan menyebabkan penurunan kualitas. Dalam budidaya ikan di perairan umum dalam sistem karamba kualitas air perairan merupakan faktor penentu dalam menunjang keberhasilan produksi ikan yang dibudidayakan. Sehingga kondisi perairan harus berada dalam kondisi optimum untuk jangka waktu yang lama agar dapat menunjang keberlanjutan kegiatan produksi ikan.

Perhitungan daya dukung danau dan waduk khususnya perizinan usaha budidaya keramba jaring apung (KJA) saat ini hanya didasarkan pada alokasi 1 % dari luas perairan. Cara tersebut sudah digunakan oleh pemerintah daerah yang dalam perizinannya menggunakan dasar asumsi alokasi luas perairan 6200 Ha di Cirata. Selain dasar perhitungan tersebut yang tidak tepat, juga ketertibannya tidak terkendali sehingga jumlah KJA sangat meningkat dengan cepat, khususnya di Waduk Cirata. Kondisi tersebut menyebabkan jumlah pakan ikan yang digunakan pada waduk tersebut meningkat pesat. Dari ketiga waduk tersebut mencapai 174.000 ton jumlah pakan yang tersisa sehingga sumber pencemaran air yang besar, terutama parameter nutrien yaitu senyawa nitrogen dan fosfor.

Kualitas perairan Suhu

(18)

6

Suhu perairan akan mempengaruhi kelarutan oksigen, komposisi substrat, kekeruhan maupun kecepatan reaksi kimia di dalam air (Rachmansyah et al. 2004). Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air (Haslam 1995). Meningkatan suhu menyebabkan peningkatan kosumsi oksigen. Peningkatan suhu juga menyebabkan terjadinya peningkatan dekompisisi bahan organik oleh mikroba. Suhu dapat menyebabkan startifikasi pada danau/waduk. Lapisan dibedakan antar lain, epolimnion adalah lapisan bagian atas yang lebih hangat, hypolimnion adalah lapisan bagian bawah yang lebih dingin, dan metalimnion dengan thermoklin diantara kedua lapisan tersebut (Goldman dan Horne 1983). Thermoklin adalah lapisan air yang berada diantara lapisan permukaan yang lebih hangat (epilimnion) dan lapisan dasar yang lebih dingin (hipolimnion) (Hehanusa dan Haryani 2001). Menurut Effendi (2003) menyatakan pada lapisan thermoklin terjadi penurunan suhu secara tajam. Dalam hal ini intensitas cahaya yang masuk dalam suatu perairan akan menetukan derajat perairan, yakni semakin banyak sinar matahari yang masuk ke dalam suatu perairan, semakin tinggi suhu airnya. Namun semakin bertambahnya kedalaman akan menurunkan suhu perairan (Welch 1980).

Kecerahan

Kecerahan perairan menurut Parson dan Takahashi (1973) merupakan suatu kondisi yang menggambarkan suatu kemampuan penetrasi cahaya matahari untuk menembus permukaan air sampai kedalaman tertentu. Besarnya kecerahan suatu perairan sangat tergantung pada warna air dan kekeruhan, dalam hal ini semakin gelap warnanya akan semakin keruh, maka kecerahannya semakin rendah. Kecerahan ditentukan secara visual menggunakan piring secchi dan nilainya dinyatakan dalam satuan meter atau persen. Nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh cuaca, waktu pengukuran, padatan tersuspensi serta ketelitian pengukurannya.

Faktor kimia perairan pH

pH merupakan hasil pengukuran aktivitas ion hidrogen dalam perairan yang menunjukkan keseimbangan antara asam dan basa air. Menurut Makereth et al. (1989) pH terkait sangat erat dengan kandungan karbon dioksida bebasnya. Toksisitas dari senyawa kimia juga dipengaruhi oleh pH. Nilai pH normal suatu perairan danau adalah 6-9 (Goldman dan Home 1983; Helfinalis 2008). Senyawa amonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan dengan pH rendah. Amonium bersifat tidak toksik (innocuous). Pada suasana alkalis (pH tinggi) lebih banyak ditemukan ammonia yang tidak terinonisasi (Unionized) dan bersifat toksit. Amonia lebih mudah terserap kedalam tubuh organisme akuatik dibandingkan amonium.

Dissolved Oxygen (DO)

(19)

7 (APHA 1989). Oksigen terlarut merupakan zat yang paling penting dalam sistem kehidupan di perairan, dalam hal ini berperan dalam proses metabolisme oleh makro dan mikroorganisme yang memanfaatkan bahan organik yang berasal dari fotosintesis (Gray 2004). Selain itu juga mempunyai peranan yang penting dalam penguraian bahan-bahan organik oleh berbagai jenis mikroorganikme yang bersifat aerobik (APHA 1989) sehingga jika ketersediaan oksigen tidak mencukupi akan mengakibatkan lingkungan perairan dan kehidupan dalam perairan menjadi terganggu, sekaligus akan menurunkan kualitas dan kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (duirnal) dan musiman, tergantung pada pencampuran (mixing), dan pergerakan (turbulance) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah (effluent) yang masuk ke badan air (Simanjuntak 2007c;d).

Total Fosfat

Fosfat merupakan senyawa yang terdapat di air alam dan air limbah sebagai senyawa ortofosfat, polifosfat dan fosfat organic. Senyawa ortofosfat adalah senyawa monomer seperti PO4 -3 dan umumnya berasal

dari daerah pertanian yang berasal dari bahan pupuk, yang masuk kedalam sungai melaluidrainase dan air sungai. Polifosfat juga disebut sebagai senyawa polimer seperti (PO3)63- yang dapat masuk sungai melalui air

buangan penduduk dan industri yang menggunakan bahan diterjen. Dan fosfat organic adalah fosfat yang terdapat dalam senyawa organik sehingga tidak berada dalam larutan secara bebas dan biasanya berasal dari hasil buangan penduduk (feses) dan sisa makanan. Fosfat organi juga dapat pula terjadi dari ortofosfat yang terlarut melalui proses biologi karena baik bakteri maupun tanaman menyerap fosfat bagi pertumbuhannya ( Alaerts et al. 1984). Total P adalah semua zat ortofosfat, polifosfat baik yang terlarut maupun yang tersuspensi, baik yang inorgaik maupun yang terikat dalam senyawa organik (Simanjuntak 2007a;b). Total P juga salah satu nutrien yang penting untuk mengetahui mengenai eutrofikasi. Fosfat sering digunakan sebagai kunci untuk menjelaskan kualitas algae yang ada di danau (FAO 1992). Fosfat merupakan unsur esensial bagi pembentukan protein dan metabolisme sel organisme dan fosfor yang terdapat dalam senyawa ortofosfat (PO43-), metafosfat (P3O93-) dan polifosfat (P3O105-) serat

dalam bentuk organik (Wardoyo 1981) .

