• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Karakter Morfofisiologis dan Hubungannya dengan Hasil Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max L. Merril)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Karakter Morfofisiologis dan Hubungannya dengan Hasil Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max L. Merril)"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KARAKTER MORFOFISIOLOGIS DAN HUBUNGANNNYA DENGAN HASIL BEBERAPA VARIETAS

KEDELAI (Glycine max L. Merril)

SUCI APRIANI HARAHAP 070307024

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

(2)

KAJIAN KARAKTER MORFOFISIOLOGIS DAN HUBUNGANNNYA DENGAN HASIL BEBERAPA VARIETAS

KEDELAI (Glycine max L. Merril)

SKRIPSI

Oleh :

SUCI APRIANI HARAHAP 070307024

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

KAJIAN KARAKTER MORFOFISIOLOGIS DAN HUBUNGANNNYA DENGAN HASIL BEBERAPA VARIETAS

KEDELAI (Glycine max L. Merril)

SKRIPSI

Oleh :

SUCI APRIANI HARAHAP 070307024 / PEMULIAAN TANAMAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

(4)

Judul Skripsi : Kajian Karakter Morfofisiologis dan Hubungannya dengan Hasil Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max L. Merril) Nama : Suci Apriani Harahap

NIM : 070307024

Departemen : Budidaya Pertanian Program Studi : Pemuliaan Tanaman

Disetujui oleh, Komisi Pembimbing :

Prof. DR. Ir. Rosmayati, MS. Luthfi A. M. Siregar, SP. MSc. PhD

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

Mengetahui,

(5)

ABSTRAK

SUCI APRIANI HARAHAP: Kajian Karakter Morfofisiologis dan Hubungannya Dengan Hasil Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max L. Merril), dibimbing oleh Prof. DR. Ir. Rosmayati, MS dan Luthfi A. M. Siregar, SP. MSc. PhD.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi karakter morfofisiologi serta

hubungan karakter tersebut dengan hasil beberapa varietas kedelai (Glycine max (L.) Merril). Penelitian dilakukan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Islam Sumatera Utara dengan

ketinggian tempat ± 25 m dpl, yang dilaksanakan pada bulan November 2010 hingga bulan Februari 2011 menggunakan rancangan acak kelompok non faktorial yang terdiri dari 20 varietas kedelai yaitu Detam 1, Detam 2, Anjasmoro, Cikuray, Sibayak, Ratai, Ijen, Kaba, Wilis, Bromo, Burangrang, Tanggamus, Gumitir, Argomulyo, Sinabung, Panderman, Malabar, Grobogan, Seulawah, Kawi. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah cabang, umur berbunga, laju pertumbuhan tanaman, laju pertumbuhan relatif, laju asimilasi bersih, luas daun, jumlah stomata, tebal kutikula, jumlah klorofil daun, bobot kering akar, bobot kering tajuk, volume akar, produksi biji per tanaman, laju pengisian biji, dan bobot 100 biji.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap karakter

morfologi yaitu tinggi tanaman (2-6 MST), jumlah cabang (4-5 MST),

umur berbunga, luas daun, tebal kutikula, jumlah klorofil, bobot kering akar (3, 4, dan 6 MST), bobot kering tajuk (3, 4, dan 6 MST),

volume akar (3, 4, dan 6 MST), produksi biji per tanaman, bobot 100 biji, dan karakter fisiologi yaitu laju pengisian biji. Karakter morfologi dan fisiologi berpengaruh terhadap produksi biji per tanaman. Karakter yang memberikan pengaruh tertinggi terhadap produksi biji per tanaman pada 20 varietas kedelai adalah karakter morfologi luas daun sebesar 0.920. Sedangkan karakter morfologi yang memberikan pengaruh tertinggi terhadap produksi biji per tanaman pada

masing-masing varietas yaitu jumlah cabang pada Kaba (0.574) dan Kawi (0.724), luas daun pada Detam 1 (0.558) dan Panderman (0.453), volume

akar pada Cikuray (0.928) dan Grobogan (0.425), jumlah klorofil pada Anjasmoro (0.377) dan Tanggamus (0.531). Karakter fisiologi yang memberikan pengaruh tertinggi terhadap produksi biji per tanaman pada masing-masing varietas yaitu laju asimilasi bersih pada Seulawah (0.405), dan laju pengisian biji pada Detam 2 (0.852), Sibayak (0.791), Ratai (0.440), Ijen (0.652), Wilis (0.857), Bromo (0.467), Burangrang (0.745), Gumitir (0.425), Argomulyo (0.897), Sinabung (0.764), dan Malabar (0.729).

(6)

ABSTRACT

SUCI APRIANI HARAHAP: Morfofisiology Character Study and Its Relation to Results Several Varieties of Soybean (Glycine max L. Merrill), supervised by Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS and Luthfi A. M. Siregar, SP. MSc. PhD.

This study aims to evaluate morfofisiology characters and character relationships are with the results of several varieties of soybean (Glycine max (L.) Merrill). Research conducted at the Experimental Farm Faculty of Agriculture, Islamic University of North Sumatera with ± 25 m altitude above sea level, which was held in November 2010 until February 2011 using non-factorial randomized block design consisting of 20 varieties of soybeans that are Detam 1, Detam 2, Anjasmoro, Cikuray, Sibayak, Ratai, Ijen, Kaba, Wilis, Bromo, Burangrang, Tanggamus, Gumitir, Argomulyo, Sinabung, Panderman, Malabar, Grobogan, Seulawah, Kawi. The parameters observed were plant height, branch number, flowering, plant growth rate, relative growth rate, net assimilation rate, leaf area, number of stomata, thick cuticle, total chlorophyll, leaf, root dry weight, dry weight of canopy, root volume, production seeds per plant, seed filling rate, and 100 seed weight.

The results showed that significantly different varieties of morphological characters namely plant height (2-6 MST), number of branches (4-5 MST), flowering, leaf area, thick cuticle, the amount of chlorophyll, root dry weight (3, 4, and 6 MST), canopy dry weight (3, 4, and 6 MST), root volume (3, 4, and 6 MST), seed production per plant, 100 seed weight, and physiological characteristics of seed filling rate. Morphological characteristics and physiological effect on seed production per plant. The characters that give the highest effect on the production of seeds per plant on 20 morphological characteristics of soybean varieties is the leaf area by 0,920. While the morphological characters that provide the highest impact on seed production per plant of each variety that is the number of branches in the Kaba (0,574) and Kawi (0,724), leaf area on Detam 1 (0,558) and Panderman (0,453), root volume on Cikuray ( 0,928) and Grobogan (0,425), the amount of chlorophyll in the Anjasmoro (0,377) and Tanggamus (0,531). Physiological characters that give the highest impact on seed production per plant in each variety that is net assimilation rate on Seulawah (0,405), and the rate of seed filling in Detam 2 (0,852), Sibayak (0,791), Ratai (0,440), Ijen (0,652 ), Willis (0,857), Bromo (0,467), Burangrang (0,745), Gumitir (0,425), Argomulyo (0,897), Sinabung (0,764), and Malabar (0,729).

(7)

RIWAYAT HIDUP

Suci Apriani Harahap dilahirkan di Medan pada tanggal 20 April 1988,

merupakan anak kedua dari pasangan bapak Drs. H. Ali Ganti Harahap dan

ibu Dra. Arniar Napitupulu.

Tahun 2000 penulis lulus dari SD Negeri 067690 Medan,

tahun 2003 lulus dari SLTP Negeri 34 Medan, tahun 2006 lulus dari SMF Swasta

APIPSU Medan.

Terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera

Utara, Medan pada tahun 2007 melalui jalur SPMB, pada Departemen Budidaya

Pertanian Program Studi Pemuliaan Tanaman.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Kerja Lapangan (PKL) di

PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rambutan Tebing Tinggi Sumatera Utara

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Kajian Karakter Morfofisiologis dan Hubungannya dengan Hasil Beberapa

Varietas Kedelai (Glycine max L. Merril)”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu

Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS dan Bapak Luthfi A. M. Siregar, SP. MSc. PhD

selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan

arahan dan masukan kepada penulis selama menjalankan penelitian hingga

menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada

kedua orang tua tercinta, ayahanda Drs. H. Ali Ganti Harahap dan ibunda Dra.

Arniar Napitupulu atas kasih sayang, doa dan dukungannya kepada penulis

selama ini.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada sahabat terbaik ku Koko

Mardianto, Bang Sahril, Fina, Nida, Nadya, Bayu, Ucup, Indra, Satria, Baron

yang telah memberikan semangat dan bantuan kepada penulis, dan teman-teman

BDP 2007 serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu di sini

yang telah membantu penulis dalam penelitian dan menyelesaikan skripsi ini.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi

kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang

memerlukan.