Pada umumnya yang berada di perairan banyak terdapat dalam bentuk fosfat organik. Sumber utama fosfat anorganik terutama berasal dari penggunaaan deterjen, alat pembersih untuk keperluan rumah tangga serta berasal dari industri pupuk pertanian. Sedangkan fosfat mengalami proses perubahan biologis menjadi fosfat organik yang selanjutnya digunakan oleh tanaman untuk membuat energi. Fosfat sangat berguna untuk pertumbuhan orgnisme dan merupakan faktor yang menetukan prodiktivitas badan air. Keberadaan Fosfat

(20)

8

Bentuk ukuran pakan

Yang

dimakan Assimilasi

Yang

dimanfaatkan

Butiran Tidak feces Ekresi

Partikel P Partikel P Partikel P Sedimens asam-basa dan lemak serta metabolisme karbohidrat. Umumnya kebutuhan P untuk setiap species specifikasi dan umumnya P dalam pakan berlebihan, tapi kemudian berkurang karena tidak dapat dimanfaatkan ke perairan kemudian hilang ke lingkungan perairan. Tingginya unsur hara di lokasi keramba jaring apung juga diakibatkan akumulasi sisa pakan yang terbuang, feses dan ikan yang mati (Yusmaniar 2010).

Gambar 2 Prinsip-prinsip P yang hilang ke perairan pada KJA intensif (Beveridge, 1984)

Hitungan besarnya limbah pakan dalam bentuk fosfat (P) yang lebih sederhana diberikan oleh Boyd (1999) sebagai berikut: apabila pakan yang diberikan bermutu baik yaitu dengan kadar FCR pada pakan tersebut 2,0 : 1 yang artinya akan menghasilkan 2 kg ikan diperlukan 1 kg pakan. Dalam kondisi tersebut, hanya 60% yang akan dimanfaatkan oleh ikan, sisanya akan jatuh keperairan. Selain itu tidak semua pakan yang di makan dapat dimanfaatkan sebagai energi oleh tubuh, hanya 52% .

Gambar 3 Estimasi loading P pada KJA, dengan asumsi FCR 2,0 : 1 (Beveridge, 1984)

Total Nitrogen

Total nitrogen adalah penjumlahan dari nitrogen anorganik berupa NO3-N, NO2-N, NH3 –N yang bersifat terlarut dan nitrogen yang berupa

partikulat, dan tidak larut dalam air (Makereth et al. 1989). Nitrogen organik

Ekresi 31%(7 kg)

Di assimilasi 52 %

Dimanfaatkan 21 % (4,8kg)

Input Pakan 100% (30. Kg)

Sisa diperairan 40 %(12 kg)

Energi yang hilang 28% (6,2

Dimakan ikan 60% (18

(21)

9 adalah bentuk nitrogen yang terkait pada senyawa organik terutama nitrogen bervalensi tiga, biasanya berupa pertikulat yang tidak larut dalam air ( Simanjuntak 2008a;b). Nitrogen organik mencakup protein, polipeptida, asama amion, urea, dan senyawa lainnya (Effendi 2003)

Status Tropik

Kualitas air sering dipakai sebagai acuan terhadap pendekatan tingkat kesuburan suatu perairan, dan tingkat kesuburan perairan juga ditentukan oleh unsur hara di dalamnya. Tingkat kesuburan suatu perairan adalah suatau gambaran yang mencerminkan kaya miskinnya sistim trofik dari suatu ekosistem (Odum 1971). Selain itu eutrofikasi didefinisikan sebagai pengkayaan unsur hara di perairan. Masuknya unsur hara ke dalam badan air menyebabkan terjadinya proses eutrofikasi perairan. Ciri-ciri perairan yang mengalami proses eutrofikasi adalah ; konsentrasi oksigen terlarut di zona hypolimnion menurun, konsentrasi unsur hara meningkat, padatan tersuspensi terutama bahan organik meningkat, dominan diatom digantikan oleh alga biru dan alga hijau dan penetrasi cahaya menurun (Henderson dan Markland 1987).

Perairan waduk berdasarkan tingkat kesuburannya diklasifikasikan menjadi 3 yaitu oligotrofik, eutrofik dan mesotrofik menurut Colleg (1988) dalam Effendi (2003).

a. Perairan oligotrofik merupakan perairan yang tingkat kesuburannya rendah dengan beberapa ciri sebagai berikut: Sangat dalam, termoklin tinggi, hipolimnion, suhu epoliminion lebih dingin, kandungan bahan organik yang tersuspensi dan didasar perairan kecil, kandungan kalsium, fosfat, dan nitrat miskin, bahan humus sangat sedikit atau hampir tidak ada, kandungan oksigen terlarut tinggi pada seluruh kedalaman dan umumnya, terjadi sepanjang tahun; tanaman air tingkat tinggi sangat sedikit, kualitas (populasi) plankton terbatas.

b. Perairan mesotrofik merupakan perairan yang tingkat kesuburanya sedang dengan beberapa ciri sebagai berikut: Umumnya dangkal, temperatur bervariasi, kandungan humus tinggi.

c. Perairan eutrofikasi merupakan perairan yang tingkat kesuburanya tinggi dengan beberapa ciri sebagai berikut: Umumnya dangkal, kandungan oksigen terlarut sedikit bahkan hampir tidak ada pada lapisan, hipolimnion, Keanekaragaman algae rendah, densitas tinggi, produtivitas tinggi sering didominasi oleh Cyanophiceae, sering terjadi peledakan pertumbuhan algae, Unsur hara tinggi, produktivitas hewan akuatik tinggi (Riyono 2006; Riyono et al. 2006).

(22)

10

Tabel 1 Klasifikasi tingkat kesuburan perairan berdasarkan unsur hara dan biomassa fitoplankton (Chlorophyl-a)

Parameter Klasifikasi kesuburan

Oligotrofik Mesotrofik Eutrofik Hypereutrofik Rata-rata Total

N (µg/L)

661 753 1875 Tinggi

Rata-rata Total P (µg/L)

8.0 26.7 84.4 >200

Rata-rata Chlorophyl-a (µg/L)

1.7 4.7 14.3 100-200>

Puncak kosentrasi Chlorophyl-a (µg/L)

4.2 16.1 42.6 >500

Sumber : UNEP-ILEC, Vol 3, 2001, dalam sukadi et al. (2007) dan Anindya 2011.

Participatory fish stock assessment (Parfish)

Kajian stok perikanan partisipatif (Participatory fisheries stock assessment/ parfish) merupakan metode untuk melakukan kajian stok ikan tanpa memerlukan data deret waktu. Menurut Walmsley (2005) parfish memiliki beberapa keuntungan, yaitu merupakan metode kajian stok cepat, tidak memerlukan data jangka panjang (seperti data tangkapan upaya atau panjang bobot), metodenya melibatkan pihak terkait termasuk nelayan, menggabungkan berbagai informasi sumber dan bersifat adaptif. ParFish adalah sebuah pendekatan adaptif untuk pengelolaan perikanan melalui penilaian cepat dan partisipatif. Tujuannya adalah untuk memberikan saran tentang langkah-langkah pengelolaan perikanan berdasarkan sumber data yang cepat dan beragam. ParFish mendorong partisipasi nelayan dan stakeholder kunci lainnya. ParFish juga merupakan alat untuk mendukung dan mengembangkan sistem pengelolaan bersama yang sudah ada.

(23)

11 3 METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian telah dilakukan selama tiga bulan mulai dari bulan Januari - Maret 2013. Penelitian ini berlokasi di Waduk Cirata, Jawa Barat.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode analisis kuantitatif dengan pendekatan survey yang terdiri dari dua kegiatan yaitu pengambilan data primer dan sekunder di lapangan serta kegiatan di laboratorium. Data primer terkait pengamatan langsung di lapangan. Data sekunder diperoleh dengan wawancara langsung terhadap nelayan yang menjadi responden, yaitu dengan menggunakan daftar pertanyaan (questioner) yang telah dipersiapkan terlebih dahulu sesuai dengan tujuan penelitian. Metode pengumpulan data untuk data primer dilakukan dengan menggunakan purposive sampling. Metode sampling ini mengambil sampel secara sengaja yang dirasa dapat mewakili populasi sehingga tujuan yang diinginkan tercapai (Mangkusubroto dan Trisnadi 1985).

Kegiatan dilaboratorium berupa analisis kualitas air yang dilakukan di Laboratorium Pengujian Produktivitas dan Lingkungan Perairan Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.

Tahapan Penelitian

Penelitian diawali dengan survey awal sebagai penentuan lokasi pengambilan titik sampling. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder. Pengumpulan kedua jenis data ini dilakukan di Waduk Cirata yang menjadi objek penelitian. Selain itu juga dilakukan pengumpulan data sekunder di tingkat Kabupaten atau Kota yang berhubungan dengan lokasi penelitian. Data primer dikumpulkan melalui pengukuran, pengamatan lapang, serta wawancara dengan masyarakat dilokasi studi. Setelah data terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data, dilanjutkan dengan pembahasan hasil penelitian dan penulisan tesis.

Pengambilan responden

(24)

12

Penentuan stasiun Pengamatan

Penentuan stasiun pengamatan ditetapkan berdasarkan hasil survey awal yang dianggap dapat mewakili karakteristik masuknya beban P keperairan Waduk Cirata. Maka ditetapkan enam stasiun pengamatan parameter kualitas air yang terdiri dari muara Cikundul, rea intake, area batas berbahaya, tengah waduk, muara Cisokan, dan muara Citarum.

Tabel 2 Lokasi Pengambilan Sampel Penelitian No

stasiun

Lokasi Titik Sampling

1 Muara Cikundul E 107 o 15' 7.68"

S 6 o 43'1 6.45"

2 Daerah intake E 107 o 20' 44.46"

S 6 o 41'55.36"

3 Daerah berbahaya E 107 o 19' 54.87"

S 6 o 42'49.66"

4 Tengah waduk E 107 o 17' 11.62"

S 6 o 43'53.15"

5 Muara Cisokan E 107 o 16' 12.16"

S 6 o 46'1.55"

6 Muara Citarum E 107 o 17' 19.31"

S 6 o 46'49.16" Berikut karakteristik dari lokasi penelitian di waduk Cirata, meliputi keberadaan keramba jaring apung dan karakteristik stasiun penelitian dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4 Lokasi dan pengambilan sampel penelitian (Waduk Cirata)

Muara cikundul

Tengah waduk

Muara cisokan, calincing

Muara citarum

(25)

13

Prosedur Analisis Data Analisis kualitas air

Parameter lingkungan perairan yang diamati mencakup parameter kimia, fisika dan biologi. Pengumpulan data tersebut tersaji dalam tabel berikut :

Tabel 3 Parameter biofisik yang diukur serta alat dan metode yang digunakan

No Parameter Satuan Alat/metode pengukuran Tempat

pengukuran 1 Parameter fisik-kimia

• Suhu

Analisis sampel air dilakukan dengan menggunakan metode APHA (2005). Data parameter kualitas air yang diperoleh akan dibandingkan dengan baku mutu.

Perlakuan Contoh Air.

Contoh air yang telah diambil hendaknya ditangani dengan baik selama transportasi ke laboratorium pengujian untuk diuji setiap parameter yang dikehendaki. Caranya adalah contoh air disimpan dalam Cool box berisi es (2- 40C) dan sebagian diberi bahan pengawet.

Ortofosfat disimpan di Cool box tanpa diberikan pengawet. Untuk analisis nitrat, nitrit, ammonia, ammoniumdiberi pengawet asam sulfat (APHA 2005). Sedangkan untuk analisis oksigen terlarut, pH dan suhu air ditera secara langsung. oksigen terlarut (DO) dianalisis secara in situ. Sedangkan analisis ortofosfat, fosfat-total, nitrogen-total, nitrat-nitrogen, ammonium dilakukan di laboratorium.

Analisis Produktivitas primer

Pengukuran produktivitas primer dilakukan dengan metode oksigen botol terang-botol gelap. Prinsip kerja metode adalah mengukur perubahan kandungan oksigen dalam botol terang dan botol gelap yang berisi contoh air setelah diinkubasikan pada perairan yang mendapat sinar matahari (Vollenweider RA 1974). Produktivitas primer bersih dengan nilai oksigen terlarut dikonversi ke dalam satuan mgC/m/jam (Umaly dan Cuvin 1988) sebagai berikut:

(26)

14

Di mana:

NPP = Produktivitas primer bersih (mg C/m3/jam)

O2BT = Oksigen pada botol terang (BT) setelah inkubasi (mg/l) O2BA = Oksigen pada botol inisial (BI) (mg/l)

PQ = Photosintetic Question = 1,2; dengan asumsi bahwa hasil metabolism sebagian besar didominasi oleh fitoplankton t = Waktu inkubasi (jam)

1000 = Konversi liter menjadi m3

0,375 =Koefisien konversi oksigen menjadi carbon (=12/32) (Ryther 1965 in Parsons et al. 1984)

Analisis Potensi dan daya dukung perikanan alami

Daya dukung perikanan alami dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan analisis kandungan produktivitas primer di suatu perairan. Hasil analisis dapat diketahui kapasitas perairan untuk memprodukasi hasil tangkapan serta dapat diketahui jumlah benih yang layak ditebarkan. Perhitungan dengan menggunakan pendekatan model Beveridge (1987).

Analisis data daya dukung untuk penerapan skenario pengembangan KJA digunakan dengan pendekatan Model Beveridge. Adapun daya Dukung Lingkungan perairan bagi pengembangan budidaya dengan langkah langkah sebagai berikut:

Step 1 Ditentukan gross primary production ∑ PP

Step 2 Dihitung produksi ikan tahunan (Fy) berdasarkan tabel konversi (tabel 4) di mana fresh carbon content = 10% dari wet weight.