Medan, Mei 2011

(9)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Rataan Tinggi Tanaman ... 28

2. Rataan Jumlah Cabang ... 29

3. Rataan Umur Berbunga ... 30

4. Rataan Laju Pertumbuhan Tanaman ... 31

5. Rataan Laju Pertumbuhan Relatif... 31

6. Rataan Laju Asimilasi Bersih ... 32

7. Rataan Luas Daun ... 33

8. Rataan Jumlah Stomata ... 34

9. Rataan Tebal Kutikula ... 34

10. Rataan Jumlah Klorofil Daun ... 35

11. Rataan Bobot Kering Akar ... 36

12. Rataan Bobot Kering Tajuk... 37

13. Rataan Volume Akar ... 38

14. Rataan Produksi Biji Per Tanaman ... 39

15. Rataan Laju Pengisian Biji ... 39

16. Rataan Bobot 100 Biji ... 40

17. Nilai duga heritabilitas (h2) masing-masing karakter ... 41

18. Hasil analisis lintas dari regresi berganda pada 20 varietas kedelai ... 42

19. Hasil analisis lintas dari regresi berganda pada V1 (Detam 1) ... 42

20. Hasil analisis lintas dari regresi berganda pada V2 (Detam 2) ... 43

21. Hasil analisis lintas dari regresi berganda pada V3 (Anjasmoro) ... 44

22. Hasil analisis lintas dari regresi berganda pada V4 (Cikuray) ... 44

23. Hasil analisis lintas dari regresi berganda pada V5 (Sibayak) ... 45

24. Hasil analisis lintas dari regresi berganda pada V6 (Ratai) ... 45

25. Hasil analisis lintas dari regresi berganda pada V7 (Ijen) ... 46

26. Hasil analisis lintas dari regresi berganda pada V8 (Kaba) ... 47

27. Hasil analisis lintas dari regresi berganda pada V9 (Wilis) ... 47

28. Hasil analisis lintas dari regresi berganda pada V10 (Bromo) ... 48

29. Hasil analisis lintas dari regresi berganda pada V11 (Burangrang) ... 48

30. Hasil analisis lintas dari regresi berganda pada V12 (Tanggamus)... 49

31. Hasil analisis lintas dari regresi berganda pada V13 (Gumitir) ... 50

32. Hasil analisis lintas dari regresi berganda pada V14 (Argomulyo) ... 50

33. Hasil analisis lintas dari regresi berganda pada V15 (Sinabung) ... 51

34. Hasil analisis lintas dari regresi berganda pada V16 (Panderman) ... 52

35. Hasil analisis lintas dari regresi berganda pada V17 (Malabar) ... 52

36. Hasil analisis lintas dari regresi berganda pada V18 (Grobogan) ... 53

37. Hasil analisis lintas dari regresi berganda pada V19 (Seulawah)... 53

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Bagan Penelitian ... 71

2. Deskripsi Varietas ... 72

3. Jadwal Kegiatan ... 91

4. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 2 MST (cm) ... 92

5. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 2 MST ... 92

6. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 3 MST (cm) ... 93

7. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 3 MST ... 93

8. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 4 MST (cm) ... 94

9. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 4 MST ... 94

10. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 5 MST (cm) ... 95

11. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 5 MST ... 95

12. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 6 MST (cm) ... 96

13. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 6 MST ... 96

14. Data Pengamatan Jumlah Cabang 4 MST (cabang) ... 97

15. Daftar Sidik Ragam Jumlah Cabang 4 MST ... 97

16. Data Pengamatan Jumlah Cabang 5 MST (cabang) ... 98

17. Daftar Sidik Ragam Jumlah Cabang 5 MST ... 98

18. Data Pengamatan Jumlah Cabang 6 MST (cabang) ... 99

19. Daftar Sidik Ragam Jumlah Cabang 6 MST ... 99

20. Data Pengamatan Umur Berbunga (hari) ... 100

21. Daftar Sidik Ragam Umur Berbunga... 100

22. Data Pengamatan Laju Pertumbuhan Tanaman I ... 101

23. Daftar Sidik Ragam Laju Pertumbuhan Tanaman I ... 101

24. Data Pengamatan Laju Pertumbuhan Tanaman II ... 102

25. Daftar Sidik Ragam Laju Pertumbuhan Tanaman II ... 102

26. Data Pengamatan Laju Pertumbuhan Tanaman III ... 103

27. Daftar Sidik Ragam Laju Pertumbuhan Tanaman III ... 103

28. Data Pengamatan Laju Pertumbuhan Relatif I ... 104

29. Daftar Sidik Ragam Laju Pertumbuhan Relatif I ... 104

30. Data Pengamatan Laju Pertumbuhan Relatif II ... 105

31. Daftar Sidik Ragam Laju Pertumbuhan Relatif II ... 105

32. Data Pengamatan Laju Pertumbuhan Relatif III ... 106

33. Daftar Sidik Ragam Laju Pertumbuhan Relatif III ... 106

34. Data Pengamatan Laju Asimilasi Bersih I ... 107

35. Daftar Sidik Ragam Laju Asimilasi Bersih I ... 107

36. Data Pengamatan Laju Asimilasi Bersih II ... 108

37. Daftar Sidik Ragam Laju Asimilasi Bersih II ... 108

38. Data Pengamatan Laju Asimilasi Bersih III ... 109

39. Daftar Sidik Ragam Laju Asimilasi Bersih III ... 109

40. Data Pengamatan Luas Daun (cm2) ... 110

41. Daftar Sidik Ragam Luas Daun ... 110

42. Data Pengamatan Jumlah Stomata... 111

43. Daftar Sidik Ragam Jumlah Stomata ... 111

(12)

45. Daftar Sidik Ragam Tebal Kutikula ... 112

46. Data Pengamatan Jumlah Klorofil Daun ... 113

47. Daftar Sidik Ragam Jumlah Klorofil Daun ... 113

48. Data Pengamatan Bobot Kering Akar 3 MST (g) ... 114

49. Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Akar 3 MST ... 114

50. Data Pengamatan Bobot Kering Akar 4 MST (g) ... 115

51. Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Akar 4 MST ... 115

52. Data Pengamatan Bobot Kering Akar 5 MST (g) ... 116

53. Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Akar 5 MST ... 116

54. Data Pengamatan Bobot Kering Akar 6 MST (g) ... 117

55. Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Akar 6 MST ... 117

56. Data Pengamatan Bobot Kering Tajuk 3 MST (g) ... 118

57. Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Tajuk 3 MST ... 118

58. Data Pengamatan Bobot Kering Tajuk 4 MST (g) ... 119

59. Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Tajuk 4 MST ... 119

60. Data Pengamatan Bobot Kering Tajuk 5 MST (g) ... 120

61. Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Tajuk 5 MST ... 120

62. Data Pengamatan Bobot Kering Tajuk 6 MST (g) ... 121

63. Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Tajuk 6 MST ... 121

64. Data Pengamatan Volume Akar 3 MST (ml) ... 122

65. Daftar Sidik Ragam Volume Akar 3 MST ... 122

66. Data Pengamatan Volume Akar 4 MST (ml) ... 123

67. Daftar Sidik Ragam Volume Akar 4 MST ... 123

68. Data Pengamatan Volume Akar 5 MST (ml) ... 124

69. Daftar Sidik Ragam Volume Akar 5 MST ... 124

70. Data Pengamatan Volume Akar 6 MST (ml) ... 125

71. Daftar Sidik Ragam Volume Akar 6 MST ... 125

72. Data Pengamatan Produksi Biji per Tanaman (g) ... 126

73. Daftar Sidik Ragam Produksi Biji per Tanaman ... 126

74. Data Pengamatan Laju Pengisian Biji (g/hari) ... 127

75. Daftar Sidik Ragam Laju Pengisian Biji ... 127

76. Data Pengamatan Bobot 100 Biji (g) ... 128

77. Daftar Sidik Ragam Bobot 100 Biji... 128

78. Nilai Duga Heritabilitas Untuk masing-masing Karakter dari 20 Varietas Kedelai ... 129

79. Hasil Analisis Lintas pada 20 Varietas Kedelai ... 129

80. Hasil Analisis Lintas pada V1 (Detam1) ... 130

81. Hasil Analisis Lintas pada V2 (Detam 2) ... 130

82. Hasil Analisis Lintas pada V3 (Anjasmoro) ... 130

83. Hasil Analisis Lintas pada V4 (Cikuray) ... 130

84. Hasil Analisis Lintas pada V5 (Sibayak) ... 131

85. Hasil Analisis Lintas pada V6 (Ratai) ... 131

86. Hasil Analisis Lintas pada V7 (Ijen)... 131

87. Hasil Analisis Lintas pada V8 (Kaba) ... 131

88. Hasil Analisis Lintas pada V9 (Wilis) ... 132

89. Hasil Analisis Lintas pada V10 (Bromo) ... 132

90. Hasil Analisis Lintas pada V11 (Burangrang) ... 132

(13)

92. Hasil Analisis Lintas pada V13 (Gumitir) ... 133

93. Hasil Analisis Lintas pada V14 (Argomulyo) ... 133

94. Hasil Analisis Lintas pada V15 (Sinabung) ... 133

95. Hasil Analisis Lintas pada V16 (Panderman) ... 133

96. Hasil Analisis Lintas pada V17 (Malabar) ... 134

97. Hasil Analisis Lintas pada V18 (Grobogan) ... 134

98. Hasil Analisis Lintas pada V19 (Seulawah) ... 134

99. Hasil Analisis Lintas pada V20 (Kawi) ... 134

100. Foto areal Tanama ... 135

(14)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 6

Syarat Tumbuh ... 8

Iklim ... 8

Tanah ... 9

Varietas ... 11

Karakter Morfofisiologi ... 12

Heritabilitas ... 13

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu ... 15

Bahan dan Alat ... 15

Metode Penelitian ... 15

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Areal ... 20

Pemupukan Dasar ... 20

Penanaman... 20

Penjarangan ... 20

Pemeliharaan Tanaman ... 20

Penyiraman... 20

Penyulaman ... 21

Penyiangan ... 21

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 21

Panen ... 21

Pengamatan Parameter ... 22

Tinggi Tanaman (cm) ... 22

(15)