Tabel 4 konversi biomassa ikan

Ke areal ikan (g ikan C/m/t)

< 1000 1- 1,2

1000 - 1.500 1.2 – 1.5 1.500 - 2.000 1.5 – 2.1 2.500 - 2.500 2.1 – 3.2 2.500 - 3000 3.2 – 2. 1 3000 - 3.500 2.1 – 1. 5 3.500 - 4000 1.5 – 1.2 4000 - 4. 500 1.2 – 1.0

4.500 -1,0

Step 3 Di Hitung rata-rata tahunan jumlah beberapa jenis pakan yang tersedia dan estimate FCR dari literatur ( Beverage 1987) dalam rangka untuk menentukan fish yield yang dikontribusikan oleh pakan tambahan. Total yang masuk danau dari limbah ikan atau PLP adalah fungsi jumlah kosumsi pakan atua FCR, kadar P-total dalam pakan atau Ppakan dan kadar Ptotal dalam ikan dengan menggunakan rumus:

(27)

15

Keterangan :

PLP = P- total yang masuk danau dari limbah ikan (kg P/ ton Ikan) FCR = Feed Conversion Ratio (ton pakan / ton ikan )

Ppakan = kadar P-Total dalam pakan (kg P /ton pakan) Pikan1 = Kadar P- Total dalam ikan jaring 1(kg P/ton ikan) Pikan 2 = Kadar P- Total dalam ikan jaring 2(kg P/ton ikan) Estimasi potensi daya dukung setelah restorasi

Analisis daya dukung setelah restorasi dilakukan dengan pendekatan FCR yang digunakan pada setiap kegiatan keramba jaring apung yang terdapat di Waduk Cirata. Pada penelitian ini digunakan FCR 2 : 1. Karena berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap nelayan keramba terdapat sekitar 85 % menggunakan FCR di atas 1,5. Adapun langkah-langkah nya sebagai berikut:

1. Ditentukan pakan yang terbuang dari jaring utama dan jaring kolor (bawah) ke perairan alami.

2. Ditentukan P loading yang terbuang ke perairan 3. Ditentukan total P dengan menggunakan rumus

L (1-r)/ z.R dimana :

L = Loading p (mg/m3) r = ro

z = kedalaman (m)

R = Flushing rate koefisient (th-1)

4. Ditentukan hubungan P terhadap PP (OECD 1982) dengan menggunakan rumus :

PP= 31,1 X P0,54

5. Ditentukan konversi PP ke dalam biomassa ikan dengan menggunakan table konversi.

6. Dihitung daya dukung alami.

Estimasi pendugaan daya dukung berdasarkan parfish

(28)

16

Keterangan :

B = Biomassa sekarang r = laju pertumbuhan C = hasil tangkapan

Q = peluang tertangkapnya ikan T = waktu penangkapan

F = Fishing mortality Aspek ekonomi

Analisis usaha merupakan analisis jangka pendek yang dilakukan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh dari suatu kegiatan usaha dalam waktu satu tahun (Agusniatih 2002). Menurut Hernanto (1989) dalam Febrianto (2008), komponen yang dipakai dalam melakukan analisis usaha meliputi biaya produksi, penerimaan usaha dan pendapatan yang diperoleh dari usaha perikanan. Analisis usaha terdiri dari analisis imbangan penerimaan dan biaya, analisis payback period (PP) dan analisis return of invesment (ROI).

Analisis keuntungan

Analisis keuntungan bertujuan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh dari suatu kegiatan usaha yang dilakukan (Djamin 1984 dalam Febrianto 2008). Pendapatan usaha dalam perikanan dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

π = TR - TC Keterangan :

TR = Total revenue (penerimaan total) TC = Total cost (biaya total)

Dengan kriteria usaha :

TR > TC : Usaha menguntungkan

TR = TC : Usaha pada titik keseimbangan (titik impas) TR < TC : Usaha mengalami kerugian

Analisis imbangan penerimaan dan biaya ( revenue – cost ratio)

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang digunakan dalam kegiatan usaha dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan. Kegiatan usaha yang memiliki nilai R/C paling besar berarti kegiatan usahanya paling menguntungkan. Rumus yang digunakan menghitung R/C yaitu (Hernanto F 1989) :

Dengan kriteria :

R/C > 1, maka usaha menguntungkan R/C = 1, maka usaha impas

(29)

17 Analisis payback period

Payback period (PP) adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan aliran kas. Dengan kata lain, PP dapat pula diartikan sebagai rasio antara pengeluaran investasi dengan keuntungan yang dihasilkannya dalam satuan waktu. Perhitungan PP dapat dilakukan dengan rumus:

Analisis return of investment (ROI)

Return of investment (ROI) adalah kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruahn aktifitas untuk menghasilkan keuntungan bersih. Rumus yang digunakan untuk menghitung ROI yaitu :

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Perairan Waduk Cirata

Waduk Cirata terletak diantara waduk Saguling dan waduk Jatiluhur; tepatnya pada posisi 107°22’12’’ BT - 6°42’44” LS, serta berada diwilayah kabupaten Bandung, Cianjur dan Purwakarta. Waduk ini mempunyai luas 6.200 ha dengan kedalaman rata-rata 34,9 m dan volume rata-rata sekitar 2.165 x 106 m3. Panjang garis pantai 181 km dan terletak pada ketinggian 221 m diatas permukaan laut. Waduk Cirata termasuk dalam kategori waduk serbaguna, Selain sebagai pembangkit tenaga listrik (PLTA), Waduk Cirata juga mempunyai potensi lain seperti perikanan, pariwisata, perhubungan, irigasi, pencegah banjir serta sebagai upaya memperbaiki kehidupan ekonomi masyarakat yang berada disekitar waduk. Kualitas Perairan Waduk Cirata

Tabel berikut menunjukkan hasil kualiatas perairan yang diperoleh selama penelitian.

Tabel 5 Kualitas perairan Waduk Cirata

Parameter

Stasiun Muara

cikundul Area intake

(30)

18

Parameter Fisika- Kimia Perairan

Suhu perairan adalah salah satu parameter yang mengatur baik proses fisika maupun kimia yang terjadi dalam suatu perairan. Suhu dapat menentukan kandungan oksigen terlarut dalam perairan, di mana semakin tinggi suhu maka semakin rendah oksigen yang terlarut (Feriningtyas D, 2005). Suhu perairan Waduk Cirata pada setiap stasiun selama penelitian terindentifikasi berkisar antara 26.6 – 31 oC .

Suhu perairan diseluruh stasiun pengamatan berkisar antara 26.2– 31oC. Hasil pengamatan rata-rata suhu pada lokasi muara Cikundul yaitu 28.4–31.0 (± 29. 4oC). Pada lokasi area intake nilai pengamatan rata-rata suhu antara 29-31 (± 30oC). Lokasi daerah batas berbahaya nilai pengamatan rata-rata suhu antara 28.2-31 (± 30oC). Lokasi tengah waduk nilai pengamatan rata-rata suhu antara 26.2-32 (± 29.7oC). Pada lokasi muara Cisokan nilai pengamatan rata-rata suhu antara 27-31 (± 29.6oC). Dan pada lokasi muara Citarum nilai pengamatan rata-rata suhu antara 26.6-31 (± 29.5oC). Hasil tersebut menunjukan bahwa suhu setiap stasiun di perairan Waduk Cirata tidak berbeda signifikan, dan cenderung menyebar merata. Menurut Effendi, (2003) kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 20-30oC. Berdasarkan definisi ini maka dapat dikatakan perairan Waduk Cirata memiliki kandungan suhu yang masih dapat ditolelir, karena nilai suhu yang diamati berada dalam kisaran suhu yang optimum terhadap produktivitas perairan.

Kecerahan merupakan parameter yang menggambarkan kemampuan cahaya menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Wardoyo (1975) dan odum 1993 menyebutkan bahwa kemampuan daya tembus sinar matahari keperairan sangat ditentukan oleh warna perairan dan bahan-bahan organik maupun anorganik yang tersuspensi, kepadatan plankton, jasad renik dan detritus. Hal ini dapat mempengaruhi tebal tipisnya daerah fotosintesis di perairan yang merupakan proses penting bagi organisme produsen di perairan tersebut.

(31)

19 muara Citarum yaitu 95 cm. Kecerahan pada daerah berbahaya dan muara Cisokan menghasilkan kecerahan yang relatif sama, sedangkan kecerahan pada muara Cikundul dan tengah waduk relatif menurun, hal ini dimungkinkan karena pada muara Cikundul banyak partikel-partikel yang larut maupun tidak terlarut yang terbawa aliran air sehingga mengurangi penetrasi cahaya. Selain itu rendahnya tingkat kecerahan ini disebabkan karena tingginya kandungan material yang diakibatkan oleh kegiatan keramba jaring apung, masukan jasad renik, detritus bahan organik dan anorganik yang masuk ke perairan waduk sehingga dapat menghalangi penetrasi cahaya matahari masuk ke dalam perairan. Namun demikian nilai kecerahan ini masih di atas nilai baku mutu yaitu > 45 cm.

pH merupakan hasil pengukuran ion hidrogen dalam perairan yang menunjukkan keseimbangan antara asam dan basa. Nilai pH sangat berkaitan dengan proses fotosintesis, karena pada proses tersebut terjadi penyerapan CO2 sehingga pH akan meningkat. Pengamatan pH di seluruh stasiun pengamatan berkisar Antara 7.1–7.2. Hasil pengamatan kisaran nilai pH pada muara Cikundul yaitu 7–7.32 ( ± 7.1), pada area intake yaitu 7.2 (± 7.2), hasil pengamatan daerah batas berbahaya yaitu 7.2–7.38 (± 7.2), pada tengah waduk yaitu 7–7.37 (±7.2), pada muara Cisokan yaitu 7–7.06 (±7.04) dan pada muara Cikundul yaitu 7.05 - 7.45 (± 7.2).

Nilai pH pada masing-masing stasiun tidak menunjukkan fluktuasi yang tinggi. Nilai pH perairan masih berkisar antara kelas 1 sampai kelas 3 pada baku mutu air. Namun demikian, kondisi perairan Waduk Cirata masih dalam kisaran normal untuk kegiatan perikanan budidaya.

Oksigen terlarut merupakan faktor utama untuk proses metabolisme hewan akuatik, karena akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan dan organisme akuatik lainnya (Odum, 1993). Nilai DO perairan diseluruh stasiun pengamatan berkisar antara 4.68–9.37. Hasil pengamatan nilai DO pada muara Cikundul yaitu berkisar antara 5.62–7.47 (±6,54) mg/l. Pada area intake yaitu 7.8-7.49 (±7.06) mg/l, pada daerah batas berbahaya yaitu 7.9-7.49 (±7.63) mg/l, pada tengah waduk yaitu 7.1-8.43 (±7.68) mg/l, pada muara Cisokan yaitu 4.68-9.37 (±6.85) mg/l dan pada muara Citarum yaitu DO yang diperoleh yaitu 5. 62-6.9 (±6.05) mg/l.

Kosentrasi rata-rata oksigen terlarut selama pengamatan menunjukkan pola yang hampir sama pada setiap stasiun dan dapat dikatakan kandungan DO di perairan Waduk Cirata relatif Homogen, dan cenderung terdistribusi merata secara vertikal. Pengamatan nilai kosentrasi DO dikategorikan sedang, hal ini diduga telah dimanfaatkan oleh ikan-ikan di luar dalam proses respirasi. Pada umumnya kosentrasi DO dipermukaan relatif lebih besar dibandingkan pada kedalaman dibawahnya hal ini berkaitan dengan semakin ke dasar semakin meningkat bahan-bahan organik yang berasal dari sisa pakan yang terbuang, padahal bahan organik tersebut harus diuraikan oleh mikroorganisme. Untuk penguraian tersebut dibutuhkan oksigen yang terlarut didalam air. Sehingga menyebabkan semakin ke dasar semakin rendah kandungan oksigennya.

(32)

20

Unsur hara Perairan

Unsur hara N dan P merupakan faktor pembatas bagi kehidupan organisme perairan (Plankton). Pengamatan unsur hara di perairan Waduk Cirata meliput i (Nitrat, Nitrit, Ammonia, Total fosfor dan ortofosfor). Total fosfor merupakan elemen terpenting dalam aktivitas biologi. Kosentrasi fosfor ditentukan oleh sintesa metabolisme, proses dekomposisi, pelapukan batuan, pupuk buatan, buangan domestik dan deterjen (Linkes 1972). Fosfor digunakan pula sebagai kunci untuk menjelaskan kualitas plankton serta sebagai penentu dalam eutrofikasi (Sukimin 2008). Pada umumnya dalam perairan alami, kandungan total fosfat tidak lebih dari 0.1 mg/l (Wardoyo 1981; Barus et al. 2008). Berdasarkan klasifikasi tingkat kesuburan perairan berdasarkan unsur hara dari total P 0.0844 mg/L sudah mencapai tingkat eutrof dan bila melebihi nilai di atas 0.200 mg/L telah mencapai tingkat hypereutrof (Sukandi et al. 2007). Kondisi yang sama juga di kemukakan oleh Garno dan Adibroto (1999) dalam status perairan Waduk Cirata mencapai eutrofik bahkan hipereutrofik. Krismono et al. (1992) juga menambahkan bahwa penambahan unsur N dan P sebagai akibat kegiatan KJA di Cirata masing-masing sebesar 424.4–460.2 kg per hari dan 16.917.7 kg per hari.

Nilai kandungan total P perairan diseluruh stasiun pengamatan berkisar antara 0.07-0.14 mg/L. Pada muara Cikundul nilai fosfor yang diperoleh di lapangan yaitu antara 0.13-0.15 (±0.14) mg/L. Pada area intake yaitu 0.07-0.09 (±0.07) mg/L. Pada daerah berbahaya yaitu 0.07-0.08 (±0.07) mg/L. Pada lokasi tengah waduk yaitu 0.07-0.09 (±0.08) mg/L. Pada muara Cisokan yaitu 0.07-0.11 (± 0.09) mg/L. Pada muara Citarum yaitu 0.09-0.12 (± 0.10) mg/L.

Hasil pengamatan kandungan fosfor pada perairan Waduk Cirata sudah mencapai tingkat eutrof yaitu lebih dari 0.08 mg/L. Hal tersebut disebabkan karena : 1) Pengaruh kegiatan KJA berupa hasil sisa pakan yang tidak termakan, feses ikan yang tenggelam dan mengendap ke dasar perairan. 2) Adanya aktivitas pertanian yang memanfaatkan perairan tergenang yang berada dipinggir Waduk Cirata, sehingga unsur hara dari tanah pertanian akan sangat mudah masuk kebadan perairan waduk. 3) Limpasan limbah kegiatan antropogenik, limbah domestik, detergen serta aktivitas masyarakat yang tinggal menetap di KJA, dan juga limbah-limbah peternakan yang berada ditengah waduk. Pada muara Cikundul dengan kandungan P tertinggi diduga disebabkan karena akumuliasi bahan-bahan organik dari muara Cikundul- ke Cisokan.