Umur Berbunga (hari)... 22

Laju Pertumbuhan Tanaman (g/m2/minggu)... 22

Laju Pertumbuhan Relatif (g/g/minggu) ... 23

Laju Asimilasi Bersih (g/cm2/minggu) ... 23

Luas Daun (cm2) ... 24

Jumlah Stomata (mm2) ... 24

Tebal Kutikula (µ m) ... 25

Jumlah Klorofil Daun (butir/mm3) ... 25

Bobot Kering Akar (g) ... 25

Bobot Kering Tajuk (g)... 26

Volume Akar (ml) ... 26

Produksi Biji per Tanaman (g) ... 26

Laju Pengisian Biji (g/hari) ... 26

Bobot 100 Biji (g) ... 27

Heritabilitas ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 28

Tinggi Tanaman (cm) ... 28

Jumlah Cabang (cabang) ... 29

Umur Berbunga (hari)... 30

Laju Pertumbuhan Tanaman (g/m2/minggu)... 31

Laju Pertumbuhan Relatif (g/g/minggu) ... 31

Laju Asimilasi Bersih (g/cm2/minggu) ... 32

Luas Daun (cm2) ... 33

Jumlah Stomata (mm2) ... 33

Tebal Kutikula (µ m) ... 34

Jumlah Klorofil Daun (butir/mm3) ... 35

Bobot Kering Akar (g) ... 36

Bobot Kering Tajuk (g)... 37

Volume Akar (ml) ... 38

Produksi Biji per Tanaman (g) ... 39

Laju Pengisian Biji (g/hari) ... 39

Bobot 100 Biji (g) ... 40

Heritabilitas ... 41

Analisis Lintas dari 20 Varietas Kedelai ... 42

V1 (Detam 1)... 42

V2 (Detam 2)... 43

V3 (Anjasmoro) ... 43

V4 (Cikuray) ... 44

V5 (Sibayak) ... 45

V6 (Ratai) ... 45

V7 (Ijen) ... 46

V8 (Kaba) ... 46

V9 (Wilis) ... 47

V10 (Bromo) ... 48

V11 (Burangrang) ... 48

(16)

V13 (Gumitir) ... 50

V14 (Argomulyo) ... 50

V15 (Sinabung) ... 51

V16 (Panderman) ... 51

V17 (Malabar) ... 52

V18 (Grobogan) ... 53

V19 (Seulawah) ... 53

V20 (Kawi) ... 54

Pembahasan ... 55

KESIMPULAN Kesimpulan ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68

(17)

ABSTRAK

SUCI APRIANI HARAHAP: Kajian Karakter Morfofisiologis dan Hubungannya Dengan Hasil Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max L. Merril), dibimbing oleh Prof. DR. Ir. Rosmayati, MS dan Luthfi A. M. Siregar, SP. MSc. PhD.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi karakter morfofisiologi serta

hubungan karakter tersebut dengan hasil beberapa varietas kedelai (Glycine max (L.) Merril). Penelitian dilakukan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Islam Sumatera Utara dengan

ketinggian tempat ± 25 m dpl, yang dilaksanakan pada bulan November 2010 hingga bulan Februari 2011 menggunakan rancangan acak kelompok non faktorial yang terdiri dari 20 varietas kedelai yaitu Detam 1, Detam 2, Anjasmoro, Cikuray, Sibayak, Ratai, Ijen, Kaba, Wilis, Bromo, Burangrang, Tanggamus, Gumitir, Argomulyo, Sinabung, Panderman, Malabar, Grobogan, Seulawah, Kawi. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah cabang, umur berbunga, laju pertumbuhan tanaman, laju pertumbuhan relatif, laju asimilasi bersih, luas daun, jumlah stomata, tebal kutikula, jumlah klorofil daun, bobot kering akar, bobot kering tajuk, volume akar, produksi biji per tanaman, laju pengisian biji, dan bobot 100 biji.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap karakter

morfologi yaitu tinggi tanaman (2-6 MST), jumlah cabang (4-5 MST),

umur berbunga, luas daun, tebal kutikula, jumlah klorofil, bobot kering akar (3, 4, dan 6 MST), bobot kering tajuk (3, 4, dan 6 MST),

volume akar (3, 4, dan 6 MST), produksi biji per tanaman, bobot 100 biji, dan karakter fisiologi yaitu laju pengisian biji. Karakter morfologi dan fisiologi berpengaruh terhadap produksi biji per tanaman. Karakter yang memberikan pengaruh tertinggi terhadap produksi biji per tanaman pada 20 varietas kedelai adalah karakter morfologi luas daun sebesar 0.920. Sedangkan karakter morfologi yang memberikan pengaruh tertinggi terhadap produksi biji per tanaman pada

masing-masing varietas yaitu jumlah cabang pada Kaba (0.574) dan Kawi (0.724), luas daun pada Detam 1 (0.558) dan Panderman (0.453), volume

akar pada Cikuray (0.928) dan Grobogan (0.425), jumlah klorofil pada Anjasmoro (0.377) dan Tanggamus (0.531). Karakter fisiologi yang memberikan pengaruh tertinggi terhadap produksi biji per tanaman pada masing-masing varietas yaitu laju asimilasi bersih pada Seulawah (0.405), dan laju pengisian biji pada Detam 2 (0.852), Sibayak (0.791), Ratai (0.440), Ijen (0.652), Wilis (0.857), Bromo (0.467), Burangrang (0.745), Gumitir (0.425), Argomulyo (0.897), Sinabung (0.764), dan Malabar (0.729).

(18)

ABSTRACT

SUCI APRIANI HARAHAP: Morfofisiology Character Study and Its Relation to Results Several Varieties of Soybean (Glycine max L. Merrill), supervised by Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS and Luthfi A. M. Siregar, SP. MSc. PhD.

This study aims to evaluate morfofisiology characters and character relationships are with the results of several varieties of soybean (Glycine max (L.) Merrill). Research conducted at the Experimental Farm Faculty of Agriculture, Islamic University of North Sumatera with ± 25 m altitude above sea level, which was held in November 2010 until February 2011 using non-factorial randomized block design consisting of 20 varieties of soybeans that are Detam 1, Detam 2, Anjasmoro, Cikuray, Sibayak, Ratai, Ijen, Kaba, Wilis, Bromo, Burangrang, Tanggamus, Gumitir, Argomulyo, Sinabung, Panderman, Malabar, Grobogan, Seulawah, Kawi. The parameters observed were plant height, branch number, flowering, plant growth rate, relative growth rate, net assimilation rate, leaf area, number of stomata, thick cuticle, total chlorophyll, leaf, root dry weight, dry weight of canopy, root volume, production seeds per plant, seed filling rate, and 100 seed weight.

The results showed that significantly different varieties of morphological characters namely plant height (2-6 MST), number of branches (4-5 MST), flowering, leaf area, thick cuticle, the amount of chlorophyll, root dry weight (3, 4, and 6 MST), canopy dry weight (3, 4, and 6 MST), root volume (3, 4, and 6 MST), seed production per plant, 100 seed weight, and physiological characteristics of seed filling rate. Morphological characteristics and physiological effect on seed production per plant. The characters that give the highest effect on the production of seeds per plant on 20 morphological characteristics of soybean varieties is the leaf area by 0,920. While the morphological characters that provide the highest impact on seed production per plant of each variety that is the number of branches in the Kaba (0,574) and Kawi (0,724), leaf area on Detam 1 (0,558) and Panderman (0,453), root volume on Cikuray ( 0,928) and Grobogan (0,425), the amount of chlorophyll in the Anjasmoro (0,377) and Tanggamus (0,531). Physiological characters that give the highest impact on seed production per plant in each variety that is net assimilation rate on Seulawah (0,405), and the rate of seed filling in Detam 2 (0,852), Sibayak (0,791), Ratai (0,440), Ijen (0,652 ), Willis (0,857), Bromo (0,467), Burangrang (0,745), Gumitir (0,425), Argomulyo (0,897), Sinabung (0,764), and Malabar (0,729).

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai termasuk bahan pangan yang penting selain padi dan jagung serta

bahan pangan yang lain. Kedelai merupakan sumber protein nabati yang murah

dan mudah di dapat oleh masyarakat. Permintaan kedelai meningkat pesat seiring

dengan laju pertambahan penduduk, yakni sekitar 1,8% per tahun. Namun laju

permintaan tersebut ternyata belum dapat diimbangi oleh laju peningkatan

produksi sehingga Indonesia harus mengimpor kedelai (Pitojo, 2003).

Produksi kedelai pada tahun 2004 hingga 2006 sempat meningkat, namun

pergerakannya sangat lambat. Pada tahun 2004 hanya 723.483 ton, meningkat

menjadi 808.353 tahun 2005 dan mulai menurun menjadi 746.611 ton tahun 2006,

dan di tahun 2007 kembali turun menjadi 608.000 ton. Produksi kedelai di

Sumatera Utara sendiri juga mengalami penurunan sebesar 2.697 ton atau

38.30 % dibandingkan tahun 2006. Penurunan produksi kedelai disebabkan

penurunan luas panen sebesar 2.564 hektar atau 40,63% (BPS Sumut, 2008).

Di Indonesia, produktivitas kedelai yang dicapai masih sekitar 50% dari

potensi hasil genetik varietas yang dianjurkan. Faktor teknis penentu tingkat

produksi kedelai terdiri atas: (1) varietas dan benih, (2) lingkungan tumbuh

abiotik (iklim, tanah, dan pemupukan), (3) lingkungan tumbuh biotik berupa

pengendalian OPT, (4) kultur teknis (pengolahan tanah, pengairan, tanam, panen),

(20)

Faktor teknis penentu tingkat produksi tersebut di atas erat hubungannya

dengan karakter morfofisiologis tanaman yaitu setiap varietas atau benih yang

berbeda akan memiliki karakter morfofisiologis yang berbeda, sesuai dengan

susunan genetik yang ada pada varietas atau benih tersebut. Lingkungan tumbuh

abiotik (iklim, tanah, dan pemupukan) yang sesuai bagi tanaman akan

menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara optimal yang akan

mempengaruhi karakter morfofisiologis suatu tanaman. Lingkungan tumbuh

biotik berupa pengendalian OPT merupakan faktor yang akan mempengaruhi

karakter morfofisiologis tanaman, apabila organisme pengganggu tanaman (OPT)

tidak dapat dikendalikan maka OPT dapat menghambat pertumbuhan tanaman

dan akan merusak karakter morfofisiologis tanaman itu sendiri. Kultur teknis yang

tidak sesuai akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan organ-organ

tanaman sehingga karakter morfofisiologisnya juga akan terganggu. Panen dan

prosesing hasil tanaman yang tidak sesuai juga akan merusak karakter

morfofisiologis tanaman.

Karakter morfofisiologis tanaman merupakan ciri dari morfologi dan

fisiologi dari suatu tanaman. Menurut Tjitrosoepomo (2001), morfologi meliputi

bentuk dan susunan dari organ tanaman. Sedangkan fisiologi meliputi proses yang

terjadi di dalam tubuh tanaman.

Karakter morfofisiologi tanaman, seperti ketebalan daun dan laju

pertumbuhan tanaman, merupakan karakter tanaman yang diduga mempengaruhi

tingkat produktivitas, karena dapat mempengaruhi kecepatan proses fotosintesis.

Laju pengisian biji yang tinggi dan berlangsung relatif lama akan menghasilkan

(21)

Sebaliknya, bila sink cukup banyak tetapi hasil asimilat rendah mengakibatkan

kehampaan biji. Keterbatasan source sering terjadi pada periode pengisian biji

kedelai, tetapi keterbatasan sink terjadi dalam kondisi tanpa cekaman (Egli, 1999).

Karakter morfofisiologis tanaman biasanya berbeda pada tiap varietas

tergantung dari susunan genetik tanaman itu sendiri, karakter yang berbeda ini

akan menyebabkan perbedaan produksi dari tiap varietas.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa karakter morfofisiologis

memiliki hubungan yang erat dengan produksi suatu tanaman, sehingga perlu

diketahui karakter morfofisiologis apa yang paling mempengaruhi produksi dari

masing-masing varietas tanaman kedelai, agar dapat mencapai produksi yang

maksimal. Selain itu kita juga dapat mengetahui varietas tanaman kedelai yang

mempunyai potensi hasil (produksi) yang baik.

Dari uraian di atas penulis tertarik melakukan penelitian

kajian karakter morfofisiologis dan hubungannya dengan hasil beberapa varietas

kedelai (Glycine max (L.) Merril).

Tujuan Penelitian

Untuk mengevaluasi karakter morfofisiologi serta hubungan karakter

tersebut dengan hasil beberapa varietas kedelai (Glycine max (L.) Merril).

Hipotesa Penelitian

1. Ada perbedaan karakter morfologi dan fisiologi beberapa varietas kedelai

2. Ada pengaruh karakter morfologi dan fisiologi secara langsung maupun tidak

(22)

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,

Medan.

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Menurut Sharma (1993), tanaman kedelai diklasifikasikan sebagai

berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Polypetales

Family : Papilonaceae

Genus : Glycine

Species : Glycine max (L.) Merril

Sistem perakaran pada kedelai terdiri dari sebuah akar tunggang yang

terbentuk dari calon akar, sejumlah akar sekunder yang tersusun dalam empat

barisan sepanjang akar tunggang, cabang akar sekunder, dan cabang akar adventif

yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil. Bintil akar pertama terlihat 10 hari

setelah tanam. Panjang akar tunggang ditentukan oleh berbagai faktor, seperti

kekerasan tanah, populasi tanaman, varietas, dan sebagainya. Akar tunggang

dapat mencapai kedalaman 200 cm, namun pada pertanaman tunggal dapat

mencapai 250 cm. Populasi tanaman yang rapat dapat mengganggu pertumbuhan

akar. Umumnya sistem perakaran terdiri dari akar lateral yang berkembang

(24)

terletak 15 cm di atas tanah yang tetap berfungsi mengabsorpsi dan mendukung

kehidupan tanaman (Carlson, 1973).

Tanaman kedelai berbatang pendek (30-100 cm), memiliki

3-6 percabangan, dan berbentuk tanaman perdu. Pada pertanaman yang rapat

sering kali tidak terbentuk percabangan atau hanya bercabang sedikit. Batang

tanaman kedelai berkayu, biasanya kaku dan tahan rebah, kecuali tanaman yang

dibudidayakan di musim hujan atau tanaman yang hidup di tempat ternaungi.

Menurut tipe pertumbuhannya, tanaman kedelai dapat dibedakan menjadi tiga

macam, yaitu determinate, indeterminate, dan semideterminate (Pitojo, 2003).

Tanaman kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitu stadia

kotiledon yang tumbuh saat tanaman masih berbentuk kecambah dengan dua helai

daun tunggal dan daun bertangkai tiga (trifoliate leaves) yang tumbuh selepas

masa pertumbuhan. Umumnya, bentuk daun kedelai ada dua, yaitu bulat (oval)

dan lancip (lanceolate). Kedua bentuk daun tersebut dipengaruhi oleh faktor

genetik. Bentuk daun diperkirakan mempunyai korelasi yang sangat erat dengan

potensi produksi biji. Umumnya, daerah yang mempunyai tingkat kesuburan

tanah tinggi sangat cocok untuk varietas kedelai yang mempunyai bentuk daun

lebar

Bunga kedelai berwarna putih, ungu pucat dan ungu. Bunga dapat

menyerbuk sendiri. Saat berbunga bergantung kepada kultivar (varietas) dan

iklim. Suhu mempengaruhi proses pembungaan. Semakin pendek penyinaran dan

semakin tinggi suhu udaranya, akan semakin cepat berbunga

(25)

Kultivar kedelai memiliki bunga bergerombol terdiri atas 3-15 bunga yang

tersusun pada ketiak daun. Karakteristik bunganya seperti famili Legum lainnya,

yaitu corolla (mahkota bunga) terdiri atas 5 petal yang menutupi sebuah pistil dan

10 stamen (benang sari). 9 stamen berkembang membentuk seludang yang

mengelilingi putik, sedangkan stamen yang kesepuluh terpisah bebas

(Poehlman and Sleper, 1995).

Buah kedelai berbentuk polong. Jumlah polong bervariasi mulai 2-20

dalam satu pembungaan dan lebih dari 400 dalam satu tanaman. Satu polong

berisi 1-5 biji, namun pada umumnya berisi 2-3 biji per polong. Polong berlekuk

lurus atau ramping dengan panjang kurang dari 2-7 cm. Polong muda berwarna

hijau dan polong masak berwarna kuning muda sampai kuning kelabu, coklat atau

hitam. Warna polong tergantung pada keberadaan pigmen karoten dan xantofil,

warna trikoma, dan ada-tidaknya pigmen antosianin. Pada polong terdapat

trikoma (bulu) dengan intensitas kepadatan dan panjang yang berlainan

tergantung varietasnya (Adie dan Krisnawati, 2006).

Biji kedelai berkeping dua terbungkus kulit biji dan tidak mengandung

jaringan endosperma. Embrio terletak diantara keping biji. Warna kulit biji

kuning, hitam, hijau, atau coklat. Pusar biji (hilum) adalah jaringan bekas biji

melekat pada dinding buah, bentuk biji kedelai pada umumnya bulat lonjong,

tetapi ada juga yang bundar atau bulat agak pipih (Departemen Pertanian, 1990).

Bentuk biji kedelai beragam dari lonjong hingga bulat, dan sebagian besar

kedelai yang ada di Indonesia berkriteria lonjong. Pengelompokkan ukuran biji

(26)

(berat > 14 g/100 biji), sedang (10-14 g/100 biji), dan kecil (< 10 g/100 biji)

(Adie dan Krisnawati, 2006).

Syarat Tumbuh

Iklim

Kedelai merupakan tanaman hari pendek, yakni tidak akan berbunga bila

lama penyinaran (panjang hari) melampaui batas kritis. Setiap varietas

mempunyai panjang hari kritik. Apabila lama penyinaran kurang dari batas kritik,

maka kedelai akan berbunga. Dengan lama penyinaran 12 jam, hampir semua

varietas kedelai dapat berbunga dan tergantung dari varietasnya,

umumnya kedelai berbunga beragam mulai dari 20 hingga 60 hari setelah

tanam. Apabila lama penyinaran melebihi periode kritik, tanaman

tersebut akan meneruskan pertumbuhan vegetatifnya tanpa

berbunga (Baharsjah, dkk, 1985).

Kedelai termasuk tanaman golongan strata A, yang memerlukan

penyinaran matahari secara penuh, tidak memerlukan naungan. Adanya naungan

yang menahan sinar matahari hingga 20% pada umumnya masih dapat ditoleransi

oleh tanaman kedelai, tetapi bila melebihi 20% tanaman mengalami etiolasi.

Intensitas penyinaran hanya 50% dari total radiasi normal dilaporkan menekan

pertumbuhan, mengurangi jumlah cabang, buku, dan polong, yang berakibat

turunnya hasil biji hingga 60%. Umumnya persyaratan panjang hari untuk

pertumbuhan kedelai berkisar antara 11-16 jam, dan panjang hari optimal untuk

memperoleh produktivitas tinggi adalah panjang hari 14-15 jam. Di Indonesia

(27)

dan dataran tinggi (901-1600 m dpl) relatif konstan dan sama, sekitar 12 jam

(Sumarno dan Manshuri, 2007).