Nilai kandungan nitrat yang diperoleh disetiap stasiun pengamatan berkisar antara 0.11- 0.24 mg/L. Pada muara Cisokan diperoleh nitrat yairu berkisar antara 0.08-0.13 (±0.11) mg/L. Pada area intake yaitu 0.01-0.05 (±0.03). Pada daerah berbahaya yaitu 0.006-0.15 (±0.06) mg/L. Pada tengah waduk yaitu 0.08-0.03 (±0.06) mg/L. Pada muara Cisokan yaitu 0.08-0.2 (±0.15) mg/L. Dan pada muara Citarum yaitu 0.4-0.2 (0.2) mg/L.

(33)

21 tersebut diduga karena area intake merupakan zona di mana aktivitas keramba jaring apung dibatasi.

Begitu juga halnya dengan kandungan amonium, nilai kandungan amonium yang diperoleh disetiap stasiun pengamatan di Waduk Cirata berkisar antara 0.8-2.1 mg/L. Pada muara Cikundul diperoleh kandungan anomia diperairan yaitu antara 0.19-2.6 (±1.74) mg/L. Pada area intake yaitu 0.23-1.81 (±1.23) mg/L. Pada daerah berbahaya yaitu 0.94-1.51 (±0.85) mg/L. Pada tengah waduk yaitu 0.36-3.14 (±1.62) mg/L. Pada muara Cisokan yaitu 0.13-2.3 (±1.46) mg/L. Pada muara Citarum yaitu 0.30-4.10 (±2.19) mg/L. Terlihat bahwa nilai kandungan yang tertinggi yaitu berada pada muara Citarum karena tingginya aktivitas keramba dan aktivitas kegiatan rumah tangga yang berada langsung di keramba tersebut.

Daya dukung berdasarkan produktifitas Perairan

Daya dukung perikanan alami dapat dilakukan dengan pendekatan analisis kandungan produktifitas perairan disuatu perairan. Perhitungan daya dukung perairan Waduk Cirata, dengan pendekatan jumlah produktivitas primer di perairan dengan luasan area optimum (6200 ha). Diukur produktivitas primer pada enam stasiun, maka diperoleh jumlah gross primary production adalah 178.209 gC/m2. Hasil produktivitas primer tersebut dikonversikan pada tabel konversi effisiensi (Beveridge 1987) ditemukan nilai persen (1%). Hasil yang diperoleh dikalikan dengan luas area perairan optimum waduk maka diperoleh daya dukung yang dihitung dengan nilai kapasitas produksi adalah 1104.9 ton/tahun. Daya dukung perairan optimum, sesuai dengan nilai kapasitas produksi yang dihasilkan adalah 1104.9 ton, artinya kemampuan optimum perairan waduk secara alami dapat memproduksi ikan sebanyak 1104,9 ton ikan/ tahun.

Pendugaan biomassa berdasarkan produktifitas perairan merupakan pendugaan biomassa yang lebih efektif dan diduga dapat digunakan sesuai kebutuhan, karena pendugaan tersebut berdasarkan jumlah makanan dan nutrisi yang terdapat di alam, sehingga makanan tersebut dapat dimanfaatkan sesuai dengan kapasitas biomassanya. Pada pendugaan biomassa dengan pendekatan produktivitas perairan, hasil biomassa yang diperoleh terbatas pada biota yang memanfaatkan Fitoplankton, dalam hal ini organisme yang bersifat herbivore. Sebagaimana dikemukakan oleh Odum (1998) mendefinisikan produktivitas primer sebagai derajat penyimpanan energi matahari dalam bentuk bahan organik, sebagai hasil fotosintesis dan kemosintesis dari produsen primer. Fotosintesis hanya dapat berlangsung bila intensitas cahaya yang sampai ke suatu sel alga lebih besar dari pada suatu intensitas tertentu, hal ini berarti bahwa fitoplankton yang produktif yang terdapat di lapisan dimana intensitas cahaya cukup untuk berlangsungnya fotosintesis (Irawati dan Asriyana 2007).

Estimasi pendugaan biomassa berdasarkan Parfish

(34)

22

berprofesi sebagai nelayan perikanan alami. Berdasarkan perhitungan untuk total tangkapan hasil dugaan Bnow yang diperoleh 1,1012. Sementara dugaan untuk parameter r adalah 0.015 dan B inf berturut-turut adalah 15.208. Dugaan biomassa ikan yang terdapat di alam yaitu 15.208 kg/hari, dan waktu yang digunakan yaitu 365 hari, sehingga jumlah biomassa yang terdapat di alam berdasarkan parfish yaitu 5.550,920 ton ikan/tahun. Berdasarkan hal tersebut jumlah biomassa yang masih mampu ditampung oleh alam yaitu 5.550 ton ikan/tahun. Dalam pendugaan biomassa dengan mengunakan pendekatan Parfish, biomassa yang dihitung tidak terbatas pada hewan herbivor atau karnivor, namun semua biota yang didapat dari hasil tangkapan nelayan perikanan alami berdasarkan wawancara yang telah dilakukan.

Daya dukung setelah retorasi

Berdasarkan hasil yang diuji, diketahui nilai nilai total P rata-rata yang diperoleh (271 mg/m3). Hasil data kondisi fisik Waduk Cirata yang diperoleh dari BPWC dengan otoritas waduk, dapat diketahui kedalaman perairan maksimal rata-rata sekarang adalah 29.32 meter. Secara lengkap data biofisik yang diperoleh melalui wawancara dengan otoritas waduk dapat disajikan pada (Tabel 6).

Tabel 6 Kondisi fisik Waduk Cirata

No Peubah nilai Satuan

(35)

23 KJA). Dan dihitung total P dengan menggunakan persamaan L (1-r)/ z.r, dalam hal ini kedalaman yang digunakan 75% dari kedalaman rata-rata. Total P menjadi 671 mg/m3. Berdasarkan penelitian OECD (1982) menunjukkan hubungan Antara P dan PP yaitu 31,1 X P0,54. Sehingga PP yang diperoleh yaitu 1.045.31 gC/m2/thn.

Hasil produktivitas primer tersebut dikonversikan pada tabel konversi effisiensi (Beveridge, 1987) ditemukan nilai persen (1.2 %). Hasil yang diperoleh dikalikan dengan luas area perairan optimum waduk maka diperoleh daya dukung yang dihitung dengan nilai kapasitas produksi setelah restorasi adalah 7.777.11 ton/tahun. Artinya kondisi perikanan alami Waduk Cirata setelah dilakukan restorasi masih dapat memproduksi ikan sebanyak 7.777.11 ton/tahun.