Pertumbuhan optimum tercapai pada suhu 20 -25 0C. Suhu 12 – 20 0C

adalah suhu yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan tanaman,

tetapi dapat menunda proses perkecambahan benih dan pemunculan

kecambah, serta pembungaan dan pertumbuhan biji. Pada suhu yang lebih

tinggi dari 30 0C, fotorespirasi cenderung mengurangi hasil fotosintesis (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Kelembaban udara yang optimal bagi tanaman kedelai berkisar antara

RH 75-90% selama periode tanaman tumbuh hingga stadia pengisian polong dan

kelembaban udara rendah (RH 60-75%) pada waktu pematangan polong hingga

panen. Suhu udara yang agak rendah (20-22°C) dan udara kering pada saat panen

sangat ideal bagi pelaksanaan panen sehingga biji kedelai bermutu tinggi

(Sumarno dan Manshuri, 2007).

Secara umum kebutuhan air untuk tanaman kedelai, dengan umur panen

100-190 hari, berkisar antara 450-825 mm, atau rata-rata 4,5 mm per hari.

Kebutuhan air tanaman kedelai yang dipanen pada umur 80-90 hari berkisar

antara 360-405mm, setara dengan curah hujan 120-135 mm per bulan. Jumlah air

yang dibutuhkan sangat dipengaruhi oleh kemampuan tanah menyimpan air, besar

penguapan, dan kedalaman lapisan olah tanah (Van Doren and Reicosky, 1987).

Tanah

Tanah yang ideal untuk usahatani kedelai adalah yang bertekstur liat

(28)

menahan kelembaban tanah dan tidak mudah tergenang. Kandungan bahan

organik tanah sedang-tinggi (3-4%) sangat mendukung pertumbuhan tanaman,

apabila hara tanahnya cukup (Sumarno dan Manshuri, 2007).

Benih kedelai yang ditanam harus mendapat kelembaban tanah dan

mampu menyerap air setara dengan 50% dari bobot setiap biji kedelai, untuk

dapat berkecambah. Kelembaban tersebut akan diperoleh apabila benih yang

ditanam kontak langsung dengan partikel tanah yang gembur dan

lembab(Sumarno dan Manshuri, 2007).

Kedelai termasuk tanaman yang mampu beradaptasi terhadap berbagai

agroklimat, menghendaki tanah yang cukup gembur, tekstur lempung berpasir dan

liat. Tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang mengandung

bahan organik dan pH antara 5,5-7 (optimal 6,7). Tanah hendaknya mengandung

cukup air tapi tidak sampai tergenang (Departemen Pertanian, 1996).

Persyaratan tanah yang ideal untuk pertumbuhan kedelai adalah sebagai

berikut : 1) Lapisan olah tanah cukup dalam, 40 cm atau lebih ; 2) Tekstur tanah

mengandung liat atau debu dan liat disertai pasir, dengan drainase sedang hingga

baik ; 3) Struktur tanah agak gembur, tetapi tidak terlalu lepas dimana butir tanah

terikat oleh liat atau bahan organik ; 4) Memiliki kapasitas menyimpan

kelembaban tanah yang baik ; 5) Butiran tanah pada permukaan halus, tidak

berkrikil atau berbatu ; 6) Terdapat sumber pengairan, atau memperoleh hujan

yang cukup, sekitar 100-200 mm/bulan, pada dua bulan pertama sejak tanam ;

7) Tidak mudah tergenang ; 8) Lahan terletak pada dataran rendah hingga tinggi –

(29)

Varietas

Varietas adalah suatu subdivisi dari suatu spesies. Suatu kelompok dari

individu-individu dalam suatu spesies yang berbeda dalam fungsi atau bentuk dari

kelompok yang lain yang mirip. Penggunaan kata varietas ini berbeda pada

berbagai negara (Malau, 1993).

Varietas kedelai yang ada di Indonesia pada umumnya bertipe tumbuh

determinit. Varietas kedelai pada umumnya peka terhadap photo-periodesitas

(panjang penyinaran), sehingga setiap wilayah dengan perbedaan panjang hari

satu jam atau lebih, memerlukan varietas yang spesifik bagi wilayah itu. Panjang

hari di Indonesia hampir seragam dan konstan sekitar 12 jam. Umur tanaman

kedelai dikelompokkan menjadi genjah (<80 hari), sedang (80-85 hari) dan dalam

(>85 hari). Varietas kedelai berumur genjah antara lain: Malabar, Petek,

Burangrang, dan Argomulyo. Kedelai berumur dalam termasuk beberapa varietas

adaptif lahan masam seperti Nanti dan Sibayak. Bentuk daun kedelai cukup

beragam dari bulat, oval, hingga lancip. Sebagian besar varietas kedelai di

Indonesia berkategori daun oval dan hanya satu varietas berdaun lancip yaitu

Gumitir (Adie dan Krisnawati, 2006).

Secara umum petani lebih meminati varietas kedelai dengan karakter

sebagai berikut: a) berdaya hasil tinggi, b) berumur genjah sampai sedang (<85

hari), c) ukuran biji sedang sampai besar (>10 g/100 biji), d) kulit biji berwarna

kuning sampai cokelat, e) tanaman tidak mudah rebah, f) tahan/toleran hama dan

(30)

Karakter Morfofisiologi

Karakter morfologi dari tumbuhan tidak hanya menguraikan bentuk dan

susunan tubuh tumbuhan saja, tetapi juga bertugas untuk menentukan

apakah fungsi masing-masing bagian itu dalam kehidupan tumbuhan

(Tjitrosoepomo, 2001).

Karakter fisiologi merupakan karakter yang mempengaruhi proses

metabolisme yang terjadi di dalam tubuh tumbuhan yang menyebabkan tumbuhan

tersebut dapat hidup. Karakter fisiologi ini sangat erat hubungannya dengan

morfologi tumbuhan, karena bentuk atau susunan tubuh tumbuhan akan

mempengaruhi proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh tumbuhan

tersebut sehingga tanaman dapat berproduksi (Lakitan, 2007).

Ketahanan kedelai terhadap penyakit karat berupa ketahanan morfologis

yang disebabkan adanya bulu-bulu daun (trichoma) yang lebih rapat dan jaringan

kutikula yang tebal sehingga sulit terinfeksi oleh patogen. Hasil pengamatan

menunjukkan bahwa tanaman-tanaman yang agak tahan daunnya lebih kaku dan

warnanya lebih gelap sedangkan pada yang peka daunnya agak lemas dan

warnanya lebih terang (Fanani dkk, 1981).

Karakter morfologi tanaman kedelai, seperti tinggi batang, jumlah polong

isi dan hampa, jumlah buku subur, jumlah cabang/batang, dan ukuran biji

menentukan hasil. Karakter morfologi tersebut dapat memberikan porsi

keragaman bobot biji sebesar 42%, sisanya oleh karakter lain

(Sumarno dan Zuraida 2006).

Laju pertumbuhan tanaman antarvarietas diduga berbeda. Pengamatan

(31)

dimanifestasikan oleh laju asimilasi bersih, laju pertumbuhan relatif, laju

pengisian biji, laju daun senesen (menua), dan morfologi daun seperti berat

spesifik daun belum banyak dievaluasi (Sutoro dkk, 2008).

Tumbuhan mengambil zat-zat makanan dari lingkungannya dan zat yang

diambil (diserap) tadi adalah zat-zat yang bersifat anorganik. Air beserta

garam-garam diambil dari tanah oleh akar tumbuhan, sedang gas arang asam (CO2) yang

merupakan makanan pula bagi tumbuhan diambil dari udara melalui celah-celah

yang halus yang disebut mulut daun (stomata) masuk dalam daun. Zat-zat itu

belum sesuai dengan keperluan tumbuhan, oleh sebab itu harus diubah, diolah

dijadikan zat-zat organik yang sesuai dengan kepentingan tumbuhan. Pengolahan

zat anorganik menjadi zat organik ini dilakukan oleh daun (sesungguhnya zat

hijau daun atau klorofil) dengan bantuan sinar matahari. Pekerjaan ini disebut

asimilasi. Hasil dari proses asimilasi ini dinamakan asimilat yang kemudian akan

diangkut ke tempat-tempat dalam tubuh tumbuhan yang memerlukan atau

diangkut ke tempat-tempat penimbunan yang akan menjadi zat makanan cadangan

bagi tumbuhan. Proses ini menerangkan bahwa stomata dan klorofil daun sangat

mempengaruhi proses asimilasi pada tanaman (Tjitrosoepomo, 2001).

Heritabilitas

Heritabilitas adalah hubungan antara ragam genotipe dengan ragam

fenotipenya. Hubungan ini menggambarkan seberapa jauh fenotipe yang tampak

merupakan refleksi dari genotipe. Pada dasarnya seleksi terhadap populasi

bersegregasi dilakukan melalui nilai-nilai besaran karakter fenotipenya. Dalam

(32)

Misalkan dalam suatu populasi dijumpai ragam genetik tinggi untuk suatu

karakter dan ragam fenotipenya rendah, maka dapat diramalkan bahwa turunan

individu terseleksi akan mirip dengan dirinya untuk karakter tersebut; dan

sebaliknya. Heritabilitas biasanya dinyatakan dalam persen (%). Heritabilitas

dikatakan tinggi bila nilai H > 50%, sedang apabila nilai H terletak antara

20%-50% dan dikatakan rendah bila nilai H < 20% (Mangoendidjojo, 2003).

Variasi keseluruhan dalam suatu populasi merupakan hasil kombinasi

genotipe dan pengaruh lingkungan. Proporsi variasi merupakan sumber yang

penting dalam program pemuliaan karena dari jumlah variasi genetik ini

diharapkan terjadi kombinasi genetik yang baru. Proporsi dari seluruh variasi

yang disebabkan oleh perubahan genetik disebut heritabilitas. Heritabilitas dalam

arti yang luas adalah semua aksi gen termasuk sifat dominan, aditif, dan epistasis.

Nilai heritabilitas secara teoritis berkisar dari 0 sampai 1. Nilai 0 ialah bila seluruh

variasi yang terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan, sedangkan nilai 1 bila

seluruh variasi disebabkan oleh faktor genetik. Dengan demikian nilai heritabilitas

akan terletak antara kedua nilai ekstrim tersebut (Welsh, 2005).

Hanson (1963) menyatakan nilai heritabilitas dalam arti luas menunjukkan

genetik total dalam kaitannya keragaman genotip, sedangkan menurut

Poespodarsono (1988), bahwa makin tinggi nilai heritabilitas satu sifat makin

(33)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian

Universitas Islam Sumatera Utara dengan ketinggian tempat ±25 m dpl, yang

dilaksanakan pada bulan November 2010 hingga bulan Februari 2011.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20 benih varietas

kedelai sebagai objek pengamatan, fungisida untuk mengendalikan jamur,

insektisida untuk mengendalikan hama, dan bahan-bahan lain yang mendukung

pelaksanaan penelitian.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, timbangan

analitik, gembor, parang, handsprayer, meteran, pacak sampel, tali plastik,

timbangan dan alat-alat lain yang mendukung pelaksanaan penelitian.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) non

faktorial yang terdiri dari 20 varietas :

V1 : Detam 1

V2 : Detam 2

V3 : Anjasmoro

V4 : Cikuray

V5 : Sibayak

V6 : Ratai

(34)

V8 : Kaba

V9 : Wilis

V10 : Bromo

V11 : Burangrang

V12 : Tanggamus

V13 : Gumitir

V14 : Argomulyo

V15 : Sinabung

V16 : Panderman

V17 : Malabar

V18 : Grobogan

V19 : Seulawah

V20 : Kawi

Jumlah ulangan (Blok) : 3 ulangan

Jarak tanam : 25 cm x 20 cm

Jumlah 1 varietas per ulangan : 45 tanaman

Jumlah sampel per varietas : 16 tanaman

Jumlah seluruh sampel : 960 tanaman

Jarak antara ulangan : 50 cm

Luas lahan seluruhnya : 34 m x 10 m

Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam dengan model linier

aditif sebagai berikut :

Yij =μ +άi + βj + εij

(35)

Dimana :

Yij : Hasil pengamatan perlakuan ke-i dalam ulangan ke-j

μ : Nilai rata-rata

ά : Efek ulangan ke-i

β : Efek perlakuan ke-j

ε : Galat dari blok ke-i, varietas ke-j

Data pengamatan dianalisis dengan sidik ragam rancangan acak kelompok

(RAK) non faktorial. Jika efek perlakuan berbeda nyata dilanjutkan dengan Uji

Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5% (Bangun, 1991).

Perhitungan analisis regresi digunakan untuk mengetahui besarnya

pengaruh X terhadap Y karakter yang diamati meliputi:

Y : Produksi biji per tanaman

X1 : Jumlah cabang

X2 : Laju asimilasi bersih

X3 : Luas daun

X4 : Volume akar

X5 : Jumlah klorofil

X6 : Laju pengisian biji

X7 : Bobot 100 biji

Persamaan regresi berganda antar variabel Y dengan variabel Xi yaitu

sebagai berikut:

Y = b0 + b1X1 + b2X2 + ... + bnXn

Keterangan:

Y : Produksi biji

X : peubah bebas ke-i untuk i= 1, 2,...,n

(36)

Hubungan kausal diagram lintas antara peubah bebas dan peubah tak

[image:36.595.114.454.151.403.2]

bebas untuk komponen hasil adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Hubungan kausal diagram lintas antara peubah bebas dan pubah tak

bebas untuk komponen hasil

Untuk menghitung koefisien lintas digunakan software SPSS Amos V16

dengan metode matrik seperti yang dikemukakan oleh Singh and Chaudary (1977)

yang disajikan sebagai berikut:

r1y r1.1 r1.2 r1.3 ... r1.7 p1y

r2y r2.1 r2.2 r2.3. .... r2.7 p2y r3y = ... .... ... .... ... ... ... .... .... .... .... ... ....

r7y r7.1 r7.2 r7.3 ... r7,7 p1

A B C

X1

X2

X3

X4

X5

X6

X7

(37)

Keterangan:

A : Vektor koefisien korelasi antara peubah bebas Xi (i=1,2,..,n) dan peubah

tak bebas Y.

B : Matriks korelasi antara peubah bebas dalam regresi berganda yang

memiliki n buah peubah tak bebas.

C : Vektor koefisien lintas yang menunjukkan pengaruh langsung dari setiap

peubah bebas terhadap peubah tak bebas.

(38)

PELAKSANAAN PENELITIAN

Persiapan Areal

Areal penelitian dibersihkan dari gulma dan sampah lainnya. Lahan diukur

dan dilakukan pembuatan blok dengan ukuran 10 m x 9 cm dengan jarak antar

blok 50 cm. Dilakukan pada 2 minggu sebelum tanam.

Pemupukan Dasar

Pemupukan dilakukan sesuai dengan dosis anjuran kebutuhan pupuk

kedelai yaitu 75 kg Urea/ha, 100 kg TSP/ha, dan 75 kg KCl/ha. Pemupukan TSP,

KCl dan Urea dilakukan pada saat penanaman dengan cara larikan.

Penanaman

Penanaman dilakukan langsung ke tanah dengan melubangi tanah sedalam

± 3 cm, kemudian memasukkan 2 benih/lubang tanam dan ditutup dengan tanah,

kemudian diberi jarak antara tanaman 25 cm x 20 cm.

Penjarangan

Penjarangan dilakukan dengan meninggalkan satu tanaman yang

pertumbuhannya paling baik diantara benih yang tumbuh. Dilakukan 1 minggu

setelah tanam (MST).

(39)

Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari atau

disesuaikan dengan kondisi di lapangan.

Penyulaman

Penyulaman dilakukan untuk menggantikan tanaman yang tidak tumbuh

dengan tanaman cadangan yang masih hidup pada umur yang sama, dilakukan

pada saat tanaman berumur 2 MST.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang

tumbuh disekitar tanaman. Penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi di

lapangan. Penyiangan dilakukan untuk menghindari persaingan dalam

mendapatkan unsur hara dari dalam tanah.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dilakukan dengan menyemprotkan insektisida

sedangkan pengendalian penyakit dilakukan dengan menyemprotkan fungisida.

Penyemprotan insektisida dan fungisida dilakukan sesuai kondisi di lapangan

yaitu apabila terjadi serangan hama dan penyakit pada tanaman.

Panen

Panen dilakukan setelah tanaman menunjukkan kriteria panen yaitu

ditandai dengan kulit polong sudah berwarna coklat dan daun telah berguguran

tetapi bukan karena adanya serangan hama atau penyakit. Panen dilakukan dengan

cara dipetik satu persatu dengan menggunakan tangan atau membongkar seluruh

(40)

Peubah Amatan Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang hingga titik tumbuh

tanaman dengan menggunakan meteran. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan

sejak tanaman berumur 2 MST hingga 6 MST. Pengukuran tinggi tanaman

dihitung 1 minggu sekali.

Jumlah Cabang (cabang)

Penghitungan jumlah cabang dilakukan dengan menghitung jumlah

cabang yang muncul di sekitar batang utama. Penghitungan jumlah cabang

dilakukan sejak tanaman berumur 2 MST hingga 6 MST.

Umur Berbunga (hari)

Pengamatan umur berbunga dilakukan dengan menghitung umur tanaman

pada saat tanaman sudah berbunga 75% atau pada 6 MST.

Laju Pertumbuhan Tanaman (g/m2/minggu)

Laju pertumbuhan tanaman (LPT) ditentukan dengan rumus :

LPT = W2 – W1 t2 - t1 Dimana :

W1 = Bobot kering pada waktu t1 W2 = Bobot kering pada waktu t2

(41)

t2 = Pengamatan berikutnya dari periode pengamatan mingguan

Pengukuran LPT dilakukan pada tanaman sampel pada umur

3, 4, 5, dan 6 MST.

Laju Pertumbuhan Relatif (g/g/minggu)

Relatif Growth Rate (RGR) atau Laju Pertumbuhan Relatif (LPR)

ditentukan dengan rumus :

LPR = log W2 – log W1 t2 – t1 Dimana :

W1 = Bobot kering pada waktu t1 W2 = Bobot kering pada waktu t2

t1 = Pengamatan awal dari periode pengamatan mingguan

t2 = Pengamatan berikutnya dari periode pengamatan mingguan

Pengukuran LPR dilakukan pada tanaman sampel pada umur

3, 4, 5, dan 6 MST.

Laju Asimilasi Bersih (g/cm2/minggu)

Net Assimilasi Rate (NAR) atau Laju Asimilasi Bersih (LAB) dinyatakan

sebagai peningkatan bobot kering tanaman untuk setiap satuan luas daun dalam

waktu tertentu..

Harga LAB dapat dihitung dngan rumus :

LAB = log W2 – log W1 x W2 – W1 t2 – t1 t2 – t1 Dimana :

(42)

t1 = Pengamatan awal dari periode pengamatan mingguan

t2 = Pengamatan berikutnya dari periode pengamatan mingguan

Pengukuran LAB dilakukan pada tanaman sampel pada umur

3, 4, 5, dan 6 MST.