Aspek Ekonomi Ikan dan alat tangkap

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap 97 responden dari 356 nelayan terdapat sejumlah alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan yang terdiri dari gillnet, rawai dan jala. Terdapat beberapa spesies ikan yang umum tertangkap di Waduk Cirata yaitu : ikan Lalawak (Puntius bramoides) sebanyak 60 kg/hr, ikan Hampal (Hampala macrolepidota) sebanyak 33 kg/hr, ikan Tagih (Hemibagrus nemurus) 17.5 kg/hr, ikan Jambal (Pangasius suchi) sebanyak 8 kg/hr, ikan Patin (Pangasius pangasius) sebanyak 19 kg/hr, ikan Nila (Oreochromis niloticus) sebanyak 424 kg/hr, ikan Mas (Cyprinus carpio) sebanyak 53 kg/hr, dan ikan Bawal (Colossoma macropomum) sebanyak 3 kg/hr. Adapun persentase masing-masing berdasarkan alat tangkap adalah sebagai berikut :

Tabel 7 hasil tangkapan menggunakan gillnet

No Nama ikan Jumlah (kg/hari) %

1 Nila (Oreochromis niloticus) 308 65.7

2 Mas (Cyprinus carpio) 48 10.2

3 Bawal (Colossoma macropomum) 3 0.6

4 Lalawak (Puntius bramoides) 50 10.7

5 Hampal (Hampala macrolepidota) 23 4.9

6 Patin (Pangasius pangasius) 19 4.1

7 Jambal (Pangasius suchi) 8 1.7

8 Tagih (Hemibagrus nemurus) 9.5 2.0

Total 468,5 100,0

Tabel 8 Hasil tangkapan ikan berdasarkan alat tangkap jala

No Nama ikan Jumlah (kg/hari) %

1 Nila (Oreochromis niloticus) 109 78.4

2 Mas (Cyprinus carpio) 8 5.8

3 Bawal (Colossoma macropomum) 0 0.0

4 Lalawak (Puntius bramoides) 10 7.2

(36)

24

6 Patin (Pangasius pangasius) 0 0.0

7 Jambal (Pangasius suchi) 0 0.0

8 Tagih (Hemibagrus nemurus) 2 1.4

Total 139 100

Tabel 9 Tangkapan ikan berdasarkan alat tangkap rawai

No Nama ikan Jumlah (kg/hari) %

1 Nila (Oreochromis niloticus) 5 45.5

2 Mas (Cyprinus carpio) 0 0.0

3 Bawal (Colossoma macropomum) 0 0.0

4 Lalawak (Puntius bramoides) 0 0.0

5 Hampal (Hampala macrolepidota) 0 0.0

6 Patin (Pangasius pangasius) 0 0.0

7 Jambal (Pangasius suchi) 0 0.0

8 Tagih (Hemibagrus nemurus) 6 54.5

Total 11 100.0

Dari tabel dapat dilihat bahwa penggunaan alat tangkap gillnet memiliki peluang memperoleh ikan lebih besar dari pada alat tangkap lain, dan diikuti oleh alat tangkap jala dan rawa. Pada umumnya masyarakat nelayan sudah menggunakan gillnet, khususnya bagi mereka yang berprofesi tetap sebagai nelayan. Karena berdasarkan wawancara sebagian dari mereka hanya melakukan penangkapan ikan dikala waktu senggang, dan umumnya mereka menggunakan jala serta sebagian kecil rawai.

Dari hasil tangkapan masyarakat nelayan perikanan alami memperoleh hasil tangkapan terbanyak dari jenis ikan Nila yaitu sekitar 424 kg/hari, kemudian ikan Lalawak, dan ikan Mas. Ikan Nila memiliki peluang tertangkap lebih banyak dibandingkan ikan lain karena mempunyai kemampuan beradaptasi yang baik di berbagai jenis air, contohnya hidup di air tawar, air payau, dan air laut (Guner 2005). Ikan ini juga tahan terhadap perubahan lingkungan, bersifat omnivora dan mampu mencerna makanan secara efisien. Pertumbuhannya cepat dan tahan terhadap serangan penyakit (Chervinski, 1982). Putra et al. (2011) juga menambahkan bahwa pertumbuhan ikan nila harian mencapai 1,57%.

(37)

25 Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, dari total 95 responden yang menggunakan perahu mesin 72 responden, perahu dayung 3 responden dan rakit 20 responden. Pada umumnya melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap giil net yaitu sekitar 69 %, dengan menggunakan alat tangkap jala 27%, serta dengan menggunakan alat tangkap rawai 3.15 % .

Tabel 10 Persentase penggunaan alat tangkap Alat tangkap Perahu mesin Perahu

dayung

Rakit total

Gillnet 56.8% 2.1% 10.5% 69.4%

Jala 16.8% 1.0% 9.4% 27.2%

rawai 2.1% 0% 1.0% 3.1%

Jumlah 75.7% 3.1% 20.9% 99.7 %

Nelayan yang menggunakan jaring umumnya mempunyai lebih dari 1 jaring, yaitu rata-rata nelayan mempunyai tiga jaring. Dengan masing-masing jaring bernilai 210 dengan panjang sembilan meter dan ukuran 3.5 inci. Jaring juga membutuhkan tali tambang sebagai pengikat satu sama lain, sehingga nelayan yang menggunakan jaring umumnya menghabiskan modal sekitar 700 ribu. Sedangkan nelayan yang menggunakan alat tangkap jala yang mempunyai ukuran tinggi 7.5- 11 m, keliling 35-50 cm dan mata jaring 2-3 inci menghabiskan modal 700.000 – 1.000.000 lengkap dengan pemberat dan yang sudah siap untuk digunakan.

Analisis keuntungan

Kegiatan usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh masyarakat Cirata rincian biayanya dibagi kedalam 3 kelompok, yaitu biaya investasi, biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya investasi ini terdiri dari biaya-biaya yang diperlukan dalam menunjang usaha penangkapan ikan. Seperti modal awal dalam menangkap ikan diperlukan perahu, alat tangkap serta mesin. Untuk biaya tetap terdiri dari biaya perawatan dan penyusutan untuk komponen investasi. Biaya tidak tetap terdiri dari biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan operasional, biaya perbaikan alat tangkap, dan lain-lain.

1) Biaya inve stasi

(38)

26

penyusutan pertahun Rp 140.000. Total biaya investasi yang dibutuhkan setiap nelayan dalam waktu 1 tahun dapat dilihat di tabel berikut:

Tabel 11 Rataan total investasi yang dibutuhkan nelayan No Keterangan

Total investasi Rp 2.308.333,333 Rp 1.633.000 Rp 600.000

2) Biaya tetap

Biaya tetap (fixed cost) merupakan biaya yang tetap harus dikeluarkan meskipun tidak melakukan kegiatan penangkapan. Biaya tetap yang dikeluarkan oleh setiap nelayan diantaranya adalah biaya perbaikan jaring, biaya perbaikan kapal, biaya perbaikan mesin, biaya penyusutan (perahu dan mesin) dan biaya penyewaan rakit bagi mereka yang menggunakan rakit. Rincian komponen biaya tidak tetap untuk jangka satu tahun dapat dilihat di tabel :

Tabel 12 Rataan analisis biaya tetap No Biaya Tetap Perahu mesin 2 Perawatan alat tangkap

(4 bulan sekali)