Luas Daun (cm2)

Total luas daun dihitung dengan menggunakan alat leaf area meter, yang

dilakukan di Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Penghitungan luas daun dilakukan pada saat tanaman berumur 6 MST.

Jumlah Stomata (mm2)

Jumlah stomata diamati dengan cara sebagai berikut : Daun difiksasi

dalam alkohol 75%, kemudian larutan fiksatif dibuang diganti dengan aquadest.

Selanjutnya direndam dalam larutan HNO3 25% selama15 – 30 menit untuk

menghancurkan jaringan mesofil. Sebelum disayat menggunakan silet, daun

tersebut terlebih dahulu dicuci dengan aquadest.

Untuk menghilangkan klorofil dan mesofil yang terikat, sayatan epidermis

direndam dalam larutan bayclin selama 1 – 5 menit kemudian dicuci

menggunakan aquadest. Sayatan epidermis yang telah didapatkan kemudian

diwarnai dengan pewarna safrain selama satu menit kemudian dicuci

menggunakan aquadest. Objek berupa lapisan epidermis dilletakkan di atas objek

kemudian ditetesi gliserin 10% dan ditutup dengan gelas penutup. Paremeter yang

diamati adalah jumlah stomata tiap bidang pandang pada tanaman sampel pada

umur 6 MST :

(43)

Tebal Kutikula (μm)

Untuk mengukur tebal kutikula diambil dari potongan daun yang segar

dengan mengiris tipis secara melintang dibagian atas dan bawah epidermis daun.

Potongan daun direndam dengan aquadest, lalu tetesi dengan alkohol 70%

(etanol), masukkan potongan daun ke HNO3 selama 30 menit (untuk menghilangkan klorofil), kemudian dicuci dengan aquadest. Setelah itu

dimasukkan ke dalam larutan hipoklorit selama 15 menit, angkat dan cuci pakai

aquadest. Potongan daun diiris setipis mungkin dengan posisi melintang.

Letakkan irisan tersebut di atas objek glass, tetesi dengan pewarna Sudan IV

selama 1 menit, lalu cuci dengan aquadest dan tetesi dengan gliserin. Tutup objek

glass dengan kaca penutup, kemudian amati dengan menggunakan mikroskop

cahaya. Pengamatan dilakukan untuk tanaman sampel pada 6 MST.

Jumlah Klorofil Daun (butir/mm3)

Jumlah klorofil daun kedelai dihitung dengan menggunakan alat

chloropyll meter. Daun yang dihitung jumlah klorofilnya adalah daun yang paling

tengah. Pengukuran dilakukan pada bagian pangkal, tengah, dan ujung daun lalu

diratakan. Pengukuran dilaksanakan pada saat tanaman mulai berbunga (6MST).

Bobot Kering Akar (g)

Akar yang diukur adalah akar yang sudah dipisahkan dari tajuk dsan

(44)

ditimbang. Penghitungan bobot kering akar dilakukan pada tanaman sampel

destruktif, saat tanaman berumur 3, 4, 5 dan 6 MST.

Bobot Kering Tajuk (g)

Bagian tajuk tanaman dipisahkan dari akar dengan cara memotong pada

bagian pangkal batang lalu tajuk tersebut dibersihkan dari kotoran yang ada.

Kemudian diovenkan dengan suhu 1050 C selama 24 jam lalu ditimbang. Penghitungan bobot kering tajuk dilakukan pada tanaman sampel destruktif, saat

tanaman berumur 3, 4, 5 dan 6 MST.

Volume Akar (ml)

Volume akar diukur dengan cara mencabut tanaman hingga ke akar

kemudian akar dibersihkan dengan air bersih kemudian dimasukkan ke air bersih

dan dimasukkan kedalam baker glass yang berisi air bersih. Volume air yang naik

akibat dimasukkannya akar, dicatat sebagai volume akar. Penghitungan volume

akar dilakukan pada tanaman sampel destruktif, saat tanaman berumur

3, 4, 5 dan 6 MST.

Produksi Biji per Tanaman (g)

Produksi biji per tanaman dihitung dengan menimbang produksi biji

seluruh sampel tanaman kemudian dirata-ratakan. Biji yang ditimbang adalah biji

yang telah dijemur dibawah sinar matahari selama 2 hari.

Laju Pengisian Biji (g/hari)

(45)

Laju pengisian biji = Bobot biji

Umur panen – Umur berbunga

Bobot 100 biji (g)

Penimbangan dilakukan dengan menimbang 100 biji kedelai yang telah

dijemur dibawah sinar matahari selama 2 hari dari masing-masing perlakuan.

Untuk memperoleh 100 biji kedelai dilakukan pengambilan biji secara acak.

Heritabilitas

Nilai heritabilitas dihitung dengan menggunakan rumus :

Heritabilitas =

+

Menurut Mangoendidjojo (2003) kriteria heritabilitas adalah sebagai berikut :

Heritabilitas tinggi > 0,5

Heritabilitas sedang = 0,2 – 0,5

(46)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Dari hasil analisis data secara statistik diketahui bahwa varietas

berpengaruh nyata terhadap peubah tinggi tanaman pada 2-6 MST, jumlah cabang

pada 4-5 MST, umur berbunga, luas daun, tebal kutikula, jumlah klorofil, bobot

kering akar, bobot kering tajuk, volume akar, produksi biji per tanaman, laju

pengisian biji dan bobot 100 biji.

Tinggi Tanaman (cm)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam dapat dilihat pada lampiran. Data

[image:46.595.112.530.576.758.2]

hasil uji beda rataan tinggi tanaman pada 2-6 MST dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Rataan Tinggi Tanaman (cm)

Varietas Minggu Setelah Tanam (MST)

2 3 4 5 6

(47)

V12 9.50 fg 14.29 ij 20.73 ef 31.25 gh 41.41 h

V13 11.88 cde 17.07 cdef 25.18 bcdef 35.66 cdefg 51.05 def V14 10.68 defg 16.37 defg 25.85 bcdef 40.39 bc 49.86 defg V15 10.01 efg 15.29 ghi 21.91 cdef 35.19 cdefgh 49.40 efgh V16 13.00 abc 17.90 c 25.97 bcdef 38.27 bcdef 51.44 def V17 10.83 defg 16.15 efg 24.68 bcdef 37.74 cdef 45.01 fgh V18 10.98 cdefg 16.31 efg 25.75 bcdef 36.01 cdefg 41.67 gh V19 10.29 efg 15.49 ghi 23.26 cdef 35.20 cdefgh 50.37 def V20 9.03 g 13.51 j 21.71 def 33.13 fgh 45.16 fgh Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata pada Uji

DMRT dengan taraf 0.05

Dari tabel 1 diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap peubah

tinggi tanaman pada 2MST-6MST. Pada umur 2MST rataan tertinggi terdapat

pada V3 yaitu 14,59 cm dan terendah pada V20 yaitu 9,03 cm. Pada umur 3MST

rataan terdapat pada V3 yaitu 21,17 cm dan terendah pada V20 yaitu 13,51 cm.

Pada umur 4MST rataan tertinggi terdapat pada V3 yaitu 33,19 cm dan terendah

pada V4 yaitu 19,42 cm. Pada 5MST rataan tertinggi terdapat pada V3 yaitu 47,62

cm dan terendah pada V4 yaitu 29,75 cm. Pada 6MST rataan tertinggi terdapat

pada V11 yaitu 68,14 cm dan terendah pada V12 yaitu 41,41 cm.

Jumlah Cabang (cabang)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam dapat dilihat pada lampiran. Data

hasil uji beda rataan jumlah cabang dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Rataan Jumlah Cabang (cabang)

Varietas Minggu Setelah Tanam (MST)

4 5 6

V1 1.33 ab 2.70 a 3.14

V2 0.87 cde 2.03 bcde 2.95

V3 1.00 bcde 2.27 abcd 2.90

V4 1.15 abc 2.23 abcd 3.24

V5 1.23 abc 2.67 ab 3.71

V6 0.74 de 1.90 cde 3.14

V7 0.97 bcde 2.10 abcd 2.62

V8 0.87 cde 1.80 de 2.67

V9 1.13 abcd 2.27 abcd 2.76

V10 0.85 cde 1.87 cde 2.57

(48)

V12 1.00 bcde 2.37 abcd 2.95

V13 1.13 abcd 2.17 abcd 2.90

V14 1.44 a 2.53 abc 3.10

V15 1.08 bcd 2.43 abcd 3.38

V16 0.95 cde 1.97 cde 2.67

V17 1.10 abcd 2.17 abcd 2.90

V18 1.08 bcd 1.87 cde 2.52

V19 0.59 e 1.33 e 2.14

V20 1.05 bcd 2.20 abcd 3.19

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata pada Uji DMRT dengan taraf 0.05

Dari tabel 2 diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap jumlah

cabang pada 4MST - 5MST dan tidak berpengaruh nyata pada 6MST. Pada 4MST

rataan tertinggi terdapat pada V14 yaitu 1,44 dan terendah pada V19 yaitu 0,59.

Pada 5MST rataan tertinggi terdapat pada V1 yaitu 2,70 dan terendah pada V19

yaitu 1,33.

Umur Berbunga (hari)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam dapat dilihat pada lampiran. Data

[image:48.595.115.512.489.764.2]

hasil uji beda rataan umur berbunga dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Rataan Umur Berbunga (hari)

Varietas Hari Setelah Tanam (HST)

V1 35.00 cd

V2 39.67 ab

V3 35.00 cd

V4 39.00 ab

V5 42.00 a

V6 39.00 ab

V7 35.00 cd

V8 37.33 bc

V9 37.33 bc

V10 42.00 a

V11 39.67 ab

V12 42.00 a

V13 35.00 cd

V14 34.33 cd

V15 37.33 bc

V16 33.00 d

V17 33.00 d

(49)

V20 42.00 a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata pada Uji DMRT dengan taraf 0.05

Dari tabel 3 diketahui bahwa varietas berbeda nyata pada peubah umur

berbunga. Rataan umur berbunga terlama terdapat pada V5, V10, V12, V19 dan

V20 yaitu 42,00 HST sedangkan rataan umur berbunga tercepat terdapat pada

V16, V17 dan V18 yaitu 33,00 HST.

Laju Pertumbuhan Tanaman (g/m2/minggu)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam dapat dilihat pada lampiran. Data

[image:49.595.116.512.370.682.2]

rataan laju pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Rataan Laju Pertumbuhan Tanaman (g/m2/minggu)

Varietas Minggu Setelah Tanam (MST)

4-3 MST 5-4 MST 6-5 MST

V1 1.03 2.34 3.46

V2 0.73 2.73 3.41

V3 0.76 2.61 3.42

V4 0.80 2.41 1.84

V5 0.74 2.57 3.98

V6 0.76 2.89 4.04

V7 0.62 2.60 3.44

V8 0.62 2.18 1.84

V9 1.02 2.89 3.32

V10 0.58 2.36 3.22

V11 0.68 3.50 1.23

V12 0.57 2.29 4.62

V13 0.94 2.36 3.66

V14 0.42 3.68 1.67

V15 0.23 2.72 3.59

V16 0.43 3.37 3.50

V17 0.51 2.74 3.44

V18 0.48 2.97 3.24

V19 0.61 2.50 4.11

V20 0.53 1.90 3.69

Dari tabel 4 diketahui bahwa varietas tidak berbeda nyata terhadap peubah

(50)

Laju Pertumbuhan Relatif (g/g/minggu)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam dapat dilihat pada lampiran. Data

rataan laju pertumbuhan relatif dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini. Dari tabel

5 diketahui bahwa varietas tidak berbeda nyata terhadap peubah laju pertumbuhan

relatif tanaman pada 4 MST, 5 MST dan 6 MST.

Tabel 5. Rataan Laju Pertumbuhan Relatif (g/g/minggu)

Varietas Minggu Setelah Tanam (MST)

4-3 MST 5-4 MST 6-5 MST

V1 0.41 0.37 0.28

V2 0.45 0.53 0.28

V3 0.30 0.46 0.27

V4 0.46 0.47 0.16

V5 0.30 0.41 0.30

V6 0.44 0.55 0.31

V7 0.38 0.56 0.30

V8 0.43 0.50 0.20

V9 0.44 0.44 0.24

V10 0.35 0.51 0.29

V11 0.31 0.55 0.11

V12 0.41 0.53 0.40

V13 0.42 0.39 0.29

V14 0.18 0.60 0.14

V15 0.16 0.67 0.31

V16 0.25 0.63 0.27

V17 0.32 0.58 0.29

V18 0.29 0.58 0.27

V19 0.33 0.50 0.32

V20 0.41 0.51 0.36

[image:50.595.113.512.275.598.2]

Laju Asimilasi Bersih (g/cm2/minggu)

Tabel 6. Rataan Laju Asimilasi Bersih (g/cm2/minggu)

Varietas Minggu Setelah Tanam (MST)

4-3 MST 5-4 MST 6-5 MST

V1 0.45 0.93 1.04

V2 0.33 1.47 0.94

V3 0.36 1.38 0.99

V4 0.37 1.16 0.51

(51)

V7 0.27 1.54 1.09

V8 0.27 1.10 0.37

V9 0.45 1.30 0.91

V10 0.21 1.22 1.10

V11 0.22 1.99 0.20

V12 0.24 1.27 1.93

V13 0.42 1.00 1.13

V14 0.09 2.48 0.35

V15 0.04 1.83 1.18

V16 0.12 2.22 1.11

V17 0.17 1.59 1.02

V18 0.19 1.75 0.93

V19 0.23 1.36 1.40

V20 0.24 0.96 1.84

Data hasil pengamatan dan sidik ragam dapat dilihat pada lampiran. Data

rataan laju asimilasi bersih dapat dilihat pada tabel 6 di atas. Dari tabel 6 diketahui

bahwa varietas tidak berbeda nyata terhadap peubah laju asimilasi bersih tanaman

pada 4 MST, 5 MST dan 6 MST.

Luas Daun (cm2)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam dapat dilihat pada lampiran. Data

[image:51.595.118.499.80.263.2]

hasil uji beda rataan luas daun dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Rataan Luas Daun (cm2)

Varietas Luas Daun

V1 138.94 bcdef

V2 139.49 bcdef

V3 184.64 ab

V4 177.67 abc

V5 190.47 a

V6 117.03 def

V7 99.87 ef

V8 94.03 f

V9 152.25 abcde

V10 112.63 def

V11 146.51 abcdef

V12 121.94 def

V13 126.75 cdef

V14 149.60 abcde

V15 117.89 def

V16 116.96 def

V17 133.78 cdef

V18 160.98 abcd

V19 138.77 bcdef

(52)

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata pada Uji DMRT dengan taraf 0.05

Dari tabel 7 diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap peubah luas

daun. Rataan luas daun tertinggi terdapat pada V5 yaitu 190.47 cm2 sedangkan

rataan terendah terdapat pada V8 yaitu 94.03 cm2.

Jumlah Stomata (mm2)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam dapat dilihat pada lampiran. Data

[image:52.595.112.529.380.675.2]

rataan jumlah stomata dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Rataan Jumlah Stomata (mm2)

Varietas Jumlah Stomata

V1 303.67

V2 300.67

V3 301.67

V4 302.67

V5 301.00

V6 296.00

V7 302.00

V8 300.00

V9 300.67

V10 303.67

V11 296.67

V12 300.67

V13 300.00

V14 299.00

V15 300.00

V16 301.67

V17 301.33

V18 303.67

V19 296.67

V20 300.00

Dari tabel 8 diketahui bahwa varietas tidak berbeda nyata terhadap peubah

(53)

Tebal Kutikula (µm)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam dapat dilihat pada lampiran. Data

hasil uji beda rataan luas daun dapat dilihat pada tabel 9. Dari tabel 9 di bawah

diketahui bahwa varietas berbeda nyata pada peubah tebal kutikula. Rataan tebal kutikula

tertinggi terdapat pada V3 dan V18 yaitu 2.50 µm sedangkan rataan terendah terdapat

[image:53.595.112.512.299.568.2]

pada V11, V12, V19 dan V20 yaitu 2.26 µm.

Tabel 9. Rataan Tebal Kutikula (µ m)

Varietas Tebal Kutikula

V1 2.42 abc

V2 2.47 ab

V3 2.50 a

V4 2.47 ab

V5 2.41 abc

V6 2.41 abc

V7 2.40 abc

V8 2.37 abc

V9 2.38 abc

V10 2.47 ab

V11 2.26 c

V12 2.26 c

V13 2.44 abc

V14 2.29 bc

V15 2.29 bc

V16 2.29 bc

V17 2.28 bc

V18 2.50 a

V19 2.26 c

V20 2.26 c

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata pada Uji DMRT dengan taraf 0.05

Jumlah Klorofil Daun (butir/mm3)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam dapat dilihat pada lampiran. Data

hasil uji beda rataan jumlah klorofil daun dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Rataan Jumlah Klorofil Daun (butir/mm3)

Varietas Jumlah Klorofil

V1 37.48 ef

V2 40.20 cde

V3 42.61 abcd

V4 40.08 def

(54)

V7 38.31 ef

V8 36.58 f

V9 38.59 ef

V10 37.47 ef

V11 43.53 abc

V12 40.56 bcde

V13 45.33 a

V14 40.27 cde

V15 40.01 def

V16 44.39 a

V17 37.19 ef

V18 43.74 ab

V19 39.94 def

V20 36.54 f

Keterangan : Angka-angka yang diikuti ol

Gambar

Gambar 1. Hubungan kausal diagram lintas antara peubah bebas dan pubah tak
Tabel 1. Rataan Tinggi Tanaman (cm) Minggu Setelah Tanam (MST)
Tabel 3. Rataan Umur Berbunga (hari)
Tabel 4. Rataan Laju Pertumbuhan Tanaman (g/m2/minggu) Minggu Setelah Tanam (MST)
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

PEKERJAAN : PENGADAAN KONSTRUKSI BANGUNAN AULA DAN ASRAMA DIKLAT RSUD TUGUREJO LOKASI : JL.TUGUREJO SEMARANG. SUMBER DANA : APBD TAHUN ANGGARAN

6.Cuaca akan terasa panas ketika datang musim

Consequently, a constructivist approach to science teaching and socio-cultural practices in science classroom are integrated into a wider community of practice in

Perbedaan tingkat motivasi terhadap hasil belajar Fisika siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran inquiry training berbasis multimedia dengan

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kekuatan tarik, regangan, kerja patah dan kekuatan impak tertinggi dicapai pada komposit dengan serat ijuk tanpa rendamanx. Faktor-faktor

Evaluasi Penawaran dilaksanakan berdasarkan Dokumen Pengadaan Nomor : 003/Pagar BPKB-DAK/VI/2017 tanggal 13 Juni 2017 , Berita Acara Penjelasan Dokumen Pengadaan, dan

Pada organisasi dengan budaya organisasi yang kuat nilai-nilai tersebut akan mempengaruhi orang-orang didalam organisasi dan dalam perilaku mereka sehari-hari.Sebuah organisasi