Rp 100.000 Rp 100.000 Rp100.000 3 Pembelian alat tangkap Rp 700.000 Rp. 700.000 Rp. 700.000 4 Perbaikan mesin

Total biaya tetap Rp 1.640.000 Rp 1.240.000 Rp 2.440.000

3) Biaya tidak tetap

(39)

27

Tabel 13 Rataan analisis biaya tidak tetap No Biaya tidak tetap Perahu mesin

( n = 72 orang)

Perahu dayung ( n = 3 orang)

Rakit

( n = 20 orang) 1 Perbekalan makan Rp 3.000.000 Rp 3.000.000 Rp 3.000.000

2 Bahan bakar Rp 1.500.000 - -

3 Rokok Rp 1.500.000 Rp 1.500.000 Rp 1.500.000 Total biaya tidak

tetap

Rp 6.000.000 Rp 4.500.000 Rp 4.500.000

4) Penerimaan hasil tangkapan

Penerimaan yang diterima oleh nelayan berbeda-beda berdasarkan alat tangkap dan transportasi yang digunakan. Adapun total penerimaan pendapatan dari hasil penangkapan ikan yaitu; nelayan perahu mesin Rp 17.214.583, nelayan perahu dayung yaitu Rp11.800.000 nelayan rakit yaitu Rp 9.195.000

Analisis Imbangan penerimaan dan biaya R/C ( revenue – cost ratio). Analisi R/C digunakan untuk melihat apakah usaha tersebut tergolong menguntungkan atau belum. Dari rata-rata TR (Total revenue) yang diperoleh pada perahu mesin yaitu Rp 17.214.583.33, perahu dayung Rp 11.800.000, dan rakit Rp. 9.195.000. Sedangkan rata-tata TC (total cost) yang diperoleh perahu mesin adalah Rp 7.640.000, perahu dayung Rp 5.740.000, dan rakit Rp 6.940.000. Sehingga rata-rata R/C pada perahu mesin yaitu 2,2 perahu dayung 2,0 dan rakit yaitu 1,3 Penerimaan yang paling besar dan menguntungkan yaitu perahu mesin. Namun untuk masing-masing transportasi yang digunakan sudah menguntungkan karena memiliki nilai > 1.

Analisis payback period (PP)

Analisis PP digunakan untuk mengetahui rasio antara pengeluaran dan keuntungan yang diperoleh. Dalam hal ini hasil yang diperoleh perunit rata-rata nelayan yang dihitung dalam waktu satu tahun. Pada perahu mesin rata-rata nilai investasi yang diperoleh yaitu Rp 2.308.333, perahu dayung Rp 1.633.333,33 dan rakit Rp 600.000. Rata-rata tingkat keuntungan yang diperoleh pada perahu mesin yaitu Rp 9.574.583, pada perahu kayuh Rp 6.060.000, dan rakit Rp 2.255.000. Sehingga rata-rata nilai PP yang diperoleh nelayan perikanan alami dalam kegiatan ini yaitu nelayan mesin 0,4/thn atau 4,8 bulan, nelayan kayuh 0,2/thn atau 2,4 bulan dan pada nelayan rakit 0,1/thn atau 1,2 bulan.

Analisis return of investment (ROI)

(40)

28

Rp 2.255.000. Rata-rata investasi yang diperoleh perahu mesin Rp 2.308.333 dengan pengembalian investasi yaitu 4,0%, pada perahu dayung investasi yang diperlukan yaitu Rp 1.633.333,33 sehingga tingkat pengembalian investasi 3,7% dan investasi bagi nelayan rakit yaitu Rp 600.000 dan tingkat pengembalian investasi yaitu 3,7%. Dalam usaha ini nelayan yang menggunakan perahu mesin memiliki nilai pengembalian investasi sebesar 4 %.

Tabel 14 Rataan analisis biaya untuk nelayan perikanan alami (95 orang)

NO Analisis kelayakan

Jenis transportasi yang digunakan Perahu mesin

9.574.583 6.060.000 2.255.000

2 R/C 2,2 2,4 1,3

3 PP (bulan) 4,8 2,4 1,2

4 ROI (%) 4,0 3,7 3,7

Estimasi keuntungan yang diperoleh setelah restorasi

Pada pehitungan keuntungan setelah restorasi dilakukan dengan asumsi hasil tangkapan nelayan. Daya dukung hasil tangkapan yang diperoleh akan dibandingkan dengan estimasi daya dukung yang diperoleh setelah restorasi. Dimana daya dukung yang dilakukan dengan perhitungan parfish yaitu 5.550 dengan rata-rata hasil tangkapan 6 kg/hari dan daya dukung setelah restorasi yaitu 7.777 ton/thn. Sehingga estimasi tangkapan nelayan setelah restorasi yaitu 8 kg. Keuntungan yang diperoleh yaitu 8 kg x Rp 8000 (harga jual) x jumlah nelayan (asumsi tidak ada perubahan terhadap jumlah nelayan). Total keuntungan yang diperoleh yaitu Rp. 23.923.000. Total biaya yang dihabiskan yaitu 7.640.000 (asumsi tidak ada perbedaan biaya yang dikeluarkan). Sehingga keuntungan bersih yang diperoleh nelayan pertahun yaitu Rp. 16.283.000 hal tersebut dapat berlaku jika jumlah nelayan, alat tangkap dan transportasi yang digunakan relative sama.

Tabel 15 Asumsi analisis biaya setelah restorasi dibandingkan dengan nelayan yang menggunakan perahu mesin.

No Analisis kelayakan Sebelum restorasi Sesudah restorasi 1 Keuntungan perbulan

(Rp)

Rp. 797.881 Rp. 1.356.916

2 R/C 2.2 3.5

3 PP (tahun) 0.4 0.13

4 ROI (%) 4.0 7.4

Gambar

Gambar 1 kerangka pemikiran.
Gambar 2  Prinsip-prinsip P yang hilang ke perairan pada KJA intensif
Tabel 1 Klasifikasi tingkat kesuburan perairan berdasarkan unsur hara dan
Tabel 2 Lokasi Pengambilan Sampel Penelitian
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dierks dan Patel (1997) menjabarkan EVA sebagai suatu bentuk pengukuran kinerja keuangan dengan mengkombinasikan antara konsep umum pendapatan bersih dengan prinsip-prinsip

In this study, we investigated the correlation between F2-Isoprostane (as marker of oxidative stress) with Stromal Cell-Derived Factor-1 (SDF-1) and CD34 viable in non

[r]

[r]

Di dalam instrument sertifikasi dosen ada instrument deskripsi diri. Deskripsi diri ini ditulis oleh dosen yang disertifikasi, yang menjelaskan atau mendeskripsikan kegiatan,

2.4 Daftar Nama Kelompok Tani dan Kios Pupuk Di Desa Pagar Jati Kec.Lubuk Pakam Kab.Deli Serdang. Berikut ini adalah nama-nama kelompok tani dan kios pupuk yang ada

Hasil dari penelitian ini memberikan gambaran mengenai teknik deteksi obyek pejalan kaki pada lingkungan statis dengan menggunakan metode pengurangan citra

KARANGANYAR. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan 1) strategi pemasaran yang